media watch 49 - habibiecenter.or.id · harian pedoman rakyat dan tribun timur. saya terkejut,...

35
COVER

Upload: phamcong

Post on 02-Oct-2018

233 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

COVER

2 MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 49 / 15 September -15 Oktober 2006

Penerbit: Media Center/The Habibie Center Alamat Redaksi: Jl. Kemang Selatan No.98

Jakarta Selatan Telp.: (021)781-7211 Fax.: (021)781-7212

Email: [email protected] Website:http://www.habibiecenter.or.id

Penanggung Jawab : Ahmad Watik Pratiknya, Dewan Redaksi : A. Makmur Makka (Ketua) Mustofa Kamil Ridwan, Doddy Yudhista. Redaktur Pelaksana : Afdal

Makkuraga Putra, Redaksi : Wenny Pahlemy, Junarto Imam Prakoso, Fetty Fajriati, Kontributor : Intantri Kusmawarni, Ichsanto Wahyudi, Teguh Apriliyanto.

Usaha / Distribusi: Hadi Kuntjara, Ghazali H. Moesa. Disain Grafis : A. Mudjazir Unde.

Jurnal MW The Habibie Center adalah publikasi bulanan di bawah naungan The Habibie Center. Redaksimenerima tulisan/artikel yang sesuai dengan visi dan misi jurnal ini.

INDEKSGambar Kulit: Anom Hamzah

WATCHMEDIAMEDIA

WATCHTHE HABIBIE CENTER

SUM

BER

FO

TO : H

ttp.w

ww

.sab

ah.g

ov.m

y/

• Pewawancara Berita Televisi, Bukan “Jaksa” 3

• Surat Pembaca 4

• Wajah Indo di Sekitar Kita 5

• Sinetron Televisi yang Rasis 10

• Gerbang Bahasa : Berpikir Logis dan Berbahasa Tertib 12

• Benarkah Televisi Kita Masih Mendidik 16

• Potret Jurnalis Indonesia 19

• Sipemberani dari Irlandia 24

• Jurnalisme Televisi yang Memihak Siapa? 26

• Wawancara : Kepala Pusat Bahasa Dr. Dendy Sugono

Penggunaan Bahasa Dalam Media. Kamus Besar Bahasa Indonesia Perlu Revisi 29

• Berpikir dalam Posmodernisme 33

3MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 49 / 15 September -15 Oktober 2006

Catatan Redaksi

PEWPEWPEWPEWPEWAAAAAWWWWWANCARANCARANCARANCARANCARA BERITA BERITA BERITA BERITA BERITA TELEVISI,A TELEVISI,A TELEVISI,A TELEVISI,A TELEVISI,BUKBUKBUKBUKBUKAN “JAN “JAN “JAN “JAN “JAKSAKSAKSAKSAKSAAAAA”””””

Bersambung ke hal: 28

W

SU

MB

ER

FO

TO:

http

//ww

w.b

bc.c

o.uk

/

AWANCARA dengan narasumber sudah menjadi rutinitas kerjawartawan sehari-hari atau siapapun yang bekerja padamedia.Wawanacara perlu untuk memberikan konfirmasi danrekonfirmasi atas sebuah fakta yang akan dan telah disiarkan melaluimedia. Kode etik memerlakukan orang yang diwawancara atau

narasumber, juga sudah ada dan menjadi klasula penting dalam ”code of conduct”dunia jurnalistik. Misalnya, bagaimana hak narasumber untuk dirahasikakannamanya, serta berbagai hal tatacara yang harus dipatuhi oleh wartawan.

Tetapi ada satu hal yang sering menganggu kita pada perilaku pewawancara(newscasters) dalam media elektronik. Biasanya, untuk melengkapi sebuah beritakhusus, media eletronik merancang sebuah acara wawancara dengan narasumberkhusus di studio. Sejauh, narasumber dihadirkan untuk menambah kelengkapandan kejernihan berita yang ditampilkan, model wawancara dengan narasumberseperti ini, sangat penting bagi publik yang mengharapkan kelengkapan sebuahberita.

Hanya saja, wawancara narasumber seperti ini, pada beberapa media elektronikkadang-kadang tidak melalui tatacara yang layak. Seorang narasumber warganegaraasing pernah berkata, ia tidak akan mau lagi diundang untuk wawancara padasebuah stasiun televisi secara langsung di Jakarta. Sebabnya, karena ia merasadiperlukan tidak pantas oleh pewawancaranya. Ia merasa seperti dipaksa untukselalu mengatakan “ya” dalam pertanyaan yang diberikan padanya. Bahkan iamerasa “didesak” dan ”dipojok-kan”dalam setiap pertanyaan.Karena itu, wawancara daripenyiar tersebut seperti bukanuntuk mencari fakta-fakta baruapa adanya, tetapi memaksakansebuah fakta dan opini yangsudah terbentuk dalam “mindset” yang hendak dicapai olehpewanwacara. Apakah itu, hanyaulah sipewawancara ataukahkarena pesanan si pemilik media,ia tidak tahu, tetapi ia sudahkapok dengan perlakuan tidaketiks stasiun tv tersebut.

Kita memang biasamenyaksikan penyiar yang melakukan wawancara dengan narasumber sangat agresifmembrondong narasumber dengan berbagai pertanyaann yang sangat menyudutkan

4 MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No.49 / 15 September - 15 Oktober 2006

Surat Pembaca

KAJIANThe Habibie Center

Jawara dan Kekuasaan: Peranan Jawara dalamPolltik Pasca Pembentukan Propinsi BantenLili Romli & Taftazani

Problematika Myanmar dalam ASEANAwani Irewati; Ratna Shofi Inayati; JopkieKurniawan

Peran Birokrasi dalam Pilkada di JemberR. Siti Zuhro

Dampak Kenaikan Harga BBM pada KelompokMasyarakat Near Poor Komuter di BODETABEKAndrinof A Chaniago; Joko Tirto Raharjo; VidiaArianti

Pemilihan Kepala Daerah Langsung di DaerahPemekaran: Studi Kasus Kabupaten KaurPropinsi BengkuluIrman G. Lanti; Aly Yusuf; Afdal Makkuraga

Upaya Inovasi Sistem Rekrutmen CPNS PascaOrde Baru: Studi Terhadap Sistem RekrutmenCPNS Tahun 2004 - 2005Andrinof A Chaniago; Israr Iskandar; DodiPriambodo

Hubungi:

THE HABIBIE CENTERJl. Kemang Selatan No. 98 Telp. (021) 7817211

Fax. (021) 7817212 Jakarta 12560

Saya agak sedikit kaget, ketika diadakan BedahBuku “Detik-Detik yang Menentukan” karya BapakB.J.Habibie di Makassar, akhir September 2006 yanglalu. Saya ingin membaca dan membandingkan apakomentar pers mengenai tanggapan pembicara padakeesokan harinya. Karena itu, saya membeli tigakoran lokal di Makassar, masing-masing Harian Fajar,Harian Pedoman Rakyat dan Tribun Timur. Sayaterkejut, karena berita yang sangat saya tunggu-tunggumengenai bedah buku tersebut, hanya diberitakandi Harian Fajar (penyelenggara). Dua harian lainnya,tidak secuilpun memberitakannya. Saya tahu pastibahwa acara itu, diliput sangat luas oleh mediaterlihat dengan penuhnya wartawan dari berbagaimedia, termasuk dua media yang tergolong besar diSul-Sel ini.

Apa sebetulnya yang terjadi? Bukankah sebuahfakta apalagi yang diselenggarakan dengan pembicarasekaliber seperti Prof.Dr.Salim Said, Prof.Dr.Halide,tidak terberitakan pada dua media tersebut,selainFajar. Banarkan sebuah fakta yang patut diberitakandiacuhkan saja, karena acara tersebut kebetulandiselenggrakan oleh media rivalitas (Hr.Fajar) ?Bagaimana kepentingan public dalam hal ini. Sayakira hal ini patut menjadi perhatian organisasiwartawan di Sulawesi-Selatan. Bisakah karena alasanrivalitas, sebuah berita yang dianggap penting olehpublik di “black out” oleh (redaksi) media yangdianggap saingan ?

Usman AdamiMahasiswa Pasca Sarjana UNHASTamalanrea Makassar, Sulawesi Selatan

RIVALITAS 3 MEDIADI MAKASSAR

5MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 49 / 15 September -15 Oktober 2006

Telisik

EGITULAH responKalla ketika menang-gapi penangkapanpetugas Polres Bogorterhadap sejumlah

wanita bersama pasangan mereka,yang dijadikan objek “kawinkontrak” di kawasan Puncak, JawaBarat. Mereka menjalani ritual“kawin kontrak” untuk melayaninafsu turis dari Arab yang datang.Ternyata, turis asal Timur Tengahyang jumlahnya makin marak di

Jakarta akhir-akhir ini, tidak hanyadatang untuk mengagumikehijauan pucuk daun teh di Puncaktetapi juga menikmati ranumnyakecantikan moyang Priangan.

Tentu saja, setelah masa “kawinkontrak” selesai, wanita-wanita ituharus rela ditinggal. Tidak jarang,sang Arab meninggalkan benihkepada mereka. Jika itu terjadi,anak yang dihasilkannya punmungkin berbeda dengan anakMelayu yang rata-rata berhidung

pesek. Anak keturunan Arab itumungkin lebih mancung danberukuran “Arab” dibandingkan jikabenih berasal dari bapak Melayu.

Pernyataan Wapres di atasmenunjukkan realitas objektif disekitar kita, bahwa seseorang yangdilahirkan dari pasangan Indo,ternyata mempunyai nilai lebih jikamereka ingin masuk bisnis film,sinetron, model atau segala macamprofesi yang mengandalkankemolekan tubuh. Satu modal dasar

Wajah Indodi Sekitar Kita

Beberapa waktu lalu, Wakil Presiden Jusuf Kalla secara bercanda di depan pers

sempat berucap: “Anak-anak pasangan kawin kontrak di Puncak itu, kalau besar

bisa saja jadi pemain sinetron.”

B

Nadine Chandrawinata

6 MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 49 / 15 September -15 Oktober 2006

penting telah mereka miliki yaitumodal kecantikan dan ketampananwajah.

Ini dapat dimaklumi sebabdefinisi cantik atau ganteng, bagisebagian besar masyarakatIndonesia, masih selaludihubungkan dengan sosok kulitputih, mata biru, dan rambut pirang;atau bisa juga wajah-wajah Arabatau sosok seperti tokoh utama difilm-film India; atau paling tidakwajah orang Indonesia yang rautnyatidak terlalu Indonesia. Merekainilah yang kerap dipanggil sebagaisosok Indo atau “blasteran”.

Bangsa ini boleh saja berteriaklantang untuk membuang jauh-jauhkolonialisme Barat sejak 61 tahunlalu. Tetapi, sisa-sisa mentalkolonialisme itu masih melekatsampai kini. Salah satunya yaberkaitan dengan fenomena wajahIndo itu. Jika dikaji lebih dalam,maraknya penggunaan model iklanatau pemain sinetron berwajah Indomerupakan potret perasaan rendahdiri atau inferioritas berkepanjanganorang Indonesia sebagai warisanzaman penjajahan Belanda. Adakecemasan terhadap ketidak-mampuan diri sendiri sehingga

akhirnya yang berbau Baratdianggap lebih hebat, lebih cantik,dan lebih ideal.

Dalam sinetron, film ataumajalah; sosok-sosok Indo itumemiliki stereotip untuk peran-peran orang-orang kaya, bersih, danelite. Sementara itu orang susah,semisal peran pembantu, makadivisualisasikan dengan sosok“kampung” dan bahkan kerap kalidibungkus dengan kebaya dan kainpanjang kumal. Sosok pembantuinilah yang harus siap disuruh-suruhdan dimaki-maki jika merekamelakukan kesalahan. Perlakuanseperti di atas rasanya tidak hanyaterjadi di sinetron atau film. Dalamkehidupan sehari-hari, masyarakatpun memiliki penilaian berbedaterhadap mereka. Mereka dianggapsebagai pribadi elite, kaya dancerminan “modernitas” ala Barat.Semua yang berhubungan dengandunia Barat selalu dianggap lebihhebat, lebih kaya, lebih maju, lebihcantik. Bahkan, orang menilaimereka adalah manusia-manusiatanpa bau ketek alias selaluwangi....

Wajah-wajah Indo memangberkeliaran bebas di sekitar saja.

Adam Jordan Adjie Massaid Nicholas Saputra

“Dalam sinetron, film

atau majalah; sosok-

sosok Indo itu memiliki

stereotip untuk peran-

peran orang-orang kaya,

bersih, dan elite.

Sementara itu orang

susah, semisal peran

pembantu, maka

divisualisasikan dengan

sosok “kampung” dan

bahkan kerap kali

dibungkus dengan

kebaya dan kain panjang

kumal. Sosok pembantu

inilah yang harus siap

disuruh-suruh dan

dimaki-maki jika merekamelakukan kesalahan.

SU

MB

ER

FO

TO:

http

:ww

w.g

oole

.com

/

7MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 49 / 15 September -15 Oktober 2006

TelisikSelain digunakan sebagai modaldasar untuk mengaet penonton difilm layar lebar dan sinetron,mereka juga digunakan untukmodel iklan, model klip videomusik, sampul majalah, baliho,poster, peragaan busana dan konteskecantikan. Semuanya bertaburanwajah Indo. Bahkan, tidak jarangsebuah citra yang diharapkanmemperlihatkan ke-Indonesia-anpun akhirnya direpresentasikanoleh wajah yang “tidak Indonesia”,dalam arti bukan wajah suku-sukuasli di Nusantara.

Fakta paling aktual adalahNadine Chandrawinata (21) sebagaiPutri Indonesia 2005, akhir Juli lalu.Kontes kecantikan untuk Miss.Universe itu sempat diributkankarena pemenangnya seorangblasteran. Nadine lahir dari ibuberdarah Jerman. Konon,kemenangan Nadine adalah untuk

mengikuti selera juri Miss Universetentang konsep apa itu putri yang“cantik”.

Ternyata, Nadine gagal total.Gadis molek Indo ini ternyatablepotan berbahasa Inggris. Aneh,gadis beribu bule kok tidak dapatberbahasa Inggris dengan baik,begitu pikir sebagian kalangan.Nadine mungkin tidak cakapberbahasa Inggris, tetapi iasesungguhnya dapat menunjukkanjika ia dapat berbahasa Jermandengan baik. Emak -nya kanberdarah Jerman. Namun, sekali lagihal itu pun tidak mampu iatunjukkan.

Masyarakat sesungguhnya tidakperlu terheran-heran. Di selatanJakarta, tepatnya di Depok, banyakkita temui warga Depok berposturbule. Mereka ini dikenal sebagai

Belanda Depok. Postur Indo namunmereka toh tidak mampuberkomunikasi dalam bahasaBelanda.

Salah satu produk kosmetikyang mencitrakan produk-produknya dibuat dari bahantradisional asli Indonesia sehinggapaling cocok digunakan perempuanMelayu yang tinggal di daerahberiklim tropis, namun, selama 15tahun, produk kosmetik inimemakai model Larasati Gadingyang berdarah Jerman. Ia tentu sajaberwajah blasteran. Wajah WanitaMelayu yang rata-rata berhidungpesek pun tergoda untuk dapattampil secantik Larasati. Merekapun tidak sadar, sebanyak apapunkrim ia oleskan ke hidung mereka,tidak akan banyak membantumembuat hidung mereka tambahmancung.

Dinna Olivia

“Wajah Wanita Melayu

yang rata-rata berhidung

pesek pun tergoda

untuk dapat tampil

secantik Larasati.

Mereka pun tidak sadar,

sebanyak apapun krim

ia oleskan ke hidung

mereka, tidak akan

banyak membantu

membuat hidung

mereka tambah

mancung.

SU

MB

ER

FO

TO:

http

:ww

w.g

oole

.com

/

8 MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 49 / 15 September -15 Oktober 2006

Belakangan, peran Larasatidigantikan model yang lebih muda,yakni Dinna Olivia. Wanita ini punberdarah campuran: Makassar-Belanda-Medan-China. Wajahblasterannya kembali menjadiandalan perusahaan kosmetiktersebut untuk menghipnotiswanita-wanita Melayu yang rata-rataberhidung pesek dan berkulitgelap.

Sukses wajah blasteran tidakhanya terjadi pada kaum wanita. PriaIndo pun turut kebagian rejeki.Nama-nama seperti Ari Wibowo,Adjie Massaid, Adam Jordan,Jeremy Thomas, Nicholas Saputra,sampai yang terhitung baru,misalnya Okan Cornelius danSeryozha Reza Maulana, adalahnama-nama cowok berwajah Indoyang mampu meraup rupiahmelalui ketampanan wajah mereka.

Direktur MD EntertainmentManoj Punjabi mengakui kebutuh-an akan wajah Indo tidak dapatdibantah lagi. Seperti ditulisKompas Cyber Media, Minggu 16Oktober 2005, ia beralasan, wajahIndo memang memiliki sejumlahkelebihan seperti “eye catching”.“Wajah mereka memang lebih

“jalan” di kamera,” katanya.

Manoj menjelasakan memangada kecenderungan dari penontontelevisi di Indonesia yang berpikir’rumput tetangga memang selalulebih hijau’. Tidak heran jika wajahIndo memiliki penggemar me-nonjol tersendiri. “Coba kalau adasekelompok orang, terus ada yangIndo, pasti yang Indo yangdiperhatikan,” kata Manoj.

Produser sinetron Ram Punjabiisetuju dengan pernyataan Manojtersebut. Ia menjelaskan kecantikanadalah syarat mutlak bagi seseoranguntuk masuk ke “dunia yangkejam” itu. “Namanya saja bintang,ya harus cantik. Harus menonjoldibandingkan tokoh yang lain.Kalau tokoh utama jelek, ceritanyakurang menarik,” ujarnya.

Hanya saja, soal kecantikan,Ram tidak terlalu peduli apakah dia“blasteran” atau orang Indonesiaasli. Menurut dia, adanya wajah-wajah Indo di sinetronnya bukankarena dia mencari artis berwajahIndo, melainkan lebih karena artisIndo itu yang melamar pekerjaankepada dirinya. “Yang pentingcantik, enak dilihat, membuat

orang ingin mengenal dia lebihdalam. Lihat saja sendiri, artis-artisMultivision sangat beragam.Bahkan, lebih banyak yangberwajah Indonesia asli,” tegasRam.

Praktisi marketing communi-cation Bernaldi Pamuntjak meng-atakan fenomena wajah ke-Indo-ansesungguhnya sudah dimulai sejaklama. Menurut pandangan Bernaldi,fenomena ini disebabkan dua hal.Penyebab pertama adalah sifatmanusia sendiri yang tidak pernahpuas dengan dirinya. Sifat ini sangatuniversal. Banyak wanita Indonesiamerasa dirinya cantik jika kulitnyalebih putih, hidungnya lebihmancung dan lain sebagainya.

Penyebab kedua, akibatstimulasi terus menerus dari peng-gunaan model Indo ini, baik dalamfilm, iklan maupun sinetron yangsebenarnya baru booming dalamsatu dasa warsa terakhir ini. “Kalaukita ingat puluhan tahun kebelakang, bintang-bintang Indomulai membintangi film-film kita,dari mulai Suzana, lalu generasiInneke Koesherawati hingga KikiFatmala. Saya juga ingat banyakfilm-film Warkop yang meng-gunakan artis-artis film berwajahIndo. Bintang-bintang inimempunyai banyak penggemar,mengingat film-film mereka saat itucukup laris,” katanya.

Sementara, untuk evolusipenggunaan bintang-bintang Indountuk film iklan, Bernaldi melihatkondisi ini dimulai oleh salah satuiklan sabun, yang dahulu meng-klaim sebagai sabun kecantikanbintang international. “Sabun inilahyang hingga sekarang ikutmenguatkan citra kecantikanseorang wanita Indonesia sebagai

SU

MB

ER

FO

TO:

Frie

dric

h N

aum

ann

Stif

tung

9MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 49 / 15 September -15 Oktober 2006

Telisikmana penggunaan model-modelnyayang kebanyakan bermuka Indo,”paparnya.

Bernaldi menambahkan peng-gunaan bintang Indo semakinbooming setelah industri sinetronharus berjibaku untuk menyuplaiprogram ke stasiun TV yang jugasemakin menjamur. Dahulu, wajahIndo lebih cocok untuk wanita,namun sekarang sudah melebarmenjadi aktor pria berwajah Indo.Dan, kalau dilihat dengan jeli,bintang-bintang Indo juga menjadisemakin belia. “Saya merasa bahwakonsumsi artis ataupun aktorberwajah indo ini dalam duniaperfilman, sinetron dan iklan adalahsebagai sarana entertainment bagimasyarakat banyak. Jelas merekamenginginkan sesuatu yang indahuntuk mereka lihat dan mungkinmereka impikan,” katanya.

Penggunaan wanita berwajahIndo atau wanita berwajah pribumidalam sinetron, iklan atau film,menurut Bernaldi, sangat ter-gantung pada kebutuhan pesanataupun image yang akan dicip-takan. Faktor lainnya adalahtergantung target khalayak yangakan melihat wajah Indo atau wajahpribumi tersebut. Beberapa iklanatau program marketing communi-cation yang menggunakan bintangIndo bisa sama sukses atau samatidak suksesnya dengan yangmenggunakan bintang pribumi. “Itutergantung pesan dan targetkhalayak yang ingin dijangkau,”katanya.

Seperti sifatnya sebuah hiburan,Bernaldi berpendapat, larisnyapenggunaan wajah Indo, pasti akanada masanya. Kendati demikian,fenomena aktor atau artis berwajahIndo ini rasanya masih akan tetap

populer. “Ini akan terus terjadisampai ada stimuli baru yangmampu menggantikannya ataumasyarakat Indonesia memangsudah sampai pada titik jenuh,”katanya.

Memang, adalah sebuah

kenyataan ketika wajah Indomemenuhi sinetron, film, iklan dandunia model. Alasan praktis danpertimbangan tuntutan pasar sangatberperan pada keputusan ini. Semuaini, berkaitan dengan daya pikatdan sarana komunikatif agar produk-produk itu dapat diterima dikalangan masyarakat Indonesia.

Kendati demikian, pertanyaanpenting yang harus dijawab adalahapakah dengan munculnya wajah-wajah Indo itu memang dapatmembuat pemasaran film, sinetron,dan produk-produk yang dijualdengan menggunakan model Indosemakin luas dan meningkat?

Apakah konsep kecantikan itu hanyadidefinisikan oleh para pembuatproduk-produk itu?

Yang lebih penting lagi,khususnya berkaitan dengansinetron dan film Indonesia sebagaiproduk budaya. Film dan sinetron,jika digarap dengan baik,sesungguhnya adalah potretkehidupan bangsa ini sehari-hari.Potret wajah ke-Indonesia-an,rasanya sangat beragam. Itu tidakcukup diwakili wajah Indo itu-itusaja. Ada kecantikan wanita Papua,ada kegagahan pria Timor atau adasensualitas perempuan Dayak yangmasih harus diekplorasi lebih jauhdan dalam.

Namun, itulah realitas film dansinetron Indonesia saat ini.Sepanjang sebagian film dansinetron hanya dimaksudkansebagai produk hiburan denganmenggumbar potret serba indahdari alam “antah barantah” makawajah-wajah Indo itu akan tetap ber-sliweran di sekitar kita. (TeguhApriliyanto).

“Sifat ini sangat

universal. Banyak

wanita Indonesia

merasa dirinya

cantik jika kulitnya

lebih putih,

hidungnya lebih

mancung dan lain

sebagainya.

10 MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 49 / 15 September -15 Oktober 2006

IAPA yang tidak kenalBertrand Antolin, bintangsinetron berdarah Tionghoadan Perancis yang beberapa

sinetronnya sedang ditayangkan ditelevisi, misalnya Aku BukanUntukmu, Bukan Diriku, danRahasia Pelangi. Bertrand Antolintidak sendirian. Masih banyak artissinetron berwajah indo yangmenghiasi layar kaca, sebut saja

SinetrSinetrSinetrSinetrSinetron Ton Ton Ton Ton Televisielevisielevisielevisielevisiyang Rasisyang Rasisyang Rasisyang Rasisyang Rasis

Pencitraan televisi berhasil memengaruhi cara pandangmasyarakat bahwa wajah-wajah indo lebih cantik danganteng, lebih-hebat dan indah.

Indra L. Bruggman, Steve Imanuel,Cahterine Wison, Nafa Urbach,Dewi Sandra, Okan Kornelius,Jeremy Thomas, Tamara Bleszynski,Ari wibowo, Wulan Guritno, LunaMaya, dan lain-lain. Wajah-wajahblasteran yang cantik dan gantengdi sini tidak terbatas pada wajah-wajah yang berbau Eropa. Wajahindo yang bernuansa Arab, India,dan oriental juga laku.

Selain mengusung ceritapercintaan, perselingkuhan, dankonflik keluarga, sinetronIndonesia juga mengandalkantampang-tampang indo sebagai dayatarik mereka. Dan ini memangbukan fenomena baru bahkan telahmenjadi ciri khas sinetron ataubahkan televisi di Indonesia.Sebenarnya, tidak hanya di sinetronwajah-wajah indo bertaburan tapijuga di film, video klip musik,iklan, sampul majalah, baliho,poster, peragaan busana hinggakontes kecantikan Putri Indonesia2005, Nadine Chandrawinata yangikut berlaga di pemilihan MissUniverse adalah seorang blasteran.Ia lahir dari ibu berdarah Jerman.Indonesia mengirim wajah yang“tidak Indonesia” ke kontes yangkatanya hendak memperkenalkanIndonesia di dunia internasional.

Menonton sinetron seolah kitaberada di dunia yang indah dan jauhdari kemiskinan. Pelakon-pelakonnya adalah mereka yangmemiliki tubuh tinggi langsing,berkulit putih dan berhidungmancung. Mereka hidup di rumahyang besar dan berpekarangan luas,berkendara mobil mewah, danselalu terlihat menggunakan alatkomunikasi paling mutakhir.Persoalan hidup mereka pun hanyaseputar urusan cinta atau perebutanharta.

Dikatakan kita hidup dalamdunia citra. Mesin pencitraan yangpaling dominan dan canggih bisadibilang adalah sinetron. Lihat sajawaktu-waktu utama (prime time)televisi didominasi oleh sinetronyang menampilkan wajah-wajahcantik dan ganteng. Definisi cantikdan ganteng pun hasil daripencitraan terus menerus yang

S

SU

MB

ER

FO

TO:

http

:ww

w.p

laza

.era

mus

lim.c

om/

11MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 49 / 15 September -15 Oktober 2006

Telisikdilakukan sinetron. Televisi melulumenyajikan wajah-wajah indo danmengabaikan wajah Indonesia.

Ras dan Representasi

Representasi mengandung soalmelibatkan satu pihak danmengabaikan pihak lainnya.Sejarah televisi Inggris dan Amerikamenunjukkan pengabaian begitusaja terhadap orang kulit berwarnadan hanya menampilkan orang kulitputih saja. Baru belakangan orangkulit berwarna tampil di televisi, itupun sedikit saja. Beberapa operasabun Amerika bahkan dinilai tidakmenggambarkan pendudukAmerika yang multietnis.Ketidaktampakkan orang kulithitam dalam media bukan hanyatidak sesuai dengan perandemokrasi media, tetapi jugamendorong ketidakpedulian kulitputih terhadap kulit hitam besertabudaya mereka. Denganmengabaikan kulit hitam, liputanmedia menempatkan mereka diluar masyarakat umum,menggambarkan mereka sebagaikelompok pinggiran dan tidakrelevan (Chris Barker, “Television,Globalization, and CulturalIdentities”, 1999, hlm 78).

Dalam konteks sinetronIndonesia, hal yang sebaliknyajustru terjadi. Mayoritas pendudukIndonesia berkulit coklat tapi mediajustru menampilkan mereka yangberkulit putih. Salah satu cara mediamerepresentasikan mereka yangberwajah indo adalah denganmenjadikan sang aktor sebagaipemeran utama sekaligus keluarsebagai jagoan dan pemenang,orang kaya, dan memiliki pacar atauistri yang juga blasteran.

Tampaknya, pengaruh Barat

telah lama sampai di Indonesia.Segala sesuatu yang datang daridunia Barat menjadi tampak lebihhebat, lebih baik dan lebih indah.Wajah Indo hanyalah salah satubentuknya. Sedangkan, segalasesuatu yang “Indonesia”, yangberkulit coklat dipandang tidakmodern, ketinggalan zamansehingga tidak perlu ditampilkan

bahkan diabaikan saja.

Representasi dan Identitas

“Aku punya teman, ayahnyaorang Jepang, ibunya sih orangIndonesia!” Begitu cerita seorangkeponakan pada tantenya. Ataubeberapa waktu yang lalu, WakilPresiden Jusuf Kalla seperti dikutipJakarta Post (29/06) pada seminarmengenai Promosi Turisme kenegara-negara Timur Tengah kira-kira mengatakan begini:”Jika paraturis timur tengah jalan-jalan kePuncak untuk mencari Janda, sayapikir itu tidak apa-apa. ...Turis-turistersebut akan memberikan banyakkeuntungan pada para janda, anak-

anaknya dan dunia hiburan. Jikapara janda memperoleh rumahlayak walau kemudian para turistersebut meninggalkan mereka, yajuga tidak apa-apa karena darihubungan tersebut, anak-anakmereka akan mendapatkan genyang bagus. Akan lebih banyakaktor dan aktris televisi yang berasaldari anak-anak yang rupawan ini”.

Kedua ilustrasi tersebutsetidaknya menunjukkan bahwacara-cara media merepresentasikanwajah-wajah indo mampumemengaruhi nilai pada khalayak,dari anak-anak hingga orangdewasa. Pengaruh media ini tidakhanya menyangkut konsep cantikdan ganteng saja, tapi bahkanhingga memandang rendah rassendiri dan memuja ras lain.Pencitraan media pada tampangindo berhasil memesonamasyarakat sehingga yang cantikdan ganteng sekali lagi adalahmereka yang berkulit putih,berhidung mancung, dan memilikitubuh tinggi langsing. Representasitelevisi berhasil mengatakan bahwaras mereka lebih baik dan lebihhebat.

Televisi telah menciptakankarakternya sendiri yang berhasilmembuat masyarakat percayabahwa realitas yang ditampilkantelevisi adalah reproduksi darikenyataan yang ada. Televisiberhasil melenyapkan yang orisinil–identitas keindonesiaan- danmenggantikannya dengan segalasesuatu yang kebarat-baratan.Upaya-upaya untuk menyusungambaran tentang Indonesiasepertinya memerlukan waktuyang cukup lama sepanjang carapandang itu masih sama. (WennyPahlemy).

“Cara-cara mediamerepresentasikanwajah-wajah indomampu memengaruhinilai pada khalayak, darianak-anak hingga orangdewasa. Pengaruhmedia ini tidak hanyamenyangkut konsepcantik dan ganteng saja,tapi bahkan hinggamemandang rendah rassendiri dan memuja raslain.

12 MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 49 / 15 September -15 Oktober 2006

GERBANG BAHASAGERBANG BAHASAGERBANG BAHASAGERBANG BAHASAGERBANG BAHASAOleh : H. Zaenal Arifin*

Berpikir Logis danBerbahasa Tertib

1. Pengantar

Dalam sebuah acara di pendoposalah satu kabupaten di Jawa Barat,seorang pembawa acara (pewara)melanjutkan pembicaraannya, “Ibu-ibu, Bapak-bapak yang sayahormati. Tibalah kita pada acaraberikutnya, yaitu sambutan BapakBupati Kabupaten T; waktu dantempat kami persilakan. Kalimatpewara tadi “tergelincir” karena,sebetulnya, yang akan memberikansambutan adalah seorang pejabattinggi, yaitu Bupati T, tetapi lidahsang pewara “terpeleset” ke ucapan.

1.Waktu dan tempat kamipersilakan. Kalimat (1) tersebuttergolong kalimat yang salahnalar atau kalimat yang sesatkarena tidak logis, kalimat yangmelanggar kaidah logika.Kalimat tersebut sulit diterimaakal sehat. Mengapa kalimat itusulit diterima akal sehat? Kalimatitu sesat karena ungkapan (waktudan tempat kami persilakan)tidak sama dengan data-datayang diberikan sebelumnya,yaitu Bupati T akan memberikan

sambutan. Yang dipersilakanoleh pewara ternyata bukanBupati T, melainkan waktu dantempat yang kira-kira setaradengan kursi dan meja.

Sering juga kita bacapernyataan yang ditulis dengantergesa-gesa karena penulisnyatidak mempertimbangkan segilogika. Dia berprinsip, yangpenting kalimat bisa dipahami,tetapi tidak berpikir tentang jalanpikiran atau logika, misalnyakalimat.

2. Karena jelas-jelas tidak memilikiSIM, polisi meminta pengemudisedan itu untuk segeramengurus SIM di Kantor Samsat.Jika kalimat tersebut tidakdiperbaiki, makna yangdikandungnya seakan-akan polisiyang tidak memiliki SIM, yangtentu sangat bertentangandengan maksud sebenarnya,yaitu yang tidak memiliki SIMadalah sang pengemudi sedan.

Pada saat lain kita mungkinpernah mendengar ataumembaca kalimat berikut.

(3) Taufik Hidayat menduduki juara

Cina Terbuka.(4) Untuk mempersingkat waktu,

marilah kita lanjutkan ke acarakeempat, yaitu pembacaan doa.

(5) Jika Anda menyetorkan ONHdi bank kami, insya Allah Andaakan menjadi haji mabrur.Untuk menjelaskan hal-hal yangberkenaan dengan kasus-kasuspernalaran, seperti kalimat (1)smpai dengan (5), baiklah kitaikuti pemaparan berikut ini.

2. Pernalaran (Logika) dalamBerbahasa

Pernalaran adalah suatu prosesberpikir manusia untukmenghubung-hubungkan data ataufakta yang ada sehingga sampaipada suatu simpulan. Data atau faktayang akan dinalar itu boleh benardan boleh tidak benar. Seseorangakan menerima data atau fakta yangbenar, dan tentu saja akan menolakdata atau fakta yang belum jelaskebenarannya.

Kalau seseorang mau berbicaraatau menulis dengan baik danbenar, dia harus memerhatikan

13MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 49 / 15 September -15 Oktober 2006

Bahasa

hukum-hukum gramatika atau tatabahasa. Lalu, kalau seseorang mauberpikir dengan benar, dia harusmemerhatikan hukum-hukumlogika. Jika kedua kriteria tersebutdipatuhi, akan lahirlah pemikranyang logis dan pemakaian bahasayang tertib (Berpikir logis danberbahasa tertib.)

Dalam logika (pernalaran)ilmiah terdapat konsep-konsepsebagai berikut.

a. Proposisi dan Term

Proposisi adalah pernyataan ataukalimat berita yang netral danlengkap dalam bentuk subjek-predikat atau term-term (konsep)yang membentuk kalimat. Kalimattanya, kalimat perintah, kalimatharapan, dan kalimat inversi tidakdapat disebut proposisi.

Contoh:

6. Semua tebu manis adalahproposisi.Semua tebu adalah term.Manis dalah term.

7. Bumi adalah planet merupakanproposisi.Bumi adalah term.

Planet adalah term.

b. Jenis-Jenis Proposisi

Proposisi dibedakan berdasarkanempat kriteria, yaitu (a) berdasarkanbentuknya, (b) berdasarkan sifatnya,(c) berdasarkan kualitasnya, dan (d)berdasarkan kuantitasnya.

1. Berdasarkan bentuknya,terdapat proposisi tunggal danproposisi majemuk.

Proposisi tunggal hanyamengandung satu pernyataan.

8. Semua petani harus bekerjakeras.

9. Setiap pemuda adalah calonpemimpin.Proposisi majemuk terdiri atasdua pernyataan atau lebih.

10.Semua petani harus bekerjakeras dan hemat.

11.Semua petani harus bekerjakeras dan Semua petani harushemat.2. Berdasarkan sifatnya, terdapat

proposisi kategorial dan proposisikondisional.

Dalam proposisi kategorial,hubungan antara subjek danpredikat terjadi tanpa syarat.

(12) Semua bemo beroda tiga.(13) Sebagian binatang tidakberekor.

Dalam proposisi kondisaional,hubungan antara subjek danpredikat terjadi dengan syarattertentu.

14. Jika air tidak ada, manusia akankehausan.Jika tidak ada air (unsur sebabdisebut anteseden), manusiaakan kehausan (unsur akibatdisebut konsekuen). Antesedenharus mendahului konsekuen.Proposisi k o n d i s i o n a lseperti di atas disebut proposisikondisional hipotesis. Ada lagiproposisi kondisional disjungtifyang berisi pernyataan alternatif.

15. Amir Hamzah adalah seorangsastrawan atau pahlawan.

3. Berdasarkan kualitasnya,terdapat proposisi positif (afirmatif)dan proposisi negatif.

Proposisi positif (afirmatif)membenarkan hubungan antarasubjek dan predikat. Contoh:

16. Semua dokter adalah orangpintar.

17.Sebagian manusia bersifat sosial.Proposisi negatif meniadakanhubungan antara subjek danpredikat. Contoh:

18.Semua harimau bukanlah singa.19.Sebagian orang jompo tidaklah

lupa.

4. Berdasarkan kuantitasnya,terdapat proposisi universal(umum) dan proposisi khusus.

Pada proposisi universal (umum),predikat proposisi membenarkanatau mengingkari seluruhsubjeknya. Contoh:

20.Semua gajah bukanlah kera.21.Tidak seekor gajah pun adalah

kera.Kata-kata yang dapat membantu

menciptakan proposisi universalialah:

SU

MB

ER

FO

TO:

http

:ww

w.u

cidp

arty

.com

/

14 MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 49 / 15 September -15 Oktober 2006

a) universal afirmatif: semua,setiap, tiap, masing-masing,apa pun

b) universal negatif: tidak satupun, takseorang pun

Pada proposisi khusus, predikatproposisi hanya membenarkan ataumengingkari sebagian subjeknya.Contoh:

22. Sebagian mahasiswa gemarolahraga.

23. Tidak semua mahasiswa gemarolahraga.Kata-kata yang dapat membantu

menciptakan proposisi khusus ialahkata sebagian, sebahagian,banyak, beberapa, sering, kadang-kadang, dalam keadan tertentu.

c. Salah Nalar

Gagasan, pikiran, kepercayaan,atau simpulan yang salah, keliru,atau cacat disebut salah nalar. Salahnalar ini disebabkan olehketidaktepatan orang mengikuti tatacara pikirannya. Ada beberapa salahnalar.

1. Deduksi yang Salah

Deduksi yang salah terjadikarena orang salah mengambilsimpulan dari suatu silogisme yangdiawali oleh premis yang salah atautidak memenuhi syarat.

24.Pak Ruslan tidak dapat dipilihsebagai lurah di sini karena diamiskin.

25.Dia cepat mati karena diamenderita penyakit jantung.

2) Generalisasi Terlalu Luas

Salah nalar jenis ini disebabkanoleh jumlah premis yangmendukung generalisasi tidakseimbang dengan besarnya

generalisasi itu sehingga simpulanyang diambil menjadi salah.

26. Gadis Bandung cantik-cantik.27. Kuli pelabuhan jiwanya kasar.

3) Penyebaban yang SalahNalar

Salah nalar jenis ini disebabkanoleh kesalahan menilai sesuatusehingga mengakibatkan terjadipergeseran maksud.

28.Matanya buta sejak beberapawaktu yang lalu. Itu tandanya diamelihat gerhana matahari total.

29.Sejak dia membersihkan kuburanpara leluhurnya, dia hamil.

4. Argumentasi Bidik Orang

Salah nalar jenis ini disebabkanoleh sikap menghubungkan sifatseseorang dengan tugas yangdiembannya.

30.Program Keluarga Berencanatidak dapat berjalan di desa kamikarena petugas KB itumempunyai anak enam orang.

31.Mensesneg RI, Yusril IhzaMahendra, tidak akan mampumemimpin kita karena dia sendiribelum lama ini bercerai denganistrinya.

5. Meniru-niru yang Sudah Ada

Salah nalar jenis iniberhubungan dengan anggapanbahwa sesuatu itu dapat kita lakukankalau atasan kita melakukan haltersebut.

32.Peserta Penyegaran Bahasa Indo-nesia boleh pulang sebelumwaktunya karena para undanganyang menghadiri acarapembukaan pun sudah pulang.

33.Siswa SMA seharusnyadibolehkan mempergunakan

kalkulator ketika menyelesaikansoal Matematika sebab profesorpun menggunakan kalkulatorketika menyelesaikanMatematika.

6 Penyamarataan Para Ahli

Salah nalar jenis ini disebabkanoleh anggapan orang tentangberbagai ilmu dengan pandanganyang sama.

34.Perkembangan sistem pelayarankita dapat dibahas secarapaanjang lebar oleh Ahmad Panu,seorang tukang kayu yangterkenal itu.

35.Pembangunan pasar swalayan itusesuai dengan saran Toto, seorangahli di bidang perikanan.

3. Pembahasan

Berdasarkan bahasan taditentang jenis-jenis pernalatan, kitadapat menganalisis kalimat yangsalah nalar dalam penggunaanbahasa sehari-hari. Berikut disajikankembali kalimat yang salah nalardan saran perbaikannya.

(1) Waktu dan tempat kamipersilakan.

(2)Karena jelas-jelas tidakmemiliki SIM, polisimeminta pengemudi sedanitu untuk segera mengurusSIM di Kantor Samsat.

(3)Taufik Hidayat mendudukijuara Cina Terbuka.

(4)Untuk mempersingkatwaktu, marilah kitalanjutkan ke acara keempat,yaitu pembacaan doa.

(5) Jika Anda menyetorkanONH di bank kami, insyaAllah Anda akan menjadi

15MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 49 / 15 September -15 Oktober 2006

Bahasa

haji mabrur.

Kalimat (1) salah nalar karenayang dipersilakan bukan Bupati T,melainkan waktu dan tempat.Perbaikannya adalah

(1a) Bupati T kami persilakan.

Kalimat (2) salah nalar karenaseakan-akan yang tidak memilikiSIM adalah polisi, padahal sangpengemudi sedan. Perbaikannyaadalah

(2a) Karena jelas-jelas tidakmemiliki SIM, pengemudi sedan itudiminta polisi untuk segeramengurus SIM di Kantor Samsat.

Kalimat (3) salah nalar karenaseakan-akan Taufik Hidayat dudukdi atas punggung Li Sao Jing,seorang gadis yang menjadi juaraCina Terbuka. Perbaikannya adalah

(3a) Taufik Hidayat menjadijuara Cina Terbuka.

Kalimat (4) salah nalar karenaseakan-akan waktu satu jam atau 60menit bisa dipendekkan menjadi 40menit, atau waktu seminggu 7 haribisa diciutkan menjadi 5 hari.Padahal, yang mungkin bisadilakukan adalah menghematwaktu, yaitu waktu yang semulasatu jam hanya bisa dipakai untuk3 acara, kini satu jam bisa digunakanuntuk 5 acara. Perbaikannya adalah

(4a) Untuk menghedmatwaktu, marilah kita lanjutkan keacara keempat, yaitu pembacaandoa.

Kalimat (5) salah nalar karenaseakan-akan mabrur atau tidakmabrurnya ibadah haji seseorangdapat ditentukan dengan membayarONH ke bank tersebut. Padahal,seseorang menjadi haji mabrur jika

dapat melaksanakan syarat danrukun haji, serta sekembalinya keTabah Air menjadi manusia yanglebih baik. Perbaikannya adalah

(5a) Jika Anda menyetorkanONH di bank kami, insya Allahkami akan merngurus perjalananAnda ke Tanah Suci dengan sebaik-baiknya sehingga perjalanan Andamenjadi lancar.

Kalimat (24) Pak Ruslan tidakdapat dipilih sebagai lurah di sinikarena dia miskin salah nalarkarena seakan-akan dapat atautidaknya seseorang dipilih menjadilurah diukur berdasarkan materi,padahal tolok ukurnya adalahkemampuan manajemen danintelektualitasnya.

Kalimat (25) Dia cepat matikarena dia menderita penyakitjantung salah nalar karena seakan-akan yang berpenyakit jantungcepat mati, padahal dalamkenyataan sehari-hari banyak yangmenderita penyakit ini berumurpanjang.

Kalimat (26) Gadis Bandungcantik-cantik salah nalar karenaseakan-akan sekmua gadis Bandungcantik, padahal seperti gadis darietnis yang lain ada yang cantik, adayang agak cantik, dan ada yangtidak canti.

Demikian juga, kalimat (27)Kuli pelabuhan jiwanya kasar salahnalar karena banyak kuli pelabuhanyang berjiwa halus.

Kalimat (28) Matanya butasejak beberapa waktu yang lalu.Itu tandanya dia melihat gerhanamatahari total salah nalar karenamatanya buta bukan karena melihatgerhana matahari, tetapi karena hallain.

Kalimat (29) sampai dengankalimat (35) salah nalar karena jalanpikiran penulisnya tidak teratur. Diamenulis kalimat tersebut denganberpegang pada prinsip “yangpenting bisa dipahami”. Padahal,kalimat yang kita ucapkan atau kitatulis, selain harus dapat dipahami,juga harus mengikuti jalan pikiranyang tertib dan logis atau masukakal sehat.

6. Simpulan

Berpikir adalah objek materiallogika. Yang dimaksudkan denganberpikir di sini ialah kegiatanpikiran atau akal budi manusia.Dengan berpikir manusia“mengolah” dan “mengerjakan”pengetahuan yang telahdiperolehnya. Dengan mengolahdan mengerjakannya, ia dapatmemperoleh kebenaran.Pengolahan dan pengerjaan initerjadi denganmempertimbangkan, menguraikan,membandingkan, sertamenghubungkan pengertian yangsatu dengan pengertian yang lain.

Berpikir lurus dan tepatmerupakan objek formal logika.Kapan suatu pemikiran disebut lurusdan tepat? Suatu pemikiran disebutlurus dan tepat apabila pemikiranitu sesuai dengan hukum-hukumserta aturan-aturan yang sudahditetapkan dalam logika. Kalauperaturan-peraturan itu ditepati,dapatlah pelbagai kesalahan ataukesesatan dihindarkan. Dengandemikian, logika atau pernalaranmerupakan suatu pegangan ataupedoman bagi seseorang untukberpikir dan mengungkapkangagasan yang terdapat dalampeikirannya. *Peneliti di PusatBahasa.

16 MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 49 / 15 September -15 Oktober 2006

Opini

EBUAH jajak pendapat diUS News & World Reportmelaporkan, bahwa 90persen responden masyara-

kat Amerika merasa kalau bangsamereka akan tergelincir ke dalamkejatuhan moral yang lebih dalam.Jajak pendapat tersebut, menunjuk-kan bahwa sekitar 62 persen merasaTV tidak lagi bersahabat dengannilai-nilai moral dan spiritualmereka. Tetapi persoalannyakemudian, sebagai-mana dalamanalisis data tersebut, adalahtimbulnya sebuah pertanyaan baruyang amat tidak sederhanajawabannya, yaitu bahwa mengapajusteru mereka tetap begitu banyakmenonton acara TV yang tidakbersahabat dengan nilai moral danspiritual tersebut?

Tampaknya, persoalan serupajuga telah terjadi di Indonesia.Setidaknya, terhadap situasi pascafatwa NU atas pengharamansejumlah acara infotainment disejumlah stasiun TV swasta yangmenayangkan program acara yangberbau ghibah. Di kalangan umatIslam, ghibah merupakan dosa yangdiibaratkan sama dengan memakanbangkai saudara sendiri.

FATWA HARAM TIDAKBERLAKU

Sebagaimana kita ketahui,bahwa pasca pengharaman tersebut,

BENARKAH TELEVISI KITAMASIH MENDIDIK?

Oleh H. Aswar Hasan *)

khususnya terhadap acara yangbermuatan ghibah, telah dengantegas diharamkan. Oleh sejumlahulama di luar NU, fatwa itu tidakdipermasalahkan atau dibantah.Kecuali, oleh sejumlah aktifis dikalangan pelaku media siaran itusendiri.

Di sisi lain, banyak kalanganpemerhati moralitas bangsa, turutmendukung dan membenarkanpengharaman infotainment ghibahtersebut. alasannya, mereka tidakrela bangsa ini terperosok dalamkebiasaan menggunjing, hiduppenuh dengan gossip atau bahkanakhirnya terseret dalam issu-issuyang sarat dengan unsur fitnah.

Tetapi meskipun demikian,yang terjadi adalah justerusebaliknya. Acara yang bernuansaghibah, tidak justru berkurang,bahkan makin marak ditonton danoleh pemirsa, turut marakdipergunjingkan sebagaimanalayaknya assesoris tata pergaulanhidup, yang telah begitu kuatbercermin pada gaya hidup alaselebrities. Lihatlah misalnya,tentang kemasan siaran infotain-ment mengenai kasus rencanaperceraian artis Dewi Persik yangternyata kemudian justeru rujuk danakur lagi tanpa ada informasi sebabyang jelas oleh media TV. Kasusyang lebih mutakhir, adalah sidang

gugatan cerai artis komedian UlfaDwiyanti. Kasus artis tersebut, jelasmerupakan masalah privaci yangtidak merugikan publik, tetapikemudian dimasalahkan di ruangpublik. Sangat boleh jadi kasusmereka itu, sudah merupakanghibah media yang dalampandangan piqhi dapat dianggappenyebarluasan dosa. Boleh di kata,tak ada informasi pembelajaran dibalik kasus tersebut. Bahkan,terkesan publik ikut dimainkangelombang rasa kepenasarannyatanpa ujung pangkal yang jelas.

SIARAN TV SEBAGAIKEBUTUHAN SEKALIGUSANCAMAN

Belajar dari fatwa pengharamanghibah di infotainment yangternyata tidak terlalu digubris itu,khususnya di kalangan pelakumedia siaran, sudah seharusnyamembuat kita patut merenung. Adaapa sesungguhnya yang terjadi dibalik fenomena ketidakpedulian(atau mungkin kepasrahan?)khalayak atas sajian yangsesungguhnya belum tentu ber-mamfaat bagi kepentingan publiktersebut.

Setidaknya itu merupakangejala, bahwa boleh jadi khalayakpemirsa pada umumnya, sesung-guhnya juga tahu bahwa sejumlah

S

17MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER •No. 49 / 15 September -15 Oktober 2006

acara di media TV kita tidaklahterlalu memberi mamfaat terhadapdiri mereka. Akan tetapi di sisi lain,mereka juga tidak bisamenghindarkan diri untuk tidakmenonton sejumlah program siarantersebut.

Dengan kata lain, telah terjadisikap anomali atas sejumlah sajianinfotainment ataupun sinetron yangakhir-akhir ini marak di beberapastasiun TV Indonesia. Lebih jauh,sikap anomali tersebut, juga telahmelahirkan sikap kepribadian yangterpecah (split personality).Kepribadian yang terpecah itu,diantaranya dicerminkan olehketidakpaduan antara persepsi danperilaku pemirsa.

Sangat mungkin, tidak sedikitdiantara mereka tahu secaraperseptual, bahwa sesungguhnyaacara yang kerap mereka tonton itu,tidaklah memberi manfaat positif.Tetapi pada kenyataannya, pada saatbersamaan, justeru mereka masihjuga rela menontonnya. Artinya,mereka telah dengan sadar secaraterpaksa membiarkan karakter dankepribadiannya tercabik-cabikmelalui belitan program siaran yangsenantiasa mereka nonton.

Jika dianalogikan bagaimanasikap dan perilaku khalayakpenonton kita yang relamembenamkan diri pada programsiaran yang sesungguhnya secaraperseptual ia ketahui dan sadarisebagai tidak mendidik itu,khususnya layak tidaknya dari aspekmamfaat yang relevan dengankehidupan, maka sangat boleh jadihal tersebut sama dengan apa yangpernah digambarkan oleh penulisdan komentator MalcolmMuggeridge.

Malcolm Muggeridge meng-

isahkan, bahwa ada beberapa ekorkatak yang rela dibunuh tanpamelakukan perlawanan dengandirebus hidup-hidup dalam ketelberisi air. Padahal, biasanya, seekorkatak yang dilemparkan ke dalamair mendidih, akan secara otomatissegera melompat ke luar,menyelamatkan nyawanya. Tetapikatak-katak ini tidak melompat keluar. Bahkan, tidak melawan.Mengapa? Karena ketika merekadimasukkan ke dalam ketel itu,airnya hanya terasa hangat-hangat.Lalu, sedikit demi sedikit suhunyadinaikkan. Airnya pun menjadipanas … lalu, lebih panas…. dan,akhirnya panas sekali aliasmendidih. Perubahan itu sangatperlahan, sehingga katak-kataktersebut tanpa merasa terancam danmasih dapat menyesuaikan diri.Akan tetapi ketika suhu telahmencapai puncaknya, ia pun barutersadar, bahwa bahaya telahmengepungnya, tapi sudahterlambat.

Mereka telah terbiasabersahabat dengan musuh yangmengancamnya. Bahkan telahmenjadikannya sebagai zonakenyamanan. Padahal, sesung-guhnya hal itu justeru mengancamkeselamatan diri dan keluarganya.Maka, Alexander Pope pun benar,ketika ia berkata, bahwa;“Kejahatan adalah monster yangberwajah sangat mengerikan,sehingga dibenci dan tidak perludilihat. Namun, wajahnya terlalusering tampak dan akrab. Kitamulanya bertahan, lalu merasakasihan, kemudian memeluknya”.Dengan demikian, maka sangatboleh jadi, wajah pertelevisian kita,adalah sebagaimana yangdigambarkan oleh MalcolmMuggeridge tersebut.

TV KITA TELAH MENJADIAGAMA BARU ?

George Gabner selaku ahli ilmukomunikasi, pernah memperingat-kan, bahwa saat ini televisi telahlebih cenderung menjadi agamabaru (The New Religion).Pernyataan Gabner tersebut, jikadicermati lebih jauh terasa benaradanya. Betapa tidak, televisi yangsaat ini sudah tayang 24 jam darisejumlah stasiun penyiaran (SiaranSwasta, Berlangganan, Publik dankomunitas) dengan program acarameliputi hampir seluruh aspekkehidupan kita, telah begitumenarik dan sangat banyak menyitaperhatian manusia dari segala jenisstatus, usia dan jenis kelamin.

Televisi telah menjadi agamabaru karena dalam kenyataannya,memang sudah terlalu sering perandan fungsi agama diambil alih olehtelevisi. Telah diyakini dan diakuibersama, bahwa peran agama dalamkehidupan dipandang sebagai halyang sangat dipentingkan danmenjadi pedoman dalam menjalanisegala aspek kehidupan.Setidaknya, selama ini agamaberfungsi sebagai pelipur lara dikaladuka, menjadi pedoman dan cermindalam bertingkahlaku, dimana ritmedan jadual kehidupan kitasenantiasa harus disesuaikan denganagenda ritual keagamaan.

Akan tetapi, jika kita mencobamerenungkan dengan apa yangtelah dan sedang terjadi di sekitarkita saat ini, khususnya tentangdaya tarik dan kekuatan pengaruhtelevisi dalam kehidupan keluarga,maka boleh jadi kita tidak bisamenyangkali, bahwa peran danfungsi keagamaan tersebut,sebagian besar telah diambil aliholeh televisi.

18 MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 49 / 15 September -15 Oktober 2006

OpiniDiantara dominasi pengaruh

televisi dalam kehidupan keluarga,dapat terlihat pada saat danbagaimana segenap anggotakeluarga memperlakukan “si layarkaca” tersebut, dalam hal;

Pertama, sebagai hal yangdipentingkan dan diutamakan.Perhatikanlah, bagaimana setiapkeluarga begitu lebihmengutamakan dan mementingkankeberadaan televisi dalamkehidupan rumah tangga. Sebuahrumah tangga tanpa kehadirantelevisi akan terasa dan dianggapbelum sempurnah. Televisi tidaklagi semata berfungsi assesorisataupun kelengkapan desaininterior untuk entertainment rumahtangga, akan tetapi telah menjadiprestise dan takaran prestasimaterial pencapaian keberhasilansebuah keluarga.

Kedua, sebagai patokan jadualaktivitas keluarga. Dalam hal ini,kita pernah atau masih masa dimanapada umumnya kaum ibupenggemar telenovella dansinetron, banyak diantaranya yangkeranjingan sehingga jangan harapada acara keluarga lainnya,manakala pas bertepatan denganjadual menonton acara pavorit sangibu rumah tangga tersebut.Menonton acara pavorit di TVadalah sebuah kewajiban,sebagaimana layaknya kewajibanberibadah dengan waktu yangsudah ditentukan. Lebih konkritnyalagi, simaklah betapa acara siaranbola piala dunia berpengaruh kuatterhadap seseorang, sehingga siapbegadang sampai pagi, dan lalaishalat subuh.

Ketiga, Sebagai contoh dan

panduan dalam hal bertingkah laku.Jika selama ini, ajaran agamalahyang menjadi pedoman dalam halbagaimana seharusnya bertingkahlaku, maka saat ini, hal itu dapatdengan mudah kita temukan dalamsegenap program acara di TV. Simaksaja, mode pakaian dan modeltingkah laku serta cara bertuturanak-anak dan remaja di sekitar kita.Dapat dipastikan, bahwakesemuanya itu berawal danbersumber dari hasil tayangan TV.Baik itu melalui iklan komersial,kemasan sinetron, acarainfotainment, maupun diperagakanlangsung oleh sejumlah selebritisyang bertindak sebagai presenterdalam berbagai acara di TV.

SOLUSI YANG MENDESAK

Televisi kita tidak hanya sudahcenderung menjadi agama baru,tetapi juga telah menggeser posisidan merebut peran orang tua danguru. Keprihatinan tersebut,sesungguhnya tidak saja secaranasional. Masyarakat dunia,khususnya di era tahun 1980-1990an, sesungguhnya telahmempersoalkannya, sebagaimanayang pernah diungkapkan oleh LenMasterman (Media Literacy, 2001).Menurutnya, telah terjadikegelisahan di kalangan terdidik,khususnya para guru terhadapdampak perkembangan teknologidan media komunikasi yangkemudian sejumlah menteripendidikan di beberapa negaraEropa mengadakan pertemuan diIstambul pada bulan Oktober 1989yang menghasilkan resolusiCouncil of Europe dengan intipenjelasan sebagai berikut;

Bahwa tayangan TV, Film, dan

radio telah memberikanpengalaman budaya baru kepadapara siswa. Karena itu diperlukanmedia education yang dimulaisejak dini dan melalui pendidikansekolah. Untuk pendidikantersebut, tidak hanya dikhususkanbagi para murid, tetapi juga kepadapara orang tua, hingga terbentukkesadaran bersama dalammemahami isi media. Mediapendidikan diprioritaskan oleh paraguru untuk memberikan pendidikankepada setiap orang.

Di sadari dan diakui oleh parapakar komunikasi, bahwa efekmedia peyiaran khususnya televisidalam mempengaruhi khalayakadalah begitu sangat kuat. Olehnyaitu, untuk mencegah pengaruhburuk atas media tersebut, makadiperlukan regulasi media. Hal itudimaksudkan, agar segenap pelakupekerja media dapat berhati-hatiuntuk senantiasa memper-timbangkan dampak yang bisaditimbulkan oleh media TV dimanamereka bekerja. Setidaknya,mereka senantiasa dapatmempedomani PPP (PedomanPerilaku Penyiaran) dan SPS(Standar Program Siaran) yang telahdibuat oleh KPI (Komisi PenyiaranIndonesia) selaku Komisiindependen yang diberi amanahuntuk mengatur dan mengontrolsegenap lembaga penyiaran yangada di Indonesia.

_________________

*) Penulis adalah Dosen IlmuKomunikasi Unhas Makassar.

Saat ini, menjabat Ketua KPID(Komisi Penyiaran IndonesiaDaerah) Sulsel

19MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 49 / 15 September -15 Oktober 2006

Lensa

ASALAH di atas selalu berujung padakalimat, semua tergantung padaperusahaan media yang bersangkutandalam menetapkan aturan bagi wartawan-

nya. Meski tak jarang ada perusahaan pers yang belumsehat secara bisnis tapi memiliki komitmen kuat untukmening-katkan kesejahteraan, serta memiliki tekaduntuk terus meningkatkan profesionalisme jurnalisnya.Namun kasus ini masih sedikit sekali.

Dalam implikasinya ruang gerak wartawan terbatasoleh hal-hal di luar kuasanya. Seperti faktor ekonomi,budaya dan lingkungan politik sangat berpengaruh padasikap profesional yang dimiliki wartawan. Sehinggawartawan baru yang masih memiliki idealisme tidaklagi profesional kala bekerja di perusahaan yang tidaksehat. Singkatnya, urusan profesionalisme menjaditampak begitu rumit dalam prakteknya, sebab terkaitdengan masalah internal perusahaan di mana wartawanitu bekerja.

Hal ini dikemukakan oleh Ketua Umum AliansiJurnalis Independen (AJI), Heru Hendratmoko dalamtulisan pengantar di buku hasil penelitian AJI mengenaipandangan wartawan tentang media dan jurnalisIndonesia. Dalam risetnya itu AJI melakukan survei

POTRETJURNALIS

INDONESIAProfesionalisme wartawankerap menjadi bahandiskusi yang tiada habis-habisnya.Dari masalah amplopsampai soal upah/gaji parajurnalis di Indonesia.Mana terlebih dahulu,mengutamakankesejahteraan baru bisaprofesional, atausebaliknya?Persoalanintegritas wartawankembali diuji di sini.

MS

UM

BE

R F

OTO

: ht

tp//w

ww

.gno

sis.

art.p

l/

20 MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 49 / 15 September -15 Oktober 2006

terhadap 400 orang respondenwartawan yang tersebar di 17 kotadi Indonesia. Penelitian yangmerupakan kerjasama denganInternasional Federation ofJournalists (IFJ) dan Komisi Eropaini menggabungkan penelitiansurvei (kuantitatif) dan Focus GroupDiscussion (kualitatif). Hasilpenelitian tersebut kemudiandibukukan dan menjadi kajiandiskusi pada peluncuran perdananyadi Gedung Jakarta Media Center,Kebon Sirih (5/9).

Hasil temuan dalam bukuberjudul “Potret Jurnalis Indonesia”bermaksud menggali persepsi danpendapat jurnalis atas isu penting,yakni; masalah gaji, kondisi, danfasilitas apa yang diterima di tempatmereka bekerja. Kedua, soal serikatpekerja. Ketiga, masalah amplop.Keempat, kondisi ruang kerja(newsroom) di media. Kelima, isutuntutan hukum atas media.Keenam, isu keselamatan jurnalisdi wilayah konflik. Dan ketujuhadalah isu kesetaraan gender dalammedia.

Sejumlah pembicara yang turutmemberikan komentar antara lain;Atmakusumah Astraatmadja (Peng-ajar Lembaga Pers Dr. Soetomo),Yopie Hidayat (Ming-guan Kontan),Budiono Darsono (Detikom),Budiman Tanuredja (Kompas), LeoBatubara (MPPI ) dan Eriyanto(Koordinator Penelitian AJI).Diskusi yang dipandu oleh HeruHendratmoko itu membahasmasalah seputar amplop, kesejah-teraan wartawan, independensi, danmasalah profesionalisme, termasukkepatuhan wartawan terhadap kodeetik.

Amplop

Uraian secara garis besar yang

disampaikan oleh Eriyantomenyebutkan bahwa, padawartawan sendiri masih munculperdebatan mengenai definisiamplop. Apa saja pemberian darinarasumber yang dapat dikategori-kan sebagai amplop? Apakahpemberian akomodasi liputan

(misalnya wartawan diberi fasilitastransportasi dan tempat menginap)bisa dikategorikan sebagai amplop?Apakah pem-berian barang souvenirdalam peluncuran acara produk bisadikategorikan sebagai amplop?

Dari pertanyaan atas jenispemberian berupa uang, respondenwartawan sebanyak 85.5%menjawab ya. Namun ketikaditanyakan jika jenis pemberian ituberupa barang bernilai ( taperecorder, handphone dsb) makapersetujuan responden berkurangmenjadi hanya 65% yang menilaibarang tersebut amplop. Dan hanya

sebanyak 33% menganggapnyabukan kategori amplop. Sementarauntuk souvenir hanya 26% yangmenganggap pemberian tersebutberupa amplop, selebihnya bukanamplop. Sementara untukperjalanan liputan dan akomodasiliputan yang diberikan narasumberkepada wartawan, sebagian besarresponden menilai bukan termasukamplop.

Disebutkan dalam surveitersebut bahwa ada pemahamankeliru di kalangan wartawanmengenai amplop. Amplop masihdipersepsikan sebagai pemberiannarasumber berupa uang. Untukpemberian dalam bentuk lain (bisaberupa tiket gratis, akomodasi gratisdan sebagainya) tidak dinilaisebagai amplop.

Kemudian soal kebiasaannarasumber yang menyediakanfasilitas liputan gratis bagi wartawanke suatu tempat dengan mencarterpesawat. Hasil penelitian AJI,sebanyak 65% responden menilaitiket gratis tidak termasuk dalamkategori amplop.

Menyikapi hal ini Budionomengakui masalah definisi amplopmemang masih susah dipecahkan.Sesuai pengalamannya sebagaiwartawan, Ia pun acap mengalamikesulitan dalam mempertahankanidealismenya menolak amplop.Meski kesepakatan perusahaantempatnya bekerja memutuskan,jika barang pemberian apapunberbentuk uang harus dikembali-kan. Tapi kalau berupa souvenir dibawah 100.000 rupiah diterima.

Permasalahan yang munculadalah, kapan wartawan harusmengembalikan amplop tersebut?Di lapangan, jelas tidak mungkin.Akhirnya disepakati untuk

“Hanya 55.3%

responden yang

menilai gaji yang

diterima baik/sangat

baik. Hal ini

ditegaskan pula oleh

Budiman Tanuredja,

bahwa masih banyak

wartawan kita yang

gajinya masih

600.000 per bulan.

21MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 49 / 15 September -15 Oktober 2006

Lensa

dilakukan pendataan terlebihdahulu oleh perusahaan mediayang bersangkutan, kemudiandikembalikan. “Dengandemikian kami dapatmeminimalkan amploptersebut,” tegasnya.

Lain halnya dengan usulanHeru, dimulai dari penetapanrumusan baku tentang standarupah wartawan yang ditetapkandi kalangan wartawan sendiri,asosiasi jurnalis dan asosiasipemilik media. Sehingga jikastandar telah ditetapkan namunmasih ada wartawan yang masihmenerima amplop atau suap darinarasumber, solusinya tidak lainkecuali pemecatan.

Gaji/Upah Wartawan

Dari hasil temuan tersebutEriyanto mengatakan, bahwa standargaji wartawan di Indonesia memangmasih banyak yang rendahdibandingkan standar profesionalbidang-bidang lainnya. Surveitersebut menunjukkan 85.5%wartawan mendapat gaji daritempat mereka bekerja. Namunhanya 55.3% responden yangmenilai gaji yang diterima baik/sangat baik. Hal ini ditegaskan pulaoleh Budiman Tanuredja, bahwamasih banyak wartawan kita yanggajinya masih 600.000 per bulan.

Ada sejumlah solusi yangditawarkan Leo Batubara mengenaihal ini, antara lain; agar perusahaanpers yang tidak memenuhi standarprofesionalisme secepat mungkinmemenuhi standar profesionalismebisnis pers. Kalau tidak mampu,agar secara sukarela menghentikanusahanya. Kedua, perlu ada standargaji minimal wartawan. Ketentuanitu dibuat oleh kalangan wartawansendiri di mana Dewan Pers

memfasilitasi dalam penyusunanstandar tersebut. Bila perusahaanpers tersebut tidak melaksanakanputusan Dewan Pers maka,wartawan perusahaan tersebut harussiap meninggalkan perusahaan perstersebut.

Masalahnya kemudian, apakahwartawan yang digaji rendah siapuntuk hengkang dari perusahaantersebut? Dan siapkah asosiasiwartawan dan perusahaan pers me-rule enforce putusan dewan perstersebut? Leo sendiri mengakui,memang selama ini hanyaperusahaan pers yang sehat bisnisyang mampu menggaji wartawan-nya sesuai dengan standarpenggajian profesional.

Independensi

Dalam survei AJI tersebut jugadisebutkan sikap wartawan terhadapamplop. Ketika sampai padapertanyaan apakah amplopmempengaruhi hasil liputan

wartawan atau tidak. Hasil surveimengatakan bahwa hanya yangbernilai uang dan barang bernilaitinggi yang dipandang dapatmempengaruhi liputan war-tawan. Bentuk pemberian laindipandang tidak mempengaruhiliputan wartawan.

Hal ini mendapat komentardari Yopie Hidayat. Lebih jauhYopie mengatakan, bahwa dalamm e n g - i m p l e m e n t a s i k a nindependensi tidaklah mudah.Apalagi mem-berikan definisitentang independensi. Menurut-nya media sebagai pilar keempatdemokrasi punya posisi krusialmengawasi tiga pilar lainnya.Media tidak boleh berpihak padasalah satunya. Harus berpihakpada kepentingan publik atau

masyarakat luas. Namun melihatkenyataan yang ada. Media banyakyang masih menjadi corong pihak-pihak tertentu. Oleh karena ituYopie menegaskan, “Independensimedia adalah sebuah paradoks.Sebab berkaitan dengan survivalmedia”, ujarnya.

Menurutnya, media supayaindependen harus dapat meng-hidupi diri sendiri. Namun mediajelas tidak bisa menerima danapublik kalau mau benar-benardikatakan independen. “Jadi disinilah peliknya, sebagai pilardemokrasi, eksekutif, legislatif danyudikatif tinggal melaksanakanfungsinya tanpa pusing memikirkanurusan survival. Sedangkan untukmedia massa selain harusmenjalankan kontrol sosial jugaharus memikirkan kelangsunganhidupnya,” kata Yopie.

Hal ini diamini oleh Budiman.Untuk menghindari keberpihakan,sebaiknya wartawan itu tidak

22 MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 49 / 15 September -15 Oktober 2006

menjadi pengurus partai politik.

Profesionalisme

Secara umum AtmakusumahAstraatmadja dalam makalahnyamemberikan kesimpulan yangterkait dengan penyebabkelemahan karya jurnalistik dalampers di Indonesia, antara lain:pertama, penyusunan berita kurangmemahami permasalahan yangdibahas narasumber karena tidaksempat mempelajari latar belakangmasalah.

Kedua, kurang gencarmelakukan wawancara dengansebanyak mungkin narasumberyang relevan. Ketiga, kurangbernalar kritis dalam mengikutipermasalahan atau pernyataanyang hendak diberitakan sehingga“kurang berminat” untuk bertanyasecara gencar pada narasumber.Keempat, tidak punya cukupwaktu, antara lain karena terlalubanyak berita yang harus dikejar.Kelima, hubungan dengannarasumber terlalu dekat sehinggatidak ada jarak antara wartawantersebut dengan narasumber.Hubungan seperti ini dapatdiakibatkan antara lain oleh

penyediaan ‘amplop’ secara reguleroleh narasumber.

Keenam, Menganggap nara-sumber yang berposisi “kuat” dan

“berpengaruh” secara politis dansosial “pasti lebih kredibel” danpandangannya “pasti benar”.Ketujuh, gaji serta fasilitas kerjawartawan dan honorariumkoresponden tidak memadai.

Untuk menjawab masalah

profesionalisme wartawan inibarangkali uraian HeruHendratmoko dapat dijadikanpegangan. Menurutnya, meski

Pasal 2 Kode Etik Jurnalistik,“Wartawan Indonesia menempuhcara-cara yang profesional dalammelaksanakan tugas jurnalistik”tidak menyebutkan secara spesifikbatasan atau definisiprofesionalisme. Namun bagiwartawan yang baik, ukuranprofesionalisme itu sebenarnyastandar saja. Yakni mematuhiaturan baku ketika menjalankantugas-tugas jurnalistiknya. Danaturan baku itu meliputi namuntak terbatas pada kaidah dan KEJsaja. Di beberapa media yangsudah mapan masih ditambahdengan aturan lain yang lebihoperasional. Baik berupa kodeperilaku (code of conduct) ataukode praktek (code of practice).

Masalahnya adalah, sudah ber-apa banyak media yang menerap-kan aturan seperti itu dengansungguh-sungguh? Lagi-lagi kem-bali pada media yang bersangkutandalam upaya menjaga komitmentersebut. (Intantri Kusmawarni)

PUBLIKASI THE HABIBIE CENTERThe Habibie Center menerbitkan beberapa publikasi. Dua publikasiberupa jurnal : Media Wacth The Habibie Center, terbit setiap bulan.Jurnal ini memuat penilaian kritis terhadap isi dan siaran mediaIndonesia. Jurnal ke dua : Jurnal HAM dan Demokrasi, terbit tiap tigabulan. Jurnal ini memuat telaah ilmiah mengenai masalah HAM danDemokrasi. Newsletter THC, terbit tiga bulan yang memuat wartakegiatan The Habibie Center. Kami juga menerbitkan secara periodik,WACANA dan KAJIAN yang memuat berbagai masalah politik,sosial, hukum yang dihasilkan para peneliti dari Direktorat Riset danProgram THC. THC juga secara reguler menerbitkan buku-buku.

23MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 49 / 15 September - 15 Oktober 2006

Profil

ILA ada wartawan yang relamati demi mempertahan-kan kebenaran yang iayakini, Guerin adalah

orangnya. Guerin sangat muak danmarah terhadap maraknya peredarannarkoba di Irlandia. Ia sangatkhawatir atas masa depan anak-anakyang tumbuh di tengah lingkunganyang akrab dengan narkoba. Iayakin bahwa dengan pemberitaanyang terus menurus terhadappersoalan ini pemeritah akanterketuk hatinya untuk memperhati-kan masalah tersebut. Namun sepakterjang Guerin tak disenangi paramafia narkoba. Dia akhirnya matidi tangan seorang pembunuhprofessional untuk memastikan agaria tidak lagi memberitakan tentangisu heroin di Irlandia.

Veronica Guerin, mengawali

karir jurnalisnya di Sunday BussinesPost pada usia 30 tahun, suatu usiayang sebenarnya sudah tidak mudauntuk ukuran seorang wartawanpemula. Ia tertarik masuk ke taboiditu karena background pendidikanakuntasi yang ia peroleh dari TrinityCollege. Namun di sana dia takbetah, dia lalu hengkang ke CitySunday Tribune. Di koran ini pundia merasa tidak mendapattantatangan. Pada tahun 1994,Guerin menyeberang menjadireporter investigasi untuk tabloid

Sunday Independent, tabloidmingguan terbesar di Irlandia. Iamerasa tertantang karenaditempatkan di desk beritakriminal.

Nama Guerin cepatmelambung. Dia dikenal sebagaiseorang jurnalis yang selalumembongkar berbagai skandaltransaksi perdangan obat bius diDublin, dimana kejahatan dankekerasan ada di dalamnya. Rooneymuak dengan aktifitas paragangster, yang seolah-olah

Veronica Gueirin, Wartawati Sunday IndependentIrlandia

Sipemberani dariIrlandiaB

24 MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 49 / 15 September - 15 Oktober 2006

dibiarkan oleh polisi, sehinggamuncul kesan para gangster itukebal hukum. Maka dari ituRooney memproklamirkan dirinyauntuk membawa para gangstertersebut ke hadapan hukum hanyadengan berbekal keyakinan bahwamedia memiliki kekuatanmenciptakan opini publik. Ia yakinmampu melakukan itu denganbekal pengalamannya sebagaijurnalis. Filosofi hidup Guerinsimple yaitu ingin membawakebenaran.

Gaya Guerin dalam melakukaninvestigasi layaknya gaya anakmuda dengan ramput pendek danransel backpack selalu tergantungdipundaknya. Ia lebih senangbekerja di luar kantor daripada didepan meja. Terkadang Iamenunggu di depan pintu rumahnarasumber sampai narasumberincarannya mau berbicaradengannya. Dia tidak bergantungpada informasi dari polisi,melainkan langsung kepada pelakukejahatan itu sendiri denganmemancing mereka berbicara danmenceritakan seluruh aktifitasmereka dengan detail. Dalamhukum di Irlandia, tidakdiperbolehkan bagi reporter untukmengidentifikasi pelaku kejahatandengan menyebutkan namanya.Untuk itu, dalam mengidentifikasiia dengan hati-hati menyebutkannama pelaku kejahatan dengannama samaran.

Berteman dengan Bahaya.

Berteman dalam bahayamerupakan konsekuensi atas pilihanhidupnya. Ia pun menyadari itu.Pada Oktober 1994, saat bermain-main dengan putra yang masihberumur tiga tahun. Tiba-tiba duabuah peluru menembus jendela

rumahnya. Insiden tersebut terjadihanya berselang satu bulan setelahIa menulis sebuah artikel tentangkehidupan tingkat tinggi rajanarkoba di Dublin yang dikenaldengan julukan Sang Jenderal (TheGeneral) yang ditemukan matitertembak di dalam mobilnya.Rooney mencurigai bahwa JohnGilligan salah satu gembongnarkoba berada dibalikpenembakan itu.

Ancaman berikutnya datang,pada Januari 1995, saat itu, Guerinbersiap-siap hendak pergi ke sebuahpesta. Tiba-tiba seseorang meng-edor pintu rumahnya. Waktu iamembuka pintu rumahnya, Iaberhadapan dengan seorang priayang menodongkan senjata kekepalanya, namun pria itumenembak bagian pahanya. Priatersebut menghilang dan tidakpernah teridentifikasi. Guerinberspekulasi bahwa penembakkantersebut merupakan pembalasan dariartikel yang Ia tulis tentangpencurian uang sebesar $4,4 jutamilik seorang bandar narkoba yangmenurut dugaan tersimpan digudang dekat bandar udara Dublin.Akibat tembakan itu, ia harusdirawat di rumah sakit untukbeberapa waktu.

Atas kejadian itu, sejumlahteman-temannya menyarankan agarIa berhenti menulis skandal-skandalnarkoba. Namun, segala ancamanitu tak menciutkan nyalinya.Setelah meninggalkan rumah sakit,Guerin yang masih harus berjalandengan bantuan sebuah tongkatmeminta suaminya, GrahamTurley, untuk mengantarnyamenemui setiap pemimpingangster yang dia tahu hanya untukmemberitahu mereka bahwa dirinyatidak terintimidasi dan takut

dengan kejadian tersebut.

Untuk menghindari terulangnyakejadian serupa, SundayIndependent memasang sistemkeamanan di sekeliling rumahnyadan meminta polisi untuk meng-awalnya ke mana pun ia pergi. Tapikemudian Guerin menghentikan-nya setelah berjalan beberapa harikarena Ia merasa hal tersebutmenghalangi usahanya untukmendapatkan informasi untukartikelnya. Hal itu membuatsumbernya takut berbicara.

Pada September 1995, Guerinmengunjungi sebuah peternakankuda yang dimiliki oleh seorangbekas narapidana terkemuka yangbernama John Gilligan, seorangpemimpin yang diketahui banyakorang dalam dunia kejahatan diDublin.

Guerin menanyakan kepada-nyatentang bagaimana Ia dapatmenghasilkan kehidupan yangmewah tanpa pekerjaan yang jelas.Gilligan meresponnya denganmembuka baju Guerin untukmencari microphone yangtersembunyi dan kemudianmemukulinya. Guerin akhirnya laridengan mobinya. Gilligan punmengancam lewat telepon untukmencabuli anaknya dan mem-bunuhnya apabila Guerinmemberitakan tentang dirinya dikoran.

Guerin yang sangat sayang padaputra kesayangannya itu kemudianmengungsikan anak dan suaminyake kediaman orang tuanya. Guerinkali ini agak gentar, karena merakatahu betul kelakuan para gangster,yang tak segan-segan melukai siapapun yang dianggap menghalangibisnisnya. Namun kegentaranGuerin bukan lantaran karena resiko

25MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 49 / 15 September - 15 Oktober 2006

Profil

pekerjaanya tetapi lebih kepadacintanya kepada keluarganya.

Dia Dikenang LayaknyaSeorang Pahlawan

Satu kebiasaan buruk Guerinyang sering membawanya kepengadilan adalah dia kerapmelanggar batas kecapatan saatmengedarai mobil. Ditilangmerupakan langgannya. Suatuwaktu ia girang sekali saatpengadilan membolehkannya lagimengendari mobil. Waktu itu Iahanya didenda $100. Namunkegirangannya itu merupakan yangterakhir kalinya. Sebab Sore haripada 26 Juni 1996, Guerin sedangsendirian di dalam mobilnya pulangdari pengadilan, ketika Ia berhentidi lampu merah di pinggiran kotaDublin dan sedang mengadakanpembicaraan singkat dengantemannya melalui ponselnya, duaorang pria yang mengendaraisepeda motor menghimpitmobilnya. Salah satu dari merekamenarik pistol, menembak Guerindi leher dan dada dan membunuh-nya seketika. Kedua pria tersebutkemudian melaju cepat ke jalanandan lari sebelum orang-orangdisekitar berkesempatan untukbereaksi.

Pembunuhan Guerin diresponoleh orang-orang Irlandia denganterkejut, berduka cita dankesedihan. Pada hari pemakaman-nya, gereja kecil di dekat airportDublin tempat dimana Guerin dankeluarganya biasa beribadahdipadati oleh orang-orang yangberkabung, termasuk PresidenIrlandia, Perdana Menteri, danKepala Angkatan Bersenjata.Pemakamannya disiarkan langsunglewat televisi.

Pada hari buruh sedunia yang

jatuh pada tanggal 4 juli 1996,seluruh masyarakat Irlandiamengheningkan cipta sejenakuntuk mengingat Guerin, orang-orang di kereta, bis, toko, jalanan,menundukkan kepala mereka untukmemberikan peng-hormatankepadanya. Para pengagumnyaberdiri di depan kantor SundayIndependent untuk menaruh bungadan menanda-tangani bukubelasungkawa.

Semua orang menduga bahwaGuerin adalah korban daripembunuh professional yangsepertinya disewa oleh salah satupelaku kejahatan yang artikeltentang dirinya telah ditulis olehGuerin. Polisi secepatnyamenurunkan tim investigasikejahatan dan pada Oktober 1996,polisi Irlandia menangkap seorangpria yang bernama Paul Warddengan tuduhan pembunuhan yangdilakukan kepada Veronica Guerin.

Kecurigaan banyak orang tertujukepada Gilligan berada di balikpembunuhan itu. Sebab diameninggalkan Dublin menujuAmsterdam sehari sebelum terjadipembunuhan. Pada September1996, saat dalam perjalananya dariLondon ke Amsterdam, seorangpetugas imigrasi menemukan$500,000 tunai di tasnya. Diamengklaim bahwa telah menangdalam permainan judi, tetapipetugas berwenang setempat tidakdapat menerima penjelasannya. Diaditahan dengan tuduhan mencobamencuci unag dari hasil penjualanobat-obatan terlarang illegal.

Terbunuhnya Guerin mem-bangkitkan amarah rakyat Irlandia.Sebagian kalangan melakukandemonstrasi menuntut pemerintah

memperbaiki sistem hukum agarpolisi dan pengadilan dapat bekerjamaksimal melawan para bandit-bandit narkoba. Akhirnya ParlemenIrlandia mengadakan rapat khususmendiskusikan tentang pembuatanundang-undang anti kejahatan yangbertujuan untuk memberantasorganisai-organisai kejahatan danmembuat polisi lebih mudah untukmemecahkan suatu kasus danmelawan pemimpin-pemimpingangster.

Pada 2 Mei 1997, dalam sebuahupacara di Arlington, Virginia,nama Veronica Guerin menjadiyang nama ke 38 jurnalis yangmeninggal dalam tugasnya di tahun1996. Namanya telah ditambahkanke dalam memorial FreedomForum Journalist. Yang lebih ironis,Guerin telah dijadwalkan untukberbicara dalam Freedom ForumConference dalam tema jurnalisdalam bahaya, dua hari setelah Iaterbunuh.

Suaminya menunjukkan kepadapemirsa bahwa menjadi suatukebanggan bagi dia dan anaknyaketika melihat Guerin mendapat-kan kehormatan dengan cara itu.“Veronica menempatkan ke-bebasan dalam menulis, Dia(Guerin) berdiri seperti cahaya, danmenulis kehidupan di Irlandia saatini dan mengatakan kebenaran.Veronica bukanlah seorang hakim,ataupun seorang juri, namun diamembayar harga yang pantasdengan mengorbankan hidupnya,dia tidak sia-sia,” Kata suaminya.

Kisah hidup Veronica Guerinkemudian difilmkan dan saat inimenjadi tontonan wajib bagi paramahasiswa jurnalistik diberbagainegara. (Afdal Makkuraga Putra)Dari berbagai sumber.

26 MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 49 / 15 September -15 Oktober 2006

Resensi

Judul Buku: Jurnalisme Liputan 6:Anatara Peristiwa dan Ruang PublikPenulis: Tim Redaksi LP3S Penyunting:Maruto MD. Pengantar: IskandarSiahaan Tebal: 240 halaman Penerbit:PT Pustaka LP3S Indonesia Tahun:2006

E R K E M B A N G A Ns i a r a ntelevisi dinegara kitab a r u

dimulai pada tahun 1962tatkala Indonesiamenjadi tuan rumah bagipenyelenggaraan PestaOlah Raga Asia.Pertelevisian ketika itubagian proyek mercusuarselain Simpang SusunSemanggi, Monas, dan GelanggangOlah Raga Senayan. Boleh dibilang,dia dibangun tanpa visi jelas tentangcetak biru jaringan pertelevisiannasional di masa depan. Atau, ia adatanpa alasan yang rasional.Pokoknya dia harus ada agarIndonesia dianggap ‘sejajar’ olehbangsa lain.

Industri pertelevisian biasanyatumbuh pesat di negara-negarademokrasi yang menjalankan

ekonomi kapitalisme. Di negara-negara ini televisi dipandangsebagai peluang bisnis. Sebaliknya,di negara-negara otoritarian, televisicenderung dijadikan sebagai alatpropaganda alih-alih ruang publik.

Sampai tahun 1989 Indonesiamemiliki sebuah stasiun televisisaja. Lantas kapitalisme kroniciptaan Orde Baru tiba-tiba tumbuhpesat pada awal 80-an sampai 90-an. Ini menyebabkan distribusi

JurnalismeJurnalismeJurnalismeJurnalismeJurnalismeTTTTTelevisielevisielevisielevisielevisiyangyangyangyangyangMemihakMemihakMemihakMemihakMemihakSiapa?Siapa?Siapa?Siapa?Siapa?

Pkemakmurant i m p a n g :

segelintir kronipenguasa memperoleh90 peratus pendapatannegara. Modal yangtertumpuk di satukelompok inilahakhirnya disalurkanuntuk membangunstasiun televisi swasta.Itupun didirikan tanpasuprastruktur pendukung

seperti regulasi tentang penyiaran.Regulasi dibuat kemudian justrusetelah stasiun televisi swastaberdiri (Sunardian Wirodono, 2005).

Dalam konteks inilah jurnalismetelevisi nasional berkembang.Tradisi pemberitaan televisi sendirisebenarnya sudah muncul padatahun 1978 melalui Dunia DalamBerita yang diproduksi TVRI. Akantetapi, warta berita televisi sebagaisebuah bisnis informasi baru muncul

27MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 49 / 15 September -15 Oktober

oleh partai yang berkuasa—UMNO—dan cenderungmempertahankan status quo.

Namun, di Indonesia, gerakanreformasi bisa bergema. Salah

pendorongnya adalah ekspose olehmedia massa semisal televisi.Stasiun televisi menayangkanperkembangan krisis politik,ekonomi, dan sosial dari hari ke harisecara nyata. Terutama rekamangambar dramatis peristiwapenembakan oleh aparat terhadappara mahasiswa yang berunjuk rasa12 Mei 1998.

Pada masa itu semua stasiun

televisi swasta membingkaipemberitaan bahwa “rakyatmenginginkan perubahan ataskemapanan.” Artinya, di tengahcengkraman kepentingankapitalisme dan kekuasaan yangmempengaruhi kandungantayangan secara kuat, awak televisimasih mempunyai idealisme, ataukegelisahan moral akan realitassosial di sekitar mereka. Di sisi lain,stasiun televisi sendiri didesak olehtokoh-tokoh pembangkang agarmendukung gerakan reformasi.Apalagi setelah korban jiwaberjatuhan, takada alasan lagi untukmenghindarinya.

Pertarungan moral antaraidealisme dan pragmatisme parajurnalisme televisi tergambar padaperiode ini. Liputan 6, misalnya,mencoba mengangkat isu yangsangat peka kala itu: suksesi.Melalui siaran wawancara langsung,ia menghadirkan SarwonoKusumatmaja, seorang tokoh kritisyang bersimpati pada mahasiswa.Dalam wawancara nyata Sarwonodengan blak-blakan membuatperumpamaan Suharto dengan “gigiyang harus dicabut.”

Pieter Gontha—sang pemilikyang dekat dengan Cendana—danSumita Tobing—direkturpemberitaan—langsung memintaproduser acara Don Bosco Selamunagar menghentikan wawancara.Pieter Gontha sendiri ditegur olehsejumlah pejabat berwenang.Begitu juga, Don Bosco Selamun,akhirnya dikenai skorsing. Akantetapi, pemberitaan ini memicu rasasimpati stasiun televisi lain yangkemudian juga mengekspose, ataumembingkai berita yangmendelegitmasi kekuasaan.Misalnya pernyataan elit-elit politik

pada era 1990-an sejalan denganpertumbuhan stasiun televisiswasta.

Liputan 6 SCTV, misalnya,mengudara pada tahun 1996.Pengelola bilik berita (newsroom)Liputan 6 berasal dari media cetak.Tanpa pengalaman di duniapemberitaan televisi, kebanyakanmereka bekerja sambil berlatihdengan situasi baru dan alat-alatyang asing (h.54).

Liputan 6 menemukanmomentum untuk menjadi popularpada saat krisis ekonomi dan politikpada tahun 1998. Pada saat itustasiun-stasiun televisi harusbertahan hidup karenapembelanjaan iklan olehperusahaan-perusahaan nasionalmenurun drastis. Pendapatantelevisi berkurang, sehingga pospengeluaran harus ditekan.Produksi siaran berita semacamLiputan 6 merupakan jalan keluarlantaran biaya produksinya jauhlebih murah ketimbang imporfilem, ataupun membeli sinetrondari rumah-rumah produksi. Di sisilain, ada kebutuhan masyarakatakan informasi tentangperkembangan situasi tanah airterkini sebagai akibatketidakpastian ekonomi dan politiksaat itu.

Hal yang menarik darijurnalisme televisi era 1997-1998adalah para awaknya mendukunggerakan reformasi walaupunsesungguhnya stasiun televisiswasta dikuasai oleh para pemilikmodal yang dekat dengan istana. DiMalaysia, umpamanya, gerakanreformasi berakhir menyedihkan.Sang pemimpin, Anwar Ibrahim,difitnah dan dipenjarakan. Sebab,media massa di negeri itu dimiliki

“Rakyat menginginkan

perubahan atas

kemapanan.” Artinya, di

tengah cengkraman

kepentingan kapitalisme

dan kekuasaan yang

mempengaruhi

kandungan tayangan

secara kuat, awak

televisi masih

mempunyai idealisme,

atau kegelisahan moral

akan realitas sosial di

sekitar mereka.

28 MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 49 / 15 September -15 Oktober 2006

Resensi

reformis yang menuntut agarSuharto mundur. (h.66-72).

Pascalengsernya Suharto,Liputan 6 beberapa kali mengangkatperistiwa yang menimbulkankontraversi, atau sensasi, sebagaikomoditas yang bernilai jual tinggi.Di antaranya kekerasan di kampusSTPDN, tertembaknya pemimpinmiliter Gerakan Aceh MerdekaAbdullah Syafe’i, dan kekerasan dikampus Universitas MuslimIndonesia.

Pada dasarnya fenomena Liputan6 memperlihatkan bahwajurnalisme televisi kita tengahberkembang dan semakinmepertunjukkan bentuknya.Terlihat ada keinginan awakjurnalisme televisi untukmenjadikan pemberitaan televisisebagai ruang publik yangmemediasi kepentingan merekadengan penguasa.

Akan tetapi, secara umum,kandungan buku ini sebenarnya

lebih tepat disebut sebagai ‘puji-pujian’ terhadap Liputan 6. Iaseolah menempatkan Liputan 6sebagai salah satu contohkeberhasilan ruang publik sejati.Tentu saja, itu karena buku inidicetak untuk merayakankeberhasilan Liputan 6 mengudaraselama satu dasawarasa. Bukansebuah karya ilmiah.

Para tim redaksi LP3S yangmerancang buku ini, sebagaicontoh, tidak mengkritik posisiLiputan 6 ketika prestise SCTV—dan stasiun-stasiun televisi swastalain di Jakarta—sebagai ‘stasiuntelevisi nasional’ terancam. KomisiPenyiaran Indonesia kala itumengumumkan rancangan regulasiyang mengakhiri monopoli siaranoleh stasiun televisi swasta Jakartadi seluruh negeri. Liputan 6 saat itujustru cenderung menjadi corongpemilik modal yang khawatirbahwa pemberian ruang bagistasiusn televisi daerah bisamemangkas pendapatan iklan

mereka (karena khalayak merekaberkurang atau semakin terbatas).

Mendelegitimasi televisi lokal,tanpa malu-malu Liputan 6 pada saatitu membatasi wawancara padanarasumber-narasumber yangmendukung posisinya. Anggota KPIAde Armando, umpamanya, tidakdipilih sebagai narasumberwawancara hidup lantaranp e r n y a t a a n - p e r n y a t a a n n y abertentangan dengan kepentinganbisnis SCTV.

Dengan kata lain, klaim bahwaLiputan 6 telah mewakilikepentingan publik, harus kitasikapi dengan hati-hati. Sebab, tohpada kenyataannya, kepentinganbisnis mereka masih dominan. Ataupendek kata, pada masa-masamendatang, Liputan 6 masih harusmenunjukkan dengan tegas siapayang ia representasikansesungguhnya: publik, ataukepentingan sekolompok orangyang berkuasa dan bermodal?(Junarto Imam Prakoso).

PEWAWANCARA .... sambungan dari hal : 3

narasumber. Seolah-olah narasumber seperti “tersangka” dan pewawancara seperti “jaksa” di depanpublik atau ruang pengadilan. Pewawancara biasanya membrondong pertanyaan dan bahkan mengintrupsijawaban-jawaban narasumber yang belum lengkap dan selesai secara seenaknya. Kebetulan sebagai“actor yang berkuasa”, penyiar/pewawancara seolah-olah ingin mendomonstrasikan di depan publik,kepiawaiannya “menjebak” dan “memaksa” narasumber untuk mengakui dan membenarkan sasaran dantujuan opini yang dikehendakinya.

Cara wawancara seperti ini sungguh tidak etis dan melanggar rasa kewajaran.Cara seper ti ini, bukanhanya disesalkan oleh narasumber, tetapi juga kadangkala menjengkelkan pemirsa. Berita televisi memangsubjek untuk di eksploitaisi, berita televisi memang sebuah komoditi dagang dan perlu pasar bahkanberita televisi juga berlaku bisnis “entertainment”. Tetapi berita televisi atau penyiarnya juga terikatpada nilai profesionalisme jurnalistik. Jangan lupa, berita televisi terikat dengan nilai emosional publik,dengan image emosi publik yang negatif akan mencederai pekerjaan wartawan dan dunia jurnalis padaumumnya. Dari aksen bahasa seorang “newscaster”, pertanyaan apa yang diajukannya, sampai padaperbendaharaan bahasanya, selalu menjadi perhatian publik. Hal ini patutlah disadari,khususnya olehmedia elektronik. (amm)

29MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 49 / 15 September -15 Oktober 2006

Wawancara

AMUS Besar Bahasa Indonesia(KBBI) yang memuat 78 ribulema kata bisa jadi menjadi“dewa penolong” ketika kita

kesulitan menggunakan kata tertentusecara tepat. Namun, di sana sini, didalam KBBI masih ditemuiketidaktaatan asas yang terkadangmembingungkan pemakai bahasa.Kepala Pusat Bahasa Dr. DendySugono mengakui masalah ini. “Saatini kami telah melakukan revisi. Kamiakan menyelesaikan 2007 sehinggauntuk 2008, saat Konggres akan dapatdipersembahkan Kamus Besar yanglebih besar lagi,’’ katanya.

Berikut petikan lengkap wawancara“Media Watch” dengan Deddy Sugonodi kantornya di Jalan Daksinapati IVRawamangun Jakarta.

Apa sebenarnya peran dari KBBI?

Kamus standar bahasa Indonesia yang kita punyaadalah Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Inimerupakan satu panduan bagaimana pengguna bahasabisa memakai kosa kata bahasa Indoensia. Bisadikatakan bahwa kamus adalah sebuah himpunan yangmemuat ilmu pengetahuan tentang Indonesia. Itu harusterwadahi dalam kamus itu. Oleh karena itu, semualeksikon yang digunakan oleh bangsa Indonesiaselayaknya ada di dalam Kamus besar bahasa Indonesia.

Kapan KBBI lahir?

KBBI lahir pada tahun 1988 sebagai hasilpengembangan dari Kamus Bahasa Indonesia yangterbit pada tahun 1983. Kemudian, dalam kamus

Wawancara Kepala Pusat Bahasa Dr. Dendy Sugono:

PENGGUNAAN BAHASADALAM MEDIA

KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA PERLU REVISI

Kedisi pertama tahun 1988, barumemuat 63 ribu lema atau entry kata.Lalu, kamus ini direvisi dengan edisikedua sehingga lema bertambahmenjadi 73 ribu. Pada edisi ketiga,jumlah lema telah menjadi 78 ribukata. Itu edisi terakhir sampaisekarang, dalam arti kamus yang telahterbit dan dipakai oleh masyarakat.

Bagaimana Anda melihat KBBIedisi terakhir? Sudah lengkap dansempurna?

Belum. KBBI edisi ketiga masihterasakan banyak sekali kosa kata yangbelum masuk di dalamnya. Tetapi,kita harus mengingat dua hal. KBBIadalah Kamus Umum, berisi kosa kataumum. Jadi, di dalam kamus ini tidaktermasuk berbagai istilah.

Kalau Kamus Istilah adalah kamus untuk bidang ilmutertentu. Kami juga punya. Kita juga menggarap bahasaIndonesia juga dari segi peristilahan. Kita kembangkanperistilahan ini melalui kerja sama antara Pusat Bahasadengan para pakar ilmu dan juga dengan Malaysia danBrunei melalui wadah Majelis Bahasa BruneiDarussalam – Indonesia – Malaysia atau Mabim. Kamusistilah yang dikembangkan misalnya untuk bidang-bidang ilmu dasar, seperti fisika, kimia, matematikadan biologi. Juga dikembangkan untuk ilmu terapan,seperti ilmu kedokteran, filsafat, hukum, bahasa, sastra,komunikasi massa, pendidikan, agama dan lain-lain.

Itu sudah menghasilkan sekitar 340 ribu istilah ataudaftar istilah Inggris –Indonesia. Kalau ini semua sudahselesai, misalnya Kamus Istilah Ilmu Kedokteran yang

Dr. Dendy Sugono

30 MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 49 / 15 September -15 Oktober 2006

hampir sudah selesai, itu dapatmenjadi sumber rujukan lainnya.

Jadi, untuk Kamus Besar BahasaIndonesia dapat menjadi rujukanuntuk kata umum. Sedangkan untukistilah maka nanti dapat meng-gunakan Kamus Istilah sesuaibidang ilmu tertentu. Ini sudahterpilah-pilah.

Bagaimana Anda melihat posisikata dan istilah dalam perkem-bangan bahasa Indonesia?

Kata dan istilah pada hakekatnyaadalah sumber kekayaan bahasaIndonesia. Bahkan, ada yangberpendapat sebuah kamus diang-gap sebagai sesuatu kekayaan yangdapat menunjukkan tinggi-rendahnya peradaban sebuahbangsa. Setiap bahasa-bahasa besardi dunia itu, harus mempunyai tigahal, yaitu: satu kamus standar, satutata bahasa standar dan satu alat testbahasa standar.

Bangsa Indonesia sudahmempunya kamus standar, yaituKBBI. Juga telah memiliki tatabahasa baku dan mempunyai testkemahiran bahasa yang disebut tesuji kemahiran bebahasa Indonesia.Ketiga-tiganya, bangsa Indonesiasudah punya.

Sejauh mana kamus menjadipanduan, itu tergantung atas sampaisejauh mana kamus itu dapatmenyediakan makna kata yangdipakai dalam suatu bahasa. Disamping itu, saya telah katakatakan, ada kamus untuk bidangilmu. Lalu, ada lagi tesaurus yangsaat ini sedang disusun. Melaluitesaurus, dapat disediakan padanankata.

Apa fungsi tesaurus?

Kalau kita lihat sebuah kalimat:“Pengumuman itu akan diumum-

kan untuk umum.”

Kalimat semacam itu kurangbenar. Mengapa harus mengulangkata yang sama berkali-kali? Ini bisadiatasi dengan mencari padanannyasupaya tidak lagi diulang-ulang.Karena itu kita punya tesaurus.

Jadi, untuk kalimat di atas, akanlebih baik jika diganti: “Peng-umuman itu akan diberitahukan

kepada mayarakat luas.”

Jadi tidak ada kata yang diulang-ulang dan dibolak-balik seolah–olahkita tidak punya kata lagi. Nah,itulah gunanya tesaurus. Nanti,tahun 2008 ada Konggres BahasaIndonesia. Tesaurus yang telah kitakerjakan selama ini akan kamilaporkan ke masyarakat dan kamimenjadikan itu menjadi yang besar.

Bagaimana dengan kritik masihditemui adanya ketidakkonsitenanaturan di dalam KBBI?

Saya telah katakan bahwa

Kamus Besar Bahasa Indonesia edisiketiga, memiliki 78 ribu lema dandapat menjadi panduan. Sebagaipan-duan, tentu harus adakonsistensi. Nah, ternyata masihditemukan oleh masyarakat ketidaktaatasasan dan ketidakkonsistenanuntuk hal-hal tertentu. Karena itu,kami telah melakukan revisi dan inisudah jalan.

Hal-hal apa saja yang menjadimateri revisi KBBI?

Leksikon bahasa daerah yangmenjadi kosa kata kebudayaan ataudisebut dengan kearifan-kearifanlokal akan kita angkat karena itumenjadi bagian dari kekayaankebudayaan Indonesia. Kalaubagian dari kebudayaan Indonesiatidak ada dalam bahasa Indonesia,misalnya kata ngaben di Bali yangtidak mungkin ada di dalam bahasaIndonesia dan tidak ada kata yangdapat menggantikannya, maka ituakan kita ambil. Dengan begitu,masyarakat Indonesia akan ikutmengembangkan proses pemekarandan percepatan kosa kata bahasaIndonesia melalui budaya daerahyang merupakan bagian daripengembangan budaya Indonesia.

Kalau itu konsepnya, berarti kosakata dalam budaya daerah harusmasuk menjadi bahasa Indonesia.Kalau itu masalahnya, maka ituharus masuk dalam bahasaIndonesia. Nah, ini sedang diker-jakan dan inventaarisasi telahdilakukan di seluruh wilayah diIndonesia. Sekarang sedang jalandan nanti akan dipakai sebagai salahsatu sumber pengkayaan kamuskita.

Yang kedua, kata dan ungkapanyang dipakai oleh masyarakat didalam media cetak dan elektronikjuga akan kami data termasuk dari

“Kamus diang-gapsebagai sesuatukekayaan yang dapatmenunjukkan tinggi-rendahnya peradabansebuah bangsa. Setiapbahasa-bahasa besar didunia itu, harusmempunyai tiga hal,yaitu: satu kamusstandar, satu tata bahasastandar dan satu alat testbahasa standar.

31MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 49 / 15 September -15 Oktober 2006

Wawancara

bahasa asing. Itu akan kami datadan lalu di-Indonesia-kan dan akandi-entry secara khusus. Kami akanmenyelesaikan pada 2007 sehinggauntuk 2008, saat Konggres akandapat dipersembahkan tesaurus dankamus besar akan menjadi lebihbesar dari yang sekarang .

Jadi, pengguna bahasa selainmenggunakan KBBI juga harusdilengkapi dengan tesaurus dankamus istilah?

Di dalam ilmu leksikografi, itutidak bisa dicampurkan jadi satu.Jadi, untuk bidang ilmu itu sendiri,yaitu kamus bidang ilmu. Juga adakamus umum yang berisi istilahumum yang untuk bahasa Indonesiakita sebut sebagai Kamus BesarBahasa Indonesia.

KBBI seperti saya jelaskan tadiadalah pedoman umum. Selainmenambah kosa kata baru, dalamrevisi mendatang juga sedangdilaksanakan pendataan untuk yangtidak konsisten. Kalau ada lemadalam bahasa Indonesia misalnya

bentuknya benda atau nominamaka penjelasannya harus nomina.Begitu juga jika ada lema yang

bentuknya verba atau kata kerjamaka penjelasannya juga harusverba. Kalau adjektiva juga haruskata sifat. Ini harus konstisten.

Untuk definisi hari juga hars adakesepakatan. Mislanya, untuk

urutan hari Senin, Selasa, Rabu danseterusnya; maka untuk haripertama dalam satu satu pekan harusada definisi yang pasti, yaitu hariSenin. Tetapi, di tempat lain, hariJum’at adalah hari penting bagi umatIslam . Itu semua harus dijelaskan.

Lalu, bagiamana dengan masihadanya kerancuan antarapengaruh dan peduli, ketikamendapatkan awalan me-, makaada yang menulis memedulikandan memengaruhi. Tetapi, di lainwaktu ada yang menulis mem-pedulikan dan mempengaruhi?

Waktu itu, telah ada konsensus.Untuk mengatasi masalah ini, kitasepakat, kita akan luluhkan saja.Mengapa? Makin banyak ke-kecualian maka makin menunjuk-kan sistem tata bahasa kita makintidak kuat. Mengapa ada kecuali?Mungkin tidak suku, tetapi ditempat lain tidak diluluhkan.Karena itu diluluhkan.

Karena itu, ketika kamimelakukan revisi ini, itu semuadiluluhkan. Mungkin, ditengah-tengah, waktu menjelaskan atauwaktu membuat contoh yang adakata-kata pengaruh, masih mem-pengaruhi. Untuk sementara, didalam entry memengaruhi tetapi dipenjelasan mungkin timbulmempengaruhi. Ini yang membuatmasyarakat bingung.

Ketika ada pertemuan sebulansekali antara teman-teman darimedia massa dalam Forum BahasaMedia Massa dengan ahli bahasatermasuk kami, masalah ini jugadibicarakan. Saya katakan kitapunya kaidah bahwa kata yangdiawali dengan huruf k –p – t – s,kalau mendapat awalan me- makaakan mengalami proses peluluhan.Jadi huruf p itu akan hilang .

“Dengan begitu,masyarakat Indonesiaakan ikutmengembangkan prosespemekaran danpercepatan kosa katabahasa Indonesiamelalui budaya daerahyang merupakan bagiandari pengembanganbudaya Indonesia.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga, Balai Pustaka

32 MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 49 / 15 September -15 Oktober 2006

Misalnya, kata sukses menjadimenyukseskan, dan s hilang.Terjemahkan bukan menjadimenterjemahkan tetapi mener-jemahkan. Juga tendang jadimenendang. Itu yang betul. Jika disini ada memperdulikan ataumempengaruhi, itu adalah ke-keliruan kamus ini. Nanti itu akandirevisi.

Yang juga akan kita revisiadalah, semua nama tumbuhan akandikeluarkan dari KBBI. Nanti, akandikerjakan sendiri jadi satu. Nama-nama tumbuhan itu harus sama. Bisajadi, di sini suatu pohon bernamaakasia, nanti di tempat lain namanyabisa berubah. Padahal jenisnya samayaitu akasia. Nama-nama tumbuhan,tetap masih masuk dalam kamusumum, misalnya tumbuhan pantai,tumbuhan air dan sebagainya.Tetapi kalau sudah masuk dalamciri-ciri khas tumbuhan, itu sudahmasuk dalam kamus istilah botani.

Apa yang akan dilakukan PusatBahasa untuk menyosialisasikankaidah-kadiah di KBBI?

Oleh karena itu , kami sedangmenyusun Rancangan Undang-undang Bahasa. Ini akan dipakaimendudukkan persoalan kita dalammendudukkan tiga jenis bahasa,yaitu bahasa ibu sebagai bahasadaerah, bahasa Indoensia sebagaibahasa nasional dan bahasa asing.Bagaimana kedudukan tiga bahasaini dalam kedudukan di dalammasyarakat di Indonesia, akandiperjelas melalui Undang-undang.Dan ketiga-tiga jenis bahasa inidilindungi dalam pemakaiannya.Jadi, tidak menerjang atau meng-alahkan yang lain.

Bagaimana peran pers ataumedia?

Biodata

Nama : Dendy Sugono

Tempat/Tanggal Lahir:Banyuwangi, 7 Mei 1949

Jabatan: Kepala Pusat Bahasa

Agama : Islam

Istri: Erwin Kusumawati

Anak: 1. Virta Fitriani

2. Rennel Indrawan

3.Irfan Nutriputra

Pendidikan:1. Sarjana Pendidikan IKIP

Malang, Jurusan Bahasa danSastra Indonesia, 1974.

2. Post Graduate TrainingProgramme for General andAustrobesian Linguistics,Universitas Leiden, NegeriBelanda 1981/1982.

3. Penulisan/pembimbingan

disertasi di Johann W. GoetheUniversitat, Frankfrut 1986/1987.

4. Doktor Ilmu-ilmu Sastra,Bidang Linguistik, UniversitasIndonesia, 1991.Pekerjaan:

1. Anggota Masyarakat LinguistikIndonesia sejak 1978 –sekarang.

2. Kepala Pusat Bahasa,Departemen PendidikanNasional sejak 2001 –sekarang.

3. Ketua Majelis Bahasa BruneiDarussalam – Indonesia –Malaysia (Mabbim) Indonesia,dari 2001 – sekarang.

4. Ketua Panitia Kerja SamaKebahasaan sejak 2001 –sekarang.

5. Ketua Majelis Sastra AsiaTenggara (Mastera) Indonesia2001 – sekarang.

6. Wakil Ketua MajelisAntarbangsa Bahasa Melayu2001 – sekarang.

7. Anggota Badan Sensor Film2006 – sekarang.

Mengenai pers itu, memang adakebebasan pers. Tetapi dalamkonteks mana? Dalam kaitannyadengan kaidah, semua dan dimanapun harus sama. Dalam laras bahasaapapun, apakah bahasa jurnalistik,bahasa non jurnalistik, bahasailmiah atau surat semua harus samaketika menulis kata “di atas atau dibawah”. Kata-kata itu harus dipisahantara “di” dan kata keterangantempat. Itu adalah kaidah.

Tetapi, dalam memilih sebuahkata, saya lebih suka menggunakankata menjalankan daripadamelakukan. Itu soal pilihan-pilihan.Masalah semcam itu adalah gayaselingkung dari setiap orang. Itudipersilakan.

Tetapi, kaidah penulisan yangbenar, tetap harus diikuti. Yangbetul adalah “mentrasfer” bukan

“menrasfer” atau “memprok-lamasikan” bukan “memrok-lamasikan”. Itu adalah kaidah. Mariyang itu kita sepakati bersama-sama. Apapun juga, apakah mediaatau tulisan ilmiah atau suratmenyurat. Kalau sudah bicaramenjadi pilihan kata yangdigabung, itu sudah gaya.

Pemahaman terhadap kaidah itu,kami lakukan pertemuan sebulansekali dengan media. Kamimendiskusikan masalah ini,sehingga kami harap mediamemasukkan materi-materi yangtelah kami diskusikan bersamatersebut. (Teguh Apriliyanto)

33MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 49 / 15 September -15 Oktober 2006

Ensiklopedi

ADA awalnya istilah‘posmodernisme’ dipakai diBarat pada akhir abad ke-19sebagai bentuk ekspresi

perlawanan terhadap seni modernyang dominan (Appignanesi et al,1997: 5-55). Seni moderndipandang mencegah dirinyamenjadi hiburan populer dan massalkarena ia selalu mempertahakankankemurnian standar-standar formalyang merupakan warisankebudayaan massa lampau(Hardiman, 1993: 171).

Sebaliknya, seni posmodernjustru mendukung kebudayaanmassa. Ia mengaburkan batas-bataskebudayaan elit dengankebudayaan massa yang oleh senimodern dijaga secara ketat. Seleraseni modern yang sulit dan tidak

BerpikirdalamPosmodernisme

populer hanyalah standar yangdiciptakan sekelompok orangseumpama galeri-galeri seni,museum, penyalur dan publikpembeli seni mereka, ataupedagang seni dan kolektor-kolektornya (Appignanesi et al,1997: 51).

Standarisasi ini juga terlihatpada arsitektur modern berupabangunan-bangunan yang seragam,efisien, dan mencuat kaku.Bangunan-bangunan posmoderntidak distandarisasi, melainkandisesuaikan menurut lingkunganalam dan kebudayaan lokal, ataudengan kata lain mempertahankanciri tradisional, karena yang pentingdalam arsitektur posmodern adalahkemajemukan kosakata arsitektural(Hardiman, 1993: 179).

Akan tetapi, pada kelanjutannyapenggunaan istilah ‘posmodernis-me’ lebih luas ketimbang sekedarpada seni. Brenda K. Marshallberkata, (1992: 4), “Posmodernismeberkaitan dengan bahasa;bagaimana bahasa mengkungkungdan menentukan makna, sertabagaimana kita mengendalikanbahasa. Juga bagaimana ‘kita’didefinisikan dalam struktur bahasadan sejarah, sosial dan kebudayaan.Juga berhubungan dengan ras, kelas,gender, identitas erotis, dan praktis,kebangsaan, umur, dan etnis….segala sesuatu yang kita pikirkandan tidak kita pikirkan….”

Modernisme versus Posmoder-nisme

Istilah ‘posmoderneisme’seringkali dilawantandingkan

P

34 MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER •No. 48 / 15 Agustus -15 September 2006

Ensiklopedidengan modernisme, terutamaketika orang mempermasalahkanawalan ‘pos-’ dan akhiran ‘-isme.’Pertanyaannya adalah, apakah iakelanjutan ataukah penolakanterhadap modernisme? Marshallmengingatkan bahwa akhiran ‘isme’biasanya menunjuk pada sebuahtotalitas, atau kesatuan (unity)tentang dirinya. Menurutnya,totalitas dan kesatuan itu sendirijustru disangkal posmodernisme.1

Posmodernisme sama sekali tidakmengacu pada sebuah gerakan atauperiode tunggal. Ia bukanlah suatu‘isme.’ Ia adalah sebuah ruang bagiterciptanya makna (différance),2

atau ‘event’ — suatu momen‘keterpecahan’ dan perubahan.3

Posmodernisme tidak pernahdidefinisikan secara kronologis; ialebih tepat merupakanketerpecahan di dalam kesadarankita, sedangkan definisinya berubahterus-menerus.4 Ia berkaitan dengansegala sesuatu dengan cara kitamembaca masa kini sebagaimanakita membaca masa silam(Sugiharto, 1996: 29).

Adapun modernisme dalampandangan filsafat berawal dariusaha manusia membebaskan diridari mitologi-mitologi abadpertengahan dan mengembalikanotoritas kebenaran kepada rasio.Mula-mula pandangan inidinspirasikan oleh Descartes dankemudian dikokohkan olehGerakan Pencerahan. Sampaisekarang pandangan modernisasitetap langgeng dan berhasilmengokohkan dirinya melaluidominasi sains dan teknologi(Sugiharto, 1996: 29).

Modernisme memberikankemajuan bagi pemenuhankebutuhan materi, namun ia

melahirkan konsekuensi buruk bagikehidupan manusia dan alam padaumumnya (Sugiharto, 1996: 29).Pertama, pandangan modernismeyang dualistik (subyek-obyek)mengakibatkan objektivikasiterhadap alam secara berlelebihansehingga menghasilkan krisisekologi. Kedua, pandangan modernyang mengejar apa yang dipercayasebagai obyektif dan positifakhirnya menjadikan manusia

sebagai obyek juga sedangkanmasyarakat sebagai mesinmengakibatkan terciptanyamasyarakat yang tidak manusiawi.Ketiga, modernisme ilmu-ilmupositif-empiris dijadikan standarkebenaran tertinggi. Akibatnya,timbullah disorientasi moral-religius, yang pada gilirannyameningkatkan kekerasan,keterasingan, depresi. Keempat,materialisme, atau materi dianggapsebagai kenyataan mendasar.

Dengan bahasa lain,modernisme adalah sebuah narasiagung yang menjadi mitologi barumanusia modern. Pada akhirnyaseolah ia melegitimasikankosekuensi-konskuensi burukdirinya di balik selubungrasionalitas. Padahal, rasionalitasterkait dengan bahasa sebagaimanayang telah terungkapkan di atas,bahwa struktur bahasamengkungkung dan menentukanmakna.

Bahasa mempunyaik e t e r b a t a s a n - k e t e r b a t a s a n .Pengalaman selalu mendahuluibahasa karena ia lebih luas, lebihdalam, dan lebih rumit daripada apayang bisa dideskripsikan bahasa.Kelemahan bahasa ini menciutkanpengalaman dalam bentukgeneralitas, eksplisitas, dankekosongan (Sugiharto, 1996: 29).

Sebagai contoh, kata ‘kayu’memukul rata semua representasitentang kayu, padahal setiap kayumempunyai keunikan masing-masing (generalitas). Begitu pula,definisi atau perumusan terhadappengalaman membatasi penafsiranlebih lanjut atas pengalamantersebut (eksplisitas). Bahasa jugajelas tidak sama denganpengalaman. Pengalaman adalahnyata, sedangkan bahasa bersifatderivatif atau skunder(kekosongan).

Bahasa sendiri amat beragamdan ditentukan oleh pelbagaikehidupan masyarakat yangmendasarinya. Dalam ruang danwaktu yang berbeda, ukuran, aturandan produk apa yang dianggapwacana dan tindakan “rasional”berbeda pula. Dengan kata lain,kebenaran unviersal berikutargumen-argumen dan validitas-

“Bahasa mempunyai

keterbatasan-

keterbatasan.

Pengalaman selalu

mendahului bahasa

karena ia lebih luas,

lebih dalam, dan lebih

rumit daripada apa

yang bisa

dideskripsikan bahasa.

35MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 48 / 15 Agustus -15 September 2006

validitasnya yang dijadikan standarsesungguhnya tentatif dan lokal,karena keunikan sejarah dan budayaberperan dalam menentukankonsep “rasional.”

Oleh karena itulah, gerakan-gerakan posmodernismememberikan tanggapan-tanggapanterhadap modernisme (Sugiharto,1996: 30).

Kelompok pertama memilihkembali ke pola pikir pramoderndan mengaitkan diri dengan mistis.Mereka menyebut diri mereka TheNew Age. Tokoh-tokohnya adalahF. Capra, J. Lovelock, Garry Zukav,Prigogine.

Kelompok kedua adalahkelompok dekonstruksi yangberusaha membuat antigambarantentang dunia yang kita pahamisekarang. Mereka membongkargambaran dunia seperti: diri, Tuhan,makna, agama dan sebagainya.Dekonstruksi pada awalnyadimaksudkan mencegahtotaliterisme pada sistem namun

akhirnya mereka malah jatuh kedalam relativisme dan nihilismekarena mereka menarik segalapremis modern. Tokoh-tokohnyaadalah Derrida, Foucault, Vattimo.Lyotard.

Kelompok ketiga hendakmerevisi modernisme, namun tidakmenolaknya secara total dan tetapmenggunakan premis-premismodern yang diperbarui sana-sini.Yang mereka coba atasi adalahkonsekunsi negatifnya, misalnyasaintisme, atau menjadikan sainssebagai ideologi. Sumbanganmodernisme seperti rasionalitastetap diakui. Namun mereka jugamemperkenalkan ‘dialog’ dan‘konsensus’ sebagai penerimaanterhadap gambaran dunia yangplural. Tokoh-tokohnya—meskipunmungkin menolak digolongkansebagai pemikir posmodern—adalah Heidegger, Gadamer,Ricoeur, Mary Hesse, Rorty, Apel,dan Habermas.(Junarto ImamPrakoso).

* * *

Kepustakaan

Appignanesi, Richard, et al(1997). Postmodernisme forBeginners. Tejemahan oleh AlfathriAdlin.Bandung: Penerbit Mizan.

Hardiman, F. Budi (1993).Menuju Masyarakat Komunikatif.Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Marshall, Brenda K. (1992).Teaching The Posmodern: Fictionand Theory, New York: Routledge,Chapman and Hall, Inc..

Sugiharto, Bambang I. (1996).Postmodernisme: Tantangan BagiFilsafat . Yogyakarta: PenerbitKanisius.

Catatan Pinggir1Penyangkalan terhadap totalitas ini

pada awalnya bermula pada seniyang dinilai berdasarkan standartertentu sehingga muncullahpelbagai seni alternatif(Appignanesi et al, 1997).

2Différance —sebuah istilah yangdiciptakan Derrida untukmemberikan ruang bagipemikiran-pemikiran alternatifdalam konteks kekinian yangterlupakan atau memang sengajadipinggirkan lantaran mitosmodernisme.

3Keterpecahan di sini berartimengemukanya kesadaran akanstruktur-struktur mapan yangdomnan dan mengkungkung caraberpikir, serta kemudianberusaha membongkar danmengubahnya (Marshall, 1992:5).

4Tidak ada definisi yang total bagiposmodernisme sebagaikonsekuensi logis terhadappremis-premisnya sendiri.

SU

MB

ER

FO

TO:

S.

Wat

iko/

Kol

eksi

Pan

tau

Pem

ilu T

HC