medula spinalis-sulistyawati n 101 10 036

Upload: sulistyawati-wrimun

Post on 09-Oct-2015

49 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

paper

TRANSCRIPT

Tugas stase Ilmu Penyakit SarafOktober 2014

ANATOMI DAN FISIOLOGI MEDULA SPINALIS

Oleh:SulistyawatiG 501 10 036

Supervisordr. Isnaniah, Sp.S

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS TADULAKOPALU 2014

MEDULA SPINALIS

Saraf spinal berjumlah 31 pasang dapat diperinci sebagai berikut : 8 pasang saraf servikal (C), 12 pasang saraf thorakal (T), 5 pasang saraf lumbal (L), 5 pasang saraf sakral (S), dan 1 pasang saraf koksigeal (Co). [1]Medula spinalis merupakan suatu silinder jaringan saraf panjang dan ramping dengan ukuran panjang 45 cm (18 inci) dan garis tengah 2 cm (seukuran kelingking). Medulla spinalis, yang keluar dari sebuah lubang besar di dasar tengkorak, dilindungi oleh kolumna vertebralis sewaktu turun melalui kanalis vertebralis. Dari medula spinalis spinalis keluar saraf-saraf spinalis berpasangan melalui ruang-ruang yang dibentuk oleh lengkung-lengkung tulang mirip sayap vertebra yang berdekatan. [3]

Gambar 1. Segmen Vertebra[2]

Selama perkembangan, kolumna vertebra tumbuh sekitar 25 cm lebih panjang daripada medulla spinalis. Karena perbedaan pertumbuhan tersebut, segmen-segmen medula spinalis yang merupakan pangkal dari saraf-saraf spinal tidak bersatu dengan ruang-ruang antar vertebra yang sesuai. Sebagian besar akar saraf spinalis harus turun bersama medulla spinalis sebelum keluar dari kolumna vertebralis di lubang yang sesuai. Medulla spinalis itu sendiri hanya berjalan sampai setinggi vertebra lumbal pertama atau kedua (setinggi sekitar pinggang), sehingga akar-akar saraf sisanya sangat memanjang untuk dapat keluar dari kolumna vertebralis di lubang yang sesuai. Berkas tebal akar-akar saraf yang memanjang di dalam kanalis vertebralis yang lebih bawah itu dikenal sebagai kauda ekuina (ekor kuda) karena penampakannya.[3]Sumsum tulang belakang dikelilingi oleh tiga meninges yang secara berkelanjutan berasal dari otak. Vaskular piamater melekat pada sumsum tulang belakang dan akar-akarnya. Duramater dan arachnoid non vascular meluas pada caudally ke tulang sacral ke-5, di mana mereka bergabung dengan terminale filum untuk membentuk ligamen coccygeal atau filum dari duramater. Ruang subarachnoid, yang dipenuhi dengan serebrospinal cairan (CSF) dan pembuluh darah mengelilingi sumsum tulang belakang dan disebut tulang belakang atau ruang lumbal antara medullaris konus dan tingkat sakral-2. Akar saraf dari lumbar dan sakral "mengambang" dalam CSF dari ruang ini. Untuk menghindari cedera ke sumsum tulang belakang selama pengisian CSF, tulang belakang dibuat lebih rendah di daerah pinggang. Dura mater dan subdural memiliki ruang kapiler (tidak mengandung CSF) mengelilingi arachnoid dan bergabung dengan terminale filum di tingkat sakral-2. Sumsum tulang belakang memiliki serangkaian 20-22 pasang septa lateralis dari pia mater sekitar akar saraf meluas lateral flensa melalui arachnoid ke dura mater, yang disebut ligamen denticulate. Ligamen berorientasi rostrocaudally antara dorsal dan akar ventral. Antara dura mater (setara dengan inner dura mater yang mengelilingi otak) dan periosteum dari tulang belakang (setara untuk dura mater luar yang mengelilingi otak) adalah ruang epidural yang mengandung pleksus vena dan lemak. Ruang ekor epidural untuk sacral- yang 2 tingkat adalah situs untuk injeksi anestesi digunakan untuk memodifikasi input sensoris. [4]

Gambar 2. Ruang meningeal (tampakan midsagital) [4]Arteri tulang belakang bervariasi ukuran adalah cabang vertebra, cervical, toraks, dan arteri lumbal. Setiap arteri melewati sebuah foramen intervertebralis dan membagi menjadi anterior dan akar tulang belakang posterior (radikuler arteri), yang merupakan pleksus anastomosis pada permukaan sumsum tulang belakang. Drainase vena melalui pleksus vena, dan vena dengan arteri. Pembuluh darah besar pleksus vena spinovertebral kontinu rostrally dengan sekitar otak. Tekanan vena dalam pembuluh darah ini dan Tekanan CSF dapat menjadi tinggi ketika arus keluar darah vena ke sirkulasi sistemik terhambat, seperti yang terjadi ketika tekanan dalam rongga dada dan perut meningkat sementara satu mengangkat benda berat atau batuk. [4]

Gambar 3.Arteri pada medulla spinalis[4]Medula spinalis terdiri dari sebuah inti substansi abu-abu yang diselubungi substansi putih. Kanal sentral berukuran kecil dikelilingi oleh substansi abu-abu bentuknya seperti huruf H. Batang atas dan bawah huruf H disebut tanduk atau kolumna dan mengandung badan sel, dendrite asosiasi dan neuron eferen serta akson tidak termielinisasi. Tanduk dorsal adalah batang vertical atas substansi abu-abu. Tanduk ventral adalah batang vertical bawah. Tanduk lateral adalah protrusi di antara tanduk posterior dan anterior pada area toraks dan lumbal sistem saraf perifer. Komisura abu-abu menghubungkan substansi abu-abu di sisi kiri dan kanan medulla spinalis. Setiap saraf spinal memiliki satu radiks dorsal dan satu radiks ventral. [3]

Gambaran medulla spinalis (A) cervical level; (B) cervical enlargement level; (C) midthoracic level; (D) low thoracic level;(E) lumbar level. [4]

Walaupun terdapat variasi regional, anatomi potongan melintang dari medulla spinalis umumnya sama di seluruh panjangnya. Substansia grisea di medulla spinalis membentuk daerah seperti kupu-kupu di bagian dalam dan dikelilingi oleh substansia alba di sebelah luar. Seperti di otak, substansia grisea medulla spinalis terutama terdiri dari badan-badan sel saraf serta dendritnya antarneuron pendek, dan sel-sel glia. Substansia alba tersusun menjadi traktus (jaras), yaitu berkas serat-serat saraf (akson-akson dari antarneuron yang panjang) dengan fungsi serupa. Berkas-berkas itu dikelompokkan menjadi kolumna yang berjalan di sepanjang medulla spinalis. Setiap traktus ini berawal atau berakhir di dalam daerah tertentu di otak, dan masing-masing memiliki kekhususan dalam mengenai informasi yang disampaikannya. Perlu diketahui bahwa di dalam medulla spinalis berbagai jenis sinyal dipisahkan, dengan demikian kerusakan daerah tertentu di medulla spinalis dapat mengganggu sebagian fungsi tetapi fungsi lain tetap utuh. Substansia grisea yang terletak di bagian tengah secara fungsional juga mengalami organisasi. Kanalis sentralis, yang terisi oleh cairan serebrospinal, terletak di tengah substansia grisea. Tiap-tiap belahan substansia grisea dibagi menjadi kornu dorsalis (posterior), kornu ventralis (anterior), dan kornu lateralis. Kornu dorsalis mengandung badan-badan sel antarneuron tempat berakhirnya neuron aferen. Kornu ventralis mengandung badan sel neuron motorik eferen yang mempersarafi otot rangka. Serat-serat otonom yang mempersarafi otot jantung dan otot polos serta kelenjar eksokrin berasal dari badan-badan sel yang terletak di tanduk lateralis. [3]Saraf-saraf spinalis berkaitan dengan tiap-tiap sisi medulla spinalis melalui akar spinalis dan akar ventral. Serat-serat aferen membawa sinyal datang masuk ke medulla spinalis melalui akar dorsal; serat-serat eferen membawa sinyal keluar meninggalkan medulla melalui akar ventral. Badan-badan sel untuk neuron-neuronaferen pada setiap tingkat berkelompok bersama di dalam ganglion akar dorsal. Badan-badan sel untuk neuron-neuron eferen berpangkal di substansia grisea dan mengirim akson ke luar melalui akar ventral.(2) Akar ventral dan dorsal di setiap tingkat menyatu membentuk sebuah saraf spinalis yang keluar dari kolumna vertebralis. Sebuah saraf spinalis mengandung serat-serat aferen dan eferen yang berjalan diantara bagian tubuh tertentu dan medulla spinalis spinalis. Sebuah saraf adalah berkas akson neuron perifer, sebagian aferen dan sebagian eferen, yang dibungkus oleh suatu selaput jaringan ikat dan mengikuti jalur yang sama. Sebagaian saraf tidak mengandung sel saraf secara utuh, hanya bagian-bagian akson dari banyak neuron. Tiap-tiap serat di dalam sebuah saraf umumnya tidak memiliki pengaruh satu sama lain. Mereka berjalan bersama untuk kemudian, seperti banyak sambungan telepon yang berjalan dalam satu kabel, namun tiap-tiap sambungan telepon dapat bersifat pribadi dan tidak mengganggu atau mempengaruhi sambungan yang lain dalam kabel yang sama. Dalam medula spinalis lewat dua traktus dengan fungsi tertentu, yaitu traktus desenden dan asenden. Traktus desenden berfungsi membawa sensasi yang bersifat perintah yang akan berlanjut ke perifer. Sedangkan traktus asenden secara umum berfungsi untuk mengantarkan informasi aferen yang dapat atau tidak dapat mencapai kesadaran. Informasi ini dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu (1) informasi eksteroseptif, yang berasal dari luar tubuh, seperti rasa nyeri, suhu, dan raba, dan (2) informasi proprioseptif, yang berasal dari dalam tubuh, misalnya otot dan sendi. [3]1. Traktus desenden yang melewati medulla spinalis terdiri dari: a. Traktus kortikospinalis, merupakan lintasan yang berkaitan dengan gerakan-gerakan terlatih, berbatas jelas, volunter, terutama pada bagian distal anggota gerak.b. Traktus retikulospinalis, dapat mempermudah atau menghambat aktivitas neuron motorik alpha dan gamma pada columna grisea anterior dan karena itu, kemungkinan mempermudah atau menghambat gerakan volunter atau aktivitas refleks.c. Traktus spinotektalis, berkaitan dengan gerakan-gerakan refleks postural sebagai respon terhadap stimulus verbal.d. Traktus rubrospinalis bertidak baik pada neuron-neuron motorik alpha dan gamma pada columna grisea anterior dan mempermudah aktivitas otot-otot ekstensor atau otot-otot antigravitasi.e. Traktus vestibulospinalis, akan mempermudah otot-otot ekstensor, menghambat aktivitas otot-otot fleksor, dan berkaitan dengan aktivitas postural yang berhubungan dengan keseimbangan.f. Traktus olivospinalis, berperan dalam aktivitas muskuler.2. Traktus asenden yang melewati medulla spinalis terdiri dari: a. Kolumna dorsalis, berfungsi dalam membawa sensasi raba, proprioseptif, dan berperan dalam diskriminasi lokasi.b. Traktus spinotalamikus anterior berfungsi membawa sensasi raba dan tekanan ringan.c. Traktus spinotalamikus lateral berfungsi membawa sensasi nyeri dan suhu. d. Traktus spinoserebellaris ventralis berperan dalam menentukan posisi dan perpindahan, traktus spinoserebellaris dorsalis berperan dalam menentukan posisi dan perpindahan.e. Traktus spinoretikularis berfungsi membawa sensasi nyeri yang dalam dan lama.

Gambar 5.Traktus medulla spinalis[4]Sistem Saraf OtonomSistem Saraf Otonom (SSO) merupakan sistem motorik eferen visceral. Sistem ini menginervasi jantung; seluruh otot polos, seperti pada pembuluh darah dan visera serta kelenjar-kelenjar. Sistem saraf otonom tidak memiliki input volunteer ; walaupun demikian, sistem ini dikendalikan oleh pusat dalam hipotalamus, medulla dan korteks serebral serta pusat tambahan pada formasi reticular batang otak. Serabut aferen sensorik (visera) menyampaikan sensasi nyeri atau rasa kenyang dan pesan-pesan yang berkaitan dengan frekwensi jantung, tekanan darah dan pernapasan, yang di bawa ke SSP di sepanjang jalur yang sama dengan jalur serabut saraf motorik viseral pada SSO. Divisi Sistem saraf otonom memiliki 2 divisi yaitu divisi simpatis dan divisi parasimpatis. Sebagian besar organ yang diinervasi oleh SSO menerima inervasi ganda dari saraf yang berasal dari kedua divisi. Divisi simpatis dan parasimpatis pada SSO secara anatomis berbeda dan perannya antagonis. [3] Simpatis (Thorakolumbal): Memiliki satu neuron preganglionik pendek dan stu neuron postganglionic panjang. Badan sel neuron preganglionik terletak pada tanduk lateral substansi abu-abu dalam segemen toraks dan lumbal bagian atas medulla spinalis. Parasimpatis (Kraniosakral): Memiliki neuron preganglionik panjang yang menjulur mendekati organ yang terinervasi dan memiliki serabut postganglionic pendek. Badan sel neuron terletak dalam nuclei batang otak dan keluar melalui CN III, VII, IX, X, dan saraf XI, juga dalam substansi abu-abu lateral pada segmen sacral kedua, ketiga dan keempat medulla spinalis dan keluar melalui radiks ventral.Asetilkolin dilepas oleh serabut preganglionik simpatis dan serabut preganglionik parasimpatis yang disebut serabut kolinergik. Norepinefrin dilepas oleh serabut post ganglionik simpatis, yang disebut serabut adrenergic. Norepinefrin dan substansi yang berkaitan, epinefrin juga dilepas oleh medulla adrenal. [3]

Gambar 6. Sistem saraf otonomMotorikRefleks adalah aktivitas motorik spontan spesifik yang merupakan jawaban atas rangsangan yang adekuat pada reseptor saraf yang tak disadari (bukan atas perintah pusat kesadaran). Lengkung refleks adalah unit dasar kegiatan saraf terpadu yang terdiri dari reseptor, neuron aferen, satu sinaps atau lebih, neuron eferen dan efektor. Lengkung refleks yang paling sederhana disebut monosinaptik, yang hanya mempunyai sinaps tunggal antara neuron aferen dan neuron eferen. [3]Masukan ke dalam sitem saraf dapat timbul karena adanya reseptor sensorik yang mengenali bermacam-macam rangsangan sensorik. Terdapat lima jenis reseptor sensorik yang ada dalam tubuh.: (1) Mekanoreseptor, yang mengenali kompresi mekanis atau peregangan pada reseptor atau jaringan yang berdekatan dengan reseptor(2) Termoreseptor, dipakai untuk mengenali perubahan-perubahan suhu, beberapa reseptor mengenali suhu dingin dan lainnya suhu panas (3) Nosiseptor (reseptor nyeri), dipakai untuk mengenali kerusakan jaringan yang terjadi, apakah kerusakan fisik atau kerusakan kimiawi(4) Reseptor elektromagnetik, dipakai untuk mengenali cahaya yang sampai pada retina mata(5) Kemoreseptor, yang dipakai untuk mengenali rasa/pengecapan dalam mulut, bau-bauan dalam hidung, kadar oksigen dalam darah arteri, osmolalitas cairan tubuh, konsentrasi karbon dioksida, dan mungkin juga faktor-faktor lainnya yang menyusun keadaan kimiawi tubuh. [3]Sinaps merupakan titik penghubung dari satu neuron ke neuron lainnya. Sinaps menentukan arah penyebaran sinyal saraf melalui system saraf. Beberapa sinaps dapat dengan mudah menjalarkan sinyal dari satu neuron ke neuron lainnya, sedangkan neuron yang lain lebih sukar. Sinyal yang bersifat mempermudah atau menghambat yang berasal dari daerah sistem saraf lain dapat juga mengatur penjalaran sinaps, kadangkala membuka sinaps itu untuk dapat dijalari dan pada saat lain akan tertutup. Selain itu, beberapa neuron post-sinaps dapat memberi respon bila mendapat impuls dari luar dalam jumlah yang besar, sedangkan yang lain sudah dapat memberikan respon walaupun impuls yang datang itu lebih sedikit. Jadi, kerja sinaps itu bersifat selektif, dapat menghambat sinyal yang lemah sedangkan sinyal yang lebih kuat dijalarkan, namun pada saat lain menyeleksi dan memperkuat sinyal lemah tertentu, atau juga meneruskan sinyal-sinyal ini ke segala arah dan tidak hanya ke satu arah. [3]

Gambar 7. Penampang melintang medula spinalis[3]

Keterangan:1. Reseptor5.Neuron eferen2. Neuron aferen6.Efektor3. Radiks dorsal7.Kornu posterior4. Radiks ventral8.Kornu anterior

Otot dan tendonnya memiliki dua reseptor sensorik yang khusus, yakni: (1) kumparan otot (muscle spindle) yang tersebar di seluruh bagian perut (belly) otot dan mengirimkan informasi mengenai panjang otot atau perubahan kecepatan panjang otot menuju sistem saraf, dan (2) organ tendon golgi, yang terletak di tendon otot dan menjalarkan informasi mengenai tegangan atau kecepatan perubahan tegangan. Bila suatu otot rangka dengan persarafan utuh diregangkan, otot akan kontraksi, respon ini disebut refleks regang (stretch reflex). Kapan pun otot diregang secara tiba-tiba, eksitasi yang timbul pada kumparan menyebabkan refleks kontraksi serabut otot rangka yang besar dari otot yang teregang dan otot-otot sinergisnya. Secara klinis, ada suatu metode yang dieprgunakan untuk menentukan kepekaan refleks regang yakni dengan cara menimbulkan sentakan lutut dan sentakan otot lainnya. Sentakan ini dapat ditimbulkan dengan cara memukul pelan-pelan tendo patella dengan palu refleks, pukulan ini akan secara tiba-tiba meregangkan otot kuadriseps dan merangsang terjadinya refleks regang dinamik yang kemudian akan menyebabkan tungkai bawah menyentak ke depan. Refleks regang merupakan refleks monosinaps, karena sebuah neuron aferen yang berasal dari reseptor pendeteksi regangan di otot rangka langsung berakhir di neuron eferen yang mempersarafi otot rangka yang sama untuk menyebabkan kontraksi dan meniadakan peregangan. [3]Refleks menarik dan semua refleks lainnya bersifat polisinaps (banyak sinaps), karena banyak antarneuron ditempatkan pada jalur refleks, sehingga lebih banyak sinaps yang terlibat. Misalnya seseorang menginjak sebuah paku dan bukan menyentuh benda panas dengan tangannya. Timbul lengkung refleks untuk menarik kaki yang tertusuk dari rangsangan nyeri, sementara tungkai yang berlawanan secara bersamaan mempersiapkan diri untuk secara mendadak menerima seluruh beban tubuh, sehingga orang yang bersangkutan tidak kehilangan keseimbangan atau jatuh. Menekuknya lutut tungkai yang tertusuk tanpa hambatan dilaksanakan melalui stimulasi refleks otot-otot yang menyebabkan fleksi lutut dan inhibisi otot-otot yang menyebabkan ekstensi lutut. Pada saat yang sama, ekstensi lutut tungkai yang berlawanan terjadi karena pengaktifan jalur-jalur yang menyilang ke sisi korda spinalis yang berlawanan untuk secara refleks merangsang ekstensi lutut dan menghambat fleksinya. Refleks ekstensor menyilang (crossed extensor reflex) ini memastikan bahwa tungkai yang berlawanan akan berada dalam posisi untuk menerima beban tubuh sewaktu tungkai yang tertusuk ditarik dari rangsangan. [3]Sesungguhnya refleks adalah suatu aksi yang tidak disadari tetapi akhirnya akan disadari juga sebab stimuli tersebut ada sebagian yang menuju ke pusat kesadaran. Rangsangan/stimuli (organ/zat yang peka terhadap rangsangan) akan menimbulkan impuls dan impuls ini diteruskan melalui neuron aferen menuju ke atas (ascenderen) melalui traktus spinothalamus, ganti neuron di nucleus lateralis thalami, melalui kapsula interna sampailah pada gyrus centralis posterior (pusat kesadaran). Tetapi ada sebagian impuls dari kornu posterior tersebut menuju ke kornu anterior terus ke otot melalui neuron eferen dan akan menimbulkan gerakan pada otot yang bersangkutan. Gerakan ini disebut sebagai refleks spinal. [3]

Cedera Medula SpinalisCedera Medula Spinalis (CMS) atau cedera spinal adalah cedera pada tulang belakang yang menyebabkan penekanan pada medula spinalis sehingga menimbulkan myelopati dan merupakan keadaan darurat neurologi yang memerlukan tindakan yang cepat, tepat dan cermat untuk mengurangi kecacatan. Prognosis penyembuhan tergantung pada 2 faktor yaitu: [5] Beratnya defisit neurologis yang timbul dan lamanya defisit neurologis sebelum dilakukan tindakan dekompresiCedera medula spinalis merupakan kasus emergensi neurologi dan perlu mendapat perhatian lebih, oleh karena satu kali medulla spinalis rusak, sebagian besar fungsinya tidak dapat kembali normal. Tabel 1. Sindrom mayor cedera medula spinal[5]

Medula spinalis dan radiks dapat rusak melalui 4 mekanisme berikut: [6]1. Kompresi oleh tulang, ligamentum, herniasi diskus intervertebralis dan hematom. Yang paling berat adalah kerusakan akibat kompresi tulang dan kompresi oleh korpus vertebra yang mengalami dislokasi tulang dan kompresi oleh korpus vertebra yang mengalami dislokasi ke posterior dan trauma hiperekstensi.2. Regangan jaringan yang berlebihan akan menyebabkan gangguan pada jaringan, hal ini biasanya terjadi pada hiperfleksi. Toleransi medula spinalis terhadap regangan akan menurun dengan bertambahnya usia.3. Edema medula spinalis yang timbul segera setelah trauma menyebabkan gangguan aliran darah kapiler dan vena.4. Gangguan sirkulasi akibat kompresi tulang atau sistem arteri spinalis anterior dan posterior.Komosio Medula Spinalis Komosio medula spinalis adalah suatu keadaan dimana fungsi medula spinalis hilang sementara akibat suatu trauma dengan atau tanpa disertai fraktur atau dislokasi. Sembuh sempurna akan terjadi dalam waktu beberapa menit hingga beberapa jam / hari tanpa meninggalkan gejala sisa. Kerusakan reversibel yang mendasari komosio medula spinalis berupa edema, perdarahan perivaskuler kecil-kecil dan infark disekitar pembuluh darah. Pada inspeksi makroskopik medula spinalis tetap utuh. Bila paralisis total dan hilangnya sensibilitas menetap lebih dari 48 jam maka kemungkinan sembuh sempurna menipis dan perubahan pada medula spinalis lebih mengarah ke perubahan anatomik daripada fisiologik. [6][7]

Kontusio Medula SpinalisBerbeda dengan komosio medula spinalis yang diduga hanya merupakan gangguan fisiologik saja tanpa kerusakan anatomik makroskopik, maka pada kontusio medula spinalis didapati kerusakan makroskopik dan mikroskopik medula spinalis yaitu perdarahan, pembengkakan (edema), perubahan neuron, reaksi peradangan. [6][7]

Laserasio Medula SpinalisPada laserasio medula spinalis terjadi kerusakan yang berat akibat diskontinuitas medula spinalis. Biasanya penyebab lesi ini adalah luka tembak atau bacok/tusukan, fraktur dislokasi vertebra. [6][7]

PerdarahanAkibat trauma, medula spinalis dapat mengalami perdarahan epidural, subdural maupun hematomiella. Hematom epidural dan subdural dapat terjadi akibat trauma maupun akibat anestesia epidural dan sepsis. Gambaran klinisnya adalah adanya trauma yang relatif ringan tetapi segera diikuti paralisis flaksid berat akibat penekanan medula spinalis. Kedua keadaan diatas memerlukan tindakan darurat bedah. Hematomiella adalah perdarahan di dalam substansia grisea medula spinalis. Perdarahan ini dapat terjadi akibat fraktur-dislokasi, trauma Whisplash atau trauma tidak langsung misalnya akibat gaya eksplosi atau jatuh dalam posisi berdiri/duduk. Gambaran klinisnya adalah hilangnya fungsi medula spinalis di bawah lesi, yang sering menyerupai lesi transversal. Tetapi setelah edema berkurang dan bekuan darah diserap maka terdapat perbaikan-perbaikan fungsi funikulus lateralis dan posterior medula spinalis. Hal ini menimbulkan gambaran klinis yang khas hematomiella sebagai berikut : terdapat paralisis flaksid dan atrofi otot setinggi lesi dan dibawah lesi terdapat paresis spastik, dengan utuhnya sensibilitas nyeri dan suhu serta fungsi funikulus posterior. [6][7]

Kompresi Medula SpinalisKompresi medula spinalis dapat terjadi akibat dislokasi vertebra maupun perdarahan epi dan subdural. Gambaran klinisnya sebanding dengan sindrom kompresi medula spinalis akibat tumor, kista dan abses di dalam kanalis vertebralis. Akan didapati nyeri radikuler, dan paralisis flaksid setinggi lesi akibat kompresi pada radiks saraf tepi. Akibat hiperekstensi, hiperfleksi, dislokasi, fraktur dan gerak lecutan (Whiplash) radiks saraf tepi dapat tertarik dan mengalami jejas (reksis). Pada trauma lecutan radiks C5-7 dapat mengalami hal demikian, dan menimbulkan nyeri radikuler spontan. Dulu gambaran penyakit ini dikenal sebagai hematorakhis, yang sebenarnya lebih tepat dinamakan neuralgia radikularis traumatik yang reversibel. Di bawah lesi kompresi medula spinalis akan didapati paralisis spastik dan gangguan sensorik serta otonom sesuai dengan derajat beratnya kompresi. Kompresi konus medularis terjadi akibat fraktu-dislokasi vertbra L1, yang menyebabkan rusaknya segmen sakralis medula spinalis. Biasanya tidak dijumpai gangguan motorik yang menetap, tetapi terdapat gangguan sensorik pada segmen sakralis yang terutama mengenai daerah sadel, perineum dan bokong. Di samping itu djumpai juga gangguan otonom yang berupa retensio urine serta pada pria terdapat impotensi. Kompresi kauda ekuina akan menimbulkan gejala, yang bergantug pada serabut saraf spinalis mana yang terlibat. Akan dijumpai paralisis flaksid dan atrofi otot. Gangguan sensorik sesuai dengan dermatom yang terlibat. Kompresi pada saraf spinalis S2, S3 dan S4 akan menyebabkan retensio urin dan hilangnya kontrol volunter vesika urinaria, inkontinensia alvi dan impotensi. [6][7]

DAFTAR PUSTAKA

1. Waxman, Tephen. Clinical Neuroanatomy. 25th edition. New York: McGraw-Hill;2003.2. Noback, C., Strominger, N., Demarest, R., Ruggiero, D. The Human Nervous System. New york: Humana Press;2005.3. Sherwood,Lauralee.Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, edisi kedua. Jakarta : EGC; 2001.4. Hansen, J., Koeppen, B. Atlas of neuroanatomy and neurophysiologi. USA: Netterart; 2002.5. Perdossi. Buku pedoman standar pelayanan medis dan standar prosedur operasional: Jakarta; 2006.6. Mardjono, Mahar, Priguna Sidharta. 2003. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat; 2003.7. Gondim, F., Berman, S. Spinal cord trauma. Medscape. [Cited Oct 2014]; 2013. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1149070-overview#a0104