makalah leukemia

21
GANGGUAN PADA SISTEM SEL DAN HEMATOLOGI LEUKIMIA Untuk Memenuhi Tugas Semester Pendek FP Sistem Sel & Hematologi DISUSUN OLEH: SHANNASTANIAR AISYA ADIF 135070207113009 LINTANG DIAH YUNIARTI 135070218113029 YULIA ROCHMAWATI 135070218113027 ANGGUN 135070207131014 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

Upload: afiat-arif-ibrahim

Post on 11-Dec-2015

112 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Leukemia

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Leukemia

GANGGUAN PADA SISTEM SEL DAN HEMATOLOGI

LEUKIMIA

Untuk Memenuhi Tugas Semester Pendek FP Sistem Sel & Hematologi

DISUSUN OLEH:

SHANNASTANIAR AISYA ADIF 135070207113009

LINTANG DIAH YUNIARTI 135070218113029

YULIA ROCHMAWATI 135070218113027

ANGGUN 135070207131014

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2015

A. DEFINISI

Page 2: Makalah Leukemia

Leukimia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa proliferasi patologis

sel hemopoetik muda yang ditandai oleh adanya kegagalan sum-sum tulang dalam membentuk sel

darah normal dan adanya infiltrasi ke jaringan tubuh yang lain (Mansjoer, 2002).

Leukimia adalah proliferasi tak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sum-sum

tulang menggantikan elemen sum-sum tulang normal (Smeltzer, S C and Bare, B.G, 2002 : 248 ).

Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk darah dalam sumsum

tulang dan limfa nadi. Sifat khas leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel darah

putih dalam sumusm tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal. Juga terjadi proliferasi di

hati, limpa dan nodus limfatikus, dan invasi organ non hematologis, seperti meninges, traktus

gastrointestinal, ginjal dan kulit (Reeves,2001).

B. KLASIFIKASI

Menurut Handayani, 2008 leukemia dibagi menjadi 4, yaitu :

1. Leukemia Mielogenus Akut

AML mengenai sel stem hematopeotik yang kelak berdiferensiasi ke semua sel Mieloid:

monosit, granulosit, eritrosit, eritrosit dan trombosit. Semua kelompok usia dapat terkena;

insidensi meningkat sesuai bertambahnya usia. Merupakan leukemia nonlimfositik yang

paling sering terjadi.

2. Leukemia Mielogenus Kronis

CML juga dimasukkan dalam sistem keganasan sel stem mieloid. Namun lebih banyak sel

normal dibanding bentuk akut, sehingga penyakit ini lebih ringan. CML jarang menyerang

individu di bawah 20 tahun. Manifestasi mirip dengan gambaran AML tetapi tanda dan

gejala lebih ringan, pasien menunjukkan tanpa gejala selama bertahun-tahun, peningkatan

leukosit kadang sampai jumlah yang luar biasa, limpa membesar.

3. Leukemia Limfositik Akut

ALL dianggap sebagai proliferasi ganas limfoblast. Sering terjadi pada anak-anak, laki-laki

lebih banyak dibanding perempuan, puncak insiden usia 4 tahun, setelah usia 15 ALL jarang

terjadi. Manifestasi limfosit immatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan

perifer, sehingga mengganggu perkembangan sel normal.

4. Leukemia Limfositik Kronis

CLL merupakan kelainan ringan mengenai individu usia 50 sampai 70 tahun. Manifestasi

klinis pasien tidak menunjukkan gejala, baru terdiagnosa saat pemeriksaan fisik atau

penanganan penyakit lain.

1. Leukemia akut

Page 3: Makalah Leukemia

Berdasarkan klasifikasi French American British ( FAB ), leukemia akut terbagi menjadi 2

( dua), Acute Limphocytic Leukemia ( ALL ) dan Acute Myelogenous Leukemia (AML). Sedangkan

Leukemia Kronis jg dibagi menjadi 2 yaitu Leukemia Mielogenus Kronis (CML) dan Leukemia

Limfositik Kronis (CLL).

Leukemia Limfositik Akut (ALL) dianggap sebagai proliferasi ganas limfoblast. Sering terjadi

pada anak-anak, laki-laki lebih banyak dibanding perempuan, puncak insiden usia 4 tahun, setelah

usia 15 ALL jarang terjadi. Manifestasi limfosit immatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan

jaringan perifer, sehingga mengganggu perkembangan sel normal.

Acute Limphocytic Leukemia (ALL) sendiri terbagi menjadi 3, yakni :

a. L1

Sel-sel leukemia terdiri dari limfoblas yang homogen dan L1 ini banyak menyerang anak.

b. L2

Terdiri dari sel sel limfoblas yang lebih heterogen bila dibandingkan dengan L1. ALL jenis ini sering

diderita oleh orang dewasa.

c. L3

Terdiri dari limfoblas yang homogen, dengan karakteristik berupa sel Burkitt. Terjadi baik pada

orang dewasa maupun anak-anak dengan prognosis yang buruk

Leukemia Mielogenus Akut (AML) mengenai sel stem hematopeotik yang kelak

berdiferensiasi ke semua sel Mieloid: monosit, granulosit, eritrosit, eritrosit dan trombosit. Semua

kelompok usia dapat terkena; insidensi meningkat sesuai bertambahnya usia. Merupakan leukemia

nonlimfositik yang paling sering terjadi.

2. Leukemia kronis

1) Leukemia Mielogenus Kronis (CML) terbagi menjadi 8 tipe :

- Mo ( Acute Undifferentiated Leukemia )

Merupakan bentuk paling tidak matang dari AML, yang juga disebut sebagai AML dengan

diferensiasi minimal .

- M1 ( Acute Myeloid Leukemia tanpa maturasi )

Merupakan leukemia mieloblastik klasik yang terjadi hampir seperempat dari kasus AML. Pada

AML jenis ini terdapat gambaran azurophilic granules dan Auer rods. Dan sel leukemik dibedakan

menjadi 2 tipe, tipe 1 tanpa granula dan tipe 2 dengan granula, dimana tipe 1 dominan di M1

- M2 ( Akut Myeloid Leukemia )

Page 4: Makalah Leukemia

Sel leukemik pada M2 memperlihatkan kematangan yang secara morfologi berbeda, dengan

jumlah granulosit dari promielosit yang berubah menjadi granulosit matang berjumlah lebih dari

10 % . Jumlah sel leukemik antara 30 – 90 %. Tapi lebih dari 50 % dari jumlah sel-sel sumsum

tulang di M2 adalah mielosit dan promielosit .

- M3 ( Acute Promyelocitic Leukemia )

Sel leukemia pada M3 kebanyakan adalah promielosit dengan granulasi berat, stain

mieloperoksidase + yang kuat. Nukleus bervariasi dalam bentuk maupun ukuran, kadang-kadang

berlobul . Sitoplasma mengandung granula besar, dan beberapa promielosit mengandung granula

berbentuk seperti debu . Adanya Disseminated Intravaskular Coagulation ( DIC ) dihubungkan

dengan granula-granula abnormal ini.

- M4 ( Acute Myelomonocytic Leukemia )

Terlihat 2 ( dua ) type sel, yakni granulositik dan monositik , serta sel-sel leukemik lebih dari 30 %

dari sel yang bukan eritroit. M4 mirip dengan M1, dibedakan dengan cara 20% dari sel yang

bukan eritroit adalah sel pada jalur monositik, dengan tahapan maturasi yang berbeda-beda.

Jumlah monosit pada darah tepi lebih dari 5000 /uL. Tanda lain dari M4 adalah peningkatan

proporsi dari eosinofil di sumsum tulang, lebih dari 5% darisel yang bukan eritroit, disebut dengan

M4 dengan eoshinophilia. Pasien–pasien dengan AML type M4 mempunyai respon terhadap

kemoterapi-induksi standar.

- M5 ( Acute Monocytic Leukemia )

Pada M5 terdapat lebih dari 80% dari sel yang bukan eritroit adalah monoblas, promonosit, dan

monosit. Terbagi menjadi dua, M5a dimana sel monosit dominan adalah monoblas, sedang pada

M5b adalah promonosit dan monosit. M5a jarang terjadi dan hasil perawatannya cukup baik.

- M6 ( Erythroleukemia )

Sumsum tulang terdiri lebih dari 50% eritroblas dengan derajat berbeda dari gambaran morfologi

Bizzare. Eritroblas ini mempunyai gambaran morfologi abnormal berupa bentuk multinukleat

yang raksasa. Perubahan megaloblastik ini terkait dengan maturasi yang tidak sejalan antara

nukleus dan sitoplasma . M6 disebut Myelodisplastic Syndrome ( MDS ) jika sel leukemik kurang

dari 30% dari sel yang bukan eritroit . M6 jarang terjadi dan biasanya kambuhan terhadap

kemoterapi-induksi standar .

- M7 ( Acute Megakaryocytic Leukemia )

Beberapa sel tampak berbentuk promegakariosit/megakariosit. ( Yoshida, 1998; Wetzler dan

Bloomfield, 1998 ).

Page 5: Makalah Leukemia

Leukemia Mielogenus Kronis (CML) juga dimasukkan dalam sistem keganasan sel sistem

mieloid. Namun lebih banyak sel normal dibanding bentuk akut, sehingga penyakit ini lebih ringan.

CML jarang menyerang individu di bawah 20 tahun. Manifestasi mirip dengan gambaran AML tetapi

tanda dan gejala lebih ringan, pasien menunjukkan tanpa gejala selama bertahun-tahun,

peningkatan leukosit kadang sampai jumlah yang luar biasa, limpa membesar.

3. Leukemia Limfositik Kronis (CLL)

Leukemia Limfositik Kronis (CLL) merupakan kelainan ringan mengenai individu usia 50

sampai 70 tahun. Manifestasi klinis pasien tidak menunjukkan gejala, baru terdiagnosa saat

pemeriksaan fisik atau penanganan penyakit lain.

C. ETIOLOGI

Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang

menyebabkan terjadinya leukemia, yaitu :

Genetik

Adanya Penyimpangan Kromosom Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan

kongenital, diantaranya pada sindroma Down, sindroma Bloom, Fanconi’s Anemia, sindroma

Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van Creveld, sindroma Kleinfelter, D-Trisomy sindrome, sindroma

von Reckinghausen, dan neurofibromatosis ( Wiernik, 1985; Wilson, 1991 ) . Kelainan-kelainan

kongenital ini dikaitkan erat dengan adanya perubahan informasi gen, misal pada kromosom 21

atau C-group Trisomy, atau pola kromosom yang tidak stabil, seperti pada aneuploidy.

2 Saudara kandung

Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar identik dimana kasus-kasus

leukemia akut terjadi pada tahun pertama kelahiran . Hal ini berlaku juga pada keluarga dengan

insidensi leukemia yang sangat tinggi ( Wiernik,1985 ) .

Faktor Lingkungan

Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan kromosom dapatan, misal :

radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang dihubungkan dengan insiden yang meningkat pada

leukemia akut, khususnya ANLL ( Wiernik,1985; Wilson, 1991 ) .

Virus

Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus menyebabkan leukemia pada

hewan termasuk primata . Penelitian pada manusia menemukan adanya RNA dependent DNA

polimerase pada sel-sel leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel normal dan enzim ini berasal

Page 6: Makalah Leukemia

dari virus tipe C yang merupakan virus RNA yang menyebabkan leukemia pada hewan. ( Wiernik,

1985 ) . Salah satu virus yang terbukti dapat menyebabkan leukemia pada manusia adalah Human

T-Cell Leukemia . Jenis leukemia yang ditimbulkan adalah Acute T- Cell Leukemia . Virus ini

ditemukan oleh Takatsuki dkk ( Kumala, 19990).

Bahan Kimia dan Obat-obatan

Paparan kromis dari bahan kimia ( misal : benzen ) dihubungkan dengan peningkatan insidensi

leukemia akut, misal pada tukang sepatu yang sering terpapar benzen. ( Wiernik,1985; Wilson,

1991 ) Selain benzen beberapa bahan lain dihubungkan dengan resiko tinggi dari AML, antara lain

: produk – produk minyak, cat , ethylene oxide, herbisida, pestisida, dan ladang elektromagnetik

( Fauci, et. al, 1998 ) .

Obat-obatan

Obat-obatan anti neoplastik ( misal : alkilator dan inhibitor topoisomere II ) dapat

mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan AML . Kloramfenikol,

fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan menyebabkan kegagalan sumsum tulang yang

lambat laun menjadi AML ( Fauci, et. al, 1998 ).

Radiasi

Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia ( ANLL ) ditemukan pada pasien-pasien

anxylosing spondilitis yang mendapat terapi radiasi, dan pada kasus lain seperti peningkatan

insidensi leukemia pada penduduk Jepang yang selamat dari ledakan bom atom. Peningkatan

resiko leukemia ditemui juga pada pasien yang mendapat terapi radiasi misal : pembesaran

thymic, para pekerja yang terekspos radiasi dan para radiologis.

Leukemia Sekunder

Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain disebut Secondary Acute

Leukemia ( SAL ) atau treatment related leukemia . Termasuk diantaranya penyakit Hodgin,

limphoma, myeloma, dan kanker payudara . Hal ini disebabkan karena obat-obatan yang

digunakan termasuk golongan imunosupresif selain menyebabkan dapat menyebabkan

kerusakan DNA . Leukemia biasanya mengenai sel-sel darah putih. Penyebab dari sebagian besar

jenis leukemia tidak diketahui. Pemaparan terhadap penyinaran (radiasi) dan bahan kimia

tertentu (misalnya benzena) dan pemakaian obat antikanker, meningkatkan resiko terjadinya

leukemia. Orang yang memiliki kelainan genetik tertentu (misalnya sindroma Down dan sindroma

Fanconi), juga lebih peka terhadap leukemia.

Page 7: Makalah Leukemia

D. MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinis dari leukemia pada umumnya adalah anemia, trombositopenia, neutropenia, infeksi,

kelainan organ yang terkena infiltrasi, hipermetabolisme.

a. Leukemia Limfositik Akut

Gejala klinis LLA sangat bervariasi. Umumnya menggambarkan kegagalan sumsum tulang.

Gejala klinis berhubungan dengan anemia (mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada),

infeksi dan perdarahan. Selain itu juga ditemukan anoreksi, nyeri tulang dan sendi,

hipermetabolisme.21 Nyeri tulang bisa dijumpai terutama pada sternum, tibia dan femur.

b. Leukemia Mielositik Akut

Gejala utama LMA adalah rasa lelah, perdarahan dan infeksi yang disebabkan oleh sindrom

kegagalan sumsum tulang. perdarahan biasanya terjadi dalam bentuk purpura atau petekia.

Penderita LMA dengan leukosit yang sangat tinggi (lebih dari 100 ribu/mm3) biasanya

mengalami gangguan kesadaran, napas sesak, nyeri dada dan priapismus. Selain itu juga

menimbulkan gangguan metabolisme yaitu hiperurisemia dan hipoglikemia.

c. Leukemia Limfositik Kronik

Sekitar 25% penderita LLK tidak menunjukkan gejala. Penderita LLK yang mengalami gejala

biasanya ditemukan limfadenopati generalisata, penurunan berat badan dan kelelahan. Gejala

lain yaitu hilangnya nafsu makan dan penurunan kemampuan latihan atau olahraga. Demam,

keringat malam dan infeksi semakin parah sejalan dengan perjalanan penyakitnya.

d. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik

LGK memiliki 3 fase yaitu fase kronik, fase akselerasi dan fase krisis blas. Pada fase kronik

ditemukan hipermetabolisme, merasa cepat kenyang akibat desakan limpa dan lambung.

Penurunan berat badan terjadi setelah penyakit berlangsung lama. Pada fase akselerasi

ditemukan keluhan anemia yang bertambah berat, petekie, ekimosis dan demam yang disertai

infeksi.

E. Epidemiologi

1. Berdasarkan Orang

1. Umur

Berdasarkan data The Leukemia and Lymphoma Society (2009) di Amerika Serikat,

leukemia menyerang semua umur. Pada tahun 2008, penderita leukemia 44.270

orang dewasa dan 4.220 pada anak-anak. Biasanya jenis leukemia yang menyerang

orang dewasa yaitu LMA dan LLK sedangkan LLA paling sering dijumpai pada anak-

anak.

Page 8: Makalah Leukemia

Menurut penelitian Kartiningsih L.dkk (2001), melaporkan bahwa di RSUD Dr.

Soetomo LLA menduduki peringkat pertama kanker pada anak selama tahun 1991-

2000. Ada 524 kasus atau 50% dari seluruh keganasan pada anak yang tercatat di

RSUD Dr. Soetomo, 430 anak (82%) adalah LLA, 50 anak (10%) menderita

nonlimfoblastik leukemia, dan 42 kasus merupakan leukemia mielositik kronik (The

Leukemia and Lymphoma Society, 2009).

Penelitian Simamora di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2004-2007 menunjukkan

bahwa leukemia lebih banyak diderita oleh anak-anak usia <15 tahun khususnya LLA

yaitu 87%. Pada usia 15-20 tahun 7,4%, usia 20-60 tahun 20,4%, dan pada usia >60

tahun 1,8%.

2. Jenis Kelamin

Insiden rate untuk seluruh jenis leukemia lebih tinggi pada laki-laki dibanding

perempuan. Pada tahun 2009, diperkirakan lebih dari 57% kasus baru leukemia pada

laki-laki.10 Berdasarkan laporan dari Surveillance Epidemiology And End Result

(SEER) di Amerika tahun 2009, kejadian leukemia lebih besar pada laki-laki daripada

perempuan dengan perbandingan 57,22%:42,77%.

Menurut penelitian Simamora (2009) di RSUP H. Adam Malik Medan, proporsi

penderita leukemia berdasarkan jenis kelamin lebih tinggi pada laki- laki

dibandingkan dengan perempuan (58%:42%).

3. Ras

IR di negara barat adalah 4 per 100.000 anak-anak di bawah usia 15 tahun. Angka

kejadian terendah terdapat di Afrika (1,18-1,61/100.000) dan tertinggi di antara

anak-anak Hispanik (Costa Rica 5,94/100.000 dan Los Angeles 5,02/100.000). IR ini

lebih umum pada ras kulit putih (42,1 per 100.000 per tahun) daripada ras kulit

berwarna (24,3 per 100.000 per tahun) (Soegiyanto, 2004).

Berdasarkan data The Leukemia and Lymphoma Society (2009), leukemia

merupakan salah satu dari 15 penyakit kanker yang sering terjadi dalam semua ras

atau etnis. Insiden leukemia paling tinggi terjadi pada ras kulit putih (12,8 per

100.000) dan paling rendah pada suku Indian Amerika/penduduk asli Alaska (7,0 per

100.000).

2. Berdasarkan Tempat dan Waktu

Page 9: Makalah Leukemia

Menurut U.S. Cancer Statistics (2005) terdapat 32.616 kasus leukemia di Amerika

Serikat, 18.059 kasus diantaranya pada laki-laki (55,37%) dan 14.557 kasus lainnya pada

perempuan (44,63%). Pada tahun yang sama 21.716 orang meninggal karena leukemia (CFR

66,58%).

Berdasarkan laporan kasus dari F. Tumiwa dan AMC. Kaparang (2008) menyebutkan

bahwa IR tertinggi LMK terdapat di Swiss dan Amerika (2 per 100.000) sedangkan IR

terendah berada di Swedia dan Cina (0,7 per 100.000). LMK merupakan leukemia kronis

yang paling sering dijumpai di Indonesia yaitu 25-20% dari leukemia. IR LMK di negara barat

adalah 1-1,4 per 100.000 per tahun. Berdasarkan data dari International Pharmaceutical

Manufacturers Group (IPMG) penderita leukemia pada anak-anak di RSK Dharmais terus

bertambah setiap tahunnya. Pada tahun 2007 terdapat 6 kasus leukemia pada anak dan

pada tahun 2008 bertambah menjadi 16 kasus (Depkes RI, 2007).

Di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2004 terdapat 30 penderita (18,52%), tahun 2005

terdapat 39 penderita (24,07%), tahun 2006 terdapat 35 penderita (21,61%) dan pada tahun

2007 terdapat 58 penderita (35,8%) (Simamora, 2009).

F. PATOFISIOLOGI

Jaringan pembentuk darah ditandai oleh pergantian sel yang sangat cepat. Normalnya,

produksi sel darah tertentu dari prekusor sel stem diatur sesuai kebutuhan tubuh. Apabila

mekanisme yang mengatur produksi sel tersebut terganggu, sel akan membelah diri sampai ke

tingkat sel yang membahayakan (proliferasi neoplastik). Proliferasi neoplastik dapat terjadi karena

kerusakan sumsum tulang akibat radiasi, virus onkogenik, maupun herediter.

Sel polimorfonuklear dan monosit normalnya dibentuk hanya dalam sumsum tulang.

Sedangkan limfosit dan sel plasma dihasilkan dalam berbagai organ limfogen (kelenjar limfe, limpa,

timus, tonsil). Beberapa sel darah putih yang dibentuk dalam sumsum tulang, khususnya granulosit,

disimpan dalam sumsum tulang sampai mereka dibutuhkan dalam sirkulasi. Bila terjadi kerusakan

sumsum tulang, misalnya akibat radiasi atau bahan kimia, maka akan terjadi proliferasi sel-sel darah

putih yang berlebihan dan imatur. Pada kasus AML, dimulai dengan pembentukan kanker pada sel

mielogen muda (bentuk dini neutrofil, monosit, atau lainnya) dalam sumsum tulang dan kemudian

menyebar ke seluruh tubuh sehingga sel-sel darah putih dibentuk pada banyak organ ekstra medula.

Page 10: Makalah Leukemia

Sedangkan secara imunologik, patogenesis leukemia dapat diterangkan sebagai berikut. Bila

virus dianggap sebagai penyebabnya (virus onkogenik yang mempunyai struktur antigen tertentu),

maka virus tersebut dengan mudah akan masuk ke dalam tubuh manusia dan merusak mekanisme

proliferasi. Seandainya struktur antigennya sesuai dengan struktur antigen manusia tersebut, maka

virus mudah masuk. Bila struktur antigen individu tidak sama dengan struktur antigen virus, maka

virus tersebut akan ditolaknya. Struktur antigen ini terbentuk dari struktur antigen dari berbagai alat

tubuh, terutama kulit dan selaput lendir yang terletak di permukaan tubuh atau HL-A (Human

Leucocyte Locus A). Sistem HL-A diturunkan menurut hukum genetik, sehingga etiologi leukemia

sangat erat kaitannya dengan faktor herediter.

Akibat proliferasi mieloid yang neoplastik, maka produksi elemen darah yang lain tertekan

karena terjadi kompetisi nutrisi untuk proses metabolisme (terjadi granulositopenia,

trombositopenia). Sel-sel leukemia juga menginvasi tulang di sekelilingnya yang menyebabkan nyeri

tulang dan cenderung mudah patah tulang. Proliferasi sel leukemia dalam organ mengakibatkan

gejala tambahan : nyeri akibat pembesaran limpa atau hati, masalah kelenjar limfa; sakit kepala atau

muntah akibat leukemia meningeal.

Page 11: Makalah Leukemia
Page 12: Makalah Leukemia

G. KOMPLIKASI

Leukemia dapat menyebabkan berbagai komplikasi, diantaranya yaitu:

a. Gagal sumsum tulang (Bone marrow failure). Sumsum tulang gagal memproduksi sel darah merah

dalam umlah yang memadai, yaitu berupa:

- Lemah dan sesak nafas, karena anemia(sel darah merah terlalu sedikit)

- Infeksi dan demam, karena berkurangnya jumlah sel darah putih

- Perdarahan, karena jumlah trombosit yang terlalu sedikit.

b. Infeksi. Leukosit yang diproduksi saat keadaan LGK adalah abnormal, tidak menjalankan fungsi imun

yang seharusnya. Hal ini menyebabkan pasien menjadi lebih rentan terhadap infeksi. Selain itu

pengobatan LGK juga dapat menurunkan kadar leukosit hingga terlalu rendah, sehingga sistem imun

tidak efektif.

c. Hepatomegali (Pembesaran Hati). Membesarnya hati melebihi ukurannya yang normal.

d. Splenomegali (Pembesaran Limpa). Kelebihan sel-sel darah yang diproduksi saat keadaan LGK

sebagian berakumulasi di limpa. Hal ini menyebabkan limpa bertambah besar, bahkan beresiko

untuk pecah.

e. Limpadenopati. Limfadenopati merujuk kepada ketidaknormalan kelenjar getah bening dalam

ukuran, konsistensi, ataupun jumlahnya.

f. Kematian

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1) Pemeriksaan laboratorium

a. Darah tepi, gejala yang terlihat pada darah tepi berdasarkan pada kelainan sumsum tulang berupa

adanya pansitopenia, limfositosis yang kadang- kadang menyebabkan gambaran darah tepi monoton

dan terdapat sel blas. Terdapatnya sel blas dalam darah tepi merupakan gejala patognomik untuk

leukimia.

b. Kimia darah, kolesterol mungkin rendah, asam urat dapat meningkat, hipogamaglobinemia.

c. Sumsum tulang dari pemeriksaan sumsum akan ditemukan gambaran yang monoton,yaitu hanya

trdiri dari sel limfopoetik, patologis sedangkan sistem lain terdesak (aplasia skunder).

2) Cairan cerebrospinal

Bila terdapat peninggian jumlah sel patologis dan protein, berarti suatu leukimia menigeal.

Kelinan ini dapat terjadi setiap saat pada perjalanan penyakit baik dalam keadaan remisi maupun

kambuh. Untuk mencegahnya di berikan MTX secara intratecal secara rutin pada setiap pasien baru

atauy pasien yang menunjukan tanda – tanda tekanan intrakranial meninggi.

3) Biopsi limpa

Page 13: Makalah Leukemia

Pemeriksaan ini memperlihatkan proliperasi sel leukemia dan sel yang berasal dari jaringan limpa

yang terdesak seperti : limposit mormal, RES, granulosit, pulp cell.

4) Kimia darah

Pada penderita leukemia, kolesterol rendah, asam urat meningkat, hipogamaglobulinemia.

5) Lumbal pungsi

Bila terjadi peninggian sel patologis, maka hal ini berrati terjadi leukemia meningeal. Untuk

mencegahnya dilakukan lumbal pungsi pada penderita.

6) Spinal Tap

Dengan mengambil beberapa cairan cerebrospinal. Prosedur ini memakan waktu sekitar 30 menit

dan dilakukan dengan anestesi lokal. Laboratorium akan memeriksa cairan untuk meneliti adanya

sel-sel leukemia atau tanda-tanda lain dari masalah.

7) X-ray Dada :

Menunjukkan pembengkakan kelenjar getah bening atau tanda-tanda lain dari penyakit di dalam

dada.

H. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN DAN MEDIS

Penatalaksanaan leukemia ditentukan berdasarkan klasifikasi prognosis dan penyakit

penyerta.

a. Transfusi darah, jika kadar Hb kurang dari 6,9% pada trombositopenia yang berat dan perdarahan

massif dapat diberikan trombosit.

b. Pelaksanaan kemoterapi

Terdapat 3 fase pelaksanaan kemoterapi

- Fase induksi : dimulai 4-6 minggu setelah diagnosa di tegakan pada fase ini diberikan kortikosteroid

(prednisone) vinaistim, dan L-asparagiginasi. Fase induksi dinyatakan berhasil jika tanda-tanda

penyakit berkurang atau tidak ada dan dalam sumsum tulang ditemukan jumlah sel muda berkurang

dari 5%.

- Fase Profilaksis Sistem Saraf Pusat : pada fase ini diberikan terapi methotrexate, cytarabine, dan

hydrocortisone melalui intra thecal untuk mencegah invasi sel leukemia ke otak. Terapi iridiasi

cranial hanya dilakukan pada pasien leukemia yang mengalami gangguan Sistem Saraf Pusat.

- Konsolidasi : pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan untuk mempertahankan remisi dan

mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh., secara berkala, mingguan atau

bulanan dilakukan pemeriksaan darah lengkap. Untuk memulai respon sumsum tulang terhadap

Page 14: Makalah Leukemia

pengobatan. Jika terjadi supresi sumsum tulang maka pengobatan dihentikan. Sementara atau dosis

obat dikurangi.

c. Transplantasi sumsum tulang, transplantasi sumsum tulang merupakan alternatif terbaik dalm

penanganan leukemia. Terapi ini juga biasa dilakukan pada pasien dengan limphoma, anemia

aplastik.

d. Terapi Radiasi

Terapi Radiasi (juga disebut sebagai radioterapi) menggunakan sinar berenergi tinggi untuk

membunuh sel-sel leukemia. Bagi sebagian besar pasien, sebuah mesin yang besar akan

mengarahkan radiasi pada limpa, otak, atau bagian lain dalam tubuh tempat menumpuknya sel-sel

leukemia ini. Beberapa pasien mendapatkan radiasi yang diarahkan ke seluruh tubuh. (Iradiasi

seluruh tubuh biasanya diberikan sebelum transplantasi sumsum tulang.)

e. Terapi Biologi

Orang dengan jenis penyakit leukemia tertentu menjalani terapi biologi untuk meningkatkan

daya tahan alami tubuh terhadap kanker. Terapi ini diberikan melalui suntikan di dalam pembuluh

darah balik. Bagi pasien dengan leukemia limfositik kronis, jenis terapi biologi yang digunakan adalah

antibodi monoklonal yang akan mengikatkan diri pada sel-sel leukemia. Terapi ini memungkinkan

sistem kekebalan untuk membunuh sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Bagi

penderita dengan leukemia myeloid kronis, terapi biologi yang digunakan adalah bahan alami

bernama interferon untuk memperlambat pertumbuhan sel-sel leukemia.

f. Transplantasi Sel Induk (Stem Cell)

Beberapa pasien leukemia menjalani transplantasi sel induk (stem cell). Transplantasi sel

induk memungkinkan pasien diobati dengan dosis obat yang tinggi, radiasi, atau keduanya. Dosis

tinggi ini akan menghancurkan sel-sel leukemia sekaligus sel-sel darah normal dalam sumsum

tulang. Kemudian, pasien akan mendapatkan sel-sel induk (stem cell) yang sehat melalui tabung

fleksibel yang dipasang di pembuluh darah balik besar di daerah dada atau leher. Sel-sel darah

yang baru akan tumbuh dari sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi ini.

Setelah transplantasi sel induk (stem cell), pasien biasanya harus menginap di rumah sakit

selama beberapa minggu. Tim kesehatan akan melindungi pasien dari infeksi sampai sel-sel induk

(stem cell) hasil transplantasi mulai menghasilkan sel-sel darah putih dalam jumlah yang memadai.

Penatalaksanaan Keperawatan

a. Pendekatan psikososial harus diutamakan

b. Ruangan aseptik dan bekerja secara aseptik

Page 15: Makalah Leukemia

DAFTAR PUSTAKA

Abdoerrachman MH, dkk, 1998, Ilmu Kesehatan Anak, Buku I, penerbit FakultasKedokteran UI, Jakarta

Anna Budi Keliat, SKp, MSc., 1994, Proses Keperawatan, EGC.

Betz, Cecily. 2002. Keperawatan Pediatrik Edisi 3. EGC : Jakarta.

Handayani, W., Haribowa, A. S., 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Salemba Medika. Jakarta

Lubis, T., 2004. Karakteristik Penderita Leukemia Rawat Inap di Rumah Sakit Santa ElisabethMedan Tahun 1998-2002. Skripsi FKM USU

Marilynn E. Doenges, Mary Prances Moorhouse, Alice C. Beissler, 1993, RencanaAsuhan Keperawatan, EGC.

Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed.Jakarta : EGC; 1994.

Simamora, I., 2009. Karakteristik Penderita Leukemia Rawat Inap di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2004-2007. Skripsi FKM USU

Smeltzer, S. C., Bare, B.G., 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah.Edisi 8. EGC. Jakarta

Soeparman, Sarwono Waspadji, 1998, Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, Balai PenerbitFKUI, Jakarta.

Susan Martin Tucker, Mary M. Canabbio, Eleanor Yang Paquette, Majorie Fife Wells,1998, Standar Perawatan Pasien, volume 4, EGC