makalah terapi modalitas

87
 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ganggu an jiwa ata u penya kit jiwa mer upa kan pen ya kit den gan multi kau sal, sua tu penya kit dengan ber bag ai pen yeb ab ya ng sang at  bervariasi. Dalam konsep stres-adaptasi penyebab perilaku maladaptive diko nstruk kan sebaga i tahap an mula i adany a factor predisposi si, fakto r  presipitasi dalam bentuk stressor pencetus, kemampuan penilaian terhadap stressor, sumber koping y ang dimiliki, dan bagaimana mekanisme kopin g yang dipilih oleh seorang individu. Banyak ahli dalam kesehatan jiwa memiliki persepsi yang berbeda-  beda terhadap apa yang dimaksud gang guan jiwa dan bagaimana gangguan  perilaku terjadi. Perbedaan pandangan tersebut tersebut tertuang dalam  bentuk model konseptual jiwa. Pandangan model psikoanalisa berbeda den gan pan dangan model sosi al, model per ila ku, model eks iste nsial, model medical, berbeda pula dengan model stres-adaptasi. asing-masing model memiliki pendekatan unik dalam terapi gangguan jiwa. Berbagai pendekatan penanganan klien gangguan jiwa inilah yang dimaksud dengan terapi modalitas. !uatu pendekatan penanganan klien gangguan yang bervariasi bertujuan mengubah perilaku klien gangguan  jiwa dengan perilaku maladaptivenya menjadi perilaku y ang adaptif. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas yang menyebutkan pendekatan  pada penanganan klien jiwa sangat bervariasi maka dari itu penulis mer umuskan mas alah apa saja penangana n kli en gangguan jiwa ya ng dilakukan melalui terapi modalitas. C. Tu juan a" #uju an $mum #uj uan dari penuli san ini adal ah me me nuhi tuga s mata kuli ah keperawatn jiwa %% dan menjabarkan tentang terapi modalitas  T erapi Modalitas ... 1

Upload: ryanidol

Post on 09-Oct-2015

1.202 views

Category:

Documents


170 download

DESCRIPTION

gg

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar BelakangGangguan jiwa atau penyakit jiwa merupakan penyakit dengan multi kausal, suatu penyakit dengan berbagai penyebab yang sangat bervariasi. Dalam konsep stres-adaptasi penyebab perilaku maladaptive dikonstrukkan sebagai tahapan mulai adanya factor predisposisi, faktor presipitasi dalam bentuk stressor pencetus, kemampuan penilaian terhadap stressor, sumber koping yang dimiliki, dan bagaimana mekanisme koping yang dipilih oleh seorang individu.

Banyak ahli dalam kesehatan jiwa memiliki persepsi yang berbeda-beda terhadap apa yang dimaksud gangguan jiwa dan bagaimana gangguan perilaku terjadi. Perbedaan pandangan tersebut tersebut tertuang dalam bentuk model konseptual jiwa. Pandangan model psikoanalisa berbeda dengan pandangan model sosial, model perilaku, model eksistensial, model medical, berbeda pula dengan model stres-adaptasi. Masing-masing model memiliki pendekatan unik dalam terapi gangguan jiwa.Berbagai pendekatan penanganan klien gangguan jiwa inilah yang dimaksud dengan terapi modalitas. Suatu pendekatan penanganan klien gangguan yang bervariasi bertujuan mengubah perilaku klien gangguan jiwa dengan perilaku maladaptivenya menjadi perilaku yang adaptif.

B. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang diatas yang menyebutkan pendekatan pada penanganan klien jiwa sangat bervariasi maka dari itu penulis merumuskan masalah apa saja penanganan klien gangguan jiwa yang dilakukan melalui terapi modalitas.

C. Tujuan a) Tujuan UmumTujuan dari penulisan ini adalah memenuhi tugas mata kuliah keperawatn jiwa II dan menjabarkan tentang terapi modalitas b) Tujuan Khusus Mengetahui jenis-jenis terapi modalitas

Mengetahui dan mempelajari konsep dan peranan perawat dalam terapi kognisi

Mengetahui dan mempelajari konsep dan peranan perawat dalam logoterapi

Mengetahui dan mempelajari konsep dan peranan perawat dalam terapi keluarga

Mengetahui dan mempelajari konsep dan peranan perawat dalam terapi lingkungan

Mengetahui dan mempelajari konsep dan peranan perawat dalam terapi psikoreligius

Mengetahui dan mempelajari konsep dan peranan perawat dalam terapi kelompok

Mengetahui dan mempelajari konsep program perencanaan pulang

BAB II

PEMBAHASAN

A. TERAPI KOGNISI1. Konsep Gangguan Kognisi

Secara garis besar gejala gangguan jiwa dikelompokan menjadi empat kelompok besar yaitu : gangguan kognisi (cognitive), gangguan kemauan (volition), gangguan emosi dan afek (emotion and afect), gangguan psikomotor (psycomotor). Masing-masing kelompok gangguan dibagi lagi menjadi beberapa kelompok yang sangat rumit dan kompleks.

Gangguan kognisis adalah adanya masalah dalam proses mental yang dengannya seseorang individu menyadari dan mempertahankan hubungan dengan lingkungannya baik lingkungan dalam maupun lingkunga luarnya (fungsi mengenal). Bagian-bagian dari proses kognisi bukan merupakan kekuatan yang terpisah-pisah, tetapi sebenarnya ia merupakan cara dari seseorang individu untuk berfungsi dalam hubungannya dari lingkungannya.

Proses kognisi meliputi:

Sensasi dan persepsi

Perhatian

Ingatan

Asosiasi

Pertimbangan

Kesadaran

a) Pengertian Cognitive Behavioral Therapy

Cognitive behavioral therapy : aplikasi dari berbagai variasi teori belajar dalam kehidupan. Tujuannya adalah untuk menolong seseorang keluar dari kesulitannya dalam berbagai bidang pengalaman. Sering kali masalah tersebut terjadi dalam konteks masalah medis atau gangguan psikiatrik. Teknik kognitif terafi dapat diterapkan dalam bidang pendidikan, ditempat kerja, dalam kegiatan konsumen, dan olahraga.dalam situasi tersebut cognitive behavioral therapy dapat menolong sesorang dalam pertumbuhan prestasinya dengan meningkatkan kemampuan kopingnya. Hal ini dapat digunakan oleh perawat diberbagai bagian dan berbagai lapangan kesehatan untuk meningkatkan respon koping dan merubah perilaku maladaptive. Hal ini sangat penting bagi pengetahuan perawat dalamm intervensi keperawatan melalui konsep rentang sehat sakitnya.

Cognitive behavioral therapy berfokus pada masalah dan berorientasi pada tujuan, diarahkan pada masalah-masalah yang berkembang pada situasi sekarang dan saat ini (deals with here and now issue). Memandang individu sebagai pengambil keputusan utama dalam menyelesaikan masalah.

b) Bentuk Distorsi Kognisi Pada Klien

Tabel 2.1 Bentuk Distorsi Kognisi

NoKelainan kognisiPengertianContoh

1Overgeneralization Menggambarkan kesimpulan secara menyeluruh segala sesuatu berdasarkan kejadian tunggal.Seorang mahasiswa yang gagal dalam ujian mengatakan kayaknya saya enggak lulus dalam setiap ujian.

2Personalization Menghubungkan kejadian diluar terhadap dirinya meskipun hal tersebut tidak beralasan.atasan saya mengatakan produktivitas perusahaan sedang menurun tahun ini, saya yakin kalau pernyataan ini ditujukan pada diri saya.

3Dichotomus thinking Berfikir ekstrim, menganggap segala sesuatunya selalu sangat bagus atau sangat buruk.bila suami saya meninggalkan saya, saya mikir saya lebih baik mati.

4CatastrophizingBerfikir sangat buruk tentang orang dan kejadian saya lebih baik tidak mengisi formulir promosi jabatan itu, sebab saya tidak menginginkan dan tidak akan nyaman dengan jabatan itu.

5Selective abstractionBerfokus pada detail, tetapi tidak relefan dengan informasi yang baik.Seorang istri percaya bahwa suaminya tidak mencintainya sebab ia datang terlambat dari pekerjaannya, tetapi ia mengabaikann perasaannya, hadiah dari suaminya tetap diterima dan libur bersama tetap direncanakan.

6Arbitary inferenceMenggambarkan kesimpulan yang salah tanpa didukung data Teman saya tidak pernah lama menyukai saya sebab iya tidak mau diajak pergi.

7Mind readingPercaya bahwa seseorang mengetahui pemikiran orang lain tentang mengecek kebenarannya.Mereka pasti berfikir bahwa dirinya terlalu kurus atau terlalu gemuk.

8magnificationExagreggating the imfortance of events.Saya telah meniggalkan makan malam saya, hal ini menunjukan saya betapa tidak kompetennya saya.

9Externalization of self worthMenentukan peta nilai diri sendiri untuk diterapkan pada orang lain.Saya sudah berusaha untuk kelihatan baik setiap waktu tetapi teman-teman saya yang tidak menginginkan saya berada disampingnya.

2. Peran Perawat Jiwa dalam Kognitif Terapi

Perawat jika memiliki peran penting dalam berbagai kognitif terapi dirumah sakit jiwa. Peran tersebut terutama adalah bertindak sebagai leader, fasilitator, evaluator, dan motivator. Teknik kogtip terapi di rumah sakit jiwa dapat bermanfaat secara efektif terhadap berbagai masalah klinik untuk semua rentang usia.masalah-masalah meliputi: kecemasan (unxiety), gangguan afek (afektive), masalah makan (eating), schizofrenia, ketergantungan zat (subtenabouse), gangguan kepribadian (personality disorder). Hal ini pun bisa diterapkan pada anak , dewasa, keluarga baik secara kelompok atau individual. Secara umum kognitif terapi meliputi beberapa teknik dengan tujuan sebagai berikut:

Meningkatkan aktivitas yang diharapkan (increasing activity).

Menurunkan perilaku yang tidak dikehendaki (reducing unwanted behavior).

Meningkatkan rekreasi (increasing pleasure).

Meningkatkan dan memberi kesempatan dalam kemampuan sosial (enchacing sosial skill).

Ada beberapa teknik kognitip terapi yang harus diketahui oleh perawat jiwa. Pengetahuan tentang teknik ini merupakan syarat agar peran perawat jiwa bisa berfungsi secara optimal. Dalam pelaksanaan teknik-teknik ini harus dipadukan dengan kemampuan lain seperti teknik komter, milieu therapy dan kounseling. Beberapa teknik tersebut antara lain:

a. Teknik restrukturisasi kognisi (restracturing kognitive)

Perawat berupaya untuk mempasilitasi klien dalam melakukan pengamatan terhadap pemikiran dan persamaan yang muncul. Teknik restruturisasi dimulai dengan cara memperluas kesadran diri dan mengamati perasaan dan pemikiran yang mungkin muncul. Biasanya dengan menggunakan pendekatan 5 kolom. Masing-masing kolom terdiri atas perasaan dan pikiran yang muncul saat menghadapi masalah terutama yang dianggap menimbulkan kecemasan saat ini. Sebagai contoh kecemasan yang muncul pada klien saat suaminya datang terlambat.

TanggalSituasi emosiPikiran otomatisRespon rasionalHasil

Tanggal saat masalah dirasakan Kejadian nyata yang menyebabkan ketidaknyamanan emosi.

Pokok pikiran, khayalan yang menyebabkan ketidaknyamanan emosi. Pikiran otomatis yang muncul khususnya sedih, marah, cemas.

Skala emosi dalam rentang 0% sampai 100%. Tulis respon rasional terhadap pemikiran yang muncul.

Tuliskan presentasi kepercayaannya dalam rentang 0 sampai 100 %. Tulis kembali tingkat kepercayaan terhadap presentase pikiran otomatis 1 sampai 100%.

Presentase emosi secara khusus saat sekarang dalam rentang 1 sampai 100%.

5 April 2007 jam 10.00 malam Suami belum datang biasanya jam 4 sore sudah datang sekarang sudah jam 12 malam. Tidak ada telepon dan tiak memberi kabar.

Jangan-jangan selingkuh atau ketemu bekas pacarnya atau membawa wanita lain dengan mobilnya. Pikiran otomatis yang muncul cemas, marah, cemburu.

Cemas 20%

Marah 50%

Cemburu 30% Mungkin mobilnya mogok dijalan.

Mungkin ada pekerjaan yang harus segera diselesaikan menyangkut rencana seminar nasional.

Mungkin tidak pulsa dan tidak sempat telepon.

Ada tugas mengajar mendadak keluar kota.

Tidak mungkin membawa wanita lain sebab belum pernah terjadi sebelumnya.

Tidak pernah ada data berhubungan dengan bekas pacarnya.

Suami sangat sayang pada saya dan bisa dipercaya.

Suami penganut agama yang taat. Cemas 10%

Marah 20%

Cemburu 5%

Perawat jiwa dapat memberikan blanko restructuring cognitive, untuk kemudian diisi oleh klien. Setelah mendapatkan penjelasan seperlunya, maka hasil analisa klien dan blanko yang sudah terisi dibahas secara bersama.

b. Teknik penemuan fakta-fakta (questioning the evidence)

Perawat jiwa mencoba memfasilitasi klien agar membiasakan menuangkan pikiran-pikiran abstraknya secara kongkrit dalam bentuk tulisan untuk memudahkanmenganalisanya. Tahap selanjutnya yang harus dilakukan perawat saat memfasilitasi kognitif terapi adalah mencari fakta yang mendukung keyakinan dan kepercayaannya. Teknik penemuan kata juga mencakup pencarian sumber-sumber data yang berkaitan.klien yang mengalami distori dalam pemikirannya serigkali memberikan bobot yang sama terhadap semua sumber data atau data-data yang tidak disadarinya, seringkali klien menganggap data-data itu mendukung pemikiran buruknya. Data bisa diperoleh dari staf, keluarga atau anggota lain dalam masyarakat sebagai support dalam lingkungan sosialnya. Lingkungan tersebut dapat memberikan masukan yang lebih realistik kepada klien dibanding dengan pemikiran-pemikiran buruknya. Dalam hal ini penenmuan fakta dapat berfungsi sebagai penyeimbang pendapat klien tentang pikiran buruknya. Berdasarkan data-data yang bisa diprcaya klien bisa mengambil kesimpulan yang tepat tentang perasaannya selama ini. Misalnya pada saat klien di PHK, muncul perasaan bahwa dirinya memang tidak berprestasi, kurang pendidikan, atasannya marah dan tidak disukai. Perawat memfasilitasi klien untuk memilih mana fakta mana perasaan negatif. Fakta dalah PHK dilakukan karena perusahaan sedang melakukan restrukturisasi, penghematan dan efisiensi tanpa dilandasi suka atau tidak suka atau bukan karena marah. Pendidikan mungkin menjadi salah satu pertimbangan. Prestasi juga menjadi pertimbangan, tetapi karyawan lain yang memiliki pendidikan lebih tinggi faktanya turut di PHK. Jumlah PHK yang banyak, menunjukan bahwa masalah ini tidak hanya ditujukan pada klien sendiri. Disini klien disuruh memilah mana perasaan negatif dan mana fakta.

c. Teknik pertemuan alternatif (Examing Alternatives)

Banyak klien melihat bahwa masalah terasa sangat berat karena tidak adanya alternatif pemecahan lagi. Khususnya fakta ini berlaku pada klien depresi atau klien dengan percobaan bunuh diri. Latihan menemukan dan mencari alternatif-alternatif pemecahan masalah klien bisa dilakukan antara klien dengan bantuan perawat. Klien dianjurkan untuk menuliskan masalahnya. Mengurutkan masalah-masalah paling ringan dulu. Kemudian mencari dan menemukan alternatifnya. Klien depresi atau klien gangguan jiwa lain menganggap masalahnya rumit karena akumulasi berbagai masalah seperti listrik belum dibayar dan alternatifnya adalah klien boleh memikirkan tentang :mungkin perlu surat keterangan tidak mampu. Disini penting sekali bagi perawat untuk merangsang klien agar berani berfikir lain dari biasanya atau berani berfikir beda.

d. Dekatastropik (decatastrophizing)

Teknik dekatrastropik dikenal juga teknik bila dan apa (the what- if then). Hal ini meliputi upaya menolong klien untuk melakukan evaluasi terhadap situasi dimana klien mencoba memandang masalahnya secara berlebihan. Dari situasi alamiah untuk melatih beradaptasi dengan hal terburuk dengan apa-apa yang mungkin terajdi. Pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan perawat adalah:

apa hal terburuk yang akan terjadi bila.....

apakah akan gawat sekali bila hal tersebut memang betul-betul terjadi......

tindakan pemecahan masalah apabila hal tersebut benar-benar terjadi.... ?

Tujuannya adalah untuk menolong klien melihat konsekuensi dari kehidupan. Dimana tidak selamanya sesuatu itu terjadi atau tidak terjadi. Sebagai contoh klien yang tinggal dipantai harus berani untuk berfikir: apakah yang akan saya lakukan bila sunami tiba-tiba datang?; gempa tiba-tiba melanda ?; suami tiba-tiba tenggelam?.

e. Reframing

Reframing adalah strategi dalam merubah persepsi klien terhadap situasi dan perilaku. Hal ini meliputi memfokuskan terhadapa sesuatu atau asfek lain dari masalah atau mendukung klien untuk melihat masalahnya sudut pandang yang lain. Klien sering kali melihat masalah hanya dalam satu sudut pandang saja. Perawat jiwa penting untuk memperluas kesadaran tentang keuntungan-keuntungan dan kerugian-kerugian dari masalah. Hal ini dapat menolong klien melihat masalah secara seimbang dan melihat dalam prespektiv yang baru. Dengan memahami asfek positif dan negatif dari masalah yang dihadapi klien dapat memperluas kesadaran dirinya. Strategi ini juga memicu kesempatan pada klien untuk merubah dan menemukan makna baru, sebab begitu makna berubah maka akan merubah perilaku klien. Sebagai contoh, PHK dapat dipandang sebagai stressor tetapi setelah klien merubah makna PHK, ia dapat berfikir bahwa PHK merupakan kesempatan untuk belajar bisnis, menemukan pengalaman baru, banyaknya waktu bersama keluarga, saatnya belajar home industry dan meraih peluang kerja yang lain.

f. Thought Stopping

Kesalahan berfikir seringkali menemukan dampak seperti bola salju bagi klien. Awalnya masalah tersebut kecil, tetapi lama kelamaan menjadi sulit dipecahkan. Teknik berhenti memikirkannya (thought stopping) sangat baik digunakan pada saat klien mulai memikirkan sesuatu sebagai masalah. Klien dapat menggambarkan bahwa masalahnya sudah selesai. Mengkhayalkan bahwa bel berhenti berbunyi. Untuk memulainya, klien diminta untuk menceritakan masalahnya dan mengatakan rangkuman masalahnya dalam hayalan. Perawat menyela hayalan klien dengan cara mengatakan keras-keras berhenti. Setelah itu klien mencoba sendiri untuk melakukan sendiri tanpa selaan dari perawat. Selanjutnya klien mencoba menerapkannyadalam situasi keseharian.

g. Learning New Behavior With Modeling

Modeling adalah strategi untuk merubah perilaku baru dalam meningkatkan kemampuan dan mengurangi perilaku yang tidak dapat diterima. Sasaran perilakunya adalah memecahkan masalah-masalah yang disusun dalam beberapa urutan kesulitannya. Kemudian klien melakukan observasi pada seseorang yang berhasil memecahkan masalah yang serupa dengan klien dengan cara modifikasi dan mengontrol lingkungannya. Setelah itu klien meniru perilaku orang yang dijadikan model. Awalnya klien melakukan pemecahan masalah secara bersama dengan fasilitator. Selanjutnya klien mencoba memecahkannya sendiri sesuai dengan pengalaman yang diperolehnya bersama fasilitator. Sebagai contoh pada klien yang memiliki stressor kesulitan ekonomi, klien bisa ikut megang dulu sambil belajar bisnis atau berdagang dengan orang lain, setelah mendapatkan pengalam klien bisa melakukannya sendiri.

h. Membentuk pola (Shaping)

Membentuk pola perilaku baru oleh perilaku yang diberikan reinforcment. Setiap perilaku yang diperkirakan sukses dari apa-apa yang diniatkan klien untuk melakukannya akandiberikan pujian atau reinforcment. Misalnya anak yang bandel dan tidak akur dengan orang lain berniat untuk damai dan hangat dengan orang lain, maka pada saat niatnya itu menjadi kenyataan, klien diberi pujian.

i. Token Economy

Taken economy adalah bentuk reinforcment positif yang sering digunakan pada kelompok anak-anak atau klien yang mengalami masalah psikiatrik. Hal ini dilakukan secara konsisten pada saat klien mampu menghindari perilaku buruk atau melakukan hal yang baik. Misalnya setiap berhasil bangun pagi klien mendapat permen, setiap bangun kesiangan mendapat tanda silang atau gambar bunga berwarna hitam. Kegiatan berlangsung terus-menerus sampai suatu saat jumlahnya diakumulasikan.

j. Role play

Role play memungkinkan klien untuk belajar menganalisa perilaku salahnya melalui kegiatan sandiwara yang dapat dievaluasi oleh klien dengan memanfaatkan alur cerita dan perilaku orang lain. Klien dapat menilai dan belajar mengambil keputusan berdasarkan konsekuensi-konsekuensi yang ada dalam cerita. Klien bisa melihat akibat-akibat yang akan terjadi melalui cerita yang disuguhkan. Misalnya klien melihat role play tentang seorang pasien yang tidak mau makan obat, tidak mau mandi dan sering merokok.

k. Social Skill Training.

Teknik ini didasari oleh keyakinan bahwaketerampilan apapun diperoleh sebagai hasil belajar. Beberapa prinsip untuk memperoleh keterampilan baru bagi klien adalah: Bimbingan

Demonstrasi

Praktik

Feedback

Sebagai contoh klien pemalas (abulia), dapat diajarkan keterampilan membersihkan lantai, perawat mensdemontrasikan cara membersihkan lantai yang baik, selanjutnya perawat mengupayakan agar klien mempraktikan sendiri. Perawat melakukan feedback dengan cara manilai dan memperbaiki kegiatan yang masih belum sesuai dengan harapan.

l. Aversion Therapy

Aversion therapy bertujuan untuk menghentikan kebiasaan-kebiasaan buruk klien dengan cara mengarversikan kegiatan buruk tersebut dengan sesuatu yang tidak disukai. Misalnya kebiasaan menggigit penghapus saat boring dengan cara membayangkan bahwa penghapus itu dianggap cacing atau ulat yang menjijikan. Setiap klien pasien kegemukan melakukan kebiasaan ngemil makanan, maka ia dianjurkan untuk membayangkan kotoran kambing yang dimakan terus.

m. Contingency Contracting

Cintingency Contracting berfokus pada perjanjian yang dibuat antara therapist dalam hal ini perawat jiwa dengan klien. Perjanjian dibuat dengan punisment dan reward. Misalnya bila klien berhasil mandi tepat waktu atau meninggalkan kebiasaan merokok maka pada saat bertemu dengan perawat hal tersebut akan diberikan reward. Konsekuensi yang berat telah disepakati antara klien dengan perawat terutama bila klien melanggar kebiasaan buruk yang sudah disepakati untuk ditinggalkan.

B. LOGOTERAPI

1. Konsep Logoterapi

a) Pengertian Logoterapi

Logoterapi diperkenalkan oleh Viktor Frankl, seorang dokter ahli penyakit saraf dan jiwa (neuro-psikiater). Logoterapi berasal dari kata logos yang dalam bahasa Yunani berarti makna (meaning) dan juga rohani (spirituality), sedangkan terapi adalah penyembuhan atau pengobatan. Logoterapi secara umum dapat digambarkan sebagai corak psikologi/ psikiatri yang mengakui adanya dimensi kerohanian pada manusia di samping dimensi ragawi dan kejiwaan, serta beranggapan bahwa makna hidup (the meaning of life) dan hasrat untuk hidup bermakna (the will of meaning) merupakan motivasi utama manusia guna meraih taraf kehidupan bermakna (the meaningful life) yang didambakannya. Ada tiga asas utama logoterapi yang menjadi inti dari terapi ini, yaitu:

1. Hidup itu memiliki makna (arti) dalam setiap situasi, bahkan dalam penderitaan dan kepedihan sekalipun. Makna adalah sesuatu yang dirasakan penting, benar, berharga dan didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang dan layak dijadikan tujuan hidup.

2. Setiap manusia memiliki kebebasan yang hampir tidak terbatas untuk menentukan sendiri makna hidupnya. Dari sini kita dapat memilih makna atas setiap peristiwa yang terjadi dalam diri kita, apakah itu makna positif atupun makna yang negatif. Makna positif ini lah yang dimaksud dengan hidup bermakna.

3. Setiap manusia memiliki kemampuan untuk mangambil sikap terhadap peristiwa tragis yang tidak dapat dielakkan lagi yang menimpa dirinya sendiri dan lingkungan sekitar. Contoh yang jelas adalah seperti kisah Imam Ali diatas, ia jelas-jelas mendapatkan musibah yang tragis, tapi ia mampu memaknai apa yang terjadi secara positif sehingga walaupun dalam keadaan yang seperti itu Imam tetap bahagia.

b) Ajaran LogoterapiKetiga asas itu tercakup dalam ajaran logoterapi mengenai eksistensi manusia dan makna hidup sebagai berikut.

a. Dalam setiap keadaan, termasuk dalam penderitaan sekalipun, kehidupan ini selalu mempunyai makna.

b. Kehendak untuk hidup bermakna merupakan motivasi utama setiap orang.

c. Dalam batas-batas tertentu manusia memiliki kebebasan dan tanggung jawab pribadi untuk memilih, menentukan dan memenuhi makna dan tujuan hidupnya.

d. Hidup bermakna diperoleh dengan jalan merealisasikan tiga nilai kehidupan, yaitu nilai-nilai kreatif (creative values), nilai-nilai penghayatan (eksperiental values) dan nilai-nilai bersikap (attitudinal values).

c) Tujuan Logoterapi

Tujuan dari logoterapi adalah agar setiap pribadi memahami adanya potensi dan sumber daya rohaniah yang secara universal ada pada setiap orang terlepas dari ras, keyakinan dan agama yang dianutnya :1. Menyadari bahwa sumber-sumber dan potensi itu sering ditekan, terhambat dan diabaikan bahkan terlupakan

2. memanfaatkan daya-daya tersebut untuk bangkit kembali dari penderitaan untuk mamp[u tegak kokoh menghadapi berbagai kendala, dan secara sadar mengembangkan diri untuk meraih kualitas hidup yang lebih bermakna.

d) Pandangan Logoterapi terhadap ManusiaMenurut Frankl manusia merupakan kesatuan utuh dimensi ragawi, kejiwaan dan spiritual. Unitas bio-psiko-spiritual. Frankl menyatakan bahwa manusia memiliki dimensi spiritual yang terintegrasi dengan dimensi ragawai dan kejiwaan. Perlu dipahami bahwa sebutan spirituality dalam logoterapi tidak mengandung konotasi keagamaan karena dimens ini dimiliki manusia tanpa memandang ras, ideology, agama dan keyakinannya. Oleh karena itulah Frankl menggunakan istilah noetic sebagai padoman dari spirituality, supaya tidak disalah pahami sebagai konsep agama.

Dengan adanya dimensi noetic ini manusia mampu melakukan self-detachment, yakni dengan sadar mengambil jarak terhadap dirinya serta mampu meninjau dan menilai dirinya sendiri. Manusia adalah makhluk yang terbuka terhadap dunia luar serta senantiasa berinteraksi dengan sesama manusia dalam lingkungan sosial-budaya serta mampu mengolah lingkungan fisik di sekitarnya.

e) Logoterapi sebagai Teori KepribadianKerangka pikir teori kepribadian model logoterapi dan dinamika kepribadiannya dapat digambarkan sebagai berikut:

Setiap orang selalu mendambakan kebahagiaan dalam hidupnya. Dalam pandangan logoterapi kebahagiaan itu tidak datang begitu saja, tetapi merupakan akibat sampingan dari keberhasilan seseorang memenuhi keinginannya untuk hidup bermakna (the will to meaning). Mereka yang berhasil memenuhinya akan mengalami hidup yang bermakna (meaningful life) dan ganjaran (reward) dari hidup yang bermakna adalah kebahagiaan (happiness). Di lain pihak mereka yang tak berhasil memenuhi motivasi ini akan mengalami kekecewaan dan kehampaan hidup serta merasakan hidupnya tidak bermakna (meaningless). Selanjutnya akibat dari penghayatan hidup yang hampa dan tak bermakna yang berlarut-larut tidak teratasi dapat mengakibatkan gangguan neurosis (noogenik neurosis) mengembangkan karakter totaliter (totalitarianism) dan konformis (conformism).

2. Peran Perawat dalam Logoterapi

Keperawatan adalah ilmu dan kiat yang merupakan perpaduan dan integrasi dari area teori-teori yang bebeda: ilmu-ilmu social, seperti psikologi dan sosiologi, ilmu-ilmu dasar seperti anatomy, fisiologi, mikrobiologi dan biokimia, serta llmu medis tentang diagnosa dan pengobatan terhadap penyakit. Keperawatan adalah ilmu yang meliputi aspek biopsikososial, dimana pengkajian dan perencanaan respon manusia terhadap keadaan sakit, hal ini digambarkan dalam kemampuan pengetahuan biologi, psikologi, dan system sosial dalam keluarga, sahabat, dan masyarakat sebagai dasar pelaksanaan praktik. Pendekatan ini dikenal dengan model keperawatan yang holistik. Konsep logoterapi dalam psikologi penting sekali diterapkan dalam ilmu keperawatan jiwa. Logoterapi sebagai ilmu psikologi dapat memperkaya Body of Knowledge keperawatan jiwa. Konsep dasar logoterapi mengajarkan kepada klien agar tetap bersikap positif dalam kondisi yang paling sulit sekalipun. Perawat hendaknya tetap memanfaatkan kondisi lingkungan sebagai bahan terapi, meskipun keadaan lingkungan penuh dengan stressor. Sharing dan diskusi antara perawat jiwa dengan klien yang berada dalam keadaan cemas dan tertekan dapat dilakukan dengan cara selalu melihat dan menanyakan hikmah apa dibalik semua kejadian yang sedang menimpa. Dan menjadikan pengalaman tersebut sebagai terapi, prinsipnya perawat tetap memberikan stimulasi bahwa seburuk apapun kondisi lingkungan tetap ada kebaikan yang bias kita petik atau ada pesan tersirat bagi manusia untuk hidup lebih baik. Bila kondisi lingkungan tersebut mengancam hidup maka saatnya dengan logoterapi mengalihkan diskusi ke alam transedental berupa harapan kehidupan yang lebih baik di alam kekal.

C. TERAPI KELUARGA

1. Konsep Terapi Keluarga

Dampak negatif dari perawatan diruamh sakit, mendorong dicanangkannya pelayanan kesehatan jiwa masyarakat yaitu mempertahankan klien sedapat mungkin di masyarakat. Hal ini mungkin dilakukan melalui integrasi kesehatan jiwa masyarakat di puskesmas. Dengan demikian maka rentang asuhan keperawatan adalah dari pelayanan di masyarakat sampai pelayanan secara terus menerus pada setiap keadaan klien yang mungkin berfluktuasi di sepanjang rentang sehat-sakit.

Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberi perawatan langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit) klien. Umumnya, keluarga meminta bantuan tenaga kesehatan jika mereka tidak sanggup lagi merawatnya. Oleh karena itu asuhan keperawatan yang berfokus pada keluarga bukan hanya memulihkan keadaan klien tetapi bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan keluarga tersebut. Perawat membantu keluarga agar dapat/ mampu melakukan lima tugas kesehatan:

1. Mengenal masalah kesehatan.

2. Membuat keputusan tindakan kesehatan.

3. Memberi perawatan pada anggota yang sehat.

4. Menggunakan sumber yang ada dalam masyarakat. (Bailon dan Maglaya, 1978)

a. Tujuan terapi keluarga

Pentingnya perawatan di lingkungan keluarga dapat dipandang dari berbagai segi yaitu: keluarga merupakan suatu konteks dimana individu memulai hubungan interpersonal. Keluarga mempengaruhi nilai, kepercayaan, sikap, dan prilaku klien (Clemen dan Buchaman, 1982: 171). Sedangkan Spradey (1985) mengemukakan bahwa keluarga mempunyai fungsi dasar seperti memberi memberi kasih sayang, rasa aman, rasa dimiliki, dan menyiapkan peran dewasa individu di masyarakat.

Jika keluarga dipandang sebagai suatu sistem, maka gangguan jiwa pada suatu anggota keluarga akan mengganggu semua sistem atau keadaan keluarga. Hal ini merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya gangguan jiwa pada anggota keluarga. Dari kedua pernyataan diatas, dapat disimpulkan betapa pentingnya peran keluarga pada peristiwa terjadinya gangguan jiwa dan proses penyesuaian kembali setelah selesai program perawatan. Oleh karena itu keterlibatan keluarga dalam perawatan sangat menguntungkan proses pemulihan klien.

b. Model terapi keluarga

Pada saat sekarang ini kegiatan terapi keluarga telah dikembangkan beberapa pendekatan berupa model-model terapi keluarga, di antaranya:

1. Teori konsep Bowen

Pembeda diri: menentukan bagaimana hubungan emosional dibentuk dan bagaimana perkembangannya dari tiap individu. Misalnya: menggali siapa saya? Apa peran saya? Hal apa yang membedakan saya dengan anggota kelaurga lainnya? Hal apa yang membedakan saya dengan anggota keluarga lainnya? (umur, tugas, tanggung jawab, kebutuhan) dalam keluarga. Triagle dibentuk dari beberapa sistem emosi dan respon emosional automatik dalam keluarga yang digunakan untuk mengatur dan meredam kecemasan dalam berhubungan. Menggali bagaimana peran segi tiga: ayah, ibu dan anak agar dapat mencapai keseimbanggan dan rasa aman dalam keluarga. Dinamik (bergerak): proses perpindahan beberapa generasi suatu keluarga. Isu dan masalah dapat berubah dari satu generasi ke generasi lain begitu pula pola dari hubungan. Menggali apa masalah dominan generasi kakek, apa masalah dominan generasi ayah ibu, apa masalah dominan anak-anak sekarang, apa potensi masalah generasi berikutnya? Misalnya penyebab kecemasan keluarga adalah adanya masalah warisan yang belum selesai pada generasi ayah ibu adalah adanya pernikahan yang melanggar adat atau tabu. Masalah dominan pada generasi anak adalah masalah narkoba. Posisi sibling adalah seorang anggota keluarga ada perhatian pada sibling lainnya. Peran perawat menggali adakah dalam keluarga tersebut suasana pilih kasih yang dirasakan oleh anak tertentu? Adakah seseorang yang merasa mendapat perhatian lebih atau sangat kurang dibanding anak lainnya? Misalnya sistem keluarga menjadi terganggu setelah perhatian ibunya tercurah pada anak yang baru lahir sehingga terjadi pergeseran peran sebelumnya dan terganggunya seluruh sistem keluarga.Sistem emosi nuclear family berarti pengkajian diarahkan pada pola dari interaksi keluarga yang meliputi ayah, ibu, dan anak tanpa ada pihak keluarga lain. Sehingga bentuk perhatian, kasih sayang, Komunikasi lebih terfokus pada keluarga inti. Perawat mencoba menganalisa siapa sebenarnya keluarga inti dan mencoba mengesampingkan anggota keluarga lain yang bukan keluarga inti.

1) Emosional dihambat: antara keluarga inti mencoba untuk berlatih menahan amarah, merubahnya menjadi ungkapan kasih sayang dan saling perhatian. Perawat mencoba memusatkan pada upaya agar keluarga tidak bersifat emosional tetapi memecahkan konflik dengan cara hangat dan intim.2) Proses proyeksi keluarga: menggambarkan suatu kecemasan tentang isu yang ditransfer melalui suatu generasi. Fokus telaahan dimana masalah yang belum tuntas pada suatu generasi mungkin diwariskan pada generasi berikutnya. Masalah yang diwariskan dari generasi sebelumnya coba dianalisa oleh keluarga inti serta dampaknya pada keluarga inti dengan di fasilitasi perawat.c. Terapi struktur keluarga

1. Model terapi pada mulanya dikembangkan oleh Minuchin. Konsep keluarga sebagai suatu sistem sosiokultural terbuka digambarkan sebagai sarana dalam memenuhi kebutuhan adaptasi. Fungsi keluarga berkurang apabila kebutuhan individu dan anggota keluarga lain dijumpai maladaptif dan tidak bisa saling menyesuaikan. Misalnya penyesuaian pola makan dari latar belakang suami, istri, keponakan, bibi atau anggota keluarga lain yang berbeda, penyesuaian komunikasi dari pola asuh sebelumnya yang berbeda.2. Fokus dari terapi struktur ini adalah perubahan adaptasi dari maladptif menjadi adaptif atau perubahan pola untuk memudahkan perkembangan. Untuk usaha terapi meliputi hubungan keluarga, evaluasi struktur dasar keluarga. Kemampuan dan upaya seluruh anggota keluarga untuk saling menerima perbedaan dan saling memahami karakter.

d. Strategi terapi keluarga

Nama Jay Harley erat hubungannya dengan model ini. Dasar dari ajaran teori komunikasi adalah sebagai berikut: semua tingkah laku adalah komunikasi. Terapi ini dapat dilakukan oleh klien maupun anggota keluarga lainnya. Gambaran terperinci dari problem dan penentuan tujuan keluarga dalam pengobatan merupakan langkah pertama dalam terapi. Strategi terapi meliputi:

1. Reframing; dimana problem ditegaskan kembali oleh ahli terapi/ orang yang melakukan terapi sebagai sesuatu yang dibutuhkan oleh keluarga. Contoh: problem yang mengandung arti positif merupakan suatu tipe reframing yang spesifik, dikembangkan untuk mengartikan suatu masalah.2. Penegndalian perubahan; contoh: keluarga diminta untuk melaksanakan beberapa tindakan dan target untuk mengatasi masalah dalam beberapa minggu. Misalnya yang biasa tidak mencuci baju sendiri belajar untuk mencuci baju.3. Paradok (kontradiksi/pesan pertentangan); contoh: pertentangan keluarga yang tinggi akan menyebabkan perubahan suatu respon. Anggota keluarga yang biasanya dominan mencoba untuk tidak dominan, yang biasa mengatur berupaya untuk belajar diatur, yang biasa banyak bicara berusaha untuk mendengar dan sebagainya.e. Tahapan dalam Terapi Keluarga

Peran dan fungsi perawat tergantung pada pendekatan terapi seperti dinyatakan pada beberapa model terapi. Aspek umum dari proses terapi meliputi:

1) Permulaan hubungan dan menjalin trust.2) Pengakajian dan perencanaan.implementasi dan tahap kerja.3) Implementasi dan tahap kerja.4) Evaluasi dan terminasi.

Perawatan yang disiapkan sebagai anggota tim yang melaksanakan intervensi keluarga atau melaksanakan psiko education bekerja di bawah pengawasan dan petunjuk dari perawat spesialis klinik psikiatrik atau spesialis kesehatan mental lainnya yang sudah terlatih dan berpengalaman dalam terapi kelaurga.

2. Peran Perawat dalam Terapi Keluarga

Dengan bantuan perawat, keluarga diharapkan mempunyai kemampuan mengatasi masalah dan memelihara stabilitas dari status kesehatan semaksimal mungkin. Newman menjelaskan strategi intervensi keperawatan keluarga yang lebih berfokus pada prevensi primer dan tersier, seperti :1) mendidik kembali dan mengorientasikan kembali seluruh anggota keluarga

2) memberikan dukungan kepada klien serta sistem yang mendukung klien untuk mencapai tujuan dan usaha untuk berubah

3) mengkoordinasi dan mengintegrasikan sumber pelayanan kesehatan

4) memberi penyuluhan, perawatan di rumah, psiko edukasi,dll

Aktifitas :

Komponen dikdaktik : memberikan informasi & pendkes tentang gangguan jiwa, sistem keswa & yankep.

Komponen ketrampilan : latihan komunikasi, asertif, menyelesaikan konflik, mengatasi perilaku & stress

Komponen emosi : memberikan kesempatan untuk memvalidasi perasaan & bertukar pengalaman

Komponen proses keluarga fokus pada koping keluarga & gejala sisa terhadap keluarga.

Komponen sosial : meningkatkan penggunaan dukungan jaringan formal/informal untuk klien & keluarga

Proses perawatan yang melibatkan klien dan keluarga akan membantu proses intervensi dan menjaga agar klien tidak kambuh kembali setelah pulang. Khusus untuk keluarga yang memiliki anggota dengan gangguan jiwa, sangat penting merencanakan pulang klien dengan keluarganya. Jiip dan Sine (1986) mengemukakan tujuan rencana pulang klien sebagai berikut:

1. Menyiapkan klien daan keluarga secara fisik dan sosial serta psikologi.

2. Meningkatkan kemandirian klien dan keluarga.

3. Menyelenggarakan rentang perawatan antara rumah sakit dan masyarakat.

4. Melaksanakan proses pulang yang bertahap.

Perawat Mengkaji Indikasi Terapi Keluarga

Terapi keluarga berguna untuk klien yang:

1. Segan terhadap psikoterapi individu karena takut , tidak percaya pada terapi, menentang keras terapi, melawan figur orangtua.

2. Tidak/ kurang berpengalaman dengan saudara-saudaranya mempunyai pertentangan dengan anggota keluarga lain tidak/ sukar menyesuaikan diri dalam keluarga.

3. Ada salah satu anggota keluarga yang mempunyi intelegensi rendah atau komunikasi keluarga yang terhambat.

Melibatkan Keluarga dalam Mencegah Klien Kambuh

Keluarga merupakan unit yang paling dekat dengan klien dan merupakan perawat utama bagi klien. Keluarga berperan dalam menentukan cara atau asuhan yang diperlukan klien di rumah. Keberhasilan perawat dirumah sakit dapat sia-sia jika tidak diteruskan di rumah yang kemudian mengakibatkan klien harus dirawat kembali (kambuh). Peran serta keluarga sejak awal asuhan di RS akan meningkatkan kemampuan keluarga merawat klien di rumah sehigga kemungkinan dapat dicegah.

Pentingnya peran serta keluarga dalam klien gangguan jiwa dapat dipandang dari berbagi segi. Pertama, keluarga merupakan tempat dimana individu memulai hubungan interpersonal dengan lingkungannya. Keluarga merupakan institusi pendidikan utama bagi individu untuk belajar dan mengembangkan nilai, keyakinan, sikap dan perilaku (clement dan buchanan, 1982: 171).

Individu menguji coba perilakunya di dalam keluarga, dan umpan balik keluarga mempengaruhi individu dalam mengadopsi perilaku tertentu. Semua ini merupakan persiapan individu untuk berperan di masyarakat.

Jika keluarga dipandang sebagai suatu sistem maka gangguan yang terjadi pada salah satu anggota merupakan salah satu anggota, dapat mempengaruhi seluruh sistem, sebaliknya disfungsi keluarga merupakan salah satu penyebab gangguan pada anggota.

Pelayanan kesehatan jiwa yang ada merupakan fasilitas yang membantu klien dan keluarga dalam mengembangkan kemampuan mencegah terjadinya masalah, menanggulangi berbagai masalah dan mempertahankan keadaan adaptif.

Salah satu faktor penyebab kambuh gangguan jiwa adalah keluarga yang tidak tahu cara menangani perilaku klien di rumah (Sullinger, 1988). Menurut sullinger (1988) dan Carson/ Ross (1987), klien dengan diagnosa skizofenia diperkirakan akan kambuh 50% pada tahun pertama, 70% pada tahun kedua, dan 100% pada tahun kelima setelah pulang dari rumah sakit karena perlakuan yang salah selama di rumah atau di masyarakat.

Peran keluarga dalam mencegah kekambuhan klien

Empat faktor penyebab klien kambuh dan perlu dirawat di rumah sakit, menurut Sullinger (1988):

1. Klien; sudah umum diketahui bahwa klien yang gagal memakan obat secara teratur mempunyai kecendrungan untuk kambuh. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan 25% sampai 50% klien yang pulang dari rumah sakit tidak memakan obat secara teratur.

2. Dokter (pemberi resep); makan obat yang teratur dapat mengurangi kambuh, namun pemakaian obat neuroleptik yang lama dapat menimbulkan efek samping Tardive Diskinesia yang dapat menggangu hubungan sosial seperti gerakan yang tidak terkontrol. Dokter yang memberi resep diharapkan tetap waspada mengidentifikasi dosis terapeutik yang dapat mencegah kambuh dan efek samping.

3. Penanggung jawab klien; setelah klien pulang ke rumah maka perawat puskesmas tetap bertanggung jawab atas program adaptasi klien di rumah.

4. Keluarga; berdasarkan penelitian di inggris memperliahatkan bahwa keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi {bermusuhan, mengkritik, banyak melibatkan diri dengan klien diperkirakan kambuh daam waktu 9 bulan, hasilnya 57% kembali dirawat dari keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi dan 17% kembali dirawat dari keluarga dengan ekspresi emosi kelaurga yang rendah. Selain itu klien juga mudah dipengaruhi oleh stress yang menyenangkan (naik pangkat, menikah) maupun yang menyedihkan (kematian/ kecelakaan). Dengan terapi keluarga klien dan kelaurga dapat mengatasi dan mengurangi stress.

Herz dan Menville (1980, dkutip oleh Sullinger, 1988) mengkaji beberapa gejala kambuh yang diidentifikasi oleh klien dan keluarganya, yaitu :

1. Nervous

2. Tidak nafsu makan

3. Sukar konsentrasi

4. Sulit tidur

5. Depresi

6. Tidak ada minat

7. Menarik diri

Setelah klien pulang kerumah, sebaiknya klien melakukan perawatan lanjutan pada puskesmas di wilayahnya yang mempunyai program kesehatan jiwa. Perawat komuniti yang menangani klien dapat menganggap rumah klien sebagai ruangan perawatan . Perawat, klien, dan keluarga besar sama untuk membantu proses adaptasi klien di dalam kelaurga dan masyarakat. Perawat dapat membuat kontrak dengan kelaurga tentang jadwal kunjungan rumah dan after care di puskesmas.

Contoh jadwal kunungan rumah

Minggu pertama

= 2 x per hari

Minggu kedua

= 1 x per hari

Minggu ketiga

= 3 x per minggu

Minggu keempat

= 2 x per minggu

Minggu kedua 6 bulan selanjutnya= 1 x per minggu

Contoh jadwal after care

Bulan pertama

= 2 x per bulan, ditemani dengan keluarga

Bulan kedua

= 2 x per bulan, diantar ke kendaraan

Bulan ketiga

= 2 x perbulan, sendirian

Selanjutnya

=1 x per bulan, sendirian

Jadwal kunjungan rumah dan after care dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan klien. Perawat , membantu klien dan kelaurga menyesuaikan diri di lingkungan keluarga, dlam hal sosialisasi, perawatan mandiri dan kemampuan memecahkan maslah. Perawat dapat memantau danmengidentifikasi gejala kambuh dan segera melakukan tindakan sehingga dapat dicegah perawatan kembali di rumah sakit.

Peran kelaurga dalam terapi

1. Membuat suatu keadaan diman anggota keluarga dapat melihat bahaya terhadap diri klien dan aktivitasnya.

Mengurangi rasa tajut.

Memberikan arahan.

Menolong mereka dapat merasa senang dengan proses terapinya.

Menerima keahlian dan melakukan perannya dengan baik.

2. Tidak merasa takut dan mampu bersikap terbuka

Menyusun pertanyaan untuk membantu mengurangi rasa takut.

Menguatkan anggapan anggota dan menanyakan anggpan individu.

Mendapat fakta tentang rencana, proses, kelemahan dalam rencana, persepsi pribadi dan orang lain, persepsi peran, komunikasi yang baik dan tekniknya, perasaan seksual dan aktivitas.

Merespon dengan keyakinan hati anggota.

3. Membantu anggota bagaimana memandang orang lain.

Observasi sharing bagaimana angota memanifestasikan dirinya.

Mengajarkan anggota bagaimana mengobservasi sharing mereka dengan orang lain.

Menayangkan videotape atau audiovisual yang mendukung visi keluarga.

4. Bertanya dan memberikan informasi tak berbelit; memudahkan dalam memberi dan menerima informasi yang memudahkan bagi anggota kelarga untuk melakukannya.

5. Membangun self esteem.

Dengan menyatakan saya menghargai kamu .

Mencantumkan sesuatu yang berharga bagi seseorang.

Ajukan pertanyaan yang dapat dijawab oleh anggota keluarga.

Menekankan bahwa ahli terapi dan anggota kelaurga sanggup belajar dari terapi.

Merespon sebagai seseorang yang mengerti atau sungguh-sungguh dapat mengevaluasi.

Tidak ada pencapaian hasil yang lalu.

Menanyakan anggota keluarga yang lain, apakah klien dapat membawa kebahagiaan bagi anggota keluarga.

6. Menurunkan ancaman dengan latar belakang atauran untuk interaksi.

Melihat kembali aturan di rumah dimana semua anggota berpatrisipasi.

Demokratis.

Meyakinkan bahwa tidak ada orang yang membicarakan atau menyinggung orang lain.

Menolong setiap orang berbicara dengan benar sehingga orang lain dapat mendengar.

Menggunakan pendekatan humor.

Menciptakan ketenangan untuk kontrol.

7. Menurunkan ancaman dengan struktur pembahasan yang sistematis.

Memberitahukan tujuan dengan jelas sampai akhir terapi atau batas waktu untuk reevaluasi.

Memperliahatkan keluarga sebagai suatu kesatuan bukan bagian.

Melaihat bagian atau sub sistem dari keluarga untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik.

Menurunkan ancaman.

Diskusikan marah dan ketersinggungan secara terbuka.

8. Pendidikan ulang anggota untuk bertanggung jawab.

-mengingatkan anggota keluarga bahwa mereka dapat merubah diri mereka sendiri.

- keterbukaan antar anggota keluarga.

D. TERAPI LINGKUNGAN

1. Konsep Terapi Lingkungan

Manusia tidak bisa dipisahkan dari lingkungan sehingga aspek lingkungan harus mendapat perhatian khusus dalam kaitannya untuk menjaga dan memelihara kesehatan manusia. Lingkungan berkaitan erat dengan stimulasi psikologis seseorang yang akan berdampak pada kesembuhan, karena lingkungan tersebut akan memberikan dampak baikpada kondisi fikik maupun psikologis seseorang.

Lingkungan dan situasi rumah sakit yang asing serta pengalaman perawatan yang tidak menyenangkan akan memberi pengaruh yang besar terhadap kemampuan adaptasi pasien dengan gangguan fisik dan gangguan mental. Lingkungan tersebut akan berpengaruh pula pada proses perawatan dirumah sakit, hal ini pada akhirnya akan menentukan keberhasilan perawatan dan pengobatan. Adanya kecenderungan rumah sakit menjadi stressor bagi pasien seperti banyaknya keluhan masyarakat yang menyatakan rumah sakit bau alkohol, bau darah, bau obat, semeraut dengan lalulalang pengunjung dan petugas kesehtan dengan warna yang monoton, udara yang terbatas dan limbah medis yang berbahaya.hal tersebut bertolak belakang dengan tujuan penyembuhan pasien dimana pasien yang sakit membutuhkan suasana yang nyaman, karena pasien yang sedang mengalami kelemahan fisik dan kerusakan sel-sel tubuh membutuhkan waktu istirahat yang berfungsi untuk pemulihan dan proses floriferation sel yang rusak.

Dalam penerapan psikologi lingkungan harus memperhatikan interdisipliner ilmu-ilmu lain, misalnya pada penatalaksanaan pasien yang mengalami gangguan mental perlu adanya kerja sama antara dokter, peawat, psikolog, dan ahli lingkungan sehingga dalam penatalaksaannya pasien dilakukan secara komprehensif.

Menurut ICN (1997) yang dikutip oleh suhaemi (1997) bahwa pada tahun 2020 nanti diseluruh dunia akan terjadi pergeseran penyakit. Penyakit infeksi akan dapat dikendalikan, AIDS terus menjadi masalah utama, masalah kesehatan mental akan menjadi The global burdan of deseases (Michard dan Chaterina, 1999). Hal ini akan menjadi tantangan bagi public health policy yang secara tradisional memberi perhatian yang lebih terhadap penyakit infeksi. Standar pengukuran untuk kebutuhan kesehatan global secara tradisional adalah angka kematian akibat penyakit. Ini telah menyebabkan gangguan mental seolah-olah bukan masalah. Dengan adanya indikator baru., yaitu DALY (Disability Adjusted Life Year), diketahuilah bahwa gangguan mental psikiatrik merupakan masalah kesehatan utama secara internasional.

Perubahan sosial ekonomi yang amat cepat dan situasi sosial politik indonesia yang tidak menentu menyebabkan semakin tingginya angka pengangguran, kemiskinan dan kejahatan, situasi ini dapat meningkatkan angka kejadian krisis dan gangguan mental dalam kehidupan manusia. Pada saat ini terjadi peningkatan sekitar 20% (Atai Otong, 1994). Pasien gangguan mental seringkali mendapat isolasi sosial, diasingkan dari lingkungan, terbuang dari keluarga dan mendapat perlakuan fisik yang kurang manusiawi sehingga upaya-upaya dalam modifikasi lingkungan menjadi sangat penting. (Stuart Sundeen, 1995). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Bloom yang menyatakan bahwa 60% faktor yang menentukan status kesehatan seseorang adalah kondisi lingkungannya.

Upaya terapi harus bersifat komprehensif, holistik dan multidisipliner. Selain terapi fisik (farmakotheraapy), terapi psikologis (psykoterapy), juga perlu mengupayakan optimalisasi asfek lingkungan melalui penerapan konsep-konsep psikologi lingkungan. Hal ini berarti pentingnya upaya-upaya memadukan konsep terapi dan konsep psikologi lingkungan dalam mengupayakan kesembuhan pasien gangguan mental dan penyakit fisik lainnya.

Konsep Lingkungan dalam Keperawatan Mental

Lingkungan telah didefinisikan berbagai pandangan, lingkungan merujuk pada keadaan fisik, psikologis, dan sosial diluar batas sistem, atau masyarakat dimana sistem itu berada (Murray Z., 1985).

Secara teori diidentifikasi bahwa sistem lingkungan sendiri terdiri dari sistem internal dan sistem eksternal. Sistem internal manusia terdiri atas jenis-jenis sub sitem yang meliputi biological, psycological, sosiological, dan spitual. Sedangkan lingkungan eksternal meliputi: sesuatu diluar batas sistem internal seperti: udara, iklim, air, bangunan termasuk diantaranya hal yang tidak bisa diraba seperti: sosial, budaya, politik, dan ekonomi.

Menurut Murray, lingkungan eksternal juga mencakup: stimulus, objek, dan orang lain secara pribadi. Lingkungan diartikan sebagai lingkungan fisik dan psikologi, termasuk masyarakat. Lingkungan secara umum akan berkaitan erat dengan tujuan keperawatan karena menyangkut status kesehatan seseorang yang tidak dapat dipisahkan dari kondisi lingkungannya.

Hasil penelitian menunjukan bahwa suasana lingkungan yang lebih dikenal dan menyenangkan bagi pasien akan berpengaruh pada peningkatan kemampuan adaptasi pasien dirumah sakit. Penelitian Suryani (1999) di RSHS menunjukan bahwa terdapat pengaruh yang kuat antara terapi lingkungan dengan kemampuan adaptasi pada pasien anak-anak selama perawatan dan mempermudah upaya perawatan di rumah sakit. Penelitian tersebut menunjukan bahwa lingkungan yang dimodifikasi dengan prinsif terapeutik (milieu therapy) menyebabkan rata-rata hari perawatan menjadi menurun.

Pengertian Terapi Lingkungan (Milieu Therapy)

Terapi/ pengobatan merupakan cara atau proses penyembuhan suatu gangguan yang disebabkan oleh sumber-sumber gangguan. Sumber- sumber yang bersifat terapeutik (dapat memberikan penyembuhan) dapat berupa orang-orang lingkungan, benda-benda, dan kegiatan-kegiatan yang dapat membawa pada penyembuhan. Lingkungan merupakan kondisi dimana berpengaruh besar terhadap proses penyembuhan terutama pasien dengan gangguan jiwa. Terapi lingkungan adalah suatu tindakan penyembuhan pasien dengan gangguan jiwa melalui manipulasi unsur yang ada di lingkungan dan berpengaruh terhadap proses penyembuhan. Konsep-konsep tentang terapi lingkungan berasal dari konsep-konsep The Therapeutikcommunity yang diperkenalkan oleh Maxwell Jones yang digunakan dalam lingkungan rumah sakit.

Terapi lingkungan (milieu terapy) berasal dari bahasa perancis yang berarti perencanaan ilmiah dari lingkungan untuk tujuan yang bersifat terapeutik (mendukung kesembuhan). Pengertian lain adalah tindakan penyembuhan pasien melalui manipulasi dan modifikasi unsur-unsur yang ada pada lingkungan dan berpengaruh positif terhadap psikis individu serta mendukung proses penyembuhan.

Terapi/pengobatan merupakan cara atau proses penyembuhan suatu gangguan yang disebabkan oleh sumber-sumber gangguan. Sumber-sumber yang bersifat terapeutik (dapat memberikan penyembuhan) bisa berupa orang-orang lingkungan/ benda-benda dan kegiatan-kegiatan yang membawa kearah penyembuhan.

Lingkungan fisik dan psikologi merupakan suatu kondisi yang memiliki pengaruh besar terhadap proses penyembuhan terutama pasien dengan gangguan mental. Terapi lingkungan adalah suatu tindakan penyembuhan dengan gangguan jiwa melalui manipulasi unsur yang ada di lingkungan dan terpengaruh terhadap proses penyembuhan.

Konsep-konsep tentang terapi lingkungan berasal dari konsep-konsep the therapeutic community yang diperkenalkan oleh Maxwell jones yang digunakan dalam lingkungan rumah sakit serta fasilitas kesehatan lain. Dalam pelaksanaannya harus.melibatkan tem work yang terdiri dari berbagai ahli dibidangnya masing-masing dengan tujuan mengoptimalkan proses penyembuhan pasien. Tim tersebut bisa terdiri dari dokter ahli jiwa, psikolog, perawat jiwa, ahli sanitasi lingkungan, sosial worker dan petugas kesehatan lainnya. Teknik pelaksanaanya berupa planning duduk bersama berdasarkan disiplin ilmunya masing-masing guna menghasilkan suatu kondisi rumah sakit yang ideal.

Tujuan terapi lingkungan

Membantu individu untuk mengembangkan rasa harga diri, mengembangkan kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, membantu belajar mempercayai orang lain, dan mempersiapkan diri untuk kembali kemasnyarakat. Disamping hal tersebut Stuart dan Sundeen menjelaskan beberapa terapi lingkungan: Meningkatkan pengalaman positif pasien khususnya yang mengalami gangguan mental, dengan cara membantu individu dalam mengemangkan harga diri, meningkatkan kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, menumbuhkan sikap percaya pada orang lain, mempersiapkan diri untuk kembali kemasyarakat dan mencapai perubahan kesehatan yang positif.

Karakteristik terapi lingkungan

Untuk mencapai tujuan yang diharapkan, maka lingkungan harus bersifat terapeutik yaitu mendorong terjadi proses penyembuhan, lingkungan tersebut memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Pasien merasa akrab dengan lingkungan yang diharapkannya.

b. Pasien merasa senang/nyaman dan tidak merasa takut dilingkungannya.

c. Kebutuhan-kebutuhan fisik pasien terpenuhi.

d. Lingkungan rumah sakit/bangsal yang bersih

e. Lingkungan yang menciptakan rasa aman dari terjadinya luka akibat impuls-impuls pasien.

f. Personal dari lingkungan rumah sakit/bangsal menghargai pasien sebagai individu yang memiliki hak,kebutuhan dan pendapat serta menerima perilaku pasien sebagai respon adanya stress.

g. Lingkungan yang dapat mengurangi pembatasan-pembatsan/larangan dan memberikan kesempatan kepada pasien untuk menentukan pilihannya dan membentuk perilaku yang baru.

Disamping hal tersebut terapi lingkungan harus memiliki karakteristik:

Memudahkan perhatian terhadao apa yang terjadi pada individu dan kelompok pada 24 jam

Adanya proses pertukaran informasi

Pasien merasakan adanya keakraban dengan lingkungan

Pasien merasa senang, nyaman, aman, dan tidak merasa takut dari ancaman psikologis maupun ancaman fisik.

Penekanan pada sosialisasi dan interaksi kelompok dengan fokus komunikasi terapeutik.

Staf membagi tanggungjawab bersama pasien

Personal dari lingkungan menghargai klien sebagai individu yang memiliki hak, kebutuhan, dan tanggungjawab.

Kebutuhan fisik klien mudah terpenuhi.

Lingkungan Fisik

Asfek terapi lingkungan meliputi semua gambaran yang konkrit yang merupakan bagian eksternal kehidupan rumah sakit. Setting-nya meliputi:

Bentuk dan struktur bangunan

Pola interaksi antara masyarakat dengan rumah sakit

Tiga asfek yang mempengaruhi terwujudnya lingkungan fisik yang terapeutik:

Lingkungan fisik yang tetap

Lingkungan fisik semi tetap

Lingkungan fisik tidak tetap

Lingkungan Fisik Tetap

Mencakup struktur dari bentuk bangunan baik internal maupun eksternal. Bagian eksternal meliputi struktur luar rumah sakit, yaitu lokasi dan letak gedung sesuai dengan program pelayanan kesehatan jiwa, salah satunya kesehatan jiwa masyarakat. Berada ditengah-tengah pemukiman penduduk atau masyarakat sekitarnyaa serta tidak diberi pagar tinggi. Hal ini secara psikologis diharapkan dapat membantu memelihara hubungan terapeutik pasien dengan masyarakat. Memberikan kesempatan pada keluarga untuk tetap mengakui keberadaan pasien serta menghindari kesan terisolasi.

Bagian internal gedung meliputi penataan struktur sesuai keadaan rumah tinggal yang dilengkapi ruang tamu, ruang tidur, kamar mandi tertutup, WC, dan ruang makan. Masing-masing ruangan tersebut diberi nama dengan tujuan untuk memberikan stimulasi pada pasien khususnya yang mengalami gangguan mental, merangsang memori dan mencegah disorientasi ruangan.

Setiap ruangan harus dilengkapi dengan jadwal kegiatan harian, jadwal terapi aktivitas kelompok, jadwal kunjungan keluarga, dan jadwal kegiatan khusus misalnya rapat ruangan.

Lingkungan Fisik Semi Tetap

Fasilitas-fasilitas berupa alat kerumahtanggaan yang meliputi lemari, kursi, meja, peralatan dapur, peralatan makan, mandi, dan sebagainya. Semua perlengkapan diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan pasien bebas berhubungan satu dengan yang lainnya serta menjaga privasi pasien.

Lingkungan Fisik Tidak Teatap

Lebih ditekankan pada jarak hubungan interpersonal individu serta sangat dipengaruhi oleh sosial budaya.

Lingkungan Psikososial

Lingkungan yang kondusif yaitu fleksibel dan dinamis yang memungkinkan pasien berhubungan dengan orang lain dan dapat mengambil keputusan serta toleransi terhadap tekanan eksternal. Beberapa prinsif yang perlu diyakini oleh petugas kesehatan dalam berinteraksi dengan pasien. Tingkah laku dikomunikasikan dengan jelas untuk mempertahankan, mengubah tingkah laku pasien

Penerimaan dan pemeliharaan tingkah laku pasien tergantung dari tingkah laku partisipasi petugas kesehatan dan keterlibatan pasien dalam kegiatan belajar

Perubahan tingkah laku pasien tergantung pada perasaan pasien sebagai anggota kelompok dan pasien dapat mengikuti atau mengikuti kegiatan.

Kegiatan sehari-hari mendorong kegiatan interaksi antar pasien

Mempertahankan kontak dengan lingkungan, misalnya jam dinding berbunyi, adanya kalender harian, adanya nama-nama tempat (kamar tidur, dapur, dan lain-lain), adanya papan nama dan tanda pengenal bagi petugas kesehatan.

2. Peran Perawat dalam Terapi Lingkungan

Perawat sebagai individu yang unik dan selalu berada dengan pasien selama 24 jam dibandingkan dengan tim kesehatan jiwa lainnya sehingga peranannya dalam menyelenggarakan terapi lingkungan menjadi lebih besar.

Perawat sebagai seorang manusia dan bertugas dalam terapi lingkungan harus dapat meniali dirinya tentang kesadaran diri, kekuatan dan kemampuan dalam hal pengetahuan, antropologi, kebudayaan karena akan membantu dirinya bertoleransi terhadap perilaku-perilaku yang ditunjukan oleh pasien. Peran perawat dalam terapi lingkungan adalah:

1) Pencipta lingkungan yang aman dan nyaman.

a. Perawat menciptakan dan mempertahankan iklim/suasana yang akrab, menyenangkan, saling menghargai di antara sesama petugas kesehatan, perawat dan pasien.

b. Perawat menciptakan suasana yang aman dari benda-benda atau keadaan-keadaan yang menimbulkan terjadinya kecelakaan/luka terhadap pasien dan perawat.

c. Menciptakan suasana yang nyaman, yaitu mengatur tataanan ruangan dimana memungkinkan pasien betah seperti kondisi rumah sendiri (home sweet home) serta pasien dapat menjalankan kegiatan sehari-hari sesuai dengan kebutuhannya. Misalnya bangsal yang ditata memiliki ruang tamu, ruang keluarga untuk bersantai, kamar tidur dengan kelengkapannya masing-masing serta kamar mandi dan WC yang bersifat melindungi privasinya.

d. Pasien diminta untuk berpartisipasi melakukan kegiatan bagi dirinya dan orang lain seperti yang biasa dilakukan di rumahnya. Misalnya mencuci piring dan kpakaian, membereskan kamar,dan sebagainya.

2) Penyelenggara proses sosialisasi

a. Membantu pasien untuk belajar berinteraksi dengan orang lain, mempercayai orang lain, memuaskan bagi dirinya dan orang lain, sehingga meningkatkan harga diri dan berguna bagi orang lain.

b. Mendorong pasien untuk berkomunikasi tentang ide-ide, perasaan-perasaannya dan perilakunya secara terbuka sesuai dengan aturan didalam kegiatan-kegiatan tertentu.

c. Melalui sosialisasi pasien belajar tentang kegiatan-kegiatan atau kemampuan yang baru, dan dapat dilakukannya sesuai dengan kemampuan dan minatnya pada waktu-waktu yang luang.

3) Sebagai teknii keperawatan

Selama proses terapi lingkungan fungsi perawat adalah memberikan/memenuhi kebutuhan dari pasien, memberikan obat-obatan yang telah ditetapkan, mengamati efek obat dan mengamati perilaku-perilaku yang menonjol/menyimpang serta mengidentifikasi masalah-masalah yang timbul dalam terapi tersebut.

4) Sebagai leader atau pengelola sebagai pelaksana terapi lingkungan perawat mendukung penyembuhan dan memberikan dampak baik secara fisik maupun secara psikologis kepada pasien.

Jenis-Jenis Kegiatan Terapi Lingkungan

1. Terapi Rekreasi

Yaitu terapi yang menggunakan salah-satu kegiatan yang dilakukan pada waktu luang, dengan tujuan pasien dapat melakukan kegiatan secara konstruktif dan menyenagkan serta mengembangkan kemampuan hubungan social. Didalam kehidupan bangsal yang memimpin terapi ini adalah perawat dimana dia harus menyesuaikan kegiatan dengan kegiatan umur. Misalnya untuk remaja yang membutuhkan kegiatan yang mengeluarkan banyak energy seperti basket, berenang, dan lain-lain. Sedangkan untuk orang tua yang tidak banyak mengeluarkan tenaga misalnya main kartu, karambol, dan sebagainya.

2. Terapi Kreasi Seni

Perawat dalam terapi ini dapat sebagai leader atau bekerja sama dengan orang lain yang ahli dalam bidangnya karena harus sesuai dengan bakat dan minat, diantaranya adalah:

a. Dance therpy/ menari

Suatu terapi yang mengunakan bentuk ekspresi non verbal dengan menggunakan gerakan tubuh dimana mengkomunikasikan tentang perasaan-perasaan dan kebutuhan-kebutuhan. Kegiatan dapat disesuaikan dengan kultur dan dimana pasien berasal serta RS itu berada.

b. Terapi musik

Terapi ini dilakukan melalui music. Dengan musik memberikan kesempatan pada klien untuk mengekspresikan perasaan-perasaannya seperti marah, sedih, kesepian. Pelaksanaan terapi ini dapat dilakukan bersama (berkelompok) atau individual. Pasien yang sedang sedih biasanya memilih muik yang sentimental, sedangkan pasien yang gembira memilih lagu yang gmbira dan menuntut banyak gerak.

c. Terapi dengan menggambarkan/ melukis

Dengan menggambar atau melukis akan memberikan kesempatan pada klien untuk mengekspresikan tentang apa yang sedang terjadi dengan dirinya. Kegiatan ini dapat dilakukan secra individual atau berkelompok di berbagai sarana seperti di RS. Rawat jalan ataupun dirumah-rumah perawatan. Dengan menggambarkan juga akan menurunkan ketegangan dan memusatkan pikiran pada kegiatan

d. Literature/biblio therapyTerapi dengan kegiatan membaca seperti novel, majalah, buku-buku dan kemudian mendiskusikan diantara pasien tentang pendapat-pendapatnya terhadap topic yang dibaca. Tujuan dari terapi ini adalah mengembangkan wawasan diri dan bagaimana mengekspresikan perasaan/pikiran dan perilaku yang sesuai dengan norma-norma yang ada.

3. Pet Therapy

Terapi ini bertujuan untuk menstimulasi respon pasien yang tidak mampu mengadakan hubungan interaksi dengan orang-orang dan pasien biasanya merasa kesepian, menyendiri. Sarana yang dipergunakan dalam terapi ini adalah binatang-binatang dimana dapat memberikan respon menyenangkan kepada pasien, sering kali dipergunakan pada pasien anak dengan autistic.

4. Plant therapy

Terapi ini bertujuan untuk mengajar pasien untuk memelihara segala sesuatu/mahluk hidu, dan membantu hubungan yang akrab atara satu pribadi kepada pribadi lainnya. Kegiatan ini menggunakan tanaman/tumbuhan sebagai objek dalam mencapai tujuan terapi. Menanam tumbuhan-tumbuhan mulai dari biji sampai menjadi bungaatau buah dan diperbolehkan untuk memetiknya bagi pasien merupakan pengalaman memelihara mahluk hidup dengan kasih sayang dan berhasil diluar dirinya.

Terapi Lingkungan Pada Terapi Khusus

a. Pasien rendah diri (low self esteem), depresi (depression) bunuh diri (suicide).

Syarat lingkungan secara psikologis harus memenuhi hal-hal sebagai berikut:

Ruangan aman dan nyaman

Terhidar dari alat-alat yang dapat digunakan untuk mencederai diri sendiri atau orang lain.

Alat-alat medis, obat-obatan, dan jenis cairan medis dilemari dalam keadaan terkuni.

Ruangan harus ditempatkan di lantai satu dan keseluruhan ruangan mudah dipantau oleh petugas kesehatan.

Tata ruangan menarik dengan cara menempelkan poster yang cerah dan meningkatkan gairah hidup pasien.

Warna dinding cerah.

Adanya bacaan ringan, lucu dan memotivasi hidup.

Hadirkan musik ceria, tv, dan film komedi

Adanya lemari khusus untuk menyimpan barang-barang pribadi pasien.

Lingkungan Sosial

Komunikasi terapeutik dengan cara semua petugas menyapa pasien sesering mungkin.

Memberikan penjelasan setiap akan melakukan kegiatan keperawatan atau kegiatan medis lainnya.

Menerima pasien apa adanya jangan mengejek serta merendahkan.

Meningkatkan harga diri pasien.

Membantu menilai dan meningkatkan hubungan social secara bertahap

Membantu pasien dalam berinteraksi dengan keluarganya.

Sertakan keluarga dalam rencana asuhan keperawatan, jangan membiarkan pasien sendiri terlalu lama diruangannya.

b. Pasien dengan amuk

Lingkungan fisik

Ruangan aman, nyaman, dan mendapat pencahayaan yang cukup.

Pasien satu kamar satu orang, bila sekamar lebih dari satu jangan dicampur antara yang kuat dengan yang lemah

Ada jendela berjeruji dengan pintu dari besi terkunci

Tersedia kebijakan dan prosedur tertulis tentang protocol pengikatan dan pengasingan secara aman, serta protokol pelepasan pengikatan.

Lingkungan psikososial

Komunikasi terapeutik, sikap bersahabat dan perasaan empati.

Observasi pasien tiap 15 menit.

Jelaskan tujuan pengikatan/pengekangan secara berulang-ulang.

Libatkan keluarga.

E. TERAPI PSIKORELIGIUS

1. PendahuluanSaat ini di rumah sakit umum dianjurkan melaksanakan suatu program yang dinamakan program Integrasi Kesehatann Jiwa.Tentu saja ini sudah mulai dijalankan di sejumlah rumah sakit yang berdasarkan agama atau yang dikelola organisasi sosial keagamaan melalui pelaksanaan terapi agama. Disamping dokter yang mengobati, ada juga agamawan yang mendampingi, memberikan dan menuntun doa. Di RSI, RSHS, dan RSCM, sudah diterbitkan buku tuntunan doa. Alangkah baiknya bila rohaniawan yang membimbing di rumah sakit juga mempunyai pengetahuan kesehatan atau dokter-dokter yang ada dapat pula memberikan tuntunan agama. Tujuannya agar pasien yang terbaring itu tidak merasa jenuh dan tidak berontak. Karna dalam keadaan berbaring pun ia bisa beribadah, berzikir atau mengaji serta sholat dengan segala kemampuannya.Dengan demikian pasien tidak merasa ragu karna senantiasa bisa mendapat pahala. Sebaliknya orang yang tidak memiliki tuntunan agama akan merasa gelisah, ingin pulang, cemas, dan sebagainya, yang justru akan menurunkan respon imunitasinya.Dalam penelitian yang dilakukan di Amerika, ada sekelompok pasien yang selalu menunda nunda-operasi sehingga jadwal operasi yang sudah dibuat ditunda lagi, kecuali pada operasi yang darurat. Ada masalah apa dengannya? Padahal dalam pemeriksaaan semua sudah bagus, tidak ada alasana untuk menunda operasi. Setelah diselidiki ternyata mereka mengalami ketakutan mengahadpi operasi.Perasaan takut dioperasi timbul karena takut menghadapi kematian dan tidak bisa bangun lagi setelah dioperasi. Ada pula orang lain yang tidak bermasalah dalam operasi, ternyata permasalahannya adalah soal komitmen agama. Pada kelompok yang lurus-lurus saja, yang komitmen agamanya kuat ada alur pemikiran sebagai berikut : kami percaya pada Tuhan, kami menjalani operasi dengan harapan sembuh andai kata kami meninggalpun tetap saja harus menghadap Tuhan karena semua yang bernyawa pasti akan mati. Kami sudah siap mati karena kami sudah memohon dan berdoa.Pada orang yang gelisah, langkah awal yang harus dilakukan adalah menjalani terapi keagamaan. Orang ini harus diterapi jiwa dan komitmen keagamaannya sehingga siap untuk meghadapi kenyataan. Ini adalah suatu contoh tentang pentingnya peranan agama.Pada konfrensi yang diadakan di Canberra pada tahun 1980, dengan tema The Role of Religion in The Prevention Of Drug Addiction. Pada kelompok-kelompok yang terkena narkotik, alcohol, dan zat adiktif (NAZA) itu sejak dini komitmen agamanya lemah. Hal ini dibandingkan dalam penelitian dengan orang yang kuat komitmen agamanya. Kesimpulannya remaja-remaja yang sejak dini komitmen agamanya lemah memiliki resiko terkena NAPZA 4 kali lebih besar dibandingkan dengan anak-anak remaja yang sejak dini komitmen agamanya kuat. Inilah salah satu contoh peranan agama karena agama itu membawa ketenanangan. Agama mencegah remaja yang mencari ketenangan pada alcohol, narkotik dll.Contoh tentang peranan agama yang lain adalah di sejumlah rumah sakit jiwa. Ada uji perbandingan terapi yang diterapkan kepada para pendertia penyakit jiwa skizofrenia, yakni antara cara konvensional (dengan obat dan senbagainnya) dan dengan cara penndekatan keagamaan, hasilnya kelompok skizofrenia yang terapinya ditambah dengan keagamaan waktu perawatannya lebih pendek dan gejala-gejalanya cepat hilang.Terapi terhadap orang sakit seharusnya dilaksanakan secara holistik (menyeluruh) yang meliputi biologi, psikologis, sosial dan spiritualnya. Menurut Dadang Hawari, pendekatan spiritual dikalangan rumah sakir memang perlu dimasayarakatkan dimana harus ada rohaniawan yang datang ke rumah sakit dan mendoakan penyembuhan.2.Religius Sebagai Kebutuhan Dasar Dan Got Spot Pada Otak ManusiaV.S. Ramachandran,Direktur Center For Brain America, telah mengadakan serangkaian riset terhadap pasien-pasien pasca epilepsi, yang menyimpulkan bawha pada klien epilepsi terjadi ledakan aktivitas listrik di luar batas normal yang ditandai dengan peningkatan lobus temporal. Klien pasca epilepsi tersebut sebagian besar mengungkapkan pengalaman spiritual berupa keterpesonaan yang mendalam sehingga semua yang lain menjadi sirna, menemukan kebenaran tertinggi yang tidak dialami pikiran biasa, kecemerlangan dan merasakan persentuhan dengn cahaya illahi (Ian Marshal,Spiritual Inteligenci, 2000 : 10).Penelitian peenting selanjutnya membuktikan bahwa elektroda EEG dihubungkan dengan peelipis orang normal dan klien epilepsi ketika diberi nasihat yang bersifat spiritual / religius, maka terjadi peningkatan aktivitas listrik pada lobus temporal seperti yang terjadi pada klien epilepsi. Pengalaman spiritual di bagian lobus temporal yang berlangsung beberapa detik saja dapat mempengaruhi emosional yang lama dan kuat sepanjang hidup dan dapat mengubah arah hidup (life transforming). Sebagian besar pakar neurobiologi berpendapat Titik Tuhan / God Spot atau Modul Tuhan God Module berkaitan denga pengalaman religius.Menurut kajianHoward Clinell,yang dikutipDadang Hawari,menyatakan bahwa pada dasarnya manusia memiliki 10 kebuutuhan religius :

Kepercayaan dasar (Basic Trust). Makna hidup secara vertikel dan horizontal. Komitmen peribadatan ritual dan hubungannya dengan keseharian. Kebutuhan pengisian keimanan (Charge) dan kontinuitas hubungan dengan Tuhan. Bebas dari rasa salah dan dosa. Self acceptance and self esteem.

Rasa aman, terjamin, dan keselamatan masa depan.

Tercapainnya derajat dan martabat yang semakin tinggi serta integritas pribadi.

Terpeliharanya interaksi dengan alam.

Hidup dalam masayarakat yang religius.3. Riset Epidemologi, Korelasi antara Kesehatan dan ReligiusitasSerangkaian riset yang dilakukanSherill dan Larson1988, yang didukung risetDadang Hawari,dilakukan pada klien sebagai berikut : Ca. Rahim dan serviks

Collitis dan enteritis

Kardiovasce disesase

Hipertensi, stroke

AIDS

NAPZA

Gerontik disease

Status kesehatan umum

Kematian umum

Kesakitan dan kematian

Kesimpulan akhir bahwa makin kuat komitmen agama klien tersebut di atas, maka proses penyembuhan makin cepat, lebih mampu mengatasi nyeri, depresi, dan penderitaan (Presman,et all. 1990,Sherill Larson,1998).

4.Riset Religiusitas pada Klien JiwaManfaat komitmen agama tidak hanya dalam penyakit fisik, tetapi juga di bidang kesehatan jiwa. Dua studi epidemologik yang luas telah dilakukan terhadap penduduk. Untuk mengetahui sejauh mana penduduk menderita psychological distress. Dari studi tersebut di peroleh kesimpulan bahwa makin religius maka makin terhindar seseorang dari stress (Linaen1970,Strak1971). Kemudian dikemukakan lebih mendalam komitmen agama seseorang telah menunjukan peningkatan taraf kesehatan jiwanya.

Terapi keagamaan (Intervensi religi) pada kasus-kasus gangguan jiwa ternyata juga membawa manfaat. Misalnya angka rawat inap pada klien skizofrenia yang mengikuti kegiatan keagamaan lebih rendah bila di bandingkan dengan mereka yang tidak mengikutinya. (ChudanKlien,1985). StudiStark menunjukan bahwa angka frekuensi kunjungan ke tempat ibadah lebih merupakan indicator dan factor yang efektif dalam hubungannya dengan penurunan angka bunuh diri. Sedangkan klien yang tidak diberikan psiko religius terapi pada swicide memiliki risiko 4 kali lebih besar untuk melakukan bunuh diri (ComstockdanPartridge,1972).

Selanjutnya dikemukakan bahwa kegiatan keagamaan/ibadah/shalat, menurunkan gejala psikiatrik (Mahoney1985,Young1986,Martin1989). Riset yang lain menyebutkan bahwa menurunnya kunjungan ke tempat ibadah, meningkatkan jumlah bunuh diri di USA (Stack, Rusky,1983).

Kesimpulan dari berbagai riset menunjukkan bahwa religiusitas mampu mencegah dan melindungi dari penyakit kejiwaan, mengurangi penderitaan meningkatkan proses adaptasi dan penyembuhan.

5. Pendapat Para Ahli Ilmu Jiwa.1. Daniel Freedman:Di dunia ini ada 2 lembaga besar yang berkepentingan dalam Kesehatan Manusia, yaitu kedokteran dan agama.

2. Larson(1990): In navigating the complexities of human health and relation ship religious commitmen is a force to consider.

3. Kaplan Sadock(1991): Dalam klien jiwa latar belakang kehidupan agama klien, keluarga dan pendidikan agama merupakan factor yang sangat penting.

4. Gery R.(1992): Komitmen agama mencegah Aids dan homoseksual.

5. Woodhouse(direktur UNICEF,1997): Pegang teguh ciri khas indonesia, yaitu religius, keutuhan keluarga, gotong royong, agar tidak mengidap penyakit psikososial seperti barat.

6. Dadang Hawari(1999): Al-Quran adalah teks book kedokteran dan jiwa.

7. C.C. Jung: semua penyakit kejiwaan berhubungan dengan agama .

8. Emile Bruto : kaum sufi ( orang yang merenungi kehidupan batin manusia dan selalu mendekatkan diri pada Tuhannya ), mereka adalah para psikolog-psikolog besar. Mereka memliki kekuatan jiwa yang luar biasa hebatnya. (Nazar,2001 : 313 ).

9. Ford H. : kaum sufi dapat masuk dan deteksi penyebab penyakit kejiwaan seseorang dimana bila dilakukan oleh pakar psikoanalisa akan memakan waktu bertahun-tahun untuk menganalisanya. (Nazar,2001 : 355 ) .10. Subhi : metode terapi psikoanalisa bertemu dengan metode terapi sufistik .

11. Zakiah Darajat : saya temukan bahwa penyakit jiwa yang disertai dengan terapi agama yang dianutnya, berhasil disembuhkan lebih cepat dan lebih baik dari pada penyakit jiwa yang dilakuka dengan metode modern saja . (Zindani,dkk, 1997 : 215).

6. Pandangan Beberapa Ahli Ilmu JiwaSeorang dokter ahli pengobatan kejiwaan yang berkaliber internasional, yaitu C.C. Jung,menyatakan dalam bukunya Modern Man in Search Of Soul menjelaskan bahwa betapa pentingnya kedudukan agama dalam bidang kedokteran dan keperawatan jiwa. Selanjutnya beliau mengungkapkan : Di antara pasien saya yang usianya lebih dari setengah baya (>35 Tahun ) tidak seorangpun yang menglami penyakit kejiwaan tanpa berhubungan dengan aspek agama.

MenurutH. Auliadalam bukunya Agama dan Kesehatan Jiwa, seorang dokter yang beragama islam yang dianutnya dengan penuh keyakinan dan mempunyai pengetahuan tentang ajaran dan hikmah islam yang lebih banyak dari pada yang biasa dimiliki kebanyakan kaum muslimin. Biasanya terapi dengan pendekatan keagamaan tersebut dapat berhasil dengan baik. Pengobatan kejiwaan dengan pendekatan agama tersebut juga akan berhasil dengan baik meskipun penderita beragama lain atau orang yang tidak beragama sekalipun, asal saja didahului dengan pembicaraan sekedarnya mengenai agama .

MenurutJ. G. Mackenzieyang dikutipLeslie D. Weatherhead :Hasil-hasil baik ahli pengobatan kejiwaan tidak diperolehnya karena pengetahuan yang sempurna tentang ilmu kedokteran umum, malahan juga tidak disebabkan karena ia ahli ilmu penyakit saraf, melainkan karena kecakapannya dalam lapangan agama.

Pernyataan lain yang juga menegaskan tentang besarnya faedah agama di lapangan ilmu kedokteran dan keperawatan jiwa adalah apa yang dikemukakan olehHafieldyang sudah bertahun-tahun melakukan pengibatan kejiwaan, di mana ia sampai pada kesimpulan :

Saya telah mencoba menyembuhkan penderita kerusakan keseimbangan saraf dengan jalan memberikan sugesti (mengisyaratkan) ketenangan dan kepercayaan tetapi usaha ini baru berhasil baik sesudah dihubungkan dengan keyakinan akan kekuasaan Tuhan.

Semakin lama lapangan ilmu pengetahuan bertambah sadar bahwa keberadaan agama untuk ilmu kedokteran dan keperawatan semakin penting. Hal ini sesuai engan apa-apa yang dikemukakan olehElmer Hessketika pada tahun 1954 terpilih menjadi ketua perhimpunan dokter Amerika ( American Medical Association ) beliau mengemukakan seorang dokter yang masuk ruangan pasiennya tidaklah ia seorang diri. Ia hanya dapat menolong seorang penderita dengan alat kebendaan kedokteran, keyakinannya akan kekuasaan yang lebih tinggi mengerjakan hal penting lainnya. Kemukakanlah seorang dokter yang meyangkal adanya zat yang maha tinggi itu maka saya akan katakan bahwa ia tidak berhak mempraktikkan ilmu kedokterannya .

Di kota New York ada 1 klinik yaitu Religion Psychiatric Clinic (Klinik Kejiwaan Keagamaan) di mana agama memainkan peranan penting. Salah seorang pengarang buku yang terkenal berjudul agama dan kesehatan jiwayaituProf. Dr. H. Auliapernah berkunjung ke tempat tersebut dan mengatakan bahwa pengobatan dan perawatan pasien yang mengalami masalah kejiwaan ditangani secara kolaboratif oleh ahli-ahli kedokteran dan ahli-ahli penyakit jiwa, yaituDr. Smiley BelantondanDr. Norman V. Pelae.Kedua anggota pimpinan ini mengutip dalam buku karangan mereka berjudul Faith is the answer yang menyatakan bahwa agama besar sekali faedahnya untuk ilmu-ilmu kedokteran khusunya kedokteran kejiwaan. SelanjutnyaDr.Robert C. Pelae,seorang dokter ahli bedah menyatakan sebagai berikut Berkat kepercayaan dan keyakinan penderita yang mengalami luka atau pasien, saya sebagai dokter ahli bedah selalu me;ihat penyembuhan-penyembuhan yang disangka tidak mungkin. Saya melihat pula hasil-hasil yang tidak menyenangkan karena percobaan dengan penyembuhan dengan agama saja atau hanya dengan ilmu pengetahuan saja. Oleh sebab itu saya berkeyakinan bahwa ada hubungan yang pasti dan tetap antar agama dan ilmu pengetahuan, dan Tuhan telah memberikan kepada kita kedua-duanya sebagai senjata untuk melawan penyakit dan kesedihan. Bila kedua-duanya dipakai bersama-sama untuk kepentingan manusia maka kemungkinan-kemungkinan kita akan mendapatkan hasil yang baik dengan tidak ada batasnya.

Dalam konfrensi-konfrensi internasional dibahas peranan agama terhadap penyakit-penyakit terminal, seperti AIDS dan kanker, ternyata masalah utamanya bukan masalah medis lagi.Peranan psikiater dan perawat jiwa menjadi lebih penting karena pasien sering merasa cemas, depresi, takut, gelisah, menunggu saat-saat terakhir hidupnya. Untuk itu dibentuklah tim/kelompok-kelompok religius yang disebut psycho-spiritual atau psycho-religius for AIDS patient, for cancer patient, and for terminal ill patient.Kekosongan spiriyual, kerohanian, dan rasa keagamaan inilah yang sering menimbulkan peramasalahan psikososial di bidang kesehatan jiwa. Para pakar berpendapat bahwa untuk memahami manusia seutuhnya baik dalam keadaan sehat maupun dalam keadaan sakit, pendekatannya tidak lagi memandang manusia sebagai makhluk biopsikososial, tetapi sebagai makhluk biopsikososiospiritual.Para ahli sekarang sedang meneliti aspek-aspek agama itu secara alamiah dari segi kesehatan jiwa. Baik pada ikatan dokter ahli jiwa Amerika maupun pada ikatan ahli jiwa sedunia, di dalam lingkup ilmunya ada bagian yang disebut Religion and Psychiatry ( agama dan ilmu kedikteran jiwa ). Pertalian antara agama dengan kesehatan jiwa ini diriset, ternyata pengetahuan agama sangat diperlukan bagi dokter ahli ilmu jiwa dan secara ilmiah kejiwaan itu dibicarakan dalam forum-forum ilmu pengetahuan.MenurutZakiah Darajat,perasaan berdosa merupakan faktor penyebab gangguan jiwa yang berkaitan dengan penyakit-penyakit psikomatik. Hal ini diakibatkan karena seseorang merasa melakukan dosa tidak bisa terlepas dari perasaan tersebut kemudian menghukum dirinya. Bentuk psikosomatik dapat berupa matanya tidak dapat melihat, lidahnya menjadi bisu, atau menjadi lumpuh.7. Pengaruh Doa terhadap penyakit kejiwaanMenurut mantan Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam dan Psikosomatik pada Pakultas kedokteran Universitas Indonesia, yaituProf. Dr. H. Auliayang dikutip dari kitabZaduul Maadoleh Majelis Pertimbangan dan Kesehatan RI dalam buku fatwanya no. 9 bernama: sumpah dokter dan susila kedokteran ditinjau dari segi hukum islam. Kutipan itu antara lain, Hendaklah dokter itu mempunyai pengetahuan tentang penyakit pikiran dan jiwa serta obatnya. Itu adalah menjadi pokok utama dalam mengobati manusia. Di antara obat-obat yang paling baik untuk penyakit adalah berbuat amal kebajikan, berdzikir, berdoa serta memohon dan mendekatkan diri kepada Allah dan bertaubat. Semua ini mempunyai pengaruh yang lebih besar dari pada obat-obat biasa untuk menolak penyakit dan mendatangkan kesembuhan tetapi semua menurut kadar kesediaan penerimaan bathin serta keperacayaannya akan obat kebatinan itu dan manfaatnya.Salah satu tindakan keagamaan yang penting adalah berdoa, yakni memanjatkan permohonan kepada Allah supaya memeproleh seauatu kehendak yang diridhoi. Dari masa ke masa pengaruh do;a tersebut ters-menerus mendapat perhatian penting. Di antaranya olehA. Carrelpemenang hadaih Nobel tahun 1912 untuk ilmu kedokteran, karena penemuannya di lapangan ilmu bedah. Bila da itu dibiasakan dan betul-betul bersunggug-sungguh, maka pengaruhnya menjadi sangat jelas, ia merupakan perubahan kejiawaan dan perubahan somatik. Ketentraman yang ditimbulkan oleh doa iti merupakan pertolongan yang besar pada pengobatan.Pada akhir tahun 1957 di Amerika Serikat menurut pengumumanJames C. Colemandalam bukunyaAbnormal Psychology and Modern Life,sudah mencapai dua puluh juta. Dari semua cabang ilmu kedokteran, maka cabang ilmu kedokteran jiwa (psikitri) dan kesehatan jiwa (mental health) adalah paling dekat dengan agama ; bahkan dalam mencapai derajat keseahatan yang mengandung arti keadaan kesejahteraan (well being) pada diri manusia, terdapat titik temu anatara kedokteran jiwa / kesehatan jiwa di satu pihak dan agama di pihak lain (Dadang,1997 : 19).WHO telah menyempurnakan batasan sehat dengan menambahkan satu spiritual (agama) sehingga sekarang ini yang dimaksud dengan sehat adalah tidak hanya sehat dalam arti fisik, psikoloik, dan sosial, tetapi juga sehat dalam arti spiritual sehingga dimensi sehat menjadi biopsikososiospiritual. Perhatian ilmuan di bidang kedokteran dan keperawatan terhadap agama semakin besar. Tindakan kedokteran tidak selamnya berhasil, seorang ilmuan kedokteran sering berkata dokter yang mengobati tetapi Tuhanlah yang menyembuhkan pendapat ilmuan tersebut sesuai dengan hasis Nabi : setiap penyakit ada obatnya, jika obat itu tapat mengenai sasarannya, maka dengan izin Allah penyakit tersebut akan sembuh. Sebagai dampak modernisasi, industrialisasi, kemajuan ilmu pengetahuan, dan takhnologi, agama, dan tradisi lama ditinggalkan karena dianggap usang. Kemakmuran materi yang diperoleh ternyata tidak selamanya membawa kesejahteraan (well being). Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat negara maju tekah kehilangan aspek spiritual yang merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia, apakah dia termasuk orang yang beragama atau yang sekuler sekalipun. Kekosongan spiritual, kerohanian dan rasa keagmaan inilah yang menimbulkan permasalahan pdikososial di bidang kesehatan jiwa.Kehausan spiritual, kerohanian dan keagamaan ini nampak jelas pada awal tahun 1970 sehingga saat sejak itu mulai muncul berbagai aliran spiritual atau psuodoagama yang cukup laris merasuk Amerika Serikat yang dikenal dengan istilahNew ReligionMovment(NRM). NRM ternyata banyak menimbulkan msalah psikososial sehingga APA (Amaerican Psychiatric Association) membentuk taskforceuntuk melakukan penelitian.Dalam hubungan antara agama da kesehatan jiwa,Cancellaro, Larson,danWilson(1982) telah melakukan penelitian terhadap 3 kelompok :1.Kronik alkoholik2.Kronikdrug addict3.SkizofreniaKetiga kelompok tadi dibandingkan dengan kelompok kontrol dari ketiga kelompok gangguan jiwa dan kelompok kontrol ini yang hendak diteliti adalah riwayat keagamaan mereka. Hasil penelitiannya sungguh mengejutkan, bahwa ternyata pada kelompok kontrol lebih konsisten keyakinan agamanya dan pengalamannya,bila dibandingkan dengan ketiga kelompok di atas. Temuan ini menunjukkan bahwa agama dapat berperan sebagai pelindung daripada sebagai penyebab masalah(religion may have actually been protective rather than problem producing).Dalam penelitian juga ditemukan bahwa penyalahguna narkotik minatnya terhadapa agama terhadap agama sangat rendah bahkan boleh dikatakan tidak ada minat sama sekali, bila dibandingkan dengan kelompok kontrol. Minat agama khusunya di usia remaja, disebutkan bahwa jika religius di masa remaja tidak ada atau sangat rendah, maka remmaja ini memiliki resiko lebih tinggi untuk terlibat dalam penyalahgunaan obat/narkotika dan alkohol. Temuan ini sesuai dengan temuan di Indonesia (Hawari,1997 : 14).Hasil serupa diperoleh dari hasil penelitianDaundanlavenhar(1980), yang menunjukkan bahwa mereka yang tidak menganut agama dan dalam riwayat tidak pernah mennjalankan ibadah keagamaan di usia remaja, mempunyai risiko tinggi dan tendensi ke arah penyalahgunaan obat/narkotika/alkohol.Selanjutnya dalam studi tersebut dikemukakan bahwa 89% dari alkoholik telah kehilangan minat agama pada usia remaja(during tenage years),sementara di pihak kontrol 48% minat terhadap agama naik. Sedangkan 32% tidak mengalami perubahan. Hilangnya minat agama pada penderita skizofrenia lebih rendah bila dibandingkan dengan kedua kelompok lainnya. Dibandingakn dengan kelompok kontrol, kelompok skizofrenia tidak menjalankan agamanya dan tidak serajin kelompok kontrol. Hasil temuan ini adalah sebagai akibat dari ketidakharmonisan keluarga. Sebagai contoh misalnya pengajaran agama pada keluarga-keluarga penderita skizofrenia. Tuhan dogambarkan sebagai sosok yang suka menghukum dan bertindak kasar (73%). Sedangkan pada keluarga dari kelompok kontrol Tuhan digambarkan sebagai sosok yang penuh kasih sayang dan baik hati (70%) (Wilson, Larson,danMeier). Temuan di atas merupakan tantangan bagi sebagian psikiater yang beranggapan bahwa komitmen agama bagi kesehatan jiwa. Kelompok kontrol yang merupakan kelompok yang tidak mengalami gangguan jiwa ternyata lebih konsisten religiusitasnya daripada kelompok yang menderita gangguan jiwa.8. Penerapan Psikoreligius Terapi di Rumah Sakit Jiwa1. Psikiater, psikolog, perawat jiwa harus dibekali pengetahuan yang cukup tentang agamanya/kolaborasi dengan agamawan atau rahaniawan.2. Psikoreligius tidak diarahkan untuk merubah agama kliennya tetapi menggali sumber koping.3. Memadukukanmilleu therapyyang religius ; kaligrafi, ayat-ayat, fasilitas ibadah, buku-buku, musik, misalnya lagu pujian/rohani untuk nasrani.4. Dalam terapi aktivitas diajarkan kembali cara-cara ibadah terutama untuk pasien rehabilitasi.5. Terapi kelompok dengan tema membahas akhlak, etika, hakikat kehidupan dunia dan sebagainnya.6. Sebelum teori Psikoanalisa, para sufi telah mempelopori metoda pengkajian yang mendalam dalam komunikasi yang menyentuh perasaan, menguak konflik-konflik alam bawah sadar pasiennya, mendeteksi was-was, kemarahan, takabbur, kesombongan, ria, dengki, menjadi sabar, wara, zuhud, tawakkal, ridha, syukur, cinta illahi.9. Kaitan antara Shalat dengan Ilmu KeperawatanMengapa sepanjang rentang kehidupannya Rasulullah jarang sekali mengalami sakit? Benarkah pelaksanaan shalat menjadi salah satu rahasia kesehatannya? Adakah hubungan antara shalat dengan kesehatan kita?Wudlu Sebelum Shalat dan Aspek Personal Hygiene-nyaBeberapa tahun yang lalu di kota Denver Amerika, pernah terjadi wabah diare yang sangat hebat. Menurut penelitian bdana epidemologi setempat, ternyata penyebabnya adalah kebiasaan mereka dalam membersihkan diri dan bersuci dari najis yang kurang sempurna. Mereka biasanya menggunakan tissue untuk membersihkan BAB. Setelah diadakan peninjauan cara-cara bersucinya umat islam dengan wudlu sebelum shalat dan thaharah (bersuci dari hadas besar dan kecil) mereka akhirnya merubah pola kebersihannya dangen menggunakan air.Melalui wudlu minimal 5 kali sehari sebelum shalat umat islam akan dijaga kebersihannya dari najis dan kotoran. Dalam wudlu terkandungoral hygiene, vulva hygiene, dan personal hygieneyang sangat lengkap. Sehingga memungkinkan untuk mencegah penyakit infeksi yang disebabkan oleh 5 F (Finger, Feaces, Food, Fly and Fluid).Lebih jauh dengan cara berwudlu akan mencegah terjadinya penyakit tertentu seperti yang pernah terjadi di daerah pertambangan Amerika Utara. Akibat terakumulasinya timah hitam (plumbum) dan zat-zatCarsinogenicleinnya menyebabkan tingginya angka kanker kulit. Sedangkan setelah diperbandingkan dengan negara yang mayori