menata keajekan inflasi

19
EDISI 53 TAHUN VI 2015 WWW.BI.GO.ID G INFO ERAI MENATA KEAJEKAN INFLASI SOROT BI PEDULI SIAP JELANG MEA (1) cover final.indd 2 10/7/15 3:46 PM

Upload: hanhi

Post on 31-Dec-2016

251 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: MENATA KEAJEKAN INFLASI

EDIS

I 53

TAH

UN V

I 2

015

w w w. b i . go . i dG InfoeraI

Menata KeajeKan InflasI

sorot

bI pedulI

sIap jelang Mea

(1) cover final.indd 2 10/7/15 3:46 PM

Page 2: MENATA KEAJEKAN INFLASI

GERAI INFO BANK INDONESIA2

EDIS

I 53

TAH

UN V

I 2

015

Daftar isimenata keajekan inflasi06

14

Sorot

perspektif

18 BI peduli20 potret

24 Aktivitas25 Etalase26 Ekspos

iBaRat menjinakkan kUDa liaR

Inflasi bukan semata urusan harga yang semakin mahal. Apa saja sebetulnya yang bisa menekan lajunya?

baca rubrik opini mereka:

Penanggung Jawab : Tirta SegaraPemimpin Redaksi : Peter JacobsRedaksi Pelaksana : Dwi Mukti Wibowo Ernawati Jatiningrum Wahyu Indra Sukma Surya Nanggala Any Ramadhaningsih T. Rafael LardhanaKontributor : Junanto Herdiawan Syachman Perdymer Ferry Kurniawan Puput Kurniati

Redaksi menerima kiriman naskah Anda, namun berhak mengedit naskah sebelum dipublikasikan. Naskah bisa dikirim ke [email protected]

Alamat Redaksi : Departemen Komunikasi Bank IndonesiaJl. MH. Thamrin No. 2 Jakarta Contact Center BICARA : 131Email : [email protected] : www.bi.go.id @bank_indonesia flip.it/7A9uk bankindonesia BankIndonesiaChannel

RED

AKSI

Doddy ZulverdiDepartemen Kebijakan

Ekonomi dan Moneter BI

BI MENgAWAL INFLASIHAL 9

Yunita Resmi SariDepartemen Pengembangan

UMKMDoRoNg UMKM, TEKAN

INFLASIHAL 10

Yufrizal Departemen Pengembangan

UMKM

SIASAT SI PEDASHAL 16

Edhie HaryantoDepartemen Komunikasi

MATA PANCINg RASIoHAL 26

Arief HartawanDepartemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter

IBARAT MENJINAKKAN KUDA LIAR

HAL 14

22 Dinamika

Page 3: MENATA KEAJEKAN INFLASI

Perspektif

GERAI INFO BANK INDONESIA3

PEDOMAN

sinergi jaga inflasi

Inflasi adalah bagian tak terpisahkan dari perkembangan perekonomian suatu negara. Salah satu indikator pergerakan perekonomian adalah tingkat inflasinya. Bagaimana dengan Indonesia? Laju inflasi Indonesia mengalami penurunan dalam sepuluh tahun terakhir hingga mencapai angka 6,39% pada Triwulan III/2015.

Kebijakan reformasi subsidi energi yang diambil oleh pemerintah dalam jangka panjang akan mengurangi lonjakan inflasi. Namun inflasi terjadi ketika pemerintah melakukan penyesuaian harga BBM saat kondisi fiskal mengalami tekanan.

Kita menghadapi berbagai kendala struktural di sektor riil yang kerap menimbulkan ketidakstabilan harga. Karakteristik tiap daerah sangat mempengaruhi inflasi, dan bisa jadi berkaitan dengan daerah lain. Oleh karena itu penanganan inflasi di daerah memerlukan sinergi kebijakan, baik antardaerah maupun daerah dengan pusat.

Sinergi ini memerlukan koordinasi yang intensif di berbagai sektor, lintas kementerian, serta melibatkan pemerintah pusat maupun daerah. Termasuk di dalamnya adalah forum TPI dan TPID. Roadmap Pengendalian Inflasi memastikan kesinambungan pembenahan berbagai persoalan struktural yang kita hadapi.

Pokjanas TPID juga memberikan penghargaan TPID terbaik kepada daerah yang memiliki TPID dengan kinerja terbaik dalam mendukung pencapaian stabilitas harga.

BI memberi perhatian terhadap perkembangan UMKM, karena UMKM memberikan sumbangan hingga 57,8% dari PDB nasional dan menyerap 97,7% tenaga kerja.

BI memberikan stimulus berupa terobosan kebijakan untuk memengaruhi inflasi dari sisi pasokan kepada UMKM, kelompok usaha, dan kelompok tani yang bergerak di sektor pangan. Salah satunya melalui pengembangan sistem klaster.

Melalui kantor perwakilan, BI telah mengembangkan berbagai klaster dengan tujuan untuk meningkatkan pasokan volatile food yang menjadi salah satu penyebab inflasi.

Mulai tahun 2014, klaster difokuskan pada komoditas pangan yang dapat mendukung pengendalian inflasi, yaitu padi, cabai merah, daging sapi, bawang merah, dan bawang putih. Klaster ini disebut dengan klaster ketahanan pangan, melibatkan 44 KPwDN bekerja sama dengan pemda dan stakeholder setempat.

Dengan upaya koordinasi antara Bank Indonesia dan pemerintah serta pihak terkait, kita optimis mampu memitigasi risiko yang ada sehingga sasaran inflasi 4%±1% pada periode 2015-2017 dan 3,5%±1% pada 2018 akan dapat kita capai.

Salam

Agus D. W. Martowardojo

GERAI INFO BANK INDONESIA3

Page 4: MENATA KEAJEKAN INFLASI

GERAI INFO BANK INDONESIA4

EDITORIAL

Tinggi rendah angka inflasi menjadi perhatian khusus di banyak negara, termasuk Indonesia. Sebagai Bank Sentral yang mengadopsi Inflation Targeting Framework (ITF), adalah tugas BI untuk mengendalikan laju inflasi. Bersama pemerintah dan pihak terkait, BI berkerja sama menahan laju inflasi melalui Roadmap Pengendalian Inflasi. Pembentukan TPI dan TPID di daerah, memunculkan optimisme bahwa laju inflasi bisa ditahan agar target inflasi bisa tercapai.

Namun, kita tidak bisa bersantai menghadapi tantangan mendatang. Mulai akhir tahun 2015 akan diberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang membuat perekonomian antarnegara tak berbatas. Tak bisa dihindari, persaingan dalam wilayah ASEAN akan lebih kompetitif.

Menekan inflasi menjadi keharusan, agar kita tidak tertinggal dari negara sekitar. Inflasi yang tinggi akan memberikan tekanan pada nilai rupiah, akibatnya daya saing produk Indonesia bisa menurun.

Selain upaya yang dilakukan pemerintah dan BI, kita bisa berkontribusi dalam mengendalikan laju inflasi. Contoh yang paling sederhana adalah menahan diri untuk tidak berlomba-lomba menimbun barang, hanya karena alasan kekhawatiran harganya akan naik. Bayangkan jika semua orang memiliki kecemasan yang sama, lalu memborong komoditas meski tidak membutuhkannya, harga akan terkerek naik karena pasokan berkurang.

Pemerintah telah menetapkan target inflasi 3,5% pada 2018. Tentu bukan hal yang mudah dicapai. Namun, keberhasilan TPI dan TPID dalam program klaster di beberapa daerah, juga kesuksesan mengendalikan inflasi berkat kerjasama semua pihak, memberikan harapan bahwa kita bisa mencapai target tersebut.

Tingkat inflasi turut menentukan daya saing negara di pasar global.

KENDALI LAJU INFLASI

Tirta Segara

Page 5: MENATA KEAJEKAN INFLASI

EDIS

I 53

TAH

UN V

I 2

015

GERAI INFO BANK INDONESIA5

Rika ([email protected]) - Media Email

Q : Bagaimana langkah-langkah pengajuan permohonan pengecualian 17/PBI/2015? Dokumen atau informasi apa saja yang harus dilengkapi? Ke mana permohonan diajukan?A : Pengajuan permohonan pengecualian disampaikan secara tertulis disertai dokumen pendukung, antara lain:

1. Dokumen yang menunjukkan legalitas pemohon, seperti akta pendirian dan anggaran dasar perusahaan termasuk perubahannya, keterangan domisili, dan profil badan usaha.

2. Surat keterangan dari kementerian atau lembaga yang berwenang yang menyatakan bahwa proyek yang dilaksanakan merupakan proyek infrastruktur strategis

3. Dalam hal permohonan diajukan oleh pelaksana pekerjaan atau kontraktor, maka keterangan mengenai proyek infrastruktur strategis dapat berupa fotokopi surat keterangan yang disertai rekomendasi, yang menyatakan bahwa proyek yang dilaksanakan merupakan bagian dari proyek infrastruktur strategis; dan/atau pelaksanaan proyek memerlukan valuta asing dalam rangka pengadaan barang dan jasa yang berasal dari luar wilayah NKRI.

Permohonan dapat disampaikan ke Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem PembayaranBank Indonesia, Gedung D lantai 5Jl. MH. Thamrin No 2 Jakarta 10350

GERAI INFO EDISI SATU JUNI 20155

Marcia Adinda Tanudjaja ([email protected]) – Media Email

Q : Saya mendapat cek pengembalian pajak tahun 2013 dari USA tax dalam bentuk USD. Bagaimana proses pencairan yang dapat dilakukan sekarang? Karena berdasarkan info yang saya dapat, per 1 Juli 2015 tidak dapat lagi melakukan pencairan cek dalam bentuk USD. A : Pada dasarnya mengacu pada ketentuan tentang cek, cek yang diterbitkan oleh Bank Indonesia wajib dalam mata uang rupiah. Terkait pencairan cek dari bank di luar negeri yang dilakukan di Indonesia, akan tergantung dengan kebijakan bank yang bersangkutan, karena menyangkut masalah keamanan atau pertimbangan bisnis lainnya.

Berdasarkan hal-hal di atas, secara prinsip pencairan cek wajib dilakukan dalam mata uang rupiah.

Page 6: MENATA KEAJEKAN INFLASI

Sorot

GERAI INFO BANK INDONESIA7

EDIS

I 53

T

AHUN

VI

201

5

EDIS

I 53

T

AHUN

VI

201

5

GERAI INFO BANK INDONESIA6

Inflasi bukan semata urusan harga yang semakin mahal. Apa saja sebetulnya yang bisa menekan lajunya?

Menata KeajeKan InflasI

EDIS

I 53

T

AHUN

VI

201

5

Ingatkah Anda, bentuk pisang goreng yang dijajakan penjual kaki lima beberapa tahun lalu? Coba bandingkan dengan bentuknya sekarang. Ukuran lebih kecil, mungkin dengan lebih banyak tepung daripada pisangnya. Harganya? Tentu juga tidak semurah dulu.

Penyebabnya? Harga pisang, tepung, minyak dan gas yang digunakan untuk membuat pisang goreng sudah mengalami kenaikan.

Nah, secara sederhana, itulah contoh inflasi.

Inflasi didefinisikan sebagai kenaikan harga-harga barang dan jasa secara meluas dan terjadi terus menerus. Kebalikan inflasi ialah deflasi.

Kenaikan satu atau dua barang saja sebenarnya belum dapat disebut sebagai inflasi. Kecuali, kondisi tersebut merembet pada kenaikan harga pada barang dan jasa lainnya.

Mengapa inflasi terjadi? Secara umum, tingginya permintaan barang dan jasa yang tidak sebanding dengan ketersediaannya menjadi faktor signifikan penyebab inflasi.

Mari kita berilustrasi lagi. Pernahkah Anda penasaran, mengapa harga beras yang sama bisa berubah-ubah dalam tempo setahun? Itu tidak terlepas dari hukum permintaan-penawaran dan pengaruh musim.

Dengan asumsi permintaan stabil, di musim panen,

pasokan beras melimpah ruah. Alhasil, harga cenderung turun karena penawaran melampaui permintaan. Sebaliknya, pada saat paceklik, pasokan beras terbatas sehingga harganya naik. Bencana alam di suatu daerah, serta distribusi bahan makanan yang terganggu juga bisa menyebabkan pasokan mengetat. Akibatnya, harga jual di pasaran pun terkerek naik.

Faktor lain yang memengaruhi inflasi ialah ekspektasi. Masyarakat khawatir harga beras akan naik ketika musim panen usai. Buntutnya, sebagian orang mulai berbelanja dan menimbun. Apa yang terjadi? Harga kemudian merangkak naik karena permintaan meningkat meski secara riil pasokan beras tidak berkurang. Fenomena ekspektasi serupa sering terjadi menjelang hari raya keagamaan serta kenaikan Upah Minimum Regional (UMR).

Bagaimana mengukur tingkat inflasi? Indikator untuk mengukur tingkat inflasi di Indonesia ialah Indeks Harga Konsumen (IHK). Pengukuran dilakukan dengan memonitor harga terhadap “sekeranjang” barang dan jasa yang ditetapkan Badan Pusat Statistik (BPS) berdasarkan survei. Pemantauan perkembangan harga dilakukan BPS secara bulanan di sejumlah titik wilayah Tanah Air.

Inflasi secara umum diuraikan menjadi tiga kelompok. Pertama, kelompok harga barang yang

dikendalikan oleh pemerintah (administered prices). Misalnya, harga BBM, elpiji, ataupun tarif listrik. Kedua, kelompok harga bahan makanan yang bergejolak (volatile foods). Terjadinya gangguan atau syok pada produksi atau distribusi bahan makanan akan memicu inflasi. Ketiga, kelompok inflasi inti (core inflation), yang dipengaruhi antara lain oleh interaksi penawaran dan permintaan di masyarakat, ekspektasi inflasi masyarakat, kurs, harga komoditas internasional, dan inflasi mitra dagang.

Tinggi RendahKarakteristik Inflasi Indonesia

banyak dipengaruhi oleh kenaikan harga makanan. Syok pada gangguan pasokan dan distribusi pangan acap menjadi pemicu inflasi. Contohnya, kelangkaan cabai ataupun daging kerap memantik inflasi pada bulan-bulan tertentu selama beberapa tahun belakangan ini.

Bagi negara pengimpor minyak bumi seperti Indonesia, fluktuasi harga minyak juga turut mempunyai andil terhadap angka inflasi. Terbukti, kenaikan harga BBM pada 2005, 2008, 2010, 2013, dan 2014 menyebabkan angka inflasi yang tinggi pada tahun-tahun tersebut.

Sesuai dengan amanah UU BI, kestabilan nilai rupiah adalah fokus tugas BI. Untuk melaksanakan tugasnya, saat ini

Sorot

Page 7: MENATA KEAJEKAN INFLASI

SorotSorot

EDIS

I 53

T

AHUN

VI

201

5

EDIS

I 53

T

AHUN

VI

201

5

GERAI INFO BANK INDONESIA8

BI menganut Inflation Targeting Framework (ITF) sebagai kerangka kebijakan moneternya. Dalam ITF, BI mengumumkan ke publik target inflasi nasional yang ingin dicapai selama periode tertentu untuk membentuk dan mengarahkan ekspektasi publik atas inflasi.

Inflasi yang tinggi, secara tidak langsung dapat mengusik keajekan rupiah. Dalam konteks lebih luas, hal tersebut berdampak negatif terhadap kondisi perekonomian dan sosial masyarakat, karena inflasi tinggi menggerus nilai pendapatan masyarakat.

Akibatnya, daya beli mereka pun berkurang. Contohnya, barang yang didapat dari pembelanjaan uang 100 ribu rupiah di pasar saat ini, bisa jadi jumlahnya tidak sebanyak yang didapat 5-6 bulan yang lalu dengan item yang sama.

Inflasi yang bergejolak juga menimbulkan ketidakpastian bagi pasar dan pelaku ekonomi. Itu bisa membuat pelaku ekonomi sulit mengambil keputusan untuk melakukan investasi dan kegiatan produksi, sekaligus konsumsi. Akibatnya, aktivitas perekonomian menurun, diikuti

oleh melambatnya pertumbuhan ekonomi.

Inflasi yang tinggi pun menyebabkan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif. Apalagi jika melampaui inflasi di negara-negara tetangga. Kondisi tersebut dapat berujung tekanan pada kurs rupiah.

Bagaimana cara BI mengendalikan inflasi? Setiap bulan, Dewan Gubernur BI menetapkan BI Rate yang merupakan stance kebijakan moneter. Dalam upaya menjaga stabilitas makroekonomi, BI

juga menempuh kebijakan makroprudensial. Respons kebijakan BI tersebut dikenal dengan istilah bauran kebijakan (policy mix).

KooRdinasi aTasi inflasiKita menyadari bahwa inflasi

disebabkan berbagai faktor. Selain melalui kebijakan moneter yang memengaruhi sisi permintaan, BI juga berusaha mengurangi tekanan inflasi dari sisi pasokan melalui koordinasi dengan pemerintah, khususnya pada hal yang terkait harga bahan makanan

dan harga barang dan jasa yang dikendalikan pemerintah.

BI melakukan inisiasi dengan melibatkan pemerintah pusat sejak tahun 2004 melalui pembentukan TPI. Kemudian pada 2008, bersama pemerintah daerah BI membentuk Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) di Malang, Jember dan Batam. Pembentukan TPID kemudian dilakukan di tingkat provinsi serta kota dan kabupaten seluruh Indonesia. Hingga kini, terdapat 439 TPID di 34 provinsi dan 398 kabupaten.

Keberhasilan TPID mem-berikan kontribusi pada penurunan rata-rata inflasi volatile foods pada periode 2011-2014 jika dibandingkan dengan rata-rata periode empat tahun sebelumnya, 2007-2010.

Dalam Rapat Koordinasi Nasional VI TPID yang diselenggarakan bulan Mei 2015, Presiden Joko Widodo memberikan arahan terkait pengendalian inflasi yang memerlukan koordinasi lintas sektoral. Arahan ini kemudian diintegrasikan ke dalam Roadmap Pengendalian Inflasi.

Presiden menyampaikan, pengendalian inflasi harus disertai dengan pengawasan yang ketat terhadap pasar dan distributor. Proses distribusi komoditas harus berjalan dengan baik, sehingga presiden meminta untuk menyertakan pihak aparat hukum dalam TPID. Selain itu Presiden memberikan arahan pengembangan infrastruktur pertanian, pembukaan lahan pertanian baru dan pengembangan konektivitas antar daerah dengan dukungan pemerintah pusat dan daerah untuk mengurangi tekanan inflasi.

GERAI INFO BANK INDONESIA9

Perkembangan tren inflasi saat ini menurun setelah pada 2013 dan 2014 melonjak akibat kenaikan harga BBM. Bahkan, inflasi pada enam bulan pertama 2015 jika diakumulasikan kurang dari 1%. BI optimis inflasi hingga akhir tahun 2015 masih dalam koridor 4%+1%.

Tantangannya kini adalah menurunkan laju inflasi agar setara dengan negara sekitar. Perbedaan inflasi antarnegara menentukan daya saing. Jika inflasi Indonesia jauh lebih tinggi dari pada negara ASEAN misalnya, daya saing kita akan menurun, serta meme ngaruhi nilai tukar.

Rata-rata inflasi selama 10 tahun terakhir berada di 7,6%. Masih terbilang tinggi jika dibandingkan dengan target BI. Tingkat inflasi ini juga di atas negara-negara se perti Thailand, Malaysia, Filipina, dan Singapura.

Saat inflasi kita tinggi, nilai rupiah akan mengalami depresiasi. Dalam dimensi daya saing, hal itu merugikan Indonesia karena harga produk domestik seolah lebih mahal ketimbang produk impor.

Inflasi yang tidak terkendali juga berdampak pada dimensi sosial. Kesejahteraan masyarakat menurun karena daya beli mereka

terkikis. Kemiskinan bisa meningkat lantaran beberapa juta orang dalam kategori agak miskin bisa jadi turun kelas menjadi miskin.

Dengan situasi perekonomian saat ini, masyarakat mengharapkan BI Rate turun. Apalagi, jika dibandingkan dengan negara seregional, suku bunga Indonesia cukup tinggi. Namun jika cengkeram inflasi masih kuat, sulit bagi otoritas moneter untuk memotong suku bunga. Ada beberapa implikasi yang mungkin terjadi jika suku bunga dipaksakan turun atau berada di level rendah.

Yang pertama, masyarakat yang punya uang tidak akan tertarik menyimpan dalam bentuk rupiah. Sebab, dengan suku bunga minim, imbal hasil yang mereka peroleh lebih kecil daripada tingkat inflasi yang terjadi.

Hal itu membuat masyarakat cenderung menyimpan dana mereka dalam mata uang selain rupiah, bahkan menyimpan uang di luar negeri. Terbangnya likuiditas ke negara lain akan membuat nilai tukar tertekan.

Dari tiga kelompok inflasi, ranah BI terkait dengan inflasi inti, yang disebabkan oleh permintaan dan penawaran barang dan jasa.

BI lebih bisa mengendalikan

sisi permintaan melalui kebijakan moneter dan makroprudensial. Namun BI tidak punya instrumen kebijakan terkait sisi pasokan, kapasitas produksi dan kelancaran distribusi ke pasar dan pembeli. Di situ lah peran pemerintah. Sebab, di Indonesia, tantangan utama menekan laju inflasi ada pada sisi penawaran kelompok volatile food yang sering meriang, plus administered prices.

Peran BI lebih efektif untuk mengendalikan inflasi inti, karena pengaruh pengendalian sisi permintaan lebih dominan Dalam 5 tahun terakhir, rata-rata inflasi inti turun cukup signifikan dan stabil pada level 4%-5%. Hal ini tidak terlepas dari peran BI mengadopsi ITF sehingga lebih fokus dalam pengendalian inflasi.

Melalui ITF, kebijakan yang dibuat BI selaras dan tidak saling bertentangan. Berbeda dengan masa sebelumnya, ketika tugas menjaga inflasi sekaligus pertumbuhan ekonomi menimbulkan dilema karena memiliki efek kontradiksi.

BI kini menerapkan bauran kebijakan untuk mencapai sasaran inflasi, yaitu kebijakan suku bunga, kebijakan nilai tukar, kebijakan makroprudensial, koordinasi kebijakan, dan komunikasi yang efektif.

BI Mengawal InflasI

Inflasi yang tinggi mengikis daya beli masyarakat. Mengadopsi Inflation Targeting Framework (ITF), BI kini lebih fokus dalam pengendalian inflasi.

Oleh : Doddy ZulverdiDepartemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI

Page 8: MENATA KEAJEKAN INFLASI

EDIS

I 53

T

AHUN

VI

201

5

EDIS

I 53

T

AHUN

VI

201

5

GERAI INFO BANK INDONESIA10

Kata inflasi tentu tak asing lagi bagi kita, mengingat kata inflasi sering menghiasi media massa. Bagaimana pendapat masyarakat terkait inflasi?

“Saya tidak tahu inflasi. Pokoknya sekarang semuanya serba mahal. Cabai saja mahal,” tutur Nurhayati, penjaja sayur di Depok. Ia mengaku kesulitan menjual barang dagangannya. “Saya belinya mahal, kalau dijual mahal pelanggan yang mengomel,” tambahnya berkeluh-kesah.

Mariyah, seorang ibu rumah tangga di Bekasi menyampaikan hal serupa. “Sekarang hampir semua barang harganya naik. Kalau pergi ke pasar saya bingung bagaimana agar uangnya cukup,” akunya. Jika sebelumnya ia cukup membawa uang 200 ribu rupiah untuk kebutuhan selama seminggu, saat ini sudah tidak bisa lagi. Mariyah menuturkan, “Beras, telur,

minyak, semuanya naik. Saya sudah jarang memasak daging sapi, sekarang malah harga ayam juga ikut naik.”

Dengan tingkat inflasi saat ini di Indonesia, suku bunga acuan BI Rate tak bisa diturunkan. Hal ini sangat berpengaruh terhadap masyarakat yang berniat meminjam dana dari bank.

Menurut Ardhi Kurniawan, staf IT sebuah BUMN di Jakarta, suku bunga saat ini dirasa cukup tinggi. Ia baru saja mengambil KPR di sebuah bank swasta, dan merasa suku bunga KPR sangat memberatkan. Suku bunga KPR yang ia ambil dari sebuah bank swasta adalah sebesar 12,5% per tahun dengan cicilan flat selama satu tahun.

“JIka BI Rate naik, bank yang mengeluarkan KPR saya otomatis akan menaikkan suku bunga, sehingga jumlah cicilan yang saya bayar juga naik. Dengan

kondisi seperti itu, saya kuatir tahun depan akan kesulitan membayar cicilan KPR,” cerita Ardhi. “Apalagi persentase kenaikan gaji tahunan jumlahnya tak sebanding dengan inflasi,” tambahnya lagi.

Hal ini diamini oleh Oce Sjaiful Bur, seorang karyawati bank swasta. “Kenaikan pendapatan tidak bisa catch up kenaikan harga yang disebabkan inflasi. Itu pun belum termasuk pajak,” paparnya. Ia mengatakan ada kenaikan biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan makan, listrik, air serta BBM.

Menurut Oce, ia melakukan beberapa penyesuaian untuk menghadapi hal tersebut. Sebagai contoh, hanya berbelanja barang yang dibutuhkan, bukan asal beli. “Saya menentukan skala prioritas, yaitu menyimpan dana untuk kebutuhan mendadak, serta untuk dana pendidikan anak,” jelas Oce.

apa Kata MereKa?

NurhAyATI BerhArAp peMerINTAh BIsA MeNuruNkAN hArgA-hArgA BArANg keBuTuhAN pokok.

Oleh : Yunita Resmi Sari

Kecil-kecil cabai rawit. Peribahasa ini paling ampuh untuk menjelaskan peran Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam perekonomian nasional. Pelaku ekonomi di Indonesia sebagian besar bergerak di sektor ini. Lebih dari 50% produk domestik bruto (PDB) Indonesia berasal dari sektor ini.

BI menyadari potensi besar dalam geliat UMKM. Karenanya, BI berupaya mengikutsertakan kelompok UMKM ke dalam suatu sistem keuangan formal, agar kebijakan BI efektif menjangkau masyarakat yang lebih luas.

Tak bisa dipungkiri, laju inflasi juga sangat dipengaruhi oleh sektor UMKM. Gejolak inflasi sering terjadi karena terbatasnya pasokan kebutuhan pokok rumah tangga seperti cabai, bawang, daging, dan beras. Bulan Mei lalu, misalnya, kelompok volatile foods ini menyumbang inflasi 1,52% (mtm). Artinya, masalah inflasi tidak hanya dilihat dari sisi persepsi, tapi juga dicermati dari sisi pasokan. Faktanya, gejolak harga terjadi karena pasokan yang tidak stabil sepanjang tahun.

Lantas, bagaimana mengatasi hal ini? Di titik inilah BI memberikan stimulus, berupa terobosan kebijakan untuk

memengaruhi inflasi dari sisi pasokan. Salah satunya melalui UMKM, kelompok usaha dan kelompok tani yang bergerak di sektor pangan. Memanfaatkan 44 KPw di seluruh Indonesia, BI bekerjasama dengan pemerintah daerah setempat, juga elemen lain dalam Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID).

Salah satu programnya adalah pembentukan klaster. BI tidak hanya bertujuan menghasilkan hektaran lahan klaster di seluruh Indonesia, tapi membuat sebuah bisnis model agar stakeholder setempat yakin dan mau terlibat membudidayakan komoditas penyumbang inflasi itu.

Contohnya, di Palangkaraya. Gejolak inflasi bersumber dari kelangkaan pasokan bawang merah. Biasanya bawang merah diperoleh dari Pulau Jawa. Lalu dibentuklah klaster bawang. Dengan demikian, BI memberikan contoh bahwa bawang juga dapat dibudidayakan di lahan di Palangkaraya sehingga pasokan bawang tidak tergantung dari luar pulau.

Dari sisi pengembangan UMKM, BI memberikan capacity building melalui pelatihan yang mencakup akses keuangan, dengan peningkatan di sisi teknis yang memerlukan kerja sama

dengan kementerian teknis. Selain itu, BI mengadakan pelatihan keuangan.

Di level pusat, BI menjalin nota kesepahaman dengan kementerian terkait, yang mencakup pembagian tugas. Tugas kementerian terkait adalah menyediakan database dan pelatihan aspek teknis, sedangkan BI memberikan bantuan teknis dalam akses keuangan.

Untuk level daerah, KPwDN berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat untuk mengembangkan klaster. Klaster-klaster ini mengelola komoditas yang dapat diandalkan sebagai pengendali inflasi. Dalam hal ini, BI bekerjasama dengan Dinas Pertanian setempat. Kerja sama bisa dalam bentuk sharing teknologi atau pendampingan petani oleh tenaga pelatih.

Tantangan yang dihadapi dalam mengembangkan UMKM adalah belum adanya grand design tentang strategi untuk menghadapi pasar yang semakin kompetitif. Mengingat terdapat 13 kementerian yang ambil bagian dalam pengembangan UMKM, grand design yang komprehensif diperlukan agar semua upaya mengarah pada tujuan yang sama dan menghindari overlapping kegiatan dari berbagai pihak.

Departemen Pengembangan UMKM

Dorong UMKM, teKan InflasIsalah satu cara mengendalikan inflasi bisa dilakukan dengan pengembangan uMkM.

GERAI INFO BANK INDONESIA11

SorotSorot

Page 9: MENATA KEAJEKAN INFLASI

SorotSorot

GERAI INFO BANK INDONESIA13

EDIS

I 53

T

AHUN

VI

201

5

EDIS

I 53

T

AHUN

VI

201

5

GERAI INFO BANK INDONESIA12

Ekonomi Global

Pertumbuhan ekonomi global masih tertahan dan lebih rendah dari perkiraan semula, disertai masih tingginya risiko di pasar keuangan global.

Ekonomi Tiongkok melambat, meskipun telah dilakukan berbagai

kebijakan pelonggaran.

Ekonomi Eropa diperkirakan membaik, meskipun dibayangi risiko terkait dengan tingginya kekhawatiran kondisi negosiasi

fiskal Yunani (Grexit).

Ekonomi AS diperkirakan tumbuh tidak sekuat proyeksi sebelumnya, seiring

dengan revisi ke bawah realisai PDB AS pada Triwulan I-2015.

Pertumbuan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2015 diperkirakan masih terbatas dan akan membaik pada triwulan-triwulan mendatang.

5,0%(yoy)

Tw IV 2014

4,7%(yoy)

Tw I 2015

MEnjaga StaBIlItaS PEREKOnOMIan

perkembangan Terkini

Bauran kebijakan (policy Mix)

.Mencapai sasaran inflasi

pada 2015 dan 20164±1% 2,5-3%

Mengarahkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat dalam kisaran

terhadap PDB dalam jangka menengah.

5,0-5,4%(yoy)

4±1%(yoy)

sekitar

2,5%dari PDB

Pertumbuhan Ekonomi 2015

Defisit Transaksi Berjalan Tw II-2015

Inflasi 2015 pada kisaran

BI masih mewaspadai berbagai risiko, antara lain:

• Risiko yang memengaruhi inflasi khususnya

• Risiko pembalikan modal dari emerging market masih cukup tinggi.

Perkembangan harga minyak

dunia

Perkembangan nilai tukar

Faktor musiman selama Ramadhan dan

menjelang lebaran

Penyesuaian administered

prices

risiko

Gejolak harga pangan terkait dengan kemungkinan

terjadinya El Nino

RpRp

$

Cadangan Devisa

US$ 110,8 MiliarDapat membiayai

7,1 BulanImpor

6,8 BulanImpor + Pembayaran

Utang Luar Negeri

*) Data posisi akhir Mei 2015

atau

Jumlah tersebut di atas standar kecukupan internasional (sekitar 3 bulan impor)

Pada Mei 2015, Rupiah secara rata-rata melemah 1,50% (mtm) seiring penguatan dolar AS terhadap hampir semua mata uang dunia. Hal tersebut dipengaruhi oleh kebijakan Quantitative Easing Bank Sentral Eropa, dinamika negosiasi fiskal Yunani (Grexit), dan kekhawatiran melambatnya ekonomi domestik meskipun tertahan oleh peningkatan outlook rating Indonesia oleh S&P.

Neraca perdagangan Indonesia pada Mei 2015 kembali mencatat surplus.

Nilai Tukar Rupiah

Neraca Perdagangan

Rata - rata nilai tukar pada Mei 2015Rp. 13.141/US$ 1,50% (mtm)

Neraca Pembayaran Tw I 2015

SurplusUS$ 1,3 Miliar

SurplusUS$ 0,95 Miliar

Neraca Perdagangan Mei 2015

Inflasi pada Mei 2015 tetap terkendali. Stabilitas sistem keuangan tetap solid.

Inflasi Stabilitas Sistem Keuangan (SSK)

0,50%(mtm)

7,15%(mtm)

0,38%(mtm)

Inflasi Harga yang Diatur Pemerintah

(Administered Prices)

Inflasi Bahan Makanan Bergejolak

(Volatile Food)

Inflasi Inti (Core)

20,5%CAR

*) Data posisi April 2015

Kisaran 2,5%NPL (gross)

0,23%(mtm)

Pertumbuhan Kredit

10,4%(yoy)

1,52%(mtm)

Pertumbuhan DPK

14,2%(yoy)

RpRpIHKRp

Rp

BI RATETETAP

7,50%

Bauran kebijakan BI tetap fokus pada:

Upaya menjaga stabilitas makroekonomi di tengah berlanjutnya ketidakpastian ekonomi global.

Menjaga momentum pertumbuhan ekonomi melalui penerbitan ketentuan terkait dengan pelonggalaran kebijakan makroprudensial.

Berdasarkan evaluasi terhadap perkembangan terkini, prospek dan risiko perekonomian ke depan, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 18 Juni 2015 memutuskan :

Suku BungaLending Facility 8,00% 5,50%Suku Bunga

Deposit FacilitySelengkapnya dapat dilihat di website Bank Indonesia

www.bi.go.id

BankIndonesiaChannel

bank_indonesia

prospek ke Depan

SorotSorot

GERAI INFO BANK INDONESIA13

GERAI INFO BANK INDONESIA12

Page 10: MENATA KEAJEKAN INFLASI

GERAI INFO BANK INDONESIA15

EDIS

I 53

T

AHUN

VI

201

5

GERAI INFO BANK INDONESIA14

EDIS

I 53

T

AHUN

VI

201

5ED

ISI 5

3

TAH

UN V

I 2

015

PerspektifPerspektif

Memasuki era milenium, alias tahun 2000an, tren tingkat inflasi Indonesia berangsur turun. Meski demikian, lajunya terkadang fluktuatif. Apalagi jika terpantik oleh harga bahan kebutuhan pangan, pun dinamika perubahan harga bahan bakar minyak (BBM).

Agar inflasi terken­dali, dibutuhkan kerangka kebijakan untuk membantu kendali. Bank Indonesia (BI) menetapkan Inflation Targeting Framework (ITF) sebagai tali kekang. Melalui ITF, otoritas moneter mengarahkan persepsi masyarakat atas inflasi dengan memublikasikan target inflasi per tiga tahun. Hal itu krusial mengingat ekspektasi ialah salah satu faktor yang sangat memengaruhi indikator makroekonomi tersebut.

Pemerintah berkonsultasi dengan BI menetapkan target inflasi yang rendah dan menurun tiap tahunnya. Target inflasi yang disasar ialah 4%+1% pada 2016­2017 hingga level 3,5% + 1% pada

2018. Hanya dalam jangka tiga tahun, harus menjinakkan inflasi yang per Juni lalu di level 7,26% (year on year) ke sasaran 3,5% + 1%, menjadi tantangan bagi BI.

Pada saat yang sama, pemerintah pun bertujuan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi setinggi­tingginya hingga 7% tahun 2016. Sebagai contoh adalah dalam pembangunan infrastruktur. Dengan proyek­proyek yang mulai bergulir, akan ada peningkatan jumlah pembelian bahan bangunan, termasuk semen. Konsekuensinya, jika tidak diimbangi dengan pasokan yang memadai, akan ada tekanan pada harga.

Rencana pemerintah untuk mengurangi subsidi pada tarif listrik dan elpiji, sudah tentu akan ikut andil memengaruhi laju inflasi. Untuk mengimbangi hal tersebut, komponen inflasi lain seperti volatile foods dan inflasi inti harus turun.

Dengan jangka waktu relatif pendek, serta perkembangan

kondisi perekonomian Indonesia sekarang, mungkinkah target inflasi bisa tercapai?

Bisa, yaitu melalui Roadmap Pengendalian Inflasi.

Roadmap Pengendalian Inflasi merupakan guideline program pengendalian inflasi yang terstruktur dan terintegrasi. Roadmap ini mencakup program pengendalian inflasi untuk kelompok inti, volatile food maupun administered prices yang perlu dilakukan untuk mengatasi enam kendala struktural yang ada. Pengendalian inflasi dalam Roadmap dibagi menjadi dua jangka waktu, yaitu jangka pendek (2015­2016) dan jangka menengah (2017­2019).

Harapannya, program itu menjadi bagian dari Rencana Kerja Pemerintah sehingga dimasukkan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja negara (RAPBn). Terdapat pula arahan Presiden dalam Rakornas VI Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) yang

EDIS

I 53

T

AHUN

VI

201

5

Sasaran inflasi rendah dan menurun tiap tahun, hingga 3,5% + 1% pada tahun 2018. Bagaimana mencapainya? Melalui Roadmap Pengendalian Inflasi.

diselenggarakan Mei 2015 lalu. Arahan tersebut diintegrasikan ke dalam Roadmap.

Diperlukan kerja sama dan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah, untuk menyelesaikan permasalahan struktural inflasi. Melalui pembentukan TPI dan TPID di seluruh provinsi, kota,

dan kabupaten, BI bersama pemerintah pusat serta daerah dan lembaga terkait mengupayakan koordinasi kebijakan untuk melaksanakan Roadmap Pengendalian Inflasi.

Melalui pembentukan forum TPID, diharapkan inflasi di daerah bisa dikendalikan. Ada kewenangan di pihak pemerintah daerah, ada pula yang membutuhkan dukungan pemerintah pusat melalui Kelompok Kerja nasional (Pokjanas). Pokjanas

berkoordinasi dengan TPI, yang di dalamnya ada unsur dari kementerian serta instansi terkait, seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, dan POLRI.

Sesuai Instruksi Mendagri, semua wilayah kabupaten dan kota harus memiliki TPID. namun, tidak semua kabupaten

dan kota terdapat Kantor Perwakilan Dalam negeri (KPwDn BI). Padahal BI menjadi anggota TPID.

Timbul tantangan mengenai sumber daya, bagaimana KPwDn BI yang berjumlah 44 bisa melayani dan bekerja sama dengan TPID di 416 kabupaten dan 98 kota.

Upaya pengendalian inflasi tidak bisa hanya dilakukan BI. BI bersama pemerintah pusat dan daerah berkepentingan melaksanakan Roadmap

Pengendalian Inflasi sesuai kapasitas masing­masing.

BI menempuh kebijakan moneter dan makroprudensial untuk menjaga stabilitas makroekonomi. Sementara, masalah struktural menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah. Sebagai contoh, untuk membangun waduk,

terkait perizinan, anggaran dan pendanaan berasal dari kebijakan pemerintah.

Roadmap Pengendalian Inflasi harus menjadi komitmen bersama. Jika tidak ada koordinasi mumpuni antara Bank Sentral, pemerintah pusat dan daerah, serta berbagai pemangku kepentingan lain, target inflasi sukar dicapai. Komitmen dan konsistensi untuk bisa menjalankan materi Roadmap akan menjadi kunci keberhasilan pengendalian laju inflasi.

IBARAT MENJINAKKAN KUDA lIAR

Oleh: Arief HartawanDepartemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter

TanTangan sTrukTural yang dihadapi indonesia1.Terbatasnya peningkatan kapasitas perekonomian domestik.2.Ketergantungan yang tinggi pada ekspor berbasis SDA dan bahan baku impor.3.Produksi pangan yang rentan terhadap gangguan pasokan.4.Inefisiensi struktur mikro pasar. 5.Pemenuhan kebutuhan energi nasional yang tergantung impor BBM dan elpiji.6.Lemahnya konektivitas antar daerah.

roadmap pengendalian inflasi nasional TerkaiT sTabilisasi VolaTile foods Meningkatkan produksi pangan strategis. Menjaga ketersediaan pasokan pangan antar waktu. Membenahi saluran distribusi pangan. Menstabilkan dan meningkatkan transparansi harga pangan strategis. Memperkuat kelembagaan petani.

roadmap pengendalian inflasi daerah TerkaiT sTabilisasi VolaTile foods Meningkatkan produksi pangan. Membenahi saluran distribusi. Menstabilkan dan meningkatkan transparansi harga pangan strategis. Menjaga ketersediaan pasokan antar waktu. Mengubah pola konsumsi pangan. Memperkuat kelembagaan petani.

roadmap pengendalian inflasi nasional TerkaiT sTabilisasi inflasi inTi Permintaan domestik dan kapasitas ekonomi. Stabilisasi nilai tukar rupiah. Ekspektasi inflasi.

roadmap inflasi nasional TerkaiT sTabilisasi inflasi adminisTered prices Reformasi subsidi energi.

TANTANGAN BAGI BI ADAlAH mEmAKSImAlKAN 44 KPwDN yANG ADA UNTUK BEKERjA SAmA DENGAN TPID DI 416 KABUPATEN DAN 98 KOTA SElURUH INDONESIA.

Page 11: MENATA KEAJEKAN INFLASI

Perspektif

EDIS

I 53

T

AHUN

VI

201

5ED

ISI 5

3

TAH

UN V

I 2

015

GERAI INFO BANK INDONESIA16

Komoditas cabai di Indonesia dikenal hanya memiliki dua musim tanam, yaitu musim tanam raya selama musim hujan, Desember­Januari, dan musim tanam sedikit, pada musim kemarau, Juli­Oktober. Pola budidaya tersebut terbentuk oleh keengganan mayoritas petani Indonesia untuk menanam cabai di musim kemarau, karena keterbatasan air.

Sementara, dana untuk membangun sumur atau menyewa pompa air tidak ada. Akhirnya, mereka memilih menanam cabai secara massal di musim hujan. Padahal, ada risiko gagal panen akibat serangan hama tanaman dan banjir. Saat musim hujan, biaya petik akan meningkat. Belum lagi, ada kecenderungan distribusi terhambat, yang membuat produk cabai rusak dalam perjalanan. Maklum, cabai termasuk komoditi yang tidak tahan lama. Kendala tersebut menyebabkan ketidakmerataan pasokan, yang berimbas pada harga cabai.

Di sisi permintaan, selera masyarakat Indonesia yang gemar makanan pedas dengan bahan dasar cabai segar, seolah tidak terpengaruh dengan melonjaknya harga cabai. Permintaan cabai tetap mengalir dari mana­mana. Konsekuensinya, harga cabai melambung pada periode tertentu

sehingga menyebabkan tekanan pada inflasi.

Data Tinjauan Kebijakan Moneter BI, Mei 2015, mencatat inflasi IHK sebesar 0,50% (mtm) atau 7,15% (yoy). Hal ini terutama disebabkan oleh peningkatan inflasi bahan makanan bergejolak (volatile food), yang terjadi karena berkurangnya pasokan, terutama akibat gangguan cuaca.Kelompok volatile food mencatat inflasi sebesar 1,52% (mtm) atau 8,10% (yoy), terbesar berasal dari kenaikan harga aneka cabai dan aneka bawang. Jelas, harga naik karena pasokan terganggu akibat cuaca, diperparah oleh peningkatan permintaan menjelang Ramadan.

Untuk menyiasati potensi lonjakan harga dan menjaga ketersediaan stok cabai, Pemerintah melalui Kementerian Pertanian menginisiasi perubahan pola tanam cabai melalui Gerakan Tanam Cabai Musim Kemarau (GTCK). Petani didorong menanam cabai di musim kemarau. Terdapat pemberian insentif berupa bantuan paket

peralatan GTCK (rain shelter, jaringan pipa irigasi, pompa air, tandon air, dan menara air).

Pilot project dilakukan di empat tempat: Kabupaten Kupang, Kabupaten Ciamis, Kota Ternate, dan Kota Pontianak dengan melibatkan dukungan dari Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam negeri (KPwDn BI) setempat.

Program GTCK diharapkan meningkatkan pasokan cabai yang pada akhirnya meredam inflasi. BI mendukung program tersebut dan memperluas GTCK di wilayah klaster binaan KPwDn BI yaitu di Kabupaten Sinjai, Kabupaten Bangka, dan Kabupaten Jember. KPwDn BI dan Departemen Pengembangan UMKM BI, Dirjen Hortikultura­Kementan, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), serta Dinas Pertanian, dan universitas setempat bahu membahu menjalankan program. BI melalui dana PSBI menyediakan sebagian biaya pelatihan dan bantuan pemberian rain shelter. Sinergi berbagai pihak, akan menjadi upaya positif menekan laju inflasi di Indonesia.

Oleh : Yufrizal Departemen Pengembangan UMKM

SIASAT SI PEDASMenjaga pasokan bahan makanan bukan urusan sepele, karena harus mempelajari karakter komoditas tersebut.

KEGEmARAN AKAN mAKANAN PEDAS mENyEBABKAN PERmINTAAN cABAI TETAP TINGGI mESKIPUN HARGANyA mElONjAK.

Page 12: MENATA KEAJEKAN INFLASI

GERAI INFO BANK INDONESIA17

EDIS

I 53

TAH

UN V

I 2

015

BEST PRAcTIcE

Pada 2014, TPID Jawa Timur melakukan program penanganan permasalahan erupsi Gunung Kelud. Meletusnya gunung tersebut mengganggu produksi bahan pangan di Jawa Timur. BI memperkirakan inflasi Jawa Timur pada Februari 2014 -bulan terjadinya erupsi- sebesar 0,60% - 0,75%, dan Maret 2014 sebesar 0,40% - 0,55%.

Hasil rapat pleno TPID untuk meminimalkan dampak erupsi Gunung Kelud terhadap tekanan inflasi dan ekonomi Jawa Timur ditindaklanjuti dengan baik oleh setiap anggota TPID, dipimpin langsung oleh Gubernur Jawa Timur. Di sisi produksi, Dinas Pertanian segera mengoordinasi

penyelamatan komoditas cabai yang masih bisa dipanen, memberi bantuan benih, dan menggelar gerakan menanam cabai. Dinas Perindustrian dan Perdagangan menghimbau berbagai asosiasi untuk melakukan distribusi secara merata di daerah bencana agar tidak menimbulkan kelangkaan pasokan.

Pada sisi ekonomi, BI menginisiasi perbankan Jawa Timur untuk mengambil kebijakan relaksasi kredit berupa rescheduling, restructuring, dan reconditioning bagi debitur yang terdampak erupsi. Adapun Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) segera mengumpulkan

dan mendistribusikan bantuan sehingga meminimalkan tindakan spekulasi. BI dan Diskominfo giat mengomunikasikan kecukupan pasokan ke masyarakat agar ekspektasi inflasi tidak meningkat.

Hasilnya, rilis BPS kemudian menunjukkan inflasi Jatim pada Februari dan Maret 2014 hanya mencapai angka 0,28% dan 0,23%. Inflasi ini lebih rendah jika dibandingkan dengan perkiraan BI. Hal tersebut menunjukkan keberhasilan penanganan terhadap risiko inflasi yang efektif. Artinya, TPID Jawa Timur berhasil menjaga stabilitas harga di wilayahnya.

Monetaria

GLossaryQuantitative easinG (Qe): kebijakan Bank Sentral untuk memberi stimulus pada per-ekonomian dengan cara membeli aset finansial dalam jumlah tertentu dari bank komersial atau institusi swasta lain.

Page 13: MENATA KEAJEKAN INFLASI

BI Peduli

GERAI INFO BANK INDONESIA19

EDIS

I 53

T

AHUN

VI

201

5

EDIS

I 53

T

AHUN

VI

201

5

BI Peduli

GERAI INFO BANK INDONESIA18

Siap Jelang MeaBICARA 131 merupakan bentuk kepedulian BI terhadap kebutuhan masyarakat akan keterbukaan informasi publik.

BICARA 131 atau BI Call and InteRAction adalah Call Center BI. Sebagai implementasi prinsip akuntabilitas dan transparansi, BICARA 131 memberikan layanan berupa kunjungan langsung dan informasi melalui telepon, email, fax, surat, dan media sosial. Jumlah permintaan informasi yang meningkat mengindikasikan semakin tingginya ekspektasi masyarakat terhadap Layanan Informasi Publik (LIP) yang baik. Dengan komitmen untuk selalu memberikan pelayanan prima kepada stakehorlders melalui quick respond dan quick solve,

pelayanan BICARA 131 akan menjadi garda depan BI.

EDUKASI PUBLIKBICARA 131 tidak hanya

menginformasikan tugas pokok BI, tapi juga menjadi pusat informasi soal aktivitas BI, di luar fungsi sebagai bank sentral. Kegiatan BI di bidang pendidikan, misalnya. Tak sekadar memberikan beasiswa bagi mahasiswa berprestasi, BI berperan nyata dalam pendidikan dan pemberdayaan masyarakat. Gubernur BI, Agus DW Martowardojo, dan seluruh jajaran Anggota Dewan

Gubernur mengajar di beberapa sekolah, memberikan edukasi dan sosialisasi kepada publik mengenai tujuan dan fungsi BI, juga memaparkan performa kerja di sektor moneter, stabilitas sistem keuangan, sistem pembayaran, dan manajemen internal.

BI GOES TO CAMPUSEdukasi publik juga berbentuk

kunjungan ke sekolah tinggi. BI Goes to Campus (BGC) di Jember, misalnya. Expo Pasar Keuangan Rakyat di Bondowoso dan Car Free Day (CFD) di Jember serta CFD Bondowoso dimanfaatkan pula untuk edukasi.

Bersama Harian Media Indonesia (MI) dan Universitas Jember (UJ), BI berkolaborasi menggelar talkshow pada akhir Mei lalu di UJ. Menyambut era Masyarakat Ekonomi Asean, tema “Mempersiapkan Generasi Yang Handal Untuk Menghadapi Kompetisi Global” bertujuan memberikan wawasan tentang menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Pembicaranya adalah Benny Siswanto (Kepala KPwBI Provinsi JawaTimur), Usman Kansong (Direktur Pemberitaan MI), Andy Irawan (Praktisi Bisnis Perhotelan), dan Drs.Moh.Hasan,M.Sc,Ph.D (Rektor UJ).

“Semua sudah diatur dalam Asean Charter, dan kita harus siap!” kata Benny. Liberalisasi di bidang perdagangan, jasa, dan investasi merupakan salah satu yang harus dilakukan negara-negara di ASEAN dalam menyambut kerjasama ekonomi yang bertujuan mensejahterakan masyarakat. Peran aktif, skill, cara pikir yang berbeda, dan cara pandang yang lebih baik, adalah kata kunci menghadapi MEA. Para pembicara optimis MEA menjadi peluang emas bagi mahasiswa, asal mereka siap berkontribusi.

Fikri, satu dari 1400 mahasiswa yang hadir, menyampaikan kegelisahan, karena ada anggapan Indonesia belum siap bersaing di kompetisi global. Masyarakat dinilai konsumtif dan sangat tergantung pada produk impor. “Jangan-jangan, kita hanya jadi penonton,” katanya.

Dwi Pranoto, Kepala Departemen Regional II BI, menjawab bahwa Indonesia hanya akan menjadi penonton bila tidak mengubah paradigma. “Kegemaran terhadap produk impor harus diubah menjadi peluang.”

Kemeriahan acara edukasi publik dilengkapi kegiatan CFD. Di Jember, CFD digelar sehari sebelum talkshow. Hari berikutnya, CFD digelar di Bondowoso, diikuti Bupati Bondowoso H. Amin Said Husni, Kepala KPwDN BI Jember, Ahmad Bunyamin, dan para pejabat daerah lainnya. BI memanfaatkan momen untuk mensosialisasikan implementasi kebijakan BI terkini.

DORONG UMKMFokus BI dalam pengendalian

inflasi daerah adalah memantau inflasi yang disumbang oleh komoditas volatile foods (beras, daging, bawang merah, bawang putih, dan cabai merah). Volatilitasnya tergantung pasokan, distribusi, dan konsumsinya. Pengembangan UMKM menjadi salah satu cara pengendalian inflasi.

Menurut Dwi Pranoto, di era MEA, salah satu potensi yang bisa dibangun adalah UMKM. Pada era tersebut, arus modal, investasi, tenaga kerja terampil, serta barang dan jasa, menjadi tak berbatas. Tak ada lagi sekat antarnegara. BI mengembangkan UMKM agar siap menghadapi MEA. Diharapkan, UMKM melakukan ekspor, sehingga

meningkatkan cadangan devisa.Expo UMKM Bondowoso

Kreatif digelar di alun-alun Bondowoso, memamerkan produk UMKM binaan BI. Kopi, beras organik, dan susu sapi merupakan produk unggulan yang ada. Pameran serupa juga dilakukan di Banyuwangi, Lumajang, dan Jember. Untuk mendorong kinerja UMKM, diperlukan peningkatan fungsi intermediasi perbankan yang melibatkan perbankan, forum investasi, forum kerja sama antardaerah, pemerintah daerah, akademisi, dan masyarakat. Pameran diharapkan dapat membuka akses pasar dan menambah jaringan usaha.

Program BI Goes to Campus, talk show, CFD dan Expo UMKM merupakan refleksi kepedulian BI. Selanjutnya, acara serups akan digelar di kota-kota lain di Indonesia.

Dengan eksplorasi program BICARA 131 ini, diharapkan masyarakat akan lebih memahami fungsi keberadaan BI. Dengan begitu, semua bisa bersama-sama bersiap menghadapi kompetisi global. Kompleksitas MEA memerlukan sinergi berbagai pihak. Aksi konkrit juga diperlukan, karena mau tidak mau, era kompetisi sudah berlangsung. Menyitir Abraham Lincoln, “Cara terbaik untuk menyiapkan masa depan adalah dengan membuat masa depan itu sendiri.” Artinya, jika ingin Indonesia menjadi lebih baik, kita sendiri yang harus peduli dan harus aktif mewujudkannya.

GERAI INFO BANK INDONESIA19

BI Peduli BI Peduli

EDUKASI PUBlIK jUGA BERBENTUK KUNjUNGAN KE SEKOlAH TINGGI. BI GOES TO CAmPUS (BGC) DI jEmBER, mISAlNyA. CFD BONDOwOSO DImANFAATKAN PUlA UNTUK EDUKASI.

Page 14: MENATA KEAJEKAN INFLASI

Potret Potret

EDIS

I 53

TAH

UN V

I 2

015

GERAI INFO BANK INDONESIA21

GERAI INFO BANK INDONESIA20

Ketika inflasi seperti kendaraan yang ngebut di jalan tak berpenghalang, harus ada upaya menahannya agar kondisi tetap aman. Salah satu “rem” adalah TPID.

Pencapaian target inflasi yang rendah dan stabil memerlukan kolaborasi para pemangku kepentingan, terutama antara Bank Indonesia (BI) dan pemerintah, baik pusat maupun daerah. Untuk memuluskan koordinasi, pada 2005, BI menginisiasi terbentuknya Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) di level pusat. Hal itu kemudian dilanjutkan dengan pembentukan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) pada 2008, mengingat kontribusi signifikan daerah terhadap pembentukan inflasi nasional.

Awalnya, TPID dibentuk di Malang, Jember, dan Batam. Tingginya kesadaran daerah terhadap implikasi inflasi bagi kegiatan pembangunan, mendorong kelahiran TPID di wilayah lain. Kini, telah eksis 439 TPID di 34 provinsi.

ApA TugAs TpID?Pada dasarnya, TPID

dibentuk untuk mengatasi masalah inflasi di daerah yang tidak terjangkau Pemerintah Pusat. Karena karakteristik dan problema setiap daerah berbeda, fokus dan pendekatan antar

TPID pun berlainan. Namun, secara umum, TPID berperan mengidentifikasi permasalahan dan kemudian memberi rekomendasi kebijakan.

Identifikasi bisa untuk mendeteksi, umpama, penyumbang inflasi strategis di tiap wilayah. Misalnya, inflasi Sulawesi, Maluku, dan Papua disumbang oleh, antara lain, ikan. Sementara, daging ayam ras, telur, dan daging sapi menjadi penyumbang dominan inflasi di Pulau Jawa.

Setelah mengidentifikasi permasalahan, TPID akan menyampaikan rekomendasi kebijakan yang prinsipnya untuk mengamankan inflasi dengan cara menjaga ketersediaan komoditas kebutuhan masyarakat. Langkah TPID dikenal sebagai “4K”, yaitu menjaga Ketersediaan Pasokan, Kelancaran Distribusi, Keterjangkauan Harga, dan Komunikasi yang Efektif. Penjabaran “4K” ini cukup beragam dalam berbagai program kerja.

TPID juga sudah mengembangkan pusat informasi harga pangan strategis. Transparansi sangat

penting untuk menekan distorsi harga antardaerah. Beberapa pusat informasi sudah bisa diakses lewat internet, seperti info pangan.jakarta.go.id (TPID Jakarta), SiKomodo/www.tpid-ntt.org (TPID Provinsi NTT), dan priangan.org (TPID Provinsi Jawa Barat).

Pada periode tertentu, TPID dapat menggelar program kerja khusus. Misalnya, pasar murah, operasi pasar, dan sidak pasar di bulan puasa. Program ini untuk mencegah terjadinya praktik ilegal seperti penimbunan ataupun permainan harga oleh para distributor atau agen besar.

TpID TerbAIkSeiring waktu, peran

TPID dalam pengelolaan perekonomian daerah semakin berkembang. Pada 2015, TPID di seluruh Indonesia memiliki Roadmap Inflasi Daerah sebagai acuan program kerja untuk mencapai sasaran target inflasi nasional.

Setiap tahun, dilakukan evaluasi. TPID dengan program kerja yang efektif menjaga laju inflasi di wilayahnya pada level relatif rendah dan stabil mendapat apresiasi.

Jaga Kestabilan Harga

Melalui penghargaan tersebut, Pemda diharapkan dapat lebih berpartisipasi aktif untuk melakukan upaya bersama yang sinergis dan terkoordinasi dalam mengelola inflasi.

Pada Rakornas VI TPID Mei lalu, TPID Provinsi Terbaik untuk Kawasan Jawa adalah TPID Jawa Timur. Yang

terbaik dari kawasan Sumatera adalah TPID Sumatera Utara. Sedangkan TPID Nusa Tenggara Timur dinilai terbaik di Kawasan Timur Indonesia. Untuk TPID Kabupaten/Kota, yang terbaik dari tiap wilayah adalah TPID Kabupaten Jember, TPID Kota Medan, dan TPID Kota Pontianak.

Selain untuk TPID terbaik, penghargaan juga ditujukan bagi TPID kabupaten/kota yang tidak dihitung inflasinya oleh BPS, tapi berperan prima dalam mengendalikan inflasi. Yang terbaik untuk kategori itu adalah TPID Kabupaten Malang, TPID Kota Tebing Tinggi, dan TPID Kabupaten Takalar.

TRANSpARANSI SANGAT pENTING UNTUK mENEKAN DISTORSI HARGA ANTARDAERAH

TugAs DAn FungsI TpID

1. Menjaga dan meningkatkan produktivitas, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi hasil pertanian, khususnya bahan pokok.

2. Mendorong pembangunan dan pengembangan infrastruktur yang mendukung poin 1.

3. Mendorong terciptanya struktur pasar dan tata niaga yang kompetitif dan efisien .

4. Mengelola dampak penyesuaian harga barang dan jasa yg ditetapkan Pemerintah Pusat & Daerah.

5. Mendorong ketersediaan informasi terkait produksi, stok, dan harga.

6. Melakukan koordinasi intensif antar SKPD, KPw Bank Indonesia, Kantor K/L terkait di daerah, utk menjamin produksi, ketersediaan pasokan, dan kelancaran distribusi kebutuhan bahan pokok.

7. TPID sebagai wadah koordinasi pengendalian inflasi di daerah.

EDIS

I 53

TAH

UN V

I 2

015

Page 15: MENATA KEAJEKAN INFLASI

EDIS

I 53

T

AHUN

VI

201

5

Dinamika Dinamika

GERAI INFO BANK INDONESIA23

GERAI INFO BANK INDONESIA22

Telah hadir: KPwBi JaKarTaDi ulang tahun ke-488, Provinsi DKI Jakarta menerima kado manis dari Bank Indonesia (BI). Kadonya berupa pembukaan Kantor Perwakilan BI Provinsi DKI Jakarta (KPwBI Jakarta). Gubernur BI Agus DW Martowardojo menyampaikan, pembukaan ini sejalan dengan upaya BI untuk turut membangun lingkungan yang kondusif bagi peningkatan kapabilitas perekonomian daerah.

Selain itu, Jakarta merupakan pintu gerbang masuknya arus investasi sehingga memiliki kontribusi signifikan dalam pengelolaan investasi dan produk domestik bruto (PDB).

Pada saat bersamaan, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama menyambut baik pembukaan KPwBI ke-44 tersebut dan berharap kepada segenap pihak terkait agar KPwBI Jakarta ikut dilibatkan saat menyusun APBD. Ia juga mendorong KPwBI Jakarta agar memberikan masukan dalam rapat pimpinan yang digelar Pemerintah Daerah DKI Jakarta yang dilakukan secara rutin.

Tim Bank Indonesia Call and Interaction (BICARA 131) berhasil mengumpulkan delapan medali dan satu piala Grand Champion pada ajang kompetisi The Best Contact Center Indonesia (TBCCI) 2015, yang diselenggarakan April 2015 lalu. BICARA 131 meraih penghargaan tertinggi untuk kategori korporat, yakni sebagai The Best Operation TBCCI 2015, dengan medali platinum.

Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia Peter Jacobs menjelaskan, BI melakukan survei langsung dari BICARA 131 serta media sosial untuk mengetahui respon kebijakannya. Sedangkan Asisten Direktur KOLIP Departemen Komunikasi Bank Indonesia Dwi Mukti Wibowo menyatakan, penghargaan ini merupakan kehormatan yang sangat tinggi bagi Bank Indonesia, apalagi dewan juri yang berasal kalangan profesional, netral, dan objektif.

BI berada pada posisi ke-8 pada peringkat Grand Champion TBCCI 2015, sehingga mendapatkan kesempatan menghadiri pameran contact center se-Asia Tenggara (APCCAL) di Singapura, pertengahan Juni 2015.

BICARA131 RAIh 9 PenghARgAAn

EDIS

I 53

T

AHUN

VI

201

5

SofT launching Bi inSTiTuTe Pada Rabu, 1 Juli 2015, Gubernur BI Agus Martowardojo meresmikan berdirinya Bank Indonesia Institute (BI Institute) dalam acara soft launching BI Institute di Plaza Gedung D, Thamrin, Jakarta.  Soft launching ini merupakan rangkaian HUT ke-62 BI dan  dihadiri oleh seluruh Anggota Dewan Gubernur (ADG) BI, mantan Gubernur BI Rachmat Saleh, mantan Deputi Gubernur BI Subarjo Joyosurmato, Hartadi A. Sarwono, serta pimpinan satuan kerja di Kantor Pusat dan KPw DKI Jakarta.

Dalam pidato sambutannya, Gubernur BI menyampaikan bahwa BI Institute merupakan salah satu kado bagi BI yang diharapkan dapat menjadi bagian penting dalam menjawab tantangan perekonomian dunia.

GERAI INFO BANK INDONESIA22

Dinamika

Page 16: MENATA KEAJEKAN INFLASI

EDIS

I 53

TAH

UN V

I 2

015

EDIS

I 53

TAH

UN V

I 2

015

GERAI INFO BANK INDONESIA25

GERAI INFO BANK INDONESIA24

,

Aktivitas

jaga InflasI, bangun Infrastruktur

EDIS

I 53

TAH

UN V

I 2

015

Presiden Joko Widodo menekankan pentingnya mengupayakan pertumbuhan ekonomi. Namun, tak kalah penting menjaga inflasi tetap terkendali. Hal ini disampaikan Presiden dalam sambutannya, sebelum memimpin Rapat Koordinasi Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Rakornas TPID) VI, di Hotel Grand Sahid Jakarta, akhir Mei lalu.

“Setiap daerah perlu mengendalikan inflasi secara serius. Salah satunya dengan mengidentifikasi penyebab inflasi di daerah masing-masing,” tutur Jokowi.

Bobot terbesar dalam persoalan inflasi, imbuh Jokowi, berasal dari sektor komoditas pangan. Ia mengatakan, beras menyumbang 4,02%. Selain itu, daging ayam juga menyumbang 1,1%. Tak hanya itu, komoditas lain seperti bawang merah, cabai merah, dan daging sapi juga berpengaruh signifikan

terhadap laju inflasi. Untuk itu, Jokowi menegaskan agar segenap daerah mengalokasikan anggaran untuk operasi pasar.

Selain sektor komoditas, persoalan infrastruktur juga tak kalah penting. Menurut Jokowi, “Dengan infrastruktur ini nantinya harga-harga akan bisa kita tekan. Kalau transportasinya murah, tentu saja harga-harga juga murah,” kata Jokowi.

Senada, Gubernur Bank Indonesia Agus D.W. Martowardojo mengatakan penyelenggaraan Rakornas TPID VI ini memang fokus pada persoalan pembangunan infrastruktur. Hal ini sesuai dengan tema yang diangkat, yakni “Optimalisasi Peran Pemerintah Daerah Dalam Mendukung Stabilitas Harga Melalui Percepatan Pembangunan Infrastruktur dan Pembenahan Tata Niaga di Daerah”.

“Pembangunan infrastruktur

akan diberikan penekanan pada infrastruktur pangan, infrastruktur konektivitas dan energi,” jelas Agus.

Upaya pemerintah daerah untuk mewujudkan infrastruktur pangan menjadi titik fokus. Infrastruktur pangan ini mencakup irigasi dan DAM. Di sisi lain, Agus juga meminta pemerintah daerah agar menyediakan anggaran untuk membangun kesiapan guna mendukung peningkatan kinerja pangan. Selain itu, pemerintah daerah juga diarahkan untuk menyiapkan anggaran guna menjalankan operasi pasar dan stabilisasi harga. Kerjasama antardaerah juga menjadi hal yang penting untuk menjamin distribusi yang efektif.

“Setiap daerah punya keunikan masing-masing, sehingga tidak bisa menalangi sendiri semua permasalahannya. Untuk itu, perlu sinergi antar pemerintah daerah,” terang Agus.

Etalase

Tingkat inflasi selalu menjadi perhatian pemerintah dan masyarakat pada umumnya. Naik turunnya angka inflasi akan berpengaruh pada perekonomian suatu negara. Tentu saja yang terbaik adalah angka yang rendah.

Lalu, bagaimana tingkat inflasi di Indonesia? “Relatif volatile, rata-rata di atas 7%, lebih besar dibandingkan negara lain,” kata Andry Asmoro, ekonom senior Bank Mandiri.

“Biasanya, inflasi jadi tinggi karena ada perubahan kebijakan administered prices, yaitu harga-harga yang diatur pemerintah, contohnya BBM. Bila selama satu tahun tidak ada perubahan, umumnya inflasi menjadi rendah,” lanjutnya.

Contohnya adalah pada 2014. Inflasi Desember 2014 menjadi 8,4%; sementara bulan November 6,2%. “Itu karena kenaikan BBM yang relatif besar pada November 2014,” ujar Andry. “Ketika kemudian pemerintah menurunkan harga BBM, inflasi tahun ini akan lebih rendah. Ekspektasinya 4,5-5% dibandingkan dengan tahun lalu, dengan catatan harga BBM masih di level sekarang,” tambahnya.

Namun inflasi di Indonesia, menurut Andry sifatnya seasonal. Misalnya saat panen, inflasi akan rendah, atau bahkan bisa deflasi.

Stabilitas harga makanan juga berpengaruh terhadap inflasi. Data Biro Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa rata-rata orang Indonesia menghabiskan 50,6-51% dari pendapatannya untuk makanan.

“Jadi, kuncinya adalah bila pemerintah mampu mengamankan pasokan makanan, inflasi akan relatif terjaga. Masalah pangan akan terkait dengan produksi dan distribusi. Bicara distribusi, akan berhubungan dengan infrastruktur. Makanya ada yang bilang, inflasi di Indonesia adalah inflasi yang terkait struktural. Selama infrastruktur jelek atau kapal di daerah Timur masih belum bagus, inflasi akan tetap tinggi,” ungkap Andry.

Fenomena inflasi di Indonesia tergolong unik. Dari riset Bank Mandiri, diketahui bahwa inflasi setiap Ramadan dan Lebaran selalu lebih tinggi dibandingkan 10 bulan lainnya. “Contohnya tahun 2013, bisa sampai 2%, sementara bulan-bulan lainnya 0,38%. Pada 2010-2014, inflasi saat Ramadan dan Lebaran mencapai 0,98%; sementara inflasi pada bulan lain 0,36%. Demand saat bulan puasa naik. Meski supply bagus, tapi bila ada gangguan distribusi, harga-harga akan naik,” Andry menjelaskan.

Berbeda dengan Malaysia.

Meskipun sebagian besar penduduknya juga beragama Islam namun Malaysia bukan negara kepulauan, sehingga distribusi lebih mudah. “Philipina juga negara kepulauan. Tapi inflasi di Indonesia lebih tinggi 2% dibandingkan Philipina. Mengapa? Karena di sana tidak ada bulan Ramadan dan tidak merayakan Lebaran,” jawabnya.

Terkait target inflasi tahun 2015 yang ditetapkan BI sebesar 3,5-5,5%, Andry optimis akan tercapai. “BI sudah punya ITF dengan target inflasi, dan BI serius dengan TPI dan TPID, yang terbukti cukup signifikan untuk menurunkan tingkat inflasi,” ujar Andry.

“Perlu diperhatikan, koordinasi TPID harus dilakukan secara terus-menerus, karena pejabat di daerah bisa berganti-ganti. Bila berasal dari partai yang berbeda, kepentingannya berbeda, target ekonominya akan berbeda pula. Seringkali pejabat lama aware, penggantinya tidak aware. Jadi, ini on going process dan perlu selalu diingatkan,” Andry menerangkan.

Yang pasti laju inflasi harus dikendalikan. Bila tingkat inflasinya rendah, semua senang, sebab inflasi berperan untuk menjaga daya saing produk ekspor, serta daya beli masyarakat.

InflasI rendah,semua senang

Andry Asmoro

Inflasi amat perlu diperhatikan untuk menjaga daya saing, produk ekspor, daya beli masyarakat.

Infrastruktur yang memadai membuat transportasi lebih murah, harga komoditas juga lebih murah, sehingga inflasi lebih terkendali.

Page 17: MENATA KEAJEKAN INFLASI

EDIS

I 53

TAH

UN V

I 2

015

GERAI INFO BANK INDONESIA26

Pada bulan Juni 2015, Bank Indonesia melakukan penyesuaian kebijakan makroprudential secara proporsional dan terukur dalam bentuk pelonggaran ketentuan perkreditan, khususnya di sektor properti dan kendaraan bermotor.

Hal ini untuk menjaga pertumbuhan perekonomian nasional agar tetap berada pada momentum yang positif serta mendorong fungsi intermediasi perbankan. Kedua sektor tersebut diberi kelonggaran karena memiliki multiplier effect dan backward lingkage yang besar kepada sektor ekonomi lain sehingga diharapkan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Pelonggaran di sektor properti adalah berupa peningkatan rasio Loan to Value (LTV) untuk kredit properti konvensional dan rasio Financing to Value (FTV) untuk pembiayaan properti syariah. Pelonggaran ini disertai dengan penerapan ketentuan LTV/FTV yang dikaitkan dengan kinerja bank dalam mengelola kredit bermasalah.

Mengapa rasio LTV/FTV berdampak terhadap pertumbuhan perekonomian nasional? Apa kaitannya dengan kinerja bank dalam mengelola kredit bermasalah?

Rumah adalah kebutuhan dasar bagi setiap orang, oleh karenanya ketersediaan rumah menjadi suatu keharusan. Bagi yang memiliki dana cukup bisa membeli rumah secara tunai. Bagaimana jika dana terbatas? Salah satu solusi adalah membeli rumah dengan menggunakan dana kredit dari bank, atau Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

Plafon kredit yang diberikan bank umumnya sebesar 70% dari harga properti, termasuk tanah dan bangunan di atasnya, dengan besaran kredit bervariasi tergantung kebijakan bank.

Penetapan maksimum plafon kredit disebut sebagai LTV/FTV, sedangkan rasionya diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 17/10/PBI/2015 tanggal 18 Juni 2015 tentang Rasio Loan to Value atau Rasio Financing to Value untuk Kredit atau Pembiayaan Properti dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor.

Kelonggaran rasio LTV/FTV membuat bank leluasa meningkatkan penyaluran kredit menjadi 80% dari nilai agunan. Hal ini mendorong penyaluran kredit perbankan di sektor properti serta sektor pendukung lain yang terkait, sehingga mampu mempertahankan momentum pertumbuhan ekonomi nasional

Pelonggaran rasio LTV/FTV meningkatkan risiko bagi bank. Semakin besar persentasi limit kredit dari nilai properti, risiko yang timbul semakin besar. Karena itu terdapat ketentuan terkait kinerja bank agar bisa menerapkan kelonggaran rasio LTV/FTV ini.

Pelonggaran rasio LTV/FTV diberikan untuk bank yang memiliki rasio kredit bermasalah terhadap total kredit secara bruto kurang dari 5%, serta bank yang memiliki rasio kredit properti bermasalah terhadap total kredit properti secara bruto kurang dari 5%.

Jika bank belum memenuhi ketentuan tersebut, maka mereka tidak diperkenankan memberikan LTV/FTV hingga 80%. Pelonggaran ketentuan rasio LTV/FTV ini juga memperhatikan mitigasi dan antisipasi risiko yang mungkin timbul.

Ekspose

MATA PANCING RASIOPelonggaran ketentuan rasio LTV/FTV juga memperhatikan mitigasi dan antisipasi risiko

yang mungkin timbul.

Edhie HaryantoDepartemen Komunikasi

Page 18: MENATA KEAJEKAN INFLASI

EDIS

I 53

TAH

UN V

I 2

015

Rileks

GERAI INFO BANK INDONESIA27

1. Jelaskan pengertian inflasi! 2. Sebutkan macam-macaminflasi!

Carilah 10 mata uang dari berbagai negara di dunia!

Kuis

Email jawaban kuis Gerai Info ke: [email protected] paling lambat 15 November 2015. Cantumkan “KUIS” pada subjek email. Sertakan nama dan alamat

lengkap, profesi, dan nomor telepon yang dapat dihubungi. Pemenang akan diumumkan pada Majalah Gerai Info berikutnya. Hadiah menarik menanti

Anda!

Jawaban kuis Gerai Info edisi 52:

1. Bank Indonesia Jl. MH. Thamrin No. 2 Jakarta Pusat 10110

2. Neraca Transaksi Berjalan adalah neraca yang mencerminkan pembayaran yang dilakukan dan penerimaan yang diperoleh penduduk dari hasil transaksi dengan penduduk negara lain.

W R U P I A H M L I B P S C G B E N I Q I A S E D L Y E N D S K R W T S F E R O A X O T A G H O P O U N D K N P H O B F V M I K E U M R E D G I D A Q R A A I Y G U U J I F R I N G G I T Q L D N U W T I G O R U O D O A E O H C H I A Z P E N R T J S X A H L W E N G B G N P D O L A R Y D R

Page 19: MENATA KEAJEKAN INFLASI

GERAI INFO DIGITALsegera

download aplikasinya!

gratis!

IKLAN DIGITAL.indd 2 10/7/15 3:45 PM