masjid pathok negoro di yogyakarta
TRANSCRIPT
22
BAB I
PENDAHULUAN
A. PengantarPada Perjanjian Giyanti 1972, Kerajaan Mataram Islam dibagi menjadi dua,
yaitu Yogyakarta dan Surakarta.1Di Daerah Istimewa Yogyakarta dibangun empat
masjid yang dijadikan sebagai Pathok Negoro yang masing-masing masjid tersebut
dibagi sesuai dengan arah mata angin. Saat itu masjid Pathok Negoro dipergunakan
sebagai sarana penyebaran dakwah/pengembangan agama Islam. Masjid tersebut
antara lain Masjid Mlangi sebagai Pathok Negoro sebelah Barat, Masjid Dongkelan
untuk Pathok Negoro sebelah Selatan, Masjid Babadan untuk sebelah Timur dan
Masjid Ploso Kuning untuk sebelah Utara.2
Sedangkan untuk Masjid Mlangi sendiri, merupakan masjid yang dibangun
setelah masjid Kauman dan menjadi Masjid Pathok Negoro dalam khasanah Karaton
Yogyakarta sekaligus pendamping Masjid Kampung Kauman yang sudah lama
berdiri. Pendiri masjid Mlangi sendiri adalah Mbah Kyai Nur Iman. Sedangkan
Masjid Pathok Negoro di Ploso Kuning, Masjid Pathok Negoro di Babadan dan
Masjid Pathok Negoro Di Dongkelan yang mendirikan adalah putra-putra dari Mbah
Kyai Nur Iman.3
B. Tujuan1. Mengenal Masjid Mlangi lebih dekat
2. Mengetahui sejarah berdirinya Masjid Mlangi
3. Mengetahui peran dan fungsi Masjid Mlangi ketika kerajaan Islam berjaya
4. Mengetahui keadaan realitas Masjid Mlangi saat ini
5. Mengetahui pengaruh Masjid Mlangi terhadap masyarakat sekitar
6. Mengetahui pendapat warga sekitar tentang Masjid Mlangi
1Hasil wawancara terhadap Bapak Mustafid (selaku anak takmir Masjid Mlangi) di rumahnya. Pada tanggal 05 Januari 2015.2Film Dokumenter Masjid Pathok Negoro Masjid Mlangi. Fajar Yulianto. 2013.3Ibid.,
22
BAB II
PROFIL
A. LokasiPathok Negoro Masjid Mlangi terletak di tengah-tengah Dusun Mlangi,
Kelurahan Nogotirto Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman. Secara geografis
dusun ini memiliki kawasan yang sangat luas yaitu sekitar 4 hektar. Masjid tersebut
dibangun pada tahun 1728 oleh Kyai Nur Iman atau Bendoro Raden Mas Sandiyo
atau Pangeran Hangebehi Sandiyo (kakak pertama Sri Sultan Hamengkubuono I) dan
dibangun saat masa kesultanan Sri Sultan Hamengkubuono I. Pada masa
pemerintahan Hamengkubuwono II bangunan Masjid di pindah sedikit ke timur
bangunan lama dan di bangun sama dengan ketiga masjid Pathok Negoro lainnya.
Gaya bangunannya Masjid Mlangi sendiri mengikuti gaya arsitektur Jawa dengan
penyangga-penyangga kayu dan beratap tumpang.4
Saat ini beberapa komponen bangunan tersebut merupakan material baru.
Hasil renovasi pemerintah pada tahun 2012 yang dilakukan untuk mengembalikan
bentuk asli masjid Pathok Negoro Mlangi.5 Pada tahun 1955 pihak Keraton
Yogyakarta menyerahkan pengelolaan masjid kepada masyarakat Mlangi dan pada
tahun 1988 pengurus masjid melakukan renovasi untuk menambah daya tampung
jamaah karena jumlah jamaah yang terus bertambah.6
Memasuki gapura halaman masjid, terdapat beberapa tangga menurun.
Apabila dilihat dari tinggi tanah pada umumnya, lokasi masjid ini lebih rendah
dibanding tanah sekitarnya. Sisi luar masjid terdapat tembok beteng mengelilingi
masjid. Halaman bagian utara terdapat bangunan ruang pertemuan. Di sisi barat, utara
dan timur laut terdapat makam warga-warga sekitar yang dimakamkan bersampingan
dengan masjid. Sedangkan di sisi barat Masjid terdapat persemayaman Kyai Nur Iman
selaku pendiri masjid dan keluarga. Makam Kyai Nur Imam mendapat tempat khusus,
yakni makamnya di tempatkan di bangunan seperti rumah dan hanya dibuka pada
4http://jogja.tribunnews.com/2014/07/05/masjid-pathok-negoro-yang-pertama-dibangun-di-mlangi/ . Diakses pada tanggal 13 januari 2015. Jam 15:18.5Ibid.,6Ibid.,
22
waktu-waktu tertentu. Bagian depan tempat wudhu wanita dan pria, sisi kanan dan
kiri masjid terdapat blumbang (kolam kecil) sebagai tempat membersihkan kaki
jamaah sebelum memasuki masjid. Selain itu di dalam masjid terdapat bedug yang
cukup besar, mimbar dan kenthongan yang terdapat di sisi kanan dekat tempat wudhu
perempuan. Sedangkan di depan pintu masjid terdapat kaligrafi yang bertuliskan
“Niat untuk menjalankan iktikaf”.
22
BAB III
KEGIATAN
A. Sejarah Mesjid MlangiMenurut hasil wawancara kelompok terhadap Bapak Mustafid7, Mesjid Jami
Mlangi didirikan oleh Mbah Nuriman pada tahun 1758. Beliau adalah Kakak
kandung Sri Sultan Hamengkubuwono I, tetapi berbeda ibu. Hal ini tidak terlepas dari
peristiwa perjanjian Giyanti 1972, Kerajaan Mataram Islam dibagi menjadi dua, yaitu
Yogyakarta dan Surakarta. Kemudian Keraton membangun masjid-masjid di empat
penjuru negara sesuai arah mata angin yang kemudian disebut Pathok Negoro, dengan
Mesjid Gede sebagai pusatnya. Mesjid Jami Mlangi sendiri terletak di bagian barat.
Daerah Mlangi disebut dengan tanah Perdekan. Ketika Sri Sultan
Hamengkubuwono I ingin menduduki tahta dan diangkat menjadi Sultan atau Raja,
beliau merasa kesulitan. Ada saja hambatan yang datang. Kemudian
dispiritualisasikan oleh pihak Keraton dan diselidiki penyebab-penyebabnya, ternyata
masih ada kakak kandung yang berhak menjadi raja.
Pihak Keraton meminta Mbah Nuriman untuk menjadi raja. Akan tetapi Mbah
Nuriman tidak bersedia menjadi raja. Beliau lebih memilih untuk mengembara dan
mengembangkan dakwah Islam. Atas pilihannya itu, Keraton memberinya tanah
Perdekan kemudian memilih Mlangi sebagai tanah Perdekan. Di tanah itulah beliau
membangun masjid dan berdakwah, mengembangkan dan mengajarkan ajaran Islam.
Nama Mlangi sendiri berasal dari kata bahasa Jawa mulangi yang berarti
mengajar. Selain itu Mbah Nuriman menjadi tokoh sentral dalam mempelopori
budaya pesantren dalam menyelenggarakan pendidikan Islam di daerah Mlangi ini.
Beberapa pondok pesantren yang terdapat di Daerah Mlangi diasuh oleh keturunan
Mbah Nurimam. Adapun pondok pesantren yang terdapat di Mlangi adalah Pondok
Pesantren An Nawawi, Pondok Pesantren Al Miftah,Pondok Pesantren As Salafiyah
(pondok pesatren tertua), Pondok Pesantren Falahiyah, Pondok Pesantren Al Huda,
7Hasil wawancara terhadap Bapak Mustafid (selaku anak takmir Masjid Mlangi) di rumahnya. Pada tanggal 05 Januari 2015.
22
Pondok Pesantren Mlangi Timur, Pondok Pesantren Hujatul Islam, Pondok Pesantren
As Salamiyyah, Pondok Pesantren An Nasyath, Pondok Pesantren Ar Risalah, Pondok
Pesantren Hidayatul Mubtadi’in, Pondok Pesantren Al Qur’an, Pondok Pesantren
Darussalam, Pondok Pesantren Aswaja Nusantara, dan Pondok Pesantren Kuno. Oleh
karena itu Daerah Mlangi dikenal sebagai daerah santri di Yogyakarta.
B. Peran dan Fungsi Masjid ketika Kerajaan Islam BerjayaPak Mustafid tidak mengetahui secara spesifik peran dan fungsi Masjid Jami
Mlangi pada masa kejayaan Islam. Peran Masjid Mlangi pada awal pendiriannya
kemungkinan secara konvensional untuk kegiatan ibadah, shalat, pendidikan.
Sementara fungsinya adalah sebagai benteng Keraton atau pilar spiritual Keraton,
serta benteng moral.8
Di daerah Mlangi ini, ada 15 pesantren yang difungsikan sebagai sarana
tafaqquh fiddin untuk anak-anak dan remaja. Semua pemuda Mlangi disekolahkan di
pesantren-pesantren tersebut. Setiap sore hari pemuda sekitar pergi ke pondok
pesantren untuk mengaji atau belajar keagamaan lainnya.
C. Realitas Masjid Saat IniMenurut hasil wawancara dengan Pak Mustafid,Masjid Jami’ Mlangi masih
eksis sampai sekarang. Masjid ini juga masih menjadi pusat kegiatan keagamaan di
masyarakat. Sedangkan Masjid Mlangi saat ini lebih sering dipergunakan oleh para
orang tua dan orang dewasa laki-laki. Setiap ba’da shubuh dan ba’da magrib, di
mesjid ini diadakan pengajaran atau ceramah mengenai tasawuf. Sedangkan ibu-ibu
dan para pemuda atau remaja melaksanakan shalat berjamaah di pesantren atau di
rumah.
Selain itu, masjid ini biasanya digunakan sebagai pusat kegiatan perayaan hari
besar Islam. Contohnya kegiatan Maulid Nabi. Masyarakat sekitar menyebutnya
Gladen, yaitu membacakan shalawat menggunakan langgam (lagu) Jawa. Acara
Gladen ini sasarannya adalah seluruh masyarakat dari mulai anak-anak hingga orang
tua. Seperti yang dilaksanakan pada Sabtu tanggal 03 Januari 2015. Malam harinya
8Ibid,.
22
dilaksanakan acara Rodatan yang diiringi dengan permainan rebana, tetapi masyarakat
Mlangi menyebutnya Kojan. kojan merupakan tarian seperti Tari Saman, tetapi khas
masyarakat Mlangi. Fungsinya bukan sebagai entertainment tetapi lebih kepada puji-
pujian kepada Nabi Muhammad SAW dan membaca Albarjanji di mesjid.
Kegiatannya diselenggarakan dari pagi hingga siang, diikuti oleh anak-anak dan
remaja hingga orang tua. Tetapi malam harinya, biasanya diikuti oleh pemuda.
Sedangkan pada siang haridi isi dengan kesenian khas yang berupa shalawat khas
Mlangi.
Sehari-hari, masjid Mlangi hanya digunakan untuk shalat berjamaah oleh para
orang tua dan orang dewasa yang laki-laki. Di bagian samping masjid, ada ruangan
khusus untuk jamaah wanita yang sedang berkunjung di masjid. Namun para pemudi
dan ibu-ibu biasa melaksanakan salat berjamaah di masing-masing pondok atau di
rumah. Hal ini sudah menjadi tradisi masyarakat Mlangi.
Masjid Jami’ Mlangi ini juga menjadi tempat wisata religius yang cukup
diminati. Pengunjung biasanya datang dari berbagai daerah, baik dari dalam kota
maupun luar kota. Khususnya pada hari-hari besar Islam, misalnya bulan Ruwah,
banyak pendatang yang menyambanginya untuk melakukan ziarah ke makam Kyai
Nur Imam dan Masjid Mlangi sendiri sebagai salah satu Pathok Negoro.Para Ziarah
biasa datang harian, dan setiap malam jum’at dan bulan-bulan tertentu, yaitu bulan
Ruwah banyak yang datang. Sedangkan saat menjelang ujian, banyak remaja yang
datang untuk belajar disekitaran masjid atau makam. Mereka merasa belajar disana
lebih masuk.
D. Pengaruh Masjid terhadap MasyarakatMenurut hasil wawancara, masyarakat Mlangi sebagian besar bekerja sebagai
wirausahawan.9 Mereka memiliki dan mengelola toko makanan dan perlengkapan
busana muslim. Seperti pembuatan jilbab yang dikreasikan dengan di lukis sesuai
dengan motif pesanan. Ada juga yang berprofesi sebagai pembuat kaligrafi. Hanya
sedikit masyarakat sekitar yang bekerja sebagai petani.
Ketika melakukan pengamatan, kami menemukan banyak pemudi yang
merupakan santri dari pondok sekitar yang membantu di toko-toko milik masyarakat.
9Ibid,.
22
Mereka membantu membuat kerajianan tangan dan kreasi seni, misalnya kaligrafi,
jilbab lukis, dan lain-lain.
Kami juga melihat tingginya kesadaran keberagamaan pada masyarakat sekitar
masjid. Hal ini dibuktikan ketika adzan berkumandang, toko-toko yang sedang buka
segera ditutup, kemudian pemiliknya bersiap untuk melaksanakan shalat berjamaah di
masjid, terutama para orangtua yang laki-laki. Setelah shalat jamaah di masjid selesai,
toko-toko kemudian dibuka kembali.
Masyarakat Mlangi sebagian besar merupakan Nahdiyin. Di antara yang
menunjukkannya adalah lambang Nahdlatul Ulama yang tertera di gapura Masjid
Jami’ Mlangi. Menurut Pak Mustafied, lambang tersebut tidak sejak awal tertera pada
gapura. Lambang tersebut baru dibuat setelah terjadi konflik antara kelompok
masyarakat Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah di Mlangi. Konflik tersebut
disebabkan oleh kelompok Muhammadiyah yang ingin mengambil alih Masjid
Mlangi. Takmir masjid pada saat itu merupakan kelompok Muhammadiyah dan ingin
mengubah hal-hal yang sudah menjadi tradisi di masyarakat Mlangi. Tetapi kelompok
NU bersikap resisten, dan ingin tetap melestarikan tradisi yang sudah ada di
masyarakat. Sebagai penegaskan bahwa masjid ini mengikuti Nahdlatul Ulama, oleh
karena itu dibuatlah lambang Nahdlatul Ulama pada gapura masjid.
Secara umum konflik ini tidak mempengaruhi peran dan fungsi masjid Mlangi
bagi masyarakat. Konflik tersebut tidak mengurangi jamaah masjid dan kegiatan
masyarakat berjalan sebagaimana biasanya. Akan tetapi kelompok Muhammadiyah
yang cenderung keras kemudian mendirikan masjid sendiri yaitu masjid Hujjatul
Islam. Menurut Pak Mustahfid konflik ini merupakan bagian dari dinamika
masyarakat.
Religiusitas masyarakat sekitar masjid juga tercermin dari gaya berpakaian
mereka. Banyak ditemui para remaja putri dan ibu-ibu mengenakan jilbab dan
kerudung di luar rumah maupun di dalam rumah. Sementara anak-anak dan remaja
laki-laki mengenakan sarung dan peci khas anak pesantren, baik di luar rumah
maupun di dalam rumah. Karena rata-rata masyarakat Mlangi beragama Islam dan
sudah menunaikan ibadah haji.
22
E. Pendapat Masyarakat Sekitar dengan Adanya Masjid Pathoknegoro
1. Pendapat bapak Sudirman
Bapak Sudirman berusia 60 tahun, beliau bekerja sebagai petugas kebersihan
di masjid. Menurut beliau, warga disini semuanya mayoritas islam NU (Nahdhatul
Ulama).10
a. Untuk kegiatan di masjid sendiri, jika ada peringatan hari besar Islam selalu di
adakan di masjid Pathoknegoroini. Pada peringatan hari besar Islam, masjid
Pathoknegoro menjadi pusat terlaksananya acara untuk memperingati hari
besar Islam. Misalnya, pada Maulid Nabi Muhammad SAW. Di masjid
mengadakan acara yaitu shalawat Nabi bersama, ada juga tarian yang hampir
menyerupai dengan tarian Aceh, namun yang ditampilkan itu hasil buatan
masyarakat sekitar.
b. Untuk kegiatan sehari-hari, setiap selesai shalat maghrib hingga isya’ hari
sabtu malam sampai kamis terdapat pengajian. Bukan hanya selesai shalat
maghrib, tapi juga selesai shalat subuh. Waktu pengajiannya lebih banyak
setelah maghrib, setelah subuh hanya setengah jam.
c. Untuk jama’ah sehari-hari, masyarakat banyak yang mengikuti jama’ah bisa
hingga 3 hingga 4 shaff mulai dari shalat subuh hingga isya’, tapi shalat
dhuhur cenderung berkurang karena masih banyak yang bekerja. Namun juga
yang mengikuti jama’ah di masjid hanyalah kaum laki-laki dankaum
perempuan berjama’ah di pesantren.
2. Pendapat Ibu Lastri
Ibu Lastri berumur 35 tahun, kegiatan beliau sehari-hari sebagai Ibu Rumah
Tangga. Menurut beliau adanya masjid Pathoknegoro ini aktif digunakan untuk
shalat Fardhu, sebagai wisata religi setiap bulan maulud, untuk ziarah (kuburan
yang ada disekeliling masjid Pathoknegoro yang dibuka pada setahun sekali),
banyak pondok juga yang mengunjungi masjid Pathoknegoro juga yang
berziarah.11
3. Pendapat Ibu Rumaya
Ibu Rumaya adalah seorang warga yang rumahnya bersebelahan dengan
masjid Pathoknegoro, kegiatan sehari-hari Ibu Rumaya yaitu sebagai wiraswasta.
10Hasil wawancara terhadap Bapak Sudirman di teras Masjid Mlangi. Pada tanggal 05 Januari 2015.11Hasil wawancara terhadap Ibu Lastri di toko. Pada tanggal 05 Januari 2015.
22
Menurut Ibu Rumaya di dirikannya masjid Pathoknegoro ada keuntungan
tersendiri karena dari adanya masjid tersebut Ibu Rumaya bisa melaksanakan atau
mengikuti kegiatan ibadah yang di adakan di masjid tersebut.12
4. Pendapat Pak Asmuni
Bapak Asmuni adalah warga sekitar masjid Pathoknegoro yang bekerja di
sebuah Rumah Sakit di Yogyakarta. Hal yang bisa di dapatkan dari adanya
didirikannya masjid Pathoknegoro menurut Bapak Asmuni yaitu bisa mendapat
ilmu sejarah dari zaman dahulu dan ilmu agama dari ilmu sorof, mendapat ilmu
hukum-hukum agama, mengetahui budaya-budaya yang ada di masjid
Pathoknegoro.13
5. Humaidah (santri pondok)
Humaidah adalah salah satu santri pondok yang ada di sekitar masjid. Menurut
pendapat Humaidah dengan adanya masjid Pathoknegoro yaitu bisa mengikuti dan
memperingati maulid Nabi dengan seksama dan meriah, bisa mengikuti TPA yang
diadakan setiap bulan ramadhan, bisa belajar kitab kuning karena setiap pagi
diadakan pengajian yang menggunakan kitab kuning.14
12Hasil wawancara terhadap Ibu Rumaya di warungnya. Pada tanggal 05 Januari 2015.13Hasil wawancara terhadap Pak Asmuni di depan rumahnya. Pada tanggal 05 Januari 2015.14Hasil wawancara terhadap Humaidah di rumahnya. Pada tanggal 05 Januari 2015.
22
BAB IV
PENUTUP
A. KesimpulanPathok Negoro Masjid Mlangi terletak di tengah-tengah Dusun Mlangi,
Kelurahan Nogotirto Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman. Masjid tersebut
dibangun pada tahun 1728 oleh Kyai Nur Iman atau Bendoro Raden Mas Sandiyo
atau Pangeran Hangebehi Sandiyo (kakak pertama Sri Sultan Hamengkubuono I) dan
dibangun saat masa kesultanan Sri Sultan Hamengkubuono I. Gaya bangunannya
Masjid Mlangi sendiri mengikuti gaya arsitektur Jawa dengan penyangga-penyangga
kayu dan beratap tumpang. Selain itu masjid ini sudah beberapa kali mengalami
renovasi, untuk mengembalikan bentu asli masjid. Di sekitaran masjid dikelilingi
dengan benteng, dan makam-makam warga sekitar serta Mbah Kyai Nuriman selaku
pendiri masjid.
Sejarah berdirinya Masjid Mlangi adalah ketika Sri Sultan Hamengkubuwono
I ingin menjadi Raja, beliau merasa kesulitan. Kemudian dispiritualisasikan oleh
pihak Keraton dan diselidiki penyebabnya, ternyata masih ada kakak Sri Sultan
Hamengkubuono yang berhak menjadi raja. Lalu pihak Keraton meminta Mbah
Nuriman untuk menjadi raja. Akan tetapi Mbah Nuriman tidak bersedia menjadi raja.
Beliau lebih memilih untuk mengembara dan mengembangkan dakwah Islam. Atas
pilihannya itu, Keraton memberinya tanah Perdekan kemudian memilih Mlangi
sebagai tanah Perdekan. Sedangkan nama Mlangi sendiri berasal dari kata bahasa
Jawa mulangi yang berarti mengajar. Selain itu disekitaran daerah Mlangi terdapat
beberapa pondok pesantren yang difungsikan sebagai sarana tafaqquh fiddin untuk
anak-anak dan remaja.
Peran Masjid Mlangi saat kerajaan Islam berjaya adalah peran konvensional,
yaitu untuk kegiatan ibadah, shalat, pendidikan. Sementara fungsinya adalah sebagai
benteng Keraton atau pilar spiritual Keraton, serta benteng moral.
Realitas Masjid Mlangi saat ini adalah menjadi pusat kegiatan keagamaan di
masyarakat. Sedangkan untuk sholat fardhu dan jumaatan Masjid Mlangi saat ini lebih
sering dipergunakan oleh para orang tua dan orang dewasa laki-laki. Sedangkan ibu-
22
ibu dan para pemuda atau remaja melaksanakan shalat berjamaah di pesantren atau di
rumah. Adapun kegiatan yang dilakukan adalah setiap ba’da shubuh dan ba’da
magrib, di mesjid ini diadakan pengajaran atau ceramah mengenai tasawuf, pusat
kegiatan perayaan hari besar Islam. Contohnya kegiatan Maulid Nabi, bulan
Ramadhan, wisata religi, dll.
Pengaruh Masjid Mlangi terhadap masyarakat sekitar terciptanya masyarakat
religiusitas di sekitar masjid yang tercermin dari gaya berpakaian mereka. Banyak
ditemui para remaja putri dan ibu-ibu mengenakan jilbab dan kerudung di luar rumah
maupun di dalam rumah. Sementara anak-anak dan remaja laki-laki mengenakan
sarung dan peci khas anak pesantren, baik di luar rumah maupun di dalam rumah.
B. SaranSebagai peninggalan sejarah islam, sebagai seorang muslim sepatutnya kita
jaga dan mengkaji dusun Mlangi ini sebagi ilmu pengetahuan perkembangan Islam di
Yogyakarta. Serta dapat menerapkan hal-hal positif yang dapat diambil untuk
dijadikan pembelajaran.
22
DAFTAR PUSTAKA
Film Dokumenter Masjid Pathok Negoro Masjid Mlangi. Fajar Yulianto. 2013.
Hasil wawancara terhadap Bapak Mustafid (selaku anak takmir Masjid Mlangi) di
rumahnya. Pada tanggal 05 Januari 2015.
Hasil wawancara terhadap Bapak Sudirman di teras Masjid Mlangi. Pada tanggal 05
Januari 2015.
Hasil wawancara terhadap Humaidah di rumahnya. Pada tanggal 05 Januari 2015.
Hasil wawancara terhadap Ibu Lastri di toko. Pada tanggal 05 Januari 2015.
Hasil wawancara terhadap Ibu Rumaya di warungnya. Pada tanggal 05 Januari 2015.
Hasil wawancara terhadap Pak Asmuni di depan rumahnya. Pada tanggal 05 Januari
2015.
http://jogja.tribunnews.com/2014/07/05/masjid-pathok-negoro-yang-pertama-
dibangun-di-mlangi/. Diakses pada tanggal 13 januari 2015. Jam 15:18.
22
2. Kegiatan/pekerjaan masyarakat setempat
Kaligrafi menjadi sumber mata pencaharian masyarakat setempat
22
Salah satu usaha masyarakat sekitar yang berjualan snack dan jilbab
Jilbab tulis kreasi masyarakat setempat
3. Observasi bangunan Masjid Mlangi