mata kuliah / materi kuliah -...
TRANSCRIPT
Aplikasi GIS : ANALISA EROSI TANAH DAN SEDIMENTASI
Ir . Mohammad Sholichin, MT., P.hD Jurusan Teknik Pengairan, Universitas Brawijaya
email : [email protected] & [email protected]
I. Landasan Teori 1.1 Pengertian Erosi 1.2 Proses Erosi 1.3 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Erosi 1.4 Pendugaan Laju Erosi Metode USLE 1.5 Indeks Erosivitas Hujan (R) Metode Bols 1.6 Faktor Erodibilitas Tanah 1.7 Faktor Panjang Lereng (L) dan Kemiringan Lereng (S) 1.8 Faktor Pengelolaan Tanaman (C) dan Faktor Pengelolaan dan Konservasi Tanah (P) 1.9 Erosi yang Diperbolehkan 1.10 Indeks Bahaya Erosi (IBE)
II. Alur Penyelesaian III. Penggunaan Software ArcView GIS 3.3
3.1 Menampilkan ArcView GIS 3.3 3.2 Membuka Project yang telah Ada 3.3 Membuat Project Baru 3.4 Mengubah Map Units 3.5 Mengubah Legenda dalam View 3.6 Tabel/Atributes 3.7 Pemodelan Daerah Aliran Sungai 3.8 Menggunakan Fasilitas Geoprocessing 3.9 Proses SIG: Overlay (Membuat Peta Sebaran Laju Erosi dan IBE) 3.10 Membuat Layout
I. LANDASAN TEORI
1.1 Pengertian Erosi
Erosi adalah suatu peristiwa hilang atau terkikisnya
tanah atau bagian tanah dari suatu tempat yang terangkut ke
tempat lain, baik disebabkan oleh pergerakan air atau angin
(Arsyad, 1983). Proses hidrologi secara langsung dan tidak
langsung akan berhubungan dengan terjadinya erosi, transpor
sedimen, deposisi sedimen di daerah hilir, serta mempengaruhi karakteristik fisik, biologi, dan kimia. Terjadinya erosi
ditentukan oleh faktor-faktor iklim (intensitas hujan),
topografi, karakteristik tanah, vegetasi penutup tanah, dan
tata guna lahan.
1.2 Proses Erosi Dua penyebab utama terjadinya erosi adalah erosi
karena sebab alamiah dan erosi karena aktivitas manusia.
Erosi alamiah dapat terjadi karena proses pembentukan tanah
dan proses erosi yang terjadi untuk mempertahankan
keseimbangan tanah secara alami. Erosi karena faktor alamiah
umumnya masih memberikan media yang memadai untuk berlangsungnya pertumbuhan kebanyakan tanaman. Erosi
karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh
terkelupasnya lapisan tanah bagian atas akibat cara bercocok
tanam yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah konservasi
tanah atau kegiatan pembangunan yang bersifat merusak
keadaan fisik tanah, antara lain pembuatan jalan di daerah
dengan kemiringan lereng besar.
4 MODUL
66
Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University
Proses erosi bermula dengan terjadinya penghancuran agregat tanah sebagai akibat
pukulan air hujan yang mempunyai energi lebih besar daripada daya tahan tanah. Pada
saat hujan mengenai kulit bumi, maka secara langsung akan menyebabkan hancurnya
agregat tanah. Penghancuran dari agregat tanah dipercepat dengan adanya daya penghancuran dan daya urai dari air itu sendiri. Hancuran agregat tanah ini akan
menyumbat pori-pori tanah, kemudian kapasitas infiltrasi tanah akan menurun dan
mengakibatkan air mengalir dipermukaan dan disebut sebagai limpasan permukaan.
Limpasan permukaan mempunyai energi untuk mengikis dan mengangkut partikel tanah
yang telah hancur. Selanjutnya jika tenaga limpasan permukaan sudah tidak mampu lagi
mengangkut bahan-bahan hancuran tersebut, maka bahan-bahan ini akan diendapkan. Dengan demikian 3 bagian yang berurutan, yaitu :
1. Pengelupasan (detachment);
2. Pengangkutan (transportation);
3. Pengendapan (sedimentation)
1.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Erosi Iklim dan geologi merupakan faktor utama yang mempengaruhi proses erosi.
Disamping karakteristik tanah dan vegetasi, dimana keduanya bergantung pada dua
faktor terdahulu dan saling mempengaruhi. Diluar faktor tersebut, kegiatan manusia
dimuka bumi juga memberi andil yang cukup besar pada perubahan laju erosi. Untuk
memahami kapan dan bagaimana erosi dapat terjadi, masing-masing faktor tersebut
harus diuji secara detail dan aspek-aspek yang relevan diidentifikasi secara tepat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya erosi yaitu (Suripin 2004 : 41) : 1. Iklim
Faktor iklim yang besar pengaruhnya terhadap erosi adalah hujan, temperatur
dan suhu. Hujan mempunyai peranan dalam erosi melalui tenaga penglepasan
dari pukulan butir-butir hujan pada permukaan tanah dan sebagian melalui
konstribusinya terhadap aliran. Karakteristik hujan yang mempunyai pengaruh
terhadap erosi meliputi jumlah atau kedalaman hujan, intensitas dan lamanya hujan.
2. Tanah
Dalam kaitannya dengan mudah atau tidaknya tanah mengalami erosi, sifat-sifat
fisik tanah yang berpengaruh meliputi : tekstur, srtuktur, infiltrasi dan kandungan
bahan organik.
3. Topografi Faktor topografi pada umumnya dinyatakan kedalam kemiringan dan panjang
lereng. Secara umum erosi akan meningkat dengan meningkatnya kemiringan dan
panjang lereng.
4. Vegetasi
Pengaruh vegetasi penutup tanah terhadap erosi adalah melindungi permukaan
tanah dari tumbukan air hujan, menurunkan kecepatan dan volume aliran
permukaan/limpasan, menahan partikel-partikel tanah pada tempatnya melalui sistem perakaran, mempertahankan kemantapan kapasitas tanah dalam
menyerap air.
5. Tindakan campur tangan manusia
Kegiatan manusia dikenal sebagai salah satu faktor penting terhadap terjadinya
erosi yang cepat dan intensif. Kegiatan-kegiatan yang berpengaruh terhadap erosi
misalnya perubahan penutup tanah akibat penggundulan/pembabatan hutan untuk pemukiman, lahan pertanian.
67
Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University
1.4 Pendugaan Laju Erosi Metode USLE
Dari beberapa metode untuk memprakirakan besarnya erosi permukaan, metode
Universal Soil Loss Equation (USLE) yang dikembangkan oleh Wischmeir dan Smith
(1978) adalah metode yang paling umum digunakan untuk memprakirakan besarnya erosi. USLE memungkinkan prediksi laju erosi rata-rata lahan tertentu pada suatu
kemiringan dengan pola hujan tertentu untuk setiap macam jenis tanah dan penerapan
pengelolaan lahan. USLE dirancang untuk memprediksi erosi jangka panjang dari erosi
lembar (sheet erosion) dan erosi alur di bawah kondisi tertentu. Persamaan tersebut
dapat juga untuk memprediksi erosi pada lahan-lahan non pertanian tetapi tidak dapat
untuk memprediksi pengendapan dan tidak memperhitungkan hasil sedimen dari erosi parit, tebing sungai, dan dasar sungai (Suripin, 2002 : 69).
Weschmeir dan Smith (1978) mengembangkan cara untuk menentukan besarnya
laju erosi yang dikenal sebagai persamaan USLE (Asdak, 2002 : 355) :
A = R.K.LS.C.P
dengan : A = Besarnya kehilangan tanah per satuan luas lahan (ton/ha/th)
R = Faktor indeks erosivitas curah hujan dan air larian tertentu
K = Faktor indeks erodibilitas tanah, yaitu angka yang menunjukkan mudah
tidaknya partkel-partikel tanah terkelupas dari agregat tanah oleh gempuran air
hujan atau air larian.
L = Faktor panjang kemiringan lereng dan merupakan bilangan perbandingan
antara besarnya kehilangan tanah untuk panjang lereng tertentu dengan besarnya kehilangan tanah untuk panjang lereng 72,6 ft (petak percobaan).
S = Faktor gradien (beda) kemiringan yang tidak mempunyai satuan dan
merupakan bilangan perbandingan antara besarnya kehilangan tanah untuk
tingkat kemiringan lereng tertentu dengan besarnya kehilangan tanah untuk
kemiringan lereng 9%.
C = Faktor (pengelolaan) cara bercocok tanam yang tidak mempunyai satuan dan merupakan bilangan perbandingan antara besarnya kehilangan tanah pada
kondisi cara bercocok tanam yang diinginkan dengan besarnya kehilangan
tanah pada keadaan tilled continuous fallow
P = Faktor praktek konservasi tanah (cara mekanik) yang tidak mempunyai satuan
dan merupakan bilangan perbandingan antara besarnya kehilangan tanah pada
kondisi usaha konservasi tanah ideal dengan besarnya kehilangan tanah pada kondisi penanaman tegak lurus terhadap garis kontur.
1.5 Indeks Erosivitas Hujan (R) Metode Bols
Erosivitas merupakan kemampuan hujan untuk menyebabkan terjadinya erosi.
Untuk menghitung indeks erosivitas membutuhkan data curah hujan yang diperoleh dari
stasiun pencatatan hujan. Erosivitas hujan sebagian terjadi karena pengaruh jatuhan
butir-butir hujan langsung di atas tanah dan sebagian lagi karena aliran air di atas permukaan tanah.
Bols (1978) dalam Asdak (2004 : 358) dengan menggunakan data curah hujan
bulanan di 47 stasiun penakar hujan di pulau Jawa yang dikumpulkan selama 38 tahun
menentukan bahwa besarnya erosivitas hujan tahunan rata-rata adalah sebagai berikut :
R = 6,12 (RAIN)1,21 (DAYS)-0,47 (MAXP)0,53
dengan : R = indeks erosivitas hujan rata-rata tahunan
RAIN = curah hujan rata-rata tahunan (cm)
DAYS = jumlah hari hujan rata-rata pertahun (hari)
MAXP = curah hujan maksimum rata-rata harian (24 jam) perbulan untuk
kurun waktu satu tahun (cm)
68
Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University
1.6 Faktor Erodibilitas Tanah (K)
Erodibilitas adalah kepekaan suatu tanah untuk mengalami peristiwa erosi. Suatu
hujan dengan intensitas tertentu terjadi pada beberapa jenis tanah akan mendapatkan
indeks erodibilitas tanah yang tertentu pula. Apabila suatu jenis tanah mempunyai nilai K (indeks erodibilitas) yang tinggi maka semakin tinggi pula kemungkinan untuk
tererosi.
Penentuan nilai indeks erodibilitas dilakukan berdasarkan jenis yang telah
ditentukan oleh Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (BRLKT), Departemen
Kehutanan.
Tabel 1.1 Nilai K Hasil Penelitian Beberapa jenis Tanah
No. Jenis Tanah Nilai K
1 Latosol Dermaga (Haplartnox) 0,03
2 Latosol Citayam (Haplortnox) 0,09
3 Regosol Tanjungharjo (Tropothens) 0,14
4 Grumosol Jegu (Caromuderts) 0,27
5 Podsolik Jonggol (Tropudults) 0,16
6 Citaman (Troponumults) 0,1
7 Mediteran Putat (Tropudalis) 0,23
8 Mediteran Punung (Tropuqualis) 0,22
9 Latosol Merah (Humox) 0,12
10 Regosol (Oxiedystropept) 0,12
11 latosol Merah Kuning (Typic Naplortnox) 0,26
12 Latosol Coklat (Typic Tropudulut) 0,23
13
Lithosol pada lereng tajam (Lytic
Tropotlnert/Dystropept) 0,27
14 Regosol di atas Kolovium (Oxic Dystropept) 0,16
15 Regosol pada puncak bukit (Typic Entropept) 0,29
16 Gley Humic (Typic Tropuguep/Aquic Entropept) 0,13 (Clay)
0,26 (Silty Clay)
17 Litosol (Litnic Eutropept/Orthen) 0,16 (Clay) 0,29 (Silty Clay)
18 Grumosol (Caromuderts) 0,21
19 Regosol (typic Dytropept) 0,31
20 Latosol Coklat (Epyquic Tropodults) 0,31
21 Gley Numic di atas teras (Tropaguept) 0,2
22 Hydromorf abu-abu (Tropolluent) 0,2
23 Andosol Batu 0,08-0,10
24 Andosol Pujon 0,04-0,10
25 Cambisol Pujon 0,12-0,16
26 Mediteran Ngantang 0,20-0,30
27 Litosol Blitar Selatan 0,26-0,30
28 Regosol Blitar Selatan 0,16-0,28
29 Cambisol Blitar Selatan 0,17-0,30
30 Maditeran Dampit 0,21-0,30
31 Latosol Blitar Selatan 0,14-0,20
Sumber : Anonim (BRLKT Brantas)
1.7 Faktor Panjang Lereng (L) dan Kemiringan Lereng (S)
Faktor indeks topografi L dan S, masing-masing mewakili pengaruh panjang dan
kemiringan lereng terhadap besarnya erosi. Panjang lereng mengacu pada aliran
69
Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University
permukaan, yaitu lokasi berlangsungnya erosi dan deposisi sedimen. Pada umumnya,
kemiringan lereng diperlakukan sebagai faktor yang seragam. Penentuan besarnya
faktor panjang lereng menggunakan persamaan sebagai berikut (Rencana Teknik
Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Daerah Aliran Sungai, Departemen
Kehutanan 1998 : 49) :
L = 22
Lo
dengan :
L = Nilai faktor panjang lereng (m)
Lo = Panjang lereng (diperoleh dari pengukuran panjang lereng pada software
ArcView GIS 3.3, dengan meninjau beberapa titik lalu direrata).
Cara lain untuk menentukan faktor panjang lereng dengan menggunakan bantuan tabel berikut :
Tabel 1.2 Nilai Faktor Panjang Lereng (L)
Rata-rata Panjang Lereng (m) Nilai L
50 1,5
75 1,8
150 2,7
300 3,7
Sumber : Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan, 1998
Nilai faktor kemiringan lereng (S) dapat dihitung dengan cara empiris dan
estimasi, yang dinyatakan dalam bentuk persamaan berikut (Rencana Teknik Lapangan
Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Daerah Aliran Sungai, Departemen Kehutanan, 1998 : 50) :
S = (s/9)1,4
dengan :
S = kemiringan lereng (%)
Sedangkan untuk penentuan besarnya nilai faktor kemiringan lereng (S),
berdasarkan kelas kemiringan lereng dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1.3 Nilai Faktor Kemirigan Lereng (S)
Kelas Lereng Kemiringan (%) Rata-rata nilai S
I
II
III IV
V
VI
0 - 3
3 - 8
8 - 15 15 - 25
25 - 40
> 40
0.1
0.5
1.4 3.1
6.1
11.9
Sumber : RTL Dephut, 1998
1.8 Faktor Pengelolaan Tanaman (C) dan Faktor Pengelolaan dan Konservasi
Tanah (P)
Faktor C menggambarkan nisbah antara besarnya laju erosi dari lahan yang
bertanaman tertentu dan dengan manajemen (pengelolaan) tertentu terhadap besarnya erosi tanah yang tidak ditanami dan diolah bersih. Faktor ini mengukur kombinasi
pengaruh tanaman dan pengelolaannya. Nilai C merupakan faktor yang sangat rumit dan
dipengaruhi oleh banyak variabel. Variabel yang berpengaruh dapat dikelompokkan
menjadi dua grup yaitu variabel alami dan variabel yang dipengaruhi oleh sistem
pengelolaan. Variabel alami tertutama adalah iklim dan fase pertumbuhan tanaman
70
Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University
sedangkan kelompok variabel yang dipengaruhi oleh sistem pengelolaan adalah tajuk
tanaman, mulsa sisa-sisa tanaman, sisa-sisa tanaman yang dibenamkan kedalam tanah,
pengolahan tanah, pengaruh residual pengelolaan tanah, dan interaksi antara variabel-
variabel tersebut (Suripin, 2004 : 78).
Tabel 1.4 Nilai faktor C (Pengelolaan Tanaman)
No. Macam Penggunaan Lahan Nilai faktor C
1 Tanah terbuka tanpa tanaman 1.0
2 Hutan atau semak belukar 0.001
3 Savannah dan praire dalam kondisi baik 0.01
4 Savannah dan praire yang rusak untuk gembalaan 0.1
5 Sawah 0.01
6 Tegalan tidak dispesifikasi 0.7
7 Ubi kayu 0.8
8 Jagung 0.7
9 Kedelai 0.399
10 Kentang 0.4
11 Kacang tanah 0.2
12 Padi Gogo 0.561
13 Tebu 0.2
14 Pisang 0.6
15 Akar wangi (sereh wangi) 0.4
16 Rumput bede (tahun pertama) 0.287
17 Rumput bede (tahun kedua) 0.002
18 Kopi dengan penutup tanah buruk 0.2
19 Talas 0.85
20 Kebun campuran Kerapatan tinggi 0.1
Kerapatan sedang 0.2
Kerapatan rendah 0.5
21 Perladangan 0.4
22 Hutan alam Serasah banyak 0.001
Serasah sedikit 0.005
23 Hutan produksi Tebang habis 0.5
Tebang pilih 0.2
24 Semak belukar, padang rumput 0.3
25 Semak tak terganggu 0.01
26 Ubi kayu + kedelai 0.181
27 Ubi kayu + kacang tanah 0.195
28 Padi - sorgum 0.345
29 Padi - kedelai 0.417
30 alang-alang murni subur 0.001
31 Padang rumput (stepa) dan savana 0.001
Sumber : Suripin, 2004
Nilai faktor tindakan manusia dalam konservasi tanah (P) adalah nisbah antara
besarnya erosi dari lahan dengan suatu tindakan konservasi tertentu terhadap besarnya
erosi pada lahan tanpa tindakan konservasi. Termasuk dalam tindakan konservasi tanah
adalah penanaman dalam strip, pengolahan tanah menurut kontur, guludan dan terras.
Nilai dasar P adalah satu yang diberikan untuk lahan tanpa tindakan konservasi (Suripin,
2004 : 80).
71
Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University
Tabel 1.5 Nilai faktor P untuk berbagai tindakan konservasi tanah
No. Macam Penggunaan Lahan Nilai P
1 Tanpa tindakan pengendalian erosi 1.00
2 Terras Bangku Konstruksi sedang 0.04
Konstruksi baik 0.15
Konstruksi kurang
baik 0.35
Terras tradisional 0.40
3 Strip tanaman Rumput Bahia 0.40
Clotararia 0.64
dengan kontur 0.20
4 Pengolahan tanah dan Kemiringan 0 - 8 % 0.50
penanaman menurut Kemiringan 8 - 20 % 0.75
garis kontur Kemiringan > 20 % 0.90
Sumber : Suripin, 2004
Tabel 1.6 Nilai Faktor CP Berbagai Jenis Penggunaan Lahan
No Jenis Tanaman Nilai CP
1 2
3
4
5
6
7
8
Lahan Tanpa Tanaman Hutan
- Tak terganggu
- Tanpa tanaman bawah
- Tanpa tanaman bawah dan serasah Semak
- Tak terganggu
- Sebagian rumput
Kebun
- campuran asli - kebun
- pekarangan
Perkebunan
- penutupan tanah sempurna - ditumbuhi alang-alang
- Perkarangan alang-alang setahun sekali
- Jenis serai (Citronella grass)
- Savana dan padang rumput - Rumput Brochioria
Tanaman Pertanian
- Umbaian akar
- Biji-bijian
- Kacang-kacangan - Tembakau
- Kapas, tembakau
- Campuran
- Padi irigasi Peladangan
- satu tahun tanam, satu tahun bera
- satu tahun tanam, dua tahun bera
Pertanian dengan pencagatan alam - Mulsa jerami
- Mulsa kacang tanah
- Strip
- Strip Cotalaria - Teras
- Teras Guludan
1.00
0.001
0.030
0.500
0.01
0.100
0.020 0.070
0.200
0.100 0.020
0.060
0.650
0.010 0.002
0.630
0.510
0.360 0.580
0.500
0.430
0.20
0.280
0.190
0.06 – 0.20
0.20 – 0.40
0.10 – 0.30
0.640 0.040
0.140
Sumber : Utomo, 1994
72
Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University
1.9 Erosi Yang Diperbolehkan
Pencegahan erosi secara total adalah tidak mungkin atau sulit dihilangkan sama
sekali. Hal ini dikarenakan adanya proses pengikisan kulit bumi secara alamiah (erosi
geologi). Tindakan yang dapat dilakukan adalah mengusahakan supaya erosi yang
terjadi masih dibawah ambang batas maksimum (soil loss tolerance), yaitu besarnya erosi yang tidak melebihi laju pembentukan tanah (Suripin, 2004 : 61).
Menurut Arsyad, dengan menggunakan nisbah nilai untuk berbagai sifat dan
stratum tanah, maka untuk tanah di Indonesia disarankan nilai erosi yang diperbolehkan
(T), disajikan dalam tabel berikut :
Tabel 1.7 Pedoman Penetapan Nilai T untuk Tanah-tanah di Indonesia
No Sifat Tanah dan Substratum Nilai T
(mm/tahun)
1 Tanah sangat dangkal di atas batuan 0.0
2 Tanah sangat dangkal di atas bahan telah melapuk
(tidak terkonsolidasi) 0.4
3 Tanah dangkal diatas bahan telah melapuk 0.8
4 Tanah dengan kedalaman sedang di atas bahan telah melapuk 1.2
5 Tanah yang dalam dengan lapisan bawah yang kedap
air di atas substrata yang telah melapuk 1.4
6 Tanah yang dalam dengan lapisan bawah berpermea-
bilitas lambat, di atas substrata telah melapuk 1.6
7 Tanah yang dalam dengan lapisan bawah berpermea-
bilitas sedang, di atas substrata telah melapuk 2.0
8 Tanah yang dalam dengan lapisan bawah yang
permeabel, di atas substrata telah melapuk 2.5
Sumber : Arsyad, 2000
Keterangan :
*) mm x berat volume tanah x 10 = ton/ha/tahun **) Berat volume tanah berkisar antara 0.8 sampai 1.6 gr/cm3 akan tetapi pada
umumnya tanah-tanah berkadar liat tinggi mempunyai berat volume antara 1.0 sampai
1.2 gr/cm3.
Hasil penelitian Hardjowigeno (1987) dapat ditetapkan besarnya T maksimum
untuk tanah-tanah di Indonesia adalah 2,5 mm per tahun, yaitu untuk tanah dalam dengan lapisan bawah (subsoil) yang permeabel dengan substratum yang tidak
terkonsolidasi (telah mengalami pelapukan). Tanah-tanah yang kedalamannya kurang
atau sifat-sifat lapisan bawah yang lebih kedap air atau terletak di atas substratum yang
belum melapuk, nilai T harus lebih kecil dari 2,5 mm per tahun (Arsyad, 2000).
1.10 Indeks Bahaya Erosi (IBE) Besarnya nilai bahaya erosi dinyatakan dalam Indeks Bahaya Erosi, yang
didefinisikan sebagai berikut (Hammer 1981 dalam Arsyad 2000 : 274) :
Indeks Bahaya Erosi = )//(
)//(
tahunhatonT
tahunhatonsialErosiPoten
Dengan T adalah besarnya erosi yang masih dapat dibiarkan. Harkat Indeks
bahaya erosi dapat ditentukan sebagaimana tertera pada tabel berikut.
Tabel 1.8 Klasifikasi Indeks Bahaya Erosi (Hammer, 1981)
Nilai Indeks Bahaya Erosi Harkat
< 1,0 1,01 – 4,0
4,01 – 10,0
> 10,01
Rendah Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
Sumber : Arsyad, 2000
73
Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University
II. ALUR PENYELESAIAN
Gambar 2.1 Diagram Alir Penentuan Laju Erosi dan Indeks Bahaya Erosi
Mulai
Data
Hujan
Peta
Topografi
Peta Tataguna
Lahan
Peta Jenis
Tanah
Indeks Erosivitas (R) Digitasi Peta
Topografi
DEM (Model Grid)
Pemodelan DAS
Faktor LS
Batas DAS
Join Item
Digitasi Peta
Tataguna Lahan
Digitasi Peta
Jenis Tanah
Membuat
Data
Spasial
(Coverage)
Memberikan
Data Atribut
Faktor CP Faktor K
Analisa SIG
Laju Erosi USLE
Join Item
Membuat
Data
Spasial
(Coverage)
Memberikan
Data Atribut
Selesai
Peta Faktor CP Peta Faktor KPeta Faktor LSPeta Indeks R
Indeks Bahaya Erosi
74
Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University
Gambar 2.2 Diagram Alir Proses SIG
Mulai
Data
SpasialData Atribut
Digitasi Data Spasial
(Autodesk Map 2004)
Editing Hasil Digitasi
Data Spasial
(Autodesk Map 2004)
Pembuatan Coverage
(Autodesk Map 2004)
Pemilihan dan
Pengelompokan Data
(Ms Ecxel )
Penyusunan Data Base
(ArcView GIS 3.3)
Penggabungan Data Atirbut
dan Spasial (Joint Item )
(ArcView GIS 3.3)
Analisa Data SIG
(ArcView GIS 3.3)
Selesai
Membangun Topologi
(Autodesk Map 2004)
Produk SIG
(Lay out /Peta-Peta)
DEM model grid
(Arc View GIS 3.3)
Pemodelan DAS
(Arc View GIS 3.3)
Batas DAS
(Arc View GIS 3.3)
Pemberian ID pada Data
Spasial (ArcView GIS 3.3)
75
Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University
Gambar 2.3 Diagram Alir Proses Pembuatan Batas DAS
Mulai
Peta Jaringan
Sungai Digital
Peta topografi digital
Ekspor polyline
sungai ke
format *.shp
Eksport polyline kontur
(vektor) ke format *.shp
Membangkitkan DEM dalam
format TIN (raster)
DEM dalam model GRID dengan
ukuran cell menyesuaikan peta
Jaringan Sungai Sintetik
Definisi Outlet DAS
Konversi DEM dari format
TIN ke GRID (raster)
Identifikasi
Sink
Arah aliran
(flow direction )
Akumulasi aliran
(Flow accumulation )
Fill SinkTidak
Ya
Model DAS
Selesai
76
Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University
III. PENGGUNAAN SOFTWARE ARCVIEW GIS 3.3
3.1 Menampilkan ArcView GIS 3.3
Untuk membuka ArcView GIS 3.3 bisa melalui icon ArcView GIS 3.3 yang
terdapat pada Dekstop atau melalui Start - All program - ESRI - ArcView GIS 3.3 - icon
ArcView GIS 3.3. Tampilan awal dari ArcView GIS 3.3 yaitu :
Gambar 3.1 Tampilan Awal dari Software ArcView GIS 3.3
3.2 Membuka Project Yang Telah Ada Untuk membuka project yang sudah ada atau telah dikerjakan sebelumnya dapat
dilakukan dengan cara File - Open Project :
Gambar 3.2 Tampilan Project yang Akan Dibuka
View, untuk menampilkan/mengerjakan peta
Tables, untuk menampilkan/mengerjakan tabel
Charts, untuk menampilkan/mengerjakan grafik
Lay Out, untuk menampilkan peta siap print
Script, untuk mengembangkan fungsi dasar
ArcView GIS 3.3
77
Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University
Setelah tampilan project yang akan dibuka terlihat maka tinggal memilih project yang
akan dikehendaki yaitu dengan cara double click pada project yang akan dikehendaki.
Project yang dikehendaki akan muncul seperti terlihat pada Gambar 6.
Gambar 3.3 Tampilan Project yang Dikehendaki
Gambar 3.4 Tampilan Salah Satu View Dalam Project
Nama
View
Legenda
Windows
ID/data
Double klik
78
Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University
3.3 Membuat Project Baru
Untuk membuat project baru pada ArcView GIS 3.3 pada menu File pilih New
Project. Secara otomatis akan muncul project baru dengan nama Untitled.apr. Pilih icon
View dan clik New atau double click pada icon View. Untuk memunculkan View yang
diinginkan dengan memilih data yang telah tersedia klik tombol add theme.
Gambar 3.5 Tampilan Untuk Memunculkan View Baru
Gambar 3.6 Tampilan Pemilihan Theme
Add Theme
ID/Data
Memperbesar
dengan Window
Memperkecil
dengan Window
Pan
Attribute
Menghitung
Jarak
Tampilan
Keseluruhan
Tampilan
Tema Aktif
Tampilan
Obyek Terpilih Perkecil
1 kali
Perbesar
1 kali
Zoom
Previous
Clear
Selection
Skala Koordinat
Memunculkan
View baru
Blank
Project
Letak File
Pilihan File
Jenis Data
79
Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University
3.4 Mengubah Map Units
Gambar 3.7 Tampilan View Properties
Map unit adalah satuan koordinat ketika peta dibuat, apabila tidak diisi maka skala peta
tidak dapat diketahui. Distance unit adalah satuan yang ditampilkan saat dilakukan
pengukuran.
Untuk menyimpan project dilakukan langkah-langkah yaitu dari menu sub file - Save As,
setelah itu ketikkan nama file yang dikehendaki.
3.5 Mengubah Legenda Dalam View
Doble klik pada legenda sehingga didapatkan menu/gambar sebagai berikut
Gambar 3.8 Tampilan Legend Editor
Memberi
nama
baru Memberi
nama
creator
Mengambil legenda
yang telah disimpan
Menyimpan data
legenda
Nama Theme
Ditampilkan dalam
bentuk satu symbol
Satu Simbol, warna
gradasi
Simbol Gradasi
Simbol untuk
masing-masing Dalam bentuk chart
80
Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University
3.6 Tabel/Atributes
Attribute adalah data tabular yang menyertai data spasial. Attribute disimpan
dalam format Dbase. Untuk menampilkan attribute yang dimiliki oleh View dapat
dilakukan dengan menekan tombol sehingga didapat tampilan sebagai berikut.
Gambar 3.9 Tampilan Data Attributes
Untuk menambah Kolom/Filed dilakukan dengan cara mengklik menu Table - Start
Editing, Edit - Add Field. Jika ingin menambah baris dengan cara Klik menu Edit - Add
Record.
Gambar 3.10 Tampilan Penambahan Kolom
Gambar 3.11 Tampilan Sub Menu File Attribute
Mengisi Informasi Dasar
Data attribute tiap .shp haruslah memiliki informasi dasar agar menjadi data GIS yang
lengkap. Informasi dasar ini antara lain :
Point : Informasi Keterangan
Line : Informasi Panjang, Keterangan Polygon : Informasi Luas, Keliling, Keterangan
Nama Kolom
Jumlah karakter
huruf atau angka Jumlah angka
dibelakang koma
Jenis data :
Number = angka
String = huruf
Boolean = pengandaian,
ekspresi
Date = tanggal Select All
Switch Selection
Clear Selection
Buat Chart
Find
Query Builder
Disusun keatas Joint Table Menjumlah Calculate
Identify Edit Data
Pilih
81
Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University
3.7 Pemodelan Daerah Aliran Sungai
Pemodelan Daerah Aliran Sungai (DAS) dilakukan dengan cara yaitu
membangkitkan DEM terlebih dahulu, menentukan arah aliran (flow direction),
akumulasi aliran (flow accumulation), pembangkitan jaringan sungai sintetik, dan kalkulasi parameter daerah aliran sungai. Pemodelan DAS dari suatu grid adalah dengan
memanfaatkan kemampuan analisa dan manipulasi dalam Sistem Informasi Geografi
(SIG), yaitu melalui penerapan algoritma tertentu untuk memanipulasi hubungan suatu
cell dengan cell-cell tetangganya.
Digital Terrain Model (DTM) atau juga biasa disebut (Digital Elevation Model)
adalah salah satu metode pendekatan yang bisa dipakai untuk memodelkan relief permukaan bumi dalam bentuk 3 dimensi. Metode DEM tersebut dapat dipakai sebagai
model, analisa dan representasi fenomena yang berhubungan dengan topografi atau
permukaan lain. Penggunaan model permukaan digital dalam proses analisis limpasan
permukaan mempresentasikan permukaan relief bumi akan membantu ketelitian dalam
mengidentifikasikan kemiringan lahan, arah aliran, akumulasi aliran, panjang lintasan
aliran dan penentuan daerah pengaliran. Terdapat beberapa metode untuk menggambarkan bentuk permukaan bumi
dalam model permukaan digital, antara lain model grid dalam bentuk bujursangkar,
model TIN (Triangulated Irregular Network) dalam bentuk segitiga, segiempat atau
segienam beraturan. Dari berbagai metode yang ada dalam menggambarkan relief bumi,
maka metode bujursangkar merupakan metode yang paling banyak digunakan. Model
permukaan digital dengan format grid yang dikenal dengan bentuk sel yang beraturan
(bujur sangkar), memungkinkan untuk dianalisa lebih lanjut diantaranya untuk mendapatkan skema dan parameter topografi suatu Daerah Aliran Sungai.
Untuk dapat memodelkan DAS, terlebih dahulu software ArcView GIS 3.3
diberikan extension (plug-ins) 3D Analyst, Spatial Analyst, Hydrologic Modeling V 1.1,
dan AVSWAT 2000. Extension adalah modul tambahan/perangkat tambahan untuk
meningkatkan fungsionalitas ArcView di bidang-bidang aplikasi tertentu. Untuk
menambahkan extension tersebut kedalam ArcView dilakukan dengan cara menginstall extension tersebut secara benar. Hasil dari proses instalasi ini adalah sejumlah file yang
masuk kedalam direktori dimana ArcView di Install. Setelah extension ter-install maka
langkah selanjutnya adalah mengaktifkan extension 3D Analyst, Spatial Analyst,
Hydrologic Modeling V 1.1, dan AVSWAT 2000 serta meng-add peta kontur yang terlebih
dahulu sudah di eksport kedalam format *.shp. Tampilan pada ArcView setelah 3D
Analyst, Spatial Analyst, Hydrologic Modeling V 1.1, dan AVSWAT 2000 diaktifkan adalah akan mencul tampilan awal dari AVSWAT dan terdapat submenu file Analysis, Surface,
Hydro, dan Avswat pada view Watershed serta jendela Watershed Deliniation. Untuk
membangkitkan DEM klik sub menu Surface lalu pilih Create TIN from Features. Setelah
proses selesai untuk mengubah kebentuk Grid maka pilih sub menu Theme lalu Convert
to Grid.
Gambar 3.12 Tampilan Awal Extension AVSWAT 2000
82
Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University
Gambar 3.13 Tampilan Watershed Deliniation
Gambar 3.14 Tampilan Sub Menu pada View Watershed Setelah Extension
3D Analyst, Spatial Analyst, Hydrologic Modeling V 1.1, dan AVSWAT 2000 Diaktifkan
Sub Menu
Analysis, Surface
dan Hydro
Sub Menu
Avswat
83
Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University
Gambar 3.15 Tampilan DEM dalam bentuk Grid
Setelah dilakukan pembangkitan DEM maka langkah selanjutnya adalah menentukan arah aliran (flow direction), akumulasi aliran (flow accumulation), dan
pembangkitan jaringan sungai sintetik. Untuk menentukan arah aliran suatu sel dari
DEM ditentukan dengan membandingkan elevasi sel tersebut dengan elevasi 8 (delapan)
tetangganya yang bersebelahan. Maka aliran dari sel ini akan mengalir ke arah sel yang
memiliki kemiringan relatif paling curam terhadap sel yang akan ditentukan arah
alirannya. Akumulasi aliran didefinisikan sebagai banyaknya sel yang memberikan kontribusi
aliran pada suatu sel berdasarkan grid arah aliran yang telah ditentukan sebelumnya.
Penjumlahan akumulasi aliran ini dimulai dari daerah hulu, lalu menelusuri tiap sel satu
per satu kearah hilir berdasarkan grid arah aliran. Sel-sel dengan akumulasi aliran lebih
besar Sel dengan akumulasi aliran 0 (tidak ada sel lain yang memberikan konstribusi
aliran) merupakan daerah yang topografinya tinggi. Biasanya berupa punggung-punggung bukit yang selanjutnya diidentifikasikan sebagai batas DPS. Sedangkan sel-sel
dengan jumlah akumulasi aliran tinggi, biasanya mengidentifikasikan saluran sungai.
Jaringan sungai sungai sintetik diperoleh dengan menentukan batas minimum
jumlah konstribusi aliran yang diterima oleh suatu sel yang bisa dianggap sebagai awal
dari saluran sungai. Sel-sel yang yang memiliki value = 1 akan diekstrak dan dikonvert
ke model data vektor berupa garis yang merepresentasikan sungai sintetik. Penentuan
batas minimum akumulasi aliran akan mempengaruhi jaringan sungai sintentik yang dihasilkan, jika batas minimumnya kecil maka akan terdapat banyak sungai-sungai kecil.
Sebaliknya jika batas minimumnya besar, sungai-sungai kecil akan tereliminasi dan
menjadi satu dengan sungai yang lebih besar daerah tangkapan airnya.
Parameter Daerah Aliran Sungai
Pada suatu DEM daerah tangkapan air dengan menentukan sel-sel mana saja
yang memberikan konstribusi aliran pada suatu sel outlet yang ditentukan sebelumnya berdasarkan gid arah aliran. Setelah mendapatkan skema DAS/Sub-DAS, maka
parameter tiap Sub DAS bisa dikalkulasi menggunakan GIS interface. Adapun
parameter-parameter yang bisa diperoleh dalam pemodelan ini adalah luasan DAS/Sub
DAS, aliran terpanjang, panjang sungai, kemiringan rata-rata sungai, kemiringan lereng,
dan kordinat pusat DAS.
84
Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University
Gambar 3.16 Tampilan Jaringan Sungai Sintetik dan DAS Hasil Pembangkitan DEM
Gambar 3.17 Tampilan Jaringan Sungai Sintetik dan DAS Hasil Pembangkitan DEM
Setelah Proses Calculation
Setelah proses kalkulasi parameter DAS selesai maka hasil kalkulasi diubah kebentuk shapefile, dengan cara klik sub menu Theme lalu Convert to Shapefile.
85
Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University
Gambar 3.18 Batas DAS, Sub-sub DAS, Sungai, dan Outlet Berformat *.shp
Gambar 3.19 Atribut Sub-sub DAS (Subbasins)
86
Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University
Gambar 3.20 Atribut Sungai (Streams)
3.8 Menggunakan Fasilitas Geoprocessing
Untuk menampilkan fasilitas geoprocessing dalam view dengan cara mengaktifkan
Extension Geoprocessing sehingga muncul tampilan sebagai berikut :
Gambar 3.21 Tampilan Pemilihan Extensions Geoprocessing
Syarat untuk menggunakan fasilitas Geoprocessing adalah harus ada satu atau lebih
shape polygon dalam view. Cara untuk menampilkan fasilitas ini yaitu dengan mengklik
menu View - Geoprocessing Wizard sehingga muncul tampilan Geoprocessing dengan 6 operasi.
87
Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University
Gambar 3.22 Tampilan GeoProcessing
Dissolve, (penggabungan klas/ID - attribute yang sama) pilih operasi Dissolve - Next, setelah itu isi masing-masing item kemudian next. Jika perlu dapat ditambahkan filed
(kolom) keterangan theme hasil Dissolve kemudian Finish.
Gambar 3.23 Tampilan GeoProcessing Dissolve 1
Gambar 3.24 Tampilan GeoProcessing Dissolve 2
Merge - Next, isi/pilih item-item yang ada pada tampilan berikutnya kemudian Finish.
Theme yg akan di
Dissolve
Attribute dari theme yg
akan di Dissolve
Lokasi hasil file
theme Dissolve
Field (kolom) keterangan
yang dapat ditambahkan
pada theme hasil Dissolve
88
Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University
Gambar 3.25 Tampilan GeoProcessing Merge 1
Gambar 3.26 Tampilan GeoProcessing Merge 2
Clip - Next, Isi/pilih item-item yang ada pada tampilan berikutnya kemudian Finish.
Gambar 3.27 Tampilan GeoProcessing Clip 1
Pilihan theme yg akan
dimerger, minimal 2
Field theme yg akan dijadikan
dasar hasil merger
Nama file theme
hasil merger
89
Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University
Gambar 3.28 Tampilan GeoProcessing Clip 2
Intersect - next, Isi/pilih yang ada pada tampilan berikutnya kemudian Finish.
Gambar 3.29 Tampilan GeoProcessing Intersect 1
Gambar 3.30 Tampilan GeoProcessing Intersect 2
Theme yg akan di-Clip
Theme yg akan dipakai
untuk Clip (memotong)
Nama Theme hasil proses
Clip (memotong)
Theme input untuk Intersect
Theme overlay yg
dipakai untuk Intersect
Nama File Theme hasil
proses Intersect
90
Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University
Union - next, isi/pilih item-item yang ada pada tampilan berikutnya kemudian Finish.
Gambar 3.31 Tampilan GeoProcessing Union 1
Gambar 3.32 Tampilan GeoProcessing Union 2
Spatial Join - Next, isi/pilih item-item yang ada pada tampilan berikutnya kemudian
Finish.
Gambar 3.33 Tampilan GeoProcessing Spatial Join 1
Theme input untuk Union
Theme overlay yg
dipakai untuk Union
Nama File Theme hasil
proses Union
91
Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University
Gambar 3.34 Tampilan GeoProcessing Spatial Join 2
3.9 Proses SIG : Overlay (Membuat Peta Sebaran Laju Erosi dan IBE)
Untuk membuat peta sebaran laju erosi dibutuhkan peta indeks erosivitas hujan (R), peta jenis tanah (Faktor K), peta Faktor LS, dan peta tatagunalahan (Faktor CP).
Peta indeks erosivitas hujan (R) dibuat dengan cara memasukkan hasil perghitungan
indeks erosivitas (metode bols) kedalam atribut peta DAS. Untuk peta jenis tanah (K)
dan tatagunalahan (CP) diperoleh dengan cara digitasi. Peta jenis tanah dapat diperoleh
dari instansi pemerintah terkait yang menangani pengelolaan DAS tertentu sedangkan
peta tatagunalahan dapat diperoleh dari peta digital rupa bumi Indonesia, Citra satelit,
dan foto udara. Pembuatan peta faktor panjang lereng dan kemiringan lereng (LS) dibuat
berdasarkan data atribut yang diperoleh dari hasil pembuatan batas DAS yang berupa
slope lahan, slope sungai, dan panjang sungai. Sedangkan data panjang lereng diperoleh
dari pengukuran lereng dengan menggunakan fasilitas measure pada ArcView.
Perhitungan indeks erosivitas hujan (R), penentuan harga K, perhitungan Faktor LS, dan
penentuan harga CP berdasarkan landasan teori pada bagian I. Proses pembuatan peta sebaran laju erosi menggunakan analisa overlay. Analisa
overlay didapat dengan mengaktifkan extension geoprocessing pada software ArcView
GIS 3.3. Dari sub menu GeoProcessing yang dipilh untuk proses overlay adalah
Intersect. Untuk melakukan overlay terlebih dahulu keempat peta tersebut diatas
ditampilkan pada satu view. Setelah proses pembuatan peta sebaran laju erosi selesai
untuk menentukan IBE dilakukan pada data atribut peta laju erosi dengan menggunakan fasilitas Calculate.
Gambar 3.35 Tampilan GeoProcessing Intersect & Peta yang Akan DiOverlay
Theme yg dijadikan
tempat bergabung
Theme yg akan digabung
92
Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University
Gambar 3.36 Tampilan Peta Sebaran Laju Erosi
Gambar 3.37 Tampilan Peta Indeks Bahaya Erosi
3.10 Membuat Layout
Aktifkan tombol Layout (pada project) dan tekan new sehingga muncul dokumen baru dengan nama Layout 1.
ArcView akan memberikan pilihan untuk menyusun layout dengan pilihan :
Untuk menampilkan view, tekan tombol menampilkan view dan buatlah frame pada
dokumen layout sehingga didapat menu sebagai berikut :
Menampilkan View
Menampilkan Legenda
Menampilkan Skala
Menampilkan Arah Mata Angin
Menampilkan Chart
Menampilkan Tables
Menampilkan Gambar
93
Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University
Gambar 3.38 Tampilan View Frame Properties
Untuk menampilkan legenda, tekan tombol untuk menampilkan legenda dan buatlah
frame untuk tampilan legenda pad lembar layout, maka akan didapat menu sebagai
berikut :
Gambar 3.39 Tampilan Legend Frame Properties
Untuk menampilkan skala, tekan tombol untuk menampilkan skala dan buatlah frame
untuk tampilan skala pada lembar layout, maka akan didapat tampilan menu sebagai
berikut :
Pilih view yg akan ditampilkan misal : jayapura
Apabila diaktifkan, pada setiap view berubah
maka tampilan akan berubah.
Pilihan Skala yaitu :
Automatic, tampilan berubah sesuai frame
Preserve View Scale, sesuai tampilan view
User Specified Scale, sesuai definisi pengguna Pilihan extent yaitu :
Fill view frame, seluruh frame dipenuhi
Clip to view, ditampilkan sesuai view Pilihan Display yaitu :
When active, tampil apabila view aktif
Always, selalu tampil meski view tidak aktif Pilihan Quality yaitu :
Presentation, untuk hasil akhir
Draft, untuk uji coba
94
Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University
Gambar 3.40 Tampilan Scale Bar Properties
Untuk menampilkan mata angin, tekan tombol untuk menampilkan mata angin dan
buatlah frame untuk tampilan mata angin pada lembar layout, maka akan didapat
menu sebagai berikut :
Gambar 3.41 Tampilan North Arrow Manager
Untuk menampilkan grafik, tekan tombol untuk menampilkan grafik dan buatlah
frame untuk tampilan grafik pada lembar layout. Untuk menampilkan tables/attributes, tekan tombol untuk menampilkan
tables/attributes dan buatlah frame untuk tampilan tables/attributes pada lembar
layout.
Untuk menampilkan gambar, tekan tombol untuk menampilkan gambar dan buatlah
frame untuk tampilan gambar pada lembar layout.
Membuat Graticules and Grids Mengaktifkan exstensions Graticules and Measure Grids.
Mengaktifkan Button Graticules and Grids dengan cara clik view yang sudah
tampil pada lembar layout.
Clik button Graticules and Grids hingga muncul tampilan seperti di bawah ini
kemudian next.
Pilihan style
Satuan
Interval Jarak
Jumlah Interval
Pembagian sisi Kiri
95
Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University
Gambar 3.42 Tampilan Graticule and Grid Wizard 1
Isi item-item untuk pilihan grid kemudian next
Isi item-item untuk pilihan border kemudian next
Clik preview untuk mengetahui bentuk graticules and grid, jika sudah selesai clik
Finish.
Gambar 3.43 Tampilan Graticule and Grid Wizard 2
Membuat grid
dengan satuan
ukuran tertentu
Interval Grid
Grid yg ditampilkan;
tanda, garis
Tebal Garis grid
Warna label dan grid
Jenis huruf label
Ukuran label
Bentuk teks tabel
96
Mata Kuliah / MateriKuliah 2012 Brawijaya University
Gambar 3.44 Tampilan Graticule and Grid Wizard 3
Gambar 3.45 Tampilan Contoh Layout Sebaran Laju Erosi
Border di sekitar
frame view
Border di sekitar
graticule/grid
Label sejajar
dengan border
Warna garis border
frame view
Bentuk garis border
frame view
Warna garis border
graticule/grid
Bentuk garis border
graticule/grid