makalah pajak

33
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena hanya atas rahmat dan petunjuk-Nya kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Pembiayaan Pendidikan, berupa makalah yang berjudul Pendidikan sebagai Investasi Jangka Panjang, dengan dosen pengampu Dr. Bonardo Hutauruk Ak, MM. Sumber dari makalah ini berupa informasi yang didapat dari buku-buku sumber yang relevan dengan pembahasan pada makalah . disusunnya makalah ini, selain untuk memenuhi tugas mata kuliah, juga sebagai bahan kajian dan wawasan bagi siapapun yang memerlukannya, khususnya bagi penyusun sendiri. Kami menyadari makalah yang kami buat ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Amiin Penyusun

Upload: indah-yaaqutah-timor

Post on 21-Dec-2015

47 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Pajak

TRANSCRIPT

Page 1: MAKALAH PAJAK

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena hanya

atas rahmat dan petunjuk-Nya kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah

Pembiayaan Pendidikan, berupa makalah yang berjudul Pendidikan sebagai

Investasi Jangka Panjang, dengan dosen pengampu Dr. Bonardo Hutauruk Ak,

MM.

Sumber dari makalah ini berupa informasi yang didapat dari buku-buku

sumber yang relevan dengan pembahasan pada makalah . disusunnya makalah ini,

selain untuk memenuhi tugas mata kuliah, juga sebagai bahan kajian dan wawasan

bagi siapapun yang memerlukannya, khususnya bagi penyusun sendiri.

Kami menyadari makalah yang kami buat ini masih jauh dari sempurna, oleh

karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami

harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah

berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga

bermanfaat bagi kita semua. Amiin

Penyusun

Page 2: MAKALAH PAJAK

MAKALAH

Konsep Dan Implementasi Pajak dalam Pendidikan

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pembiayaan Pendidikan

Dosen: Dr. Bonardo Hutauruk, AK. MM

Disusun oleh:

Andi Bakhtiar Fransiska 761612895

Indah Herawati 761612901

M. Nanang Nugroho 76161209

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2013

Page 3: MAKALAH PAJAK

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam berbagai aktivitas kehidupan manusia, pajak selalu terkait di

dalamnya. Pernyataan tersebut sangat relevan jika dikaitkan dengan Undang-

undang tentang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) yang baru saja disahkan oleh

DPR. Banyak pihak menganggap bahwa dengan lahirnya UU BHP tersebut biaya

pendidikan semakin mahal dan semakin tidak terjangkau oleh masyarakat. Negara

dituding menghindar dari kewajiban konstitusional di bidang pendidikan,

sebagaimana diatur dalam Pasal 31 UUD 1945. Kekuatiran dan tudingan tersebut

muncul karena negara mempersilahkan penyelenggara pendidikan untuk mendanai

kegiatannya secara mandiri melalui pendirian badan hukum pendidikan.

Akan tetapi, perlu diperhatikan juga bahwa badan hukum pendidikan

dimaksud harus didasarkan pada prinsip nirlaba, yaitu tidak didasarkan atas

motivasi untuk mencari keuntungan bagi pemilik modal. Hal ini dikarenakan, laba

yang diperoleh harus diinvestasikan kembali ke dalam badan hukum pendidikan

untuk meningkatkan layanan mutu pendidikan, seperti yang dinyatakan dalam

Pasal 4 UU BHP.

Ditengah perdebatan yang mempertanyakan peran negara dalam

mengucurkan anggarannya di bidang pendidikan (yang anggarannya juga berasal

dari pajak), bagaimana instrumen pajak dapat ikut memberikan iklim kondusif

dalam dunia pendidikan agar biaya pendidikan dapat relatif lebih murah dan

terjangkau, serta mengingat badan hukum pendidikan didasarkan pada prinsip

nirlaba, maka topik yang dibahas dalam makalah ini adalah Konsep Dan

Implementasi Pajak dalam Pendidikan

Page 4: MAKALAH PAJAK

B. Masalah

1. Bagaimana kosep dan fungsi pajak di Indonesia.

2. Bagaimana perpajakan dalam nirlaba dan institusi pendidikan

3. Bagaimana peran pajak dalam pendidikan

C. Tujuan

1. Memahami konsep dan fungsi pajak di Indonesia

2. Memahami perpajakan dalam nirlaba dan institusi pendidikan

3. Memahami peran pajak dalam pendidikan

Page 5: MAKALAH PAJAK

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Konsep Pajak

Pajak adalah  iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang 

(sehingga dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung.

Pajak dipungut berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi

barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.

Jadi, Pajak merupakan hak prerogatif pemerintah, iuran wajib yang dipungut

oleh pemerintah dari masyarakat (wajib pajak) untuk menutupi  pengeluaran rutin

negara dan biaya pembangunan tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara

langsung berdasarkan undang-undang.

Ada bermacam-macam batasan atau definisi tentang pajak menurut para

ahli diantaranya adalah :

1. Prof. Dr. P. J. A. Adriani : pajak adalah iuran masrayakat kepada negara

(yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayararnya

menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak

mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya

adalah untuk membiayai  pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas-

tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

2. Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH. : pajak adalah iuran rakyat kepada kas

negara berdasarkan  undang-undang  (yang dapat dipaksakan) dengan tidak

m ccendapat jasa timbal yang langsung dapat ditunjukan dan yang

digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

3. Sommerfeld Ray M. Anderson Herschel M. & Brock Horace R. : Pajak

adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah,

bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan

ketentuan yang sudah ditentukan dan tanpa mendapat imbalan yang

langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-

tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.

4. Smeets : Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terhutang melalui

norma-norma umum dan dapat dipaksakan tanpa adanya kontraprestasi

Page 6: MAKALAH PAJAK

yang dapat ditunjukan dalam hak individual untuk membiayai pengeluaran

pemerintah

5. Suparman Sumawidjaya : pajak adalah iuran wajib berupa barang yang

dipungut oleh penguasa berdasarkan norma hukum, guna menutup biaya

produksi barang dan jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.

Lima unsur pokok dalam definisi pajak pajak adalah :

1. Iuran/pungutan dari rakyat kepada negara

2. Pajak dipungut berdasarkan undang undang

3. Pajak dapat dipaksakan

4. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi

5. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara (pengeluaran umum

pemerintah)

     Ciri-ciri Pajak yang terdapat dalam pengertian pajak antara lain sebagai

berikut1 :

1. Pajak dipungut oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun oleh

pemerintah daerah berdasarkan atas undang-undang serta aturan

pelaksanaannya.

2. Pemungutan pajak mengisyaratkan adanya alih dana (sumber daya) dari

sektor swasta (wajib pajak membayar pajak) ke sektor negara (pemungut

pajak/administrator pajak).

3. Pemungutan pajak diperuntukan bagi keperluan pembiayaan umum

pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin

maupun pembangunan.

4. Tidak dapat ditunjukan adanya imbalan (kontraprestasi) individual oleh

pemerintah terhadap pembayaran pajak yang dilakukan oleh para wajib

pajak.

5. Berfungsi sebagai budgeter atau mengisi kas negara/anggaran negara yang

diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan,

pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan

1 http://maksumpriangga.com/pengertian-dasar-dan-ciri-ciri-pajak-definisi-pajak.html

Page 7: MAKALAH PAJAK

kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial  (fungsi mengatur /

regulatif).

c. Fungsi – fungsi pajak

Manfaat pokok atau kegunaaan pokok dari pajak itu sendiri mempunyai peranan

yang sangat penting untuk kehidupan bernegara, karena pajak merupakan sumber

pendapatan negara dan pajak akan di gunakan untuk membiayai APBN, maka

beberapa fungsi pajak antara lain2 :

1. Fungsi Stabilitas, Pajak memberi kesempatan pada pemerintah untuk

dapat menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga

sehingga dapat mengendalikan laju inflasi. Fungsi stabilitas ini dapat

berjalan dengan cara mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan

pajak, dan penggunaan pajak seefisien mungkin.

2. Fungsi Anggaran (budgertair), kegunaan pajak sebagai alat untuk

memasukan dana secara optimal ke kas negara berdasarkan undang-

undang perpajakan yang berlaku, jadi pajak berfungsi untuk membiayai

pengeluaran-pengeluaran negara terkait proses pemerintahan.

3. Fungsu mengatur (regulerend), yaitu suatu fungsi dimana pajak

diperguanakan oleh pemerintah sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu,

dan merupakan fungsi tambahan, jadi sebagai pelengkap dari fungsi utama

pajak.

4. Fungsi retribusi pendapatan, yaitu pajak  yang sudah dipungut oleh

negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum,

termasuk untuk membiayai pembangunan.

2 http://maksumpriangga.com/fungsi-fungsi-dasar-pajak.html

Page 8: MAKALAH PAJAK

    pajak terbagi menjadi dua bagian yang menerangkan dimana pajak itu di

jalankan prosedurnya oleh pemerintah antara lain :

1. Pajak Langsung

Pajak langsung adalah pajak yang dikenakan kepada wajib pajak setelah muncul

atau terbit Surat Pemberitahuan / SPT Pajak atau Kohir yang dikenakan

berulang-ulang kali dalam jangka waktu tertentu. Contoh dari pajak langsung

adalah pajak penghasilan (PPh), pajak bumi dan bangunan (PBB), pajak

penerangan jalan, pajak kendaraan bermotor, dan lain sebagainya.3

2. Pajak Tidak Langsung

Pajak tidak langsung adalah pajak yang dikenakan kepada wajib pajak pada saat

tertentu / terjadi suatu peristiwa kena pajak seperti misalnya pajak pertambahan

nilai (PPN), pajak bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB), dan lain-lain.

Tarif dan Objek Pajak

.1. Sebesar 15% dari jumlah bruto atas :

a. dividen, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (1) huruf "g" Undang-undang PPh;

b. bunga, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (1) huruf "f";

c. royalti;

d. hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 Ayat (1) huruf "e" Undang-undang PPh.Hadiah dan penghargaan yang dipotong Pajak Penghasilan 21 adalah hadiah dan penghargaan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan yang diselenggarakan, misalkan kegiatan olah raga, keagamaan, kesenian, dan kegiatan lainnya.Adapun hadiah dan penghargaan yang dipotong Pajak Penghasilan 23 adalah hadiah dan penghargaan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperolehWajib Pajak badan dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan yang diselenggarakan.

2.Sebesar 15% dari jumlah bruto dan bersifat final atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi.

3 http://organisasi.org/pengertian-pajak-langsung-dan-pajak-tidak-langsung-arti-definisi-istilah-

ekonomi-dasar-perpajakan

Page 9: MAKALAH PAJAK

3. Sebesar 15% dari perkiraan penghasilan neto atas :

a. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan persewaan tanah dan atau bangunan yang dikenakan PPh yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996;

b. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultan hukum, jasa konsultan pajak, dan jasa lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) huruf "c" Undang-undang Pajak Penghasilan, yang dilakukan oleh Wajib Pajak Dalam Negeri atau Bentuk Usaha Tetap selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 214.

3. Pemajakan atas Organisasi Nirlaba

Hal yang umum sering dipahami bahwa organisasi nirlaba adalah suatu

organisasi yang bebas pajak (Tax Exeption), namun prinsipnya organisasi ini bukan

suatu organisasi yang memiliki kekebalan terhadap kewajiban pembayaran pajak,

hal ini bukan hanya di negara kita namun juga di negara-negara lain dimana tidak

memberi pengecualian kepada organisasi nirlaba maupun para

penggiat/pekerjanya sebagai wajib pajak. Pemerintah hanya memberikan fasilitas

pengecualian sebagai objek pajak pada penghasilan yang didapat oleh organisasi

nirlaba dalam bentuk hibah, sumbangan, maupun warisan.

Pada dasarnya, organisasi nirlaba dapat diklasifikasikan berdasarkan dua

model, yaitu (i) tidak diperkenankan untuk membagikan laba yang diperolehnya

(the prohibition of profit distribution model), dan (ii) bertujuan untuk kepentingan

publik atau sosial (the public purpose model). Pendirian organisasi nirlaba

dimaksudkan untuk menjalankan fungsi sosial atau memproduksi barang dan jasa

publik yang sifatnya tidak memberikan keuntungan secara finansial. Oleh karena

sifatnya yang tidak memberikan keuntungan maka tidak mungkin sektor swasta,

yang berorientasi mencari keuntungan, mau menyediakan barang publik. Oleh

karena itu, pemerintahlah yang harus menyediakannya. Akan tetapi, dapat saja

terjadi pemerintah tidak mampu menyediakan seluruh atau sebagian barang atau

jasa publik yang diperlukan masyarakat, sehingga sektor swasta dapat

menggantikan peran pemerintah. Tentu saja sektor swasta bersedia menyediakan

barang atau jasa publik jika mendapatkan keuntungan yang layak.  

4 http://www.pajak.net/info/PPh23.htm

Page 10: MAKALAH PAJAK

4. Pemajakan atas Institusi Pendidikan Nirlaba di Beberapa Negara

Terdapat tiga model sistem perpajakan atas organisasi nirlaba yang

dikembangkan di beberapa negara, yaitu5

1. Organisasi nirlaba akan dikenakan pajak sama dengan organisasi yang

berorientasi laba (full taxation model).

2. Penghasilan yang diperoleh oleh organisasi nirlaba dikecualikan dari

pengenaan pajak (full exemption model).

3. Pengenaan pajak secara parsial (partial exemption model) yang dapat

dilakukan seperti dengan cara:

Pengurangan tarif pajak (misalnya dianut oleh Italia yang memberikan

pengurangan tarif pajak sebesar 50% dari tarif normal).

Atas penghasilan tertentu dikecualikan dari pengenaan pajak.

Model partial exemption inilah yang paling banyak dianut oleh negara-negara di

dunia. Sebagai perbandingan, di India, berdasarkan Income Tax Act 1961,

memberikan pembebasan pajak secara otomatis atas penghasilan yang diterima

dari universitas atau institusi pendidikan yang tidak bertujuan untuk mencari laba

sepanjang organisasi tersebut mengakumulasi laba sesuai dengan tujuan semula

didirikannya organisasi tersebut. 6

5.      Perpajakan atas Institusi Pendidikan di Indonesia

5 David Gliksberg, General Report of the Taxation of Non-Profit Organizations, International Fiscal Association (IFA), 1999, hal. 35.

6 Milton Cerny & Marva J Rowan, Indian Tax Law Create Potential for Nonprofits, Tax Notes International, 2004, hal. 725.

Page 11: MAKALAH PAJAK

Secara garis besar, ketentuan perpajakan atas organisasi pendidikan di

Indonesia antara lain sebagai berikut ini7:

1.      Dari sisi badan hukum pendidikan:

a. Pajak Penghasilan (PPh) Badan

Laba yang diperoleh oleh organisasi yang menyelenggarakan pendidikan

formal, yang diinvestasikan kembali dalam bentuk pembangunan gedung

dan prasarana pendidikan, tidak dikenakan PPh. Akan tetapi, apabila laba

tersebut setelah lewat dari 4 (empat) tahun, tidak digunakan untuk

membangun gedung dan prasarana pendidikan maka akan dikenakan pajak

penghasilan pada tahun pajak berikutnya setelah lewat jangka waktu 4

(empat) tahun tersebut (Peraturan Menteri Keuangan (PMK)-87/PJ./1995,

Pasal 4 ayat (3) huruf m UU PPh, serta ditegaskan juga dalam Pasal 38 ayat

(4) UU BHP).

b.  Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Atas jasa pendidikan yang diberikan tidak dikenakan PPN (Pasal 5 PP No.

144 tahun 2000). Akan tetapi, untuk pembangunan gedung untuk proses

belajar mengajar, baik yang dibangun sendiri (Pasal 16C UU PPN), atau

melalui kontraktor tetap dikenakan PPN  (PP No. 146 tahun 2000

sebagaimana telah diubah dengan PP No. 38 tahun 2003).

Atas impor dan penyerahan buku pelajaran, dibebaskan dari pengenaan

PPN (PP No. 146 tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan PP No. 38

tahun 2003).

Dari sisi donatur

Sumbangan fasilitas penelitian dan pengembangan yang dilakukan di

Indonesia (Pasal 6 ayat (1) huruf j UU PPh), serta pendidikan (Pasal 6 ayat

(1) huruf l UU PPh) dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan kena

pajak bagi si pemberi sumbangan.

Dari beberapa contoh peraturan pajak di atas, tampak bahwa pemerintah

telah memberikan fasilitas keringanan pajak atas badan hukum pendidikan. Dalam

kaitannya dengan pemajakan atas laba dari badan hukum pendidikan, pengenaan 7

Page 12: MAKALAH PAJAK

pajak atas laba tersebut hanya akan dikenakan pajak jika tidak dipergunakan untuk

membangun sarana dan prasarana pendidikan dalam kurun waktu 4 (empat) tahun.

Akan tetapi, terkait dengan PPN, berdasarkan ketentuan di atas, apabila

badan hukum pendidikan melakukan pembangunan gedung pendidikan, akan

terkena PPN yang tidak dapat direstitusi. Tentu PPN yang tidak dapat direstitusi ini

akan menjadi biaya, yang pembebanannya dapat saja digeser kepada para peserta

didik. Lebih lanjut Bagi penyelenggara kegiatan yang berbentuk badan usaha atau

yayasan/organisasi nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau

penelitian dan pengembangan perlu merenungkan sedikit  fasilitas yang terdapat

dalam pasal 4 ayat (3) huruf m UU Nomor 36 tahun 2008 tentang perubahan

keempat atas UU Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh). Yang

berbunyi : “sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba

yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan

pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang

ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan

dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat)

tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut

dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;” . Atas ketentuan

pelaksanaan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 80/PMK.03/2009.

Fasilitas ini pada awalnya di atur dalam Keputusan Dirjen Pajak Nomor

KEP-87/PJ./1995 tentang Pengakuan penghasilan dan biaya atas dana

pembangunan gedung dan prasarana pendidikan bagi yayasan atau organisasi

yang sejenis yang bergerak di bidang pendidikan.

Pengertian Sisa Lebih

Adalah selisih dari seluruh penerimaan yang merupakan objek Pajak Penghasilan

selain penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan tersendiri, dikurangi dengan

pengeluaran untuk biaya operasional sehari-hari badan atau lembaga nirlaba.

Sisa lebih yang diperoleh badan atau lembaga nirlaba atau Yayasan yang

ditanamkan kembali dalam bentuk pembangunan dan pengadaan sarana dan

prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan yang

Page 13: MAKALAH PAJAK

diselenggarakan bersifat terbuka kepada pihak manapun dan telah mendapat

pengesahan dari instansi yang membidanginya, dalam jangka waktu paling lama 4

(empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut dikecualikan sebagai objek

Pajak Penghasilan.

Badan atau lembaga nirlaba sebagaimana dimaksud wajib menyampaikan

pemberitahuan mengenai rencana fisik sederhana dan rencana biaya

pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau

penelitian dan pengembangan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat

Wajib Pajak terdaftar dengan tindasan kepada instansi yang membidanginya.

Pemberitahuan disampaikan bersamaan dengan penyampaian Surat

Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan tahun pajak diperolehnya sisa

lebih tersebut atau paling lama sebelum pembangunan dan pengadaan sarana dan

prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan dimulai,

dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut.

Pelaksanaan Pemanfaatan Fasilitas

1. Atas jenis perusahaan ini segera menanamkan kembali dengan melakukan

pengembangan pembangunan gedung sebagai sarana infrastruktur

pendukung pendidikan dan penelitian. Dalam pembangunan terdapat 2 (dua)

opsi yaitu menggunakan kontraktor atau Kegiatan membangun sendiri. Jika

menggunakan kontraktor akan dikenakan PPN 10% yang tidak bisa

dikreditkan (Karena Organisiasi ini bukan PKP) namun dapat dikapitalisasi

sebagai nilai perolehan. Atau dengan Kegiatan Membangun Sendiri dimana

tarif yang dikenakan hanya 4% (Tarif 10% dikalikan DPP sebesar 40%)

artinya terdapat penghematan pembayaran PPN sebesar 6%.

2. Pemahaman atas biaya-biaya yang diperkenankan untuk dikurangkan dari

penghasilan bruto (deductible) sebagaimana diatur dalam SE-39/PJ.4/1995

tentang Penyuluhan tentang perlakuan pajak penghasilan bagi yayasan 

atau organisasi yang sejenis, pada butir 4, antara lain berupa:

1. Gaji/tunjangan/honorarium pimpinan/dosen/pengajar/karyawan;

2. Biaya umum/administrasi/alat tulis menulis kantor;

Page 14: MAKALAH PAJAK

3. Biaya publikasi/iklan;

4. Biaya kendaraan;

5. Biaya kemahasiswaan;

6. Biaya ujian semester;

7. Biaya sewa gedung & utilities (listrik, telepon, air);

8. Biaya laboratorium;

9. Biaya penyelenggaraan asrama;

10.Bunga bank dan biaya-biaya bank lainnya;

11.Biaya pemeliharaan kampus;

12.Biaya penyusutan;

13.Kerugian karena penjualan/pengalihan harta;

14.Biaya penelitian dan pengembangan;

15.Biaya bea siswa dan pelatihan dosen/pengajar/karyawan;

16.Biaya pembelian buku perpustakaan dan alat-alat olah raga & peraga;

17.Subsidi/bea siswa bagi siswa yang kurang mampu;

18.Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bagi yang terkena.3.

3. Meminimalkan beban pajak dengan meningkatkan kepatuhan administrasi

perpajakan yang didukung  dengan tertibnya penegakan disiplin

anggaran/pendanaan  untuk menghindari pengenaan sanksi perpajakan,

serta pelaporan penyelenggaraan pembangunan gedung dan prasarana

pendidikan kepada KPP setempat dengan tindasan kepada Dirjen

Pendidikan yang ditunjuk.

Pemerintah menyadari bahwa bidang pendidikan, penelitian dan pengembangan 

adalah bertujuan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana

Page 15: MAKALAH PAJAK

diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945 oleh karena itu adalah hal yang wajar

jika diberikan fasilitas/kemudahan-kemudahan.

d. Peran pajak dalam pendidikan

Ditengah keraguan masyarakat akan peranan pajak dalam memajukan

pendidikan di Indonesia, sebenarnya pemerintah telah memberikan keringanan

pajak terhadap institusi pendidikan. Hal ini mengingat pentingnya pendidikan bagi

kemajuan bangsa dan masih terbatasnya anggaran negara untuk bidang

pendidikan.

Dalam peranannya tersebut, pemerintah memberikan insentif bagi

organisasi nirlaba yang menginvestasikan penghasilan yang diperolehnya pada

pengembangan dunia pendidikan. Terhadap laba yang diperoleh oleh organisasi

pendidikan tersebut yang diinvestasikan kembali dalam bentuk sarana dan

prasarana pendidikan, tidak dikenakan Pajak Penghasilan (PPh). Artinya, apabila

organisasi pendidikan tersebut mendapatkan laba, laba yang seharusnya

dikenakan pajak (PPh) tidak akan dikenakan PPh jika laba tersebut ditanamkan

kembali dalam bentuk sarana dan prasarana. Pemerintah memberikan jangka

waktu selama 4 (empat) tahun sejak laba tersebut diperoleh, untuk ditanamkan

kembali.

Akan tetapi, setelah lewat dari 4 (empat) tahun laba tersebut tidak digunakan

untuk membangun sarana dan prasarana pendidikan maka akan dikenakan pajak

penghasilan pada tahun pajak berikutnya setelah lewat jangka waktu 4 (empat)

tahun tersebut. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (3) huruf m Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah

beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU

PPh). Selanjutnya dasar pelaksanaannya diatur melalui Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 80/PMK.03/2009 tentang Sisa Lebih yang Diterima atau

Diperoleh Badan Lembaga atau Nirlaba yang Bergerak dalam Bidang Pendidikan

dan/atau Bidang Penelitian dan Pengembangan yang Dikecualikan dari Objek

Pajak Penghasilan. Petunjuk teknisnya diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor

PER-44/PJ./2009 tentang Pelaksanaan Pengakuan Sisa Lebih yang Diterima atau

Diperoleh Badan atau Lembaga Nirlaba yang Bergerak dalam Bidang Pendidikan

Page 16: MAKALAH PAJAK

dan/atau Bidang Penelitian danPengembangan yang Dikecualikan dari Objek Pajak

Penghasilan. Sementara itu, sarana dan prasarana pendidikan tersebut meliputi

sebagai berikut: 

1. Pembelian atau pembangunan gedung dan prasarana pendidikan, penelitian

dan pengembangan termasuk pembelian tanah sebagai lokasi

pembangunan gedung dan prasarana tersebut;

2. Pengadaan sarana dan prasarana kantor, laboratorium dan perpustakaan;

3. Pembelian/pembangunan asrama mahasiswa, rumah dinas guru, dosen

atau karyawan, dan

4. Sarana prasarana olahraga, sepanjang berada di lingkungan/lokasi lembaga

pendidikan formal.

Sebagai ilustrasi, jika sebuah organisasi nirlaba yang menyelenggarakan

pendidikan tersebut mencatatkan laba sebesar Rp 10 miliar pada tahun 2011,

organisasi tersebut dapat menggunakan fasilitas pajak yaitu yang seharusnya pada

tahun 2011 dikenakan PPh sebesar Rp 2,5 miliar (25% x Rp 10 miliar) tetapi tidak

akan dikenakan PPh jika organisasi tersebut menggunakan laba sebesar Rp 10

miliar tersebut dalam jangka waktu 4 tahun untuk menambah bangunan kelas atau

menambah buku perpustakaan. Artinya, organisasi nirlaba yang menyelenggarakan

pendidikan tersebut terbebas dari tagihan PPh. Namun, jika sampai dengan tahun

2015 (4 tahun setelah 2011) laba tersebut tidak digunakan semuanya, maka laba

tersebut akan dikenakan PPh.

Adapun badan nirlaba yang menyelenggarakan pendidikan tersebut wajib

menyampaikan pemberitahuan mengenai rencana fisik sederhana dan rencana

biaya pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan

dan/atau penelitian dan pengembangan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak

tempat badan nirlaba tersebut terdaftar dengan tindasan kepada instansi yang

membidanginya. 

Selain insentif tersebut, pemerintah memiliki peranan lain dalam

pengembangan dunia pendidikan, terhadap sumbangan dari pihak ketiga yang

langsung digunakan untuk investasi di bidang pendidikan sebagaimana diatur

Page 17: MAKALAH PAJAK

dalam Pasal 6 ayat (1) huruf j dan huruf l UU PPh. Dalam UU PPh diatur bahwa

terhadap Wajib Pajak yang memberikan sumbangan dalam rangka penelitian dan

pengembangan yang dilakukan di Indonesia serta sumbangan fasilitas pendidikan

maka sumbangan tersebut menjadi biaya yang dapat mengurangi penghasilan

kena pajak Wajib Pajak tersebut sesuai dengan persyaratan dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 93 Tahun 2010 tentang Sumbangan Penanggulangan Bencana

Nasional, Sumbangan Penelitian dan Pengembangan, Sumbangan Fasilitas

Pendidikan, Sumbangan Pembinaan Olahraga, dan Biaya Pembangunan

Infrastruktur Sosial yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto.

Insentif pemerintah yang lain di bidang pendidikan adalah dalam rangka

pemberian beasiswa. Penerima beasiswa yang mengikuti pendidikan formal

dan/atau pendidikan nonformal di dalam negeri dan/atau di luar negeri dikecualikan

dari objek PPh. Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor

246/PMK.03/2008 tentang Beasiswa yang Dikecualikan dari Objek Pajak

Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 154/PMK.03/2009.

Adapun lebih lanjut diatur bahwa komponen beasiswa tersebut terdiri dari

biaya pendidikan yang dibayarkan ke sekolah (tuition fee), biaya ujian dan biaya

penelitian yang berkaitan dengan bidang studi yang diambil. Selain itu, komponen

tersebut juga dapat berupa biaya untuk pembelian buku dan/atau biaya hidup yang

wajar sesuai dengan daerah lokasi tempat belajar. Sementara itu, bagi perusahaan

pemberi beasiswa, biaya pemberian beasiswa sesuai Pasal 6 ayat (1) huruf g UU

PPh, dapat dibebankan sebagai biaya dengan memperhatikan kewajarannya.

e. Ketentuan pajak penggunaan dana BOS

Ketentuan peraturan perpajakan dalam penggunaan dana BOS diatur sebagai

berikut.

1. Kewajiban perpajakan yang terkait dengan penggunaan dana BOS untuk

pembelian ATK/bahan/penggandaan dan lain-lain pada kegiatan penerimaan siswa

baru; kesiswaan; ulangan harian, ulangan umum, ujian sekolah dan laporan hasil

belajar siswa; pembelian bahan-bahan habis pakai, seperti buku tulis, kapur tulis,

pensil dan bahan praktikum; pengembangan profesi guru;

Page 18: MAKALAH PAJAK

pembelian bahan-bahan untuk perawatan/perbaikan ringan gedung sekolah

a. Bagi bendaharawan/pengelola dana BOS pada Sekolah Negeri ataspenggunaan

dana BOS sebagaimana tersebut di atas adalah:

i. Tidak perlu memungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5%1

ii. Memungut dan menyetor PPN sebesar 10% untuk nilai pembelian lebih dari Rp

1.000.000,- (satu juta rupiah) atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau

Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah. Namun

untuk nilai pembelian ditambah PPNnya jumlahnya tidak melebihi Rp

1.000.000,- (satu juta rupiah) dan bukan merupakan pembayaran yang

dipecah-pecah, PPN yang terutang dipungut dan disetor oleh Pengusaha Kena

Pajak Rekanan Pemerintah sesuai dengan ketentuan yang berlaku umum2.

Pemungut PPN dalam hal ini bendaharawan pemerintah tidak perlu memungut

PPN atas pembelian barang dan atau jasa yang dilakukan oleh bukan

Pengusaha Kena Pajak (PKP)8. bukan merupakan pembayaran yang dipecah-

pecah, PPN yang terutang dipungut dan disetor oleh Pengusaha Kena Pajak

Rekanan Pemerintah sesuai dengan ketentuan yang berlaku umum2.

Pemungut PPN dalam hal ini bendaharawan pemerintah tidak perlu memungut

PPN atas pembelian barang dan atau jasa yang dilakukan oleh bukan

Pengusaha Kena Pajak (PKP)9.

b. Bagi bendaharawan/pengelola dana BOS pada Sekolah bukan negeri adalah

tidak termasuk bendaharawan pemerintah sehingga tidak termasuk sebagai

pihak yang ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 dan atau PPN. Dengan

demikian kewajiban perpajakan bagi bendaharawan/ pengelola dana BOS pada

Sekolah Bukan Negeri yang terkait atas penggunaan dana BOS untuk belanja

barang sebagaimana tersebut diatas adalah:

i. Tidak mempunyai kewajiban memungut PPh Pasal 22, karena tidak

termasuk sebagai pihak yang ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22.8 Peraturan Menteri Keuangan nomor 154/PMK.03/2010 tanggal 31 agustus 2010 tentang Pemungutan Pajak

Penghasilan Pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain pasal 3 butir (1).

9 Undang-undang Republik Indonesia nomor 8 tahun 1983 terakhir dengan Undang-undang nomor 42 tahun 2009 tentang Perubahan ketiga atas Undang Undang nomor 8 tahun 1983 tentang PPN barang dan jasa dan PPnBM serta KMK/563/2003 tentang penunjukkan bendaharawan pemerintah untuk memnungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan PPnBM beserta tata cara pemungutan, penyetoran dan pelaporannya. 3 Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor KEP-382/PJ/2002 tentang pedoman pelaksanaan pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN dan PPNBm bagi pemungut PPN dan Pengusaha Kena Pajak Rekanan

Page 19: MAKALAH PAJAK

ii. Membayar PPN yang dipungut oleh pihak penjual (Pengusaha KenaPajak).

2. Kewajiban perpajakan yang terkait dengan penggunaan dana BOS untuk

pembelian/penggandaan buku teks pelajarandan/atau mengganti buku teks

yang sudah rusak.

a. Bagi bendaharawan/pengelola dana BOS pada sekolah negeri atas

penggunaan dana BOS untuk pembelian/penggandaan buku teks pelajaran

dan/atau mengganti buku teks yang sudah rusak adalah:

i. Atas pembelian buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku

pelajaran agama, tidak perlu memungut PPh Pasal 22 sebesar

1,5%1.

ii. Atas pembelian buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku

pelajaran agama, PPN yang terutang dibebaskan. iii. Memungut dan

menyetor PPN sebesar 10% untuk nilai pembelian lebih dari Rp

1.000.000,- (satu juta rupiah) atas penyerahan Barang Kena Pajak

berupa buku-buku yang bukan buku pelajaran umum, kitab suci dan

buku-buku pelajaran agama. Namun untuk nilai pembelian ditambah

PPN-nya jumlahnya tidak melebihi Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah)

dan bukan merupakan pembayaran yang dipecah-pecah, PPN yang

terutang dipungut dan disetor oleh Pengusaha Kena Pajak Rekanan

Pemerintah.

b. Bendaharawan/pengelola dana BOS pada Sekolah Bukan Negeri adalah

tidak termasuk bendaharawan pemerintah sehingga tidak termasuk

sebagai pihak yang ditunjuk sebagai Pemungut PPh Pasal 22 dan atau

PPN. Dengan demikian kewajiban perpajakan bagi bendaharawan/

pengelola dana BOS pada Sekolah Bukan Negeri yang terkait dengan

pembelian/ penggandaan buku teks pelajaran dan/atau mengganti buku

teks yang sudah rusak adalah:

i. Tidak mempunyai kewajiban memungut PPh Pasal 22, karena tidak

termasuk sebagai pihak yang ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal

22.

ii. Atas pembelian buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku

pelajaran agama, PPN yang terutang dibebaskan.

Page 20: MAKALAH PAJAK

iii. Membayar PPN yang dipungut oleh pihak penjual (Pengusaha Kena

Pajak) atas pembelian buku yang bukan buku-buku pelajaran umum,

kitab suci dan buku-buku pelajaran agama.

3. Kewajiban perpajakan yang terkait dengan pemberian honor pada kegiatan

penerimaan siswa baru, kesiswaan, pengembangan profesi guru, penyusunan

laporan BOS dan kegiatan pembelajaran pada SMP Terbuka. Semua

bendaharawan/penanggung jawab dana BOS baik pada sekolah negeri

maupun sekolah bukan negeri:

a. Bagi guru/pegawai non PNS sebagai peserta kegiatan, harus dipotong PPh

Pasal 21 dengan menerapkan tarif Pasal 17 UU PPh sebesar 5 % darijumlah

bruto honor.

b. Bagi guru/pegawai PNS diatur sebagai berikut :

i.Golongan I dan II dengan tarif 0% (nol persen).

ii.Golongan III dengan tarif 5% (lima persen) dari penghasilan bruto.

iii.Golongan IV dengan tarif 15% (lima belas persen) dari penghasilan bruto.

4. Kewajiban perpajakan yang terkait dengan penggunaan dana BOS dalam

rangka membayar honorarium guru dan tenaga kependidikan honorer sekolah

yang tidak dibiayai dari Pemerintah Pusat dan atau Daerah yang dibayarkan

bulanan diatur sebagai berikut:

a. Penghasilan rutin setiap bulan untuk guru tidak tetap (GTT), Tenaga

Kependidikan Honorer, Pegawai Tidak Tetap (PTT), untuk jumlah sebulan

sampai dengan Rp 2.025.000,- (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tidak

terhutang PPh Pasal 21.

b. Untuk jumlah lebih dari itu, PPh Pasal 21 dihitung dengan menyetahunkan

penghasilan sebulan. Dengan perhitungan sebagai berikut:

i. Penghasilan sebulan XX

ii. Penghasilan netto setahun (x 12) XX

iii. Dikurangi PTKP*) XX

iv. Penghasilan Kena Pajak XX

v. PPh Pasal 21 terutang setahun 5% (jumlah s.d. Rp 50 juta) dst XX

vi. PPh Pasal 21 sebulan (:12) XX

*) Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), adalah:

i). Status sendiri Rp 24,30 juta

Page 21: MAKALAH PAJAK

ii). Tambahan status kawin Rp 2,025 juta

iii). Tambahan tanggungan keluarga, maks 3 orang @ Rp 2,025 juta

5. Kewajiban perpajakan yang terkait dengan penggunaan dana BOS, baik

pada Sekolah Negeri, Sekolah Swasta, untuk membayar honor kepada

tenaga kerja lepas orang pribadi yang melaksanakan kegiatan perawatan

atau pemeliharaan sekolah harus memotong PPh Pasal 21 dengan

ketentuan sebagai berikut:*)

a. Jika upah harian atau rata-rata upah harian yang diterima tidak melebihi Rp

150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah) dan jumlah seluruh upah yang

diterima dalam bulan takwim yang bersangkutan belum melebihi Rp

1.320.000,- (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah), maka tidak ada PPh

Pasal 21 yang dipotong;

b. Jika upah harian atau rata-rata upah harian yang diterima tidak melebihi Rp

150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah), namun jumlah seluruh upah

yang diterima dalam bulan takwim yang bersangkutan telah melebihi Rp

1.320.000,- (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah), maka pada saat

jumlah seluruh upah telah melebihi Rp 1.320.000,- (satu juta tiga ratus dua

puluh ribu rupiah) harus dipotong PPh Pasal 21 sebesar 5% atas jumlah

bruto upah setelah dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang

sebenarnya;

c. Jika upah harian atau rata-rata upah harian yang diterima lebih dari Rp

150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah) dan jumlah seluruh upah yang

diterima dalam bulan takwim yang bersangkutan belum melebihi Rp

1.320.000,- (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah), maka harus

dipotong PPh Pasal 21 sebesar 5% dari jumlah upah harian atau rata-rata

upah harian di atas Rp 150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah);

d. Jika upah harian atau rata-rata upah harian yang diterima lebih dari Rp

150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah) dan jumlah seluruh upah yang

diterima dalam bulan takwim yang bersangkutan telah melebihi Rp

1.320.000,- (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah), maka pada saat

jumlah seluruh upah telah melebihi Rp 1.320.000,- (satu juta tiga ratus dua

puluh ribu rupiah), harus dihitung kembali jumlah PPh Pasal 21 yang harus

dipotong dengan menerapkan tarif 5% atas jumlah bruto upah setelah

dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang sebenarnya.

Page 22: MAKALAH PAJAK

Catatan: *) Besaran upah harian yang terutang pajak penghasilan (PPh)

pasal 21 jika mengalami perubahan maka mengikuti perubahan yang

terbaru.

BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa:

1. Dengan adanya insentif atau keringanan pajak yang diberikan oleh

pemerintah, diharapkan dapat memberikan payung hukum untuk menguatkan

kerja sama badan nirlaba di bidang pendidikan dengan pihak lain. Ketentuan

tersebut sekaligus untuk menghindari pengelolaan pendidikan sebagai

investasi dan komersialisasi, sehingga penambahan dana pendidikan tidak lagi

mengandalkan iuran dari siswa atau mahasiswa.

2. Di tengah perdebatan atas kekuatiran semakin tidak terjangkaunya

biaya pendidikan dengan munculnya UU BHP ini, sebenarnya negara melalui

pemerintah dapat memberikan keringanan pajak (PPh, PPN, dan PBB) lebih

besar lagi kepada badan hukum pendidikan yang berbasis nirlaba. Hal ini dapat

dilakukan mengingat: (i) pentingnya pendidikan bagi kemajuan bangsa, (ii)

masih terbatasnya kucuran anggaran negara kita kepada bidang pendidikan,

serta (iii) status dari badan hukum pendidikan yang berbasis nirlaba, maka

sudah sewajarnya pemerintah tidak mengenakan pajak kepada badan hukum

pendidikan. Dengan tidak dikenakannya pajak atas badan hukum pendidikan,

diharapkan dapat meringankan biaya penyelenggaran pendidikan yang pada

gilirannya dapat mengurangi biaya pendidikan yang dibebankan kepada

peserta didik.

Page 23: MAKALAH PAJAK

DAFTAR PUSTAKA

http://maksumpriangga.com/pengertian-dasar-dan-ciri-ciri-pajak-definisi-pajak.html

http://maksumpriangga.com/fungsi-fungsi-dasar-pajak.html

http://organisasi.org/pengertian-pajak-langsung-dan-pajak-tidak-langsung-arti-

definisi-istilah-ekonomi-dasar-perpajakan

http://www.pajak.net/info/PPh23.htm

Gliksberg David, General Report of the Taxation of Non-Profit Organizations, International Fiscal Association (IFA), 1999, hal. 35.

Rowan Marva & Cerny Milton, Indian Tax Law Create Potential for Nonprofits, Tax Notes International, 2004, hal. 725.

Peraturan Menteri Keuangan nomor 154/PMK.03/2010 tanggal 31 agustus 2010 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain pasal 3 butir (1).

Undang-undang Republik Indonesia nomor 8 tahun 1983 terakhir dengan Undang-undang nomor 42 tahun 2009 tentang Perubahan ketiga atas Undang Undang nomor 8 tahun 1983 tentang PPN barang dan jasa dan PPnBM serta KMK/563/2003 tentang penunjukkan bendaharawan pemerintah untuk memnungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan PPnBM beserta tata cara pemungutan, penyetoran dan pelaporannya. 3 Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor KEP-382/PJ/2002 tentang pedoman pelaksanaan pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN dan PPNBm bagi pemungut PPN dan Pengusaha Kena Pajak Rekanan

Page 24: MAKALAH PAJAK