makalah manajemen laktasi
TRANSCRIPT
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
ASI dalam jumlah cukup merupakan makanan terbaik pada bayi dan dapat
memenuhi kebutuhan gizi bayi selama 6 bulan pertama sehingga dapat mencapai
tumbuh kembang yang optimal(Perinasia, 2004). Pencapaian ASI Eksklusif masih
kurang, hal ini berdasarkan data hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI) tahun 2002– 2003, pemberian ASI eksklusif pada bayi berumur 2 bulan
hanya 64%. Persentase ini kemudian menurun cukup tajam menjadi 46 % pada
bayi berumur 2-3 bulan dan 14 % pada bayi berumur 4 – 5 bulan (KBI,2005).
Permasalahan yang utama adalah perilaku menyusui yang kurang mendukung,
faktor sosial budaya, kesadaran akan pentingnya ASI, gencarnya promosi susu
formula, pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang belum sepenuhnya
mendukung PPASI, kurangnya rasa percaya diri ibu bahwa ASI cukup untuk
bayinya dan ibu yang bekerja(Pusat Kesehatan Kerja Depkes RI).
Pada ibu yang bekerja, salah satu penyebabnya adalah singkatnya masa
cuti hamil/melahirkan mengakibatkan sebelum masa pemberian ASI eksklusif
berakhir sudah harus kembali bekerja, hal ini mengganggu upaya pemberian ASI
eksklusif, yang menyebabkan penggunaan susu botol/susu formula lebih dini
(Dwi Sunar Prasetyo,2009). Kondisi di atas diperberat lagi dengan adanya
kecenderungan meningkatnya peran ganda wanita dari tahun ke tahun (Pusat
Kesehatan Kerja Depkes RI).
Salah satu profesi yang menyerap wanita bekerja denga prosentase banyak
adalah profesi keperawatan. Sebagai perawat kita dituntut untuk bisa menjadi role
model bagi masyarakat khususnya dalam penerapan manajemen ASI Eksklusif.
Namun masih banyak perawat yang tidak dapat menjalankan peran ini secara
efektif karena tingkat pengetahuan, persepsi, sikap dan perilaku perawat sendiri
yang kurang mendukung tercapainya Program PP-ASI(SELASI,2009). Hal ini
diperkuat lagi dengan hasil survey awal yang dilakukan peneliti pada bulan
Oktober 2009 bahwa dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap 10 orang
perawat yang menyusui di RSUD Tugurejo Semarang bahwa hanya ada 1 orang
1
perawat yang memberikan ASI secara Eksklusif sehingga perlu adanya penelitian
lebih lanjut tentang perilaku perawat dalam manajemen laktasi, terutama
manajemen laktasi periode postnatal.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Manajemen Laktasi periode antenatal?
2. Bagaimana langkah-langkah pelaksanaan Manajemen Laktasi?
3. Bagaimanakah proses pemberian Asi?
4. Bagaimanakan manajemen laktasi pada Ibu yang bekerja/Wanita Karir?
5. Bagaimakah tehnik pemerasan susu dan penyimpanan Asi?
1.3 Tujuan
Memperoleh gambaran tentang perilaku perawat dalam manajemen laktasi
periode postnatal.
1.4 Manfaat
1. menambah pengetahuan dan pemahaman mahasiswa tentang manajemen
laktasi
2. menambah pengetahuan dan pemahaman mahasiswa tentang langkah
manajemen laktasi
3. memberi gambaran cara manajemen laktasi sebagai bekal terjun dalam
masyarakat
2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi Payudara
Agar memahami tentang manajemen laktasi perlu terlebih dahulu memahami
anatomi payudara dan fisiologi laktasi. Dibedakan menurut struktur internal dan
struktur external : Struktur internal payudara terdiri dari : kulit, jaringan dibawah
kulit dan korpus. Korpus terdiri dari : parenkim atau jaringan kelenjar dan stroma
atau jaringan penunjang. Parenkim merupakan struktur yang terdiri dari :
1. Saluran kelenjar : duktulus, duktus dan sinus laktiferus. Sinus laktiferus
yaitu duktus yang melebar tempat ASI mengumpul (reservoir ASI),
selanjutnya saluran mengecil dan bermuara pada puting. Ada 15-25 sinus
laktiferus.
2. Alveoli yang terdiri dari sel kelenjar yang memproduksi ASI.
Tiap duktus bercabang menjadi duktulus, tiap duktulus bercabang menjadi
alveolus yang semuanya merupakan satu kesatuan kelenjar. Duktus membentuk
lobus sedangkan duktus dan alveolus membentuk lobulus. Sinus duktus dan
alveolus dilapisi epitel otot (myoepithel) yang dapat berkontraksi. Alveolus juga
dikelilingi pembuluh darah yang membawa zat gizi kepada sel kelenjar untuk
diproses sintesis menjadi ASI. Stroma terdiri dari : jaringan ikat, jaringan lemak,
pembuluh darah syaraf dan lymfa.
Struktur External payudara terdiri dari : puting dan areola yaitu bagian lebih
hitam sekitar puting pada areola terdapat beberapa kelenjar montgomery yang
mengeluarkan cairan untuk membuat puting lunak dan lentur ( Depkes RI, 2005).
Gambar Anatomi Payudara(http://askep-free.blogspot.com/2010/04/manajemen-laktasi.html)
3
3.2 Fisiologi Laktasi
Pada masa hamil, terjadi perubahan pada payudara, dimana ukuran payudara
bertambah basar. Ini disebabkan proliferasi sel duktus laktiferus dan sel kelenjar
pembuat ASI. Karena pengaruh hormon yang dibuat plasenta yaitu laktogen,
prolaktin koriogonadotropin, estrogen dan progesteron. Pembesaran juga
disebabkan oleh bertambanya pembuluh darah. Pada kehamilan lima bulan atau
lebih, kadang-kadang dari ujung puting mulai keluar cairan yang disebut
kolostrum. Sekresi cairan tersebut karena pengaruh hormon laktogen dari plasenta
dan hormon prolaktin dari kelenjar hipofise. Produksi cairan tidak berlebihan
karena meski selama hamil kadar prolaktin cukup tinggi pengaruhnya dihambat
oleh estrogen. Setelah persalinan, dengan terlapasnya plasenta, kadar estrogen dan
progesteron menurun, sedangkan prolaktin tetap tinggi. Karena tak ada hambatan
oleh estrogen maka terjadi sekresi ASI. Pada saat mulai menyusui, maka dengan
segera, rangsangan isapan bayi memacu lepasnya prolaktin dan hipofise yang
memperlancar sekresi ASI ( Depkes, 2005).
3.3 Komposisi Asi
Komposisi ASI sedemikian khususnya, sehingga komposisi ASI dari satu ibu
dan ibu lainya berbeda. Pada kenyataanya komposisi ASI tidak tetap dan tidak
sama dari waktu ke waktu dan disesuaikan dengan kebutuhan bayi. Jenis-jenis
ASI sesuai perkembangan bayi.
Kandungan colostrum berbeda dengan air susu yang mature, karena
colostrum mengandung berbeda dengan air susu yang mature, karena colostrum
dan hanya sekitar 1% dalam air susu mature, lebih banyak mengandung
imunoglobin A (Iga), laktoterin dan sel-sel darah putih, terhadap, yang
kesemuanya sangat penting untuk pertahanan tubuh bayi, terhadap serangan
penyakit (Infeksi) lebih sedikit mengandung lemak dan laktosa, lebih banyak,
4
mengandung vitamin dan lebih banyak mengandung mineral-mineral natrium
(Na) dan seng (Zn).
2.4 Faktor-faktor yang memperoleh Produksi ASI
Adapun hal-hal yang mempengaruhi produksi ASI antara lain adalah:
a. Makanan Ibu
Makanan yang dimakan seorang ibu yang sedang dalam masa menyusui
tidak secara langsung mempengaruhi mutu ataupun jumlah air susu yang
dihasilkan. Dalam tubuh terdapat cadangan berbagai zat gizi yang dapat
digunakan bila sewaktu-waktu diperlukan. Akan tetapi jika makanan ibu terus
menerus tidak mengandung cukup zat gizi yang diperlukan tentu pada akhirnya
kelenjar-kelenjar pembuat air susu dalam buah dada ibu tidak akan dapat bekerja
dengan sempurna, dan akhirnya akan berpengaruh terhadap produksi ASI.
Unsur gizi dalam 1 liter ASI setara dengan unsur gizi yang terdapat dalam
2 piring nasi ditambah 1 butir telur. Jadi diperlukan kalori yang setara dengan
jumlah kalori yang diberikan 1 piring nasi untuk membuat 1 liter ASI. Agar Ibu
menghasilkan 1 liter ASI diperlukan makanan tamabahan disamping untuk
keperluan dirinya sendiri, yaitu setara dengan 3 piring nasi dan 1 butir telur.
Apabila ibu yang sedang menyusui bayinya tidak mendapat tamabahan
makanan, maka akan terjadi kemunduran dalam pembuatan ASI. Terlebih jika
pada masa kehamilan ibu juga mengalami kekurangan gizi. Karena itu tambahan
makanan bagi seorang ibu yang sedang menyusui anaknya mutlak diperlukan.
Dan walaupun tidak jelas pengaruh jumlah air minum dalam jumlah yang cukup.
Dianjurkan disamping bahan makanan sumber protein seperti ikan, telur dan
kacang-kacangan, bahan makanan sumber vitamin juga diperlukan untuk
menjamin kadar berbagai vitamin dalam ASI.
b. Ketentraman Jiwa dan Pikiran
5
Pembuahan air susu ibu sangat dipengaruhi oleh faktor kejiwaan. Ibu yang
selalu dalam keadaan gelisah, kurang percaya diri, rasa tertekan dan berbagai
bentuk ketegangan emosional, mungkin akan gagal dalam menyusui bayinya.
Pada ibu ada 2 macam, reflek yang menentukan keberhasilan dalam menyusui
bayinya, reflek tersebut adalah:
- Reflek Prolaktin
Reflek ini secara hormonal untuk memproduksi ASI. Waktu bayi
menghisap payudara ibu, terjadi rangsangan neorohormonal pada putting
susu dan aerola ibu. Rangsangan ini diteruskan ke hypophyse melalui
nervus vagus, terus kelobus anterior. Dari lobus ini akan mengeluarkan
hormon prolaktin, masuk ke peredaran darah dan sampai pada kelenjar –
kelenjar pembuat ASI. Kelenjar ini akan terangsang untuk menghasilkan
ASI.
- Let-down Refleks (Refleks Milk Ejection)
Refleks ini membuat memancarkan ASI keluar. Bila bayi didekatkan pada
payudara ibu, maka bayi akan memutar kepalanya kearah payudara ibu.
Refleks memutarnya kepala bayi ke payudara ibu disebut :”rooting reflex
(reflex menoleh). Bayi secara otomatis menghisap putting susu ibu dengan
bantuan lidahnya. Let-down reflex mudah sekali terganggu, misalnya pada
ibu yang mengalami goncangan emosi, tekanan jiwa dan gangguan
pikiran. Gangguan terhadap let down reflex mengakibatkan ASI tidak
keluar. Bayi tidak cukup mendapat ASI dan akan menangis. Tangisan bayi
ini justru membuat ibu lebih gelisah dan semakin mengganggu let down
reflex.
c. Pengaruh persalinan dan klinik bersalin
Banyak ahli mengemukakan adanya pengaruh yang kurang baik terhadap
kebiasaan memberikan ASI pada ibu-ibu yang melahirkan di rumah sakit atau
klinik bersalin lebih menitik beratkan upaya agar persalinan dapat berlangsung
dengan baik, ibu dan anak berada dalam keadaan selamat dan sehat. Masalah
6
pemebrian ASI kurang mendapat perhatian. Sering makanan pertama yang
diberikan justru susu buatan atau susu sapi. Hal ini memberikan kesan yang tidak
mendidik pada ibu, dan ibu selalu beranggapan bahwa susu sapi lebih dari ASI.
Pengaruh itu akan semakin buruk apabila disekeliling kamar bersalin dipasang
gambar-gambar atau poster yang memuji penggunaan susu buatan.
d. Penggunaan alat kontrasepsi yang mengandung estrogen dan progesteron.
Bagi ibu yang dalam masa menyusui tidak dianjurkan menggunakan
kontrasepsi pil yang mengandung hormon estrogen, karena hal ini dapat
mengurangi jumlah produksi ASI bahkan dapat menghentikan produksi ASI
secara keseluruhan oleh karena itu alat kontrasepsi yang paling tepat digunakan
adalah alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) yaitu IUD atau spiral. Karena
AKDR dapat merangsang uterus ibu sehingga secara tidak langsung dapat
meningkatkan kadar hormon oxitoksin, yaitu hormon yang dapat merangsang
produksi ASI.
e. Perawatan Payudara
Perawatan fisik payudara menjelang masa laktasi perlu dilakukan, yaitu
dengan mengurut payudara selama 6 minggu terakhir masa kehamilan.
Pengurutan tersebut diharapkan apablia terdapat penyumbatan pada duktus
laktiferus dapat dihindarkan sehingga pada waktunya ASI akan keluar dengan
lancar.
7
BAB III. PEMBAHASAN
3.1 Pengertian
a. Manajemen Laktasi
Manajemen adalah suatu tatalaksana yang mengatur agar keseluruhan proses
menyusui bisa berjalan dengan sukses, mulai dari ASI diproduksi sampai proses
bayi mengisap dan menelan ASI, yang dimulai pada masa antenatal, perinatal
danpostnatal (Dwi Sunar Prasetyono,2009). Ruang lingkup Manajemen Laktasi
periode postnatal pada ibu bekerja meliputi ASI Eksklusif, teknik menyusui,
memeras ASI, memberikan ASI Peras, menyimpan ASI Peras, memberikan ASI
Peras dan pemenuhan gizi selama periode menyusui.
Manajemen laktasi adalah tata laksana yang diperlukan untuk menunjang
keberhasilan menyusui. Dalam pelaksanaannya terutama dimulai pada masa
kehamilan, segera setelah persalinan dan pada masa menyusui selanjutnya.
(Direktorat Gizi Masyarakat, 2005).
b. Laktasi
Laktasi adalah keseluruhan proses menyusui mulai dari ASI diproduksi sampai
proses bayi mengisap dan menelan ASI. Laktasi merupakan bagian integral dari
siklus reproduksi mamalia termasuk manusia. (Direktorat Gizi Masyarakat, 2005)
3.2 Langkah-langkah kegiatan Menejemen Laktasi menurut Depkes RI
(2005) adalah :
a). Masa Kehamilan (Antenatal).
1. Memberikan komunikasi, informasi dan edukasi mengenai manfaat dan
keunggulan ASI, manfaat menyusui bagi ibu, bayi dan keluarga serta cara
pelaksanaan management laktasi.
2. Menyakinkan ibu hamil agar ibu mau dan mampu menyusui bayinya.
3. Melakukan pemeriksaan kesehatan, kehamilan dan payudara. Disamping
itu, perlu pula dipantau kenaikan berat badan ibu hamil selama kehamilan.
8
4. Memperhatikan kecukupan gizi dalam makanan sehari-hari termasuk
mencegah kekurangan zat besi. Jumlah makanan sehari-hari perlu
ditambah mulai kehamilan trimester ke-2 (minggu ke 13-26) menjadi 1-2
kali porsi dari jumlah makanan pada saat sebelum hamil untuk kebutuhan
gizi ibu hamil.
5. Menciptakan suasana keluarga yang menyenangkan. Penting pula
perhatian keluarga terutama suami kepada istri yang sedang hamil untuk
memberikan dukungan dan membesarkan hatinya bahwa kehamilan
merupakan anugerah dan tugas yang mulia.
b). Saat segera setelah bayi lahir.
1. Dalam waktu 30 menit setelah melahirkan, ibu dibantu dan dimotivasi
agar mulai kontak dengan bayi (skin to skin contact) dan mulai menyusui
bayi. Karena saat ini bayi dalam keadaan paling peka terhadap rangsangan,
selanjutnya bayi akan mencari payudara ibu secara naluriah.
2. Membantu kontak langsung ibu-bayi sedini mungkin untuk memberikan
rasa aman dan kehangatan.
c). Masa Neonetus
1. Bayi hanya diberi ASI saja atau ASI Eksklusif tanpa diberi minum apapun.
2. Ibu selalu dekat dengan bayi atau di rawat gabung.
3. Menyusui tanpa dijadwal atau setiap kali bayi meminta (on demand).
4. Melaksanakan cara menyusui (meletakan dan melekatkan) yang baik dan
benar.
5. Bila bayi terpaksa dipisah dari ibu karena indikasi medik, bayi harus tetap
mendapat ASI dengan cara memerah ASI untuk mempertahankan agar
produksi ASI tetap lancar.
9
6. Ibu nifas diberi kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI) dalam waktu
kurang dari 30 hari setelah melahirkan.
d). Masa menyusui selanjutnya (post neonatal).
1. Menyusui dilanjutkan secara eksklusif selama 6 bulan pertama usia bayi,
yaitu hanya memberikan ASI saja tanpa makanan atau minuman lainnya.
2. Memperhatikan kecukupan gizi dalam makanan ibu menyusui sehari-hari.
Ibu menyusui perlu makan 1½ kali lebih banyak dari biasanya (4-6 piring)
dan minum minimal 10 gelas sehari.
3. Cukup istirahat (tidur siang/berbaring 1-2 jam), menjaga ketenangan
pikiran dan menghindari kelelahan fisik yang berlebihan agar produksi
ASI tidak terhambat.
4. Pengertian dan dukungan keluarga terutama suami penting untuk
menunjang keberhasilan menyusui.
5. Mengatasi bila ada masalah menyusui (payudara bengkak, bayi tidak mau
menyusu, puting lecet, dll ).
6. Memperhatikan kecukupan gizi makanan bayi, terutama setelah bayi
berumur 6 bulan; selain ASI, berikan MP-ASI yang cukup, baik kualitas
maupun kuantitasnya secara bertahap.
3.3 Proses Pemberian Asi
Pemberian ASI bergantung pada empat macam proses :
1. Proses pengembangan jaringan penghasil ASI dalam payudara
Proses ini dicapai dalam kehamilan dengan adanya rangsangan
pada jaringan kelenjar serta saluran payudara oleh hormon-hormon
estrogen, progesteron dan hormon laktogenik plasenta (Farrer, 2001).
2. Proses yang memicu produksi ASI setelah melahirkan
Setelah plasenta dilahirkan, penurunan produksi hormon dari organ
10
tersebut terjadi dengan cepat. Hormon hipofise anterior, yaitu prolaktin,
yang tadinya dihambat oleh kadar estrogen dan progesteron yang tinggi di
dalam darah, kini dilepaskan. Prolaktin akan mengaktifkan sel- sel kelenjar
payudara untuk memproduksi ASI. Dalam waktu 3-4 hari setelah bayi
dilahirkan, produksi ASI sudah dimulai dan susu yang matur disekresikan
pada akhir minggu pertama (Farrer, 2001).
3. Proses untuk mempertahankan produksi ASI
Proses ini bergantung pada hormon lain, yaitu oksitosin, yang
dilepas dari kelenjar hipofise posterior sebagai reaksi terhadap pengisapan
puting. Oksitosin mempengaruhi sel-sel mio-epitelial yang mengelilingi
alveoli mammae sehingga alveoli tersebut berkontraksi dan mengeluarkan
air susu yang sudah diskresikan oleh kelenjar mammae. Refleks let-down
ini tidak terjadi karena tekanan negatif oleh pengisapan dan juga bukan
karena payudara yang penuh, namun disebabkan oleh refleks neurogenik
yang menstimulasi pelepasan oksitosin. Ibu menyusui akan mengalami
refleks let-down sekitar 30-60 menit setelah bayi mulai menyusu. Refleks
let-down dapat pula disebabkan oleh faktor-faktor yang murni kejiwaan,
seperti mendengar tangisan bayi, berpikir tentang bayinya atau bahkan
berpikir tentang bayinya atau bahkan berpikir tentang pemberian ASI
sendiri. Sebaliknya, refleks tersebut dapat dihambat oleh kecemasan,
ketakutan, perasaan tidak aman atau ketegangan. Faktor-faktor ini
diperkirakan dapat menigkatkan kadar epinefrin dan neroinefrin dan
selanjutnya akan mengambat transportasi oksitosin ke dalam payudara.
Begitu produksi ASI sudah terjadi dengan baik, pengosongan sakus
alveolaris mammae yang teratur akan mempertahankan produksi tersebut
(Farrer, 2001).
4. Proses sekresi ASI (refleks let down)
Cara terbaik dalam mempersiapkan pemberian ASI adalah keadaan
kejiwaan ibu yang sedapat mungkin tenang dan tidak mengahadapi banyak
11
permasalahan. Higiene perorangan dan kesejahteraan yang normal sangat
penting, kebersihan tangan dan kuku jari tangan ibu atau orang lain yang
akan merawat bayi juga ditekankan. Putting susu tidak boleh disentuh
dengan tangan yang belum dicuci bersih dan saputangan tidak boleh
digunakan sebagai ganjal di balik BH untuk menghentikan perembasan
ASI. Bantalan disposabel kini sudah tersedia untuk keperluan ini dan dapat
dikenakan dalam waktu yang relatif singkat jika perembasan ASI
menimbulkan masalah. Ibu harus mengenakan pakaian yang tidak
menghalangi pemberian ASI, jika gaun yang dikenakan harus dinaikkan
dahulu ke atas untuk mengeluarkan payudara, maka cara ini tentunya tidak
mengenakkan pada bagian bawah pakaian semacam ini bisa terdapat lokia.
BH khusus untuk laktasi yang bersih dan dapat juga menyangga payudara
harus dikenakan sepanjang siang serta malam harinya untuk memberikan
kenyamanan dan mencegah statis air susu pada daerah-daerah payudara
yang tergantung. Jika ibu tidak memiliki BH khusus semacam ini, ibu
dapat mengggunakan alat penguat (binder) untuk mengatasi untuk
mengatasi masalah ini. BH untuk laktasi harus dapat dibuka dari depan
dan talinya bisa diturunkan sebelum ibu menyusui bayinya. Tali tersebut
dapat dipasang kembali setelah ibu selesai menyusui.
Prosedur membersihkan puting berbeda antara rumah sakit yang
satu dan rumah sakit lainnya. Namun, selama puting berada dalam
keadaan bersih, apakah dibersihkan dengan cara mengusapnya memakai
air yang steril ataukah dibersihkan secara khusus dengan larutan
pembersih, caranya tidak menjadi masalah. Setiap kerak atau air susu yang
mengering dan setiap bekas krim/ salep yang dioleskan sebelumnya harus
dibersihkan dengan hati-hati. Larutan alkohol tidak boleh dipakai untuk
membersihkan puting karena dapat membuat puting menjadi kering dan
mudah pecah-pecah.
Bayi harus berada dalam keadaan bersih, tangan, mata, hidung,
pakaian, popok dan selimut harus diperiksa dahulu sebelum bayi disusui.
12
Perhatian terhadap semua detail ini akan membantu mengurangi
kemungkinan infeksi pada payudara dan menghidari komplikasi lainnya
(Farrer, 2001).
3.4 Manajemn Laktasi Bagi Wanita Karir
Pemberian ASI perah saat ibu bekerja memberikan kesempatan untuk
tetap menyusui saat ibu berada di dekat bayi, beberapa kasus kegagalan
pemberian ASI hingga anak 2 tahun karena saat bekerja ibu tidak
memberikan ASI sehingga suplai ASI berkurang dan meningkatkan angka
penyapihan dini (early weaning).
Memompa ASI saat bekerja menimbulkan rasa kedekatan ibu pada anak.
Penghematan keuangan keluarga, mengurangi risiko kesehatan yang
diasosiasikan dengan pemberian susu formula, Ibu lebih jarang meninggalkan
kantor karena anak yang diberi ASI relatif lebih jarang sakit dibandingkan
anak yang tidak diberi ASI.
a) Teknik Memerah ASI
Persiapan Memerah.
a. Cuci bersih kedua tangan Anda dengan benar dan menggunakan sabun.
b. Usahakan rileks dan pilihlah tempat atau ruangan untuk memerah
c. ASI yang tenang dan nyaman.
d. Kompres payudara dengan air hangat. Gunakan handuk kecil, waslap, atau
kain lembut lainnya.
Teknik memerah ASI dengan tangan metode massage, stroking, dan
shaking yang disebut metode Marmet dikembangkan oleh Chele Marmet.
a. Massage
Massage Pergunakan 2 jari, yaitu telunjuk dan jari tengah. Tangan kanan
mengurut payudara kiri dan tangan kiri mengurut payudara kanan. Bila
13
payudara besar, gunakan keempat jari Dengan tekanan ringan, lakukan
gerakan melingkar dari dasar payudara dengan gerakan spiral ke arah puting
susu.
b. Stroke
Dengan menggunakan jari-jari tangan, tekan-tekanlah payudara secara
lembut. Dari dasar payudara ke arah puting susu dengan garis lurus, kemudian
dilanjutkan secara bertahap ke seluruh bagian payudara. Dengan
menggunakan sisir yang bergigi lebar, “sisirlah” payudara secara lembut, dari
dasar payudara ke arah puting susu. Dengan ujung jari, lakukan stroke dari
dasar payudara ke arah puting susu.
c. Shake
Dengan posisi tubuh condong ke depan, kocok/goyangkan payudara
dengan lembut menggunakan tangan, biarkan daya tarik bumi meningkatkan
stimulasi pengeluaran ASI. Untuk menjamin pengeluaran ASI lancar, lakukan
perawatan pemijatan payudara secara rutin, dan kompres air hangat & air
dingin bergantian.
d. Let-down reflex (LDR)
Sering disebut milk ejection reflex adalah sebuah proses hormonal yang
menyebabkan ASI mengalir deras. Ibu biasanya merasakan sensasi geli atau
seperti kesemutan beberapa saat ketika sedang menyusui bayi. Menurut buku
The Breastfeeding Answer Book, saat sedang menyusu, gerakan ritmik
rahang, bibir, dan lidah bayi mengirimkan sinyal pada bagian hipotalamus
(otak) ibu sehingga hormon prolaktin dan oksitosin dilepaskan, dan masuk ke
dalam aliran darah. Hormon ini menyebabkan sehingga otot-otot kecil yang
mengelilingi gudang ASI (alveoli) menekan ASI ke dalam saluran sehingga
menuju reservoir ASI (lactiferous sinuses) yang terletak 1 inci di belakang
puting dan keluar dari payudara.
14
Memerah Dengan Pompa
Memerah menggunakan pompa sangat mudah, cukup dengan mengikuti
instruksi yang tertera pada pompa Ibu. Berikut adalah cara memerah dengan
menggunakan pompa :
a. Atur posisi sehingga bisa bersandar dengan santai, jangan sampai bahu
tegang, intinya buat posisi senyaman
b. Atur posisi sehingga bisa bersandar dengan santai, jangan sampai bahu
tegang, intinya buat posisi senyaman
b) Cara Menyimpan ASI
– ASI dapat di simpan dengan cara membekukan di freezer atau
mendinginkannya ke dalam lemari es.
– Setelah di pompa, simpanlah ASI pada
• botol steril dengan tutup yang rapat,
• cangkir plastik
• kantong ASI
– Pastikan anda menuliskan label atau tanggal ASI tersebut pada
botol, gelas, atau kantong ASI.
– Jangan menambahkan ASI yang baru anda pompa kedalam ASI
yang sudah beku.
– Jangan membekukan kembali ASI yang sudah dicairkan
– Simpan dalam jumlah 60 – 120 ml untuk mencegah mubazir
c). Wadah Penyimpanan ASI
• Aneka Wadah
a. wadah yang terbuat dari stainlees steel
b. wadah yang terbuat dari kaca (beling) dengan tutup yang rapat
c. wadah yang terbuat dari semi kaca atau plastik dengan permukaan
yang keras (jenis yang tembus pandang dan tidak buram) dan tutup
yang rapat
15
d. Kantong plastik khusus untuk menyimpan ASI
e. Kantong plastik makanan bening (food Grade)
• Kondisi Wadah
- bening tanpa gambar
- tidak mudah bocor
- bisa dibersihkan atau disterilkan
- untuk botol kaca, simpan dalam jumlah 1/2 atau 3/4 saja untuk
menghindari pemuaian yang beresiko menyebabkan botol retak atau
pecah
d). Mencairkan ASI yang telah di simpan (Beku)
• Pindahkan Ke bagian lemari es non freezer hingga mencair
• Pindahkan ke air dingin
• Pindahkan ke dalam baskom air hangat
• Panaska n di atas panci berisi air dengan api kecil
• Atau gunakan bottle warmer
• Jangan memanaskan langsung atau dengan microwave
• Tes suhu ASI dan bila perlu cicipi sebelum diberikan
• FIFO = first in First Out
16
BAB IV. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Manajemen laktasi adalah tata laksana yang diperlukan untuk
menunjang keberhasilan menyusui. Dalam pelaksanaannya terutama
dimulai pada masa kehamilan, segera setelah persalinan dan pada masa
menyusui selanjutnya. (Direktorat Gizi Masyarakat, 2005).
Pemberian ASI perah saat ibu bekerja memberikan kesempatan
untuk tetap menyusui saat ibu berada di dekat bayi. Memompa ASI saat
bekerja menimbulkan rasa kedekatan ibu pada anak. Penghematan
keuangan keluarga, mengurangi risiko kesehatan yang diasosiasikan
dengan pemberian susu formula, Ibu lebih jarang meninggalkan kantor
karena anak yang diberi ASI relatif lebih jarang sakit dibandingkan anak
yang tidak diberi ASI.
17
Daftar Pustaka
Judarwanto. Pemberian ASI saat Ibu Bekerja. 2009.http://supportbreastfeeding.wordpress.com/2009/01/09/breasfeeding-working/. Diakses tanggal 7 Februari 2011
Kebijakan Departemen Kesehatan tentang Peningkatan Pemberian ASI pada Pekerja Wanita. http://www.akbideub.ac.id. Diakses tanggal 7 Februari 2011
Manajemen laktasi yang baik. 2009.http://lifestyle.okezone.com. Diakses tanggal 7 Februari 2011.
Pemberian ASI Eksklusif dan faktor-Faktor yang Mempengaruhi. http://library.usu.ac.id. Diakses tanggal 7 Februari 2011
Pemberian ASI Eksklusif di Indonesia Masih Memprihatinkan.2005. http://kbi.gemari.or.id. Diakses tanggal 7 Februari 2011
Perinasia. Manajemen Laktasi: Menuju Persalinan Aman dan Bayi Baru Lahir Sehat. Cetakan ke dua. Jakarta. Perinasia. 2004.
Purwanto H. Pengantar Perilaku Manusia untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.1999Pelatihan konseling Laktasi. 2009. http://sentralaktasi.multiply.com/journal?&page_start=20. Diakses tanggal 7 Februari 2011
18