manajemen lingkungan crude palm oil (cpo)
DESCRIPTION
MANAJEMEN LINGKUNGAN INDUSTRI MINYAK KELAPA SAWIT ( CPO )Oleh : Riryn Nur Rachmawati Agung Utomo Nita Diansari Ditta Nirmala Huda Adhiyaksa F34070004 F34070012 F34070035 F34070046 F340700682009 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGORBAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangPohon Kelapa Sawit terdiri daripada dua spesies Arecaceae atau famili palma yang digunakan untuk pertanian komersil dalam pengeluaran minyak kelapa sawit. Pohon KeTRANSCRIPT
MANAJEMEN LINGKUNGAN
INDUSTRI MINYAK KELAPA SAWIT ( CPO )
Oleh :
Riryn Nur Rachmawati F34070004
Agung Utomo F34070012
Nita Diansari F34070035
Ditta Nirmala F34070046
Huda Adhiyaksa F34070068
2009
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pohon Kelapa Sawit terdiri daripada dua spesies Arecaceae atau famili
palma yang digunakan untuk pertanian komersil dalam pengeluaran minyak
kelapa sawit. Pohon Kelapa Sawit Afrika, Elaeis guineensis, berasal dari Afrika
barat di antara Angola danGambia, manakala Pohon Kelapa Sawit Amerika,
Elaeis oleifera, berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan.
Kelapa sawit termasuk tumbuhan pohon. Tingginya dapat mencapai 24
meter. Bunga dan buahnya berupa tandan, serta bercabang banyak. Buahnya kecil
dan apabila masak, berwarna merah kehitaman. Daging buahnya padat. Daging
dan kulit buahnyamengandungi minyak. Minyaknya itu digunakan sebagai bahan
minyak goreng, sabun,dan lilin. Hampasnya dimanfaatkan untuk makanan ternak,
khususnya sebagai salah satu bahan pembuatan makanan ayam. Tempurungnya
digunakan sebagai bahan bakar dan arang.
Daunnya merupakan daun majemuk. Daun berwarna hijau tua dan pelapah
berwarna sedikit lebih muda. Penampilannya sangat mirip dengan tanaman salak,
hanya saja dengan duri yang tidak terlalu keras dan tajam. Batang tanaman
diselimuti bekas pelapah hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelapah
yang mengering akan terlepas sehingga menjadi mirip dengan tanaman kelapa.
Akar serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah dan samping. Selain itu
juga terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk
mendapatkan tambahan aerasi. Bunga jantan dan betina terpisah dan memiliki
waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri.
Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan panjang sementara bunga betina terlihat
lebih besar dan mekar. Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu,
hingga merah tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan
yang muncul dari tiap pelapah. Buah terdiri dari tiga lapisan:
a) Eksoskarp, bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin.
b) Mesoskarp, serabut buah
c) Endoskarp, cangkang pelindung inti
Inti sawit merupakan endosperm dan embrio dengan kandungan minyak inti
berkualitas tinggi. Kelapa sawit berkembang biak dengan cara generatif. Buah
sawit matang pada kondisi tertentu embrionya akan berkecambah menghasilkan
tunas (plumula) dan bakal akar (radikula). Kelapa sawit memiliki banyak jenis,
berdasarkan ketebalan cangkangnya kelapa sawit dibagi menjadi Dura, Pisifera,
dan Tenera. Dura merupakan sawit yang buahnya memiliki cangkang tebal
sehingga dianggap memperpendek umur mesin pengolah namun biasanya tandan
buahnya besar‐besar dan kandungan minyak pertandannya berkisar 18%. Pisifera
buahnya tidak memiliki cangkang namun bunga betinanya steril sehingga sangat
jarang menghasilkan buah. Tenera adalah persilangan antara induk Dura dan
Pisifera. Jenis ini dianggap bibit unggul sebab melengkapi kekurangan
masing‐masing induk dengan sifat cangkang buah tipis namun bunga betinanya
tetap fertil. Beberapa tenera unggul persentase daging perbuahnya dapat mencapai
90% dan kandungan minyak pertandannya dapat mencapai 28%.
Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit
merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber
penghasil devisa non migas bagi Indonesia. Cerahnya prospek komoditi minyak
kelapa sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong
pemerintah Indonesia untuk memacu pengembangan areal perkebunan kelapa
sawit. Berkembangnya sub‐sektor perkebunan kelapa sawit di Indonesia tidak
lepas dari adanya kebijakan pemerintah yang memberikan berbagai insentif,
terutama kemudahan dalam hal perijinan dan bantuan subsidi investasi untuk
pembangunan perkebunan rakyat dengan pola PIR‐Bun dan dalam pembukaan
wilayah baru untuk areal perkebunan besar swasta.
BAB II
PEMBAHASAN
Kelapa sawit adalah tumbuhan yang termasuk keluarga palma, seperti
kelapa, aren, pinang, korma, dan sebagainya. Kelapa sawit biasanya tumbuh di
daerah tropis atau iklim panas. Tanaman kelapa sawit nmemerlukan beberapa
persyaratan tertentu untuk tanah dan iklim bagi pertumbuhannya, antara lain letak
tinggi tempat diusahakan pada daerah ketinggian 400 m dpl, keadaan tanah yang
subur, topografi, drainase dan iklim yang sesuai. (Anonim, 2007)
Bagian yang paling utama untuk diolah dari kelapa sawit adalah buahnya.
Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah atau CPO yang
diolah menjadi bahan baku minyak goreng. Kelebihan minyak nabati dari sawit
adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan memiliki kandungan karoten
tinggi. Minyak sawit juga diolah menjadi bahan baku margarin.
Standar mutu adalah hal penting untuk menentukan minyak yang bermutu
baik. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi standar mutu untuk produksi
minyak , yaitu kandungan air dan kotoran dalam minyak, kandungan asam lemak
bebas , warna dan bilangan peroksida. CPO yang bermutu baik mengandung air
dan kotoran sedikit, asam lemak kecil, bilangan iod nesar. Bahan baku yang
digunakan untuk proses produksi ini harus memenuhi standar yang telah
ditetapkan oleh perusahaan.
Pengolahan tandan kelapa sawit menjadi minyak kelapa sawit dapat
dilakukan dengan cara yang sederhana. Selain itu, proses pengolahannya dapat
pula menggunakan teknologi tinggi yang biasa digunakan perkebunan besar untuk
menghasilkan CPO dengan kualitas ekspor. Menurut Lubis (1992), tujuan
pengolahan kelapa sawit adalah untuk menghasilkan minyak sawit dan inti sawit
dengan mutu yang baik dan rendemen optimum. Proses produksi CPO secara
umum terdiri dari proses penerimaan TBS, proses perebusan, penebahan,
pengadukan, pengolahan minyak, pengolahan biji sampai proses
penyimpanannya. Berikut diagram alir proses produksi pengolahan kelapa sawit:
1. Penerimaan Tandan Buah Segar
Tempat penerimaan tandan buah segar disebut transfer ramp, dimana
sebelumnya truk pengangkut telah melalui jembatan timbang sehingga dapat
diketahui berapa berat bersih TBS yang masuk ke pabrik. Setelah ditimbang
TBS dipindahkan ke loading ramp sebagai tempat panimbunan sementara
sebelum TBS dimasukkan dalam lori perebusan. Lantai pada loading ramp
dibuat berkisi-kisi sehingga pasir dan kotorannya jatuh malalui kisi-kisi
tersebut.(Lubis,1992)
Pada bagian loading ramp dilakukan sortasi terhadap kurang lebih 5%
dari jumlah keseluruhan truk pengangkut TBS yang masuk ke pabrik. Proses
ini diperlukan untuk menilai mutu TBS. Penilaian ini dilakukan sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan oleh bagian pengendalian mutu.
2. Perebusan (sterilisasi)
Setelah proses penerimaan, kemudian dilakukan perebusan dalam
tangki dengan tujuan untuk memudahkan perontokan buah dari tandannya dan
melunakkan daging buah sehingga memudahkan pengempaan. Tujuan lain
adalah menonaktifkan enzim lipase agar kenaikan asam lemak bebas dapat
diperlambat dan sebagai pengolahan pendahuluan terhadap biji sehingga biji
mudah dipecahkan.
Ketaren (1986), menyebutkan bahwa perebusan juga bertujuan untuk
mengumpulkan protein dalam buah sawit, membunuh mikroba, pengawetan
serta mempermudah perontokan buah. Perebusan TBS dilakukan dengan
menggunakan ketel uap panas (steam). Uap panas tersebut berasal dari ketel
uap sebagai media penghantar panas dengan suhu, waktu, dan tekanan
tertentu.
3. Penebahan Kelapa Sawit
Proses ini bertujuan untuk melepaskan dan memisahkan buah kelapa
sawit dari tandannya. Alat penebahan buah yang umum digunakan adalah
thresser hopper yang berbentuk silinder. Pada sekeliling silinder dipasang besi
kanal yang bertindak sebagai saringan dan besi siku yang berfungsi sebagai
sudut-sudut dalam sangkar. Buah lepas akan masuk melalui kisi-kisi dan
ditampung di srew conveyor, kemudian oleh elevator dibawa ke distributing
conveyor untuk didistribusikan ke tiap-tiap unit digester. Tandan buah kosong
hasil perontokan yang tidak mengandung buah diangkut ke tempat
pembakaran dan digunakan sebagai bahan bakar di incinerator atau digunakan
sebagai pupuk tanaman.
4. Pengadukan
Tujuannya adalah untuk memutuskan ikatan struktur jaringan buah dan
membuka sel-sel yang mengandung minyak buah dari bijinya sehingga
pengempaan serabut menjadi lebih mudah. Pengadukan dilakukan dalam
digester dengan mengalirkan uap panas melalui mantel, bertujuan
memanaskan buah yang sedang diproses. Menurut Lubis (1992), untuk
menghasilkan pengadukan yang baik, suhu pencampuran dalam digester harus
dijaga pada suhu 85-95oC agar minyak yang dihasilkan tidak menjadi kental.
5. Pengempaan (Pressing)
Bertujuan untuk mengeluarkan minyak dan cairan dari kelapa sawit.
Alat yang digunakan adalah alat press berulir ganda. Hasil yang diperoleh
kemudian diproses lebih lanjut menjadi CPO. Ampas kempa diolah lebih
lanjut untuk mendapatkan inti sawit (kernel). Proses ini dapat berupa ekstrasi
yang bertujusn mengambil minyak dari massa adukan.
6. Pemurnian dan Penjernihan CPO
Stasiun terakhir dalam tahapan proses pengolahan minyak kelapa sawit
kasar adalah unit penjernihan minyak, dimana pada unit ini terjadi proses
pemisahan minyak dengan air dan kotoran yang dilakukan dengan sistem
pengendapan, sentrifugasi dan penguapan. Menurut Ketaren (1986), minyak
kasar dialirkan dari tangki penjernihan kemudian disaring di dalam penyaring
sentrifugal. Minyak yang telah dijernihkan dipompakan ke dalam tangki
penimbunan, sedangkan air dan kotoran dikembalikan dalam tangki
pengendapan.
7. Penyimpanan CPO
Sebelum didistribusikan, CPO disimpan di storage tank yang berfungsi
untuk minyak sawit kasar yang sudah diproduksi. Penyimpanan minyak sawit
kasar dilakukan dengan cara pendinginan minyak (oil cooler) untuk
menurunkan suhu minyak dan mempertahankannya sekitar 40-45 oC agar tidak
terjadi pembekuan minyak dan oksidasi minyak yang mengakibatkan kenaikan
asam lemak bebas.
Neraca pengolahan sawit di pabrik kelapa sawit kurang lebih seperti
gambar neraca massa di bawah ini. Dari setiap ton TBS yang diolah dapat
menghasilkan 140 – 200 kg CPO. Selain CPO pengolahan ini juga menghasilkan
limbah atau produk samping, antara lain: limbah cair (POME=Palm Oil Mill
Effluent) sebanyak 600-700 kg, cangkang sawit dan fiber atau sabut sebanyak 190
kg, dan tandan kosong kelapa sawit sebesar 230 kg.
Berdasarkan neraca massa tersebut menunjukkan bahwa sedikit sekali
rendemen minyak kelapa sawit mentah atau CPO yang diperoleh. Rendemen CPO
yang diperoleh hanya sekitar 14-20% saja. Dengan demikian, limbah yang
dihasilkan dalam industri pembuatan CPO sangat banyak sekitar 80-86%. Jika
limbah tersebut tidak dikelola dengan baik maka limbah tersebut akan mencemari
lingkungan.
Produk turunan dari CPO diantaranya olein dan stearin. Olein berbentuk
cair dan biasanya digunakan sebagai bahan baku pembuatan minyak goreng.
Sedangkan stearin berbentuk padat dan biasanya digunakan sebagai bahan baku
pembuatan margarine. Selain itu, produk turunan CPO yaitu shortening, gliserin,
dan sabun. Produk-produk turunan tersebut dapat dilihat pada pohon industry
berikut:
Karakteristik dan Sumber Limbah Industri CPO
Pada pengolahan kelapa sawit menjadi Crude Palm Oil (CPO), dihasilkan produk
samping berupa limbah padat dan limbah cair. Menurut Leobis dan Tobing (1989),
pembentukan limbah pabrik penghasil CPO dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Tandan Buah Segar
Tandan Kosong
Buah Segar
Pupuk
Ampas
Cangkang
Minyak
Initi Air Hidroksilon Air Lumpur Air Kondesat
Pengolahan Tandan Buah Segar Kelapa Sawit dan Pembentukan Limbah Pabrik CPO
Limbah dari industri kelapa sawit meliputi padatan, cair dan gas. Pasir atau tanah dari
perkebunan, tandan buah, ampas, kulit kering batok/cangkang serta lumpur dari kolam pengolah
perebusan
pembantingan
pengabuan Perebusan
pengadukan
pengempaan Perebusan
Pemecahan Ampas dan biji
Pemecahan Biji klarifikasi
limbah cair merupakan bentuk limbah padatan. Abu berasal dari sisa pembakaran tandan kosong
dan proses pembakaran pada katel uap juga merupakan limbah padat. Zat padat dalam limbah
pabrik CPO dapat berupa padatan tersuspensi (suspended solid) dan padatan terlarut (dissolved
solid). Padatan tersuspensi lebih banyak berupa koloid dan terutam dari karbohidrat, protein,
minyak dan padatan anorganik. Limbah cair dari air rebusan (jumlah 150-175 kg per ton tandan
buah segar) dan air hidroksiklon (100-150 kg per ton tandan buah segar)(Loebis dan Tobing,
1984). Sedangkan limbah gas berasal dari cerobong tempat pembakaran tandan kosong dan
proses pembakaran pada katel uap
Limbah gas pada pabrik minyak kelapa sawit
Cangkang sawit yang menggunung di pabrik kelapa sawit
Karakteristik limbah cair
Limbah cair yang dihasilkan oleh PMKS berasal dari air kondensat pada proses
sterilisasi, air dari proses klarifikasi, air hydrocyclone (claybath), dan air pencucian pabrik.
Jumlah air bungan tergantung pada sistem pengolahan, kapasitas olah pabrik, dan keadaan
peralatan klarifikasi. Limbah cair PMKS mengandung bahan organik yang relatif tinggi dan
tidak bersifat toksik karena tidak menggunakan bahan kimia dalam proses ekstraksi minyak.
Komposisi kimia limbah cair PMKS dan komposisi asam amino limbah cair segar disajikan pada
tabel berikut.
Tabel 1. Komposisi Kimia Limbah Cair PMKS
Sumber : Naibaho (1996)
Tabel 2. Komposisi Asam Amino Limbah Cair Segar PMKS
Asam Amino %
Lisine 0.98
Histidine 2.02
Arginine 0.74
Aspartot asam 8.37
Threoine 3.37
Serine 8.19
Glutamit asam 13.19
Komponen % Berat Kering
Ekstrak dengan ether 31.60
Protein (N x 6,25) 8.20
Serat 11.90
Ekstrak tanpa N 34.20
Abu 14.10
P 0.24
K 0.99
Ca 0.97
Mg 0.30
Na 0.08
Energi (kkal / 100 gr) 454.00
Piroline 3.80
Glycine 1.96
Alanine 5.67
Valine 4.05
Methionine 0.14
Isoleusine 3.10
Leusine 8.79
Tyrosine 2.06
Phanylalarine 3.48
Sumber : Naibaho (1996)
Limbah cair PMKS umumnya bersuhu tinggi, berwarna kecoklatan, mengandung padatan
terlarut dan tersuspensi berupa koloid dan residu minyak dengan kandungan biological
oxygen demand (BOD) yang tinggi. Bila larutan tersebut langsung dibuang ke perairan
sangat berpotensi mencemari lingkungan, sehingga harus dioleh terlebih dahulu sebelum
dibuang.
Limbah padat dalam hal ini TKKS dan lumpur yang tidak tertangani menyebabkan
bau busuk, tempat bersarangnya serangga lalat dan potensial menghasilkan air lindi
(leachate).
Karakteristik limbah berdasarkan sifat fisika yaitu meliputi suhu, kekeruhan, bau dan
rasa, sedangkan berdasarkan sifat kimia meliputi kandungan bahan organik, protein, BOD, dan
sifat biologi meliputi kandungan bakteri patogen dalam air limbah (Wibisono,1995).
Tabel 3. Karaktersitik Limbah PMKS dan Baku Mutu Limbah
Parameter Limbah PMKS *) Baku Mutu Limbah
**)
Ph 4,10 6 – 9
BOD (g/L) 212,80 110
COD (g/L) 347,20 250
TSS (g/L) 211,70 100
Kandungan Nitrogen Total (g/L) 41 20
Oil and grease (g/L) 31 30
*) Amaru (2008)
**) Kepmen LH Nomor 51/MEN LH/10/1995
Berdasarkan data di atas, ternyata semua parameter limbah cair PMKS berada diatas
ambang batas baku mutu limbah. Jika tida dilakukan pencegahan dan pengolahan limbah,
maka akan berdampak negatif terhadap lingkungan seperti pencemaran air yang mengganggu
bahkan meracuni bota perairan, menimbulkan bau, dan menghasilkan gas methan dan CO2
yang merupakan emisi gas penyebab efek rumah kaca yang berbahaya bagi lingkungan.
Pengolahan limbah cair industri kelapa sawit
Pengolahan limbah cair industri kelapa sawit meliputi dua aspek yaitu :
A. Fisik dan kimia. Merupakan pengolahan limbah yang berfungsi untuk memisahkan
partikel – partikel padat (suspended solid), minyak dan lemak dengan penambahan
koagulan untuk mempercepat terjadinya flok serta menghilangkan sifat emulsi pada air
buangan.
B. Pengolahan biologis yaitu dengan memanfaatkan aktivitas biologis dalam hal ini
mikroorganisme dalam air buangan yang bersifat biodegradable. Proses yang
diaplikasikan adalah dengan menggunakan kombinasi proses anaerob dan dilanjutkan
dengan proses aerob.
Berdasarkan aspek diatas maka pengolahan limbah cair yang masuk ke instalasi pengolahan air
buangan dilakukan dengan tiga tahap:
1. Tahap I Pengolahan pendahuluan
- Bak Ekualisasi berfungsi untuk menyeragamkan debit aliran yang berfluktuasi dan
konsentrasi parameter tertentu dalam air. Pengolahan biologis sangat sulit dilakukan
bila terjadi fluktuasi aliran sehingga diperlukan aliran konstan dengan bak ekualisasi
ini.
- Saringan Kasar (Coarse Bars Screen) mereduksi padatan kasar, terdiri dari sampah,
batu-batuan potongan kayu, ampas kelapa sawit dan lain-lain. Juga berfungsi untuk
mencegah kerusakan pada lift pump dan sumbatan dalam pipa antar unit pengolahan.
Dalam hal ini digunakan rak manual untuk debit yang kecil.
- Grit Chamber (velocity controlled grit chamber, aerated grit chamber) memiliki
effisiensi penyisihan BOD atau COD sekitar 0.5 % dan suspended solid 0 -10%
2. Tahap II Pengolahan tingkat I
Pengolahan tingkat I bertujuan untuk memisahkan suspended solid dan kandungan
minyak yang terdapat didalam air buangan industri minyak kelapa sawit. Pengolahan ini pada
umumnya menggunakan bahan kimia untuk membentuk flok dan memecahkan sifat emulsi
sebelum diolah di unit unit pengolahan. Pengolahan yang dilakukan dapat menggunakan
metode seperti sedimentasi, sentrifugasi, filtrasi dan flotasi.
3. Tahap III Pengolahan tingkat II
Air buangan minyak kelapa sawit mempunyai kandungan organik yang cukup tinggi
dengan perbandingan BOD dan COD = 0.45 – 0.55, dengan biodegradibilitas yang cukup
tinggi sehingga dapat didegradasikan secara biologi maka metoda pengolahan biologi adalah
yang paling umum digunakan.
Metoda metoda pengolahan anaerob
a. Kolam anaerob (anaerobic pond)
b. Bioreaktor Unggun Fluidisasi anaerob (BUFAN)
Pengolahan anaerob ini memanfaatkan aktivitas bakteri anaerob yang terdapat atau
tumbuh di sekeliling media pertumbuhan. Fluidisasi biopartikel didalam kolam bioreaktor
akan mengakibatkan aktivitas tersebut menjadi semakin besar karena fluidisasi akan
memperluas bidang kontak antara mikroorganisme dengan cairan.
c. Anaerobic Digestion (Anaerobic Contact Process)
Air buangan diaduk oleh resirkulasi padatan lumpur dengan bantuan pengaduk mekanis,
lalu dicerna dalam reaktor yang tertutup rapat dari kemungkinan masuknya udara.
Metoda metoda pengolahan aerob
a. Ekstended Aeration Activated Sludge
b. Aerated lagoon
c. Tricking filter
d. Oxidation ditch
e. Kontak stabilisasi : merupakan modifikasi dari lumpur aktif termasuk dari sistem
pengolahan biologis yang menggunakan sistem suspended growth yaitu pertambahan
mikroba dalam keadaan tersuspensi, didalam tangki kontak akan berlangsung proses
absorbsi bahan tercemar oleh mikroorganisme pada saat terjadi kontak antara
mikroorganisme dengan air buangan.
Unit pemisah bioflok (bak pengendap II)
Berfungsi untuk memisahkan padatan dari pengolahan biologi. Pemisahan padatan ini
merupakan tahap terakhir untuk memperoleh effluent yang stabil dan telah terendapkan
dengan baik yang mengandung BOD dan suspenden solid dalam konsentrasi rendah, karena
itu merupakan tahap kritis dalam pengolaha biologis.
4. Unit pengolahan lumpur
Lumpur yang dihasilkan masih memiliki kadar air yang cukup tinggi , kandungan
mikroorganisme yang tinggi sehingga bila tidak diolah terlebih dahulu akan menimbulkan
bau yang tidak sedap akibat pembusukan. Secara umum proses pengolahan lumpur
dimaksudkan untuk mengolah lumpur agar layak buang, dengan cara pemekatan dan
menstabilkan lumpur dan tidak menimbulkan akibat yang merugikan.
Lumpur primer dan lumpur sekunder diolah secara terpisah untuk mencegah terjadinya
degradasi biologi. Lumpur primer (DAF) dilakukan recovery karena mengandung nilai
ekonomis yang cukup tinggi, bahan baku sabun, pupuk atau campuran pakan ternak.
Buangan lumpur pada proses anaerobik dan aerobik dialirkan ke dalam unit thickener dan
diteruskan ke sludge drying bed.
Unit pengolahan lumpur terdiri dari :
a. Thickening lumpur yang berfungsi untuk meningkatkan konsentrasi solid dalam lumpur
dengan menghilangkan bagian liquid sehingga mengurangi volume lumpur yang dibuang,
mengurangi kebutuhan lahan untuk drying bed dan mengurangi ukuran pipa lumpur dan
biaya pemompaan.
b. Stabilisasi lumpur yang berfungsi untuk mereduksi mikroorganisme patogen, mengurangi
bau, mengontrol bahan organik yang dapat mengalami pembusukan. Metoda yang biasa
digunakan yaitu secara biologi dengan anaerobik dan aerobik, secara kimia dengan
pembubuhan bahan yang memberikan kondisi tidak layak bagi pertumbuhan
mikroorganisme, secara fisik yaitu dengan thermal conditioning.
c. Dewatering (chamber filter press (plate and frame filter press), belt filter press, drying
bed, decanter, dan lagoon). Proses pengurangan kelembaban buangan lumpur, setelah
lumpur dikeringkan lumpur dapat dibuang ke landfill atau digunakan sebagai tanah
penyubur.
Pengolahan limbah padat
Limbah padat dari industri minyak kelapa sawit seperti serat dan sebagian cangkang
sawit biasanya terpakai untuk bahan bakar boiler di pabrik, sedangkan tandan kosong kelapa
sawit (TKKS) yang jumlahnya sekitar 23% dari tandan buah segar yang diolah, biasanya hanya
dimanfaatkan sebagai mulsa atau kompos untuk tanaman kelapa sawit (Goenadi et al., 1998).
BAB III
KESIMPULAN
Kelapa sawit adalah tumbuhan yang termasuk keluarga palma, seperti kelapa, aren, pinang,
korma, dan sebagainya. Kelapa sawit biasanya tumbuh di daerah tropis atau iklim panas.
Tanaman kelapa sawit nmemerlukan beberapa persyaratan tertentu untuk tanah dan iklim bagi
pertumbuhannya, antara lain letak tinggi tempat diusahakan pada daerah ketinggian 400 m dpl,
keadaan tanah yang subur, topografi, drainase dan iklim yang sesuai, tujuan pengolahan kelapa
sawit adalah untuk menghasilkan minyak sawit dan inti sawit dengan mutu yang baik dan
rendemen optimum. proses produksi pengolahan kelapa sawit terdiri dari penerimaan tandan
buah segar, perebusan (sterilisasi), penebahan kelapa sawit, pengadukan, pengempaan (pressing),
pemurnian dan penjernihan CPO, dan penyimpanan CPO.
Pada pengolahan kelapa sawit menjadi Crude Palm Oil (CPO), dihasilkan produk samping
berupa limbah padat dan limbah cair. Limbah dari industri kelapa sawit meliputi padatan, cair
dan gas. Pasir atau tanah dari perkebunan, tandan buah, ampas, kulit kering batok/cangkang serta
lumpur dari kolam pengolah limbah cair merupakan bentuk limbah padatan. Pengolahan limbah
cair industri kelapa sawit meliputi dua aspek yaitu Fisik dan kimia serta Pengolahan biologis.
Berdasarkan aspek di atas maka pengolahan limbah cair yang masuk ke instalasi
pengolahan air buangan dilakukan dengan tiga tahap yaitu pengolahan pendahuluan, pengolahan
tingkat 1 , dan pengolahan tingkat 2. Limbah padat dari industri minyak kelapa sawit seperti
serat dan sebagian cangkang sawit biasanya terpakai untuk bahan bakar boiler di pabrik,
sedangkan tandan kosong kelapa sawit (TKKS) yang jumlahnya sekitar 23% dari tandan buah
segar yang diolah, biasanya hanya dimanfaatkan sebagai mulsa atau kompos untuk tanaman
kelapa sawit.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Gambaran Sekilas Industri Minyak Kelapa Sawit. Jakarta: Departemen
Perindustrian.
Goenadi, D.H, Y. Away, Sukin, Y., Yusuf, H. H., Gunawan & Aritonang, P. 1998. Pilot-Scale
Compossing of Oil Palm Using ligno-cellulosic Decompossing Bioactivator. 1998
International Oil Palm Conference. Nusa Dua Bali, September 23-25, 1998.
Ketaren S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press.
Lacrosse, L. 2004. Clean and Efficient Biomass Cogeneration Technology in ASEAN, COGEN 3
Seminar on “Business Prospects In Southeast Asia For European Cogeneration
Equipment”, 23 November 2004, Krakow, Poland.
Loebis, B. & Tobing, P.L. 1989. Potensi pemanfaatan limbah kelapa sawit. Buletin Perkebunan.
Lubis A.U. 1992. Kelapa Sawit (Elais guinensis jacq) di Indonesia. Indonesia: Sugraf Offset
Marihat.
Wibisono, G. 1995. Sistem pengelolaan dan pengolahan limbah domestik. J. Science