membangun mental bangsa - kemenag jatimpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.[7] dan...

2
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah. Mari kita senantiasa berusaha untuk meningkatkan takwa dengan sebenar-sebenarnya. Kita laksanakan perintah Allah, dan kita tinggalkan larangan-Nya. Semoga dengan demikian, iman dan takwa kita selalu terjaga. Menghantar kita selamat di dunia dan di akhirat. Amin. Saudara-saudara. Akhir-akhir ini, kita merasa prihatin bila memperhatikan keadaan bangsa kita. Realitas di sekiat kita dapat dibaca, bahwa kondisi masyarakat sudah tidak kondusif. Kita merasa prihatin dan sedih. Coba kita perhatikan gejala-gejala berikut ini: Relegi, kehidupan beragama. Sisi kehidupan ini terasa rancu. Ajaran yang lurus, dianggap bengkok. Sedang ajaran yang bengkok dikata lurus. Keadaan semacam ini dapat membingungkan masyarakat, khususnya kaum awam. Mana sebenarnya ajaran yang benar. Dua kubu ini, lalu mudah terjadi konflik internal. Pertentangan muncul dari dalam penganut agama Islam itu sendiri. Misalnya, kasusnya Ustadz Tajul dan Rois dari Sampang Madura beberapa waktu yang lalu. Dipermukaan tampak konflik Syi’ah dan Sunni. Mereka saling menyerang, saling membunuh dan membakar. Bahkan, diungsikan. Dari kasus ini, menimbulkan kerugian dan banyak korban, baik jiwa maupun harta benda. Repotnya lagi, mereka harus berurusan dengan aparat, ditahan dan diancam hukuman. Social. Muncul gap antara kaum kaya dengan kaum miskin. Antara si kaya dengan si miskin ada jarak yang amat jauh. Kelompok kaya, semakin menumpuk harta. Kelompok miskin semakin bertambah prihatin. Dari kondisi semacam ini, dapat memicu timbulnya kecemburuan sosial yang cukup kuat dan membahayakan kehidupan bermasyarakat. Akibatnya, lalu ada perampokan, perampasan, penipuan, pembunuhan, serta kejahatan lainnya. Persatuan dan kesatuan. Dari sisi yang satu ini, juga tidak begitu menggembirakan. Rasanya, persatuan dan kesatuan bangsa kita menjadi pudar. Tidak kokoh dan tidak bulat lagi. Ini dibuktikan dengan seringnya terjadi bentrokan antar kelompok masyarakat, dan pelajar. Bahkan, belakangan ini sering diberitakan adanya bentrok sesama oknum keamanan. Saudara-saudara yang budiman. Mengapa ini bisa terjadi? Tentu ini banyak sebabnya. Namun, menurut pakar Pathologi Sosial, sumber pokoknya adalah masyarakat kita sudah masuk kategori the sick socity, masyarakat yang sakit. Bahkan bukan sekedar sakit, melainkan penyakitnya sudah masuk tahap komplikasi. Artinya, sudah menderita berbagai penyakit gawat yang susah disembuhkan. Mentalnya sakit. Jasmaninya juga sakit. Organ-organ tubuhnya sudah parah. Hatinya juga telah rusak. Yang lebih parah, mereka mendustakan Allah dan Rasul-Nya. Mari kita perhatikan firman Allah Swt di dalam Surat Al Ahzab, ayat 12 berikut ini: Dan (Ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang- orang yang berpenyakit dalam hatinya berkata : “Allah dan ra- sul-Nya tidak menjanjikan kepada kami melainkan tipu daya”. QS. Al Ahzab [33]: 12). Orang-orang munafik dan orang-orang yang hatinya berpenyakit, apabila melakukan tindak kejahatan, dilaku- kan dengan tanpa beban. Mereka bisa bebas untuk berbuat nekad. Kepingin uang, tidak takut merampok dan meram- pas. Bahkan menyakiti dan membunuh korbannya. Mengapa demikian? Karena mereka tidak takut kepada an- caman Allah SWT. Bagi mereka, janji-janji Allah dan Rasul-Nya itu hanya tipu daya saja. Artinya, ancaman Allah tidak akan terbukti. Mereka menganggap, bahwa perbuatan jahatnya itu tidak akan mendapat balasan siksaan di akhirat nanti. Kaum Muslimin yang berbahagia Mengapa masyarakat berubah menjadi begini. Men- jadi rusak hatinya, dan menjadi buruk kelakuannya. Ini disebabkan oleh banyak hal pula. Diantaranya ialah: Penyebab Pertama, Menyalahi kodratnya sebagai manusia. Manusia itu diciptaan oleh Allah sebaik-baik cipataan. Mental spiritual dan fisiknya dicipta lebih baik daripada makhluq lainnya. Manusia dibekali akal untuk menjaga eksistensinya sebagai makhluq pilihan. Mari kita perhatikan firman Allah di dalam Surat At-Tiin, ayat 4-6: Membangun Mental Bangsa Pengasuh : Ibnu Ya’kub Bawan Aly Al-Haj 44 MPA 313 / Oktober 2012

Upload: others

Post on 08-Jul-2020

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Membangun Mental Bangsa - Kemenag Jatimpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.[7] Dan barangsia-pa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah.Mari kita senantiasa berusaha untuk meningkatkan

takwa dengan sebenar-sebenarnya. Kita laksanakan perintah Allah, dan kita tinggalkan larangan-Nya. Semoga dengan demikian, iman dan takwa kita selalu terjaga. Menghantar kita selamat di dunia dan di akhirat. Amin.

Saudara-saudara. Akhir-akhir ini, kita merasa prihatin bila memperhatikan keadaan bangsa kita. Realitas di sekiat kita dapat dibaca, bahwa kondisi masyarakat sudah tidak kondusif. Kita merasa prihatin dan sedih. Coba kita perhatikan gejala-gejala berikut ini:

Relegi, kehidupan beragama. Sisi kehidupan ini terasa rancu. Ajaran yang lurus, dianggap bengkok. Sedang ajaran yang bengkok dikata lurus. Keadaan semacam ini dapat membingungkan masyarakat, khususnya kaum awam. Mana sebenarnya ajaran yang benar.

Dua kubu ini, lalu mudah terjadi konflik internal. Pertentangan muncul dari dalam penganut agama Islam itu sendiri. Misalnya, kasusnya Ustadz Tajul dan Rois dari Sampang Madura beberapa waktu yang lalu. Dipermukaan tampak konflik Syi’ah dan Sunni. Mereka saling menyerang, saling membunuh dan membakar. Bahkan, diungsikan.

Dari kasus ini, menimbulkan kerugian dan banyak korban, baik jiwa maupun harta benda. Repotnya lagi, mereka harus berurusan dengan aparat, ditahan dan diancam hukuman.

Social. Muncul gap antara kaum kaya dengan kaum miskin. Antara si kaya dengan si miskin ada jarak yang amat jauh. Kelompok kaya, semakin menumpuk harta. Kelompok miskin semakin bertambah prihatin.

Dari kondisi semacam ini, dapat memicu timbulnya kecemburuan sosial yang cukup kuat dan membahayakan kehidupan bermasyarakat. Akibatnya, lalu ada peram pokan, perampasan, penipuan, pembunuhan, serta kejahatan lainnya.

Persatuan dan kesatuan. Dari sisi yang satu ini, juga tidak begitu menggembirakan. Rasanya, persatuan dan kesatuan bangsa kita menjadi pudar. Tidak kokoh dan tidak bulat lagi. Ini dibuktikan dengan seringnya terjadi bentrokan antar kelompok masyarakat, dan pelajar. Bahkan, belakangan ini sering diberitakan adanya bentrok sesama oknum keamanan.

Saudara-saudara yang budiman. Mengapa ini bisa terjadi? Tentu ini banyak sebabnya. Namun, menurut pakar Pathologi Sosial, sumber pokoknya adalah masyarakat kita sudah masuk kategori the sick socity, masyarakat yang sakit. Bahkan bukan sekedar sakit, melainkan penyakitnya

sudah masuk tahap komplikasi. Artinya, sudah menderita berbagai penyakit gawat yang susah disembuhkan. Mentalnya sakit. Jasmaninya juga sakit. Organ-organ tubuhnya sudah parah. Hatinya juga telah rusak. Yang lebih parah, mereka mendustakan Allah dan Rasul-Nya.

Mari kita perhatikan firman Allah Swt di dalam Surat Al Ahzab, ayat 12 berikut ini:

Dan (Ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya berkata : “Allah dan ra-sul-Nya tidak menjanjikan kepada kami melainkan tipu daya”. QS. Al Ahzab [33]: 12).

Orang-orang munafik dan orang-orang yang hatinya berpenyakit, apabila melakukan tindak kejahatan, dilaku-kan dengan tanpa beban. Mereka bisa bebas untuk berbuat nekad. Kepingin uang, tidak takut merampok dan meram-pas. Bahkan menyakiti dan membunuh korbannya.

Mengapa demikian? Karena mereka tidak takut kepada an-caman Allah SWT. Bagi mereka, janji-janji Allah dan Rasul-Nya itu hanya tipu daya saja. Artinya, ancaman Allah tidak akan terbukti. Mereka menganggap, bahwa perbuatan jahatnya itu tidak akan mendapat balasan siksaan di akhirat nanti.

Kaum Muslimin yang berbahagiaMengapa masyarakat berubah menjadi begini. Men-

jadi rusak hatinya, dan menjadi buruk kelakuannya. Ini disebabkan oleh banyak hal pula. Diantaranya ialah:

Penyebab Pertama, Menyalahi kodratnya sebagai manusia. Manusia itu diciptaan oleh Allah sebaik-baik cipataan. Mental spiritual dan fisiknya dicipta lebih baik daripada makhluq lainnya. Manusia dibekali akal untuk menjaga eksistensinya sebagai makhluq pilihan.

Mari kita perhatikan firman Allah di dalam Surat At-Tiin, ayat 4-6:

Membangun Mental BangsaPengasuh : Ibnu Ya’kub Bawan Aly Al-Haj

44 MPA 313 / Oktober 2012

Page 2: Membangun Mental Bangsa - Kemenag Jatimpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.[7] Dan barangsia-pa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya [4]. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka) [5]. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mer-eka pahala yang tiada putus-putusnya [6]. (QS. At-Tiin [95]: 4-6)

Dari ayat ini, dapat ditangkap pengertian, bahwa, manusia yang menyalahi kodratnya sebagai ciptaan yang sebaik-baiknya, bisa berubah sifatnya menjadi rendah serendah-rendahnya. Bahkan bisa melebihi makhluk bi-natang. Akalnya bisa berubah buruk melebihi jahatnya harimau dan buaya. Suka menerkam dan menyaplok mangsanya hingga mampus. Untuk apa? Hanya untuk nafsunya perutnya sendiri.

Ma’asyiral Muslimin RahimakumullahPenyebab kedua, Mental yang tidak mau diperbaiki.

Manusia yang suka berbuat kejahatan itu, lebih disebab-kan karena tidak mau memperbaiki sikap mentalnya. Mer-eka lebih suka hidup yang tidak beraturan. Mereka lebih menyukai hidup bebas. Tidak mau diatur. Semau guwe. Maaf, mentalnya bagaikan mental tempe dan bagai kain tak berguna. Hati, telinga dan matanya sudah tidak ber-fungsi sebagaimana mestinya.

Mari kita perhatikan sindirian Allah di dalam Surat Al A’raf, ayat 179:

“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jah-annam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergu-nakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya un-tuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka Itulah orang-orang yang lalai.” (QS. Al-A’raaf [7]: 179)

Saudara-saudara yang kami mulyakanPenyebab ke tiga, Mereka tidak mempunyai iman.

Iman mereka lenyap. Di otaknya tidak ada memori tetang keimanan. Sedikitnya, imannya sedang copot dari otakn-ya. Mereka tidak mempunyai kesalehan social. Bagi mereka, berbuat baik itu –hanya sia-sia saja. Tak ada gunanya. Bah-kan, merugikan dirinya.

Padahal Allah Swt telah menjelaskan bahwa setiap amal perbuatan itu pasti ada balasannya. Sebagaimana di-jelaskan di dalam Surat Al Zalzalah, ayat 7 dan 8:

“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah-pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.[7] Dan barangsia-pa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” [8]. (QS. Al-Zalzalah [99]: 7-8)

Ini maknanya, manusia supaya merasa merugi bila berbuat jahat. Dan harus memilih untuk selalu berbuat ke-baikan. Bahkan, berbuat kebaikan itu akan dilipatganda-kan sepuluh kali lipat pahalanya. Firman Allah Swt:

“Barangsiapa membawa amal yang baik, Maka baginya (pa-hala) sepuluh kali lipat amalnya.” (QS. Al-An’am [6]: 160).

Ma’asyiral Mjuslimin Rahima KumullahMental bangsa kita yang demikian itu tidak bisa dibi-

arkan. Melainkan harus dirubah menjadi lebih baik. Mere-ka harus dikembalikan statusnya sebagai ciptaan yang ter-hormat. Sehingga, menjadi Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Menjadi manusia yang lebih bermakna bagi kelangsungan hidup bangsanya.

Tetapi, usaha untuk merubah kualitas mental itu harus ada niat dari dalam diri sendiri. Ada upaya dari bangsa Indonesia itu sendiri. Tidak menunggu adanya perubahan dari langit. Sebab Allah tidak akan merubah, kecuali bang-sa itu sendiri yang merubah.

Mari kita perhatikan firman Allah di dalam Surat Ar-Ra’du, ayat 11:

“Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’du [13]: 11)

Saudara-saudara, perubahan dari dalam memang tidak semudah membalik telapak tangan. Merubah mental itu perlu waktu dan adanya teladan yang baik. Para tokoh dan pemimpin bangsa harus bisa memberi contoh yang baik. Jangan hanya pandai bicara, tetapi ucapannya tidak sama dengan perbuatannya. Itu sama dengan lain di mulut, lain di hati.

Mari, kita sama-sama berupaya untuk memperbaiki mental bangsa, sehingga menjadi suatu bangsa yang terhormat dan bermartabat di mata dunia.

45MPA 313 / Oktober 2012