memelihara larva ikan di bak fiberglass
DESCRIPTION
Pemeliharaan ikan di kolam / fiberglass pada umumnya dilakukan secara intensif dimana parameter kualitas air, pakan, hama penyakit serta padat penebaran dikontrol dengan baik. Pemeliharaan ikan di bak / fiberglass umumnya untuk benih ikan yang memiliki toleransi kualitas air yang rendah serta memiliki harga relatif mahal. Ketersediaan pakan pada pemeliharaan larva ikan di bak / fiberglass sangat tergantung pada pemberian pakan dari luar wadah pemeliharaan. Berbeda dengan pemeliharaan larva ikan di kolam, ketersediaan pakan alami di bak / fiberglass tidak tersedia.TRANSCRIPT
Pembelajaran 7
MEMELIHARA LARVA IKAN DI BAK / FIBERGLASS
Tujuan Akhir pembelajaran / Terminal Performance Objective (TPO) setelah
mempelajari kompetensi ini peserta diklat memelihara larva ikan di bak /
fiberglass sesuai persyaratan bila disediakan larva, pakan larva, peralatan
penetasan telur ikan, bak / fiberglass dan peralatan pengelolaan kualitas air.
A. Tujuan Antara / Enabling Objective (EO)
Peserta mampu memelihara larva ikan di Bak / fiberglass
B. Materi Pemeliharaan Larva Ikan di Bak / fiberglass
Pemeliharaan ikan di kolam / fiberglass pada umumnya dilakukan secara intensif
dimana parameter kualitas air, pakan, hama penyakit serta padat penebaran
dikontrol dengan baik. Pemeliharaan ikan di bak / fiberglass umumnya untuk
benih ikan yang memiliki toleransi kualitas air yang rendah serta memiliki harga
relatif mahal.
Ketersediaan pakan pada pemeliharaan larva ikan di bak / fiberglass sangat
tergantung pada pemberian pakan dari luar wadah pemeliharaan. Berbeda
dengan pemeliharaan larva ikan di kolam, ketersediaan pakan alami di bak /
fiberglass tidak tersedia.
1. Memberi Pakan Larva
1.1 Jenis – jenis pakan ikan
Secara garis besar, pakan ikan dibagi dalam dua kelompok besar yaitu pakan
alami dan pakan buatan. Pakan alami merupakan pakan hidup bagi benih ikan
yang mencangkup fitoplankton, zooplankton dan benthos. Sedangkan pakan
buatan adalah pakan yang sengaja disiapkan dan dibuat.
a. Pakan alami
Sub. Kompetensi Pemeliharaan larva Ikan di Bak / fiberglass
Pakan alami ikan terdiri dari organisme renik berukuran kecil (mikro) dan
organisme makro yang sangat jelas bila dilihat dengan mata. Untuk melihat
organisme renik dapat menggunakan alat bantu seperti mikroskop. Berikut ini
beberapa jenis pakan alami yang menjadi pakan alami benih ikan.
Phytoplankton
Phytoplankton merupakan organisme yang berukuran renik, memiliki gerakan
yang sangat lemah, bergerak mengikuti arah arus air dan dapat melakukan
proses fotosintesis karena memiliki klorofil dalam tubuhnya. Phytoplankton
merupakan produsen primer di perairan karena dapat mengolah bahan-bahan
anorganik yang ada dilingkungannya menjadi bahan organik melalui proses
fotosintesis. Perkembangannya sangat cepat melalui pembelahan sel sehingga
pertumbuhannya dapat didorong melalui pemupukan. Pupuk yang digunakan
dapat berupa pupuk organik maupun pupuk anorganik. Phytoplankton sangat
baik untuk makanan burayak dan benih ikan. Jenis-jenis phytoplankton yang
tumbuh dikolam dan sebagai sumber pakan benih ikan antara lain Skeletonema,
Chaetoceros, Tetraselmis, Dunaliella, Isochryis, Chlorella, Nannochloropis dan
Spirulina.
Zooplankton
Zooplankton merupakan hewan renik yang hidup melayang-layang didalam air.
Akan tetapi, ada juga yang berukuran agak besar sehingga dapat dilihat
bentuknya secara kasat mata. Beberapa jenis hewan yang merupakan
zooplankton, di antaranya Infusoria, Brachionus, Artemia, Daphnia, Moina,
Cyclop dan calanus.
Benthos
Benthos adalah binatang yang hidup didasar perairan. Habitat organisme
benthos di balik tanah dasar dan merayap di atas tanah dasar. Organisme yang
hidup di balik tanah dasar adalah bangsa cacing, seperti cacing sutera atau
cacing rambut (Tubifex sp) dan cacing lur (Nereis sp). Untuk mendorong
berkembang-nya binatang benthos, dasar kolam perlu di pupuk dengan pupuk
organik. Semua organisme benthos sangat disukai oleh hampir seluruh benih
ikan
Pakan alami untuk benih ikan mempunyai beberapa kelebihan karena ukurannya
relatif kecil dan sesuai dengan bukaan mulut benih ikan, nilai nutrisinya tinggi,
mudah dibudidayakan gerakannya dapat merangsang ikan untuk memangsanya,
dapat berkembang biak dengan cepat sehingga ketersediaannya dapat terjamin
dan biaya pembudidayaannya relatif murah.
Jika dalam awal hidupnya benih ikan dapat menemukan pakan yang mempunyai
ukuran sesuai dengan bukaan mulutnya maka benih ikan tersebut diperkirakan
dapat meneruskan hidupnya. Namun, jika dalam waktu singkat benih ikan tidak
dapat menemukan pakan yang sesuai dengan bukaan mulutnya maka benih ikan
itu akan menjadi lemah dan selanjutnya mati. Selain beberapa kelebihan
tersebut, pakan alami juga tidak mencemari media pemeliharaan sehingga dapat
diharapkan menekan angka mortalitas benih ikan akibat kondisi air yang kurang
baik. Jenis pakan alami yang dapat dimakan benih ikan tergantung pada jenis
ikan dan tingkat umurnya. Semakin besar ukuran benih ikan maka jenis
pakannya juga berubah.
Tabel. 1 Kandungan Gizi Beberapa Jenis Pakan Alami
Jenis Pakan Alami Kandungan Gizi (%)
Kadar Air Protein Lemak Serat Kasar Abu
Chlorella - 30.00 15.00 - 15.00
Brachionus 85.70 8.60 4.50 - 0.70
Cacing Tubifex 87.19 57.00 57.00 2.04 3.60
Artemia 81.90 55.00 18.90 - 7.20
Moina 90.60 13.29 13.29 - 11.00
Daphnia 94.78 8.00 8.00 2.58 4.00
Chironomus 97.06 56.60 2.86 - 4.94
Sumber : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 1990
1.2 Pakan buatan
Pakan buatan (artificial feed) adalah pakan yang sengaja disiapkan dan dibuat.
Pakan ini terdiri dari ramuan beberapa bahan baku yang kemudian diproses
lebih lanjut sehingga bentuknya berubah dari bentuk aslinya. Pakan buatan
dapat digunakan, baik sebagai pakan tambahan (supplementary feed) maupun
sebagai pakan pelengkap (complete feed). Pakan tambahan adalah pakan yang
digunakan untuk melengkapi kebutuhan ikan peliharaan selain pakan alami.
Bentuk-bentuk pakan buatan juga sangat beragam, baik dalam bentuk kering
maupun lembab. Pakan kering dalam bentuk pelet, remah (crumble), butiran
(granular), tepung (meal/mash), dan lembaran (flake). Pakan lembab dapat
berbentuk bola (ball), dan roti kukus (cake). Untuk pakan basah umumnya
berbentuk bubur atau pasta. Pelet dapat dibuat dalam beragam bentuk, seperti
batang, bulat atau gilik. Ukuran panjang dan diameternya disesuaikan dengan
ukuran ikan yang akan diberi makan.
Kandungan gizi pakan buatan dapat disusun formulasinya supaya kandungan
gizinya lebih lengkap dibandingkan dengan pakan alami. Gizi utama yang harus
terkandung dalam ramuan pakan buatan adalah protein, lemak dan karbohidrat.
Selain itu, dalam menyusun ramuan pakan juga diperhatikan nilai ubahnya
(konversinya). Apabila makanan tersebut hanya dimaksudkan sebagai makanan
tambahan maka kandungan gizinya dapat lebih rendah dibandingkan jika akan
digunakan sebagai makanan pokok.
Tabel. Bentuk Pakan Buatan Untuk Ikan
No Umur Ikan Bentuk Pakan1 Sampai dengan umur 10 hari Emulsi2 Umur 10 – 20 hari Tepung halus3 Umur 20 – 40 hari Tepung kasar4 Umur 40 – 80 hari Remah5 Umur lebih dari 80 hari Pelet
2. Menghitung Kebutuhan Pakan
2. 1. Feeding Rate
Pakan diberikan kepada benih ikan sesuai dengan kebutuhan dan dapat
memberikan pertumbuhan dan efisiensi pakan yang paling tinggi. Kebutuhan
pakan harian dinyatakan sebagai tingkat pemberian pakan (feeding rate) per hari
yang ditentukan berdasarkan persentase dari bobot ikan. Tingkat pemberian
pakan ditentukan oleh ukuran ikan. Semakin besar ukuran ikan maka feeding
rate-nya semakin kecil, tetapi jumlah pakan perharinya semakin besar.
Secara berkala, jumlah pakan harian ikan disesuaikan (adjusment) dengan
pertambahan bobot ikan dan perubahan populasi. Informasi bobot rata-rata dan
populasi ikan diperoleh dari kegiatan pemantauan ikan dengan cara sampling.
Untuk menghitung kebutuhan pakan harian ikan dapat menggunakan rumus
sebagai berikut :
Jumlah pakan harian (kg) = FR x BM
FR = feeding rate (%)
BM = bobot biomasa (kg)
Contoh : FR = 5%, BM = 20 kg, pakan yang diberikan perhari adalah 5% x 20 kg
= 1 kg per hari.
Feeding rate yang digunakan ditentukan oleh ukuran ikan yaitu 3 – 10 %. Jumlah
pakan yang dibutuhkan dalam pemeliharaan benih ikan harus dihitung
berdasarkan dosis (feeding rate) pemberian pakannya. Pemberian pakan yang
kurang dalam periode pemeliharaan benih akan mengakibatkan pertumbuhan
benih ikan terganggu seperti ikan mudah sakit dan tubuh yang kuntet/kerdil.
Jumlah pakan yang diberikan juga harus ditimbang sesuai kebutuhan ikan.
Kebutuhan pakan ikan tiap per periode sampling akan berbeda dan akan
mengalami peningkatan kebutuhan pakan per harinya.
Tabel. Tahap Penentuan Jumlah Pakan Harian Pada Setiap Bulan Setelah Sampling Pada Pembesaran Ikan Mas.
Bulan Panjang (cm)
Bobot Rata-rata
Populasi (ekor)
Bobot Biomasa
Feeding Rate
Jumlah Pakan
(g) (kg) (%) Harian (kg)a b c d = b x c e f = d x e
I 8 – 10 10 1250 12,50 7 0,88II 11- 13 20 1100 22,00 5 1,10III 15-18 100 1050 105,00 4 4,2IV 19-20 200 1000 200,00 3 6
2. 2. FCR (Feed Conversion Ratio)
Dari jumlah makanan yang dimakan oleh ikan, kurang lebih hanya 10% saja
yang dapat digunakan untuk pertumbuhan atau penambahan bobot badan.
Selebihnya makanan tersebut digunakan untuk pemeliharaan tubuh atau
memang tidak dapat dicerna. Jumlah bobot makanan yang diperlukan untuk
pertumbuhan atau penambahan bobot badan itu disebut nilai ubah makanan
atau konversi makanan.
Suatu ukuran yang menyatakan rasio jumlah pakan yang dibutuhkan untuk
menghasilkan 1 kg daging ikan adalah feed conversion ratio. Apabila untuk
menambah bobot 1 kg daging ikan dibutuhkan 6 kg pakan, berarti faktor konversi
pakannya adalah 6. Tergantung dari jenis pakannya, faktor konversi pakan pada
ikan berkisar antara 1,5 – 8. Secara umum, suatu jenis pakan dikatakan cukup
efisien jika faktor konversinya sekitar 1,7. Faktor konversi bahan pakan nabati
lebih besar daripada pakan hewani. Demikian pula makanan basah, mempunyai
faktor konversi yang lebih tinggi dibandingkan dengan makanan kering.
FCR sering kali dijadikan indikator kinerja teknis dalam mengevaluasi suatu
usaha budidaya ikan. Faktor yang digunakan dalam perhitungan FCR bukan
penambahan berat daging ikannya, melainkan bobot panennya yang merupakan
bobot hidup atau bobot basah ikan pada waktu panen.
FCR = jumlah kg pakan / jumlah kg ikan yang dihasilkan
Misalnya, sebuah kolam dapat dipanen ikan sebanyak 1250 kg. Untuk ikan
sebanyak itu telah digunakan pakan sebanyak 2000 kg selama masa
pemeliharaan maka nilai FCR dari pakan yang diberikan adalah 2000 kg / 1250
kg = 1,6
2. 3. Memberi Pakan
Pakan merupakan faktor yang penting dalam usaha membesarkan ikan. Dalam
usaha membesarkan, benih ikan diharuskan tumbuh hingga mencapai ukuran
pasar. Untuk itu, benih ikan harus makan, tidak sekedar untuk mempertahankan
kondisi tubuh, tetapi juga untuk menumbuhkan jaringan otot atau daging. Jumlah
dan jenis pakan yang dikonsumsi oleh benih ikan akan menentukan asupan
energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan daging. Pakan yang dikonsumsi oleh
benih ikan bisa menggambarkan nafsu makan ikan dan ini dipengaruhi oleh
kualitas air (terutama suhu dan oksigen terlarut) media pemeliharaan benih ikan.
Dalam pemberian pakan benih ikan ada dua hal yang harus diperhatikan yaitu
frekuensi pemberian pakan dan cara memberikan pakan.
3. Frekuensi dan waktu pemberian pakan
Frekuensi pemberian pakan adalah berapa kali pakan yang diberikan pada benih
ikan dalam sehari. Frekuensi ini terkait dengan waktu pemberian pakan.
Umumnya semakin besar ukuran ikan maka frekuensi pemberian pakannya
semakin jarang atau kurang. Ikan kecil sebaliknya diberi pakan lebih sering
dibandingkan ikan besar. Frekuensi pemberian pakan benih ikan berkaitan
dengan laju evakuasi pakan di dalam lambung dan ini tergantung pada ukuran
dan jenis ikan yang dibudidayakan, serta suhu air.
Waktu pemberian pakan ditetapkan dengan memperhatikan nafsu makan benih
ikan. Di pemeliharaan benih ikan di jaring terapung, nafsu makan benih ikan mas
tinggi dengan kandungan oksigen terlarut tinggi dan suhu air hangat. Pada saat
itu, porsi pakan yang diberikan relatif banyak. Namun demikian, sering kali waktu
pemberian pakan disesuaikan dengan kepraktisan operasional usaha sehingga
waktu makan umumnya ditetapkan siang hari. Selain ukuran dan biomasa ikan,
jenis ikan yang dipeliharan juga menentukan frekuensi dan waktu pemberian
pakan.
Tabel. Frekuensi, Waktu dan Proporsi Pemberian Pakan
Ukuran ikan (g)
Frekuensi Waktu Pemberian (jam) Proporsi Pemberian (%)
10 5 06.00,09.00,12.00,15.00,18.00 15,20,20,30,1520 4 07.00,11.00,15.00,19.00 20,30,30,2050 3 07.00,12.00,17.00 30,40,30
4. Cara pemberian pakan
Untuk benih ikan yang masih kecil, pakan diberikan dengan menyebarkannya
secara merata di seluruh permukaan air. Pakan dalam bentuk tepung dan remah
dapat diberikan dengan cara ditaburkan menggunakan tangan. Penaburan
pakan dengan tangan harus memperhatikan arah angin. Pelet untuk ikan-ikan
besar diberikan dengan keadaan yang tetap, baik tempat maupun waktunya.
Dengan waktu dan tempat yang tetap itu maka benih ikan akan terbiasa untuk
menunggu pakan di tempat tersebut pada waktu-waktu tertentu. Dengan
demikian akan memperkecil jumlah pakan yang tercecer.
Pakan diberikan secara sedikit demi sedikit sesuai dengan kebiasaan ikan dalam
mencaplok dan menelan habis pakannya. Apabila kira-kira 30 % dari jumlah ikan
yang ada sudah tidak mau lagi menyambar pakan yang dilemparkan maka
pemberiannya segera dihentikan. Dalam budidaya ikan yang intensif,
pemberian pakan jangan sampai berlebih dan juga berkurang. Pemberian pakan
yang berlebih akan mengakibatkan : air wadah tercemar, dasar kolam cepat
kotor, pemborosan. Dan juga jika pemberian pakan yang kurang akan berakibat :
pertumbuhan ikan bervariasi, pertumbuhan terhambat, daya tahan tubuh
menurun, terjadi kanibalisme.
Jadwal Pemberian Pakan Untuk Berbagai Jenis Ukuran Pakan
Jenis/Ukuran Pakan
Umur Pemeliharaan (Minggu)1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
TepungButiranPelet 1mmPelet 2mmPelet 3mm
Tingkat konsumsi pakan dari seekor ikan tidak hanya dipengaruhi praktek
pemberian pakan saja. Akan tetapi tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh
factor-faktor lingkungan, diantaranya suhu dan oksigen terlarut.
a. Suhu
Keadaan suhu air sangat berpengaruh terhadap pemberian pakan. Hal ini ada
hubungannya dengan nafsu makan benih ikan yang bersangkutan. Semakin
tinggi suhunya maka laju metabolisme ikan akan bertambah. Bertambahnya laju
metabolisme mengakibatkan naiknya tingkat konsumsi pakan karena nafsu
makan ikan juga meningkat. Akan tetapi jika suhu lingkungan terlalu tinggi
sehingga tidak dapat ditolerir oleh benih ikan maka tingkat konsumsi pakan ikan
juga menurun. Suhu air terlalu rendah atau terlalu tinggi mengakibatkan nafsu
makan benih ikan akan terganggu sehingga pakan yang diberikan banyak yang
tidak termakan.
b. Oksigen terlarut
Selain suhu, oksigen terlarut juga berpengaruh terhadap pemberian pakan benih
ikan. Apabila kadar oksigen kurang dari 6 mg/liter (6 ppm) maka nafsu makan
ikan dapat hilang. Turunnya kadar oksigen dalam air dapat disebabkan oleh
berbagai macam hal antara lain adanya proses pembusukan, air tidak mengalir,
benih ikan dalam kolam terlalu padat dan kenaikan suhu. Proses pembusukan
yang menghebat karena banyak tertimbunnya sisa-sisa bahan organic dapat
menghabiskan persediaan oksigen.
Berbagai macam usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
penurunan kadar oksigen antara lain adalah :
Memasukan air baru dan membuang air yang lama
Mempertahankan kedalaman air
Mencegah terjadinya pengotoran
Memasukan udara segar melalui aerasi
5. Sampling
Jumlah dan bobot rata-rata ikan yang dibudidayakan dalam wadah produksi
harus diketahui setiap saat. Pengetahuan tersebut penting untuk mengetahui
bobot biomasa ikan sehingga asset dalam kolam dapat ditentukan dan jumlah
pakan yang harus diberikan secara harian dapat dihitung. Pemantauan populasi
menghasilkan informasi kelangsungan hidup ikan, sedangkan pemantauan bobot
rata-rata akan menghasilkan informasi laju pertumbuhan dan kondisi kesehatan
ikan. Informasi laju pertumbuhan dapat digunakan untuk menganalisa nafsu
makan ikan dan waktu panen, sedangkan informasi kesehatan ikan dapat
dijadikan landasan untuk penentuan teknik penanganan ikan selanjutnya.
Informasi nafsu makan ikan dapat digunakan untuk menganalisis kondisi
lingkungan dan mengantisipasi perbaikan lingkungan dalam sistem budidaya
ikan. Perbaikan lingkungan yang dilakukan diharapkan bisa memperbaiki
kelangsungan hidup ikan.
Pemantauan ikan dilakukan dengan cara sampling, yakni mengambil contoh ikan
kemudian diukur dan dihitung. Data yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk
menduga bobot rata-rata dan jumlah ikan dalam wadah budidaya. Sampling
dilakukan secara berkala setiap 2 – 4 minggu tergantung pada jenis ikan dan
sistem budidaya yang digunakan. Data yang diperoleh di catat dengan jelas dan
teliti, mengingat data sampling ini memiliki nilai yang tinggi bagi pelaku usaha
pembudidaya ikan. Berdasarkan data sampling dapat diketahui efisiensi usaha
budidaya ikan melalui nilai FCR, mengingat pakan biasanya merupakan
komponen biaya variable yang besar.
Sebelum menentukan dan memberikan pakan kepada benih ikan, terlebih dahulu
melakukan sampling atau pengambilan contoh benih yang dipelihara. Sampling
ini bertujuan untuk :
Untuk mengetahui pertumbuhan benih ikan
Melihat kondisi kesehatan benih ikan
Untuk mengetahui nafsu makan benih ikan
Untuk mengetahui berat rata-rata benih ikan
Dalam melakukan sampling benih ikan, biasanya benih ikan tidak diberi pakan
terlebih dahulu dan sampling dilakukan pada pagi hari. Ini bertujuan untuk
memberikan data berat/bobot benih ikan sesungguhnya dan menekan tingkat
strees yang ditimbulkan akibat perlakuan sampling benih ikan. Pengambilan
sampling benih ikan hanya beberapa ekor benih ikan yang dipelihara dalam
wadah pemeliharaan saja tidak seluruhnya. Benih ikan yang akan disampling
ditangkap dengan menggunakan peralatan sampling seperti anco dan seser.
Penangkapan dilakukan dalam beberapa tempat atau sudut kolam. Setelah
benih ikan tertangkap kemudian dilakukan pengukuran berat/bobot ikan untuk
mendapatkan data sampling.
Tabel. 2 Contoh Kompilasi Data Sampling Ikan
Tgl
Umur
Pemeliharaan
Sampling
Ke-
Bobot Rata-rata
Populasi Biomasa Jml Pakan Habis FCR
Kondisi Ikan
Untuk menghitung bobot biomasa ikan, dapat digunakan rumus penghitungan
sebagai berikut :
Menghitung bobot biomasa (BM) ikan :
BM = Nt x Wt
BM = bobot biomasa (kg)
Nt = populasi (ekor)
Wt = bobot rata-rata
Menentukan populasi (Nt) ikan dengan cara menghitung ikan yang mati
Nt = No - D
Nt = populasi (ekor)
No = jumlah ikan yang ditebar (ekor)
D = jumlah ikan yang mati (ekor)
6. Pencegahan Hama
Pada pemeliharaan ikan di kolam hama yang mungkin menyerang antara lain
lingsang, kura-kura, biawak, ular air, dan burung. Hama lain berupa hewan
pemangsa lainnya seperti; udang, dan seluang (Rasbora). Ikan-ikan kecil yang
masuk kedalam kolam akan menjadi pesaing ikan yang dipelihara dalam hal
mencari makan dan memperoleh oksigen. Untuk menghindari serangan hama
pada kolam sebaiknya semak belukar yang tumbuh di pinggir dan disekitar
kolam dibersihkan. Cara untuk menghindari dari serangan burung bangau
(Leptotilus javanicus), pecuk (Phalacrocorax carbo sinensis), blekok
(Ramphalcyon capensis capensis) adalah dengan menutupi bagian atas kolam
dengan lembararan jaring. Cara ini berfungsi ganda, selain burung tidak dapat
masuk, juga ikan tidak akan melompat keluar.
Ikan dikatakan sakit bila terjadi suatu kelainan baik secara anatomis maupun
fisiologis. Secara anatomis terjadi kelainan bentuk bagian-bagian tubuh ikan
seperti bagian badan, kepala, ekor, sirip dan perut. Secara fisiologis terjadi
kelainan fungsi organ seperti; penglihatan, pernafasan, pencernaan, sirkulasi
darah dan lain-lain. Gejala yang diperlihatkan dapat berupa kelainan perilaku
atau penampakan kerusakan bagian tubuh ikan. Adapun ciri-ciri ikan sakit adalah
sebagai berikut;
Behaviour (perilaku ikan)
a. Ikan sering berenang di permukaan air dan terlihat terengah-engah (megap-
megap).
b. Ikan sering menggosok-gosokan tubuhmya pada suatu permukaan benda.
c. Ikan tidak mau makan (nafsu makan menurun).
d. Untuk jenis ikan yang sering berkelompok, maka ikan yang sakit akan
memisahkan diri dan berenang secara pasif
External lesion
Adalah abnomalitas dari organ tubuh tertentu karena adamya serangan
penyakit. External lesion pada ikan antara lain:
e. Discoloration
Pada ikan sehat mempunyai warna tubuh normal sesuai dengan pigmen yang
dimilikinya. Kelainan pada warna yang tidak sesuai dengan pigmennya adalah
suatu discoloration. Seperti warna gelap menjadi pucat dan lain-lain.
Kerusakan organ luar
Kelainan bentuk organ ini disebabkan oleh parasit tertentu yang menyebabkan
kerusakan organ seperti pada kulit, sirip, insang dan lain-lain.
Pada insang dapat menyebabkan insang terlihat pucat atau adanya bercak
merah.
Pada ikan sehat mempunyai korelasi antara bobot (M) dan panjang (L) ikan yang
seimbang yaitu dengan rumus sebagai berikut
100 M M = berat ikan (gr)
K = ------------ L = panjang ikan (cm)
L 3
Ikan mempunyai nilai K yang berbeda-beda tergantung jenisnya bila nilai K
berubah dari normal maka ikan dikatakan sakit.
Pada ikan mas sehat K = 1,9 sedangkan yang sakit K = 1,6 ikan yang
mempunyai K < 1,4 ikan tidak dapat hidup lagi.
Gejala penampakan kerusakan bagian tubuh ikan antara lain;
Dropsy
Dropsy merupakan gejala dari suatu penyakit bukan penyakit itu sendiri. Gejala
dropsy ditandai dengan terjadinya pembengkakan pada rongga tubuh ikan.
Pembengkakan tersebut sering menyebabkan sirip ikan berdiri sehingga
penampakannya akan menyerupai buah pinus.
Gambar 1. Dropsy pada Platty (kiri) dan Cupang (kanan) .
Pembengkakan terjadi sebagai akibat berakumulasinya cairan, atau lendir dalam
rongga tubuh. Gejala ini disertai dengan,
a. malas bergerak,
b. gangguan pernapasan, dan
c. warna kulit pucat kemerahan.
Gambar 3. Akumulasi cairan
Akumulasi cairan selain akan menyisakan rongga yang "menganga" lebar, juga
akan menyebabkan organ dalam tubuh ikan tertekan. Bila gelembung renang
ikut tertekan dapat menyebabkan keseimbangan ikan terganggu
Secara alamiah bakteri penyebab dropsy kerap dijumpai dalam lingkungan,
tetapi biasanya dalam jumlah normal dan terkendali. Perubahan bakteri ini
menjadi patogen, bisa terjadi karena akibat masalah osmoregulator ;pada ikan
yaitu,
a. kualitas air yang kurang baik
b. menurunnya fungsi kekebalan tubuh ikan,
c. malnutrisi atau karena faktor genetik.
Infeksi utama biasanya terjadi melalui mulut, yaitu ikan secara sengaja atau tidak
memakan kotoran ikan lain yang terkontaminasi patogen atau akibat kanibalisme
terhadap ikan lain yang terinfeksi.
Kelainan Gelembung Renang
Gelembung renang (swimbladder) adalah organ berbentuk kantung berisi udara
yang berfungsi untuk mengatur ikan mengapung atau melayang di dalam air,
sehingga ikan tersebut tidak perlu berenang terus menerus untuk
mempertahankan posisinya. Organ ini hampir ditemui pada semua jenis ikan.
Beberapa kelainan atau masalah dengan gelembung renang, yang umum
dijumpai, adalah
a. sebagai akibat dari luka dalam, terutama akibat berkelahi atau
b. karena kelainan bentuk tubuh.
Beberapa jenis ikan yang hidup di air deras seringkali memiliki gelembung
renang yang kecil atau bahkan hampir hilang sama sekali, karena dalam kondisi
demikian gelembung renang boleh dikatakan tidak ada fungsinya. Untuk ikan-
ikan jenis ini, kondisi gelembung renang demikian adalah normal dan bukan
merupakan suatu gejala penyakit. Mereka biasanya hidup di dasar atau
menempel pada subtract.
Tanda-tanda penyakit kelainan gelembung fenang
a. Perilaku berenang tidak normal dan
b. Kehilangan keseimbangan.
c. Ikan tampak kesulitan dalam menjaga posisinya dalam air.
Kerusakan gelembung renang menyebabkan organ ini tidak bisa mengembang
dan mengempis, sehingga menyebabkan ikan mengapung dipermukaan atau
tenggelam. Dalam beberapa kasus ikan tampak berenang dengan kepala atau
ekor dibawah atau terapung pada salah satu sisi tubuhnya, atau bahkan
berenang terbalik.
Busuk Mulut
Tanda-tanda penyakit adalah :
1. mulut membengkak,
2. mulut tidak bisa mengatup
3. disusul kematian dalam waktu singkat.
Busuk mulut merupakan penyakit akibat infeksi bakteri.
1. Kehadiran penyakit ini ditandai dengan munculnya memar putih atau abu-abu
disekitar kepala, sirip, insang dan rongga mulut.
2. Memar tersebut kemudian akan bekembang menjadi bentukan berupa kapas
berwarna putih kelabu, khususnya di sekitar mulut, sehingga mulut sering
menjadi tidak bisa terkatup.
3. Kehadiran benda ini tidak jarang sulit dibedakan dengan serangan jamur.
Oleh karena itu, untuk memastikan dengan jelas diperlukan pengamatan
dibawah mikroskop.
Pada serangan ringan, seperti ditunjukkan oleh adanya memar putih saja,
kematian dapat terjadi setelah timbulnya kerusakan fisik yang berarti.
Sedangkan dalam serangan akut dan cepat, yang biasanya terjadi di dearah
dengan suhu udara hangat seperti di Indonesia, penyakit tersebut dapat
berinkubasi kurang dari 24 jam dan kematian terjadi dalam waktu 2 – 3 hari,
diantaranya disertai dengan rontoknya mulut. Meskipun demikian, di beberapa
kasus bisa terjadi kematian tanpa disertai gejala fisik apapun, sehingga apabila
dijumpai kematian mendadak pada ikan, salah satu yang perlu dicurigai adalah
akibat serangan penyakit ini.
Bintik Putih - White Spot (Ich)
White spot atau dikenal juga sebagai penyakit "ich", merupakan penyakit ikan
yang disebabkan oleh parasit. Penyakit ini umum dijumpai pada hampir seluruh
spesies ikan. Secara potensial white spot dapat berakibat mematikan. Penyakit
ini ditandai dengan munculnya bintik-bintik putih di sekujur tubuh dan juga sirip.
Inang white spot yang bervariasi, siklus hidupnya serta caranya meperbanyak
diri dalam air memegang peranan penting terhadap berjangkitnya penyakit
tersebut.
Tanda-tanda Penyakit
Siklus hidup white spot terdiri dari beberapa tahap, tahapan tesebut secara
umum dapat dibagi dua yaitu
a. tahapan infektif dan
b. tahapan tidak infektif (sebagai "mahluk" yang hidup bebas di dalam air atau
dikenal sebagai fase berenang).
Gejala klinis white spot merupakan akibat dari bentuk tahapan sisklus infektif.
Ujud dari "white spot" pada tahapan infektif ini dikenal sebagai Trophont.
Trophont hidup dalam lapisan epidermis kulit, insang atau rongga mulut. Oleh
karena itu, julukan white spot sebagai ektoparasit dirasa kurang tepat, karena
sebenarnya mereka hidup dilapisan dalam kulit, berdekatan dengan lapisan
basal lamina. Meskipun demikian parasit ini tidak sampai menyerang lapisan di
bawahnya atau organ dalam lainnya.
Gambar 4 Ikan yang terserang "white spot"
Ikan-ikan yang terjangkit akan menunjukkan
a. Penampakan berupa bintik-bintik putih pada sirip, tubuh, insang atau mulut.
b. Masing-masing bintik ini sebenarnya adalah individu parasit yang diselimuti
oleh lapisan semi transparan dari jaringan tubuh ikan.
c. Pada awal perkembangannya bintik tersebut tidak akan bisa dilihat dengan
mata. Tapi pada saat parasit tersebut makan, tumbuh dan membesar,
sehingga bisa mencapai 0.5-1 mm, bintik tersebut dapat dengan mudah
dikenali. Pada kasus berat beberapa individu dapat dijumpai bergerombol
pada tempat yang sama.
d. Ikan yang terjangkit ringan sering dijumpai menggosok-gosokan tubuhnya
pada benda-benda lain di dalam air sebagai respon terhadap terjadinya iritasi
pada kulit mereka.
Sedangkan ikan yang terjangkit berat dapat :
a. mengalami kematian sebagai akibat terganggunya sistem pengaturan
osmotik ikan,
b. akibat gangguan pernapasan, atau
c. menyebabkan infeksi sekunder.
d. ikan berukuran kecil dan burayak dapat mengalami kematian setelah
beberapa hari terjangkit berat.
Ikan yang terjangkit berat akan menunjukkan perilaku abnormal dan disertai
dengan perubahan fisiologis.
a. akan tampak gelisah atau meluncur kesana kemari dengan cepat dan
b. siripnya tampak bergetar (mungkin sebagai akibat terjadinya iritasi pada sirip
tersebut).
c. pada ikan yang terjangkit sangat parah, mereka akan tampak lesu, atau
terapung di permukaan. Kulitnya berubah menjadi pucat dan mengelupas.
d. sirip tampak robek-robek dan compang-camping.
e. Insang juga tampak memucat.
f. kerusakan pada kulit dan insang ini akan memicu ikan menglami stres
osmotik dan stres pernapasan. Stres pernapasan ditunjukkan dengan
pergerakan tutup insang yang cepat (megap-megap) dan ikan tampak
mengapung di permukaan dalam usahanya untuk mendapatkan oksigen lebih
banyak. Apabila ini terjadi, ikan untuk dapat disembuhkan akan relatif sangat
kecil.
7. Pengobatan Ikan yang Terserang Penyakit
Pengobatan ikan sakit dapat dilakukan beberapa metoda. Metoda yang
dilakukan mempertimbangkan antara lain; ukuran ikan, ukuran wadah, bahan
kimia atau obat yang diberikan dan sifat ikan. Beberapa metoda pengobatan
adalah sebagai berikut ;
i. Melalui suntikan dengan antibiotika.
ii. Melalui makanan.
iii. Perendaman.
1. Metoda penyuntikan dilakukan bila yang diberikan adalah sejenis obat seperti
antibiotik atau vitamin. Penyuntikan dilakukan pada daerah punggung ikan
yang mempunyai jaringan otot lebih tebal. Penyiuntikan hanya dilakukan
pada ikan yang berukuran besar terutama ukuran induk. Sedangkan yang
kecil tidak dapat dilakukan.
2. Obat atau vitamin dapat diberikan melalui makanan. Akan tetapi bila
makanan yang diberikan tidak segera dimakan ikan maka konsentrasi obat
atau vitamin pada makanan akan menurun karena sebagian akan larut dalam
air. Oelh karena itu metoda ini afektif diberikan pada ikan yang tidak
kehilangan nafsu makannya.
3. Metoda perendaman dilakukan bila yang diberikan adalah bahan kimia untuk
membunuh parasit maupun mikroorganisme dalam air atau untuk
memutuskan siklus hidup parasit. Pengobatan ikan sakit dengan metoda
perendaman adalah sebagai berikut;
Pengolesan dengan bahan kimia atau obat, metoda ini dilakukan bila bahan
kimia atau obat yang digunakan dapat membunuh ikan, bahan kimia atau
obat dioleskan pada luka di tubuh ikan.
Pencelupan; Ikan sakit dicelupkan pada larutan bahan kimia atau obat
selama 15 – 30 detik, metoda ini pun dilakukan bila bahan kimia atau obat
yang digunakan dapat meracuni ikan.
Perendaman; dilakukan bila bahan kimia atau obat kurang sifat racunnya
atau konsentrasi yang diberikan tidak akan membunuh ikan. Pada
perendaman jangka pendek (15 – 30 menit) dapat diberikan konsentrasi yang
lebih tinggi daripada pada perendaman dengan waktu yang lebih lama (1 jam
lebih sampai beberapa hari)
Jenis Bahan Kimia dan Obat yang digunakan dalam pengobatanObat dan Bahan
Kimia untuk pengobatan dan pencegahan mempertimbangkan antara lain:
Dalam dosis tertentu tidak membuat ikan stress
maupun mati
Efektif dapat membunuh parasit
Sifat racun cepat menurun dalam waktu tertentu.
Mudah mengalami degradasi dalam waktu singkat.
1. Kalium Permanganat (PK)Kalium permanganat (PK) dengan rumus kimia KMnO4 sebagai serbuk maupun
larutan berwarna violet. Sering dimanfaatkan untuk mengobati penyakit ikan
akibat ektoparasit dan infeksi bakteri terutama pada ikan-ikan dalam kolam. Bila
dilarutkan dalam air akan terjadi reaksi kimia sebagai berikut;
KMnO4 K+ + MnO4-
MnO4- MnO2 + 2On On - Oksigen elemental. (Oksidator)
Manfaat
Efektif mencegah flukes, tricodina, ulcer, dan infeksi jamur (ektoparasit dan
infeksi bakteri) dengan dosis 2 - 4 ppm pada perendaman.
Bahan aktif beracun yang mampu membunuh berbagai parasit dengan
merusak dinding-dinding sel mereka melalui proses oksidasi.
Argulus, Lernea and Piscicola diketahui hanya akan respon apabila PK
digunakan dalam perendaman (dengan dosis: 10-25 ppm selama 90 menit).
Begitu pula dengan Costia dan Chilodinella, dilaporkan resisten terhadap PK,
kecuali dengan perendaman.
Kalium permanganat sangat efektif dalam menghilangkan Flukes.
Gyrodactylus dan Dactylus dapat hilang setelah 8 jam perlakuan dengan
dosis 3 ppm pada suatu sistem tertutup, perlakuan diulang setiap2-3 hari
Sebagai disinfektan luka.
Dapat mengurangi aeromonas (hingga 99%) dan bakteri gram negatif
lainnya.
Dapat membunuh Saprolegnia yang umum dijumpai sebagai infeksi sekunder
pada Ulcer.
Golongan ikan Catfish, perlakuann kalium permanganat dilakukan pada
konsentrasi diatas 2 ppm.
Sebagai antitoxin terhadap aplikasi bahan-bahan beracun. Sebagai contoh,
Rotenone dan Antimycin. Konsentrasi 2-3 ppm selama 10-20 jam dapat
menetralisir residu Rotenone atau Antimycin. Dosis PK sebaiknya diberikan
setara dengan dosis pestisida yang diberikan, sebagai contoh apabila
Rotenone diberikan sebanyak 2 ppm, makan untuk menetralisirnya PK pun
diberikan sebanyak 2 ppm.
Transportasi burayak dapat dengan perlakuan kalium permanganat dibawah
2 ppm.
2. Klorin
Klorin dan kloramin merupakan bahan kimia yang biasa digunakan sebagai
pembunuh kuman (disinfektan) di perusahan-perusahan air minum. Klorin (Cl2)
merupakan gas berwarna kuning kehijauan dengan bau menyengat. Perlakuan
klorinasi dikenal dengan kaporit. Sedangkan kloramin merupakan senyawa
klorin-amonia (NH4Cl).
Cl2 + H2O H2ClO3 Cl2 + H2O
NH4Cl + H2O NH4+ + ClO3
-
Sifat Kimia
Klorin relatif tidak stabil di dalam air
Kloramin lebih stabil dibandingkan klorin
Klorin maupun kloramin sangat beracun bagi ikan
Reaksi dengan air membentuk asam hipoklorit
Asam hipoklorit tersebut dapat merusak sel-sel protein dan sistem enzim ikan.
Tingkat keracunan klorin dan kloramin akan meningkat pada pH rendah dan
temperatur tinggi, karena pada pH rendah kadar asam hipoklorit akan
meningkat.
Efek racun dari bahan tersebut dapat diperkecil bila residu klorin dalam air
dijaga tidak lebih dari 0.003 ppm
Klorin pada konsentrasi 0.2 - 0.3 ppm dapat membunuh ikan dengan cepat
Tanda-tanda Keracunan Ikan bergerak kesana kemari dengan cepat.
Ikan akan gemetar dan warna menjadi pucat, lesu dan lemah.
Klorin dan kloramin secara langsung akan merusak insang sehingga dapat
menimbulkan gejala hipoxia, meningkatkan kerja insang dan ikan tampak
tersengal-sengal dipermukaan.
Perlakuan Oleh karena klorin sangat beracun bagi ikan maka perlu dihilangkan dengan cara sebagai berikut;
Air di deklorinasi sebelum digunakan, baik secara kimiawi maupun fisika.
Pengaruh klorin dihilangkan dengan pemberian aerasi secara intensif.
Mengendapkan air selama semalam. Dengan demikian maka gas klorin akan
terbebas ke udara.
Menggunakan bahan deklorinator atau lebih dikenal dengan nama anti klorin.
Anti-klorin lebih dianjurkan untuk air yang diolah dengan kloramin.
Kloramin relatif lebih sulit diatasi hanya oleh natrium tiosulfat saja dibandingkan
dengan klorin, karena maskipun gas klorinnya dapat diikat dengan baik, tetapi
akan menghasilkan amonia.
Mengalirkan air hasil deklorinasi tersebut melewati zeolit.
Segera pindahkan ikan yang terkena keracunan klorin kedalam
akuarium/wadah yang tidak terkontaminasi. Dalam keadaan terpaksa
tambahkan anti-klorin pada akuarium.
Tingkatkan intensitas aerasi untuk mengatasi kemungkinan terjadinya
gangguan pernapasan pada ikan-ikan.
3. Metil BiruMetil biru diketahui efektif untuk pengobatan Ichthyopthirius (white spot) dan
jamur. Selain itu, juga sering digunakan untuk mencegah serangan jamur pada
telur ikan. Metil biru biasanya tersedia sebagai larutan jadi di toko-toko akuarium,
dengan konsenrasi 1 - 2 persen. Selain itu tersedia pula dalam bentuk serbuk.
Sifat Kimia
Metil biru merupakan pewarna thiazine.
Digunakan sebagai bakterisida dan fungsida pada akuarium.
Dapat merusak filtrasi biologi dan kemampuan warnanya untuk melekat pada
kulit, pakaian, dekorasi akuarium dan peralatan lainnya termasuk lem akuarium.
Dapat merusak pada tanaman air.
Untuk mencegah serangan jamur pada telur ikan.
Dosis dan Cara Pemberian Untuk infeksi bakteri, jamur dan protozoa dosis yang dianjurkan adalah 2 ml
larutan Metil biru (Methylene Blue) 1 % per 10 liter air akuarium.
Perlakuann dilakukan dengan perendaman jangka panjang pada karantina.
Untuk mencegah serangan jamur pada telur, dosis yang dianjurkan adalah 2
mg/liter.
Cara pemberian metil biru pada bak pemijahan adalah setetes demi setetes.
Pada setiap tetesan biarkan larutan metil biru tersebut tersebar secara
merata.
Tetesan dihentikan apabila air akuarium telah berwarna kebiruan atau biru
jernih (tembus pandang). Artinya isi di dalam akuarium tersebut masih dapat
dilihat dengan jelas.
Perlakuan ini cukup dilakukan sekali kemudian dibiarkan hingga warna
terdegradasi secara alami.
Setelah telur menetas, penggantian air sebanyak 5 % setiap hari dapat
dilakukan untuk mengurangi kadar metil biru dalam air tersebut dan
mengurangi akumulasi bahan organik dan ammonium
4. Malachyte greenMalachite Green merupakan pewarna triphenylmethane dari group rasamilin.
Bahan ini merupakan bahan yang kerap digunakan untuk mengobati berbagai
penyakit dan parasit dari golongan protozoa, seperti: ichtyobodo, flukes insang,
trichodina, dan white spot, serta sebagai fungisida.
Penggunaan bahan ini hendaknya dilakukan pada sistem tertutup seperti
akuarium atau kolam ikan hias. Malachite green diketahui mempunya efek
sinergis apabila diberikan bersama-sama dengan formalin.
Terdapat indikasi bahwa kepopuleran penggunaan bahan ini agak menurun,
karena diketahui bisa menimbulkan akibat buruk bagi kesehatan manusia
apabila terhirup.
Malachite Green juga dapat menimbulkan akibat buruk pada filter biologi dan
pada tanaman air. Disamping itu, beberapa jenis ikan diketahui tidak toleran
terhadap bahan ini. Warna malachite green bisa melekat pada apa saja, seperti
tangan, baju, dan peralatan akuarium , termasuk plastik.
Hindari penggunaan malachite green dalam bentuk serbuk (tepung). Disarankan
untuk menggunakan malachite green dalam bentuk larutan jadi dengan
konsentrasi 1% dan telah terbebas dari unsur seng.
Dosis dan Cara Pemberian
Dosis 0.1 - 0.2 ml dari larutan 1% per 10 liter air, sebagai perlakuan
perendaman jangka panjang. Pemberian dosis dapat dilakukan setiap 4-5
hari sekali. Sebelum pemberian dosis dilakukan, disarankan untuk mengganti
air sebanyak 25 %
Dosis 1 - 2 ml dari larutan 1% per 10 liter, sebagai perlakuan jangka pendek
(30 - 60 menit). Perlakuan dapat di ulang setiap 2 hari sekali. Perlakuan dapat
dilakukan sebanyak 4-5 ulangan.
Dosis campuran antara Malachite Green dan Formalin untuk perlakuan pada
ikan adalah 0.05 - 0.1 ppm MG dan 10 -25ppm Formalin. Untuk udang-
udangan atau invertebrata laut adalah 0.1 -0.2 ppm MG dan 10 - 25 ppm
Formalin.
Malachite Green dapat pula diberikan sebagai disinfektan pada telur dengan
dosis 5 ppm selama 10 menit.
Perlakuan hendaknya dilakukan pada tempat terpisah.
8. Pengelolaan Kualitas Air
Parameter-parameter yang akan diukur dan berpengaruh terhadap kehidupan
larva antara lain ; (1) Parameter fisika air adalah suhu air, total suspended solid
(kekeruhan), warna air, dan salinitas. (2) Parameter kimia air antara lain oksigen
terlarut, karbon dioksida bebas, pH air, alkalinitas, kadar amonia dan kadar H2S,
sedangkan (3) Parameter biologi antara lain lumut dan hewan kompetitor.
Sedangkan kegiatan pengelolaan kualitas dan kuantitas air meliputi penggantian
air, menyifon kotoran, mengatur suhu, mengatur cahaya, dan mengatur aerasi
udara.
Jenis peralatan dan bahan yang diperlukan untuk pengelolaan kualitas dan
kuantitas air hendaknya diidentifikasi terlebih dahulu berdasarkan fungsi dan
cara kerjanya untuk mempermudah pelaksanaan pengukuran dan pengelolaan
kualitas dan kuantitas air. Berikut dibawah ini tabel peralatan dan bahan yang
perlu digunakan dalam pengukuran dan pengelolaan kualitas dan kuantitas air
untuk larva antara lain :
Tabel 3. Peralatan pengukuran kualitas dan kuantitas air
No Parameter Alat dan bahan1. Kuantitas air
a. debit Stopwatch, current meterb. volume Meteran
2. Parameter fisika aira. suhu Termometer raksa atau termometer alkohol
termometerb. kekeruhan Secchi disk, kertas saring milipore 0,45 m,
vacum pump, oven, dessikator, timbangan digital, gelas ukur, pengaduk.
secchi diskc. warna air Warna standart (platinum dan Cobalt)d. salinitas Salinometer, refraktometer
refraktometer
3. Parameter kimia aira. Oksigen terlarut (DO) DO meter, botol BOD, gelas ukur, erlemeyer,
pipet, spuit suntik/alat titrasi, larutan sulfamic acid, MnSO4, NaOH + KI, H2SO4 pekat, Na-thiosulfat, amylum. (DO tes kit)
DO meterb. CO2 Botol BOD, gelas ukur, erlemeyer, pipet, spuit
suntik/alat titrasi, larutan pp, Na2CO3, NaOH
Botol BODc. pH pH meter, pH paper atau kertas lakmus
pH paperd. alkalinitas Botol sampel/BOD, pipet, erlemeyer, gelas ukur,
spuit suntik/alat titrasi, larutan indikator pp, HCl/H2SO4, indikator BCG+MR
e. kadar amonia Kertas saring whatman no.42, pipet, gelas piala, magnetic stirer, gelas ukur, beaker glass, larutan MnSO4, chlorox, phenate, akuades, larutan standart amonia, spektrofotometer. (amonia tes kit)
kualitas air tes kit
f. kadar H2S Botol BOD Botol, pipet, erlemeyer, gelas ukur, spuit suntik/alat titrasi, larutan Zn acetat, NaOH, pH meter/kertas lakmus, larutan iodine, HCl, air sampel supernatant, akuades, Natrium Thiosulfat, indikator amilum
4. Parameter biologi aira. perhitungan
plankton/hewan kompetitor
Planktonet, ember, gelas ukur, botol sampel, mikroskop, haemositometer, pipet, formalin 40%
Planktonetb. perhitungan perifiton Papan kayu, gelas ukur, pengeruk, mikroskop,
haemositometerSedangkan peralatan yang digunakan dalam pengelolaan kualitas dan kuantitas
air untuk pemeliharaan larva antara lain tertera pada tabel berikut ini :
- selang sipon
- aerasi (selang, batua aerasi, aerator/blower)
- filter
- water heater
Alat-alat yang berbahan dasar kaca, logam atau plastik dapat dibersihkan
dengan disucihamakan yang dilanjutkan dengan pengeringan alat. Sedangkan
peralatan ukur digital (refraktometer, mikroskop, pH meter, DO meter) dan alat
yang riskan (bunsen) dapat dibersihkan dengan tissu atau kapas untuk
membersihkan debu-debu yang menempel serta dikalibrasi terlebih dahulu.
Berikut dibawah ini peralatan dan bahan yang digunakan dalam sanitasi
peralatan dan wadah pemeliharaan larva yang terbuat dari bahan dasar kaca
dan plastik :
- sabun cuci/ detergen/ kaporit
- garam/ methylen blue/ kalium permanganat
- spons/ sikat
- air bersih
- kain lap
- tissue
5.1 Debit dan Volume Air
Debit (discharge) dinyatakan sebagai volume yang mengalir pada selang waktu
tertentu, biasanya dinyatakan dalam satuan m3/detik. Pengukuran debit air dapat
dilakukan dengan alat current meter atau dengan cara matematis dan
pengukuran langsung. Perhitungan debit ditentukan dengan persamaan :
D = V x A
Keterangan : D = debit air (m3/detik)
V = kecepatan arus (m/detik)
A = luas penampang saluran air (m2)
Dengan meningkatnya debit air, kadar bahan-bahan alam yang terlarut ke suatu
badan air akibat erosi meningkat secara eksponensial. Namun konsentrasi
bahan-bahan antropogenik yang memasuki badan air tesebut mengalami
penurunan karena terjadi proses pengenceran.
Debit air berfungsi sebagai penyuplay air segar dan oksigen pada wadah
pemeliharaan larva di bak, akuarium dan fiberglass dapat diukur pada saat
pergantian air. Perhitungan debit air pada bak, akuarium dan fiberglass relatif
lebih mudah karena ukuran wadah yang relatif lebih kecil sehingga tidak
membutuhkan jumlah air yang banyak. Pada beberapa wadah pemeliharaan
larva dan benih ada yang diracang dengan menggunakan sistem resirkulasi
untuk penghematan air, sehingga air yang masuk dan keluar dari dalam wadah
pemeliharaan tetap. Pergantian air pada pemeliharaan larva atau benih di bak,
akuarium atau fiberglass tidak dapat dilakukan dengan debit air yang besar
sekaligus, hal ini dikhawatirkan akan menyebabkan stres pada larva.
Gambar 5. Akuarium dengan Filter sebagai Resirkulasi Air Sederhana
Debit air yang masuk ke dalam wadah pemeliharaan larva hendaknya menempel
pada tepian wadah atau dimasukkan sedikit demi sedikit untuk menghindari
stress pada larva. Pemasukan air ke dalam wadah pemeliharaan larva dengan
menggunakan sistem resirkulasi dapat membantu menambah kandungan
oksigen pada air karena dengan adanya gelembung-gelembung air dari percikan
air yang masuk ke dalam air mampu berdifusi dengan oksigen di udara.
Volume air wadah pemeliharaan larva harus disesuaikan dengan kebutuhan
hidup larva dan benih ikan yang dibudidayakan. Pada umumnya volume air pada
wadah pemeliharaan larva menyesuaikan dengan kondisi larva antara lain sifat
hidup dan kepadatan larva yang akan dipelihara pada wadah budidaya untuk
menghindari perebutan oksigen dan pakan.
Volume air juga perlu didukung dengan titik aerasi, semakin banyak volume air
atau semakin besar wadah pemeliharaan larva maka jumlah titik aerasi juga
harus banyak atau besar karena berpengaruh terhadap sebaran oksigen terlarut
dan pakan dalam air.
Pengukuran volume air pada wadah pemeliharaan tergantung pada bentuk
wadah, dapat menggunakan perhitungan sebagai berikut :
Pada wadah pemeliharaan yang berbentuk segi empat dapat digunakan rumus :
V = P x L x T
Keterangan : V = volume (m3)
P = panjang (m)
L = lebar (m)
T = tinggi (m)
Sedangkan wadah pemeliharaan yang berbentuk lingkaran dapat menggunakan
rumus :
V = 3,14 x R2 x T
Keterangan : V = volume (m3)
R = jari-jari lingkaran (m)
T = tinggi permukaan air (m)
5.2 Parameter fisika air :
a.Suhu
Air mempunyai kapasitas spesifik terhadap panas. Artinya perubahan suhu dapat
ditahan terjadi relatif lambat. Pada lingkungan perairan fluktuasi berkisar antara 3
– 5 C. Kepadatan air tergantung pada suhu. Pada suhu rendah, air akan
cenderung lebih padat sehingga akan lebih tenggelam atau dibawah.
Suhu merupakan faktor kontrol proses kimia, fisika dan biologi dalam perairan,
sehingga dengan berubahnya suhu hampir semua proses dalam perairan
berubah. Peningkatan suhu menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme
dan respirasi organisme air, sehingga mengakibatkan peningkatan konsumsi
oksigen.
Ikan merupakan binatang berdarah dingin (poikiloterm) sehingga metabolisme
dalam tubuh tergantung pada suhu lingkungannya, termasuk kekebalan
tubuhnya. Suhu luar atau eksternal yang berfluktuasi terlalu besar akan
berpengaruh terhadap sistem metabolisme. Peningkatan suhu perairan sebesar
10 C menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen organisme akuatik
sebesar 2-3 kali lipat. Konsumsi oksigen dan fisiologi tubuh ikan akan mengalami
kerusakan atau kekacauan sehingga ikan akan sakit. Suhu rendah akan
mengurangi imunitas (kekebalan tubuh) ikan, sedangkan suhu tinggi akan
mempercepat ikan terkena infeksi bakteri.
Pemeliharaan larva cenderung memerlukan suhu yang relatif hangat, karena
ukurannya yang kecil dan dengan suhu yang tinggi metabolismenya meningkat
sehingga nafsu makan larva juga meningkat maka pertumbuhan larva dapat
dikendalikan dengan cepat dengan pemeberian pakan yang sesuai dengan
kebutuhan jumlah dan gizi yang terkandung dalam pakan. Kisaran suhu yang
optimal untuk ikan-ikan daerah tropis adalah sekitar 25 – 32 C.
Pengaruh suhu rendah terhadap ikan adalah rendahnya kemampuan mengambil
oksigen (hypoxia). Kemampuan rendah ini disebabkan oleh menurunnya detak
jantung. Pengaruh lain ialah proses osmoregulasi terganggu.
Pada suhu yang turun mendadak akan terjadi degenerasi sel darah merah
sehingga proses respirasi terganggu. Selain itu, suhu rendah dapat
menyebabkan ikan tidak aktif, bergerombol, serta tidak mau berenang dan
makan sehingga imunitas terhadap penyekit menurun. Sedangkan pada suhu
yang meningkat tinggi akan menyebabkan ikan katif bergerak, tidak mau berhenti
makan dan metabolisme cepat meningkat, sehingga kotorannya menjadi lebih
banyak yang berpengaruh terhadap menurunnya kualitas air. Alat pengukuran
suhu adalah termometer raksa atau pun alkohol dengan skala pengukuran
derajat celcius (C)
b. Kekeruhan
Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan
banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang
terdapat di dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan
anorganik yang tersuspensi dan terlarut, partikel organik atau meterial
tersuspensi dalam air budidaya umumnya berupa material atau partikel halus
yang melayang. Bila ukurannya besar, partikel ini dapat mengendap di dalam air,
terutama kalau aerasi dihentikan. Partikel organik seperti debu yang erukuran
0,22 – 1,2 mikron dapat mengeruhkan air dan terkadang warnanya menjadi
gelap.
Partikel atau bahan yang terlarut dalam air dapat mengganggu sistem
pernafasan pada ikan karena partikel akan menempel pada permukaan
lembaran insang dan mengurangi penetrasi cahaya ke dalam perairan sehingga
mengurangi kelarutan oksigen di dalam air.
Pengukuran kekeruhan pada perairan secara kuantitatif dapat diukur dengan
menggunakan secchi disk atau turbidity meter. Pada wadah pemeliharaan larva
seperti bak, akuarium dan fiberglass yang hanya memiliki kedalaman rendah
nilai kekeruhan berupa padatan tersuspensi dapat diukur dengan cara
gravimetrik, yaitu sebagai berikut :
- Siapkan filter (millipore dengan perositas 0,45 m) dengan vacuum pump.
Saring 2 x 20 ml aquades, biarkan penyaringan berlanjut sampai 2-3 menit
untuk mengisap kelebihan air.
- Keringkan kertas saring (filter) dalam oven selama 1 jam pada temperatur
1003-105 C, dinginkan dalam dessikator, lalu timbang (B mg)
- Ambil 100 ml air sampel dengan gelas ukur, aduk, kemudian saring dengan
menggunakan kertas saring (filter) yang telah ditimbang pada prosedur
sebelumnya
- Keringkan filter dan residu dalam oven 103-105C selama paling sedikit 1 jam,
dinginkan dalam dessikator, timbang (A mg)
- Perhitungan :
TDS (mg/L) = (A – B) x 1000/ ml sampel
A : Berat (mg) filter dan residu
B : Berat (mg) filter
c. Salinitas
Salinitas biasa disebut juga kadar garam merupakan jumlah total material terlarut
dalam air. Umumnya salinitas dihitung dengan satuan ppt (part per thousand),
yaitu gram material terlarut perliter air. Salinitas menggambarkan padatan total di
dalam air, setelah semua karbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromida
dan iodida digantikan oleh klorida dan semua bahan organik telah dioksidasi.
Berdasarkan salinitasnya badan air dibedakan dalam tiga golongan yaitu air
tawar (0-3 ppt), air payau (4–20 ppt), dan air laut (lebih dari 20 ppt). Pengaruh
salinitas pada ikan terjadi dalam proses osmoregulasi. Ikan air tawar tidak
toleran terhadap salinitas. Akibat perubahan fisiologi osmose sel-sel tubuh maka
ikan akan mengalami stres.
Pengukuran salinitas dapat dilakukan dengan salinometer atau refraktometer.
Dengan cara meneteskan air ke dalam alat tersebut maka nilai salinitas air yang
dteteskan sudah bisa terbaca pada skala alat.
5.3 Parameter kimia air :
a. Oksigen terlarut (DO)
Oksigen merupakan salah satu gas yang terlarut dalam perairan. Kadar oksigen
yang terlarut di perairan alami bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas,
turbulensi air dan tekanan atmosfer. Di perairan tawar, kadar oksigen terlarut
berkisar antara 15 mg/l pada suhu 0°C dan 8 mg/l pada suhu 25°C.
Oksigen merupakan zat terpenting dalam kehidupan organisme. Didalam air
oksigen bersumber dari tanaman hijau daun, dengan bantuan sinar matahari
melalui proses fotosintesis, tanaman memproduksi oksigen. Oksigen dapat larut
ke dalam air melalui proses difusi atau persinggungan dengan udara.
Dalam bernafas, organisme memasukkan oksigen dan mengeluarkan
karbondioksida, bagi ikan oksigen diperoleh dari air. Oksigen digunakan ikan
untuk pernapasan, yaitu pertukaran gas yang dilakukna di dalam insang. Pada
proses ini oksigen akan diserap, sedangkan karbondioksida di buang. Oksigen
yang masuk tersebut akan diambil atau diterima oleh pigmen dalam darah, yaitu
haemoglobin, melalui ikatan sementara sebelum digunakan oleh sel-sel tubuh.
Sel-sel tubuh menggunakan oksigen untuk pembakaran bersama dengan bahan
bakar, yaitu makanan. Dari pembakaran ini dihasilkan energi yang akan
digunakan untuk aktivitas tubuh seperti bergerak, tumbuh dan bereproduksi atau
berkembang biak. Kalau kadar oksigen terlarut rendah maka kehidupan ikan
akan terganggu. Jumlah minimal kebutuhan oksigen terlarut setiap jenis ikan
berbeda-beda. Ikan yang gesit lebih banyak membutuhkan oksigen dibanding
ikan yang tenang. Namun sedikitnya air untuk pemeliharaan ikan harus berkadar
oksigen 5 mg/l.
Pengukuran oksigen terlarut pada perairan dapat dilakukan dengan metode
titrasi atau DO meter. Penggunaan DO meter diperlukan kalibarasi terlebih
dahulu untuk menstandartkan nilai ukuran dengan cara penyelupan DO meter
pada media pemeliharaan selama beberapa menit hingga angka terlihat stabil.
Sedangkan pengukuran dengan metode titrasi adalah sebagai berikut :
- Pindahkan air sampel ke dalam botol BOD sampai meluap (jangan sampai
terjadi gelembung udara), tutup kembali.
- Tambahkan 1 ml Sulfida Acid dengan pipet di bawah permukaan, tutp dan
aduk dengan membolakbalik botol.
- Tambahkan 2 ml MnSO4, dan 2 ml NaOH + KI. Penambahan reagen-reagen
dengan memasukkan pipet di bawah permukaan air dalam botol. Tutup
dengan hati-hati dan aduk dengan membolak-balik botol 20 kali. Biarkan
bebrapa saat hingga endapan coklat terbentuk dengan sempurna
- Tambahkan 2 ml H2SO4 pekat dengan hati-hati (gunakan ruang asam), aduk
dengan cara yang sama hingga semua endapan larut, bila belum terlarut
semua tambahkan lagi 0,5 ml H2SO4 pekat
- Ambil 100 ml air dari botol BOD tersebut dengan menggunakan pipet Mohr
atau gelas ukur, masukan ke dalam erlemeyer, uasahakan jangan terjadi
aerasi
- Titrasi dengan Na-thiosulfat hingga terjadi perubahan warna dari kuning tua
ke kuning muda. Tanbahkan 5 – 8 tetes indikator amylum hingga terbentuk
warna biru. Lanjutkan titrasi dengan Na-thiosulfat hingga tepat tidak berwarna
(bening)
- Perhitungan :
O2 mg/l = (ml titran) (normalitas thiosulfat) (8) (1000) (ml sampel) (ml botol BOD – ml reagen terpakai)
(ml botol BOD)b. Karbon dioksida (CO2)
Keberadaan karbondioksida di perairan terdapat dalam bentuk gas
karbondioksida bebas (CO2), ion bikarbonat (HCO3-), ion karbonat (CO3
2-) dan
asam karbonat (H2CO3). Proporsi dari keempat bentuk karbon tersebut berkaitan
dengan nilai pH perairan. Karbondioksida yang terdapat di perairan dapat
berasal dari :
- difusi dari atmosfer secara langsung
- air hujan, secara teoritis air hujan yang jatuh ke permukaan bumi memiliki
kandungan karbondioksida sebesar 0,55 – 0,60 mg/l
- air yang melewati tanah organik dari proses dekomposisi
- respirasi tumbuhan, hewan, dan bakteri aerob maupun anaerob
Karbondioksida dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan atau fitoplankton pada
perairan untuk fotosintesis sehingga menghasilkan oksigen. Istilah
karbondioksida bebas digunakan untuk menjelaskan CO2 yang terlarut dalam air,
juga menggambarkan CO2 di perairan yang membentuk kesetimbangan dengan
CO2 di atmosfer. Di perairan tawar, ion bikarbonat berperan sebagai sistem
penyangga (buffer) dan penyedia karbon untuk keperluan fotosintesis. Kadar
karbondioksida di perairan dapat mengalami pengurangan, bahkan hilang, akibat
proses fotosintesis, evaporasi dan agitasi air.
Karbondioksida sangat mudah larut dalam pelarut, termasuk air. Dalam jumlah
atau kadar tertentu, karbondioksida dapat merupakan racun. Ikan mempunyai
naluri yang kuat dalam mendeteksi kadar karbondioksida dan akan berusaha
menghindari daerah atau area yang kadar CO2nya tinggi. Dengan kadar CO2
mencapai lebih dari 10 mg/l sudah bersifat racun bagi ikan karena ikatan atau
kelarutan oksigen dalam darah terhambat. Pada kondisi ini ikatan CO2 dalam
darah menjadi lebih kuat dibanding ikatan O2. tanda visual pada ikan budidaya
yang kadar CO2 dalam air tinggi adalah berkumpulnya ikan dengan kondisi
susah bernafas. Perairan yang diperuntukan bagi kepentingan perikanan
sebaiknya mengandung kadar karbondioksida bebas < 5 mg/l. Kadar
karbondioksida bebas sebesar 10 mg/l masih dapat ditolerir oleh organisme
akuatik, asal disertai dengan kadar oksigen yang cukup.
c. pH air
pH adalah derajat keasaman yang manggambarkan konsentrasi ion hidrogen
pada perairan. pH bekaitan erat dengan karbondioksida dan alkalinitas. Semakin
tinggi pH maka semakin tinggi nilai alkalinitas dan semakin rendah kadar
karbondioksida bebas. Larutan yang bersifat asam (pH rendah) bersifat korosif.
pH juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Senyawa amonium yang
dapat terionoisasi banyak ditemukan pada perairan yang memiliki pH rendah.
Amonium bersifat tidak toksik, namun pada suasana alkali (pH tinggi) lebih
banyak deitemukan amonia yang tak terionisasi dan bersifat toksik. Amonia tak
terionisasi ini lebih mudah terserap ke dalam tubuh organisme akuatik
dibandingkan dengan amonium.
Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai pH
sekitar 7–8,5. Proses reproduksi atau perkembangbiakan ikan biasanya akan
baik pada pH 6,5. hubungan keasaman air dengan kehidupan ikan sangat besar.
Titik kematian ikan pada pH asam adalah 4 dan pada pH basa adalah 11. Ikan
dewasa akan lebih baik toleransinya terhadap pH dibandingkan ikan ukuran
kecil, larva atau telur. Perubahan pH secara mendadak akan menyebabkan ikan
meloncat-loncat atau berenang sangat cepat dan tampak seperti kekurangan
oksigen hingga mati mendadak. Sementara perubahan pH secara perlahan akan
menyebabkan lendir keluar berlebihan, kulit menjadi keputihan dan mudah kena
bakteri. Biasanya bakteri akan tumbuh baik pada pH basa, sedangkan jamur
tumbuh baik pada pH asam. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi
perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah. Toksisitas
logam memperlihatkan peningkatan pada pH rendah.
Pengukuran nilai pH dapat dilakukan dengan Ph test kit yang berbentuk cairan,
dengan meneteskan pada air sampel sehingga air berubah warna yang
kemudian dicocokkan dengan komparator standart. Cara lain pengukuran pH
dengan menggunakan alat digital (pH meter) yang lebih akurat hingga dapat
membeca hingga nilai persepuluhan.
d. Alkalinitas
Alkalinitas adalah gambaran kapasitas air untuk menetralkan asam, atau dikenal
dengan sebutan acid netralizing capacity (ANC) atau kuantitas anion di dalam air
yang dapat menetralkan kation hidrogen. Alkalinitas juga diartikan sebagai
kapasitas penyangga (buffer capacity) terhadap perubahan pH perairan. Kation
utama yang mendominasi perairan tawar adalah kalsium dan magnesium. Anion
utama pada perairan tawar adalah bikarbonat dan karbonat. Kalsium karbonat
merupakan senyawa yang memberi kontribusi terbesar terhadap nilai alkalinitas
dan kesadahan di perairan tawar. Kelarutan kalsium karbonat menurun dengan
meningkatnya shu dan meningkat dengan keberadaan karbondioksida. Nilai
alkalinitas perairan alami hampir tidak pernah lebih dari 500 mg/l CaCO3.
Perairan dengan nilai alkalinitas yang terlalu tinggi tidak terlalu disukai oleh
organisme akuatik karena biasanya diikuti dengan nilai kesadahan yang tinggi
atau kadar garam natrium yang tinggi. Perairan dengan alkalinitas tinggi lebih
produktif daripada perairan dengan alkalinitas rendah. Tingkat produktifitas
perairan ini sebenarnya tidak berkaitan secara langsung dengan nilai alkalinitas,
tetapi berkaitan dengan fosfor dan elemen esensial lain yang kadarnya
meningkat dengan meningkatnya nilai alkalinitas.
e. Kadar amonia
Amonia di perairan dapat berasal dari proses dekomposisi bahan organik yang
banyak mengandung senyawa nitrogen (protein) oleh mikroba (amonifikasi),
ekskresi organisme, reduksi bakteri oleh bakteri dan pemupukan. Setiap amonia
yang terbebas ke suatu lingkungan akan membentuk reaksi kesetimbangan
dengan ion amonium.
Amonia merupakan gas buangan terlarut hasil metabolisme ikan oleh
perombakan protein, baik dengan ikan sendiri yang berupa kotoran (feces dan
urin) maupun dari sisa pakan. Kelarutan amoniak sangat besar dan merupakan
kompetitor kuat dalam ikatannya ke darah dengan O2. substansi inipun sangat
beracun, terutama pada pH tinggi. Selain amoniak dan nitrit dalam air juga
terdapat nitrat (NO3) yang merupakan hasil oksidasi amoniak dan terutama nitrit
yang sangat mudah larut. Hanya saja pengaruh dan daya racunnya terhadap
ikan sangat kecil.
Secara kimia, amoniak berada dalam dua bentuk, yaitu Unionized Ammonia atau
UIA (NH3) dan Ionized Ammonia atau IA (NH4+). Keberadaan UIA membuat ikan
mabuk atau keracunan kalau kadarnya dalam air tinggi. Sementara daya racun
IA kurang kuat. Pengukuran amonia tersebut umumnya hanya dapat dilakukan
terhadap total amonia (NH3 + NH4+). Makin tinggi pH dan suhu maka makin tinggi
konsentrasi NH3 sehingga makin kuat daya racunnya.
Kadar amonia terukur yang dapat membuat ikan mati adalah lebih dari 1 ppm
dan nitrit lebih dari 0,1 ppm. Bila kadarnya kurang dari kadar tersebut, tetapi
lebih dari setengahnya maka dalam jangka panjang ikan akan stres, sakit dan
pertumbuhannya kurang bagus, namun kondisi demikian masih tergantung dari
jenis, stadia, dan ukuran ikan. Umumnya ikan dalam stadia telur, larva dan benih
lebih sensitif dibanding ikan remaja dan dewasa.
Pengukuran amoniak dan nitrit dapat dilakukan dengan ammonium test kit yang
berbentuk cairan. Pengukuran amoniak sebaiknya dilakukan sore hari karena
pada saat itu nilai pH dan presentase amonianya paling tinggi. Berikut dibawah
ini prosedur pengukuran amonia nitrogen total (metode phenate) :
- saring 25 – 50 ml air sampel dengan kertas saring whatman no 42 (jangan
menggunakan vacum pum agar tak ada amonia yang hilang)
- pipet 10 ml air sampel yang telah disaring, masukkan ke dalam gelas piala
- sambil diaduk (sebaiknya dengan magnetic stirer), tambahkan 1 tetes
MnSO4, 0,5 ml chlorox (oxidizing solution) dan 0,6 ml phenate. Phenate
ditambahkan dengan segera menggunakan pipet tetes yang sudah dikalibrasi.
Diamkan selama 15 menit, sampai pembentukan warna stabil (warna akan
tetap stabil sampai beberapa jam)
- buat larutan blanko dari 10 ml akuades, lakukan prosedur no 3
- buat larutan standar dari 10 ml larutan standar amonia (0,30 ppm),
- dengan larutan blanko pada panjang gelombang 630 nm, set
spektrofotometer pada absorbance 0,000 (atau transmittance 100%),
kemudian lakukan pengukuran sampel dan larutan standar
- hitung konsentrasi amonia-N total dengan persamaan :
TAN mg/l sebagai N = ppm NH3-N = Cat x Aa Aat
Cat = konsentrasi larutan standar (0,30 mg/l)
Aat = nilai absorbance (transmittance) larutan standar
Aa = nilai absorbance (transmittance) air sampel
Konsentrasi amonia yang terukur tersebut dinyatakan dalam kadar nitrogen
(N) yang terdapat dalam amonia (NH3). Untuk mengetahui konsentrasi amonia
yang dinyatakan dalam mg NH3/l (=ppm NH3), nilai TAN di atas dikalikan dengan
faktor seperti pada persamaan berikut :
Mg NH3/l = ppm NH3-N x BM NH3 = ppm NH3-N x 1,216 BA N
BM : Berat molekul
BA : Berat atom
Air dari alam atau natural water secara fundamental akan berbeda kondisinya
dengan air dari tempat budidaya, terutama sistem tertutup yang menggunakan
akuarium atau bak, berdasarkan sifat kimia maupun biologi. Jumlah ikan
ditempat budidaya umumnya jauh lebih banyak dibanding jumlah air. Akibatnya
material hasil sisa metabolisme (metabolit) yang dikeluarkan ikan (berupa
kotoran dan urin) tidak dapat seimbang mengurai. Artinya waktu penguraian
metabolit secara alami tidak mencukupi karena jumlahnya cukup banyak. Oleh
karena itu, air tidak dapat atau sulit kembali menjadi baik atau cederung
enghasilkan substansi atau bahan metabolit yang berbahaya bagi ikan.
Tingkat penurunan kualitas air dalam pebudidayaan atau kadar material hasil
metabolisme ikan tergantung pada beberapa faktor, antara lain :
a. jumlah dan kepadatan ikan, kalau kepadatan ikan lebih besar dari patokan
maka ikan akan stres. Hal ini disevbablkan keadaan lingkungan menjadi tidak
nyaman ataupun air cepat jelek, kepadatan ikan juga bergantung pada jenis
ikan
b. jenis dan stadia ikan, pengeluaran metabolit per satuan waktu oleh
masing-masing jenis ikan tidak sama. Ikan yang bergerak aktif penggunaan
energi (mengkonsumsi makan) dan menghasilkan metabolit lebih banyak
dibandingkan jenis ikan yang tenang sehingga kualitas airpun lebih cepat
jelek. Stadia ikan remaja atau dewasa memiliki aktifitas yang lebih banyak
dan cenderung mengeluarkan kotoran lebih banyak bila dibandingkan dengan
larva atau benih, demikian juga terhadap ketahanan tubuhnya terhadap
kualitas air lebih baik. Oleh karena itu , pemantauan atau perawatan kualitas
media pada stadia larva dan benih harus secara khusus. Umumnya
penggantian air pada stadia larva dan benih dilakukan lebih hati-hati dan
lebih sering agar kualitas airnya selalu terjaga.
c. Jumlah dan jenis pakan, pemberian pakan yang terlalu banyak akan cepat
mengotori air, karena sisa pakan yang membusuk akan sangat
membahayakan kehidupan ikan.
d. Air hujan dan musim, penurunan kua;litas air karena faktor hujan
merupakan faktor khusus, umumnya terjadi pada pembudidayaan ikan diluar
ruangan seperti bak atau kolam. Hujan yang terus menerus dapat
berpengaruh pada perubahan suhu yang drastis yang kemudian berpengaruh
terhadap oksigen terlarut pH dan amonia dalam air.
Nilai parameter kualitas air optimal yang dibutuhkan setiap jenis ikan tidak sama,
tergantung asal-usul, genetis dan kemampuan beradaptasi, sehingga terkadang
pada suatu nilai tertentu menjadi jelek bagi beberapa ikan tapi belum tentu jelek
untuk jenis ikan lainnya. Namun, pada tingkat ekstrim semua jenis ikan akan
mendapatkan pengaruh yang hampir sama.
Pengaruh suhu sangat nyata dan umumnya cepat karena berhubungan langsung
dengan metabolisme dalam tubuh ikan. Untuk pH, selain dapat menjadikan ikan
stres, dapat juga mempengaruhi reaksi air media dalam perombakan amonia,
nitrit dan karbondioksida. Daya racun dari substansi tersebut akan makin
meningkat pada kekerasan, pH dan suhu yang lebih tinggi.
Bila peruraian atau oksidasi amonia (NH3) dan amonium (NH4+) tidak sempurna,
akan timbul suatu hasil samping yang sangat beracun. Ini terjadi bila pasok
oksigen untuk menguraikan secara oksidasi kurang atau tidak mencukupi.
Parameter kualitas air sangat kompleks, saling berhubungan dan saling
mempengaruhi vitalitas ikan. Bila salah satu parameter tidak optimal maka hal ini
akan dapat memicu parameter lainnya ke arah negatif sehingga menimbulkan
kesulitan yang lebih berat bagi ikan.
Larva sangat peka terhadap perubahan kualitas air. Kematian total lebih sering
terjadi pada stadia ini, sehingga penanganannya juga harus secara khusus.
Induk yang sedang memijah juga sangat peka terhadap perubahan kualitas air.
Pengelolan kualitas air yaitu usaha untuk menjaga kualitas air agar tetap pada
kondisi optimal untuk pembudidayaan dengan cara pemberian aerasi, sirkulasi
air, penggunaan pemanas air, penggantian air segar dan filtrasi.
Pemberian aerasi dalam kolam atau akuarium sangat besar pengaruhnya
terhadap kulitas air. Tanpa aerasi, kualitas air akan cepat menjadi jelek, terutama
penurunan kadar oksigen. Gelembung-gelembung udara yang masuk ke air,
terutama pada bak atau akuarium yang airnya dalam, akan memudahkan
terjadinya difusi ke seluruh kolom air. Makin kecil gelembung udaramaka makin
cepat terjadinya difusi. Hal ini disebabkan permukaan udara yang bersinggungan
dengan air akan lebih luas.
Sirkulasi adalah upaya untuk perputaran dan pergerakan pada media
pemeliharaan yang bertujuan untuk menjaga keseimbangan biologi dalam air
(berkumpulnya ikan atau pakan pada satu tempat), menjaga kestabilan suhu
pada saat pemakaian heater, membantu mendistribusikan oksigen ke segala
arah serta menjaga akumulasi atau mengumpulnya hasil metabolit beracun
sehingga kadar atau daya racun dapat ditekan. Sirkulasi air dapat dibuat dengan
bantuan aerasi, head pump atau dengan pengucuran air ke dalam wadah
pemeliharaan.
Pemanas air (water heater) digunakan untuk meningkatkan suhu, hal ini sangat
efektif dilakukan pada saat musim dingin/hujan maupun membantu memperbaiki
vitalitas ikan yang sedang sakit. Penggunaan akan lebih efektif lagi kalau disertai
dengan perputaran atau sirkulasi air karena pada dapat menyebar merata ke
segala arah.
Pergantian air sebagian atai total sangat berperan pada pengelolaan kualitas air
karena mampu menghilangkan kotoran dan mampu memperbaiki kualitas air
secra nyata. Mengganti atau mengurangi air dilakukan dengan cara menyifon
menggunakan selang, kemudian air segar diisi kembali ke dalam wadah
pemeliharaan sebanyak air yang diinginkan. Pergantian air merupakan cara
paling sederhana, pasti, praktis dan aman selama dilakukan dengan hati-hati.
Penyifonan diawali dengan mematikan aerasi terlebih dahulu agar partikel koloid
atau debu mengendap sehingga mempermudah pengambilan oleh selang.
Kegiatan ini sebaiknya dilakukan setiap hari dalam jumlah sedikit atau dengan
interval waktu tertentu. air pengganti hendaknya disiapkan terlebih dahulu
dengan pengendapan selama semalam untuk menyamakan suhu air baru
dengan suhu lingkungan. Pemasukan air ke dalam wadah pemeliharaan secara
perlahan dan hati-hati untuk mengurangi goncangan hingga ikan tidak stres
akibat pergantian air. Pada pemeliharaan benih pergantian air dilakukan setiap 1
– 2 hari dengan jumlah tidak lebih dari sepertiga bagian. Sedangkan pergantian
air pada pemeliharaan larva jangan terlalu sering karena larva rentan terhadap
goncangan kualitas air, interval pergantian airnya bisa lebih jarang (3-7 hari)
dengan jumlah seperlima sampai seperempat bagian) tergantung kondisinya.
5.4 Biologi Air
Parameter biologi air sangat perlu untuk dipahami oleh pembudidaya ikan karena
beberapa jasad renik bermanfaat untuk budidaya ikan khususnya larva untuk
hidup, tumbuh dan berkembang. Beberapa faktor biologi air yang berpengaruh
langsung terhadap kehidupan larva dan benih antara lain lumut dan hewan
kompetitor.
Plankton didalam air ada dua jenis yaitu zooplankton dan fitoplankton,
fitoplankton berupa alga hijau, sangat sering tumbuh pada wadah budidaya yang
banyak mendapatkan sinar matahari langsung. Keberadaan fitoplankton dapat
diketahui dengan melihat warna air budidaya yang hijau, terkadang tumbuh
lumut bila jumlahnya terlalu banyak dan menempel pada dasar wadah.
Untuk zooplankton yang umumnya terdapat di kolam budidaya berasal dari
kelompok protozoa. Protozoa berupa biota yang sangat kecil dan tidak tampak
oleh mata telanjang. Keberadaannya di wadah budidaya bisa sebagai makanan
ikan seperti infusoria, terutama untuk ikan kecil seperto larva dan benih. Namun
ada juga protozoa yang menjadi parasit dari ikan seperti Icthyopthyrius. Jenis
protozoa dari kelompok yang lebih besar adalah crustacea yang sangat terkenal
dengan sebutan kutu air seperti daphnia dan moina. Kutu air ini dijadikan
makanan ikan dan sengaja dimasukkan dalam wadah budidaya. Jenis crustacea
lain ada yang sebagai hama, yaitu Cyclops. Cyclops umumnya masuk ke wadah
budidaya bersama kutu air. Sementara kelompok arthropoda yang erupa larva
hewan-hewanan yang terbang di atas perairan umumnya merupakan hama dan
parasit ikan.
Jamur dan bakteri memang selalu ada dan akan baik perkembangannya di
dalam air kalau terdapat substrat atau tempat yang cocok dan tersedia makanan.
Makanan bakteri berupa amonia, nitrit atau sisa bahan organik lain. Bakteri ada
dua jenis, yaitu bakteri patogen dan non patogen. Keberadaan bakteri patogen
akan merugikan pembudidayaan karena sebagai bibit penyakit. Lain halnya
dengan bakteri non patogen, keberadaannya dapat menguntungkan
pembudidayaan. Contoh bakteri non patogen adalah nitrosomonas dan
nitrobakter yang merupakan jenis bakteri perombak yang dapat memelihara
kualitas air. Sementara keberadaan jamur di dalam media air umumnya
merugikan karena menyerang telur ikan atau ikan. Sedangkan perifiton
merupakan organisme renik yang hidupnya menempel atau kadang-kadang saja
berada dekat substrat di dalam air
Identifikasi parameter biologi air dapat dilakukan dengan cara visualisasi
langsung bila lumut atau hewan kompetitor besar atau dapat diamati langsung
dengan mata atau lup. Sedangkan pada pengamatan parameter biologi yang tak
tampak oleh mata dapat dilakukan dengan cara prinsip kerja menyaring air
budidaya dengan menggunakan planktonet pada botol pengumpul kemudian
diberi formalin untuk diawetkan. Jumlah plankton atau hewan kompetitor yang
tertampung dalam wadah pengumpul setara dengan volume air sampel yang
disaring pada alat tersebut. Plankton yang sudah terkumpul dapat dihitung
dengan menggunakan haemositometer. Berikut dibawah ini prosedur
pengukuran/perhitungan plankton/hewan kompetitor :
- mengambil air sampel dari wadah pemeliharaan
sebanyak 50 liter
- gunakan planktonet untuk menyaring dan
menampung plankton/hewan kompetitor
- pindahkan plankton/ hewan kompetitor yang
tertampung dari planktonet ke botol penampung 25 ml
- berilah formalin 40% sebanyak 2 ml ke dalam
botol penampung
- ambilah dengan menggunakan pipet sebanyak
1 cc dan teteskan pada permukaan haemositometer (sebelum diambil air
sampel harus dikocok terlebih dahulu)
- dengan menggunakan mikroskop, identifikasi
plankton/hewan kompetitor serta jumlahnya yang ada dalam kolam
Sedangkan prosedur pengukuran perifiton/lumut adalah sebagai berikut :
- siapkan potongan papan kayu, kemudian
tenggelamkan ke dalam air pada wadah budidaya sedemikian rupa,
biarkan tenggelam selama satu minggu
- setelah satu minggu angkat papan, kemudian
keruk permukaan kayu tersebut lalu encerkan pada gelas ukur 500 ml
- hitunglah individu perifiton pada satuan luas yang
diamati menggunakan haemositometer dan mikroskop dengan hasil
perhitungan adalah jumlah individu per luas substrat yang diamati
Pengelolaan parameter biologi air pada dasarnya sama dengan pengelolaan
parameter fisika dan kimia air karena saling berhubungan. Pengelolan kualitas
air yaitu usaha untuk menjaga kualitas air agar tetap pada kondisi optimal untuk
pembudidayaan dengan cara pemberian aerasi, sirkulasi air, penggunaan
pemanas air, penggantian air segar dan filtrasi.
Pemberian aerasi dalam kolam atau akuarium sangat besar pengaruhnya
terhadap kulitas air. Tanpa aerasi, kualitas air akan cepat menjadi jelek, terutama
penurunan kadar oksigen. Gelembung-gelembung udara yang masuk ke air,
terutama pada bak atau akuarium yang airnya dalam, akan memudahkan
terjadinya difusi ke seluruh kolom air. Makin kecil gelembung udaramaka makin
cepat terjadinya difusi. Hal ini disebabkan permukaan udara yang bersinggungan
dengan air akan lebih luas.
Sirkulasi adalah upaya untuk perputaran dan pergerakan pada media
pemeliharaan yang bertujuan untuk menjaga keseimbangan biologi dalam air
(berkumpulnya ikan atau pakan pada satu tempat), menjaga kestabilan suhu
pada saat pemakaian heater, membantu mendistribusikan oksigen ke segala
arah serta menjaga akumulasi atau mengumpulnya hasil metabolit beracun
sehingga kadar atau daya racun dapat ditekan. Sirkulasi air dapat dibuat dengan
bantuan aerasi, head pump atau dengan pengucuran air ke dalam wadah
pemeliharaan.
Pemanas air (water heater) digunakan untuk meningkatkan suhu, hal ini sangat
efektif dilakukan pada saat musim dingin/hujan maupun membantu memperbaiki
vitalitas ikan yang sedang sakit. Penggunaan akan lebih efektif lagi kalau disertai
dengan perputaran atau sirkulasi air karena pada dapat menyebar merata ke
segala arah.
Pergantian air sebagian atai total sangat berperan pada pengelolaan kualitas air
karena mampu menghilangkan kotoran dan mampu memperbaiki kualitas air
secara nyata. Mengganti atau mengurangi air dilakukan dengan cara menyifon
menggunakan selang, kemudian air segar diisi kembali ke dalam wadah
pemeliharaan sebanyak air yang diinginkan. Pergantian air merupakan cara
paling sederhana, pasti, praktis dan aman selama dilakukan dengan hati-hati.
Penyifonan diawali dengan mematikan aerasi terlebih dahulu agar partikel koloid
atau debu mengendap sehingga mempermudah pengambilan oleh selang.
Kegiatan ini sebaiknya dilakukan setiap hari dalam jumlah sedikit atau dengan
interval waktu tertentu. air pengganti hendaknya disiapkan terlebih dahulu
dengan pengendapan selama semalam untuk menyamakan suhu air baru
dengan suhu lingkungan. Pemasukan air ke dalam wadah pemeliharaan secara
perlahan dan hati-hati untuk mengurangi goncangan hingga ikan tidak stres
akibat pergantian air. Pada pemeliharaan benih pergantian air dilakukan setiap 1
– 2 hari dengan jumlah tidak lebih dari sepertiga bagian. Sedangkan pergantian
air pada pemeliharaan larva jangan terlalu sering karena larva rentan terhadap
goncangan kualitas air, interval pergantian airnya bisa lebih jarang (3-7 hari)
dengan jumlah seperlima sampai seperempat bagian) tergantung kondisinya.
Filtrasi merupakan cara penyaringan air menggunakan filter (penyaring). Prinsip
dari filtrasi adalah menyaring air yang sudah banyak mengandung kotoran, baik
kotoran berbentuk partikel organik maupun anorganik, dengan penggunaan filter
air akan layak kembali dapat digunakan. Partikel organik maupun metabolit yang
timbul terus menerus dalam air akan cepat diuraikan khususnya hasil
pemecahan protein, akan menghasilkan substansi beracun walaupun dalam
konsentrasi rendah. Dengan sisten filter substansi beracun dapat diuraikan
kembali menjadi substansi tidak beracun. Umumnya filter terdiri dari meterial
berpori atau dapat membentuk pori-pori. Bebrapa jenis bahan sebagai filter
antara lain ijuk, spons, kerikil halus, pasir kasar, karang laut, karbon aktif, kain-
kain halus dan serat kapas.
Sistem filtrasi bekerja pada dua prinsip. Prinsip pertama adalah filter yang
bekerja dengan membentuk kestabilan ikatan kimia antara material beracun
dengan material filter. Contohnya absorbsi, yaitu amonia diikat oleh karbon aktif
atau zeolit. Sedangkan prinsip kedua adalah filter yang bekerja sebagai pengurai
atau perombak melalui reaksi oksidasi meterial beracun menjadi tidak beracun.
Keuntungan sistem filter adalah dapat menghemat air dan tenaga karena tidak
perlu mengganti air dalam waktu yang lama, sistem ini juga akan membuat
pertumbuhan ikan lebih cepat karena suhu dan pH air lebih stabil. Selain kualitas
air dapat terjaga, sistem inimjuga mampu memperpendek waktu panen dan
tingkat kelangsungan hidup ikan akan makin tinggi.
Filter dapat dibedakan menjadi 3 berdasarkan cara kerja atau fungsinya, yaitu :
a. Filter mekanis atau fisik, bekerja secara mekanis sehingga fungsunya hanya
menyaring kotoran, sisa pakan, debu, dan koloid yang berada di dalam air
budidaya. Material filter mekanis yang dapat digunakan adalah spons, ijuk
atau serat kapas sehingga dapat dibersihkan setiap saat. Filoter mekanis
dapat digunakan sebagai filter awal sebelum air masuk ke proses filter biologi
atau kimia, hal ini disebabkan partikel besar tidak dapat atau sulit diproses,
baik secara kimia maupun biologi.
b. Filter biologi, berfungsi sebagai pengurai senyawa nitrogenus yang beracun
menjadi senyawa tidak beracun melalui proses nitrifikasi (oksidasi amonia
beracun menjadi nitrit oleh bakteri Nitrosomonas) dan nitratasi (proses
oksidasi nitrit menjadi nitrat oleh bakteri Nitrobakter). Material filter dapat
berupa kerikil kecil, pasir kasar, serat gelas atau spons. Secara fisik filter
biologi berisi bahan yang dapat memperluas permukaan atau membuat area
yang besar seperti pori-pori sehingga koloni bakteri perombak dapat tumbuh
dan berkembang. Secara tidak langsung filter biologi adalah sesuatu yang
hidup sehingga memerlukan oksigen, pakan, dan tempat tinggal serta dapat
mengeluarkan buangan metabolit. Filter disebut hidup karena diperlukan
organisme hidup berupa bakteri perombak, pakannya berupa amonia dan
nitrit sebagai hasil buangan beracun, sedangkan buangan dari bakteri berupa
nitrat yang tidak beracun. Pertumbuhan bakteri sangat dipengaruhi oleh suhu
dan pH, dengan nilai optimal 28 – 30 C dan pH 7,0 – 7,5. pada kondisi di luar
nilai pH dan suhu tersebut maka bakteri tidak dapat bekerja optimal sehingga
efektifitas filter menurun. Efektivitas filter biologi pun tergantung pada waktu
untuk tumbuh dan bekerjanya bakteri secara optimal, sekitar 15 hari sampai 6
minggu.
c. Filter kimia, media filter ini berupa absorben atau bahan kimia penyerap
maupun pengikat sisa metabolit beracun yang ada dalam air, filter ini
digunakan pada kondisi tertentu dengan reaksi cepat atau memineralisasi
substansi organik dengan cepat. Daya kerja dan batas aktif filter ini sangat
tergantung pada meterial yang digunakan dan kapasitas daya serapnya.
Bahan yang dapat digunakan sebagai filter kimia antara lain arang aktif, ozon
dan sinar ultraviolet, resin, zeolit serta peat.
C. Tugas-Tugas
1). Penguasaan Konsep
Anda akan melakukan pemeliharaan larva ikan bak / fiberglass. Anda akan
menghitung kepadatan larva, menghitung daya dukung wadah, ciri-ciri larva
yang baik, aklimatisasi, penebaran larva dan perlakuan khusus terhadap
larva ikan, jelaskan alasannya
Apakah yang akan anda lakukan bila dalam pemeliharaan larva, banyak telur
yang mati ?
Prosedur apa yang yang harus diikuti dalam melaksanakan pemeliharaan
larva ikan bak / fiberglass ?
Apakah yang menjadi bahan pertimbangan dalam pemeliharaan larva ikan di
bak / fiberglass , jelaskan
Wadah jenis apakah yang baik digunakan dalam pemeliharaan larva ikan di
kolam, jelaskan.
Bagaimana cara anda menebar larva ikan bak / fiberglass, jelaskan
alasannya.
2). Mengenal Fakta
Melakukan observasi, peserta melakukan observasi dikoordinir oleh guru
kegiatan observasi ke masyarakat ( pengusaha perikanan / industri
perikanan) dalam pemeliharaan larva ikan bak / fiberglass.
Observasi dilakukan secara berkelompok pada tempat berbeda
Observasi dilakukan untuk mengetahui bagaimana masyarakat melakukan
pemeliharaan larva ikan bak / fiberglass. Dari hasil observasi ini selanjutnya
merumuskan kegiatan apa yang dilakukan masyarakat dan mampu memberi
kontribusi secara positif tapi belum ada pada konsep dasar, mengidentiikasi
apa yang ada pada konsep dasar tapi belum dilakukan oleh masyarakat, dan
bila dilakukan akan mampu memberikan kontribusi dalam meningkatkan
efisiensi dan produktifitas pemeliharaan larva ikan bak / fiberglass. Saran apa
yang bisa diberikan untuk memperbaiki pemeliharaan larva ikan bak /
fiberglass.
Kegiatan mengenal fakta ini dapat dilakukan sekaligus untuk sub
kompetensi/kompetensi persiapan wadah pendederan, penetasan telur,
pemeliharaan larva bak/fiberglas, pemberian pakan larva, panen dan pasca
panen benih ikan
3. Mereleksikan, setelah peserta diklat melakukan penguasaan konsep dan
mengenal fakta, selanjutnya peserta diklat melakukan refleksi bagaimana
anda akan melakukan pemeliharaan larva ikan di bak / fiberglass
berdasarkan konsep dasar dan hasil observasi pemeliharaan larva ikan di
bak / fiberglass di masyarakat.
4. Melakuka analisis dan sintesis
Analisis daya dukung peserta diklat melakukan kegiatan analisis terhadap
daya dukung yang tersedia di tempat praktik untuk mengetahui tingkat
kesesuaian dalam kegiatan pemeliharaan larva ikan di bak / fiberglass di
masyarakat (lahan, iklim mikro, alat dan bahan). Kegiatan ini dilakukan
secara berkelompok.
Sintesis, peserta diklat melakukan kegiatan sintesis terhadap hasil refleksi
pemeliharaan larva ikan di bak / fiberglass dan hasil analisis terhadap tingkat
kesesuaian daya dukung, peserta diklat melakukan rekonstruksi/modifikasi
terhadap hasil refleksi dalam kegiatan pemeliharaan larva ikan di masyarakat.
Kegiatan rekonstruksi ini tetap memperhatikan parameter pemeliharaan larva
ikan di masyarakat
5. Menyusun dan melaksanakan rencana kerja
Peserta diklat secara berkelompok menyusun / membuat alternatif rencana
pemeliharaan larva ikan di bak / fiberglass , rencana kerja / proposal memuat
metode pemeliharaan larva ikan di bak / fiberglass yang akan dilaksanakan,
waktu pencapaian dan jadwal kegiatan serta pembagian tugas kelompok
Pengambilan keputusan / menetapkan rencana kerja
Secara berkelompok peserta diklat mengambil keputusan/menetapkan
alternatif rencana pemeliharaan larva ikan di bak / fiberglass yang akan
dilaksanakan, dengan memperhatikan daya dukung dan persyaratan teknis
dalam pemeliharaan larva ikan di bak / fiberglass. Apabila ada kesulitan
peserta dapat mendiskusikan dengan fasilitator.
Penetapan peran masing-masing individu dalam kelompok
Kelompok menyusun pembagian tugas dan menentukan peran setiap
anggota kelompok
Melaksanakan rencana kerja, peserta diklat melakukan kegiatan
pemeliharaan ikan di bak / fiberglass, mengacu pada rencana kerja
pemeliharaan larva ikan di bak / fiberglassyang telah disepakati
Proses pengamatan dan pencatatan, peserta diklat melakukan pengamatan
dan pencatatan data kegiatan pemeliharaan larva ikan di bak / fiberglass
yang dilaksanakan. Lembar pengamatan disiapkan peserta diklat setelah
mendapat persetujuan fasilitator
Evaluasi dan diskusi terhadap hasil kegiatan
Peserta diklat melaksnakan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan dan
pencapaian standar kerja yang telah ditetapkan dalam perencanaan
Peserta dilat melakukan diskusi terhadap hasil kegiatan dan hasilnya
dibandingkan dengan rancangan kerja dan konsep-konsep yang telah
dirumuskan sebelumnya
Proses penyusunan kesimpulan dan memberikan umpan balik
Peserta secara berkelompok menyusun umpan balik / rekomendasi terhadap
metode pemeliharaan larva ikan di bak / fiberglass untuk mendapatkan hasil
yang optimal. Perumusan umpan balik ini juga harus mempertimbangkan
dasar teori, fakta dan kondisi hasil kerja.
D. Tes
E. Daftar evidence of learning yang harus dikumpulkan
Hasil perumusan penguasaan konsep dan tugas-tugas diskusi, presentasi
dan hasil perumusan tentang menghitung kepadatan larva, menghitung daya
dukung wadah, ciri-ciri larva yang baik, aklimatisasi, penebaran larva dan
perlakuan khusus terhadap larva ikan.
Hasil observasi mengenal fakta di masyarakat perikanan tentang menghitung
kepadatan larva, menghitung daya dukung wadah, ciri-ciri larva yang baik,
aklimatisasi, penebaran larva dan perlakuan khusus terhadap larva ikan,
Hasil refleksi tentang menghitung kepadatan larva, menghitung daya dukung
wadah, ciri-ciri larva yang baik, aklimatisasi, penebaran larva dan perlakuan
khusus terhadap larva ikan.
Hasil analisis tentang kepadatan larva, menghitung daya dukung wadah, ciri-
ciri larva yang baik, aklimatisasi, penebaran larva dan perlakuan khusus
terhadap larva ikan.
Hasil sintesis tentang kepadatan larva, menghitung daya dukung wadah, ciri-
ciri larva yang baik, aklimatisasi, penebaran larva dan perlakuan khusus
terhadap larva ikan.
Hasil penyusunan rencana kegiatan (berupa rencana / proposal
implementasi) tentang kepadatan larva, menghitung daya dukung wadah, ciri-
ciri larva yang baik, aklimatisasi, penebaran larva dan perlakuan khusus
terhadap larva ikan.
Hasil pengamatan/recording kegiatan tentang kepadatan larva, menghitung
daya dukung wadah, ciri-ciri larva yang baik, aklimatisasi, penebaran larva
dan perlakuan khusus terhadap larva ikan.
Hasil evaluasi ketercapaian tentang kepadatan larva, menghitung daya
dukung wadah, ciri-ciri larva yang baik, aklimatisasi, penebaran larva dan
perlakuan khusus terhadap larva ikan.
Hasil evaluasi ketercapaian tentang kepadatan larva, menghitung daya
dukung wadah, ciri-ciri larva yang baik, aklimatisasi, penebaran larva dan
perlakuan khusus terhadap larva ikan.
Kesimpulan dan rekomendasi / umpan balik tentang kepadatan larva,
menghitung daya dukung wadah, ciri-ciri larva yang baik, aklimatisasi,
penebaran larva dan perlakuan khusus terhadap larva ikan.