makalah psikologi komunikator dan psikologi pesan

32
Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang bertemakan “Psikologi Komunikator dan Psikologi Pesan”. Penulisan makalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Psikologi Komunikasi Universitas Riau. Dalam penulisan makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan penelitian ini, khususnya kepada : 1. Ibu Nurjanah selaku dosen pembimbing mata kuliah Psikologi Komunikasi yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam pelaksanaan bimbingan, pengarahan, dorongan dalam rangka penyelesaian penyusunan makalah ini 2. Rekan-rekan kelompok di kelas Psiklogi Komunikasi . Akhirnya kami berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin. Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki kami. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Upload: lingga-universitas-riau

Post on 18-Dec-2014

628 views

Category:

Education


45 download

DESCRIPTION

Bahan Makalah

TRANSCRIPT

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka kami

dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang bertemakan “Psikologi Komunikator dan

Psikologi Pesan”.

Penulisan makalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan

tugas mata kuliah Psikologi Komunikasi Universitas Riau. Dalam penulisan makalah ini kami

menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu

dalam menyelesaikan penelitian ini, khususnya kepada :

1. Ibu Nurjanah selaku dosen pembimbing mata kuliah Psikologi Komunikasi yang

telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam pelaksanaan bimbingan, pengarahan,

dorongan dalam rangka penyelesaian penyusunan makalah ini

2. Rekan-rekan kelompok di kelas Psiklogi Komunikasi .

Akhirnya kami berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada

mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai

ibadah, Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.

Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan

baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki kami.

Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan

pembuatan makalah ini.

Pekanbaru, 18 April 2014

Penulis

Pendahuluan

A.    Latar Belakang

Hubungan kita dengan orang lain akan menentukan kualitas hidup kita. Bila orang

lain tidak memahami gagasan anda, bila pesan anda menjengkelkan mereka, bila anda tidak

berhasil mengatasi masalah pelit karena orang lain menentang pendapat anda dan tidak mau

membantu anda, bila semakin sering anda berkomunikasi semakin jauh jarak anda dengan

mereka. Bila anda selalu gagal untuk mendorong orang lain bertindak. Anda telah gagal

dalam komunikasi. Komunikasi anda tidak efektif.

Ilustrasi, pada saat anda mengendarai sepeda motor / mobil tiba tiba anda menerobos

lampu merah,dan ada seseorang yg menghampiri anda mengenakan baju setelan berwarna

coklat,memakai topi, dan dikalungkannya pluit.Sesaat kemudian dia hormat kepada anda dan

menanyakan “ boleh saya lihat SIM / STNK anda “.Apa yang anda pikirkan tentang

seseorang yang menghampiri anda itu? mungkin dengan cepat anda berkesimpulan bahwa dia

adalah seorang POLISI.

Itulah psikologi komunikator. Artinya, untuk bisa dipercayai orang lain diperlukan

bukah saja bisa/dapat berbicara tetapi juga memerlukan ”penampilan” yang meyakinkan. He

doesn’t communicate what he says, he communicates what he is. Artinya ia tidak dapat

menyuruh pendengar hanya memperhatikan apa yang ia katakan. Pendengar juga akan

memperhatikan siapa yang mengatakan atau menyampaikan semua pesan-pesan tersebut.

Bahkan kadang-kadang unsur “siapa” ini lebih penting dari unsur “apa”. Memang pakaian

bukanlah segala-galanya, tetapi banyak teori psikologi yang mengatakan bahwa penampilan

akan membuat image lain bagi seseorang.

B.     Rumusan Masalah

1.      Bagaimana konsep Psikologi Komunikator?

2.      Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas Psikologi Komunikator?

3.      Apa yang dimaksud psikologi pesan?

4.      Apa saja karakteristik makna pesan dan karekter pesan dalam psikologi pesan?

PSIKOLOGI KOMUNIKATOR DAN PSIKOLOGI PESAN

Psikologi Komunikate (yang secara umum dicakup pada karakteristik manusia

komunikan), psikologi penerimaan dan pengolahan pesan (dalam system komunikasi

intrapersonal), dan psikologi media komunikasi (baik dalam konteks interpersonal maupun

konteks komunikasi massa). Lawsell menyebutkan komunikasi who says what in what

channel tho whom with what effect. Yang belum di uraikan ialah who says what. Whos says

kita ulas pada psikologi komunikator, dan What kita uraikan pada psikologi pesan.

I.   Psikologi Komunikator

Lebih dari 2000 tahun  yang lalu, Aristoteles menulis :

“Persuasi tercapai karena karakteristik personal pembicaranya, yang ketika ia

menyampaikan pembicaraannya kita menganggapnya dapat dipercaya. Kita lebih penuh dan

lebih cepat percaya pada orang-orang baik daripada orang lain : Ini berlaku umummnya

pada masalah apa saja          dan secara mutlak berlaku ketika tidak mungkin ada kepastian

dan pendapat terbagi. Tidak benar, anggapan sementara penulisa retorika bahwa kebaikan

personal yang di ungkapkan pembicara tidak berpengaruh apa-apa pada kekuatan

persuasinya; sebaliknya, karakternya  hampir bisa disebut sebagai alat persuasi yang paling

efektif yang dimilikinya”. (Aristoteles, 195:45)

Aristoteles menyebut karakter komunikator ini sebagai ethous. Ethous terdiri dari

pikiran baik, akhlak yang baik, dan maksud yang baik (good sense, good moral, character,

good will).

Pendapat Aristoteles ini diuji secara ilmiah 2300 tahun kemudian oleh Carl Hovland

dan Walter Weiss (1951). Mereka melakukan eksperimen pertama tentang psikologi

komunikator. Kepada sejumlah besar subjek disampaikan pesan tentang kemungkinan

membangun kapal selam yang digerakkan oleh tenaga atom (waktu itu, menggunakan energi

atom masih merupakan impian).

Hovland dan Weiss menyebut ethous ini credibility yang terdiri dari dua unsur :

Expertise (keahlian) dan trustworthiness (dapat dipercaya).Kedua komponen ini telah disebut

dengan istilah-istilah lain oleh ahli komunikasi yang berbeda. Untuk expertness, McCroskey

(1968) menyebutnya authoritativeness : Markham (1968) menamainya factor reliablelogical:

berlo, Lemert dan Mertz (1966) menggunakan Qualification. Untuk trusworthiness, peneliti

lain menggunakan istilah safety, character, atau evaluative factor. Kita tidak akan

mempersoalkan mana istilah yang benar. Semua kita sebut saja kredibilitas, tetapi kita tidak

hanya melihat pada kredibilitas sebagai factor yangb mempengaruhi efektifitas sumber.

Kita juga akan melihat dua unsure lainnya : atraksi komunikator (source

attractiviness) dan kekuasaan(source power). Seluruhnya-kredibilitas, atraksi dan kekuasaan-

kita sebut sebagai ethous (sebagai penghormatan pada aristoteles, psikologi komunikasi yang

pertama). Seluruhnya -kredibilitas, atraksi dan kekuasaan-, kita sebut sebagai ethous (sebagai

penghormatan kepada Aristoteles, psikolog komunikasi yang pertama). Dimensi-dimensi

ethous akan kita bicarakan pada bagian berikutnya.

I.a  Dimensi-Dimensi Ethos

Ethos diartikan sebagai sumber kepercayaan (source credibility) yang ditunjukkan

oleh seorang orator (komunikator) bahwa ia memang pakar dalam bidangnya, sehingga oleh

karena seorang ahli, maka ia dapat dipercaya.

Diatas telah kita uraikan bahwa ethos atau faktor-faktor yang mempengaruhi

efektifitas komunikator terdiri dari kredibilitas, atraksi, dan kekuasaan. Ketiga dimensi ini

berhubungan dengan jenis pengaruh sosial yang ditimbulkannya. Menurut Herbert C. Kelman

(1957) pengaruh komunikasi kita pada orang lain berupa tiga hal : internalisasi

(internalization), identifikasi (identification), dan ketundukan (compliance).

Dimensi ethos yang paling relevan di sini ialah kredibilitas, keahlian komunikator

atau kepercayaan kita pada komunikator. Identifikasi terjadi bila individu mengambil

perilaku yang berasal dari orang atau kelompok lain karena perilaku itu berkaitan dengan

hubungan yang mendefinisikan diri secara memuaskan (satisfying self-defining relationship)

dengan orang atau kelompok itu, hubungan yang mendefinisikan diri artinya konsep diri.

Dalam identifikasi, individu mendefinisikan peranannya sesuai dengan peran orang lain. “He

attempts to be like or actually to be the other person,” ujar Kelman. Ia berusaha seperti atau

benar-benar menjadi orang lain. Dengan mengatakan pa yang iakatakan, melakukan apa yang

ia lakukan, mempercayai apa yang ia percayai.individu mendefinisikan sesuai dengan yang

mempengaruhinya. Dimensi ethos yang paling relevan dengan identifikasi adalah atraksi

(attractiviness)–daya tarik komunikator.

Ketundukan (compliance) terjadi bila individu menerima pengaruh dari orang atau

kelompok lain karena ia berharap memperoleh reaksi yang menyenangkan dari orang atau

kelompok tersebut. Ia ingin mendapatkan ganjaran atau menghindari hukuman dari pihak

yang mempengaruhinya. Dalam ketundukan, orang menerima perilaku yang di anjurkan

bukan karena mempercayainya, tetapi Karena perilaku tersebut membantunya untuk

menghasilkan efek social yang memuaskan. Kredibilitas, Atraksi, dan kekuasaankan kita

perinci pada bagian berikutnya.

· Kredibilitas

Kredibilitas adalah seperangkat persepsi komunikate tentang sifat-sifat komunikator.

Dalam definisi ini terkandung dua hal :

1. Kredibilitas adalah persepsi komunikate, jadi tidak inheren dalam diri komunikator.

2. Kredibilitas berkenaan dengan sifat-sifat komunikator, yang selanjutnya akan kita

sebut sebagai komponen-komponen kredibilitas.

Karena kredibilitas itu masalah persepsi, kredibilitas berubah bergantung pada pelaku

persepsi (komunikate), topic yang dibahas dan situasi. Sekali lagi, kredibilitas tidak ada pada

diri komunikator, tetapi terletak pada persepsi komunikate. Oleh karena itu, ia dapat berubah

atau di ubah, dapat terjadi atau dijadikan. Misalnya, seorang dosen begitu didengar oleh

mahasiswanya, tetapi belum tentu di depan rektornya. Ini mengandung arti bahwa persepsi

mahasiswa dan persepsi rektor sangat berbeda, tergantung siapa yang memberikan persepsi

tersebut.

Hal-hal yang mempengaruhi persepsi komunikate tentang komunikator sebelum ia

berlakukan komunikasinya disebut prior ethos (Andersen,1972:82). Sumber komunikasi

memperoleh prior ethos karena berbagai hal, kita membentuk gambaran tentang diri

komunikator dari pengalaman langsung dengan komunikator itu atau dari pengalaman

wakilan (vicarious experiences), misalnya, karena sudah lama bergaul dengan dia dan sudah

mengenal integritas kepribadiannya atau karena kita sudah sering melihat atau mendengarnya

dalam media masa (ingat lagi, efek media massa dalam memberikan status). Boleh jadi kita

membentuk prior ethos komunikator dengan menghubungkannya pada kelompok rujukan

orang itu. Piror Ethos bisa terbentuk karena sponsor atau pihak-pihak yang mendukung

komunikator. Atau juga timbul karena petnjuk-petunjuk nonverbal yang ada pada diri

komunikator.

Pada satu kelompok dikatakan bahwa pembicara adalah hakim yang banyak menulis

masalah kenakalan remaja (kredibilitas tinggi), dan pada kelompoklain dilukiskan pembicara

sebagai pengedar narkotik (kredibilitas rendah). Keduannyaberbicara tentang perlunya

perlakuan yang lebih ringan terhadap remaja-remaja nakal.

Dengan membicarakan prior ethos kita mengisyaratkan factor waktu dalam

kredibilitas. Mungkin anda diperkenalkan sebagai orang pandai pada permulaan komunikasi.

Anda memiliki kredibilitas (Prior ethos).  Sedangkan intrinsic ethos di b entuk oleh topic

yang dipilih, cara penyampaian, teknik-teknik pengembangan pokok bahasan, bahasa yang

digun akan, dan organisasi pesan atau sistematika yang dipakai.

Kita sudah membicarakan kredibiltas sebagai persepsi. Lalu, apa saja yang merupakan

komponen-komponen kredibilitas ? Dua komponen kredibilitas yang paling penting adalah

keahlian dan kepercayaan. Keahlian adalah kesan yang dibentuk komunikate tentang

kemampuan komunikator dalam hubungannya dengan topik yang dibicarakan. Komunikator

yang dianggap rendah pada keahlian dianggap sebagai tidak berpengalaman, tidak tahu, atau

bodoh. Kepercayaan adalah kesan komunikate tentang komunikator yang berkaitan dengan

wataknya. Apakah komunikator di anggap jujur, tulus, bermoral, adil atau sopan ? Aristoteles

menyebutnya Good moral Character. Quintillianus menulis, A good man speek well; orang

baik berbicara baik.

Koehler, Annatol, dan Applbaum (1978: 144-147) menambahkan empat komponen

lagi :

1. Dinamisme

Komunikator memiliki dinamisme, bila ia dipandang sebagai bergairah, bersemangat,

aktif, tegas dan berani. Sebaliknya, komunikator yang tidak dinamis dianggap pasif, ragu-

ragu, lesu dan lemah. Dinamisme umumnya berkenaan dengan cara berkomunikasi. Dalam

komunikasi, dinamisme memperkokoh kesan keahlian dan kepercayaan

2. Sosialibiliti

Sosialbilitas adalah kesan komunikate tentang komunikator sebagai orang yang

periang dan senang bergaul.

3. Koorientasi

Koorientasi merupakan kesan komunikate tentang komunikator sebagai orang yang

mewakili kelompok yang kita senangi, yang mewakili nilai-nilai kita.

4. Karisma

Karisma digunakan untuk menunjukan suatu sifat luar biasa yang  dimiliki

komunikator yang menarik dan mengendalikan komunikate seperti magnet yang menarik

benda-benda disekitarnya.

· Atraksi

Atraksi (attractiveness) adalah daya tarik komunikator yang besumber dari fisik.

Seorang komunikator akan mempunyai kemampuan untuk melakukan perubahan sikap

melalui mekanisme daya tarik (fisik), misalnya, komunikator disenangi atau dikagumi yang

memungkinkan komunikate menerima kepuasan. Shelli Chaiken (1979), psikolog yang cantik

nan manis dari University of Massachusest, menelaah pengaruh kecantikan komunikator

terhadap persuasi dengan studi lapangan. Ia mengkritik penelitian laboratorium yang

meragukan pengaruh atraksi fisik, karena menghasilkan kesimpulan yang beraneka ragam.

Penelitian Laboratoris terlalu melebih-lebihkan daya tarik fisik, dan menjadikan mahasiswa

yang menjadi objek penelitian terpengaruh oleh penelitian untuk menjawab sesuai dengan

kehendak peneliti.

Atraksi fisik menyebabkan komunikator menarik, dan karena menarik ia memiliki

daya persuasive. Tetapi kita juga tertarik pada seseorang karena adanya beberapa kesamaan

antara dia dengan kita. Kalau begitu apakah komunikate akan lebih mudah menerima pesan

komunikator bila ia memandang banyak kesamaan di antara keduanya ?

Benar, kata Everett M.Rogers, setelah meninjau banyak penelitian komunikasi, ia

membedakan antara kondisi homophily dan heterophily. Pada kondisi pertama, komunikator

dan komunikate merasakan ada kesamaan dalam status sosial ekonomi, pendidikan, sikap dan

kepercayaan. Pada kondisi kedua, terdapat perbedaan status sosial ekonomi, pendidikan dan

kepercayaan antara komunikate dan komunikator. Komunikasi akan lebih efektif pada

kondisi homophily daripada kondisi heterophily. Rogert membuktikan pengaruh factor

kesamaan ini dari penelitian sosisologis. Serangkaian studi psikologis yang dilakukan

Stotland dkk, memperkuat teori Rogert. Karena itulah komunikator yang ingin

mempengaruhi orang lain sebaiknya memulai dengan menegaskan kesamaan antara dirinya

dengan komunikate. Kita dapat mempersamakan diri kita dengan komunikate dengan

menegaskan persamaan dalam kepercayaan, sikap, maksud, dan nilai-nilai sehubungan

dengan suatu persoalan.

Simons menerangkan mengapa komunikator yang dipersepsi memiliki kesamaan

dengan komunikate cenderung bekomunikasi lebih efektif :

· Pertama, kesamaan mempermudah proses penyandibalikan (decoding), yakni proses

menerjemahkan lambang-lambang yang diterima menjadi gagasan-gagasan.

· Kedua, kesamaan membantu membangun premis (putusan yang sudah diketahui) yang

sama. Premis yang sama membantu mempermusah proses deduktif. Ini berarti bila bila

kesamaan disposisisonal relevan dengan topik-topik persuasi, orang akan terpengaruh oleh

komunikator.

· Ketiga,kesamaan menyebabkan komunikate tertarik pada komunikator. Orang-orang

cenderung menyukai orang yang mempunyai kesamaan disposisional dengan kita. Karena

tertarik pada komunikator, kita akan  cenderung menerima gagasan-gsagasannya.

· Keempat, kesamaan menumbuhkan rasa hormat dan percaya pada komunikator. Namun

alasan ini belum bisa dibuktikan secara meyakinkan dalam berbagai penelitian.

· Kekuasaan

Kekuasaan adalah kemampuan menimbulkan ketundukan. Seperti kredibilitas dan

atraksi, ketundukan timbul dari interaksi antara komunikator dan komunikate. Kekuasaan

menyebabkan seorang komunikator dapat “memaksakan” kehendaknya kepada orang lain,

karena ia memiliki sumber daya yang sangat penting (critical resources). Berdasarkan sumber

daya yang dimilkinya, French dan Raven menyebutkan jenis-jenis kekuasaan. Klasifikasi ini

kemudian dimodifikasikan Raven (1974) dan menghasilkan lima jenis kekuasaan :

1. Kekuasaan Koersif (coersive power).

Kekuasaan koersif menunjukkan kemampuan komunikator untuk mendatangkan ganjaran atau

memberikan hukuman pada komunikate. Ganjaran dan hukuman itu dapat bersifat personal

(misalnya benci dan kasih sayang) atau impersonal (kenaikan pangkat atau pemecatan).

2. Kekuasaan Keahlian (expert power).

Kekuasaan ini berasal dari pengetahuan, pengalaman, keterampilan, atau kemampuan yang

dimiliki komunikator.

3. Kekuasaan Informasional (informasional power).

Kekuasaan ini berasal dari isi komunikasi tertentu atau pengetahuan baru yang dimiliki oleh

komunikator.

4. Kekuasaan Rujukan (referent power).

Disini komunikate menjadikan komunikator sebagai kerangka rujukan untuk menilai dirinya.

Komunikator dikatakan memiliki kekuasaan rujukan bila ia berhasil menanamkan kekaguman pada

komunikate, sehingga seluruh perilakunya diteladani.

5. Kekuasaan Legal (legitimate power).  

Kekuasaan ini berasal dari seperangkat peraturan norma yang menyebabkan komunikator

berwenang untuk melakukan suatu tindakan.

I.bPATHOS

Pathos diartikan sebagai “imbauan emosional (emitional appeals)” yang ditunjukkan

oleh seorang rhetor dengan menampilkan gaya dan bahasanya yang membangkitkan

kegairahan dengan semangat yang berkobar-kobar pada khalayak (Effendy, 1993:352).

Sejatinya, pathos ini perlu dimiliki oleh seorang ahli pidato (rethor) yang tercemin

dari gaya serta bahasanya yang mampu membangkitkan khalayak untuk tujuan-tujuan

tertentu. Indonesia memiliki Ir. Soekarno yang memiliki pesona dalam berbicara di depan

umum (publik). Semangat pergerakan untuk mengusir penjajah pada waktu itu, bukan

semata-mata ditentukan oleh ujung senjata, melainkan pula terletak diujung lidah. Retorika

yang baik akan sanggup “membius” khalayak untuk bersatu mengusir penjajah.

I.cLOGOS

Logos diartikan sebagai “imbauan logis (logical appeals) yang ditunjukkan oleh

seorang orator bahwa uraiannya masuk akal sehingga patut diikuti dan dilaksanakan oleh

khalayak (Effendy, 1993:352).

Sama halnya dengan pathos, logos pun perlu dimiliki oleh seorang orator/rethor.

Kahaayak akan mau dan “bersuka rela” mengikuti ajakan/anjuran komunikator apabila

pesannya disampaikan dengan uraiannya yang masuk akal,  dan dengan argumentasi yang

kuat. Tidak semua orang memiliki logos dalam setiap perkataan yang disampaikanya.

Mungkin ada orang yang cenderung meiliki pathos daripada logos atau sebaliknya. Ada satu

mitos yang mungkin anda bisa percaya atau tidak: “selain kematian, hal lain yang

menakutkan adalah berbicara di depan umum”. Namun bagi seorang komunikator “ulung”

yang melengkapi dirinya dengan ethos, pathos dan logos, hal itu tidak berlaku.

II. Psikologi Pesan

Seorang Psikolinguistik dari Rockefeller University, George A. Miller pernah menulis

“Kini ada seperangkat perilaku yang dapat megedalikan pikiran dan tindakan orang

lai secara perkasa. Teknik pengendalian ini dapat menyebabkan Anda melakukan sesuatu

yang tidak terbayangkan. Anda tidak dapat melakukannya tanpa adana teknik itu. Teknik itu

dapat mengubah pendapat dan keyakinan, dapa digunakan untuk menipu anda dapat

membuat anda gembira dan sedih, dapat memasukkan gagasan-gagasan baru ke dalam

kepala Anda, dapat membuat anda menginginkan sesuatu yang tidak Anda miliki. Anda pun

bahkan dapat menggunakannya untuk mengendalikan diri Anda sendiri. Teknik ini adalah

alat yang luar biasa perkasanya dan dapat digunakan untuk apa saja.” (miller, 1974: 4)

Teknik ini tidak ditemukan oleh psikolog, tidak berasal dari pemberian mahluk halus,

tidak juga diperoleh secara para psikologis atau lewat ilmu klenik. Teknik ini telah dimiliki

bahasa. Dengan bahasa, yang merupakan kumpulan kata-kata, anda dapat mengatur perilaku

orang lain.

Manusia mengucapkan kata-kata dan kalimat dengan cara-cara tertentu. Setiap cara

berkata memberikan maksud tersendiri. Cara-cara ini kita sebut paralinguistic. Akan tetapi,

manusia juga menyampaikan pesan dengan cara-cara lai selain dengan bahasa, misalnya

dengan isyarat; ini disebut pesan ekstralinguistik. Pesan paralinguistik dan ekstralinguistik

akan kita uraikan dalam satu bagian yang kita sebut Pesan nonverbal. Selanjutnya kita akan

membicarakan struktur dan imbauan pesan.

II.a   Pesan Linguistik

Ada dua cara mendefinisikan bahasa : fungsional dan formal. Definisi fungsional

melihat bahasa dari segi fungsinya, sehingga bahasa diartikan sebagai “alat yang dimiliki

bersama untuk mengungkapkan gagasan” (socially shared means for expressing ideas).

Definisi formal menyatakan bahasa sebagai semua kalimat yang terbayangkan, yang dapat

dibuat menurut peraturan tata bahasa (all the conceivable sentences that could be generated

according to the rules of its grammar).

Tata bahasa meliputi tiga unsur : fonologi, sintaksis, dan semantic. Menurut George

A.Miller (1974:8), untuk mampu menggunakan bahasa tertentu, kita harus menguasai ketiga

tahap pengetahuan bahasa di atas, di tambah dua tahap lagi.

· Pada tahap pertama, kita harus memiliki informasi fonologis tentang bunyi-bunyi  dalam

bahasa itu.

· Tahap Kedua, Kita harus memiliki pengetahuan sintatsis tentang cara pembentukan kalimat.

· Tahap ketiga, kita harus mengetahui secara leksikal arti kata atau gabungan kata-kata.

· Pada tahap keempat, tinggal kita dan dunia yang kita bicarakan.

· Tahap kelima kita harus mempunyai semacam system kepercayaan untuk menilai apa yang

kita dengar.

· Bagaimana kita dapat berbahasa ?

Penemuan Victor menunjukan bahwa bila dipisahkan dari lingkungan manusia,

seorang anak tidak memiliki kemampuan bicara. Sebaliknya, kita melihat anak yang

dibesarkan didalam masyarakat manusia, pada usia 4 tahun sudah bisa berdialog denga

kawan-kawannya dalam bahasa ibunya. Dalam berbahasa, Psikologi membagi kedalam 2

teori yaitu : teori belajar dari behaviorisme dan teori naratisme dari Noam Chomsky.

Menurut teori belajar, anak-anak memperoleh pengetahuan bahasa melalui tiga

proses : asosiasi, imitasi, dan peneguhan. Asosiasi berarti melazimkan suatu bunyi dengan

obyek tertentu. Imitasi berarti menirukan pengucapan dan struktur kalimat yang didengarnya.

Peneguhan dilaksudkan sebagai ungkapan kegembiraan yang dinyatakan ketika anak

mengucapkan kata-kata yang benar. Psikolog dari Harvad, B.F.Skinner menerapkan ketiga

prinsip ini ketika ia menjelaskan tiga macam respons yang terjadi pada anak-anak kecil, yang

disebutnya sebagai respons mand, tact, dan echoice.      Respons mand dimulai ketika anak-

anak mengeluarkan bunyi sembarangan. Respons tact terjadi bila anak menyentuh objek,

kemudian secara sembarangan ia mengeluarkan bunyi. Respons echoic terjadi ketika anak

menirukan ucapan orang tuanya dalam hubungan dengan stimuli tertentu.

Menurut ahli bahasa dari Massachuset Institute Technology ini, teori belajar hanyalah

“play acting at sicience”, suatu penjelasan yang sama sekali tidak tepat tetapi dibungkus

dengan istilah-istilah yang bernada ilmiah.

Menurut Chomsky, setiap anak mampu menggunakan suatu bahasa karena adanya

pengetahuan bawaan (preexistent knowledge) yang telah deprogram secara genetic dalam

otak kita. Teori perkembangan mental dari Jean Piaget memperkuat teori Chomsky dengan

menunjukkan adanya struktur universal yang menimbulkan pola berpikir yang sama pada

tahap-tahap tertentu pada perkembangan mental anak-anak.

· Bahasa dan Proses Berpikir

Secara singkat teori ini dapat disimpulkan bahwa pandangan kita tentang dunia

dibentuk oleh bahasa ; dan karena bahasa berbeda, pandangan kita tentang dunia pun berbeda

pula. Secara selektif, kita menyaring data sensori yang masuk seperti yang telah deprogram

oleh bahasa yang kita pakai. Dengan begitu masyarakat yang menggunakan bahasa yang

berbeda hidup dalam dunia sensori yang berbeda pula.

Dalam hubungannya dengan berpikir, konsep-konsep dalam suatu bahasa cenderung

menghambat atau mempercepat proses pemikiran tertentu. Ada bahasa yang dengan mudah

dapat dipergunakan untuk memikirkan masalah-masalah filsafat, tetapi ada juga bahasa yang

sukar dipakai bahkan untuk memecahkan masalah-masalah matematika yang sederhana.

Bahasa memungkinkan kita menyandi (code) peristiwa-peristiwa dan objek-objek

dalam bentuk kata-kata. Dengan bahasa kita mengabstraksikan pengalaman kita, dan yang

lebih penting mengkomunikasikan kepada orang lain. “pemikiran yang tinggi bergantung

pada manipulasi lambing,” kata Morton Hunt (1982:227),” dan walaupun lambang-lambang

nonlonguistik seperti matematika dan seni sudah canggih, lambang-lambang itu sempit.

Sebaliknya, bahasa merupakan pemikiran. Bahasa adalah prasyarat kebudayaan, yang tidak

dapat tegak tanpa itu dengan sistem lambang yang lain. Dengan bahasa, kita, manusia,

mengkomunikasikan kebanyakan pemikiran kita kepada orang lain dan menerima satu sama

lain hidangan pikiran (food for thought).

· Kata-kata dan Makna

Konsep makna telah menarik menarik perhatian komunikasi, psikologi, sosiologis,

antropologis, dan linguistic. Banyak antara makna penjelasan tentang makna terlalu kabur

dan spekulatif kata Jerold katz (1973:42). Brodbeck (1963) memenjernihkan pembicaraan

dengan membagi makna pada tiga corak.

· Makna yang pertama adalah makna inferensial, yakni makna satu kata (lambang)

adalah objek, pikiran, gagasan, konsep yang dirujuk oleh kata tersebut. Dalam uraian Ogden

dan Richards (1946), proses pemberian makna (reference process) terjadi ketika kita

menghubungkan lambang dengan yang ditunjukkan lambang (disebut rujukan atau referent).

Satu lambang dapat menunjukkan banyak rujukan.

· Makna yang kedua menunjukkan arti (significance) suatu istilah sejauh dihubungkan

dengan konsep-konsep lain. Fisher memberi contoh dengan kata pholigoston. Kata ini dahulu

dipakai untuk menjelaskan proses pembakaran. Benda bernyala Karena ada pholigoston.

Kini, setelah ditemukan Oksigen, pholigoston tidak berarti lagi.

· Makna ketiga adalah makna intensional, yakni makna yang dimaksud oleh seorang

pemakai lambang. Makna ini tidak dapat divalidasi secar empiris atau dicari rujukannya.

Kesamaan makna karena kesamaan pengalaman masa lalu atau kesamaan struktur

kognitif disebut isomorfisme, isoformisme terjadi bila komunikan-komunikan berasal dari

budaya yang sama, status sosial yang sama, pendidikan yang sama, ideology yang sama ;

pendeknya, mempunyai sejumlah maksimal pengalaman yang sama. Pada kenyataannya tidak

ada isoformisme total. Selalu tersisa ada makna perorangan.

· Teori General Semantics

Bahasa adalah alat penyandian, tetapi alat yang tidak begitu baik, kata pengikut

general semantics. General semantics tidak menjelaskan proses penyandian, tetapi ia

menujukkan karakteristik bahasa yang mempersulit proses ini. Peletak dasar teori ini adalah

Alferd Korzybski, pemain pedang, insinyur, spion, pelarian, ahli matematika, psikiater, dan

akhirnya ahli bahasa.

Korzybski melambangkan asumsi dasar teori general semantics : bahasa seringkali

tidak lengkap mewakili kenyataan; kata-kata hanya menangkap sebagian saja aspek

kenyataan. Berikut ini nasihat Korzybski, dua bersifat perintah dan dua larangan.

1)      Berhati-hati dengan Abstraksi

Bahasa menggunakan Abstraksi. Abstraksi adalah proses memilih unsur-unsur realitas

untuk membedakannya dari unsur-unsur yang lain. Kata-kata yang digunakan berada pada

tingkat abstraksi yang bermacam-macam. Abstraksi menyebabkan cara-cara penggunaan

bahasa yang tidak cermat. Tiga buah diantaranya adalah: dead level abstracting, undue

identification, Two-valued evaluation. Abstraksi kaku, terjadi bila kita berhenti pada tingkat

abstraksi tertentuTwo-valued evaluation, penilaian dua nilai, pemikiran kalu begini begitu

ialah kecenderungan menggunakan hanya dua kata untuk melukiskan keadaan.

2)      Berhati-hati dengan Dimensi Waktu

Bahasa itu statis, sedangkan realitas itu dinamis. Umtuk mengatasi ini general

semantics merekomendasikan dating(penanggalan).

3)      Jangan Mengacaukan Kata dengan Rujukannya

Hubungan antara kata dengan rujukannya tidak semena-mena. Kata itu bukan rujukan,

kata hanya mewakili rujukan. Karena kita sering mengacaukan kata dengan rujukan, kita juga

cenderung menganggap orang lain mempunyai rujukan yang sama untuk kata-kata yang kita

ucapkan.

4)      Jangan Mengacaukan Pengalaman dengan Kesimpulan

Ketika melihat fakta, kita membuat pernyataan untuk melukiskan fakta itu.

Pernyataan itu kita sebut sebagai pengalaman. Kita menarikkesimpulan itu. Pernyataan itu

kita sebut pengamata. Kita menarik kesimpulan bila menghubungkan hal-hal yang diamati

dengan sesuatu yang tidak teramati. Dalam pengamatan kita menghubungkan lambang

dengan rujukan. Dalam kesimpulan kita menggunakan pemikiran. Pengamatan dapat diuji,

diverifikasi karena itu menggunakan kata-kata abstraksi rendah. Penyimpulan tidak dapat

diuji secara empiris karena itu menggunakan kata-kata berabstraksi tinggi.

II.b   Pesan Nonverbal

Orang mengungkapkan penghormatan kepada orang lain dengan cara yang

bermacam-macam. Orang Arab menghormati orang asing dengan memeluknya. Orang-orang

Polinesia menyalami orang lain dengan saling memeluk dan mengusap punggung. Orang

Jawa menyalami orang yang dihormatinya dengan sungkem, Orang Jawa duduk bersial

menyambut kedatangan orang yang mulia; orang belanda malah berdiri tegak. Tepuk tangan,

pelukan, usapan, duduk, dan berdiri tegak adalah pesan nonverbal yang menerjemahkan

gagasan, keinginan, atau maksud yang terkandung dalam hati kita.

· Fungsi Pesan Nonverbal

Betapapun kekurangannya-seperti disindir Korzybski dan kawan-kawan-bahasa telah

sanggup menyampaikan informasi kepada orang lain. Dalam hubungannya dengan bahasa,

mengapa pesan nonverbal masih dipergunakan? Apa fungsi peran nonverbal?Mark L.Knapp

(1972:9-12) menyebutkan lima fungsi nonverbal 1.) Refetisi-mengulang kembali gagasan

yang sudah disajikan secara verbal. Misalnya, setelah saya menjelaskan penolakansaya, saya

menggelengkan kepala berkali-kali,(2) Subtitusi-menggantikan lambang-lambang verbal.

Misalnya, tanpa sepatah katapun anda berkata. Anda dapat menunjukkan persetujuan denagn

mengangguk-angguk, (3) Kontradiksi-menolak pesan verbal atau memberikan makna yang

lain terhadap pesan verbal. Misalnya, anda memang hebat, (4) Komplemen- melengkapi dan

memperkaya makna pesan nonverbal. Misalnya, air muka anda menunjukkan tingkat

penderitaan yang tidak terungkap dengan kata-kata,(5) Aksentuasi- menegaskan pesan verbal

atau menggarisbawahinnya. Misalnya, anda mengungkapkan betapa jengkelnya anda dengan

memukul mimbar.

II.c Organisasi, Struktur, dan Imbauan Pesan

Aristoteles, dalam buku klasik tentang komunikasi De Arte Rhetorica, menerangkan

peranan taxsis dalam memperkuat efek pesan persuasive. Yang dimaksud dengan taxsis

adalah pembagian atau rangkaian penyusunan pesan. Ia menyarankan agar setiap

pembicaraan disusun menurut urutan: pengantar, pertanyaan, argument, dan kesimpulan.

Pada tahun 1952, Beighley meninjau kembali berbagai penelitian yang ,membandingkan efek

pesan yang tersusun dengan pesan yang tidak tersusun. Ia menemukan bukti yang nyata yang

menunjukkan bahwa pesan yang diorganisasikan dengan baik lebih mudah dimengerti dari

pada pesan yang tidak tersusun dengan baik.

Alan H.Monroe pada akhir tahun 1930-an. Menyarankan lima langkah dalam

penyusunan pesan :

1)      attention (perhatian)

2)      need (kebutuhan)

3)      satisfaction (pemuasan)

4)      visualization (visualisasi)

5)      action (tindakan)

Jadi, bila anda ingin mempengaruhi orang lain,rebutlah lebih dahulu perhatiannya,

selanjutnya bangkitkan kebutuhannya, berikan petunjuk bagaimana cara memuaskan

kebutuhan itu, gambarkan dalam pikirannya keuntungan dan kerugian apa yang akan

diperolehnnya bila ia menerapkan atau tidak menerapkan gagasan anda, dan akhirnya

doronglah dia untuk bertindak.

· Sturuktur Pesan

Bayangkan Anda harus menyampaikan informasi di hadapan khalayak yang tidak

sefaham dengan anda. Anda harus menentukan apakah bagian penting dari argumentasi anda

yang harus didahulukan atau bagian yang kurang penting. Ataukah kita harus membiarkan

hanya argument-argument yang menunjang kita saja atau harus membicarakan yang pro dan

kontra sekaligus.untuk menjawab sekaligus pertanyaan yang pertama banyak penelitian telah

dilakukan disekiotar konsep primacy-recency. Koehler et al.(1978:170-172), dengan

mengutip Cohen, menyebutkan kesimpulan peneliotian tersebut sebagai berikut:

1) Bila pembicara menyajikan dua sisi persoalan (yang pro dan kontra), tidak ada

keuntungan untuk berbiacara yang pertama, karena berbagai kondisi(waktu, khalayak, tempat

dan sebagainnya) akan menentukan pembicara yang paling berpengaruh..

2) Bila pendengar secara terbuka memihaksatu sisi argument, sisi yang lain tidak

mungkin mengubah posisi mereka. Sikap nonkompromistis ini mungkin timbul karena

kebutuhan untuk mempertahankan harga diri. Mengubah posisi akan  membuat orang

kelihatan tidak konsisten, mudah dipengaruhi dan bahkan tidak jujur.

3) Jika pembicara menyajiakan dua sisi persoalan, kita biasanya lebih mudah

dipengaruhi oleh sisi yang disajikan lebih dahulu. Jika ada kegiatan diantara penyajian, atau

jika kita diperingati oleh pembicara tentang kemungkinan disesatkan orang, maka apa yang

dikatakan terakhir akan lebih banyak memberikan efek. Jika pendengar tidak tertarik pada

subjek pembicaraan kecuali setelah menerima informasi tentang hal itu, mereka akan sukar

mengingat dan menerapkan informasi tersebut. Sebaliknya, jika mereka sudah tertarik pada

suatu persoalan , mereka akan mengigatnya baik-baik dan menerapkannya.

4) Perubahan sikap lebih sering terjadi jika gagasan yang dikehendaki. Atau yang

diterima disajikan sebelum gagasan yang kurang dikehendaki. Jika pada awal penyajian,

komunikator menyampaikan gagasan yang menyenagkan kita, kita akan cenderung dan

memperhatikan dan menerima pesan-pesan berikutnya. Sebaliknya, jika ia memulai dengan

hal-hal yang tidak menyenagkan kita, kita akan menjadi kristis dan cenderung menolak

gagasan berikutnya, betapapun baiknya.

5) Urutan pro-kon  efektif fari pada urutan kon-pro bila digunakan oleh sumber yang

memiliki otoritas dan dihormati oleh khalayak.

6)  Argumen yang terakhir didengar akan lebih efektif bila ada jangka waktu cukup

lama di antara dua pesan, dan pengujian segera terjadi setelah pesan kedua.

· Imbauan Pesan (Message Appeals)

Bila pesan-pesan kita dimaksudkan untuk mempengaruhi orang lain maka kita harus

menyentuh motif yang menggerakan atau mendorong prilaku komunikate. Dengan perkataan

lain, kita secara psikologis mengimbau khalayak untuk menerima dan melaksanakan gagasan

kita. Dalam uraian kita yang terakhir ini, kita akan membicarakan imbauan rasional, imbauan

emosional, imbauan takut, imbauan ganjaran dan imbauan motivasional. Imbauan rasional

didasarkan pada anggapan bahwa manusia pada dasarnya makhluk rasional yang baru

bereaksi pada imbauan rasional, bila imbauan rasional tidak ada. Menggunakan imbauan

rasional artinya menyakinkan orang lain dengan pendekatan logis atau penyajian bukti-bukti.

Imbauan emosional menggunakan persyaratan –persyaratan atau bahasa yang

menyentuh emosi komunikate. Imbauan takut menggunakan pesan yang mencemaskan,

mengancam, atau meresahkan. Imbauan ganjaran menggunakan rujukan yang menjanjikan

komunikate sesuatu yang mereka perlukan atau yang menjanjikan komunikate Sesuatu yang

mereka perlukan atau yan mereka inginkan. Imbauan motivasional menggunakan imbauan

motif (motive appeals) yang menyentuh kondisi intern dalam diri manusia.

KESIMPULAN

Dalam konsep psikologi komunikator, proses komunikasi akan sukses apabila berhasil

menunjukkan source credibility atau menjadi sumber kepercayaan bagi komunikan.

Pengaruh komunikasi kita pada orang lain, sebagaimana dikemukakan oleh Herbert C.

Kelman berupa 3 hal, yaitu : Internalisasi, Identifikasi, dan Ketundukan (compliance)

Dalam ilmu psikologi pesan terdapat konsep yang berupa teknik pengendalian

perilaku orang lain yang disebut bahasa. Dengan bahasa yang merupakan kumpulan kata,

komunikator dapat mengatur perilaku komunikate (orang lain). Berbicara atau berkomunikasi

dengan menggunakan bahasa. Dan selanjutnya, bahasa adalah pesan dalam bentuk kata-kata

dan kalimat, yang disebut pesan linguistik.

Pesan merupakan salah satu unsur yang penting dalam berkomunikasi, sehingga

makna dari pesan itu sendiri memperlancar interaksi social antar manusia. Sementara tujuan

dari komunikasi akan tercapai bila makna pesan yang disampaikan komunikator sama dengan

makna yang diterima komunikan. Maka untuk mencapai tujuan itu, pesan yang disampaikan

biasanya diungkapkan melalui perpaduan antara pesan verbal dan nonverbal

Karaketristik makna pesan meliputi : 1) makna ditentukan oleh komunikator, 2). Makna

yang disampaikan lewat pesan verbal dan nonverbal tidak lengkap, 3). Makna bersifat unik,

4) Makna mencakup makna denotatif dan konotatif, 5) Makna harus didasarkan pada konteks.

Daftar Pustaka

Rakhmat , Jalaluddin (2001). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Effendy, Onong Uchjana (2006). Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Artikel : Anugrah, Dadan (2008). Komponen-Komponen Psikologi Komunikator . Jakarta: Universitas Mercu Buana. From http://pksm.mercubuana.ac.id

http://primzmoduls.blogspot.com/2010/04/psikologi-komunikator.html, 11/05/12

Effendy, Onong Uchjana Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1993) hal. 352

Contoh dikutip dari http://primzmoduls.blogspot.com/2010/04/psikologi-komunikator.html ; diakses pada 11/05/12 18:42

Dikutip dari http://primzmoduls.blogspot.com/2010/04/psikologi-komunikator.html ; diakses pada 11/05/12 19:07

Effendy, Onong Uchjana Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1993) hal. 352 (Di ambil dari Artikel : Dadan Anugrah, M.Si ; Komponen-Komponen Psikologi Komunikator ; 2008 ;Univ. Mercu Buana)

Muhammad, Arni, Komunikasi Organisasi, Jakarta : Bumi Aksara, 2000Syam, Nina, Psikologi Sebagai AkarIlmu Komunikasi, Bandung : Simbiosa Rekatama Media, 2011Liliweri, Alo, Dasar-Dasar Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2003.Mulyana, Deddy, Ilmu Komunikasi : Suatu Pengantar, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2007.

http://jurusankomunikasi.blogspot.com/2009/04/apa-itu-psikologi-komunikasi.html

http://belajar-komunikasi.blogspot.com/2011/02/psikologi-komunikator.html

Nina W. Syam, Psikologi Sebagai Akar Komunikasi (Bandung: Simbiosa Rekatama Media,

2011), hal.

http://belajar-komunikasi.blogspot.com/2011/02/psikologi-komunikator.html

http://semutmanis.wordpress.com/2009/10/30/psikologi-pesan-komunikasi/

Liliweri, Alo, Dasar-Dasar Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2003,

hal, 78

Psikologi Komunikator dan Psikologi Pesan

Disusun Oleh:

Kelompok 9

Elga Megri Tamar

Ratih Yuswita Sari

Windi Pradini

Nestina

Maria Laura Sitinjak

Novetra Pulko

Wahyu Fajar

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS RIAU

2014