makna dan pesan novel sang nyai 1 terhadap mitos … · 2019. 8. 26. · ratu yang bernama nyai...
TRANSCRIPT
i
MAKNA DAN PESAN NOVEL SANG NYAI 1 TERHADAP MITOS NYAI
RORO KIDUL
SKRIPSI
OLEH :
WAWAN ADI PRASETYO
G.311.15.0023
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
JURUSAN ILMU KOMUNIKSASI
FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS SEMARANG
SEMARANG
2019
ii
iii
iv
v
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahhirrahmannirrahim,
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
Skripsi dengan baik dan lancar. Proposal Skripsi yang berjudul
MAKNA DAN PESAN NOVEL SANG NYAI 1 TERHADAP MITOS NYAI
RORO KIDUL
Penulisan Proposal Skripsi ini tidak akan berhasil tanpa bantuan dari berbagai
pihak, oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Allah SWT atas kemudahan dan kelancaran yang diberikan.
2. Bapak dan Ibuku tersayang, yang tiada hentinya mendoakan penulis untuk
menggapai cita-cita.
3. Bapak Fajriannoor Fanani, S.Sos, M.I.Kom selaku dosen pembimbing
utama Skripsi dengan sabar membimbing penulis hingga menyelesaikan
laporan ini.
4. Bapak Firdausa Azwar Ersyad, S.Sn, M.Sn selaku dosen pembimbing
pendamping
5. Dosen pengajar serta staff di progam studi Ilmu Komunikasi atas ilmu dan
bantuan yang sudah diberikan kepada penulis selama menempuh
pendidikan sarjana.
6. Keluarga kecil penulis, Citra Diyana dan Shaqueena A.H yang tiada
hentinya memberikan semangat dan motivasi.
viii
DAFTAR ISI
Halaman Sampul Dalam................................................................................ i
Halaman Persetujuan Pembimbing.............................................................. ii
Halaman Pengesahan Pengujian Skripsi ..................................................... iii
Pernyataan ...................................................................................................... v
Kata Pengantar............................................................................................... vi
Daftar Isi ......................................................................................................... viii
Daftar Lampiran ............................................................................................ xi
Abstrak ............................................................................................................ xii
Abstract ........................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................ 5
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................ 6
1.4 Manfaat Penelitian .............................................................. 6
1.4.1 Manfaat Teoritis .......................................................... 6
1.4.2.Manfaat Praktis ........................................................... 6
BAB II KAJIAN TEORI ...................................................................... 7
2.1. Teori semiotika Roland Barthes ........................................ 7
2.2 Mitos .................................................................................. 15
2.3 Novel ................................................................................. 16
2.4 Kerangka Berfikir ............................................................... 18
ix
BAB III METODE PENELITIAN ....................................................... 19
3.1. Metode Penelitian .............................................................. 19
3.2 Lokasi Penelitian ................................................................ 19
3.3 Bentuk dan Strategi Penelitian ........................................... 19
3.4 Data dan Sumber Data ...................................................... 20
3.4.1 Data Primer ............................................................ 20
3.4.2 Data Sekunder ........................................................ 20
3.5 Teknik Cuplikan atau Sampling ......................................... 20
3.6 Teknik Pengumpulan Data ................................................. 21
3.6.1.Studi Pustaka .......................................................... 21
3.7. Triangulasi Data ............................................................ 22
3.8 Teknik Analisis Data ..................................................... 22
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN................................................ 23
4.1 Gambaran Umum penelitian .............................................. 23
4.1.1 Tentang Novel Sang Nyai 1 ..................................... 23
4.2 Temuan Penelitan ............................................................... 27
4.2.1 Makna Denotasi ....................................................... 27
4.2.1.1 Makna denotasi bab 1 ................................... 28
4.2.2 Lima Kode Roland Barthes………………………… 36
4.2.3 Makna Konotasi…………………….……………… 45
4.2.3.1 Makna Konotasi Bab 1…………………….. 45
4.3 Pembahasan ........................................................................ 52
x
BAB V PENUTUP ................................................................................ 55
5.1 Kesimpulan ......................................................................... 55
5.2 Implikasi ............................................................................. 56
5.2.1. Teoritis ....................................................................... 56
5.2.2 metodologis…………………………………………..56
5.2.3 Praktis ......................................................................... 57
C. Saran .................................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xi
DAFTAR LAMPIRAN
TANDA BUKTI PEMBAYARAAN SKRIPSI
LOG KONSULTASI
SURAT PENUNJUKAN DOSEN PEMBIMBING
xii
ABSTRAK
Tulisan ini berjudul” MAKNA DAN PESAN NOVEL SANG NYAI 1
TERHADAP MITOS NYAI RORO KIDUL”. WAWAN ADI PRASETYO
Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Semarang
Novel Sang Nyai Karya Budi Sardjono adalah novel yang bertemakan budaya. Di
dalam novel Sang Nyai Terdapat mitos Nyai Roro Kidul. Hal ini merujuk pada
kepercayaan masyarakat jawa yang masih mengadakan tradisi yang berkaitan
dengan Nyai Roro Kidul.
Berdasarkan hal tersebut, tujuan penelitian ini untuk menjelaskan mitos
Nyai Roro Kidul dalam masyarakat jawa dan menganalisis bagaimana novel Sang
Nyai turut bagian dalam melestarikan dan memperkuat keyakinan masyarakat
Yogyakarta mengenai sosok Nyai Roro Kidul
Teori ini menggunakan metode penelitian yang di kaji dengan teori
Semiotika Roland Barthes, dan penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif yang
melalui berbagai tahapan.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa Raja dari keraton Yogyakarta
mendukung adanya mitos Nyai Roro Kidul hal tersebut diperkuat dengan adanya
tradisi yang setiap tahunnya di adakan untuk Nyai Roro Kidul. dan hal ini
memberikan keyakinan kepada masyarakat Jawa mengenai mitos Nyai Roro Kidul
sebagai penguasa Pantai Selatan..
xiii
ABSTRACT
MEANING AND MESSAGE OF NOVEL SANG NYAI 1 ON THE
MYTH OF NYAI RORO KIDUL WAWAN ADI PRASETYO. Department
of Communication Studies, University of Semarang.
Sang Nyai 1 novel Budi Sardjono's work is a cultural-themed novel. In Sang Nyai
1 novel There is a myth Nyai Roro Kidul. This refers to the beliefs of the Javanese
people who still hold traditions related to Nyai Roro Kidul.
Based on this, the purpose of this study is to explain the myth of Nyai
Roro Kidul in Javanese society and analyze how Sang Nyai's novels participate in
preserving and strengthening Yogyakarta's public beliefs about the figure of Nyai
Roro Kidul This theory uses research methods that are examined by Roland
Barthes's Semiotic theory, and this research is a descriptive qualitative in nature
through various stages.
The results of this study show that the King of the Yogyakarta palace
supported the existence of the myth of Nyai Roro Kidul, this was reinforced by
the tradition that every year was held for Nyai Roro Kidul. and this gave Javanese
society confidence in the myth of Nyai Roro Kidul as the ruler of the South Coast
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Karya sastra merupakan media untuk mengkomunikasikan ide dan
gagasan pengarang kepada khalayak luas. Novel merupakan salah satu karya
sastra yang dapat di jadikan sebagai media komunikasi, di dalam sebuah novel
kita dapat menemukan pesan yang tersirat maupun tersurat. Maka pesan yang
tersirat sering berfungsi sebagai pesan utama yang di sampaikan pengaran untuk
pembaca. Komunikasi persuasif bertujuan untuk mengubah sikap, pendapat, dan
perseorang. Agar dapat menjadi media komunikasi persuasif novel harus memiliki
pesan dan amanah yang baik bagi pembacanya. Menurut Ong (1982), sastra
tertulis mempunyai hubungan timbal balik dengan sastra lisan. Artinya, sastra
lisan bisa digunakan sebagai dasar dari sastra tulisan atau sebaliknya sastra tulisan
dapat digunakan sebagai dasar pijakan dari sastra lisan.
Novel Sang Nyai karya Budi Sardjono merupakan karya sastra (novel)
yang menceritakan kehidupan seorang jurnalis bernama Sam. Semula ia kurang
berminat karena berbagai pihak telah berusaha mengungkap sosok tersebut.
Namun setelah ia berada di Puri Parangkusumo bertemu dengan Kang Darpo
ditepi Pantai Laut Selatan. Dan ia bertemu dengan sosok yang misterius bernama
kesi. Kesi selalu ada saat sam berada di tempat yang berkaitan dengan Nyai Roro
Kidul Bahkan, Kesi juga mengajak Sam ke suatu tempat yang terasa asing
sembari mengenalkannya dengan Kang Petruk, yang belakangan Sam ketahui
sebagai legenda penjaga kawah Merapi.
2
Budi Sardjono sebagai penulis Novel Sang Nyai lahir di Yogyakarta pada
tanggal 6 september 1953. Penulis otodidak. Beberapa kali memenangkan
syembara mengarang, baik cerpen, novelet dimajalah Femina, Kartini, Sarinah
Dan Dewan Kesenian Jakarta. Pada Maret 2011 ia menerbitkan novel Sang Nyai
kajian analisis penelitian ini. Novel Sang Nyai pada 2012 meraih penghargaan
dari Balai Bahasa Yogyakarta sebagai Novel terbaik. Novel tersebut ditulis
berdasarkan 4 mitos dan realitas sosial masyarakat Jawa, khususnya daerah
Yogyakarta dan Surakarta. Ia menceritakan kejadian tiap bab secara terstruktur
dengan alur cerita yang menarik, dan banyak makna yang terkandung dalam
tulisannya, sehingga melalui novel tersebut pembaca dapat memahami bahwa
mitos dan adat istiadat masih kuat dijalankan masyarakat Jawa.
Istilah makna (meaning) memang merupakan kata dan istilah yang
membingungkan. Dalam bukunya The Meaning of Meaning, Ogden dan Richards
(1972 : 186-187) telah mengumpulkan tidak kurang dari 22 batasan mengenai
makna. Makna yaitu hubungan antar suatu objek atau idea dari suatu tanda,
konsep dasar ini berhuungan dengan seperangkat teori yang luas yang berurusan
dengan simbol, bahasa, wacana dan bentuk-bentuk non verbal. Secara umum studi
ini merujuk pada semiotika (Sobur, 2009 : 15-16).
Pesatnya perkembangan teknologi dari waktu ke waktu telah membuat
tergerusnya nilai kebudayaan tertentu. Kebudayaan tersebut mempegaruhi
manusia sehingga membentuk pola pikir, tingkah laku, kepercayaan, kekuasaan,
tradisi bahkan mitos yang berkembang di dalam masyarakat.
3
Barthes mengartikan mitos sebagai “cara berpikir kebudayaan tentang
sesuatu, sebuah cara mengkonseptualisasikan atau memahami sesuatu hal. Barthes
menyebut bahwa mitos sebagai rangkaian konsep yang saling berkaitan”
(Sudibyo, 2001:245). Mitos adalah sistem komunikasi, sebab ia membawakan
pesan. Maka itu, mitos bukanlah objek. Mitos bukan pula konsep ataupun suatu
gagasan, melainkan suatu cara signifikasi suatu bentuk, Lebih jauh lagi mitos
tidak hanya berupa pesan ataupun makna yang disampaikan dalam bentuk verbal
(kata-kata lisan ataupun tulisan), namun juga dalam bebagai bentuk lain. Misalnya
dalam bentuk film, lukisan, fotografi, iklan dan komik. Semua dapat digunakan
untuk penyampaian pesan dan makna.
Hampir semua penduduk pulau Jawa dan bahkan masyarakat Indonesia
percaya bahwa pantai laut selatan terdapat kerajaan yang di kuasai oleh seorang
ratu yang bernama Nyai Roro Kidul. Sang nyai memiliki paras yang cantik dan
lemah gemulai, Nyai Roro Kidul merupakan sebuah mitos yang terkenal, dan
masih terasa hingga kini dalam kehidupan masyarakat Jawa bahkan sampai
masyrakat di Bali. Mitos ini merupakan sebuah tradisi yang masih bertahan
ceritanya sampai sekarang tetap terjaga di Keraton Yogyakarta karena mempunyai
peran dan pengaruh yang sangat besar dalam kebudayaan jawa maupun
perkembangan karya sastra.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa mitos Nyai Roro Kidul
merupakan tidak hanya milik masyarakat Jawa telah diwarisi secara turun-
temurun dari nenek moyangnya. Kebudayaan Jawa mempunyai pandangan hidup
4
yang berbeda dengan masyarakat masa kini, karena kebudayaan Jawa masih
mempertahankan kejawennya dengan mempercayai mitos dan adat istiadat
Peneliti menjelaskan didalam novel Sang Nyai terdapat tempat yang
dianggap memiliki keterkaitan yang kuat antara Nyai Roro kidul, selain itu
peneliti menjelaskan makna dan pesan yang terkandung dalam mitos Nyai Roro
kidul. Sosok Nyai Roro Kidul sebagai mitos dalam tradisi masyarakat Jawa yang
mempunyai mempunyai peran dan pengaruh yang sangat besar dalam sejarah
berdirinya kerajaan-kerajaan di pulau Jawa.
Sementara itu Penelitian sejenis yang telah dilakukan Suci Andri
Universitas Padjadjaran dengan judul “MITOS NYAI RORO KIDUL DALAM
NOVEL SANG NYAI” penelitian ini mengkaji mengenai pemanfaatan mitos
pada alur, tokoh hingga latar tempat dan sejauh mana pengarang memanfaatkan
mitos Nyai Roro Kidul untuk Praktik komodifikasi pada novel Sang Nyai ini berarti
mengubah, sebagian atau bahkan hampir seluruhnya agar lebih komersial dan
memiliki nilai jual tinggi yang tujuan utamanya menarik minat pembaca.
Penelitian di atas mengunakan metode Greimas mengenai skema aktan dan
skema fungsional. Dalam penelitian diatas sangatlah berbeda dengan penelitian
yang peneliti buat, penelitian ini menitiberatkan pada makna dan pesan mitos
Nyai Roro Kidul dan seberapa besar peran pengarang untuk melestarikan mitos
Nyai Roro Kidul penelitian yang peneliti buat menggunakan metode diskriptif
kualitatif dan menggunakan teori semiotika dari Roland Barthes.
5
Selain itu penelitian lainya dari Herning Puspitarini dengan
judul ”HEGEMONI MITOS NYAI RORO KIDUL TERHADAP KEKUASAAN
JAWA DALAM NOVEL SANG NYAI KARYA BUDI SARDJONO” mengkaji
Bentuk-bentuk hegemoni mitos Nyai Roro Kidul dan bentuk perlawanan antara
ideologi tradisional dan ideologi modern.
Penelitian diatas mengunakan pendekatan sosiologi sastra dan
menggunakan teori structural dan teori hegemoni Gramsci. Tentu saja dua
penelitian diatas berbeda dengan penelitian yang saya miliki dengan
memfokuskan makna dan pesan dalam mitos Nyai Roro Kidul dan menganalisis
seberapa besar pengarang ikut andil dalam melestarikan mitos Nyai Roro Kidul.
peneliti mengunakan teori semiotika Roland Barthes.
Mitos Nyai Roro Kidul di jawa sangatlah terasa dampaknya.tak hanya di
jawa, masyarakat Bali pun mempercayai sosok Nyai Roro Kidul yang mendiami
kamar hotel yang dianggap sakral. seperti tergambar dalam novel Sang Nyai.
Tidak banyak novel yang bercerita tentang tradisi atau mitos Jawa secara
terstruktur, selain itu Budi Sardjono banyak memasukan makna denotasi dan
makna konotasi yang terkandung di dalamnya yang dapat membuat pembacanya
bertanya-tanya.
Hal tersebut sebagai gambaran wujud eksistensi mitos Nyai Roro Kidul
Jawa yang bersifat tradisional dan sakral, sehingga gagasan di atas yang
melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian dengan judul “Makna Dan
Pesan Novel Sang Nyai 1 Terhadap Mitos Nyai Roro Kidul ”. Diharapkan dalam
6
penelitian ini dapat menghasilkan sebuah temuan baru dengan analisis Semiotika
Roland Barthes.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat diketahui bahwa perumusan
masalahnya adalah “Bagaimana Makna Dan Pesan Dalam Novel Sang Nyai 1
Terhadap Mitos Nyai Roro Kidul”
1.3 Tujuan Penelitian
a. Sesuai dengan masalah yang dirumuskan diatas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah untuk memahami Makna Dan Pesan Dalam Novel
Sang Nyai 1 Terhadap Mitos Nyai Roro Kidul
b. Untuk mengetahui pedanda (signifier) dan pertanda signified) yang di
tuliskan dalam novel sang nyai 1.
1.4 Manfaat Penelitian
Peneliti melakukan penelitian tentunya sangat mengharapkan adanya
manfaat yang dapat diambil dari penelitian tersebut. Manfaat yang dapat
diharapkan dari penelitian ini adalah :
1.4.1 Manfaat Teoritis
a. Sebagai informasi dan bahan referensi bagi yang membutuhkan,
khususnya akademisi dan praktisi media massa.
b. Untuk mengembangkan ilmu komunikasi, khusunya dalam mengkaji
sebuah karya sastra (novel).
1.4.2 Manfaat Praktis
7
Manfaat praktis yang diberikan penelitian ini antara lain : Menambah
wawasan keilmuan terutama Makna Dan Pesan Dalam Novel Sang Nyai 1
Terhadap Mitos Nyai Roro Kidul.
7
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Teori Semiotika
Semiotika berasal dari kata Yunani yaitu “Semion” yang berarti Tanda.
Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tentang suatu tanda (sign). Dalam ilmu
komunikasi “tanda” merupakan sebuah interaksi makna yang disampaikan kepada
orang lain melalui tanda-tanda. Semiotika sebagai metode kajian ke dalam
berbagai cabang keilmuan dimungkinkan karena ada kecenderungan untuk
memandang berbagai wacana sosial sebagai fenomena Bahasa.
Menurut Roland Barthes, semiotika memiliki beberapa konsep inti, yaitu
signification, denotation, connotation, dan metalanguage atau myth
Signification menurut Barthes, signification dapat dipahami sebagai
sebuah proses yang berupa tindakan, yang mengikat signifier dan signified, dan
yang menghasilkan sebuah tanda. Dalam proses tersebut, dua bagian dari sebuah
tanda tergantung satu sama lain dalam arti bahwa signified diungkapkan melalui
signifier, dan signifier diungkapkan dengan signified. Misalnya, kata “kucing”.
Ketika kita mengintegrasikan signifier “kucing” dengan signified “hewan berkaki
empat yang mengeong”, maka bahasa tanda “kucing” pun muncul. Proses ini
disebut sebagai signification atau sebuah sistem signifikasi.
Dalam semiotika, denotation dan connotation adalah dua istilah yang
menggambarkan hubungan antara signifier dan signified. Selain itu, denotation
dan connotation juga menggambarkan sebuah perbedaan analitis yang dibuat
antara dua jenis signified yaitu denotative signified dan connotative signified
8
(Chandler, 2008). Denotation dan connotation selalu digambarkan dalam istilah
level of representation atau level of meaning. Dalam bukunya yang berjudul
Elements of Semiology (1964), Roland Barthes membedakan denotation dan
connotation dengan merujuk pada pendapat Louis Hjelmslev dengan
menggunakan istilah orders of signification.
Denotation adalah order of signification yang pertama. Pada tingkatan ini
terdapat sebuah tanda yang terdiri atas sebuah signifier dan sebuah signified.
Dalam artian, denotation merupakan apa yang kita pikirkan sebagai sebuah literal,
bersifat tetap, dan memiliki makna kamus sebuah kata yang secara ideal telah
disepakati secara universal. Sedangkan, connotation adalah order of signification
yang kedua yang berisi perubahan makna kata secara asosiatif. Menurut Barthes,
hal ini hanya berlaku pada tataran teoritis. Pada tataran praktis, membatasi makna
ke dalam sebuah denotative akan sangat sulit karena tanda selalu meninggalkan
jejak makna dari konteks sebelumnya.
Pada bagian akhir dari bukunya yang berjudul Mythologies, Roland Barthes
mengkombinasikan beberapa contoh kasus ke dalam sebuah satu teori yang
diramu melalui tulisannya yang berjudul Myth Today. Barthes mencoba untuk
mengkonseptualisasikan mitos sebagai sebuah sistem komunikasi, oleh karena itu
sebuah pesan tidak dapat mungkin menjadi sebuah obyek, konsep, atau gagasan,
melainkan sebuah bentuk signification. Ia juga menganalisa proses mitos secara
jelas dengan menyajikan contoh-contoh yang khusus.
Berdasarkan definisi yang dirumuskan oleh Ferdinand de Saussure, Barthes
berpendapat bahwa signification dapat dibagi kedalam denotation dan connotation.
9
Yang dimaksud dengan denotation tingkatan makna deskriptif dan literal yang
dibagi oleh sebagian besar anggota dalam sebuah kebudayaan. Sedangkan, yang
dimaksud dengan connotation adalah makna yang diberikan oleh signifiers yang
terhubung dengan kebudayaan yang lebih luas seperti kepercayaan, sikap,
kerangka kerja dan ideologi bentukan sosial.
Menurut Barthes, mitos adalah signification dalam tingkatan connotation.
Jika sebuah tanda diadopsi secara berulang dalam dimensi syntagmatic maka
bagian adopsi akan terlihat lebih sesuai dibandingkan dengan penerapan lainnya
dalam paradigmatic. Kemudian connotation tanda menjadi dinaturalisasi dan
dinormalisasi. Naturalisasi mitos adalah sebuah bentukan budaya.
Mitos merupakan a second-order semiological system. Sebuah tanda dalam
sistem pertama menjadi signifier pada sistem kedua. Menurut Barthes, tanda
adalah sistem pertama, atau bahasa, sebagai bahasa obyek, dan mitos sebagai
metalanguage. Signification mitos menghapus sejarah atau narasi tanda dan
mengisi ruang kososng tersebut dengan makna yang baru.
10
Gambar 6.2 Tabel Semiotik Roland Barthes.
Terdiri atas penanda (1) dan penanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda
denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Dengan kata lain, hal tersebut
merupakan unsur material: hanya jika anda mengenal tanda singa, konotasinya
seperti harga diri, kegarangan dan keberanian semua itu memungkinkan karena
penanda kototatif (Cobley dan jansz, 1999).Jadi dalam konsep Barthes, tanda
konotatif tidak sekedar memiliki makna tambahan namun juga mengandung
kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaanya.
Konotatif merupakan tanda yang penandanya mempunyai keterbukaan
makna atau makna yang implisit, tidak langsung, dan tidak pasti artinya terbuka
kemungkinan terhadap penafsiran-penafsiran baru. Dalam semiologi Barthes,
denotasi merupakan sistem signifikansi tingkat pertama, sedangkan konotasi
merupakan sistem signifikansi tingkat kedua. Denotasi dapat dikatakan makna
objektif yang tetap, sedangkan konotasi merupakan makna subjektif dan
bervariasi. Contohnya jika kita membaca kalimat seperti” Mawar sebagai Bunga
1. Signifier
penanda
2. Signified
penanda
3. Denotative sign (tanda denotative)
4. CONOTATIVE SIGNIFIER
(PENANDA KONOTATIF)
5. CONOTATIVE
SIGNIFIED
(PENANDA
KONOTATIF)
6. CONOTATIVE SIGN(TANDA KONOTATIF)
11
Desa:, secara denotasi orang akan memaknai bahwa mawar adalah bunga yang
tumbuh di desa, tetapi konotasi maknanya berubah, bunga berarti seorang gadis
dan Mawar adalah nama gadis tersebut. Bunga dan gadis awalnya tidak ada
hubungannya sama sekali, tetapi dapat diinterpretasikan memiliki sifat kesamaan,
yaitu cantik atau indah. Contoh lainnya, yaitu penjahat itu di bawa ke meja hijau.
Secara konotasi meja hijau berarti “pengadilan”
Contoh mitos dalam pandangan Roland Barthes; anggur (wine) menurut
Barthes dalam ekpresi tingkat pertama bermakna “ minuman berakohol yang
terbuat dari buah anggur”. Namun, pada tingkat kedua anggur di maknai sebagai
suatu ciri “ke-Prancis-san” yang diberikan masyarakat dunia pada jenis minuman
ini. Orang yang selalu menganggap wine, ya Prancis , padahal banyak negara lain
juga memproduksi minuman sejenis. Dengan contoh ini, Barthes ingin
memperlihatkan bahwa gejala seuatu budaya dapat memperoleh konotasi sesuai
dengan sudut pandang suatu masyarakat. Jika konotasi itu sudah mantap, akan
menjadi mitos, sedangkan mitos sudah mantap akan menjadi ideologi (Barthes,
dalam rusmana, 2005)
12
Denotasi
Konotasi
Mitos
Rumusan tentang signifikansi dan mitos dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
F
irst
Ord
er Second Order
Reality Sign Culture
Signifier
Signified
Gambar 6.2. Tanda Signifikansi dan mitos Roland Barthes
Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa signifikansi tahap pertama merupakan
hubungan antara signifier dan signified yang disebut denotasi, yaitu makna
sebenarnya dari tanda. Sedangkan signifikansi tahap kedua digunakan istilah
konotasi yaitu makna yang subjektif atau paling tidak intersubjektif; yang
berhubungan dengan isi, tanda berkerja melalui mitos. mitos merupakan lapisan
pertanda dan makna yang paling dalam.
Frm
Content
13
Selain teori signifikansi dua tahap dan mitologi, Barthes mengemukakan
lima jenis kode yang lazm beroprasi dalam suatu teks.
1. Kode Hermenutika
Sistem kode ini berkisar pada harapan pembaca untuk mendapatkan
kebenaran bagi pertanyaan yang muncul pada teks. Kode teka-teki
merupakan unsur struktur yang utama dalam narasi tradisional. Didalam
narasi ada suatu kesinambungan antara permunculan suatu peristiwa
teka-teki dan penyelesaian di dalam suatu cerita.
2. Kode Proairetik
Merupakan kide tindakan naratif dasar(basic narrative action) yang
tindakan-tindakannya dapat terjadi dalam erbagaisikuenyang mungkin
diindikasikan. Karya fiksi seperti novel, pada umumnya memiliki kode
proairentik. Bagi Rolnad Barthes, semua karya fiksi harus ada tindakan
utama. Secara teoritis, Barthes melihat semua lakuan dapat dikondisikan.
3. Kode Semantik
Kode semantic(semik) kode ini mengacu pada konotasi dalam cerita
yang memberikan tambahan atas makna denotatif dasar kata tersebut.
Dalam proses pembacaan, pembaca menyusun tema suatu teks. Ia
melihat bahwa konotasi kata atau frase tertentu dalam teks dapat
dikelompokan dengan konotasi kata atau frase yang mirip. Jika kita
melihat suatu kumpulan satuan konotasi, kita menemukana suatu tema
14
di dalam cerita. Jika dalam sebuah konotasi melekat pada suatu nama
tertentu, kita dapat mengenali tokoh dengan atribut tertentu.
4. Kode Simbolik
Kode ini mirip dengan kode semantik, tetapi bertindak lebih luas,
mengatur makna semantic ke dalam rangkaian makna yang lebih luas
dan lebih mendalam. Kode simbolik merupakan kode pengelompokan
atau konfigurasi yang gampang dikenali karena kemunculannya
berulang-ulang secara teratur melalui berbagai cara dan sarana tekstual,
misalnya berupa serangkaian antithesis: hidup dan mati, diluar dan
didalam, dingin dan panas, dan seterusnya. Dalam konsepsinya
mengenai kajian semiology, Roland Barthes melihat bahwa gagasan
makna berasal dari beberapa oposisi biner atau pembedaan, baik dalam
taraf bunyi menjadi fonem dalam proses produksi wicara, maupun pada
taraf oposisi psikoseksual yang melalui proses.
5. Kode Kultural
Kode kultural(budaya) merupakan acuan yang terdapat dalam teks sastra
yang refrensinya dapat berupa benda-benda, peristiwa, istilah-istilah,
tokoh-tokoh, dan sebagainya yang sudah diketahui dan dikondivikasi
atau dipecahkan kode oleh budaya lain. Penulis sebuah teks atau
pengarang pasti memiliki titik tumpu kultural dalam membangun
narasinya. Kode Ghonik tersebut hanya dapat ditangkap maknanya
dengan menemukan acuan relasi pada kode acuan yang tepat.
15
2.2 Mitos
Mitos atau myth secara etimologi berasal dari Bahasa dari yunani “mythos”
memiliki arti speech, pemikiran atau cerita yang tidak diketahui keasliannya
(rumor). Laurence coupe (1997) dalam bukunya “myth” menyatakan originally
meant „speech‟ or word, but in time what the greeks called mythos was separated
from, and deemed inferior to logos.
Laurence menambahkan dalam tulisannya pada awal orang orang yunani
menyebut mythos terpisah dengan logos, yang merupakan reason atau peryataan
yang lebih jelas. Ia pun mengutip peryataan Vernant (1982) bahwa konsep mitos
muncul antara abad ke delapan dan keempat di mana terjadi keberagambean
anggapan, dan antara mythos dan logos merupakan hal yang kontras.
Barthes mengartikan mitos sebagai “cara berpikir kebudayaan tentang
sesuatu, sebuah cara mengkonseptualisasikan atau memahami sesuatu hal. Barthes
menyebut bahwa mitos sebagai rangkaian konsep yang saling berkaitan” (Sudibyo,
2001:245). Mitos adalah sistem komunikasi, sebab ia membawakan pesan. Maka
itu, mitos bukanlah obje. Mitos bukan pula konsep ataupun suatu gagasan,
melainkan suatu cara signifikasi suatu bentuk,
Jika kita telusuri sejarahnya, mitos mengikuti dan berkaitan erat dengan
ritual. Mitos adalah bagian ritual yang diucapkan, cerita yang dipergaan oleh
ritual. Dalam suatu masyarakat ritual dilakukan oleh pemuka agama untuk
menghindarkan bahaya atau mendatangkan keselamatan. Ritual adalah acara yang
16
selalu dan setiap kali diperlukan, misalnya panan, kesuburan, hingga upacara
kematian (Van Peursen, 1988)
Lama kelamaan menjadi di pelajari dalam uraian dan narasi serta sistem
komunikasi yang di dalamnya terdapat pesan. Kemudian muncul mitologi sebagai
ilmu yang menjadi literatur sebuah mitos atau tubuh dari pewarisan mtos dari
berbagai budaya (Coupe 1997). Kekayaan literatur dan budaya tersebut dapat
memperluas mitologi. Barthes (1997) memaparakan dalam peryataan “myth in
fact belong to the province of a general science, coextensive with linguistic whit is
semiology”(Barthes, 1997).
Dalam bukunya “mythologies” karya Roland Barthes, mitos diterjemakan
dalam konteks modern. Barthes memaparkan beberapa pandangan mengeni
fenomena-fenomena yang terjadi di Pracncis pada waktu masanya. Fenomena
tersebut dilihatnya dari berbagai sisi yaitu secara logika, historis, naturan dan
relitas yang ada. Hal itu dilakukanya hanya semata-mata agar orang dapat melihat
kembali fungsi dan esensi yang tersembunyi dari suatu hal.
2.3 Novel
Dalam lapangan sastra, karya sastra dengan keutuhannya secara semiotic
dapat dipandang sebagai sebuah tanda. Sebagai suatu bentuk, karya sastra secra
tulis akan memiliki sifat kerungan (Santosa, 1993:36). Dimensi ruang dan waktu
dalam sebuah cerita rekaan mengandung tabiat tanda-menanda yang menyiratkan
makna semiotika. Dari dua tataran level antara mimetic dan semiotik (atau tataran
17
kebahasaan dan mitis) sebuah karya sastra menemukan keutuhan untuk dipahami
dan dihayati.
Membaca novelet dan cerpen Budi Sardjono yang bejudul Sang Nyai
misalnya kita dapat meraskan ke mistisan Nyai Roro Kidul yang di tonjolkan
dalam cerita dalam novel tersbut. Cerita rekaan yang disuguhkan Budi Sardjono
itu bukan sekedar rangkaian kata demi kata yang tidak punya makna, akan tetapi
berbicara tentang sejarah dan kehidupan, yakni masalah kepercyaan dalam tata
ekosistem budaya di tengah-tengah masyarakat jawa. Novelet Sang nyai
menyuguhkan sebuah potret masyarakat jawa yang mewarisi budaya jawa
mengenai mitos Nyai Roro kidul yang sampai sekarang masih dipercayai oleh
masyarakat jawa.
Wellek dan Warren mengatakan bahwa karya sastra sebuah lembaga
masyarakat yang bermedium bahasa, sedangkan bahasa adalah ciptaan masyarakat
(1989:48). Menanggapi hal tersebut, bahasa merupakan hal terpenting dalam
karya sastra. Bahasa sebagai sarana menuangkan suatu karya imajinatif hasil
karya cipta dunia pengarang yang bersifat imajinatif berbentuk cerpen, novel,
novela, puisi maupun karya sastra yang lainnya. Pengertian lain mengenai karya
sastra dirumuskan secara metodik oleh Jehlen (dalam Anwar, 2010: 143) yang
menempatkan karya sastra sebagai objek materi yang berbeda dengan objek-objek
materi lain dalam studi fisik dan sosial. Karya sastra adalah dirinya sendiri yang
telah ditafsirkan oleh pengarangnya.
Novel merupakan cerita rekaan yang panjang, yang mengetengahkan
tokoh-tokoh dan menampakkan serangkaian peristiwa dan latar (setting) secara
18
terstruktur (Noor, 2009:27). Novel sendiri merupakan gabungan dari kisah rekaan
dan kenyataan. Pembaca sebagai penikmat karya sastra tersebut juga harus
memahami novel dan menafsirkan peristiwa yang ada dalam kenyataan sehari-
hari.
2.4 Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir dari penelitian ini yang pertama berawal dari karya
sastra Budi Sardjono yang berjudul Sang Nyai, kemudian muncullah objek
penelitian yang merujuk pada mitos nyai roro kidul. Dari objek penelitian tersebut
ANALISIS SEMIOTIKA
ROLAND BARTHES
MAKNA DAN PESAN
MAKNA DAN PESAN NOVEL SANG
NYAI 1 TERHADAP MITOS NYAI RORO
KIDUL
Novel Sang Nyai
karya Budi Sardjono
Gambar 7.1 Kerangka Berfikir
DENOTASI KONOTASI MITOS
19
diteliti menggunakan teori semiotika Roland Barthes, kemudian muncullah
Denotasi dan Konotasi “Makna Dan Pesan Novel Sang Nyai 1 Terhadap Mitos
Nyai Roro Kidul”
19
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Definisi lain dari penelitian kualiatif untuk menguatkan definisi diatas.
Penelitian kualitatif bertujuan mempertahankan bentuk dan isi perilaku
manusia dan menganalisis kualitas-kualitasnya (Deddy Mulyana, 2008:150).
3.2 Lokasi atau Setting Penelitian
Penelitian dilakukan pada bagaimana hegemoni mitos nyai roro kidul
terhadap kekuasaan jawa dengan menggunakan analisis semiotika. Karena
penelitian menitikberatkan pada hubungan antara karya sastra dengan realitas
kehidupan masyarakat. Sastra umumnya berusaha untuk menampilkan keadaan
masyarakat secermat-cermatnya agar mampu menggambarkan kehidupan asli dari
masyarakat zamannya.
3.3 Bentuk dan Strategi Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian Semiotika Roland
Barthes dengan pendekatan deskriptif. Penelitian kualitatif dengan menjelaskan
makna yang terkandung dalam sebuah teks dengan melalui pengumpulan data
yang sedalam-dalamnya. Penelitian ini tidak mengutamakan besarnya populasi
atau sempling sangat terbatas. Penelitian deskriptif dengan membuat deskripsi
secara sistematis, faktual, dan akurat. Tentang fakta-fakta dan sifat-sifat populasi
obyek tertentu. Penelitian ini menggambarkan hal-hal yang sedang terjadi dalam
Novel Sang Nyai tanpa menjelaskan hubungan variable.
20
3.4 Data dan Sumber data
Peneliti menggunakan sumber data primer dan sekunder. Adapun penjabaran
dari sumber data primer dan sekunder sebagai berikut :
3.4.1 Data Primer
Sumber data primer dalam penelitian ini adalah novel Sang Nyai karya
Budi Sardjono. Sumber data lain yang mendukung penelitian ini yaitu
skripsi, tesis, atau penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan teori
hegemoni dan semiotik
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang terkumpul dari sumber-sumber
keputusan dan sumber-sumber lain yang memiliki relevansi dengan
masalah yang diteliti (Marzuki, 2002:56). Data sekunder dalam penelitian
ini diperoleh melalui tinjauan pustaka yang relevan seperti buku, jurnal
dan data dari internet.
3.5 Teknik Cuplikan (Sampling)
Pada penelitian kualitatif ini, sample yang digunakan adalah purposive
sampling, yaitu teknik pengambilan sample sumber data dengan pertimbangan
tertentu (Sugiyono, 2008: 60). Purposive Sampling adalah salah satu teknik
pengambilan sample yang sering digunakan dalam penelitian secara bahasa yaitu
berarti sengaja. Jadi purposive sempling berarti teknik penggambilan secara
sengaja, maksudnya peneliti menentukan sendiri sample yang diambil tidak secara
acak, tapi ditentukan sendiri oleh penelitian.
21
Oleh karena itu karakteristik yang masuk dalam pembuatan sample dalam
penelitian yaitu peneliti mengambil bebrapa sample yang memiliki makna-makna
yang tidak dimengerti oleh khalayak.
Contoh: “Merapi, kalau sudah mengamuk, memang nggegirisi, menakutkan
sekali. Sekalipunpunya kemampuan, korbannya bisa mencapai puluhan, bahkan
ratusan. Beda dengan laut Selatan. Meskipun ombaknya terkadang nggegirisi,
namun korbannya paling tiga, lima bahkan dua orang. Sering malah cuma satu
orang”
3.6 Teknik Pengumpulan Data
Menyesuaikan dengan bentuk penelitian kualitatif dan jenis sumber
data yang dimanfaatkan, maka teknik pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah :
3.6.1Studi Pustaka
Studi Pustaka merupakan metode pengumpulan data dengan cara
membaca atau memanfaatkan buku untuk memperoleh
kesimpulan-kesimpulan atau pendapat ahli. dengan menempatkan
kesimpulan tersebut sebagai metode tersendiri untuk menemukan
sesuatu pendapat baru yang lebih menekankan pengutipan-
pengutipan untuk memperkuat uraian (Gorrys Keraf, 2001:163).
Untuk memperlancar penyelesaian laporan ini, penulis
mengumpulkan informasi dari berbagai sumber baik buku maupun
literatur yang mendukung laporan ini.
22
3.7 Triangulasi
Triangulasi merupakan teknik yang dilakukan untuk memeriksa
keabsahan sebuah data yang memanfaatkan hal lain diluar dari data itu
sendiri sebagai kebutuhan pembanding terhadap data tersebut. Penelitian
ini menggunakan teknik triangulasi sumber dan data. Penelitian
menggunakan sumber dan data beragam untuk menguji validitas data.
Dilakukan pula review informan untuk pengembangan validitas data.
Penelitian ini mencoba mengkomunikasikan kembali data-data yang telah
diperoleh dan disusun kepada informan paling pokok. Hal ini dilakukan
selain untuk memperjelas dan mempertegas kebenaran data juga untuk
memperoleh persetujuan serta penambahan/penegasan data apabila ada.
3.8 Teknik Analisis data
Dalam penelitian ini, analisis data merujuk pada usaha pencarian
makna dan mitos yang berkembang di Novel Sang Nyai menggunakan
pendekatan teori semiotika Roland Barthes
Selanjutnya analisis data ini akan dilakukan dengan menampilkan
beberapa percakapan di dalam Novel Sang Nyai. Dengan menggunakan
teori semiotika roland Barthes lebih terfokus pada tanda yang berhubungan
dengan mitos Nyai Roro Kidul.
23
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum
4.1.1 Tentang Novel Sang Nyai 1
Novel Sang Nyai meraih penghargaan sastra sebagai Novel Terbaik 2012
versi Balai Bahasa Yogyakarta. Novel Sang Nyai adalah salah satu karya
pengarang Budi Sardjono yang diterbitkan oleh DIVA Press Yogjakarta. Buku
dengan 435 halaman, meski tidak lagi menambah info-info baru seputar dunia
mistik yang berkaitan dengan sosok wanita cantik penguasa laut selatan,
Dalam novel Sang Nyai karya Budi Sardjono, Sang Nyai merupakan
panggilan singkat tetapi memiliki banyak makna untuk sang penguasa laut selatan
yaitu kanjeng Gusti Ratu Kidul. Sang Nyai berkisah tentang seorang wartawan
ibukota bernama Samhudi yang mendapat tugas untuk menulis feature tentang
Kanjeng Ratu Kidul. Dalam perjalanan mencari bahan tulisan dia bertemu dengan
Sukesi atau Kesi, lalu menghabiskan malam bersamanya di sebuah gubuk di tepi
pantai yang beralaskan permadani.
Kesi adalah sosok yang sangat misterius. Dan selalu muncul ditempat-
tempat yang dikeramatkan untuk ratu kidul seperti dalam kamar hotel nomor 316
di Sanur Beach Hotel, kamar nomor 216 Samudra Beach Hotel, Cepuri
Parangkusumo, Panggung Sangabuwana, Tidak ada yang tahu siapa Kesi
sebenarnya, selain bahwa dia kenal dekat dengan Romo Darpo, utusan istana yang
dipercaya untuk mengurusi wilayah Cepuri Parangkusumo, Dia mempunyai
kenalan yang bernama kang petruk, dan mempunyai teman seorang kusir delman
bernama kang jiman.
24
Hubungan antara Nyi Ratu Kidul- Sang Sultan- Mbah Petruk. Merapi
dengan segala kisah mistik dan gaib yang melingkupinya. Samhudi yang secara
kebetulan selalu bertemu dengan Kesi di tempat-tempat keramat yang
dikunjunginya, mulai mencurigai siapa sosok wanita cantik yang memikat hatinya
itu.
Baru ketika Samhudi berjumpa dengan Nyai Maryatun, seorang nigrat yang
berprofesi sebagai pengusaha batik, Samhudi mendapat pencerahan tentang siapa
sebenarnya Kesi melalui koin emas yang di terimanya oleh Nyai Maryatun
sebagai bayaran untuk pesanan 17 lembar kain batik motif sido mukti dan 17
lembar motif parang rusak. Pada koin emas itu tertera angka 9 di salah satu sis.
Sam kembali ke Parangkusumo untuk mengikuti prosesi labuhan ketika
kondisi Merapi ditetapkan dalam kondisi yang darurat. Ombak ganas dengan
badai yang mencekam di Pantai Selatan membaut upacara labuhan memakan
korban jiwa, termasuk membuat seorang tukang ojek yang Sam kenal yaitu Kang
Trisno meninggal. Sam terpukul akan kejadian ini. Namun, saat itulah Kesi datang
dan menenangkan Sam. Ia mengatakan bahwa para korban akibat labuhan bukan
merupakan kehendak Nyai Roro Kidul, itu hanya diakibatkan bencana alam,
mereka masih menerjang badai walaupun sudah diperingatkan
Ada dua bencana yaitu Lor – Kidul, yang terjadi hampir bersamaan, yaitu
meletusnya Gunung Merapi dan bergeloranya ombak Laut Selatan. Kepercayaan
masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya, Gunung Merapi dan Laut Selatan adalah
dua elemen penting yang tidak dapat dipisahkan. Gunung Merapi berada dibawah
kuasa Mbah Petruk atau juga biasa disebut Kyai Sapu Jagad, sementara Laut
Selatan berada dibawah Kekuasaan Nyai Roro Kidul. Sedangkan Ngarsa Dalem
25
atau Sultan adalah penengah keduanya. Dalam kenyataannya Laut Selatan,
Keraton Yogyakarta dan Gunung Merapi memang berada dalam 1 garis lurus
yang memanjang Utara – Selatan
Keadaan semakin gawat ketika Merapi akhirnya meletus. Sam
mengetahui bahwa Sugeng, sahabatnya meninggal akibat menyelamatkan
penduduk dari serangan awan wedhus gembel yang menyerang penduduk lereng
Merapi. Kejadian ini membuat Sam terpukul. Ia memutuskan untuk kembali ke
Jakarta. Ia bahkan menolak memperpanjang masa tugasnya sekedar meliput
bencana yang terjadi. Ketika sampai di Jakarta Sam dikejutkan oleh sebuah
bingkisan di dalam tasnya yang berisi segala benda yang disukai Nyai Roro Kidul
beserta tujuh koin emas bergambar wajah Kesi. Sam terkejut mengetahui fakta
bahwa Kesi memang penjelmaan dari sosok Nyai Roro Kidul yang sesungguhnya.
4.1.2 Tentang Penulis
Menulis novel (karya sastra) menurut Budi Sardjono merupakan pekerjaan
yang sangat menarik dan menyenangkan., karena dari perkerjaannya itulah Budi
Sardjono dapat menciptakan suasana tersendiri melalui goresan pena dalam novel-
novelnya. Membuat sesuatu yang tidak ada menjadi ada, memperlajari berbagai
macam karakter manusia, menciptakan tokoh, membangun konflik antar tokoh,
serta merangkai kata-kata yang membuat pembacanya bertanya-tanya.
Sebelum dikenal dengan nama pena Budi Sardjono, sastrawan yang
terbilang produktif dalam menulis cerita anak, cerpen, novelet, novel, dan esai
baik untuk penerbit maupun harian, mingguan, dan majalah di Indonesia tersebut
semula dikenal dengan nama Agnes Yani Sardjono. Nama yang mengesankan
kepada masyarakat pembaca sastra, bahwa penulis yang sekarang tinggal di
26
wilayah Kabupaten Sleman (Yogyakarta) tersebut berkelamin perempuan. Karena
tidak lahir dari keluarga sastrawan, Budi Sardjono tertarik menulis bukan karena
dorongan ayahnya yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan ibunya
yang berstatus sebagai Ibu Rumah Tangga, melainkan dari panggilan hati
nuraninya sendiri. Ketertarikan untuk menulis karya sastra itu muncul, ketika
puisinya yang dimuat di Majalah Dian (Flores) mendapatkan honorarium.
Sejak merasakan nikmatnya mendapatkan honorarium atas puisinya; Budi
Sardjono yang semula bercita-cita ingin menjadi kernet colt kampus semakin
produktif dalam menulis dan mengirimkan karya-karyanya ke koran, majalah, dan
penerbit. Namun sesudah mengetahui honorarium puisi lebih kecil ketimbang
honorarium prosa (cerpen, novelet, dan novel); Budi Sardjono tidak lagi menulis
puisi. Berangkat dari pendapat pribadinya itu, Budi Sardjono yang kemudian
dikenal sebagai prosais (lebih khusus sebagai novelis) tidak terpengaruh lagi
untuk menyandang predikat “penyair”, sungguhpun banyak bergaul dengan para
penyair yang tergabung di dalam komunitas Persada Studi Klup (PSK) asuhan
Umbu Landu Paranggi.
Berikut novel fiksi karya Budi Sardjono.
a. Novelet Topeng Malaikat (Labuh, 2005).
b. Novelet Dua Kado Bunuh Diri (Labuh, 2005).
c. Novelet Rembulan Putih (Labuh, 2005).
d. Novelet Ojo Dumeh (Nusatama,1997).
e. Novelet Selendang Kawung (Gita Nagari, 2002).
f. Novelet Angin Kering Gunungkidul (Gita Nagari, 2005).
27
g. Novelet Kabut dan Mimpi (Labuh, 2005).
h. Novel Sang Nyai (Diva Press, 2011).
i. Novel Kembang Turi (Diva Press, 2011).
j. Novel Api Merapi (Diva Press, 2012).
k. Novel Roro Jonggrang (Diva Press, 2013).
l. Novel Nyai Gowok (Diva Press, 2014)
4.2 Temuan Penelitian
penulis mengambil sampel dan beerapa kalimat yang terdapat dalam
Novel sang Nyai Budi Sardjono untuk mendukung temuan penelitian. Dimana
kutipan kutipan teks atau narasi yang diambil oleh penulis akan diuraikan
mengunakan teori Roland Barthes dengan metode deskriptif melakukan
penafsiran dalam setiap kutipan yang masuk dalam kriteria yaitu Makna
Denotatif, Makna Konotatif dan 5 kode pembacaan menurut Roland Barthes
4.2.1 Makna Denotasi
Makna denotasi adalah makna yang sebenarnya yang di gunakan untuk
menyampaikan sesuatu yang sesuai dengan kenyataan yang terjadi. Menurut
Djajasudarma (1999:9) mengungkapkan makna denotatif adalah makna yang
menunjukkan adanya hubungan antara konsep dengan dunia kenyataan.
Makna denotasi ini memiliki arti yang sebenarnya atau sesuai dengan
yang dilihat, tidak mengandung makna yang tersembunyi. Makna Denotasi sering
juga disebut makna konseptual yaitu makna yang sesuai dengan hasil dari suatu
pengamatan atau observasi menurut penglihatan, penciumn, pendengaran,
perasaan dan pengalaman yang berhubungan dengan informasi(data) faktual dan
objektif, makna sebenarnya dan makna lugas. Bukan makna kiasasan. Begitu
28
halnya dengan novel Sang Nyai karya Budi Sardjono terdapat bebrapa yang
mengandung makna denotasi. Makna denotasi disini untuk menggambarkan
suasana yang sebenarnya terjadi dalam cerita novel Sang Nyai.
Temuan penelitian menunjukan bahwa makna denotasi yang terdapat
dalam novel menggambarkan suasana sebenarnya yang terjadi dalam novel makna
denotasi menunjukan peristiwa apa saja yang terjadi dalam cerita novel Sang Nyai
sesuai dengan observasi penglihatan. Misalnya penggarang menggunakan kata-
kata yang langsung di ketahui maknanya dan memiliki makna tunggal, sehingga
tak ada makna lain yang dapat dihadirkan.
4.2.1.1 Makna Denotasi Bab I
Parangkusumo, Malam Jumat Kliwon
Dalam bagian ini awal bertemunya Sam dengan Mas Darpo untuk mencari tahu
mengenai Nyai Roro Kidul, dan ia bertemu dengan seorang perempuan misterius
yang bernama Kesi.
Makna denotasi yang terkandung dalam bab ini adalah tempat yang sangart
keramat, tempat ini di percaya sebagai tempat bertemunya Nyai Roro Kidul
dengan penembahan Senopati, tempat untuk berziarah orang dari berbagai daerah
dengan tujuan untuk meminta berkah oleh Nyai Roro Kidul. Namun di sisi lain
banyaknya perempuan yang menjual dirinya untuk mencari nafkah, hal tersebut
menodai tempat sangat suci ini, masih banyak orang yang berkunjung ke
Parangkusumo untuk ziarah, tirakat, bahkan ada yang berpuasa untuk bertemu
dengan Nyai Roro Kidul.
“banyak Mas Sam. Nanti tinggal pilih saja.hahaha….,” sahut laki-laki itu
enteng “kalo malam jum‟at kliwon mereka memang berdatangaan kemari. Yah
Namanya juga cari rezeki. Meski sudah di larang tetap datang juga, tetapi mereka
bukan asli daerah sini, Mas”
29
“dari mana mereka”
“dari kota-kota lain. Yah, dimana ada gula, disitu ada semut. Di mana ada
lelaki kelayapan malam hari, disitu akan datang peerempuan-perempuan
penghibur.
“Pemerintah Cuma melarang, tetapi tidak mencarikan jalan keluar, orang-
orang yang sok suci Cuma mengutuk, tetapi mereka tidak mau mengawini, coba
daripada mengutuk, ambil saja mereka sebagai istri, dinikahi secara resmi, diberi
nafkah lahir batin, maka perempuan-perempuan itu pasti tidak menjual diri lagi.
4.2.1.2 Makna Denotasi Bab II
Di Rumah Kang Petruk.
Dalam bab ini Sam bertemu dengan Kang Jiman supir andong yang di suruh oleh
Kesi untuk mengantarkannya ke Rumah Kang Petruk. Rumah Kang Petruk berada
di Gunung Merapi.
Dalam bab ini makna denotasinya menggambarkan tokoh utama yang di
bawa ke alam makhluk Halus dengan menaiki Andong (kereta kencana). Sam
dibawa kembali ke jaman kuno di mana Yogyakarta yang msaih sepi
penduduknya, belum ada mobil dan motor bahkan jalan malioboro masih sepi.,
jalan utama untuk menuju ke kerumah kang petruk. Namun rumah kang petruk
adalah perwujudan dari Gunung Merapi, di dalam rumah kang petruk terdapat
tungku yang besar dan terdapat kuali yang tak kalah besarnya, tungku dan kuali di
gambarkan sebagai kawah Gunung Merapi, kang petruk memperkerjakan manusia
yang sudah di jadikan tumbal untuknya. Bahkan ada manusia yang di jadikan
tangga berjalan. Kang Petruk menjadikan bagian organ manusia seperti tanggan,
kaki di jadikan sebagai bahan bakar seperti kayu bakar. berikut paragraf yang
terkait dengan cerita di atas.
Berarti, kami sudah memasuki tengah kota Yogyakarta. Bahkan Jantung
kota gudeg. Tetapi mengapa suasannya menjadi sepi begini? Lagi-lagi tidak
Nampak sebuah mobil pun. Juga sepeda motor. Hanya ada satu dua sepeda ontel
30
yang di sandarkan ke tembok. Yang sering ku lihaat lagi-lagi andong. Benarkah
ini kota Yogyakarta?. Jika melihat dari bangunan keraton dan alun-alunnya, aku
yakin bahwa kami sedang berada di jantung kota, namun jika merasakan
suasananya, aku seperti berada di kota siluman atau, suasana Yogyakarta tiga abad
yang lalu.
“kalau tugasku disana itu. Ayo saya tunjukan,” ajak Kang petruk
kemudian
Aku diajak melihat tungku raksasa dengan nyala api yang menjilat-jilat.
Daiatas tungku itu, ada semacam kuali yang tak kalah besarnya. Di dalam kuali
itu ada cairan merah membara. “apa itu Kang?” tanyaku.
Kang petruk tertawa terkekeh-kekeh. “besi, batu-batuan, dan pasir yang
sudah matang, hehehe…..”
4.2.1.3 Makna Denotasi Bab III
Kisah Tujuh Lukisan.
Dalam bab ini Sam kerumah Bu Mul untuk bermeditasi di bawah tujuh lukisan
Nyai Roro Kidul, pada saat Sam bermeditasi merasa berada di tempat yang ada
kaitannya dengan Nyai Roro Kidul.
Makna Denotasi dalam bab ini menggambarkan tujuh lukisan Nyai Roro
Kidul yang berada di rumah Nyai Mundingsari, lukisan yang setiap tahunnya
datang satu per satu, ketujuh lukisan Nyai Roro Kidul itu datang dari berbagai
daerah, dan lukisan Sang Nyai tidak seragam dengan lukisan Basuki Abdullah.
Masih-masih lukisan itu memiliki keunikan.
Tokoh utama sam bermeditasi untuk mengetahui makna tujuh lukisan
Nyai Roro Kidul. Mulai dari Sanur Beach Hotel sampai ke Samudera Beach
Hotel. Tujuh lukisan itu memiliki wajah cantiknya hampir sama. Yang membuat
berbeda adalah di asesorisnya setiap tempat asesorisnya berbeda berbeda, ada
yang mengenakan pakaian model Bali, ada juga yang hanya mengenakan kain dan
kebaya lurik mirip perempuan desa, ada yang mengenakan kebaya dan kain sutra.
31
Yang membuat ketujuh lukisan hampir sama adalah warna kain dan kebayanya
hijau gadung, warna kesukaan Nyai Roro Kidul.
Berikut paragraph yang menggambarkan cerita di atas.
“Memang benar. Lukisan itu tidak datang begitu saja. Namun diantar oleh
pelukisnya dari tujuh tempat yang berbeda,” papar Bu Mul Kemudian. “ada yang
dari Bali, persisinya di Sanur, ada yang dari Trenggalek Jawa Timur, gunung
Kidul, dari Parangtritis dua lukisan. Dari Yogyakarta dan Pelabuhan Ratu. Maka
kelihatnya lukisan Nyai Roro Kidul seragam seperti lukisannya Basuki Abdulah.”
4.2.1.4 Makna Denotasi Bab IV
Telepon Dari Kang Petruk
Dalam bagian ini Sam dijemput oleh sahabatnya yang bernama Sugeng untuk
kembali ke hotel. Sesampainya di hotel sam di telepon oleh nomer yang mistrius.
Setelah di tanya ternyata telepon dari Kang Petruk. Sam di suruh untuk tidak
dekat-dekat dengan Gunung Merapi karena akan Meletus.
Makna Denotasi dalam bab ini menggambarkan kehidupan di lereng
Gunung Merapi. Banyak yang mendirikan losmen-losmen untuk disewakan,
sebagai tempat yang tidak benar, dengan aneka nama dan fasilitas di dalamnya.
Masa depan anak-anak yang tinggal di situ terancam, karena tidak sedikit dari
anak muda di situ disuruh mengantarkan minuman ke kamar, berjualan alat
kotrasepsi. Masyarakat sekitar lereng Merapi tersebut tidak memikirkan bahwa
tempat yang mereka tinggali adalah Gunung masih aktif yang sewaktu-waktu bisa
saja Meletus.
Telepon dari kang petruk untuk tidak mendekati Merapi dalam waktu
dekat, karena Merapi dalam status waspada. Kang Petruk penjaga Merapi sudah
32
memperingatkan. Masyarakat Yogyakarta membuat tolak bala dari sayur lodeh
yang terbuat dari berbagai sayuran.
“Lihat itu! Kata Sugeng sambal menujuk ke papan nama losmen kecil.”
Nanti jumlahnya ada ratusan di sepanjang jalan ini saja.” Benar juga. Di kanan
kiri jalan menuju kaliurang bertebaran losmen-losmen kecil dengan aneka nama
yang indah, fasilitas yang di tawarkan bermacam-macam.
4.2.1.5 Makna Denotasi Bab V
Panggung Sangabuana, Suatu Malam.
Sam di ajak oleh Pak Nung ke keraton Solo untuk bertemu abdi dalam. Dikeraton
Solo terdapat tempat sebagai bertemunya sang Sunan dengan Nyai Roro Kidul
tempat tersebut dijuluki dengan Panggung Sanggabuwana
Makna Denotasi dalam bab ini menggambarkan di dalam keraton solo ada
tempat yang bernama Panggnung sanggabuana, tempat yang dulunya sebagai
tempat bertemunya kanjeng sunan dengan Nyai Roro Kidul.
Di keraton Yogyakarta tidak ada tempat semacam itu, namun Yogya
memilki tempat lain untuk bertemuna Kanjeng sultan dengan Nyai Roro Kidul. Di
Yogya karta ada dua tempat untuk bertemunya Nyai Roro Kidul yaitu di hotel
ambarukmo, selo gilang di Parangkusumo, dan di bab ini menceritakan sejarah
dari terpecahnya kerjaan Mataram,
Solo dan yogyakrta sebenaarnya serahim karena sama-sama di bangun oleh
dinasti mataram. Bersama dengan Mangkunegara dan Pakualaman, kesunanan
Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta disebut catur sagotrah. Empat bersaudara.
33
4.2.1.6 Makna Denotasi Bab VI
Perahu Layar di Kali Code.
Dalam bagian ini beberapa warga telah melihat perahu layer yang tanpa
penumpang berlayar kearah Selatan, masyarakat percaya bahwa perahu tersebut
akan ke kerajaan Nyai Roro Kidul.
Makna Denotasi dalam bab ini menceritakan Kali Code yang di landa lahar
dingin Merapi, bahkan pernah menegelamkan rumah warga di sekitar bantaran
Kali Code. Dan masyarakat di himbau untuk membuat sayur tolak bala,
kepercayaan yang turun temurun dari jaman dahulu hingga sekarang masyarakat
masih percaya bahwa sayur lodeh bisa membantu masyarakat Jawa terhindar dari
letusan Gunung Merapi.
Dalam bab ini juga menggambarkan mengenai Perahu layar, dalam
masyarakat yang bertempat tinggal di kali code percaya bahwa Perahu layar itu
muncul saat Merapi akan Meletus, dan mencari korban untuk di bawa ke laut
selatan bertemu dengan Nyai Roro Kidul.
“ kami menafsirkan, perahu itu mencari penumpang di sepanjang Kali
Code. Siapa saja yang lengah akan di angkut dan di bawa ke Laut Selatan.
Begitulah kepercayaan kami” „tadi saya katakana, bagi yang lengah tidak
waspada, bisa saja mereka jadi korban. Maka dari itu silahkan membuat sayur
tolak bala dan melakukan tirakat memohon perlindunganya dari sang pencipta.”
34
4.2.1.7 Makna Denotasi Bab VII
Seekor Naga Di Kali Opak.?
Dengan eaktu yang bersamaan ada warga yang melihat seekor naga melintas di
kali opak, naga tersebut di percaya sebagai jelmaan dari adik Nyai Roro Kidul
yaitu Nyai Belorong, Nyai belorong adalah sosok untuk menjadikannya pesugihan
bagi orang-orang yang tidak mau berusaha.
Dalam bab ini makna denotasi diawalai dengan kemunculan seekor naga yang
berenang di kali Opak, naga tersebut menuju laut selatan, itu di anggap sebagai
sebuah firasat bahwa tidak lama lagi Kali Opak akan dilanda banjir lahar dingin.
Cerita yang hampir sama dengan cerita yang muncul di Kali Code. Masyarakat
Jawa mempercayai bahwa naga yang muncul di Kali Opak adalah Nyai belorong.
Nyai Belorong dipercaya masyarakat Jawa sebagai putri dari Nyai roro kidul.
Makluk yang berkepala manusia namun tubuhnya bersisik emas. Banyak yang
mencari Nyai Blorong untuk pesugihan.
“Nyai Blorng tidak banyak di kenal orang ya, Mas? Laki-laki itu menggeleng
“ Hanya mereka yang berniat mencari pesugihan saja yang mau mengenal dengan
baik”
“dimana tempat untuk mencari pesugihan itu?”
“ Mas Sam Berniat?”canda Mas Darpo
“tidak jauh dari sini. Disebuah gua ditepi pantai juga, disana juga ada juru
kuncinya. “Mas Sam kepingin kesana”
Aku menggeleng. Lain waktu saja pikirku. Cukup tau bahwa di samping Nyai
Roro Kidul, masih ada nama lain yakni Nyai Blorong.
Sisi lain dari kehidupan Jawa yang beragam akan budaya dan misteri di dalamnya.
35
Didalam dunia gaib seperti dunia Nyata, banyak mahluk yang beraneka macam
bentuk dan rupa,
4.2.1.8 Makna Denotasi Bab VIII
Labuhan Jaladri Untuk Sang Nyai.
Tradisi labuan atau sedekah laut merupakan upacara yang diadakan warga pesisir
pantai selatan, untuk meminta keselamatan dan keberkahan dari Nyai Koro Kidul
Makna Denotasi dalam bab ini adalah. Labuhan untuk Nyai Roro kidul
yang di adakan pada malam Jum‟at kliwon, labuhan yang di hadiri sebanyak 300
orang, semua orng mempercayai bahwa labuhan itu memberikan berkah terhadap
masyarkat sekitar, namun dalam labuhan itu masyarakat seperti di jadikan tumpal
untuk labuhan tersebut, tumpal yang di tujukan untuk Nyai Roro Kidul, karena
dalam labuhan ada setidaknya 5 orang menjadi korban. Karena mengambil
sesajen di tengah laut Selatan, Masyarakat jawa percaya bahwa jika mendapat
sesajen itu maka mendapatkan berkah dari Nyai Roro KIdul langsung. Di acara
labuhan itu terdapat sesajen yang jumlahnya serba tujuh dan satu ingkung.
“inilah tujuh tumpeng dan satu ingkung utuh, ada jajanan pasar lengkap,
tujuh macam kembang, urap dari tujuh sayuran dan bubur tujuh warna, semua
diletakan di nampan”
Angka tujuh dalam Bahasa Jawa disebut pitu, jadi makna nya dengan labuhan ini,
masyarakat Jawa memohon pitulungan atau pertolongan kepada sang pencipta
agar diberi keselamatan,
36
4.2.1.9 Makna Denotasi Bab IX
Kebaya, Ulos, Abu dan Air Mata.
Bagian ini Sam kehilangan sosk sahabat yaitu Sugeng ia meningal karena kena
awan Wedhus Gembel. Sebelum ia meninggal ia menyelamatkan penduduk untuk
menggungsi ke tempat yang aman. Selai itu Sam juga sudah menggetahui bahwa
sosok Kesi adalah jelmaan dari Nyai Roro Kidul.
Makna Denotasi dalam bab ini mengambarkan situasi Gunung Merapi
yang sudah meletuskan Awan Panasnya Masyarakat sekitar Gunung Merapi
menyebutnya sebagai Awan Wedus Gembel, dalam hal ini Sugeng menjadi
korban karena sudah menyelamatkan Warga sekitar lereng Gunung Merapi.
“Ketika Merapi Meletus yang pertama, Sugeng mengevakuasi penduduk
utuk dibwa ke barak pengungsi. Hal ini di lakukannya berkali-kali, ia terus
menyisir dari rumah ke rumah, ia tidak peduli dengan hujan batu, pasir dan abu, ia
berjanji menjadi orang terakhir yang keluar dari desa kami, tetapi tiba-tiba awan
panas turun lagi dan Sugeng tidak sempat menyelamatkan diri”
4.2.2 Lima Kode Roland Barthes (1985)
Bahwa didalam teks setidak-tidaknya beroperasi lima kode pokok (cing
codes) yang didalamnya terdapat penanda tekstual (baca: leksia) yang dapat
dikelompokkan. Setiap atau tiap-tiap leksia dapat dimasukkan ke dalam salah satu
dari lima kode ini. Kode sebagai suatu sistem makna luar yang lengkap sebagai
acuan dari setiap tanda, menurut Barthes terdiri atas lima jenis kode, Kode
Hermeneutic(Kode Teka-Teki), Kode Semik (Makna Konotatif), Kode Simbolik,
Kode Proaretik (Logika Tindakan), Kode Gnomik (Kode Kultural).
37
4.2.2.1 Kode Hermenutika
Sistem kode ini berkisar pada harapan pembaca untuk mendapatkan
kebenaran bagi pertanyaan yang muncul pada teks. Kode teka-teki merupakan
unsur struktur yang utama dalam narasi tradisional. Didalam narasi ada suatu
kesinambungan antara permunculan suatu peristiwa teka-teki dan penyelesaian di
dalam suatu cerita. Dalam novel ini yang termasuk pada kode Hermenutik,
Panggung Sanggabuana, mengapa kesi malam-malam ada disitu seorang
diri? Ia mengaku hanya meditasi. Mencari ketenangan dan siapa tahu bisa bertemu
Nyai Roro Kidul. Banyak pertanyaan yang ingi aku ajukan kepadannya. Aku
ingin tahu persis jati dirinya! Mengapa ia selalu berada di tempat yang ada
kaitannya dengan Nyai Roro Kidul? Mulai dari Parangkusumo, Rumah Kang
petruk, dan Panggung Sangga Buana. Mungkin kah dia itu mahluk gaib? sengaja
di utus Nyai Roro kidul untuk membayang-bayangiku?
Lalu siapa sebenarnya kesi itu?
Contoh paragraph yang mengandung teka-teki bagi pembacannya.
Dalam bagian ini Sam mulai paham apa yang sedang dialaminya dan
menduga-duga sosok kesi adalah jelmaan Nyai Roro Kidul. Di pertegas dengan
paragraf berikut.
Aku menduga bahwa Nyai Roro Kidul menguntit ke mana aku pergi. Ia
menjelma jadi perempuan bernama Kesi. Benarkah?
Antara ya dan tidak
Ya, karena Kesi selalu berada di tempat-tempat yang diperuntukan bagi Nyai
Roro Kidul. Tetapi kemungkina juga tidak. Kei bukanlah jelmaan NyaiRoro
Kidul. Sebab, tidak mungkin ia mau bercinta dengan diriku, lelaki biasa bukan
ahli waris dinasti Mataram
Apakah Nyai Roro Kidul menolak barang-barang yang dipersmbahkan itu?
Apakah dia menginginkan tumbal berupa manusia hidup?
Dalam kutipan di atas menggambarkan acara labuhan jaladri untuk
meminta berkah dari Nyai Roro Kidul, dengan teka-teki kematian seorang warga
38
yang mengambil sesajen yang di labuh di laut untuk Sang Nyai. Dan timbul
pertayaan. Apakah mereka yang terseret ombak itu tak tertolong jiwanya atau
akan di kembalikan lagi secara hidup-hidup?
4.2.2.2 Kode Proairetik
Merupakan kode tindakan naratif dasar(basic narrative action) yang
tindakan-tindakannya dapat terjadi dalam berbagai situasi yang mungkin
diindikasikan. Karya fiksi seperti novel, pada umumnya memiliki kode
proairentik. Bagi Rolnad Barthes, semua karya fiksi harus ada tindakan utama.
Secara teoritis, Barthes melihat semua lakuan dapat dikondisikan.
Dalam novel ini, aksi atau tindakan yang dilakukan oleh tokoh utama yaitu
Samhudi banyak sekali. Bahkan tidak hanya menepati satu titik yaitu diem tapi
aktif. Mulai dari Sam Berpergian dari rumah Mas Darpo sampai ke jogyakarta
untuk mencari Sugeng yang sedang menjadi relawan Gunung Meletus. Hal ini
dapat dilihat dari kutipan berikut.
4.2.2.3 Kode Semantik
Kode Semantic(Semik) kode ini mengacu pada konotasi dalam cerita yang
memberikan tambahan atas makna denotatif dasar kata tersebut. Dalam proses
pembacaan, pembaca menyusun tema suatu teks. Ia melihat bahwa konotasi kata
atau frase tertentu dalam teks dapat dikelompokan dengan konotasi kata atau frase
yang mirip. Jika kita melihat suatu kumpulan satuan konotasi, kita menemukana
suatu tema di dalam cerita. Jika dalam sebuah konotasi melekat pada suatu nama
tertentu, kita dapat mengenali tokoh dengan atribut tertentu.
39
Ia lalu berdiri. Mataku seperti baru terbuka dari tidur, teryata dia
mengenakan kain dan kebaya! Kebaya warna hijau lumut dan kain lurik. Caranya
mengenakan pakain disebut dengan model turuk nantang.
Temuan yang termasuk dalam kode semantic tergambar dalam perempuan
yang menggenakan kain berwarna hijau lumut dan kain lurik warna coklat
bergaris putih memakainya dengan model turuk nantang. Yang identic dengan
Pakaian yang di kenakan Nyai Roro Kidul. Seperti penjelasan di atas. Berkonotasi
perempuandari Jawa yang lemah gemui.
Di Rumah Kang Petruk
“Heeeyaaa!Heeeyaaa!”teria Kang Jiman
Empat ekor kuda itu makin kencang larinya.”heeeyaaa!” teriak Kang
Jiman lagi. Empat ekor kuda meringkik bersamaan. Mereka mengangkat kaki
bagian depan lalu menghentakan Bersama-sama. Andong melesat seperti anak
panah
Dalam kutipan diatas yang mangdung kode semantik adalah andong
melesat seperti anak panahKonotasinya menggunakan anak panah mengambarkan
kecepatan andong seperti anak panah yang dilepaskan dari busurnya.
Panggung Sanggabuana, Suatu malam.
Diantara Catur Sagotrah itu ada orang ketiga yang di perhitungkan
eksistensinya, yakni Nyai Roro Kidul. Namun penguasa laut selatan hanya
berhubungan asmara dengan orang nomer satu di Kesunanan Surakarta Dan
Kesultanan Yogyakarta.
Makna dalam kata Catur Sagotrah adalah empat bersaudara. Antara Solo
dan Yogya sebenarnya saudara serahim karena sama-sama di bangun oleh dinasti
40
Mataram bersama dengan Mangkunegara Dan Pakualaman, Kesunanan Surakarta
Dan Kesultanan Yogyakarta
4.2.2.4 Kode Simbolik
Kode ini mirip dengan kode semantik, tetapi bertindak lebih luas,
mengatur makna semantik ke dalam rangkaian makna yang lebih luas dan lebih
mendalam. Kode simbolik merupakan kode pengelompokan atau konfigurasi yang
gampang dikenali karena kemunculannya berulang-ulang secara teratur melalui
berbagai cara dan sarana tekstual, misalnya berupa serangkaian antithesis: hidup
dan mati, diluar dan didalam, dingin dan panas, dan seterusnya.
Laki-laki itu mengenakan baju surjan lurik warna hijau lumut dengan
garis-garis hitam memanjang. Di atas kepala bertengger belangkon. Di
pinggangnya terselip sebilah keris pasti bukan keris sembarangan .
Dalam makna simbolik narasi di atas menggambarkan orang yang sedang
memakai baju adat khas jawa khusunya daerah Yogyakarta. Dalam novel ini
orang yang memakai baju itu disebut juru kunci utusan dari keraton Yogyakarta.
Aku menggeleng. Kesi menggenakan kebaya warna hijau gadung dan
kainnya motif sidomukti. Rambutnya di biarkan tergerai memanjang sampai ke
bahu. Bibirnya di hiasi lipstick warna pink.
Dalam kutipan diatas Kesi menggambarkan wanita dari Jawa yang anggun
lemah gemulai, dan mengenakan pakaian dari khas Jawa kebaya dan kain. Dalam
mitos yang berkembang di Jawa. Kebaya warna hijau di identikan atau Nyai Roro
Kidul.
“kalau tugasku disana itu. Ayo aku tunjukan” ajak kang petruk
Aku di ajak melihat tungku raksasa dengan nyala api yang menjilat-njilat.
Di atas tungku itu, ada semacam kuali yang tak kalah besarnya. Di dalam kuali itu
Nampak cairan merah “apa itu Kang?”tanyaku
41
Kode simbolik yang terdapat dalam kutipan diatas adalah tungku raksasa
dan kuali yang besar. Tungku di simbolkan sebagai tempat untuk memasak
sesuatu, dan kuali dalam novel ini mengarah ke kawah Gunung Merapi. Dalam
hal ini Sosok Petruk adalah Penjaga Gunung Merapi yang di percayai masyarakat
jawa khusunya daerah yang dekat-dekat dengan Gunung tersebut.
Kisah Tujuh Lukisan
“Itu lukisan Nyai Roro KIdul,” bisik Tohir.
Aku mengangguk. Luar biasa. Beda di banding dengan sejenis lukisan
yang semua mengacu pada lukisan Basuki Abdullah. Basuki melukis Nyai Roro
Kidul sebagai wanita yang cantik mengenakan kemban warna hijau gadung,
bermahkota dan ada di atas ombak.
Dalam lukisan tersebut menggambarkan Nyai Roro Kidul yang mungkin
wujudnya seperti itu mungkin juga tidak. Namun gambaran seperti itulah di
jadikan acuhan bahwa Nyai Roro Kidul mengenakan kebaya warna hijau,
memakai mahkota dan berada di atas ombak pantai selatan. Simbol mahkota
mengambarkan ia adalah raja atau penguasa dari mahluk halus.
4..2.2.5 Kode Kultural
Kode kultural(budaya) merupakan acuan yang terdapat dalam teks sastra
yang refrensinya dapat berupa benda-benda, peristiwa, istilah-istilah, tokoh-tokoh,
dan sebagainya yang sudah diketahui dan dikondivikasi atau dipecahkan kode
oleh budaya lain. Penulis sebuah teks atau pengarang pasti memiliki titik tumpu
kultural dalam membangun narasinya. Kode Ghonik tersebut hanya dapat
ditangkap maknanya dengan menemukan acuan relasi pada kode acuan yang
tepat.
42
Yang termasuk Kode kultural dalam novel Sang Nyai, mulai dari
kepercayaan masyarakat jawa menjelang Gunung Meletus di minta untuk
membuat tolak bala dengan memasak sayur lodeh, hingga upacara labuhan
kenduri untuk Sang Nyai tiap tahunnya, dipertegas dengan beberapa kutipan
berikut.
“orang-orang sudah diperinthkan untuk membuat tolak bala, mas”
“dengan apatanyaku antusias
“setiap keluarga diminta memasak sayur lodeh dari bahan labu siam,
terong ungu, kcang Panjang dan kluwih.”
Laki-laki itu mengenakan baju surjan lurik warna hijau lumut dengan
garis-garis hitam memanjang. Di atas kepala bertengger belangkon. Di
pinggangnya terselip sebilah keris pasti bukan keris sembarangan .
Kutipan di atas sangat identik dengan budaya Jawa.
Ia lalu berdiri. Mataku seperti terbuka dari tidur. Ternyata, dia
menggenakan kebaya dan kain! Kebaya warna hijau lumut dan kain lurik
dan warna coklat bergaris putih.
Kutipan di atas mengabarkan Wanita Jawa memakai baju adat. Dan sangat
lekT Dengan baju yang di pakai Nyai Roro Kidul.
Ada lima ibu-ibu yang sudah tidak muda lagi, datang menghampriri kami.
Make up mereka terkesan menor.
„Selamat sore, Romo Darpo,” sapa satu diantara mereka
“Selamat sore, Bu Mul” sambut mas Darpo. Mereka memanggilnya Romo
Darpo. Panggilan penuh rasa hormat. Dalam budaya Jawa, sebutan room tidak
sembarang orang bisa memilikinya. Hanya orang-orang yang memiliki kelebihan
akan dipanggil Romo. Kalau di keraton, hanya anak raja yang mendapatkan
panggilan gusti untuk kerabat lain dipanggil Kanjeng. Sering juga Room Kanjeng.
Kutipan sangat erat dengan Budaya Jawa, panggilan seseorang yang di
anggap memiliki derajat yang tinggi di diwilayahnya.
Laki-laki itu memaknai sebagai berkah dari Ngarsa Dalem, sultan di
keraton Yogyakarta yang memberi kekancingan atau surat tugas kepada dirinya
43
untuk melayani para peziarah. Dan tidak boleh di lupakan kata Mas Darpo lagi
adalah berkah Nyai Roro Kidul. Penguasa Laut Selatan itu seolah bermurah hati
padanya karena ia telah sudi menjaga selo gilang dengan baik. Itulah upah dari
sebuah kesetiaan. Upah dari kerja yang tulus dan ikhlas. Meski sederhana, namun
banyak maknaya bisa sangat dalam jika dikupas.
Narasi di atas menunjukan bahwa budaya jawa sangatlah kaitannya dengan
Nyai Roro Kidul. Dan Kesultanan keraton Yogyakarta.
“Puasa ngebleng tujuh hari tujuh malam, jangan keluar dari cepuri
Parangkusumo. Usahakan kalau malam hari tidak tidur. Pasti Kanjeng Gusti Ratu
Kidul datang dan memperlihatkan wujudnya”
Kutipan di atas menunjukan budaya Jawa yang masih mempercayai akan
kedatangan Nyai Roro Kidul.
Telepon Dari Kang Petruk.
“mulai tadi sore dinaikan menjadi waspada”jawab seseorang
“orang-orang sudah di perintahakan dengan membuat tolak bala, mas.”
“dengan apa?”tanyaku antusias
“setiap keluarga di minta untuk membuat sayur lodeh dari bahan labu siam,
terung ungu, kacang Panjang dan kluwih.”
Kutipan di atas mumbuktikan bahwa budaya Jawa sangat erat dengan hal-
hal seperti membuat tolak bala, untuk menola segala kekuatan negative ke
kehidupan kita.
Panggung Sanggabuana, Suatu Mam.
“begitu pun kalo Kanjeng Suanan mau bertemu dengan Nyai Roro Kidul.
Beliau naik ke panggung Sanggabuwana sendiri. Biasanya tengah malam saat
penghuni keraton sudah tidur.” Lanjt Pak Nung.
44
Tradisi yang sulit di buktikan kebenarannya, sejarah budaya Jawa yang
sampai saat ini di yakini.
Orang yang sangat pede, percaya diri. Bisa di makhlumi Gelar Kanjeng
raden tumenggung atau KRT termasuk terhormat di kalangan para abdi dalem
keraton. Pada zaman dulu, gelar itu memang bisa dibangga-banggakan. Karena
tidak semua orang bisa memperolehnya. Hanya orang-orang tertentu yang berjasa
kepada keraton bisa memperolehnya.
Kutipan di atas membahas tentang sesorang mendapatkan gelar terhormat.
Gelar merupakan bagian dari budaya Jawa.
“Monggo-monggo, silahkan,” mbak Sum membuka taplak penutup sesajen
yang akan di labuh,” ini ada tujuh tumpeng dan satu ingkung utuh. Ada jajanan
pasar lengkap. Tujuh macam kembang. Urap dari tujuh macam sayuran dan bubur
tujuh warna,” jelas perempuan itu. Semua sesajen itu di letakan di atas tampah,
nampan besar terbuat dari anyaman bamboo. Kuambi semua gambarnya sesajen
itu.” Mengapa semua berjumblah tujuh mbak?”
Tujuh dalam Bahasa Jawa Diseut pitu. Jadi maknanya. Dengan labuhan ini,
kami semua mohon pitulungan atau pertolongan kepada sang pencipta agar diberi
keselamatan.
Kutipan di atas membuktikan bahwa masyarakat Jawa sangat kental budaya
dan tradisinya.
Yogya. Ya , Yogya
Kota misterius dengan aura mistik yang kuat. Hal itu karena di topang oleh
tiga pilar yang kokoh: Laut Selatan-Kesultanan Yogyakarta-Gunung Merapi. Ada
tiga tokoh di dalamnya yang sangat dihormati oleh masyarakat Yogyakarta: Nyai
Roro Kidul-Ngarsa Dalem-Eyang Petruk.
45
4.2.3. Makna Konotasi
Kridalaksana dalam Suwandi (2008:82) menyatakan bahwa makna
konotatif (connotative meaning) adalah aspek makna sebuah atau sekelompok
kata yang didasarkan atas perasaan atau pikiran yang timbul atau ditimbulkan oleh
pembicaraan (penulis) dan pendengar (pembaca). Selain itu makna konotasi
adalah makna kias, bukan makna sebenarnya yang terdapat dalam nivel. Menurut
Keraf (2010 : 29) konotasi disebut juga makna konotasional, makna emotif, atau
makna evaluative. Makna konotatif adalah suatu jenis makna di mana stimulus
dan respon mengandung nilai-nilai emosional.
4.2.3.1 Makna Konotasi Bab I
Parangkusumo, malam jum’at kliwon
Dalam bagian ini awal bertemunya Sam dengan Mas Darpo untuk mencari tahu
mengenai Nyai Roro Kidul, dan ia bertemu dengan seorang perempuan misterius
yang bernama Kesi.
Makna konotasi positif dalam bab ini adalah parangkusumo sebagai
tempat untuk berziarah, bertirakat, laku prihatin dan memohon kepada sang
pencipta agar dapat mengabulkan para peziarh. Sebagai tempat untuk labuhan
untuk meminta berkah Nyai Roro Kidul. Tiap tahunnya tradisi itu diadakan,
masyarakat percaya bahwa setelah tradisi mereka mendapatkan berkah.
Makna konotasi negatif dalam bab ini adalah parangkusumo sebagai
tempat prostistusi, para perempuan yang datang ke parangkusumo selain untuk
berziarah, tidak sedikit juga untuk berkerja menjajakan dirinya. Untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Mereka tidak takut kualat, karena parangkusumo tempat suci
46
yang dibuat untuk kepentingan pribadi, sehingga menodai kesucian tempat
tersebut.
4.2.3.2 Makna Konotasi Bab II
Di Rumah Kang Petruk
Dalam bab ini Sam bertemu dengan Kang Jiman supir andong yang di suruh oleh
Kesi untuk mengantarkannya ke Rumah Kang Petruk. Rumah Kang Petruk berada
di Gunung Merapi
Dalam bab ini makna konotasinya adalah Kang Petruk seorang penjaga
Merapi yang setiap hari tugasnya menjaga tungku dan kuali raksasa, tungku dan
kuali yang isinya pasir, batu dan besi tersebut menggambarkan kawah Gunung
Merapi yang isinya pasir, batu dan besi tersebut. Dalam bab ini dunia gaib
konotasinya tergambarkan oleh suasana yang kembali ke jaman kuno, di mana
kota Yogyakarta masih sepi penduduknya dan alat transportasi yang masih
tradisional.
4.2.3.3 Makna Konotasi Bab III
Kisah tujuh lukisan
Dalam bab ini Sam kerumah Bu Mul untuk bermeditasi di bawah tujuh lukisan
Nyai Roro Kidul, pada saat Sam bermeditasi merasa berada di tempat yang ada
kaitannya dengan Nyai Roro Kidul.
Dalam lukisan ini Nyai Roro Kidul dikonotasikan sebagai wanita yang
gagah perkasa yang mengunakan mahkota diatas kepalanya yang menandakan
47
bhawa ia adalah penguasa laut selatan yang sangat kuat, dalam bab ini juga Nyai
roro kidul di ceritakan sebagai panglimaperang yang membantu raja mataram
untuk berperang melawan belanda saat itu, dan tidak mau untuk di beri bantuan
oleh Raja-raja dari Jawa. Cukup dengan lelembut dari pasukannya Nyai Roro
kidul.
Benarkah engkau seorang panglima , Nyai? Tanyaku dalam hati.
Mungkin saja. Pasukannya adalah lelembut, makhluk halus yang jumlahnya tidak
bisa dihitung. Konon waktu Sultan Agung dari Mataram menggempur Batavia,
Raja Mataram itu pun minta dukungan dari Nyai Roro Kidul. Katanya, ada sekitar
lima belas ribu makhluk halus gabung Bersama prajurit Mataram. Sultan Agung
yakin sekali akan menang. Sebab, para lelembut itu tidak mungkin dikalahkan.
Tantara Belanda tidak bisa menambaknya. Karena keyakinannya itu, Sultan
Agung menolak bantuan dari raja-raja dari luar Jawa. Cukup mengandalkan
bantuan lelembut dari laut selatan.
Namun, perhitungan Sultan Agung meleset. Pasukan Belanda
menggempur para prajurit dari Mataram dengan senjata andalan mereka, Meriam!
Meriam termasuk jenis senjata tempur model baru kala itu. Didedikasikan untuk
perempuan suci bernama maria! Setiap Meriam itu mau digunakan, para prajurit
tidak lupa untuk menyebut nama Maria. Mendengar nama Maria, ternyata para
prajurt dari Laut Selatan ketakutan, mereka lari terbirit-birit. Waktu lapor kepada
panglimanya, Nyai Roro Kidul, mereka pun menyebut nama Maria. Seketika itu
juga Nyai Roro Kidul memutuskan kembali ke Laut Selatan. Ia mengaku tidak
bisa mengalahkan Maria.
4.2.3.4 Makna Konotasi Bab IV
Telepon Dari Kang Petruk
Dalam bagian ini Sam dijemput oleh sahabatnya yang bernama Sugeng untuk
kembali ke hotel. Sesampainya di hotel sam di telepon oleh nomer yang mistrius.
Setelah di tanya ternyata telepon dari Kang Petruk. Sam di suruh untuk tidak
dekat-dekat dengan Gunung Merapi karena akan Meletus
48
Makna konotasinya adalah kepercayaan masyarakat sangatlah kental
dengan hal-hal yang gaib, Gunung Merapi akan Meletus masyarakat diminta
untuk membuat sayur tolak bala. Sayur lodeh. Sayur yang terbuat dari labu siam,
terong ungu dan kluwih. Dalam bab ini juga konotasinya sulit dinalar karena
sosok yang gaib bisa menelepon dengan telepon yang datang dari dunia gaib
tersambung ke dunia Nyata. Menelepon untuk memperingatkan masyarakat Jawa
untuk tidak beraktivitas di lereng Gunung Merapi karena Merapi memasuki siklus
4 tahunan.
Konotasi negatifnya lereng Merapi yang sangat rawan akan letusannya,
masyarakat justru mendirikan losmen-losmen kecil sebagai tempat prostitusi.
Sebagian memanfaatkan lereng Merapi untuk bercocok tanam, menghasilkan
sesuatu yang bermanfaat untuk menghidupi keluarganya dengan cara yang halal.
Mungkin Merapi Mengamuk karena para penduduknua mensalah gunakan tempat
yang subur, untuk sesuatu yang maksiat.
4.2.3.5 Makna Konotasi Bab V
Panggung Sanggabuana Suatu Malam.
Sam di ajak oleh Pak Nung ke keraton Solo untuk bertemu abdi dalam. Dikeraton
Solo terdapat tempat sebagai bertemunya sang Sunan dengan Nyai Roro Kidul
tempat tersebut dijuluki dengan Panggung Sanggabuwana
Makna Konotasi dalam bab ini membahas keraton solo Yang memiliki
kekerabatan dengan kraton Kesultanan Yogyakarta yang masih satu dinasti
mataram. Sebutan dalam kekerabatan tersebut adalah Catur Sagotah yaitu empat
bersaudara. Dan sama-sama memiliki hubungan dengan Nyai Roro Kidul. Raja-
49
Raja Jawa sangatlah lekat dengan Nyai Roro Kidul, kedua raja tersebut memiliki
tempat-tempat khusus untuk bertemu dengan Nyai.
Kelebihan dari dinasti mataram. Mataram mempunyai segalanya mulai
dari gunung, perbukitan pelabuhan sumber air yang tumpah ruah. Mataram yang
Makmur hidup berkecukupan. Makanan sehari-hari adalah nasi dari beras kualitas
rojo lele. Maka terwujud pribahasa negeri ayem tentrem, gemah rimpah loh
jenawi, tukul kang sarwo tinandur
4.2.3.6 Makna Konotasi Bab VI
Labuhan Jaladir Untuk Sang Nyai
Tradisi labuan atau sedekah laut merupakan upacara yang diadakan warga pesisir
pantai selatan, untuk meminta keselamatan dan keberkahan dari Nyai Koro Kidul
Makan Konotasi Bab ini mengambarkan labuhan yang diadakan untuk
meminta pertolongan dari Nyai Roro Kidul supaya dapat membujuk penunggu
Merapi untuk mengurungkan niatnya mengeluarkan awan panas yang
mengakibatkan banyak korban berjatuhan. Dalam labuhan ini Nyai Roro kidul
meminta tumbal yaitu korban dari labuhan yang mengambil sesajen di tengah laut
untuk mendapatkan berkah, namun hal itu menjadikan dirinya sebagai korban.
Dalam hal ini masyarakat menuduh Nyai Roro Kidul telah mengambil Nyawa
korban sebagai tumbalnya untuk di jadikan budak, peliharaan di kerajaannya.
“buat apa cari tumbal segala hehehe…”
Masuk akal juga penjelasanya. Orang-orang mati karena palung laut dan
bukan dikehendaki oleh Nyai Roro Kidul.
50
Kasihan Nyai Roro Kidul. Sering dijadikan kambing hitam. Orang mati
karena kesalahan sendiri e… dia tidak tau apa-apa disalhkan. Malah dituduh
sedang mencari tumbal.
4.2.3.7 Makna Konotasi Bab VII
Kebaya, Ulos Abu Dan Air Mata
Bagian ini Sam kehilangan sosk sahabat yaitu Sugeng ia meningal karena kena
awan Wedhus Gembel. Sebelum ia meninggal ia menyelamatkan penduduk untuk
menggungsi ke tempat yang aman. Selai itu Sam juga sudah menggetahui bahwa
sosok Kesi adalah jelmaan dari Nyai Roro Kidul.
Dalam bab ini ada Merapi Meletus dengan sangat keras, awan panas
memumbung tinggi hingga radius 5 kilometer, banyak korban yang berjatuhan
karena awan wedus gembel. Salah satunya Sugeng relawan Merapi yang rela mati
demi menyelamatkan penduduknya. Sugeng meninggal lantaran ia menyisir
mencari penduduk yang belum di evakuasi oleh tim SAR.
Dalam bab ini juga Sam mulai menduga-duga kepada sosok kesi yang
misterius. Ia menduga kesi adalah sosok jelmaan Nyai Roro Kidul karena di setiap
tempat yang ada kaitanya dengan sosok Nyai maka disitulah kesi juga berada.
Dan dibagian akhir Sam mendapatkan kado dari seseorang yang sudah berada di
meja kantorny. Kotak yang terbuat dari kayu dengan ukiran naga dan kembang
melati. Kotak itu berisi kebaya barokat yang berwarna hijau gadung, kain batik
motif sido mukti, ulos atau selendang dari batak. Selain itu ada tujuh uang logam
51
emas persis dengan milik Nyai Maryatum. Bergambar wanita cantik dan wanita
itu tiada lain adalah Kesi.
Jadi benarka kesi penjelmaan dari Sang Nyai?
Kedua tanganku gemetar. Kedua kakiku gemetar
Wajah kesi muncul di pelupuk mata
Engkaukah sang Nyai….?
Ah!
52
4.3 Pembahasan
Dalam bagian-bagian novel diatas terdapat sebuah mitos yang terbentuk
dalam paragraf novel tersebut. Pada bagian ini setelah menganalisis semua ke
bagian denotasi dan konotasi hingga menggunakan analisis lima kode pembacaan
yang telah disampaikan pada semiotika Roland Barthes. Setelah itu peneliti
menganalisis bagaimana novel Sang Nyai turut bagian dalam melestarikan dan
memperkuat keyakinan masyarakat Yogyakarta mengenai sosok Nyai Roro Kidul.
Nyai Roro Kidul merupakan kepercayaan masyarakat Jawa yang telah
wariskan secara turun-temurun dari nenek moyangnya. Hal ini mendorong
masyarakat untuk melakukan suatu kegiatan yang berkaitan dengan mitos
tersebut.
Dalam novel Sang Nyai terdapat beberapa kegiatan yang masih di
lestarikan dan diadakan oleh masyarakat jawa. Kegiatan tersebut lebih tepatnya
adalah tradisi yang berkaitan dengan Nyai Roro Kidul. Tradisi labuhan, sesajen,
selamatan dan kenduri hal tersebut menunjukan bahwa novel Sang Nyai
mendukung kekuasaan Nyai Roro Kidul dalam bentuk Tradisi yang setiap
tahunnya diadakan untuk meminta berkah, keselamatan dan keseimbangan.
Tradisi labuhan untuk Nyai Roro Kidul dengan Syarat semua sesajen
berjumlah tujuh. Tujuh dalam Bahasa Jawa disebut Pitu, maknanya adalah
masyarakat Jawa dengan sesajen yang semuanya berjumlah tujuh mereka akan
mendapat pitulungan atau pertolongan dari Nyai Roro Kidul, dan bagi yang
mendapatkan barang yang sudah di labuh di laut akan mendapatkan berkah dari
Nyai Roro Kidul begitulah keyakinan masyarakat sekitar laut pantai Selatan.
53
Keyakinan ini sangat kental dengan kebudayaan Jawa yang sejak turun temurun
dilakukan untuk menghormati Nyai Roro Kidul.
Latar yang terdapat dalam novel ini menunjukkan kedudukan tokoh Nyai
Roro Kidul yang merupakan penguasa laut Selatan berdasarkan cerita lisan yang
berkembang di masyarakat. Dan tokoh utama dalam novel ini berada di beberapa
tempat yang dikenal sebagai tempat persinggahan Ratu Pantai Selatan. Tempat
yang dimaksud sebagai persingahan Nyai Roro Kidul adalah Hotel Sanur Beach,
Hotel Samudera Beach. Nama yang hampir sama dengan nama hotel yang ada
dalam dunia Nyata. Novel ini bukan hanya karangan fiktif saja, melainkan ada
beberapa nama tempat yang menggambarkan mitos Nyai Roro Kidul dalam
kenyataan menyebutkan tempat tersebut. Hal ini membuktikan bahwa pengarang
ingin memberikan keyakinan kepada pembaca mengenai tempat-tempat yang
sangat erat dengan mitos Nyai Roro Kidul.
Nyai Roro Kidul di gambarkan sebagai Kanjeng Ratu yang memiliki tahta
tertinggi di laut selatan. Sang Nyai Dalam novel adalah sosok perempuan cantik
yang memiliki pesona seperti Nyai Roro Kidul. Ia memakai kain warna hijau
gadung dan kain lurik warna coklat bergaris putih. Selain ingin memperkuat mitos
Nyai Roro Kidul pengarang juga meyakinkan pembaca dengan pakaian yang di
kenakan Sang Nyai, kebaya dan batik juga di pakai masyarakat jawa dari dulu
hingga sekarng, eksistensinya tidak akan pudar di tengah perkembangan
teknologi.
Dalam novel ini masyarakat beranggapan kehadiran Nyai Roro Kidul
yang di tandai dengan tercium wangi kembang melati disertai angin kencang dari
54
arah selatan, keyakinan itu diperkuat dengan melakukan puasa ngebleng selama
tujuh hari tujuh malam untuk dapat bertemu dengan Nyai Roro Kidul.
Sehubungan dengan hal ini, tradisi yang telah dibentuk bertahun-tahun
oleh masyarakat Jawa khususnya daerah Yogyakarta akan tetap dilestarikan oleh
masyarakat penganutnya karena kuatnya dominasi Nyai Roro Kidul dengan
dukungan dari pihak Keraton Yogyakarta dan keberadaan Gunung Merapi.
Sebuah tradisi tidak akan hilang jika masyarakat yang mempercayai tradisi
tersebut melestarikan tradisi sebagai bentuk kebudayaan di masyarakat Jawa.
55
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis novel Sang Nyai karya Budi Sardjono, yang di kaji
menggunakan metode deskriptif kualitatif, pada dasarnya penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui makna dan pesan dalam Nyai Roro Kidul, yang di kaji
menggunakan teori semiotika Roland Barthes yang menghasilkan makna denotasi,
makna konotasi, dan menghasilkan lima kode pembacaan gagasan dari Roland
Barthes.
Berdasakan penelitian dan analisis yang sudah di lakukan oleh peneliti.
Maka dapat di ambil kesimpulan mengeni Novel Sang Nyai. Dapat di katakana
bahwa pengarang novel ini ingin mempenggaruhi keyakinan masyarakat khususnya
masyarakat Yogyakarta da sekitarnya dengan unsur tradisi budsys yang berkaitan
dengan Nyai Roro Kidul sering dimunculkan.
Tradisi yang ditanamkan melalui mindset masyarakat Jawa yang masih
mempercayai Nyai Roro Kidul merupakan alat penting untuk menyampaikan mitos
kultural untuk membentuk keyakinan masyarakat sipil. Tanpa adanya kepercayaan
terhadap mitos Nyai Roro Kidul ideologi akan menjadi sulit dilaksanakan, tradisi
tidak akan berjalan seperti seharusnya bahkan hal ini dapat mengancam eksistensi
Nyai Roro Kidul.
56
Pengarang sebagai masyarakat Yogyakarta. Secara tidak langsung ia
meyakinkan masyarakat Jawa mengenai sosok Nyai Roro Kidul dengan
menghadirkan Raja Keraton dan penguasa Merapi bertujuan untuk memperkuat
eksistensi Nyai Roro Kidul. Tanpa adanya dukungnan dari pihak-pihak yang terkait
mitos Nyai Roro Kidul akan hilang dengan bertambah tahun dan berkembangnya
teknologi.
5.2 Implikasi
5.2.1 Teoritis
Penelitian ini memberikan implikasi teoritis bahwa teori Roland
Barthes sangat relevan untuk mengkaji mengenai penelitian ini. Dalam teori
ini proses pengambilan makna terbagi menjadi beberapa bagian dimana
peneliti menemukan makna denotasi serta makna konotasi didalam sebuah
paragraph dalam novel Sang Nyai serta 5 kode pembacaan yang terkandung
didalam novel ini. Teori ini juga memudahkan peneliti dalam memaknai mitos
yang terdapat dalam iklan ini melalui analisis-analisis yang sudah peneliti
sebutkan diatas.
5.2.2 Metodologis
Implikasi metodologis penelitian ini adalah deskriptif dengan
menggunakan metode kualitatif dengan teknik purposive sampling dimana
metode ini mengambil sampel dari sebuah data yang dibutuhkan oleh peneliti
57
dalam mengerjakan penelitian ini dengan mengambil beberapa kutipan
paragraph dalam novel ini yang dibutuhkan untuk penulisan penelitian ini.
5.2.3 Praktis
Digunakan sebagai masukan untuk mahasiswa ilmu komunikasi yang
ingin mengkaji penelitian yang sama tentang sastra, kebudayaan ataupun
analisis semiotika Roland Barthes. Selain itu, penelitian ini dapat memberikan
implikasi untuk masyarakat agar berpikir kritis serta logis dimana di era
sekarang masih mempercayai eksistensi mitos Nyai Roro Kidul
5.3 Saran
1. Sebagai pengemar dan pembaca karya sastra hendaknya kita bersikap kritis saat
pengarang menyelipkan sebuah makna dari sebuah paragraf dan memaknai sendiri
maksud dan tujuan makna kutipan tersebut. Sebagai masyarakat modern sdkita
juga harus bisa memahami pesan yang terkandung didalam karya sastra yang kita
baca, hal itu tentu akan berdampak dalam kehidupan kita.
2. Saat menganalisis sebuah karya sasta novel, sebaiknya kita tidak pasif menerima
apa saja yang ada dalam sebuah makna dalam paragraph tesebut. Tetapi bersikap
lebih kritis dan menilai pesan yang sebenarnya yang ingin disampaikan.
3. Untuk mahasiswa yang mengkaji analisis semiotika dalam karya sastra novel
harus lebih berhati-hati dalam menasirkan makna yang terkandung dalam novel
tersebut, karena dapat berpengaruh pada hasil analisis penelitian yang ditulis.
58
Jadwal Penelitian
Kegiatan
Februari
2019
Juni
2019
Juli
2019
Agustus
2019
Persiapan
Penelitian
Penyusunan
Laporan
Sidang
59
Daftar Pustaka
Anwar, Salman Rusydie. 2010. Misteri Nyai Roro Kidul dan Laut Selatan. Jakarta:
FlashBooks
Andari, Suci. 2014. Mitos Nyai Roro Kidul Dalam Novel Sang Nyai
Barthes, Roland. 2012. Elemen - elemen Semiologi. Yogyakarta; Jalasutra.
Barthes, Roland. 2007. Membedah Mitos-mitos Budaya Massa. Yogyakarta :
Jalasutra.
Puspitarini, Herning. 2014. Hegemoni Mitos Nyai Roro Kidul Terhadap Kekuasaan
Jawa Dalam Novel Sang Nyai Karya Budi Sardjono
Hall, Stuart. 2011. Budaya Media Bahasa. Yogyakarta : Jalasutra
Haryanto.1997.fungsi-fungsi pemerintahan. Jakarta: Badan Diglat Depdagri
Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1993. Departemen Pendidikan dan kebudayaan :
Balai Pustaka.
Larasati, Dewi Ayu. 2011. “Etika Kekuasaan Jawa dalam Novel Para Priyayi Karya
Umar Kayam”. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Mulyana, Deddy. 2001. Metodologi Penilitian komunikasi. Bandung; PT Remaja
Rosdakarya.
Moleong, Lexy J. 2008. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung; PT. Remaja
Rosdakarya
Ong, Walter J. 1982. Orality and Literacy: The Technologizing of the Word. London
and New York: Methuen.
60
Purwadi. 2004. Nyai Roro Kidul dan Legitimasi Politik Jawa.Yogyakarta : Media
Abadi.
Pradotokusumo, Partini Sardjono. 1984. Kakawin Gajah Mada. Jakarta : Universitas
Indonesia.
Sardjono, Budi. 2011. Sang Nyai : Wajah Cantik sarat Misteri dan Karisma Roro
Kidul. Yogyakarta : Diva Press.
Sardjono, Budi. 2011. Sang Nyai. Yogyakarta: Divapress
Sobur, Alex. 2004. Semiotika Komunikasi. Bandung; Remaja Rosdakarya.
Sobur, Alex. 2013. Semiotika Komunikasi. Bandung; Remaja Rosdakarya.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R & D. Bandung:
Alfabeta.
Sutopo, H.B. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif: Dasar Teori dan Terapannya
dalam Penelitian. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Z.H, Sudibjo. 1980. Babad Tanah Jawi (Alih Aksara dan Terjemahan Bebas).Jakarta:
Departemen Pendidikan dan kebudayaan
LAMPIRAN
LEMBAR KONSULTASI