makalah sk 3 - sunny
DESCRIPTION
sk3TRANSCRIPT
Thalasemia α Minor
Sunny
102012325 / B7
Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana
Jl. Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
Email : [email protected]
PENDAHULUAN
Thalasemia adalah suatu penyakit yang diakibatkan oleh gangguan produksi
hemoglobin dan ertirosit. Thalasemia merupakan penyakit genetik atau keturunan. Gejala
penyakit thalasemia sangat bervariasi diantaranya anemia, pembesaran limfa, bentuk tulang
abnormal dan gangguan pertumbuhan. Thalasemia terjadi karena kelainan atau perubahan
pada gen globin α atau β yang mengatur produksi rantai α atau β. Berkurang atau tidak
terbentuk sama sekali rantai globin disebut sebagai thalasemia. Keadaan ini menyebabkan
produksi hemoglobin terganggu dan umur eritrosit memendek. Dalam keadaan normal, umur
eritrosit berkisar 120 hari.1
Thalasemia penyakit bawaan yang diturunkan dari orang tua-nya secara autosomal
resesive. Jika pasangan suami istri adalah pembawa gen thalasemia, maka kemungkinan
anaknya akan menderita thalasemia sebesar 25%, pembawa gen thalasemia 50% dan normal
25%. 2 Penyebaran Thalasemia Alfa terentang dari Afrika ke Mediteranian, Timur Tengah,
Asia Timur dan Tenggara. Hb Bart’s hydrops syndrome dan HbH disease sebagian besar
terbatas di populasi Asia Tenggara dan Mediteranian.
1
ISI
Skenario : Pasangan suami istri yang sudah lama ingin punya anak datang untuk konseling
genetik. Mereka dirujuk oleh spesialis kandungan karena mereka berdua sama-sama
mempunyai Thalasemia-α minor.
Anamnesis
Pada awal pemeriksaan dilakukan anamnesis mengenai identitas nya secara lengkap,
dan juga keluhan yang menyebabkan si pasien datang kepada berobat, seperti pada skenario
ada sepasang suami istri yang datang untuk berkonseling karena mempunyai thalasemia α
minor. Dalam hal ini, yang paling penting untuk ditanyakan adalah mengenai usia. Karena
apabila usia ibu diatas 35 tahun akan lebih beresiko pada janin yang dikandung.
Yang selanjutnya kita tanyakan adalah mengenai riwayat kehamilan pasien. Dalam
kasus ini sang istri telah mengalami 2 kali keguguran. Yang pertama mengalami keguguran
pada usia kehamilan 12 minggu dan kehamilan kedua pasien melahirkan bayi dengan hidrops
fetalis pada usia gestasi 27 minggu.
Dalam hal ini penting ditanyakan mengenai riwayat adanya penyakit ini dalam tiga
generasi di keluarga nya, yaitu dari nenek-kakek, dan ibu-ayah dengan pasien nya, karena
seperti yang diketahui bahwa thalasemia ialah penyakit keturunan secara autosomal resesive.
Tidak lupa juga menanyakan riwayat obat-obatan atau suplemen yang pernah dikonsumsi
saat kehamilan. Karena beberapa obat dapat bersifat teratogenik bagi janin. Terakhir
tanyakan juga mengenai riwayat sosial dan pola makan pasien saat sedang hamil. Apakah
cukup asam folat atau tidak.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang pertama dilakukan adalah melihat keadaan umum dan juga
kesadaran pasien. Selanjutnya pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah memeriksa tanda-
tanda vital yang terdiri dari suhu, tekanan darah, nadi, dan frekuensi pernapasan. Tidak lupa
juga melakukan pemeriksaan sklera dan conjungtiva. Biasanya didapatkan conjungtiva
anemis. Dapat dilihat juga bagian kuku, apabila ditemukan koilonikia (kuku seperti sendok)
maka dapat dicurigai defisiensi Fe dalam waktu lama. Lihat pula keadaan pasien apakah
wajah pasien pucat atau tidak.2
2
Pada thalasemia biasanya terlihat pucat, bentuk muka mongoloid (facies Cooley),
dapat ditemukan ikterus,gangguan pertumbuhan, splenomegali dan hepatomegali yang
menyebabkan perut membesar. Tapi itu semua tergantung dari klasifikasi variasi thalasemia
itu sendiri, karena setiap klasifikasi bisa memiliki gejala yang berbeda.
Lalu, dilakukan pemeriksaan fisik pada abdomen. Dilakukan pemeriksaan dimulai
dari inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Pada palpasi abdomen, tanyakan mengenai
daerah yang nyeri tekan pada pasien, Kemudian cari apakah terdapat pembesaran seperti
massa atau tumor, hati, limpa, dan kandung empedu membesar atau teraba. Periksa apakah
ginjal, ballotement positif atau negatif. Kemudian dilakukan pemeriksaan perkusi pada
abdomen. Hal ini dilakukan salah satunya untuk menentukan ukuran hati dan limpa secara
kasar. Auskultasi dilakukan untuk memeriksa bunyi usus dan bunyi-bunyi patologis lain.3
Pemeriksaan Penunjang
Gambar 1. Skrining Thalasemia
Pada thalasemia dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan secara
langsung dan invasive kepada ibu hamil. Untuk pemeriksaan laboratorium dilakukan
pemeriksaan darah lengkap hal ini bisa juga untuk membantu membedakan thalasemia
dengan anemia. Selain itu dapat juga dilakukan pemeriksaan hemoglobin elektroforesis dan
juga analisis DNA pada orang tua dan juga pada bayi masih dalam kandungan. Pada pasien
yang kita curigai thalasemia sebaiknya juga dilakukan pemeriksaan fragilitas osmotik.
Karena pada penderita thalasemia fragilitas osmotiknya menurun/terjadi peningkatan
resistensi terhadap cairan hipotonik.
3
Tabel 1: Hasil Pemeriksaan Hematologi pada Thalasemia α3
Pada analisis Hb elektroforesis, hasil yang bisa didapatkan antara lain:
Tabel 2: Hasil Pemeriksaan Hb Elektroforesis pada Thalasemia α3
Selain pemeriksaan darah lengkap dan elektroforesis Hb, juga dapat dilakukan pemeriksaan
kadar besi (Fe), serum iron (SI) dan total iron binding capacity (TIBC). Setelah 6 bulan
lakukan skrining ulang, apabila masih didapatkan MCV < 60 maka pasien tersebut dapat kita
diagnosis dengan thalasemia.
4
Silent carrier Trait thal-α HbH Thal-α mayor
Hb Normal Normal 7-10 g/dL 4-10 g/dL
Retikulosit Normal Normal 5-10%
MCV 75-85 fl 65-75 fl 55-65 fl 110-120 fl
MCH ±26 pg ±22 pg ±20 pg
Mikroskopik Normal Anemia
mikrositik
hipokrom
Anemia mikrositik
hipokrom,
anisopoikilocytosis,
sel target, badan
inklusi HbH
Severe
anisopoikilocytosis,
anemia mikrositik
hipokrom parah, sel
target
Genotip Jumlah gen α Presentasi
Klinis
Hemoglobin Elektroforesis
Saat Lahir > 6 bulan
αα/αα 4 Normal N N
-α/αα 3 Silent carrier 0-3 % Hb Barts N
--/αα atau
–α/-α
2 Trait thal-α 2-10% Hb Barts N
--/-α 1 Penyakit Hb H 15-30% Hb Bart Hb H
--/-- 0 Hydrops fetalis >75% Hb Bart -
Working Diagnosis dan Manifestasi Klinis
Hemoglobin
Hemoglobin merupakan suatu tetramer yang terdiri dari dua pasang rantai globin yang
berbeda. Beberapa jenis hemoglobin yang dapat dijumpai sebagai berikut;1
Pada orang dewasa:
HbA (96%), terdiri atas dua pasang rantai globin alfa dan beta (α2β2)
HbA2 (2,5%), terdiri atas dua pasang rantai globin alfa dan delta (α2δ2)
Pada Fetus:
HbF (predominasi), terdiri atas dua pasang rantai globin alfa dan gamma (α2γ2)
Rantai α globin (kromosom 16) terdapat pada Hb fetal dan Hb dewasa, maka homozygot
talasemia α yang berat dapat menyebabkan kematian intrauterine dan kematian neonatal.
Sedangkan kelainan rantai β (kromosom 11) biasanya baru tampak secara klinis ketika sintesa
Hb berubah dari HbF menjadi HbA pada early infancy.
Hemoglobinopati
Thalasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan masuk
kedalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis
hemoglobin akibat mutasi didalam atau dekat gen globin. Mutasi gen globin ini dapat
menimbulkan dua perubahan rantai globin, yakni:1
Perubahan struktur rangkaian asam amino rantai globin tertentu, disebut
hemoglobinopati struktural (sickle cell anemia).
Perubahan kecepatan sintesis ataukemampuan produksi rantai globin tertentu, disebut
thalasemia.
Thalasemia
Thalasemia adalah suatu penyakit yang diakibatkan oleh gangguan produksi
hemoglobin dan ertirosit. Thalasemia merupakan penyakit genetik atau keturunan. Gejala
penyakit thalasemia sangat bervariasi diantaranya anemia, pembesaran limfa, bentuk tulang
abnormal dan gangguan pertumbuhan.
Thalasemia merupakan penyakit bawaan yang diturunkan dari salah satu orang tua
kepada anaknya sejak masih dalam kandungan. Jika pasangan suami istri adalah pembawa
gen thalasemia maka kemungkinan anaknya akan menderita Thalasemia sebesar 25%,
pembawa gen thalasemia 50% dan normal 50%.
5
Thalasemia terjadi karena kelainan atau perubahan pada gen globin α atau β yang
mengatur produksi rantai α atau β. Berkurang atau tidak terbentuk sama sekali rantai globin
disebut sebagai thalasemia. Keadaan ini menyebabkan produksi hemoglobin terganggu dan
umur eritrosit memendek. Dalam keadaan normal, umur eritrosit berkisar 120 hari.
Gambar 2. Thalassemia traits2
6
Thalasemia merupakan salah satu jenis dari gangguan pembentukan hemoglobin yang
memberikan gejala antara lain :
1. Anemia
Pada Thalasemia produksi rantai globin α berkurang atau tidak ada sama sekali
sehingga hemoglobin yang terbentuk sangat kurang dan menyebabkan anemia.
Berlebihnya rantai globin yang tidak berpasangan menyebabkan eritrosit mudah
dipecahkan oleh limpa.
2. Pembesaran limpa
Organ limpa berfungsi membersihkan eritorisit yang rusak dan berperan dalam
pembentukan eritrosit. Pembesaran limpa pada thalasemia dapat terjadi akibat kerja
limpa yang berlebihan yang membuat perut buncit dan terlihat lebih besar.
3. Fascies Cooley’s
Pada keadaan Thalasemia yang berat dapat terjadi perubahan bentuk wajah yang
discebut Fascies Cooley’s. Sumsum tulang pipih merupakan salah satu tempat untuk
memproduksi sel darah merah. Pada Thalasemia sumsum tulang pipih memproduksi
sel darah merah yang berlebihan, sehingga rongga sumsum membesar yang
menyebabkan penipisan tulang dan penonjolan pada dahi.
Gambar 3. Fascies cooley
7
Jenis Thalasemia
Ada beberapa jenis thalasemia, yaitu :
1. Thalasemia α
Terjadi jika adanya kelainan sintesis rantai globin α. Dikenal 4 macam thalasemia
berdasarkan banyaknya gen yang terganggu:
Delesi 1 gen ( silent carriers )
Kelainan hemoglobin sangat minimal dan tidak memberikan gejala
(asimptomatik). Keadaan ini hanya dapat dilihat pada pemeriksaan
laboratorium secara molekuler.
Delesi 2 gen (thalasemia α trait)
Pada penyakit ini ditemukan adanya gejala anemia ringan atau tanpa
anemia. Pada tingkatan ini terjadi penurunan dari HbA2 dan peningkatan dari
HbH dan terjadi manifestasi klinis ringan seperti anemia kronis yang ringan
dengan eritrosit hipokromik mikrositer dan MCV 60-75 fl.
Delesi 3 gen (penyakit HbH)
Bisa dideteksi setelah kelahiran, disertai anemia berat dan pembesaran
limpa. Delesi pada tiga rantai α ini disebut juga sebagai HbH disease (β4) yang
disertai anemia hipokromik mikrositer, basophylic stippling, heinz bodies, dan
retikulositosis. HbH terbentuk dalam jumlah banyak karena tidak
terbentuknya rantai α sehingga rantai β tidak memiliki pasangan dan kemudian
membentuk tetramer dari rantai β sendiri (β4). Dengan banyak terbentuk HbH,
maka HbH dapat mengalami presipitasi dalam eritrosit sehingga dengan
mudah eritrosit dapat dihancurkan. Penderita dapat tumbuh sampai dewasa
dengan anemia sedang (Hb 8-10 g/dl) dan MCV 60-70 fl.
Delesi 4 gen ( hydrops fetalis)
Biasanya bayi akan meninggal dalam kandungan atau setelah
dilahirkan karena kadar hemoglobin normal tidak mungkin terbentuk. Delesi
pada empat rantai α ini dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat
banyak Hb Barts (γ4) yang disebabkan juga karena tidak terbentuknya rantai α
8
sehingga rantai γ membentuk tetramer sendiri menjadi γ4. Manifestasi klinis
dapat berupa ikterus, hepatosplenomegali, dan janin yang sangat anemis.
Kadar Hb hanya 6 g/dl dan pada elektroforesis Hb menunjukkan 80-90% Hb
Barts, sedikit HbH, dan tidak dijumpai HbA atau HbF. Biasanya bayi yang
mengalami kelainan ini akan mati beberapa jam setelah kelahirannya.
2. Thalasemia β
Paling banyak dijumpai di Indonesia berdasarkan banyaknya gen yang bermutasi
dikenal thalasemia homozigot bila terdapat mutasi pada kedua gen β dan thalasemia
heterozigot bila terdapat mutasi pada satu gen β berdasarkan gambaran klinik dikenal
3 macam thalasemia β :
Thalasemia β mayor
Pada thalasemia β mayor terjadi mutasi pada kedua gen β pasien memerlukan
tranfusi darah secara berkala, terdapat pembesaran limpa yang makin lama
makin besar sehingga memerlukan tindakan pengangkatan limpa yang disebut
splenektomi. Selain itu pasien akan mengalami penumpukan zat besi akibat
tranfusi berulang dan penyerapan besi yang berlebihan, sehingga diperlukan
pengobatan pengeluaran besi dari tubuh yang disebut kalasi.
Thalasemia β minor
Pada thalasemia β minor didapatkan mutasi pada kedua gen β, kelainan ini
disebut juga thalasemia β trait. Pada keadaan ini didapatkan kadar hemoglobin
normal atau anemia ringan dan pasien tidak menunjukkan gejala klinik.
Thalasemia intermediate
Pasien dengan thalasemia intermediate menunjukan kelainan antara thalasemia
mayor dan minor. Pasien biasanya hidup normal tetapi dalam keadaan tertentu
seperti infeksi berat atau kehamilan memerlukan tindakan tranfusi darah.
9
3. Varian Thalasemia
Sickle cell β-thalasemia
Sickle cell β thalasemia merupakan gabungan antara anemia sickle cell dengan
thalasemia, dimana gambaran klinisnya seperti penyakit sickle cell. Varian ini banyak
terdapat di daerah Mediteranian, dan sebagian di Afrika. Bila HbS berinteraksi
dengan δβ-thalasemia, maka akan menghasilkan sickle cell disease; namun bila
berinteraksi dengan Hereditary Persistent Fetal Hemoglobinopathy (HPFH) dimana
kadar HbF tetap tinggi sampai dewasa, pasien biasanya normal karena terjadinya
suatu mekanisme kompensasi antara HbS dengan HbF yang tinggi.
Hemoglobin C β-thalasemia
Jenis ini banyang terdapat di Afrika Barat dan beberapa daerah Afrika Utara
dan Selatan Mediteranian. Hemoglobin C β thalasemia merupakan anemia hemolitik
ringan dengan splenomegali. Pada elektroforesis Hb biasanya hanya tampak HbC.
Hemoglobin E β-thalasemia
Hemoglobin E β-thalasemia merupakan jenis thalasemia yang paling berat
yang sering dijumpai di Asia Tenggara dan India. Mayoritas alel thalasemia β yang
berada bersama dengan HbE adalah β 0 atau β+ yang berat. Gejala yang ditimbulkan
pada jenis thalasemia ini mirip dengan thalasemia mayor, dan biasanya pasien tidak
dapat bertahan lama.
Differential Diagnosis
Anemia Sel Sabit
Hemoglobin S (hemoglobin sabit) adalah jenis hemoglobinopati yang paling sering di
seluruh dunia. Anemia sel sabit adalah istilah yang lebih disukai untuk orang yang memiliki
hemoglobin S homozigot (hemoglobin SS). Hematuria mikroskopik sering kali terjadi karena
infark medula ginjal (lingkungan yang sangat hipoksia, asidosis, dan hiperosmolar di medula
ginjal dapat menyebabkan sel sabit heterozigot). Kasus yang jarang yaitu terjadi infark limpa
di daerah dataran tinggi dan kematian mendadak terkait aktivitas fisik yang berat. Tingkat
keparahan anemia sel sabit sangat bervariasi dan dapat bervariasi bahkan dalam satu
keluarga. Banyak anak mengalami gejala pada umur setelah 3-4 bulan. Orang lain memiliki
10
penyakit yang sangat ringan dan mungkin tidak terdiagnosis sampai dewasa. Alasan tidak
jelas, tingkat hemoglobin F (peningkatan hemoglobin F mengirangi keparahan penyakit sel
sabit) adalah faktor, tetapi faktor-faktor lain juga penting.6
Hemoglobin darah pada pasien dengan anemia sel sabit biasanya 5-8 g/dL. MCV
adalah normal. Apusan darah menunjukkan sel tarket dan sel sabit. Sel dengan berbagai
bentuk lainnya juga tampak. Howell-Jolly body mungkin hadir setelah infark limpa, dan
eritrosit bernukleus mungkin ada. Tes-tes umum untuk hemoglobin sabit meliputi tes
kelarutan sabit dan elektroforesis hemoglobin. Tes kelarutan sel sabit tergantung pada
penurunan kelarutan hemoglobin S deoksigenasi dalam bufer fosfat molaritas tinggi. Uji
kelarutan biasanya positif jika hemoglobin S terdiri dari 10-20% hemoglobin. Uji kelarutan
sabit mendeteksi semua varian hemoglobin sabit. Tes lain yang digunakan untuk mendeteksi
hemoglobin S adalah elektroforesis hemoglobin, biasanya dilakukan pada pH basa pada
selulosa asetas. Tes ini digunakan untuk membedakan antara sifat sabit dan anemia sel sabit.6
Kadar hemoglobin pasien tidak sesuai dengan kondisi pasien. Hasil dari tes morfologi
belum ada juga. Tingkat keparahan penyakit ini bervariasi. Hal-hal tersebut yang membuat
penyakit ini menjadi differential diagnosis.
Anemia Sferositosis Herediter
Sferositosis herediter merupakan kelompok kelainan sel darah merah dengan
gambaran eritrosit bulat seperti donat dengan fragilitas osmotik meningkat. Sferositosis
herediter merupakan kelainan autosom dominan dengan insiden 1:1000 sampai 1:4500
penduduk. Gejala klinis mayor sferositosis herediter adalah anemia, splenomegali dan
ikterus. Ikterus dapat terjadi secara berkala sehingga luput dari perhatian orang tua saat masih
kecil. Akibat peningkatan produksi pigmen empedu karena destruksi eritrosit, sering
terbentuk batu empedu berpigmen, bahkan pada masa kanak-kanak.3
Hiperplasia sel eritoid tulang sebagaikompensasi destruksi sel eritrosit terjadi melalui
perluasan sumsum merah ke bagian tengah tulang panjang. Tidak jarang terjadi eritropoiesis
ekstrameduler di paravertebral, yang secara kebetulan terlihat pada foto thoraks.
Splenomegali merupakan hal yang umum terjadi. Kecepatan hemolisis meningkat perlahan
selama terjadinya infeksi sistemik, merangsang pembesaran limpa. Pada pemeriksaan
mikroskopik, didapatkan sel eritrosit yang kecil berbentuk bulat dengan bagian sentral yang
pucat. Hitung MCV biasanya normal/sedikit menurun. MCHC meningkat sampai 350-400
11
g.dL. Untuk mengetahui secara kuantitatif sferosiditas dilakukan pengukuran fragilitas
osmotik eritrosit dengan menggunakan cairan hipoosmotik. Sferositosis herediter harus
dibedakan dengan sel sferosit pada anemia hemolitik autoimun dengan pemeriksaan uji
Coombs.3
Hasil pemeriksaan penunjang yang dapat memastikan apakah pasien mengalami
AIHA atau anemia sferositosis herediter. Namun penyakit ini terjadi pada saat masih kecil
sehingga dapat ditanyakan pada pasien saat anamnesis mengenai riwayat kondisi tubuhnya
pada saat masih kecil.
Epidemiologi
Sebaran thalasemia terentang lebar dari Eropa Selatan-Mediteranian, Timur Tengah,
dan Afrika sampai dengan Asia Selatan, Asia Timur, dan Asia tenggara.1
Tabel 3. Sebaran Populasi Thalasemia.1
Jenis Thalasemia Sebaran Populasi Thalasemia
Thalasemia β Mediteranian, Timur Tengah, India, Pakistan, Asia Tenggara, Rusia
Selatan, Cina. Jarang di; Afrika, kecuali Liberia, dan di beberapa bagian
Afrika Utara Sporadik: pada semua ras.
Thalasemia α Terentang dari Afrika ke Mediteranian, Timur Tengah, Asia Timur dan
Tenggara. Hb Bart’s hydrops syndrome dan HbH disease sebgian besar
terbatas di populasi Asia Tenggara dan Mediteranian.
12
Patofisiologi
Gambar 4. Patofisiologi Thalasemia
Patofisiologi thalassemia secara umum dimulai dengan adanya mutasi yang
menyebabkan HbF tidak dapat berubah menjadi HbA, adanya ineffective eritropoiesis, dan
anemia hemolitik. Tingginya kadar HbF yang memiliki afinitas O2 yang tinggi tidak dapat
melepaskan O2 ke dalam jaringan, sehingga jaringan mengalami hipoksia. Tingginya kadar
rantai α-globin, menyebabkan rantai tersebut membentuk suatu himpunan yang tak larut dan
mengendap di dalam eritrosit. Hal tersebut merusak selaput sel, mengurangi kelenturannya,
dan menyebabkan sel darah merah yang peka terhadap fagositosis melalui system fagosit
mononuclear. Tidak hanya eritrosit, tetapi juga sebagian besar eritroblas dalam sumsum
dirusak, akibat terdapatnya inklusi (eritropioesis tak efektif). Eritropoiesis tak efektif dapat
menyebabkan adanya hepatospleinomegali, karena eritrosit pecah dalam waktu yang sangat
singkat dan harus digantikan oleh eritrosit yang baru (dimana waktunya lebih lama), sehingga
tempat pembentukan eritrosit (pada tulang-tulang pipa, hati dan limfe) harus bekerja lebih
keras. Hal tersebut menyebabkan adanya pembengkakan pada tulang (dapat menimbulkan
kerapuhan), hati, dan limfe.1
A. Thalasemia-α
13
Pada homozigot thalassemia α yaitu hydrop fetalis, rantai α sama sekali tidak
diproduksi sehingga terjadi peningkatan Hb Bart’s dan Hb embrionik. Meskipun
kadar Hb-nya cukup, karena hampir semua merupakan Hb Bart’s, fetus tersebut
sangat hipoksik. Sebagian besar pasien lahir mati dengan tanda-tanda hipoksia
intrauterin. Sedangkan pada thalassemia heterozigot yaitu αo dan α+ menghasilkan
ketidakseimbangan jumlah rantai tetapi pasiennya mampu bertahan dengan penyakit
HbH. Kelainan ini ditandai dengan adanya anemia hemolitik karena HbH tidak bisa
berfungsi sebagai pembawa oksigen.
B. Thalasemia-β
Tidak dihasilkannya rantai β karena mutasi kedua alel β globin pada
thalassemia β menyebabkan kelebihan rantai α. Rantai α tersebut tidak dapat
membentuk tetramer sehingga kadar HbA menjadi turun, sedangkan produksi HbA2
dan HbF tidak terganggu karena tidak membutuhkan rantai β dan justru sebaliknya
memproduksi lebih banyak lagi sebagai usaha kompensasi. Kelebihan rantai α
tersebut akhirnya mengendap pada prekursor eritrosit. Eritrosit yang mencapai darah
tepi memiliki inclusion bodies (heinz bodies) yang menyebabkan pengrusakan di lien
dan oksidasi membran sel, akibat pelepasan heme dari denaturasi hemoglobin dan
penumpukan besi pada eritrosit. Sehingga anemia pada thalassemia β disebabkan
oleh berkurangnya produksi dan pemendekan umur eritrosit. Pada hapusan darah,
eritrosit terlihat hipokromik, mikrositik, anisositosis, RBC terfragmentasi,
polikromasia, RBC bernukleus, dan kadang-kadang leukosit imatur.
Penatalaksanaan
Hingga sekarang tidak ada obat yang dapat menyembuhkannya. Terapi diberikan secara
teratur untuk mempertahankan kadar Hb diatas 10g/dl.
a. Medika Mentosa
Iron chelating drugs (obat pengkelasi besi)
Hemosiderosis yang terjadi akibat terapi transfusi darah jangka panjang dapat
diturunkan atau bahkan dapat dicegah dengan pemberian parentral iron chelating
drugs, deferoksiramin, yang membentuk kompleks besi agar dapat diekskresikan
dalam urin. Kadar deferoksiramin darah dipertahankan tinggi untuk ekskresi besi
yang memadai. Obat ini diberikan subkutan dalam jangka 8-12 jam dengan
menggunakan pompan portabel kecil (selama tidur), 5 atau 6 malam/minggu.
14
Dengan pemberian obat ini kadar feritrin serum dapat dipertahankan kurang dari
1000 ng/dl.5
Iron chelating drugs per oral yang efektif, defirapon, telah dibuktikan efektif
serupa dengan deferoksiramin. Akan tetapi obat ini dapat menimbulkan
agranulositosis, artritis, dan artalgia.
Asam folat
Asam folat diberikan secara teratur jika asupan diet buruk.5
Vitamin
Vitamin yang dapat diberikan adalah vitamin yang tidak mengandung besi seperti
vitamin C. Vitamin C diberikan sebanyak 200 mg per hari untuk meningkatkan
ekskresi besi yang disebabkan desferiosiramin.
Imunisasi
Imunisasi hepatitis B harus dilakukan pada semua pasien non imun. Pada hepatitis C
yang ditularkan lewat transfusi, diobati dengan interferon dan ribavirin apabila
ditemukan genom virus dalam plasma.
Antibiotik
Diberikan sebagai profilaksis untuk infeksi bakteri yang mungkin terjadi setelah
dilakukan splenektomi.6
Secara berkala dilakukan pemantauan fungsi organ, seperti jantung, paru, hati,
endokrin termasuk kadar glukosa darah, gigi, telinga, mata, tulang.
b. Non Medika Mentosa
Suportif
Transfusi darah
Transfusi darah diberikan bila kadar Hb terlalu rendah (kurang dari 6g%) atau
bila anak mengeluh tidak mau makan dan lemah.7 Tindakan ini memungkinkan
aktivitas normal dengan nyaman, mencegah ekspansi sumsum tulang dan masalah
kosmetik progresif yang terkait dengan perubahan-perubahan tulang muka, dan
meminimalkan dilatasi jantung dan osteoporosis.
Transfusi dengan dosis 15-20 ml/kgsel darah merah terpampat (PRC)
baiasanyaq diperlukan setiap 4-5 minggu. Uji silang harus dikerjakan untuk
mencegah alloimunisasi dan mencegah reaksi transfusi. Lebih baik digunakan
PRCyang relatif segar (kurang dari 1 minggu dalam antikoagulan CPD). Reaksi
demam akibat transfusi lazim ada. Hal ini dapat diminimalkan dengan penggunakan
15
eritrosit yang direkonstruksi dari darah beku atau penggunaan filter leukosit, dan
dengan pemberian antipiretik sebelum transfusi.5
Bedah
Splenektomi
Splenektomi dilakukan pada anak yang lebih tua dari 2 tahun, sebelum
didapatkan hipersplenisme atau hemosiderosis.6 Bila kedua tanda ini telah tampak
maka splenektomi tidak banyak gunanya lagi. Sesudah splenektomi, frekuensi
transfusi darah biasanya menjadi lebih jarang.
Indikasi terpenting untuk splenektomi adalah meningkatnya kebutuhan transfusi,
yang menunjukan unsur hipersplenisme. Kebutuhan transfusi yang melebihi 240
ml/kg PRC/tahun biasanya merupakan indikasi untuk mempertimbangkan
splenektomi.
Cangkok sumsum tulang
Cangkok sumsum tulang adalah tindakan kuratif pada penderita ini dan telah
terbukti keberhasilan yang meningkat, meskipun pada penderita yang telah
menerima transfusi sangat banyak. Namun prosedur ini membawa cukup resiko
morbiltas dan mortalitas dan biasanya hanya dapat digunakan untuk penderita yang
mempunyai saudara kandung yang sehat yang histokampatibel.6
Pencegahan
Penapisan (skrining) pembawa sifat thalassemia
Skrining pembawa sifat dapat dilakukan secara prospektif dan retrospektif. Secara
prospektif berarti mencari secara aktif pembawa sifat thalassemia langsung dari populasi
diberbagai wilayah, sedangkan secara retrospektif ialah menemukan pembawa sifat
melalui penelusuran keluarga penderita thalassemia (family study). Kepada pembawa
sifat ini diberikan informasi dan nasehat-nasehat tentang keadaannya dan masa
depannya. Suatu program pencegahan yang baik untuk thalassemia seharusnya
mencakup kedua pendekatan tersebut. Program yang optimal tidak selalu dapat
dilaksanakan dengan baik terutama di negara-negara sedang berkembang, karena
pendekatan prospektif memerlukan biaya yang tinggi. Atas dasar itu harus dibedakan
antara usaha program pencegahan di negara berkembang dengan negara maju. Program
16
pencegahan retrospektif akan lebih mudah dilaksanakan di negara berkembang daripada
program prospektif.7
Konsultasi genetik (genetic counseling)
Konsultasi genetik meliputi skrining pasangan yang akan kawin atau sudah kawin
tetapi belum hamil. Pada pasangan yang berisiko tinggi diberikan informasi dan nasehat
tentang keadaannya dan kemungkinan bila mempunyai anak.6
Diagnosis prenatal
Diagnosis prenatal ini dilakukan pada masa kehamilan 8-10 minggu, dengan
mengambil sampel darah dari villi khorialis (jaringan ari-ari) untuk keperluan analisis
DNA.6
Komplikasi
Komplikasi thalasemia biasanya bukan berasal dari penyakit itu sendiri, melainkan
disebabkan karena tranfusi darah berulang yang harus dilakukan pada penderita thalasemia.
Efek samping dari transfusi darah tersebut adalah terjadinya hemosiderosis akibat
penumpukan Fe/besi.
Prognosis
Dubia ad bonam. Bergantung pada bagaimana konsultasi yang diberikan oleh dokter
kepada pasiennya.
17
PENUTUP
Kesimpulan
Thalasemia adalah suatu penyakit yang diakibatkan oleh gangguan produksi
hemoglobin dan ertirosit. Thalasemia merupakan penyakit genetik atau keturunan.
Thalasemia merupakan penyakit bawaan yang diturunkan dari salah satu orang tua kepada
anaknya sejak masih dalam kandungan. Jika pasangan suami istri adalah pembawa gen
thalasemia maka kemungkinan anaknya akan menderita Thalasemia sebesar 25%, pembawa
gen thalasemia 50% dan normal 50%. Gejala penyakit thalasemia sangat bervariasi
diantaranya anemia, pembesaran limfa, bentuk tulang abnormal dan gangguan pertumbuhan.
Pengobatan thalasemia antara lain dapat diberikan defoksiramin sebagai iron chelating agent,
vitamin dan asam folat. Sedangkan untuk terapi non-medika mentosa dapat dilakukan
transfusi darah atau pun bedah.
Daftar Pustaka
1. Sacher RA,Mcpherson R.Tinjauan klinis hasil pemeriksaan laboratorium. Ed 11. Jakarta:
EGC; 2002. h.93-5
2. Sullivan A, Kean L, Cryser A. Panduan pemeriksaan antenatal. Jakarta: EGC; 2008.
h.90-1
3. Behrman RE et all. Nelson ilmu kesehatan anak. Edisi kelima belas. Jakarta: Penerbit
EGC.2012.h.1772-5.
4. Waterbury L. Buku saku hematologi. Edisi ke-3. Jakarta; EGC; 2001. h. 19-23
5. Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Kelainan Genetik pada Hemoglobin Dalam Kapita
Selekta Hematologi (Essentials of Hematology). Alih bahasa, Lyana Setiawan; editor
bahasa Indonesia, Dewi Asih Mahanani. Ed.4. Jakarta: EGC; 2005.h. 431-38
6. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Sistem
Hematologi. Dalam: Hasan R, Alatas H, penyunting. Buku kuliah ilmu kesehatan anak.
Volume 1. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2000.h.431-6,445-9.
7. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke 11. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC ; 2008.h.445-8.
18