makna simbolis pecah telur pada prosesi perkawinan …
TRANSCRIPT
1
MAKNA SIMBOLIS PECAH TELUR PADA PROSESI PERKAWINAN
SUKU JAWA STUDI KASUS DI DESA CATUR RAHAYU
KECAMATAN DENDANG KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR
(Kajian Etnografi)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S.1)
Dalam Ilmu Sejarah Peradaban Islam
OLEH:
SITI KOMARIAH
NIM: AS.140413
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
2018
2
3
iv
MOTTO
Artinya: “MahaSuci Allah yang menciptakan pasangan-pasangan semua,
Baik apa di tumbuhkan oleh bumi serta dari mereka maupun dari
apa tidak mereka ketahui.” (QS.Yasin:36)
v
PERSEMBAHAN
Ku persembahkan karya kecil ini kepada orang yang sangat ku kasihi dan ku sayangi
Bapak dan Mamakku tersayang
Karya kecil ini ku persembahkan untuk Bapak tercinta (Rodikin). Bapak yang
selalu memberikan semangat yang luar biasa dan selalu berjuang untuk ku tidak
mengenal lelah. Tanpamu aku tidak bisa menjadi seperti sekarang ini. Semoga karya
kecilku ini bisa sedikit membayar lelahmu walaupun ini semua belum cukup. Maaf jika
sekarang aku belum bisa jadi yang terbaik buat Bapak, tapi aku akan berusaha
semaksimal mungkin untuk menjadi yang terbaik.
Mamakku yang paling aku sayangi Umiatin, yang selalu tersenyum untuk ku
tidak mengenal lelah dan letih, selalu memberikan motivasi yang luar biasa, do’a serta
pengorbanan yang tak terhingga demi kebahagiaan ku. Sungguh besar rintangan jalan
yang engkau tempuh demi anak mu, meski engkau lelah dan letih engkau tak pernah
menampakkan itu semua dihadapan anakmu, namun engkau selalu berjuang dan berdo’a
demi anak mu, terimakasih yang tak terhingga mamak yang selalu ada disaat aku suka
maupun duka. Semoga kekuatan, kesehatan selalu menyertai Bapak dan Mamak
tersayang.
Bibik dan Mamang
Ku persembahkan karya ini kepada teman-teman seperjuangan saudari Murniati,
Dewi Agustina, Ikhsan, Emi Jumiati dan temen-temen kamar yang selalu memberikan
motivasi yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terimakasih untuk keseruanya selama
ini. Selamat untuk menempuh gelar S. Hum nya. Selamat untuk menjajaki kesuksesan
kalian masing-masing.
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah, dengan rahmat Allah yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang yang telah memberikan nikmat kesehatan dan kesempatan serta
kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul: “Makna
Simbolis Pecah Telur Pada Prosesi Perkawinan Suku Jawa Studi Di Desa
Catur Rahayu Kecamatan Dendang Kabupaten Tanjung Jabung Timur
(Kajian Etnografi)”. Selanjutnya sholawat beriring salam senantiasa tercurahkan
kepada sang Idola yakni Baginda tercinta Nabi Muhammad SAW, keluarga,
sahabat, dan umat pengikutnya sampai hari kiamat.
Setelah melewati proses cukup panjang dan akhirnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan
studi guna memperoleh gelar Sarjana Humaniora pada program studi Sejarah
Peradaban Islam Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Sultan
Thaha Saifuddin Jambi.
Selanjutnya penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, bantuan, dan kontribusi
demi kesempurnaan penulis ini, terimakasih saya ucapkan kepada:
1. Yth. Bapak Dr. H. Hadri Hasan, MA. Selaku Rektorat Universitas Islam
Negeri Sultan Thaha Saifuddin Jambi
2. Yth. Ibu Prof. Dr.Maisah, M.Pd.I selaku Dekan Fakultas Adab dan
Humaniora Universitas Islam Negeri Sultan Thaha Saifuddin Jambi
3. Yth. Bapak Alfian, S.Pd, M.Ed sebagai Wakil Dekan I. Dr.H. Muhammad
Fadhil,M.ag sebagai Wakil Dekan II dan Ibu Dr. Raudhoh, S.Ag.,
S.S.M.Pd.I sebagai Wakil Dekan III Fakultas Adab dan Humaniora
Universitas Islam Negeri Sultan Thaha Saifuddin Jambi
4. Yth. Bapak Aliyas, M.Fil.l selaku Ketua Jurusan dan Bapak Aminuddin,
S.Ag, M.Fil.l selaku Sekertaris Jurusan Sejarah Peradaban Islam Fakultas
Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Sultan Thaha Saifuddin
Jamb
vii
5. Yth. Ibu Mailinar, S.Sos, M.Ud selaku pembimbing I dan Bapak
Aminuddin, S.Ag, M.Fil.l
6. Yth. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Adab dan Humaniora Universitas
Islam Negeri Sultan Thaha Saifuddin Jambi
7. Para karyawan dan karyawati Fakultas Adab dan Humaniora Universitas
Islam Negeri Sultan Thaha Saifuddin Jambi yang telah memberikan
pelayanan dalam penyelesaian dan penyusunan skripsi ini
8. Kedua Orang Tua, Bibik dan Mamang yang selalu mencurahkan doa dan
kasih sayangnya terima kasih karena telah menjadi semangat dan
ketegaran dalam hidup saya.
9. Semua para informan yang telah mendukung dan membantu dalam
penyelesaian skripsi ini dan semua pihak dapat disebutkan namanya satu
persatu yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian penulisan
skripsi ini.
Semoga bantuan dan dorongan yang telah diberikan kepada penulis baik
secara langsung maupun tidak langsung dapat menjadi amal ibadah serta diterima
Allah SWT. Untuk kesempurnaan skripsi ini, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun. Penuulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi
penulis khusunya bagi pembaca pada umumnya. Amin ya robbalalamin.
viii
ABSTRAK
Dari, Siti Komariah, 2018, Makna Simbolis Pecah Telur Pada Prosesi
Perkawinan Suku Jawa Studi Kasus Di Desa Catur Rahayu Kecamatan Dendang
Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Kajian Etnografi). Skripsi, Jurussn Sejarah
Peradaban Islam, Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Pembimbing I: Mailinar, S.Sos, M.Ud,
Pembimbing II: Aminuddin, S.Ag, M. Fil.l.
Jambi adalah salah satu dari provinsi di Indonesia dikenal dengan
masyarakat yang heterogen. Penduduk Jambi terdiri dari berbagai etnis dan suku.
Terdiri dari penduduk asli dan pendatang. Masyarakat Jawa merupakan salah satu
suku pendatang yang terdapat di Jambi. Mereka pindah ke Jambi tidak hanya
membawa keluarga tetapi mereka juga membawa kebudayaan yang tidak bisa
dipisahkan dari kehidupannya. Kebudayaan merupakan seperangkat sistem nilai,
tradisi. Tradisi-tradisi yang diatur oleh pola-pola ideal yang ada dalam
masyarakat, yang mempunyai makna dan tidak bisa dilepaskan dari kepercayaan
masyarakatsetempat terhadap nilai-nilai yang mereka yakini. Kepercayaan
masyarakat Jawa terhadap tradisi bisa dalam bentuk ketika akan melaksanakan
suatu pernikahan si pengantin harus melakukan Pecah Telur, yang masyarakat
beranggapan bahwa Pecah Telur merupakan sesuatu yang mengandung peralihan
tingkat hidup manusia menunjukkan bahwa makin luasnya lingkungan sosial yang
dia hadapi, oleh sebab itu upacara peralihan (rites de passage) dimaksudkan untuk
menolak bahaya ghaib yang mengancam individu tersebut.
Penelitian ini adalah penelitian yang berbentukdeskriptifkealitatif kajian
etnografi,denganmenggunakanmetodestudikasus. Dimana penelitian ini bertujuan
untuk menentukan, bagaimana prosesi tradisi pecah telur,mengapa masyarakat
masih mempertahankan dan makna simbolis yang terkandung pada tradisi pecah
telur. Data diperoleh dengan cara mengumpulkan data-data penelitian melalui
observasi, wawancara, dan dokumentasi. Dalam menganalisis data penelitian
menggunakan tekhnik Analasis Domain(kategorisasi), Analisa
Taksonomi(menjabarkan kategori), Analisis Komponensial (mencari perbedaan
spesifik) dan Analisis Tema Budaya(mencari hubungan/benang merah).
Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa alasan masyarakat suku Jawa
masih mempertahankan tradisi pecah telur ini sarana untuk saling mempererat
silaturahmi, untuk melestarikan budaya lokal dan juga sebagai penghormatan
terhadap nenek moyang. Sebab bagi mereka tidak mungkin meninggalkan tradisi
ini karena tradisi ini telah dilakukan bertahun-tahun lamanya hingga sampai saat
ini, tradisi pecah telur tetap dilakukan. Maka dari itu, hal ini perlu dikembangkan
dan dilestarikan eksistensinya. Sebab, tidak menutup kemungkinan bahwa tradisi
pecah telurbisa dijadikan sebagai ciri khas dari Desa Catur Rahayu.
Kata Kunci: Prosesi Pecah Telur, Masyarakat Masih Mempertahankan dan
Makna Simbolis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
NOTA DINAS ................................................................................................. i
PENGESAHAN .............................................................................................. ii
SURAT PERNYATAAN ORISINILITAS SKRIPSI ................................. iii
MOTTO .......................................................................................................... iv
PERSEMBAHAN ........................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................... vi
ABSTRAK ...................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 4
C. Batasan Masalah ............................................................................ 5
D. Tujuan Penelitian........................................................................... 5
E. Manfaat Penelitian......................................................................... 6
F. Tinjauan Pustaka ........................................................................... 7
G. Kerangka Teori .............................................................................. 8
1. Kebudayaan ............................................................................. 8
2. Tradisi...................................................................................... 9
3. Pernikahan ............................................................................... 10
4. Makna ...................................................................................... 10
5. Simbol ..................................................................................... 12
x
BAB II METODE PENELITIAN
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ................................................. 13
2. Lokasi Penelitian ......................................................................... 13
3. Jenis dan Sumber Data ................................................................ 13
1. Jenis Data .............................................................................. 13
a. Data Primer ..................................................................... 13
b. Data Sekunder ................................................................. 14
2. Sumber Data ......................................................................... 15
D. Penentuan Informan .................................................................... 16
E. Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 17
a. Observasi/Pengamatan ......................................................... 17
b. Wawancara .......................................................................... 18
c. Dokumentasi ........................................................................ 19
F. Teknik Analisa Data ................................................................... 19
a. Analisis Domain ................................................................. 20
b. Analisa Taksonomi .............................................................. 20
c. Analisis Kompenensial ........................................................ 21
d. Analisis Tema Budaya ......................................................... 21
G. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ......................................... 22
H. Tahap Penelitian ......................................................................... 22
I. Jadwal penelitian ......................................................................... 23
BAB IIIGAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Desa Catur Rahayu ........................................................ 25
B. Batas Wilayah Desa Catur Rahayu ............................................. 27
C. Jumlah Penduduk ........................................................................ 28
D. Mata Pencaharian ........................................................................ 29
E. Pendidikan .................................................................................. 32
F. Kondisi Budaya ........................................................................... 33
1. Agama ................................................................................... 33
2. Etnis ...................................................................................... 34
xi
3. Adat Istiadat .......................................................................... 34
4. Sistem kekerabatan ............................................................... 35
BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
A. Prosesi Tradisi Pecah Telur ........................................................ 37
1. Tahap Persiapan .................................................................... 39
a. Menyiapkan Peralatan Yang digunakan ......................... 39
2. Tahap Pelaksanaan ................................................................ 41
3. Penutupan .............................................................................. 43
a. Dulangan atau Menyuapi ................................................ 44
b. Sinduran/Gendong Manten ............................................. 44
c. Duduk Sanding ............................................................... 44
d. Sungkeman ...................................................................... 45
B. Faktor-faktor Masyarakat Masih Mempertahankan Tradisi
Pecah Telur ................................................................................. 45
1. Penghormatan Terhadap Nenek Moyang ........................... 45
2. Identitas Budaya Lokal ........................................................ 47
3. Sarana Untuk Mempererat Silaturahmi Masyarakat Desa
Catur Rahayu ....................................................................... 49
C. Makna Simbolis Yang Terkandung Pada Prosesi Pecah Telur
Dalam Prosesi Perkawinan ......................................................... 51
1. Telur ...................................................................................... 52
2. Laki-laki Menginjak Telur .................................................... 53
3. Menginjak Telur Tanpa Alas Kaki ....................................... 53
4. Perempuan Membersihkan Telur .......................................... 54
5. Uang Logam ......................................................................... 54
6. Bunga Setaman ..................................................................... 55
7. Beras Kuning ........................................................................ 55
xii
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................. 57
B. Saran ........................................................................................... 59
C. Kata Penutup ............................................................................... 59
DAFTAR PUSATAKA
INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA
DAFTAR NAAMA-NAMA INFORMAN
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP PENULIS
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Jambi adalah salah satu dari provinsi di Indonesia dikenal dengan
masyarakat yang heterogen. Penduduk Jambi terdiri dari berbagai etnis dan
suku. Terdiri dari penduduk asli dan pendatang. Penduduk Jambi terdiri dari
golongan-golongan yaitu: orang kubu, bangsa XII, golongan bangsawan
orang kecil, penduduk Tungkal, penduduk Batin dan penduduk Penghulu.1
Adapaun penduduk pendatang antara lain adalah masyarakat Minangkabau,
suku Jawa, batak, bahkan ada kelompok pendatang Johor, Riau dan Siak.2.
Masyarakat pendatang antara lain seperti di Tungkal hilir, para
pendatang bermukim di pantai seperti orang-orang Banjar dan orang-orang
dari Serawak dan Brunai yang dikenal sebagai orang Timur. Begitu juga
dengan masyarakat Jawa. Masyarakat Jawa merupakan salah satu suku
pendatang yang terdapat di Jambi, mereka datang ke Jambi pertama kali
didatangkan dengan dari daerah Kabumen dan Magelang Provinsi Jawa
Tengah sebanyak 49 KK (Kepala Keluarga) melalui progran Transmigrasi.3
Masyarakat atau komunitas suku Jawa yang melakukan transmigrasi
ke Propinsi Jambi, dilakukan untuk memperbaiki kondisi kehidupannya dan
untuk distribusi penduduk yang terpusat di pulau Jawa ke daerah yang
masing sedikit distribusi penduduknya. Mereka pindah ke Jambi tidak hanya
1 Sejarah Kerajaan Jambi Sebelum Merdeka. RI, Translate Djambi. Bewerkt door, hlm. 6-60
2 Sejarah Kerajaan Jambi Sebelum Merdeka. RI, Translate Djambi. Bewerkt door, hlm.5-57
3 Soekasdi, Selayang Pandang Proyek Transmigrasi Provinsi Jambi, (Jambi: 1980), hlm.15
2
membawa keluarga tetapi mereka juga membawa kebudayaan yang tidak
bisa dipisahkan dari kehidupannya. Kebudayaan merupakan seperangkat
sistem nilai, tradisi. Karena tradisi merupakan bagian dari aktivitas
kehidupan manusia tidak bisa dilepaskan dari kebudayaan. Karena
kebudayaan didefinisikan sebagai suatu keseluruhan kompleks yang
meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, adat istiadat, serta
kesanggupan dan kebiasaan lainnya.4
Berdasarkan pengamatan penulis, masyarakat Jawa khususnya di
Desa Catur Rahayu adalah salah satu komunitas yang masih mempertahan
kan beberapa tradisi, antara lain adalah seperti tradisi muyyi (menyembut
kelahiran seorang anak), tradisi tingkeban atau mitoni (upacara adat Jawa
yang dilakukan saat wanita hamil 7 bulan), upacara kenduren/selametan
(do’a bersama agar selalu diberi keselamatan dan sekaligus mendo’akan
para leluhur) dan tradisi nyelawean (upacara keagamaan untuk
memperingati hari lahirnya Nabi Muhammad SAW). Dan salah satu tradisi
yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Jawa adalah tradisi Pecah
Telur.5
Tradisi Pecah Telur ini merupakan tradisi yang telah dilakukan
sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat,
yang mana hal ini tidak dapat dipisahkan. Sepertinya halnya tradisi Pecah
Telur di Desa Catur Rahayu, Kecamatan Dendang Kabupaten Tanjung
4 Roger M. Keesing, Antropologi Budaya, Suatu Perspektif Kontemporer, (Jakarta: Erlangga,
1989), hlm.68
5 Hasil Observasi di Desa Catur Rahayu (16 Agustus 2018)
3
Jabung Timur yang merupakan warisan dari para leluhur yang diturunkan
secara turun-temurun serta wajib ada dan dilaksanakan dalam sebuah
pernikahan,sehingga menjadi sebuah budaya masyarakat sekitar. Dan tradisi
ini tidak bisa ditinggalkan karena dalam konteks ini sebagaimana dijelaskan
bahwa tradisi merupakan kompleks konsep serta aturan yang mantap dan
tertanam kuat dalam sistem budaya dari suatu kebudayaan yang menata
tindakan manusia dalam kehidupan, sosial kebudayaan itu sendiri.6 Tradisi
termasuk kedalam wujud dari suatu kebudayaan yang kedua yaitu sistem
sosial karena tradisi ini menyangkut tindakan dan kelakuan berpola
masyarakat itu sendiri.7
Tradisi Pecah Telur yaitu tradisi upacara adat Jawa. Peralihan
tingkat hidup manusia menunjukkan bahwa makin luasnya lingkungan
sosial yang dia hadapi, oleh sebab itu upacara peralihan (rites de passage)
dimaksudkan untuk menolak bahaya ghaib yang mengancam individu
tersebut. Namun, suatu kebudayaan antara suatu tempat dengan tempat yang
lainya memiliki perbedaan. Walaupun upacara pada saat peralihan bersifat
universal atau menyeluruh hampir semua kebudayaan diseluruh dunia,
hanya saja tidak semua peralihan dianggap semua pentingnya dalam semua
kebudayaan.8
6 Koentjaningrat, Dkk, Kamus Antropologi Budaya, (Jakarta: Progres, 2003)
7 Bustanudin Agus, Agama Dalam Kehidupan Manusia, (Jakarta: Grapido Persada, 2006),
hlm.01
8 Koentjaningrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial, (Jakarta: Dian Rakyat, 1992), hlm.92
4
Tradisi ini dilakukan oleh semua masyarakat Jawa akan tetapi pada
terdapat perbedaan dalam hal persiapan bahan-bahan yang digunakan dan
prosesnya. Berdasarkan pengamatan dan survei awal yang penulis lakukan
di Desa Catur Rahayu selain masyarakatnya masih mempertahankan tradisi
ini, juga terdapat perbedaan dalam proses dan penggunaan bahan-bahan
dalam tradisi ini dibandingkan dari masyarakat jawa lainnya,
Berdasarkan realitas dilapangan yang berbeda inilah sehingga
penulis merasa tertarik untuk melakukan kajian dengan judul “Makna
Simbolis Pecah Telur Pada Prosesi Perkawinan Suku Jawa Studi Kasus
Di Desa Catur Rahayu Kecamatan Dendang Kabupaten Tanjung
Jabung Timur (Kajian Etnografi)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka yang menjadi pokok-pokok
permasalahan dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana prosesi Tradisi Pecah Telur pada sistem perkawinan di
Desa Catur Rahayu Kecamatan Dendang Kabupaten Tanjung Jabung
Timur?
2. Mengapa masyarakat Jawa di Desa Catur Rahayu Kecamatan
Dendang Kabupaten Tanjung Jabung Timur masih mempertahankan
Tradisi Pecah Telur dalam prosesi perkawinan ?
3. Apa makna simbolis yang terkandung pada Tradisi Pecah Telur
dalam prosesi perkawinan suku Jawa di Desa Catur Rahayu
Kecamatan Dendang Kabupaten Tanjung Jabung Timur?
5
C. Batasan Masalah
Penelitian ini adalah kualitatif yang hanya membahas makna
simbolis tradisi Pecah Telur dalam prosesi perkawinan suku Jawa di Desa
Catur Rahayu Kecamatan Dendang Kabupaten Tanjung Jabung Timur yang
mana penulis akan membatasi ruang lingkup penelitian yaitu:
1. Tentang prosesi Tradisi Pecah Telur pada sistem perkawinan suku
Jawa.
2. Alasan masyarakat Jawa masih mempertahankan Tradisi Pecah
Telur dalam prosesi perkawinan.
3. Tentang makna simbolis yang terkandung pada Pecah Telur dalam
prosesi perkawinan suku Jawa.
D. Tujuan Penelitian
Setelah mengetahui pokok-pokok permasalahan dari penelitian ini,
maka tujuan yang ingin penulis capai dari kajian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui prosesi Tradisi Pecah Telur pada sistem suku
Jawa di Desa Catur Rahayu Kecamatan Dendang Kabupaten
Tanjung Jabung Timur.
2. Untuk mengetahui masyarakat suku Jawa masih mempertahankan
Tradisi Pecah Telur dalam prosesi pernikahan di Desa Catur Rahayu
Kecamatan Dendang Kabupaten Tanjung Jabung Timur.
3. Untuk mengetahui makna simbolis yang terkandung pada Pecah
Telur dalam prosesi perkawinan suku Jawa di Desa Catur Rahayu
Kabupaten Tanjung Jabung Timur.
6
E. Manfaat Penelitian
Sebagaimana tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini, maka
manfaat yang penulis harapkan adalah :
1. Manfaat Teoritis: dengan adanya penelitian dan skripsi mengenai
Tradisi Pecah Telur ini maka masyarakat akan dapat mengetahui
prosesi dan makna simbolis dari Tradisi Pecah Telur itu sendiri
sehingga akan timbul kesadaran untuk lebih dikenal oleh masyarakat
luas.
2. Manfaat praktis: dengan adannya penelitian ini, peneliti berharap
dapat memberikan informasi tentang adannya upacara yang
dilakukan orang Jawa yaitu Tradisi Pecah Telur, sehingga informasi
tersebut dapat digunakan sebagai penambahan wawasan bagi para
pembaca penelitian ini. Selain itu, invetarisasi dan dokumentasi
upacara Pecah Telur di Desa Catur Rahayu Kecamatan Dendang
Kab. Tanjabtim belum pernah dilakukan sehingga hasil penelitian ini
dapat dijadikan sebagai sumbangan desa untuk menambah referensi
tentang upacara Pecah Telur yang ada di Kecamatan Dendang
Kab.Tanjabtim.
3. Untuk sebagai melengkapi persyaratan akademik dalam rangka
memperoleh gelar Sarjana Stara Satu (S1) Fakultas Adab dan
Humaniora Jurusan Sejarah Peradaban Islam Universitas Islam
Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
7
F. Tinjauan Pustaka
Penelitian ini membutuhkan berbagai kajian sumber tertulis yang
berasal dari buku, hasil penelitian maupun diluar itu, seperti artikel-artikel,
jurnal dan lainnya sehingga dapat menunjang dan memahami serta
menunjukkan kemurniaan kajian penelitian. Tinjauan pustaka dalam sebuah
penelitian sangat penting dilakukan, dengan tujuan untuk menguji
permasalahan secara teoritis. Penelitian tentang tradisi memang bukan hal
yang baru bahkan telah banyak dilakukan oleh beberapa kalangan seperti
buku, skripsi yang meneliti tentang bentuk-bentuk tradisi (simbol) Suku
Jawa. Diantara karya-karya yang membahas Makna Simbolis Tradisi Pecah
Telur Dalam Proses Pernikahan Suku Jawa di Desa Catur Rahayu
Kabupaten Tanjung Jabung Timur”.
1. Aspek pendidikan spiritual dalam prosesi Injak Telur pada upacara
perkawinan adat Jawa (studi khasus di Desa Palur Kecamatan
Mojolabahan Kabupaten Sukoharjo) disusun oleh Puji Lestari
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Surakarta 2013 . Penelitian ini memfokuskan pada
prosesi Injak Telur upacara perkawinan adat Jawa di Desa Palur
Kecamatan Mojolabahan yang mana juga ingin mengetahui apa
makna pendidikan spiritual dalam prosesi Injak Telur.
2. Pemaknaan ritual Injak Telur di Desa Pomah Tulung Klaten pada
upacara pernikahan adat Yogyakarta (studi fenomenologi tentang
bagaimana masyarakat di Desa Pomah Tulung Klaten memaknai
8
ritual Injak Telur pada upacara pernikahan adat Yogyakarta) disusun
oleh Dian Afriani Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas
Bhayangkara Jakarta Raya 2016 . Penelitian ini memfokuskan
bagaimana setiap individu baik laki-laki atau perempuan memaknai
ritual Injak Telur Yogyakarta dalam upacara pernikahan di Desa
Pomah Tulung Klaten.
Adapun fokus penelitian ini, pada makna simbolis dan peralatan-
peralatan atau media yang terdapat di tradisi Pecah Telur pada prosesi
perkawinan di Desa Catur Rahayu Kecamatan Dendang Kabupaten Tanjung
Jabung Timur.
G. Kerangka Teori
Landasan berfikir dalam menganalisa, menelaah, dan mengkaji serta
menjabarkan permasalahan yang diteliti maka diperlukan suatu rujukan dan
konsep para ahli atau dalam bidang sesuai dengan masalah yang diteliti.
Oleh karena itu, untuk mempermudah kajian ini dalam memberikan
pengertian yang terdapat dalam kajian ini, maka perlu untuk mengemukakan
kajian secara konseptual yang berhubungan dengan judul masalah diatas.
1. Kebudayaan
Menurut Edwar B.Tylor kebudayaan adalah kesatuan yang
menyeluruh yang terdiri dari pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
moral, hukum, adat-istiadat, dan semua kemampuan serta kebiasaan
lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.9
9 Roger M. Keesing, Antropologi Budaya Suatu Perspektif Kontemporer, hlm.68
9
Menurut Koentjaningrat kebudayaan didefinisikan sebagai
keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia yang
diperoleh dengan cara belajar.10
Dalam pengertian tersebut, dapat
diketahui bahwasanya kebudayaan mencakup segala hasil cipta,
karya manusia. Bahkan kebudayaan itu merupakan identitas sosial
yang mempunyai nilai terhadap pola-pola tindakan manusia.11
Aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam
masyarakat ini memiliki norma dan nilai sosial, sistem sosial
tersebut juga dikenal dengan adat istiadat atau tradisi yang
merupakan wujud kebudayaan kedua.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa posisi
kebudayaan yang penulis teliti adalah sebagai warisan tradisi dari
nenek moyang, yang mana apabila tradisi ini dihilangkan maka
hilang pula wujud kebudayaan yang ada di Desa Catur Rahayu.
2. Tradisi
Dalam kamus Istilah Antropologi Budaya dijelaskan
bahwa tradisi adalah kompleks konsep serta aturan yang mantap dan
terintegrasi kuat dalam sistem budaya dari suatu kebudayaan yang
menata tindakan manusia dalam kehidupan sosial kebudayaan itu.12
Tradisi bukan hanya sekedar dari titipan manusia zaman
dahulu ataupun nenek moyang melainkan tradisi memiliki suatu
10 Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi 1, hlm.72
11
Koentjaningrat, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, (Jakarta: PT Gramedia, 1984),
hlm.5
12
Koentjaningrat, dkk, Kamus Antropologi Budaya, (Jakarta:Progres,2003), hlm.2
10
budaya yang tinggi yang berisi ajaran-ajaran hidup dan juga
terkandung tujuan-tujuan hidup masyarakat setempat agar kita salah
dalam mengambil sebuah keputusan untuk menghadapi dunia yang
sudah maju seperti sekarang ini.
3. Pernikahan
Pernikahan adalah suatu ikatan sacral (suci) yang mengikat
kedua pihak penganten lahir batin. Dengan jalan memenuhi
ketentuan adat sayarak dan sekarang ditambah lagi dengan undang-
undang perkawinan. Demikian juga perkawinan juga penerimaan
status baru dengan sederetan hak dan kewajiban yang baru, seperti
pengakuan status baru oleh orang lain.
Menurut Harton dan Hunt, sebagaimana dikuti oleh J. Dwi
Narkowo dalam bukunya, Sosiologi Teks pengantar dan Terapan
bahwa istilah pernikahan dalam sosiologi adalah pola social yang
disetujui dengan cara dimana dua orang atau lebih membentuk
keluarga.13
4. Makna
Litlle John mengatakan makna yang dimiliki bersama
masyarakat merupakan suatu representasi dari sebuah objek,
kejadian-kejadian atau kondisi dari sebuah tanda. Dimana tanda
digunakan untuk mendudukkan atau menjelaskan sesuatu yang ada
dalam pikiran manusia atau masyarakat.
13 J. Dwi Narwoko, Sosiologi Teks Pengantar Dan Terapan, (Jakarta: Kencanna, 2007),
hlm.229
11
Secara umum menurut Little John ada tiga jenis yang
mengkaji teori masalah makna yaitu teori makna yang bersifat
mewakili (teori representasion), teori makna filsafat bahasa tingkat
sederhana, teori makna dari pengalaman hidup.
Teori makna yang representation / mewakili melihat bahwa
makna sebagai perwakilan dari sebuah objek. Peristiwa atau kondisi
melalui sebuah tanda. Aspek yang terpenting disini adalah
referensial (referensial aspect) yaitu acuan yang memiliki arti
terhadap sesuatu yang diwakilinya. Kata-kata dan simbol lainnya
dipakai untuk mewakili objek, situasi, kondisi dan keadaan.14
Pengetahuan kebudayaan lebih dari satu kumpulan simbol,
baik istilah-istilah rakyat maupun simbol-simbol lain. Semua simbol,
baik kata-kata yang terucap, suatu simbol, suatu gerak tubuh,
semuanya merupakan bagian-bagian suatu simbol.15
Makna simbol
apapun merupakan simbol itu dengan simbol lainnya. Kita tidak
mempertanyakan ,”tradisi Pecah Telur itu apa?” tetapi kita harus
mempelajari bagaimana simbol ini berhubungan dengan simbol-
simbol lainnya dalam tradisi Pecah Telur itu. Jika kita
menghubungkan simbol yang satu dengan simbol yang lainnya maka
kita akan mendapatkan makna dari simbol tersebut.
14 Stephen W. Littlejohn, Karen A. Foss, Teori Komunikasi (Theories Of Human
Communication), (Jakarta: Salemba Humanika, 2009), hlm.153-154
15 James P. Spraedley, Metode Etnografi, (Yogyakarta:Tiara Wacana, 2006) hlm.135
12
5. Simbol
Simbol adalah sesuatu yang dapat mengekspresikan atau
memberikan makna.Banyak simbol berupa objek-objek fisik yang
telah memperoleh makna kultural dan dipergunakan untuk tujuan-
tujuan yang lebih bersifat simbolik ketimbang tujuan-tujuan
instrumental. Simbol bisa berupa barang sehari-hari atau barang
berguna yang sudah memperoleh arti khusus. Simbol juga diartikan
sebagai objek atau peristiwa apapun yang menunjuk pada sesuatu
hal. Suatu rujukan dapat berupa apapun yang dapat dipikirkan dalam
pengalaman manusia.16
Dalam tradisi Pecah Telur ini menggunakan beberapa
perangkat atau alat yang merupakan simbol-simbol yang mempunyai
makna tersendiri. Seperti telur mempunyai simbol tersendiri uang
logam pun mempunyai simbol tersendiri maupun alat yang lainya
mempunyai simbol-simbol tersendiri.
16 Rafael Raga Maram, Manusia dan Kebudayaan Dalam Perspektif Ilmu Budaya
Dasar,hlm.43
13
BAB II
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan kajian etnografi yang berbentuk deskriptif
kualitatif,17
dengan menggunakan metode studi kasus.18
Instrumen
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara,
observasi, dan dokumentasi.19
B. Lokasi Penelitian
Lokasi yang menjadi subjek penelitian adalah Desa Catur Rahayu
Kecamatan Dendang Kabupaten Tanjung Jabung Timur.Yang merupakan
tempat terjadinnya tradisi Pecah Telur ini. Difokuskan di Desa Catur
Rahayu Kecamatan Dendang.
C. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder:
a. Data Primer
17 Deskriptif adalahjenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan
sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap objek yang diteliti. Lihat di Sanafiah Faisal,
Format-Format Penelitian Sosial, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hlm.20
18
Studi Kasus merupakan tipe pendekatan dalam penelitian yang penelaahnnya kepada satu
kasus dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail, dan komprehensif. Lihat di Sanafiah Faisal,
Format-Format Penelitian Sosial, hlm.22
19
Roni Kountur, Metode Penelitian Untuk Penyusunan Skripsi dan Thesis, (Jakarta: Buana
Printing, 2009), hlm.108
14
Data primer adalah data yang dikumpulkan, diolah, dan disajikan
oleh peneliti dari sumber pertama atau utama.20
Data primer merupakan
data yang diperoleh secara langsung masyarakat baik, dilakukan
melalui wawancara, observasi dan inilah yang menurut Lofland
mengatakan bahwa sumber utama dari penelitian kualitatif adalah kata-
kata dan tindakan.21
Kata- kata dan tindakan orang-orang yang diamati
atau diwawancarai merupakan sumber data utama. Sumber data utama
dicatat melalui catatan dari hasil wawancara, dokumentasi, melalui
perekaman vidio/ audio tapes, atau film.22
Data primer tersebut
merupakan data utama dari hasil pengamatan, wawancara, dan
dokumentasi yang dilakukan peneliti berkaitan dengan tradisi Pecah
Telur terhadap tokoh agama, tokoh masyarakat, kepala desa,
masyarakat, dan tokoh pemuda yang ada di Desa Catur Rahayu
Kecamatan Dendang dan aktivitas tradisi pecah telur itu sendiri.
Peneliti menggunakan data ini untuk mendapatkan informasi langsung
dari masyarakat setempat adat-istiadat upacara tradisi Pecah Telur.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang dikumpulkan, diolah dan
disajikan oleh oleh pihak lain, yang biasannya dalam bentuk-bentuk
20 Tim Penyusunan Buku Pedoman Skripsi, Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Adab-sastra
dan Kebudayaan Islam, (Jambi: IAIN STS JAMBI, 2013),hlm.31
21
Lexy J. Maleong, Metodologi penelitian kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013),
hlm.157
22
Lexy J. Maleong, Metodologi penelitian kualitatif, hlm.157
15
publikasi atau jurnal.23
Data sekunder adalah data yang tersusun dalam
bentuk dokumen atau dari bahan perpustakaan yang berkaitan dengan
masalah penelitian seperti buku, majalah, sumber dari arsip dokumen
pribadi dan dokumen resmi.24
Data sekunder foto juga digunakan dalam
penelitian ini, foto menghasilkan data deskriftif yang cukup berharga.
Ada dua kategori foto yang dapat dimanfaatkan dalam penelitian
kualitatif, yaitu foto yang dihasilkan orang dan foto yang dihasilkan
oleh peneliti sendiri.25
Data sekunder merupakan data tambahan yang
diperoleh dalam bentuk tertulis berkaitan dengan sejarah, letak
geografis, dan kehidupan sosial budaya (keagamaan, pendidikan, adat
istiadat dan ekonomi) mengenai Desa Catur Rahayu Kecamatan
Dendang.
2. Sumber Data
Sumber data adalah sumber dimana dapat diperoleh, sedangkan
sumber data dalam penelitian ini adalah subjek dimana data yang
bersangkutan dengan penelitian itu didapatkan. Diantarannya:
1. Buku-buku yang bersangkutan dengan penelitian ini. Seperti jurnal,
skripsi-skripsi, dan sumber-sumber yang berkaitan dengan skripsi
ini.
2. Informan, seperti: ketua adat, masyarakat yang bersangkutan atau
yang memahami tentang tradisi Pecah Telur tersebut.
23 Tim Penyusun Buku Pedoman Skripsi, Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Adab-Sastra
dan Kebudayaan Islam, hlm.31
24
Lexy J. Maleong, Metodologi penelitian kualitatif, hlm.157
25
Lexy J. Maleong, Metodologi penelitian kualitatif, hlm.160
16
3. Dokumentasi yang diambil darei dokumentasi yang terdapat di
lapangan lokasi penelitian.
D. Penentuan Informan
Menurut Websters New Collegiate Dictionary seorang informan
adalah seorang pembicara asli yang berbicara dengan mengulang kata-kata,
frasa, dan kalimat dalam bahasa atau dialeknnya sebagai model imitasi dan
sumber informasi.26
Informan ada dua macam, yaitu informan kunci dan informan biasa.
Informan kunci adalah figur yang memegang peranan penting dalam sastra
lisan, misalnnya dalang, pemuka masyarakat, sesepuh, dan pelaku lain.
Dalam penelitian inin, yang menjadi informan kunci adalah tokoh
masyarakat dan tokoh agama. Sedangkan yang menjadi informan biasa
adalah masyarakat, dan pelaku tradisi Pecah Telur (dalam hal ini etnis
Jawa).
Teknik pengambilan sampel menggunakan purposif yaitu sampel
ditetapkan secara sengajaoleh peneliti. Dalam hubungan ini, lazimnnya
didasarkan atas kriteria atau pertimbangan tertentu, jadi tidak melalui proses
pemilihan sebagaimana yang dilakukan dalam teknik random.27
Sedangkan penelitian informan dilakukan dengan menggunakan
jaringan yakni berdasarkan informasi yang diperoleh dari Tokoh
Mastarakat, masyarakat yang bersangkutan atau yang memahami dengan
26 James P. Spradley, Metode Etnografi, (Yogtakarta: Tiara Wacana, 2007), hlm.39
27
Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial, hlm.67
17
tradisi Pecah Telur di Desa Catur Rahayu Kecamatan Dendang Kabupaten
Tanjung Jabung Timur.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang akan peneliti gunakan dalam
penelitian ini menggunakan teknik observasi/pengamatan, wawancara, dan
dokumentasi, sebagaimana dijelaskan sebagai berikut:
a. Observasi/pengamatan
Observasi/pengamatan merupakan peninjauan secara cermat
dengan mengharuskan peneliti turun kelapangan mengamati hal-hal
yang berkaitan dengan apa yang akan diteliti. Observasi atau
pengamatan yang peneliti lakukan dengan bentuk observasi
partisipan.28
Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan yang diamati
atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Sambil melakukan
pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber
data, dan ikut merasakan suka dukannya.29
Observasi ini digunakan
untuk penelitian yang telah direncanakan secara sistematik tentang
bagaimana proses dan kebiasaan pada adat atau tradisi pada masyarakat
Desa Catur Rahayu Kecamatan Dendang tentang makna simbolis tradisi
Pecah Telur. Serta mengetahui tahap-tahap yang digunakan.
Tujuan menggunakan metode ini untuk mencatat hal-hal,
perilaku, perkembangan, dan sebagainya tentang perilaku kebiasaan
28 Observasi partisipan yaitu suatu teknik pengamatan dimana peneliti ikut ambil bagian dalam
kegiatan yang dilakukan oleh oleh objek yang diteliti. Lihat di prof. Dr. Sugiyono, Memahami
Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2007), hlm.64
29
prof. Dr. Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, hlm.64
18
masyarakat Desa Catur Rahayu Kecamatan Dendang tentang tradisi
yang diturun temurunkan dari nenek moyang dan masih berjalan sampai
sekarang.
b. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud
tertentu.Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interviewer), yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara
(interviewe) yang memberikan jawaban atas pertanyaan
itu.30
Wawancara dalam suatu penelitian yang bertujuan mengumpulkan
keterangan tentang kehidupan manusia dalam suatu masyarakat serta
pendirian-pendirian mereka itu, merupakan suatu pembantu utama dari
metode observasi.31
Dalam pengumpulan data ini, penulis menggunakan bentuk
wawancara tak tertekstur.Wawancara tak terstruktur adalah wawancara
dimana peneliti maupun subjek peneliti lebih bebas menggunakan
pendapatnnya, namun peneliti tidak terkesan mengajari
informasi.32
Wawancara ini penulis gunakan untuk memperoleh data
yang berhubungan dengan tradisi Pecah Telur di Desa Catur Rahayu
Kecamatan Dendang Kabupaten Tanjab.tim, yang mana dalam hal ini
penulis mewawancarai masyarakat yang bersangkutan atau yang
memahami tentang tradisi Pecah Telur tersebut. Selama proses
30 Lexy J. Maleong, Metodologi penelitian kualitatif, hlm.186
31
Koentjaningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, ( Jakarta: Percetakan PT Gramedia,
1973), hlm.129
32
Suwardi Endaswara, Metodologi Penelitian Kebudayaan, (Yogyakarta: Gadja Mada
University, 2006), hlm.213
19
wawancara berlangsung, anatara peneliti dan informan tidak ada rasa
canggung dalam artian wawancara berjalan sesantai mungkin tanpa
memaksa serta menganggu waktu informan.
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan tehnik akhir yang digunakan untuk
pengumpulan data dalam penelitian ini. Didalam pendokumentasian
sering dikenal dengan istilah dokumen, record, 33
foto, dan vidio/film.
Dokumentasi adalah sebagai suatu mencari dan mengurangi hal-hal
atau variabel-variabel yang merupakan catatan buku, surat kabar,
majalah, agenda, dan lain sebagainnya.34
Dokumentasi ini penulis
gunakan untuk memperoleh data yang berhubungan dengan makna
tradisi Pecah Telur dalam prosessi perkawinan di Kecamatan Dendang.
F. Teknik Analisa Data
Analisis data penelitian budaya berupa proses pengkajian hasil
wawancara, pengamatan, dan dokumen yang telah terkumpul. Setelah data-
data penelitian ini terkumpul, maka data yang diperoleh terlebih dahulu
diseleksi menurut variabel-variabel tertentu dan dianalisis melalui segi
kualitatif, data ini dianalisis dengan tehnik sebagai berikut:
33 Menurut Guba dan Lincoln record adalah setiap pertanyaan tertulis yang disusun oleh
seseorang atau lembaga untuk keprluan pengujian suatu peristiwa atau menyajikan akunting.
Sedangkan dokumen ialah setiap bahan tertulis ataupun film, lain dari record, yang tidak
dipersiapkan karena adanya permintaan seorang penyidik. Lihat di Lexy J. Maleong, Metodologi
Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), hlm.216
34
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm.274
20
a. Analis Domain (kategorisasi)
Analisis domain, biasannya dilakukan untuk memperoleh
gambaran atau pengertian yang bersifat umum dan relatif menyeluruh
tentang apa yang tercakup disuatu fokus atau pokok permasalah yang
diteliti. Biasannya dilakukan terhadap data yang diperoleh dari
pengamatan deskriptif yang terdapat dalam catatan lapangan.35
Analisis
domain ini digunakan untuk menganalisis data yang diperoleh dari
tempat penelitian secara garis besarnya yaitu mengenai tradisi Pecah
Telur di Desa Catur Rahayu Kecamatan Dendang Kabupaten Tanjung
Jabung Timur .
b. Analisa Taksonomi (Menjabarkan Kategori)
Analisis taksonomi baru dilakukan setelah analisis domain,
dengan menggunakan pertanyaan struktural dapat membuktikan
domain-domain dan memperoleh data yang diteliti yang termasuk
kedalam domain-domain itu. Dengan analisis taksonomi akan
mengarahkan perhatian pada struktur internal dari domain-domain
tersebut.36
Hasil terpilih untuk memperdalam data yang telah ditemukan
melalui pengajuan sejumlah pertanyaan kontras.37
Yang bersumber
langsung dari tempat penelitian secara garis besar yaitu Tradisi Pecah
Telur di Desa Catur Rahayu Kecamatan Dendang Kabupaten Tanjung
Jabung Timur.
35 Lexy J. Maleong, Metodologi penelitian kualitatif, hlm.305
36
James P. Spradley, Metode Etnografi, hlm.185
37 Lexy J. Maleong, Metodologi penelitian kualitatif, hlm.305
21
c. Analisis Komponensial (Mencari Perbedaan Spesifik)
Analisis komponen merupakan suatu pencarian sistematik
berbagai atribut (komponen makna) yang berhubungan dengan simbol-
simbol budaya.Apabila peneliti menemukan berbagai kontras diantara
anggota sebuah kategori, maka kontras ini paling baik jika dianggap
atribut komponen makna suatu istilah.38
d. Analisis Tema Budaya (Mencari Hubungan/Benang Merah)
Pada tahap ini aktivitasnnya adalah mencari benang merah
diantara domain, dan bagaimana hubungannya dengan
keseluruhan.Analisis ini sesungguhnnya merupakan upaya mencari
benang merah yang mengintegrasikan lintas domain yang ada.
Jadi, penelitian kualitatif yang analisisnnya bergerak dari
analisa domain hingga ke analisis tema budaya. Pada analisi domain,
lingkupannya melebar sebab peneliti berkepentingan untuk mengenali
segenap domain(kategori-kategori simbolis) yang menjadi cakupan dari
fokus yang diteliti, guna memperoleh gambaran umum dan
menyeluruh. Setelah itu, dengan analisis taksonomi dan komponensial
penelitri memfokuskan perhatiannya pada beberapa domain saja guna
melacaknnya secara lebih rinci dan mendalam. Ini bisa disebut dengan
proses menyempit. Namun, setingkat lebih rinci dan mendalam dari
analisis sebelumnnya yang bersifat melebar. Pada akhirnnya atau
puncaknnya, dengan analisis tema. Prosennya melebar lagi, guna
38 James P. Spradley, Metode Etnografi, hlm.231
22
menemukan tema-tema yang keberadaannya termanifestasi atau
menjelma secara luas dalam kawasan keseluruhan atau sejumlah
domain. Analisis tema budaya sesungguhnnya merupakan upaya untuk
mencari benang merah yang mengintegrasikan lintas domain yang ada.
Yang mana analisis tema budaya ini gagasannya bertumpu pada asumsi
bahwa keseluruhan lebih dari sekedar jumlah bagian, situai sosial dan
budaya apapun yang diteliti dalam keadaannya bukanlah sekedar
jumlah dari pecahan-pecahan aktivitas, perilaku, tempat yang ada dalam
situasi tersebut, ia merupakan kesatuan yang terpolah dalam suatu
keseluruhan itulah terdapat tema-tema yang dijadikan orientasi kognitif
oleh para pelakunnya.
G. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Dalam proses pemeriksaan keabsahan data, peneliti menggunakan
metode triangulasi data. Triangulasi data adalah tehnik pemeriksaan data
yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.39
Triangulasi data
bertujuan untuk memeriksa kembali kebenaran dan keabsahan data-data
yang diperoleh di lapangan tentang tradisi Pecah Telur di Desa Catur
Rahayu Kecamatan Dendang Kabupaten tanjung Jabung Timur.
H. Tahap-Tahap Penelitian
Penelitian ini idealnya dilakukan selama 3 bulan, mulai dari
pembuatan judul, proposal, hingga penulisan laporan (skipsi). Penelitian ini
39 Lexy J. Maleong, Metodologi penelitian kualitatif, hlm.330
23
diawali dengan konsultasi judul dengan pihak program studi, dilanjutkan
penunjukkan dosen pembimbing dan perbaikan proposal. Kemudian
seminar proposal, perbaikan hasil seminar dan turun kelapangan untuk
mengumpulkan data-data penelitian dilapangan, setelah dilakukan tehnik
analisis data dan sebagainya, selanjutnya baru ujian munaqasah.
I. Jadwal Penelitian
Penelitian dilakukan dengan pembuatan proposal, kemudian
dilanjutkan dengan perbaikan hasil seminar proposal skripsi. Setelah
pengesahan judul dan izin riset, maka penulis mengadakan pengumpulan
data, verivikasi, dan analisis data dalam waktu yang berurutan. Hasil penulis
akan berkonsultasi kepada dosen pembimbing sebelum diajukan sidang
munaqasah. Hasil sidang munaqasah dilanjutkan dengan perbaikan dan
penggandaan laporan skipsi.
24
N
O KEGIATAN
BULAN
Jan-18 Mar-18 Apr-18 Agus-18 SEP-18 OKT-18 NOV-18
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pengajuan Judul X
2
Proposal dan Penunjukan Dosen
Pembimbing
X
3 Bimbingan dan Perbaikan Proposal X X
4 Pengurusan Izin Seminar X
5 Seminar Proposal dan Perbaikan X X
6 Pengesahan dan Izin Riset
X
7 Pelaksanaan Riset X X
8 Pengumpulan Data danAnalisi Data
X X X X
10 Penulisan Skripsi dan Bimbingan
X
X X X X
X
11 Munaqasah dan Perbaikan
X
12 Penyempurnaan dan Penggandaan
X
25
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Desa Catur Rahayu
Desa Catur Rahayu secara administratif termasuk dalam Kecamatan
Dendang Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi.Desa Catur
Rahayu ini merupakan desa yang masih mengutamakan adat budayanya dan
sangat berbeda dengan desa-desa lainya.Seperti ungkapan mbah Sias
sebagai berikut.40
“Nak akdewe ngomongke budoyo, emang jek perkoso budoyo
Desa Catur Rahayu. Misale budoyo seng perkosos iku iso di
delok songko nyambet gawe saben dino, misale ngentosi
kelahiran calon si cabang bayi seng dijenengi tradisi Muyyi
ambek pas wektu meteng pitong wulan ngadakke selametan
seng jenenge Mitoni.Iso akdewe delok dewe nak akdewe melbu
neng Desa Catur Rahayu masyarakat emang jek
mempertahanke tradisi seng di waresne ambi nenek moyang
disek. Sakjane jaman sakiki kan wes modern ambek teko uduk
wong Jowo tapi masyarakat Desa Catur Rahayu ijek
Artinya:
“Kalau kita berbicara mengenai budaya, memang Masih sangat
kuat budaya masyarakat Desa Catur Rahayu.Contoh budaya
yang sangat kuat itu dapat di lihat dari kegiatan sehari-sehari,
40 Hasil Wawancara Mbah Sias ( 9 Agustus 2018, 10.00 WIB )
26
misalnya menyambut kelahiran seorang anak yang dinamakan
tradisi Muyyi dan juga pada masa kehamilan 7 bulan
mengadakan selamatan yang disebut Mitoni. Bisa kita lihat
sendiri kalau kita masuk ke Desa Catur Rahayu masyarakat
memang masih mempertahankan tradisi yang diwariskan oleh
nenek moyang dahulu.Walaupun zaman sudah modern dan
adanya pendatang bukan orang Jawa tetapi masyarakat Desa
Catur Rahayu masih sangat mempertahankan budaya lama.
Menurut informasi dari nenek Siti dari Desa Catur Rahayu
memiliki cerita sendiri yang mana asal kata nama Catur berasal dari ibadah
sedangkan Rahayu berasal dari sempurna. Setelah itu nama dari Catur
Rahayu tersebut digabungkan menjadi ibadah sempurna. 41
Karena pada
tahun 1980 an masyarakat Desa Catur Rahayu kalau masalah ibadah
sangatlah kurang dan kebanyakan masyarakat sekitar banyak tidak
memperhatikan soal ibadahnya. Sehingga ada seorang yang bernama
Mahammad Rohim yang mempunyai ide yaitu menaman desa tersebut
dengan nama Catur Rahayu yang artinya ibadah sempurna dimana dengan
nama tersebut agar masyarakat Desa Catur Rahayu bisa memperbaiki ibadah
dan lebih baik lagi dari sebelumnya.42
Desa Catur Rahayu dahulunya adalah eks Pemukiman Transmigrasi
yang bernama Dendang II UPT IV penempatan tahun 1980/1982 yang pada
awalnya berjumlah 733 kepala keluarga yang terdiri dari 2273 jiwa. Para
41 Hasil Wawancara dari Nenek Siti ( 9 Agustus 2018, 13.00 WIB)
42
Hasil Wawancara dari Bapak Muhammad Rohim ( 9 Agustus 2018, 15.00 WIB)
27
Transmigran sebagian besar adalah penduduk yang berasal dari pulau Jawa
( Sunda, Jawa, Bugis dan Melayu ) .
Kata “Catur Rahayu” menggambarkan 4 suku yang mendomisili
wilayah Desa Catur Rahayu. Desa Catur Rahayu terbagi menjadi 4 RW dan
29 RT (tahun 1982). Kemudian setelah tahun 1982 terjadi pemekaran
kembali dan masuknya Dusun Blok 4 dengan penambahan 2 RT dan
kurangnya jumlah RW. Sejak terbitnya Peraturan Daerah Nomor : 12 Tahun
2004 tentang pembentukan Kecamatan Muara Sabak Barat, Kecamatan
Kuala Jambi, Kecamatan Mendahara Ulu, Kecamatan Geragai dan
Kecamatan Dendang serta penataan Desa dan Kelurahan dalam Kabupaten
Tanjung Jabung Timur. Yang semula desa Catur Rahayu Merupakan
Wilayah Kecamatan Rantau Rasau menjadi Wilayah Kecamatan Dendang.43
B. Batas Wilayah Desa Catur Rahayu
Desa Catur Rahayu terletak di Wilayah Timur Provinsi Jambi,
Secara Administratif Desa Catur Rahayu berada di Kecamatan Dendang
Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi. Desa Catur Rahayu
terdiri dari 30 RT dan 4 Dusun yang terbagi berdasarkan Blok dan Jalur
yang telah ditentukan. Desa ini memiliki luas wilayah 2.250 ha yang
berbatasan langsung dengan44
:
a. Sebelah Utara : Desa Sido Mukti
b. Sebelah Selatan : Desa Londrang
43 Sumber Data: Dokumentasi Desa Catur Rahayu Kecamatan Dendang (10 Agustus 2018,
09.00 WIB)
44
Sumber Data: Dokumentasi Desa Catur Rahayu Kecamatan Dendang (10 Agustus 2018,
09.00 WIB)
28
c. Sebelah Barat : Kelurahan Teluk Dawan
d. Sebelah Timur : Desa Jati Mulyo dan Desa Kota
Kandis Dendang
Orbitasi Desa Catur Rahayu ke Kantor Camat , ibu kota Kabupaten,
Propinsi Jambi dan ibu kota Negara Jakarta adalah sebagai berikut45
:
a. Ke kantor Camat :12,7 Km
b. Ibu kota Kabupaten Tanjung Jabung Timur: 14,7 Km
c. Ke Ibu kota Propinsi Jambi : 92 Km
d. Ke ibu kota Negara Jakarta : 2.558 Km
Desa Catur Rahayu transportasi yang digunakan masyarakat
didominasi dengan kendaraan roda dua, yaitu sepeda motor dan roda empat,
yaitu mobil.
C. Jumlah Penduduk
Dari data Penduduk berdasarkan Laporan Kependudukan sedikit
mengalami ketidak singkronan data antara Dinas Kependudukan dan
Pengentrian Data berdasarkan hasil Pencacahan Data Dasar Keluarga pada
tahun 2016, namun dari pengambilan perbandingan kedua sumber tersebut
pada tahun telah disepakati bahwa jumlah Penduduk Desa Catur Rahayu
tercatat sekitar 2.328 Jiwa dan tercatat sekitar 675 KK(Kepala Keluarga)
sebagaimana tersebut dalam Tabel dibawah ini :
45 Sumber Data: Dokumentasi Desa Catur Rahayu Kecamatan Dendang (10 Agustus 2018,
09.00 WIB)
29
Tabel 1 Jumlah Penduduk Desa Catur Rahayu Per Dusun46
No Wilayah Nama Dusun
Jumlah Penduduk Jumlah
Total Laki-laki Perempuan
1 Dusun I Dusun Blok 4 203 204 407
2 Dusun II Dusun Tengah 365 303 668
3 Dusun III Dusun Keman 384 346 730
4 Dusun IV Dusun
Kemang
270 253 523
J u m l a h 1.222 1.106 2.328
Sumber : Data Dasar Keluarga/Profil Desa Catur Rahayu 2016
D. Mata Pencaharian
Kondisi Tofografi wilayah daratan Desa Catur Rahayu secara umum
berada didataran rendah yang terdiri dari rawa/gambut yang merupakan
dataran rendah berkisar ± 0 – 2 mdpl ditandai dengan permukaan tanah
yang banyak dialiri pasang surut air laut. Desa Catur Rahayu beriklim tropis
basah dengan curah hujan rata-rata pertahun berkisar antara 500 – 1000
mililiter, suhu udara rata-rata 22 - 30 ⁰C.
Pada tahun 1980-2005 Desa Catur Rahayu merupakan lahan
Pertanian dan palawija(tanaman yang ditanam untuk memenuhi kebutuhan
pangan seperti ubi, kacang panjang, jagung dll). Setelah Tahun 2005 sampai
46 Sumber Data: Dokumentasi Desa Catur Rahayu Kecamatan Dendang (10 Agustus 2018,
09.00 WIB)
30
sekarang lahan pertanian alih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit.
Disamping mengandalkan hasil potensi Perkebunan, disektor pertanian
terdapat areal yang dapat dimanfaatkan untuk kawasan tanaman pangan,
dengan potensi lahan yang dimiliki oleh Desa Catur Rahayu sampai dengan
tahun 2016 seluas 1.650 ha. Sektor ini dapat menjadi potensi unggulan
karena masih memungkinkan untuk dikembangkan melalui ekstensifikasi
maupun intensifikasi lahan, dengan jenis tanaman Perkebunan Padi dan
palawija.47
Seiring dengan berbagai dinamika perkembangan aktifitas ekonomi
masyarakat, pola penggunaan tanah telah mengalami perubahan dari waktu
ke waktu. Selain terkait dengan fluktuasi harga berbagai jenis hasil
pertanian dipasaran, juga berkaitan dengan meningkatnya kebutuhan lahan
untuk penggunaan lainya seperti pembangunan areal pemukiman penduduk,
sarana dan prasarana umum, infratstruktur jalan dan abrasi/pengikisan
daerah tepian sungai yang dipengaruhi derasnya arus pasang surut air laut.
Mata pencaharian utama penduduk Desa Catur Rahayu adalah
Pekebun/Petani yang menunjukkan sebagai desa perkebunan/pertanian.
Sebagian besar (94 %) merupakan petani (kelapa sawit) dan 2 % (Pertanian
Palawija) sekitar 2 % merupakan Pedagang dan Usaha Lainnya , sedangkan
sisanya sekitar 2 % bekerja sebagai pegawai negeri (guru dan pegawai
kesehatan) , TNI, Polri dan tukang.
47 Hasil Wawancara Bapak Rakiban, sebagai Rt di sk 8 Desa Catur Rahayu (10 Agustus 2018,
10.00WIB)
31
Tabel 2 Penduduk Desa Catur Rahayu Berdasarkan Mata Pencaharian48
No Mata Pencaharian
Jumlah
(orang)
Proporsi %
1 PNS 33 -
2 ABRI 0 -
3 POLRI 1 -
4 Karyawan Swasta 35 -
5 Dagang 25 -
6 Tukang 25 -
7 Bertani 327 -
8 Berkebun 236 -
9 Buruh 37 -
10 Pengusaha/Toke 16 -
11 Guru Honorer 21 -
12 Lainnya 147 -
Jumlah 903 -
Sumber : Data Profil Desa Catur Rahayu 2016
Dari tabel diatas digambarkan secara rinci bahwa penduduk Desa
Catur Rahayu mayoritas berprofesi Pekebun dan Petani dari jumlah total
usia kerja sebanyak 903 orang.
48 Sumber Data: Dokumentasi Desa Catur Rahayu Kecamatan Dendang (10 Agustus 2018,
09.00 WIB)
32
E. Pendidikan
Apabila melihat kehidupan masyarakat Catur Rahayu dibidang
pendidikan, diketahui bahwa 40% masyarakat Catur Rahayu hanya tamatan
SD/sederajat namun demikian pengetahuan tentang ilmu pengetahuan dan
teknologi tentu tidak ketinggalan karena informasi disegala bidang sudah
bisa dilihat dan diakses sampai dipedesaan khsusnya Desa Catur Rahayu
seperti melalui televisi, radio, internet, handpone serta media sosial lainya,
sehingga semua kebutuhan masyarakat yang diinginkan dapat diketahui dan
tidak kalah pentingnya lagi kedewasaan masyarakat dalam bidang politik
melalui pemilihan langsung 10 tahun terakhir ini sejak digulirkan reformasi,
untuk melihat jumlah dan persentase penduduk Catur Rahayu berdasarkan
tingkat pendidikan seperti tabel berikut:
Tabel 3 Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan49
No. Kelompok Umur Jumlah (Orang)
1 Belum Sekolah 45
1 Tidak Tamat SD/Sederajat 130
2 Tamat SD/Sederajat 313
3 SLTP 201
4 SLTA 89
5 Diploma 4
6 Strata 1 8
7 Starata 2 -
Jumlah 790
49 Sumber Data: Dokumentasi Desa Catur Rahayu Kecamatan Dendang (10 Agustus 2018,
09.00 WIB)
33
Tabel 4 fasilitas pendidikan yang ada di Desa Catur Rahayu50
No Jenis Sekolah Jumlah
1 Paud 4
2 Sd 4
3 Sltp 1
4 Tk 1
5 Madrasah Diniyah 1
Total 11
H. Kondisi Budaya
1. Agama
Kegiatan keagamaan di Desa Catur Rahayu berjalan
sebagaimana mestinya dan sesuai dengan agama yang dianut serta
kerukunan hidup antar umat beragama berjalan harmonis karena
masyarakat Catur Rahayu 99% mayoritas beragama Islam, sementara
jumlah rumah ibadah di Desa Catur Rahayu adalah seperti tabel
berikut51
:
50 Sumber Data: Dokumentasi Desa Catur Rahayu Kecamatan Dendang (10 Agustus 2018,
09.00 WIB)
51
Sumber Data: Dokumentasi Desa Catur Rahayu Kecamatan Dendang (10 Agustus 2018,
09.00 WIB)
34
Tabel 5 Sarana Peridabatan Masyarakat Desa Catur Rahayu
No Sarana Jumlah
1 Masjid 7
2 Langgar/Surau 5
3 Gereja 1
Total 13
2. Etnis
Berdasarkan pengamatan penulis, Desa Catur Rahayu terbagi
atas berbagai suku, yaitu suku Jawa, Sunda , Batak, Bugis, Melayu dan
Palembang, karena Desa Catur Rahayu merupakan daerah trans dari
Jawa, maka masyarakatnya juga mayoritas suku Jawa. Sedangkan suku
lain itu berdasarkan akukturasi budaya setempat, ataupun berdasarkan
perkawinan campuran warga setempat dengan masyarakat diluar Desa
Catur Rahayu.52
4. Adat Istiadat
Pada bidang budaya ini masyarakat Desa Catur Rahayu
menjaga dan menjunjung tinggi budaya dan adat istiadat yang diwarisi
oleh para leluhur (nenek moyang). Hal ini terbukti masih berlakunya
tatanan budaya serta kearifan lokal pada setiap prosesi pernikahan,
panen raya, cuci kampong jika salah seorang dari warga warga
masyarakat melanggar ketentuan hukum adat.Lembaga yang paling
52 Observasi Penulis di Desa Catur Rahayu Kecamatan Dendang Kabupaten Tanjung Jabung
Timur, (10 Agustus 2018, Jam 14.00)
35
berperan dalam melestariakn dan menjaga tatanan adat istiadat budaya
lokal ini adalah Lembaga Adat Desa Catur Rahayu (LAD). Lembaga ini
masih tetap aktif, baik dalam kepengurusan maupun dalam
melaksanakan tugas-tugasnya.53
5. Sistem Kekerabatan
Begitu multiculture bangsa Indonesia, dilihat dari sistem
kekerabatan.Dalam masyarakat Jawa, khususnya di Desa Catur Rahayu
masih erat ikatan persaudaraanya.Hal itu bisi dilihat dari sistem
kekeluargaan di masyarakat tersebut. Sebuah pernikahan tentu akan
mempertemukan dua buah keluarga besar. Oleh karena itu, sesuai
kebiasaan yang berlaku, kedua pasangan yang akan melakukan
pernikahan akan memberitahu keluarga masing-masing bahwa mereka
telah menemukan pasangan yang cocok dan ideal untuk dijadikan
suami/istri.
Masyarakat Jawa di desa Catur Rahayu sebagai masyarakat yang
menganut sistem pernikahan bilateral harus bisa menjaga tradisi-tradisi
pernikahan agar nilai-nilai yang terkandung didalam tradisi tersebut
tidak hilang dan budaya tersebut tidak hanya menjadi cerita bagi
generasi penerus. Di dalam masyarakat harus menjaga tradisi-tradisi
Jawa.Salah satunya yaitu tradisi Pecah Telur agar solidaritas antar
53 Observasi Penulis di Desa Catur Rahayu Kecamatan Dendang Kabupaten Tanjung Jabung
Timur, (10 Agustus 2018, Jam 14.30)
36
warga masyarakat Desa Catur Rahayu bisa terjalin dengan baik dan
menambah rasa persaudaraan.54
Disamping itu juga, elastisitas yang merupakan salah satu ciri dari
budaya masyarakat Jawa itu dapat dilihat pada orang-orang Jawa yang
mengikuti program transmigrasi ke luar Jawa, dengan segala
keterbatasan dan lingkungan yang masih asing, mereka telah
menunjukkan suatu prestasi kemampuan yang luar biasa. Mereka
berhasil membaur dan beradaptasi dengan lingkungan serta penduduk
sekitar. Inilah yang dialami oleh masyarakat Desa Catur Rahayu.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa suatu fenomena
yang realitasnya adalah bahwa orang Jawa dengan kebudayaannya
dapat terus hidup meskipun jauh di perantauan dan dapat berdapingan
serta melebur dengan masyarakat dan kebudayaan lain yang sama sekali
berlainan karakternya. Hal ini cukup membuktikan bahwa orang Jawa
dan dan kebudayaan Jawa memiliki kemampuan untuk terus menerus
hidup menyesuaikan diri dengan tantangan dan perubahan zaman.
Namun, yang harus menjadi catatan dan patut dibanggakan, bahwa
masyarakat Jawa khususnya di Desa Catur Rahayu Kecamatan Dendang
Kabupaten Tanjung Jabung Timur, mereka selalu dapat menyesuaikan
diri dengan lingkungan sosial maupun budaya.55
54 Wawancara Bapak Marjuki (11 Agustus 2018, 10.00 WIB)
55
Wawancara dengan Mbah Sapurah, (11 Agustus 2018, 13.00 WIB)
37
BAB IV
TEMUAN DAN PEMBAHASAN
A. Prosesi Tradisi Pecah Telur
Sebelum penulis berbicara tentang prosesi Pecah Telur, terlebih
dahulu penulis akan menggambarkan yang berkaitan dengan sejarah dari
keberadaan tradisi Pecah Telur ini. Yang diambil berdasarkan hasil
wawancara dengan masyarakat setempat.
Pecah Telur merupakan tradisi adat Jawa ketika seseorang akan
melaksanakan pernikahan. Tradisi Pecah Telur ini sudah turun temurun
dilestarikan sampai saat ini, yang berasal dari pulau Jawa.56
Ketika para
leluhur ditranskan kedaerah Sumatera pada tahun 1976, tepatnya ke daerah
Singkut pada masa Presiden Soeharto.57
Sebagaimana informan menjelaskan kepada peneliti bahwa yang
melatar belakangi adanya tradisi Pecah Telur tersebut dalam hal ini telah
dikemukakan oleh mbah Nyias bahwa58
:
“Asal usule ya pas wong-wong kan Jawa mbiyen nembe pada
teka kan Singkut, wong-wong kue pada nggawa tradisi kiye
mengeneh. Jarenen nek wong nembe biyen pas arep
ngelakokne nikah upacarane ngengge tradisi pecah telur, nak
gak ngenggo tradisi kui jarene wong tuek biyen sok bakal
celoko nak gak keluargane gak tentrem. Makane tradisi pecah
telur iki dianakne tekan sakiki.”
56 Hasil Wawancara Mbah Sapurah ( 15 Agustus 2018, Jam 10.00 WIB )
57
Hasil Wawancara Mbak Sri ( 15 Agustus 2018, Jam 13.00 WIB )
58 Hasil Wawancara Mbah Nyias ( 15 Agustus 2018, Jam 09.00 WIB )
38
Artinya:
“Asal usul tradisi Pecah Telur ini berawal ketika trans ini
dibuka dari para pendatang tersebut membawa kebiasan
mereka pas di Jawa dahulu kesini. Ketika sesorang akan
melaksanakan pernikahan pasti ada upacara adat Jawa yaitu
tradisi Pecah Telur, kalau tidak menggunakan tradisi tersebut
kata nenek moyang dulu akan celaka dan tidak akan tentram
rumah tangganya. Maka dari itu tradisi Pecah Telur ini
diadakan sampai sekarang.”
Dalam hal keyakinan atau kepercayaan orang Jawa bahwa tradisi ini
bisa memberikan gambaran untuk masa depan si kedua pengantin seperti
apa. Karena menurut masyarakat setempat bahwa59
:
“Pecah Endok minongko yo iku ilustrasi kanggo urep keluarga
kanggo entok harmonis lan seneng. Bojomu lan bojone kudu
biso bebarengan lan membantu saben liyane kanggo
nindakake urep keluargane. Meski nggango adat istiadat Jowo
ritual ditindakake minongko wujud penghormatan tumprap
poro leluhurmu lan eng wektu eng podo jalok perlindungan
lan kebejikan kanggo keluarga anyar seng bakal diwiwiti.”
Artinya:
“Injak Telur merupakan suatu gambaran kehidupan rumah
tangga kelak agar tercapai kehidupan yang terharmonis dan
59 Hasil Wawancara Mbah Goprak (15 Agustus 2018, Jam 13.45 WIB)
39
bahagia. Suami istri harus bekerja sama dan saling membantu
dalam menjalankan kehidupan rumah tangganya. Tentunnya
dengan tradisi Jawa dilakukan sebagai wujud penghormatan
kepada leluhur dan sekaligus untuk memohon keselamatan,
perlindungan, kelancaran dan berkah untuk keluarga baru yang
akan segera dibina.”
Oleh karena tradisi ini dipakai sampai saat ini sebagai wujud
penghormatan kepada tradisi nenek moyang yang terdapat kepercayaan
sebagai perantara doa-doa kepada sang khalik. Berkenaan dengan hal ini,
masyarakat setempat inigin mempertahankan tradisi Pecah Telur ini untuk
mendapatkan berkah.
Berikut ini tahapan-tahapan atau proses yang dilakukan masyarakat
di Desa Catur Rahayu:
1. Tahap Persiapan
a. Menyiapkan Peralatan Yang di Gunakan
Persiapan yang di lakukan sebelum melaksanakan upacara
tradisi Pecah Telur harus menyiapkan peralatan terlebih dahulu.
Seperti ungkapan mbah Sias sebagai berikut60
:
“Nak akdewe arep nyediakne peralatan-pralatane gak
rumit tapi yo harus lengkap sebabe nak gak lengkap yo
engko gak berkah opo gak sah”.
Artinya:
60 Hasil Wawancara Mbah Sias ( 16 Agustus 2018, Jam 09.00 WIB)
40
“Kalau kita mau menyiapkan peralatan-peralatan kui gak
rumit tapi harus lengkap karena kalau tidak lengkap nanti
gak berkah atau tidak sah”.
Adapun peralatan-peralatan yang harus disiapkan ialah61
:
1. Telur ayam kampung melambangkan permulaan pada ayam yang
berasal dari telur dan juga melambangkan keperawanan yang
belum tersentuh dari seorang perempuan.
2. Baskom fungsinya wadah air yang didalamnya ada bunga dan
koin logam
3. Tikar fungsinya sebagai alas untuk semua peralatan yang
digunakan supaya tidak kotor
4. Kain jarik fungsinya sebalai alas untuk semua peralatan yang
ditarok diatas tikar
5. Uang logam melambangkan seorang pria harus bertanggung
jawab memberi nafkah pada keluarga
6. Kembang setaman yang diambil dari area taman melambangkan
keharuman dalam berumah tangga
7. Kain lap fungsinya untuk membersihkan kotoran
8. Cabe melambangkan keberanian dalam rumah tangga kelak
9. Bawang merah dan bawang putih melambangkan jika ada suatu
masalah harus tegar tidak boleh merenggek-renggek dan
melambangkan kesucian
61 Hasil wawancara Ibu Umi ( 16 Agustus 2018, Jam 11.00 WIB )
41
10. Beras kuning melambangkan kesuburan terhadap kedua pengantin
Dari bahan-bahan yang telah di sebutkan di atas merupakan
bahan untuk upacara adat Jawa yaitu Pecah Telur, karena bahan
tersebut yang telah ditentukan oleh masyarakat yang benar paham
tentang tradisi tersebut. Maka apabila melakukan upacara tersebut tidak
menyesuaikan dengan bahan tersebut maka hasil tidak menemukan
yang di inginkan saat Pecah Telur dilaksanakan.62
Dalam tradisi Pecah Telur ini di Desa Catur Rahayu
merupakan tradisi yang setiap akan melakukan pernikahan dilakukan
oleh masyarakat setempat yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma-
norma adat istiadat Desa Catur Rahayu yang menggunakan Pecah Telur
sebagai bahan utama tradisi ini.
Bukan menggunakan telur bebek, telur angasa ataupun lainya,
telur ayam kampung tersebut merupakan bahan yang tergolong sangat
mudah oleh masyarakat, karena mayoritas masyarakat Desa Catur
Rahayu sebagian besar mempunyai ayam kampung di setiap
rumahnya.63
2.TahapPelaksanaan
Sebelum di bahas lebih lanjut mengenai tahap pelaksaan ini,
perlu diketahui juga bahwa pelaksanaan pecah telur di laksanakan pada
pagi hari ketika usai temu nganten. Pada mulanya kegiatan Pecah Telur
ini dilaksanakan sekitar pukul 10 pagi. Melakukan Pecah Telur dengan
62 Hasil Wawancara Ibu Sias ( 16 Agustus 2018, Jam 13.00 WIB )
63
Hasil Wawancara Ibu Sunarti ( 16 Agustus 2018, Jam 14.30 WIB )
42
waktu yang telah di tentukan merupakan bentuk perjanjian yang telah di
tetapkan oleh pemerintah desa setempat. Mengingat, dalam melakukan
Pecah Telur tersebut tentu saja menunggu pengantin pria datang
kelokasi pengantin wanita.64
Adapun tahapan-tahapan yang di lakukan
dalam upacara tradisi Pecah Telur ini adalah sebagai berikut65
:
1. Setelah akad nikah pengantin perempuan menunggu pengantin laki-
laki datang dan saat itulah pengantin perempuan mengganti kostum
lain.
2. Setelah pengantin laki-laki datang dengan di iringi oleh keluarga dan
ada salah satu saudaranya membawa kembar mayang saat itulah
pengantin wanita keluar rumah yang di iringi oleh 2 saudaranya.
Menurut Wawancara dengan Mbah Goprak beliau
mengatakan:
“Fungsine kembar mayag kui ngenggo pesen ambek seng
nganten, nggo seteruse iso mempertahanke keutuhane omah
tonggone sesusah opopun halangane seng arep sesok
mbene.
Arntinya:
“Fungsi kembar mayang diantaranya adalah sebagai pesan
kepada sang pengantin, untuk selalu bisa mempertahankan
keutuhan rumah tangganya sesulit apapun halangan yang
akan terjadi di kemudian harinya.
64 Hasil Wawncara Mbah Goprak ( 18 Agustus 2018, Jam 09.00 WIB )
65
Hasil Wawancara Mbah Sapurah ( 18 Agustus 2018, Jam 11.00 WIB )
43
3. Setelah keluar rumah sekitar 1 m dari pintu pengantin perempuan
tegak menunggu mempelai wanita datang menghampiri dan pada
saat itu diiringi 2 saudaranya yang salah satunya membawa kembang
mayang66
.
4. Setelah sampai pengantin laki-laki dihadapan pengantin perempuan
terlebih dahulu kembar mayang tersebut ditukar dan diletakan di
depan plaminan kanan kiri.
5. Setelah itu pengantin wanita mengelilingi pengantin laki-laki 3 kali
dan setelah itu ia jongkok di depan pengantin laki-laki.
6. Setelah itu pengantin laki-laki memcahkan telur itu dengan kaki
kananya.
7. Kemudian pengantin wanita membersihkan kaki pengantin laki-laki
dengan air bunga dan membersihkan dengan kain lap atau serbet
yang telah tersedia.
8. Setelah itu mempelai laki-laki membantu pengantin perempuan
untuk berdiri lagi dengan cara mengangkat kedua tanganya.
9. Setelah selesai itu ada seorang yang memahami tradisi tersebut ia
menyebarkan beras kuning dan koin yang sudah tersedia67
.
3. Penutupan
Setelah melakukan tradisi pecah telur kedua mempelai
melakukan ritual sebagai berikut68
:
66 Hasil Wawancara Mbah Sapurah ( 18 Agustus 2018, Jam 13.00 WIB )
67
Hasil Wawancara Mbah Rukiyem ( 18 Agustus 2018, Jam 14.00 WIB )
44
a. Dulangan atau Menyuapi
Dulangan atau menyuapi itu antara pengantin pria dan wanita
saling menyuapi nasi satu sama lain melambangkan kedua mempelai
akan hidup bersama dalam susah dan senang dan saling menikmati
yang menjadi milik mereka bersama. Ibu dari pengantin perempuan
akan memberikan sebuah piring kepada pengantin perempuan yang
berisi nasi dan lauk pauk. Kemudian pengantin pria menyuapkan
nasi ke pengantin perempuan setelah itu pengantin perempuan juga
menyuapi pengantin laki-laki.
b. Sinduran atau Gendong Manten
Ayah dari mempelai wanita berada didepan kedua mempelai,
mempelai wanita disebelah kiri dan mempelai pria di ebelah kanan
dan sang ibu dari mempelai wanita memasangkan kain yang
menutupi pundak kedua mempelai dan ujung kain tersebut dipegang
oleh ayah dari mempelai wanita, lalu ayah dari mempelai wanita
berjalan perlahan-lahan di depan kedua mempelai menuju kursi
pelaminan dan ibu dari mempelai wanita menuntun dan memegangi
kain sindur kedua mempelai dari belakang.69
c. Duduk Sanding
Diduduknya calon pengantin laki-laki dan perempuan yang
sudah melakukan Ijab Kabul, karena itu mereka sudah sah menjadi
suami istri dan akhirnya bisa duduk berdekatan atau duduk sanding.
68 Hasil Wawancara Nenek Sukar ( 19 Agustus 2018, Jam 10.00 WIB )
69
Hasil Wawancara Mbah Nyias ( 19 Agustus 2018, Jam 11.00 WIB )
45
d. Sungkeman
Prosesi ini diakhiri dengan prosesi sungkeman atau berlutut
kepada kedua orang tua mempelai, pada prosesi ini kedua mempelai
berlutut didepan kedua orang tua. Dimana orang tua duduk dikursi
dan kedua mempelai duduk bersimpuh menghadap orang tua sambil
bersalaman. Dan orang tua membisikkan nasehat-nasehat kepada
kedua mempelai. Prosesi ini dilakukan oleh orang tua mempelai pria
dan mempelai perempuan secara bergantian.70
B. Faktor-faktor Masyarakat Masih Mempertahankan Tradisi Pecah
Telur
Tradisi Pecah Telur pada dasarnya sudah banyak mengalami
perubahan artinya sudah tidak banyak lagi dipakai didaerah Kec. Dendang.
Namun, di Desa Catur Rahayu tradisi ini masih tetap dilestarikan. Adapun
alasan masyarakat masih mempertahankan tradisi Pecah Telur ini yaitu:
1. Penghormatan Terhadap Nenek Moyang
Masyarakat begitu antusias dalam menjaga tradisi ini agar tetap di
lestarikan hingga keanak cucu mereka nantinnya. Maka dalam ini, mereka
tetap memepertahankanya. Mereka mempercayai bahwa ketika mereka mau
menjalankan pernikahan dan mereka tidak menjalankan tradisi ini, maka
mereka menyadari bahwa ada sesuatu yang kurang ataupun tidak lazim
(tidak wajar) karena tidak melakukanya. Sebab tradisi ini sudah dilakukan
selama turun temurun jauh sebelum mereka dilahirkan. Oleh karena itu,
70 Hasil Wawancara Mbah Goprak ( 19 Agustus 2018, Jam 13.00 WIB )
46
mereka menyakini bahwa dalam prosesi tradisi Pecah Telur ini
mengharapkan perlindungan, keselamatan dan berkah kepada sang pencipta.
Dan juga telur ayam yang merupakan peralatan paling utama diartikan
sebagai sebuah awal kehidupan manusia. Untuk perkawinan Jawa berarti
sebagai sebuah simbol bahwa kedua pengantin tersebut akan terlahir dalam
kehidupan yang baru yaitu dalam kehidupan rumah tangga.71
Menurut wawancara dengan mbah Sukinah beliau mengatakan
bahwa:
“Pecah telur kui memang kudu di tindakno nang masyarakat
kene, nak ora di tindakno engko bakal entuk balak utowo
musibah koyo urip rumah tangga temanten loro ora bahagia
lan entuk masalah terus.”
Artinya:
“Tradisi Pecah Telur ini memang harus di laksanakan oleh
masyarakat sini, jika tidak nantinya akan dapat balak atau
musibah seperti kehidupan rumah tangga pengantin tidak
dapat hidup bahagia.”72
Di dalam perkembangan zaman sekarang ini, masyarakat
mengharapkan nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi Pecah Telur
tersebut tetap terjaga dan dilestarikan. Tradisi Pecah Telur ini masih di
lakukan oleh masyarakat Desa Catur Rahayu pada saat seseorang akan
melaksanakan pernikahand. Masyarakat Desa Catur Rahayu masih sangat
71 Hasil Wawancara Bapak Asep ( 20 Agustus 2018, Jam 10.00 WIB )
72
Hasil Wawancara Mbah Sapurah ( 20 Agustus 2018, Jam 14.00 WIB )
47
menghormati warisan para leluhur (nenek moyang) yang dianggap sebagai
cikal bakal anak cucu mereka.
2. Identitas Budaya Lokal
Keberadaan tradisi Pecah Telur sudah tidak asing lagi bagi
masyarakat Tanjung Jabung Timur khususnya masyarakat di Desa Catur
Rahayu. Tradisi Pecah Telur ini bertujuan untuk mendapatkan ridho Allah
yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah mendarah daging bagi
masyarakat Desa Catur Rahayu. Sehingga masyarakat Desa Catur Rahayu
akan tetap selalu menggunakan Pecah Telur ketika ada orang yang
melakukan pernikahan sebagai bagian dari do’a-do’a agar nantinya
kehidupan rumah tangga mempelai dijauhkan dari segala mara bahaya dan
balak. Pernyataan ini sesuai dengan pernyataan yang didapatkan dari hasil
wawancara dengan seorang tokoh masyarakat selaku sesepuh di Desa Catur
Rahayu , yaitu sebagai berikut:
“Tradisi macah endhog wis dadi tradisi wong Jawa Desa
Catur Rahayu, nalika ana wong sing bakal omah-omah
kanggo njalok berkah lan rido saka sing nitahake.”73
Artinya:
“Tradisi pecah telur ini sudah menjadi tradisi bagi masyarakat
Desa Catur Rahayu ketika ada orang yang akan melakukan
perkawinan. Supaya mendapat berkah, serta Ridho dari sang
73 Hasil Wawancara Bapak Toher ( 21 Agustus 2018, Jam 20.00 WIB )
48
pencipta, agar keselamatan, perlindungan dan kelancaran untuk
keluarga baru yang akan dibina.”
Tradisi itu kian berkelanjut dan masih dibudayakan oleh masyarakat
Desa Catur Rahayu hingga saat ini. Salah satu faktor yang menyebabkanya
adalah identitas (ciri atau tanda yang melekat pada diri seorang individu
yang menjadi ciri khasnnya) yang dimiliki oleh warga Jawa tersebut.
Dengan dijadikannya sebagai identitas tersebut masyarakat Desa Catur
Rahayu lebih tertolong dalam melakukan kegiatan tradisi tersebut sehingga
bisa sampai saat ini tradisi tersebut bertahan.
Hal ini dapat dilihat dari pernyataan sebagai berikut:
“Telur seng wes pecah dadi tradisi rakyat Desa Catur Rahayu
. Utamane kanggo wong Jowo, tradisi seng bobolake endogh
kude rampung. Amorgo iki minongko ciri masyarakat Jowo
seng ono eng Desa Catur Rahayu naliko ono wong seng bakal
bojo. Amargo ora kabeh wong Tanjung Jabung Wetan
ngendakake tradisi iki nangeng eng Desa Catur Rahayu iseh
ngendakake. Iki seng membedak ake antara wong Jowo ambi
wong Melayu (rakyat lokal ngarani wong dusun).”74
Artinya :
“Pecah Telur itu sudah menjadi tradisi masyarakat Desa Catur
Rahayu. Terutama bagi masyarakat Jawa, tradisi Pecah Telur
ini pasti dilakukan. Sebab memang ini menjadi ciri khas
74 Hasil Wawancara Mbak Sri ( 22 Agustus 2018, Jam 13.30 WIB )
49
masyarakat Jawa yang ada di Desa Catur Rahayu ketika ada
orang yang akan menikah. Karena tidak semua masyarakat
Tanjung Jabung Timur melakukan tradisi ini tetapi di Desa
Catur Rahayu masih tetap melakukanya. Hal inilah yang
membedakan antara warga suku Jawa dan warga suku Melayu
(masyarakat setempat menyebut dengan orang dusun).”
Oleh karena itu tradisi Pecah Telur masih sangat dipertahankan
masyarakat Desa Catur Rahayu khususnya suku Jawa, karena sudah menjadi
kebiasaan dan kepercayaan pada tradisi mereka sejak berpuluh-puluh tahun
lamanya dan masih ada pengaruhnya sampai saat ini memiliki makna
kabaikan dari sang kuasa bagi si pengantin. Berdasarkan penjelasan
tersebut, maka tradisi ini harus dilestarikan, sebab tradisi ini merupakan
akulturasi antara budaya asli setempat dan Islam, sehingga mereka
beranggapan bahwa tradisi Pecah Telur itu adalah sebuah kebiasaan yang
sudah mendarah daging dan akan selalu melaksanakanya sebagai bentuk
rasa syukur orang tua kepada Allah SWT karena telah menikahkan anak-
anaknya.75
3. Sarana Untuk Mempererat Silaturahmi Masyarakat Desa Catur
Rahayu
Pada dasarnya tradisi Pecah Telur ini dilakukan karena untuk
mempererat tali silaturahmi antar kerabat. Bahkan tidak hanya sampai
disitu, tradisi Pecah Telur juga bida dijadikan sebagai suatu moment
75 Hasil Wawancara Mbah Sias ( 23 Agustus 2018, Jam 10.30 WIB )
50
keakraban. Sebelum acara mulai atau dinamakan rewang (membantu
pekerjaan dirumah pengantin) ataupun saat tradisi Pecah Telur inilah antara
tetangga yang satu dan tetangga yang lain saling bertemu dan berkumpul.
Bahkan dari tetangga ataupun keluarga jauh yang jarang bertemu sekalipun
pada saat tradisi pecah telur inilah moment emas bisa mempertemukan
mereka untuk sekedar menyapa dan bercerita tentang kehidupan mereka.76
“Wong kae iso ketemu neng gon iki ambi rasakne hidangane
seng wes di sediakne ambi nak enek hiburane seng disediakne,
ambi ngumpul-ngumpul seng hal iki jarang dilakokne.
Opomeneh nak ngumpul bengi pas wong kae begadang sak
urunge dino sesok acara biasane seng ngelakokne wong-wong
tuo. Iku kan hal seng jarang di lakokne. La kui, karo enek
acara iki kan, sekabehane iso ngelakoni sareng-sareng.”
Artinya:
“Mereka bisa bertemu di tempat ini sambil menikmati
hidangan yang sudah di sediakan dan jikalau ada hiburan yang
di sediakan, serta ngumpul-ngumpul yang hal ini jarang di
lakukan. Apalagi kalau ngumpul malem saat mereka begadang
sebelum hari esok acara biasanya yang melakukan orang-orang
tua. Itukan sesuatu hal yang jarang di lakukan. Nah, dengan
76 Hasil Wawancara Mbah Goprak ( 23 Agustus 2018, Jam 13.30 WIB )
51
adanya acara ini kan, kita semua bisa melakukan bersama-
sama.”77
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka inilah yang menjadi alasan
masyarakat mengapa masih mempertahankan tradisi Pecah Telur hingga
sampai saat ini. Karena ternyata tradisi ini mempunyai peranan yang begitu
penting bagi warga Desa Catur Rahayu.
C. Makna Simbolis Yang Terkandung Pada Tradisi Pecah Telur
Dalam Prosesi perkawinan
Perkembangan dunia teknologi informasi yang demikian pesatnya
telah membuka baru bagi masyarakat untuk memperoleh informasi secara
mudah. Sekat-sekat informasi dengan sendirinya menghilang oleh inisiatif
kuat individu yang ingin mengetahui lebih jauh apa yang terjadi di
sekitarnya. Setiap orang memiliki akses terhadap sumber informasi
dimanapun di dunia ini. Konsekuensinya, masyarakat menjadi kritis dan
tanggap terhadap hal yang berkembang.78
Di era globalisasi dewasa ini, ilmu pengetahuan dan teknologi
berkembang dengan sangat pesat tanpa mengindahkan lagi batas-batas
Negara dan Bangsa. Kemajuan tersebut membawa pengaruh semakin mudah
terjadinya hubungan antar sesama manusia, antar suku bangsa dan antar
Negara dalam segala aspek kehidupan. Interaksi yang terjadi antara individu
yang berbeda suku Bangsa dan Negara dalam berbagai bidang akan
melahirkan suatu pola pikir baru yang dipengaruhi oleh budaya luar.
77 Hasil Wawancara Bibi Omat Selaku Masyarakat (23 Agustus 2018, Jam 15.30)
78
Hasil Wawancara Mbah Goprak ( 25 Agustus 2018, Jam 10.30 WIB )
52
Kemajuan disegala bidang teknologi ini telah sampai hingga
keplosok desa, termasuklah di Desa Catur Rahayu yang merupakan wilayah
hukum Kecamatan Dendang Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Namun
kemajuan teknologi tersebut tidak mengubah pola pikir masyarakat dalam
dalam memaknai budaya lokal.79
Tradisi Pecah Telur merupakan salah satu hasil budaya peninggalan
nenek moyang masyarakat Desa Catur Rahayu. Tradisi yang dilakukan saat
upacara pernikahan adat Jawa. Dapat dilihat dari zaman yang sudah mulai
berkembang saat ini tradisi Pecah Telur di Desa Catur Rahayu masih
menggunakan upacara Jawa orang dahulu.80
Adapun di dalam tradisi Pecah Telur ini mempunyai makna simbolis
sebagai berikut 81
:
1. Telur
Telur ini memiliki bentuk oval, dimana suatu pernikahan
dalam adat Jawa salah satunya yaitu tradisi pecah telur yang mana salah
satu persyaratanya harus menggunakan telur. Telur yang digunakan
haruslah menggunakan telur kampung jika tidak menggunakan pasti ada
akibatnya. Jika dikaitkan dalam pernikahan telur mempunyai makna yaitu
sebagai pelambang permulaan seperti pada ayam yang berasal dari telur.
Begitu juga keluarga muda ini diibaratkan sebagai telur dan diharapkan
menghasilkan generasi penerus yang berkualitas. Telur juga
79 Hasil Wawancara Ibu Sias (27 Agustus 2018, Jam 16.00 WIB)
80
Hasil Wawancara Mbah Nyias ( 26 Agustus 2018, Jam 10.30 WIB )
81
Hasil Wawancara Mbah Sapurah ( 26 Agustus 2018, Jam 14.30 WIB )
53
melambangkan keperawanan yang belum tersentuh dari seorang
perempuan.82
2. Laki-Laki Menginjak Telur
Melambangkan bahwa laki-laki yang telah menikahi
perempuan secara sah menurut agama maka sang suamilah yang berhak
memecah keperawanan istrinya karena sang suamilah yang menikahi
perempuan tersebut bukan orang lain.83
3. Menginjak Telur Tanpa Alas Kaki
Melambangkan bahwa sang laki-laki yang akan memberikan
nafkah/pengidupan bagi keluarganya dengan penuh tanggung jawab. Hal
ini juga melambangkan pemberian bibit dari pihak laki-laki kepada
perempuan yang nanti akan menjadi generasi penerus/ anak-anak. Dalam
hal ini juga melambangkan bahwa dalam menghidupi rumah tangga tidak
82 Hasil Wawancara Nenek Surti (26 Agustus 2018, Jam 10.00 WIB)
83
Hasil Wawancara Mbah Nyias (24 Agustua 2018, Jam 09.00 WIB)
54
merengek-rengek pada bantuan orang lain karena memecahkan telur
dengan kaki telanjang juga tidak mudah dan membutuhkan usaha lebih.
Hal ini seperti dalam kehidupan nyata bahwa dalam menghidupi keluarga
pasti tidak mudah dan akan merasakan sakit, lelah, dan sabagainya.84
4. Perempuan Membersihkan Telur
Seorang perempuan harus mengabdi dengan tulus ikhlas
kepada suaminya. Istri juga harus menjadi penyejuk rumah tangga.
Apabila setelah suami pulang kerja harus selalu menyediakan pelayanan
yang terbaik.85
5. Uang Logam
Uang logam memiliki ukuran yang berbeda-beda jika uang
nilainya besar ukuranya pasti besar dan sebaliknya jika uang nilainya kecil
pasti ukuranya pun kecil,Warna dari uang tersebut pun berbeda-beda
84 Hasil Wawancara Mbah Rukiyem (26 Agustus 2018, Jam 11.00 WIB)
85
Hasil Wawancara Mbah Sias (24 Agustus 2018, Jam 10.30 WIB)
55
Tetapi, bentuk dari uang tersebut sama yaitu bulat. Sebagaimana halnya
dikaitkan dengan pernikahan mempunyai Makna yang terkandung di
dalamnya adalah mempelai pria bertanggung jawab memberi nafkah pada
keluarga dan yang lebih dalam dari ritual ini adalah menebar nasihat
kepada kedua mempelai sebelum memasuki bahtera rumah tangga.86
6. Bunga Setaman
Bunga memiliki beberapa bagian bentuk yang berbeda-beda
maupun ukuranya dan warnanya. Bunga ini dalam suatu pernikahan
mempunyai makna yang terkandung di dalamnya adalah bunga
melambangkan keharuman cita-cita mengarungi bahtera rumah tangga.87
7. Beras Kuning
Tradisi beras kuning sebuah tradisi purba yang dikenal adalah
taburan beras kuning untuk berbagai upacara dari kejadian manusia dalam
kandungan dan masa kelahiran hingga kematian. Di India juga menganut
ajaran hindu dikenal dengan upacara purim dan holi ketika musim semi
sebagai tanda kemenangan atas kejahatan dengan menggunakan beras
kuning sebagai simbol kesuburan begitu pula bangsa Yahudi yang
memiliki kebiasaan menaburkan beras kuning pada pengantin dengan
harapan bahwa mempelai akan subur dan produktif.88
Umumnya beras kuning ditaburkan pada acara pernikahan
pada saat calon pengantin pria tiba dirumah dan calon pengantin wanita
didepanpintu masuk seseorang yang dituakan atau penghulu
86 Hasil Wawancara Nenek Siti (27 Agustus 2018, Jam 10.00 WIB)
87
Hasil Wawancara Mbah Sapurah (24 Agustus 2018, Jam 13.00 WIB)
88
Hasil Wawancara Mbah Goprak (27 Agustus 2018, Jam 13.30 WIB)
56
disambutdengan menaburkan beras kuning diiringi dengan ucapan
shalawat kepada Nabi SAW. Simbol beras kuning dimaknai sebagai
lambang kemakmuran dan rezeki juga beras kuning menunjukkan rasa
manis atau gurih yang melambangkan bagaimana kehidupan pengantin
akan menjadi kebanggaan dan kesayangan keluarga.
57
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab
sebelumnya, berikut ini akan dikemukakan beberapa kesimpulan yang
sekaligus menjawab permasalahan yang menjadi pokok kajian penelitian ini.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pecah Telur merupakan salah satu tradisi yang saat ini masih
berkembang di Desa Catur Rahayu Kecamatan Dendang Kabupaten
Tanjung Jabung Timur. Tradisi ini bermula masyarakat pertama kali
didatangkan dengan dari daerah Kabumen dan Magelang Provinsi
Jawa Tengah sebanyak 49 KK (Kepala Keluarga). Setelah itu
dilakukan lagi penambahan pada tahun 1969 sebanyak 200 KK yang
berasal dari Provinsi Jawa Timur (Malang, Madiun, Kediri), Provinsi
Jawa Tengah (Purwodadi), dan Provinsis Jawa Barat (Sumedang,
Ciamis, Bogor, dan Bandung). Tradisi ini dilakukan oleh
masyarakat Jawa ketika seseorang akan melaksanakan hajat
pernikahan. Maka, dalam pernikahan ini diadakan tradisi pecah
telur. Hal ini bertujuan agar hidup kedua mempelai dapat menjadi
keluarga yang bahagia, menjadi keluarga yang bertanggung jawab,
diberkahi, saling menghormati serta selamat dunia dan akhirat.
2. Adapun yang membedakan proses Pecah Telur yang ada di Desa
Catur Rahayu Kabupaten Tanjung Jabung Timur dengan yang ada
58
didaerah lain adalah bahwa prosesi yang ada di Desa Catur Rahayu
memiliki khas tersendiri yaitu harus menggunakan ayam telur
kampung(telur yang menetas dari ayam). Dalam prosesi Pecah Telur
mempuunyai 3 tahap yaitu: tahap persiapan, tahap pelaksanaan
Pecah Telur dan penutup. Dimana pada tahap persiapan disini tuan
rumah menyiapkan berbagai macam peralatan dan juga bahan-bahan
yang diperlukan untuk melaksanakan prosesi seperti baskom dan
seisinya dan kain jarik beserta bahan lainya. Sedangkan tahap
pelaksanaan Pecah Telur yaitu dimana semua persiapan sudah
lengkap dan memasuki acara Pecah Telur yaitu pengantin laki-laki
dan perempuan sudah melaksanakan akad dan temu ngantin setelah
itulah melaksanakan tradisi Pecah Telur. Setelah itu penutup yaitu
pengantin melakukan dulangan atau menyuapi sampai sungkeman.
3. Beberapa faktor masyarakat Desa Catur Rahayu masih melakukan
tradisi Pecah Telur ini yaitu: yang pertama, Penghormatan Terhadap
Nenek Moyang. Kedua, Identitas Budaya Lokal, dan yang
ketiga,Sarana Untuk Mempererat Silaturahmi Masyarakat Desa
Catur Rahayu.
4. Beberapa makna simbolis yang terkandung pada tradisi Pecah Telur
dalam prosesi perkawinan yaitu menjelaskan makna simbolis yang
terkandung dalam bahan atau peralatan yang digunakan dalam
prosesi Pecah Telur.
59
B. Saran
Setelah selesai dan mengungkapkan tentang tradisi Pecah Telur
dalam pernikahan Adat Jawa di Desa Catur Rahayu ini, setidaknya sedikit
atau banyaknya kita dapat mengambil pelajaran bahwa tradisi ini merupakan
tradisi yang bersifat positif. Karena masyarakat menyakini bahwa
perlindungan dan pertolongan Allah benar-benar ada dalam setiap do’a
yang dilantunkan dalam Pecah Telur pelaksaan tradisi Pecah Telur ini
merupakan salah satu bentuk pelestarian budaya nenek moyang atau leluhur
mereka. Oleh karena itu disini penulis ingin memberikan beberapa masukan
atau saran terhadap masyarakat Desa Catur Rahayu dalam mengembangkan
nilai-nilai budaya lokal, yaitu:
1. Pemerintah setempat hendaknya agar dapat lebih melestarikan tradisi
Pecah Telur, karena dalam tradisi Pecah Telur terdapat nilai-nilai
pendidikan dan nilai-nilai kebudayaan.
2. Bagi dinas kebudayaan peran sertanya dalam membina dan menjaga
serta melestarikan budaya Jawa. Karena hal ini dapat dijadikan ciri
khas budaya setempat.
C. Kata Penutup
Dalam mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia serta hidayahnya kepada penulis berupa
kesehatan rohani dan jasmani kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
60
Dalam penulisan skripsi ini tentunya masih banyak sekali terdapat
kekeliruan, baik dalam segi penulisan, pengutipan, dan sebagainya. Oleh
karena itu, disini penulis dengan segala kerendahan hati mengharapkan
kritik ataupun saran yang sifatnya membangun dari semua pihak demi
menyempurnakan skripsi ini.
Tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dan berpartisipasi dalam menyelesaikan skripsi
ini. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan keberkahan, petunjuk serta
rahmat nya kepada kita semua dalam setiap langkah. Semoga skripsi ini
bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Amin ya robbal’alamin.
Jambi, 31 November 2018
Penulis
Siti Komariah
AS.140413
61
DAFTAR PUSTAKA
Agus, Bustanudin , Agama Dalam Kehidupan Manusia, (Jakarta: Grapido
Persada, 2006)
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010)
Endaswara, Suwardi, Metodologi Penelitian Kebudayaan, (Yogyakarta: Gagja
Mada Univercity Press, 2006)
Faisal Sanafiah, Format-Format Penelitian Sosial, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2007)
Karen A. Foss, Stephen W. Little john, Teori Komunikasi (Theories Of Human
Communication), (Jakarta: Salemba Humanika, 2009)
Keesing, Roger M, Antropologi Budaya Suatu Perspektif Kontemporer, (Jakarta:
Erlangga, 1989)
Koentjaningrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial, (Jakarta: PT Dian
Rakyat.1992)
Koentjaningrat, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, (Jakarta: PT
Gramedia, 1984)
Koenjaraningrat, Kebudayaan Mentalis dan Pembangunan, (Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2015)
Koentjaningrat, dkk, Kamus Antropologi Budaya, (Jakarta:Progres,2003)
Koentjaningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, ( Jakarta: Percetakan PT
Gramedia, 1973)
Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi 1
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009)
Kountur, Roni, Metode Penelitian Untuk Penyusunan Skripsi dan Thesis,
(Jakarta:Buana Printing, 2009)
Moleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2005)
62
Narwoko J. Dwi, Sosiologi Teks Pengantar Dan Terapan, (Jakarta: Kencanna,
2007)
Raga Maram, Rafael , Manusia dan Kebudayaan Dalam Perspektif Ilmu Budaya
Dasar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007)
Sejarah Kerajaan Jambi Sebelum Merdeka. RI, Translate Djambi. Bewerkt door
Sugiyono prof. Dr., Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2007)
Soeskadi, Selayang Pandang Proyek Transmigrasi Provinsi Jambi(Jambi: 1980)
Spradley, James P., Metode Etnografi, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006)
Tim Penyusun Buku Pedoman Skripsi, Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas
Adab-Sastra dan Kebudayaan Islam, Jambi: IAIN STS Jambi, 2013
63
INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA
Makna Simbolis Pecah Telur Pada Prosesi Perkawinan Suku Jawa Studi
Kasus Di Desa Catur Rahayu Kecamatan Dendang Kabupaten Tanjung
Jabung Timur (Kajian Etnografi)
A. Observasi
Mengenai letak geografis lokasi penelitian Makna Simbolis Pecah
Telur Pada Prosesi Perkawinan Suku Jawa Di Desa Catur Rahayu
Kecamatan Dendang Kabupaten Tanjung Jabung Timur.
B. Wawancara
1. Bagaimana prosesi pelaksanaan tradisi Pecah Telur?
2. Apa saja yang perlu dipersiapkan dalam melaksanakan prosesi
Pecah Telur?
3. Mengapa harus melakukan tradisi Pecah Telur?
4. Mengapa masyarakat masih mempertahankan tradisi Pecah Telur?
5. Apa makna simbolis yang terkandung pada tradisi Pecah Telur?
C. Dokumentasi
1. Data tentang gambaran umum Desa Catur Rahayu?
2. Data tentang penduduk Deca Catur Rahayu?
3. Data tentang sistem pemerintahan di Kecamatan Dendang?
4. Data tentang pendidikan Desa Catur Rahayu?
5. Data tentang mata pencaharian Desa Catur Rahayu?
6. Data tentang kesehatan Desa Catur Rahayu?
7. Data tentang kondisi budaya?
.
64
DAFTAR NAMA-NAMA INFORMAN
1. Nama : Mbah Sias
Umur :50 Tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
2. Nama : Nenek Siti
Umur : 60 Tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
3. Nama : Bapak M. Rohim
Umur : 35 Tahun
Pekerjaan : Petani dan Imam Masjid
4. Nama : Bapak Marjuki
Umur : 55 Tahun
Pekerjaan : Guru dan Pengurus Masjid
5. Nama : Mbah Sapurah
Umur : 65 Tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga dan Pengurus Kebersihan Masjid.
65
6. Nama : Mbak Sri
Umur : 33 Tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga dan Guru Paud
7. Nama : Mbah Nyias
Umur : 70 Tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
8. Nama : Mbah Goprak
Umur : 75 Tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
9. Nama : Bapak Asep
Umur : 45 Tahun
Pekerjaan : Petani dan Selaku Imam Masjid
10. Nama : Bibi Omat
Umur : 33 Tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
11. Nama : Bapak Rakiban
Umur : 50 Tahun
Pekerjaan : Pedagang dan Sebagai Rt
66
LAMPIRAN : Pelaksanaan Prosesi Pecah Telur di Kediaman Bapak
Kamsan
Gambar 1 Acara Temu Nganten
Gambar 2 Acara Akad Nikah
67
Gambar 3 Mempelai Laki-Laki Memecahkan Telur
Gambar 4 Mempelai Wanita Membersihkan Kaki Laki-Laki
68
Gambar 5 Dulangan atau Menyuapi
Gambar 6 Sinduran atau Gendong Manten
69
Gambar 7 Sungkeman
Gambar 8 Foto Bersama Keluarga Kedua Mempelai
70
Gambar 9 Foto bersama Pengantin
71
72
P