managemen operasi

24
TUGAS MANAGEMEN OPERASI PEMBAHASAN : MANAGEMEN RANTAI PASOKAN PENYUSUNAN JADWAL KERJA SISTEM TEPAT WAKTU ( JIT ) PERENCANAAN AGREGAT Disusun Oleh : NAMA : SARISA NIM : 1421161 Tahun Ajaran 2016 STIE Pelita Indonesia, Pekanbaru

Upload: xiaotianz-sarisa

Post on 13-Apr-2017

225 views

Category:

Education


1 download

TRANSCRIPT

TUGAS MANAGEMEN OPERASI

PEMBAHASAN :

MANAGEMEN RANTAI PASOKAN

PENYUSUNAN JADWAL KERJA

SISTEM TEPAT WAKTU ( JIT )

PERENCANAAN AGREGAT

Disusun Oleh : NAMA : SARISA

NIM : 1421161

Tahun Ajaran 2016

STIE Pelita Indonesia, Pekanbaru

MANAJEMEN RANTAI PASOKAN (SUPPLY CHAIN MANAGEMENT-SCM)

Definisi Supply Chain Management

Supply Chain Management (SCM) menekankan pada pola terpadu menyangkut proses aliran produk dari supplier, manufaktur, retailer hingga pada konsumen akhir. Dalam konsep SCM rangkaian aktivitas antara supplier hingga konsumen akhir adalah dalam satu kesatuan tanpa sekat yang besar. Mekanisme informasi antara berbagai komponen tersebut berlangsung secara transparan.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Supply Chain Management (SCM) adalah suatu konsep yang menyangkut pola pendistribusian produk yang mampu menggantikan pola-pola pendistribusian produk secara tradisional. Pola baru ini menyangkut aktivitas pendistribusian, jadwal produksi, dan logistik.

Dari 2 definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa fokus utama dari SCM adalah sinkronisasi proses untuk kepuasan pelanggan. Semua supply chain pada hakekatnya memperebutkan pelanggan dari produk atau jasa yang ditawarkan. Semua pihak yang berada dalam satu rantai supply chain harus bekerja sama satu dengan lainnya semaksimal mungkin untuk meningkatkan pelayanan dengan harga murah, berkualitas, dan tepat pengirimannya.

SCM diperlukan oleh perusahaan yang sudah mengarah pada pengelolaan dengan sistem just in time, karena konsep just in time sangat menekankan ketepatan waktu kedatangan material dari pemasok sampai ke tangan konsumen sesuai dengan yang ditetapkan. Artinya, kedisiplinan dan komitmen seluruh mata rantai harus benar-benar dilaksanakan, sehingga apabila terjadi penyimpangan pada salah satu mata rantai saja, maka akan mengganggu pasokan material secara keseluruhan dan menghambat kelancaran tugas dari mata rantai yang lain, karena tidak adanya persediaan. Konsep Manajemen Rantai Pasokan Manajemen Rantai Pasokan (SCM) muncul pada 1980-an sebagai sesuatu yang baru, filsafat integratif untuk mengelola total aliran barang dari pemasok ke pengguna akhir dan berkembang mempertimbangkan integrasi proses bisnis yang luas sepanjang rantai suplai. Keith Oliver menciptakan istilah "manajemen rantai pasokan" pada 1982, mengembangkan proses inventarisasi manajemen terpadu untuk neraca perdagangan antara persediaan kliennya 'yang diinginkan dan tujuan layanan pelanggan. Fokus asli adalah “ manajemen dari rantai pasokan seolah-olah itu adalah entitas tunggal, bukan kelompok fungsi yang berbeda," dengan tujuan utama memperbaiki penyebaran suboptimal dari persediaan dan kapasitas yang disebabkan oleh konflik antara kelompok-kelompok fungsional dalam perusahaan (Feller, Shunk and Callarman Tom, 2006:3). Manfaat SCM 1. Kepuasan pelanggan, Konsumen atau pengguna produk merupakan target utama dari aktivitas

proses produksi setiap produk yang dihasilkan perusahaan. Konsumen atau pengguna yang dimaksud dalam konteks ini tentunya konsumen yang setia dalam jangka waktu yang panjang. Untuk menjadikan konsumen setia, maka terlebih dahulu konsumen harus puas dengan pelayanan yang disampaikan oleh perusahaan.

2. Meningkatkan pendapatan, Semakin banyak konsumen yang setia dan menjadi mitra perusahaan berarti akan turut pula meningkatkan pendapatan perusahaan, sehingga produk-produk yang dihasilkan perusahaan tidak akan ‘terbuang’ percuma, karena diminati konsumen.

3. Menurunnya biaya, Pengintegrasian aliran produk dari perusahan kepada konsumen akhir berarti pula mengurangi biaya-biaya pada jalur distribusi.

4. Pemanfaatan asset semakin tinggi. Aset terutama faktor manusia akan semakin terlatih dan terampil baik dari segi pengetahuan maupun keterampilan. Tenaga manusia akan mampu memberdayakan penggunaan teknologi tinggi sebagaimana yang dituntut dalam pelaksanaan SCM.

5. Peningkatan laba. Dengan semakin meningkatnya jumlah konsumen yang setia dan menjadi pengguna produk, pada gilirannya akan meningkatkan laba perusahaan.

6. Perusahaan semakin besar. Perusahaan yang mendapat keuntungan dari segi proses distribusi produknya lambat laun akan menjadi besar, dan tumbuh lebih kuat.

Mengukur Performa Supply Chain Management Dikatakan oleh Schroeder bahwa mengukur performa supply chain adalah langkah pertama menuju perbaikan. Sebuah tahapan awal yang perlu ditetapkan dan ditentukan untuk dapat mencapai tujuan perbaikan tersebut. Schroeder mengemukakan bahwa pada umumnya ada lima poin penting yang dapat diukur dalam performa supply chain management, yaitu (Shcroeder, 2007):

1. Pengiriman. Mengacu pada ketepatan waktu pengiriman: persentase pesanan dikirimkan secara lengkap dan tidak melewati pada tanggal yang diminta oleh pelanggan.

2. Kualitas. Ukuran langsung dari kualitas adalah kepuasan pelanggan dan dapat diukur melalui beberapa cara. Salah satunya, dapat diukur terhadap apa yang pelanggan harapkan. Pengukuran ini erat kaitannya dengan loyalitas pelanggan.

3. Waktu. Waktu pengisian total dapat dihitung langsung dari tingkat persediaan. Jika kita mengasumsikan ada tingkat penggunaan konstan dari persediaan, maka waktu dalam persediaan hanya tingkat persediaan dibagi dengan tingkat penggunaan.

4. Fleksibilitas. Fleksibilitas adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengubah volume atau bauran produk dengan persentase tertentu atau jumlah.

5. Biaya. Ada dua cara untuk mengukur biaya. Pertama, perusahaan dapat mengukur total biaya pengiriman, termasuk manufacture, distribusi, biaya persediaan tercatat, dan biaya rekening membawa piutang.

Prinsip-prinsip SCM

Anderson, Britt & Frave (1997) memberikan 7 prinsip SCM untuk membantu para manajer dalam merumuskan strategi pelaksanaan SCM, yaitu:

1. Segmentasi pelanggan berdasarkan kebutuhannya. 2. Sesuaikan jaringan logistik untuk melayani kebutuhan pelanggan yang berbeda. 3. Dengarkan signal pasar dan jadikan signal tersebut sebagai dasar dalam perencanaan

kebutuhan (demand planning) sehingga bisa menghasilkan ramalan yang konsisten dan alokasi sumber daya yang optimal.

4. Diferensiasi produk pada titik yang lebih dekat dengan konsumen dan percepat konversinya di sepanjang rantai supply.

5. Kelola sumber-sumber supply secara strategis untuk mengurangi ongkos kepemilikan dari material maupun jasa.

6. Kembangkan strategi teknologi untuk keseluruhan rantai supply yang mendukung pengambilan keputusan berhirarki serta berikan gambaran yang jelas dari aliran produk, jasa, maupun informasi.

7. Adopsi pengukuran kinerja untuk sebuah supply chain secara keseluruhan dengan maksud untuk meningkatkan pelayanan kepada konsumen akhir.

Persyaratan Penerapan SCM a) Dukungan manajemen. Manajemen semua level dari strategis sampai operasional harus

memberikan dukungan mulai dari proses perencanaan, pengorganisasian, koordinasi, pelaksanaan, sampai pengendalian.

b) Pemasok. Sebelum membangun komitmen dan melaksanakan ‘kontrak kerja’ dengan para pemasok, maka perusahaan terlebih dahulu harus melaksanakan evaluasi pemasok. Evaluasi pemasok dilakukan apabila untuk material yang sama dapat diperoleh lebih dari satu alternatif pemasok. Setidaknya ada tiga kriteria dalam melakukan evaluasi pemasok, yaitu: keadaan umum pemasok, keadaan pelayanan, dan keadaan material. Beberapa contoh indikator dari setiap kriteria evaluasi pemasok adalah sebagai berikut (Gaspersz, 2002):

1) Keadaan umum pemasok a. Ukuran atau kapasitas produksi b. Kondisi finansial c. Kondisi operasional d. Fasilitas riset dan desain e. Lokasi geografis f. Hubungan dagang antar industry

2) Keadaan Pelayanan a. Waktu penyerahan material b. Kondisi kedatangan material c. Kuantitas pemesanan yang

ditolak

d. Penanganan keluhan dari pembeli

e. Bantuan teknik yang diberikan f. Informasi harga yang diberikan

3) Keadaan material a. Kualitas material b. Keseragaman material c. Jaminan dari pemasok d. Keadaan pengepakan

(pembungkusan)

Dari ketiga kriteria tersebut, bobot (berdasarkan tingkat kepentingan) yang terbesar diberikan pada kriteria keadaan material, karena keadaan material akan mempengaruhi kinerja fungsi produksi dan operasi khususnya kualitas produk. Selanjutnya dilakukan penilaian untuk setiap indikator dan dihitung total skor-nya.

c) Distributor sebagai perantara produk perusahaan sampai ke tangan konsumen akhir. Intensitas saluran distribusi yang ideal bagi suatu perusahaan adalah bagaimana menyajikan jenis produk secara luas dalam pemuasan kebutuhan konsumen (Sitaniapessy, 2001). Satu kunci yang penting dalam mengelola saluran distribusi adalah menentukan berapa banyak saluran distribusi yang dikembangkan serta membentuk suatu pola kemitraan yang menunjang pemasaran suatu produk dalam area pemasaran tertentu.

d) Transparansi arus informasi. Untuk dapat mendukung arus informasi yang transparan dari seluruh mata rantai yang terlibat dalam SCM diperlukan komitmen (dapat dicapai melalui kemitraan dan kesepakatan) disertai dengan ketersediaan database.

Konsep database yang dimaksud dalam hal ini bukan hanya kumpulan data yang dikelola dan dikendalikan secara terpusat, melainkan data tersebut harus memenuhi lima kriteria sebagai berikut : 1. Ketersediaan, kapanpun diperlukan harus tersedia disertai dengan kemudahan akses. 2. Kemampuan dipergunakan untuk berbagi kebutuhan terkait 3. Kemampuan data untuk selalu berkembang dalam konteks yang efektif 4. Jumlah data tidak tergantung kondisi fisik penyimpan data (penyimpan data yang harus

menyesuaikan jumlah data) 5. Konsistensi dan validitas data

Tantangan Penerapan SCM 1. Lingkungan makro dan eksternal.

Inflasi Persaingan di tingkat global Perkembangan teknologi

Masalah infrastruktur (birokrasi yang rumit

2. Lingkungan mikro ( Perusahaan ) 1. Pengukuran kinerja yang tidak terdefinisikan dengan baik 2. Customer service tidak didefinisikan dengan jelas, tidak ada pengukuran terhadap kelambatan

respon dalam pelayanan, dan sebagainya. 3. Status data pengiriman yang tidak akurat dan sering terlambat. 4. Sistem informasi tidak efisien. 5. Dampak ketidakpastian diabaikan. 6. Kebijakan inventori terlalu sederhana, faktor-faktor ketidakpastian tidak diperhitungkan dalam

pembuatan kebijakan-kebijakan tersebut, kadang-kadang terlalu statis dan generik. 7. Diskriminasi terhadap internal customer. Prioritasnya rendah, service levelnya tidak terukur,

sistem insentifnya tidak tepat. 8. Koordinasi antar aktivitas suplai, produksi, dan pengiriman tidak bagus. 9. Analisis metode-metode pengiriman tidak lengkap, tidak ada pertimbangan efek persediaan

dan waktu respon. 10. Definisi ongkos-ongkos persediaan tidak tepat.

11. Ada kendala komunikasi antar organisasi. 12. Perancangan produk maupun proses tidak memperhitungkan konsep supply chain. 13. Perancangan dan operasional supply chain dibuat secara terpisah.

14. Supply chain tidak lengkap, fokusnya sering hanya pada operasi internal saja. Untuk mengatasi tantangan tersebut, terlebih dahulu perusahaan harus melakukan perbaikan dan membangun komitmen di lingkungan internal perusahaan tersebut, baru kemudian membangun kemitraan dan komitmen dengan mata rantai lain di lingkungan eksternal. Satu hal yang juga penting dalam mengatasi tantangan untuk penerapan SCM adalah mengelola informasi dalam sebuah sistem yang harus mendukung proses pengambilan keputusan di wilayah penerapan SCM.

Strategi Rantai Pasokan Terdapat lima strategi yang dapat dipilih perusahaan untuk melakukan pembelian kepada supplier yaitu adalah sebagai berikut: 1. Banyak Pemasok (Many Supplier) Strategi ini memainkan antara pemasok yang satu dengan pemasok yang lainnya dan membebankan pemasok untuk memenuhi permintaan pembeli. Para pemasok saling bersaing secara agresif. Meskipun banyak pendekatan negosiasi yang digunakan dalam strategi ini, tetapi hubungan jangka panjang bukan menjadi tujuan. Dalam pendekatan ini, tanggung jawab dibebankan pada pemasok untuk mempertahankan teknologi, keahlian, kemampuan ramalan, biaya, kualitas dan pengiriman. 2. Sedikit Pemasok (Few Supplier) Dalam strategi ini, perusahaan mengadakan hubungan jangka panjang dengan para pemasok yang komit. Karena dengan cara ini, pemasok cenderung lebih memahami sasaran-sasaran luas dari perusahaan dan konsumen akhir. Penggunaan hanya beberapa pemasok dapat menciptakan nilai denganmemungkinkan pemasok mempunyai skala ekonomis dan kurva belajar yang menghasilkan biaya transaksi dan biaya produksi yang lebih rendah. Dengan sedikit pemasok maka biaya mengganti partner besar, sehingga pemasok dan pembeli menghadapi resiko akan menjadi tawanan yang lainnya. Kinerja pemasok yang buruk merupakan salah satu resiko yang dihadapi pembeli sehingga pembeli harus memperhatikan rahasia-rahasia dagang pemasok yang berbisnis di luar bisnis bersama. 3. Vertical Integration Artinya pengembangan kemampuan memproduksi barang atau jasa yang sebelumnya dibeli, atau dengan benar-benar membeli pemasok atau distributor. Integrasi vertical dapat berupa:

o Integrasi ke belakang (Backward Integration) berarti penguasaan kepada sumber daya, misalnya Perusahaan Mobil mengakuisisi Pabrik Baja.

o Integrasi kedepan (Forward Integration) berarti penguasaan kepada konsumennya, misalnya Perusahaan Mobil mengakuisisi Dealer yang semula sebagai distributornya.

4. Kairetsu Network. Kebanyakan perusahaan manufaktur mengambil jalan tengah antara membeli dari sedikit pemasok dan integrasi vertical dengan cara misalnya mendukung secara financial pemasok melalui kepemilikan atau pinjaman. Pemasok kemudian menjadi bagian dari koalisi perusahaan yang lebih dikenal dengan kairetsu. Keanggotaannya dalam hubungan jangka panjang oleh sebab itu diharapkan dapat berfungsi sebagai mitra, menularkan keahlian tehnis dan kualitas produksi yang stabil kepada perusahaan manufaktur. Para anggota kairetsu dapat beroperasi sebagai subkontraktor rantai dari pemasok yang lebih kecil. 5. Perusahaan Maya (Virtual Company) Perusahan Maya mengandalkan berbagai hubungan pemasok untuk memberikan pelayanan pada saat diperlukan. Perusahaan maya mempunyai batasan organisasi yang tidak tetap dan bergerak sehingga memungkinkan terciptanya perusahaan yang unik agar dapat memenuhi permintaan pasar yang cenderung berubah. Hubungan yang terbentuk dapat memberikan pelayanan jasa diantaranya meliputi pembayaran gaji, pengangkatan karyawan, disain produk atau distribusinya. Hubungan bisa bersifat jangka pendek maupun jangka panjang, mitra sejati atau kolaborasi, pemasok atau subkontraktor. Apapun bentuk hubungannya diharapkan akan menghasilkan kinerja kelas dunia yang ramping. Keuntungan yang bisa diperoleh diantaranya adalah: keahlian manajemen yang

terspesialisasi, investasi modal yang renadh, fleksibilitas dan kecepatan. Hasil yang diharapkan adalah efisiensi. Tujuan Strategis Supply Chain Management Rantai pasokan bagaikan darah dari setiap organisasi bisnis karena menghubungkan pemasok, produsen, dan pelanggan akhir di jaringan yang sangat penting untuk penciptaan dan pengiriman barang dan jasa. Dalam mengelola rantai pasokan memerlukan suatu proses yaitu, proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian operasi rantai pasokan. Tujuan manajemen rantai pasokan adalah dengan menyelaraskan permintaan dan penawaran seefektif dan seefisien mungkin. Masalah-masalah utama dalam rantai pasokan terkait dengan (Stevenson, 2009): 1. Menentukan tingkat outsourcing yang tepat 2. Mengelola pembelian / pengadaan suatu barang 3. Mengelola pemasok 4. Mengelola hubungan terhadap pelanggan 5. Mengidentifikasi masalah dan merespon masalah dengan cepat 6. Mengelola risiko Sedangkan menurut I Nyoman Pujawan, supply chain memiliki tujuan strategis yang perlu dicapai untuk membuat supply chain menang atau setidaknya bertahan dalam persaingan. Untuk bisa memenangkan persaingan pasar maka supply chain harus bisa menyediakan produk yang, 1. Murah 2. Berkualitas 3. Tepat waktu 4. Bervariasi Menurut Hitt, Ireland dan Hoskisson (2001), semua tindakan yang diambil oleh perusahaan ini dimaksudkan untuk membantu perusahaan mencapai daya saing strategisnya dan menghasilkan laba di atas rata-rata. Daya saing strategis dicapai ketika sebuah perusahaan berhasil memformulasikan dan menerapkan strategi penciptaan nilai. Ketika perusahaan mengimplementasikan suatu strategi yang tidak dapat ditiru oleh perusahaan lain atau terlalu mahal untuk menirunya, perusahaan ini memiliki keunggulan persaingan bertahan atau dapat bertahan (sustained atau sustainable competitive advantage, selanjutnya disebut sebagai keunggulan persaingan). Setelah perusahaan mendapatkan daya saing strategis dan sukses mengeksploitasi keunggulan persaingannya, suatu perusahaan mampu mencapai tujuan utamanya: mendapatkan laba diatas rata-rata, yaitu kelebihan penghasilan yang diharapkan oleh seorang investor dari investasi. Perkembangan-perkembangan Terbaru dalam SCM

Agar perusahaan selalu dapat memimpin dalam berkompetisi di pasaran, cara-cara baru yang lebih inovatif perlu ditemukan atau dikembangkan. Seiring dengan menyebarnya konsep-konsep SCM di dunia industri baik industri manufaktur atau jasa. Konsep-konsep yang lebih canggih yang merupakan pengembangan dari SCM bermunculan. Konsep-konsep tersebut antara lain: 1. Just In Time (JIT), prinsip ini menekankan pada kemitraan yang erat antara perusahaan dengan

pemasoknya, dan pemasok akan memiliki wakil di perusahaan yang disuplainya. Wakil tersebut berfungsi menggantikan peran bagian pembelian di perusahaan pembeli. Atas nama perusahaan pembeli, wakil tersebut akan membuat order pembelian ke perusahaannya berdasarkan rencana produksi yang telah ditetapkan oleh perusahaan pembeli. Praktek ini memungkinkan kedua belah pihak untuk merundingkan rencana-rencana produksi maupun pembelian sehingga menguntungkan kedua belah pihak. Perusahaan pembeli akan lebih mudah menegosiasikan jadwal pengiriman karena wakil tadi sewaktu-waktu bisa ditemui di perusahaannya. Demikian pula wakil tadi akan lebih banyak memberikan masukan tentang kemampuan perusahaannya untuk memasok kebutuhan material atau bahan baku yang dibutuhkan perusahaan pembeli.

2. Vendor Managed Inventory (VMI), adalah merupakan salah satu variasi dari JIT II. Konsep ini banyak digunakan oleh para pemasok yang mensuplai bisnis retail. Selama ini pihak retail yang berkewajiban membuat order pembelian untuk menjaga kelangsungan persediaan dari setiap item yang terjual. Pada VMI kebalikannya, justru pemasoklah yang berkewajiban untuk menentukan kapan dan berapa jumlah suatu item harus dikirim ke retailnya, berdasarkan informasi tingkat penjualan dan ketersediaan stock yang ada di retail tersebut. Pada VMI pertukaran informasi yang

lancar sangat diperlukan. Pemasok akan mampu membuat keputusan yang baik, apabila informasi tingkat kebutuhan maupun tingkat persediaan yang dimiliki pihak retail bisa diakses dengan mudah.

3. Global Pipeline Management (GPM), konsep ini didasarkan pada teori kontrol di mana aliran material atau produk akan optimal bila dikontrol dari satu titik. Aliran material atau produk pada konsep GPM hendaknya dikendalikan oleh satu pihak atau chanel dalam supply chain, yang lain mengikuti dan mendukung dengan memberikan informasi yang diperlukan.

E-Business & E-Commerce SCM Yang dimaksud dengan rantai supply adalah arus material, informasi, uang dan jasa dari bahan mentah oleh pemasok melalui pabrik dan gudang sampai kepada konsumen. E-supply chain adalah rantai suplai yang dimanage secara elektronik, biasanya dengan menggunakan teknologi web. Suuply chain yang digunakan pada E-commerce terbagi menjadi tiga yaitu:

a. Upstream supply chain b. Internal supply chain

c. Downstream supply chain Manajemen supply chain digunakan dalam E-commerce untuk untuk mengkoordinasikan beberapa rekan bisnis, beberapa departemen internal perusahaan, beberapa proses bisnis, dan banyaknya pelanggan. Memanage rantai suplai dari medium menjadi besar secara manual hampir mustahil untuk dilakukan. Kebutuhan utama untuk perusahaan medium ke besar adalah berpindah kepada EC sebuah integrasi antara web dan solusi ERP/MRP/SCM. Manajemen supply chain adalah penggabungan dari teknologi untuk meningkatkan operasi dari kegiatan rantai suplai sebaik manajemen rantai suplai. Keberhasilan e-supply chain tergantung pada: 1. Kemampuan semua rekan rantai suplai untuk menunjukkan kolaborasi sebagai asset strategis.

2. Visibilitas informasi diantara keseluruhan rantai suplai. 3. Layanan kecepatan, biaya, dan konsumen. 4. Mengintegrasikan rantai suplai dengan lebih ketat.

Hubungan E-Commerce dengan SCM adalah, EC ( e- Commerce ) digunakan sebagai teknologi yang menyediakan solusi didalam rangkaian persediaan. Berikut ini adalah daftar solusi yang representatif dari E-Commerce

o Pemesanan dapat dilakukan di internet,Edi,EDI/internet,atau extranet. o Pemenuhan pesanan dapat dilakukan secara instant jika produknya dapat digitalisasikan (

software) o Pembayaran secara elektronik dapat mempercepat baik pemenuhan pesanan dan periode

pembayaran o Perdagangan kolaboratif didalam para bagian rangkaian persediaan dapat dilakukan di

berbagai tempat, berkisar dari desain produk untuk peramnalan permintaan. o Inventori dapat diminimalkan dengan memperkenalkan proses produksi berdasar permintaan

sebaik menyediakan informasi yang cepat dan akurat kepada para supplier. Peranan E-Business Supply Chain Management sangat besar, selain untuk mengatur rantai

pasokan, juga untuk bersaing dengan competitor yang pada akhirnya akan meningkatkan penjualan dan pendapatan perusahaan tersebut. E-Business Supply Chain Management yang handal sangat dibutuhkan oleh perusahaan yang mempunyai market place yang sangat luas untuk itu dibutuhkan sumber daya dan infrastruktur yang handal.

Dampak adanya E - Business dalam SCM adalah meluasnya fasilitas dalam komunikasi dalam

organisasi serta mengurangi waktu proses dan berkembangnya kerja sama. E - Business menyediakan kesempatan bagi sebuah organisasi untuk meluaskan pasar mereka ke seluruh dunia sehingga dapat menaikan tingkat permintaan dalam penggunaan barang atau jasa. Hal ini membutuhkan SCM yang efektif salah satunya dengan menerapkan dan Enterprise Rosource Planning (ERP). Tren saat ini dalam proses bisnis adalah e-business yang diterapkan dalam proses Business-to-Consumen (B2C), Business-to-Businnes(B2B) dan Costumer-to-Costumer(C2C). Dalam meningkatkan proses komunikasi antara supplier dan costumer sangat diperlukan penggunaan internet, web, dan sebagainya.

PENYUSUNAN JADWAL KERJA Definisi Penjadwalan Kerja Penjadwalan merupakan pengaturan waktu dari suatu kegiatan operasi. Penjadwalan mencakup kegiatan mengalokasikan fasilitas, peralatan ataupun tenaga kerja bagi suatu kegiatan operasi dan menentukan urutan pelaksanaan kegiatan operasi. Dalam hierarki pengambilan keputusan, penjadwalan merupakan langkah terakhir sebelum dimulainya operasi. Tujuan penjadwalan untuk meminimalkan waktu proses, waktu tunggu langganan, dan tingkat persediaan, serta penggunaan yang efisien dari fasilitas, tenaga kerja, dan peralatan. Penjadwalan didefinisikan sebagai pengaturan waktu dari suatu kegiatan yang mencakup kegiatan mengalokasikan fasilitas, peralatan atau tenaga kerja bagi suatu kegiatan operasi dan menentukan urutan pelaksanaan kegiatan operasi. Penjawalan juga dapat diartikan sebagai proses pengalokasian sumber-sumber guna melaksanakan sekumpulan tugas dalam jangka waktu tertentu. Berbagai teknik dapat diterapkan untuk penjadwalan. Teknik yang digunakan tergantung dari volume produksi, variasi produk, keadaan operasi, dan kompleksitas dari pekerjaan sendiri dan pengendalian yang diperlukan selama proses. Beberapa teknik yang sering digunakan antara lain Gantt Chart, metode penugasan dan metode Johnson. Kebanyakan perusahaan menyelesaikan pekerjaan secara bersamaan, karena itu perlu menggabungkan beberapa jadwal kerja. Penggabungan ini dimungkinkan apabila tanggal penyerahan atau selesai untuk setiap pekerjaan dapat diketahui dan seluruh penggabungan tersebut akan dilaksanakan oleh setiap bagian proses sepanjang periode yang direncanakan. Proses penggabungan ini disebut Penjadwalan ( scheduling ) dan hasilnya secara sederhana disebut jadwal ( schedule ) atau jadwal produksi ( production schedule ) secara keseluruhan. Salah satu kunci keberhasilan dalam meningkatkan efisiensi dalam unit operasi adalah kemampuan untuk menyusun jadwal secara efektif. Namun dalam menyusun jadwal secara efektif terdapat beberapa kesulitan, yaitu : 1.kesulitan dalam mengidentifikasi tujuan dari jadwal yang sedang dilaksanakan 2.jumlah yang sangat besar dari jadwal yang mungkin Untuk mengurangi masalah yang timbul dari penjadwalan dapat dilakukan cara sebagai berikut : a.mengurangi jumlah variasi produk b.mengurangi jumlah variasi komponen c.melaksanakan perluasan kerja d.mengadakan sub kontrak e.mengurangi unit organisasi f.meningkatkan disiplin kerja g.lokasi kerja dekat dengan daerah pemasaran Metode Penjadwalan Beberapa metode yang yang dapat digunakan dalam menyusun jadwal adalah sebagai berikut : Metode Jalur Kritis ( critical path method ). Metode ini lebih cocok untuk penjadwalan pekerjaan proyek yang memiliki kegiatan awal dan kegiatan akhir. Pendekatan cabang dan batas ( branch and bound approach ). Metode ini banyak digunakan untuk membuat jadwal produksi kelompok dan disajikan dalam bentuk pohon dengan cabang – cabangnya. Lini keseimbangan ( line of balancing ). Metode ini efektif digunakan untuk pembuatan jadwal proyek atau jadwal produksi untuk unit tunggal yang menggunakan system rakitan, seperti pembuatan kursi jok. Metode Perencanaan Kebutuhan Bahan (material requirement planning / MRP ). Metode ini telah banyak digunakan dalam penyelesaian proyek industri, mulai dari pembangunan rumah sederhana hingga gedung pencakar langit. Metode Tepat Waktu ( just in time / JIT ). Metode ini merupakan system produksi yang dikembangkan oleh Jepang dan terbukti berhasil untuk pekerjaan produksi massa dan berulang dengan pengendalian yang lebih ketat. Metode Teknologi yang dioptimalkan ( optimized production technology / OPT ). Metode ini merupakan metode yang relatif baru dan didukung oleh perangkat lunak komputer.

Fungsi Penjadwalan Penjadwalan produksi memiliki beberapa fungsi dalam sistem produksi, aktifitas fungsi tersebut:

1. Loading (pembebanan) bertujuan mengkompromikan antara kebutuhan yang diminta dengan kapasitas untuk mementukan fasilitas, operator dan peralatan.

2. Sequencing (Penentuan urutan) bertujuan membuat prioritas urutan pengerjaan dalam pemrosesan order-order yang masuk.

3. Dispathing, pemberian perintah-perintah kerja ketiap mesin atau fasilitas lainnya. 4. Pengendalian kinerja penjadwalan 5. Updating schedule, pelaksanan jadwal selalu ada masalah baru yang berbeda dalam proses

pembuatan jadwal. Parameter Pembatas Kapasitas Input tersebut harus dilengkapi dengan parameter pembatas kapasitas, yaitu:

1) Teknologi pemrosesan (urutan aktifitas) 2) Limit Kapasitas (kapasitas normal dan kemampuan maksimal) 3) Rencana Agregrat untuk Persediaan , Jumlah tenaga kerja, Batasan lembur, subkontrak,dll. 4) Kebutuhan pemeliharaan 5) Kelayakan dan jumlah persediaan antar tingkat

Variabel Keputusan Variabel keputusan dalam penjadwalan produksi dalam penyiapan, pengendalian, updating jadwal memuat :

1. Kuantitas pasti dari tenaga kerjayang digunakan harian. 2. Setting adjustable tingkat produksi aktual untuk overtime dan undertime. 3. Alokasi spesifik dari permintan ke sumber daya (tenaga kerja, mesin, dll) 4. Urutan, time phasing, dari pesanan sampai unit produksi.

Macam Penjadwalan Produksi Macam Penjadwalan Produksi terdapat dua macam tipe produksi yaitu :

1) Job shop adalah proses pengurutan untuk lintasan produk yang tidak beraturan. Secara umum penjadwalan job shop dikenal dengan sekumpulan mesin-mesin dan sekumpulan pekerjaan yang akan dijadwalkan.

2) Flow shop adalah proses penentuan urutan pekerjaan yang memiliki lintasan produk yang sama. Model flow shop operasi dari suatu pekerjaan hanya dapat bergerak satu arah yaitu dari proses awal sampai dengan proses akhir, diantara proses-proses tersebut tidak memungkinkan untuk kembali ke proses sebelumnya

Sedangkan metode penjadwalan sendiri dibagi menjadi 2 yaitu: 1. Metode CDS adalah sebuah cara heuristic yang memakai aturan johson dan menghasilkan

beberapa jadwal yang dapat dipilih sebagai alternatif. 2. Metode SPT adalah urutan pekerjaan dipilih berdasarkan waktu proses yang paling

singkat. Penjadwalan Proyek Skedul membantu manajer untuk menggunakan sumber-sumber secara efektif dan untuk memonitor kemajuan dan mengambil tindakan korektif yang diperlukan. berikut ini beberapa alat atau metode yang dapat digunakan dalam manajemen proyek, yakni

1. Gantt Chart, Bagan ini pertama kali dikembangkan oleh HL Gantt untuk mengatasi masalah pengawasan produksi. bagan ini kemudian menjadi dasar digunakannya teknik analisis jaringan kerja seperti CPM (Ctitical Path Method) dan PERT (Project Evaluation Review Technique). Gantt menggunakan apa yang disebut sebagai Gantt Milestone Chart yang merupakan peta yang menggambarkan pekerjaan yang harus dilaksanakan atau bagan yang menunjukkan saling hubungan yang terdapat antara semua tahapan atau tingkat pekerjaan. Sumbu datar dari bagan Gantt menunjukkan skala waktu. Sedang segi empat dalam bagan menunjukkan kegiatan yang harus dilakukan, lama kegiatan ditunjukkan dengan panjang segi empat.

Lingkaran pada segi empat menunjukkan keadaan ingkat tertentu dari keseluruhan pekerjaan. Contoh 01 Gantt Chart

Contoh 02 Membuat Gantt Chart Misalkan setelah identifikasi kegiatan dan setiap kegiatan telah dianalisis urut-urutannya, diperoleh informasi sebagai berikut:

Pembahasan: Skedul Proyek dengan metode Gantt Chart adalah sbb:

2. Critical Path Method (CPM). Istilah-Istilah Dalam PERT dan CPM Sebelum membicarakan lebih jauh tentang metode Gantt Chart, CPM dan PERT, terlebih dulu diberikan beberapa istilah penting yang sering digunakan dalam metode tersebut:

o Earliest Start Time (ES) waktu paling cepat suatu kegiatan dapat dimulai tanpa menghambat selesainya pekerjaan.

o Latest Start Time (LS) waktu paling lambat suatu kegiatan dapat dimulai tanpa menghambat selesainya pekerjaan.

o Earliest Finish Time (EF) yaitu waktu paling awal/cepat suatu kegiatan dapat diselesaikan tanpa menghambat penyelesaian pekerjaan, dihitung dengan cara EF = ES + waktu yang diharap.Latest Finish Time (LF) yaitu waktu paling lambat suatu kegiatan dapat diselesaikan tanpa menghambat penyelesaian pekerjaan, dihitung dengan cara LF = LS - waktu yang diharap.

o Jalur Kritis (Critical Path) adalah jalur terpanjang pada jaringan proyek sedang waktunya adalah waktu minimal yang diharap untuk penyelesaian seluruh proyek.

o Slack Time adalah waktu suatu kegiatan dapat ditunda pengerjaannya tanpa menunda penyelesaian proyek. Slack Time dihitung dengan cara sebagai berikut: Slack = LS peritiwa akhir - Waktu yang diharap - ES peristiwa awal

o Slack Bebas (Free Slack Time) adalah waktu suatu kegiatan dapat tidak dikerjakan tanpa menggangu atau menunda ES kegiatan follower.

o Kegiatan kritis adalah kegiatan yang slack timenya sama dengan nol. o Peristiwa Kritis adalah peristiwa yang LS = ES

Pendekatan Penggambaran CPM dan PERT

1. AON - Activity On Node (kegiatan digambarkan sebagai Lingkaran

2. AOA - Kegiatan digambarkan sebagai anak panah

Keterangan: A : nama kegiatan (0 , 4) : angka pertama menunjukkan ES dan angka kedua menunjukkan EF 4 : waktu yang diperlukan untuk mengerjakan kegiatan A 1 dan 2 : peristiwa nomor satu dan peristiwa nomor dua, atau peristiwa awal dan peristiwa

akhir dari kegiatan A, Ketentuan Membuat Network CPM Dan PERT

Aturan Menghitung Waktu ES (Earliest Start Time Rule), yaitu bahwa ES dari suatu kegiatan yang arah panahnya meninggalkan lingkaran peristiwa (node) tertentu sama dengan nilai EF terbesar dari semua kegiatan yang arah panahnya menuju pada lingkaran peristiwa tersebut.

Forward Pass adalah cara menentukan ES dan EF dari setiap kegiatan dengan cara menghitung dari peristiwa awal sampai peristiwa terakhir dari seluruh proyek

Aturan Menghitung Waktu LF suatu kegiatan yang arah panahnya menuju lingkaran peristiwa (node) tertentu sama dengan nilai terkecil LS dari semua kegiatan yang arah panahnya meninggalkan lingkaran peristiwa tersebut.

Backward Pass adalah cara menentukan FS dan LF dari setiap kegiatan dengan cara menghitungnya dari belakang ke depan yakni dari peristiwa akhir proyek ke perisitiwa awal.

Taksiran Waktu Normal adalah taksiran waktu yang digunakan dalam CPM yang pengertiannya seperti taksiran waktu yang paling mungkin dalam PERT.

Biaya normal adalah biaya yang ditanggung kalau proyek diselesaikan dalam waktu normal. Taksiran Waktu Dipercepat adalah waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan proyek apabila tidak ada biaya yang dipertimbangkan dalam mengurangi waktu penyelesaian proyek.

Biaya Percepatan adalah biaya yang ditanggung apabila proyek diselesaikan dengan waktu yang dipercepat.

Skedul Kegiatan Normal adalah diagram network yang dihasilkan dari penggunaan waktu dan biaya normal untuk setiap kegiatan.

Skedul Kegiatan Dipercepat adalah diagram network yang dihasilkan dari penggunaan waktu dan biaya dipercepat untuk kegiatan-kegiatan dalam proyek.

Pada Critical Path Method - CPM, untuk setiap kegiatan dalam seluruh proyek digunakan perkiraan waktu normal dan perkiraan biaya normal. Selanjutnya digunakan pula perkiraan waktu cepat dan biaya pencepatan. dalam perhitungan biaya pencepatan diasumsikan bahwa fungsi biaya adalah

linier terhadap waktu. Selanjutnya untuk proses pencepatan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

o Membuat diagram network atas dasar waktu normal dan hitunglah biaya pencepatan setiap kegiatan.

o Percepatlah waktu penyelesaian proyek dengan mengutamakan kegiatan kritis yang memiliki biaya percepatan per satuan waktu yang paling kecil. Jika pada langkah kedua ini tidak dapat lagi dipercepat, berarti telah ditemukan biaya minimum pencepatan proyek, maka proses berhenti.

o Susun kembali network yang baru dengan menggunakan waktu kegiatan yang dipercepat dan kembali ke langkah ke dua.

o Total biaya Minimum Pencepatan dihitung dengan cara menjumlahkan Total biaya skedul normal dengan total biaya pencepatan.

3. Project Evaluation And Review Technique (PERT) Dalam kenyataannya suatu proyek mempunyai waktu pengerjaan yang sulit untuk dapat diperkirakan dengan pasti, sehingga untuk menghitung waktu pengerjaan suatu kegiatan dilakukan dengan mengestimasi waktu, yakni waktu optimis (a), waktu paling mungkin (m) dan waktu pesimis (b). Selanjutnya langkah-langkah metode PERT adalah sebagai berikut:

Menentukan nilai a, m, dan b, setelah itu menghitung mean dan variance dengan menggunakan 6 standard deviasi.

Membuat network dengan menggunakan waktu rata-rata, dan tentukan jalur kritis Menentukan rata-rata waktu penyelesaian proyek dengan menjumlahkan waktu ratarata dari

setiap kegiatan kritis, dan menghitung variance waktu penyelesaian proyek dengan menjumlahkan variance dari setiap kegiatan kritis. dalam hal ini PERT mengasumsikan bahwa setiap kegiatan bersifat independen. Selanjutnya, menghitung standar deviasi waktu penyelesaian proyek yakni akar dari variance waktu penyelesaian proyek.

Menentukan tingkat probabilitas apabila proyek direncanakan selesai dalam waktu tertentu (T)

dengan menggunakan rumus statistik Z.

Selanjutnya, dengan menggunakan hasil perhitungan nilai Z, dilihat pada tabel distribusi normal untuk mendapatkan nilai probabilitas. Tanda minus (-) atau plus (+) pada nilai Z menunjukkan nilai tersebut berada di sisi kiri kurva atau di sisi kanan kurva. Pengendalian Proyek Oleh karena adanya waktu pengerjaan yang bersifat uncertainty, penundaan yang tak terhindarkan, atau masalah-masalah lain, proyek menjadi agak terganggu, maka diperlukan suatu monitoring terhadap setiap proses pengerjaan proyek dari waktu ke waktu, dan perlu melakukan tindakan-tindakan koreksi yang diperlukan. manajer perlu mengavaluasi antara apa yang direncanakan dan hasil aktualnya, evaluasi terhadap perubahan situasi dan kondisi, serta maslah-masalah yang dihadapi sekarang dan di masa yang akan datang, serta tindakan perlu untuk mengkoreksi masalah yang ada dan untuk menghindari timbulnya masalah di kemudian hari.

JUST IN TIME ( SISTEM PRODUKSI TEPAT WAKTU )

A. Pengertian dan Filosofi Just In Time Sistem produksi tepat waktu ( Just In Time) adalah sistem produksi atau sistem manajemen fabrikasi modern yang dikembangkan oleh perusahaan-perusahaan Jepang yang pada prinsipnya hanya memproduksi jenis-jenis barang yang diminta sejumlah yang diperlukan dan pada saat dibutuhkan oleh konsumen. JIT mempunyai empat aspek pokok sebagai berikut:

1. Produksi Just In Time (JIT), adalah memproduksi apa yang dibutuhkan hanya pada saat dibutuhkan dan dalam jumlah yang diperlukan.

2. Autonomasi merupakan suatu unit pengendalian cacat secara otomatis yang tidak memungkinkan unit cacat mengalir ke proses berikutnya.

3. Tenaga kerja fleksibel, maksudnya adalah mengubah-ubah jumlah pekerja sesuai dengan fluktuasi permintaan.

4. Berpikir kreatif dan menampung saran-saran karyawan Tujuan utama yang ingin dicapai dari sistem JIT adalah :

1. Zero Detect ( Tidak ada barang yang rusak ) 2. Zero Set-Up Time ( Tidak ada waktu set-up ) 3. Zero Lot Excesses (tidak ada kelebihan lot) 4. Zero Handling (tidak ada penanganan) 5. Zero Queues (tidak ada antrian) 6. Zero Breakdowns (tidak ada kerusakan mesin) 7. Zero Lead Time (tidak ada lead time)

Just in Time dikembangkan oleh Toyota Motor Corporation tahun 1973. Tujuan utamanya adalah pengurangan biaya atau perbaikan produktivitas dengan menghilangkan berbagai pemborosan. Pengembangan yang sangat penting dalam perencanaan dan pengendalian operasional saat ini adalah JIT manufacturing yang kadang disebut sebagai”produk tanpa persedian”. JIT bukan hanya sekedar sebuah metode yang bertujuan untuk mengurangi persediaan. JIT juga memperhatikan keseluruhan system produksi sehingga komponen yang bebas dari cacat dapat disediakan untuk tingkat produksi selanjutnya tepat ketika mereka dibutuhkan – tidak terlambat dan tidak terlalu cepat Untuk mencapai tujuan tersebut, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penerapan Just In Time,diantaranya adalah sebagai berikut :

Aliran Material yang lancar – Sederhanakan pola aliran material. Untuk itu dibutuhkan pengaturan total pada lini produksi. Ini juga membutuhkan akses langsung dengan dan dari bagian penerimaan dan pengiriman. Tujuannya adalah untuk mendapatkan aliran material yang tidak terputus dari bagian penerimaan dan kemudian antar tiap tingkat produksi yang saling berhubungan secara langsung, samapi pada bagian pengiriman. Apapun yang menghalangi aliran yang merupakan target yang haru diselidiki dan dieliminasi.

Pengurangan waktu set-up - Sesuai dengan JIT, terdapat beberapa bagian produksi diskret yang memilki waktu set-up mesin yang kadang-kadang membutuhkan waktu beberapa jam. Hal ini tidak dapat ditoleransi dalam sistem JIT. Pengurangan waktu setup yang dramatis telah dapat dicapai oleh berbagai perusahaan, kadang dari 4-7 jam menjadi 3-7 menit. Ini membuat ukuran batch dapat dikurangi menjadi jumlah yang sangta kecil, yang mengijinkan perusahaan menjadi sangat fleksibel dan responsif dalam menghadapi perubahan permintaan konsumen.

Pengurangan lead time vendor – Sebagai pengganti dari pengiriman yang sangat besar dari komponen-komponen yang harus dibeli setiap 2/3 bulan, dengan sistem JIT kita ingin menerima komponen tepat pada saat operasi produksi membutuhkan. Untuk itu perusahaan kadang-kadang harus membuat kontrak jangka panjang dengan vendor untuk mendapatkan kondisi seperti ini.

Komponen zero defect – Sistem JIT tidak dapat mentolelir komponen yang cacat, baik itu yang diproduksi maupun yang dibeli. Untuk komponen yang diproduksi, teknis kontrol statistik harus digunakan untuk menjamin bahwa semua proses sedang memproses komponen dalam toleransi setiap waktu. Untuk komponen yang dibeli, vendor diminta untuk menjamin bahwa semua produk yang mereka sediakan telah diproduksi dalam sistem produksi yang diawasi secara satistik. Perusahaan kan selalu memiliki program sertifikasi vendor untuk menjamin terlaksananya hal ini.

Kontrol lantai produksi yang disiplin – Dalam system pengawasan lantai produksi tradisional, penekanan diberikan pada utilitas mesin, waktu produksi yang panjang yang dapat mengurangi biaya set up dan juga pengurangan waktu pekerja. Untuk itu, order produksi dikeluarkan dengan memperhatikan faktorfaktor ini. Dalam JIT, perhitungan performansi tradisional ini sangat jauh dari keinginan untuk membentuk persediaan yang rendah dan menghilangkan halhal yang menghalangi operasi yang responsif. Hal ini membuat waktu awal pelepasan order yang tepat harus dilakukan setiap saat. Ini juga berarti, kadangkadang mesin dan operator mesin dapat saja menganggur. Banyak manajer produksi yang telah menghabiskan sebagian besar waktunya untuk menjaga agar mesin dan tenaga kerja tetap sibuk, mendapat kesulitan membuat penyesuaian-penyesuaian yang dibutuhkan agar berhasil menggunakan operasi JIT. Perusahaan yang telah berhasil mengimplementasikan filosofi JIT akan mendapatkan manfaat yang besar.

B. Pola Operasi Ramping

Operasi ramping (lean production) merupakan suatu pola operasi suatu perusahaan yang menjalankan proyek manufakturnya dengan cara memasok sesuai dengan keinginan pelanggan ketika pelanggan menginginkannya,tanpa pemborosan dan melalui perbaikan berkelanjutan . Operasi ramping bisa dibilang dipengaruhi oleh tarikan berupa pemesanan oleh pelanggan. Jika operasi ramping dan JIt dipadukan dalam keseluruhan proses manufaktur,JIT dan operasi ramping dapat memelihara keunggulan kompetitif dan menghasilkan keuntungan yang lebih besar. Pola operasi ramping juga bisa dikatakan berkonsep pada peniadaan “limbah”. Bila produsen secara umum memliki pemikiran tentang produk yang gagal produksi sebagai produk cacat / limbah , namun bagi produsen yang berpola pikiran “ramping” akan berpikir dari sisi yang berbeda ; tidak ada bagian produk yang cacat ,tidak ada persediaan hanya aktivitas yang menambah nilai dan tidak ada sampah ataupun limbah. Bagi produsen dengan pola operasi ramping menganggap bahwq kegiatan apapun yang tidak menambahkan nilai di mata konsumen adalah “sampah”. Bagi produsen dengan pola pikir ini, produk yang bahkan tidak ingin dibayar oleh konsumen juga dikategorikan sebagai sampa. Sehingga,produsen dengan pola operasi ramping selalu mengupayakan peniadaan sampah ini. Kemudian,produsen dengan pola pikir ini,selalu berupaya mengurangi variabilitas yang disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Variabilitas yang dimaksud dalam konteks ini adalah segala penyimpangan yang berasal dari proses optimal yang mengluarkan produk sempurna dengan tepat waktu dan setiap saat. Semakin sedikit variabilitas di dalam sistem,maka semakin sedikit pemborosan di dalam sistem itu.

C. Push vs Pull System Sistem tarik ( pull system) merupakan sebuah sistem yang menarik unit di mana ia diperlukan dan saat ia diperlukan. Sistem tarik adalah alat standar dari sistem JIT ,yang menggunakan sinyal untuk meminta dilakukannya proses produksi dan pengiriman dari satu stasiun ke stasiun lain yang memiliki kapasitas produksi. Konsep tarik dalam proses produksi digunakan baik pada proses produksi selanjutnya maupun dengan para pemasok. Dengan menarik bahan dengan ukuran lot yangsangat kecil pada saat diperlukan,maka dapat menghilangkan atau mengurangi tumpukan persediaan mapun limbah yang ada. Ketika persediaan dihilangkan,maka masalah – masalah akan tampak dan perbaikan yang berkelanjutan dapat ditekankan,di samping itu menghilangkan tumpukan persediaan juga mengurangi investasi dalam persediaan dan waktu siklus produksi.Sedangkan sistem dorong ( push system) mengalihkan pesanan ke area berikutnya,terlepas dari ketepatan waktu dan ketersediaan sumbernya.

D. Tekhnik – tekhnik JIT Dalam menerapkan pola Just In Time dalam proses produksi,perlu diperhatikan kebjakan – kebijakan dalam beberapa bidang yang patut diterapkan,yang di antaranya ;

1. Pemasok. Dalam penerapan sistem JIT,kita harus dapat mengupayakan kerja sama dengan pemasok yang m ampu memasok barang dengan kualitas tinggi dan dapat memprioritaskan ketepatan waktu dalam pengiriman barang ke area kerja. Beberapa perhatian dari pemasok juga perlu ditindaklanjuti. Adapun perhatian tersebut meliputi ; a) Diversifikasi : keinginan pemasok untuk memiliki banyak pelanggan dengan tidak terikat

pada satu pelanggan saja. b) Penjadwalan : Ketidakyakinan pemasok terhadap kemampuan pembeli dalam

memproduksi pesanan dalam jadwal yang lancer dan terkoordinasi. c) Perubahan : perubahan tekhnik dan spesifikasi yang diterapkan pembeli kerap menjadi

malapetaka bagi JIT karena kurangnya waktu tunggu bagi pemasok untuk mengimplementasikan perubahan yang diperlukan.

d) Kualitas : anggaran permodalan ,proses – proses dan tekhnologi dapat membatasi kualitas produk

e) Ukuran lot : pengiriman dengan lot yang kecil,dianggap sebagai suatu cara mentransfer biaya penyimpanan yang seharusnya ditanggung pembeli kepada pemasok.

2. Tata Letak (layout) Untuk lebih mengefisienkan proses produksi , penataan letak ruang kerja

merupakan salah satu factor yang penting. Dengan penataan letak yang strategis dan teratur maka akan memudahkan moblisasi pekerja dalam mengerjakan masing – masing tugasnya dan koordinasi dengan sesama pekerja dapat berlangsung lebih maksimal. Adapun tekhnik – tekhnik dalam layout yang dapat diterapkan yaitu : a) Membangun area kerja untuk kelompok – kelompok produk b) Melakukan sejumlah besar operasi dalam area yang kecil c) Meminimalisasi jarak antar segmen produksi d) Merancang area kecil untuk persediaan e) Meningkatkan komunikasi antar pekerja f) Menggunakan peralatan poka – yoke g) Menyediakan erlengkapan yang fleksibel dan mudah dipindahkan h) Melatih silang para pekerja untuk menambah fleksibilitas

3. Persediaan. Dalam JIT,persediaan biasanya bersifat just in case (jaga – jaga) jika terjadi sesuatu yang tidak beres. Persediaan just in time adalah persediaan minimum yang diperlukan untuk menjaga agar suatu sistem dapat berjalan dengan sempurna. Dengan metode persediaan just in time ,barang tiba saat dibutuhkan .

4. Penjadwalan Dalam menerapkan pola JIT,ketepatan jadwal dalam proses produksi harus dapat diprioritaskan. Ketepatan jadwal akan mmbantu proses produki yang berkesinambungan dan tidak sampai menunda proses produksi yang ada.

5. Pemeliharaan preventif Selain kebijakan di atas,upaya preventif terhadap hal- hal yang tidak diinginkan juga patut mendapat perhatian khusus.

6. Pemberdayaan pekerja Pemberdayaan pekerja dengan cara pelatihan,klasifikasi dan pembagian kerja yang tepat dan fleksibel dapat berkontribusi besar bagi produktivitas yang lebih optimal bagi para pekerja.

7. Komitmen Kesungguhan manajemen serta seluruh komponen yang mendukung proses produksi sangat penting untuk mempertahankan kualitas produk dan kepuasan konsumen akan produk buatan kita.

I. Pemanufakturan JIT dan Penentuan Biaya Produk Pemanufakturan JIT menggunakan pendekatan yang lebih memusat daripada yang

ditemui dalam pemanufakturan tradisional.Penggunaan sistem pemanufakturan JIT mempunyai dampak pada:

o Meningkatkan Keterlacakan (Ketertelusuran) biaya. o Meningkatkan akurasi penghitungan biaya produk. o Mengurangi perlunya alokasi pusat biaya jasa (departemen jasa) o Mengubah perilaku dan relatif pentingnya biaya tenaga kerja langsung. o Mempengaruhi sistem penentuan harga pokok pesanan dan proses.

Dasar-dasar pemanufakturan JIT dan perbedaannya dengan pemanufakturan tradisional:

a. JIT Dibandingkan dengan Pemanufakturan Tradisional. Pemanufakturan JIT adalah sistem tarikan permintaan ( Demand-Pull ). Tujuan pemanufakturan JIT adalah memproduksi produk hanya jika produk tersebut dibutuhkan dan hanya sebesar jumlah permintaan pembeli (pelanggan). Beberapa perbedaan pemanufakturan JIT dengan Tradisional meliputi: 1) Persediaan Rendah 2) Sel-sel Pemanufakturan dan Tenaga Kerja Interdisipliner 3) Filosofi TQC ( Total Quality Control )

b. JIT dan Ketertelusuran Biaya Overhead Dalam lingkungan JIT, beberapa aktivitas overhead yang tadinya digunakan bersama untuk lebih dari satu lini produk sekarang dapat ditelusuri secara langsung ke satu produk tunggal. Manufaktur yang berbentuk sel-sel, tanaga kerja yang terinterdisipliner, dan aktivitas jasa yang terdesentralisasi adalah karakteristik utama JIT.

JIT TRADISIONAL

Sistem Pull-through Sistem Push-through Persediaan tidak signifikan Persediaan signifikan Sel-sel pemanufakturan Berstruktur departemen Tenaga kerja terinterdisipliner Tenaga kerja terspesialisasi Pengendalian mutu (TQC) Level mutu akseptabel (AQL) Dsentralisasi jasa Sentralisasi jasa 3

c. Keakuratan Penentuan Biaya Produk dan JIT

Salah satu konsekuensi dari penurunan biaya tidak langsung dan kenaikan biaya langsung adalah meningkatkan keakuratan penentuan biaya (Harga Pokok Produk). Pemanufakturan JIT, dengan mengurangi kelompok biaya tidak langsung dan mengubah sebagian besar dari biaya tersebut menjadi biaya langsung maupun sebaliknya, dapat menurunkan kebutuhan penaksiran yang sulit.

d. JIT dan Alokasi Biaya Pusat Jasa Dalam manufaktur tradisional, sentralisasi pusat-pusat jasa memberikan dukungan pada berbagai departemen produksi. Dalam lingkungan JIT, banyak jasa didesentralisasikan.Hal ini dicapai dengan membebankan pekerja dengan keahlian khusus secara langsung ke lini produk dan melatih tenaga kerja langsung yang ada dalam sel-sel untuk melaksanakan aktivitas jasa yang semula dilakukan oleh tenaga kerja tidak langsung.

e. Pengaruh JIT pada Biaya Tenaga Kerja Langsung Sebagai perusahaan yang menerapkan JIT dan otomatisasi, biaya tenaga kerja langsung tradisional dikurangi secara signifikan.Oleh sebab itu ada dua akibat: 1. Persentasi biaya tenaga kerja langsung dibandingkan total biaya produksi

menjadi berkurang 2. Biaya tenaga kerja langsung berubah dari biaya variabel menjadi biaya tetap.

II. Kanban Suatu cara mencapai ukuran lot yang kecil adalah memindahkan persediaan ke dalam pabrik hanya jika dibutuhkan, alih – alih mendorongnya ke stasiun kerja berikutnya tanpa mempertimbangkan ada atau tidaknya pekerjaan yang siap mengerjakanlot tersebut. Seperti yang telah ditekankan di awal,persediaan hanya dipindahkan jika dibutuhkan,hal ini dikenal dengan sistem tarik dan ukuran lot yang ideal adalah satu. Namun, di mata orang Jepang,sistem ini disebut dengan kanban. Kanban membuat waktu kedatangan dalam pusat kerja hamper sama dengan waktu pemrosesan. Kanban (

dalam bahasa Indonesia berarti „kartu‟ ) merupakan suatu alat bagi orang Jepang pada zaman dahulu

untuk memberikan isyarat bagi kebutuhan untuk container bahan berikutnya.

Namun kini,sistem kanban telah dimodifikasi sehingga tidak lagi menggunakan kartu sebagai isyaratnya.Kini , sebuah posisi kosong di lantai menjadi indikasi bagi kebutuhan container yang selanjutnya. Ketika ada kontak visual antara produsen dan pengguna,prosesnya akan bekerja sebagai berikut :

1. Pengguna memindahkan container berukuran standar yang berisi komponen dari suatu area penyimpanan kecil

2. Isyarat di area penyimpanan dianggap oleh departemen sebagai otorisasi untuk mengisi deartemen yang digunakan atau area penyimpanan. Karena ukuran lot yang maksimal,departemen produksi dapat membuat beberapa container sekaligus. Untuk menghitung jumlah kartu kanban dihitung dengan cara sebagai berikut : Jumlah kaban (container) = Permintaan selama waktu tunggu + Persediaan pengaman Ukuran Kontainer

Dalam menentukan ukuran kanban sendiri,dapat dihitung dengan cara :

Dimana : D = permintaan tahunan S = biaya penyetelan H = biaya penyimpanan tahunan per kompresor d = permintan harian P = tingkat produksi harian

PERENCANAAN AGREGAT Pengertian Perencanaan Agregat Perencanaan Agregat (agregat planning) juga dikenal sebagai Penjadwalan Agregat adalah Suatu pendekatan yang biasanya dilakukan olehpara manajer operasi untuk menentukan kuantitas dan waktu produksi pada jangka menengah (biasanya antara 3 hingga 18 bulan ke depan). Perencanaan agregat dapat digunakan dalam menentukan jalan terbaik untuk memenuhi permintaan yang diprediksi dengan menyesuaikan nilai produksi, tingkat tenaga kerja, tingkat persediaan, pekerjaan lembur, tingkat subkontrak, danvariabel lain yang dapat dikendalikan. Keputusan Penjadwalan menyangkut perumusan rencana bulanan dankuartalan yang mengutamakan masalah mencocokkan produktifitas dengan permintaan yang fluktuatif. Oleh karenanya perencanaan Agregat termasuk dalam rencana jangka menengah. Tujuan Perencanaan Agregat Pada dasarnya tujuan dari perencanaan agregat adalah berusaha untuk memperoleh suatu pemecahan yang optimal dalam biaya atau keuntungan pada periode perencanaan. Namun bagaimanapun juga, terdapat permasalahan strategis lain yang mungkin lebih penting daripada biaya rendah. Permasalahan strategis yang dimaksud itu antara lain mengurangi permasalahan tingkat ketenagakerjaan, menekan tingkat persediaan, atau memenuhi tingkat pelayanan yang lebih tinggi. Bagi perusahaan manufaktur, jadwal agregat bertujuan menghubungkan sasaran strategis perusahaan dengan rencana produksi, tetapi untuk perusahaan jasa, penjadwalan agregat bertujuan menghubungkan sasaran dengan jadwal pekerja.Ada empat hal yang diperlukan dalam perencanaan agregat antara lain:

Keseluruhan unit yang logis untuk mengukur penjualan dan output Prediksi permintaan untuk suatu periode perencanaan jangka menengah yang layak pada

waktu agregat. Metode untuk menentukan biaya Model yang mengombinasikan prediksi dan biaya sehingga keputusan penjadwalan dapat

dibuat untuk periode perencanaan Sifat Perencanaan Agregat

Perencanaan agregat menurut istilah agregat berarti mengombinasikan sumber daya yang sesuai ke dalam jangka waktu keseluruhan. Dengan prediksi permintaan, kapasitas fasilitas, tingkat persediaan, ukuran tenaga kerja, dan input yang saling berhubungan, perencana harus memilih tingkat output untuk sebuah fasilitas selama 3 hingga 18 bulan yang akan datang. Dalam perencanaan agregat, rencana produksi tidak menguraikan per produk tetapi menyangkut berapa banyak produk yang akan dihasilkan tanpa mempermasalahkan jenis dari produk tersebut. Sebagai contoh pada perusahaan pembuat mobil, hanya memperhitungkan berapa banyak mobil yang akan dibuat, tetapi bukan berapa banyak mobil dua pintu atau empat pintu atau berapa banyak mobil berwarna merah atau biru.

Hubungan Input dan Output Perencanaan Agregat

Gambar di atas memperlihatkan bahwa dalam membuat rencana agregat untuk produksi, manajer operasi tidak hanya menerima input mengenai prediksi permintaan dari bagian pemasaran, tetapi harus pulaberhadapan dengan data keuangan, personel (tenaga kerja), persediaan kapasitas eksternal (subkontraktor), dan ketersediaan bahan baku/mentah. Didalam sebuah lingkungan manufaktur, proses untuk menguraikan rencana agregat secara lebih terinci disebut disagregasi (disagregation). Disagregasi menghasilkan sebuah jadwal produksi induk (master production schedule),yang menyediakan input bagi system perencanaan kebutuhan material(material requirement planning-MRP system). Master production schedule menangani pembelian atau produksi komponen yang diperlukan untuk membuat produk akhir. Jadwal kerja yang terinci bagi orang-orang dan prioritas penjadwalan bagi produk menghasilkan tahap akhir system perencanaan produksi. Biaya yang Terlibat Dalam Perencanaan Agregat Biaya-biaya yang terlibat dalam perencanaan agregat antara lain :

Hiring Cost (biaya penambahan tenaga kerja). Penambahan tenaga kerja menimbulkan biaya-biaya untuk iklan, proses seleksi dan training. Biaya training merupakan biaya yang besar apabila tenaga kerja yang direkrut adalah tenaga kerja yang belum berpengalaman.

Firing Cost (Biaya pemberhentian tenaga kerja). Pemberhentian tenaga kerja biasanya terjadi karena semakin rendahnya permintaan akan produk yang dihasilkan, sehingga tingkat produksi menurun dengan drastic. Pemberhentian ini mengakibatkan perusahaan harus mengeluarkan uang pesangon bagi karyawan yang di-PHK, menurunnya moral kerja dan produktivitas karyawan yang masih bekerja, dan tekanan yang bersifat social. Semua akibat ini dianggap sebagai biaya pemberhentian tenaga kerja yang akan ditanggungperusahaan.

Overtime Cost dan Undertime Cost (biaya lembur dan biaya menganggur). Penggunaan waktu lembur bertujuan untuk meningkatkan output produksi, tetapi konsekwensinya perusahaan harus mengeluarkan biaya tambahan lembur yang biasanya 150% dari biaya kerja regular.Disamping biaya tersebut, adanya lembur akan memperbesar tingkat absen karyawan

karena capek. Kebalikan dari kondisi diatas adalah bila perusahaan mempunyai kelebihan tenaga kerja dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk kegiatan produksi. Tenaga kerja berlebih ini kadang-kadang bisa dialokasikan untuk kegiatan lain yang produktif meskipun tidak selamanya efektif. Bila tidak dapat dilakukan alokasi yang efektif, maka perusahaan dianggap menanggung biaya menganggur yang besarnya merupakan perkalian antara jumlah jam kerja yang tidak terpakai dengan tingkat upah dan tunjangan lainnya.

Inventory Cost dan Backorder Cost (biaya persediaan dan biaya kehabisan persediaan).

Persediaan mempunyai fungsi mengantisipasi timbulnya kenaikan permintaan pada saat-saat tertentu. Konsekwensi dari kebijaksanaan persediaan bagi perusahaan adalah timbulnya biaya penyimpanan(inventory cost/holding cost) yang berupa biaya tertahannya modal,pajak, asuransi, kerusakan bahan, dan biaya sewa gudang. Kebalikan dari kondisi diatas, kebijaksanaan tidak mengadakan persediaan seolah-olah menguntungkan, tetapi sebenarnya dapat menimbulkan kerugian dalam bentuk biaya kehabisan persediaan. biaya kehabisan persediaan ini dihitung berdasarkan berapa barang diminta yang tidak tersedia. Kondisi ini pada system MTO(Make to order =Memproduksii berdasarkan pesanan) akan mengakibatkan jadwal jadwal penterahan order terlambat, sedangkan pada system MTS (make to stock =Memproduksi untuk memenuhi persediaan) akan mengakibatkan beralihnya pelanggan pada produk lain. Kekecewaan pelanggan karena tidak tersedianya barang yang diinginkan akan diperhitungkan sebagai kerugian bagi perusahaan, dimana kerugian tersebut akan dikelompokkan sebagai biaya kehabisan persediaan. Biaya kehabisan persediaan ini sama nilainya dengan biaya pemesanan kembali bila konsumen masih bersedia menunggu.

Subcontract Cost (biaya subkontrak). Pada saat permintaan melebihi kemampuan kapasitas

regular,biasanya perusahaan mensubkontrakan kelebihan permintaan yang tidak bisa ditanganinya sendiri kepada perusahaan lain. Konsekuensi dari kebijaksanaan ini adalah timbulnya biaya subkontrak, dimana biasanya biaya mensubkontrakan ini lebih mahal dibandingkan memproduksi sendiri dan adanya resiko terjadinya kelambatan penyerahan dari kontraktor.

Strategi Perencanaan Agregat. Terdapat delapan pilihan secara lebih terinci. Lima pilihan pertama disebut pilihan kapasitas (capacity option) atau disebut strategi perencanaan agregat secara murni (Pure Strategy) sebab pilihan ini tidak berusaha untuk mengubah permintaan tetapi untuk menyerap fluktuasi dalam permintaan. Tiga pilihan yang terakhir adalah pilihan permintaan (demand option) dimana perusahaan berusaha untuk mengurangi perubahan pola permintaan selama periode perencanaan. Strategi-strategi ini melibatkan manipulasi persediaan, nilai produksi, tingkat tenaga kerja,kapasitas, dan variabel lain yang dapat dikendalikan

Pilihan Kapasitas / Pure Strategy. Sebuah perusahaan dapat memilih pilihan kapasitas dasar(produksi) berikut: 1. Mengubah tingkat persediaan

Para manajer dapat meningkatkan persediaan selama periode permintaan rendah untuk memenuhi permintaan yang tinggi di masa mendatang. Jika strategi ini dipilih, maka biaya-biaya yang berkaitan dengan penyimpanan, asuransi, penanganan, keusangan, pencurian, dan modal yang diinvestasikan akan meningkat. (Biaya-biaya ini pada umumnya berkisar 15% hingga 40% dari nilai sebuah barang setiap tahunnya). Pada sisi lain, ketika perusahaan memasuki masa dimana permintaan meningkat, maka kekurangan yang terjadi dapat mengakibatkan tidak terjadinya penjualan yang disebabkan waktu tunggu yang lebih panjang dan pelayanan pelanggan yang lebih buruk.

2. Meragamkan jumlah tenaga kerja

Dilakukan dengan cara mengkaryakan atau memberhentikan.Salah satu cara untuk memenuhi permintaan adalah dengan mengkaryakan atau memberhentikan para pekerja produksi untuk menyesuaikan tingkat produksi. Bagaimanapun, sering karyawan baru

memerlukan pelatihan, dan produktivitas rata-rata menurun untuk sementara karena mereka menjadi terbiasa. Pemberhentian atau PHK, tentu saja, menurunkan moral semua pekerja dan dapat mendorong ke arah produktivitas yang lebih rendah.

3. Meragamkan tingkat produksi melalui lembur atau waktu kosong

Terkadang tenaga kerja dapat dijaga tetap konstan dengan meragamkan waktu kerja, mengurangi banyaknya jam kerja ketika permintaan rendah dan menambah jam kerja pada saat permintaan naik. Sekalipun begitu, ketika permintaan sedang tinggi, terdapat keterbatasan seberapa banyak lembur yang dapat dilakukan. Upah lembur membutuhkan lebih banyak uang, dan terlalu banyak lembur dapat membuat titik produktivitas pekerja secara keseluruhan merosot. Lembur juga dapat menyiratkan naiknya biaya overhead yang diperlukan untuk menjaga agar fasilitas dapat tetap berjalan.Pada sisi lain, disaat permintaan menurun, perusahaan harus mengurangi waktu kosong pekerja-yang biasanya merupakan proses yang sulit.

4. Subkontrak.

Sebuah perusahaan dapat memperoleh kapasitas sementara dengan melakukan subkontrak selama periode permintaan tinggi.Bagaimana pun, subkontrak, memiliki beberapa kekurangan antara lain : o Mahal o Membawa resiko dengan membuka pintu klien bagi pesaing o Seringkali susah mendapatkan pemasok subkontrak yang sempurna, yang selalu

dapat mengirimkan produk bermutu tepat waktu.

5. Penggunaan karyawan paruh waktu Terutama di sector jasa, karyawan paruh waktu dapat mengisi kebutuhan tenaga kerja

tidak terampil. Praktik ini umum dilakukan direstoran, toko eceran, dan supermarket. Pilihan Permintaan

Pilihan permintaan dasar adalah sebagai berikut :

a. Mempengaruhi permintaan. Ketika permintaan rendah, sebuah perusahaan dapat mencoba untuk meningkatkan

permintaan melalui iklan, promosi, kewiraniagaan, dan diskon. Perusahaan penerbangan dan hotel telah lama menawarkan diskon akhir pekan dan tarif musim sepi; perusahaan telepon membebankan biaya yang lebih murah pada malam hari; beberapa perguruan tinggi member diskon bagi warga senior; dan pendingin udara dijual lebih murah pada waktu musim dingin. Bagaimana pun, bahkan iklan khusus, promosi, penjualan, dan penetapan harga tidak selalu mampu menyeimbangkan permintaan dengan kapasitas produksi.

b. Tunggakan pesanan selama periode permintaan tinggi. Tunggakan pesanan adalah pesanan barang atau jasa yang diterima perusahaan

tetapi tidak mampu (secara sengaja atau kebetulan) untuk dipenuhi pada saat itu. Jika pelanggan mau menunggu tanpa kehilangan kehendak baik mereka maupun pesanannya, tunggakan pesanan adalah strategi yang mungkin dijalankan. Banyak perusahaan menggunakan tunggakan pesanan,tetapi pendekatan ini sering mengakibatkan hilangnya penjualan.

c. Perpaduan produk dan jasa yang counterseasonal (dengan musimyang berbeda). Sebuah teknik pelancar masalah aktif yang secara luas digunakan para pengusaha

manufaktur adalah mengembangkan sebuah produk yang merupakan perpaduan dari barang counterseasonal. Contohnya adalah perusahaan yang membuat pemanas dan pendingin ruangan atau mesin pemotong rumput dan penyingkir salju. Bagaimanapun, perusahaan yang menerapkan pendekatan ini mungkin mendapati diri mereka terlibat dengan produk atau jasa di luar area keahlian atau target pasar mereka.

Strategi Campuran ( mixed Strategy ) Walupun setiap lima pilihan kapasitas dan tiga pilihan permintaan dapat menghasilkan sebuah jadwal agregat yang efektif, beberapa kombinasi diantara pilihan kapasitas dan pilihan permintaan

mungkinakan lebih baik. Kebanyakan pengusaha manufaktur berasumsi bahwa penggunaan pilihan permintaan telah

diteliti secara menyeluruh oleh bagian pemasaran dan pilihan-pilihan yang layak itu digabungkan dengan prediksi permintaan. Manajer operasi lalu membuat rencana agregat berdasarkan pada prediksi itu. Bagaimanapun, dengan menggunakan lima pilihan kapasitas dalam otoritasnya, manager operasi masih memiliki banyak kemungkinan rencana. Rencana ini dapat terdiri dari :

strategi perburuan (chase strategy) Sebuah strategi perburuan mencoba untuk mencapai tingkat output bagi setiap periode

yang memenuhi prediksi permintaan untuk periode tersebut. Strategi ini dapat terpenuhi dengan berbagai jalan. Sebagai contoh, manager operasi dapat memvariasikan tingkat tenaga kerja dengan merekrut atau menghentikan karyawan , atau dapat memvariasikan produks idengan waktu lembur, waktu kosong, karyawan paruh waktu,atau subkontrak.

strategi penjadwalan bertingkat (level-scheduling strategy).

Sebuah rencana agregat di mana produksi harian tetap samadari periode ke periode. Perusahaan seperti Toyota dan Nissan mempertahankan tingkat produksi pada tingkatan yang seragam dan mungkin membiarkan persediaan barang jadi naik atau turun untuk menopang perbedaan permintaan dan produksi atau menemukan pekerjaan alternatif bagi karyawan. Penjadwalan bertingkat akan bekerja dengan baik ketika permintaan stabil.

Keuntungan dan Kerugian Masing-Masing Strategi Perencanaan Agregat

Pilihan Keunggulan Kerugian Beberapa Komentar

Mengubah tingkat persediaan

Perubahan sumber daya manusia terjadi secara bertahap atau tidak ada perubahan produksi secara tiba-tiba

Biaya penyimpanan persediaan dapat meningkat. Kekurangan persediaan dapat menyebabkan kehilangan pernjualan

Diterapkan terutama untuk produksi dan operasi, bukan jasa

Meragamkan jumlah tenaga kerja dengan merekrut atau memberhentikan karyawan

Menghindari biaya alternative lain

Biaya perekrutan, PHK, dan pelatihan mungkin berjumlah besar.

Digunakan di mana jumlah angkatan kerja besar

Meragamkan tingkat produksi melalui waktu lembur atau waktu kosong

Menyesuaikan fluktuasi musiman tanpa biaya perekrutan / pelatihan

Upah lembur mahal; karyawan lelah; mungkin tidak dapat memenuhi permintaan

Memungkinkan fleksibilitas dalam rencana agregat

Subkontrak Membolehkan adanya fleksibilitas dan memuluskan output perusahaan

Kehilangan pengendalian mutu; mengurangi keuntungan; kehilangan bisnis di masa datang

Diterapkan terutama dalam penentuan produksi

Menggunakan karyawan paruh waktu

Lebih murah dan lebih fleksibel daripada karyawan penuh waktu

Biaya perputaran karyawan/ pelatihan tinggi; sulit membuat penjadwalan

Baik untuk pekerjaan yang tidak membutuhkan keterampilan di wilayah dengan jumlah tenaga kerja sementara yg bnyak

Mempengaruhi permintaan Mencoba untuk menggunakan kapasitas berlebih; diskon menarik pelanggan baru

Ketidakpastian permintaan, sulit untuk menyesuaikan permintaan pada pasokan ssecara tepat

Menciptakan ide-ide pemasaran, sering digunakan overbook ( permintaan melebihi pasokan) dalam beberapa jenis usaha

Tunggakan pesanan selama periode permintaan tinggi

Dapat menghindari lembur, menjaga kapasitas tetap konstan

Pelanggan harus mau menunggu, tetapi kehendak baik akan hilang

Banyak perusahaan melakukan tunggakan pesanan

Perpaduan produk dan jasa counterseasonal

Sumber daya yang dimanfaatkan secara penuh; memungkinkan tenaga kerja stabil

Mungkin membutuhkan keahlian atau peralatan diluar keahlian perusahaan

Sangat berisiko untuk menemukan produk atau jasa dengan pola permintaan yang berlawanan

Metode – Metode Perencanaan Agregat.

Banyak metode yang telah dikembangkan untuk perencanaan agregatini tetapi pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu:

a. Dengan pendekatan Optimasi : progamma linier aturan HMMS (Linier Decision Rule) search Decision Rule, dll

b. Dengan pendekatan Heuristik : metode grafik metode koefisien manajemen metode parametric, dll

Tidak semua metode ini akan dijelaskan pada buku ini Namun pada prinsipnya semua metode

yang ada akan menghasilkan kecepatan produksi pada periode perencanaan yang dibuat, jumlah tenaga kerja yang digunakan, serta tingkat persediaan yang terjadi.

1. Metode grafik dan diagram (graphical and charting techniques) Metode ini sangat sering dipakai karena mudah dipahami dan digunakan. Pada

dasarnya, rencana ini menggunakan beberapa variable secara bersamaan agar perencana dapat membandingkan permintaan yang diproyeksikan dengan kapasitas yang ada.

Pendekatan yang digunakan adalah “ trial and error “ yang tidak menjamin terciptanya rencana produksi yang optimal, tetapi penghitungan yang dibutuhkan hanya sedikit dan dapat dilakukan oleh staf yang palingdasar pekerjaannya (karyawan administrasi).

Tahapan dalam metode ini adalah: a) Tentukan permintaan pada tiap periode. b) Tentukan berapa kapasitas pada waktu biasa, waktu lembur, dan tindakan subkontrak

untuk tiap periode c) Tentukan biaya tenaga kerja, biaya rekrutmen dan biaya pemberhentian karyawan

serta biaya penahanan persediaan. d) Pertimbangkan kebijakan perusahaan yang dapat diterapkan pada para pekerja dan

tingkatan persediaan. e) Kembangkan rencana alternative dan amati biaya totalnya.

2. Pendekatan Matematis Dalam Perencanaan Beberapa pendekatan matematis terhadap perencanaan agregat telah banyak

dikembangkan diantaranya: a) Metode Transportasi Dalam Program Linear Jika masalah perencanaan agregat

dipandang sebagai masalah alokasi kapasitas operasi untuk memenuhi permintaan yang diperkirakan, maka rencana agregat dapat dirumuskan dalam format program linear.

b) Linear Decision Rule Merupakan model perencanaan agregat yang berupaya untuk mengoptimalkan tingkat produksi dan tingkat jumlah tenaga kerja sepanjang periode tertentu.