membangun pariwisata bahari: studi kasus … · kawasan baharinya dapat dimaksimalkan sebagai...
TRANSCRIPT
159
MEMBANGUN PARIWISATA BAHARI:
STUDI KASUS BANGSRING UNDERWATER
DI KABUPATEN BANYUWANGI
BUILDING MARINE TOURISM:
CASE STUDY BANGSRING UNDERWATER IN BANYUWANGI REGENCY
Abner Sarlis Tindi1* Muhadjir Darwin
2 Hendrie Adji Kusworo
3 Pande Made Kutanegara
4
1Mahasiswa S3 Program Doktor Studi Kebijakan, Universitas Gadjah Mada
2Ketua Program Doktor Studi Kebijakan, Universitas Gadjah Mada
3Dosen Fisipol, Universitas Gadjah Mada
4Dosen dan Peneliti Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan, Universitas Gadjah Mada
Alamat: Jl. Tevesia, Bulaksumur, Yogyakarta.
*alamat email: [email protected]
ABSTRAK
Bangsring Underwater memberikan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat nelayan di Desa
Bangsring, selain itu merupakan salah satu destinasi pariwisata bahari yang dibanggakan oleh
Kabupaten Banyuwangi. Sejarah Bangsring Underwater berawal pada tahun 2008 sekelompok orang
yang berstatus sebagai nelayan Desa Bangsring sepakat untuk mendirikan Kelompok Nelayan Ikan
Hias Samudera Bakti (KNIH-SB). Kelompok ini kemudian membentuk Zona Perlindungan Bersama
(ZPB) yang ditetapkan dengan Peraturan Desa (Perdes) Bangsring No.2 Tahun 2009
(No.02/429.405.01/2009) tentang Pengelolaan Zona Perlindungan Bersama (ZPB) Sumber Daya Laut
Desa Bangsring, tertanggal 20 Januari 2009. Pembentukan ZPB itu sebagai upaya melindungi kawasan
bahari Desa Bangsring dari kerusakan terumbu karang dan ancaman kepunahan biota laut akibat ulah
masyarakat nelayan Bangsring yang menggunakan potas dan bahan peledak dalam menangkap ikan.
Upaya yang dilakukan oleh KNIH-SB membuahkan hasil di mana Bangsring Undewater bukan hanya
sebagai kawasan konservasi bahari (Marine Protected Areas – MPAs) tetapi juga sebagai destinasi
pariwisata bahari (marine tourism destination). Kehadiran Bangsring Underwater telah meningkatkan
pertumbuhan pariwisata bahari di Banyuwangi. Hal itu menciptakan lapangan pekerjaan baru di sektor
jasa perhotelan, transportasi, kuliner, dan lain sebagainya. Selain itu di lokasi pariwisata bahari
Bangsring Underwater tersedia bermacam-macam pekerjaan yang dapat meningkatkan ekonomi
masyarakat lokal. Penelitian ini bersifat kualitatif dan melakukan studi kasus pada objek yang diteliti.
Hasil penelitian ini menemukan bahwa hadirnya Bangsring Underwater telah menciptakan lapangan
pekerjaan baru dan sebagai penyumbang pendapatan daerah yang potensi penghasilannya terus
tumbuh.
Kata kunci: Bangsring Underwater, ekonomi, pariwisata bahari, lapangan pekerjaan, MPAs
ABSTRACT
Bangsring Underwater provides new job opportunities for the fishing community in Bangsring
Village, besides that it is one of the marine tourism destinations that is proud of Banyuwangi Regency.
The history of Bangsring Underwater began in 2008, a group of people who were fishermen in the
Bangsring Village agreed to establish the Samudera Bakti Ornamental Fish Fisheries Group (SB-
OFFG). The group then formed a Joint Protection Zone (ZPB) which was determined by the
Bangsring No.2 Village Regulation (Perdes) Year 2009 (No.02 / 429.405.01 / 2009) concerning the
management of the Bangsring Village Marine Protection Zone (ZPB), dated January 20, 2009. The
formation of the ZPB is an effort to protect the marine area of Bangsring Village from damage to
coral reefs and the threat of extinction of marine biota due to the activities of the Bangsring fishing
community who use potas and explosives in fishing. The efforts made by KNIH-SB have produced
160
results where Bangsring Undewater is not only a marine conservation area (Marine Protected Areas -
MPAs) but also as a marine tourism destination. The presence of Bangsring Underwater has
increased marine tourism growth in Banyuwangi. This creates new jobs in the hospitality,
transportation, culinary and other sectors. Besides that, in the Bangsring Underwater marine tourism
location there are various jobs that can improve the economy of the local community. This research is
qualitative and conducts case studies on the object under study. The results of this study found that the
presence of Bangsring Underwater has created new jobs and as a contributor to regional income
whose income potential continues to grow.
Keywords: Bangsring Underwater, economy, marine tourism, employment, MPAs
PENDAHULUAN Kerusakan ekosistem bahari Bangsring disikapi secara bijak oleh Kelompok Nelayan Ikan Hias
Samudera Bakti (KNIH-SB) untuk berinovasi melakukan konservasi bahari. Pola penangkapan ikan
yang dilakukan secara tidak bertanggung jawab sejak tahun 1970 telah meninggalkan kehancuran di
alam bawah laut Bangsring (Bangsring Underwater). Di bawah pimpinan Ikhwan Arief sebagai
seorang inovator, kelompok nelayan tersebut terus melakukan sosialisasi kepada semua nelayan di
kawasan Bangsring untuk menghentikan perusakan ekosistem bahari yakni penghancuran terumbu
karang dan penangkapan ikan hias secara tidak bertanggung jawab. Ajakan kepada para nelayan untuk
bergabung dengan KNIH-SB terus dilakukan agar tidak lagi merusak ekosistem bahari, sebagai
tanggung jawab moril kepada generasi masa kini dan yang akan datang (anak dan cucu). Dengan
keteguhan hati dan semangat pantang menyerah akhirnya KNIH-SB memetik hasil atas pekerjaan
mereka. Berbagai apresiasi dan penghargaan pun mengalir dari berbagai pihak, baik dari pemerintah
maupun swasta. Bahkan pada tanggal 5 Juni 2017 Kelompok Nelayan Ikan Hias Samudera Bakti
(KNIH-SB) berhasil mendapatkan penghargaan Kalpataru dari Presiden Republik Indonesia. (KNIH-
SB, 2018).
Gelombang wisatawan pun mengalir di Bangsring Underwater untuk menyaksikan keindahan
alam bahari Bangsring yang tadinya rusak parah kini menjadi tempat yang menyenangkan terutama
bagi ikan-ikan dan beragam jenis biota laut. Gelombang wisatawan itu telah membentuk pola ekonomi
baru bagi masyarakat nelayan Bangsring Underwater, di mana ada berbagai aktivitas ekonomi tumbuh
di sana. Terciptanya lapangan pekerjaan baru, dari nelayan perusak ekosistem bahari menjadi perawat
dan pengelola Bangsring Underwater sebagai kawasan konservasi bahari dan pariwisata bahari.
Kehadiran Bangsring Underwater memberi dampak positif bukan hanya bagi masyarakat nelayan
Desa Bangsring tetapi juga terhadap pertumbuhan lapangan kerja di sektor pariwisata di Banyuwangi.
Tersedianya lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat nelayan, dan adanya kepastian pendapatan
untuk kebutuhan hidup yang tadinya berpenghasilan tidak menentu.
Upaya membangun Bangsring Underwater sebagai zona konservasi bahari dan kini telah
menjelma menjadi destinasi pariwisata bahari yang mengundang decak kagum wisatawan, tidak lahir
begitu saja, tetapi ada upaya dan kerja keras yang dilakukan oleh semua anggota Kelompok Nelayan
Ikan Hias Samudera Bakti (KNIH-SB). Tantangan yang dihadapi berupa penolakan dan teror dari
berbagai pihak yang merasa terganggu kepentingannya membuat anggota KNIH-SB semakin teguh
dan yakin, bahwa pekerjaan yang mereka lakukan selama berada di jalan kebenaran pasti akan berhasil
dan disertai Tuhan. Kerja keras itu membuahkan hasil, dan sejak tahun 2014 Bangsring Underwater
menjadi destinasi pariwisata bahari Kabupaten Banyuwangi, dari 20 (dua puluh) objek wisata yang
direkomendasikan oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, di antaranya: Ijen Crater, G-Land,
Sukamade Beach, Sadengan Savannah, De Djawatan, Kemiren Village, Merah Island, Kalibendo
Plantation, Grand Watudodol, Jagir Waterfall, Tabuhan Island, Wedi Ireng Beach, Hijau Bay,
Bangsring Underwater, Marina Boom Beach, Rafting & Tubing, Mustika Beach, Pines Forest,
Mangrove Bedul, dan Gombeng. Pariwisata Banyuwangi dikenal dengan Triangel Diamond yaitu
Kawan Ijen (Ijen Crater), Sukamade Beach, dan G-Land. (Disbudpar Banyuwangi, 2018). Lalu
bagaimana upaya dan strategi yang dilakukan oleh Kelompok Nelayan Ikan Hias Samudera Bakti
(KNIH-SB) sehingga sukses berinovasi menghadirkan Bangsring Underwater sebagai destinasi wisata
bahari di Banyuwangi? Penelitian ini membahas upaya dan strategi membangun pariwisata bahari
161
yang dilakukan oleh masyarakat nelayan Desa Bangsring yang tergabung dalam Kelompok Nelayan
Ikan Hias Samudera Bakti (KNIH-SB). Kehadiran Bangsring Underwater di Desa Bangsring,
Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi menarik dikaji secara ilmiah sehingga dapat
berkontribusi bagi pembangunan pariwisata bahari bukan hanya di Kabupaten Banyuwangi Provinsi
Jawa Timur, tetapi juga bagi daerah lainnya di Indonesia yang memiliki kesamaan karakter, yang
kawasan baharinya dapat dimaksimalkan sebagai kekuatan ekonomi dan perluasan lapangan kerja bagi
masyarakat lokal.
TINJAUAN PUSTAKA
Pada tinjauan pustaka ini penulis menyoroti pentingnya pariwisata bahari berkontribusi pada
tersedianya lapangan kerja sehingga terjadi pengingkatan ekonomi masyarakat yang tinggal di daerah
pesisir. Selanjutnya, perlakuan yang baik terhadap ekosistem bahari dengan melakukan konservasi
bahari, akan mendatangkan manfaat bagi masyarakat sekitarnya berupa peningkatan kualitas
lingkungan hidup menjadi lebih baik dan manfaat ekonomi seiring dengan hadirnya wisatawan yang
ikut menikmati kualitas ekosistem bahari yang optimal dan menyenangkan.
Pariwisata Bahari
“Pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta, kata pari berarti berkali-kali atau berputar-putar,
sedang wisata berarti perjalanan atau bepergian. Sedangkan kepariwisataan menurut Hans Buchlih
dalam buku Yoeti (1983), merupakan peralihan tempat yang bersifat sementara dari seorang atau
beberapa orang dengan maksud memperoleh pelayanan dari lembaga-lembaga yang digunakan untuk
maksud tersebut.” (Effendi & Sujali, 1989). “Pariwisata diakui sebagai industri terbesar di dunia. The
World Travel and Tourism Council (WTTC) memperkirakan bahwa 11% dari Gross Domestic
Product (GDP) dunia dihasilkan dari industri pariwisata baik secara langsung atau tidak langsung, dan
telah menghasilkan 221 juta pekerjaan atau 8,3% dari total lapangan kerja di seluruh dunia pada tahun
2005. Industri pariwisata telah menjadi salah satu yang tercepat dalam pertumbuhan industri selama
setengah abad terakhir. World Tourism Organization (WTO) memperkirakan pariwisata internasional
meningkat sebesar 9% pada tahun 2004. Pertumbuhan dalam pengembangan pariwisata ini telah
menyebabkan banyak perubahan yang dilakukan oleh masyarakat. Adapun beberapa perubahan
positif seperti perbaikan pendapatan, pendidikan, kesempatan kerja, dan infrastruktur lokal dan
layanan. Sementara hal negatif seperti perubahan sosial dan nilai-nilai keluarga, munculnya kelompok
yang kuat secara ekonomi, dan praktek budaya disesuaikan dengan tuntutan wisatawan.” (Kim, 2009).
Penjelasan di atas mengantar kita untuk memahami secara komprehensif akan pentingnya
kehadiran pariwisata, secara khusus pariwisata bahari dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat
kaitannya dengan ketersediaan lapangan kerja untuk perbaikan ekonomi masyarakat lokal. Pariwisata
bahari yang menjadi fokus kajian dalam penelitian ini berkontribusi besar bagi kehidupan masyarakat
Nelayan Ikan Hias Samudera Bakti (KNIH-SB) Desa Bangsring. Pariwisata bahari (marine tourism)
didefinisikan sebagai “kegiatan rekreasi yang melibatkan perjalanan jauh dari tempat tinggal
seseorang, di mana perjalanan yang mereka lakukan difokuskan kepada lingkungan kelautan
(lingkungan laut didefinisikan sebagai perairan yang mengandung garam dan terkena air pasang).”
(Huges, 2001). Dalam memahami konsep pariwisata bahari (marine tourism), ulasan (Barbier, 2012)
dapat dijadikan sebagai rujukan, bahwa lingkungan pesisir dan laut dapat dimulai hingga 100 km ke
daratan, berlanjut ke landas kontinen, dan mencakup sistem samudera dengan perairan sampai
kedalaman 50 meter. Adapun ekosistem yang ditemukan di lingkungan ini meliputi lahan basah muara
dan pesisir seperti rawa dan bakau, pantai pasir dan bukit pasir, hamparan rumput laut, dan terumbu
karang.”
Seorang ahli pariwisata (Papageorgiou, 2016) membahas pariwisata bahari dengan mendasarkan
pendapat berbagai ahli, mengatakan: “Menurut Hall (2001), wisata pesisir dan bahari – meski bentuk
pariwisata berbeda – sangat erat kaitannya, karena elemen air/laut. Memang, wisata bahari merupakan
bentuk pariwisata yang benar-benar terhubung dan bergantung pada laut dan lingkungan laut (Lekakou
dan Tzannatos, 2001), meski unsur air bukan satu-satunya kriteria. Menurut Orams (1999), wisata
bahari mengharuskan konsumen bepergian dari tempat tinggal mereka dan terlibat aktif dengan laut.
Kegiatan rekreasi air lainnya dan olahraga bahari (sering dilakukan di perairan pantai), adalah scuba
diving, memancing, ski air, selancar angin, wisata ke taman maritim, menonton mamalia satwa liar,
162
dll. (Komisi Eropa, 2014; Diakomihalis, 2007). Wisata pesisir juga merupakan bentuk pariwisata
bahari di mana unsur air/laut dominan dan dianggap sebagai aset dan keuntungan utama. Menurut Hall
(2001), wisata pesisir sangat erat kaitannya dengan wisata kelautan (maritim) (karena mencakup
kegiatan yang berlangsung di perairan pesisir) walaupun juga mencakup wisata berbasis pantai dan
kegiatan rekreasi, seperti berenang dan berjemur, jalan-jalan pesisir, dll. (Komisi Eropa, 2014;
Diakomihalis, 2007).Wisata kelautan dan pesisir keduanya merupakan salah satu bentuk pariwisata
tertua dan merupakan segmen terbesar industri pariwisata. Pada tahun 2005, pasar wisata bahari
diperkirakan mewakili lebih dari 10% dari total belanja pariwisata di seluruh dunia (Diakomihalis,
2007). Di Eropa, wisata pesisir dan laut diperkirakan merupakan kegiatan maritim terbesar, yang
mempekerjakan sekitar 3,2 juta orang dan mewakili sepertiga (1/3) ekonomi maritim Eropa. Pada saat
yang sama, lebih dari empat dari sembilan (4/9) malam di fasilitas akomodasi di negara-negara Eropa
dihabiskan di kota-kota pesisir. Demikian pula, wisata pesiar mempekerjakan 330.000 orang pada
tahun 2012 dan menghasilkan omzet langsung sebesar € 15,5 miliar. Pada tahun yang sama, pelabuhan
Eropa memiliki 29,3 juta kunjungan penumpang, mencatat kenaikan 75% dibandingkan tahun 2006.
Dengan fakta dan tren ini, menjadi jelas bahwa wisata pesisir dan bahari tidak hanya mewakili segmen
industri pariwisata terbesar dan terus berkembang, namun juga merupakan kegiatan ekonomi
terpenting (dan paling cepat berkembang) yang terjadi di laut.” Ketersediaan lapangan kerja di sektor
pariwisata bahari sangat besar dan hal ini sangat baik bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal.
Potensi pariwisata bahari yang tersedia menjadi pintu masuk bagi hadirnya inovasi di sektor pariwisata
bahari.
Kelompok Nelayan Ikan Hias Samudera Bakti (KNIH-SB) Desa Bangsring yang tinggal di
pesisir pantai Utara Kabupaten Banyuwangi tepatnya di Kecamatan Wongsorejo, berhasil melakukan
inovasi di sektor bahari dengan menghadirkan Bangsring Underwater (Bunder) sebagai zona
konservasi bahari dan destinasi wisata bahari. Hadirnya Bunder telah menciptakan lapangan kerja baru
di sektor pariwisata bahari. Beberapa masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan penangkap ikan
hias, saat ini telah menggantungkan hidup sepenuhnya pada pendapatan di sektor pariwisata bahari
Bangsring Underwater. Adapun keunikan yang ditawarkan oleh Bangsring Underwater sebagai
pariwisata bahari yakni, konservasi bahari yang dilakukan di bawah laut Bangsring dengan melakukan
transplantasi terumbu karang berhasil mengembalikan fungsi ekosistem bahari menjadi baik, di mana
ikan-ikan dan biota laut lainnya kembali berkeriapan dan berkembang biak. Bangsring Underwater
sebagai zona konservasi bahari memiliki daya tarik tersendiri bagi wisatawan karena memiliki nilai
marine education yang bisa dipelajari. Selanjutnya, untuk mengoptimalkan pariwisata bahari maka
perlu memahami paradigma umum pesisir sebagaimana menurut Sas, et al., (2010 dalam Portman,
2011) yaitu “pemandangan pesisir, ekologi pesisir, distribusi spesies, atau aspek spasial penggunaan
lahan, dan infrastruktur.” Dari 5 (lima) aspek tersebut penulis menambahkan 2 (dua) aspek lainnya
yakni budaya dan atraksi unggulan pariwisata bahari.
Dari pejelasan di atas, penulis menyimpulkan bahwa pariwisata bahari (marine tourism) yaitu
suatu perjalanan rekreasi yang menjadikan kawasan pesisir atau laut sebagai pusat aktivitas, seperti
menyelam, snorkeling, memancing dan kegiatan lainnya. Semua kegiatan yang dilakukan semata
bertujuan untuk mendapatkan kepuasan bathin, pengetahuan baru, atau sebagai pemenuhan waktu
luang. Aktivitas tersebut memiliki dampak secara sosial dan ekonomi, di mana terjadi pertukaran
pengalaman dan keuntungan antara wisatawan dan masyarakat lokal yang dikunjungi.
Konservasi Bahari
Kawasan konservasi laut penting diadakan mengingat perlindungan terhadap terumbu karang
menjadi prioritas utama dalam pengelolaan pariwisata bahari. Terkait kawasan konservasi laut, (Lotze,
Guest, O’Leary, Tuda, & Wallace, 2018) mengutip pendapat para pakar kelautan mengatakan:
“Kawasan konservasi laut (Marine Protected Areas - MPAs) atau cadangan merupakan alat penting
untuk mitigasi aktivitas manusia yang berbahaya dan kemajuan konservasi (Roberts et al., 2005;
Worm et al., 2009; Lotze et al., 2011; Edgar et al., 2014 ) . Namun, pada tahun 2016 hanya 4,1%
lautan global yang berada dalam beberapa bentuk perlindungan, dengan hanya 1,6% dilindungi secara
ketat atau terlindungi, terlepas dari rekomendasi ilmiah bahwa 20-50% harus dilindungi dalam abad
ini (Lubchenco dan Grorud-Colvert, 2015; UNEP-WCMC & IUCN, 2016). Sebaliknya, sekitar 15%
luas lahan global terlindungi, dengan target 17% pada 2020 (CBD, 2014)). Yang penting, kawasan
163
lindung telah diakui sebagai manfaat bagi pengguna sumber daya, pengelola, pariwisata dan
masyarakat umum, dan kesadaran masyarakat dapat meningkatkan pengelolaan partisipatif (Worm et
al., 2006, 2009; McCook et al., 2010; Edgar dkk., 2014).”
Dalam riset yang membahas mengenai Challenges for the conservation of marine small natural
features, (Lundquist, et all., 2017) mengatakan “Terumbu karang adalah salah satu Small Natural
Feature (SNF) biogenik yang paling terkenal, dan termasuk terumbu karang terkenal yang umum
ditemukan di pinggiran pantai di daerah dataran rendah lintang, serta terumbu karang air dingin,
terutama ditemukan di laut dalam. Terumbu karang membutuhkan waktu berabad-abad sampai ribuan
tahun untuk membangun, yang terdiri dari veneer karang hidup dan organisme terumbu karang yang
kontemporer yang melewati deposit kalsium karbonat (Kench et al.,2009). Proses kompleks
membentuk morfologi struktur terumbu padat ini termasuk pengikatan dan erosi bahan
karbonat. Sementara koral keras (order Scleractinia) karang seringkali merupakan bentuk arsitektural
yang dominan, produsen karbonat lain yang terkait, seperti alga koral, foraminifera dan sisa-sisa
kerangka organisme lainnya, seperti moluska, juga merupakan kontributor langsung komponen
karbonat sistem terumbu karang. Fitur karang laut dalam dapat ditemukan sebagai fitur soliter atau
agregat karang taksa yang lebih kecil, yang biasanya meluas lebih dari 100 s meter. Terumbu karang
laut dalam yang terbesar bisa sepanjang km, seperti terumbu karang Lophelia pertusa di lepas pantai
Norwegia (Fosså et al., 2002).
Selanjutnya (Lundquist, et all., 2017) menyimpulkan bahwa kegiatan manusia, terutama yang
terjadi di perairan pesisir dan perairan, terus mengancam ekosistem laut termasuk SNF, sementara
kemajuan teknologi dan identifikasi sumber daya baru memperluas jangkauan dampak manusia ini
terhadap SNF jarak jauh dan dalam. Ketidakpastian hadir pada semua skala yang terkait dengan
pengelolaan SNF laut, dari pola penyebaran spesies dan habitat, untuk memahami penggerak
lingkungan dari keanekaragaman hayati dan skala di mana lingkungan dan biologi berinteraksi,
(Hewitt et al., 2010). Karena kontribusi SNF laut yang cukup tinggi terhadap fungsi ekosistem,
pengelolaan ekosistem yang efektif akan ditingkatkan dengan memperhitungkan kehadiran dan
kesehatan SNF dalam pengembangan strategi manajemen.”
Terumbu karang sangat penting diperhatikan karena sangat berpengaruh terhadap seluruh
ekosistem laut. Pertumbuhannya yang berabad-abad menyadarkan kita bahwa terumbu karang harus
dilindungi dan diperhatikan kesehatannnya. Terumbu karang menjadi rumah bagi ikan, sehingga
sangat penting untuk senantiasa menjaganya, dan tindakan konservasi merupakan pilihan utama ketika
terjadi kerusakan terhadap terumbu karang. Bagi masyarakat nelayan, menggantungkan hidup dari
hasil laut adalah sebuah keharusan karena semua kebutuhan yang dibutuhkan ada di sana, misalnya
protein dan sumber daya lainnya. Kondisi ini seperti yang dikemukakan oleh (Friedlander, 2018)
ketika ia mengamati konservasi laut di Ocenia, dalam tulisannya (Marine conservation in Oceania:
Past, present, and future), yang menceritakan bahwa “Orang-orang Oceania mengandalkan laut untuk
ketersediaan protein mereka, serta mineral dan nutrisi penting lainnya, karena kualitas tanah yang
buruk akibat dari banyaknya atol dan pulau-pulau kecil (Johanes, 1978). Selain itu, sumber daya
penting lainnya seperti bahan bangunan, alat tangkap, perhiasan, obat-obatan, dan peralatan rumah
tangga diperoleh dari laut. Pengelolaan sumber daya kelautan berada di tangan pengguna sumber daya
lokal yang memiliki pengetahuan tentang ritme dan proses alami yang mengendalikan kelimpahan
sumber daya (Johanes, 1978; Poepoe et al., 2007). Nelayan sebagai pekerjaan utama dalam
masyarakat dan mereka memiliki pengetahuan luas yang diwariskan dari generasi ke generasi
(Titcomb, 1972; Johanes, 1982).”
Berbeda dengan masyarakat Ocenia, masyarakat nelayan Bangsring awalnya tidak memiliki
pengetahuan mengenai dampak kerusakan ekosistem bahari (terumbu karang) terhadap
keberlangsungan hidup mereka. Namun setelah diberikan pemahaman akan ancaman bahaya
kerusakan ekosistem bahari terhadap kehidupan mereka, barulah mereka sadar dan mau berubah
dengan cara bersama-sama melestarikan ekosistem bahari. Nelayan yang tergabung dalam Kelompok
Nelayan Ikan Hias Samudera Bakti (KNIH-SB) dibekali dengan ketrampilan untuk melakukan
konservasi bahari, dalam hal ini aktivitas transplantasi terumbu karang. Berbagai aktivitas pelestarian
ekosistem bahari di zona konservasi, telah menjadikan kawasan pesisir dan bahari Bangsring
Underwater sebagai kawasan konservasi marine education. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan
164
bahwa konservasi bahari adalah suatu tindakan yang dilakukan secara sadar dan dengan pengetahuan
yang baru untuk mengembalikan fungsi ekosistem bahari agar tetap lestari.
METODOLOGI PENELITIAN “Secara etimologis, metodologi (dari kata methodos = metode dan logos = ilmu) diartikan
sebagai ilmu tentang metode (science of method). Metodologi penelitian merupakan ilmu yang
mempelajari cara yang digunakan untuk menyelidiki masalah yang memerlukan pemecahan.
Metodologi penelitian menuntun dan mengarahkan pelaksanaan penelitian agar hasilnya sesuai dengan
realitas. Pengetahuan yang benar tentang metodologi penelitian akan mengantar atau mengarahkan
ilmuwan dalam aktivitas membangun teorinya. Metode merupakan cara yang teratur untuk mencapai
suatu maksud yang diinginkan. Sehubungan dengan upaya ilmiah, metode menyangkut masalah cara-
kerja untuk dapat memahami obyek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Metode dapat
diartikan sebagai cara mendekati, mengamati dan menjelaskan suatu gejala dengan menggunakan
landasan teori.” (Silalahi, 2010).
Penelitian ini dilakukan di Desa Bangsring, Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi.
Di Desa ini terdapat zona konservasi bahari yang dikenal dengan nama Bangsring Underwater
(Bunder), yang merupakan hasil inovasi yang dilakukan oleh Kelompok Nelayan Ikan Hias Samudera
Bakti (KNIH-SB). Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2018 sampai Agustus 2018. Peneliti
menggunakan pendekatan kualitatif untuk mendekati objek yang diteli. “Penelitian kualitatif
memberikan pemahaman yang lebih kaya, lebih dalam, dan memiliki banyak nuansa fenomena dan
isu-isu yang sedang diselidiki dengan menggunakan teknik yang lebih observasional dan berpusat
pada manusia.” (Garcia & Gluesing, 2013). Bangsring Underwater sebagai objek penelitian didekati
menggunakan pendekatan kualitatif untuk menggali sedalam-dalamnya informasi mengenai Bangsring
Underwater sebagai tempat konservasi dan destinasi pariwisata bahari di Kabupaten Banyuwangi, di
mana kehadirannya berdampak pada tersedianya lapangan pekerjaan baru di sektor pariwisata bahari.
Agar penggalian data berjalan dengan baik dan tearah maka dilakukan studi kasus eksploratoris
untuk menggali berbagai data yang ada di lapangan. “Studi kasus sebagai studi intensif satu unit yang
tujuannya untuk menjelaskan pertanyaan yang berkaitan dengan kelas yang lebih luas dari suatu unit.”
(Gerring, 2004). Singkatnya dalam memahami studi kasus sebagaimana menurut Hartley (2004,
seperti dikutip Kohlbacher, 2006), “Penelitian studi kasus adalah kegiatan heterogen yang mencakup
serangkaian metode dan teknik penelitian, serangkaian cakupan (dari studi kasus tunggal melalui
pasangan yang disesuaikan dengan cermat hingga beberapa kasus), tingkat analisis yang bervariasi
(individu, kelompok, organisasi, bidang organisasi atau kebijakan sosial), dan panjang dan tingkat
keterlibatan yang berbeda dalam fungsi organisasi”. Pengumpulan data dalam penelitian ini
menggunakan empat sumber bukti yang dikatakan (Yin, 2014), yaitu dokumen, rekaman arsip,
wawancara, dan pengamatan (observasi) langsung. Selain itu penelitian ini menggunakan Triangulasi.
Wawancara dilakukan pada kelompok Nelayan Ikan Hias Samudera Bakti (KNIH-SB) yang berhasil
menciptakan zona konservasi bahari Bangsring Underwater dan sebagai destinasi wisata bahari yang
menyenangkan.
Selanjutnya, data yang ditemukan dilapangan dilakukan reduksi data, display data, dan analisis
data, yang dijelaskan sebagai berikut: Pertama, reduksi data, diartikan sebagai “proses pemilihan,
pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul
dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang
menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data
dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi.
(Miles & Huberman, 1992). Proses ini juga disebut proses coding, yang oleh Rubin & Rubin (seperti
dikutip oleh Snyder, 2012) sebagai proses pengelompokan respon informan yang diwawancarai ke
dalam kategori untuk mempertemukan ide-ide yang sama, konsep, atau tema yang telah ditemukan
oleh peneliti. Kedua, Display Data. Miles dan Huberman seperti dikutip (Williamson & Long, 2005)
menggambarkan penampilan data sebagai sebuah pengorganisasian gambaran informasi yang telah
dirakit yang memungkinkan untuk pengambilan kesimpulan dan tindakan. Data yang ditampilkan
tersebut berupa matriks dan grafik. Ketiga, Analisis Data. Untuk menganalisis data pada penelitian ini,
penulis berpatokan pada cara menganalisis data yang dikemukakan oleh Yin (seperti dikutip
165
Kohlbacher, 2006) yang terdiri dari pemeriksaan, pengkategorian, tabulasi, pengujian, atau
mengkombinasikan berbagai bukti. Analisis data akan difokuskan pada pariwisata bahari Bangsring
Underwater di Kabupaten Banyuwangi.
HASIL PENELITIAN Adapun hasil penelitian ini memaparkan 2 (dua) hal yang ditemukan di lapangan yaitu, Pertama,
Kelompok Nelayan Ikan Hias Samudera Bakti (KNIH-SB) Bangsring Underwater, yang meresponi
perubahan kondisi ekosistem bahari Desa Bangsring dengan melakukan berbagai upaya penyelamatan
lingkungan sehingga ekosistem bahari kembali lestari; Kedua, Pariwisata Bahari Bangsring
Underwater, sebagai sebuah strategi unik dalam menyediakan lapangan pekerjaan.
1. Kelompok Nelayan Ikan Hias Samudera Bakti (KNIH-SB) Bangsring Underwater
Kelompok Nelayan Ikan Hias Samudera Bakti (KNIH-SB) sebagai kelompok nelayan yang
peduli dan konsisten dengan perlakuan ramah lingkungan terhadap ekosistem bahari. Aktivitas
kelompok tersebut bukan hanya menyadarkan masyarakat nelayan yang menangkap ikan di
kawasan Bangsring akan pentingnya memelihara ekosistem bahari dengan tidak merusak terumbu
karang dan melakukan tindakan negatif yang membahayakan ekosistem bahari, tetapi juga secara
konsisten mengampanyekan kepada semua orang akan pentingnya melestarikan ekosistem bahari
dalam menjamin keberlangsungan hidup umat manusia di bumi.
Gambar 1. Logo Kelompok Nelayan Ikan Hias Samudera Bakti (KNIH-SB)
Upaya yang dilakukan oleh kelompok Nelayan Ikan Hias Samudera Bakti dengan membuat
zona konservasi bahari (Marine Protected Areas – MPAs) di kawasan pesisir pantai Bangsring
telah melekatkan nama Bangsring Underwater pada seluruh aktivitas kelompok ini. Bangsring
Underwater (Bunder) bukan hanya sebagai label sebuah badan atau organisasi, tetapi lebih daripada
itu melekat sebagai sebuah hasil karya jenius dari sebuah kelompok yang peduli dengan
keberlangsungan hidup yang penuh damai di kawasan pesisir dan bahari di Desa Bangsring.
a. Latar Belakang Berdirinya Kelompok Nelayan Ikan Hias Samudera Bakti (KNIH-SB)
“Penangkapan ikan di selat Bali pada dasarnya dapat dipisahkan pada dua kegiatan yakni,
penangkapan ikan untuk konsumsi, dan penangkapan ikan hias yang dilakukan oleh masyarakat
seiring berkembangnya tingkat konsumsi, serta kemudahan pasar ekspor yang memacu
masyarakat pesisir untuk memperoleh hasil tangkap yang lebih banyak. Terdorong oleh
beberapa hal tersebut, para nelayan cenderung mencari jalan yang mudah namun tidak
memperhatikan keseimbangan lingkungan dan tidak mengedepankan penangkapan ikan yang
lestari, sehingga mengakibatkan tekanan yang berat terhadap sumber daya ikan. Disamping itu
terdapat pula cara-cara penangkapan ikan yang tidak bertangung jawab seperti penggunaan
Potasium sianida dan bahan peledak (Bom) dan pengambilan terumbu karang yang berlebihan
yang dapat merusak habitat ikan, yang kesemuanya itu pada akhirnya berdampak negatif
terhadap kelestarian ekosistem bahari yang ada di selat Bali.
Fenomena ini dapat di lihat dari semakin menurunnya hasil tangkapan nelayan dari tahun
ke tahun dan semakin jauhnya lokasi penangkapan ikan sehingga mengakibatkan melonjaknya
biaya operasional penangkapan ikan. Permasalahan tersebut di atas langsung disikapi dengan
cepat oleh beberapa orang nelayan, dengan mengadakan pertemuan di tingkat nelayan pada hari
166
Minggu, 06 Januari 2008 bertempat diruangan MTs Miftahul Arifin, dengan menghasilkan
kesepakatan untuk mendirikan kelompok yang diberi nama Kelompok Nelayan Ikan Hias
Samudera Bakti yang disingkat KNIH-SB dengan tujuan, usaha, dan kepentingan yang sama.
Dalam perjalanannya, KNIH-SB ikut melakukan kampanye anti Potas dan anti perusakan
lingkungan terhadap nelayan lainnya. Hal ini diwujudkan dengan ikatan kerjasama di antara
KNIH-SB dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Banyuwangi, Yayasan Pelangi Indonesia, dan
Lembaga Pilang dalam program Adaptasi Perubahan Iklim Desa Bangsring. Tindaklanjut dari
kegiatan tersebut adalah membentuk area konservasi terumbu karang (Marine Protected Areas),
dengan Zona Inti seluas 1 (satu) Ha dan Zona Pendukung di sekitar Zona Inti yang diawasi
bersama masyarakat dengan dasar hukum Peraturan Desa (Perdes) No. 2 Tahun 2009
(No.02/429.405.01/2009) tentang pengelolaan Zona Perlindungan Bersama (ZPB) yang kini
juga dikukuhkan dalam Peraturan Daerah (Perda) No. 8 Tahun 2012 Tentang RTRW Kabupaten
Banyuwangi.” (Selayang Pandang KNIH-SB, 2017). Kehadiran kelompok nelayan tersebut
adalah sebagai upaya masyarakat Desa Bangsring untuk mengembalikan ekosistem bahari
Bangsring seperti sediakala yakni tersedianya ikan dan biota laut lainnya di kawasan bahari
Bangsring.
b. Konservasi Bahari
Konservasi sebagai upaya yang dilakukan oleh Kelompok Nelayan Ikan Hias Samudera
Bakti (KNIH-SB) untuk melestarikan ekosistem bahari Bangsring. Berawal dari peran seorang
pemuda bernama Ikhwan Arief yang tersadar akan kondisi bahari Bangsring yang rusak parah
akibat ulah para nelayan menggunakan bahan peledak (bom) dan potasium sianida (potas)
dalam usaha menangkap ikan hias dan aktivitas lainnya di kawasan bahari Desa Bangsring,
sehingga mengakibatkan terumbu karang hancur dan ikan di sekitar pantai Bangsring terancam
punah. Menurutnya jika tidak segera dihentikan maka ada bahaya besar yang akan mengancam
penduduk secara khusus masyarakat nelayan Desa Bangsring. Kerusakan lingkungan bahari
Desa Bangsring sebagaimana disampaikan oleh (Arief, 2018), sebagai berikut:
“Penangkapan ikan hias di Desa Bangsring dimulai tahun 1960. Sepuluh tahun kemudian
potasium sianida masuk dan digunakan oleh nelayan untuk menangkap ikan. Sejak saat itu
pengeboman masif dilakukan dalam menangkap dan memburu ikan hias di kawasan bahari
Bangsring. Selain itu, aktivitas masyarakat nelayan di kawasan bahari Bangsring terbilang
tinggi dalam perusakan terumbu karang, di mana ada penambangan terumbu karang di pesisir
pantai untuk dijadikan bahan kapur. Bahkan saat air laut surut, gerobak sapi dibawa ke tepi
pantai untuk mengangkut terumbu karang. Pada akhir tahun 1980an nelayan Bangsring sudah
mulai ke luar wilayah Bangsring karena ketersediaan ikan sudah berkurang. Nelayan ikan hias
tersebut mencari ikan hias ke daerah Bali Barat, Baluran, Jember, Malang, Raja Ampat.”
Kondisi kawasan bahari pantai Desa Bangsring yang disampaikan Arief (2018) di atas
menunjukkan bahwa kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat nelayan di pesisir pantai bahari
Bangsring telah mengakibatkan kerusakan cukup parah terhadap ekosistem bahari. Menurutnya
untuk memperbaiki ekosistem bahari akibat ulah masyarakat yang telah merusak dan
menghancurkannya, maka satu-satunya cara ialah berhenti merusak terumbu karang,
menggunakan bom dan potas untuk menangkap ikan hias.
Berdasarkan peta masalah di lapangan, KNIH-SB menggambar kawasan bahari
Bangsring yang akan dijadikan sebagai Zona Perlindungan Bersama (ZPB) yang tidak boleh
dilakukan kegiatan penangkapan ikan dan aktivitas lainnya oleh nelayan. Zona tersebut harus
selalu diawasi dan menjadi tanggung jawab semua anggota KNIH-SB. Sempat terjadi
perdebatan sengit di antara anggota nelayan Samudera Bakti terkait penentuan zona inti
konservasi karena masing-masing mengklaim sebagai wilayah tangkapannya, sebagaimana
berikut ini:
“Penentuan zona penempatan kawasan konservasi, awalnya nelayan pada protes karena
saling mengklaim wilayah tangkapannya. Akhirnya kami memutuskan untuk mencari gugusan
karang takat bulan. Takat artinya gugusan karang, atau gugusan karang paling rusak. Saat itu
ditetapkan ½ (setengah) hektar sebagai area konservasi. Area konservasi jadi baik karena
ikannya bertambah banyak, dan hal itu menarik minat para anggota nelayan untuk menangkap
167
ikan di sana, tetapi hal itu kami larang. Setelah melihat perkembangan yang ada, maka area
konservasi diperluas lagi menjadi 5 (lima) hektar, dan saat ini sudah menjadi 15 (lima belas)
hektar. Tidak boleh ada penangkapan ikan di sana, kecuali untuk penelitian atau liputan media.”
(Arief, 2018).
Masalah bahari Bangsring yang sudah teridentifikasi dan dipetakan memberikan cara
baru dalam mengatasinya. Kesepakatan yang dilakukan oleh para anggota Kelompok Nelayan
Ikan Hias Samudera Bakti (KNIH-SB) membuat zona konservasi bahari dan mengawasi secara
sungguh-sungguh membuat upaya konservasi yang dilakukan berhasil dan semakin memupuk
semangat konservasi seluruh anggota KNIH-SB. Lokasi tempat konservasi bahari itu
selanjutnya ditetapkan dalam Peraturan Desa Bangsring sebagai sebuah kebijakan pengelolaan
kawasan bahari Desa Bangsring. Gambar atau peta yang dibuat oleh KNIH-SB ditetapkan
sebagai Zona Perlindungan Bersama (ZPB) Bangsring Underwater. Semua anggota KNIH-SB
dan masyarakat umum tanpa terkecuali wajib melaksanakan dan tunduk pada ketentuan yang
sudah disepakati sesuai zona konservasi bahari yang sudah ditetapkan dengan tidak boleh
melakukan pelanggaran sedikitpun di zona tersebut.
Gambar 2. Peta Zona Pemeliharaan Bersama (ZPB)
Sumber: Peraturan Desa Bangsring No. 02/429.405.01/2009
Kelompok Nelayan Ikan Hias Samudera Bakti (KNIH-SB) secara konsisten melakukan
pengawasan terhadap zona tersebut serta melakukan berbagai upaya untuk melestarikan
ekosistem bahari, di antaranya: pelatihan tangkap ramah lingkungan, penyuluhan hukum,
pendidikan bahari (marine education), pembuatan rumah ikan (Fish Apartement), penghijauan
(vegetasi), transplantasi terumbu karang, terumbu karang buatan, penebaran benih ikan
(restocking).
Ditengah upaya melakukan konservasi bahari, Kelompok Nelayan Ikan Hias Samudera
Bakti KNIH-SB mendapat apresiasi dari pemerintah daerah Kabupaten Banyuwangi dan
Provinsi jawa Timur pada tahun 2010 yaitu penghargaan Juara I Kelompok Pengawas
Masyarakat (Pokmaswas) Kabupaten Banyuwangi, dan Juara II Pokmaswas Tingkat Provinsi
Jawa Timur. Atas prestasi yang diraih oleh KNIH-SB ini, pada tahun 2011 kelompok nelayan
tersebut mendapatkan bantuan dari Dinas Kelautan Perikanan Provinsi Jawa Timur berupa
rumah ikan (Fish Apartement). Fish Apartement itu dilarungkan di laut sebagai tempat
berlindung dan bertelurnya ikan.
“Kelompok Nelayan Ikan Hias Samudera Bakti mendapatkan bantuan dari pemerintah
Provinsi Jawa Timur berupa Fish Apartement (Rumah Ikan). Fish Apartemen ini dilarungkan di
laut. Lima modul diikat menjadi satu. Keunggulan kami, kami terbiasa sebagai penyelam
sehingga mudah mengontrol Fish Apartemen yang roboh. Karena di laut medannya tidak sama,
ada yang datar ada juga bidang miring. Saat ini Fish Apartement sudah tersebar banyak di dasar
168
laut bahkan sudah ada karang yang tumbuh di sana juga. Total Fish Apartement yang ada di
zona konservasi Bangsring Underwater berjumlah 500 (lima ratus) buah.” (Sukirno, 2018).
Selanjutnya pada tahun 2014 Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) mulai masuk
dengan memberikan bantuan Rumah Apung. Oleh Kelompok Nelayan Ikan Hias Samudera
Bakti (KNIH-SB) Rumah Apung tersebut dijadikan sebagai klinik ikan hiu, dengan tujuan
mengobati ikan hiu yang terluka akibat tertangkap pancing nelayan, sebagaimana disampaikan
oleh (Sukirno, 2018) sebagai berikut:
“Pada tahun 2014 ini, Kementerian Kelautan Perikanan mulai masuk. Kementerian
kelautan memberikan bantuan rumah apung. Rumah Apung ini sebagai tempat penangkaran
(klinik hiu). Adapun hiu yang secara sengaja tertangkap/jaraing oleh nelayan, jika dalam kondisi
sakit/luka/lecet maka diserahkan kepada kelompok nelayan Samudera Bakti dan ditempatkan di
Rumah Apung (klinik) selama tiga bulan. Setelah kondisi ikan hiu tersebut sehat, barulah di
lepas kembali ke habitatnya/laut.” (Sukirno, 2018).
Upaya yang dilakukan oleh Kelompok Nelayan mendapatkan apresiasi dari berbagai
pihak, salah satu di antaranya pada tahun 2013, Kelompok Nelayan Ikan Hias Samudera Bakti
(KNIH-SB) mengharumkan nama Desa Bangsring dengan ditetapkannya Desa Bangsring
sebagai Juara I Nasional Desa Percontohan Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Kementerian Kelautan dan Perikanan. Selain itu juga atas segala upaya menyelamatkan dan
melestarikan lingkungan hidup yang ada di kawasan bahari Bangsring Underwater, pada tanggal
5 Juni 2017 Kelompok Nelayan Ikan Hias Samudera Bakti (KNIH-SB) berhasil mendapatkan
penghargaan Kalpataru dari Presiden Republik Indonesia. Kerja keras dan kesungguhan serta
semangat pantang menyerah dari Kelompok Nelayan Samudera Bakti (KNIH-SB) telah
melahirkan zona konservasi bahari Bangsring Underwater yang menjadi magnet bagi wisatawan
untuk menyaksikan keindahan zona konservasi bahari di ujung Timur pulau Jawa.
Gambar 3. Zona konservasi Bangsring Underwater
Sumber: Dokumentasi Peneliti (10-8-2018). Khusus Peta Bangsring Underwater merupakan
dokumentasi KNIH-SB.
2. Pariwisata Bahari Bangsring Underwater
Zona konservasi bahari Bangsring Underwater telah menarik perhatian banyak wisatawan
sehingga setiap hari gelombang wisatawan baik domestik maupun mancanegara berdatangan di
tempat ini. Apa yang menarik dari Bangsring Underwater?
a. Paradigma Pesisir Bangsring Underwater
Paradigma pesisir menurut Sas, et al., (2010 dalam Portman, 2011) menjadi syarat mutlak
dalam membangun pariwisata bahari. Ada 7 (tujuh) syarat yang perlu diperhatikan dalam
konteks pembangunan pariwisata bahari di Bangsring Underwater, yaitu:
169
1) Pemandangan Pesisir
Pemandangan pesisir yang dimaksud di sini yakni lingkungan alam yang unik yang
mempresentasikan objek wisata bahari sebagai fokus utama. Bangsring Underwater memiliki
pemandangan pesisir yang indah yakni dengan adanya “Rumah Apung” sebagai ciri khas /
icon dari Bangsring Underwater (Bunder). Rumah Apung ini merupakan tempat
penampungan berbagai jenis ikan dan secara khusus sebagai tempat perawatan (klinik) ikan
Hiu. Rumah Apung menjadi hiasan yang unik dan pemandangan yang penuh sensasi di
kawasan Bangsring Underwater.
2) Ekologi pesisir
Ekologi pesisir yang dimaksud di sini yakni lingkungan alam bahari yang bersifat natural
dan mudah di akses; serta lingkungan alam bahari yang menjadi pusat konservasi dan
memiliki nilai edukasi. Lingkungan pantai yang sejuk dipenuhi dengan pohon cemara udang
yang sangat cocok tumbuh di pesisir pantai, selain itu pantai Bangsring yang sangat natural
dengan tampilan hamparan pasir berwarna kecokelatan di sinari oleh sinar matahari,
membuat tempat berjemur yang sangat nyaman bagi para wisatawan Eropa.
3) Distribusi Spesies
Bangsring Underwater memiliki spesies yang dilindungi. Spesies itu di antaranya terumbu
karang, serta berbagai jenis ikan dan biota laut. Penelitian yang dilakukan oleh (Nursalim,
2017) menunjukkan bahwa ada “beberapa jenis terumbu karang yang diangkat nelayan dari
dasar laut Bangsring di antaranya adalah Sroja, Kolangkaling, rumput merah, Anemon, dan
Batu Lumut.” Sedangkan jenis-jenis ikan yang ada di kawasan pantai Bangsring dan
sekitarnya, berdasarkan penelitan yang dilakukan oleh (Andrimida, 2015), ada 82 jenis ikan
hias dan 11 jenis ikan konsumsi, serta 3 jenis sumber daya ikan yang dibudidayakan di
kawasan pantai Bangsring. Dari 82 jenis ikan hias tersebut, 32 jenis merupakan jenis ikan
hias yang ditangkap oleh nelayan pinggiran di kawasan pantai Bangsring dan sekitarnya.
Sedangkan 50 jenis lainnya, merupakan jenis ikan hias yang ditangkap oleh nelayan kapal di
kawasan pantai Bangsring dan sekitarnya.
4) Aspek spasial penggunaan lahan
Memiliki regulasi yang mengatur penggunaan lahan zona konservasi dan wisata bahari.
Peraturan Desa Bangsring No. 02/429.405.01/2009 tentang Pengelolaan Zona Perlindungan
Bersama (ZPB) Sumber Daya Laut Desa Bangsring tertanggal 20 Januari 2009 yang
ditandatangani oleh Samsul Arifin (Kepala Desa) dan Sihaburramli, SH (Ketua BPD).
Peraturan Desa (Perdes) tersebut lahir berdasarkan rekomendasi hasil petemuan anggota
Kelompok Nelayan Ikan Hias Samudera Bakti (KNIH-SB) tanggal 8 Agustus 2008. Zona
Pemeliharaan Bersama (ZBP) adalah daerah yang khusus ditujukan bagi pemeliharaan
sumberdaya perikanan melalui perlindungan terhadap tempat pemijahan induk ikan.
Terutama ikan terumbu karang, yang termasuk dalam daerah administratif Pemerintahan
kabupaten Banyuwangi terletak di Desa Bangsring. Zona pemeliharaan Bersama terdiri dari
satu lokasi yang ada di sebelah Utara Desa Bangsring dengan luas 0.48 Ha berbentuk persegi
panjang, dengan Koordinat 08o04’06” LS (dibaca 8 derajat 4 menit 6 detik lintang selatan)
dan 114o25’17’ BT (dibaca 114 derajat 25 menit 17 detik bujur timur). (Perdes Bangsring,
2009).
5) Infrastruktur
Infrastruktur pariwisata bahari yang ada di Bangsring Underwater mencakup ketersediaan
rambu-rambu di lokasi wisata, ketersediaan fasilitas pariwisata, ketersediaan pemandu wisata
(tour guide), ketersediaan jaringan komunikasi, ketersediaan akses jalan ke lokasi wisata
bahari, ketersediaan informasi digital “virtual” (website) untuk mengomunikasikan kegiatan
di wisata. Website yang tersedia di antaranya: (www.samuderabakti.blogspot.com;
https://samuderabakti.weebly.com). Sedangkan fasilitas pariwisata yang tersedia di
Bangsring Underwater di antaranya:
a) Fasilitas Wahana Bangsring Underwater.
Rumah apung; Klinik Hiu; Fish Apartement; Katamara (Perahu angkutan); Perahu;Jet
sky; Snorkeling melihat keindahan bawah laut Bangsring; Penyewaan alat snorkeling dan
170
life jacket; Guide; Berenang dengan Hiu; Bersenang-senang dengan ikan (fun with fish);
Sunrise; Banana Boat; Kano and Padle; Trip ke Tabuhan Island; Marine Education;
Kamera Underwater; Toko souvenir; Spot foto Bangsring Underwater; Home stay.
b) Fasilitas umum
Gasebo; Rumah baca; Penitipan barang; Warung makan; Toilet; Parkir.
6) Budaya lokal
Budaya lokal mencakup keunikan budaya masyarakat lokal, adanya nilai-nilai yang
dipertahankan masyarakat lokal dalam memperlakukan alam bahari, serta sikap masyarakat
lokal terhadap wisatawan. “Kecamatan Wongsorejo mayoritas penduduknya ialah orang-
orang Madura – Pandalungan. Penduduk Desa Bangsring mayoritas ialah orang Madura
sekitar 7.387 jiwa dan suku Jawa sekitar 1.268 jiwa di tahun 2011.” (Nursalim, 2017).
Percampuran dua suku yang ada (Madura dan Jawa) membuat masyarakat Desa Bangsring
terbuka untuk masyarakat luas. Cara hidup sosial yang bersahaja, suka menolong, setia
kawan dan berkemauan keras, membuat masyarakat Bangsring sangat dinamis dan produktif
dalam bekerja.
7) Atraksi unggulan pariwisata bahari
Atraksi unggulan pariwisata bahari Bangsring Underwater yang paling sering dikunjungi/
diminati wisatawan yaitu Rumah Apung, di mana wisatawan bisa memberikan makan ikan,
dan menyaksikan hiu yang sedang diobati di dalam klinik hiu. Wisatawan juga bisa berenang
dan bermain dengan ikan di sekitar Rumah Apung. Selanjutnya snorkeling, di mana
wisatawan dapat melihat terumbu karang dan biota laut yang ada di kawasan konservasi
Bangsring Underwater. Transplantasi terumbu karang, di mana wisatawan dapat belajar cara
melakukan transplantasi terumbu karang. Penyelaman di malam hari (Night Diving) menjadi
salah satu atraksi unggulan yang ditawarkan oleh Bangsring Underwater. wisatawan akan
melihat kawanan ikan di malam hari, selain itu dapat melihat hiu yang memiliki ukuran
besar.
b. Lapangan Pekerjaan di Bangsring Underwater
Bangsring Underwater sebagai kawasan konservasi bahari dan pariwisata bahari
menyediakan berbagai jenis pekerjaan bagi para nelayan dan masyarakat sekitarnya, yakni
sebagai pemandu wisata (tour guide), pemandu selam (Scuba Diver), juru mudi perahu, juru
parkir, juru masak, petugas kebersihan, tukang loundry, petugas transplantasi terumbu karang,
tukang taman, penjaga toilet, receptionist, tukang urut, penjaga warung, petugas keamanan
Bangsring, petugas homestay, sewa mobil, travel agent, souvenir, dll. Berbagai pekerjaan
tersebut dibutuhkan di Bangsring Underwater seiring semakin banyaknya kunjungan wisatawan
ke tempat tersebut. Jasa yang ditawarkan bagi para wisatawan pun akan sangat bermanfaat dan
mendapatkan keuntungan. Tempat ini menjadi tempat salah seorang nelayan Bangsring mencari
nafkah bagi keluarganya, sebagaimana kesaksiannya berikut ini:
“Saya bekerja di sini sudah lebih dari sepuluh tahun. Dahulu mencari uang untuk makan
saja sangat sulit sekali. Sekarang saya bisa membawa pulang sehari minimal dua ratus ribu
rupiah yang saya dapatkan dari tip pengunjung yang saya pandu. Penghasilan itu di luar gaji
saya setiap bulannya. Saat ini untuk urusan makan dan minum sudah tidak masalah, bahkan
saya mampu membiayai kebutuhan sekolah kedua anak saya di sekolah tingkat menengah dan
sekolah tingkat atas. Berkat Bangsring Underwater ekonomi keluarga saya bisa dicukupi”.
(Suyadi, 2018).
Penuturan seorang nelayan di atas memberikan pesan bahwa Bangsring Underwater
sebagai tempat yang memiliki prospek positif untuk menjalankan bisnis atau usaha di bidang
pariwisata. Dengan keahliannya sebagai pemandu (guide) ia mampu mendapatkan keuntungan
dari apa yang dilakukan tersebut, demikian juga dengan pekerjaan lainnya yang tersedia di
Bangsring Underwater. berbagai jenis lapangan pekerjaan yang tersedia di Bangsring
Underwater membutukan orang-orang yang mau bekerja keras, ulet dan siap melayani
wisatawan dengan maksimal. Ketiga hal tersebut dibutuhkan dari petugas yang ada di Bangsring
Underwater karena pengunjung yang datang silih berganti dan dalam jumlah yang banyak.
171
c. Ekonomi Bangsring Underwater
Penelitian ini mencatat kunjungan wisatawan, kendaraan masuk, pendapatan tiket,
pendapatan parkir, jumlah pendapatan, serta pajak yang dibayarkan kepada pemerintah daerah
Kabupaten Banyuwangi. Sistem yang terpantau peneliti mencatat mulai tanggal 20 Januari
2018 – 31 Juli 2018, di mana pada tanggal 20 Januari 2018 untuk pertama kalinya aplikasi
pencatatan dan penghitungan otomatis wisatawan yang mengunjungi objek wisata Banyuwangi
diluncurkan. Sistem pencatatan online yang dibuat oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kabupaten Banyuwangi itu diterapkan pada 60 (enam puluh) destinasi pariwisata yang
eksisting. Di awal penerapannya ada 4 (empat) destinasi yang dipilih di antaranya Bangsring
Underwater, Air Terjun Jagir, Grand Watu Dodol, Pantai Mustika. Secara khusus pencatatan di
Bangsring Underwater diketahui pada bulan Januari – Juli 2018 adalah sebagai berikut:
1) Penerimaan Bangsring Underwater.
Jumlah pengunjung (74.656 orang); Kendaraan masuk (8.357 buah); pendapatan tiket
(Rp.49.661.000,-); Pendapatan parkir (19.585.000,-); Total pendapatan (Rp.69.246.000,-).
2) Kontribusi Bangsring Underwater Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Banyuwangi.
Dari total pendapatan di atas (Januari – Juli 2018) pajak yang masuk ke daerah sebesar Rp.
8.883.100,- (Delapan Juta Delapan Ratus Delapan Puluh Tiga Ribu Seratus Rupiah).
Lebih jelasnya pengunjung, pendapatan, dan pajak bulan Januari 2018 – Juli 2018 sebagaimana
terdapat pada tabel di bawah ini:
Tabel 1. Pencatatan Pariwisata Bahari di Bangsring Underwater
Bulan Pengunjung Kendaraan
Masuk
Pendapatan
Tiket
Pendapatan
Parkir
Jumlah
Pendapatan Pajak
Januari 4.709 672 4,709,000 2,549,000 7,258,000 980,700
Pebruari 7.557 817 7,602,000 4,395,000 11,997,000 1,639,200
Maret 9.841 1140 9.820.000 5.391.000 15.211.000 2.060.200
April 12.425 1060 12,400,000 5,449,000 17,849,000 2,329,800
Mei 8.746 668 8,741,000 3,625,000 12,366,000 1,599,100
Juni 20.234 2623 39.841.000 14.194.000 54.035.000 6.822.900
Juli 11.144 1377 22,264,000 7,379,000 29,643,000 3,702,200
Jumlah 74.656 8.357 49.661.000 19.585.000 69.246.000 8.883.100
Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi, 2018.
Pencatatan pariwisata di Bangsring Underwater memperlihatkan bahwa kehadiran Bangsring
Underwater telah berkontribusi bagi pertumbuhan pariwisata di Banyuwangi. Hal ini tentunya
berdampak bagi ketersediaan lapangan pekerjaan di sektor pariwisata bahari, khususnya di
sektor jasa perhotelan, transportasi, dan kuliner. Selanjutnya, mengenai modal awal, omzet, dan
fasilitas pariwisata bahari Bangsring Underwater, dijelaskan oleh (Arief, 2018) dibawah ini:
3) Modal Awal Bangsring Underwater.
Pada tahun 2014 pariwisata bahari mulai digagas dengan modal awal yang digunakan pengurus
dalam menyiapkan fasilitas pariwisata bahari sebesar Rp. 1.500.000,- (Satu Juta Lima Ratus
Ribu Rupiah), di mana modal tersebut digunakan untuk: 1) pembelian 10 alat snorkeling
(Rp.150.000/unit); 2) 1 unit gazebo (pos pengawas zona); 3) 1 kapal/boat (milik anggota
kelompok); 4) 1 kamar mandi (milik warga); 5) 1 Mushola (milik warga).
4) Omzet Bangsring Underwater.
Pada bulan November 2015 pariwisata bahari Bangsring Underwater mengalami lonjakan
pendapatan yang fantastis, di mana mampu menciptakan omzet sebesar Rp. 194.855.000,-
(Seratus Sembilan Puluh Empat Juta Delapan Ratus Lima Puluh Lima Ribu Rupiah).
Selanjutnya, pada bulan Desember 2015 omzet tercatat sebesar Rp. 572.810.000,-; (Lima Ratus
Tujuh Puluh Dua Juta Delapan Ratus Sepuluh Ribu), dan pada Januari 2016 Bangsring
Underwater mencatatkan omzetnya sebesar Rp. 873.045.000,- (Delapan Ratus Tujuh Puluh Tiga
Juta Empat Puluh Lima Ribu Rupiah).
172
5) Fasilitas Pariwisata Bahari Bangsring Underwater.
Adapun fasilitas yang tersedia di Bangsring Underwater antara lain: 200 alat snorkeling; 1 unit
ponton; 13 Gazebo; 6 kapal/boat; 34 kamar mandi; 1 Mushola; Free Wifi; 1 Loket; Kano: 15
Single, 5 double; 2 bola air; 1 boat; 5 home stay; 7 Handy Talky (HT); 3 alat Diving; 1 Aula
Perpustakaan; 6 Underwater Camera; 1 Set Pengeras suara.
3. Pariwisata Banyuwangi
Pertumbuhan pariwisata Kabupaten Banyuwangi penting untuk di lihat dan diketahui
mengingat kunjungan wisatawan ke daerah yang dikenal dengan “Sun Rise of Java” (matahari
terbitnya Jawa) ini dikunjungi oleh Banyak wisatawan baik domestik mauoun manca negara.
a. Jumlah Kunjungan Wisatawan di Kabupaten Banyuwangi
Berdasarkan data Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi (2018),
Banyuwangi meiliki 128 objek wisata dan taman rekreasi, dan 35 di antaranya sebagai destinasi
pariwisata bahari. Adapun data statistik jumlah kunjungan wisatawan pada objek wisata di
Banyuwangi penting diketahui untuk melihat pertumbuhan pariwisata dari tahun ke tahun.
Dalam 5 (lima) tahun terakhir (2013-2017), terjadi pertumbuhan kunjungan wisatawan domestik
dan manca negara di Banyuwangi sebesar 46,6% (empat puluh enam koma enam persen),
dengan perincian yaitu: wisatawan domestik sebesar 46,2% (empat puluh enam koma dua
persen), dan wisatawan manca negara sebesar 75,4% (tujuh puluh lima koma empat persen).
Pertumbuhan tersebut sebagaimana terlihat pada grafik di bawah ini:
Grafik 1. Pertumbuhan Wisatawan Domestik dan Manca negara 2013-2017 di
Banyuwangi
Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi, 2018.
Jumlah wisatawan (nusantara maupun mancanegara) yang masuk ke Banyuwangi terus
mengalami peningkatan. Adapun rekaman data kunjungan wisatawan ke Banyuwangi sejak
tahun 2007- 2017, sebagai berikut:
173
Tabel 2. Rekapitulasi Kunjungan Wisatawan Pada Objek Wisata di Banyuwangi 2007-
2017
No Tahun
Jumlah Wisatawan
Total Nusantara
(Wisnus)
Mancanegara
(Wisman)
1 2007 309.753 7.919 317.672
2 2008 393.904 10.337 404.241
3 2009 398.250 11.392 409.642
4 2010 654.602 16.977 671.579
5 2011 789.101 13.377 802.478
6 2012 860.831 5.502 866.333
7 2013 1.057.952 10.462 1.068.414
8 2014 1.464.948 30.681 1.495.629
9 2015 1.926.179 46.214 1.972.393
10 2016 4.022.449 77.139 4.099.588
11 2017 4.832.999 98.970 4.931.969
Jumlah 16.710.968 328.970 17.039.938
Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi, 2018
Dari data di atas diketahui bahwa kunjungan wisatawan domestik di Kabupaten
Banyuwangi kurun waktu 2007-2017, tumbuh sebesar 31,6% (tiga puluh satu koma enam
persen). Sedangkan kunjungan wisatawan manca negara pada kurun waktu tersebut tumbuh
sebesar 28,7% (dua delapan koma tujuh persen). Total pertumbuhan kunjungan wisatawan
domestik maupun manca negara selama periode tersebut tumbuh sebesar 31,6% (tiga puluh satu
koma enam persen).
Selanjutnya, mencermati kunjungan wisatawan pada objek wisata pada tahun 2017, arus
wisatawan domestik dan mancanegara ke Banyuwangi tumbuh sangat signifikan. Ada
pertumbuhan 20,2% (dua puluh koma dua persen) untuk kunjungan wisatawan domestik
(nusantara), dari empat juta dua puluh dua ribu empat ratus empat puluh sembilan orang pada
tahun 2016, menjadi empat juta delapan ratus tiga puluh dua ribu sembilan ratus sembilan puluh
sembilan orang pada tahun 2017. Sedangkan wisatawan manca negara tumbuh 28,3% (dua
puluh delapan koma tiga persen), dari tujuh puluh tujuh ribu seratus tiga puluh sembilan orang
pada tahun 2016, menjadi sembilan puluh delapan ribu sembilan ratus tujuh puluh orang pada
tahun 2017.
b. Jumlah Wisatawan Pengguna Jasa Perhotelan
Ada peningkatan signifikan kunjungan tamu hotel di Banyuwangi. Dalam kurun waktu 5
(lima) tahun terakhir (2013-2017) ada pertumbuhan penggunaan jasa perhotelan dan penginapan
di Banyuwangi, di mana wisatawan domestik sebesar 5,1% (lima koma satu persen), sedangkan
wisatawan manca negara sebesar 9,1% (sembilan koma satu persen). Pertumbuhan tersebut
sebagaimana dapat di lihat pada Grafik di bawah ini:
Grafik 2. Penggunaan Jasa Perhotelan dan Penginapan di Banyuwangi 2013-2017
174
Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi, 2018.
Bergeraknya sektor perhotelan sebagai dampak dari peningkatan kunjungan wisatawan ke
Banyuwangi membuka peluang kerja di sektor pariwisata. Tentunya bukan hanya sektor
perhotelan tetapi juga sektor usaha jasa lainnya ikut bergerak naik, seperti transportasi dan
kuliner. Peluang ini tentunya dapat dimanfaatkan dengan baik oleh pemerintah dan masyarakat
Banyuwangi untuk menciptakan lapangan kerja baru. Kehadiran Bangsring Underwater sebagai
zona konservasi dan destinasi pariwisata bahari memberikan kontribusi bagi peningkatan
pariwisata di Banyuwangi. Meningkatnya pariwisata maka ekonomi masyarakat Banyuwangi
akan bergerak naik seiring dengan adanya daya beli yang tinggi dari wisatawan. Demikian juga
lapangan kerja di sektor pariwisata dengan sendiri akan tercipta.
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Bangsring Underwater sebagai zona konservasi bahari dan destinasi pariwisata bahari
berkontribusi bagi penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat nelayan Desa Bangsring maupun
masyarakat luas di Kabupaten Banyuwangi. Selain itu Bangsring Underwater merupakan salah satu
destinasi wisata bahari unggulan yang mampu berkontribusi bagi pendapatan masyarakat sekelilingnya
dan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Banyuwangi. Kehadiran Bangsring Underwater sebagai
pariwisata bahari dimulai dari komitmen beberapa orang anggota Kelompok Nelayan Ikan Hias
Samudera Bakti (KNIH-SB) untuk merubah pola hidup masyarakat nelayan yang dalam menangkap
ikan menggunakan cara-cara yang merusak lingkungan yakni menggunakan bahan peledak (bom) dan
Potasium Sianida. Kerja keras dan pantang menyerah dalam melakukan konservasi bahari yakni
dengan melakukan pengawasan dan terus berinovasi melakukan transplantasi terumbu karang,
pembuatan fish Apartement, karang buatan, dan terus bekerja melestarikan lingkungan hidup di
kawasan bahari Bangsring Underwater, berbuah manis dengan dikokohkannya sebagai Juara I
Nasional Desa Percontohan Pengelolaan pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan
Perikanan pada tahun 2013. Selanjutnya pada tanggal 5 Juni tahun 2017 berhasil mendapatkan
penghargaan Kalpataru dari Presiden Republik Indonesia.
Kehadiran zona konservasi bahari Bangsring Underwater telah mengubah wajah desa Bangsring
menjadi desa pariwisata bahari. Ribuan orang berbondong-bondong setiap bulannya menikmati
keindahan zona konservasi bahari Bangsring Underwater. Hal ini membuka peluang lapangan kerja di
175
sektor pariwisata bahari, di mana jasa perhotelan, transportasi dan kuliner menjadi satu paket yang
tidak bisa dipisahkan. Bangsring Underwater memberikan pelajaran berharga bagi pengelolaan
pariwisata bahari di Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur dan seluruh daerah yang ada di
Indonesia yang memiliki karakteristik bahari, bahwa ketika ada sekelompok orang sepakat untuk
mulai melakukan konservasi bahari dengan komitmen dan kerja keras maka upaya tersebut suatu saat
akan berbuah manis.
Peran pemerintah Kabupaten Banyuwangi dan Provinsi Jawa Timur, serta Kementerian
Kelautan dan Perikanan, dan beberapa Kementerian lainnya, seperti Pariwisata, Kementerian
Lingkungan Hidup, dan berbagai lembaga/organisasi serta media massa, juga menjadi kunci bagi
keberhasilan pembangunan pariwisata bahari yang ada di Bangsring Underwater. Pendampingan dan
dukungan dalam hal apresiasi dan bantuan modal misalnya, pemberian penghargaan, bantuan Fish
Apartemen, Rumah Apung, dll, dalam mendukung pengembangan kegiatan yang sedang dilakukan
kelompok Nelayan Ikan Hias Samudera Bakti (KNIH-SB), telah menjadi pemicu (trigger) bagi
pembangunan pariwisata bahari di Bangsring Undewater. Semakin banyak pariwisata bahari yang
diciptakan dan dikelola secara profesional akan memberikan manfaat yang besar bagi suatu daerah,
yang mana akan tercipta lapangan kerja baru dan meningkatnya kesejahteraan hidup masyarakat lokal.
SARAN
Adapun hal-hal yang dapat penulis sarankan di antaranya:
Pertama, Kelompok Nelayan Ikan Hias Samudera Bakti (KNIH-SB) Bangsring Underwater agar
tetap mempertahankan prestasi yang sudah dicapai serta terus meningkatkan pelayanan pariwisata
bahari dengan cara terus berinovasi semaksimal mungkin;
Kedua, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dapat mendorong daerah lainnya di pesisir pantai
yang memiliki potensi pariwisata bahari untuk berinovasi sedemikian rupa. Pendekatan konservasi
bahari sesuai dengan konteks lokal menjadi pilihan dan solusi dalam menciptakan lapangan kerja baru
bagi masyarakat lokal;
Ketiga, Pemerintah Provinsi Jawa Timur perlu menularkan semangat konservasi Kelompok
Nelayan Ikan Hias Samudera Bakti (KNIH-SB) kepada semua masyarakat Jawa Timur yang tinggal di
daerah pesisir untuk berinovasi sedemikian rupa dalam melakukan konservasi bahari;
Keempat, Bagi masyarakat pesisir yang ada di seluruh wilayah kepulauan Indonesia agar dapat
belajar marine education pada Kelompok Nelayan Ikan Hias Samudera Bakti (KNIH-SB) Bangsring
Underwater di Desa Bangsring, sehingga dapat berinovasi melakukan konservasi bahari di wilayahnya
masing-masing.
Kelima, Kementerian Kelautan Perikanan, Kementerian Lingkungan Hidup, dan Kementerian
Pariwisata perlu berkolaborasi untuk mendorong percepatan dan terciptanya zona konservasi bahari di
seluruh daerah yang memiliki karakteristik pesisir pantai dan laut (bahari).
DAFTAR PUSTAKA Arief, I. Pembangunan Berbasis Maritim dan Industri Pariwisata. Workshop. Situbondo: 21 Februari
2018.
Arief, I. Ketua Kelompok Kelompok Nelayan Ikan Hias Samudera Bakti (KNIH-SB).Wawancara.
Bangsring: 18 April 2018.
Andrimida, Anthon. 2015. Valuasi Direct Use Ekosistem Terumbu Karang di Pantai Bangsring,
Banyuwangi, Jawa Timur. Praktek Kerja Magang: Program Studi Ilmu Kelautan Jurusan
Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan dan Kelautan. Universitas Brawijaya Malang.
Barbier, B. Edward. 2012. Progress and Challenges in Valuing Coastal and Marine Ecosystem
Services, Rev. Environ Econ Policy, 6 (1): 1-19.
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi. 2018. Papan Data Kunjungan Wisata
Banyuwangi. Banyuwangi: Pemerintah Daerah Kabupaten Banyuwangi.
176
Effendi, Tadjuddin Nur, dan Sujali. 1989. Pengembangan Kepariwisataan: Sebuah Pendekatan
Geografi, Majalah Geografi Indonesia Tb. 2, No.3, hal.1-9.
Friedlander, A.M. 2018. Marine conservation in Oceania: Past, present, and future. Marine Polution
Buletin, 1(35), 139-149.
Garcia, D., & Gluesing, J. C. 2013. Qualitative research methods in international organizational
change research. Journal of Organizational Change Management, 26(2), 423-444.
Gerring, J. 2004. What is a case study and what is it good for? The American Political Science
Review, 98(2), 341-354.
Huges, Peter. 2001. Book Review: Marine Tourism: Development, Impacts and Management, Tourist
Studies, vol. 1, 3: pp. 323-325.
Kelompok Nelayan Ikan Hias Samudera Bakti. 2017. Selayang Pandang Kelompok Nelayan
Samudera Bakti. Banyuwangi: KNIH-SB.
Kohlbacher, Florian. 2006. The use of qualitative content analysis in case study research. Forum:
Qualitative Social Research, 7(1).
Kim, E. Jung. 2009. Understanding Corporate Social Responsibility In The Tourism Industry.
Dissertation: A Dissertation Presented To The Graduate School of The University of Florida In
Partial Fulfillment of The Requirements For The Degree of Doctor of Philosophy. University of
Florida.
Lundquist, C. J., Bulmer, R. H., Clark, M. R., Hillman, J. R., Nelson, W. A., Norrie, C. R., Hewitt, J.
E. 2017. Challenges for the conservation of marine small natural features. Biological
Conservation, 211, 69–79.
Lotze, H. K., Guest, H., O’Leary, J., Tuda, A., & Wallace, D. 2018. Public perceptions of marine
threats and protection from around the world. Ocean and Coastal Management, 152 (November
2017), 14–22.
Miles, B. M., & Huberman, M. (1992). Analisis Data Kualitatif, Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Nursalim, Agus. 2017. Peran Nelayan Dalam Melestarikan Lingkungan Bawah Laut Selat Bali 1970-
2014. Skripsi. Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Jember.
Papageorgiou, M. 2016. Coastal and marine tourism: A challenging factor in Marine Spatial
Planning. Ocean and Coastal Management, 129, 44–48.
Portman, E. Michelle 2011. Marine Spatial Planning: Achieving and evaluating integration. ICES J
Mar Sci; 68 (10): 2191-2200.
Silalahi, Ulber. 2010. Metode Penelitian Sosial, Bandung: Refika Aditama.
Snyder, C. 2012. A case study of a case study: Analysis of a robust qualitative research methodology.
The Qualitative Report, 17(13), 1-21.
Sukirno. Ketua Kelompok Sadar Wisata Bangsring Underwater. Wawancara. Bangsring: 18 April
2018.
Suyadi. Pemandu Wisata Bangsring Underwater. Wawancara. Bangsring: 8 Agustus 2018.
Williamson, T., & Long, A. F. (2005). Qualitative data analysis using data displays. Nurse
Researcher, 12(3), 7-19.
Yin, R.K. 2014. Studi Kasus; Desain & Metode, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
...... Peraturan Desa Bangsring Nomor 02/429.405.01/2009 Tentang Pengelolaan Zona Perlindungan
Bersama (ZPB) Sumber Daya Laut Desa Bangsring.