makalah tugas komunitas tbc
TRANSCRIPT
TUGAS KOMUNITAS
ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS PADA TBC
DISUSUN OLEH :
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keluarga merupakan unit pelayanan kesehatan yang terdepan dalam
meningkatkan derajat kesehatan komunitas. Apabila setiap keluarga sehat akan
tercipta komunitas yang sehat pula. Masalah kesehatan yang dialami oleh sebuah
keluarga dapat mempengaruhi komunitas setempat bahkan dapat pula mempengaruhi
komunitas global. Sebagai contoh apabila ada seorang anggota keluarga yang
menderita penyakit demam berdarah,nyamuk sebagai vector penularan dan penyebab
dapat menggigit anggota keluarga lain dan juga tetangga,dimana hal tersebut dapat
mempengaruhi system keluarga dan juga komunitas tempat keluarga tersebut tinggal.
Membangun Indonesa sehat seharusnya dimulai dengan membangun keluarga yang
sehat sesuai dengan budaya keluarga ( Sudiharto,2007: 22).
Oleh karena itu, dalam melaksanakan asuhan keperawatan komunitas pada keluarga
yang menjadi prioritas utama adalah keluarga dengan masalah kesehatan yang rentan
(menular atau menjangkiti) anggota keluarga lainnya, seperti pada keluarga yang
salah satu anggota keluarganya menderita penyakit TBC Paru.
Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis. Kuman ini berbentuk batang dan tahan asam dapat
berupa organisme pathogen dan saprovit ( Sylvia,A.Price.2005: 825). Tanda dan
gejala yang sering dijumpai atau dikeluhkan berupa batuk – batuk berlendir atau tidak
berlendir lebih dari 3 minggu, keringat berlebihan pada malam hari,napsu makan
berkurang,berat badan menurun,serta kelelahan dan kelemahan.
WHO melaporkan angka kesakitan dan kematian akibat kuman
mycobakterium tuberkulosis masih tinggi pada saat ini.Tahun 2009 jumlah penderita
yang meninggal karena TBC sebanyak 1,7 juta orang (600.000 diantaranya
perempuan) sementara ada 9,4 juta kasus TB baru didunia pada tahun 2009 juga.
Sepertiga dari populasi dunia sudah tertular dengan TB dimana sebagian besar
penderita TB adalah usia produktif (15 – 55 tahun). Dinegara – negara miskin
kematian akibat tuberkulosis menempatkan 25 % dari seluruh kematian yang terjadi.
Daerah Asia Tenggara menanggung bagian yang terberat dari bagian TBC global
yakni sekitar 38 % dari kasus tuberkulosis di dunia. Di Indonesia pada tahun 2009
WHO mencatat jumlah penderita tuberkulosis menurun ke peringkat lima dunia
dengan jumlah penderita 429.000 orang. Kesakitan dan kematian akibat TBC
mempunyai konsekuensi yang sangat signifikan terhadap permasalahan ekonomi baik
secara individu,keluarga maupun masyarakat. Strategi DOTS ( Directly Observed
Treatment Shortcourse chemotherapy) yang direkomendasikan oleh WHO merupakan
pendekatan yang paling tepat saat ini dan harus dijalankan secara
sungguh(www.depkes.go.id). Menurut WHO seseorang yang menderita tuberkulosis
akan kehilangan pendapatan rumah tangganya sekitar tiga sampai empat bulan.
B. F
C. F
D. F
E. F
F. F
G. F
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Keperawatan Komunitas
WHO ( 1974) komunitas sebagai kelompok sosial yang ditentukan oleh batas
– batas wilayah,nilai – nilai keyakinan dan minat yang sama serta adanya saling
mengenal dan berinteraksi antara anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya.
Koentjaraningrat(1990) komunitas merupakan suatu kesatuan hidup manusia yang
menempati suatu wilayah nyata dan berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat
serta terikat oleh rasa identitas suatu komunitas.
Depkes RI ( 1986) keperawatan masyarakat adalah suatu upaya pelayanan
keperawatan yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang
dilaksanakan oleh perawat dengan mengikut sertakan team kesehatan lainnya dan
masyarakat untuk memperoleh tingkat kesehatan yang lebih tinggi dari
individu,keluarga dan masyarakat( Mubarak,2009:2)
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa keperawatan komunitas
adalah pelayanan keperawatan kesehatan yang diberikan oleh perawat kepada
individu,keluarga dan masyarakat dengan melibatkan keluarga dan masyarakat dalam
suatu wilayah.
B. Tuberculosis
1. Pengertian
Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi. (Mansjoer,
1999 :472).
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim
paru. ( smeltzer, 2001 :584).
Tuberculosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB( Mycobacterium tuberculosis). (depkes RI, 2001 :7).
2. Etiologi
Agens infeksius utama, Mycobacterium tuberculosis adalah batang aerobic
tahan asam yang tubuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar
ultraviolet. (smaltzer, 2001 : 584).
Penyebab utama tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis
kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1- 4/ um dan tebal 0,3 - 0,6/um.
Yang tergolong dalam kuman Mycobacterium tuberculosis komplek adalah :
a. Mycobacterium tuberculosis
b. Varian asam.
c. Varian african I.
d. Varian african II.
e. M. Bovis.
Pembagian tersebut adalah berdasarkan perbedaan secara epidemologi.
Kelompok kuman M. Tuberculosae dan Micobacterium other than TB ( MOTT,
atypical) adalah M. Malmacerce , M. Xenopi.
Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid), kemudian peptidoglikan
dan arabinomanan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam
( asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih
tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat tahan hidup pada udara
kering maupun dalam keadaan dingin ( hal ini terjadi karena kuman berada dalam
keadaan dormant. Dari sifat dormant menjadi tuberculosis aktif lagi.
Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih
menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan
oksigen pada bagian apical paru-paru lebih tinggi dari pada lain, sehingga bagian
apical ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberculosis. ( Bahar, 2001 : 820
-821)
3. Manifestasi Klinis
a. Demam (subfebris, kadang-kadang 40 - 41 C, seperti demam influensa.
b. Batuk (kering, produktif, kadang-kadang hemoptoe (pecahnya pembuluh
darah).
c. Sesak napas, jika infiltrasi sudah setengah bagian paru.
d. Nyeri dada, jika infiltrasi sudah ke pleura.
e. Malaise , anoreksia, badan kurus, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat
malam.
4. Cara Penularan
Tubercolosis ditukarkan dari orang ke orang oleh transmisi melalui udara,
individu terinfeksi melalui berbicara, batuk, bersin, tertawa atau bernyayi,
melepaskan droplet besar (lebih besar dari 100m) dan kecil (1sampai 5 m).
Droplet yang besar manetap, sementara droplet yang kecil tertahan di udara dan
tertiup oleh individu yang rentan. Individu yang beresiko tinggi untuk tertular TB,
menurut Smeltzer ( 2001:594 ) adalah :
a. Mereka yang kontak dengan seseorang yang mempunyai TB aktif.
b. Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien dengan kanker mereka yang
dalam tetapi kontrikosteroid atau mereka yang terinfeksi dengan HIV).
c. Penggunaan obat-obat intravena (IV) dan Alkoholik.
d. Setiap individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat ( tuna wisma,
tahanan, etnik dan ras minoritas terutama anak-anak dibawah usia 15 tahun
dan dewasa muda antara yang berusia 15-44 tahun).
e. Setiap individu dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya, misal
diabetes militus ( DM ) gagal ginjal kronis rentan sekali terhadap kuman TB.
f. Imigrasi dari negara dengan insiden TB yang tinggi (Asia Tenggara, Afrika,
Amerika Serikat dan Latin, Karibia). Seseorang dari daerah endemis beresiko
tinggi tertular kuman TB.
g. Setiap individu yang tinggal di institusi (misal fasilitas perawatan jangka
panjang, psikiatrik, penjara)
h. Daerah perumahan kumuh.
Sanitasi yang buruk menyebabkan imun buruk, sehingga mempercepat
perembangan kuman TB. (Smeltzer 2001 : 594)
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman
yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan
dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan hasil dahak
negatif (tidak terlihak kuman), maka penderita tersebut tidak menular.
Kemungkinan seseorang terinfeksi TB paru ditentukan oleh konsentrasi droplet
dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. (Depkes RI 2002 : 9)
5. Patofisiologi
Tempat masuknya kuman Mycobacterium tuberculosis adalah saluran
pernafasan, saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi
tuberculosis terjadi melalui udara ( air bone 0, yaitu melalui inhalasi droplet
mengandung kuman–kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.
Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas sel–sel
efektornya adalah makrofag, sedangkan lomfosis (biasanya sel T) adalah sel
imunoresponsifnya.
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi
sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil, gumpalan basil yang
lebih besar cenderung bertahan disaluran hidung dan cabang besar bhroncus.
Setelah berada dalam ruang alveolus biasanya dibagian bawah lobus atas paru–
paru atau di bagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi
peradangan. Leukosit pada morfonuklear tampak pada tempat tersebut. Sesudah
hari–hari pertama maka leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang
akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Basil juga
menyebar melalui getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi
menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel
epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit.
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan
seperti keju disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa
dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari satu sel epiteloid dan
fibroblas, menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih
fibrosa, membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul
yang menglilingi tuberkel. Lesi primer paru–paru dinamakan fokus ghon dan
gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan
kompleks ghon. Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah
pencairan, dimana bahan cair lepas dari dinding kavitas akan masuk pada
percabangan trakeobronchial. Bila peradangan mereka lumen, bronkus dapat
menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat dengan
percabangan bronkus rongga. Bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi
berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini dapat menimbulkan gejala dalam
waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat
peradangan aktif. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai
aliran darah dalam jumlah kecil yang kadang–kadang dapat menimbulkan lesi
pada bagian organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran
limfohemotogen, yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen
merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberculosis
millier.
Ini banyak terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga
banyak organisme masuk kedalam system vaskuler dan tersebar ke organ – organ
tubuh. ( price, 1995 : 753 -754 )
Bakteri dipindahkan melalui jalan nafas ke alveoli tempat dimana mereka
berkumpul dan mulai untuk memperbanyak diri, baik juga dipindahkan melalui
system limfe dan aliran darah kebagian tubuh lainnya (ginjal, tulang korteks
cerebri) dan area paru lainnya (lobus atas).
System imum tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi fagosit
(noukrofit dan makrofag) menelan bakteri, limfosit spesifik tuberculosis milisis
(menghancurkan) basil jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan
penumpukan eksudat dan alveoli, menyebabkan bronchopneumonia infeksi awal
biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu pemajanan.
Massa jarinngan baru, yang disebut granulomas yang merupakan gumpalan
basil yang masih hidup dan yang sudah mati dikelilingi oleh makrofag yang
berbentuk dinding protektif. Granulosis diubah menjadi massa jaringan fibrosa.
Bagian central dimana massa fibrosa ini disebut tuberkel ghon. Bahan (bakteri)
menjadi dormant, tanpa perkembangan penyakit aktif.
Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit
aktif karena gangguan atau respon inadekuat dari respon imun. Tuberkel ghon
memecah, melepas bahan seperti keju dalam bronchial, bakteri kemudian tersebar
ke udara. Tuberkel yang memecah menyembuh membentuk jaringgan parut. Parut
ruang terinfeksi menjadi lebih banyak mengakibatkan terjadinya
bronchopneumonia lebih lanjut. (smeltzer, 2001 : 585)
6. Komplikasi
Penyakit tuberculosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan
menimbulkan komplikasi dini dan komplikasi lanjut :
a. Komplikasi dini.
1) Pleuritis : inflamasi pleura
2) Efusi pleura : alir cairan keluar dari dalam pembuluh yang normal
kejaringan sekitarnya.
3) Empiema : timbunan atau kumpulan pus dalam suatu kavitas.
4) Langiritis : inflamasi laring.
5) Menjalar ke organ lain melalui penyebaran suatu hematogen karena
fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme
masuk ke dalam system vaskuler dan tersebar ke organ-organ tubuh
usus.
6) Pancet’s athropathy : Setiap penyakit sendi.
b. Komplikasi lanjut
1) Obstruksi jalan nafas : SPOT (Sindrom Obstruksi Pasca Operatif).
2) Kerusakan parenkim berat : SPOT / fibrosis paru, Korpulmonal.
3) Amiloidosis terdapat timbunan-timbunan amiloid (zat pati) dalam
jaringan tubuh atau sebagai timbunan abnormal dalam berbagai organ.
4) Karsinoma Paru.
Infeksi yang berkelanjutan tanpa penanganan dapat menyebabkan
kanker paru.
5) Sindrom gagal nafas dewasa (ARDS).
Kerusakan pertukaran gas dan pengalihan ekstensif darah dalam paru-
paru. (Bahar, 2001 : 829)
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Tes kulit tuberculin.
Tehnik standart (tes Mantoux) adalah dengan menyuntikkan tuberculin
(PPD) sebanyak 0,1 ml yang mengandung 5 unit tuberculin secara intracutan,
pada sepertiga alas permukaan volar lengan bawah sebelah kulit dibersihkan
dengan alkohol. Untuk memperoleh reaksi kulit yang maksimal diperlukan
waktu antara 48 sampai 72 jam sesudah penyuntikan. Reaksi harus dibaca,
yang dicatat dari reaksi ini adalah diameter indurasi dalam satuan milimeter.
Pengukuran harus dilakukan melintang terhadap sumber panjang lengan
bawah. Indurasi dapat ditentukan dengan inspeksi dan palpasi daerah indurasi
sebesar 10 mm atau lebih dianggap bermakna dan mencerminkan adanya
sensifitas yang berasal dari infeksi dengan hasil daerah indurasi yang
diameternya kurang dari 10 mm dinggap tidak bermakna.
b. Vaksin BCG
Vacillus Calmette – Guerin (BCG), suatu bentuk vaksin dari kuman
tubercolusi sapi yang dilemahkan. Organisme disuntikkan ke kulit untuk
membentuk fokus primer yang berdinding berkapur dan berbatas tegas. Reaksi
10 atau 15 mm dianggap sebagai reaksi bermakna.
c. Pemeriksaan Radiografik
Secara patologis, manifestasi dini tuberculosis adalah berupa suatu kompleks
kelenjar getah bening parenkim. Pada orang dewasa, segmen apeks dan
posterior libus atas atau segmen superior lobus bawah yang menimbulkan lesi
yang terlihat homogen dengan densitas yang lebih pekat. Dapat juga terlihat
adanya pembentukan kavitas dan gambaran penyakit yang menyebar yang
bilateral.
d. Pemeriksaan bakteriologi
Pemeriksaan sputum dengan cara zielh neelsen. Sediaan apus yang akan
diwarnai mula- mula digenangi dengan zat karbolfuksin yang dipanaskan, lalu
dilakukan dekolonisasi dengan asam alkohol. Setelah itu diwarnai dengan
mekelin biru atau “brilliant green” setelah larutan ini melekat pada
micobacterium maka tidak dapat memperkirakan jumlah basil tahan asam
yang terdapat pada sediaan. (price, 1999:755).
e. Tes laboratorium spesimen dahak
8. Managemen Terapi
Dalam pengobatan TB Paru dibagi menjadi 2 :
a. Jangka pendek
Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka waktu 1-3 bulan
1) streptomisin injeksi 750 mg
2) ethambutol 1000 mg
3) isoniazid 400 mg
b. Jangka panjang
Tata cara pengobatan : setiap 2 x seminggu, dengan lama pengobatan
kesembuhan menjadi 6-9 bulan.
Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan
dalam pemeriksaan sputum BTA Å dengan kombinasi obat :
1) Rifampicin
2) Isoniazid (INH)
3) Ethambutol
4) Pyridoxin (B6)
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mencegah kematian,
mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata
rantai penularan. Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase
intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Panduan obat yang
digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan.
9. G
10. g
C. D
D. D
E. D
F. D
G. D
H. D
I. D
J. D
K. D
L.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Aktivitas /Istirahat
a. Kelemahan umum dan kelelahan.
b. Napas pendek dgn. Pengerahan tenaga.
c. Sulit tidur dgn. Demam/kerungat malam.
d. Mimpi buruk.
e. Takikardia, takipnea/dispnea.
f. Kelemahan otot, nyeri dan kaku.
2. Integritas Ego :
a. Perasaan tak berdaya/putus asa.
b. Faktor stress : baru/lama.
c. Perasaan butuh pertolongan
d. Denial.
e. Cemas, iritable.
3. Makanan/Cairan :
a. Kehilangan napsu makan.
b. Ketidaksanggupan mencerna.
c. Kehilangan BB.
d. Turgor kulit buruk, kering, kelemahan otot, lemak subkutan tipis.
4. Nyaman/nyeri :
a. Nyeri dada saat batuk.
b. Memegang area yang sakit.
c. Perilaku distraksi.
5. Pernapasan :
a. Batuk (produktif/non produktif)
b. Napas pendek.
c. Riwayat tuberkulosis
d. Peningkatan jumlah pernapasan.
e. Gerakan pernapasan asimetri.
f. Perkusi : Dullness, penurunan fremitus pleura terisi cairan).
g. Suara napas : Ronkhi
h. Spuntum : hijau/purulen, kekuningan, pink.
6. Kemanan/Keselamatan :
a. Adanya kondisi imunosupresi : kanker, AIDS, HIV positip.
b. Demam pada kondisi akut.
7. Interaksi Sosial :
a. Perasaan terisolasi/ditolak.
8.
1. F
2. F
3. f
B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-
kapiler.
3. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
primer, penurunan geraan silia, stasis dari sekresi.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan berhubungan dengan
infornmasi kurang / tidak akurat.
C. Intervensi
1. Diagnosa Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang
kental/darah.
Tujuan : Kebersihan jalan napas efektif.
Kriteria hasil :
a. Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan pertukaran
udara.
b. Mendemontrasikan batuk efektif.
c. Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.
Rencana Tindakan :
1) Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat
penumpukan sekret di sal. pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan
klien terhadap rencana teraupetik.
2) Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif,
menyebabkan frustasi.
3) Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
4) Lakukan pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi
alveolar.
5) Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan
sebanyak mungkin melalui mulut.
Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2
batuk pendek dan kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran
sekresi sekret.
6) Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
7) Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi :
mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000
sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan
mukus, yang mengarah pada atelektasis.
8) Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah
bau mulut.
9) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian expectoran.
Pemberian antibiotika.
Konsul photo toraks.
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi
perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
2. Diagnosa Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran
alveolar-kapiler.
Tujuan : Pertukaran gas efektif.
Kriteria hasil :
a. Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif.
b. Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
c. Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
Rencana tindakan :
1) Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat
tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan
ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
2) Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau
perubahan tanda-tanda vital.
R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai
akibat stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock
sehubungan dengan hipoksia.
3) Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin
keamanan.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan
mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
4) Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps
paru-paru.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien
terhadap rencana teraupetik.
5) Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan
menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat
dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
6) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian antibiotika.
Pemeriksaan sputum dan kultur sputum.
Konsul photo toraks.
R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
3. Diagnosa Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia
Tujuan : Kebutuhan nutrisi adekuat
Kriteria hasil :
a. Menyebutkan makanan mana yang tinggi protein dan kalori
b. Menu makanan yang disajikan habis
c. Peningkatan berat badan tanpa peningkatan edema
Rencana tindakan
1) Diskusikan penyebab anoreksia, dispnea dan mual.
R/ Dengan membantu klien memahami kondisi dapat menurunkan ansietas
dan dapat membantu memperbaiki kepatuhan teraupetik.
2) Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan.
R/ Keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk makan.
3) Tawarkan makan sedikit tapi sering (enam kali sehari plus tambahan).
R/ Peningkatan tekanan intra abdomen dapat menurunkan/menekan saluran GI
dan menurunkan kapasitas.
4) Pembatasan cairan pada makanan dan menghindari cairan 1 jam sebelum dan
sesudah makan.
R/ cairan dapat lebih pada lambung, menurunkan napsu makan dan masukan.
5) Atur makanan dengan protein/kalori tinggi yang disajikan pada waktu klien
merasa paling suka untuk memakannya.
R/ Ini meningkatkan kemungkinan klien mengkonsumsi jumlah protein dan
kalori adekuat.
6) Jelaskan kebutuhan peningkatan masukan makanan tinggi elemen berikut
a. Vitamin B12 (telur, daging ayam, kerang).
b. Asam folat (sayur berdaun hijau, kacang-kacangan, daging).
c. Thiamine (kacang-kacang, buncis, oranges).
d. Zat besi (jeroan, buah yang dikeringkan, sayuran hijau, kacang segar).
R/ Masukan vitamin harus ditingkatkan untuk mengkompensasi penurunan
metabolisme dan penyimpanan vitamin karena kerusakan jarinagn hepar.
7) Konsul dengan dokter/shli gizi bila klien tidak mengkonsumsi nutrien yang
cukup.
R/ Kemungkinan diperlukan suplemen tinggi protein, nutrisi parenteral,total,
atau makanan per sonde.
D. F
E. F
F.
DAFTAR PUSTAKA
Departeman Kesehatan. Republik Indonesia. 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis.Jakarta.
Doengoes, (1999). Perencanaan Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Media
Aescullapius.
Mubarak,Iqbal Wahid. 2009. Pengantar Keperawatan Komunitas.Jakarta. Sagung seto.
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Suddarth
Ed. 8. Jakarta : EGC
Sudiharto, 2007. Asuhan Keperawatan Dengan Pendekatan Keperawatan Transkultural.
Jakarta : EGC.