mangrove density and species mapping using spot satellite imagery in coastal region of trenggalek...

7
Seminar Nasional Pascasarjana X – ITS, Surabaya 4 Agustus 2010 ISBN No. 979-545-0270-1 Mangrove Density and Species Mapping Using SPOT Satellite Imagery in Coastal Region of Trenggalek and Malang Regency I Nyoman Budi Satriya 1 , Haryo Dwito Armono 2 , Dian Saptarini 3 1 Postgraduate student (S2) at Faculty of Marine Technology Departement of Marine Engineering ITS Surabaya 2 Lecture at Faculty of Marine Technology Departement of Marine Engineering ITS Surabaya 3 Lecture at Faculty of MIPA Departement of Biology ITS Surabaya *Corresponding author’s email address : [email protected] Abstract The mangrove forest in the Gulf Coast of Prigi Trenggalek and Sendang Biru Malang, East Java has economic and sosial value for local people also reduce the damage caused of tsunami, acting as barrier, significantly reduce the devastation caused by the waves. Recent times the mangrove forest within this area has been subjected to the effects of a population growth, economic and sosial pressure manifested of rapid urbanization, and agricultural land expansion. Currently 70 % of mangrove forests in Malang regency was damage and threaten destruction with the construction of Jalur Lintas Selatan (JLS). The purpose of the study is 1) to map the mangrove formations based on unsupervised classification of remote sensing data and 2) to find the relationship between density value of PCQM method and NDVI value which based on inventory and identification manuals issued by the Indonesian Departement of Forestry 2006. The ground truth includes 18 transect sampling locations for which mangrove vegetation parameters like tree density have been estimated using the Point Centre Quarter Method (PCQM) lines with range between 30-90 meter. GIS based vegetation maps then combined with mangrove density data obtained using the Point Centred Quarter Method (PCQM). An accuracy data was analysis performed using SPOT 2 image of May 2007 cover the research area of Trenggalek regency, and SPOT 4 image of June 2006 cover the research area of Malang regency. Descriptive statistical tools like scatter plots have been used in order to explore the relationship that may exist between NDVI and mangrove density parameter. The result show that the criteria field density (trees / ha) based on PCQM method refers to the value of NDVI, where the density value 0-1340 trees / ha with NDVI values 0.079-0.3111 were rarely categorized, 1420-3074 trees / ha with NDVI values 0.323-0.411 were moderately categorized, and 5119- 8327 trees / ha with NDVI values range between 0.437-0.545 were densely categorized. Keywords : Density, PCQM, GIS, Remote Sensing, NDVI. 1. Pendahuluan Wilayah pesisir selatan Jawa Timur khususnya pusat-pusat wisata dan perekonomian seperti Teluk Prigi dan Pantai Sendang biru sangat kaya akan hasil laut dan keindahan wilayahnya sehingga berpotensi mendorong berbagai pihak pengguna (stakeholders) untuk mengeksploitasinya secara berlebihan sesuai dengan kepentingan masing-masing pihak. Salah satu ancaman terhadap status kawasan ini adalah berasal dari konflik pemanfaatan ruang antara masyarakat dengan para stakeholder lainnya yang berakibat pada terjadinya konflik sosial, disamping itu keberadaan hutan Mangrove di Wilayah Desa Karanggandu, Dusun Sendang biru dan Tamban memiliki arti penting dalam kehidupan masyarakat nelayan, karena disamping bermanfaat secara sosial ekonomi, kawasan mangrove yang terpelihara dengan baik dapat melindungi dan mereduksi kerusakan yang terjadi jika sewaktu-waktu terjadi gempa bumi yang menyebabkan tsunami. Kabupaten Malang memiliki hutan mangrove yang tersebar di enam kecamatan dengan luas total 340 hektar, ada lebih dari 70 % dalam kondisi rusak berat karena pemanfaatan mangrove secara berlebih yang digunakan sebagai bahan bakar pengganti minyak tanah oleh masyarakat, Berdasarkan catatan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Malang, tahun 2007 jumlah hutan mangrove yang rusak sekitar 209 hektar, sekitar 181,50 ha dalam kondisi rusak berat dan sisanya sekitar 27 hektar dalam kondisi rusak ringan, hutan mangrove yang telah direhab baru sekitar 15,5 hektar lahan, terdiri dari 11,5 hutan mangrove dan 4 ha lainnya merupakan tanaman pantai, saat ini Kabupaten Malang masih mempunyai sekitar 131,50 ha hutan mangrove yang berstatus baik (DKP Kabupaten Malang, 2007). Disamping banyak faktor yang menyebabkan kerusakan pada hutan mangrove Kabupaten Malang, faktor utama yang berkontribusi terhadap kerusakan dan penyusutan lahan hutan mangrove di daerah ini adalah kegiatan pertambakan udang yang banyak dibuka disekitar hutan mangrove.Kondisi hutan mangrove wilayah pesisir Malang dan Trenggalek juga mulai terancam keberadaannya dengan sedang dibangunnya ruas jalur lingkar selatan (JLS) yang dapat berakibat buruk terhadap keunikan ekologi dari hutan mangrove itu sendiri Kegiatan survei lapang mangrove yang dikombinasikan dengan penginderaan jauh merupakan metode yang ideal untuk memperkirakan dan menentukan status dari hutan mangrove dan lingkungannya (Neukermans et al., 2008), pemetaan mangrove

Upload: nyoman-satrya-mboel

Post on 28-Jul-2015

339 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Mangrove Density and Species Mapping Using SPOT Satellite Imagery in Coastal Region of Trenggalek and Malang Regency 2

Seminar Nasional Pascasarjana X – ITS, Surabaya 4 Agustus 2010 ISBN No. 979-545-0270-1

Mangrove Density and Species Mapping Using SPOT Satellite Imagery in Coastal Region of Trenggalek and Malang Regency

I Nyoman Budi Satriya1, Haryo Dwito Armono2, Dian Saptarini3

1 Postgraduate student (S2) at Faculty of Marine Technology Departement of Marine Engineering ITS

Surabaya 2 Lecture at Faculty of Marine Technology Departement of Marine Engineering ITS Surabaya

3 Lecture at Faculty of MIPA Departement of Biology ITS Surabaya *Corresponding author’s email address : [email protected]

Abstract The mangrove forest in the Gulf Coast of Prigi Trenggalek and Sendang Biru Malang, East Java has economic and sosial value for local people also reduce the damage caused of tsunami, acting as barrier, significantly reduce the devastation caused by the waves. Recent times the mangrove forest within this area has been subjected to the effects of a population growth, economic and sosial pressure manifested of rapid urbanization, and agricultural land expansion. Currently 70 % of mangrove forests in Malang regency was damage and threaten destruction with the construction of Jalur Lintas Selatan (JLS). The purpose of the study is 1) to map the mangrove formations based on unsupervised classification of remote sensing data and 2) to find the relationship between density value of PCQM method and NDVI value which based on inventory and identification manuals issued by the Indonesian Departement of Forestry 2006. The ground truth includes 18 transect sampling locations for which mangrove vegetation parameters like tree density have been estimated using the Point Centre Quarter Method (PCQM) lines with range between 30-90 meter. GIS based vegetation maps then combined with mangrove density data obtained using the Point Centred Quarter Method (PCQM). An accuracy data was analysis performed using SPOT 2 image of May 2007 cover the research area of Trenggalek regency, and SPOT 4 image of June 2006 cover the research area of Malang regency. Descriptive statistical tools like scatter plots have been used in order to explore the relationship that may exist between NDVI and mangrove density parameter. The result show that the criteria field density (trees / ha) based on PCQM method refers to the value of NDVI, where the density value 0-1340 trees / ha with NDVI values 0.079-0.3111 were rarely categorized, 1420-3074 trees / ha with NDVI values 0.323-0.411 were moderately categorized, and 5119-8327 trees / ha with NDVI values range between 0.437-0.545 were densely categorized. Keywords : Density, PCQM, GIS, Remote Sensing, NDVI. 1. Pendahuluan Wilayah pesisir selatan Jawa Timur khususnya pusat-pusat wisata dan perekonomian seperti Teluk Prigi dan Pantai Sendang biru sangat kaya akan hasil laut dan keindahan wilayahnya sehingga berpotensi mendorong berbagai pihak pengguna (stakeholders) untuk mengeksploitasinya secara berlebihan sesuai dengan kepentingan masing-masing pihak. Salah satu ancaman terhadap status kawasan ini adalah berasal dari konflik pemanfaatan ruang antara masyarakat dengan para stakeholder lainnya yang berakibat pada terjadinya konflik sosial, disamping itu keberadaan hutan Mangrove di Wilayah Desa Karanggandu, Dusun Sendang biru dan Tamban memiliki arti penting dalam kehidupan masyarakat nelayan, karena disamping bermanfaat secara sosial ekonomi, kawasan mangrove yang terpelihara dengan baik dapat melindungi dan mereduksi kerusakan yang terjadi jika sewaktu-waktu terjadi gempa bumi yang menyebabkan tsunami. Kabupaten Malang memiliki hutan mangrove yang tersebar di enam kecamatan dengan luas total 340 hektar, ada lebih dari 70 % dalam kondisi rusak berat karena pemanfaatan mangrove secara berlebih yang digunakan sebagai bahan bakar pengganti minyak tanah oleh masyarakat, Berdasarkan catatan Dinas

Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Malang, tahun 2007 jumlah hutan mangrove yang rusak sekitar 209 hektar, sekitar 181,50 ha dalam kondisi rusak berat dan sisanya sekitar 27 hektar dalam kondisi rusak ringan, hutan mangrove yang telah direhab baru sekitar 15,5 hektar lahan, terdiri dari 11,5 hutan mangrove dan 4 ha lainnya merupakan tanaman pantai, saat ini Kabupaten Malang masih mempunyai sekitar 131,50 ha hutan mangrove yang berstatus baik (DKP Kabupaten Malang, 2007). Disamping banyak faktor yang menyebabkan kerusakan pada hutan mangrove Kabupaten Malang, faktor utama yang berkontribusi terhadap kerusakan dan penyusutan lahan hutan mangrove di daerah ini adalah kegiatan pertambakan udang yang banyak dibuka disekitar hutan mangrove.Kondisi hutan mangrove wilayah pesisir Malang dan Trenggalek juga mulai terancam keberadaannya dengan sedang dibangunnya ruas jalur lingkar selatan (JLS) yang dapat berakibat buruk terhadap keunikan ekologi dari hutan mangrove itu sendiri Kegiatan survei lapang mangrove yang dikombinasikan dengan penginderaan jauh merupakan metode yang ideal untuk memperkirakan dan menentukan status dari hutan mangrove dan lingkungannya (Neukermans et al., 2008), pemetaan mangrove

Page 2: Mangrove Density and Species Mapping Using SPOT Satellite Imagery in Coastal Region of Trenggalek and Malang Regency 2

Seminar Nasional Pascasarjana X – ITS, Surabaya 4 Agustus 2010 ISBN No. 979-545-0270-1

pada level spesies dibutuhkan untuk pengertian yang lebih teliti mengenai studi manajemen dan biodiversitas mangrove (Neukermans et al, 2008). Pemetaan habitat mangrove dalam tingkat spesies juga berperan penting dalam manajemen pengelolaan hutan mangrove mencakup inventarisasi sumberdaya spesies, deteksi perubahan lahan yang terjadi, dan perencanaan tata ruang ekosistem yang berkelanjutan (Dahdouh-Guebas et al, 2000 dalam Thu et al, 2006). Kathiresan et al. (2005) mengemukakan bahwa dengan penurunan dan kerusakan lingkungan mangrove yang terus menerus terjadi maka upaya-upaya konservasi dan restorasi serta mempertahankan bentukan alami ekosistem mangrove sebagai bagian dari perlindungan pemukiman penduduk terhadap gelombang pasang dan tsunami merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak untuk diprioritaskan, ditegaskan juga bahwa daerah atau zona antara pemukiman penduduk dan laut haruslah ditanami dengan spesies tanaman yang cocok dengan lingkungan zona atau daerah tersebut dan pemukiman penduduk hanya boleh diizinkan berada di zona bagian belakang hutan mangrove untuk melindungi kehidupan di pesisir terhadap bahaya bencana alam khususnya tsunami. 2. Metode yang diterapkan 2.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini berlokasi di dua kawasan yaitu di daerah Teluk Prigi yaitu kawasan hutan Mangrove Desa Karanggandu Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek dan Kawasan Hutan Mangrove Pantai Sendang Biru dan Dusun Tamban Kecamatan Sumbermanjing Wetan Kabupaten Malang. Kabupaten Trenggalek terletak pada koordinat 7053’-80 34’ Lintang Selatan dan 1110 24’ – 1120 11’ Bujur Timur dengan luas wilayah 1.261,4 km2 atau 126.140 Ha. Secara administratif Desa Karanggandu masuk wilayah Kecamatan Watulimo, yang terdiri dari 2 desa yaitu Desa Karanggandu dan Desa Tasikmadu, dan meliputi 3 teluk yaitu Teluk Karanggongso, Teluk Prigi dan Teluk Damas.

Gambar 1. Lokasi Penelitian Kabupaten Trenggalek

Kabupaten Malang terletak pada koordinat 700 44’ 55” sampai 800 26’ 35” LS dan 1120 35’ 90” sampai 1220 57’ 00” BT. Kabupaten Malang memiliki panjang garis pantai 85,92 km dengan jumlah pantai sebanyak 19 tersebar di 6 kecamatan yaitu Ampelgading, Tirtoyudo, Sumbermanjing Wetan, Bantur, Gedangan dan Donomulyo, ekosistem wilayah pantai dan perairan laut yang dominan adalah mangrove dan terumbu karang.

Gambar 2. Lokasi Penelitian Kabupaten Malang

2.2 Tahap Pengumpulan Data Tahap ini meliputi pengumpulan data sekunder meliputi studi literatur, penyiapan data citra digital, penyiapan peta rupa bumi, yang meliputi daerah penelitian, penyiapan peta digital, dan pengumpulan data primer seperti penyiapan alat-alat dan bahan yang digunakan selama kegiatan penelitian, dan orientasi lapangan. Bahan dan alat yang dipergunakan dalam studi lapang adalah kompas, meteran, alat hitung, gunting atau pisau pemotong ranting dan cabang tumbuh-tumbuhan, kantong plastik yang porous dan kertas koran untuk pembuatan koleksi (herbarium) bagi keperluan analisis laboratorium, label dan alat-alat tulis (pensil, spidol) yang tahan air untuk pencatatan data, buku-buku floristic untuk determinasi jenis tumbuhan mangrove. 2.3 Tahap Pengolahan Citra Kegiatan ini mencakup kerja pengolahan citra dan kerja lapangan (ground truth). Adapun tahapan pekerjaan yang dilakukan pada tahap pelaksanaan ini antara lain : a. Pengolahan citra digital Pengolahan data digital meliputi : (1) import data citra (2) pemotongan citra wilayah studi, (3) koreksi citra baik koreksi geometrik dan radiometrik, (4) pembuatan citra komposit warna (5) penajaman citra. Pengolahan citra dilakukan dengan menerapkan operasi-operasi pada software Er Mapper versi 7.0 dan Envi versi 4.4. Penentuan kawasan mangrove dilakukan dengan interpretasi visual dan deliniasi obyek yang menunjukkan keberadaan mangrove. Mangrove dapat diidentifikasi dengan menggunakan kombinasi warna RGB (Red:Green:Blue) yaitu band IR (Infra Red), ditampilkan pada layer merah, band NIR (Near Infra Red) ditampilkan pada layer hijau (Green) dan band merah (Red) ditampilkan pada layer biru (Blue). Sehingga

Page 3: Mangrove Density and Species Mapping Using SPOT Satellite Imagery in Coastal Region of Trenggalek and Malang Regency 2

Seminar Nasional Pascasarjana X – ITS, Surabaya 4 Agustus 2010 ISBN No. 979-545-0270-1

kombinasi warna pada data Landsat adalah RGB band 4: band 5: band 3. Pada citra dengan komposit RGB 453, keberadaan mangrove direpresentasikan dengan objek yang berwarna kecoklatan dan berbeda dengan vegetasi non mangrove yang tampak dengan warna lebih muda kekuningan. b. Klasifikasi Multi Spektral Klasifikasi multi spektral dilakukan untuk mendapatkan gambar atau peta tematik, yakni suatu gambar yang terdiri dari bagian-bagian yang telah dikelompokkan kedalam kelas-kelas tertentu yang merepresentasikan suatu kelompok obyek yang sama. Salah satu metode klasifikasi yang umum dilakukan adalah klasifikasi unsupervised (tak terselia) dalam bentuk histogram, dimana menurut Purwadhi (2008) klasifikasi tak terbimbing menggunakan algoritma untuk mengkaji atau menganalisis sejumlah besar pixel yang tidak dikenal dan membaginya dalam sejumlah kelas berdasarkan pengelompokan nilai digital citra. Kelas yang dihasilkan dari klasifikasi tak terbimbing adalah kelas spektral. Oleh karena itu pengelompokan kelas didasarkan pada nilai natural spektral citra, dan selanjutnya menggunakan algoritma clustering yang merupakan penyusunan matrix pola (pattern matrix) atau matrix keserupaan (similarity matrix) dalam proses penentuan cluster. Pemilihan daerah sampel pada citra dilakukan dengan memilih daerah yang mewakili masing-masing kelas dari hasil klasifikasi yang telah dilakukan sebelumnya dan menentukan titik-titik koordinat (dalam proyeksi degrees) daerah sampel dengan pertimbangan distribusi dan kemudahan jangkauan. 2.4 Kerja Lapangan Berbagai upaya telah dilakukan untuk dapat menduga potensi hutan termasuk hutan mangrove. Untuk mengetahui potensi hutan mangrove secara detail maka perlu dilakukan survei langsung di lapangan. Kegiatan kerja lapangan mencakup pengumpulan data tumbuhan mangrove pada daerah sampel. Hasil dari pengumpulan data lapangan ini akan menjadi data kondisi lapangan yang sebenarnya yang nantinya akan dicocokkan dengan hasil interpretasi citra. Metode kuadran (PCQM) adalah salah satu metode yang tidak mengggunakan petak contoh (plotless). Metode ini sangat baik untuk menduga komunitas yang berbentuk pohon dan tiang pada suatu hutan yang rapat dan belum banyak diketahui keberadaannya. Adapun langkah kerja menggunakan metode ini (Yanuwiadi et al, 2005) adalah sebagai berikut : 1. Langkah awal dari pengerjaan metode ini adalah dengan berpedoman pada peta vegetasi dan areal yang akan dianalisa, kita menentukan pengamatan di lapang dengan transek yaitu garis lurus memotong areal yang akan diamati. 2. Langkah selanjutnya tentukan satu titik pusat (misalkan titik A) terletak pada transek tersebut. Pada titik A tersebut dibuat garis lurus yang tegak lurus terhadap transek.

3. Selanjutnya untuk arah pergerakan (kompas disesuaikan) dengan arah transek. Hasil dari perpotongan garis dengan transek tersebut didapatkan empat kuadran yaitu kuadran 1,2,3 dan 4. 4. Pada tiap kuadran dilakukan dengan pengukuran jarak diameter pohon dan tiang dengan titik pusat (titik A) dan diameter pohon pada setinggi dada atau 50 cm di atas akar papan (banir). Apabila diameter tersebut lebih besar atau sama dengan 20 cm disebut pohon, dan jika diameter tersebut antara 10-20 cm maka disebut pole (tiang) dan jika pohon 2,5 m dan berdiameter sampai 10 cm disebut sapling/beta (pancang) dan mulai anakan sampai pohon setinggi 2,5 m disebut seedling (anakan/semai). 5. Penentuan jarak antara titik-titik pengamatan (titik pusat) selanjutnya, dinilai dari awal pengamatan (A) dengan mengukur jarak ke B, sejauh lebih besar dari dua kali (>2 D) jarak rata-rata pohon (D). 6. Selanjutnya pada setiap titik pengamatan (titik pusat) dibuat empat (4) kuadran yang berpusat di titik pengamatan tersebut. Pada setiap kuadran lakukan pengukuran terhadap satu pohon dan satu tiang yang jaraknya dekat ke titik pengamatan. Hal ini seperti yang telah dilakukan pada titik A (poin 2 dan 3). 3 Pembahasan Hasil Pengambilan sampel nilai kerapatan menggunakan metode PCQM dibagi berdasarkan beberapa wilayah penelitian, dimana lokasi transek diusahakan diletakkan tegak lurus garis pantai, yaitu dari zona mangrove terluar hingga zona mangrove terdalam yang masih mudah untuk dijangkau. Nilai kerapatan yang dihasilkan juga diharapkan mencerminkan distribusi kelas mangrove dan keterwakilan setiap zonasi wilayah yang diteliti. Metode ini dianggap tepat dimana menghasilkan nilai kerapatan yang akurat (Dahdouh Guebas et al, 2006), dan memungkinkan pengukuran secara cepat dan efisien yang penting dalam survey ekosistem mangrove.

Gambar 3. Contoh Metode PCQM (Sumber : Satyanarayana, 2001)

Page 4: Mangrove Density and Species Mapping Using SPOT Satellite Imagery in Coastal Region of Trenggalek and Malang Regency 2

Seminar Nasional Pascasarjana X – ITS, Surabaya 4 Agustus 2010 ISBN No. 979-545-0270-1

Pengambilan sampel nilai NDVI berdasarkan transek PCQM disesuaikan dengan panjang transek pengukuran yang dilakukan, dimana dengan panjang transek 50 meter dan interval antara masing-masing titik sampel 10 meter, diletakkan 4 kuadran jarak terbatas dengan luas masing-masing kuadran 5x5 m2 dan diukur derajat arah (0-360 0 ) transek untuk memastikan jarak dan arah transek tegak lurus garis pantai. Bila resolusi spasial sensor band-band satelit SPOT 2 dan 4 adalah sebesar 20 meter sedangkan panjang garis transek pengukuran adalah 50 meter maka dicari nilai kisaran NDVI diantara 2 nilai pixel yang dilewati transek. Kriteria kerapatan berdasarkan metode Point Centre Quarter Method (PCQM) berdasarkan nilai NDVI dimana penilaian kerapatannya mengacu kepada Buku Pedoman Inventarisasi dan Identifikasi Mangrove yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Departemen Kehutanan tahun 2006, dimana nilai NDVI 0.00-0.32 termasuk kategori kerapatan jarang, 0.33-0.42 termasuk kategori kerapatan sedang, dan ≥ 0.43 termasuk kategori kerapatan mangrove Padat. Berdasarkan hasil penelitian vegetasi hutan mangrove berdasarkan metode PCQM, terdapat 19 transek garis yang tersebar di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Malang dan Trenggalek, yaitu stasiun 1 yang terletak di Pantai Damas, Stasiun 2 terletak di Pancer Ngrupukan, Stasiun 3 terletak di Pancer Bengkoro, Stasiun 4 terletak di Pancer Cengkrong, stasiun 5 terletak di Pantai Tamban, dan stasiun 6 terletak di Pantai Celungup. 3.1 Kabupaten Trenggalek Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di pesisir Kabupaten Trenggalek meliputi Pantai Damas, Pancer Ngrupukan, Pancer Cengkrong, dan Pancer Bengkoro jenis vegetasi mangrove yang ditemukan meliputi 19 jenis dari 12 family yaitu family Sonneratiaceae (Sonneratia alba, Sonneratia ovate, dan Sonneratia caseolaris, Avicenniaceae (Avicennia alba), Rhizophoraceae (Rhizophora apiculata, Rhizophora stylosa, dan Rhizophora mucronata) Euphorbiaceae (Excoecaria agallocha), Arecacea (Nypa fruticans), Sterculiaceae (Heritiera littoralis), Myrsinaceae (Aegiceras corniculatum), Pteridaceae (Acrostichum), Acanthaceae (Acanthus ebracteatus), Meliaceae, (Xylocarpus muluccensis), Leguminosae (Derris trifoliate), dan Malvaceae (Hibiscus tiliaceus)

Gambar 4. Peta Sebaran Spesies Mangrove Wilayah Pantai Damas

Gambar 5. Peta Sebaran Spesies Wilayah Pancer

Bengkoro Trenggalek

Gambar 6. Peta Sebaran Spesies Wilayah Pancer Cengkrong Trenggalek

Berdasarkan hasil kerja lapang pengukuran nilai kerapatan menggunakan transek PCQM maka didapatkan nilai-nilai kerapatan masing-masing wilayah pengukuran mencakup Pantai Damas, Pancer Cengkrong dan Pancer Bengkoro, seperti disajikan pada Gambar dan Tabel 4.29 berikut ini.

Gambar 7. Peta Lokasi Transek PCQM Wilayah Pantai

Damas Trenggalek

Page 5: Mangrove Density and Species Mapping Using SPOT Satellite Imagery in Coastal Region of Trenggalek and Malang Regency 2

Seminar Nasional Pascasarjana X – ITS, Surabaya 4 Agustus 2010 ISBN No. 979-545-0270-1

Gambar 8. Peta Lokasi Transek PCQM Pancer

Bengkoro Gambar 9. Peta Lokasi Transek PCQM Pancer

Cengkrong

Tabel 1 : Jumlah Tingkat Kerapatan Metode PCQM dan Nilai NDVI Mangrove Kabupaten Trenggalek

Sumber : Data diolah, 2010

Hasil-hasil nilai kerapatan dari masing-masing transek kemudian di buatkan hubungan berdasarkan urutan nilai kerapatan terendah hingga tertinggi dari masing-masing transek dan nilai NDVI pada lokasi transek tersebut. Grafik hubungan antara nilai NDVI dan kerapatan masing-masing transek PCQM adalah disajikan pada Gambar berikut ini.

Gambar 10. Hubungan Kerapatan dan NDVI Metode PCQM Stasiun Teluk Prigi

Dari grafik hubungan antara NDVI dan nilai kerapatan (pohon/ha) diatas dapat diketahui 5riteria kerapatan lapang (pohon/ha) metode PCQM mengacu kepada nilai Normalized Difference Vegetation Index (NDVI). Dimana nilai kerapatan 0 – 1340 pohon/ha dengan nilai NDVI 0.079-0.311 masuk kategori jarang, 1420 – 3074 pohon/ha dengan nilai NDVI 0.323-0.411 masuk kategori sedang, dan 5119,844 – 8327.43 pohon/ha dengan nilai NDVI 0.437-0.545 masuk kategori lebat. Dari grafik terlihat hanya satu titik kerapatan yang tidak sesuai dengan kategori nilai NDVI yaitu di wilayah Pancer Bengkoro dimana nilai kerapatan transek sebesar 3074,66 pohon/ha sedangkan nilai NDVI yang didapatkan sebesar 0.273, hal ini disebabkan karena berdasarkan hasil pengukuran plot line transect jumlah spesies yang ditemukan sedikit yaitu dominan dari jenis mangrove mayor Rhizophora mucronata, Sonneratia caseolaris, dan dari jenis mangrove ikutan (assosiasi) Hibiscus tiliaceus dengan indeks biodiversitas untuk tingkat pohon sebesar 1,5725 yang masuk kategori sedang, tingkat penutupan jenis (Ci) dari jenis mangrove ini juga kecil yaitu sebesar 13,26 m2/ha untuk mangrove jenis Sonneratia caseolaris dan 5,90 m2/ha untuk mangrove jenis Rhizophora mucronata. Sehingga dapat disimpulkan dengan nilai penutupan jenis dan biodiversitas tingkat pohon berpengaruh terhadap besar kecilnya nilai NDVI di lapang.

3.2 Kabupaten Malang Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di pesisisir Kabupaten Malang meliputi Dusun tamban dan Dusun Sendang Biru jenis vegetasi mangrove yang ditemukan meliputi 9 jenis dari family Rhizophoraceae (Ceriops tagal, Rhizopora apiculata, Rhizopora mucronata, Bruguiera gymnorrhiza), Myrsinaceae (Aegiceras corniculatum), Sonneratiaceae (Sonneratia alba), Avicenniaceae (Avicennia alba, Avicennia officinalis), Euphorbiaceae (Excoecaria agallocha) dan Arecaceae (Nypa fruticans)

Page 6: Mangrove Density and Species Mapping Using SPOT Satellite Imagery in Coastal Region of Trenggalek and Malang Regency 2

Seminar Nasional Pascasarjana X – ITS, Surabaya 4 Agustus 2010 ISBN No. 979-545-0270-1

Gambar 11 Peta Persebaran Spesies Mangrove Desa Tamban

Gambar 12. Peta Persebaran Spesies Mangrove Pantai Celungup

Berdasarkan hasil kerja lapang pengukuran nilai kerapatan menggunakan transek PCQM maka didapatkan nilai-nilai kerapatan masing-masing wilayah pengukuran mencakup wilayah Pantai Tamban dan Pantai Celungup disajikan pada gambar

Gambar 13. Peta Lokasi Transek PCQM

Pantai Tamban

Gambar 14. Peta Lokasi Transek PCQM Pantai Celungup Malang

Nilai kerapatan masing-masing wilayah pengukuran transek PCQM Kabupaten Malang mencakup Dusun Tamban dan Desa Sendang Biru, disajikan pada Tabel berikut ini.

Tabel 2. Jumlah Tingkat Kerapatan Metode PCQM dan Nilai NDVI Mangrove Kabupaten Malang

Sumber : data diolah, 2010

Adapun grafik hubungan antara nilai NDVI dan kerapatan masing-masing transek PCQM adalah disajikan pada Gambar berikut ini

Gambar 15. Hubungan Kerapatan dan NDVI Metode PCQM Stasiun Sendang Biru dan Tamban

Dari grafik hubungan antara NDVI dan nilai kerapatan (pohon/ha) diatas dapat diketahui kriteria kerapatan lapang (pohon/ha) metode PCQM mengacu kepada nilai Normalized Difference Vegetation Index (NDVI). Dimana untuk wilayah penelitian Kabupaten Malang nilai kerapatan 551.86 - 1426.8 Pohon / ha masuk kategori jarang dengan nilai NDVI berkisar antara 0,158 – 0,299, sedangkan nilai kerapatan 1927 pohon / ha masuk kategori sedang dengan nilai NDVI sebesar 0,359. 3.3. Klasifikasi tak terselia (Unsupervised) Mengidentifikasi vegetasi mangrove didasarkan atas dua hal penting, yaitu bahwa sifat optik vegetasi sangat khas sehingga dapat dibedakan dari sifat optik tanah, air dan bangunan-bangunan permukiman serta lokasi mangrove yang berada di pinggir pantai, sehingga memudahkan untuk membedakan vegetasi

Page 7: Mangrove Density and Species Mapping Using SPOT Satellite Imagery in Coastal Region of Trenggalek and Malang Regency 2

Seminar Nasional Pascasarjana X – ITS, Surabaya 4 Agustus 2010 ISBN No. 979-545-0270-1

mangrove dari vegetasi bukan mangrove, disamping itu sifat optik klorofil (zat hijau daun) pada tanaman mangrove sangat khas karena klorofil menyerap spektrum sinar merah dan memantulkan dengan kuat spektrum sinar infra merah dekat. Tanah, pasir dan batuan juga memantulkan tetapi tidak menyerap spektrum sinar merah sehingga tanah dan mangrove secara optik dapat dibedakan. Nilai spektral pixel yang dibedakan berdasarkan derajat keabuan juga dapat dijadikan acuan dalam membedakan vegetasi mangrove dan non mangrove dimana pada umumnya vegetasi mangrove memiliki rona yang lebih gelap dibandingkan vegetasi pesisir pada umumnya, selain itu hutan bakau memiliki rona sangat hitam karena daya pantul terhadap cahaya rendah, ketinggian pohon seragam dan tumbuh pada pantai yang becek, tepi sungai atau peralihan air payau. Peta Penutupan Lahan wilayah Desa Karanggandu disajikan pada Gambar 4.60, dan Peta Penutupan Lahan pesisir Sendang Biru dan Dusun Tamban disajikan pada Gambar 4.61.

Gambar 16. Peta Tutupan Lahan Kawasan Desa

Karanggandu Teluk Prigi 2007

Gambar 17. Peta Tutupan Lahan Desa Tamban dan Sendang Biru Malang 2006

Secara umum kelas-kelas penutupan lahan dikategorikan menjadi 15 kelas yaitu mangrove, tambak, pemukiman, persawahan, kebun,

tegalan, hutan, hutan rawa, pasir kering, pasir basah, air , laut, bayangan, ombak, awan. 4. Kesimpulan Klasifikasi multispektral untuk peta penutupan lahan digunakan dengan metode klasifikasi tak terbimbing (Unsupervised classification), berdasarkan pengelompokan nilai-nilai reflektansi yang sama, dan kenampakan visual kombinasi (komposit band citra satelit), secara umum kelas-kelas penutupan lahan dikategorikan menjadi 15 kelas yaitu mangrove, tambak, pemukiman, persawahan, kebun, tegalan, hutan, hutan rawa, pasir kering, pasir basah, air , laut, bayangan, ombak, awan. Berdasarkan hasil penelitian nilai kerapatan komunitas mangrove menggunakan metode PCQM dimana nilai NDVI mengacu kepada Buku Pedoman Inventarisasi dan Identifikasi Mangrove yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Departemen Kehutanan tahun 2006 didapatkan kisaran nilai NDVI 0.079-0.3111 dengan nilai kerapatan 0-1340 pohon/ha masuk kategori jarang, nilai NDVI 0.323-0.4111 dengan nilai kerapatan 1420-3074 pohon/ha masuk kategori sedang, dan kisaran nilai NDVI 0.437-0.545 dengan nilai kerapatan 5119-8327 pohon/ha masuk kategori lebat. 5. Pustaka Pemerintah Kabupaten Malang, 2007. Rencana

Strategis Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut Terpadu Kabupaten Malang. Malang

Neukermans, G,. Guebas,. Kairo, J. G., and Koedam, N., 2008. Mangrove Species and Stand Mapping in Gazi Bay (Kenya) using Quickbird Satellite Imagery. Spatial Science 53, 75-86.

Thu, P.M., Populus J., 2006. Status and Changes of mangrove forest in Mekong Delta : Case study in Tra Vinh, Vietnam. Estuarine, Coastal and Shelf Science 71 (2007). p 98-109

Kathiresan, K., Rajendran, N., 2005. Coastal Mangrove Forests Mitigated Tsunami. Estuarine, Coastal and Shelf Science 65; 601-606.

Purwadhi S.H., Sanjoto T. B., 2008. Pengantar Interpretasi Citra Penginderaan Jauh. Pusat Data Penginderaan Jauh LAPAN. Semarang.

Yanuwiadi, B., Arisoesilaningsih, E., Retnaningdyah, C., 2005. Penuntun Praktikum Biodiversitas. Jurusan Biologi. Universitas Brawijaya. Malang.