makalah malaria jadi
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Malaria adalah penyakit yang penyebarannya di dunia sangat luas yaitu pada
negara yang beriklim tropis dan sub tropis. Penduduk yang berisiko terkena malaria
berjumlah sekitar 2,3 miliar atau 41% dari penduduk dunia. Setiap tahun jumlah kasus
malaria berjumlah 300-500 juta dan mengakibatkan 1,5-2,7 juta kematian (Harijanto,
2000). Indonesia yang merupakan negara yang beriklim tropis yang mengakibatkan
resiko terhadap penyakit malaria.
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Depkes 2001, di
Indonesia setiap tahunnya terdapat sekitar 15 juta penderita malaria klinis yang
mengakibatkan 30.000 orang meninggal dunia. Pada umumnya malaria ditemukan
pada daerah-daerah terpencil dan sebagian besar penderitanya dari golongan ekonomi
lemah. Angka kesakitan malaria sejak 4 tahun terakhir menunjukkan peningkatan. Di
Jawa dan Bali dari 0.12 per 1000 penduduk pada tahun 1977 menjadi 0.52 per 1000
penduduk pada tahun 1999 dan 0.62 per 1000 penduduk pada tahun 2001 dan 0.47
kasus per 1.000 penduduk pada tahun 2002. Di luar Jawa dan Bali dari 16.0 per 1000
penduduk pada tahun 1997 menjadi 25.0 per 1000 penduduk pada tahun 1999 dan
26.2 per 1000 penduduktahun 2001 dan 19.65 kasus per 1.000 penduduk pada tahun
2002. Selama tahun 1998-2000 kejadian luar biasa (KLB) malaria terjadi di 11
provinsi meliputi 13 kabupaten di 93 desa dengan jumlah penderita hampir 20.000
orang dengan 74 kematian.
Malaria adalah salah satu penyakit menular yang mempengaruhi angka
kematian bayi, anak, dan ibu melahirkan, serta dapat menurunkan produktivitas
tenaga kerja. Di daerah transmigrasi dan daerah lain yang didatangi penduduk baru
daerah non-endemik sering terjadi letusan atau wabah yang menimbulkan banyak
kematian. Lebih dari setengah penduduk Indonesia masih tinggal di daerah yang
merupakan tempat terjadinya penularan malaria, sehingga berisiko tertular malaria.
1
Melihat keseriusan masalah ini, siapa pun berisiko untuk terkena malaria, terutama
anak balita, wanita hamil, dan penduduk non-immun yang mengunjungi daerah
endemic malaria, seperti pekerja migran, pengungsi, transmigran, dan wisatawan.
B. TUJUAN
Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam pembuatan makalah ini sebagai berikut :
1. Mengetahui tentang penyakit malaria, seperti definisi, klasifikasi, etiologi,
cara penularan, manifestasi klinik, patofisiologi, pathways, diagnosis banding,
pemeriksaan penunjang, komplikasi, pencegahan, dan penanganan.
2. Mengetahui asuhan keperawatan yang tepat yang harus diberikan pada
penderita malaria.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Malaria
Penyakit malaria menurut World Health Organization (WHO) adalah
penyakit yang disebabkan oleh parasit malaria (plasmodium) bentuk aseksual yang
masuk ke dalam tubuh manusia yang ditularkan oleh nyamuk malaria (Anopheles
spp) betina. Penyakit malaria termasuk salah satu penyakit menular yang dapat
menyerang semua orang, bahkan mengakibatkan kematian terutama yang disebabkan
oleh parasit Plasmodium falciparum (Depkes, 2003)
B. Jenis-jenis Malaria
Menurut Harijanto (2000) pembagian jenis-jenis malaria berdasarkan jenis
plasmodiumnya antara lain sebagai berikut :
a. Malaria Tropika (Plasmodium Falcifarum)
Malaria tropika/ falciparum malaria tropika merupakan bentuk yang paling berat,
ditandai dengan panas yang ireguler, anemia, splenomegali, parasitemia yang
banyak dan sering terjadi komplikasi. Masa inkubasi 9-14 hari. Malaria tropika
menyerang semua bentuk eritrosit. Disebabkan oleh Plasmodium falciparum.
Plasmodium ini berupa Ring/ cincin kecil yang berdiameter 1/3 diameter eritrosit
normal dan merupakan satu-satunya spesies yang memiliki 2 kromatin inti
(Double Chromatin).
b. Malaria Kwartana (Plasmoduim Malariae)
Plasmodium Malariae mempunyai tropozoit yang serupa dengan Plasmoduim
vivax, lebih kecil dan sitoplasmanya lebih kompak/ lebih biru. Tropozoit matur
mempunyai granula coklat tua sampai hitam dan kadang-kadang mengumpul
sampai membentuk pita. Skizon Plasmodium malariae mempunyai 8-10 merozoit
yang tersusun seperti kelopak bunga/ rossete. Bentuk gametosit sangat mirip
dengan Plasmodium vivax tetapi lebih kecil.
3
c. Malaria Ovale (Plasmodium Ovale)
Malaria Tersiana (Plasmodium Ovale) bentuknya mirip Plasmodium malariae,
skizonnya hanya mempunyai 8 merozoit dengan masa pigmen hitam di tengah.
Karakteristik yang dapat di pakai untuk identifikasi adalah bentuk eritrosit yang
terinfeksi Plasmodium Ovale biasanya oval atau ireguler dan fibriated. Malaria
ovale merupakan bentuk yang paling ringan dari semua malaria disebabkan oleh
Plasmodium ovale. Masa inkubasi 11-16 hari, walau pun periode laten sampai 4
tahun. Serangan paroksismal 3-4 hari dan jarang terjadi lebih dari 10 kali walau
pun tanpa terapi dan terjadi pada malam hari.
d. Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax)
Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax) biasanya menginfeksi eritrosit muda yang
diameternya lebih besar dari eritrosit normal. Bentuknya mirip dengan
plasmodium Falcifarum, namun seiring dengan maturasi, tropozoit vivax berubah
menjadi amoeboid. Terdiri dari 12-24 merozoit ovale dan pigmen kuning tengguli.
Gametosit berbentuk oval hampir memenuhi seluruh eritrosit, kromatinin
eksentris, pigmen kuning
Daur hidup spesies malaria pada manusia yaitu:
a. Fase seksual
Fase ini terjadi di dalam tubuh manusia (Skizogoni), dan di dalam tubuh
nyamuk (Sporogoni). Setelah beberapa siklus, sebagian merozoit di dalam eritrosit
dapat berkembang menjadi bentuk- bentuk seksual jantan dan betina. Gametosit
ini tidak berkembang akan mati bila tidak di hisap oleh Anopeles betina. Di dalam
lambung nyamuk terjadi penggabungan dari gametosit jantan dan betina menjadi
zigote, yang kemudian mempenetrasi dinding lambung dan berkembang menjadi
Ookista. Dalam waktu 3 minggu, sporozoit kecil yang memasuki kelenjar ludah
nyamuk.
Fase eritrosit dimulai dan merozoid dalam darah menyerang eritrosit
membentuk tropozoid. Proses berlanjut menjadi trofozoit- skizonmerozoit. Setelah
2- 3 generasi merozoit dibentuk, sebagian merozoit berubah menjadi bentuk
seksual. Masa antara permulaan infeksi sampai ditemukannya parasit dalam darah
4
tepi adalah masa prapaten, sedangkan masa tunas/ incubasi intrinsik dimulai dari
masuknya sporozoit dalam badan hospes sampai timbulnya gejala klinis demam.
b. Fase Aseksual
Terjadi di dalam hati, penularan terjadi bila nyamuk betina yang terinfeksi
parasit, menyengat manusia dan dengan ludahnya menyuntikkan “ sporozoit “ ke
dalam peredaran darah yang untuk selanjutnya bermukim di sel-sel parenchym
hati (Pre-eritrositer). Parasit tumbuh dan mengalami pembelahan (proses
skizogoni dengan menghasilakn skizon) 6-9 hari kemudian skizon masak dan
melepaskan beribu-ribu merozoit. Fase di dalam hati ini di namakan “ Pra -
eritrositer primer.” Terjadi di dalam darah. Sel darah merah berada dalam sirkulasi
lebih kurang 120 hari. Sel darah mengandung hemoglobin yang dapat mengangkut
20 ml O2 dalam 100 ml darah. Eritrosit diproduksi oleh hormon eritropoitin di
dalam ginjal dan hati. Sel darah di hancurkan di limpa yang mana proses
penghancuran yang di keluarkan diproses kembali untuk mensintesa sel eritrosit
yang baru dan pigmen bilirubin yang dikelurkan bersamaan dari usus halus. Dari
sebagian merozoit memasuki sel-sel darah merah dan berkembang di sini menjadi
trofozoit. Sebagian lainnya memasuki jaringan lain, antara lain limpa atau terdiam
di hati dan di sebut “ekso-eritrositer sekunder“. Dalam waktu 48 -72 jam, sel-sel
darah merah pecah dan merozoit yang di lepaskan dapat memasuki siklus di mulai
kembali. Setiap saat sel darah merah pecah, penderita merasa kedinginan dan
demam, hal ini di sebabkan oleh merozoit dan protein asing yang di pisahkan.
Secara garis besar semua jenis Plasmodium memiliki siklus hidup yang sama
yaitu tetap sebagian di tubuh manusia (aseksual) dan sebagian ditubuh nyamuk.
5
Berikut ini merupakan klasifikasi parasit malaria :
Phylum : Apicocomplexa
Kelas : Sporozoa
Subkelas : Coccidiida
Ordo : Eucoccidies
Sub-ordo : Haemosporidiidea
Famili : Plasmodiidae
Genus : Plasmodium
Sub-genus : Laverania
Spesies : Plasmodium falciparum
Plasmodium vivax
Plasmodium malariae
Plasmodium ovale
Untuk tujuan klinis dan diagnostik malaria dapat dianggap sebagai dua wujud
penyakit. Malaria yang paling berbahaya disebabkan oleh Plasmodium falciparum dan
disebut sebagai malaria tertiana maligna. Malaria ini menyebabkan timbulnya
berbagai manifestasi klinis akut yang bila tidak diobati dapat mematikan dalam
beberapa hari sejak mulai terinfeksinya. Malaria jenis kedua yaitu malaria yang
disebabkan oleh Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, dan Plasmodium malariae.
Malaria tersebut disebut dengan malaria tertiana benigna, karena malaria tersebut
hampir tidak pernah mematikan penderitanya.
C. Karakteristik nyamuk
Menurut Harijanto (2000) malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh
nyamuk betina Anopheles. Lebih dari 400 spesies Anopheles di dunia, hanya sekitar
67 yang terbukti mengandung sporozoit dan dapat menularkan malaria. Di Indonesia
telah ditemukan 24 spesies Anopheles yang menjadi vektor malaria.
Sarang nyamuk Anopheles bervariasi, ada yang di air tawar, air payau dan ada pula
yang bersarang pada genangan air pada cabang-cabang pohon yang besar (Slamet,
2002, hal 103).
6
Karakteristik nyamuk Anopeles adalah sebagai berikut :
a. Hidup di daerah tropic dan sub tropic, ditemukan hidup di dataran rendah
b. Menggigit antara waktu senja (malam hari) dan subuh hari
c. Biasanya tinggal di dalam rumah, di luar rumah, dan senang mengigit manusia
(menghisap darah)
d. Jarak terbangnya tidak lebih dari 2-3 km
e. Pada saat menggigit bagian belakangnya mengarah ke atas dengan sudut 48
derajat
f. Daur hidupnya memerlukan waktu ± 1 minggu .
g. Lebih senang hidup di daerah rawa
D. ETIOLOGI
Malaria adalah penyakit yang dapat bersifat cepat maupun lama prosesnya,
malaria disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium bentuk aseksual yang masuk
kedalam tubuh manusia ditularkan oleh nyamsuk malaria (anopeles) betina. Selain
berasal dari vektor nyamuk, malaria juga dapat ditularkan melalui transfusi darah atau
jarum suntik yang terkontaminasi darah penderita malaria. Malaria kongenital
disebabkan oleh penularan agen penyebab melalui barier plasenta, namun kejadian ini
jarang terjadi. Sebaliknya, malaria neonatus, agak sering terjadi dan merupakan akibat
dari pencampuran darah ibu yang terinfeksi dengan darah bayi selama proses
kelahiran.
Plasmodium sebagai penyebab malaria terdiri dari 4 spesies, yaitu
Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae, dan Plasmodium
ovale. Malaria juga melibatkan hospes perantara, yaitu manusia maupun vertebra
lainnya, dan hospes definitif, yaitu nyamuk Anopheles.
7
E. PATHWAYS
Sporozoit
Masuk jaringan TNF meningkat konsentrasi Interleukin
Membelah menjadi Stimulus zat
merozoit pirogen
Infeksi organ lain Masuk sirkulasi Hipothalamus mencapai setpoint
Invasi elektrolit panas tubuh meningkat
Eritrosit lisis
anemia anoksia penurunan
Komponenseluler
Anoreksia pengirim O2 dan nutrisi
Kompensasi
Menggigil
Penurunan suplai O2
Berkeringat berlebih
Kelelahan Rasa haus positif
Dehidrasi
8
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan Perubahan perfusi jaringan
Hipertermi
Resiko tinggi infeksi
Kekurangan vol. cairan
F. Patofisiologi
Parasit Plasmodium yang berkembang biak dengan cara memisahkan tubuh
dapat berkembang biak di dalam sistem hati manusia dengan sangat cepat menjadi
ribuan hanya dalam beberapa menit setelah parasit ini disuntikan oleh nyamuk
Anopheles betina yang sedang makan.
Terdapat dua tahap perkembangan penyakit malaria, yaitu tahap
exoerthrocitic dan tahap erithrocitic. Tahap exoeriyhrocitic adalah tahap dimana
terjadinya infeksi pada sistem hati (liver) manusia yang disebabkan oleh parasit
plasmodium, sedangkan tahap erithrocitic adalah tahap terjadinya infeksi pada sel
darah merah (eritrosit).
Setelah masuk melalui darah dan sampai di sistem hati manusia, parasit ini
akan berkembang biak dengan cepat yang kemudian keluar dan menginfeksi sel
darah merah, yang mana proses inilah yang menimbulkan timbulnya demam pada
penderita malaria. Selanjutnya adalah parasit plasmodium akan terus berkembang
biak dalam sel darah merah yang kemudian keluar untuk menginfeksi sel darah
merah lain yang masih sehat, hal inilah yang menyebabkan terjadinya gejala panas
atau demam naik turun pada penderita malaria.
Walaupun sebenarnya sistem limpa manusia bisa menghancurkan sel darah
merah yang terinfeksi oleh parasit, tetapi parasit plasmodium jenis falciparum dapat
membuat sel darah merah menempel pada pembuluh darah kecil dengan cara
melepaskan protein adhesif, sehingga dengan begini sel darah merah yang terinfeksi
tidak dapat masuk kedalam sistem limpa untuk dihancurkan. Dengan kemampuan
inilah plasmodium falciparum sering menjadi penyakit malaria akut, karena dengan
kemampuan menempelkan sel darah merah yang telah terinfeksi di dinding
pembuluh darah kecil secara simultan sehingga dapat menyumbat peredaran darah
ke otak yang sering mengakibatkan kondisi koma pada penderita penyakit malaria
(lihat gambar di atas).
Lain halnya dengan sebagian parasit plasmodium jenis vivax atau ovale tidak
mempunyai kecenderungan yang mematikan seperti plasmdium falciparum tetapi
dengan kemampuan menghasilkan hipnosoites yang tetap aktif selama beberapa
bulan bahkan tahun, sehingga penderita penyakit malaria yang disebabkan 9
plasmodium ini sering mengalami malaria yang baru kambuh dan kambuh lagi
selama beberapa bulan bahkan tahun setelah terinfeksi pertama kali, dan sangat sulit
dibasmi secara tuntas dari dalam tubuh manusia terinfeksi.
Patofisiologi pada malaria belum diketahui dengan pasti. Patofisiologi malaria adalah
multifaktorial dan mungkin berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut :
a. Penghancuran eritrosit.
Penghancuran eritrosit ini tidak saja dengan pecahnya eritrosit yang
mengandung parasit, tetapi juga oleh fagositosis eritrosit yang mengandung
parasit dan yang tidak mengandung parasit, sehingga menyebabkan anemia
dan anoksia jaringan. Dengan hemolisis intra vaskular yang berat, dapat terjadi
hemoglobinuria (blackwater fever) dan dapat mengakibatkan gagal ginjal.
b. Mediator endotoksin-makrofag.
Pada saat skizogoni, eirtosit yang mengandung parasit memicu makrofag yang
sensitif endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator yang berperan dalam
perubahan patofisiologi malaria. Endotoksin tidak terdapat pada parasit
malaria, mungkin berasal dari rongga saluran cerna. Parasit malaria itu sendiri
dapat melepaskan faktor neksoris tumor (TNF). TNF adalah suatu monokin ,
ditemukan dalam darah hewan dan manusia yang terjangkit parasit malaria.
TNF dan sitokin lain yang berhubungan, menimbulkan demam, hipoglimeia
dan sindrom penyakit pernafasan pada orang dewasa (ARDS = adult
respiratory distress syndrome) dengan sekuestrasi sel neutrofil dalam
pembuluh darah paru. TNF dapat juga menghancurkan plasmodium
falciparum in vitro dan dapat meningkatkan perlekatan eritrosit yang
dihinggapi parasit pada endotelium kapiler. Konsentrasi TNF dalam serum
pada anak dengan malaria falciparum akut berhubungan langsung dengan
mortalitas, hipoglikemia, hiperparasitemia dan beratnya penyakit.
c. Sekuestrasi eritrosit yang terinfeksi.
Eritrosit yang terinfeksi plasmodium falciparum stadium lanjut dapat
membentuk tonjolan-tonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut
mengandung antigen malaria dan bereaksi dengan antibodi malaria dan
10
berhubungan dengan afinitas eritrosit yang mengandung plasmodium
falciparum terhadap endotelium kapiler darah dalam alat dalam, sehingga
skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam, bukan di sirkulasi perifer.
Eritrosit yang terinfeksi, menempel pada endotelium kapiler darah dan
membentuk gumpalan (sludge) yang membendung kapiler dalam alam-alat
dalam.
Protein dan cairan merembes melalui membran kapiler yang bocor
(menjadi permeabel) dan menimbulkan anoksia dan edema jaringan. Anoksia
jaringan yang cukup meluas dapat menyebabkan kematian. Protein kaya
histidin P. falciparum ditemukan pada tonjolan-tonjolan tersebut, sekurang-
kurangnya ada empat macam protein untuk sitoaherens eritrosit yang
terinfeksi plasmodium P. falciparum.
G. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang di temukan pada klien dngan malaria secara umum menurut
Mansjoer (1999) antara lain sebagai berikut :
a. Demam
Demam periodik yang berkaitan dengan saat pecahnya skizon matang (sporolasi).
Pada Malaria Tertiana (P.Vivax dan P. Ovale), pematangan skizon tiap 48 jam
maka periodisitas demamnya setiap hari ke-3, sedangkan Malaria Kuartana (P.
Malariae) pematangannya tiap 72 jam dan periodisitas demamnya tiap 4 hari. Tiap
serangan di tandai dengan beberapa serangan demam periodik.
Gejala umum (gejala klasik) yaitu terjadinya “Trias Malaria” (malaria proxysm)
secara berurutan :
1) Periode dingin.
Mulai menggigil, kulit kering dan dingin, penderita sering membungkus diri
dengan selimut atau sarung dan pada saat menggigil sering seluruh badan
bergetar dan gigi-gigi saling terantuk, pucat sampai sianosis seperti orang
kedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan
meningkatnya temperatur.
11
2) Periode panas.
Muka merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas tetap tinggi sampai
40oC atau lebih, respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital, muntah-
muntah, dapat terjadi syok (tekanan darah turun), kesadaran delirium sampai
terjadi kejang (anak). Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat sampai 2
jam atau lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat.
3) Periode berkeringat.
Penderita berkeringat mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai
basah, temperatur turun, penderita merasa capai dan sering tertidur. Bila
penderita bangun akan merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan biasa.
b. Splenomegali
Komplikasi yang muncul adalah splenomegali adalah pembesaran limpa
yang merupakan gejala khas Malaria Kronik. Limpa mengalami kongesti,
menghitam dan menjadi keras karena timbunan pigmen eritrosit parasit dan
jaringan ikat bertambah (Corwin , 2000, hal. 571). Pembesaran limpa terjadi pada
beberapa infeksi ketika membesar sekitar 3 kali lipat. Lien dapat teraba di bawah
arkus costa kiri, lekukan pada batas anterior. Pada batasan anteriornya merupakan
gambaran pada palpasi yang membedakan jika lien membesar lebih lanjut. Lien
akan terdorong ke bawah ke kanan, mendekat umbilicus dan fossa iliaca dekstra.
c. Anemia
Derajat anemia tergantung pada spesies penyebab, yang paling berat
adalah anemia karena Falcifarum. Anemia di sebabkan oleh penghancuran
eritrosit yang berlebihan Eritrosit normal tidak dapat hidup lama (reduced survival
time). Gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam sumsum
tulang.
d. Ikterus
12
Ikterus adalah diskolorasi kuning pada kulit dan skIera mata akibat kelebihan
bilirubin dalam darah. Bilirubin adalah produk penguraian sel darah merah.
Terdapat tiga jenis ikterus antara lain :
1) Ikterus hemolitik
Disebabkan oleh lisisnya (penguraian) sel darah merah yang berlebihan.
Ikterus ini dapat terjadi pada destruksi sel darah merah yang berlebihan
dan hati dapat mengkonjugasikan semua bilirubin yang di hasilkan
2) Ikterus hepatoseluler
Penurunan penyerapan dan konjugasi bilirubin oleh hati terjadi pada
disfungsi hepatosit dan di sebut dengan hepatoseluler.
Menurut Harijanto (2000) pembagian manifestasi malaria berdasarkan jenis
plasmodiumnya antara lain sebagai berikut :
a. Manifestasi pada Malaria Tropika (Plasmodium Falcifarum)
Plasmodium Falcifarum menyerang sel darah merah seumur hidup. Infeksi
Plasmodium Falcifarum sering kali menyebabkan sel darah merah yang
mengandung parasit menghasilkan banyak tonjolan untuk melekat pada lapisan
endotel dinding kapiler dengan akibat obstruksi trombosis dan iskemik lokal.
Infeksi ini sering kali lebih berat dari infeksi lainnya dengan angka komplikasi
tinggi (Malaria Serebral, gangguan gastrointestinal, Algid Malaria, dan Black
Water Fever).
b. Manifestasi pada malaria Kwartana (Plasmodium Malariae).
Ciri-ciri demam tiga hari sekali setelah puncak 48 jam. Gejala lain nyeri pada
kepala dan punggung, mual, pembesaran limpa, dan malaise umum. Komplikasi
yang jarang terjadi namun dapat terjadi seperti sindrom nefrotik dan komplikasi
terhadap ginjal lainnya. Pada pemeriksaan akan di temukan edema, asites,
proteinuria, hipoproteinemia, tanpa uremia dan hipertensi.
c. Manifestasi Malaria Ovale (Plasmodium Ovale)
Serangan paroksismal 3-4 hari dan jarang terjadi lebih dari dari 10 kali walaupun
tanpa terapi dan terjadi pada malam hari.
d. Manifestasi tersiana (Plasmodium Vivax).
13
Gejala malaria jenis ini secara periodik 48 jam dengan gejala klasik trias malaria
dan mengakibatkan demam berkala 4 hari sekali dengan puncak demam setiap 72
jam.
H. Pemeriksaan diagnostic
a. Pemeriksaan mikroskopis malaria
Diagnosis malaria sebagai mana penyakit pada umumnya didasarkan pada
manifestasi klinis (termasuk anamnesis), uji imunoserologis dan ditemukannya
parasit (plasmodium) di dalam penderita. Uji imunoserologis yang dirancang
dengan bermacam-macam target dianjurkan sebagai pelengkap pemeriksaan
mikroskopis dalam menunjang diagnosis malaria atau ditujukan untuk survey
epidemiologi di mana pemeriksaan mikrokopis tidak dapat dilakukan. Diagnosis
definitif demam malaria ditegakan dengan ditemukanya parasit plasmodium
dalam darah penderita. Pemeriksaan mikrokropis satu kali yang memberi hasil
negatif tidak menyingkirkan diagnosis deman malaria. Untuk itu diperlukan
pemeriksaan serial dengan interval antara pemeriksaan satu hari.
Pemeriksaan mikroskropis membutuhkan syarat-syarat tertentu agar mempunyai
nilai diagnostik yang tinggi (sensitivitas dan spesifisitas mencapai 100%).
1. Waktu pengambilan sampel harus tepat yaitu pada akhir periode demam
memasuki periode berkeringat. Pada periode ini jumlah trophozoite dalam
sirkulasi dalam mencapai maksimal dan cukup matur sehingga
memudahkan identifikasi spesies parasit.
2. Volume yang diambil sebagai sampel cukup, yaitu darah kapiler (finger
prick) dengan volume 3,0-4,0 mikro liter untuk sediaan tebal dan 1,0-1,5
mikro liter untuk sedian tipis.
3. Kualitas perparat harus baik untuk menjamin identifikasi spesies
plasmodium yang tepat.
4. Identifikasi spesies plasmodium
5. Identifikasi morfologi sangat penting untuk menentukan spesies
plasmodium dan selanjutnya digunakan sebagai dasar pemilihan obat.
b. QBC (Semi Quantitative Buffy Coat)
14
Prinsip dasar: tes floresensi yaitu adanya protein pada plasmodium yang dapat
mengikat acridine orange akan mengidentifikasi eritrosit terinfeksi plasmodium.
QBC merupakan teknik pemeriksaan dengan menggunakan tabung kapiler dengan
diameter tertentu yang dilapisi acridine orange tetapi cara ini tidak dapat
membedakan spesies plasmodium dan kurang tepat sebagai instrumen hitung
parasit.
c. Pemeriksaan imunoserologis
Pemeriksaan imunoserologis didesain baik untuk mendeteksi antibodi spesifik
terhadap paraasit plasmodium maupun antigen spesifik plasmodium atau eritrosit
yang terinfeksi plasmodium teknik ini terus dikembangkan terutama
menggunakan teknik radioimmunoassay dan enzim immunoassay.
d. Pemeriksan Biomolekuler
Pemeriksaan biomolekuler digunakan untuk mendeteksi DNA spesifik parasit/
plasmodium dalam darah penderita malaria.tes ini menggunakan DNA lengkap
yaitu dengan melisiskan eritrosit penderita malaria untuk mendapatkan ekstrak
DNA.
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan khusus pada kasus- kasus malaria dapat diberikan tergantung dari
jenis plasmodium, menurut Tjay & Rahardja (2002) antara lain sebagai berikut:
a. Malaria Tersiana/ Kuartana
Biasanya di tanggulangi dengan kloroquin namun jika resisten perlu di tambahkan
mefloquin single dose 500 mg p.c (atau kinin 3 dd 600 mg selama 4-7 hari).
Terapi ini disusul dengan pemberian primaquin 15 mg /hari selama 14 hari)
b. Malaria Ovale
Berikan kinin dan doksisklin (hari pertama 200 mg, lalu 1 dd 100 mg selama 6
hari). Atau mefloquin (2 dosis dari masing-masing 15 dan 10 mg/ kg dengan
interval 4-6 jam). Pirimethamin-sulfadoksin (dosis tunggal dari 3 tablet ) yang
biasanya di kombinasikan dengan kinin (3 dd 600 mg selama 3 hari).
c. Malaria Falcifarum
Kombinasi sulfadoksin 1000 mg dan pirimetamin 25 mg per tablet dalam dosis
tunggal sebanyak 2-3 tablet. Kina 3 x 650 mg selama 7 hari. Antibiotik seperti
15
tetrasiklin 4 x 250 mg/ hari selama 7-10 hari dan aminosiklin 2 x 100 mg/ hari
selama 7 hari
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Dasar data pengkajian
a. Aktivitas/ istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan, malaise umum.
Tanda : Takikardi, Kelemahan otot dan penurunan kekuatan.
b. Sirkulasi
Tanda : Tekanan darah normal atau sedikit menurun. Denyut perifer
kuat dan cepat (fase demam) Kulit hangat, diuresis
(diaphoresis) karena vasodilatasi. Pucat dan lembab (vaso
kontriksi), hipovolemia,penurunan aliran darah.
c. Eliminasi
Gejela : Diare atau konstipasi; penurunan haluaran urine
Tanda : Distensi abdomen
d. Makanan dan cairan
Gejala : Anoreksia mual dan muntah
Tanda : Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan, dan
Penurunan masa otot. Penurunan haluaran urine, kosentrasi
urine.
e. Neuro sensori
Gejala : Sakit kepala, pusing dan pingsan.
Tanda : Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientas deliriu atau
koma.
f. Pernapasan.
Tanda : Tackipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan.
Gejala : Napas pendek pada istirahat dan aktivitas
16
g. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala : Masalah kesehatan kronis, misalnya hati, ginjal, keracunan
alkohol, riwayat splenektomi, baru saja menjalani operasi/
prosedur invasif, luka traumatik
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada pasien dengan malaria berdasarkan dari tanda
dan gejala yang timbul dapat diuraikan seperti dibawah ini:
a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
asupan makanan yang tidak sdekuat ; anorexia; mual/muntah
b. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan penurunan sistem
kekebalan tubuh; prosedur tindakan invasive.
c. Hipertermia berhubungan dengan perubahan pada regulasi temperatur.
d. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen
seluler yang di perlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrient dalam
tubuh.
e. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen dan nutrisi dari kebutuhan.
f. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi.
g. Kurang pengetahuan, mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/ mengingat
kesalahan interprestasi informasi, keterbatasan kognitif.
C. Intervensi Keperawatan
Rencana keperawatan malaria berdasarkan masing-masing diagnosa diatas adalah:
a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan
makanan yang tidak sdekuat; anorexia; mual/muntah .
Tindakan/ Intervensi :
1) Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai. Observasi dan catat
masukan makanan klien
Rasional : mengawasi masukan kalori atau kualitas kekeurangan konsumsi
makanan.
17
2) Berikan makan sedikit dan makanan tambahan kecil yang tepat
Rasional : Dilatasi gaster dapat terjadi bila pemberian makan terlalu cepat
setelah periode anoreksia
3) Pertahankan jadwal penimbangan berat badan secara teratur.
Rasional : Mengawasi penurunan berat badan atau efektifitas nitervensi
nutrisi
4) Diskusikan yang disukai klien dan masukan dalam diet murni.
Rasional : Dapat meningkatkan masukan, meningkatkan rasa
berpartisipasi/ kontrol
5) Observasi dan catat kejadian mual/ muntah, dan gejala lain yang
berhubungan
Rasional : Gejala GI dapat menunjukan efek anemia (hipoksia) pada organ
6) Kolaborasi untuk melakukan rujukan ke ahli gizi
Rasional : Perlu bantuan dalam perencanaan diet yang memenuhi
kebutuhan nutrisi.
b. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan penurunan sistem tubuh
(pertahanan utama tidak adekuat), prosedur invasif.
Tujuan : Menunjukkan penyembuhan seiring perjalanan waktu, bebas dari
tanda-tanda infeksi.
Tindakan/ Intervensi :
1) Pantau terhadap kecenderungan peningkatan suhu tubuh.
Rasional : Demam disebabkan oleh efek endoktoksin pada hipotalamus
dan hipotermia adalah tanda tanda penting yang merefleksikan
perkembangan status syok/ penurunan perfusi jaringan.
2) Amati adanya menggigil dan diaforosis.
Rasional : Menggigil sering kali mendahului memuncaknya suhu pada
infeksi umum.
3) Memantau tanda - tanda penyimpangan kondisi/ kegagalan untuk
memperbaiki selama masa terapi
Rasional : Dapat menunjukkan ketidak tepatan terapi antibiotik atau
pertumbuhan dari organisme.
18
4) Berikan obat anti infeksi sesuai petunjuk.
Rasional : Dapat membasmi/ memberikan imunitas sementara untuk
infeksi umum
5) Dapatkan spisemen darah.
Rasional : Identifikasi terhadap penyebab jenis infeksi malaria.
c. Hipertermia berhubungan dengan Hipertermia berhubungan dengan perubahan
pada regulasi temperatur.
Tujuan : Menunjukkan suhu dalam batas normal, bebas dari kedinginan.
Tindakan/ intervensi :
1) Pantau suhu pasien (derajat dan pola), perhatikan menggigil.
Rasional : Hipertermi menunjukan proses penyakit infeksius akut. Pola
demam menunjukkan diagnosis.
2) Pantau suhu lingkungan.
Rasional : Suhu ruangan/ jumlah selimut harus diubah untuk
mempertahankan suhu mendekati normal.
3) Berikan kompres mandi hangat, hindari penggunaan alkohol.
Rasional : Dapat membantu mengurangi demam, penggunaan es/alkohol
mungkin menyebabkan kedinginan. Selain itu alkohol dapat mengeringkan
kulit.
4) Berikan antipiretik.
Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya
pada hipotalamus.
5) Berikan selimut pendingin.
Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan hipertermi.
d. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler
yang di perlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrient dalam tubuh.
Tindakan/ intervensi :
19
1) Pertahankan tirah baring bantu dengan aktivitas perawatan.
Rasional : Menurunkan beban kerja miokard dan konsumsi oksigen,
memaksimalkan efektifitas dari perfusi jaringan.
2) Pantau terhadap kecenderungan tekanan darah, mencatat perkembangan
hipotensi dan perubahan pada tekanan nadi.
Rasional : Hipotensi akan berkembang bersamaan dengan kuman yang
menyerang darah
3) Perhatikan kualitas, kekuatan dari denyut perifer.
Rasional : Pada awal nadi cepat kuat karena peningkatan curah jantung,
nadi dapat lemah atau lambat karena hipotensi yang terus menerus,
penurunan curah jantung dan vaso kontriksi perifer.
4) Kaji frukuensi pernafasan kedalaman dan kualitas. Perhatikan dispnea
berat.
Rasional : Peningkatan pernafasan terjadi sebagai respon terhadap efek-
efek langsung dari kuman pada pusat pernafasan. Pernafasan menjadi
dangkal bila terjadi insufisiensi pernafasan, menimbulkan resiko kegagalan
pernafasan akut.
5) Berikan cairan parenteral.
Rasional : Untuk mempertahankan perfusi jaringan, sejumlah besar cairan
mungkin dibutuhkan untuk mendukung volume sirkulasi.
e. Intoleran aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan nutrisi
dari kebutuhan.
Tujuan : Melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas
sehari-hari).
Intervensi :
1) Kaji kemampuan pasien untuk melakukan tugas/AKS normal, catat laporan
kelelahan, keletihan, dan kesulitan menyelesaikan tugas.
Rasional : Mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan.
2) Awasi TD, nadi, pernapasan, selama dan sesudah aktivitas. Catat respons
terhadap aktivitas (mis: peningkatan denyut jantung/TD, disritmia, pusing,20
dispnea, takipnea, dan sebagainya).
Rasional : Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk
membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan.
3) Berikan lingkungan tenang. Pertahankan tirah baring bila diindikasikan.
Panta u dan batasi pengunjung, telepon, dan gangguan berulang tindakan
yang tak direncanakan.
Rasional : Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen
tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru.
4) Gunakan teknik penghematan energi, mis: mandi dengan duduk, duduk
untuk melakukan tugas-tugas.
Rasional : Mendorong pasien melakukan banyak dengan membatasi
penyimpangan energi dan mencegah kelemahan.
5) Anjurkan pasien untuk menghentikan aktivitas bila palpitasi, nyeri dada,
napas pendek, kelemahan, atau pusing terjadi.
Rasional : Regangan/stres kardiopulmonal berlebihan/stress dapat
menimbulkan dekompensasi/kegagalan.
f. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi.
Tujuan : Melaporkan nyeri hilang/terkontrol.
Intervensi :
1) Observasi dan catat lokasi, beratnya (skala 0-10) dan karakter nyeri.
Rasional :Membantu membedakan penyebab nyeri dan memberikan
informasi tentang kemajuan/perbaikan penyakit, terjadinya komplikasi, dan
keefektifan intervensi.
2) Tingkatkan tirah baring, biarkan pasien melakukan posisi yang nyaman.
Rasional : Tirah baring pada posisi Fowler rendah menurunkan tekanan
21
intra abdomen, namun pasien akan melakukan posisi yang menghilangkan
nyeri secara alamiah.
3) Kontrol suhu lingkungan.
Rasional : Dingin pada sekitar ruangan membantu meminimalkan
ketidaknyamanan kulit.
4) Dorong menggunakan teknik relaksasi. Berikan aktivitas senggang.
Rasional : Meningkatkan istirahat dan dapat meningkatkan koping.
5) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi.
Rasional : Menghilangkan/membantu dalam manajemen nyeri.
g. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya pemajanan/ mengingat kesalahasn
interprestasi informasi, keterbatasan kognitif.
Tindakan/ intervensi:
1) Tinjau proses penyakit dan harapan masa depan.
Rasional : Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat
pilihan.
2) Berikan informasi mengenai terapi obat - obatan, interaksi obat, efek
samping dan ketaatan terhadap program.
Rasional : Meningkatkan pemahaman dan meningkatkan kerja sama dalam
penyembuhan dan mengurangi kambuhnya komplikasi.
3) Diskusikan kebutuhan untuk pemasukan nutrisional yang tepat dan
seimbang.
Rasional : Perlu untuk penyembuhan optimal dan kesejahteraan umum.
4) Dorong periode istirahat dan aktivitas yang terjadwal.
22
Rasional : Mencegah pemenatan, penghematan energi dan meningkatkan
penyembuhan.
5) Tinjau perlunya kesehatan pribadi dan kebersihan lingkungan.
Rasional : Membantu mengontrol pemajanan lingkungan dengan
mengurangi jumlah penyebab penyakit yang ada.
6) Identifikasi tanda dan gejala yang membutuhkan evaluasi medis.
Rasional : Pengenalan dini dari perkembangan / kambuhnya infeksi.
7) Tekankan pentingnya terapi antibiotik sesuai kebutuhan.
Rasional : Pengguaan terhadap pencegahan terhadap infeksi
23
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Malaria adalah penyakit yang dapat bersifat cepat maupun lama prosesnya,
malaria disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium bentuk aseksual yang masuk
kedalam tubuh manusia ditularkan oleh nyamsuk malaria (anopeles) betina. Selain
berasal dari vektor nyamuk, malaria juga dapat ditularkan melalui transfusi darah atau
jarum suntik yang terkontaminasi darah penderita malaria. Malaria yang paling
berbahaya disebabkan oleh Plasmodium falciparum dan disebut sebagai malaria tertiana
maligna. Ada 4 jenis malaria: Malaria Tropika (Plasmodium Falcifarum), Malaria
Kwartana (Plasmoduim Malariae), Malaria Ovale (Plasmodium Ovale), Malaria
Tersiana (Plasmodium Vivax).
24
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta.
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Ed.3.EGC. Jakarta.
Mansjoer, A,dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Tiga Jilid Satu, Jakarta : FKUI
Smeltzer, Suzaanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/516-penyakit-malaria-dan-tbc-
menyebabkan-170000-kematian-setiap-tahun-di-indonesia.html
http://www.who.int/topics/malaria/en/
http://penyakitmalaria.com/gejala-penyakit-malaria/ (Selasa, 26 juni 2012, Pkl 19.00 wib)
25