manajemen rumah sakit.docx

23
Manajemen Rumah Sakit Posted on February 14, 2010. Filed under: Uncategorized | Rumah sakit sebagai salah satu subsistem pelayanan kesehatan menyelenggarakan dua jenis pelayanan untuk masyarakat yaitu pelayanan kesahatan dan pelayanan administrasi. Pelayanan kesehatan mencakup pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, rehabilitasi medik dan pelayanan perawatan. Pelayanan tersebut dilaksanakan melalui unit gawat darurat, unit rawat jalan, dan unit rawat inap. Dalam perkembangannya pelayanan rumah sakit tidak terlepas dari pembangunan ekonomi masyarakat. Perkembangan ini tercermin pada perubahan fungsi klasik RS yang pada awalnya hanya memberikan pelayanan yang bersifat penyembuhan (kuratif) terhadap pasien melalui rawat inap. Pelayangan RS kemudian bergeser karena kemajuan ilmu pengetahuan khususnya ilmu kedokteran, peningkatan pendapatan dan pendidikan masyarakat. Pelayanan kesehatan di RS saat ini tidak saja bersifat kuratif (penyembuhan), tetapi juga bersifat pemulihan (rehabilitatif). Keduanya dilaksanakan secara terpadu melalui upaya promosi kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif). Dengan demikian, sasaran pelayanan kesehatan RS bukan hanya untuk individu pasien, tetapi juga berkembang untuk keluarga pasien dan masyarakat umum. Fokus perhatiannya memang pasien yang datang atau yang dirawat sebagai individu dan bagian dari keluarga. Atas dasar sikap seperti itu pelayanan kesehatan di RS merupakan pelayanan kesehatan yang paripurna (komperhensif dan holistik). Pelayanan RS di Indonesia saat ini sudah bersifat padat modal, padat karya, dan padat teknologi dalam menghadapi persaingan global. Dalam hal rujukan medik, RS juga diandalkan untuk memberikan pengayoman medik (pusat rujukan) untuk pusat-pusat pelayanan yang ada di wilayah kerjanya. Sifat pengayoman sangat erat kaitannya dengan klasifikasi Rumah Sakit. Ada empat jenis RS berdasarkan klasifikasi perumahsakitan di Indonesia yaitu kelas A, B, C, dan D. Kelas RS yang lebih tinggi (A) mengayomi kelas Rumah Sakit yang lebih rendah dan mempunyai pengayoman wilayah yang lebih luas. Pengayoman dilaksanakan melalui dua sistem rujukan yaitu sistem rujukan kesehatan(berkaitan dengan upaya promotif dan preventif seperti bantuan teknologi, bantuan sarana dan

Upload: putra-irak-azmi

Post on 21-Dec-2015

28 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Manajemen Rumah SakitPosted on February 14, 2010. Filed under: Uncategorized |

Rumah sakit sebagai salah satu subsistem pelayanan kesehatan

menyelenggarakan dua jenis pelayanan untuk masyarakat yaitu pelayanan

kesahatan dan pelayanan administrasi. Pelayanan kesehatan mencakup

pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, rehabilitasi medik dan

pelayanan perawatan. Pelayanan tersebut dilaksanakan melalui unit gawat

darurat, unit rawat jalan, dan unit rawat inap. Dalam perkembangannya

pelayanan rumah sakit tidak terlepas dari pembangunan ekonomi

masyarakat. Perkembangan ini tercermin pada perubahan fungsi klasik RS

yang pada awalnya hanya memberikan pelayanan yang bersifat

penyembuhan (kuratif) terhadap pasien melalui rawat inap. Pelayangan RS

kemudian bergeser karena kemajuan ilmu pengetahuan khususnya ilmu

kedokteran, peningkatan pendapatan dan pendidikan masyarakat. Pelayanan

kesehatan di RS saat ini tidak saja bersifat kuratif (penyembuhan), tetapi juga

bersifat pemulihan (rehabilitatif). Keduanya dilaksanakan secara terpadu

melalui upaya promosi kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif).

Dengan demikian, sasaran pelayanan kesehatan RS bukan hanya untuk

individu pasien, tetapi juga berkembang untuk keluarga pasien dan

masyarakat umum. Fokus perhatiannya memang pasien yang datang atau

yang dirawat sebagai individu dan bagian dari keluarga. Atas dasar sikap

seperti itu pelayanan kesehatan di RS merupakan pelayanan kesehatan yang

paripurna (komperhensif dan holistik).

Pelayanan RS di Indonesia saat ini sudah bersifat padat modal, padat karya,

dan padat teknologi dalam menghadapi persaingan global. Dalam hal rujukan

medik, RS juga diandalkan untuk memberikan pengayoman medik (pusat

rujukan) untuk pusat-pusat pelayanan yang ada di wilayah kerjanya. Sifat

pengayoman sangat erat kaitannya dengan klasifikasi Rumah Sakit. Ada

empat jenis RS berdasarkan klasifikasi perumahsakitan di Indonesia yaitu

kelas A, B, C, dan D. Kelas RS yang lebih tinggi (A) mengayomi kelas Rumah

Sakit yang lebih rendah dan mempunyai pengayoman wilayah yang lebih luas.

Pengayoman dilaksanakan melalui dua sistem rujukan yaitu sistem rujukan

kesehatan(berkaitan dengan upaya promotif dan preventif seperti bantuan

teknologi, bantuan sarana dan operasionalnya) danrujukan medik (berkaitan

dengan pelayanan yang bersifat kuratif dan rehabilitatif)

Dan berubahnya RS kelas A dan B menjadi RS seadanya, bahkan ada yang

menjadi Perusahaan Jawatan (Perjan), menejemen klasik RS di Indonesia

sudah pasti mengalami perubahan. Perubahan dalam hal peningkatan

profesionalisme staf, tersedianya peralatan yang lebih canggih, dan lebih

sempurnanya sistem administrasi RS yang akan bermanfaat untuk

peningkatan mutu pelayanan kesehatan RS

JENIS RUMAH SAKIT DI INDONESIA

Di Indonesia dikenal tiga jenis RS sesuai dengan kepemilikan, jenis pelayanan

dan kelasnya. Berdasarkan kepemilikannya, dibedakan tiga macam RS yaitu

RS Pemerintah (RS Pusat, RS Propinsi, RS Kabupaten), RS BUMN/ABRI, dan RS

Swasta yang menggunakan dana investasi dari sumbar dalam negeri (PMDN)

dan sumber luar negeri (PMA). Jenis RS yang kedua adalah RS Umum, RS Jiwa,

RS Khusus (mata, paru, kusta, rehabilitasi, jantung, kanker, dsb). Jenis RS

yang ketiga adalah RS kelas A, kelas B (pendidikan dan non-pendidikan), RS

kelas C dan RS kelas D (Kepmenkes No.51 Menkes/SK/II/1979). Pemerintah

sudah meningkatkan status semua RS Kabupaten menjadi kelas C.

Kelas RS juga dibedakan berdasarkan jenis pelayanan yang tersedia. Pada RS

kelas A tersedia pelayanan spesialistik yang luas termasuk spesialistik. RS

kelas B mempunyai pelayanan minimal sebelas spesialistik dan subspesialistik

terdaftar. RS kelas C mempunyai minimal empat spesialistik dasar (bedah,

penyakit dalam, kebidanan, dan anak). Di RS kelas D hanya terdapat

pelayanan medis dasar.

Keputusan Menteri Kesehatan No.134 Menkes/SK/IV/78 Th.1978 tentang

susunan organisasi dan tata kerja Rumah Sakit Umum di Indonesia antara lain

Pasal 1 : Rumah Sakit Umum adalah organisasi di lingkungan Departemen

Kesehatan yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada

Dirjen Yan Medik.

Pasal  2 : Rumah Sakit Umum mempunyai tugas melaksanakan pelayanan

kesehatan (caring) dan penyembuhan (curing) penderita serta pemulihan

keadaan cacat badan dan jiwa (rehabilitation).

Pasal 3 : Untuk menyelenggarakan tugas tersebut RS mempunyai fungsi :

1. Melaksanakan usaha pelayanan medik

2. Melaksanakan usaha rehabilitasi medik

3. Usaha pencegahan komplikasi penyakit dan peningkatan pemulihan

kesehatan

4. Melaksanakan usaha perawatan

5. Melaksanakan usaha pendidikan dan latihan medis dan paramedis

6. Melaksanakan sistem rujukan

7. Sebagai tempat penelitian

Pasal 4    :

1. RS Umum yang dimaksud dalam keputusan ini adalah RS kelas A, kelas B,

kelas C.

2. RS Umum kelas A adalah RSU yang melaksanakan pelayanan kesehatan

yang spesialistik dan subspesialistik yang luas

3. RS Umum kelas B adalah RSU yang melaksanakan pelayanan kesehatan

spesialistik yang luas.

4. RS Umum kelas C adalah RSU yang melaksanakan pelayanan kesehatan

spesialistik paling sedikit empat spesialis dasar yaitu: Penyakit Dalam,

Penyakit Bedah, Penyakit Kebidanan/Kandungan, dan Kesehatan Anak.

SUSUNAN ORGANISASI RSU DI INDONESIA

Untuk Rumah Sakit Umum kelas A, susunan organisasinya diatur sesuai

dengan SK Menkes No. 543/VI/1994 adalah sebagai berikut.

1. Direktur

2. Wakil Direktur yang terdiri dari:

Wadir Pelayanan Medik dan Keperawatan

Wadir Penunjang Medik dan Instalasi

Wadir Umum dan Keuangan

Wadir komite Medik

Tiap-tiap Wadir diberikan tanggung jawab dan wewenang mengatur beberapa

bidang/bagian pelayanan dan keperawatan serta instalasi. Instalasi RS

diberikan tugas untuk menyiapkan fasilitas agar pelayanan medik dan

keperawatan dapat terlaksana dengan baik. Instalasi RS dipimpin oleh

seorang kepala yang diberikan jabatan non struktural. Beberapa jenis instalasi

RS yang ada pada RS kelas A adalah instalasi rawat jalan, rawat darurat,

rawat inap, rawat intensif, bedah sentral, farmasi, patologi klinik, patologi

anatomi, gizi, laboratorium, perpustakaan, pemeliharaan sarana rumah sakit

(PSRS), pemulasaran jenazah, sterilisasi sentral, pengamanan dan ketertiban

lingkungan, dan binatu.

Komite Medik (KM) juga diberikan jabatan nonstruktural yang fungsinya

menghimpun anggota yang terdiri dari para kepala Staf Medik Fungsional

(SMF). KM diberikan dua tugas utama yaitu menyusun standar pelayanan

mediks dan memberikan pertimbangan kepada direktur dalam hal:

1. Pembinaan, pengawasan dan penelitian mutu palayanan medis, hak-hak

klinis khusus lepada SMF, program pelayanan medis, pendidikan dan

pelatihan (diklat), serta penelitian dan pengembangan (litbang).

2. Pembinaan tenaga medis dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan

etika profesi.

Semua kepala SMF diangkat oleh Dirjen Yan. Medik Depkes RI berdasarkan

usulan dari Direktur RS. Dengan mengkaji struktur organisasi dan tugas-tugas

pokok RS, dapat dibayangkan bahwa manajemen sebuah RS hampir mirip

dengan manajemen hotel. Yang berbeda, tujuan mereka yang berkunjung dan

jenis pelayanannya. Masyarakat yang berkunjung ke RS bertujuan untuk

memperoleh pelayanan medis karena kejadian sakit yang dideritanya,

sedangkan mereka yang berkunjung ke hotel adalah untuk bersenag-senang.

Pembentukan KM di RS sangat diperlukan untuk membantu tugas-tugas

direktur RS dalam menjaga mutu dan etika pelayanan RS. KM dibentuk

berdasarkan SK Dirjen Yan. Medik Depkes RI sesuai dengan usul Direktur RS.

Masa kerja Wadir KM adalah tiga tahun. Di bawah Wadir KM terdapat panitia

infeksi nasokomial, panitia rekam medis, farmasi da terapi, audit medik, dan

etika.

SMF yang menggantikan UPF ( Unit Pelaksanaan Fungsional) terdiri dari dokter

umum, dokter gigi, dokter spesialis, dan dokter subspesialis. Mereka

mempunyai tugas pokok menegakkan diagnosis, memberikan pengobatan,

pencegahan penyakit, peningkatan dan pemulihan kesehatan, penyuluhan,

pelatihan dan penelitian pengembangan pelayanan medis. Untuk RS kelas A

jumlah SMF yang dimiliki minimal 15 buah yakni(1) Bedah (2) Kesehatan Anak

(3) Kebidanan dan Penyakit Kandungan (4) Penyakit Dalam (5) Penyakit Saraf

(6) Penyakit Kulit dan Kelamin (7) THT (8) Gigi dan Mulut (9) Mata (10)

Radiologi (11) Patologi Klinik (12) Patologi Anatomi (13) Kedokteran

Kehakiman (14) Rehabilitasi Medik (15) Anestesi.

Masing-masing Wadir juga dilengkapi sekretariat khusus dan bidang-bidang

yang dibagi lagi  menjadi subbagian dan seksi ( sesuai dengan SK Menkes No.

134). Susunan RSU kelas B hampir sama dengan kelas A. Bedanya hanya

terletak pada jumlah dan jenis-jenis masing-masing SMF. Untuk RSU kelasB

tidak ada subspesialisasinya.

Susunan organisasi RS kelas C dan D lebih sederhana jika dibandingkan

dengan kelas A dab B. Di sini tidak ada wakil direktur, tetapi dilengkapi

dengan staf khusus yang mengurus administrasi. Kondisi ini berpengaruh

pada jenis pelayanan medis dan jumlah staf profesional (medis dan

paramedis) yang dipekerjakan pada tiap-tiap RS ini. Secara umum, jenis

kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan juga akan ikut menentukan

peningkatan kelas sebuah RS di suatu wilayah, terutama yang berlokasi di ibu

kota provinsi.

PENERAPAN MANAJEMEN RUMAH SAKIT

Rumah sakit perlu menerapkan sistem manajemen yang berorientasi pada

kepuasan pelanggan. Untuk itu rumah sakit di Indonesia harus menciptakan

kinerja yang unggul. Kinerja yang unggul atau Performance

Excellence merupakan salah satu faktor utama yang harus diupayakan oleh

setiap organisasi untuk memenangkan persaingan global, begitu juga oleh

perusahaan penyedia jasa pelayanan kesehatan.

Banyak cara yang dapat dilakukan oleh para pengelola rumah sakit untuk

menciptakan kinerja yang unggul diantaranya melalui pemberian pelayanan

yang bagus serta tindakan medis yang akurat dan mekanisme pengelolaan

mutu tentunya.

Salah satu strategi yang dilakukan oleh pengelola rumah sakit swasta dalam

mempertahankan atau meningkatkan jumlah konsumen adalah pelayanan.

Tuntutan untuk mendapatkan pelayanan yang berkualitas dan nyaman

semakin meningkat, sesuai dengan meningkatnya kesadaran arti hidup sehat.

Keadaan ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, sosial budaya dan sosial

ekonomi masyarakat yang perlu mendapat perhatian dari pengelola rumah

sakit.

Untuk memenuhi tuntutan masyarakat tersebut, di setiap kota besar seperti

Jakarta banyak sekali usaha rumah sakit dengan kualitas pelayanan dan

peralatan medis yang prima dapat kita temukan di setiap sudut kota,

sehingga masyarakat konsumen yang tadinya harus ke luar negeri demi servis

dan kualitas dokter yang prima, sekarang tidak perlu lagi ke luar negeri.

Dalam usaha peningkatan kualitas pelayanan terhadap konsumen, rumah

sakit berusaha untuk mempunyai tenaga dokter ahli yang tetap, sekaligus

memperkerjakan dokter waktu dan dokter kontrak. Bahkan di beberapa rumah

sakit di kota besar seperti Jakarta dapat kita jumpai pelayanan Unit Gawat

Darurat (UGD) yang ditangani oleh dokter tetap maupun dokter kontrak.

Bahkan ada rumah sakit yang menyediakan tempat dan sarana lengkap

seperti laboratorium dengan tenaga analis, radiologi dan tempat perawatan

yang serba lengkap. Sedangkan untuk tenaga dokternya mereka mengambil

dokter-dokter spesialis yang terkenal dan pengelola rumah sakit menganggap

dokter spesialis dan pasiennya sebagai“customer” mereka

Untuk menjaga agar dokter spesialis ternama tersebut tetap

menjadi customer mereka, maka pihak rumah sakit melakukan strategi

sedemikian rupa. Diantaranya dengan menyediakan peralatan medis yang

dikehendaki oleh para dokter tersebut

Sedangkan untuk menghasilkan mekanisme pengelolaan mutu yang bagus,

perusahaan dalam hal ini rumah sakit perlu menerapkan metode pengukuran

yang efektif untuk dapat menganalisis dan menemukan dimensi mutu 0 yang

perlu diperbaiki atau ditingkatkan untuk mencapai mutu yang tinggi. Salah

satu model pengukuran yang sudah dikenal luas dan terbukti secara efektif

membantu keberhasilan penerapan sistem manajemen mutu adalah sistem

Malcolm Baldrige National Quality Award. Malcolm Baldrige National Quality

Awards (MBNQA) merupakan sistem manajemen yang sangat efektif untuk

menghasilkan loyalitas pelanggan dan kinerja tinggi bila diterapkan dengan

tepat.

Kriteria penilaian/pengukuran kinerja yang dimiliki oleh MBNQA juga dapat

digunakan oleh industri jasa pelayanan kesehatan, yang disebut

dengan Performance Excellence for Health Care based on MBNQA. Kriteria

dari Performance Excellence for Health Care based on MBNQA terdiri dari 7

kategori, yaitu: Health Care Results, Patient -and Other Customer- Focused

Results, Financial and Market Results, Staff and Work System Results,

Organizational Effectiveness Results, Governance and Social Responsibility

Results.

Dengan penerapan sistem manajemen mutu secara menyeluruh dan model

pengukuran tepat maka perusahaan akan menjadi perusahaan kelas dunia

yang siap memenangkan persaingan.

Dalam penerapannya, manajemen di rumah sakit dapat dilihat dari fungsi

perencanaan rumah sakit dan fungsi pergerakan dan pelaksanaan rumah

sakit.

FUNGSI PERENCANAAN RUMAH SAKIT

Perencanaan merupakan proses yang menyangkut upaya yang dilakukan

untuk mengantisipasi kecenderungan di masa yang akan datang dan

penentuan strategi dan taktik yang tepat  untuk mewujudkan target dan

tujuan suatu organisasi.

Ada dua alasan mengapa perencanaan diperlukan yaitu untuk mencapai

“Protective bennefits” yaitu merupakan hasil dari pengurangan kemungkinan

terjadinya kesalahan dalam pembuatan keputusan dan “Positive benefit” yaitu

untuk peningkatan pencapaian tujuan organisasi.

Fungsi perencanaan di bidang kesehatan adalah proses untuk merumuskan

masalah-masalah kesehatan di masyarakat, menentukan kebutuhan dan

sumber daya yang tersedia, menetapkan tujuan program yang paling pokok,

dan menyusun langkah-langkah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Perencanaan merupakan fungsi yang penting karena akan menentukan

fungsi-fungsi manajemen yang lainnya dan merupakan landasan dasar dari

fungsi manajemen secara keseluruhan. Perencanaan manajerial akan

memberikan pola pandang secara menyeluruh terhadap semua pekerjaan

yang akan dijalankan, siapa yang akan melakukan dan kapan akan dilakukan.

Perencanaan merupakan tuntutan terhadap proses pencapaian tujuan secara

efektif dan efisien.

Manfaat Perencanaan Rumah Sakit

Melalui perencanaan program di rumah sakit akan dapat diketahui:

1. Tujuan program di rumah sakit dan bagaimana cara mencapainya.

2. Jenis dan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan

tersebut.

3. Struktur organisasi rumah sakit yang dibutuhkan.

4. Jumlah dan jenis kualifikasi staf yang diinginkan, dan uraian tugasnya.

5. Sejauh mana efektifitas kepemimpinan di rumah sakit.

6. Komunikasi serta bentuk dan standar pengawasan yang perlu

dikembangkan oleh manajer dan perlu dilaksanakan.

Keuntungan perencanaan rumah sakit yang baik:

1. Aktifitas di rumah sakit lebih terarah untuk mencapai tujuan.

2. Mengurangi atau menghilangkan jenis pekerjaan yang tidak produktif.

3. Alat pengukur hasil kegiatan yang dicapai.

4. Memberikan landasan pokok fungsi manajemen lainnya yaitu fungsi

pengawasan.

Kerugian perencanaan rumah sakit:

1. Keterbatasan dalam ketepatan informasi dan fakta-fakta tentang masa

yang akan datang.

2. Memerlukan biaya yang cukup besar.

3. Hambatan psikologis.

4. Menghambat timbulnya inisiatif.

5. Terhambatnya tindakan yang perlu diambil.

Langkah-langkah Perencanaan Rumah Sakit:

1. Analisis situasi

Tujuannya adalah untuk mengumpulkan data atau fakta. Analisis situasi ini

melibatkan beberapa aspek ilmu yaitu:

Epidemiologi (distribusi penyakit dan determinannya) yakni kelompok

penduduk sasaran (who) yang menderita kejadian tersebut, dimana,

kapan masalah tersebut terjadi. Misalnya: data jenis penyakit yang dapat

dicegah dari imunisasi.

Antropologi (aspek budaya dan perilaku sehat, sakit masyarakat)

Demografi (angka-angka vital statistik). Misalnya: berdasarkan kelompok

umur, jumlah kelahiran dan kematian,  jumlah AKI dan sebagainya.

Statistik (mengolah dan mempresentasikan data).

Ekonomi (pembiayaan kesehatan) meliputi pendapatan, tingkat

pendidikan, norma sosial, dan sistem kepercayaan masyarakat.

Geografis yaitu meliputi semua informasi karakteristik wilayah yang dapat

mempengaruhi masalah tersebut.

Organisasi pelayanan meliputi motivasi kerja staf dan kader, keterampilan,

persediaan vaksin dan sebagainya.

Jenis informasi yang diperlukan untuk perencanaan adalah:

Penyakit dan kejadian sakit di wilayah kerja.

Data kependudukan.

Jenis dan organisasi pelayanan kesehatan yang tersedia.

Keadaan lingkungan dan aspek geografisnya.

Sarana dan sumber daya penunjang.

Pengumpulan data dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung,

yaitu:

Mendengarkan keluhan masyarakat di lapangan.

Membahas masalah-masalah kesehatan dengan tokoh-tokoh formal dan

informal masyarakat.

Membahas masalah-masalah bersama petugas lapangan kesehatan.

Membaca laporan kegiatan program kesehatan.

Mempelajari peta wilayah, sensus penduduk, laporan khusus, hasil suatu

survei, juklak program, laporan tahunan.

Masalah kesehatan tersebut meliputi:

Masalah penyakit (medis), intervensi medis yaitu diagnosa penyakit,

pengobatan dan tindak lanjut.

Masalah kesehatan masyarakat (Public health), surveilen, analisis

epidemiologi, intervensi yaitu promosi kesehatan, perlindungan spesifik

atau imunisasi dan deteksi dini.

2. Mengidentifikasi masalah dan prioritasnya

Masalah dapat dibagi dalam tiga kategori yaitu masalah tentang penyakit,

masalah manajemen pelayanan kesehatan (masalah program), dan masalah

perilaku, sikap dan pengetahuan masyarakat. Prioritas masalah secara praktis

dapat ditetapkan berdasarkan pengalaman staf, dana, dan mudah tidaknya

maslah dipecahkan. Prioritas masalah dijadikan dasar untuk menentukan

tujuan.

Contoh masalah tentang penyakit antara lain KIA/ KB, tingginya prevalensi

anemia pada remaja putri dan wanita hamil, partus kasep, kematian ibu

bersakin, BBLR, kematian neonatal dan perinatal (misalnya akibat tetanus

neonatorum, ISPA, diare), infertility, mioma, Ca. Cervix, Ca. Mammae serta

masalah komplikasi pemakaian IUD.

Contoh masalah program adalah sebagai berikut:

Masalah input, jumlah staf kurang, keterampilan dan motivasi kerja

rendah, peralatan kurang memadai, jenis obat yang tersedia tidak sesuai.

Masalah proses, terkait dengan fungsi manajemen (POAC) yaitu kurang

jelas tujuan program, kurang jelas rumusan masalah program (Planning),

pembagian tugas tidak jelas (Organizing), kepemimpinan kurang

(Actuating), pengawasan atau supervisi lemah (Controlling).

Contoh masalah manajemen pelayanan kesehatan antara lain tingginya

jumlah anak yang menderita diare, air minum yang terkontaminasi air limbah,

kebutuhan masyarakat akan penyuluhan kesehatan, banyaknya tumpukan

sampah di sepanjang jalan umum, pemilikan jamban keluarga yang masih

rendah, kurangnya persediaan oralit di Posyandu dan tervatasnya jumlah staf

yang mampu melakukan deteksi dini diare. Yang menjadi prioritas atau

masalah utama adalah tingginya jumlah anak yang menderita diare.

Kriteria penetapan prioritas masalah kesehatan:

Apakah masalah tersebut menimpa sebagian besar penduduk?

Apakah masalah tersebut potensial sebagai penyebab tingginya kematian

bayi?

Apakah masalah tersebut mempengaruhi kesehatan dan kematian anak

balita?

Apakah masalah tersebut mengganggu kondisi kesehatan dan

mengakibatkan kematian ibu hamil?

Apakah masalah kesehatan tersebut bersifat kronis, mnimbulkan

kecatatan, dan mengganggu produktifitas kerja masyarakat di suatu

wilayah?

Apakah masalah tersebut mengakibatkan kepanikan masyarakat secara

luas?

Kriteria berdasarkan fisibilitas di lapangan:

Apakah daerah itu mudah dicapai?

Bagaimana partisipasi masyarakat setempat?

Berapa cakupan kegiatan program yang telah mampu dicapai selama ini?

Apakah masalah kesehatan tersebut adalah salah satu prioritas program

kesehatan nasional?

Apakah masalah kesehatan tsb. dapat dipecahkan dengan potensi yg.

Ada?

3. Penentuan tujuan program

Kriteria penentuan tujuan program:

Tujuan adalah hasil yang diinginkan (tolok ukur keberhasilan kegiatan).

Tujuan harus sesuai dengan masalah, bisa dicapai, bisa diukur, bisa dilihat

hasilnya.

Tujuan penting untuk membuat perencanaan dan mengevaluasi hasilnya.

Target operasional berhubungan dengan waktu.

Tetapkan kegiatan program untuk mencapai tujuan.

Tetapkan masalah dan faktor-faktor penghambat sebelum tujuan dan

target operasional ditetapkan.

Contoh: Untuk meningkatkan cakupan pemeriksaan antenatal care ibu-ibu

hamil, dirumuskan tujuan pelayanan “meningkatnya cakupan K1 (kunjungan

ibu hamil yang pertama) dari 80% menjadi 100%, dan K4 60% menjadi 80%”.

Perlu didistribusikan bidan di setiap desa. Perlu penyediaan kit bidan lengkap.

4. Mengkaji hambatan dan kelemahan program

Sebelum menentukan tolak ukur, perlu dipelajari hambatan-hambatan

program kesehatan yang pernah dialami atau diperkirakan baik yang

bersumber dari masyarakat, lingkungan, Puskesmas maupun dari sektor

lainnya.

Hambatan program dalam manajemen rumah sakit antara lain:

Hambatan pada sumber daya yaitu meliputi motivasi yang rendah pada

staf pelaksana, partisipasi masyarakat yang rendah, peralatan tidak

lengkap, informasi tidak valid, dana yang kurang dan yang waktu kurang.

Hambatan pada lingkungan yaitu meliputi geografis (jalan rusak), iklim,

tingkat pendidikan rendah, sikap dan budaya masyarakat (mitos, tabu,

salah persepsi) serta perilaku masyarakat yang kurang partisipatif.

Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah membuat daftar hambatan dan

kendala program kemudaian mengeliminasi, memodifikasi, serta mengurangi

yang tidak bisa dilakukan dan menyesuaikannya dengan tujuan operasional

kegiatan program.

5. Membuat rencana kerja operasional

Dengan Rencana Kerja Operasional (RKO) akan memudahkan pimpinan

mengetahui sumber daya yang dibutuhkan dan sebagai alat pemantau.

Pembahasan rencana kerja operasional meliputi:

Mengapa kegiatan ini penting dilaksanakan?

Apa yang akan dicapai?

Bagaimana cara mengerjakannya?

Siapa yang akan mengerjakan dan siapa sasaran kegiatannya?

Sumber daya pendukung?

Dimana kegiatan akan dilaksanakan?

Kapan kegiatan ini akan dikerjakan?

FUNGSI PENGGERAKAN DAN PELAKSANAAN

(ACCTUATING) DI RUMAH SAKIT

RS adalah sebuah organisasi yang sangat kompleks. Manajemennya hampir

sama dengan manajemen sebuah hotel. Yang membedakan hanya

pengunjungnya. Pengunjung RS adalah orang yang sedang sakit dan

keluarganya.Mereka pada umumnya mempunyai beban sosial-psikologi akibat

penyakit yang diderita oleh salah seorang dari anggota keluarganya.

Kompleksitas fungsi actuating di sebuah RS dipengaruhi oleh dua aspek yaitu:

Sifat pelayanan kesehatan yang ientasi kepada konsumen penerima jasa

pelayanan (customer service). Hasil perawatan pasien

sebagai customer RS ada tiga kemungkinan yaitu sembug sempurna,

cacat (squalae), atau mati. Apapun kemungkinan hasilnya, kualitas

pelayananharus diarahkan untuk kepuasan pasien (customer satisfaction)

dan keluarganya.

Pelaksanaan fungsi actuating cukup kompleks karena tenaga yang bekerja

di RS terdiri dari berbagai jenis profesi.

Kompleksitas ketenagaan dan jenis profesi yang dimiliki oleh RS, menuntut

dikembangkannya kepemimpinan partisipatif. Model kepemimpinan

manajerial seperti ini akan menjadi salah satu faktor yang ikut menentukan

mutu pelayanan RS (quality of services) karena pelayanan kesehatan di RS

hampir semuanya saling terkait satu sama lain. Atas dasar ini, pelayanan di

RS harus mengembangkan sistem jaringan kerja internal (networking) yang

solid dan menunjang satu sama lain.

Semua staf RS harus memahami visi dan misi pengembangan RS serta

kebijakan operasional pimpinan. Untuk menjaga otonomi profesi dari masing-

masing SMF, kualitas pelayanan di RS harus disesuaikan dengan standar

profesi yang harus ditetapkan oleh setiap perkumpulan dokter ahli (ikatan

profesi). Stanndar profesi dikenal denga medical of conduct dan medical

ethic juga harus selalu diperhatikan oleh semua staf SMF dalam rangka

menjaga mutu pelayanan RS (quality of care).

Sehubungan dengan kompleksitas sistem ketenagaan dan misi yang harus

diemban oleh RS, penerapan fungsiactuating di RS akan sangat tergantung

dari empat faktor. Faktor pertama adalah kepemimpinan direktur RS; kedua

adalah koordinasi yang dikembangkan oleh masing-masing Wakil Direktur

dengan kepala SMF dan kepala instalasinya; ketiga adalah komitmen dan

profesionalisme tenaga medis dan non medis di RS (dokter, perawat, dan

tenagapenunjang lainnya), dan keempat adalah pemahaman pengguna jasa

pelayanan RS (pasien dan keluarganya) akan jenis pelayanan kesehatan yang

tersedia di RS.

Peranan dokter spesialis sangat besar pengaruhnya di dalam penerapan

fungsi actuating ini. Sifat otonomi profesi di tiap-tiap SMF harus diiatur agar

tidak menjadi penghambat penerapan fungsi actuating di RS. Untuk itu,

mereka harus memahami benar visi dan misi RS yang ingin dikembangkan

oleh pihak manajemen (direktur) RS. Oleh karena itu, fungsi RS harus dilihat

dalam konteks kesatuan kerja dari sebuah tatanan sistem yang

terpadu.Pelayanan kesehatan dimasing-masing SMF adalah subsistemnya.

Di pihak lain, intensitas dan frekuensi komunikasi abtara pihak pimpinan RS

dan semua staf profesional harus berlangsung dinamis. Kepemimpinan,

komunikasi, koordinasi merupakan faktor penting didalam pengembangan

fungsiactuating. Ketiganya akan memudahkan penjabaran visi dan misi serta

strategi pimpinan RS menembangkan mutu pelayanan kesehatan di masing-

masing SMF.Di sisi lain, dibutuhkan juga peningkatan keterampilan manajerial

di pihak pimpinan RS sehingga lebih mampu mengintregasikan masing-

masing tugas SMF ke dalam satu kesatuan gerak (networking) yang harmonis

dan saling menunjang peningkatan mutu pelayanan RS demi kepuasan

pelanggannya. Jika pendekatan ini kurang dipahami oleh pihak manajemen RS

dan pimpinan SMF, budaya kerja yang berorientasi kepada peningkatan mutu

pelayanan RS tidak akan berkembang. Meraka cenderung akan bertindak

sendiri, arogansi profesi dan dukungan sarana dan prasarana (input)

pelayanan RS (teknologi dan peralatan kedokteran, logistik, keuangan, dan

sebagainya) kurang mendapat perhatian. Untuk itu pengembangan budaya

kerja staf di SMF harus diarahkan untuk mendukung tercapainya visi dan misi

RS. Meraka harus menyadari akan peranannya sebagai staf RS yang diberikan

tugas istimewa memberikan asuhan pelayanan medik dan kesehatan kepada

masyarakat (customer) yang menggunakan jasa pelayanan RS.

REKAM MEDIS DAN KESEHATAN DI RUMAH SAKIT\

Dalam pelayanan kesehatan dan kedokteran terutama di rumah sakit maupun

praktik pribadi, peranan pencatatan Rekam Medik sangat penting dan sagat

melekat pada pelayanaan. RM adalah orang ketiga dalam pelayanan

kesehatan. Catatan demikian akan berguna untuk merekam dan

mengingatkan dokter engan keadaan, hasilpemeriksaan dan pengobatan yang

telah diberikan bila pasien daang kembali untuk berobat ulang setelah

beberapa hari, bulan bahkan tahu.

Untuk mendukung peningkatan mutu dan peranan RM dalam pelayanan

kesehatan, IDI juga menerbitkan Fatwa IDI tentang RM, dalam SK No.

315/PB/A.4/88, yang menekankan bahwa praktek profesi kedokteran harus

meaksanakan RM, tidak saja untuk dokter yang bekerja di rumah sakit tetapi

juga bagi dokter yang praktik pribadi.

Sebelum RM populer seperti sekarang kalangan kesehatan dulunya

menggunakan istilah status pasien tetapi belakangan ini orang lebih

cenderung menngunakan istilah Rekam Medis sebagai terjemahan

dari medical record. RM adalah kumpulan keterangan tentang identitas,

hasilanamnesis, pemeriksaan dan catatan segala kegiatan para pelayan

kesehatan atas pasien dar waktu ke waktu. Catatan ini berupa tulisan maupun

gambar, dan belakangan ini dapat pula berupa rekaman elektronik seperti

komputer, mikrofilm dan rekaman suara.

Dalam PERMENKES No. 749a/MenKes/XII/89 tentang RM disebut pengertian

RM adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas

pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain kepada

pasien pada sarana pelayanan kesehatan.

Di rumah sakit terdapat 2 jenis RM, yaitu:

RM untuk pasien rawat jalan

RM untuk pasien rawat inap

Untuk pasien rawat jalan, termasuk pasien gawat darurat RM mempunyai

informasi pasien antara lain:

Identitas dan formulir perizinan

Riwaya penyakit

Laporan pemeriksaan fisik termasuk pemeriksaan laboratorium.

Diagnosa atau diagnosis banding

Instruksi diagnostik dan terapeutik dengan tanda tangan pejabat

kesehatan yang berwenang.

Untuk pasien rawat inap, sama seperti sebelumnya hanya denagan tambahan:

Persetujuan tindakan medik

Catatan konsultasi

Catatan perawat da tenaga kesehatan lainnya

Catatan observasi klinik dan pengobatan

Resume akhir dan evaluasi pengobatan

Untuk di rumah sakit biasanya yang terpenting pelu diperhatikan untuk pasien

rawat inap, yaitupenmbuatan resume akhir. Yang isinya antara lain

menjelaskan :

Anamnesis

Hasil penting pemeriksaan fisik diagnostik, laboratorium, rongent dan lain

– lain.

Pengobatan dan tindakan operasi yang dilaksnakan.

Keadaan pasien waktu keluar

Anjuran pengobatan dan perawatan.

Tujuan pembuatan resume ni antara lain:

Untuk menjamin kontinuitas pelayanan medik dengan kualitas yang tinggi

serta bahan yang berguna bagi dikter pad awaktu menerima pasien untuk

dirawat kembali.

Bahan penilai staf medik rumah sakit

Untuk memenuhi permintaan dari badan – badan resmi tentang perawatan

seorang pasien.

Sebagai bahan informasi bagi dokter yang bertugas, dokter ang mengirim,

dan dokter konsultan

Secara umum kegunaan RM adalah:

Sebagai alat komunikasi antara dokter dan tenga kesehatan lainnya yang

ikut andil dalam pelayanan kesehatan.

Merupakan dasar untuk perencanaan pengobatan dan perawatan yang

harus diberikan kepada pasien

Sebagai bukti tertulis segala pelayanan, perkembnagna penyakit dan

pengobatan selama pasien berkunjung atau dirawat di rumah sakit.

Sebagai dasar analisis, study, evaluasi terhadap mutupelayanan yang di

beriakn kepada pasien

Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit maupun dokter

dan tenaga kesehatan lainnya

Menyedikan data – data khusus yang sangat berguna untuk penelitian dan

pendidikan

Sebagai dasar di dalam perhitungan biaya pembayaran pelayanan medik

pasien

Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan, serta sebagai

bahan pertanggungjawaban dan laporan

Dalam pelaksanaan kegunaan RM di atas maka staf medik dan tenaga

kesehatan lainnya dituntut untuk mengisi RM scara cepat, akurat, dan mudah

dibaca. Tanpa adanya informasi medik yang dicatat dengan baik oleh

kalangan medik maupun paramedik, maka kegunaan seperti yang di

kemukakan sebelumnya tidak akan tercapai.

INDIKATOR PENILAIAN MUTU ASUHAN KESEHATAN

Mutu asuhan kesehatan sebuah RS akan selalu terkait dengan struktur,

proses, outcome sistem pelayanan RS yersebut. Mutu asuhan pelayanan RS

juga dapat dikaji dari tingkat pemanfaatan sarana pelayanan oleh

masyarakat, mutu pelayanan dan tingkat efisiensi RS.

Aspek struktur

Struktur adalah semua masukan (input) untuk system pelayanan sebuah RS

yang meliputi tenaga, peralatan, dana dan sebagainya. Ada sebuah asuransi

yang mengatakan bahwa jika struktur sistem RS tertata dengan baik, akan

lebih menjamin mutu asuhannya. Baik tidaknya struktur RS diukur dari tingkat

kewajaran, kuantitas, biaya, efisiensi, mutu dari masing – masing komponen

struktur.

Proses

Proses adalah semua kegiatan dokter dan tenaga professional lainnya yang

mengadakan interaksi secara profesional dengan pasiennya. Interaksi ini

diukur antara lain dalam bentuk penilaian tentang pasien, penegakan

diagnosa, rencana tindakan pengobatan, indikasi tindakan, penanganan

penyakit, dan prosedur pengobatan.

Dalam hal ini juga dianut asumsi bahwa semakin patuh tenaga profesi

menjalankan ”standards of good practice” yang telah diterima dan diakui oleh

masing – masing ikatan profesi, akan semakin tinggi pula mutu asuhan

terhadap pasien. Baik tidaknya pelaksanaan proses pelayanan di RS dapat

diukur dari tiga aspek yaitu relevan tidaknya proses itu bagi pasien,

efektivitas prosesnya, dan kualitas interaksi asuhan terhadap pasien.

Outcome

Outcome adalah hasil akhir kegiatan dokter dan tenaga profesi lainnya di RS

terhadap pasien. Di sini diperlukan pedoman untuk mengukur mutu asuhan

pelayanan kesehatan. Indikator mutu pelayanan medis meliputi :

1. Angka infeksi nosokomial

2. Angka kematian kasar (Gross Death Rate)

3. Kematian pasca bedah

4. Kematian ibu melahirkan ( Maternal Death Rate-MDR)

5. Kematian bayi baru lahir (Infant Death Rate-IDR)

6. NDR (Net Death Rate di atas 48 jam)

7. ADR (Anasthesia Death Rate)

8. PODR (Post Operation Death Rate)

9. POIR (Post Operative Infection Rate)

Indikator mutu pelayanan untuk mengukur tingkat efisiensi RS :

1. Unit cost untuk rawat jalan

2. Jumlah penderita yang mengalami dekubitus

3. Jumlah penderita yang jatuh dari tempat tidur

4. BOR (Bed Occupancy Rate)

5. BTO (Bed Turn Over)

6. TOI (Turn Over Interval)

7. ALOS (Average Length of Stay)

8. Normal Tissue Removal Rate

Indikator mutu yang berkaitan dengan tingkat kepuasan pasien dapat diukur

dengan :

1. Jumlah keluhan dari pasien/keluarganya

2. Surat pembaca di koran

3. Surat kaleng

4. Surat masuk dari kotak saran, dan sebagainya

5. Survei tingkat kepuasan pengguna pelayanan kesehatan RS

Indikator cakupan pelayanan sebuah RS terdiri dari :

1. Jumlah dan pesentase kunjungan rawat jalan/inap menurut jarak PS

dengan asal pasien

2. Jumlah pelayanan dan tindakan medik

3. Jumlah tindakan pembedahan

4. Jumlah kunjungan SMF spesialis

5. Pemfaatan oleh masyarakat

6.  Contact rate

7.  Hospitalization rate

8.  Out patient rate

9.  Emergency out patient rate

Untuk mengukur mutu pelayanan sebuah RS, angka-angka standar tersebut di

atas dibandingkan dengan standar (indikator) nasional. Jika tidak ada angka

standar nasional, penilaian dialkukan dengan menggunakan hasil pencatatan

mutu pada tahun sebelumnya di RS yang sama setelah dikembangkan

kesepakatan pihak manajemen / direksi RS yang bersangkutan dengan

masing-masing SMF dan staf lainnya yang terkait.

Indikator mutu yang mengacu pada keselamatan pasien:

1. Pasien terjatuh dari tempat tidur/kamar mandi

2. Pasien diberi obat yang salah

3. Tidak ada obat/alat emergensi

4. Tidak ada oksigen

5. Tidak ada alat penyedot lendir

6. Tidak tersedia alat pemadam kebakaran

7. Pemakaian obat tidak sesuai standar

8. Pemakaian air, listrik, gas, dan sebagainya.

Mutu pelayanan medis dan kesehatan di RS sangat erat kaitannya dengan

manajemen RS (quality of services) dan keprofesionalan kinerja SMF dan staf

lainnya di RS (quality of care). Keduanya merupakan oucome dari manajemen

manjaga mutu di RS (quality assurance) yang dilaksanakan oleh gugus kendali

mutu RS. Dalam hal ini, gugus kendali mutu dapat ditugaskan kepada komite

medik RS karena mereka adalah staf fungsional (nonstruktural) yang

membantu direktur RS dengan melibatkan semua staf SMF RS.

Rumus untuk menghitung mutu pelayanan RS

BOR (Bed Occupancy Rate)

Persentase pemakaian tempat tidur pada satu satuan waktu tertentu.

Indikator ini memberikan gambaran tentang tinggi rendahnya tingkat

pemanfaatan tempat tidur RS.

Jumlah hari perawatan RS dalam waktu tertentu   x 100%

Jumlah TT x Jumlah hari dalam satu satuan waktu

ALOS (Average Length of Stay)

Rata-rata lamanya perawatan seorang pasien. Indikator ini di samping

merupakan gambaran tingkat efisiensi manajemen sebuah RS, indikator ini

juga dapat dipakai untuk mengukur mutu pelayanan apabila diagnosis

penyakit tertentu dapat dijadikan tracernya (yang perlu pengamatan lebih

lanjut).

Jumlah hari perawatan pasien keluar rumah sakit

Jumlah pasien keluar rumah sakit (hidup + mati)

BTO (Bed Turn Over)

Frekuensi pemakaian tempat tidur dalam satu satuan waktu (biasanya per

tahun) tempat idur RS. Indikator ini akan memberikan gambaran tingkat

pemakaian tempat tidur RS.

Jumlah pasien keluar RS (hidup + mati)

Jumlah tempat tidur

TOI (Turn Over Interval)

Rata-rata hari tempat tidur tidak ditempati dari saat ke saat sampai terisi

berikutnya. Indikator ini juga menberikan gambaran tingkat efisiensi

penggunaan tempat tidur.

(Jumlah TT x hari) – hari perawatan RS

Jumlah pasien keluar (hidup + mati)

NDR (Net Death Rate)

Angka kematian di atas 48 jam setelah dirawat untuk tiap-tiap 100 penderita

keluar RS.

Jumlah pasien mati di atas 48 jam dirawat   x  100%

Jumlah pasien RS – kematian di bawah 48 jam

GDR (Gross Death Rate)

Angka kematian umum penderita keluar RS

Jumlah pasien mati seluruhnya dirawat   x 100%

Jumlah pasien keluar (hidup + mati)

Net Death Rate

Total kematian > 48 jam dalam periode waktu tertentu   x 100%

Total pasien keluar hidup & mati dalam periode yang sama

Net Infection Rate

Total penderita infeksi yang didapat RS dalam periode tertentu   x 100%

Jumlah pasien keluar hidup & mati dalam periode yang sama

Anasthesia Death Rate

Total kematian Anasthesia dalam periode tertentu   x 100%

Total pasien yang mendapat anasthesia dalam periode yang sama

Post Operation Death Rate

Total kematian dalam 10 kali operasi dalam periode waktu tertentu x 100%

Total pasien yang dioperasi dalam periode yang sama

Normal Tissue Removal Rate

Total normal tissue yang diangkat x 100%

Total tissue yang diperiksa

Maternal Death Rate

Jumlah pasien kebinanan yang meninggal dalam periode tertentu x 100%

Jumlah pasien kebidanan yang eluar hidup + mati

Foetal Death Rate

Jumlah kematian bayi dengan U.K.>20 minggu x 100%

Jumlah semua kelahiran dalam periode tertentu

Contact Rate (5 mil)

Total pasien keluar hidup + mati x 100%

Jumlah populasi

Hospitalization Rate

Total hari rawat   x 100%

Jumlah populasi

Out Patient Rate

Total kunjungan (baru + lama) x 100%

Jumlah populasi

Emergency Out Rate Patient

Total kunjungan pasien gawat darurat x 100%

Jumlah populasi

Hasil perhitungan standar mutu pelayanan RS tersebut harus dibandingkan

dengan masing-masing standar mutu nasional. Untuk ukuran mutu yang tidak

ada standar nasionalnya, angkanya dibandingkan dengan hasil penilaian

tahun-tahun sebelumnya.

Standar nasional untuk asuhan kesehatan RS di Indonesia

1. BOR  : 75-85%

2. ALOS : 7-10 hari

3. TOI : 1-3 hari

4. BTO : 5-45 hari

5. NDR (48 jam) : < 2,5%

6. GDR : <3%

7. Anasthesia Death Rate : 1/5000

8. Post Operation Death Rate : <1%

9. Post Operative Infection Rate : <1%

10. Normal Tissue Removal Rate : <10%

11. Maternal Death Rate : <0,25%

12. Neonatal Death Rate : <2%

13. Angka Infeksi Nosokomial : 1-2%

KESIMPULAN

Pihak-pihak yang berperan dalam manajemen rumah sakit adalah dokter,

dokter umum dan spesialis, dokter gigi, perawat, farmasis, fisioterapis tekhnisi

dan lain-lain yang bekerja di rumah sakit tersebut.

Untuk mencapai organisasi rumah sakit yang baik diperlukan penerapan

manajemen yang baik pula.

SARAN

Masing-masing profesi yang bekerja di rumah sakit sebaiknya mengetahui

bagaimana suatu fungsi manajemen yang baik agar dapat menjalankan

profesinya tersebut sekaligus menjaga jalannya fungsi rumah sakit yang baik

dan benar.