manajemen strategis pada pengelolaan...
TRANSCRIPT
MANAJEMEN STRATEGIS PADA PENGELOLAAN
PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN SORONG
O1eh: Kilyon.N.Mobalen
Universitas Padjajaran
Program Magister, Program Studi Ilmu Administrasi Publik
Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jl. H. Juanda Dago Pojok No.66 Bandung 40135
Abstrak
Penulisan ini bertujuan untuk membahas manajemen strategis pada
pemerintah kabupaten sorong yang berkaitan dengan perundang-undangan di
Indonesia yang mengembangkan dalam sistem pemeritahan daerah dalam kajian
sistem pemeritahan daerah, ini bertujuan untuk membahas manajemen strategis
dan pengelolaan pemerintah daerah. Fokus pembahasan adalah menghubungkan
antara konsep manajemen strategis pada sektor privat dengan pengelolaan
pemerintah daerah dalam perundang-undangan di Indonesia.
Pembahasan ini dilakukan dengan mengkaji literatur mengenai manajemen
strategis dan konsep manajemen strategis yang ada dalam peraturan
perundang-undangan di Indonesia tentang pengelolaan pemerintahan daerah
kabupaten sorong. Akan diuraikan alternatif pendekatan dalam manajemen
strategis yang mungkin dapat diterapkan pada pemerintah daerah di Indonesia.
Berdasarkan uraian di atas maka sistematika pembahasan dalam tulisan ini
adalah bagian pertama, pendahuluan yang berisi latar belakang permasalahan
dalam pengelolaan pemerintah daerah. Bagian kedua, kajian literatur manajemen
strategis. Bagian ketiga, alternatif pendekatan manajemen strategis. Bagian
keempat, sistem pengelolaan pemerintah daerah di kabupaten Sorong
Abstract
This writing has an objective to discuss a strategic management in the
government of Sorong Regency associated with the legislation in Indonesia
developing in local government system in a study of local government system, this
has an objective to discuss the strategic management and management of local
government. The focus of discussion is to connect the concept of strategic
management in private sector to the management of local government in the
legislation in Indonesia.
This discussion has been conducted by studying the literature of strategic
management and the concept of strategic management existing in the regulations of
legislation in Indonesia concerning local government management of Sorong
Regency. It would be outlined an approach alternative in strategic management
that can be possibly applied in the local government in Indonesia.
Based on the outline aforementioned so the discussion systematic in this
writing are: Firstly, introduction containing a background of problems in the
management of local government. Secondly, literature study of strategic
management. Thirdly, approach alternative of strategic management. Fourthly, the
management system of local government in Sorong Regency.
I. PENDAHULUAN
Sesuai amanat UUD 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan daerah menurut asas otonomi daerah
dan pembentukan otonomi kepada daerah diarahkan untuk mempercepat
terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan,
pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Disamping itu melalui otonomi
khusus, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan
memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan, serta
potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas
penyelenggaraan otonomi daerah, perlu memperhatikan hubungan antar susunan
pemerintah dan pemerintahan daerah dalam potensi dan keanekaragaman daerah.
Pada Aspek hubungan antar wewenang perlu memperhatikan keragaman daerah
dalam negara kesatuan Republik Indonesia. Aspek penentu hubungan keuangan,
pelayanan umum, dan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya
dilaksanakan secara adil dan selaras. Disamping itu perlu diperhatikan pula
peluang dan tantangan dalam persaingan global dengan memanfaatkan
perkembangan ihnu pengetahuan dan teknologi. Agar mampu menjalankan peran
pemerintah daerah yang diberikan kewenangan yang seluas-luasnya disertai
dengan pemberian hak dan kewajiban dalam penyelenggarakan otonomi daerah
dan kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Pada tingkat daerah, penyelenggaraan fungsi pemerintahan menjadi tugas
dan kewajiban kepala daerah beserta aparat yang ada di bawahnya Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menyebutkan tugas kepala
daerah salah satunya adalah memimpin dan penyelenggaraan pemerintah daerah
berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, terdapat perbedaan pengelolaan
dibanding dengan sektor privat. Perbedaan ini terutama disebabkan adanya
perbedaan karakteristik. Menurut Antoni dan Young (2003) karakterisrik
organisasi nonprofit pada ukuran laba, adanya perbandingan pajak dan hukum,
menjadi kecenderungan organisasi jasa, kendala yang lebih besar pada tujuan dan
sasaran, kurang tergantung pada dukungan keuangan, dominasi profesional,
perbedaan dalam tata kelola, pentingnya pengaruh politik, dan tradisi pengendalian
manajemen yang kurang baik. Dari karakteristik tersebut, ketidakadilan motif laba
merupakan ciri yang utama pada organisasi sektor publik.
Adanya perbedaan karakteristik tersebut menyebabkan konsep dan praktik
manajemen sektor privat tidak dapat diterapkan sepenuhnya pada sektor publik.
Meskipun demikian tidak berarti bahwa sektor publik tidak dapat dilakukan dengan
manajemen kewirausahaan. Menurut Osborne dan Gabler (1992) terdapat sepuluh
prinsip dalam menerapkan kewirausahaan pada pemerintahan daerah yaitu
pertama, pemerintahan kewirausahaan untuk mendorong kompetisi diantara
penyedia pelayanan. Kedua, pemerintah mendayagunakan masyarakat dengan
mendorong pengendalian masyarakat. Ketiga, ukuran kinerja adalah outcome
bukan input. Keempat, Pemerintahan dikendalikan oleh tujuannya atau misinya
bukan oleh aturan dan regulasi. Kelima, pemerintah mendefinisikan kliennya
sebagai konsumen. Keenam, pemerintah berusaha untuk mencegah timbulnya
masalah daripada mencari solusi setelah masalah terjadi. Ketujuh, pemerintah
memanfaatkan tenaganya untuk menghasilkan uang tidak sekedar membelanjakan.
Kedelapan, pemerintah mendorong desentralisasi wewenang. Kesembilan,
pemerintah lebih suka pada mekanisme pasar daripada mekanisme birokrasi.
Kesepuluh, pemerintah tidak menfokuskan pada penyediaan pelayanan publik tapi
sebagai penggubung semua sektor.
Hood (1995) mempertimbangkan sistem manajemen sektor publik dalam
bentuk dua elemen pokok yaitu tingkat perbedaan dari sektor privat dan tingkat dari
aturan operasi untuk menjadi pengubung terhadap kebijakan politis dan manajerial.
Menggunakan dua unsur pokok ini, Hood mengidentifikasi tujuh doktrin yang
mendasari new public management (NPM) yaitu pertama, penguraian sektor publik
menjadi unit koperasi di organisasi berdasarkan produk. Kedua, ketentuan
persaingan didasarkan kontrak kerja dengan pasar internal dan kontrak bersyarat.
Ketiga, menekankan pada gaya sektor privat mengenai praktik manajemen.
Keempat, lebih menekankan pada disiplin dan penghematan dalam penggunaan
sumber daya. Kelima, lebih menekankan pada manajemen puncak yang bervisi.
Keenam, standar dan ukuran kinerja dan keberhasilan dapat diukur secara jelas.
Ketujuh, penekanan lebih besar pada output. Doktrin satu sampai dengan empat
menyangkut teknik NPM dalam mengurangi perbedaan administrasi sektor publik
dibanding dengan sektor privat. Doktrin lima sampai dengan tujuh menyangkut
teknik NPM dalam mengurangi aturan sektor publik dan meningkatkan
ketersediaan kebijakan pada manajer sektor publik. Desentralisasi pengelolaan
pemerintahan daerah yang disertai adanya otonomi yang luas dan tata kelola
pemerintahan yang mengacu pada konsep kewirausahaan dan manajemen publik
menyebabkan pentingan manajemen strategis pada pengelolaan pemerintah daerah.
Weschsler dan Berry mengemukakan manajemen strategis dipandang
sebagai alat penting di negara bagian karena berapa alasan. Pertama, model
manajemen strategis yang menjanjikan dalam pendekatan struktural, berurutan
untuk mengelola dalam tingkat tinggi, masalah yang dihadapi negara bagian (Olsen
dan Eadie, 1982). Kedua, manajemen strategis dipandang oleh politisi dan
kepemimpinan manajerial sebagai mekanisme untuk berpikir perspektif rasional
dan teknik dalam proses pemerintah. Ketiga, manajemen strategis menawarkan
kebijakan yang lebih besar dan mengijinkan untuk mengembangkan dasar untuk
pengambilan keputusan (Bryson dan Roering, 1987; Olsen dan Eadie, 1982).
Keempat, manajemen strategis menarik bagi pejabat pemerintah daerah karena
telah digunakan secara luas di sektor privat dan diadopsi oleh pemerintahan daerah
dipandang untuk mendorong praktik yang paling baik dari keberhasilan organisasi
bisnis.
II. KAJIAN L1TERATUR MANAJEMEN STRATEGIS
Pengertian manajemen strategis tidak dapat dilepaskan dari perkembangan
sebelumnya terutama berkaitan dengan perencanaan strategis pemerintahan daerah.
Berry dan Wechsler menjelaskan pengertian perencanaan strategis sebagai suatu
proses sistematis untuk mengelola organisasi, lingkungan dan permintaan
stakeholder eksternal, mencakup perumusan strategi, analisis kekuatan dan
kelemahan agensi, identifikasi stakeholder agensi, implementasi tindakan
strategis, dan manajemen isu.
Gaspersz (2004) menjelaskan manfaat perencanaan strategis diantaranya
adalah:
1. Berguna bagi perencanaan untuk perubahan dalam lingkungan dinamik yang
lengkap.
2. Berguna untuk pengelolaan hasil.
3. Perencanaan strategis merupakan suatu alat manajerial yang penting.
4. Perencanaan strategis berorientasi masa depan.
5. Perencanaan strategis mampu beradaptasi.
6. Perencanaan strategis adalah penting untuk mendukung pelanggan.
7. Perencanaan strategis mempromosikan komunikasi.
Menurut Graham manajemen strategis menggantikan perencanaan strategis
sebagai suatu konsep terintegrasi terdapat dua hal. Pertama, perencanaan rasional
dan ekonomis harus diintegrasikan dengan sistem administratif kritis (strategis)
lainnya seperti pengendalian manajemen, komunikasi dan sistem informasi,
motivasi dan imbalan, struktur organisasi, dan biaya organisasi. Kedua, perumusan
suatu perencanaan tidak menjamin pelaksanaan dan umpan balik yang berkaitan
dengan tindakan strategis. Liou menjelaskan salah satu variasi utama dari model
perencanaan strategis adalah manajemen strategis. Pengembangan manajemen
strategis penting karena ia mengoreksi adanya perumusan strategi pada tahap awal
dan memberikan perhatian khusus pada implementasi dan evaluasi strategi pada
tahap akhir dari proses strategis secara menyeluruh. Dengan kata lain, pendekatan
strategis pada manajemen menekankan analisis organisasional sistematis yang
menguji fungsi dan tujuan organisasi, lingkungan organisasi internal dan eksternal,
dan kerangka kerja pembuatan keputusan organisasi dan berpikir jangka panjang
secara perspektif. Model atau proses manajemen strategis terdiri dari lima
komponen yang saling berhubungan yaitu: pertama, pengamatan lingkungan
dengan mengidentifikasi faktor budaya, demografi, ekonomi, dan politik serta
implikasinya terhadap organisasi. Kedua, menetapkan misi dan tujuan dengan
mengidentifikasi isu dan peluang untuk pelayanan atau pendekatan berdasarkan
pada pengamatan lingkungan. Ketiga, menganalisis kekuatan dan kelemahan
internal dan eksternal serta sumber daya yang terbatas dan organisasi. Keempat,
mengembangkan rencana tindakan dan menetapkan prioritas. Kelima,
mengembangkan strategi implementasi dan memonitor implementasi. Aplikasi dari
manajemen strategis pada organisasi sektor publik terdiri dari komponen yang
sama dengan sektor privat diantaranya pernyataan misi, pengamatan lingkungan,
pengamatan organisasi, sasaran dan implementasi, monitoring dan implementasi.
Menurut Bryson pada organisasi sektor publik menekankan pada
pentingnya proses perumusan strategi yang terdiri dari delapan langkah interaktif
yaitu perjanjian awal tentang pembuatan keputusan, identifikasi mandat yang
dihadapi organisasi pemerintah, klarifikasi misi dan nilai organisasi, identifikasi
peluang eksternal dan ancaman yang dihadapi organisasi, identifikasi kekuatan
internal dan kelemahan organisasi, identifikasi isu strategis, pengembangan
strategi, dan gambaran organisasi di masa mendatang. Manfaat yang dieproleh
dengan penerapan manajemen strategis pada organisasi sektor publik diantaranya
adalah:
1. Membantu organisasi publik berpikir secara strategis
2. Mengklarifikasi arah yang lebih baik
3. Memecahkan masalah organisasi
4. Meningkatkan kinerja
5. Berhubungan secara efektif dengan lingkungan yang berubah
6. Membangun tim kerja dan keahlian
7. Memudahkan intreface administrasi politik melalui hubungan kerjasama
antara pejabat terpilih dan manajer publik
Menurut Toft beberapa kendala yang perlu dipertimbangkan dalam
penggunaan manajemen strategis pada sektor publik adalah
1. Pemerintah berorientasi pada tindakan jangka-pendek
2. Strategi publik pada tingkat agensi dirancang oleh legislatif
3. Perencanaan publik dilakukan dalam lingkungan intern.
4. Analisis keandalan cukup nimit dan sulit.
5. Agensi publik kurang familier dengan proses kelompok informal untuk
pemecahan masalah, membangun tim, dan Iain-lain.
6. Karena kendala anggaran dan orientasi jangka pendek, pekerjaan untuk
perencana sektor publik sulit dijustifikasi.
7. Strategi publik akan dicapai melalui desain organisasi, penganggaran
danpengendalian keuangan, dan sistem dan kebijakan personil.
III. PENDEKATAN ALTERNATIF MANAJEMEN STRATEGIS
Bryson dan Roering (1987) mengidentifikasi lima model berbeda yang
dapat digunakan untuk penerapan manajemen strategis pada pemerintah negara
bagian. Kelima model tersebut adalah model kebijakan Harvard, sistem
perencanaan strategis, manajemen stakeholder, model manajemen portofolio, dan
manajemen isu strategis. Di bawah ini akan dijelaskan masing-masing model
tersebut.
Model Kebijakan Harvard
Model ini merupakan model yang paling banyak digunakan. Pendekatan ini
menekankan pada pengembangan organisasi dengan lingkungannya. Pencapaian
kesesuaian ini dinilai oleh ahli strategi melalui analisis kekuatan, kelemahan,
peluang, dan ancaman, dikenal sebagai analisis SWOT (strengths, weaknesses,
opportunities, and threats). Penilaian ini mengarahkan organisasi untuk
mengembangkan strategi dalam membangun kekuatan, mengatasi kelemahan,
mengatasi ancaman, dan mengeskploitasi peluang. Di dalam model ini, manajer
strategis akan menggunakan model SWOT untuk menguji sifat permintaan dan
tekanan pihak eksternal, mengidentifikasi peluang dan kendala sumber daya,
menetapkan peluang program, menemukan ancaman politik, menetapkan tujuan
dan prioritas organisasi, dan menilai kapasitas internal. Berdasarkan pertimbangan
ini, strategi perencanaan dan tindakan dapat dikembangkan untuk mencapai
kerjasama organisasi dengan lingkungan.
M anajemen Stakeholder
Menurut Freeman (1984), pendekatan stakeholder pada manajemen
strategis. Di pahami sebagai pemangku kepentingan pada pengakuan dari ke yang
bersaing baik di dalam maupun di mar organisasi. Dari kesempulan ini, tugas kritis
dan ahli strategis adalah untuk mengapresiasi kepentingan stakeholder dalam
merumuskan strategi untuk mengoptimalkan dukungan pada organisasi. Dalam
kenyatahaan organisasi untuk menempatkan diri pada lingkungan internal dan
eksternal dalam mengidentifikasi pelaku yang mempengaruhi organisasi dalam
menetapkan pemangku stakeholder dan menilai sifat hubungan kekuasaan dan
ketergantungan untuk melindungi dari ancaman, mengembangkan dukungan pada
program dan kebijakan, memperoleh sumber daya yang dibutuhkan. Secara
internal organisasi membutuhkan pembangunan kapasitas dalam memperoleh
pengendalian terhadap berpikir kritis.
Studi mengenai manajemen strategis (Wechsler dan Backoff, 1986, 1987)
menunjukkan beberapa agensi dengan menggunakan pendekatan dalam
manajemen strategisnya. Dari perspektif Department of Natural Resources,
permintaan terhadap tanggung jawab program dan perbedaan konstitusional
menghadirkan dua tantangan utama yaitu pertama, menyangkut kehadiran setiap
kelompok stakeholder dan mengembangkan permintaan. Kedua, stakeholder
mempunyai suatu kepentingan lebih besar dan komitmen pada departemen yang
mempunyai kepentingan khusus.
Model Manajemen Portofolio
Model ini didasarkan pada sifat analogi dengan konsep investasi personal.
Menurut Bryson dan Roering (1987), ketika seorang investor merakit suatu
portofolio saham untuk mengelola risiko dan merealisasikan hasil yang optimal,
seorang manajer dapat berpikir bahwa perusahaan sebagai suatu bisnis dengan
potensi yang berbeda dapat diseimbangkan pada hasil manajer dan arus kas.
Boston Consulting Group mengusulkan model portofolio pada sektor privat,
membedakannya antara lini bisnis dalam dua dimensi yaitu pertumbuhan pasar dan
bisnis. Perusahaan menggunakan matrik BCG untuk membagi lini bisnis menjadi
empat yaitu pertumbuhan tinggi pada pasar (stars), pertumbuhan rendah, pasar
tinggi (cash cows), pertumbuhan tinggi pasar rendah (question marks),
pertumbuhan rendah pasar rendah (dogs).
Berdasarkan klasifikasi, perusahaan menetapkan sifat dan biaya dari
komitmen setiap bisnis. Hal ini bermanfaat untuk pemikiran pemerintah negara
bagian, kriteria ekonomi yang mendasari model portofolio secara jelas kurang
sesuai untuk organisasi sektor publik. Untuk dapat diterapkan pada negara bagian,
adalah perlu untuk identifikasi dimensi yang mengklasifikasikan program menurut
kriteria politik dan ekonomi. Model sektor privat dapat ditemukan dalam ketentuan
yang sederhana, kejelasan konseptual, dan tegas. Persyaratan untuk kriteria pada
organisasi sektor publik untuk membatasi hal ini. Beberapa ahli strategis sukses
menggunakan logika umum dari model portofolio ini dipadukan dengan
pendekatan lain.
Manajemen Isu Strategis
Pendekatan ini diperkenalkan oleh Ansoff (1980) yang menjelaskan suatu
isu strategis sebagai perkembangan yang akan datang baik dalam organisasi
maupun di luar organisasi, yang mempunyai pengaruh penting pada kemampuan
organisasi untuk memenuhi syarat. Sistem manajemen isu strategis menekankan
pada identifikasi awal dan tanggapan cepat pada perubahan yang dapat
mempengaruhi organisasi di masa depan. Aktivitas yang berhubungan dengan
manajemen isu strategis meliputi pada daftar isu strategis kunci yang mutakhir,
memonitor lingkungan untuk isu yang muncul, merancang isu pada kelompok
manajemen isu strategis, dan pemilihan tindakan yang diambil dari organisasi
untuk memecahkan isu prioritas.
IV. SISTEM DALAM PENGELOLAAN PEMERINTAH DAERAH
KABUPATEN SORONG
Kabupaten sorong memiliki delapan belas distrik dan seratus tiga puluh tiga
kampung yang di bawah pemerintah propinsi papua baratkabupaten Sorong
merupakan produk hasil terbesar yang terkenal dengan hasil kekayaan yang
menimpa dengan dengan sumber daya alam, Setelah diuraikan pendekatan dalam
manajemen strategis yang dapat diterapkan pada pemerintahan daerah kita akan
menganalisis peraturan perundang-undangan di Indonesia yang berkaitan dengan
manajemen strategis dalam pengelolaan pemerintah daerah. Pasal l50
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menyebutkan
beberapa hal diantaranya adalah:
1. Rencana pembangunan jangka panjang (RPJP) daerah untuk jangka
waktu 20 tahun.
2. Yang memuat visi, misi, dan arah pembangunan daerah yang mengacu
kepada RPJP nasional, rencana pembangunan jangka menengah
(RPJM) daerah untuk jangka waktu 5 tahun merupakan penjabaran dari
visi, misi, dan program kepala daerah dalam penyusunan pedoman
pada RPJP daerah dengan memperhatikan RPJP nasional
3. RPJM daerah memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi
pembangunan daerah, kebijakan umum, dan program satuan kerja
perangkat daerah, Untas satuan kerja perangkat daerah, dan program
wilayah serta dengan rencana kerja dalam rangka regulasi dan kerangka
pendanaan yang bersifat menyeluruh.
4. Rencana kerja pembangunan daerah (RKPD) merupakan penjabaran
dari RPJM daerah untuk jangka waktu 1 tahun, yang memuat
rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah,
rencana kerja dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh
pemerintah daerah maupun ditempuh dengan mendorong
partisipasi masyarakat, dengan mengacu kepada rencana kerja
daerah(RKPD)
5. Sedangkan pada pasal 151 dijelaskan sebagai berikutl.satuan kerja
perangkat daerah menyusun rencana strategis (renstra-SKPD) memuat
visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, programdan kegiatan
pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsinya, berpedoman pada
(RKPD) daerah dan bersifat indikatif, renstra-SKPD dirumuskan dalam
bentuk rencana kerja satuan kerja perangkat daerah yang memuat
kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan
langsung oleh pemerintah daerah maupun yang ditempuh dengan
mendorong partisipasi masyarakat.
Berdasarkan peraturan dalam undang-undang di atas, manajemen strategis
pada pemerintah daerah lebih mengarah pada pendekatan sistem perencanaan
strategis. Rencana strategis dibagi ke dalam beberapa penjabaran antara lain RPJP
daerah yang berdimensi waktu 20 tahun yang berisi visi, misi, dan arah
pembangunan daerah. RPJP daerah dijabarkan dalam bentuk RPJM daerah yang
berdimensi waktu 5 tahun yang berisi visi, misi, dan program kepala daerah. RPJM
ini memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah,
kebijakan umurn, dan program satuan kerja perangkat daerah, lintas satuan kerja
perangkat daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana kerja dalam
kerangka regulasi dan pendanaan yang bersifat indikatif. Selanjutnya dijabarkan
dalam RKPD yang berdimensi waktu 1 tahun, yang memuat rancangan kerangka
ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja dan pendanaannya.
RPJP, RPJM, dan RKPD menjadi acuan satuan kerja perangkat daerah menyusun
renstra-SKPD. Renstra ini memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program
dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Dengan peraturan perundang-undangan yang ada maka pengelolaan
manajemen strategis pemerintah daerah kabupaten sorong menggunakan pola
sistem perencanaan strategis. Dengan sistem ini setiap SKPD melaksanakan
program yang mengarah pada pencapaian visi dan misi yang telah ditetapkan
daerah dalam Satuan Kerja Perangkat Daerah.dalam sistem perencanaan kerja
daerah, Penerapan yang konsisten dan tepat atas sistem perencanaan strategis ini
akan menjadi suatu inovasi bagi pemerintah daerah kabupaten sorong dalam
menuju pengelolaan pemerintahan daerah dalam birokrasi pemerintahan kabupaten
sorong yang profesional dalam sistem pemerintahan daerah Menurut Abdul
Rohman (2007) kinerja pemerintah daerah adalah : "merupakan gambaran
mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu Kegiatan dan program
kebijakanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi
organisasi yang tertuang dalam pemmusan skema stategis (strategic planning)
suatu organisasi. Secara umum dapat dikatakan juga bahwa kinerja merupakan
prestasi yang dapat dicapai organisasi dalam periode tertentu".
Menurut Wawan Et Al (2009) dalam jurnalnya menyatakan bahwa kinerja
pemerintah daerah adalah: "Bagaimana atau sejauh mana Pemerintah Daerah
menyelenggarakan urusan-urusannya tersebut". Kinerja pemerintah daerah
merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu
kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi
organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis (strategic planning)
suatu organisasi. Secara umum dapat juga dikatakan bahwa kinerja merupakan
prestasi yang dapat dicapai organisasi dalam dalam periode tertentu (Abdul
Rohman, 2009). Kinerja pemerintah daerah berati bagaimana atau sejauh mana
pemerintah daerah menyelenggarakan urusan - urusan tersebut. Informasi yang
digunakan untuk pengukuran kinerja dibagi dua yaitu informasi financial dan
informasi nonfinancial (Wawan Dan Lia, 2009).
Hubungan Pengawasan Kinerja Pemerintah Daerah
Menurut Wawan dan Lia (2009) mengatakan bahwa: "Pengawasan intern
berpengaruh signifikan terhadap kinerja Pemerintah daerah. Hal ini menunjukan
bahwa pengawasan intern dapat memberikan dukungan terhadap responsivitas,
responsibilitas, dan akuntabilitas Pemerintah. Semakin baik pengawasan intern
yang dilaksanakan akan memberikan dampak semakin baik kinerja Pemerintah
daerah yang dicapai". Sedangkan menurut Abdul Rohman (2009) mengatakan
bahwa: "Pengawasan intern berpengaruh terhadap kinerja pemerintah daerah, dan
membantu para anggota organisasi dalam melaksanakan tanggung jawab secara
efektif dan mencapai kinerja yang lebih baik. Fungsi pengawasan intern memonitor
apakah perilaku sudah berorientasi pada pencapaian kinerja yang baik, dan
melakukan koreksi atau perilaku dan hasil yang menyimpang dari kinerja yang
diinginkan".
Hubungan Kinerja Pemerintah Daerah
Menurut Mardiasmo (2004) dalam Warsino (2009) menyatakan bahwa:
"Pengukuran kinerja sangat penting untuk menilai akuntabilitas organisasi dan
manajer dalam menghasilkan pelayanan publik yang lebih baik. Akuntabilitas
bukan sekedar kemampuan menunjukkan bagaimana uang publik tersebut telah
dibelanjakan secara ekonomis, efektif, dan efisien. Peningkatan kinerja sektor
publik merupakan hal yang bersifat komprehensif, dimana setiap SKPD sebagai
pengguna anggaran (badan/dinas/biro/kantor) akan menghasilkan tingkat kinerja
yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuan dan rasa tanggung jawab yang
mereka miliki. Semakin bagus tingkat pengelolaan keuangan oleh pengguna
anggaran maka akan semakin tinggi tingkat kinerja pemerintah". Sedangkan Abdul
Rohmah (2008) menyatakan bahwa: "Pengelolaan keuangan daerah yang
berorientasi pada kinerja menunjukan adanya akuntabilitas kinerja yang terdapat
keterkaitan antara sasaran strategis yang ingin dicapai dengan jumlah dana yang
dialokasikan maka dapat diasumsikan bahwa pengelolaan keuangan daerah yang
baik mempunyai pengaruh terhadap kinerja satu instansi atau organisasi".
Menurut Mulyadi (2001) tanpa didasarkan pada rencana kegiatan jangka
panjang yang disusun sebelumnya, anggaran sebenarnya tidak membawa suatu
perusahaan ke arah manapun. Maka dari itu dari kegiatan perencanaan sangat
penting demi melancarkan pencapaian tujuan perusahaan. Kegiatan penganggaran
yang merupakan cakupan atas kegiatan pengelolaan keuangan yaitu perencanaan,
pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan
merupakan suatu kegiatan yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan dari
setiap program yang telah disusun sehingga mampu mencapai kinerja yang
diinginkan.
Menurut Wechsler dan Beny, model ini paling sesuai diterapkan pada
lingkungan dimana organisasi mempunyai kapasitas yang cukup untuk melakukan
pemilihan strategis, tindakan, dan berpikir yang jelas tentang sasaran yang akan
dicapai. Jadi, pendekatan ini cocok dalam lingkungan dimana strategi adalah
internally directed atau negotiated yaitu organisasi yang mempunyai kapasitas
organisasi yang tinggi dapat berpengaruh eksternal yang tinggi atau rendah. Model
ini juga dapat dipakai oleh pelaku strategis pemerintahan di tiga wilayah yaitu
pertama, pengamatan lingkungan eksternal. Menurut Pflaum dan Delmont (1987)
pengamatan lingkungan masyarakat scanning, identifikasi isu kunci dan tren,
analisis dan interpretasi strategis, menciptakan produk yang bermanfaat untuk
perencanaan dan pengambilan keputusan. Pelaku strategis pemerintahan dalam
pengamatan lebih cenderung pada lingkungan ini lebih bermanfaat dalam
pembuatan kebijakan, perencanaan anggaran, dan pengembangan sistem
manajemen. Kedua, analisis politik. Jenis penilaian strategis ini membantu pelaku
pemerintahan daerah untuk menetapkan sifat tren politik tetapi juga untuk menilai
kekuatan dan relevansi dari kecenderungan ini. Sebagai pelaksana perumusan dan
implementasi kebijakan, analisis SWOT ini akan menginformasikan waktu,
bentuk, dan isi, dari pilihan kebijakan pemerintahan. Ketiga, perumusan dan
implementasi kebijakan. Dengan menggunakan model ini, pelaku strategis
pemerintahan dapat lebih mudah merumuskan dan mengimplementasikan
kebijakan.
Sistem Perencanaan Strategis
Menurut Bryson Roering, perencanaan strategis merupakan suatu sistem
dimana manajer membuat, mengimplementasikan, dan mengendalikan keputusan
penting lintas fungsi dan level dalam perusahaan. Sistem perencanaan strategis
harus menjawab empaf pertanyaan mendasar yaitu kemana kita pergi, misi,
bagaimana kita memperoleh strategi, bagaimana kita memperoleh anggaran, dan
bagaimana kita mengetahui jalur yang kita lalui dalam pengendalian. Pada level
organisasi, sistem perencanaan menyarankan bahwa pertimbangan manajemen
tradisional berhubungan dengan maksud, tujuan dan sasaran, kebijakan dalam
perencanaan program, alokasi sumber daya, dan evaluasi hasil. Mekanisme
perencanaan formal mengantarkan suatu elemen dari rasionalitas komprehensif
yang secara pejabat pemerintah daerah. Meskipun dalam kajian pengamat
memandang bahwa pendekatan perencanaan sesuai dengan sektor publik dan
memperhatikan metode perencanaan formal sebagai kekuatan, kendala yang
dipaksakan pada kenyataan. Menurut Bryson proses perencanaan strategis meliputi
sepuluh langkah berikut:
1. Menyetujui proses perencanaan strategis.
2. Mengidentifikasi mandat organisasi.
3. Mengklarifikasi misi dan nilai organisasi.
4. Menilai lingkungan internal dan eksternal organisasi untuk
mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman.
5. Mengidentifikasi isu strategis yang dihadapi organisasi.
6. Merumuskan strategi untuk mengelola isu.
7. Menelaah dan mengadopsi rencana strategis.
8. Menetapkan visi,misi organisasi pada pemerintah daerah
9. Mengembangkan proses implementasi kebijakan pemerintah daerah
10. Menilai kembali strategi dan proses perencanaan strategis manajemen
Beberapa kelemahan sistem berasal dari latar belakang yang sama dan
Sistem perencanaan rasional mensyaratkan suatu ukuran khusus dari suatu
kontinuitas dan jadi rentan terhadap gangguan lingkungan politis yang berubah.
Disamping itu kapasitas yang diperlukan untuk implementasi proses perencanaan
oleh pemerintah daerah secara underestimated dalam menghasilkan frustasi dan
konflik lokal.
V . KESEMPULAN
Dalam penulisan Jurnal ini penulis mengkaji tentang Strategis manajemen di
hubungkan dengan konsep pemerintahan daerah untuk mengetahui sejauh mana
peranan pemerintahan dareah dalam memberdayakan pegawai,khusus nya
penerapan pegawai pada pemerintah kabupaten sorong dalam pemberlakuan sistem
hukum di indonesi,serta mengkaji dari literatur yang hubungan dengan manajemen
strategis di konsepkan dengan literatur yang ubungan nya dengan pemerintah
daerah.
Daftar Pustaka
Antoni, Robert N. dan David Young. 2003. Management Control in Nonprofit
Organization. McGraw-Hill Companies, New York.
Berry, Frances Stokes dan Barton Wechsler. 1995. State Agencies' Experiencewith
Strategic Planning: Findings from a National Survey. Public
Administration Review.
Bryson, J. dan W. Roering. 1987. Applying private-sector strategic management in
the public sector dalam Handbook of Strategic Management, Jack Rabin,
Gerald J. Miller, W.
Bartley Hildreth, 2000. New York: Marcel Dekker, Inc. Freeman, R. 1984.
Strategic Management: A StakeholderApproah. Pitman, Boston.
Gargan, John J. dan Thomas C. Sutton. Strategic Management in City Government
dalam Handbook of Strategic Management, Jack Rabin, Gerald J. Miller,
W. Bartley
Hildreth, 2000. New York: Marcel Dekker, Inc. Gaspersz, Vincent. 2004.
Perencanaan Strategis untuk Peningkatan Kinerja SektorPublik. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Hood, C. 1995. The New Public Management dalam A Two-Country Comparison
of Public Sector Performance Reporting: The Tortoise and Hare. Financial
Accountability & Management, 17 (3), Agustus 2001.
Liou, Kuotsai Tom. Strategic Management and Economic Development dalam
Handbook of Strategic Management, Jack Rabin, Gerald J. Miller, W.
Bartley Hildreth, 2000. New York: Marcel Dekker, Inc.
Olsen, J. dan Eadie, D. 1982. The Game Plan: Governance with Foresight dalam
Handbook of Strategic Management, Jack Rabin, Gerald J. Miller, W.
Bartley Hildreth, 2000. New York: Marcel Dekker, Inc. Osborne, David dan
Ted Gaebler. 1992. Reinventing Government: How the Entrepreneurial
Spirit is Transforming the Public Sector. Addison-Wesley, New York.
Pflaum, A. dan Delmont, T. 1987. External scanning: A tool for planners. Journal
of the American Planning Association.
Toft, Graham S. Synoptic (One Best Way) Approaches of Strategic Management
dalam Handbook of Strategic Management, Jack Rabin, Gerald J. Miller,
W. Bartley Hildreth, 2000. New York: Marcel Dekker, Inc.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.