makalah semprof

10
 Pembukaan Tujuan pendidikan yang dituangkan dalam UU mengenai Sistem Pe ndidikan Nasional No 20 tahun 2003 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan berbudi luhur, memiliki keterampilan dan kesehatan jasmani serta rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung  jawab kemasya rakatan dan kebang saan, belum menjamin sep enuhnya dalam tantang an global di masa depan. Memerlukan rekonstruksi untuk memperbaiki sistem pendidikan yang baik untuk menciptakan masa depan yang berguna untuk bangsa dan negara. Pendidikan untuk difabel merupakan salah satu kajian yang perlu diperhatikan lebih oleh pemerintah dalam hal ini sebagai stakeholder utama untuk penunjang pendidikan di Indonesia. Hak pendidikan bagi difabel adalah sama dengan hak pendidikan orang kebanyakan. Mereka berhak untuk bersekolah di sekolah unggulan, mengembangkan minat dan bakat yang mereka miliki. Seperti dalam Undang-Undang mengenai penyandang cacat yaitu setiap penyandang cacat mempunyai kesamaan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan pada satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya. Sehingga jelas dikatakan bahwa penyandang cacat memiliki kesamaan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan, untuk menuai kehidupan masa depan yang mandiri untuk diri dan lingkunganny a. Model pendidikan untuk penyandang disabilitas pada saat ini terdapat dalam tiga model yaitu sekolah luar biasa, sekolah reguler dan sekolah inklusif yang menjadi fokus pelayanan dari pemerintah. Ketiga model yang diciptakan untuk mempermudah kaum difabel mendapatkan aksesibilitas dalam mendapatkan pendidikan. Aksesibilitas sistem pendidikan dapat dilihat dari dua aspek yaitu material dan non-material. Aspek material yaitu aspek yang berbentuk fisik meliputi bangunan-bangunan dan fasilitas lainnya. Sedangkan aspek non- material dapat berupa penumbuhan lingkungan yang mengerti serta mendukung aksesibilitas sistem pendidikan untuk difabel. Selain fasilitas, masalah lain yang perlu segera ditangani adalah perlakuan terhadap mahasiswa difabel. Tetapi dalam pencapaiannya belum sesempurna apa yang terdapat dalam kebijakan pemerintah. Jumlah penyandang cacat di Indonesia sesuai sensus tahun 1998 sebanyak 1.793.118 orang, sedangkan menurut WHO jumlah penyandang cacat diperkirakan 10 persen dari jumlah penduduk. Tetapi dari hasil Random Survey yang diselenggarakan oleh

Upload: muhamad-rizal-ashari

Post on 18-Jul-2015

134 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: MAKALAH SEMPROF

5/16/2018 MAKALAH SEMPROF - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-semprof 1/10

Pembukaan

Tujuan pendidikan yang dituangkan dalam UU mengenai Sistem Pendidikan

Nasional No 20 tahun 2003 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan

manusia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan berbudi luhur, memiliki keterampilan

dan kesehatan jasmani serta rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung

 jawab kemasyarakatan dan kebangsaan, belum menjamin sepenuhnya dalam tantangan global

di masa depan. Memerlukan rekonstruksi untuk memperbaiki sistem pendidikan yang baik 

untuk menciptakan masa depan yang berguna untuk bangsa dan negara.

Pendidikan untuk difabel merupakan salah satu kajian yang perlu diperhatikan lebih

oleh pemerintah dalam hal ini sebagai stakeholder utama untuk penunjang pendidikan di

Indonesia. Hak pendidikan bagi difabel adalah sama dengan hak pendidikan orang

kebanyakan. Mereka berhak untuk bersekolah di sekolah unggulan, mengembangkan minat

dan bakat yang mereka miliki. Seperti dalam Undang-Undang mengenai penyandang cacat

yaitu setiap penyandang cacat mempunyai kesamaan kesempatan untuk mendapatkan

pendidikan pada satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan sesuai dengan jenis dan derajat

kecacatannya. Sehingga jelas dikatakan bahwa penyandang cacat memiliki kesamaan

kesempatan untuk mendapatkan pendidikan, untuk menuai kehidupan masa depan yang

mandiri untuk diri dan lingkungannya.

Model pendidikan untuk penyandang disabilitas pada saat ini terdapat dalam tiga

model yaitu sekolah luar biasa, sekolah reguler dan sekolah inklusif yang menjadi fokus

pelayanan dari pemerintah. Ketiga model yang diciptakan untuk mempermudah kaum difabel

mendapatkan aksesibilitas dalam mendapatkan pendidikan. Aksesibilitas sistem pendidikan

dapat dilihat dari dua aspek yaitu material dan non-material. Aspek material yaitu aspek yang

berbentuk fisik meliputi bangunan-bangunan dan fasilitas lainnya. Sedangkan aspek non-material dapat berupa penumbuhan lingkungan yang mengerti serta mendukung aksesibilitas

sistem pendidikan untuk difabel. Selain fasilitas, masalah lain yang perlu segera ditangani

adalah perlakuan terhadap mahasiswa difabel.

Tetapi dalam pencapaiannya belum sesempurna apa yang terdapat dalam kebijakan

pemerintah. Jumlah penyandang cacat di Indonesia sesuai sensus tahun 1998 sebanyak 

1.793.118 orang, sedangkan menurut WHO jumlah penyandang cacat diperkirakan 10 persen

dari jumlah penduduk. “Tetapi dari hasil Random Survey yang diselenggarakan oleh

Page 2: MAKALAH SEMPROF

5/16/2018 MAKALAH SEMPROF - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-semprof 2/10

Departemen Sosial (Depsos) tahun 1978, jumlah penyandang cacat di Indonesia 3,11 persen

dari jumlah penduduk," kata Direktur Bina Pelayanan Rehabilitasi Sosial PACA Depsos Drs

Suharno.

Sedangkan untuk jumlah anak berkebutuhan khusus menurut BPS pada 2010 di

Indonesia ada 1,48 juta atau 0,7 persen dari jumlah penduduk. Pada usia sekolah, 5-18 tahun,

ada 21,42 persen, atau 317.016 anak. ABK yang sudah memeroleh layanan pendidikan baik 

di sekolah maupun inklusif baru 28.897 atau 26,15 persen. Data itu menunjukkan terdapat

234.119 atau 73,85 persen Anak Berkebutuhan Khusus di Indonesia yang belum sekolah.

Menurut Prof Suyanto PhD, Dirjen Mandikdasmen ( Direktorat Jenderal Manajemen

Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Pendidikan). Pada periode mei 2011 Jumlah

anak berkebutuhan khusus di Indonesia sudah mencapai angka 1,5 juta anak. Jumlah tersebut

telah mencapai 0,7 persen dari total jumlah penduduk Indonesia, artinya dalam 1.000

penduduk terdapat 7 anak berkebutuhan khusus. Data dari BPS menunjukkan bahwa dari

 jumlah 1,5 juta anak itu terdapat 317.016 anak berkebutuhan khusus yang berada dalam usia

sekolah. Sebanyak 28.897 anak berkebutuhan khusus itu telah memperoleh fasilitas

pendidikan, baik di sekolah luar biasa maupun di sekolah inklusi.

Untuk itu, kami mahasiswa Ilmu Kesejahteraan Sosial Universitas Padjadjaran, akan

membahas lebih lanjut mengenai pendidikan untuk penyandang disabilitas di Indonesia, yang

akan kami rangkai menjadi satu  – kesatuan dalam makalah ini, dan akan mencoba memberi

rekomendasi solusi dari setiap kejanggalan yang terjadi. Adapun beberapa kajian yang akan

kami bahas, meliputi :

1.  Fenomena pendidikan luar biasa di Indonesia

2.  Peraturan mengenai pendidikan luar biasa di Indonesia

3.  Sekolah Luar Biasa dan Sekolah Inklusif untuk kaum difabel di Indonesia

4.  Model yang ditawarkan untuk pendidikan luar biasa di Indonesia

Page 3: MAKALAH SEMPROF

5/16/2018 MAKALAH SEMPROF - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-semprof 3/10

Fenomena Pendidikan Luar Biasa

Setiap warga negara memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan. Seperti tertuang

dalam UU No. 2 tahun 1989 pasal 5 bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama

untuk memperoleh pendidikan. Dengan demikian orang-orang yang menderita cacat atau

kelainan juga mendapatkan perlindungan hak. Seperti tertuang pada pasal 8 ayat (1) UU No.

2 tahun 1989 disebutkan bahwa warga negara yang memiliki kelainan fisik dan atau mental

berhak memperoleh Pendidikan Luar Biasa (PLB).

Dalam Encyclopedia of Disability (2006:257) tentang pendidikan luar biasa

dikemukakan sebagai berikut: “Special education means specifically designed instruction to

meet the unique needs of a child with disability”. Pendidikan luar biasa berarti pembelajaranyang dirancang secara khusus untuk memenuhi kebutuhan yang unik dari anak dengan

kelainan. PLB bertujuan membantu peserta didik yang menyandang kelainan fisik, mental

atau keduanya agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagai

pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan

lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan dalam

dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjutan. Jenis kelainan peserta didik berdasarkan PP

RI No. 27 tahun 1991 tentang PLB disebutkan yaitu terdiri atas kelainan fisik yang meliputi

tuna netra, tuna rungu, tuna daksa. Kelainan mental yang meliputi tuna grahita ringan, tuna

grahita sedang, kelainan perilaku yaitu tuna laras atau gabungan diataranya.

Di Indonesia, mereka yang menderika kelainan tersebut dididik dalam satuan

pendidikan luar biasa yang berbentuk TK Luar Biasa, SD Luar Biasa, SLTP Luar Biasa, SM

Luar Biasa atau bentuk lain seperti sekolah inklusi. Stainback dan Stainback (1990)

mengemukakan bahwa sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung semua siswa

(normal dan berkelainan) di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan

yang layak, menantang, tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa.

Sedangkan Sekolah Luar Biasa (SLB) adalah sebuah lembaga pendidikan formal yang

melayani pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Sebagai lembaga pendidikan SLB

dibentuk oleh banyak unsur yang diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan, yang proses

intinya adalah pembelajaran bagi peserta didik. Perbedaan sekolah inklusi dan SLB yang

paling mencolok adalah pada peserta didiknya. Sekolah inklusi menggabungkan Anak 

Berkebutuhan Khusus (ABK) dengan anak-anak normal, sedangkan peserta didik SLB hanya

anak-anak yang memiliki kelainan tanpa digabung anak-anak normal. Adapun persyaratan

Page 4: MAKALAH SEMPROF

5/16/2018 MAKALAH SEMPROF - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-semprof 4/10

anak berkelainan yang ingin bersekolah inklusi adalah IQ anak tersebut harus 50-70, jika

kurang dari 50 anak tersebut tidak dapat bergabung di sekolah inklusi dan hanya bisa

bersekolah di SLB. Sebaliknya, jika IQ anak tersebut lebih dari 70, anak tersebut sudah bisa

bersekolah di sekolah normal.

Pada kenyataannya, sekolah inklusi dan SLB belum sesempurna teorinya. Banyak 

terdapat hambatan dan kendala dalam pelaksanaannya. Contohnya fasilitas yang terbatas

pada sekolah inklusi, misalnya fasilitas program khusus seperti ruang terapi, alat terapi, dan

fasilitas penunjang lainnya. Dilain pihak, kurangnya sosialisasi dari pemerintah dan

masyarakat menyebabkan sekolah inklusi masih asing didengar oleh sebagian masyarakat

kita. Selain itu, jumlah sekolah inklusi masih sangat terbatas. Kebutuhan terhadap sekolah

inklusif belum sebanding dengan ketersediaan sekolah reguler yang bisa menampung anak 

berkebutuhan khusus (ABK). Jumlah SD inklusif baru 548, SMP berjumlah 52, dan SMA

hanya 40 sekolah. Sedangkan, jumlah siswa untuk SD sebesar 9.294, siswa SMP berjumlah

879, dan siswa SMA ada 195. Maka dapat disimpulkan jumlah sekolah inklusi yang ada di

Indonesia belum cukup untuk menampung seluruh ABK yang membutuhkan sekolah inklusi.

Masalah lain yang tidak kalah penting adalah jumlah tenaga pendamping siswa yang masih

sangat terbatas. Guru pendamping (shadow teacher ) diperlukan bagi ABK di tahun-tahun

pertama atau bahkan selama berada di sekolah dasar. Idealnya satu kelas didampingi satuGPK (Guru Pendamping Khusus). Namun kenyataannya, menurut Kepala Dinas Pendidikan

Nasional (Diknas) Kota Malang Sri Wahyuningtyas, jumlah GPK dengan sekolah inklusi

rata-rata satu sekolah hanya memiliki tiga sampai lima GPK. 

Di Indonesia, anak cacat yang mendapatkan layanan pendidikan jumlahnya amat

sedikit. Hal ini dikarenakan masih adanya hambatan pada pola pikir masyarakat kita yang

mengabaikan potensi anak cacat. Pada umumnya masyarakat memandang kecacatan sebagai

penghalang untuk berbuat sesuatu, padahal telah banyak bukti bahwa orang cacat mampu

melakukan sesuatu dengan berhasil.

Adanya sekolah inklusi bukan berarti mematikan SLB. Bagaimana pun SLB tetap

dibutuhkan, karena seperti yang telah disinggung di atas, anak yang memiliki IQ kurang dari

50 tidak dapat bersekolah di sekolah inklusi karena beberapa pertimbangan. Sekolah inklusi

dan SLB harus selalu berjalan beriringan. Tidak ada yang lebih baik dari keduanya, karena

pada dasarnya target peserta didik antara sekolah inklusi dan SLB pun berbeda. Hanya saja, jika seorang anak yang berkelainan mampu berinteraksi secara baik dan memungkinkan

Page 5: MAKALAH SEMPROF

5/16/2018 MAKALAH SEMPROF - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-semprof 5/10

untuk menjalani pendidikan bersama anak-anak normal, maka akan lebih baik jika anak 

tersebut bisa bersekolah di sekolah inklusi, bukan di SLB.

Pendidikan Luar Biasa

Sekolah Luar Biasa (SLB)

Sekolah luar biasa atau yang lebih dikenal dengan SLB adalah salah satu jenis sekolah

yang bertanggung jawab untuk melaksanakan pendidikan bagi anak-anak yang berkebutuhan

khusus (Diroktorat Pendidikan Luar Biasa). Secara umum Sekolah Luar Biasa atau SLB di

bebani tugas untuk memberikan pelayanan pendidikan kepada semua Anak Berkebutuhan

Khusus yang meliputi, Tunanetra, Tunarungu, Tunagrahita, Tunadaksa, Tunalaras, dan

Tunaganda.

Dengan ditetapkannya Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 maka kurikulum

pendidikan yang di pakai sampai saat ini untuk Anak berkebutuhan khusus (ABK) di Sekolah

Berkebutuhan Khusus (SLB) telah di ubah dari kurikulum pendidikan tahun 1994 menjadi

Kurikulum Berbasis Kopetensi (KB). Program kurikulum bagi Anak Bekebutuhan Khusus

(ABK) di sekolah Luar Biasa (SLB) terbagi menjadi kelompok mata pelajaran, muatan lokal,

program khusus, dan pengembangan diri. Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk 

mengembangkan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat

dikelompakan ke dalam mata pelajaran yang ada. Program khusus berisi kegiatan bervariasi

sesuai dengan jenis kelainan Anak Berkebutuhan Khusus , yaitu orientasi mobilitas untuk 

peserta didik tuna netra, untuk perserta didik tuna runggu program khusunya terdiri dari bina

komunikasi, persepsi bunyi, dan irama. Bina diri untuk perserta didik tuna grahita, tuna daksa

program khusunya bina gerak dan program khusus bina pribadi / sosial untuk tuna laras.

Kurikulum pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus di berikan oleh

guru, tetapi kurikulum pengembangan diri ini dapat di fasilitasi atau di bimbing oleh konselor,

guru ataupun tenaga kependidikan yang dapat di lalakukan dalam bentuk ekstrakulikuler.

Tujuan dari kurikulum pengembangan diri agar memberikan kesampatan kepada anak 

berkebutuhan khusus untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai kempampuan,

bakat, dan minat sesuai dengan kondisi sekolah.

Page 6: MAKALAH SEMPROF

5/16/2018 MAKALAH SEMPROF - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-semprof 6/10

Sekolah Inklusif 

Sekolah penyelengara pendidikan inklusif adalah sekolah yang menyediakan layanan

pendidikan bagi peserta didik biasa maupun peserta didik yang berkebutuhan khusus di kelas

yang sama. Sekolah inklusif merupakan tempat pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus

(ABK) untuk mendapatkan perlakuan secara proposinall dari semua unsur yang terlibat dari

penyelenggaraan pendidikan. Karena sekolah insklusf adalah sekolah dengan peserta didik 

biasa maupun peserta didik dengan berkebutuhan khusus, maka sekolah inklunsif dituntut

untuk memiliki strategi pemebelajaran yang sesuai dengan kedua peserta didik dengan

melaksanakan kurikulum yang yang telah disyakan secara nasional. Dengan demikian

sekolah inklusif harus memiliki fasilitas baik itu tenaga pendidik, sarana prasarana yang

menunjang bagi peserta didik yang berkebutuhan khusus. Sarana prasarana yang di dibutukan

di sekolah inklusif tidak berbeda dengan sara dan prasarana yang dibutukan di sekolah

reguler pada umumnya. Namun terdapat sarana dan prasarana khusus bagi peserta didik 

berkebutuhan khusus yang di antaranya.

1.  Anak Tunanetra

Saranan dan prasarana bagi tunanetra pada umumnya harus memiliki alat assesment

yang sesuai dengan kebutuhan tunanetra seperti, Snellen Chart, Ishihara Test, SVR,

dan Snellen Chart Electronic. Selain alat asessment, umumnya sekolah inkusif harusmenyediakan alat bantu orintasi dan mobilitas seperti, tongkat panjang, tongkat lipat,

tongkat elektrik, pelindung kepala. Dan dalam pembelajaran sekolah inklusif pada

umumnya harus memiliki peralatan yang digunakan untuk menulis, membaca dan

berhitung seperti, peta timbul, abacus, penggaris braille, papan baca, talking watch,

komputer dan sofware braille, dll. Sekolah inklusif juga harus memiliki visual dan alat

bantu audittif.

2.  Anak Tunarunggu

Sarana dan prasarana bagi ABK tunarunggu pada umumnya harus memiliki alat

assessment standar seperti, Scan test, bunyi, bunyian, garputala, sound lever meter,

audiometer, dll. Dalam pembelajaran sekolah inklusif pada umumnya harus memiliki

peralatan yang dapat mebantu peserta didik tunarungu dalam menyerap pelajaran

yang di berikan seperti, finger alphabet, silinder, kartu kata, kartu kalimat, puzzle

buah-buahan dan binatang,

3.  Anak Tunagrahita

Page 7: MAKALAH SEMPROF

5/16/2018 MAKALAH SEMPROF - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-semprof 7/10

Sarana dan Prasarana bagi tunagrahita meliputi alat assesment yang terdiri dari, test

intelegensi WISC-R, Tes intelegensi Stanford Binet, dan Cognitive Abiloty test.

Sekolah inklusif juga harus memiliki program khusu untuk tunagrahita meliputi

latihan sensor visual, latihan sesor perabaan, sensor pengecap dan perasa, latihan bina

diri, konsep dan simbol bilangan, kreativiats, deya pikir dan konsentrasi.

4.  Anak Tunadaksa

Alat assessment bagi peserta didik tunadaksa meliputi finger goniometer, flexiometer,

plastic goniometer, reflex hammer, dll. Sama halnya dengan tunagrahita, anak 

tunadaksa harus mempiliki pembelajaran bina diri yang di lengkapi dengan alat

orthotic dan prosthetic agar anak tuna daksa dapat melakukan ambulasi dan kegitana

hidup sehari-hari.

Tujuan pendidikan di sekolah inklusif adalah untuk mewujudkan partisipasi penuh di

fabel dalam kehidupan bermasyarakan. Melalusi sekolah inklusif ini anak berkebutuhan

khusus akan di bina sesuai dengan keterbantasan yang mereka miliki agar dapat bersaing,

mengembangkan diri dan memdapatkan pelajaran yang sesui kurikulum nasional sehingga

nantinya ABK dapat berpartisipasi di lingkungan rumahnya dan di masyarakat. Manfaat

sekolah inklusif sendiri bagi peserta didik berkebutuhan khusus mereka mendaptkan

lingkungan yang mendukung mereka untuk belajar, dan ABK dapat belajar dari interaksispontan terhadapat teman-teman sebayanya terutama dari aspek sosial dan emosianal. Dan

bagi peserta didik tidak berkebutuhan khusus dapat memberi peluang kepada mereka untuk 

belajar empati, bersikap mebantu dan memiliki kepedulian dengan merasa terganggu karena

adanya anak berkebutuhan khusus.

http://upikke.staff.ipb.ac.id/2011/06/07/sekolah-inklusi-bagaimanakah/ 

http://www.docstoc.com/docs/22058582/Proses-Belajar-Mengajar-(PBM)-di-sekolah-

%E2%80%93sekolah-luar-biasa 

Page 8: MAKALAH SEMPROF

5/16/2018 MAKALAH SEMPROF - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-semprof 8/10

Model yang ditawarkan

Terkait dengan analisis mengenai undang-undang dan fenomena yang terjadi pada

pendidikan penyandang disabilitas, kami memiliki ide dan gagasan untuk meningkatkan

kualitas pendidikan bagi penyandang disabilitas.

Pertama, model pendidikan bagi penyandang disabilitas yang kami tawarkan ialah

membuat program Personal Development for Different Abilities Student. Program ini

memiliki tahapan di setiap jenjang pendidikan. Adapun tahapannya adalah:

1.  Jenjang SDLB

Pada jenjang ini pekerja social melakukan praktiknya dengan home visit ke setiap

rumah penyandang disabilitas untuk memperkuat klien di dalam ranah lingkunganrumahnya untuk mendapatkan kenyamanan dalam mengemban pendidikan dan

mendapatkan pola asuh yang terbaik dari orang tuanya.

2.  Jenjang SDLB – SMP Inklusif 

Dalam tahap ini, penyandang disabilitas diberikan kelas penguatan kompetensi

sebelum memulai persekolahan, dengan penguatan personal development, agar

mereka siap menghadapi pendidikan di dalam sekolah yang menyetarakan pelajar

berkebutuhan khusus dengan pelajar pada umumnya. Serta pemantauan akan terusberlanjut setiap minggunya oleh pekerja social sebagai pendamping anak 

berkebutuhan khusus, agar dapat beraktualisasi dengan baik bersama lingkungan

barunya.

3.  Jenjang SMP Inklusif  – SMA Inklusif 

Dalam hal ini, klien diajak lebih memasuki dunianya dengan pelayanan berbentuk 

pelatihan pengembangan diri dan penyaluran bakat, yang akan membantu diri

mereka lebih berkembang sesuai minat dan kemampuan mereka. Ditambah lagi

dengan pengarahan klien untuk memiliki orientasi pendidikan yang berkelanjutan

sampai mereka ahli di bidang tertentu dan bias hidup mandiri dengan kemampuan

yang mereka miliki.

Program ini bertujuan untuk meningkatkan kemandirian penyandang disabilitas dalam

setiap aktivitasnya yang dapat mendukung mereka dalam mengemban pendidikan. Selain itu

 juga meningkatkan kesadaran dari penyandang disabilitas dan lingkungan sekitarnya bahwa

pendidikan adalah salah satu aspek yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan kualitashidup individu itu sendiri.

Page 9: MAKALAH SEMPROF

5/16/2018 MAKALAH SEMPROF - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-semprof 9/10

Kedua, gagasan yang kami tawarkan dan akan laksanakan adalah membuat Social

Marketing untuk membangkitkan social awareness pada masyarakat dan menggugah hati

masyarakat yang telah menyaksikan untuk ikut berempati dengan mendonasikan dana bagi

pendidikan luar biasa di Indonesia. Yang akan dilakukan adalah membuat channel di social

networking “YouTube” yang berisi kumpulan video tentang fenomena pendidikan luar biasa

di Indonesia. Video-video yang akan diunggah berisikan documenter tentang kondisi riil

pendidikan luar biasa. Aktifitas ini kami lakukan sebagai bentuk dukungan kami terhadap

pendidikan luar biasa serta merubah perilaku masyarakat dalam memandang penyandang

disabilitas.

Page 10: MAKALAH SEMPROF

5/16/2018 MAKALAH SEMPROF - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-semprof 10/10

 

PENDIDIKAN UNTUK PENYANDANG DISABILITAS

“Diajukan untuk memenuhi mata kuliah Seminar Profesi Pekerjaan Sosial” 

Disusun oleh :

Inne Destiana W 170310080001

Anisa Mariana 170310080014

Richie Amabella 170310080024

Feni Febrianti 170310080031

Kiki Zulkifli S 170310080041Andika Novanda 170310080044

M. Rizal Ashari 170310080053

Nuri Afifah 170310080070

Adiffy Triani 170310080075

Lavoya Faradisa E 170310080080

Nur Hikmah 170310080088 

Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 

Universitas Padjadjaran

Jatinangor

2011