menekankan pada pemberian menga
TRANSCRIPT
PENERBIT Teori Belajar
Iswadi, M. Pd
Buku ini menghimpun segala
pemikiran yang telah
diberikan para ahli tentang
Teori belajar , bentuk dan
proses belajar, model-model
metode pembelajaran, tokoh-
tokoh teori belajar,
perkembangan teori belajar,
dan siklus belajar. Buku ini
juga Menjelaskan hakikat
teori belajar, menganalisis
berbagai teori belajar,
memahami teori
behaviorisme yang
menekankan pada pemberian
stimulus pembelajaran
kepada siswa, konsep CBSA
yang mempelajari
keterlibatan mental-
psikologis pada siswa
sepanjang proses belajar-
mengajar, teori keterampilan
proses yang bagaimana agar
siswa itu terlibat aktif dalam
proses belajar-mengajar di
dalam kelas sehingga proses
belajar lebih penting
daripada hasil, kognitif
dominan yang menekankan
sifak kognit dari belajar.
Neurofisiologis yang
berusaha mengisolasi
korelasinya dari hal-hal mirip
belajar seperti persepsi,
pemikiran, dan kecerdasan,
kemudian evolusioner yang
menekankan sejarah evolusi
proses belajar organisme.
Dalam perkembanganya
berkembang teori-teori
konstruktivistik, humanistik,
dan sibermatik, revolusi
sosiokultural, dan kecerdasan
majemuk. dengan harapan dapat
dijadikan bekal bagi para
mahasiswa Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan yang
dipersiapkan untuk menjadi
pendidik dan pemikir
pendidikan yang profesional
serta memiliki wawasan yang
mendalam tentang proses
belajar dan pembelajaran.
Pemahaman terhadap proses
belajar akan memperkaya
wawasan bukan saja terhadap
prilaku normal dan prilaku
adaptif, tetapi juga situasi yang
menimbulkan prilaku maladaptif
dan prilaku abnormal. Praktik
pengasuhan anak juga dapat
memanfaatkan prinsip belajar
lantaran adanya perbedaan
individual yang menuntut
perlakuan berbeda.
Riset tentang proses belajar bisa
memengaruhi praktik pengajaran
yang efektif dan efisien
Penggunaan proses belajar
terprogram, mesin pengajaran, dan
instruksi dengan bantuan
komputer adalah tiga contoh dari
bagaimana Penggunaan proses
belajar terprogram,mesin
pengajaran, dan pembelajaran
dengan bantuan komputer adalah
beberapa fakta yang menunjukkan
arti penting tentang riset di bidang
teori belajar yang mempengaruhi
praktik pengajaran. Sedangkan
Bagi para Guru , buku ini akan
membantu mereka untuk
meningkatkan mutu pendidikan
dengan lebih memahami seluk
beluk belajar dan implikasinya
terhadap mengajar.
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kita persembahkan kepada Allah SWT dengan limpahan Rahmat dan
petunjuk-Nyalah kita masih diberikan sedikit ilmu yang dapat berguna bagi Agama, Bangsa
dan seluruh umat manusia. Tak lupa selawat beriring salam kita haturkan kepada junjungan
kita NABI besar Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia dari alam
kebodohon kealam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Dengan penuh Semangat dan per juangan akhi rn ya Penul i s b i sa
menyelesaikan buku Teori belajar dengan harapan dapat dijadikan bekal bagi para mahasiswa
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang dipersiapkan untuk menjadi pendidik dan
pemikir pendidikan yang profesional serta memiliki wawasan yang mendalam tentang proses
belajar dan pembelajaran.
Buku ini disusun berdasarkan pengalaman penulis , ketika mengajar dibeberapa
Perguruan Tinggi dimana Pemahaman Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
terhadap proses belajar dan pembelajaran masih sangat rendah.
Kehadiran Buku ini Akan menambah dan melengkapi khasanah buku nasional yang
telah ada dengan informasi dan metode penyampaian lebih Muktakir dan terkini , penyebaran
buku Teori belajar Telah menyebar keseluruh Perguruan Tinggi di Indonesia sehingga sangat
tepat buku ini dijadikan sebagai panduan dan pegangan bagi Mahasiswa Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan untuk menyelesaikan studi nya serta bagi Guru akan membantu mereka
untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan lebih memahami seluk beluk belajar dan
implikasinya terhadap mengajar.
Penulis Berkeinginan mengucapkan terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang
telah mendukung terciptanya Buku Teori belajar , Semoga buku ini mampu memberikan
manfaat yang berarti bagi Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan untuk
meningkatkan Pemahaman terhadap proses belajar sekaligus memperkaya wawasan tentang
perbedaan individual yang menuntut perlakuan berbeda dalam proses belajar dan
pembelajaran. Penulis turut berdo’a agar Buku ini dapat berguna bagi semua Pembaca,
Insyaallah Penulis akan mempertahankan ilmu yang berguna yang telah Penulis dapatkan dan
dapat Penulis transfer melalui Buku ini .
Akhirnya dengan segala kerendahan hati Penulis mohon maaf lahir batin jika dalam
Buku Teori belajar ini terdapat kekurangan serta kekeliruan untuk perbaikan dikemudian hari,
semua saran dan kritik yang membangun semangat, Penulis terima dengan terbuka.
Jakarta
Penulis,
Iswadi, M. Pd
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................................................................... i Daftar Isi ........................................................................................................................................... ii BAB 1 Pendekatan dalam Pembelajaran ........................................................................... 1 BAB 2 Konsep CBSA .................................................................................................................. 18 BAB 3 Teori Behaviorisme ..................................................................................................... 26 BAB 4 Teori Keterampilan Proses . ...................................................................................... 35 BAB 5 Teori Kognitif Dominan .............................................................................................. 49 BAB 6 Teori Taksonomi Bloom ............................................................................................ 59 BAB 7 Teori Pembelajaran Afektif ....................................................................................... 65 BAB 8 Teori Belajar Konstruktivistik ................................................................................. 81 BAB 9 Teori Pembelajaran Humanistik ............................................................................. 84 BAB 10 Teori Belajar Sibernetik ............................................................................................ 93 BAB 11 Teori Belajar Revolusi Sosiokultural .................................................................... 105 BAB 12 Teori Kecerdasan Majemuk ..................................................................................... 111 BAB 13 Peranan dan Fungsi Guru dalam Pembelajaran .............................................. 123 Soal dan Alternatif Jawaban ...................................................................................................... 132 Daftar Pustaka ................................................................................................................................ 138 Riwayat Penulis .............................................................................................................................. 139
Teori Belajar
1
BAB 1
Pendekatan Dalam Pembelajaran
Pengajaran identik dengan pendidikan. Proses pengajaran adalah proses
pendidikan. Setiap kegiatan pengajaran adalah untuk mencapai tujuan
pendidikan. Pengajaran adalah suatu proses aktivitas mengajar dan belajar,
didalamnya terdapat dua subjek yang saling terlibat, yaitu guru dan peserta
didik. Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang
sangat fundamental dalam melaksanakan setiap jenis dan jenjang pendidikan.
Adanya proses yang panjang dan tertata dengan rapi serta berjenjang akan
memungkinkan belajar menjadi lebih baik dan efisien.
Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar
merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil atau
tidaknya pencapai tujuan pendidikan hanya bergantung kepada bagaimana
proses belajar yang di alami oleh murid sebagai anak didik. Menurut Cronbach
dia mengemukakan dalam bukunya educational psychology dengan
menyatakan bahwa “Belajar dengan yang sebaik-baiknya adalah dengan
mengalami dan dalam mengalami itu sipengajar mempergunakan panca
indranya.
Seorang pendidik terlebih dahulu harus mengetahui teori belajar
sebelum melaksanakan proses pembelajaran. Teori belajar akan sangat
membantu pendidik, supaya memiliki kedewasaan dan kewibawaan dalam hal
mengajar, mempelajari peserta didiknya, menggunakan prinsip-prinsip
psikologi maupun dalam hal menilai cara mengajarnya sendiri. Dengan
demikian, tujuan mempelajari psikologi belajar adalah: (Mahfud, 1991: 10):
1. Untuk membantu para pendidik, agar menjadi lebih bijaksana dalam
usahanya membimbing murid dalam proses pertumbuhan belajar.
2. Agar para pendidik memiliki dasar-dasar yang luas dalam hal mendidik,
sehingga peserta didik bisa bertambah baik dalam cara belajamya.
3. Agar para pendidik dapat menciptakan suatu sistem pendidikan yang
efisien dan efektif dengan jalan mempelajari, menganalisis tingkah laku
murid dalam proses pendidikan untuk kemudian mengarahkan proses-
proses pendidikan yang berlangsung, guna meningkatkan ke arah yang
lebih baik.
Seorang pendidik dikatakan kompeten bila ia memiliki khasanah cara
penyampaian yang kaya, memiliki pula kriteria yang dapat dipergunakan untuk
memilih cara-cara yang tepat di dalam menyajikan pengalaman belajar
mengajar, sesuai dengan materi yang akan disampaikan. Kesemuanya itu hanya
akan diperoleh jika guru menguasai teori-teori belajar.
Di dalam konsep pengembangan pembelajaran adalah sebuah implikasi
pengembangan dari teori-teori belajar yang sebelumnya sudah ada. Teori
Teori Belajar
2
belajar adalah upaya untuk menggambarkan bagaimana orang dan hewan
belajar, sehingga membantu kita memahami proses kompleks suatu
pembelajaran. Teori belajar selalu berawal dari suatu sudut pandang psikologi
belajar tertentu. Pada era modern ini, dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan terutama bidang pskiologi pendidikan bermunculan pula berbagai
teori tetang belajar.
Berdasarkan dari pengembangan ilmu, maka berbagai teori belajar yang
ada akan dibahas dalam buku yaitu:
a. Pendekatan dalam Pembelajaran
b. Konsep CBSA .
c. Teori-teori belajar Behaviorisme
d. Teori Keterampilan Proses
e. Teori Kognitif Dominan
f. Teori Taksonomi Bloom
g. Teori Pembelajaran Afektif
h. Teori Belajar Konstruktivistik
i. Teori-teori belajar Humanistik
j. Teori Belajar Sibernetik
k. Teori Belajar Revolusi Sosiokultural
l. Teori Kecerdasan Majemuk
m. Peranan dan Fungsi Guru dalam Pembelajaran
Sebagai landasan penguraian mengenai apa yang dimaksud dengan
belajar, terlebih dahulu akan dikemukakan beberapa definisi.
a. Hilgard and Brower, dalam buku Teories of learning (1975)
mengemukakan belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku
seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh
pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan
tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon
pembawaan , kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang
(misalnya kelelahan, pengaruh obat, dan sebagainya ).
b. Gagne, dalam buku The conditions of learning (1977) menyatakan bahwa:
“belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan
mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya
(performance-nya) berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke
waktu sesudah ia mengalami situasi tadi.”
c. Morgan dalam buku Introduction to Psychology (1978) mengemukakan
bahwa “belajar adalah setiap perbuatan yang relatif menetap dalam tingkah
laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.”
d. Witherington, dalam buku Educational Psychology mengemukakan bahwa
“belajar adalah suatu perubahan didalam kepribadian yang menyatakan
Teori Belajar
3
diri sebagai suatu pola daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap,
kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian.”
Dari definisi-definisi yang dikemukakan diatas, dapat dikemukakan
adanya beberapa elemen yang penting yang mencirikan pengertian tentang
belajar, yaitu bahwa:
a. Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana
perubahan perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih
baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku Untuk
dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus relatif mantap: harus
merupakan akhir daripada suatu periode waktu yang cukup panjang.
Berapa lama periode waktu itu berlangsung sulit ditemukan dengan pasti,
tetapi perubahan itu hendaknya merupakan akhir dari suatu periode yang
munggkin berlangung berhari-hari, berbulan-bulan, ataupun bertahun-
tahun. Ini berarti kita harus mengenyampingkan perubahan-perubahan
tingkah laku yang disebabkan oleh motivasi, kelelahan, adaptasi, ketajaman
perhatian atau kepekaan seseorang, yang biasanya hanya berlangsung
sementara.yang lebih buruk.
b. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau
pengalaman; dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh
pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar, seperti
perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri seorang bayi.
c. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut
berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti dalam
pengertian, pemecahan suatu masalah/ berfikir, ketrampilan, kecakapan,
kebiasaan, ataupun sikap.
Kemudian Di lihat dari segi kepentingannya, pendidikaan dapat dilihat
dari dua bagian. Pertama pendidikan dari segi kepentingan individual, kedua
pendidikan dari segi kepentingan masyarakat.Dari segi kepentingan individual,
pendidikan di samping harus memerhatikan perbedaan bakat, kemampuaan,
kecenderungan dan lainnya yang dimiliki anak didik, juga harus dapat
membantu individu dalam mengexpresikan dan mengaktualisasikan dirinya,
sehingga dapat menolongnya dikemudian hari.Dengan pendekatan yang
bersifat individualistis ini, pendidikan hanya befungsi menciptakan kondisi dan
situasi yang memungkinkan bebagai potensi pesreta didik yang berbeda-beda
itu dapat diwujudkan dalam kenyataan. Paradigma pendikan yang digunakan
bukanlah mengisi air ke dalam gelas, melainkan memotivasi dan menginspirasi
agar berbagai potensi yang dimiliki peserta didik itu dapat diexplorasi dengan
upayanya sendiri. Paradigma pendidikan yang demikiaan itu, menempatkan
guru sebagai “seorang bidan” yang membantu melahirkan seorang ibu hamil.
Guru hanya membantu peserta didik agar dapat mengaktualisasikan potensi
yang di milikinya.
Teori Belajar
4
Dengan cara demikian, maka guru bukan sebagai informan (pemberi
informasi), melainkan sebagai agent yang menggerakan terjadinya proses
pembelajaran pada anak didik, sehingga anak didik mau belajar denga giat dan
sungguh-sungguh, melahirkan gagasn, pemikiran, dan sebagainya dengan
aktivitasnya sendiri. Keadaan ini pada tahap selanjutnya menempatkan guru
sebagai motivator, katalisator, inspirator, imaginator, fasilitator, dan
seterusnya. Paradigma guru dalam konteks kegiatan pembelajaran yang
demikian itu telah menjadi salah satu pilihan yang banyak diterapkan pada
negara yang mengandung sistem pemerintahan yang demokratis termasuk
diindonesia.
Paradigma pendidikan yang bersifat individualistis ini memiliki landasan
dan akar konseptual pada teori psikologi yang beraliran nativisme, humanisme,
dan liberalisme.yaitu sebagai teori psikologi yang mengatakan bahwa setip
manusia memilik bakat, kecenderungan dan lain sebagainya yang berasal dari
dirinya sendiri, dan oleh karena itu mereka harus diberikan kebebasan sebebas-
bebasnya tanpa ada tekanan dan paksaan dari luar. Konsep pendidikan yang
individualistis ini misalnya, dapat dikembalikan kepada socrates, jogh dewey,
ivan illich, dan lain-lain. Konsep pendidikan ini juga berakar pada pandangan
tentang tidak adanya nilai moral universal. Nilai-nilai moral seluruhnya bersifat
positifistik dan anthropocentris. Yakni bergantung kepada ukuran dan
parameter yang dietentukan oleh masing-masing individu. Dengan demikiaan,
nilai moral menjadi sesuatu yang bersifat relatif dan personal. Keadan ini pada
gilirannya membawa pada keaadaan tidak adanya hukum universal yang dapat
digunakan oleh seluruh umat manusia.
Adapun pendidikan yang dilihat dari segi kepentingan masyarakat adalah
pendidikan yang lebih merupakan media atau sarana yang berfungsi
menyalurkan gagasan, pemikiran, nilai-nilai budaya, agama, sistem politik, ilmu
pengetahuaan, dan lain sebagginya yang sudah diakui oleh masyarakat dan
negara. Dengan demikian, kepentingan masyarakat dan negara sangat
menentukan dalam mengarahkan kegiatan pendidikan.
Pendidikan yang demikiaan itu, pada gilirannya menempatkan guru
sebagai satu-satunya yang memiliki otoritas untuk menentukan corak dan
warna pendidikan. Dan dalam waktu yang bersamaan, peserta didik
ditempatkan sebagai objek yang sepenuhnya mengikuti kehendak guru. Peserta
didik tidak memiliki pilihan lain. Kecuali harus mengikuti agenda dan
pengajaran yang telah disiapkan pemerintah dan masyarakat. Dengan
paradigma yang demikiaan itu, maka paradigma guru menjadi satu-satunya
agent of information atau agent of knowledgel. Hal ini pada gilirannya
membawa konsep pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centris).
Guru memberikan sejumlah pengetahuan ajaran dan lainnya yang harus dihapal
dan dikuasai dengan baik oleh peserta didik, tanpa ada peluang bagi mereka
Teori Belajar
5
untuk mempertanyakan urgensitas dan relevansitas yang diajarkan oleh guru
tersebut. Dengan paaradigma ini, maka guru yang menjadi aktif, sedangkan
murid menjadi pasif. Pardigma pendididik yang digunakan dalam konteks ini
adalah “ mengisi air kedalam gelas” atau “ menuangkan ilmu pengetahuaan,
keterampilan, dan sebagainya, kedalam otak peserta didik.”
Dengan pendekatan yang demikiaan, maka pendidikan dengan berbagai
komponennya: Visi, misi, tujuan, kurikulum, proses belajar, guru, murid,
manajemen, sarana prasarana, lingkungan, keuangan, alat dan sumber belajar,
evlauasi dan lainnya di tentukan dari atas atau pusat, yaitu di tentukan oleh
mereka yang memiliki otorits sebagai pengambil kebijakan. Pendidikan yang
bercorak sentrlistis ini dianggap kurang memberikan kemungkinan pada pesrta
didik untuk berkreasi, berinovasi, berimajinasi dan lain sebagainya.
Corak pendidikan demikian itu didasarkan pada sebuah asumsi tentang
adanya moral universal, yaitu nilai-nilai moral yang dianggap permanen, telah
teruji dalam sejarah, bersifat abadi, dan karenanya perlu dilestarikan dan
ditanamkan pada peserta didik tanpa syarat. Konsep pendidikan sedemikian itu,
banyak digunakan pada negara berkembang yang menganut sistem
pemerintahan yang otoriter dan sentralistik .Adanya dua aliran kepentingan
pendidikan sebagaimana pendidikan tersebut, pada gilirannya membawa
kepada timbulnya aliran pendidikan yang ketiga, yaitu konsep pendidikan yang
mencoba menghubungkan antara kepentingan individual dan masyarakat.
Konsep yang memadukan kepentingan idividual dan masyarakat ini didasarkan
pada sebuah asumsi, bahwa selain memiliki kebebasan individual, manusia juga
dibatasi oleh kebebasan sosial. Selain makhluk individual yang merupakn hak
privasinya, manusia juga makhluk sosial. Selain mementingkan kebutuhan
individualnya, manusia juga harus mementingkan kebutuhan sosialnya.
Jenis-jenis Pendekatandalam Pembelajaran
1. Pendekatan Individualistic
Pendekatan individualistic dalam proses pembelajaran, adalah sebuah
pendekatan yang bertolak pada asumsi bahwa peserta didik memiliki latar
belakang perbedaan dari segi kecerdasan, bakat, kecenderungan, motivasi, dan
sebagainya. Perbedaan individualistis peserta didik tersebut memberikan
wawasan kepada guru bahwa strategi pembelajaran harus memerhatikan
perbedaan peserta didik pada aspek individual ini. Dengan kata lain, guru harus
melakukan pendekatan individual dalam strategi belajar mengajarnya. Bila hal
ini tidak dilakukan, maka strategi belajar tuntas (mastery learning) yang
menuntut penguasaan penuh kepada peserta didik tidak pernah menjadi
kenyataan. Dengan pendekatan individual ini kepada peserta didik dapat
diharapkan memiliki tingkat penguasaan materi yang optimal.
Pendekatan belajar individualistis ini berguna untuk mengatasi peserta
didik yang suka banyak bicara atau membuat keributan dalam kelas. Caranya
Teori Belajar
6
antara lain dengan memindahkan salah satu peserta didik tersebut pada tempat
yang terpisah dengan jarak yang cukup jauh dengan peserta didik lainnya.
Peserta didik yang suka berbicara ditempatkan pada anak didik yang pendiam.
Melalui pendekatan ini, kesulitan peserta didik dalam belajar segera
dapat dipecahkan. Pendekatan individualistic juga adalah pendekatan ruang
demokratis, karena memperlakukan setiap peserta didik sesuai dengan
keinginannya. Dan dengan pendekatan ini, penghargaan terhadap kecakapan
peserta didik yang berbeda-beda dapat dilakukan. Bagi peserta didik yang mau
belajar sungguh-sungguh dan cerdas, memiliki kesempatan dan peluang untuk
belajar lebih cepat. Sebaliknya, peserta didik yang kurang cerdas dan kurang
sungguh-sungguh dapat menyelesaikan pelajarannya sesuai dengan
kesanggupannya.
Namun demikian, pendekatan ini selain memiliki manfaat dan
keuntungan, juga tidak terlepas dari kekurangan. Pendekatan individualistis
mengharuskan seorang guru memberikan perlakuan yang berbeda-beda pada
setiap peserta didik. Keadaan ini amat menyulitkan, jika jumlah peserta
didiknya cukup banyak, karena akan memakan waktu yang cukup banyak pula,
dan karenanya kurang efisien. Selain itu, pendekatan ini juga mengharuskan
adanya desain kelas yang kecil-kecil (small class) yang jumlahnya cukup banyak.
kelas kecil yang jumlahnya cukup banyak ini tidak dapat ditangani hanya oleh
satu orang guru, melainkan oleh sebuah team teacher. Pendekatan ini
menyebabkan peserta didik kurang memiliki kesempatan untuk bersosialisasi,
dan pada gilirannya dapat menimbulkan sikap individualistis pada peserta
didik.
2. Pendekatan Kelompok
Pendekatan kelompok adalah sebuah pendekatan yang didasarkan pada
pandangan, bahwa pada setiap peserta didik terdapat perbedaan-perbedaan
dan persamaan-persamaan antara satu dan lainnya. perbedaan yang peserta
didik yang satu dengan yang lainnya ini, bukanlah untuk dipertentangkan atau
dipisahkan, melainkan harus diintegrasikan. Seorang peserta didik yang cerdas
misalnya, dapat disatukan dengan peserta didik yang kurang cerdas, sehingga
peserta didik yang kurang cerdas itu dapat ditolong oleh peserta didik yang
cerdas. Demikian pula, persamaan yang dimiliki antara peserta didik yang satu
dengan peserta didik yang lainnya dapat disinergikan sehingga dapat saling
menunjang secara optimal. Selain itu, pendekatan kelompok ini juga didasarkan
pada asumsi, bahwa setiap anak didik memiliki kecenderungan untuk berteman
dan berkelompok dalam rangka memperoleh pengalaman hidup dan
bersosialisasi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dengan pendekatan kelompok ini, diharapkan dapat ditumbuhkan rasa
sosial yang tinggi pada setiap peserta didik, dan sekaligus untuk mengendalikan
rasa egoism yang ada dalam diri mereka masing-masing, sehingga terbina sikap
Teori Belajar
7
kesetiakawanan sosial di dalam kelas. Dengan pendekatan kelompok ini,
mereka diharapkan memiliki kesadaran bahwa hidup ini ternyata hidup ini
saling membutuhkan dan saling tergantung antara satu dengan yang lainnya.
tidak ada makhluk hidup yang terus menerus dapat mencukupi dirinya tanpa
bantuan orang lain.
Sehubungan dengan penggunaan pendekatan kelompok sebagaimana
tersebut di atas, terdapat sejumlah faktor yang perlu dipertimbangkan, seperti
faktor tujuan, peralatan dan sumber belajar, metode yang akan dipergunakan,
lingkungan tempat belajar, serta keadaan peserta didik itu sendiri. Dengan
demikian, penggunaan pendekatan kelompok ini tidak dapat dilakukan secara
sembrono atau tanpa perhitungan yang matang.
3. Pendekatan Campuran
Pada bagian terdahulu telah dikemukakan, bahwa seorang anak didik di
samping memiliki latar belakang perbedaan secara individual, juga memiliki
persamaan sebagai makhluk yang berkelompok. Dengan demikian, setiap
peserta didik sesungguhnya dapat didekati secara individual dan kelompok.
Pada bagian terdahulu juga sudah dikemukakan, bahwa pada pendekatan
individual dan kelompok masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.
Keadaan sebagaimana tersebut di atas, memberi petunjuk tentang
kemungkinan dapat dilakukan pendekatan yang ketiga, yaitu pendekatan
campuran, yaitu sebuah pendekatan yang bertumpu pada upaya menyinergikan
keunggulan yang terdapat pada pendekatan individual dan keunggulan yang
terdapat pada pendekatan kelompok. Namun dalam praktiknya, pendekatan
campuran ini akan jauh lebih banyak masalahnya dibandingkan dengan dua
pendekatan sebagaimana tersebut di atas. Ketika guru dihadapkan kepada
permasalahan peserta didik yang bermasalah, maka guru akan berhadapan
dengan permasalahan peserta didik yang bervariasi. Setiap masalah yang
dihadapi peserta didik tidak selalu sama, terkadang ada perbedaan.
Uraian tersebut di atas telah menjelaskan, bahwa setiap peserta didik
memiliki motivasi yang berbeda-beda dalam belajar.dari satu sisi terdapat
peserta didik yang memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar, namun pada sisi
lain terdapat peserta didik yang motivasi belajarnya sedang-sedang saja, atau
rendah. Keadaan ini selanjutnya menimbulkan keadaan peserta didik yang satu
bergairah dalam dalam belajar, sedangkan peserta didik yang lainnya biasa-
biasa saja, bahkan tidak bergairah sama sekali, dan tidak mau ikut belajar. Ia
malah asyik bersenda gurau, bermain-main, atau melakukan pekerjaan yang
tidak ada hubungannya dengan kegiatan belajar. Mereka duduk dan berbicara,
berbincang-bincang satu sama lain tentang hal-hal yang terlepas dari masalah
pelajaran.
Teori Belajar
8
4. Pendekatan Edukatif
Apapun yang guru lakukan dalam pendidikan dan pengajaran dengan
tujuan untuk mendidik, bukan karena motif-motif 1ain, seperti dendam, gengsi,
ingin ditakuti, dan sebagainya.Anak didik yang telah melakukan kesalahan,
yakni membuat keributan di kelas ketika guru sedang memberikan pelajaran,
misalnya, tidak tepat diberikan sanksi hukum dengan cara memukul badannya
hingga luka atau cidera. Ini adalah tindakan sanksi hukum yang tidak bernilai
pendidikan. Guru telah melakukan pendekatan yang salah. Guru telah
menggunakan teori power, yakni teori kekuasaan untuk menundukkan orang
lain. Dalam pendidikan, guru akan kurang arif dan bijaksana bila menggunakan
kekuasaan, karena hal itu bisa merugikan pertumbuhan dan perkembangan
kepribadian anak didik. Pendekatan yang benar bagi guru adalah dengan
melakukan pendekatan edukatif. Setiap tindakan, sikap, dan perbuatan yang
guru lakukan harus bernilai pendidikan, dengan tujuan untuk mendidik anak
didik agar menghargai norma hukum, norma susila, norma moral, noram sosial,
dan norma agama.
Cukup banyak sikap dan perbuatan yang harus guru lakukan untuk
menanamkan nilai-nilai kebaikan kepada anak didik. Salah satu contohnya,
misalnya, ketika lonceng tanda masuk kelas telah berbunyi, anak-anak jangan
dibiarkan masuk dulu, tetapi suruhlah mereka berbaris di depan pintu masuk
dan perintahkanlah ketua kelas untuk mengatur barisan. Semua anak
perempuan berbaris dalam kelompok jenisnya. Demikian juga semua anak laki-
laki, berbaris dalam kelompok sejenisnya. Jadi, barisan dibentuk menjadi dua
dengan pandangan terarah ke pintu masuk. Di sisi pintu masuk guru berdiri
sambi! mengontrol bagaimana anak-anak berbaris di depan pintu masuk kelas.
Semua anak dipersilakan masuk oleh ketua kelas. Mereka pun satu per satu
masuk kelas, mereka satu per satu menyalami guru dan mencium tangan guru
sebelum dilepas. Akhirnya, semua anak masuk dan pelajaran pun dimulai.
Contoh di atas menggambarkan pendekatan edukatif yang telah
dilakukan oleh guru dengan menyuruh anak didik berbaris di depan pintu
masuk kelas. Guru telah meletakkan tujuan untuk membina watak anak didik
dengan pendidikan akhlak yang mulia. Guru telah membimbing anak didik,
bagaimana cara memimpin kawan-kawannya dan anak-anak lainnya, membina
bagaimana cara menghargai orang lain dengan cara mematuhi semua
perintahnya yang bernilai kebaikan. Betapa baiknya jika semua sekolah (TK, SD
atau SLTP) melakukan hal yang demikian itu. Mungkin kewibawaan guru yang
dirasakan mulai memudar sekarang ini dapat dimunculkan kembali dan tetap
melekat pada pribadi guru. Sekaranglah saatnya mengedepankan pendidikan
kepribadian kepada anak didik dan jangan hanya pendidikan intelektual serta
keterampilan semata, karena akan menyebabkan anak tumbuh sebagai seorang
intelektual atau ilmuwan yang berpribadi kering.
Teori Belajar
9
Guru yang hanya mengajar di kelas, belum dapat menjamin terbentuknya
kepribadian anak didik yang berakhlak mulia. Demikian juga halnya dengan
guru yang mengambil jarak dengan anak didik. Kerawanan hubungan guru
dengan anak didik disebabkan komunikasi antara guru dengan anak didik
kurang berjalan harmonis. Kerawanan hubungan ini menjadi kendala bagi guru
untuk melakukan pendekatan edukatif kepada anak didik yang bermasalah.
Guru yang jarang bergaul dengan anak didik dan tidak mau tahu dengan
masalah yang dirasakan anak didik, membuat anak didik apatis dan tertutup
atas apa yang dirasakannya. Sikap guru yang demikian kurang dibenarkan
dalam pendidikan, karena menyebabkan anak didik menjadi orang yang
introver (tertutup).
Kasus yang terjadi di sekolah biasanya tidak hanya satu, tetapi
bermacam-macam jenis dan tingkat kesukarannya. Hal ini menghendaki
pendekatan yang tepat. Berbagai kasus yang terjadi, selain ada yang dapat
didekati dengan pendekatan individual, ada juga yang dapat didekati dengan
pendekatan kelompok, dan ada pula yang dapat didekati dengan pendekatan
bervariasi. Namun yang penting untuk diingat adalah bahwa pendekatan
individual harus berdampingan dengan pendekatan edukatif; pendekatan
kelompok harus berdampingan dengan pendekatan edukatif, dan pendekatan
bervariasi harus berdampingan dengan pendekatan edukatif. Dengan demikian,
semua pendekatan yang dilakukan guru harus bernilai edukatif, dengan tujuan
untuk mendidik. Tindakan guru karena dendam, marah, kesal, benci, dan
sejenisnya bukanlah termasuk perbuatan mendidik, karena apa yang guru
lakukan itu menurutkan kata hati atau untuk memuaskan hati.
Selain berbagai pendekatan yang disebutkan di depan, ada lagi
pendekatan-pendekatan lain. Berdasarakan kurikulum atau Garis-garis Besar
Program Pengajaran (GBPP) Pendidikan Agama Islam SLTP Tahun 1994
disebutkan lima macampendekatan untuk pendidikan agama Islam, yaitu
pendekatan pengalaman, pendekatan pembiasaan, pendekatan emosional,
pendekatan rasional, dan pendekatan fungsional. Kelima macam pendekatan ini
diajukan, karena pendidikan agama Islam di sekolah umum dilaksanakan
melalui kegiatan intra dan ekstra kurikuler yang satu sama lainnya saling
menunjang dan saling melengkapi. Kelima pendekatan tersebut dijelaskan
sebagai berikut:
a. Pendekatan Pengalaman
Experience is the best teacher, pengalaman adalah guru yang terbaik.
Pengalaman adalah guru bisu yang tidak pernah marah. Pengalaman adalah
guru yang tanpa jiwa, namun selalu dicari oleh siapa punjuga. Belajar dari
pengalaman adalah lebih baik daripada sekadar bicara, dan tidak pemah
berbuat sama sekali. Belajar adalah kenyataan yang ditunjukkan dengan
kegiatan fisiko Karena itu, the proses of learning is doing, reacting, undergoing,
Teori Belajar
10
experiencing. The products of learning are all achieved by the learner through
his own activity. (H.C. Witherington dan W.H. Burton, 1986: 57).
Meskipun pengalaman diperlukan dan selalu dicari selama hidup, namun
tidak semua pengalaman tidak bersifat mendidik (edukative ex perience),
karena ada pengalaman yang tidak bersifat mendidik (misedukative
experience). Suatu pengalaman dikatakan tidak mendidik, jika guru tidak
membawa anak ke arah tujuan pendidikan, akan tetapi menyelewengkan dari
tujuan itu, misalnya "mendidik anak menjadi pencopet." Karena itu, ciri-ciri
pengalaman yang edukatif adalah berpusat pada suatu tujuan yang berarti bagi
anak (meaningful), kontinyu dengan kehidupan anak, interaktif dengan
lingkungan, dan menambah integrasi anak. Demikianlah pendapat
Witherington.
b. Pendekatan Pembiasaan Pembiasaan adalah alat pendidikan. Bagi anak yang masih kecil,
pembiasaan ini sangat penting. Karena denganpembiasaan itulahakhimya suatu
aktivitas akan menjadi milik anak di kemudian hari. Pembiasaan yang baik akan
membentuk suatu sosok manusia yang berkepribadian yang baik pula.
Sebaliknya, pembiasaan yang buruk akan membentuk sosok manusia yang
berkepribadian yang buruk pula. Begitulah biasanya yang terlihat dan yang
terjadi pada diri seseorang. Karenanya, di dalam kehidupan
bermasyarakat,kedua kepribadian yang bertentangan ini selalu ada dan tidak
jarang terjadi konflik di antara mereka.
Anak kecil tidak seperti orang dewasa yang dapat berpikir abstrak. Anak
kecil hanya dapat berpikir konkret Kata-kata seperti kebijaksanaan, keadilan,
dan perumpamaan,adalah contoh kata benda abstrak yang sukar dipikirkan
oleh anak. Anak kecil belum kuat ingatannya,ia lekas melupakan apa yang sudah
dan baru terjadi. Perhatian mereka lekas dan mudah beralih kepada hal-hal
yang baru, yang lain, yang disukainya.
c. Pendekatan Emosional Emosi adalah gejala kejiwaan yang ada di dalam diri seseorang. Emosi
berhubungan dengan masalah perasaan. Seseorang yang mempunyai perasaan
pasti dapat merasakan sesuatu, baik perasaan jasmaniah maupun perasaan
rohaniah. Perasaan rohaniah di dalamnya ada perasaan intelektual, perasaan
estetis, perasaan etis, perasaan sosial, dan perasaan harga diri. Menurut Chalijah
Hasan merasa adalah aktualisasi kerja dari hati sebagai materi dalam struktur
tubuh manusia, dan merasa sebagai aktivitas kejiwaan ini adalah suatu
pemyataan jiwa yang bersifat subjektif. Hal ini dilakukan dengan
mengemukakan suatu kesan senang atau tidak senang, dan umumnya tidak
tergantung pada pengamatan yang dilakukan oleh indra.
Teori Belajar
11
Perasaan, menurut Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono sebagai fungsi
jiwa untuk dapat mempertimbangkan dan mengukur sesuatu menurut "rasa
senang dan tidak senang", mempunyai sifat-sifat senang dan sedih/tidak
senang, kuat dan lemah, lama dan sebentar, relatif, dan tidak berdiri sendiri
sebagai pernyataan jiwa.
d. Pendekatan Rasional Manusia adalah makhluk yang diciptakan oleh sang Maha Pencipta, yaitu
Allah swt. Manusia adalah makhluk yang sempuma diciptakan. Manusia
berbeda dengan makhluk lainnya yang diciptakan oleh Tuhan. Perbedaannya
terletak pada akal Manusia mempunyai akal, sedangkan makhluk lainnya
seperti binatang dan sejenisnya tidak mempunyai akal. Jadi, hanya manusialah
yang dapat berpikir, sedangkan makhluk lainnya tidak mampu berpikir.
Dengan kekuatan akalnya manusia dapat membedakan mana perbuatan
yang baik dan mana perbuatan yang buruk, mana kebenaran dan mana
kedustaan dari sesuatu ajaran atau perbuatan. Dengan akal pula dapat
membuktikan dan membenarkan adanya Tuhan Yang Maha Kuasa, Maha
Pencipta atas segala sesuatu di dunia ini. Walaupun disadari keterbatasan akal
untuk memikirkan dan memecahkan sesuatu, tetapi diyakini pula bahwa
dengan akal dapat dicapai ketinggian ilmu pengetahuan dan penghasilan
teknologi modern. Itulah sebabnya manusia dikatakan sebagai homo sapien,
semacam makhluk yang berkecenderungan untuk berpikir.
e. Pendekatan Fungsional Ilmu pengetahuan yang dipelajari oleh anak di sekolah bukanlah hanya
sekadar pengisi otak, tetapi diharapkan berguna bagi kehidupan anak, baik
sebagai individu maupun sebagai makhluk sosia!. Anak dapat memanfaatkan
ilmunya untuk kehidupan sehari-hari sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Bahkan yang lebih penting adalah ilmu pengetahuan dapat membentuk
kepribadian anak. Anak dapat merasakan manfaat dari ilmu yang didapatnya di
sekolah. Anak mendayagunakan nilai guna dari suatu ilmu sudah fungsional di
dalam diri anak.
Pelajaran agama yang diberikan di kelas bukan hanya untuk
memberantas kebodohan dan pengisi kekosongan intelektual, tetapi untuk
diimplementasikan ke dalam kehidupan sehari-hari. Hal yang demikian itulah
yang pada akhimya hendak dicapai oleh tujuan pendidikan agama di sekolah
dalam berbagai jenis dan tingkatan. Karena itu, kurikulum pun disusun sesuai
dengan kebutuhan siswa di masyarakat.
5. Pendekatan Keagamaan
Pendidikan dan pelajaran di sekolah tidak hanya memberikan satu atau
dua macam mata pelajaran, tetapi terdiri dari banyak mata pelajaran. Semua
Teori Belajar
12
mata pelajaran itu pada umumnya dapat dibagi menjadi mata pelajaran umum
dan mala pelajaran agama Berbagai pendekatan dalam pembahasan terdahulu
dapat digunakan untuk kedua jenis mata pelajaran ini. Tentu saja
penggunaannya tidak sembarangan, tetapi harus disesuaikan dengan tujuan
pembelajaran yang dicapai. Dalam praktiknya tidak hanya digunakan satu,
tetapi bisa juga penggabungan dua atau lebih pendekatan.
Khususnya untuk mata pelajaran umum, sangat berkepentingan dengan
pendekatan keagamaan. Hal lni dimaksudkan agar nilai budaya ilmu itu tidak
sekuler, tetapi menyatu dengan nilai agama. Dengan penerapan prinsip-prinsip
mengajar seperti prinsip korelasi dan sosialisasi, guru dapat menyisipkan
pesan-pesan keagamaan untuk semua mata pelajaran umum. Tentu saja guru
harus menguasai ajaran-ajaran agama yang sesuai dengan mata pelajaran yang
dipegang. Mata pelajaran biologi, misalnya, bukan terpisah dari masalah agama,
tetapi ada hubungannya. Cukup banyak dalil agama yang membahas masalah
biologi. Persoalannya sekarang terletak, mau atau tidaknya guru mata pelajaran
tersebut mencari dan menggali dalil-dalil dimaksud dan menafsirkannya guna
mendukung penggunaan pendekatan keagamaan dalam pendidikan dan
pengajaran. Surah Yaasiin, ayat 34, dan ayat 36, adalah bukti nyata bahwa
pelajaran biologi tidak bisa dipisahkan dari ajaran agama. Surah Yaasiin ayat 37,
38, 39, dan 40 adalah dalil-dalil nyata pendukung pendekatan keagamaan dalam
mata pelajaran fisika.
Akhirnya, pendekatan agama dapat membantu guru untuk memperkecil
kerdilnya jiwa agama di dalam diri siswa, yang pada akhirnya nilai-nilai agama
tidak dicemoohkan dan dilecehkan, tetapi diyakini, dipahami, dihayati, dan
diamalkan selama hayat siswa di kandung badan.
6. Pendekatan Kebermaknaan
Bahasa adalah alat untuk menyampaikan dan memahami gagasan
pikiran, pendapat, dan perasaan, secara lisan maupun tulisan. Bahasa Inggris
adalah bahasa asing pertama di Indonesia yang dianggap penting untuk tujuan
penyerapan dan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni budaya, dan
pembinaan hubungan dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Dalam rangka penguasaan bahasa Ingrris tidak bisa mengabaikan
masalah pendekatan yang harus digunakan dalam proses belajar mengajar.
Kegagalan penguasaan bahasa Inggris oleh siswa, salah satu sebabnya adalah
kurang tepatnya pendekatan yang digunakan oleh guru selain faktor lain seperti
faktor sejarah, fasilitas, dan lingkungan serta kompetensi guru itu sendiri.
Kegagalan pengajaran tersebut tentu saja tidak boleh dibiarkan begitu saja,
karena akan menjadi masalah bagi siswa dalam setiap jenjang pendidikan yang
dimasukinya. Karenanya perlu dipecahkan. Salah satu alternatif ke arah
pemecahan masalah tersebut diajukanlah pendekatan baru, yaitu pendekatan
Teori Belajar
13
kebermaknaan. Beberapa konsep penting yang menyadari pendekatan ini
diuraikan sebagai berikut:
a) Bahasa merupakan alat untuk mengungkapkan makna yang diwujudkan
malalui struktur (tata bahasa dan kosa kata). Dengan demikian, struktur
berperan sebagai alat pengungkapan makna (gagasan, pikiran, pendapat,
dan perasaan).
b) Makna ditentukan oleh lingkup kebahasaan maupun lingkup situasi yang
merupakan konsep dasar dalam pendekatan kebermaknaan pengajaran
bahasa yang natural, didukung oleh pemahaman lintas budaya.
c) Makna dapat diwujudkan melalui kalimat yang berbeda, baik secara lisan
maupun tertulis. Suatu kalimatdapat mempunyai makna yang berbeda
tergantung pad a situasi saat kalimat itu digunakan. Jadi keragaman ujaran
diakui keberadaannya dalam bentuk bahasa lisan atau tertulis.
d) Belajar bahasa asing adalah belajar berkomunikasi melalui bahasa tersebut,
sebagai bahasa sasaran, baik secara lisan maupun tertulis. Belajar
berkomunikasi ini perlu didukung oleh pembelajaran unsur unsur bahasa
sasaran.
e) Motivasi belajar siswa merupakan faktor utama yang menentukan
keberhasilan belajamya. Kadar motivasi ini banyak ditentukan oleh kadar
kebermaknaan bahan pelajaran dan kegiatan pembelajaran memiliki siswa
yang bersangkutan. Dengan kata lain, kebermaknaan bahan pelajaran dan
kegiatan pembelajaran memiliki peranan yang amat penting dalam
keberhasilan belajar siswa.
f) Bahan pelajaran dan kegiatan pembelajaran menjadi lebih bermakna bagi
siswa jika berhubungan dengan pengalaman, minat, tata nilai, dan masa
depannya. Karena itu, pengalaman siswa dalam lingkungan, minat, tata
nilai, dan masa depannya harus dijadikan pertimbangan dalam
pengambilan keputusan pengajaran dan pembelajaran untuk membuat
pelajaran lebih bermakna bagi siswa.
g) Dalam proses belajar-mengajar, siswa merupakan subjek utama, tidak
hanya sebagai objek belaka. Karena itu, ciri-ciri dan kebutuhan mereka
harus dipertimbangkan dalam segala keputusan yang terkait dengan
pengajaran.
h) Dalam proses belajar-mengajar guru berperan sebagai fasilitatoryang
membantu siswa mengembangkan keterampilan berbahasanya.
Relevansi Metode dengan Bahan Pelajaran
Dalam proses belajar mengajar, seorang guru harus menyampaikan atau
mengajarkan sesuatu bahan pada murid. Bahan (subject metter) itu biasanya
meliputi pengetahuan, keterampilan sikap dan norma atau nilai-nilai yang
Teori Belajar
14
diharapkan dimiliki dan diamalkan. Pada sebagian madrasah, terutama pada
masa silam bahkan juga sampai sekarang, kurikulum masih dalam bentuk
subject metter dan sementara itu dikalangan guru masih terdapat pandangan
yang berbeda terhadap kurikulum semacam itu. Ada yang berpendapat bahwa
bahan pelajaran itu mengandung nilai-nilai instrinsik dan harus dipelajari untuk
kepentingan nilai itu sendiri. Sebagian lagi beranggapan bahwa bahan pelajaran
itu diajarkan untuk dimanfaatkan atau dengan kata lain nilainya tergantung
pada penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari. Pihak lain beranggapan
bahwa bahan pelajaran itu adalah sebagai alat saja untuk menegambangkan
kemampuan intelektual, keterampilan, norma dan sikap.
Perbedaan pandangan tersebut diatas sebenarnya tidak perlu terjadi
kalau kita memeperhatikan tujuan sekolah atau madrasah pada umumnya.
Madrasah bertujuan untuk membentuk pribadi muslim dengan
memperlengkapi siswa berbagai pengetahuan termasuk pengetahuan agama,
dan keterampilan-keterampilan. Jelaslah bahwa pelajaran itu adalah sebagai
alat yang sangat penting, yaitu alat untuk mencapai tujuan; alat yang digunakan
oleh guru dan murid untuk tujuan yang suci yaitu membentuk pribadi yang
muslim. Hal itu dapat dicapai bila bahan pelajaran yang dipelajari disajikan
dengan cara yang wajar dengan memperhatikan juga faktor murid dan situasi.
Bahan dipelajari secara wajar bila murid mengolah bahan itu melalui proses
penemuan berpikir kreatif, kerjasama dan merealisasi kemampuan diri sendiri.
Bahan pelajaran agama tidak diragukan lagi penuh mengandung nilai-
nilai bagi pembentukan pribadi muslim tetapi kalau dibiarkan dengan cara yang
kurang wajar misalnya anak diseruh menghafal secara mekanis apa yang
disampaikan oleh guru atau yang terdapat didalam buku-buku pelajaran, tidak
mustahil akan timbul pada diri anak murid ras tidak senang pada pelajaran
agama dan mungkin juga tidak senang dengan guru agamnya. Oleh karena
bahan yang akan dipelajari mempunyai sifat yang berbeda satu dengan yang
lainnya, maka untuk setiap jenis bahan memerlukan jenis belajar sendiri. Pada
uumnya dikenal jenis bahan dan jenis belajar yang sesuai dengannya seperti
tersebut dibawah ini.
1. Bahan yang memerlukan pengamatan
Pengetahuan yang dimiliki oleh anak umumnya diperoleh melalui alat
indra atau melalui pengamatan baik langsung maupun tidak langsung. Alat
indra dalam hal ini memegang peranan yang penting, ketidak sempurnaan atau
ketidak pekaan suatu alat indra akan menyebabkan pengamaatan tidak
sempurna dan hasil belaja menjadi berkurang.Dengan mendengar uraian guru
(jadi pengamatan melalui indra pendengar) murid dapat mengetahui hal-hal
yang berhubungan dengan shalat jumat. Begitu juga dengan melalui membaca
(pengamatan melalui indra penglihat), melihat orang sembahyang Jum’at atau
melihat fil tentang orang shalat jumat anak memperoleh pengetahuan shalat
Teori Belajar
15
jumat. Dari contoh tersebut diatas jelas bahwa metode yang relevan untuk
bahan tersebut adalah metode ceramah, atau metode resitasi atau metode
proyek (dalam hal ini proyek tentang shalat jumat). Yang ditekankan pada
bahan tersebut adalah segi pengetahuannya sedangkan unuk keterampilan
melakukn shalat Jumat termasuk Khatib memerlukan jenis belajar yang lain dan
metode yang lain pula.
2. Bahan yang memerlukan keterampilan atau gerakan tertentu
Untuk menguasi bahan sejenis ini seseorang terutama harus belajar
secara motoris (motor type of learning). Mungkin jenis belajar melalui
pengamatan perlu juga tetapi tidak sepenting belajar motoris. Contoh : bahan
pelajaran membaca Al-Quran dengan baik.
Dalam hal ini juga diperlukan belajar motoris yaitu menguasai
keterampilan-keterampilan dalam hal gerakan mulut dan lidah, pengaturan
pernafasan dan suara. Metode yang relevan untuk bahan-bahan tersebut adalah
metode demonstrasi dan rilek.
3. Bahan yang mengandung materi hafalan.
Bahan pelajaran agama jenis ini termasuk cukup banyak dan segera harus
diketahui dan dihafalkan karena akan digunakan dalam beribadah dan beramal.
Disamping itu juga untuk keperluan ujian khususnya exhternal education.
Untuk mempelajari bahan hafalan,ini diperlukan jenis belajar menghafalan
(memory type of learning). Belajar menghafal sering menimbulkan penyakit
verbalisme yaitu anak tahu menyebutkan kata-kata, definisi, rumus dan
sebagainya tetapi tidak dipahami. Penyakit lain yang sering dijumpai akibat
belajar menghafal ini ialah intelektualitas penguasaan pengetahuan sebanyak-
banyaknya dari buku pelajaran tanpa menghubungkannya dengan realitas
dalam kehidupan sehari-hari.Untuk menghindarkan anak dari penyakit
tersebut, perlu diperhatikan prinsip-prinsip berikut ini:
a. Bahan yang akan dihafalkan hendaknya diusahakan agar dipahami benar-
benar oleh anak.
b. Bahan hafalan hendaknya merupkan suatu kebulatan (keseluruhan dan
bukan fakta yang lepas).
c. Bahan yang hendak dihafal hendaknya digunakan secara fungsional dalam
situasi tertentu.
d. Active recall hendaknya senantiasa dilakukan.
e. Metode keseluruhan atau metode bagian yang digunakan tergantung pada
sifat bahan.
4. Bahan yang Mengandung Unsur Emosi
Kalau dalam bagian yang lalu telah dibicarakan jenis bahan yang
mengandung unsur pengetahuan dan keterampilan, maka pada bagian ini akan
Teori Belajar
16
dilanjutkan dengan bahan yang mengandung unsur emosi seperti kejujuran,
keberanian, kesabaran, kegembiraan, kasih sayang dan sebagainya. Bahan
seperti ni memerlukan jenis belajar tersendiri yang disebut emotion type
learning. Dibandingkan dengan jenis belajar yang lai, jenis emosi ini belum
mendapat perhatian sebagaimana mestinya. Hal itu mungkin disebabkan oleh
karena jenis belajar ini kurang dipahami dan pelaksanaanya tidak mudah.
Kurikulum pendidikan agama memuat bahan yang khusus untuk membentuk
sifat-sifat tersebut, walaupun sifat itu dapat juga dicapai pada setiap bidang
studi selain pendidikan agama. Contoh : akhlak terhadap diri sendiri.bahan yang
akan dipelajari adalah sifat sabar, pemaaf, pemurah dan menjauhi sifat dendam
dan sebagainya. Untuk mencapai sifat tersebut guru harus mengusahan agar
anak memperoleh pengalaman sebanyak-banyaknya. Jadi dengan
menggunakan metode sosiodrama/bermain peranan da service project. Hal
yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaanya adalah:
a. Harus ada pada anak suatu ide tentang sifat sabar, pemaaf dan sebagainya
yang timbul karena pengalaman,baik didalam kelas maupun diluar kelas.
Memberitahukan sifat-sifat terpuji kepada anak tidak banyak manfaatnya
dan cenderung verbalistis.
b. Timbulkan emosi pada diri anak, yaitu ia merasa bahwa sifat itu baik atau
tidak baik.
c. Sifat-sifat itu harus dilatih, dilaksanakan dalam perbuatan. Sehubungan
dengan hitu faktor situasi sekolah termasuk kepribadian guru, situasi
lingkungan dan keluarga sangat besar artinya.
Rangkuman
Pendekatan pembelajaran dapat berarti titik tolak atau sudut pandang
terhadap proses pembelajaran atau merupakan gambaran pola umum
perbuatan guru dan peserta didik di dalam perwujudan kegiatan pembelajaran,
yang berusaha meningkatkan kemampuan-kemampuan kognitif, afektif, dan
psikomotorik siswa dalam pengolahan pesan sehingga tercapai sasaran belajar.
Paradigma pendikan yang digunakan sekarang ini bukanlah paradigma
dimana pembelajar diibaratkan sebagai mengisi air ke dalam gelas, melainkan
guru bertindak sebagai guru yang memotivasi dan menginspirasi agar berbagai
potensi yang dimiliki peserta didik itu dapat diexplorasi dengan upayanya
sendiri. Paradigma pendidikan yang demikiaan itu, menempatkan guru sebagai
“seorang bidan” yang membantu melahirkan seorang ibu hamil. Guru hanya
membantu peserta didik agar dapat mengaktualisasikan potensi yang di
milikinya
Dalam kegiatan belajar mengajar yang berlangsung telah terjadi interaksi
yang bertujuan. Guru dan anak didiklah yang menggerakkannya. Ketika
kegiatan belajar mengajar itu berproses, guru harus dengan ikhlas dalam
Teori Belajar
17
bersikap dan berbuat, serta mau memahami anak didiknya dengan segala
konsekuensinya. Hal ini akan mempengaruhi pendekatan yang guru ambil
dalam pengajaran. Pendekatan yang tepat maka akan berlangsung belajar
mengajar yang menyenangkan.
Dalam proses belajar mengajar, seorang guru harus menyampaikan atau
mengajarkan sesuatu bahan pada murid. Dalam bahan yang akan guru ajarkan
pasti mempunyai sifat yang berbeda satu dengan yang lainnya,maka untuk
setiap jenis bahan memerlukan jenis belajar sendiri. Diantaranya Bahan yang
memerlukan pengamatan, Bahan yang memerlukan keterampilan atau gerakan
tertentu, Bahan yang mengandung materi hafalan, Bahan yang Mengandung
Unsur Emosi.
Teori Belajar
18
BAB 2
Konsep CBSA
Pembelajaran merupakan suatu proses atau upaya menciptakan kondisi
belajar dalam mengembangkan kemampuan minat dan bakat siswa secara
optimal, sehingga kompetensi dan tujuan pembelajaran dapat tercapai. Di
dalam proses pembelajaran, terjadi interaksi belajar dan mengajar dalam suatu
kondisi tertentu yang melibatkan beberapa unsur, baik unsur ekstrinsik
maupun intrinsik yang melekat pada diri siswa dan guru, termasuk lingkungan.
Dalam konteks pembelajaran,sama sekali tidak berarti memperbesar peranan
siswa di satu pihak dan memperkecil peranan guru di pihak lain. Dalam
pembelajaran, guru tetap harus berperan secara optimal, demikian juga halnya
dengan siswa.
Proses pembelajaran melibatkan berbagai kegiatan dan tindakan yang
perlu dilakukan oleh siswa untuk memperoleh hasil belajar yang baik.
Kesempatan untuk melakukan kegiatan dan perolehan hasil belajar ditentukan
oleh pendekatan yang digunakan oleh guru-siswa dalam proses pembelajaran
tersebut.Dalam kegiatan pembelajaran kita tidak lepas dari istilah pendekatan,
yang kemudian lebih dikenal dengan pendekatan pembelajaran. Pendekatan
memiliki pengetahuan yang berbeda dengan strategi, pendekatan bersifat
filosofis paradigmatik yang mendasari aplikasi strategi dan metode. Pendekatan
adalah pola atau cara berpikir atau dasar pandangan terhadap sesuatu.
Pendekatan dapat diimplementasikan dalam sejumlah strategi sedangkan,
strategi adalah pola umum perbuatan guru-siswa di dalam perwujudan
kegiatan pembelajaran. Strategi dapat diimplementasikan dalam beberapa
metode.
Pendekatan adalah titik tolak atau sudut pandang terhadap proses
pembelajaran atau merupakan gambaran pola umum perbuatan guru dan
peserta didik di dalam perwujudan kegiatan pembelajaran. Sedangkan strategi
sendiri merupakan pola umum perbuatan guru peserta didik di dalam
perwujudan kegiatan pembelajaran.Pendekatan merupakan dasar penentuan
strategi yang akan diwujudkan dengan penentuan metode sedangkan metode
merupakan alat yang digunakan dalam pelaksanaan strategi pembelajaran.
Pendekatan pembelajaran adalah suatu titik tolak atau sudut pandang
mengenai terjadinya proses pembelajaran secara umum berdasarkan cakupan
teoritik tertentu. Pendekatan Pembelajaran Aktif merupakan sebuah konsep
pembelajaran yang dipandang sesuai dengan tuntutan pembelajaran mutakhir.
Oleh karena itu, setiap sekolah seyogyanya dapat mengimplementasikan dan
mengembangkan pendekatan pembelajaran aktif ini dengan sebaik mungkin.
Dalam buku ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan pendekatan
CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), yaitu tentang (a) Pengertian Pendekatan
Teori Belajar
19
Belajar aktif, (b) Prinsip-prinsip Pendekatan CBSA, dan (c) Strategi Pendekatan
Cara Belajar Siswa Aktif.
Pengertian Pendekatan Belajar Aktif
Pendekatan Belajar Aktif adalah pendekatan dalam pengelolaan sistem
pembelajaran melalui cara-cara belajar yang aktif menuju belajar yang mandiri.
Kemampuan belajar mandiri ini merupakan tujuan akhir dari belajar aktif
(Active Learning). Untuk dapat mencapai hal tersebut kegiatan pembelajaran
dirancang sedemikian rupa agar bermakna bagi siswa atau anak didik.
Pembelajaran aktif (Active Learning) mempunyai tujuan untuk mengoptimalkan
semua potensi yang dimilki oleh peserta didik, sehingga semua peserta didik
dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik
pribadi yang mereka miliki. Pembelajaran aktif (Active Learning) juga
dimaksudkan untuk menjaga perhatian siswa atau peserta didik agar tetap
tertuju pada proses pembelajaran.
Belajar aktif merupakan perkembangan teori Dewrning by Doing ( 1859-
1952 ). Dewey sangat tidak setuju pada rote learning “belajar dengan
Menghafal“. Dewey merupakan pendiri Dewey School yang menerapkan
prinsip-prinsip “Learning by Doing “, yaitu bahwa siswa perlu terlibat dalam
proses belajar secara spontan. Dari rasa keingintahuan siswa akan hal-hal yang
belum diketahuinya mendorong keterlibatannya secara aktif dalam suatu
proses balajar. Belajar aktif mengandung berbagai kiat yang berguna untuk
menumbuhkan kemampuan belajar aktif pada diri siswa dan menggali potensi
siswa dan guru untuk sama-sama berkembang dan berbagi pengetahuan,
keterampilan, serta pengalaman.
Berdasarkan pendapat di atas dapat diartikan bahwa teori rote learning”
Belajar dengan menghafal “tidak cocok dalam proses belajar mengajar karena
siswa hanya dituntut untuk menghafal saja tanpa disertai dengan pemahaman
terhadap materi yang diajarkan. Berbeda dengan teori Learning by Doing
dimana siswa dilibatkan secara spontan dalam proses belajar mengajar. Dalam
teori ini siswa didorong untuk memberikan pemahamannya terdapat materi
yang diajarkan berdasarkan pemahaman masing-masing siswa. Sehingga teori
ini mengandung berbagai kiat untuk menumbuhkan kemampuan dan potensi
siswa dalam belajar aktif. Peran serta siswa (peserta didik) dan guru dalam
konteks belajar aktif menjadi sangat penting.
Guru berperan aktif sebagai fasilitator yang membantu memudahkan
siswa belajar, sebagai narasumber yang mampu mengundang pemikiran dan
daya kreasi siswa, sebagai pengelola yang mampu merancang dan
melaksanakan kegiatan belajar bermakna, dan dapat mengelola sumber belajar
yang diperlukan. Itulah sebabnya guru dikatakan termasuk dalam salah satu
sumber belajar karena guru merupakan orang yang mampu memberi informasi
dan pengetahuan kepada siswanya. Siswa juga terlibat dalam proses belajar
Teori Belajar
20
bersama guru karena siswa dibimbing, diajar dan dilatih menjelajah, mencari,
mempertanyakan sesuatu menyelidiki jawaban atas suatu pertanyaan,
mengelola dan menyampaikan hasil perolehannya secara komunikatif. Siswa
juga diharapkan mampu memodifikasi pengetahuan yang baru diterima dengan
pengalaman dan pengetahuan yang pernah diterimanya
Selain itu, siswa dibina untuk memiliki keterampilan agar dapat
menerapkan dan memanfaatkan pengetahuan yang pernah diterimanya pada
hal-hal atau masalah yang baru dihadapinya. Dengan demikian siswa mampu
belajar mandiri. Active Learning (belajar aktif) pada dasarnyaberusaha untuk
memperkuat dan memperlancar Stimulus yang diberikan guru dan respons
anak didik dalam pembelajaran, serta proses pembelajaran menjadi suatu hal
yang menyenagkan bukan menjadi hal yang membosankan bagi mereka,
sehingga mereka dapat mengingat banyak tentang pelajaran yang disampaikan
oleh gurunya terhadap mereka.
Dengan demikian strategi Active Learning (belajar Aktif) pada anak didik
dapat membantu ingatan (memori) mereka, sehingga mereka dapat
dihantarkan kepada tujuan pembelajaran dengan sukses, hal ini kurang
diperhatikan pada pembelajaran konvensional. Dalam metode Active Learning
(belajar aktif) setiap materi pelajaran yang baru harus dikaitkan dengan
berbagai pengetahuan dan pengalaman yang ada sebelumnya. Agar peserta
didik tidak mudah lupa dengan pelajaran yang diterima sebelumnya. Materi
pelajaran yang baru disediakan secara aktif dengan pengetahuan yang sudah
ada. Agar siswa dapat belajar secara aktif guru perlu menciptakan strategi yang
tepat guna, sedemikian rupa sehingga peserta didik mempunyai motivasi yang
tinggi untuk belajar.
Menurut T. Raka Jono (dalam Abu Ahmadi dan Prasetya Joko Tri,
2005:120) (CBSA) dapat dilihat dari dua segi, yakni dari segi siswa yang berarti
bahwa CBSA merupakan proses kegiatan yang dilakukan siswa dalam rangka
belajar. Aktivitas ini dapat berupa aktivitas fisik, mental, maupun keduanya. Ada
juga yang lebih menekankan pada keaktifan mental, meskipun untuk mencapai
maksud ini dipersyaratkan keterlibatan langsung dalam berbagai keaktifan
fisik.
CBSA dilihat dari segi guru merupakan suatu strategi yang dipilih guru
agar keaktifan siswa dalam kegiatan belajar berlangsung secara optimal. Untuk
mencapai maksud ini guru sebelumnya telah mendesain kegiatan belajar
mengajar yang meletakkan aktivitas pada subjek didik. CBSA adalah
pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk
aktif terlibat secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan
siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah
kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Pendekatan CBSA menuntut
Teori Belajar
21
keterlibatan mental siswa terhadap bahan yang dipelajari. Konsep CBSA dalam
bahasa Inggris disebut student active learning (SAL).
Pendekatan CBSA adalah pendekatan pembelajaran yang menuntut
keaktifan dan partisipasi subyek didik seoptimal mungkin sehingga siswa
mampu mengubah tingkah lakunya secara lebih efektif dan efisien. Dalam
pendekatan ini guru tidak boleh menganggap siswa sebagai anak kecil yang
tidak mungkin bisa mandiri dalam belajar, akan tetapi guru sebagai mitra siswa
untuk bersama-sama aktif dalam proses pembelajaran.
Prinsip-Prinsip Pendekatan CBSA
Prinsip CBSA adalah tingkah laku belajar yang mendasarkan pada kegiatan-
kegiatan yang nampak, yang menggambarkan tingkat keterlibatan siswa dalam
proses belajar-mengajar baik intelektual-emosional maupun fisik. Prinsip-
Prinsip CBSA yang Nampak pada 4 dimensi sebagai berikut:
1. Dimensi subjek didik
a. Keberanian mewujudkan minat, keinginan, pendapat serta dorongan-
dorongan yang ada pada siswa dalam proses belajar-mengajar.
Keberanian tersebut terwujud karena memang direncanakan oleh
guru, misalnya dengan format mengajar melalui diskusi kelompok,
dimana siswa tanpa ragu-ragu mengeluarkan pendapat.
b. Keberanian atau keinginan untuk mencari kesempatan, untuk
berpartisipasi dalam persiapan maupun tindak lanjut dan suatu proses
belajar-mengajar. Hal ini terwujud bila guru bersikap demokratis.
c. Kreatifitas maupun usaha siswa dalam menyelesaikan kegiatan belajar
sehingga dapat mencapai suatu keberhasilan tertentu yang memang
dirancang oleh guru. Guru hendaknya dapat memahami potensi yang
dimiliki peserta didik dan juga memahami kebutuhannya, sehingga
setelah memahami hal ini guru dapat memilih jenis-jenis kegiatan yang
diperlukan peserta didik sebagai subjek belajar.
d. Dorongan keingintahuan yang besar pada diri siswa untuk mengetahui
dan mengerjakan sesuatu yang baru dalam proses belajar mengajar.
e. Peranan bebas dalam melakukan sesuatu tanpa merasa ada tekanan
dan siapapun termasuk guru dalam proses belajar mengajar. Hal ini
perlu ditanamkan dalam diri peserta didik karena dapat menunjang
keberhasilan kegiatan belajar mengajar (KBM).
2. Dimensi Guru
a. Adanya usaha dan guru untuk mendorong siswa dalam meningkatkan
kegairahan serta partisipasi siswa secara aktif dalam proses belajar-
mengajar. Guru harus mampu berinteraksi dengan peserta didiknya
dan juga dapat memberi motivasi serta dapat menciptakan suasana
belajar yang menyenangkan dan memungkinkan siswa untuk aktif
daalam proses belajar mengajarnya.
Teori Belajar
22
b. Kemampuan guru dalam menjalankan peranannya sebagai inovator
dan motivator.
c. Sikap demokratis yang ada pada guru dalam proses belajar-mengajar.
Hal ini sangat diperlukan dalam proses pembelajaran, karena sikap
demokratis adalah sikap memberi kebebasan kepada peserta didik
dalam proses belajar mengajar.
d. Pemberian kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai dengan cara
serta tingkat kemampuan masing-masing. Sehingga diperlukan guru
untuk mengetahui bahwa setiap peserta didik mempunyai banyak
perbedaan, atau tidak sama antar satu dengan yang lainnya.
e. Kemampuan untuk menggunakan berbagai jenis strategi belajar-
mengajar serta penggunaan multimedia. Kemampuan ini akan
menimbulkan lingkungan belajar yang merangsang siswa untuk
mencapai tujuan.
3. Dimensi Program
a. Tujuan instruksional, konsep serta materi pelajaran yang memenuhi
kebutuhan, minat serta kemampuan siswa; merupakan suatu hal yang
sangat penting diperhatikan guru.
b. Program yang memungkinkan terjadinya pengembangan konsep
maupun aktivitas siswa dalam proses belajar-mengajar.
c. Program yang fleksibel (luwes); disesuaikan dengan situasi dan
kondisi, dalam penentuan media dan strategi belajar mengajar
sehingga peserta didik dapat memahami materi yang dipelajarinya.
4. Dimensi situasi belajar-mengajar
a. Situasi belajar yang di dalamnya terdapat komunikasi yang baik,
hangat, bersahabat, antara guru-siswa maupun antar siswa sendiri
dalam proses belajar-mengajar.
b. Adanya suasana gembira dan gairah pada siswa dalam proses belajar-
mengajar.
Strategi Pendekatan cara belajar siswa aktif
Strategi yang dapat digunakan guru untuk mencapai tujuan tersebut
antara lain:
1. Refleksi
Guru dapat meminta siswa untuk secara berkala merefleksikan hal-hal
yang telah dipelajarinya dalam pembelajaran. Dalam tahap ini guru
menjelaskan sedikit tentang materi yang telah dipelajari sebelumnya untuk
melatih ingatan siswa agar tidak lupa pada materi yang telah diajarkan.
Contohnya: melalui jurnal opinion paper.
Teori Belajar
23
2. Pertanyaan Siswa (Anak didik)
Untuk setiap pokok bahasan atau pertemuan, guru memberi tugas siswa
untuk menuliskan pertanyaan-pertanyaan tentang hal-hal yang belum
dipahami, atau hal-hal yang perlu dibahas bersama guru dan teman-teman
siswa lainnya. Pada tahap ini diharapkan siswa untuk mengingat dan
mengembangkan materi yang telah diajarkan.
3. Rangkuman
Guru dapat membiasakan siswa untuk membuat rangkuman terhadap
hasil disuksi kelompok yang dilakukan dikelas atau sebagai tugas
mandiri.Selain itu rangkuman tersebut juga dapat merupakan tugas untuk
mengevaluasi/menilai sesuatu seperti buku, artikel, majalah dan lain-lain
berdasarkan prinsip-prinsip yang telah dipelajarinya dalam pembelajaran.
Dengan demikian siswa bisa memiliki gambaran terhadap materi yang
diajarkan dan siswa dapat menjelaskan kembali materi yang telah dijelaskan
berdasarkan pemahaman mereka masing-masing.
4. Pemetaan Kognitif
Pemetaan kognitif adalah alat untuk membuat siswa aktif belajar tentang
konsep-konsep (reposisi) dan skemanya. Pemetaan kognitif juga dapat
digunakan untuk menumbuhkan proses belajar aktif siswa. Untuk dapat
merancang kegiatan yang melibatkan siswa secara aktif dan menantang siswa
secara intelektual, diperlukan guru yang mempunyai kreativitas dan
profesionalisme yang tinggi. Belajar aktif memperkenalkan cara pengelolaan
kelas yang beragam tidak hanya berbentuk kegiatan belajar klasikal saja.
Kegiatan belajar klasikal (ceramah) masih tetap digunakan agar guru dapat
memberi penjelasan tentang materi pelajaran dengan jelas dan baik. Namun
kegiatan belajar klasikal bukan merupakan satu-satunya model pengelolaan
kelas. Masih banyak bentuk kegiatan lainnya seperti belajar kelompok, kegiatan
belajar berpasangan, dan kegiatan belajar perorangan.
Masing-masing bentuk kegiatan mempunyai keunggulan dan kelemahan
masing-masing.Guru perlu memilih bentuk kegiatan yang paling tepat
berdasarkan tujuan intruksional kegiatan yang telah ditetapkan. Bentuk
kegiatan yang dipilih hendaknya mampu merangsang siswa untuk aktif secara
mental, sekaligus mencapai tujuan instruksional yang ditetapkan. Belajar aktif
mensyaratkan pemanfaatan sumber belajar yang beraneka ragam secara
optimal dalam proses belajar. Sumber belajar yang dapat dimanfaatkan tidak
hanya terbatas pada sumber belajar yang ada di lingkungan sekolah saja, seperti
guru, teman, laboratorium, studio, dan perpustakaan saja. Namun juga pada
sumber belajar yang ada di luar sekolah, seperti komunitas masyarakat,
objek/tempat tertentu media, gejala alam, narasumber setempat seperti
pemuka agama dan pemuka adat. Pemanfaatan sumber belajar yang
Teori Belajar
24
beranekaragam secara optimal merupakan titik tolak kegiatan pembelajaran
yang bervariasi dan menantang siswa.
Melalui pendekatan belajar aktif, siswa diharapkan akan mampu
mengenal dan mangembangkan kapasitas belajar dan potensi yang mereka
miliki. Di samping itu siswa secara penuh dan sadar dapat menggunakan
potensi sumber belajar yang terdapat di lingkungan sekitarnya, lebih terlatih
untuk berprakarsa, berpikir secara sistematis, kritis dan tanggap, sehingga
dapat menyelesaikan masalah sehari-hari melalui penelusuran informasi yang
bermakna baginya.
5. Belajar aktif menuntut guru bekerja secara professional
Selanjutnya, Belajar Aktif menuntut guru bekerja secara profesional,
mengajar secara sistematis, dan berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran
yang efektif dan efisien. Artinya guru dapat merekayasa sistem pembelajaran
yang dilaksanakan secara sistematis dan menjadikan proses pembelajaran
sebagai pengalaman yang bermakna bagi siswa.
Untuk itu guru diharapkan memiliki kemampuan untuk Memanfaatkan
sumber belajar di lingkungannya secara optimal dalam proses
pembelajaran,berkreasi mengembangkan gagasan baru,mengurangi
kesenjangan pengetahuan yang diperoleh siswa dari sekolah dengan
pengetahuan yang diperoleh dari masyarakat, mempelajari relevansi dan
keterkaitan mata pelajaran bidang ilmu dengan kebutuhan sehari-hari dalam
masyarakat, mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku siswa
secara bertahap dan utuh, memberi kesempatan pada siswa untuk dapat
berkembang secara optimal sesuai dengan kemampuannya dan menerapkan
prinsip-prinsip belajar aktif.
Rangkuman
Berdasarkan uraian yang dibahas dalam buku ini,dapat disimpulkan
beberapa hal yang berkaitan dengan pendekatan CBSA.Dimana dalam
pendekatan belajar aktif bertujuan untuk mengoptimalkan penggunaan semua
potensi yang dimilki oleh anak didik, sehingga semua anak didik dapat
mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi
yang mereka miliki. Di samping itu pembelajaran aktif juga dimaksudkan untuk
menjaga perhatian siswa atau anak didik agar tetap tertuju pada proses
pembelajaran. Prinsip-prinsip pendekatan CBSA terdapat empat dimensi yakni
dimensi subjek didik, dimensi guru, dimensi program dan dimensi situasi
belajar-mengajar. Sedangkan dalam strategi pendekatan cara belajar siswa aktif
terdapat lima poin pokok yaitu refleksi, pertanyaan siswa, rangkuman,
pemetaan kognitif dan menuntut guru bekerja secara profesional. Dengan
Teori Belajar
25
demikian pendekatan CBSA diasumsikan sebagai pendekatan belajar yang
efektif untuk dapat membentuk siswa sebagai manusia seutuhnya yang
mempunyai kemampuan untuk belajar mandiri
Teori Belajar
26
BAB 3
Teori Behaviorisme
Behavioristik merupakan salah satu aliran psikologi yang memandang
individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek–aspek
mental. Dengan kata lain, behavioristik tidak mengakui adanya kecerdasan,
bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar.Peristiwa belajar
semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi
kebiasaan yang dikuasai individu. Dalam konsep Behavioral, perilaku manusia
merupakan hasil belajar, sehingga dapat di ubah dengan memanipulasi dan
mengkreasi kondisi-kondisi belajar.
Teori behavioristik sangat menekankan perilaku atau tingkah laku yang
dapat di amati.Teori-teori dalam rumpun ini sangat bersifat molekular,karena
memandang kehidupan individu terdiri atas unsur-unsur seperti halnya
molekul-molekul.
Ada beberapa ciri dari rumpun teori ini, yaitu:
1. Mengutamakan unsur-unsur atau bagian-bagian terkecil
2. Bersifat mekanistik
3. Menekankan peranan lingkungan
4. Mementingkan pembentukan reaksi atau respon
5. Menekankan pentingnya latihan
Teori belajar behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan
perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan
terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku
reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulans tidak lain
adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang
menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak,
berupa reaksi fisik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan,
asosiasi, sifat dan kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon).
Pengertian Teori Belajar Behavioristik
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage
dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman
Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh
terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran
yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada
terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya,
mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau
perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan
Teori Belajar
27
semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan
akan menghilang bila dikenai hukuman.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon
(Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat
menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang
penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan
respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang
diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon
tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat
diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa
yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar
(respon) harus dapat diamati dan diukur.Teori ini mengutamakan pengukuran,
sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau
tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor
penguatan (reinforcement) dan pelemah (punishment). Penguat terdiri dari
penguat positif dan penguat negatif. Pada penguat positif, perilaku yang
diharapkan terbentuk karena diikuti oleh stimulus yang menyenangkan. Misal:
komentar positif guru (stimulus menyenangkan) akan menyemangati siswa
dalam belajar matematika (siswa rajin belajar matematika). Penguat negatif
membentuk perilaku yang diharapkan karena siswa ingin menghindari
stimulus yang tidak menyenangkan. Misal: Ibu tidak memberikan uang saku
(stimulus tidak menyenangkan) kalau anaknya tidak rajin mengerjakan PR.
Untuk mendapatkan uang saku maka anak rajin mengerjakan PR. Atau guru
mengatakan: Budi , kamu tidak boleh bergabung membuat poster dengan
teman-temanmu (stimulus tidak menyenangkan), sebelum kamu
menyelesaikan tugas.
Beda antara penguat positif dan negatif: pada penguat positif, siswa
berperilaku positif untuk mendapatkan stimulus yang menyenangkan;
sedangkan pada penguat negatif, siswa berperilaku positif untuk menghindari
stimulus yang tidak menyenangkan. Beda antara penguat negatif dan
punishment: Penguat negatif adalah untuk mengembangkan perilaku yang
diharapkan, sedangkan punishment adalah untuk menghilangkan perilaku yang
tidak diharapkan.
Agar penguat bekerja efektif, penguat harus diberikan segera setelah
perilaku yang diharapkan muncul (prinsip kontingensi).
Mempertahankan perilaku yang diharapkan :
a. Melalui penguatan intrinsik. Caranya: sering melibatkan siswa pada
kegiatan yang menyenangkan dan memberikan kepuasan dalam kaitannya
dengan perilaku positif yang akan dipertahankan.
Teori Belajar
28
b. Penguatan intermitten. Seperti disebutkan bahwa perilaku yang
diharapkan frekuensinya akan meningkat dengan cepat apabila diberi
penguat setiap kali perilaku tersebut muncul. Apabila munculnya perilaku
tersebut sudah teratur, maka pemberian penguat dikurangi, yaitu pada
kondisi tertentu saja.
c. Mengurangi perilaku yang tidak diharapkan
d. Extinction. Jangan memberikan penguat apapun terhadap perilaku yang
tidak diharapkan.
e. Cueing. Menggunakan bahasa isyarat seperti kontak mata, menaikkan
alismata, mendekati meja siswa dan berhenti disana sampai perilaku yang
tak diharapkan berhenti.
f. Punishment Ada pendapat bahwa hukuman tidak dapat menghentikan
perilaku yang tidak diharapkan. Namun demikian kalau guru dapat
menggunakan instrumen hukuman secara tepat
makahukumantetapberguna.
Tokoh-Tokoh Behavioristik Beserta Pemikirannya
1. Edward Edward Lee Thorndike/Teori Koneksionisme
Thorndike berprofesi sebagai seorang pendidik dan psikolog yang
berkebangsaan Amerika. Lulus S1 dari Universitas Wesleyen tahun 1895, S2
dari Harvard tahun 1896 dan meraih gelar doktor di Columbia tahun 1898.
Buku-buku yang ditulisnya antara lain Educational Psychology (1903), Mental
and social Measurements (1904), Animal Intelligence (1911), Ateacher’s Word
Book (1921),Your City (1939), dan Human Nature and The Social Order (1940).
Menurut Thorndike dasar dari belajar adalah Trial and error atau secara aslinya
di sebut sebagai learning by selecting and connecting. Thorndike mengajukan
pengertian tersebut dari eksperimennya dengan Puzzle box. Atas dasar
pengamatannya terhadap bermacam-macam percobaan, thorndike sampai
pada kesimpulan bahwa hewan itu menunjukan adanya penyesuaian diri
sedemikian rupa sebelum hewan itu dapat melepaskan diri dari puzzle box.
Selanjutnya di kemukakan bahwa perilaku dari semua hewan coba itu
sama,yaitu apabila hewan coba, dalam hal ini kucing yang di gunakan dan di
hadapkan pada masalah, ia dalam keadaan discomfort dan dalam memecahkan
masalahnya menggunakan trial dan error.
Dalam eksperimennya Thorndike mengajukan adanya tiga macam hukum
yang sering di sebut dengan hukum primer dalam belajar:
a. Hukum Kesiapan (law of readiness)
Apabila suatu ikatan siap untuk berbuat, perbuatan itu memberikan
kepuasan, sebaliknya apabila tidak siap maka akan menimbulkan ketidak
puasan/ketidaksenangan terganggu. Prinsip pertama teori koneksionisme
Teori Belajar
29
adalah belajar suatu kegiatan membentuk asosiasi(connection) antara
kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak.
b. Hukum Latihan (law of exercise)
Artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin
bertambah erat, jika sering di pakai dan akan semakin berkurang apabila
tidak di gunakan. Prinsip law of exercise adalah koneksi antara kondisi
(yang merupakan perangsang) dengan tindakan akan menjadi lebih kuat
karena latihan-latihan, tetapi akan melemah bila koneksi antara keduanya
tidak dilanjutkan atau dihentikan.
c. Hukum akibat (law of effect)
Hukum akibat yaitu hubungan stimulus respon cenderung diperkuat bila
akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak
memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya
koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akibat
menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi.
Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan
cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi.
2. Teori Belajar Menurut Watson
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus
dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati
(observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-
perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia
menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan
karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, karena
kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau
Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh
mana dapat diamati dan diukur.
3. Teori Belajar Menurut Clark Hull Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan
respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh
oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua
fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap
bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan
pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati
posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus
dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan
biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-
macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan
dengan kondisi biologis (Bell, Gredler, 1991).
Teori Belajar
30
4. Edwin Guthrie/Kontiguitas
Kunci teori Guthrie terletak pada prinsip tunggal bahwa kontiguitas
merupakan fondasi pembelajaran. Guthrie memandang perilaku sebagai
gerakan dari pada sebagai respon. Dalam pembedaan ini, ia mengartikan
gerakan sebagai komponen unit respon yang lebih besar atau tindakan
behavioral. Sejalan dengan itu, perilaku-perilaku terlatih dapat di pandang
sebagai suatu respon kasar yang terdiri dari unit-unit gerakan yang lebih kecil.
Demikian juga stimulus di pandang sebagai situasi kompleks yang terdiri dari
unit-unit gerakan yang lebih kecil. Prinsip kontiguitas menyatakan bahwa suatu
kombinasi elemen-elemen stimulus di sertai dengan gerakan, sekuens gerakan
akan berulang, bila di hadapkan pada elemen stimulus yang sama. Guthrie
berpendapat bahwa pembelajaran adalah suatu pola atau rantai gerakan yang
terpisah yang di timbulkan oleh sinyal-sinyal stimulus lingkungan dan internal.
Karena pandangan Guthrie tentang asosiasi tergantung pada stimulus dan
respon, peran penguatan memiliki interpretasi unik. Guthrie percara pada
pembelajaran satu kali mencoba, dengan kata lain kedekatan hubungan antara
elemen-elemen stimulus dan respon langsung menghasilkan ikatan asosiatif
penuh
.
5. Burrhus Frederic Skinner/Operant conditioning
Ia seorang tokoh dalam kondisioning operan seperti halnya Thorndike,
sedangkan pavlov adalah tokoh kondisioning klasik. Bukunya yang berjudul
”Behaviorism of organism” yang di terbitkan pada tahun 1838 memberikan
dasar dari sistemnya Dalam perkembangan psikologi belajar, ia mengemukakan
teori operant conditioning. Buku itu menjadi inspirasi diadakannya konferensi
tahunan yang dimulai tahun 1946 dalam masalah “The Experimental an
Analysis of Behavior”. Hasil konferensi dimuat dalam jurnal berjudul Journal of
the Experimental Behaviors yang disponsori oleh Asosiasi Psikologi di Amerika
Skinner berkebangsaan Amerika dikenal sebagai tokoh behavioris dengan
pendekatan model instruksi langsung dan meyakini bahwa perilaku dikontrol
melalui proses operant conditioning. Di mana seorang dapat mengontrol
tingkah laku organisme melalui pemberian reinforcement yang bijaksana dalam
lingkungan relatif besar. Dalam beberapa hal, pelaksanaannya jauh lebih
fleksibel daripada conditioning klasik
Reber menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah
sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan.
Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus,
melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri
pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya
sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan
stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning. Memotivasi agar
Teori Belajar
31
berlanjut pada komponen tingkah laku selanjutnya sampai pada akhirnya
pembentukan tingkah laku puncak yang di harapkan.
Skinner berpendapat bahwa untuk membentuk tingkah laku tertentu
perlu di urutkan atau di pecah-pecah menjadi bagian-bagian atau komponen
tingkah laku yang spesifik. Selanjutnya agar tetap terbentuk tingkah laku yang
di harapkan pada setiap tingkah laku yang spesifik yang telah di respon, perlu
di berikan hadiah agar tingkah laku tersebut secara terus menerus di ulang,
serta untuk memotivasi agar berlanjut kepada komponen tingkah laku
selanjutnya sampai akhirnya pembentukan tingkah laku puncak yang di
harapkan.
Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan
selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar,
diantaranya:
a. Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan
stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akanmeningkat.
b. Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah
diperkuat melalui proses conditioning tidak diiringi stimulus penguat,
maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
Beberapa prinsip Belajar Skinner antara lain :
a. Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah
dibetulkan, jika bebar diberi penguat.
b. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
c. Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
d. Dalam proses pembelajaran, tidak digunkan hukuman. Untuk itu
lingkungan perlu diubah, untuk menghindari adanya hukuman.
e. Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktifitas sendiri.
f. Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebaiknya hadiah
diberikan dengan digunakannya jadwal variabel Rasio reinforcer.
g. Dalam pembelajaran digunakan shaping.
Implikasi Teori Behavioristik Dalam Pembelajaran
Ada beberapa implikasi teori behavior dalam pembelajaran, antara lain:
1. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik
memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak
berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar
adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan
pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar.
2. Peserta didik dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan
motivasi dan penguatan dari pendidik
Teori Belajar
32
3. Teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang
memberikan ruang gerak yang bebas bagi peserta didik untuk berkreasi,
bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri Karena
teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi
dan teratur, maka Peserta didik atau orang yang belajar harus dihadapkan
pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat
4. Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada
penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”,
yang menuntut peserta didik untuk mengungkapkan kembali pengetahuan
yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes
5. Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan
biasanya menggunakan paper and pencil test.
Analisis Tentang Teori Behavioristik.
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses
perubahan tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi
stimulus untuk merangsang pebelajar dalam berperilaku. Pendidik yang masih
menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum
dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai
dengan suatu keterampilak tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun
secara hirarki, dari yang sederhana sampai yang komplek (Paul, 1997).
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para
pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar
pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-
program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram,
modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep
hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat
(reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori
belajar yang dikemukakan Skiner.
Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu
menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal
yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang dapat diubah menjadi
sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan
respon.
Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi
tingkat emosi pebelajar, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan
yang sama.Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang
mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relative sama,
ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih
tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya
Teori Belajar
33
mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak
memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan
unsur-unsur yang diamati tersebut.
Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan pebelajar untuk
berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini
bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa
pebelajar menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta
didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi.
Padahal banyak faktor yang memengaruhi proses belajar, proses belajar tidak
sekedar pembentukan atau shaping.
Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak
menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran.
Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif (negative
reinforcement) cenderung membatasi pebelajar untuk berpikir dan
berimajinasi.
Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses
belajar. Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan
Guthrie, yaitu:
a. Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat
sementara.
b. Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian
dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama.
c. Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari caralain (meskipun
salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain,
hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang
kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya.
d. Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat
negatif.Penguat negatif tidaksama dengan hukuman. Ketidaksamaannya
terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respon
yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat
negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yangsama menjadi
semakin kuat. Misalnya, seorang pebelajar perlu dihukum karena
melakukan kesalahan. Jika pebelajar tersebut masih saja melakukan
kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan.
e. Tetapi jika sesuatu tidak mengenakkan pebelajar (sehinggaia melakukan
kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini
mendorong pebelajar untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang
disebut penguatan negatif. Lawan dari penguatan negatif adalah penguatan
positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan untuk memperkuat
respon. Namun bedanya adalah penguat positif menambah, sedangkan
penguat negatif adalah mengurangi agar memperkuat respons.
Teori Belajar
34
Rangkuman
Aliran Behavioristik ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang
tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan
stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang
pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan
atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan
penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman. Belajar merupakan
akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah
belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut
teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan
output yang berupa respon.Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru
kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar
terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut.
Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk
diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat
diamati adalah stimulus dan respon. Oleh karena itu apayang diberikan oleh
guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat
diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran
merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan
tingkah laku tersebut. Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran
behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement) dan pelemah
(punishment). Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi:
1. Reinforcement and Punishment;
2. Primary and Secondary Reinforcement;
3. Schedules of Reinforcement;
4. Contingency Management;
5. Stimulus Control in Operant Learning;
6. The Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984).
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para
pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori Skinner lah yang paling besar
pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-
program pembelajaran sepertiTeaching Machine, Pembelajaran
berprogram modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak
pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor
penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan
teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Teori Belajar
35
BAB 4
Teori Keterampilan Proses
Keterampilan proses ialah pendekatan pembelajaran yang bertujuan
mengembangkan sejumlah kemampuan fisik dan mental sebagai dasar untuk
mengembangkan kemampuan yang lebih tinggi pada diri siswa. Pendekatan
keterampilan proses adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian
rupa sehingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-
konsep dan teori-teori dengan keterampilan intelektual dan sikap ilmiah siswa
sendiri. Siswa diberi kesempatan untuk terlibat langsung dalam kegiatan-
kegiatan ilmiah seperti yang dikerjakan para ilmuwan, tetapi pendekatan
keterampilan proses tidak bermaksud menjadikan setiap siswa menjadi
ilmuwan. Pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses dilaksanakan
dengan maksud karena IPA merupakan alat yang potensial untuk membantu
mengembangkan kepribadian siswa. Kepribadian yang berkembang
merupakan prasyarat untuk melangkah ke profesi apapun yang diminati siswa.
Proses dapat didefinisikan sebagai perangkat keterampilan kompleks yang
digunakan ilmuwan dalam melakukan penelitian ilmiah.
Proses merupakan konsep besar yang dapat diuraikan menjadi
komponen-komponen yang harus dikuasai seseorang bila akan melakukan
penelitian. Keterampilan berarti kemampuan menggunakan pikiran, nalar dan
perbuatan secara efisien dan efektif untuk mencapai suatu hasil tertentu,
termasuk kreativitas. Dengan demikian Pendekatan Keterampilan Proses
adalah perlakuan yang diterapkan dalam pembelajaran yang menekankan pada
pembentukan keterampilan memperoleh pengetahuan kemudian
mengkomunikasikan perolehannya. Keterampilan memperoleh pengetahuan
dapat dengan menggunakan kemampuan olah pikir (psikis) atau kemampuan
olah perbuatan (fisik). Untuk mengajarkan keterampilan proses, siswa benar-
benar melakukan pengamatan, pengukuran, pemanipulasian variabel dan
sebagainya. Ringkasnya, siswa bertindak sebagai ilmuwan. Oleh karena itu
pendekatan ini lebih banyak melibatkan siswa dengan obyek-obyek konkrit,
yaitu siswa aktif berbuat.
Pendekatan keterampilan proses memberi siswa pemahaman yang valid
tentang hakikat sains. Siswa dapat menghayati keasyikan sains dan dapat lebih
baik memahami fakta-fakta dan konsep-konsep. Siswa diberi kesempatan untuk
belajar sambil berbuat, menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan
bersikap ilmiah serta berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting
kecakapan hidup (Trianto: 2010).
Pendekatan keterampilan proses menekankan bagaimana siswa belajar,
bagaimana mengelola perolehannya, sehingga mudah dipahami dan digunakan
dalam kehidupan di masyarakat. Dalam proses pembelajaran diusahakan agar
Teori Belajar
36
siswa memperoleh pengalaman dan pengetahuan sendiri, melakukan
penyelidikan ilmiah, melatih kemampuan-kemampuan intelektualnya, dan
merangsang keingintahuan serta dapat memotivasi kemampuannya untuk
meningkatkan pengetahuannya yang baru diperolehnya. Dengan
mengembangkan keterampilan-keterampilan memproseskan perolehan anak
akanmampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta
menumbuhkan dan mengembangkan sikap ilmiah dan nilai yang dituntut.
Dengan demikian, keterampilan-keterampilan itu menjadi roda penggerak
penemuan dan pengembangan fakta dan konsep (Trianto: 2010).
Dalam kegiatan mengajar, begitu banyak hal yang harus diperhitungkan
oleh guru misalnya:
1. Melibatkan kemampuan guru/mahasiswa calon guru untuk menguasai
materi.
2. Teknik pengelolaan PBM.
3. Pengelolaan waktu.
4. Pengendalian disiplin
5. Pelayanan terhadap perbedaan kemampuan siswa.
6. Sikap terhadap profesi.
7. Sikap terhadap siswa.
1. Keterampilan Dasar Mengajar meliputi:
a. Keterampilan membuka dan menutup pembelajaranKeterampilan
membuka pelajaran adalah usaha guru untuk mengkondisikan mental
peserta didik agar siap dalam menerima pelajaran.
b. Dalam membuka pelajaran peserta didik harus mengetahui tujuan yang
akandicapai dan langkah-langkah yang akanditempuh.Tujuan
membuka pelajaran adalah Menyiapkan mental siswa agar siap
memasuki persoalan yang akandipelajari atau dibicarakan dan
c. Menimbulkan minat serta pemusatan perhatian siswa terhadap
apayang akandibicarakan dalam kegiatan pembelajaran. Awal kegiatan
pelajaran seorang guru harus melakukan kegiatan membuka pelajaran.
2. Cara untuk menimbulkan motivasi:
a. Dengan Hangat dan Antusias
Hendaknya ramah, antusias, bersahabat dan sebagainya. Sebab dapat
mendorong tingkah dan kesenangan dalam mengerjakan tugas
sehingga motivasi siswa akantimbul.
b. Menimbulkan Rasa Ingin Tahu
Melontarkan ide yang bertentangan dengan mengerjakan masalah
atau kondisi diri kenyataan sehari-hari. Contoh Kalau transmigrasi
dapat meningkatkan kemakmuran penduduk mengapa banyak
penduduk di pulau jawa tidak mau transmigrasi.
Teori Belajar
37
Jenis-jenis Keterampilan dalam Keterampilan Proses
Ada berbagai keterampilan dalam keterampilan proses, keterampilan-
keterampilan tersebut terdiri dari keterampilan-keterampilan dasar (basic
skills) dan keterampilan-keterampilan terintegrasi (integrated skills).
Keterampilan-keterampilan dasar terdiri dari enam keterampilan, yakni
mengobservasi, mengklasifikasi, memprediksi, mengukur, menyimpulkan,
dan mengkomunikasikan.
Sedangkanketerampilan-keterampilanterintegrasi terdiri dari:
mengindentifikasi variabel, membuat tabulasi data, menyajikan data dalam
bentuk grafik, menggambarkan keterhubungan antar variabel, mengumpulkan
dan mengelolah data, menganalisa penelitian, menyusun hipotesa,
mendifinisikan variabel secara operasional, merancang penelitian, dan
melaksanakan eksperimen.
Sejumlah keterampilan proses yang dikemukakan oleh Funk di atas,
dalam kurikulum (Pedoman Proses Belajar Mengajar) dikelompokkan menjadi
enam keterampilan proses. Adapun 6 (tujuh) keterampilan proses tersebut
adalahmengamati, mengklasifikasikan, mengkomunikasikan, mengukur,
memprediksi dan menyimpulkan.
1. Mengamati
Melalui mengamati kita belajar tentang dunia sekitar kita yang fantastis.
Manusia mengamati obyek-obyek dengan phenomena alam melalui panca
indra: penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman, dan perasa/pengecap.
Informasi yang kita peroleh, dapat menuntun keinginan-tahuan,
mempertanyakan, memikirkan, melakukan interprestasi tentang lingkungan
kita, dan meneliti lebih lanjut. Selain itu, kemampuan mengamati merupakan
keterampilan paling dasar dalam memproses dan memperoleh ilmu
pengetahuan serta merupakan hal esensial untuk mengembangkan
keterampilan-keterampilan proses lain. Mengamati merupakan tanggapan kita
terhadap berbagai obyek dan peristiwa alam dengan menggunakan pancaindra.
2. Mengklasifikasikan
Agar kita memahami sejumlah besar obyek, peristiwa, dan segala yang
ada dalam kehidupan disekitar kita, lebih mudah apabila menentukan berbagai
jenis golongan. Mengklasifikasikan merupakan keterampilan proses untuk
memilahkan berbagai obyek dan peristiwa berdasarkan sifat-sifat khususnya,
sehingga didapatkan golong-an/kelompok sejenis dari obyek atau peristiwa
yang dimaksud. Contoh kegiatan yang menampakkan ketrampilam
mengklasifikasikan adalah mengklasifikasikan makhluk hidup selain manusia
menjadi dua kelompok: binatang dan tumbuhan, mengklasifikasikan binatang
Teori Belajar
38
beranak dan bertelur, mengklasifikasikan cat berdasarkan warna, dan kegiatan
lain yang sejenis.
3. Mengkomunikasikan
Kemampuan berkomunikasi dengan yang lain merupakan dasar untuk
segala yang kita kerjakan. Grafik, bagan, peta, lambang-lambang, diagram,
persamaan matematika, dan demonstrasi visual, sama baiknya dengan kata-
kata yang ditulis atau dibicarakan, semua adalah cara-cara komunikasi yang
sering kali digunakan dalam ilmu pengetahuan. Manusia mulai belajar pada
awal-awal kehidupan bahwa komunikasi merupakan dasar untuk memecahkan
masalah. Mengkomunikasikan dapat diartikan sebagai menyampaikan dan
memperoleh fakta, konsep dan prinsip ilmu pengetahuan dalam bentuk suara,
visual, dan/atau suara visual. Contoh-contoh kegiatan dari keterampilan
mengkomunikasikan adalah mendiskusikan masalah, membuat laporan,
membaca peta, dan kegiatan lain yang sejenis.
4. Mengukur
Berapa banyak? Berapa jaraknya? Berapa ukurannya? Berapa jumlahnya?
Pertanyaan-pertanyaan ini sering kita dengar atau ajukan dalam kehidupan
sehari-hari dan kita perlu untuk memiliki kemampuan menjawabnya dengan
mudah.Pengembangan yang baik terhadap keterampilan-keterampilan
mengukur merupakan hal yang esensial dalam membina observasi kuantitatif,
mengklasifikasikan dan membandingkan segala sesuatu disekeliling kita, serta
mengkomunikasikan secara tepat dan efektif kepada yang lain. Mengukur dapat
diartikan sebagai membandingkan yang diukur dengan satuan ukuran tertentu
yang telah ditetapkan sebelumnya. Contoh-contoh kegiatan yang
menampakkan keterampilan mengukur antara lain: mengukur panjang garis,
mengukur berat badan, mengukur temperatur kamar, dan kegiatan lain yang
sejenis.
5. Memprediksi
Suatu prediksi merupakan suatu ramalan dari apa yang kemudian hari
mungkin dapat diamati. Kegiatan-kegiatan yang dapat digolongkan sebagai
keterampilan memprediksi, antara lain: berdasarkan pola-pola waktu terbitnya
matahari yang telah diobservasi dapat diprediksikan waktu terbitnya matahari
pada tanggal tertentu, memprediksikan waktu yang dibutuhkan untuk
menempuh jarak tertentu dengan menggunakan kendaraan yang kecepatannya
tertentu, dan kegiatan lain yang sejenis.
6. Menyimpulkan
Menyimpulkan dapat diartikan sebagai suatu keterampilan untuk
memutuskan keadaan suatu obyek atau peristiwa berdasarkan fakta, konsep,
Teori Belajar
39
dan prinsip yang diketahui. Kegiatan-kegiatan yang menampakkan
keterampilan menyimpulkan, antara lain: berdasarkan pengamatan diketahui
bahwa api lilin mati setelah ditutup dengan gelas rapat-rapat, siswa
menyimpulkan bahwa lilin dapat menyala bila ada udara yang mengandung
oksigen. Enam keterampilan yang telah diuraikan sebelumnya merupakan
keterampilan-keterampilan dasar dalam keterampilan proses, yang menjadi
landasan untuk keterampilan proses terintegrasi pada hakikatnya merupakan
keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk melakukan penelitian.
Sepuluh keterampilan terintegrasi tersebut akandiuraikan berikut ini.
1. Mengenali variable
Ada dua macam variable yang perlu dikenal yakni: variabel termanipulasi
(manipulated variabel ) dan variabel terikat. Pengenalan terhadap variabel
berguna untuk merumuskan hipotesis penelitian. Variabel dapat diartikan
sebagai konsep yang mempunyai variasi nilai atau konsep yang diberi lebih dari
satu nilai. Dengan dua batasan seperti disebutkan sebelumnya, Kita dapat
menyimpulkan bahwa variabel merupakan konsep yang mempunyai variasi
nilai atau segala sesuatu yang dapat berubah/berganti dalam satu situasi.
Variabel termanipulasi (manipulated variable) is deliberately changed in a
situation (funk, 1985:89) sedangkan menurut surakhmad (1978:63)
menyebutnya sebagai variabel bebas yakni variabel yang diselidiki
pengaruhnya. Dengan kata lain, variabel termanipulasi atau variabel bebas
dapat kita artikan sebagai variabel yang dengan sengaja diubah-ubah dalam
suatu situasi dan diselidiki pengaruhnya.
2. Membuat table data
Setelah melaksanakan pengumpulan data, seorang penyidik harus
mampu membuat table data. Keterampilan membuat table data perlu
dibelajarkan kepada siswa karena fungsinya yang penting untuk menyajikan
data yang diperlukan penelitian. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan untuk
mengembangkan keterampilan membuat table data diantaranya adalah
membuat table frekuensi dan membuat table silang.
3. Membuat grafik
Keterampilan membuat grafik adalah kemampuan mengolah data untuk
disajikan dalam bentuk visualisasi garis atau bidang datar dengan variabel
termanipulasi selalu pada sumbu datar dan variabel hasil selalu ditulis
sepanjang sumbu vertical. Data untuk setiap variabel terjadi sebagaimana
terjadi pada table data.
Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengembangkan
keterampilan membuat grafik diantaranya adalah membaca data dalam table,
membuat grafik garis, membuat grafik balok, dan membuat grafik bidang lain.
Teori Belajar
40
4. Manggambarkan hubungan antar variabel
Hubungan antar variabel dalam penelitian perlu dideskripsikan oleh
setiap peneliti. Keterampilam mendiskripsikan hubungan antar variabel
merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap peneliti.
Keterampilan menggambarkan hubungan antar variabel dapat diartikan
sebagai kemampuan mendeskripsikan hubungan antar variabel termanipulasi
dengnan variabel hasil hubungan antara variabel-variabel yang sama.
Hubungan antar variabel ini perlu digambarkan karena merupakan inti
penelitian ilmah.
5. Mengumpulkan data dan mengolah data
Keterampilan mengumpulkan dan mengolah data adalah kemampuan
memperoleh informasi/data dari orang atau sumber informasi lain dengan
caralisan, tertulis,atau pengamatan dan mengkajinya lebih lanjut secara
kuantitatif atau kualitatif sebagai dasar pengujian hipotesis atau penyimpulan.
Untuk mengembangkan keterampilan mengumpulkan dan mengolah data dapat
melalui kegiatan yang diantaranya adalah membuat instrument pengumpulan
data, mentabulasi data, menghitung nilai kuadrat, menentukan tingkat
signifikasi hasil perhitungan dan kegiatan lain yang sejenis.
6. Menganalisis penelitian
Keterampilan menganalisis penelitian merupakan kemampuan menelaah
laporan penelitian orang lain untuk meningkatkan pengenalan terhadap unsur-
unsur penelitian. Kegiatan yang dapat dilaksanakan untuk mengembangkan
keterampilan menganalisis diantaranya adalah mengenali variabel, mengenali
rumusan hipotesis, dan kegiatan lain yang sejenis.
7. Menyusun hipotesis
Umumnya penelitian dimaksudkan untuk menguji hipotesis, maka dapat
dipahami mengapa menyusun atau merumuskan hipotesis merupakan langkah
yang penting sekali didalam penelitian. Pentingnya keterampilan menyusun
hipotesis dalam pelaksanaan penelitian, menyebabkan penting pula untuk
dimiliki oleh para calon penyelidik (siswa).
8. Mendefinisikan variabel
Seperti yang kita ketahui, setiap cabang ilmu pengetahuan mencari
hubungan yang sistematis antar variabel. Untuk memudahkan penyistematisan
hubungan antar variabel.
Teori Belajar
41
9. Merancang penelitian
Agar suatu penelitian dapat dilaksanakan secara baik dan menghasilkan
sesuatu yang berguna dan bermakna, maka diperlukan adanya rancangan
penelitian. Rancangan penelitian ini diharapkan selalu dibuat pada setiap
kegiatan penelitian. Merancang penelitian dapat diartikan sebagai suatu
kegiatan untuk mendeskripsikan variabel-variabel yang dimanipulasi dan
direspon dalam penelitian secara operasional, kemungkinan dikontrolnya
variabel hipotesisi yang diuji dan caramengujinya, serta hasil yang diharapkan
dari penelitian yang akandilaksanakan. Contoh kegiatan yang tercakup dalam
keterampilan merancang penelitian adalah:
a. Mengenali, menentukan, dan merumuskan masalah yang akanditeliti.
b. Merumuskan satu atau lebih “dugaan yang dianggap benar” dalam rangka
menjawab masalah. Merumuskan “dugaan yang dianggap benar” ini
disebut menyusun hipotesis.
c. Menyusun hipotesis dapat dilakukan dengan mendasarkan dugaan pada
pengalaman sebelumnya atau observasi atau intuisi.
d. Memilih alat/instrument yang tapat untuk membuktikan kebenaran
hipotesis yang dirumuskan.
10. Bereksperimen
Eksperimen merupakan salah satu bentuk penelitian yang sering kali
dilaksanakan oleh seorang tanpa disadari. Bereksperimen dapat diartikan
sebagai keterampilan untuk mengadakan pengujian terhadap ide-ide yang
bersumber dari fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan sehingga dapat
diperoleh informasi yang menerima atau menolak ide-ide itu. Contoh-contoh
yang menampakkan keterampilan bereksperimen antara lain menguji
kebenaran pernyataan bahwa semua zat memuai bila terkena panas dan yang
tidak langsung terkena sinar matahari.
Alasan Perlunya Penerapan Keterampilan Proses
Semiawan dkk, (1985: 15-16) merinci alasan yang melandasi perlunya
diterapkan pendekatan keterampilan proses dalam kegiatan belajar mengajar
sehari- hari:
1. Perkembangan ilmu pengetahuan berlangsung semakin cepat sehingga tak
mungkin lagi para guru mengajarkan semua fakta dan konsep kepada siswa.
Untuk mengatasi hal tersebut, siswa diberi bekal keterampilan proses yang
dapat mereka gunakan untuk memperoleh ilmu pengetahuan tanpa
tergantung dari guru.
2. Para ahli psikologi umumnya sependapat bahwa anak-anak mudah
memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan
contoh-contoh konkrit, contoh-contoh yang wajar sesuai dengan situasi dan
Teori Belajar
42
kondisi yang dihadapi, dengan mempraktekkan sendiri upaya penemuan
konsep melalui perlakuan terhadap kenyataan fisik, melalui penanganan
benda-benda yang benar-benar nyata.
3. Tugas guru bukanlah memberikan pengetahuan, melainkan menyiapkan
situasi menggiring anak untuk bertanya, mengamati, mengadakan
eksperimen, serta menemukan fakta dan konsep sendiri.
4. Penemuan ilmu pengetahuan tidak bersifat mutlak benar 100 %,
penemuannya bersifat relatif. Suatu teori mungkin terbantah dan ditolak
setelah orang mendapatkan data baru yang mampu membuktikan
kekeliruan teori yang dianut. Muncul lagi, teori baru yang prinsipnya
mengandung kebenaran yang relatif. Jika kita hendak menanamkan sikap
ilmiah pada diri anak, maka anak perlu dilatih untuk selalu bertanya,
berpikir kritis, dan mengusahakan kemungkinan-kemungkinan jawaban
terhadap suatu masalah. Dengan perkataan lain anak perlu dibina berpikir
dan bertindak kreatif.
5. Dalam proses belajar mengajar seyogyanya pengembangan konsep tidak
dilepaskan dari pengembangan sikap dan nilai dalam diri anak-anak didik.
Konsep disatu pihak serta sikap dan nilai di lain pihak harus dikaitkan.
(Semiawan dkk, 1985 : 15-16).
Model-Model Mengajar Dalam PKP
Model mengajarkan maksudnya adalah dimana proses dan prosedur
pembelajaran yang dapat mengoptimalkan kegiatan belajar siswa. Model-model
tersebut sebagai berikut:
1. Model Dengar-Lihat-Kerjakan (DeLiKan)
Model ini dapat digunakan untuk menyampaikan bahan pengajaran yang
sifatnya fakta dan konsep. Aktivitas mental siswa dalam penggunaan model
mengajar ini adalah: mengingat, mengenal, menjelaskan, membedakan,
menyimpulkan dan menerapkan. Kegiatan belajar siswa yang dikembangkan
menjadi tiga kegiatan yakni: kegiatan dengar, kegiatan lihat, kegiatan kerja.
2. Model mengajar pemecahan masalah (permas)
Pola kegiatan pembelajaran ini mengandung aktivitas belajar siswa yang
cukup tinggi, tepat digunakan untuk mengajarkan konsep dan prinsip.
Penyusunan satuan pertanyaan hampirsama dengan model lain. Yang perlu
diperhatikan adalah menyusunan dan mengorganisasi bahan ajar.
3. Model mengajar induktif
a. Model kegiatan pembelajaran yang dikembangkan melalui caraberfikir
induktif yaitu menarik kesimpulan dari fakta menuju kepada hal umum.
b. Petunjuk pembuatan satuan pelajaran:
Teori Belajar
43
1) Waktu paling sedikit 2 jam pelajaran
2) Rumusan tujuan mencakup penyusunan bahan ajar dan
keterampilan proses
3) Bahan pengajaran terdiri dari konsep materi, fakta, peristiwa,
gejala yang akan diamati oleh siswa dan topik atau masalah yang
akan didiskusikan
4) Urutan belajar siswa, menerima informasi, kekunjungan lapangan
atau laboraturium kediskusikan kelompok ke melaporkan hasil
diskusikan oleh kelompok dan merangkumnya sebagai kesimpulan
diskusi kelas
5) Penilaian penilaian proses selama kegiatan berlangsung dan
penilaian hasil belajar setelah pelajaran selesai
4. Model mengajar deduktif
Pola belajar mengajar yang didasarkan atas caraberfikir deduktif adalah
menarik kesimpulan dari pernyataan umum menajadi pernyataan khusus, dari
konsep teori menjadi fakta.Petunjuk pembuatan satuan pelajaran dimulai dari
pembahasan konsep dan prinsip menuju pembuktian empiris di lapangan atau
laboraturium.
5. Model mengajar gabungan deduktif induktif
Pola BM yang menggabungkan penggunaan kedua model ini dalam satu
proses pembelajaran. Tahap pertama menggunakan pendekatan deduktif,
kemudian dilanjutkan dengan pendekatan induktif. Pendekatan deduktif
menekankan konsep dan prinsip bahan pengajaran secara teoritis, berdasarkan
prinsip-prinsip pengetahuan ilmiah.
6. Pendekatan induktif
Pendekatan ini menekankan kajian bukti-bukti empiris dari konsep dan
prinsip di laboraturium atau dengan alat sederhana atau dalam bentuk
pemecahan masalah. Petunjuk pembuatan satuan pelajaran. KBM yang ada
dalam satuan pelajaran harus mangandung:
a. Penjelasa maslah dan gejala oleh guru, supaya siswa memahami ruang
lingkupnya
b. Penelaah buku sumber informasi untuk mendukung memecahkan masalah
c. Pembahasan atau penelaah masalah dan gejala berdasarkan pengetahuan
ilmiah
d. Mencari jawaban dan pembuktian masalah dan gejala berdasarkan konsep
dan prinsip pengetahuan ilmiah dengan melalui diskusi, praktikum atau
pengamatan lapanga
e. Klasifikasi TIK-nya mengandung unsur kognitif tingkat tinggi seperti
aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi
Teori Belajar
44
Langkah-langkah Pelaksanaan Keterampilan Proses
Pendekatan keterampilan proses adalah suatu carauntuk mengembangkan
keterampilan-keterampilan yang menjadi roda penggerak penemuan dan
pengembangan fakta dan konsep serta penumbuhan sikap dan nilai. (Conny
Semiawan, 2002: 16)
Pengajaran dengan pendekatan keterampilan proses dilaksanakan
dengan beberapa langkah, sebagai berikut:
1. Observasi
Kegiatan ini bertujuan untuk melakukan pengamatan yang terarah
tentang gejala atau fenomena sehingga mampu membedakan yang sesuai dan
yang tidak sesuai dengan pokok permasalahan.Pengamatan di sini diartikan
sebagai penggunaan indera secara optimal dalam rangka memperoleh
informasi yang lengkap atau memadai.
2. Mengklasifikasikan
Kegiatan ini bertujuan untuk menggolongkan sesuatu berdasarkan
syarat-syarat tertentu.
3. Menginterpretasikan atau menafsirkan data
Data yang dikumpulkan melalui observasi, perhitungan, pengukuran,
eksperimen, atau penelitian sederhana dapat dicatat atau disajikan dalam
berbagai bentuk, seperti tabel, grafik, diagram.
4. Meramalkan (memprediksi)
Hasil interpretasi dari suatu pengamatan digunakan untuk meramalkan
atau memperkirakan kejadian yang belum diamati atau kejadian yang akan
datang. Ramalan berbeda dari terkaan, ramalan didasarkan pada hubungan
logis dari hasil pengamatan yang telah diketahui sedangkan terkaan didasarkan
pada hasil pengamatan.
5. Membuat hipotesis
Hipotesis adalah suatu perkiraan yang beralasan untuk menerangkan
suatu kejadian atau pengamatan tertentu.Penyusunan hipotesis adalah salah
satu kunci pembuka tabir penemuan berbagai hal baru.
6. Mengendalikan variabel
Variabel adalah faktor yang berpengaruh.Pengendalian variabel adalah
suatu aktifitas yang dipandang sulit, namun sebenarnya tidak sesulit yang kita
Teori Belajar
45
bayangkan. Hal ini tergantung dari bagaimana guru menggunakan kesempatan
yang tersedia untuk melatih anak mengontrol dan memperlakukan variabel.
7. Merencanakan penelitian / eksperimen Eksperimen adalah melakukan kegiatan percobaan untuk membuktikan
apakah hipotesis yang diajukan sesuai atau tidak.
8. Menyusun kesimpulan sementara
Kegiatan ini bertujuan menyimpulkan hasil percobaan yang telah
dilakukan berdasarkan pola hubungan antara hasil pengamatan yang satu
dengan yang lainnya.
9. Menerapkan (mengaplikasikan) konsep
Mengaplikasikan konsep adalah menggunakan konsep yang telah
dipelajari dalam situasi baru atau dalam menyelesaikan suatu masalah,
misalnya sesuatu masalah yang dibicarakan dalam mata pelajaran yang lain.
10. Mengkomunikasikan
Kegiatan ini bertujuan untuk mengkomunikasikan proses dari hasil
perolehan kepada berbagai pihak yang berkepentingan, baik dalambentuk kata-
kata, grafik, bagan maupun tabel secara lisan maupun tertulis. Praktik
pengajaran dengan PKP menuntut perencanaan yang sungguh-sungguh dan
berkeahlian, kreatif dalam pelaksanaan pengajaran, cakap mendayagunakan
aneka media serta sumber belajar.
Jadi guru bersama siswa semakin dituntut bekerja keras agar praktik PKP
berhasil efektif dan efisien. Ilmu pengetahuan alam memfokuskan pembahasan
pada masalah-masalah di alam sekitar melalui proses dan sikap ilmiah.
Pembelajaran IPA seperti yang tertuang dalam kurikulum 2006, yaitu
pembelajaran yang berorientasi pada hakikat IPA yang meliputi produk, proses,
dan sikap ilmiah melalui keterampilan proses.
Berdasarkan uraian di atas jelas bahwa pembelajaran IPA lebih
menekankan pada pendekatan keterampilan proses sehingga siswa
menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori dan sikap ilmiah di
pihak siswa yang dapat berpengaruh positif terhadap kualitas maupun produk
pendidikan.
Pembelajaran IPA selama ini lebih banyak menghafalkan fakta, prinsip,
dan teori saja. Untuk mengantisipasi hal tersebut perlu dikembangkan strategi
pembelajaran IPA yang dapat melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan
pembelajaran untuk menemukan dan menerapkan ide-ide mereka.
Pengembangan pendekatan keterampilan proses merupakan salah satu upaya
yang penting untuk memperoleh keberhasilan belajar yang optimal. Materi
pelajaran akanlebih mudah dikuasai dan dihayati oleh siswa, bila siswa sendiri
Teori Belajar
46
mengalami peristiwa belajar tersebut.Keterampilan membuat hipotesis, meliputi
kemampuan berpikir deduktif dengan menggunakan konsep-konsep, teori-teori
maupun hukum-hukum IPA yang telah dikenal.
a. Keterampilan mengendalikan variabel, yaitu upaya mengisolasi variabel yang
tidak diteliti sehingga adanya perbedaan pada hasil eksperimen adalah dari
variabel yang diteliti.
b. Keterampilan merencanakan dan melakukan penelitian, eksperimen yang
meliputi penetapan masalah, membuat hipotesis, menguji hipotesis.
c. Keterampilan menyimpulkan atau inferensi, yaitu kemampuan menarik
kesimpulan dari pengolahan data.
d. Keterampilan menerapkan atau aplikasi, atau menggunakan konsep atau hasil
penelitian ke dalam perikehidupan dalam masyarakat.
e. Keterampilan mengkomunikasikan, yaitu kemampuan siswa untuk dapat
mengkomunikasikan pengetahuannya, hasil pengamatan, maupun
penelitiannya kepada orang lain baik secara lisan maupun secara tertulis.
8. Penilaian Keterampilan Proses IPA
Surapranata (2004) mengemukakan berbagai bentuk penilaian yang
dapat digunakan, khususnya dalam penilaian berbentuk kelas, yakni:
1. Tes tertulis.
Tes ini umumnya diberikan pada saat penilaian formatif maupun submatif
yang mengungkap aspek kognitif siswa.Bentuknya dapat berupa uraian
(essay), pilihan ganda, menjodohkan, benar-salah, atau isian/jawaban
singkat.
2. Tes perbuatan
Tes ini diberikan pada saat satu kegiatan sedang berlangsung dengan
melakukan pengamatan pada perilaku peserta didik yang ingin dinilai
3. Pemberian tugas
Bentuk penilaian ini dilakukan terutama untuk mengembangkan
kreativitas siswa sesuai dengan bakat, minat, dan tingkat perkembanganya.
4 . Penilaian proyek
Penilaian ini didesain untuk suatu kegiatan yang harus diselesaikan dalam
jangka waktu tertentu yang biasanya dimulai dari pengumpulan data,
pengorganisasian, pelaporan dan penyajian data
5. Penilaian sikap
Penilaian ini berkaitan dengan berbagai obyek sikap, misalnya sikap
terhadap bidang studi, sikap terhadap guru, atau sikap terhadap materi
pembelajaran. Pengukuran dapat di lakukan dengan observasi, laporan
pribadi, dan skala sikap.
6. Penilaian Portofolio
Penilaian portofolio merupakan penilaian terhadap karya siswa yang
disusun secara sistematis dalam jangka waktu tertentu. Tujuannya adalah
Teori Belajar
47
untuk memantau perkembangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap
siswa dalam mata pelajaran tertentu.
Perananan Guru Dalam Penerapan PKP
a. Guru membimbing dan mendidik siswa untuk lebih terampil dalam
menggunakan pengalaman, pendapat, dan hasil temuannya. Dengancara
menjelaskan bahan pelajaran yang diikuti dengan alat peragakan,
demonstrasi, gambar, modal, bangan yang sesuai dengan keperluan.
Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengembangkan kemampuan
mengamati dengan cepat, cermat dan tepat.
b. Guna menghidupkan suasana belajar yang kondusif sehingga mendorong
siswa untuk berpartisipasi aktif. Dengan merumuskan hasil pengamatan
dengan merinci, mengelompokkan atau mengklasifikasikan materi
pelajaran yang diserap dari kegiatan pengamatan terhadap bahan
pelajaran tersebut.
c. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menantang sehingga siswa
terdorong untuk meneliti dan mencari jawaban atas pertanyaan tersebut.
d. Guru memancing keterlibatan siswa dalam belajar. Seperti meramalkan
sebab akibat kejadian perihal atau peristiwa lain yang mungkin terjadi di
waktu lain atau mendapat suatu perlakuan yang berbeda.
e. Guru harus memberikan semangat yang tinggi kepada siswa dalam
mengajar.
f. Guru melakukan komunikasi yang efektif dan memberikan informasi
yang jelas, tepat, dan tidak samar-samar pada siswa.
g. Guru mendorong siswa untuk dapat menyimpulkan suatu masalah,
peristiwa berdasarkan fakta, konsep, dan prinsip yang diketahui.
Keunggulan dan Kelemahan Pendekatan Keterampilan Proses
Adapun keunggulan dan kelemahan pendekatan keterampilan proses, adalah:
Keunggulan
Samatowa (2006:138) mengemukakan bahwa keunggulan pendekatan
keterampilan proses adalah:
a. Siswa terlibat langsung dengan objek nyata sehingga dapat mempermudah
pemahaman siswa terhadap materi pelajaran,
b. siswa menemukan sendiri konsep-konsep yang dipelajari,
c. melatih siswa untuk berpikir lebih aktif dalam pembelajaran,
d. mendorong siswa untuk menemukan konsep-konsep baru,
Teori Belajar
48
e. memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar menggunakan metode
ilmiah.
Kelemahan
Sedangkan kelemahan pendekatan keterampilan proses, dikemukakan
oleh Sagala (2003:75), sebagai berikut:
1. Memerlukan banyak waktu sehingga sulit untuk dapat menyesuaikan
bahan pengajaran yang ditetapkan dalam kurikulum,
2. Memerlukan fasilitas yang cukup baik dan lengkap sehingga tidak semua
sekolah dapat menyediakannya,
3. Merumuskan masalah, menyusun hipotesis, merancang suatu percobaan
untuk memperoleh data yang relevan adalah pekerjaan yang sulit, tidak
setiap siswa mampu melaksanakannya.
Pendekatan keterampilan proses akan efektif jika sesuai dengan kesiapan
intelektual. Oleh karena itu, pendekatan keterampilan proses harus tersusun
menurut urutan yang logis dan sesuai dengan tingkat kemampuan dan
pengalaman siswa. Misalnya sebelum melaksanakan penelitian, siswa terlebih
dahulu harus mengobservasi atau mengamati dan membuat hipotesis.
Rangkuman
Keterampilan dasar mengajar merupakan keterampilan dasar mengajar
yang perlu dimiliki oleh guru dari semua bidang studi. Jika dipertimbangkan
bahwa bidang-bidang studi yang bermacam-macam mempunyai ciri-ciri
pengajaran yang khas, keterampilan mengajar untuk bidang-bidang studi
khusus perlu dikembangkan.Keterampilan dasar mengajar tersebut.
Keterampilan mengajar bagi seorang guru adalah sangat penting kalau
iaingin menjadi seorang guru yang profesional, jadi disamping dia harus
menguasai bidang studi yang dimampu, keterampilan dasar mengajar juga
merupakan keterampilan penunjang untuk keberhasilan dia dalam proses
belajar mengajar.
Teori Belajar
49
BAB 5
Teori Keterampilan Proses
Edward Chace Tolman adalah seorang psikolog Amerika yang membuat
kontribusi signifikan terhadap studi belajar dan motivasi. Tolman lahir di
Newton, Massachusetts pada tahun 1886 dan meninggal pada tahun 1959.
Tolman memperoleh gelar M.A. (1912) dan Ph.D. (1915) di Universitas Harvard
pada bidang psikologi. Tolman lalu mengajar di Universitas Northwestern
(1915-1918). Dari Universitas Northwestern Tolman pergi ke Universitas
California dan menetap di sana hingga mengundurkan diri karena menolak
untuk menandatangani sumpah setia yang dianggapnya sebagai pelanggaran
kebebasan akademik. Akan tetapi Tolman kembali lagi ke universitas ini atas
permintaan para professor.
Teori belajar Tolman dapat dikatakan sebagai campuran antara Teori
Gestalt dan Behaviorisme. Setelah lulus dari Harvard Tolman pergi ke Jerman
dan bekerja dengan Koffka. Keberadaan teori Gestalt terhadap proses teori
Tolman mempunyai pengaruh yang sangat signifikan. Sikapnya yang senang
terhadap teori Gestalt tidaklah menghalangi perhatiannya terhadap
behaviorisme. Tolman memperhatikan ada sedikit nilai dalam introspective
approach (pendekatan instropektif), padahal Tolman merasakan psikologi
merupakan objektif yang komplit. Pemikirannya bertentangan dengan para
behavioris yang menyatakan unit perilaku bisa dipelajari sebagai unsur-unsur
yang terpisah. Para behavioris seperti Pavlov, Guthrie, Hull, Watson, dan
Skinner digambarkan Tolman sebagai "Psychology of Twitchism" karena mereka
melihat segmen-segmen perlilaku yang besar dapat dibagi menjadi segmen-
segmen kecil, seperti reflek-reflek yang selanjutnya dianalisis..
Tolman memandang dengan menjadikan elemen-elemen kecil,
sesungguhnya behavioris telah membuang artinya secara utuh. Akan tetapi dia
juga yakin bahwa hal seperti itu mungkin juga untuk dijadikan sebagai objek
ketika belajar tentang molar behavior secara sistematis. Oleh karena itu bisa
dikatakan bahwa Tolman seorang behavioris secara metodologi dan teoris
kognitif dalam hal metafisik. Dengan kata lain, ia belajar behavior untuk
menentukan proses kognitif.
Karateristik utama pemahaman perilaku adalah "purposive" yang selalu
diarahkan ke berbagai tujuan atau maksud. Tolman tidak pernah berpendapat
bahwa perilaku tidak bisa dibagi menjadi unit lebih kecil untuk kepentingan
studi, namun demikian ia merasakan bahwa pola perilaku utuh mempunyai
suatu maksud tertentu yang akan hilang jika dipelajari dari sudut pandang
parsial atau dari elemen-elemen individual.
Bentuk perilaku yang dinamakan Tolman (1932) sebagai molar,
misalnya: seekor tikus yang berlari di simpang siur jalan (maze), seekor kucing
Teori Belajar
50
yang keluar dari puzzle box, anak-anak yang saling bercerita tentang pikiran dan
perasaan mereka. Di dalam olahraga dapat dicontohkan pada mahasiswa
jurusan tertentu, yaitu dapat diilustrasikan ada mahasiswa yang hanya
mementingkan atau menggali spesialisasi cabang olahraga yang ditekuninya.
Dan apabila dituntut untuk mempelajari cabang olahraga lain yang kurang
dikuasai, maka ia akan menjalankanya dengan apa adanya tanpa adanya
pemahaman perilaku kalau cabang olahraga tersebut harus dikuasai dan juga
bermanfaat. Ia hanya mengharapkan kelulusan dan nilai tanpa berfikir tentang
apa makna harus mempelajari cabang olahraga yang lain. Yang harus
diperhatikan, bahwa ketika menyebutkan hal di atas maka akan melibatkan
seluruh otot, kelenjar, kegelisahan sensory dan motor nerver. Untuk respon-
respon seperti di atas, bagaimanapun juga cukup mengidentifikasikan sifat-sifat
mereka sendiri.
Behaviorisme Purposif
Teori Tolman dikenal sebagai purposive behaviorism karena mencoba
untuk menjelaskan goal (tujuan) mengarah pada perilaku atau purposive
behavior. (Tolman menggunakan istilahpurposive semata-mata untuk
pendiskripsikan). Ia terkenal dengan contoh mencari perilaku sampai makanan
ditemukan. Oleh karena itu, nampak "as if (seolah-olah)" perilakunya
adalah goal-directedatau purposive. Dalam hal ini ada persamaan antara Guthrie
dan Tolman. Menurut Guthrie perilaku tetap berlaku sepanjang pemeliharaan
stimuli disajikan oleh beberapa status kebutuhan (need). Sedangkan menurut
Tolman perilaku "as if" merupakan goal diarahkan sepanjang organisme sedang
mencari-cari sesuatu yang ada di lingkungannya.
Konsep Teoritis Utama
Tolman memperkenalkan penggunaan variabel campuran dalam riset
psikologis, dan Hull meminjam gagasan itu darinya. Keduanya menggunakan
variabel campuran yang serupa dalam penelitiannya. Namun bagaimanapun
juga, Hull lebih banyak mengembangkan dan mengelaborasi teori belajar dari
pada yang dilakukan Tolman.
Asumsi-asumsi umum yang dikemukakan Tolman dalam proses belajar:
Apa arti belajar?
Para tokoh behavioris seperti, Pavlov, Watson, Guthrie, dan Hull,
mengatakan bahwa asosiasi-asosiasi stimulus respons itu yang dipelajari dan
melibatkan hubungan S-R yang komplek. Atau belajar adalah perubahan dengan
tingkah laku sebagai dari interaksi antara lain stimulus dan respons. Sedangkan
Tolman banyak mengambil petunjuk atau pandangan awal dari teori-teori
Gestald, yang mengatakan bahwa dalam belajar, hal yang utama adalah proses
interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Sebuah organisme yang
Teori Belajar
51
sampai pada eksplorasi, yang kemudian menemukan peristiwa tertentu, lalu
ditunjukkan pada peristiwa tertentu lainnya, atau dengan kata lain, lalu
ditunjukkan pada peristiwa tertentu lainnya, atau dengan kata lain, sebuah
tanda memimpin tanda memimpin tanda yang lain. Oleh karena itu, Tolman
lebih dikenal sebagai ahli teori S-S. Pengetahuan bagi Tolman adalah suatu
proses berkelanjutan yang tidak memerlukan motivasi apapun. Dalam hal ini,
Tolman sependapat dengan Guthrie dan bertentangan dengan Pavlov, Skinner,
dan Torndike. Bagaimanapun juga, haruslah ditunjukkan bahwa motivasi
adalah penting bagi teori Tolman. Karena motivasi itu menentukan aspek-aspek
lingkungan mana yang hendak disertai oleh organisme tersebut. Misalnya,
organisme yang lapar akan memakan makanan yang ada di lingkungan itu.
Menurut Tolman, belajar adalah mengenal tentang situasi. Organisme
belajar tentang sesuatu yang ada di sekitarnya, jika ia berbalik ke kiri, ia akan
menemukan sesuatu. Jika ia berbalik ke kanan, ia temukan juga sesuatu yang
lain. Hal ini terjadi secara berangsur-angsur, sehingga ia dapat membuat
kesimpulan sendiri. Dengan demikian, menurut Tolman, belajar itu akan sia-sia
jika hanya dihafal.
Di dalam Ilmu Keolahragaan banyak didominasi dengan keterampilan-
keterampilan gerak, maka belajar akansia-sia jika hanya dihafal. Digambarkan
para tokoh behavioris, mengartikan bahwa belajar adalah interaksi antara S-R,
menurut Tolman ini akan sia-sia karena di dalam memperoleh pembelajaran
hanya bergantung kepada respon sehingga stimulus hanya menghafalkan apa
yang diberikan oleh respon.
Pembelajaran yang dikemukakan oleh Tolman adalah interaksi antara S-
S, dimana stimulus memperoleh pembelajaran dari pengalamanya sendiri dan
lingkunganya. Hal ini akan berpengaruh pada kognisi, yaitu memori otak akan
efektif menyimpan lebih lama stimulus karena memperoleh pembelajaran
secara langsung.
Dapat dicontohkan secara konkret, di Indonesia
olahraga AmericanFootball masih sangat awam dan jarang. Apabila di dalam
pembelajaran hanya mengandalkan hanya dari R-S, tentu akan sulit untuk
membayangkan penggambaran yang dimaksudkan. Tetapi apabila di dalam
pembelajarannya secara langsung mengalami dan mengenal lingkungannya,
maka akan dapat menggambarkan secara langsung tanpa adanya respon yang
mempengaruhi.
Confirmation Versus Reinforcement
Sebagaimana Guthrie, konsep penguatan (reinforcement) adalah tidak
penting bagi Tolman sebagai variabel pembelajaran. Akan tetapi, Tolman
mengatakan sebagai konfirmasi, di mana behavioris
menyebutnya Reinforcement. Selama perkembangan sebuah peta kognitif,
Teori Belajar
52
harapan atau dugaan-dugaan dimanfaatkan oleh sebuah organisme. Dugaan
adalah sebuah firasat tentang sesuatu dan fungsinya. Di mana awal sebuah
dugaan bersifat sementara yang disebut hipotesis, yang berasal baik dari
pengalaman maupun bukan. Hipotesis yang telah dikonfirmasikan akan dipakai.
Sedangkan hipotesis yang salah akan dibuang. Yang harus diperhatikan adalah
proses penerimaan maupun penolakan hipotesis merupakan sebuah proses
kognitif bukan termasuk tindakan behavior.
Dalam proses pengambilan keputusan dalam persepsi, ada 4 tahap
pengambilan keputusan:
1. Kategorisasi primitive, di mana objek atau peristiwa yang diamati diisolasi
dan ditandai berdasarkan ciri-ciri khusus.
2. Mencari tanda (cue search), di mana peneliti secara tepat memeriksa
lingkungan untuk mencari informasi-informasi tambahan untuk
memungkinkannya melakukan kategorisasi yang tepat.
3. Konfirmasi, terjadi setelah objek mendapatkan penggolongan
sementaranya. Pada tahap ini peneliti tidak lagi terbuka untuk sembarang
masukan, melainkan ia hanya menerima tambahan informasi yang akan
memperkuat konfirmasi keputusannya. Masukan-masukan yang tidak
relevan dihindari.
4. Konfimasi tuntas, di mana pencarian tanda-tanda diakhiri. Tanda-tanda
baru diabaikan dan tanda-tanda yang tidak konsisten dengan kesimpulan
juga diabaikan.
Di dalam keolahragaan ini sangat berpengaruh terhadap penelitian-
penelitian yang dilakukan, dimana sebelum penelitian dilakukan harus
mempunyai dugaan-dugaan sebagai kesimpulan sementara (hipotesis) dari
informasi-informasi yang telah diperoleh baik dari pengalaman maupun bukan
sebagai kofirmasi dari penelitian.
Vicarious Trial and Error
Tolman memperhatikan karakteristik tikus dalam kebingungan (jalan
simpang siur). Sehingga ia bisa memanfaatkannya sebagai pendukung untuk
menafsirkan teori belajarnya. Seekor tikus sering berhenti pada suatu titik
tertentu dan memandang sekelilingnya seolah-olah berpikir tentang berbagai
alternatif yang ada. Kegiatan seperti ini (berhenti dan memandang
sekelilingnya) yang disebut Tolman sebagaiVicarious Trial and Error, sehingga
organisme itu bisa membuat kesimpulan sendiri dari berbagai kegiatan yang
telah dilakukannya.
Jadi belajar itu terjadi dari percobaan-percobaan yang telah dilakukan
sehingga memperoleh pengalaman dan belajar terjadi dari kesalahan-kesalahan
yang dilakukan sampai akhirnya memperoleh titik optimal ataupun
kesempurnaan dari kegiatan-kegiatan yang sebelumnya telah dilakukan. Hal ini
Teori Belajar
53
terjadi pada semua pembelajaran begitu juga dalam hal olahraga yang banyak
mengutamakan keterampilan gerak.
Learning Versus Performance
Sebagaimana diterangkan, bahwa Hull membedakan
antara learning dan performance. Pada akhir teorinya, Hull menyatakan bahwa
banyaknya jumlah percobaan (trial) yang diperbuat merupakan satu-satunya
variabel belajar. Sedangkan variabel-variabel lainnya, yang ada dalam
sistemnya merupakan variabel capaian (performance).
Sehingga performance dapat dimaksudkan sebagai perwujudan belajar ke
dalam perilaku. Hal seperti ini penting bagi Hull, tapi juga penting bagi Tolman.
Menurut Tolman, kita mengetahui banyak hal tentang lingkungan di
sekitar kita, akantetapi, kita hanya akanmelaksanakan informasi atau
pengetahuan itu ketika kita harus melakukannya. Dalam status kebutuhan
(need), organisme memanfaatkan apayang telah dipelajarinya hingga sampai
padareal testing (pengujian nyata) yang bisa menuangi kebutuhan itu. Misalnya,
ada seorang mahasiswa olahraga, dimana iahanya menguasai kecabangan
tertentu; Misalnya bolavoli. Mahasiswa tersebut tidak memperhatikan dan
mengalami suatu pembelajaran pencak silat. Sehingga suatu ketika ia harus
mengambil suatu pembelajaran pencak silat, secara spontan mahasiswa
tersebut akan belajar pencak silat walaupun ia tidak tahu dan tidak mengerti
apa itu pencak silat. Dari sini kita akan menyimpulkan, mahasiswa tersebut
melakukan sesuatu hal yang baru dikarenakan kebutuhan dalam memenuhi
tugas pembelajaran. Dan akhirnya akan mengetahui suatu hipotesa bagaimana
cara belajar pencak silat tanpa harus menunggu ketika memerlukan
pembelajaran tersebut. Beberapa point sejauh ini yang dapat diringkas adalah:
1. Organisme membawa kepada bentuk problem-solving berbagai hipotesis,
yang bisa jadi akan memanfaatkan percobaan untuk memecahkan masalah
ini. Hipotesis ini sebagian besar didasarkan pada pengalaman terdahulu.
Tolman juga percaya bahwa beberapa strategi problem-solving bisa jadi
merupakan pembawaan.
2. Hipotesis yang survive, yaitu yang sesuai dengan kenyataan menjadikan
maksud atau tujuan tercapai.
3. Ketika ada berbagai tuntutan maupun alasan yang harus dipenuhi, sebuah
organisme akan memanfaatkan penggunaan informasi yang ada dalam peta
kognitifnya. Hal inilah yang menjadi dasar
perbedaan learning dan performance.
Teori Belajar
54
Latent Learning
Latent learning adalah belajar yang tidak diwujudkan
dalam performance. Dengan kata lain,latent learning merupakan kemungkinan
belajar yang terbengkalai dalam waktu yang amat panjang sebelum hal tersebut
dinyatakan dalam perilaku. Konsep tentang latent learning sangat penting bagi
Tolman, dan dia merasa sukses dalam mendemonstrasikan eksistensinya.
Eksperimen terkenal yang dilakukan oleh Tolman dan Honzik (1930)
melibatkan tiga kelompok tikus, yang mencoba belajar untuk memecahkan
suatu kebingungan (jaringan jalan yang simpang siur). Kelompok pertama, tidak
pernah diperkuat untuk dengan tepat melintasi jalan yang simpang siur itu.
Kelompok kedua, selalu diperkuat (reinforced). Sedang kelompok ketiga,
tidaklah diperkuat sampai hari ke-11 mengadakan percobaan. Kelompok
terakhir inilah yang menarik bagi Tolman. Teorinya tentang latent
learningmeramalkan bahwa kelompok ini akan belajar di simpang siur jalan itu,
sama halnya dengan kelompok yang secara teratur diperkuat. Dan ketika
penguatan (reinforcement) diperkenalkan pada hari ke-11, kelompok ini akan
melakukan seperti halnya kelompok yang secara terus menerus diperkuat
(reinforced).
Baik kita perhatikan gambar yang ada dalam buku, maka akan nampak
hal nyata: Pada F2 jika mulai dari S2. Hal seperti ini merupakan
kelompok respon learning. Sedangkan kelompok lain, selalu diberi makan pada
tempat yang sama F2, sehingga jika kelompok ini mulai dari S1 harus lebih dulu
belok ke kiri untuk diperkuat. Sedangkan jika mulai dari S2, harus lebih dulu
memutar ke kanan. Kelompok inilah yang disebut sebagai place learning.
Dari penggambaran di atas dapat di ambil sebuah gagasan, pada
eksperimen kelompok pertama yang tidak pernah diperkuat maka dapat
disimpulkan bahwa dalam pencapaian pembelajaran tersebut akan terjadi
proses yang begitu panjang dan juga dengan tidak adanya kotrol penguatan
maka kesalahan-kesalahan ataupun kekurangan-kekurangan yang terjadi di
dalam pembelajaran tidak akan terlihat. Dari kelompok eksperimen kedua yang
secara terus menerus diberikan penguatan, kelompok ini akan tepat dan
cepat mencapai tujuan dalam pencapaian pembelajaran, tetapi dengan adanya
penguatan yang secara terus menerus maka menjadikan di dalam
pembelajarannya terjadi ketergantungan terhadap penguatan-penguatan itu.
Pada kelompok eksperimen ketiga yang diberikan penguatan pada hari yang ke
11, ternyata pada hasil penelitiannya sama dengan kelompok eksperimen
kedua. Pada kelompok ketiga ini, penguatan hanya dijadikan sebagai kontrol
sehingga dalam proses pembelajaran secara mandiri dan tujuan dari
pembelajaran tercapai karena adanya kontrol dari penguatan-penguatan
tersebut.
Teori Belajar
55
Reinfocement Expectancy
Menurut Tolman, ketika kita belajar, kita menganalisa
"situasi". Term understanding (pemahaman dalam waktu tetentu) selalu ada
hubungannya dengan Tolman sebagaimana para behavioris. Dalam
situasi problem-solving, kita belajar untuk memperoleh cara yang paling praktis.
Kita belajar untuk mengharapkan terjadinya peristiwa tertentu, mengikuti
peristiwa yang lain. Seorang mahasiswa kuliah di Fakultas Keolahragaan, maka
ia akan mengharapkan menjadi seorang ahli dalam olahraga karena
menemukan reinforcer tertentu. Menurut pada ahli teori S-R, bahwa
merubah reinforcer dalam teori belajar tidak akan mengganggu perilaku
sepanjang kuantitas reinforcement tidak dirubah secara drastis. Sedangkan
menurut Tolman, ia memprediksikan, jikareinforcer dirubah, perilaku akan
terganggu, karena reinforcement expectancy merupakan bagian dari apa yang
diharapkan.
Aspek Formal Teori Tolman
Sebagai contoh teorisasi Tolman (1938) yang lebih abstrak, dalam
artikelnya yang berjudul “The Determiners at a Choice Point”, dalam contoh ini,
titik pilihan itu adalah tempat di mana tikus akan memutuskan untuk berbelok
kekiri atau ke kanan dalam jalur teka-teki berbentuk T. Tolman berpendapat
bahwa rasio perilaku ditentukan oleh pengalaman kolektif yang berasal dari
tindakan yang berbelok ke setiap arah saat di titik pilihan dalam beberapa kali
percobaan. Variable lingkungan, perbedaan individual, dan variable intervening
berpengaruh terhada perilaku.
Formalisasi MacCorquodale dan Meehl Atas Teori Tolman
MacCorquodale dan Meehl mendeskripsikan teori Tolman sebagai teori
S1-R1-S2, di mana S1 menimblkan ekspektansi, R1 menunjukkan cara
ekspektansi itu ditindaklanjuti, dan S2 menunjukkan apa perkiraan organisme
tentang hal yang terjadi sebagai akibat dari tindakannya dalam situasi tertentu.
Dengan kata lain, organism tampak berpikir “ dalam situasi ini(S1), jika saya
melakukan ini (R1), maka saya akan mendapatkan pengalaman tertentu (S2)”.
Enam Jenis Belajar
Dalam artikelnya (1949), "There is More than One Kind of
Learning", Tolman membagi belajar menjadi enam macam.
1. Cathexes
Cathexis (jamak chatexes) mengacu pada kecenderungan belajar untuk
berhubungan dengan objek tertentu serta drive state tertentu. Misalnya,
Mahasiswa Ilmu Keolahragaan cenderung untuk mempelajari seluk beluk
tentang olahraga walaupun ada potensi untuk mempelajari ilmu lain selain
olahraga. Karena stimuli tertentu itu dihubungkan dengan
Teori Belajar
56
kepuasan drive tertentu, sehingga stimuli-stimuli itu akan cenderung untuk
dicari-cari ketika drive itu terulang.
2. Equivalence Belief
Ketika sebuah "sub goal" mempunyai pengaruh yang sejenis dengan
dirinya, maka sub goal itu dikatakan mendasari sebuah equivalence belief.
Hal seperti ini hampir sesuai dengan yang disebut oleh para ahli teori S-R
sebagai secondary reinforcement. Tolman (1949) menganggap bahwa jenis
belajar ini termasuk dalam typical "social drives" dari pada physiological
drives. Misalnya, Seorang atlet olahraga yang belajar pada fakultas ataupun
akademi olahraga, maka dengan jelas dapat ditunjukan dengan minat,
kebutuhan dan menerima pembelajaran tanpa harus menanyakan tentang
kualitas nilai belajar dan juga tanpa menanyakan tentang equivalence belief.
Di sini ada sedikit perbedaan antara Tolman dan para ahli teori S-R, kecuali
pada sebuah fakta di mana Tolman menyebut "love
reduction" sebagai reinforcement, dan para teori S-R lebih suka
menyebutnya sebagai penurunan drive.
3. Field Expectancies
Ini dikembangkan dengan cara yang sesuai menurut perkembangan peta
kognitif. Sebuah organisme belajar tentang objek dan fungsinya. Ketika
melihat suatu tanda tertentu ia mengharapkan sign yang lain akan
mengikutinya. Pengetahuan umum tentang lingkungan digunakan untuk
menerangkan latent learning dan place learning. Hal seperti ini bukan
merupakan S-R learning melainkan S-S learning atau sign-sign learning.
Dicontohkan seorang mahasiswa yang melihat sign untuk belajar, setelah
memiliki bekal ilmu yang cukup ia berharap untuk bisa menjadi model
pembelajaran untuk yang lainya. Satu-satunya "reinforcement" yang
penting untuk jenis belajar seperti ini adalah konfrmasi sebuah hipotesis.
4. Field-Cognition Modes
Jenis belajar seperti ini kurang diminati oleh Tolman. Ini adalah sebuah
strategi, cara pendekatan untuk situasi problem-solving. Hal ini merupakan
sebuah tendensi untuk menyusun perceptual field dalam bentuk tertentu.
Tolman mencurigai bahwa kecenderungan ini adalah bawaan, tetapi bisa
dimodifikasi dengan pengalaman. Sesungguhnya hal paling utama pada
strategi yang bekerja dalam pemecahan masalah adalah akan dicoba pada
situasi yang sama pada masa yang akan datang. Seperti itulah field
cognitionmodes yang efektif, atau problem-solving, yaitu memindahkan
permasalahan-permasalahan yang berhubungan. Pengalaman belajar akan
digunakan atau di uji pada situasi yang akan datang.
Teori Belajar
57
5. Drive Discrimination
Drive discrimination hanya mengacu kepada fakta bahwa organisme dapat
menentukan statusdrive mereka sendiri. Oleh karena itu, mereka mampu
merespon sewajarnya. Contohnya, Seorang mahasiswa Pasca Sarjana Ilmu
Keolahragaan dibebaskan untuk menentukan program jurusannya,
memilih Olahraga Usia Dini maupun Kesehatan Olahraga.
6. Motor Patterns
Tolman menunjukkan bahwa teorinya sebagian besar itu terkait dengan ide
asosiasi bukan terkait dengan ide yang berhubungan dengan
perilaku. Motor patern learning ini merupakan suatu usaha untuk
memecahkan sebuah masalah. Tolman menerima interpretasi Guthrie
tentang bagaimana respon bisa menjadi hubungan dengan stimulus.
Pendapat Tolman Tentang Pendidikan
Dalam banyak hal, Tolman dan Gestaltis sepakat mengenai praktik
pendidikanyang menekankan pentingnya pemikiran dan pemahaman. Menurut
Tolman, murid perlu melakukan hipotesis dalam situasi problem. Tolam
mendukung diskusi kelompok-kelompok kecil dalam kelas. Yang penting buat
murid adalah punya kesempatan, secara individual atau sebagai anggota
kelompok untuk menguji ide-idenya secara memadai. Terakhir, Tolman
mengatakan bahwa penguatan ekstrinsik adalah tak perlu untuk memicu proses
belajar. Karena belajar bersifat konstan.
Evaluasi Teori Tolman
Kontribusi
Banyak kontribusi yang diberikan olehTolman untuk studi belajar.
Pembahasan belajar laten, eksperimen jalur teka-teki melingkar oleh Tolman,,
telah dijadikan perintis studi tentang kognisi komparatif dewasa ini (Olton,
1992). Penelitian Tolman tentang belajar spasial dan peta kognitif masih
menjadi pedoman riset terhadap belajar ruang pada manusia dan non manusia.
Tetapi perannya yang paling besar adalah temuan riset dan perannya sebagai
tokoh antagonis bagi dominasi neobehaviorisme Hullian. Tolman percaya
metode behaviorisme yang ketat, dan dia memperuasnya ke perilaku molar dan
kejadian mental.
Kritik
Kritik ilmiah terhadap teori Tolman jelas valid. Teorinya tidak mudah
diteliti secara empiris. Teorinya menggunakan banyak variable individual,
bebas, dan intervening yang sulit untuk dijelaskan semuanya. Ia dianggap
membawa psikologi mundur kea bad yang lalu (Malone, 1991).
Teori Belajar
58
Rangkuman
Teori Tolman memberikan banyak konsep secara dominan dalam psikologi
perkembangan dan berpengaruh pula pada perkembangan kecerdasan melalui
pengamatan perilaku secara menyeluruh. Teori ini membahas bagaimana
seseorang tidak hanya sekedar melibatkan hubungan stimulus dengan respon,
tetapi juga memperhatikan pemahaman tentang situasi yang berhubungan
dengan tujuan belajar, mengartikan interaksinya dengan berbagai tahapan
perkembangan saat sesorang memperoleh cara baru dalam mempresentasikan
secara langsung.Didalam pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga
melibatkan seluruh aspek gerak sensorik maupun motorik sebagai proses
mengorganisasikan pengalaman-pengalaman ke dalam pola-pola yang
sistematis dan bermakna.Belajar pendidikan jasmani dan olahraga bukan
merupakan suatu penjumlahan, sebaliknya belajar pendidikan jasmani dan
olahraga dimulai dari mempersepsi keseluruhan apa itu pendidikan jasmani
dan olahraga, yang lambat laun akan terjadi suatu proses diferensiasi, yaitu
menangkap bagian-bagian dan detail dari pengalaman.Dengan memahami
bagian-bagian dan detail dari pendidikan jasmani dan olahraga, awalan
keseluruhan obyek yang semula masih agak kabur akan menjadi semakin jelas.
Dari masalah di atas, dapat disimpulkan beberapa prinsip belajar:
1. Belajar pendidikan jasmani dan olahraga menggambarkan tentang manusia
yang bereaksi dan menyesuaikan dengan lingkungannya secara
keseluruhan, tidak hanya intelektual, tetapi juga secara fisik, emosional,
sosial, dan sebagainya.
2. Manusia berkembang sebagai keseluruhan sejak dari kecil sampai dewasa,
lengkap dengan segala aspek-aspeknya.
3. Belajar adalah perkembangan ke arah diferensiasi yang lebih luas.
4. Belajar akan berhasil apabila tercapai kematangan untuk memperoleh
pengertian.
5. Motivasi sangat penting untuk memberi dorongan kemauan untuk belajar.
6. Belajar akan berhasil kalau ada tujuan.
Teori Belajar
59
BAB 6
Teori Taksonomi Bloom
Taksonomi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani yaitu tassein yang
berarti mengklasifikasi dan nomos yang berarti aturan. Jadi Taksonomi berarti
hierarkhi klasifikasi atas prinsip dasar atau aturan. Istilah ini kemudian
digunakan oleh Benjamin Samuel Bloom, seorang psikolog bidang pendidikan
yang melakukan penelitian dan pengembangan mengenai kemampuan berpikir
dalam proses pembelajaran.
Sejarah taksonomi bloom bermula ketika awal tahun 1950-an, dalam
Konferensi Asosiasi Psikolog Amerika, Bloom dan kawan-kawan
mengemukakan bahwa dari evaluasi hasil belajar yang banyak disusun di
sekolah, ternyata persentase terbanyak butir soal yang diajukan hanya meminta
siswa untuk mengutarakan hapalan mereka. Konferensi tersebut merupakan
lanjutan dari konferensi yang dilakukan pada tahun 1948. Menurut Bloom,
hapalan sebenarnya merupakan tingkat terendah dalam kemampuan berpikir
(thinking behaviors). Masih banyak level lain yang lebih tinggi yang harus
dicapai agar proses pembelajaran dapat menghasilkan siswa yang kompeten di
bidangnya. Akhirnya pada tahun 1956, Bloom, Englehart, Furst, Hill dan
Krathwohl berhasil mengenalkan kerangka konsep kemampuan berpikir yang
dinamakan Taxonomy Bloom.
Jadi, Taksonomi Bloom adalah struktur hierarkhi yang
mengidentifikasikan skills mulai dari tingkat yang rendah hingga yang tinggi.
Tentunya untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi, level yang rendah harus
dipenuhi lebih dulu. Dalam kerangka konsep ini, tujuan pendidikan ini oleh
Bloom dibagi menjadi tiga domain/ranah kemampuan intelektual (intellectual
behaviors) yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.
Taksonomi Bloom mengalami dua kali perubahan perubahan yaitu
Taksonomi yang dikemukakan oleh Bloom sendiri dan Taksonomi yang telah
direvisi oleh Andreson dan KartWohl. Untuk pembahasan masing-masing
dijelaskan sebagai berikut.
A. Ranah Kognitif
Tujuan kognitif atau Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup
kegiatan mental (otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut
aktifitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif.
Dalam ranah kognitif itu terdapat enam jenjang proses berfikir, mulai dari
jenjang terendah sampai jenjang yang tertinggi yang meliputi 6 tingkatan antara
lain:
Teori Belajar
60
a. Pengetahuan (Knowledge) – C1
Pada level atau tingkatan terendah ini dimaksudkan sebagai kemampuan
mengingat kembali materi yang telah dipelajari, misalnya: (a) pengetahuan
tentang istilah; (b) pengetahuan tentang fakta khusus; (c) pengetahuan
tentang konvensi; (d) pengetahuan tentang kecendrungan dan urutan; (e)
pengetahuan tentangklasifikasi dan kategori; (f) pengetahuan tentang
kriteria; dan (g) pengetahuan tentang metodologi. Contoh: menyatakan
kebijakan.
b. Pemahaman (Comprehension) – C2
Pada level atau tingkatan kedua ini, pemahaman diartikan sebagai
kemampuan memahami materi tertentu, dapat dalam bentuk: (a) translasi
(mengubah dari satu bentuk ke bentuk lain); (b) interpretasi (menjelaskan
atau merangkum materi);(c) ekstrapolasi (memperpanjang/memperluas
arti/memaknai data). Contoh : Menuliskan kembali atau merangkum materi
pelajaran
c. Penerapan (Application) – C3
Pada level atau tingkatan ketiga ini, aplikasi dimaksudkan sebagai
kemampuan untuk menerapkan informasi dalam situasi nyata
atau kemampuan menggunakan konsep dalam praktek atau situasi yang
baru. Contoh: Menggunakan pedoman/ aturan dalam menghitung gaji
pegawai.
d. Analisa (Analysis) – C4
Analisis adalah kategori atau tingkatan ke-4 dalam taksonomi Bloom
tentang ranah (domain) kognitif. Analisis merupakan kemampuan
menguraikan suatu materi menjadi bagian-bagiannya. Kemampuan
menganalisis dapat berupa: (a) analisis elemen (mengidentifikasi bagian-
bagian materi); (b) analisis hubungan (mengidentifikasi hubungan); (c)
analisispengorganisasian prinsip (mengidentifikasi
pengorganisasian/organisasi). Contoh: Menganalisa penyebab
meningkatnya Harga pokok penjualan dalam laporan keuangan dengan
memisahkan komponen- komponennya.
e. Sintesis (Synthesis) – C5
Level kelima adalah sintesis yang dimaknai sebagai kemampuan untuk
memproduksi. Tingkatan kognitif kelima ini dapat berupa: (a)
memproduksi komunikasi yang unik; (b) memproduksi rencana atau
kegiatan yang utuh; dan (c) menghasilkan/memproduksi seperangkat
hubungan abstrak. Contoh: Menyusun kurikulum dengan mengintegrasikan
pendapat dan materi dari beberapa sumber.
Teori Belajar
61
f. Evaluasi (Evaluation) – C6
Level ke-6 dari taksonomi Bloom pada ranah kognitif adalah evaluasi.
Kemampuan melakukan evaluasi diartikan sebagai kemampuan menilai
‘manfaat’ suatu benda/hal untuk tujuan tertentu berdasarkan kriteria yang
jelas. Paling tidak ada dua bentuk tingkat (level) evaluasi menurut Bloom,
yaitu: (a) penilaian atau evaluasi berdasarkan bukti internal; dan (2)
evaluasi berdasarkan bukti eksternal. Contoh: Membandingkan hasil ujian
siswa dengan kunci jawaban.
B. Ranah Afektif
Ranah Afektif mencakup segala sesuatu yang terkait dengan emosi,
misalnya perasaan, nilai, penghargaan, semangat,minat, motivasi, dan sikap.
Lima kategori ranah ini diurutkan mulai dari perilaku yang sederhana hingga
yang paling kompleks :
a. Penerimaan (Receiving) – A1
Mengacu kepada kemampuan memperhatikan dan memberikan respon
terhadap sitimulasi yang tepat. Penerimaan merupakan tingkat hasil belajar
terendah dalam domain afektif. Dan kemampuan untuk menunjukkan
atensi dan penghargaan terhadap orang lain. Contoh: mendengar pendapat
orang lain, mengingat nama seseorang.
b. Responsive (Responding) – A2
Satu tingkat di atas penerimaan. Dalam hal ini siswa menjadi terlibat secara
afektif, menjadi peserta dan tertarik. Kemampuan berpartisipasi aktif
dalam pembelajaran dan selalu termotivasi untuk segera bereaksi dan
mengambil tindakan atas suatu kejadian. Contoh: berpartisipasi dalam
diskusi kelas.
c. Nilai yang dianut (Value) – A3
Mengacu kepada nilai atau pentingnya kita menterikatkan diri pada objek
atau kejadian tertentu dengan reaksi-reaksi seperti menerima, menolak
atau tidak menghiraukan. Tujuan-tujuan tersebut dapat diklasifikasikan
menjadi “sikap dan opresiasi”. Serta Kemampuan menunjukkan nilai yang
dianut untuk membedakan mana yang baik dan kurang baik terhadap suatu
kejadian/obyek, dan nilai tersebut diekspresikan dalam perilaku. Contoh:
Mengusulkan kegiatanCorporate Social Responsibility sesuai dengan nilai
yang berlaku dan komitmen perusahaan.
Teori Belajar
62
d. Organisasi (Organization) – A4
Mengacu kepada penyatuan nilai, sikap-sikap yang berbeda yang membuat
lebih konsisten dapat menimbulkan konflik-konflik internal dan
membentuk suatu sistem nilai internal, mencakup tingkah laku yang
tercermin dalam suatu filsafat hidup. Dan Kemampuan membentuk system
nilai dan budaya organisasi dengan mengharmonisasikan perbedaan nilai.
Contoh: Menyepakati dan mentaati etika profesi, mengakui perlunya
keseimbangan antara kebebasan dan tanggung jawab.
e. Karakterisasi (characterization) – A5
Mengacu kepada karakter dan daya hidup sesorang. Nilai-nilai sangat
berkembang nilai teratur sehingga tingkah laku menjadi lebih konsisten
dan lebih mudah diperkirakan. Tujuan dalam kategori ini ada hubungannya
dengan keteraturan pribadi, sosial dan emosi jiwa. Dan Kemampuan
mengendalikan perilaku berdasarkan nilai yang dianut dan memperbaiki
hubungan intrapersonal, interpersonal dan social. Contoh: Menunjukkan
rasa percaya diri ketika bekerja sendiri, kooperatif dalam aktivitas
kelompok.
C. Ranah Psikomotorik
Ranah Psikomotorik meliputi gerakan dan koordinasi jasmani,
keterampilan motorik dan kemampuan fisik. Ketrampilan ini dapat diasah jika
sering melakukannya. Perkembangan tersebut dapat diukur sudut kecepatan,
ketepatan, jarak, cara/teknik pelaksanaan. Ada tujuh kategori dalam ranah
psikomotorik mulai dari tingkat yang sederhana hingga tingkat yang rumit.
a. Peniruan – P1 Terjadi ketika siswa mengamati suatu gerakan. Mulai memberi respons
serupa dengan yang diamati. Mengurangi koordinasi dan kontrol otot-otot
saraf. Peniruan ini pada umumnya dalam bentuk global dan tidak
sempurna.
b. Manipulasi – P2
Menekankan perkembangan kemampuan mengikuti pengarahan,
penampilan, gerakan-gerakan pilihan yang menetapkan suatu penampilan
melalui latihan. Pada tingkat ini siswa menampilkan sesuatu menurut
petunjuk-petunjuk tidak hanya meniru tingkah laku saja.
c. Ketetapan – P3
Memerlukan kecermatan, proporsi dan kepastian yang lebih tinggi dalam
penampilan. Respon-respon lebih terkoreksi dan kesalahan-kesalahan
dibatasi sampai pada tingkat minimum.
Teori Belajar
63
d. Artikulasi – P4
Menekankan koordinasi suatu rangkaian gerakan dengan membuat urutan
yang tepat dan mencapai yang diharapkan atau konsistensi internal di
natara gerakan-gerakan yang berbeda.
e. Pengalamiahan – P5
Menurut tingkah laku yang ditampilkan dengan paling sedikit
mengeluarkan energi fisik maupun psikis. Gerakannya dilakukan secara
rutin. Pengalamiahan merupakan tingkat kemampuan tertinggi dalam
domain psikomotorik.
Revisi Taksonomi Bloom
Pada tahun 1994, salah seorang murid Bloom, Lorin Anderson Krathwohl
dan para ahli psikologi aliran kognitivisme memperbaiki taksonomi Bloom agar
sesuai dengan kemajuan zaman. Hasil perbaikan tersebut baru dipublikasikan
pada tahun 2001 dengan nama Revisi Taksonomi Bloom. Revisi hanya
dilakukan pada ranah kognitif. Revisi tersebut meliputi:
1. Perubahan kata kunci dari kata benda menjadi kata kerja untuk setiap level
taksonomi.
2. Perubahan hampir terjadi pada semua level hierarkhis, namun urutan level
masih sama yaitu dari urutan terendah hingga tertinggi. Perubahan
mendasar terletak pada level 5 dan 6. Perubahanperubahan tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a) Pada level 1, knowledge diubah menjadi remembering (mengingat).
b) Pada level 2, comprehension dipertegas
menjadi understanding (memahami).
c) Pada level 3, application diubah menjadi applying (menerapkan).
d) Pada level 4, analysis menjadi analyzing (menganalisis).
e) Pada level 5, synthesis dinaikkan levelnya menjadi level 6 tetapi dengan
perubahan mendasar, yaitu creating (mencipta).
f) Pada level 6, Evaluation turun posisisinya menjadi level 5, dengan
sebutan evaluating (menilai).
Jadi, Taksonomi Bloom baru versi Kreathwohl pada ranah kognitif terdiri
dari enam level: remembering (mengingat), understanding (memahami),
applying (menerapkan), analyzing (menganalisis, mengurai),evaluating
(menilai) dan creating (mencipta). Revisi Krathwohl ini sering digunakan dalam
merumuskan tujuan belajar yang sering kita kenal dengan istilah C1 sampai
dengan C6.
Sama dengan sebelum revisi, tiga level pertama (terbawah)
merupakan Lower Order Thinking
Teori Belajar
64
Skills, sedangkan tiga level berikutnya Higher Order Thinking Skill. Jadi, dalam
menginterpretasikan piramida di atas, secara logika adalah sebagai berikut:
a. Sebelum kita memahami sebuah konsep maka kita harus
mengingatnya terlebih dahulu
b. Sebelum kita menerapkan maka kita harus memahaminya terlebih
dahulu
c. Sebelum kita menganalisa maka kita harus menerapkannya dulu
d. Sebelum kita mengevaluasi maka kita harus menganalisa dulu
e. Sebelum kita berkreasi atau menciptakan sesuatu, maka kita harus
mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis dan
mengevaluasi. Beberapa kritik dilemparkan kepada penggambaran piramida ini. Ada
yang beranggapan bahwa semua kegiatan tidak selalu harus melewati tahap
yang berurutan. Proses pembelajaran dapat dimulai dari tahap mana saja
tergantung kreasi tiap orang. Namun demikian, memang diakui bahwa
pentahapan itu sebenarnya cocok untuk proses pembelajaran yang terintegrasi.
Hingga saat ini ranah afektif dan psikomotorik belum mendapat
perhatian. Skill menekankan aspek psikomotorik yang membutuhkan
koordinasi jasmani sehingga lebih tepat dipraktekkan bukan
dipelajari. Attitude juga merupakan faktor yang sulit diubah selama proses
pembelajaran karena attitude terbentuk sejak lahir. Mungkin itulah alasan
mengapa revisi baru dilakukan pada ranah kognitif
yang difokuskan pada knowledge.
Teori Belajar
65
BAB 7
Teori Pembelajaran Afektif
Pembelajaran afektif berbeda dengan pembelajaran intelektual dan
keterampilan, karena segi afektif sangat bersifat subjektif, lebih mudah
berubah, dan tidak ada materi khusus yang harus dipelajari. Hal-hal di atas
menuntut penggunaan metode mengajar dan evaluasi hasil belajar yang
berbeda dari mengajar segi kognitif dan keterampilan.
Merujuk pada pemikiran Nana Syaodih Sukmadinata (2005), maka di
bawah ini akan dikemukakan beberapa model pembelajaran afektif yang
populer dan banyak digunakan, yakni sebagai berikut:
1. Model Konsiderasi
Manusia seringkali bersifat egoistis, lebih memperhatikan,
mementingkan, dan sibuk mengurusi dirinya sendiri. Melalui penggunaan
model konsiderasi (consideration model) siswa didorong untuk lebih peduli,
lebih memperhatikan orang lain, sehingga mereka dapat bergaul, bekerjasama,
dan hidup secara harmonis dengan orang lain.
Model konsiderasi dikembangkan oleh MC. Paul, seorang humanis. Paul
menganggap bahwa pembentukan moral tidaksama dengan pengembangan
kognisi yang rasional. Pembelajaran moral siswa menurutnya adalah
pembentukan pembentukan kepribadian bukan pengembangan intelektual.
Oleh sebab itu, model ini menekankan kepada strategi pembelajaran yang dapat
membentuk kepribadian. Tujuannya adalah agar siswa menjadi manusia yang
memiliki kepedulian terhadap orang lain. Adapun langkah-langkah
pembelajaran model konsiderasi adalah:
1) Menghadapkan siswa pada suatu masalah yang mengandung konflik, yang
sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Ciptakan situasi”Seandainya
siswa ada dalam masalah tersebut.”
2) Menyuruh siswa untuk menganalisis sesuatu masalah dengan melihat
bukan hanya yang tampak, tapi juga yang tersirat dalam permasalahan
tersebut, misalnya perasaan, kebutuhan, dan kepentingan orang lain.
3) Menyuruh siswa untuk menuliskan tanggapannya terhadap permasalahan
yang dihadapi. Hal ini dimaksudkan agar siswa dapat menelaah
perasaannya sendiri sebelum mendengar respons orang lain untuk
dibandingkan.
4) Mengajak siswa untuk menganalisis respons orang lain serta membuat
kategori dari setiap respons yang diberikan siswa.
5) Mendorong siswa untuk merumuskan akibat atau konsekuensi dari setiap
tindakan yang diusulkan siswa. Dalam tahapan ini siswa diajak berpikir
tentang segala kemungkinan yang akantimbul sehubungan dengan
tindakannya.
Teori Belajar
66
6) Mengajak siswa untuk memandang permasalahan dari berbagai sudut
pandang untuk menambah wawasan agar mereka dapat menimbang sikap
tertentu sesuai dengan nilai yang dimilikinya.
7) Mendorong siswa agar merumuskan sendiri tindakan yang harus dilakukan
sesuai dengan pilihannya berdasarkan pertimbangannya sendiri.
2. Model Pembentukan Rasional
Dalam kehidupannya, orang berpegang pada nilai-nilai sebagai standar
bagi segala aktivitasnya. Nilai-nilai ini ada yang tersembunyi, dan ada pula yang
dapat dinyatakan secara eksplisit. Nilai juga bersifat multidimensional, ada yang
relatif dan ada yang absolut. Model pembentukan rasional (rational building
model) bertujuan mengembangkan kematangan pemikiran tentang nilai-nilai.
Langkah-langkah pembelajaran rasional:
1) Mengidentifikasi situasi di mana ada ketidakserasian atu penyimpangan
tindakan.
2) Menghimpun informasi tambahan.
3) Menganalisis situasi dengan berpegang padanorma, prinsip atu ketentuan-
ketentuan yang berlaku dalam masyarakat.
4) Mencari alternatif tindakan dengan memikirkan akibat-akibatnya.
5) Mengambil keputusan dengan berpegang pada prinsip atau ketentuan-
ketentuan legal dalam masyarakat.
3. Klarifikasi Nilai
Setiap orang memiliki sejumlah nilai, baik yang jelas atau terselubung,
disadari atau tidak. Klarifikasi nilai (value clarification model) merupakan
pendekatan mengajar dengan menggunakan pertanyaan atau proses
menilai (valuing process) dan membantu siswa menguasai keterampilan menilai
dalam bidang kehidupan yang kaya nilai. Penggunaan model ini bertujuan, agar
para siwa menyadari nilai-nilai yang mereka miliki, memunculkan dan
merefleksikannya, sehingga para siswa memiliki keterampilan proses menilai.
Langkah-langkah pembelajaran klasifikasi nilai:
1) Pemilihan. Para siswa mengadakan pemilihan tindakan secara bebas, dari
sejumlah alternatif tindakan mempertimbangkan kebaikan dan akibat-
akibatnya.
2) Mengharagai pemilihan. Siswa menghargai pilihannya serta memperkuat-
mempertegas pilihannya,
3) Berbuat. Siswa melakukan perbuatan yang berkaitan dengan pilihannya,
mengulanginya pada hal lainnya.
Teori Belajar
67
4. Pengembangan Moral Kognitif
Perkembangan moral manusia berlangsung melalui restrukturalisasi
atau reorganisasi kognitif, yang yang berlangsung secara berangsur melalui
tahap pra-konvensi, konvensi dan pasca konvensi. Model ini bertujuan
membantu siswa mengembangkan kemampauan mempertimbangkan nilai
moral secara kognitif.
Model pengembangan kognitif dikembangkan oleh Lawrence Kohlberg.
Model ini banyak diilhami oleh pemikiran John Dewey yang berpendapat bahwa
perkembangan manusia terjadi sebagai proses dari restrukturisasi kognitif
yang berlangsung secara berangsur-angsur menurut urutan tertentu. Menurut
Kolhberg, moral manusia itu berkembang melalui 3 tingkat , dan setiap tingkat
terdiri dari 2 tahap.
a. Tingkat Prakonvensional
Pada tingkat ini setiap individu memandang moral berdasarkan
kepentingannya sendiri. Artinya pertimbangan moral didasarkan pada
pandangan secara individual tanpa menghiraukan rumusan dan aturan
yang dibuat oleh masyarakat. Tingkat prakonvensional terdiri dari dua
tahap, yakni:
1. Orientasi hukuman dan kepatuhan
Artinya anak hanya berpikir bahwa perilaku yang benar itu adalah
perilaku yang tidak akanmengakibatkan hukuman, dengan demikian
setiap peraturan harus dipatuhi agar tidak menimbulkan konsekuensi
negatif.
2. Orientasi instrumental relative
Pada tahap ini perilaku anak didasarka pada perilaku adil, berdasarkan
aturan permainan yang telah disepakati. b. Tahap Konvensional
Pada tahap konvensional meliputi 2 tahap, yaitu:
1. Keselarasan interpersonal
Pada tahap ini ditandai dengan perilaku yang ditampilkan individu
didorong oleh keinginan untuk memenuhi harapan orang lain.
2. System social dan kata hati
Pada tahap ini perilaku individu bukan didasarkan pada dorongan
untuk memenuhi harapan orang lain yang dihormatinya. Melainkan
bagaimana kata hatinya.
c. Tingkat postkonvensional
Pada tingkat ini perilaku bukan hanya didasarkan pada kepatuhan terhadap
norma-norma masyarakat yang berlaku, akan tetapi didasari oleh adanya
kesadaran sesuai dengan nilai-nilai yang dimiliki secara individu.
1. Kontra social
Pada tahap iniperilaku individu didasarkan pada kebenaran-kebenaran
yang diakui oleh masyarakat.
2. Prinsip etis yang universal
Teori Belajar
68
Pada tahap ini perilaku manusia didasarkan pada prinsip-prinsip
universal.
Langkah-langkah pembelajaran moral kognitif:
1) Menghadapkan siswa pada suatu situasi yang mengandung dilema moral
atau pertentangan nilai.
2) Siswa diminta memilih salah satu tindakan yang mengandung nilai moral
tertentu.
3) Siswa diminta mendiskusikan/menganalisis kebaikan dan kejelekannya.
4) Siswa didorong untuk mencari tindakan-tindakan yang lebih baik.
5) Siswa menerapkan tindakan dalam segi lain.
5. Model Nondirektif
Para siswa memiliki potensi dan kemampuan untuk berkembang sendiri.
Perkembangan pribadi yang utuh berlangsung dalam suasana permisif dan
kondusif. Guru hendak nya menghargai potensi dan kemampuan siswa dan
berperan sebagai fasilitator/konselor dalam pengembangan kepribadian siswa.
Penggunaan model ini bertujuan membantu siswa mengaktualisasikan dirinya.
Langkah-langkah pembelajaran nondirekif:
1) Menciptakan sesuatu yang permisif melalui ekspresi bebas.
2) Pengungkapan siswa mengemukakan perasaan, pemikiran dan masalah-
masalah yang dihadapinya guru menerima dan memberikan klarifikasi.
3) Pengembangan pemahaman (insight), siswa mendiskusikan masalah,
guru memberikan dorongan.
4) Perencanaan dan penentuan keputusan, siswa merencanakan dan
menentukan keputusan, guru memberikan klarifikasi.
5) Integrasi, siswa memperoleh pemahaman lebih luas dan
mengembangkan kegiatan-kegiatan positif.
Kesulitan dalam Pembelajaran Afektif
Pertama, selama ini proses pendidikan sesuai dengan kurikulum yang
berlaku cenderung diarahkan untuk pembentukan intelektual.dengan demikian
keberhasilan proses pendidikan dan proses pembelajaran di sekolah ditentukan
oleh criteria kemampuan intelektual.
Kedua, sulitnya melakukan control karena banyaknya factor yang dapat
mempengaruhi perkembangan sikap seseorang.
Ketiga, keberhasilan pembentukan sikap tidak bisa dievaluasi dengan
segera. Berbeda dengan keberhasilan pembentukan kognisi dan aspek
ketrampilan yang hasilnya dapat diketahui setelah proses pembelajaran
berakhir.
Keempat, pengaruh kemajuan teknologi, khususnya teknologi informasi
yang menyuguhkan aneka pilihan program acara, berdampak pada
pembentukan karakter anak.
Teori Belajar
69
Jenis - Jenis Metode Pembelajaran
Dalam proses pemebelajaran seorang guru harus memiliki kreatifitas
(kemampuan) dalam memberikan materi di kelas agar proses pembelajaran
dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan, untuk itu dibutuhkan suatu
metode pembelajaran yang dapat memberikan kemudahan bagi seorang
pendidik agar proses pembelajaran lebih menyenangkan. Dalam prakteknya
terdapat beragam jenis metode pembelajaran dan penerapannya di antaranya
yaitu:
1. Metode Ceramah
Metode ceramah yaitu sebuah metode mengajar dengan menyampaikan
informasi dan pengetahuan secara lisan kepada sejumlah siswa yang pada
umumnya mengikuti secara pasif. Metode ceramah dipandang monoton, karena
penyampai informasi seperti ini tidak mengundang umpan balik. Sehingga
langkah-langkah di bawah ini dapat dipakai sebagai petunjuk untuk
mempertinggi kualitas hasil metode ceramah:
a. Tujuan pembicaraan (ceramah) harus dirumuskan dengan jelas.
b. Setelah menetapkan tujuan, harus diteliti sesuaikah metode ini dengan
tujuan.
c. Menyusun ceramah dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Bahan ceramah dapat dimengerti dengan jelas, maksudnya setiap
pengertian dapat menghubungkan pembicaraan dengan pendengar
dengan tepat.
Dapat menangkap perhatian siswa.
Memperlihatkan kepada pendengar bahwa bahan yang mereka peroleh
berguna bagi kehidupan mereka.
d. Menanamkan pengertian yang jelas.
e. Guru terlebih dahulu mengemukakan suatu cerita singkat bersifat ilustratif,
sehingga dapat menggambarkan dengan jelas apa yang dimaksud.
1) Kelebihan Metode Ceramah
a. Guru mudah menguasai kelas.
b. Guru mudah menerangkan bahan pelajaran berjumlah besar.
c. Dapat diikuti anak didik dalam jumlah besar.
d. Mudah dilaksanakan.
2) Kelemahan Metode Ceramah
a. Membuat siswa pasif.
b. Mengandung unsur paksaan kepada siswa.
c. Mengurung daya kritis siswa.
d. Anak didik yang lebih tanggap dari visi visual akan menjadi rugi dan
anak didik yang lebih tanggap auditifnya dapat lebih besar
menerimanya.
e. Sukar mengontrol sejauh mana pemerolehan belajar anak didik.
f. Kegiatan pengajaran menjadi verbalisme (pengertian kata-kata).
Teori Belajar
70
g. Bila terlalu lama membosankan.
h. Terkadang penafsiran murid dengan apa yang dijelaskan guru
berbeda.
2. Metode Eksperimen
Metode eksperimen adalah metode pemberian kesempatan kepada anak
didik perorangan atau kelompok, untuk dilatih melakukan suatu proses atau
percobaan. Dengan metode ini anak didik diharapkan sepenuhnya terlibat
merencanakan eksperimen, melakukan eksperimen, menemukan fakta,
mengumpulkan data, mengendalikan variabel, dan memecahkan masalah yang
dihadapinya secara nyata.
a. Kelebihan metode eksperimen:
1) Metode ini dapat membuat anak didik lebih percaya atas kebenaran
atau kesimpulan berdasarkan percobaannya sendiri daripada hanya
menerima kata guru atau buku,
2) Anak didik dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi
eksplorasi (menjelajahi) tentang ilmu dan teknologi, suatu sikap yang
dituntut dari seorang ilmuwan, dan
3) Dengan metode ini akan terbina manusia yang dapat membawa
terobosan-terobosan baru dengan penemuan sebagai hasil
percobaannya yang diharapkan dapat bermanfaat bagi kesejahteraan
hidup manusia.
b. Kekurangan metode eksperimen:
1) Tidak cukupnya alat-alat mengakibatkan tidak setiap anak didik
berkesempatan mengadakan eksperimen;
2) Jika eksperimen memerlukan jangka waktu yang lama, anak didik
harus menanti untuk melanjutkan pelajaran; serta\
3) Metode ini lebih sesuai untuk menyajikan bidang-bidang ilmu dan
teknologi.
3. Metode Demonstrasi Demonstrasi adalah metode yang digunakan pada pengajaran
manipulatif dan keterampilan, pengembangan pengertian, untuk menunjukkan
bagaimana melakukan praktik-praktik baru dan memperbaiki cara melakukan
sesuatu.
a. Jenis Demonstrasi (Nursidik, 2002)
1) Metode Demonstrasi Cara
Demonstrasi cara menunjukkan bagaimana melakukan sesuatu. Hal ini
termasuk bahan-bahan yang digunakan dalam pekerjaan yang sedang
dikerjakan, memperlihatkan apa yang dikerjakan dan bagaimana
mengerjakannya, serta menjelaskan setiap langkah pengerjaannya.
Teori Belajar
71
Biasanya dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif singkat dan tidak
memerlukan banyak biaya.
2) Metode Demonstrasi Hasil
Demonstrasi hasil dimakduskan untuk menunjukan hasil dari beberapa
praktik dengan menggunakan bukti-bukti yang dapat dilihat, didengar,
dan dirasakan.
b. Kelebihan
1) Demonstrasi menarik dan menahan perhatian
2) Demonstrasi menghadirkan subjek dengan cara mudah dipahami
3) Demonstrasi menyajikan hal-hal yang meragukan apakah dapat atau
tidak dapat dikerjakan.
4) Metode demonstrasi adalah objektif dan nyata.
5) Metode demonstrasi menunjukkan pelaksanaan ilmu pengetahuan
dengan contoh.
6) Demonstrasi mempercepat penyerapan langsung dari sumbernya.
7) Dapat membantu mengembangkan kepemimpinan local
8) Dapat memberikan bukti bagi praktik yang dianjurkan.
9) Melihat sebelum melakukan. Manfaat bagi siswa dengan melihat
sesuatu yang dilakukan sebelum mereka harus melakukannya sendiri.
c. Kelemahan
1) Demonstrasi yang baik tidak mudah dilaksanakan. Keterampilan yang
memadai diperlukan untuk melaksanakan demonstrasi yang baik.
2) Metode demonstrasi terbatas hanya untuk jenis pengajaran tertentu.
3) Demonstrasi hasil memerlukan waktu yang banyak dan agak mahal.
4) Memerlukan banyak persiapan awal.
5) Dapat dipengaruhi oleh cuaca.
6) Dapat mengurangi kepercayaan jika tidak berhasil
7) Tidak mengalami langsung. Sebuah demonstrasi bukan merupakan
pengalaman langsung bagi siswa kecuali mereka mengikuti dari awal,
sebagai guru adalah menunjukkan langkah atau keterampilan.
4. Metode Eksperimen (Percobaan)
Metode eksperimen adalah metode pemberian kesempatan kepada anak
didik perorangan atau kelompok, untuk dilatih melakukan suatu proses atau
percobaan. Metode eksperimen merupakan suatu metode mengajar yang
menggunakan alat dan tempat tertentu dan dilakukan lebih dari satu kali.
Penggunaan teknik ini mempunyai tujuan agar siswa mampu mencari dan
menemukan sendiri berbagai jawaban atau persoalan-persoalan yang
dihadapinya dengan mengadakan percobaan sendiri. Juga siswa dapat terlatih
dalam cara berfikir yang ilmiah.
Kelebihan dan kelemahan tersebut menurut Martiningsih (2007) yakni
sebagai berikut :
Teori Belajar
72
a. Kelebihan
1) Metode ini dapat membuat anak didik lebih percaya atas kebenaran
atau kesimpulan berdasarkan percobaannya sendiri daripada hanya
menerima kata guru atau buku.
2) Memotivasi peserta didik untuk mengeksplorasi (menjelajahi) tentang
ilmu dan teknologi.
3) Dapat membina manusia yang dapat membawa terobosan-terobosan
baru dengan penemuan sebagai hasil percobaan.
b. Kelemahan
1) Tidak cukupnya alat-alat yang dibutuhkan mengakibatkan tidak setiap
anak didik berkesempatan mengadakan ekperimen.
2) Memerlukan jangka waktu yang lama.
3) Metode ini lebih sesuai untuk menyajikan bidang-bidang ilmu sains dan
teknologi.
c. Aplikasi dalam Pembelajaran
Prosedur eksperimen menurut Roestiyah (2001:81) yang dikutip dari
Martiningsih (2007) adalah :
1) Perlu dijelaskan kepada siswa tentang tujuan eksprimen,mereka harus
memahami masalah yang akan dibuktikan melalui eksprimen.
2) Memberi penjelasan kepada siswa tentang alat-alat serta bahan-bahan
yang akan dipergunakan dalam eksperimen, hal-hal yang harus
dikontrol dengan ketat, urutan eksperimen, hal-hal yang perlu dicatat.
3) Selama eksperimen berlangsung guru harus mengawasi pekerjaan
siswa. Bila perlu memberi saran atau pertanyaan yang menunjang
kesempurnaan jalannya eksperimen.
4) Setelah eksperimen selesai guru harus mengumpulkan hasil penelitian
siswa, mendiskusikan di kelas, dan mengevaluasi dengan tes atau tanya
jawab.
Dalam metode eksperimen, guru dapat mengembangkan keterlibatan
fisik dan mental, serta emosional siswa. Siswa mendapat kesempatan
untuk melatih ketrampilan proses agar memperoleh hasil belajar yang
maksimal. Pengalaman yang dialami secara langsung dapat tertanam
dalam ingatannya. Keterlibatan fisik dan mental serta emosional siswa
diharapkan dapat diperkenalkan pada suatu cara atau kondisi
pembelajaran yang dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan juga
perilaku yang inovatif dan kreatif.
5. Metode Discovery Metode Discovery menurut Suryosubroto (2002:192) diartikan sebagai
suatu prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorangan,
manipulasi obyek dan lain-lain, sebelum sampai kepada generalisasi
Teori Belajar
73
Metode Discovery merupakan komponen dari praktek pendidikan yang
meliputi metode mengajar yang memajukan cara belajar aktif, berorientasi pada
proses, mengarahkan sendiri, mencari sendiri dan reflektif. Menurut
Encyclopedia of Educational Research, penemuan merupakan suatu strategi
yang unik dapat diberi bentuk oleh guru dalam berbagai cara, termasuk
mengajarkan ketrampilan menyelidiki dan memecahkan masalah sebagai alat
bagi siswa untuk mencapai tujuan pendidikannya. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa metode discovery adalah suatu metode dimana dalam proses
belajar mengajar guru memperkenankan siswa-siswanya menemukan sendiri
informasi yang secara tradisional biasa diberitahukan atau diceramahkan saja.
Suryosubroto (2002:193) mengutip pendapat Sund (1975) bahwa
discovery adalah proses mental dimana siswa mengasimilasi sesuatu konsep
atau sesuatu prinsip. Proses mental tersebut misalnya mengamati, menggolong-
golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan,
dan sebagainya.
a. Tahapan- tahapan Discovery Ada lima tahap yang harus ditempuh dalam metode discovery menurut
Rohani (2004:39) yaitu:
1) Perumusan masalah untuk dipecahkan peserta didik.
2) Penetapan jawaban sementara atau pengajuan hipotesis.
3) Peserta didik mencari informasi , data, fakta, yang diperlukan untuk
menjawab atau memecahkan masalah dan menguji hipotesis.
4) Menarik kesimpulan dari jawaban atau generalisasi.
5) Aplikasi kesimpulan atau generalisasidalam situasi baru.
b. Kelebihan
Kelebihan metode discovery Suryosubroto (2002:2001) adalah:
1) Dianggap membantu siswa dalam mengembangkan atau
memperbanyak persediaan dan penguasaan ketrampilan dan proses
kognitif siswa, andaikata siswa itu dilibatkan terus dalam penemuan
terpimpin. Kekuatan dari proses penemuan datang dari usaha untuk
menemukan, jadi seseorang belajar bagaimana belajar itu.
2) Pengetahuan diperoleh dari strategi ini sangat pribadi sifatnya dan
mungkin merupakan suatu pengetahuan yang sangat kukuh, dalam arti
pendalaman dari pengertian retensi dan transfer.
3) Strategi penemuan membangkitkan gairah pada siswa, misalnya siswa
merasakan jerih payah penyelidikannya, menemukan keberhasilan dan
kadang-kadang kegagalan.
4) Metode ini memberi kesempatan kepada siswa untuk bergerak maju
sesuai dengan kemampuannya sendiri.
5) Lebih merasa terlibat dan bermotivasi sendiri untuk belajar, paling
sedikit pada suatu proyek penemuan khusus.
Teori Belajar
74
6) Metode discovery dapat membantu memperkuat pribadi siswa dengan
bertambahnya kepercayaan pada diri sendiri melalui proses-proses
penemuan. Dapat memungkinkan siswa sanggup mengatasi kondisi
yang mengecewakan.
7) Strategi ini berpusat pada anak, misalnya memberi kesempatan pada
siswa dan guru berpartisispasi sebagai sesame dalam situasi penemuan
yang jawaban nya belum diketahui sebelumnya.
8) Membantu perkembangan siswa menuju skeptissisme yang sehat
untuk menemukan kebenaran akhir dan mutlak.
c. Kelemahan
Kelemahan metode discovery Suryosubroto (2002:2001) adalah:
1) Harus adanya persiapan mental untuk cara belajar ini.
2) Metode ini kurang berhasil untuk mengajar kelas dalam skala besar.
3) Harapan yang ditumpahkan pada strategi ini mungkin mengecewakan
guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pengajaran
secara tradisional.
4) Mengajar dengan penemuan mungkin akan dipandang sebagai cara
yang terlalu mementingkan memperoleh pengertian dan kurang
memperhatikan diperolehnya sikap dan ketrampilan. Sedangkan sikap
dan ketrampilan diperlukan untuk memperoleh pengertian atau
sebagai perkembangan emosional sosial secara keseluruhan.
5) Dalam beberapa ilmu, fasilitas yang dibutuhkan untuk mencoba ide-ide,
mungkin tidak ada.
6) Strategi ini mungkin tidak akan memberi kesempatan untuk berpikir
kreatif, kalau pengertian-pengertian yang akan ditemukan telah
diseleksi terlebih dahulu oleh guru, demikian pula proses-proses di
bawah pembinaannya. Tidak semua pemecahan masalah menjamin
penemuan yang penuh arti.
6. Metode Inquiry
Metode inquiry adalah metode yang mampu menggiring peserta didik
untuk menyadari apa yang telah didapatkan selama belajar. Inquiry
menempatkan peserta didik sebagai subyek belajar yang aktif (Mulyasa,
2003:234).
Kendatipun metode ini berpusat pada kegiatan peserta didik, namun guru
tetap memegang peranan penting sebagai pembuat desain pengalaman belajar.
Guru berkewajiban menggiring peserta didik untuk melakukan kegiatan.
Kadang kala guru perlu memberikan penjelasan, melontarkan pertanyaan,
memberikan komentar, dan saran kepada peserta didik. Guru berkewajiban
memberikan kemudahan belajar melalui penciptaan iklim yang kondusif,
dengan menggunakan fasilitas media dan materi pembelajaran yang bervariasi.
Teori Belajar
75
Inquiry pada dasarnya adalah cara menyadari apa yang telah dialami.
Karena itu inquiry menuntut peserta didik berfikir. Metode ini melibatkan
mereka dalam kegiatan intelektual. Metode ini menuntut peserta didik
memproses pengalaman belajar menjadi suatu yang bermakna dalam
kehidupan nyata. Dengan demikian melalui metode ini peserta didik dibiasakan
untuk produktif, analitis dan kritis.
Langkah-langkah dalam proses inquiry adalah menyadarkan
keingintahuan terhadap sesuatu, mempradugakan suatu jawaban, serta
menarik kesimpulan dan membuat keputusan yang valid untuk menjawab
permasalahan yang didukung oleh bukti-bukti. Berikutnya adalah
menggunakan kesimpulan untuk menganalisis data yang baru (Mulyasa,
2005:235).
a. Strategi Pelaksanaan Inquiry
Strategi pelaksanaan inquiry adalah:
1) Guru memberikan penjelasan, instruksi atau pertanyaan terhadap
materi yang akandiajarkan.
2) Memberikan tugas kepada peserta didik untuk menjawab pertanyaan,
yang jawabannya bisa didapatkan pada proses pembelajaran yang
dialami siswa.
3) Guru memberikan penjelasan terhadap persoalan-persoalan yang
mungkin membingungkan peserta didik.
4) Resitasi untuk menanamkan fakta-fakta yang telah dipelajari
sebelumnya.
5) Siswa merangkum dalam bentuk rumusan sebagai kesimpulan yang
dapat dipertanggungjawabkan (Mulyasa, 2005:236).
b. Kelebihan
Teknik inquiry ini memiliki keunggulan yaitu :
a) Dapat membentuk dan mengembangkan konsep dasar kepada siswa,
sehingga siswa dapat mengerti tentang konsep dasar ide-ide dengan
lebih baik.
b) Membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi
proses belajar yang baru.
c) Mendorong siswa untuk berfikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri,
bersifat jujur, obyektif, dan terbuka.
d) Mendorong siswa untuk berpikir intuitif dan merumuskan hipotesanya
sendiri.
e) Memberi kepuasan yang bersifat intrinsik.
f) Situasi pembelajaran lebih menggairahkan.
g) Dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu.
h) Memberi kebebasan siswa untuk belajar sendiri.
i) Menghindarkan diri dari cara belajar tradisional.
Teori Belajar
76
j) Dapat memberikan waktu kepada siswa secukupnya sehingga mereka
dapat mengasimilasi dan mengakomodasi informasi.
7. Metode Latihan Metode latihan (driil) disebut juga metode training, yaitu suatu cara
mengajar untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan tertentu. Juga, sebagai
sarana untuk memelihara kebiasaan-kebiasaan yang baik. Selain itu, metode ini
dapat digunakan untuk memperoleh suatu ketangkasan, ketepatan,
kesempatan, dan keterampilan.
a. Kelebihan Kelebihan metode latihan:
1) Dapat untuk memperoleh kecakapan motoris, seperti menulis, melafalkan
huruf, membuat dan menggunakan alat-alat.
2) Dapat untuk memperoleh kecakapan mental, seperti dalam perkalian,
penjumlahan, pengurangan, pembagian, tanda-tanda/simbol, dan
sebagainya.
3) Dapat membentuk kebiasaan dan menambah ketepatan dan kecepatan
pelaksanaan.
b. Kekurangan
Kekurangan metode latihan:
1) Menghambat bakat dan inisiatif anak didik karena anak didik lebih banyak
dibawa kepada penyesuaian dan diarahkan kepada jauh dan pengertian.
2) Menimbulkan penyesuaian secara statis kepada lingkungan.
3) Kadang-kadang latihan yang dilaksanakan secara berulang-ulang
merupakan hal yang monoton dan mudah membosankan.
4) Dapat menimbulkan verbalisme.
8. Metode Simulasi Simulasi berasal dari kata simulate yang artinya berpura-pura atau
berbuat seakan-akan. Sebagai metode mengajar, simulasi dapat diartikan
sebagai cara penyajian pengalaman belajar dengan menggunakan situasi tiruan
untuk memahami suatu konsep, prinsip, atau keterampilan tertentu.
a. Kelebihan
Kelebihan metode simulasi di antaranya:
1) Simulasi dapat dijadikan sebagai bekal bagi siswa dalam menghadapi
situasi yang sebenarnya kelak, baik dalam kehidupan keluarga, masyarakat,
maupun menghadapi dunia kerja
2) Simulasi dapat mengembangkan kreatifitas siswa, karena melalui simulasi
siswa diberi kesempatan untuk memainkan peran sesuai dengan topik yang
disimulasikan.
Teori Belajar
77
3) Simulasi dapat memupuk keberanian dan percaya diri siswa.
4) Memperkaya pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan untuk
menghadapi berbagai situasi sosial yang problematis.
5) Simulasi dapat meningkatkan gairah siswa dalam proses pembelajaran.
b. Kekurangan Disamping memiliki kelebihan, metode simulasi juga memiliki
kekurangan, di antaranya :
1) Pengalaman yang diperoleh melalui simulasi tidak selalu tepat dan sesuai
dengan kenyataan di lapangan.
2) Pengelolaan yang kurang baik, sering simulasi dijadikan sebagai alat
hiburan, sehingga tujuan pembelajaran menjadi terabaikan.
3) Faktor psikologis seperti rasa malu dan takut sering mempengaruhi siswa
dalam melakukan simulasi.
c. Jenis-Jenis Simulasi
Simulasi terdiri atas beberapa jenis, di antaranya:
1) Sosiodrama
Sosiodrama adalah metode pembelajaran bermain peran untuk
memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan fenomena sosial,
permasalahan yang menyangkut hubungan antara manusia seperti masalah
kenakalan remaja, narkoba, gambaran keluarga otoriter, dan lain
sebagainya. Sosiodrama digunakan untuk memberikan pemahaman dan
penghayatan akan masalah-masalah sosial serta mengembangkan
kemampuan siswa untuk memecahkannya.
Kelebihan metode sosiodrama diiantaranya adalah :
a. Mengembangkan kreativitas siswa (dengan peran yang dimainkan siswa
dapat berfantasi).
b. Memupuk kerjasama antara siswa.
c. Menumbuhkan bakat siswa dalam seni drama.
d. Siswa lebih memperhatikan pelajaran karena menghayati sendiri.
e. Memupuk keberanian berpendapat di depan kelas.
f. Melatih siswa untuk menganalisa masalah dan mengambil kesimpulan
dalam waktu singkat.
Adapun kelemahan dari metode ini adalah:
a. Adanya kurang kesungguhan para pemain menyebabkan tujuan tak
tercapai.
b. Pendengar (siswa yang tak berperan) sening mentertawakan tingkah laku
pemain sehingga merusak suasana.
Teori Belajar
78
2) Psikodrama Psikodrama adalah metode pembelajaran dengan bermain peran yang
bertitik tolak dari permasalahan-permasalahan psikologis. Psikodrama bisanya
digunakan untuk terapi, yaitu agar siswa memperoleh pemahaman yang lebih
baik tentang dirinya, menemukan konsep diri, menyatakan reaksi terhadap
tekanan-tekanan yang dialaminya.
3) Role Playing Role Playing atau bermain peran adalah metode pembelajaran sebagai
bagian dari simulasi yang diarahkan untuk mengkreasi peristiwa sejarah,
mengkreasi peristiwa-peristiwa aktual, atau kejadian-kejadian yang mungkin
muncul pada masa mendatang.
Bermain peran pada prinsipnya merupakan metode untuk
‘menghadirkan’ peran-peran yang ada dalam dunia nyata ke dalam suatu
‘pertunjukan peran’ di dalam kelas/pertemuan, yang kemudian dijadikan
sebagai bahan refleksi agar peserta memberikan penilaian terhadap
keunggulan maupun kelemahan masing-masing peran tersebut, dan kemudian
memberikan saran/alternatif pendapat bagi pengembangan peran-peran
tersebut. Metode ini lebih menekankan terhadap masalah yang diangkat dalam
‘pertunjukan’, dan bukan pada kemampuan pemain dalam melakukan
permainan peran.
9. Metode Proyek
Metode proyek adalah suatu cara mengajar yang memberikan
kesempatan kepada anak didik untuk menggunakan unit-unit kehidupan
sehari-hari sebagai bahan pelajarannya. Bertujuan agar anak didik tertarik
untuk belajar.
a. Kelebihan Kelebihan metode proyek:
1) Dapat merombak pola pikir anak didik dari yang sempit menjadi lebih luas
dan menyeluruh dalam memandang dan memecahkan masalah yang
dihadapi dalam kehidupan.
2) Melalui metode ini, anak didik dibina dengan membiasakan menerapkan
pengetahuan, sikap, dan keterampilan secara terpadu, yang diharapkan
praktis dan berguna dalam kehidupan sehari-hari.
b. Kekurangan Kekurangan metode proyek:
1) Kurikulum yang berlaku di negara kita saat ini, baik secara vertikal maupun
horizontal, belum menunjang pelaksanaan metode ini;
Teori Belajar
79
2) Bahan pelajaran, perencanaan, dan pelaksanaan metode ini sukar dan
memerlukan keahlian khusus dari guru, sedangkan para guru belum
disiapkan untuk ini;
3) Harus dapat memilih topik unit yang tepat sesuai kebutuhan anak didik,
cukup fasilitas, dan memiliki sumber-sumber belajar yang diperlukan;
4) Bahan pelajaran sering menjadi luas sehingga dapat mengaburkan pokok
unit yang dibahas.
10. Metode Diskusi
Metode diskusi adalah metode pembelajaran yang menghadapkan siswa
pada suatu pemasalahan. Tujuan utama metode ini adalah untuk memecahkan
suatu permasalahan, menjawab pertanyaan, menambah dan memahami
pengetahauan siswa, serta untuk membuat suatu keputusan (Killen, 1998).
Karena itu, diskusi bukanlah debat yang bersifat mengadu argumentasi. Diskusi
lebih bersifat bertukar pengalaman untuk menentukan keputusan tertentu
secara bersama-sama.
a. Kelebihan
Kelebihan metode diskusi antara lain:
1) Metode diskusi dapat merangsang siswa untuk lebih kreatif khususnya
dalam memeberikan gagasan atau ide-ide.
2) Dapat melatih siswa untuk membiasakan diri bertukar pikiran dalam
mengatasi setiap permasalahan.
3) Dapat melatih siswa untuk dapat melatih mengemukakan pendapat atau
gagasan secara verbal. Selain itu, siswa juga lebih terlatih untuk menghargai
pendapat orang lain.
b. Kelemahan Selain beberapa kelebihan, metode diskusi juga memiliki beberapa
kelemahan, di antaranya:
1) Sering terjadi pembicaraan dalam diskusi dikuasai oleh 2 atau 3 orang
siswa yang memiliki keterampilan berbicara.
2) Kadang-kadang pembahasan dalam diskusi meluas, sehingga kesimpulan
menjadi kabur.
3) Memerlukan waktu yang cukup panjang, yang kadang-kadang tidak sesuai
dengan yang direncanakan.
4) Dalam diskusi sering terjadi perbedaan pendapat yang bersifat emosional
dan tidak terkontrol. Akibatnya, terkadang ada pihak yang merasa
tersinggung, sehingga dapat mengganggu iklim pembelajaran.
Teori Belajar
80
c. Jenis-Jenis Diskusi
1. Diskusi Kelas
Diskusi kelas atau disebut juga diskusi kelompok adalah proses
pemecahan masalah yang dilakukan oleh seluruh anggota kelas sebagai peserta
diskusi. Prosedur yang digunakan dalam diskusi ini yaitu : pertama, guru
membagi tugas sebagai pelaksana diskusi, misalnya siapa yang akan jadi
moderator, siapa yang menjadi penulis. Kedua, sumber masalah (guru, siswa,
atau ahli tertentu dari luar) memaparkan masalah yang harus dipecahkan selam
10-15 menit. Ketiga, siswa diberi kesempatan untuk menanggapi permasalahan
setelah dipersilahkan oleh moderator. Keempat, sumber masalah memberi
tanggapan, dan kelima, moderator menyimpulkan hasil diskusi.
2. Diskusi Kelompok Kecil Diskusi kelompok kecil dilakukan dengan membagi siswa dalam kelompo
kelompok. Jumlah anggota kelompok antara 3-5 orang. Pelaksanaanya dimulai
dengan guru menyajikan permasalahan secara umum, kemudian masalah
tersebut dibagi-bagi ke dalam submasalah yang harus dipecahkan oleh setiap
kelompok kecil. Selesai diskusi dalam kelompok kecil, ketua kelompok
menyajikan masalah hasil diskusinya.
3. Simposium Simposium adalah metode mengajar dengan membahas suatu persoalan
dipandang dari berbagai sudut pandang berdasarkan keahlian. Symposium
dilakukan untuk memberikan wawasan yang luas kepada siswa. Setelah para
penyaji memberikan pandangannya tentang masalah yang dibahas, maka
symposium diakhiri dengan pembacaan kesimpulan hasil kerja tim perumus
yang telah ditentukan sebelumnya.
4. Diskusi Panel Diskusi panel adalah pembahasan suatu masalah yang dilakukan oleh
beberapa orang panelis yang biasanya terdiri dari 4-5 orang di hadapan
audiens. Hal inilah yang membedakan diskusi panel dengan beberapa diskusi
lainnya.
Teori Belajar
81
BAB 8
Teori Belajar Konstruktivistik
A. Pengertian teori belajar konstruktivisme
Asal kata konstruktivisme adalah “to consrtuct“ yang artinya membangun
atau menyusun menurut Carin (dalam agriamurti, 2009) bahwa teori
konstruktivisme adalah teori pembelajaran yang menekankan bahwa siswa
sebagai pembelajar, tidak menerima begitu saja pengetahuan yang mereka
dapati, tetapi merka secara aktif membangun pengetahuan secara individual.
Menurut von glaserfeld (dalam agriamurti, 2009) Bahwa konstruktivisme
adalah filsafat pengtahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah
konstruksi (bentuk) kita sendiri.
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang
bersifat generatif, yaitu tindakan menciptakan sesuatu makna dari apa yang
dipelajari. Beda dengan teori behavioristik yang memahami hakikat belajar
sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus dan respon,
sedangkan teori kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan
manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna
pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamannya. Pengetahuan tidak bisa
ditransfer dari guru kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai skema
sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan
proses kognitif dimana terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai
suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema yang baru.
Dengan demikian, belajar menurut teori konstruktivisme bukanlah
sekadar menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui
pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil ”pemberian” dari orang lain seperti
guru, akan tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap
individu.
Pengetahuan hasil dari ”pemberian” tidak akan bermakna. Adapun
pengetahuan yang diperoleh melalui proses mengkonstruksi pengetahuan itu
oleh setiap individu akan memberikan makna mendalam atau lebih dikuasai
dan lebih lama tersimpan/diingat dalam setiap individu. Adapun tujuan dari
teori ini adalah sebagai berikut:
1) Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa
itu sendiri.
2) Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan
mencari sendiri pertanyaannya.
3) Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman
konsep secara lengkap.
4) Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
5) Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
Teori Belajar
82
Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan
teori belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori
ini biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan
kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar,
yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa.
Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-
ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap
sensori motor anak berpikir melalui gerakan atau perbuatan (Ruseffendi, 1988:
132).
B. Ciri-Ciri Pembelajaran Secara Konstuktivisme
Adapun ciri – ciri pembelajaran secara kontruktivisme adalah:
1) Memberi peluang kepada murid membina pengetahuan baru melalui
penglibatan dalam dunia sebenarnya.
2) Menggalakkan soalan/idea yang dimulakan oleh murid dan
menggunakannya sebagai panduan merancang pengajaran
3) Menyokong pembelajaran secara koperatif mengambil kira sikap dan
pembawaan murid.
4) Mengambil kira dapatan kajian bagaimana murid belajar sesuatu ide.
5) Menggalakkan & menerima daya usaha & autonomi murid.
6) Menggalakkan murid bertanya dan berdialog dengan murid & guru.
7) Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan
hasil pembelajaran.
8) Menggalakkan proses inkuiri murid melalui kajian dan eksperimen.
C. Prinsip-Prinsip Konstruktivisme
1) Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.
2) Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya
dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar.
3) Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi
perubahan konsep ilmiah.
4) Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses
kontruksi berjalan lancer.
5) Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa.
6) Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah
pertanyaan.
7) Mencari dan menilai pendapat siswa.
8) Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
Dari semua itu hanya satu perinsip yang paling penting adalah guru tidak
boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa, siswa harus
membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat
Teori Belajar
83
membantu peroses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi
menjadi sangat bermakna dan sangat relevan dengan siswa, dengan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan
ide-ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan mengunkan strategi-
strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat dapat memberikan tangga itu
nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat penemuan.
D. Kelebihan Dan Kelemahan Teori Konstruktivistik
Kelebihan:
1. Berfikir : Dalam proses membina pengetahuan baru, murid berfikir untuk
menyelesaikan masalah, menjana idea dan membuat keputusan.
2. Faham : Oleh ksrana murid terlibat secara langsung dalam mebina
pengetahuan baru, mereka akan lebih faham dan boleh mengapliksikannya
dalam semua situasi.
3. Ingat : Oleh karana murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka
akan ingat lebih lama semua konsep. Yakin Murid melalui pendekatan ini
membina sendiri kefahaman mereka. Justru mereka lebih yakin
menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam situasi baru.
4. Kemahiran sosial : Kemahiran sosial diperolehi apabila berinteraksi dengan
rakan dan guru dalam membina pengetahuan baru.
5. Seronok : Oleh kerana mereka terlibat secara terus, mereka faham, ingat,
yakin dan berinteraksi dengan sihat, maka mereka akan berasa seronok
belajar dalam membina pengetahuan baru.
Kelemahan
Dalam bahasan kekurangan atau kelemahan ini mungkin bisa kita lihat
dalam proses belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik sepertinya
kurang begitu mendukung.
Teori Belajar
84
BAB 9
Teori Pembelajaran Humanistik
A. Pengertian Teori Humanisme
Teori belajar Humanisme memandang bahwa perilaku manusia
ditentukan oleh faktor internal dirinya dan bukan oleh kondisi lingkungan
ataupun pengetahuan. Menurut teori belajar humanisme, aktualisasi diri
merupakan puncak perkembangan individu. Kebermaknaan perwujudan
dirinya itu bahkan bukan saja dirasakan oleh dirinya sendiri, tetapi juga oleh
lingkungan sekitarnya.
Menurut teori belajar humanisme, tujuan belajar adalah untuk
memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika peserta didik
memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Peserta didik dalam proses
belajarnya harus berusaha agar lambatlaun ia mampu mencapai aktualisasi diri
dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar
dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.
Bagi penganut teori humanistik, proses belajar harus berhulu dan
bermuara pada manusia itu sendiri. Teori ini sangat menekankan pentingnya
“isi” dari proses belajar. Dalam kenyataannya teori ini lebih banyak berbicara
tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuiknya yang paling ideal.
Dengan kata lain teoti ini lebih tertarik pad aide belajar dalam bentukny yang
paling ideal daripada belajar apa adanya, seperti apa yang biasa kita amati
dalam keseharian. Teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuannya untuk
“memanusiakan manusia” mencapai aktualisasi diri dan sebagainya dapat
tercapai.
Perhatian psikologi humanistikyang terutama tertuju pada masalah
bagaimana tiap-tiap inividu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-maksud
pribadi mereka yang mereka hubungkan dengan pengalaman-pengalaman
mereka sendiri. Menurut para pendidik aliran humanistik, penyusunan dan
penyajian materi pelajaran harus sesuai dengan perasaan dan perhatian siswa.
Tujuan utama pada pendidikan adalah membantu anak untuk mengembangkan
dirinya, yaitu membantu masing-masing individu unytuk mengenal diri mereka
sendiri sebagai manusia yang unik dan membantunya dalam merealisasikan /
mewujudkan potensi-potensi yang ada pada diri mereka. Dalam menyoroti
masalah perilaku, para ahli psikologi behaviorist dan humanistik mempunyai
pandangan yang berbeda. Para behaviorist memandang orang sebagai makhluk
reaktif yang memberikan responnya terhadap lingkungan; pengalaman mas
lampau dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Sebaliknya, para
humanistik mempunyai pendapat bahwa tiap orang itu menentukan perilaku
mereka sendiri, mereka bebas memilih kualitas hidup mereka dan tak terikat
pada lingkungannya.
Teori Belajar
85
Pendekatan humanisme diikhtisarkan sbb;
1. Siswa akan maju menurut iramanya sendiri dengan suatu perangkat materi
yang sudah ditentukan lebih dulu untuk mencapai suatu perangkat tujuan
yang telah ditentukan pula dan para siswa bebas menentukan cara mereka
sendiri dalam mencapai tujuan mereka.
2. Pendidik aliran humanistik mempunyai perhatian yang murni dalam
pengmbangan anak-anak, perbedaan-perbedaan individual.
B. Teori Humanistik Menurut Carl Rogers
Metode yang diterapkan Rogers dalam psikoterapi awalnya disebut non
direktive atau terapi yang berpusat pada klien (client centered therapy), dan
pioner dalam risetnya pada proses terapi. Pendekatan terapi yang berpusat
pada klien dari Rogers sebagai metode untuk memahami orang lain, menangani
masalah-masalah gangguan emosional. Rogers berkeyakinan bahwa pandangan
humanistik dan holisme terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Dalam teorinya, klien
diajak untuk memahami diri dan pada akhirnya menyadari untuk
mengembangkan diri secara utuh (berfungsi secara utuh). Lima sifat khas orang
yang berfungsi sepenuhnya (fully human being).
1. Keterbukaan pada pengalaman
Orang yang berfungsi sepenuhnya adalah orang yang menerima semua
pengalaman dengan fleksibel sehingga selalu timbul persepsi baru. Dengan
demikian ia akan mengalami banyak emosi (emosional) baik yang positip
maupun negatif.
2. Kehidupan ekstansial
Kualitas dari kehidupan eksistensial dimana orang terbuka terhadap
pengalamannya sehingga ia selalu menemukan sesuatu yang baru, dan
selalu berubah dan cenderung menyesuaikan diri sebagai respons atas
pengalaman selanjutnya.
3. Kepercayan terhadap organisme orang sendiri
Pengalaman akan menjadi hidup ketika seseorang membuka diri terhadap
pengalaman itu sendiri. Dengan begitu ia akan bertingkah laku menurut apa
yang dirasanya benar (timbul seketika dan intuitif) sehingga ia dapat
mempertimbangkan setiap segi dari suatu situasi dengan sangat baik.
4. Perasaan bebas
Orang yang sehat secara psikologis dapat membuat suatu pilihan tanpa
adanya paksaan-paksaan atau rintangan-rintangan antara alternatif pikiran
dan tindakan. Orang yang bebas memiliki suatu perasaan berkuasa secara
pribadi mengenai kehidupan dan percaya bahwa masa depan tergantung
pada dirinya sendiri, tidak pada peristiwa di masa lampau sehingga ia dapat
meilhat sangat banyak pilihan dalam kehidupannya dan merasa mampu
melakukan apa saja yang ingin dilakukannya.
Teori Belajar
86
5. Kreatifitas
Keterbukaan diri terhadap pengalaman dan kepercayaan kepada
organisme mereka sendiri akan mendorong seseorang untuk memiliki
kreativitas dengan cirri-ciri bertingkah laku spontan, tidak defensif,
berubah, bertumbuh, dan berkembang sebagai respons atas stimulus-
stimulus kehidupan yang beraneka ragam di sekitarnya
Carl Rogers adalah seorang psikolog humanistik yang menekankan
perlunya sikap saling menghargai dan tanpa prasangka (antara klien dan
terapist) dalam membantu individu mengatasi masalah-masalah kehidupannya.
Rogers menyakini bahwa klien sebenarnya memiliki jawaban atas
permasalahan yang dihadapinya dan tugas terapist hanya membimbing klien
menemukan jawaban yang benar. Menurut Rogers, teknik-teknik assessment
dan pendapat para terapist bukanlah hal yang penting dalam melakukan
treatment kepada klien.
Menurut Rogers motivasi orang yang sehat adalah aktualisasi
diri. Aktualisasi diri adalah proses menjadi diri sendiri dan mengembangkan
sifat-sifat dan potensi -potensi psikologis yang unik. Aktualisasi diri akan
dibantu atau dihalangi oleh pengalaman dan oleh belajar khususnya dalam
masa kanak - kanak. Aktualisasi diri akan berubah sejalan dengan
perkembangan hidup seseorang. Ketika mencapai usia tertentu (adolensi)
seseorang akan mengalami pergeseran aktualisasi diri dari fisiologis ke
psikologis.
Pandangan ini dikembangkan berdasarkan terapi yang dilakukannya.
Kehidupan yang sebaik-baiknya bukan sasaran yang harus dicapai, tetapi arah
dimana orang dapat berpartisipasi sepenuhnya sesuai dengan potensi
alamiahnya. Berfungsi utuh adalah istilah yang dipakai Rogers untuk
menggambarkan individu yang memakai kapasitas dan bakatnya, merelisasi
potensinya, dan bergerak menuju pemahaman yang lengkap mengenai dirinya
sendiri dan seluruh rentang pengalamannya / unconditional positive regards.
Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah
pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:
1. Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa
tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
2. Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya.
Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan
ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa
3. Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan
ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
4. Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang
proses.
Teori Belajar
87
Rogers menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip belajar humanistik yang
penting diantaranya ialah:
1. Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
2. Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid
mempunyai relevansi dengan maksud-maksud sendiri.
3. Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya
sendiri diangap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
4. Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan
diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
5. Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh
dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
6. Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
7. Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut
bertanggungjawab terhadap proses belajar itu.
8. Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik
perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil
yang mendalam dan lestari.
9. Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah
dicapai terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik
dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang
penting.
10. Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah
belajar mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus
terhadap pengalaman dan penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai
proses perubahan itu.
Salah satu model pendidikan terbuka mencakuo konsep mengajar guru
yang fasilitatif yang dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan Roebuck pada
tahun 1975 mengenai kemampuan para guru untuk menciptakan kondidi yang
mendukung yaitu empati, penghargaan dan umpan balik positif.
Carl Rogers menyatakan pentingnya penerimaan tanpa syarat,
penghargaan dan hubungan yang nyaman antara terapis dan klien, hubungan
dialogis yang memberdayakan klien untuk mencapai aktualisasi diri
siswa (dalam Palmer, 2003). Implikasi ajaran tersebut dalam bidang pendidikan
adalah perlunya perilaku guru yang menerima siswa sesuai potensinya,
menciptakan hubungan yang saling percaya dan nyaman, hubungan dialogis
yang memberdayakan siswa untuk mencapai aktualisasi diri. Pengajaran yang
baik adalah “proses yang mengundang siswa untuk melihat dirinya sebagai
orang yang mampu, bernilai, dan mengarahkan diri sendiri, dan pemberian
semangat kepada mereka untuk berbuat sesuai dengan persepsi dirinya
tersebut” (Purkey & Novak, dalam Eggen & Kauchak, 1997).
Teori Belajar
88
Kelemahan atau kekurangan pandangan Rogers terletak pada
perhatiannya yang semata-mata melihat kehidupan diri sendiri dan bukan pada
bantuan untuk pertumbuhan serta perkembangan orang lain. Rogers
berpandangan bahwa orang yang berfungsi sepenuhnya tampaknya merupakan
pusat dari dunia, bukan seorang partisipan yang berinteraksi dan bertanggung
jawab di dalamnya.
C. Aplikasi Teori Belajar Humanisme Dalam Pendidikan
1. Pendidikan Humanistik
Menurut Rogers (dalam Palmer, 2003) dalam proses pendidikan
dibutuhkan rasa hormat yang positif, empati, dan suasana yang harmonis/tulus,
untuk mencapai perkembangan yang sehat sehingga tercapai aktualisasi diri.
Salah satu cara untuk mendeskripsikan pendidikan humanistik adalah
dengan melihat apa yang terjadi di kelas. Kirchenbaum dalam (Roberts, 1975)
melihat ada 5 dimensi yang dapat dijadikan jalan untuk menjadi kelas yang
humanis.
a. Pilihan dan kendali diri
Dalam hidupnya siswa dihadapkan dengan proses menetapkan tujuan dan
membuat keputusan. Pendidikan humanistik memfasilitasi kemampuan
tersebut dengan memberikan latihan mengambil keputusan terkait dengan
tujuan sekolah maupun aktivitas harian. Siswa dapat dilatih melalui
aktivitas kegiatan siswa dan belajar yang memungkinkannya memiliki
pilihan dan kendali dalam merancang, menetapkan tujuan, memutuskan,
dan mempertanggung jawabkan keputusan yang telah dibuatnya.
b. Memperhatikan minat dan perasaan siswa
Kelas menjadi humanis ketika kurikulum dan pembelajaran menunjukan
perhatian pada minat dan perasaan siswa. Mengkaitkan materi pelajaran
dengan minat, pengetahuan, dan pengalaman yang sudah dimiliki siswa dan
meminta tanggapan siswa merupakan contoh aktivitas yang dinilai siswa
memperhatikan minat mereka.
c. Manusia seutuhnya
Perlu perubahan orientasi pembelajaran dan penilaian dari orientasi aspek
kognitif menuju ke arah perhatian, penghormatan, dan penghargaan
terhadap siswa sebagai manusia seutuhnya. Integrasi ketrampilan berpikir
dengan kecakapan hidup yang lain sangat penting agar lebih efektif menjadi
individu.
d. Evaluasi diri
Pendidikan humanistik bergerak dari evaluasi yang dikontrol guru menuju
evaluasi yang dilakukan oleh siswa. Siswa perlu difalitasi untuk memantau
kemajuan belajarnya sendiri baik melalui tes atau umpan balik dari orang
lain.
Teori Belajar
89
e. Guru sebagai fasilitator
Guru perlu mengubah peran, yaitu berubah dari sebagai direktur belajar
menjadi fasilitator atau penolong. Guru hendaknya lebih suportif daripada
mengkritisi, lebih memahami daripada menilai, lebih real dan asli daripada
berpura-pura. Jika keadaan tersebut dapat dilakukan maka akan
berkembang hubungan menjadi resiprokal, yaitu guru sering menjadi
pembelajar, dan siswa sering menolong dan mengajar juga
Untuk mengembangkan pendidikan yang humanis maka diperlukan:
a. Pendidikan yang menghargai dan mengembangkan segenap potensi
manusia; tidak saja dimensi kognitif, namun juga kemampuan afektif,
psikomotorik dan potensi unik lainnya. Siswa dihargai bukan karena ia
seorang juara kelas melainkan karena ia mengandung potensi yang positif.
b. Interaksi antara siswa dan guru yang resiprokal dan tulus
Tanpa hubungan yang saling percaya dan saling memahami maka
pendidikan yang mengeksporasi segenap perasaan dan pengalaman siswa
sulit untuk dilaksanakan.
c. Proses pembelajaran yang mendorong terjadinya proses interaksi dalam
kelompok dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengeksplorasi pengalaman, kebutuhan, perasaannya sendiri sekaligus
belajar memahami orang.
d. Pengembangan metode pembelajaran yang mampu menggerakkan setiap
siswa untuk menyadari diri, mengubah perilaku, dan belajar dalam aktivitas
kelompok melalui permainan, bermain peran dan metode belajar aktif
lainnya.
e. Guru yang peduli, penuh perhatian, dan menerima siswa sesuai dengan
tertinggi setiap insan.
f. Mengembangkan sistem penilaian yang memungkinkan keterlibatan siswa
misalnya dengan penilaian teman sebaya, dan siswa menilai kemajuan yang
telah dicapai sendiri melalui evaluasi diri.
2. Pendidik yang Humanistik
Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator:
a. Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada pencintaan suasana awal,
situasi kelompok, atau pangalaman kelas.
b. Fasilitator membantu untuk memproleh dan memperjelas tujuan-tujuan
perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat
lebih umum.
c. Mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk
melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan
pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
Teori Belajar
90
d. Mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang
paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untukmembntu mencapai
tujuan mereka.
e. Menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk
dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
f. Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas dan
menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan
mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bgi individual
ataupun bagi kelompok.
g. Bilamana cuacu penerimaan kelas telah mantap, fasilitator berangsur-
angsur dapat berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi,
seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pandangannya sebagai
seorang individu, seperti siswa yang lain.
h. Mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok perasaannya dan
juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksaan, tetapi
sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak
oleh siswa.
i. Harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan
adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar.
j. Di dalam berperan sebagai fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk
mengenali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri.
Salah satu model pendidikan terbuka mencakup konsep mengajar guru
yang fasilitatif yang dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan Roebuck pada
tahun 1975 mengenai kemampuan para guru untuk menciptakan kondisi yang
mendukung yaitu empati, penghargaan dan umpan balik positif. Ciri-ciri guru
yang fasilitatif adalah:
a) Merespon perasaan siswa
b) Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah
dirancang
c) Berdialog dan berdiskusi dengan siswa
d) Menghargai siswa
e) Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
f) Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan
kebutuhan segera dari siswa.
g) Tersenyum pada siswa.
Borton (dalam Roberts, 1975) lebih lanjut menjelaskan beberapa
karakteristik peran pendidik humanistik disamping perhatian terhadap
perasaan siswa “disini dan kini”, yaitu:
Guru memfasilitasi siswa mempelajari dirinya sendiri, memahami perasaan
dan tindakan yang dilakukanny.
Teori Belajar
91
Guru mengenali harapan dan imajinasi siswa sebagai bagian penting dari
kehidupan siswa dan memfasilitas proses saling bertukar perasaan
Guru memperhatikan bahasa ekspresi non verbal, seperti gesture dan
suara. Melalui ekspresi non verbal ini beberapa keadaan perasaan dan sikap
dikomunikasikan oleh siswa.
Guru menggunakan permainan, improvisasi, dan bermain peran sebagai
cara untuk menstimulasi perilaku yang dapat dipelajari dan diubah.
Guru memfasilitasi belajar dengan menunjukkan secara eksplisit tentang
bagaimana prinsip-prinsip dasar dinamika kelompok sehingga siswa dapat
lebih bertanggung jawab untuk mendukung belajar mereka.
Menurut Hamacheek, 1996; Guru yang efektif tampaknya adalah guru
yang “manusiawi”. Mereka mempunyai rasa humor, adil, menarik, lebih
demokratis dripada autaktorik, dan mereka mampu berhubungan dengan
mudah dan wajar dengan para siswa, baik secara perorangan maupun secara
kelompok. Guru yang tidak efektif jelas kurang memiliki rasa humor, mudah
menjadi tidak sabar, mengunakan komentar-komentar yang melukai dan
mengurangi rasa ego, kurang integrasi, cenderung agak otoriter, dan biasanya
kurang peka terhadap kebutuhan-kebutuhan siswa mereka. Menurut Combs
dan kawan-kawan, ciri-ciri guru yang baik adalah;
1) Guru yang mempunyai anggapan bahwa orang lain itu mempunyai
kemampuan untuk memecahkan masalah mereka sendiri dengan baik.
2) Guru yang melihat bahwa orang lain mempunyai sifat ramah dan
bersahabat dan bersifat ingin berkembang.
3) Guru yang cenerung melihat orng lain sebagai orang yang septutny dihargai.
4) Guru yang melihat orang-orang dan perilku mereka pada dasarnya
berkembang dari dalam; jdi, bukan merupakan produk dari peristiwa-
peristiwa eksternal yang dibentuk dan digerakkan. Dia melihat orang-orang
itu mempunyai kreatifitas dan dinamika; jadi bukan orang yang pasif atau
lamban.
5) Guru yang menganggap orang lain itu pada dasarnya dapat dipercayai dan
dpat diandalkan dalam pengertian dia akan berperilaku menurut aturan-
aturan yang ada.
6) Guru yang melihat orng lain itu dapat memenuhi dan memingkatkan
dirinya, bukan menghalangi, aplagi mengancam.
3. Aplikasi dalam Pembelajaran
Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama
proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran
guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa
sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar
dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa
dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran
Teori Belajar
92
Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterpkan
pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati
nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari
keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif
dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas
kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak
terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara
bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar
aturan, norma , disiplin atau etika yang berlaku.
Belajar adalah menekankan pentingnya isi dari proses belajar bersifat
eklektik, tujuannya adalah memanusiakan manusia atau mencapai aktualisasi
diri. Aplikasi teori humanistik dalam pembelajaran guru lebih mengarahkan
siswa untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan
keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar. Hal ini dapat diterapkan
melalui kegiatan diskusi, membahas materi secara berkelompok sehingga siswa
dapat mengemukakan pendapatny masing-masing di depan kelas. Guru
memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya apabila kurang mengerti
terhadap materi yang diajarkan.Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini
cocok untuk diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat
pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap
fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa
senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir,
perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.
Teori Belajar
93
BAB 10
Teori Belajar Sibernetik
A. Pengertian Belajar Menutut Teori Sibernetik
Teori belajar sibernetik merupakan teori belajar yang relative baru
dibandingkan dengan teori-teori belajar yang sudah dibahas sebelumnya. Teori
ini berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu informasi.
Menurut teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi. Seolah-olah
teori ini mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yaitu mementingkan
proses belajar dibandingkan hasil belajar. Proses belajar memeng penting
dalam teori sibenetik, namun yang lebih penting lagi adalah sistem informasi
yang diproses yang akan dipelajari siswa. Informasi inilah yang akan
menentukan proses. Bagaimana proses belajar akan berlangsung sangat
ditentukan oleh sistem informasi yang dipelajari.
B. Tokoh – Tokoh yang Menganut Teori Sibernetik
Asumsi lain dari teori sebernetik adalah bahwa tidak ada satu proses
belajarpun yang ideal untuk segala situasi, dan yang cocok untuk semua siswa.
Sebab cara belajar sangat ditentukan oleh sisitem informasi.
Implementasi teori sibernetik dalam kegiatan pembelajaran sibernetik
telah dikembangkan oleh beberapa tokoh, diantaranya yaitu:
i. Teori Pemrosesan Informasi
Dalam upaya menjelaskan bagaimana suatu informasi (pesan
pengajaran) diterima, disandi, diterima, disimpan, dan dimunculkan kembali
dari ingatan serta dimanfaatkan jika diperlukan, telah dikembangkan sejumlah
teori dan model pemrosesan informasi oleh pakar seperti Biehler dan Snowman
(1986); Baine (1986) dan Tennyson (1989). Teori-teori tersebut umumnya
berpijak pada tiga asumsi Lusiana (dalam Budiningsih, 2005) yaitu:
ii. Bahwa antara stimulus dan respon terdapat suatu seri tahapan pemrosesan
informasidi man pada masing-masing tahapan dibutuhkan sejumlah waktu
tertentu.
iii. Stimulus yang diproses melalui tahapan-tahapan tadi akan mengalami
perubahan bentuk ataupun isinya.
iv. Salah satu dari tahapan mempunyai kapasitas yang terbatas.
Dari tiga asumsi tersebut dikembangkan teori tentang komponen
struktur dan pengatur strategi yang tersimpan di dalam ingatan dan dapat
digunakan setiap saat diperlukan. Komponen pemrosesan informai dipilih
menjadi tiga berdasarkan perbedaan fungsi, kapasitas, bentuk informasi, serta
proses terjadinya “lupa”. Ketiga komponen tersebut adalah:
Teori Belajar
94
a. Sensory Receptor (SR)
Sensory Receptor merupakan sel tempat partama kali informasi diterima
dari luar. Di dalam SR informasi ditangkap dalam bentuk aslinya, informai
hanya dapat bertahan dalam waktu yang sangat singkat, dan informasi tadi
mudah terganggu atau terganti.
b. Working Memory (WM)
Working Memory (WM) diasumsikan mampu menangkap informasi yang
diberi perhatian (attention) oleh individu. Karakteristik WM adalah bahwa 1) ia
memiliki kapasitas yang terbatas, lebih kurang 7 slots. Informasi di dalamnya
hanya mampu bertahan kurang lebih 15 detik apabila tanpa upaya pengulangan
atau rehearsal; 2) informasi dapat disandi dalam bentuk yang berbeda dari
stimulus aslinya. Asumsi pertama berkaitan dengan penataan jumlah informasi,
sedangkan asumsi kedua berkaitan dengan penataan jumlah informasi,
sedangkan asumsi kedua berkaitan dengan peran proses control. Artinya, agar
informasi dapat bertahan dalam WM, maka upayakan jumlah informasi tidak
melebihi kapsitas WM disamping melakukan rehearsal. Sedangkan penyandian
pada tahapan WM, dalam bentuk verbal, visual, ataupun sematik, dipengaruhi
oleh peran proses control dan seseorang dapat dengan sadar
mengendalikannya.
c. Long Term Memory (LTM)
Long Term Memory (LTM) diasumsikan ; 1) berisi semua pengetahuan
yang telah dimiliki oleh individu, 2) mempunyai kapasitas tidak terbatas, dan 3)
bahwa sekali informasi disimpan didalam LTM ia tidak akan pernah terhapus
atau hilang. Persoalan “lupa” pada tahapan ini disebabkan oleh kesulitan atau
kegagalan memunculkan kembali (retrieval failure) informasi yang diperlukan.
Dikemukakan oleh Howard (1983) (dalam Budiningsih, 2005) bahwa informasi
disimpan di dalam LTM dalam bentuk prototype, yaitu suatu struktur
representasi pengetahuan yang telah dimiliki yang berfungsi sebagai kerangka
untuk mengkaitkan pengetahuan baru. Dengan ungkapan lain, Tennyson
(1989) (dalam Budiningsih, 2005)mengemukakan dalam proses penyimpanan
informasi merupakan proses mengasimilasikan pengetahuan baru peda
pengetahuan yang tekah dimiliki, yang selanjutnya bise berfungsi sebagai dasar
pengetahuan (knowledge base).
Ausubel, 1968 (dalam Budiningsih, 2005) mengemukakan bahwa
perolehan pengetahuan baru merupakan fungsi struktur kognitif yang telah
dimiliki individu. Reigeluth dan Stein, 1983 mengatakan bahwa pengetahuan
ditata didalam struktur kognitif secara herarkhis.
Ini berarti pengetahuan yang lebih umum dan abstrak yang diperoleh
lebih dulu oleh individu dapat mempermudah perolehan pengetahuan baru
yang lebih rinci. Implikasinya di dalam pembelajaran, samakin baik cara
Teori Belajar
95
penataan pengetahuan sabagai dasar pengatahuan yang akan datang kemudian,
semakin mudah pengetahuan tersebut ditelusuri dan dimunculkan kembali
pada saat diperlukan.
Reigeluth, Bunderson dan Merrill, 1977 (dalam Budiningsih, 2005)
mengembangkan suatu strategi penataan isi atau materi pelajaran yang
berurusan dengan empat bidang masalah, yaitu; pemilihan (selection), penataan
urutan (sequencing), rangkuaman (summary) , dan sintesis (synthesizing).
Menurut mereka,
1. Jika isi mata pelajaran yang ditata dengan menggunakan urutan dari umum
kerinci, maka isi atau materi pelajaran isi-isi lain yang lebih rinci. Hal ini
sesuai dengan struktur representasi informasi di dalam LTM, sehingga akan
mempermudah proses penelusuran kembali informasi.
2. Jika rangkuman diintegrasikan ke dalam srategi penataan isi atau meteri
pelajaran, maka ia akan berfungsi menunjukan kepada siswa (si Belajar)
informasi mana yang perlu diberi parhatian disamping menghemat
kapasitas WM.
Ada tujuh komponen strategi teori elaborasi yang dikembangkan oleh
Reugeluth dan Stein yang berpijak pada kajian tentang teori pemrosesan
informasi Degeng (dalam Budiningsih, 2005) yaitu ; 1) urutan elaborative, 2)
urutan prasyarat belajar, 3) rangkuman, 4) sintesis, 5) analogi, 6) pengaktif
strategi kognitif, dan 7) control belajar. Sedangkan prinsip-prinsip yang
mendasari model elaborasi meliputi:
a. Penyajian kerangka isi pelajaran (epitome), yaitu suatu upaya untuk
menunjukan bagian-bagian utama pelajaran dan hubungan di antaranya,
yang disajikan pada awal pelajaran.
b. Elaborasi secara bertahap, berkaitan dengan tahapan dalam melakukan
elaborasi isi pengajaran. Elaborasi tahap pertama akan mengelaborasi
bagian-bagian yang tercakup pada elaborasi tahap pertama, dan
seterusnya.
c. Bagian terpenting disajikan pertama kali. Penting tidaknya suatu bagian
ditentukan oleh sumbangannya untuk memahami keseluruhan isi
pelajaran. Dalam pelaksanaannya tentunya tidak meninggalkan
persyaratan belajar.
d. Cakupan optimal elaborasi, yaitu tingkat kedalaman dan kelulusan
elaborasi serta kemudahannya dalam membuat sintesis.
e. Penyajian pensintesis secara bertahap. Setiap kali melakukan elaborasi
dimaksudkan untuk menunjukan hubungan di antara konstruk-konstruk
yang lebih rinci yang baru dipelajari, serta mununjukan konteks elaborasi
dalam epitome, sehingga suatu pengajaran akan diterima lebih dalam
dipelajari di dalam konteksnya.
Teori Belajar
96
f. Penyajian pensintesis. Jadi pensintesis supaya disesuaikan dengan tipe isi
pelajaran. Maksudnya, pensintesis yany fungsinya sebagai pengkait satuan-
satuan konsep, prosedur atau prisip, supaya disesuaikan. Seperti struktur
konseptual digunakan untuk konsep, struktur procedural untuk prosedur,
dan struktur teoretik untuk prinsip.
g. Tahapan pemberian rangkuaman. Rangkuman yang dimaksudjan untuk
mengadakan tinjauan ulang mengenahi isi pelajaran yang sudah dipelajari,
supaya diberikan sebelum menyajikan pensisntesis.
C. Teori Belajar Menurut Landa Landa membedakan ada dua macam proses berfikir, yaitu proses berfikir
algortmik dan proses berfikir heuristic. Proses berfikir algoritmik, yaitu proses
berfikir yang sistematis, tahap demi tahap, linear, konvergen, lurus menuju ke
satu target tujuan tertentu.Sedangkan cara berfikir heuristic, yaitu cara berfikir
devergen, menuju ke beberapa target tujuan sekaligus. Memahami suatu konsep
yang mengandung arti ganda dan penafsiran biasanya menuntut seseorang
untuk menggunakan cara berfikir heuristic.
Proses belejar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran yang
hendak dipelajari atau masalah yang hendak dipecahkan (dalam istilah teori
sebernetik adalah system informasi yang hendak dipelajari) diketahui cirri-
cirinya. Materi pelajaran tertentu akan lebih tepat disajikan dalam urutan
teratur, linear, sekuensial, sedangkan materi pelajaran lainnya akan lebih tepat
bila disajikan dalam bentuk “terbuka” dan member kebebasan kepada siswa
untuk berimajinasi dan berfikir. Misalnya, agar siswa mampu memahami rumus
matematika, mungkin akan lebih efektif jika presentasi informasi tentang rumus
terbut disjikan dengan algoritmik. Alasannya, karena suatu rumus matematika
biasanya mengituti urutan tahap demi tahap yang sudah teratur dan mengarah
ke satu target tertentu. Namun untuk memahami sutu konsep yang lebih luas
dan banyak mengandung intrepretasi, misalnya konsep keadilan atau
demokrasi, akan lebih baik jika proses berfikir siswa dibimbing kearah yang
”menyebar” atau berfikir heuristic, dengan harapan pemahaman mereka
terhadap konsep itu tidak tunggal, monoton, dogmatic atau linier.
D. Teori Belajar Menurut Pask dan Scott
Menurut Pask dan Scott (dalam Budiningsih, 2005) ada dua macam cara
berfikir, yaitu cara berfikir serialis dan cara berfikir wholist atau menyeluruh.
Pendekatan serialis yang dikemukakannya memiliki kesamaan dengan
pendekatan algoritmik. Namun apa yang dikatakan sebagai cara berfikir
menyeluruh (wholist) tida sama dengan cara berfikir heuristic. Bedanya, cara
berfikir menyeluruh adalah berfikir yang cenderung melompat kedepan,
langsung ke gambaran lengkap sistem informasi. Sedangkan cara berfikir
heuristic yang dikemukakan oleh Landa adalah cara berfikir devergen
Teori Belajar
97
mengarah kebeberapa aspek sekaligus. Siswa tipe wholist atau menyeluruh ini
biasanya dalam mempelajari sesuatu cenderung dilakukan dari tahap yang
paling umum kemudian bergerak ke yang khusus atau detail. Sedangkan sisiwa
tipe serialist dalam mempelajari sesuatu cenderung menggunakan cara berfikir
secara algoritmik.
Teori sibernetik sebagai teori belajar sering kali dikritik karena lebih
menekankan pada system informasi yang akan dipelajari, sementara itu
bagainama proses belajar berlangsung dalam diri individu sangat ditentukan
oleh system informasi yang dipelajari. Teori ini memandang manusia sebagai
pengolah informasi, pemikir, dan pencipta. Berdasarkan pandangn tersebut
maka diasumsikan bahwa manusia merupakan makhluk yang mampu
mengolah, menyimpan, dan mengorganisasikan informasi.
Asumsi diatas direfleksikan ke dalam suatu model belajar dan
pembelajaran. Model tersebut menggambarkan proses mental dalam belajar
yang secara terstruktur membentuk suatu system kegiatan mental. Dari model
ini dikembangkan prisip-prisip belajar seperti:
a. Proses mental dalam belajar terfokus pada pengetahuan yang bermakna.
b. Proses mental tersebut mampu menyandi informasi secara bermakna.
c. Proses mental bermuara pada pengorganisasian dan pengaktualisasian
informasi.
E. Aplikasi Teori Belajar Sibernetik dalam Kegiatan Pembelajaran
Secara Umum
Teori belajar pengolahan informasi termasuk dalam lingkup teori kognitif
yang mengemukakan bahwa belajar adalah proses internal yang tidak dapat
diamati secara langsung dan merupakan perubahan kemampuan yang terikat
pada situasi tertentu. Namun memori kerja manusia mempunyai kapasitas yang
terbatas. Menurut Gagne (dalam Dahar, 1989) untuk mengurangi muatan
memori kerja bentuk pengetahuan yang dipelajari dapat berupa (1) proposisi,
(2) produksi, dan (3) mental images.
1. Proporsisi
Unit dasar unformasi dalam sistem pemprosesan informasi manusia
adalah proposisi. Proposes dapat disamakan gagasan. Sebagai contoh,
pernyataan “manakah yang merupakan gagasan yang sempurna, tumbuhan
ataukah tumbuhan yang memerlukan air?” jelas bagi kita,bahwa gagasan yang
kedua yang lebih sempurna.
Suatu proposisi selalu terdiri atas dua unsure, yaitu suatu hubungan dan
sekumpulan argument. Argument – argument merupakan topik – topik dari
proposisi, dapat berupa kata benda, kata ganti (kadang – kadang juga dapat
berupa kata kerja, dan sifat). Kata-kata, frase-fase dalam kalimat merupakan
Teori Belajar
98
mengkomunikasikan gagasan-gagasan sedagkan proposisi merupakan gagasan-
gagasan itu sendiri,jadi proposisi lebih abstrak.
2. Produksi
Produksi merupakan aturan-aturan kondisi-aksi. Artinya produksi-
produksi memprogram terjadinya aksi-aksi tertentu pada kondisi-kondisi.
3. Gambaran mental
Menurut Gagne (dalam Dahar, 1989),mental imaje merupakan penyajian
analog. Biehler (dalam dahar, 1989) mengemukakan bahwa pada umumnya
gambaran mental berarti sesuatu penyajian dari suatu objek konkrett atau
kejadian.
Biehler (dalam dahar, 1989) mengemukakan bahwa gambaran mental
memperlancar pemahaman dan recall.
Teori Gagne dan Briggs(dalam Budiningsih, 2005) mempreskripsikan
adanya kapabilitas belajar, peristiwa pembelajaran dan
pengorganisasian/urutan pembelajaran. Mengenai kapabilitas belajar
kaitannya dengan unjuk kerja dirumuskan oleh Gagne sebagai berikut :
No Kapabilitas Belajar Unjuk kerja
1. Informasi verbal Menyatakan informasi
2. Keterampilan intelektual Menggunakan symbol untuk
berinteraksi dengan lingkungan.
- Diskriminasi Membedakan perangsang yang
memiliki dimensi fisik yang
berlainan.
- Konsep konkret Mengidentifikasi contoh – contoh
konkret
- Konsep Abstrak Mengklasifikasi contoh – contoh
dengan menggunakan ungkapan
verbal atau definisi
- Kaidah Menunjukkan aplikasi suatu
kaidah
- Kaidah tingkat lebih tinggi Mengembangkan kaidah baru
untuk memecahkan masalah
3. Strategi kognitif Mengembangkan cara – cara baru
untuk memecahkan masalah.
Menggunakan berbagai cara untuk
Teori Belajar
99
mengontrol proses belajar dan
atau berpikir
4. Sikap Memilih berperilaku dengan cara
tertentu
5. Keterampilan Motorik Melakukan gerakan tubuh yang
luwes dan cekatan serta dengan
urutan yang benar.
Teori belajar pemprosesan informasi mendiskripsikan tindakan belajar
merupakan proses internal yang mencakup beberapa tahapan. Tahapa-tahapan
ini ini dapat dimudahkan dengan menggunakan metode pembelajaran yang
mengikuti urutan tertentu sebagai peristiwa pembelajaran (the events of
instruction), yang mempreskripsikan kondisi belajar internal dan eksternal
utama untuk kapabilitas apapun. Sembilan tahapan dalam peristiwa
pembelajaran yang diasumsikan sebagai cara – cara eksternal yang berpotensi
mendukung proses – proses internal dalam kegiatan belajar adalah:
1. Menarik perhatian
2. Membeitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa
3. Merangsang ingatan pada prasyarat belajar
4. Menyajikan bahan perangsang
5. Memberikan bimbingan belajar
6. Mendorong untuk kerja
7. Memberikan balikan informative
8. Menilai unjuk kerja
9. Meningkatkan retensi dan alih belajar
Dalam mengorganisasikan pembelajaran perlu dipertimbangkan ada
tidaknya prasyarat belajar untuk suatu kapabilitas, apakah siswa telah memiliki
prasyarat belajar yang diperlukan. Ada prasyarat belajar utama, yang harus
dikuasai siswa, dan ada prasyarat belajar pendukung yang dapat memudahkan
belajar. Pengorganisasian pembelajaran untuk kapabilitas belajar tertentu
dijelaskan sebagai berikut:
1. Pengorganisasian pembelajaran ranah keteramplan intelektual
Menurut Gagne, prasyarat belajar utama dan keterkaitan satu dengan
lainnya digambarkan dalam hirarkhi belajar. Reigeluth membedakan struktur
belajar sebagai keterampilan yang lebih tinggi letaknya diatas, sedangkan
keterampilan tingkat yang lebih rendah ada dibawahnya.
Teori Belajar
100
2. Pengorganisasian pembelajaran ranah informasi verba
Kemampuan ini menghendaki siswa untuk dapat mengintegrasikan
fakta–fakta kedalam kerangka yang bermakna baginya.
3. Pengorganisasian pembelajaran ranah strategi kognitif
Kemampuan ini banyak memerlukan prasyarat keterampilan intelektual,
maka perlu memasukkan keterampilan – keterampilan intelektual dan
informasi cara–cara memecahkan masalah.
4. Pengorganisasian pembelajaran ranah sikap
Kemampuan sikap memerlukan prasyarat sejumlah informasi tentang
pilihan – pilihan tindakan yang tepat untuk situasi tertentu, juga strategi
kognitif yang dapat membantu memecahkan konflik – konflik nilai pada tahap
pilihan.
5. Pengorganisasian pembelajaran ranah keterampilan motoric
Untuk menguasai keterampilan motorik perlu dimulai dengan
mengajarkan kaidah mengenai urutan yang harus diikuti dalam melakukan
unjuk kerja keterampilan yang dipelajari. Diperlukan latihan – latihan mulai
dari mengajarkan bagian – bagian keterampilan secara terpisah – pisah
kemudian melatihkannya kedalam kesatuan keterampilan.
Dengan demikian aplikasi teori sibernetik dalam kegiatan pembelajaran
yang dikemukakan oleh Suciati dan Prasetya Irawan (2001) dalam Asri
Budiningsih (2005), baik diterapkan dengan langkah – langkah sebagai berikut:
a) Menentukan tujuan – tujuan pembelajaran
b) Mementukan materi pembelajaran
c) Mengkaji system informasi yang terkandung dalam materi pembelajaran
d) Menentukan pendekatan belajar yang sesuai dengan system informasi
tersebut (apakah algoritmik atau heuristik)
e) Menyusun materi pelajaran dalam urutan yang sesuai dengan system
informasinya
f) Menyajikan materi dan membimbing siswa belajar dengan pola yang sesuai
dengan urutan pelajaran.
F. Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Sibernetik
1. Kelebihan teori belajar sibernetik
Menurut Budiningsih 2005, kelebihan dari teori belajar sibernetik sebagai
berikut:
a. Cara berpikir berorientasi pada proses lebih menonjol
b. Penyajian pengetahuan memenuhi aspek ekonomis
c. Kapabilitas belajar dapat disajikan lebih lengkap
d. Adanya keterarahan seluruh kegiatan belajar kepada tujuan yang ingin
dicapai
Teori Belajar
101
e. Adanya transfer belajar pada lingkungan kehidupan yang
sesungguhnya
f. Control belajar (conten control, pace control, display control, dan
conscious cognition control) memungkinkan belajar sesuai dengan
irama masing – masing individu (prinsip perbedaan individual
terlayani)
g. Balikan informative memberikan rambu – rambu yang jelas tentang
tingkat untuk kerja yang telah dicapai dibandingkan dengan unjuk kerja
yang diharapkan.
2. Kekurangan
Teori sibernetik sebagai teori belajar sering kali dikritik karena lebih
menekankan pada system informasi yang akan dipelajari, sementara itu
bagainama proses belajar berlangsung dalam diri individu sangat ditentukan
oleh system informasi yang dipelajari. Teori ini memandang manusia sebagai
pengolah informasi, pemikir, dan pencipta (Pask dan Scott, dalam budiningsih,
2005).
Teori aliran ini dikritik karena tidak secara langsung membahas tentang
proses belajar sehingga menyulitkan dalam penerapan. Ulasan teori ini
cenderung ke dunia psikologi dan informasi dengan mencoba melihat
mekanisme kerja otak. Karena pengetahuan dan pemahaman akan mekanisme
ini sangat terbatas maka terbatas pula kemampuan untuk menerapkan teori ini.
G. Perbandingan Teori Belajar Behavior, Kognitif, Humanistik, dan
Sibernetik
KONSEP BEHAVIOR KOGNITIF HUMANISTIK SIBERNETIK
PENGER-
TIAN
Belajar: perubahan
perilaku, bila mampu
menunjukkan
perubahan perilaku;
Belajar adalah
perubahan persepsi
dan pemahaman
(yang tidak selalu
berupa perubahan
perilaku)
Tujuan
”memanusiakan
manusia”, lambat
laun dapat
mengaktualisa-sikan
dirinya, eklektif.
Berkembang
sejalan
dengan ilmu
informasi.
Belajar
adalah
pengo-lahan
informasi.
PEMBE-
LAJARAN
Stimulus dan respon,
apa yang terjadi pada
diri indi-vidu tidak
diperhatikan faktor lain
penguatan atau
“reinforcement” (positif
Setiap orang telah
mempunyai
pengalaman dan
penge-tahuan
didalam dirinya, dan
tertata dalam bentuk
Terwujud teori
Bloom dan
Krathwohl
(taksonomi: kognitif,
afektif, dan
psikomotor) ; Kolb
Pembelajaran
berlang-sung
sejalan
dengan
“Sistem
informasi”.
Teori Belajar
102
dan negatif); Pelopor:
Pavlov, Thorndike,
Skinner, Guthrie, Hull,
Watson.
“struktur kognitif”,
pembelajaran akan
berhasil bila materi
baru bersinambung
dengan stuktur
kognitif yang sudah
ada. Ada tiga teori (1)
Perkembangan
Piaget, (2) Kognitif
Bruner, dan (3)
Bermakna Ausubel
dengan “belajar 4
tahap: konkrit, aktif
reflektif,
konseptualisasi, dan
eksperimentasi
aktif); Honey dan
Mumford (dengan 4
Tipe Mhs: aktifis,
reflektor, teoris, dan
prag-matis);
Habermas (dengan 3
Tipe Belajar: Teknis,
Praktis, dan
Emansipatoris)
Tidak ada
satu pun cara
belajar ideal
untuk segala
situasi. Landa
(pendekatan
“algorit-
mik”,dan
“heuristik);
Pask dan
Scott (tipe
mhs :
“wholist”, dan
“serialist”).
KRITIK Kurang mampu
menjelas-kan proses
belajar yang kompleks;
hasil belajar tidak
hanya
bisaobervableterlalu
menyederhanakan
masalah belajar yang
se-sungguhnya, tidak
semua hasil belajar bisa
diamati.
Lebih dekat kepada
Psikologi daripada
teori belajar, aplikasi
dalam pembelajaran
tidak mu-dah. Kurang
bisa memahami
struktur kognitif mhs,
apalagi kalau dipilah
menjadi bagian yang
diskrit. Pada tahap
lanjut (advanced)
sulit memahami dan
mengidentifikasi
pengetahuan dan
pengalaman mhs
yang sudah ada dan
dimiliki.
Sukar diterapkan
dalam konteks yang
lebih praktis. Terlau
dekat dengan dunia
filasafat.
Karena lebih
menekan-kan
kepada
sistem in-
formasi yang
akan di-
pelajari,
kurang terha-
dap proses
pembela-
jaran
berlangsung.
Sulit untuk
dipraktekkan
H. Model – Model Pembelajaran Yang Diterapkan Dalam Teori Sibernetik
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, model dapat diartikan sebagai
kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman melakukan kegiatan.
Sedangkan pembelajaran adalah “suatu upaya sistematik dan disengaja untuk
menciptakan kondisi agar kegiatan belajar dan mengajarkan” (Marx, dalam
Dahar.1989). Model pembelajaran merupakan kerangka berfikir yang
mengarahkan seseorang merancang dan melaksanakan pembelajaran dikelas
serta membimbing siswa belajar sehingga interaksi belajar mengajarnya lebih
Teori Belajar
103
terarah (Joyce et al, 2000).Pengembangan model-model pembelajaran tersebut
adalah dimaksudkan membantu guru meningkatkan kemampuanya untuk lebih
mengenal siswa dan menciptakan lingkungan yang lebih bervariasi bagi
kepentingan belajar siswa-siswa.
Bruce Joyce dan Marsha Well, mengemukakan bahwa model pembelajaran
ada 4 macam, yaitu : model interaksi sosial, model pengolahan informasi, model
personal humanistik dan model modifikasi tingkah laku. Kaitanya disini model
berpikir induktif merupakan bagian dari kelompok model pembelajaran
pengolahan informasi (information processing). Model berpikir induktif
meyakini bahwa siswa sebagai peserta didik merupakan konseptor ilmiah.
Alasan – alasan model pembelajaran berpikir induktif dapat dimasukkan
kedalam teori sibernetik jika ditinjau dari:
a) Pengertian belajar menurut teori sibernetik Menurut teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi. Seolah-
olah teori ini mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yaitu mementingkan
proses belajar dari pada hasil belajar. Dari pernyataan diatas kami
menyimpulkan bahwa model yang digunakan dalam teori kognitif yaitu model
pembelajaran berpikir induktif dapat digunakan pula dalam teori sibernetik.
b) Teori pemprosesan informasi
Model pembelajaran berpikir induktif dapat dimasukkan kedalam teori
sibernetik karena dalam proses pengolahan informasi dalam ingatan dimulai
dari proses penyandian informasi (encoding), diikuti dengan penyimpanan
informasi (storage), dan diakhiri dengan mengungkapkan kembali informasi –
informasi yang telah disimpan dalam ingatan(retrival) (Budiningsih, 2005 : 86),
jika kita tinjau dari model berpikir induktif, kita dapat memasukan model
berpikir induktif kedalam teori sibernetik dari sintak matik modelnya, seperti
dibawah ini:
Tabel: Sintaks Matik Pengajaran Induktif (Inductive Teaching Model)
Tahapan
Strategi
Fase Pertama Fase Kedua Fase ketiga
Tahap Pertam
a :
Pembentukan
Konsep
Mengidentifikas
i dan
menyebutkan
data satu
persatu. Data
yang relevan
dimasukan
Mengelompokka
n data kedalam
kategori yang
sejenis
Mengembangka
n label – label
dari setiap
kategori
Teori Belajar
104
kedalam topic
atau masalah
Tahap Kedua :
Interprestasi
Data
Mengidentifikas
i dimensi –
dimensi yang
saling
berhubungan
Menjelaskan
dimensi –
dimensi yang
saling
berhubungan.
Membuat
inferensi atau
kesimpulan.
Tahap Ketiga:
Aplikasi
prinsip
Memprediksi
akibat, atau
konsekuensi –
konsekuensi
pridiksi dan
melakukan
hipotesis.
Menjelaskan atau
Alasan - alasan
yang
Mendukung
prediksi dan
hipotesis .
Membuktikan
prediksi –
prediksi.
Teori Belajar
105
BAB 11
Teori Belajar Revolusi Sosiokultural
Pengertian Teori Belajar Revolusi Sosio-Kultural
Teori belajar revolusi sosiokultur adalah peningkatan fungsi-fungsi
mental seseorang yang berasal dari kehidupan social atau kelompoknya, dan
bukan sekedar dari individu itu sendiri. Teori belajar sosiokultur berangkat dari
penyadaran tentang betapa pentingnya sebuah pendidikan yang melihat proses
kebudayaan dan pendidikan yang tidak bisa dipisahkan. Pendidikan dan
kebudayaan memiliki keterkaitan yang sangat erat, di mana pendidikan dan
kebudayaan berbicara pada tataran yang sama, yaitu nilai-nilai. Tylor telah
menjalin tiga pengertian manusia, masyarakat dan budaya sebagai tiga dimensi
dari hal yang bersamaan. Oleh sebab itu pendidikan tidak dapat dilepaskan dari
kebudayaan dan hanya dapat terlaksana dalam suatu komunitas masyarakat.
Dasar Terbentuknya Teori Sosio-Kultural
Ada 2 tokoh yang mendasari terbentuknya teori belajar sosio-kultural
yaitu:
1. Piaget
Piaget berpendapat bahwa belajar ditentukan karena adanya karsa atau
kemauan individu artinya pengetahuan berasal dari individu. Siswa
berinteraksi dengan lingkungan sosial yaitu teman sebayanya dibanding orang-
orang yang lebih dewasa. Penentu utama terjadinya belajar adalah individu
yang bersangkutan (siswa) sedangkan lingkungan sosial menjadi faktor
sekunder. Menurut Piaget perkembangan kognitif merupakan suatu proses
genetik, yaitu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis dalam bentuk
perkembangan sistem syarat. Makin bertambah umur seseorang, makin
komplekslah susunan sel syarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya.
Kegiatan belajar terjadi seturut dengan pola tahap-tahap perkembangan
tertentu dan umur seseorang. Ketika individu berkembang menuju
kedewasaan, ia akan mengalami adaptasi biologis dengan lingkungannya yang
akan menyebabkan adanya perubahan-perubahan kualitatif di dalam struktur
kognitifnya.
2. Vygotsky
Jalan pikiran seseorang dapat dimengerti dengan cara menelusuri asal
usul tindakan sadarnya dari interaksi sosial (aktivitas dan bahasa yang
digunakan) yang dilatari sejarah hidupnya. Peningkatan fungsi-fungsi mental
bukan berasal dari individu itu sendiri melainkan berasal dari kehidupan sosial
atau kelompoknya. Menurut Vygotsky perkembangan kognisi seorang anak
Teori Belajar
106
dapat terjadi melalui kolaborasi antar anggota dari satu generasi keluarga
dengan yang lainnya. Perkembangan anak terjadi dalam budaya dan terus
berkembang sepanjang hidupnya dengan berkolaborasi dengan yang lain. Dari
perspektif ini para penganut aliran sosiokultural berpendapat bahwa sangatlah
tidak mungkin menilai seseorang tanpa mempertimbangkan orang-orang
penting di lingkungannya. Ia menekankan bahwa proses-proses perkembangan
mental seperti ingatan, perhatian, dan penalaran melibatkan pembelajaran
dengan orang–orang yang ada di lingkungan sosialnya. Selain itu ia juga
menekankan bagaimana anak-anak dibantu berkembang dengan bimbingan
dari orang-orang yang sudah terampil di dalam bidang-bidang tersebut.
Menurut Vygotsky teori belajar Sosiokultur ini menekankan bahwa
perubahan kognitif hanya terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah dipahami
diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam upaya memakai
informasi-informasi baru. Teori belajar sosiokultur meliputi tiga konsep utama,
yaitu:
1) Hukum Genetik tentang Perkembangan
Setiap kemampuan seseorang akan tumbuh dan berkembang melewati
dua tataran, yaitu interpsikologis atau intermental dan intrapsikologis atau
intramental. Pandangan teori ini menempatkan intermental atau lingkungan
sosial sebagai faktor primer dan konstitutif terhadap pembentukan
pengetahuan serta perkembangan kognitif seseorang. Sedangkan fungsi
intramental dipandang sebagai derivasi atau keturunan yang tumbuh atau
terbentuk melalui penguasaan dan internalisasi terhadap proses-proses sosial
tersebut.
2) Zona Perkembangan Proksimal Vygotsky membagi perkembangan proksimal (zone of proximal
development) ke dalam dua tingkat:
a. Tingkat perkembangan aktual yang tampak dari kemampuan seseorang
untuk menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan berbagai masalah
secara mandiri (intramental).
b. Tingkat perkembangan potensial tampak dari kemampuan
seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas dan memecahkan masalah
ketika dibawah bimbingan orang dewasa atau ketika berkolaborasi dengan
teman sebaya yang lebih kompeten (intermental).
Jarak antara keduanya, yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat
perkembangan potensial ini disebut zona perkembangan proksimal. Zona
perkembangan proksimal diartikan sebagai fungsi-fungsi atau kemampuan-
kemampuan yang belum matang yang masih berada dalam proses pematangan.
Teori Belajar
107
3) Mediasi Menurut Vygotsky, semua perbuatan atau proses psikologis yang khas
manusiawi dimediasikan dengan psychologis tools atau alat-alat psikologis
berupa bahasa, tanda dan lambang, atau semiotika. Ada dua jenis mediasi, yaitu:
a. Mediasi metakognitif adalah penggunaan alat-alat semiotik yang bertujuan
untuk melakukan self- regulation yang meliputi: self planning, self
monitoring, self checking, dan self evaluating. Mediasi metakognitif ini
berkembang dalam komunikasi antar pribadi.
b. Mediasi kognitif adalah penggunaan alat-alat kognitif untuk memecahkan
masalah yang berkaitan dengan pengetahuan tertentu atau subject-domain
problem. Mediasi kognitif bisa berkaitan dengan konsep spontan (yang bisa
salah) dan konsep ilmiah (yang lebih terjamin kebenarannya).
Pengaruh Sosio-Kultural pada Perkembangan Kognitif
a. Pengaruh sosial pada perkembangan kognitif: Pembelajaran pada anak
terjadi melalui interaksi sosial dengan tutor yang lebih berpengalaman,
Tutor ini menjadi model dalam berperilaku atau menyediakan instruksi
verbal untuk anak. Model inilah yang disebut dengan dialog kooperatif atau
kolaboratif. Anak mencari pemahaman perilaku atau instruksi dari tutor,
menginternalisasi informasi dan menggunakannya untuk
memformulasikan perilaku mereka.
b. Pengaruh Budaya pada perkembangan kognitif: Vygotsky menekankan
bagaimana seseorang berkembang dalam lingkungan yang berubah.
Dengan berfokus pada individu ataupun pada lingkungan tidak cukup untuk
menjelaskan mengenai perkembangan seseorang.
Kelebihan dan Kekurangan Teori Sosio Kultural
1. Kelebihan
a. Anak memperoleh kesempatan yang luas untuk mengembangkan
zona perkembangan proximalnya atau potensinya melalui belajar dan
berkembang.
b. Pembelajaran perlu lebih dikaitkan dengan tingkat perkembangan
potensialnya daripada tingkat perkembangan aktualnya.
c. Pembelajaran lebih diarahkan pada penggunaan strategi untuk
mengembangkan kemampuan intermentalnya daripada kemampuan
intramental.
d. Anak diberi kesempatan yang luas untuk mengintegrasikan
pengetahuan deklaratif yang telah dipelajarinya dengan pengetahuan
prosedural yang dapat dilakukan untuk tugas-tugas atau pemecahan
masalah.
Teori Belajar
108
2. Kekurangan
Terbatas pada perilaku yang tampak, proses-proses belajar yang kurang
tampak seperti pembentukan konsep, belajar dari berbagai sumber belajar,
pemecahan masalah dan kemampuan berpikir sukar diamati secara langsung
oleh karena itu diteliti oleh para teoriwan perilaku.
Aplikasi Teori Sosio Kultur
Aplikasi teori sosio-kultural dalam pendidikan. Penerapan teori sosio
kultural dalam pendidikan dapat terjadi pada 3 jenis pendidikan yaitu:
a. Pendidikan informal (keluarga)
Pendidikan anak dimulai dari lingkungan keluarga, dimana anak pertama
kali melihat, memahami, mendapatkan pengetahuan, sikap dari lingkungan
keluarganya. Oleh karena itu perkembangan prilaku masing-masing anak akan
berbeda manakala berasal dari keluarga yang berbeda, karena faktor yang
mempengaruhi perkembangan anak dalam keluarga beragam, misalnya: tingkat
pendidikan orang tua, faktor ekonomi keluarga, keharmonisan dalam keluarga
dan sebagainya.
b. Pendidikan nonformal
Pendidikan nonformal yang berbasis budaya banyak bermunculan untuk
memberikan pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku pada anak, misalnya
kursus membatik. Pendidikan ini diberikan untuk membekali anak hal-hal
tradisi yang berkembang di lingkungan sosial masyarakatnya.
c. Pendidikan formal
Kehadiran kurikulum 2013 tidak lepas dari kurikulum sebelumnya, yakni
KTSP tahun 2006. Kurikulum 2013 sebagai hasil dari penjabaran Permendikbud
No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah
yang mengisyaratkan tentang perlunya proses pembelajaran yang dipandu
dengan kaidah-kaidah pendekatan saintifik atau ilmiah.
Sebagaimana disebutkan Sudrajat (2013) bahwa kehadiran kurikulum
2013 menjadikan menjadikan siswa lebih aktif dalam mengkonstruksi
pengetahuan dan keterampilannya, juga dapat mendorong siswa untuk
melakukan penyelidikan guna menemukan fakta-fakta dari suatu fenomena
atau kejadian. Artinya, dalam proses pembelajaran, siswa dibelajarkan dan
dibiasakan untuk menemukan kebenaran ilmiah, bukan diajak untuk beropini
apalagi fitnah dalam melihat suatu fenomena. Mereka dilatih untuk mampu
berfikir logis, runut dan sistematis, dengan menggunakan kapasistas berfikir
tingkat tinggi (High Order Thingking). Penerapan pendekatan saintifik/ilmiah
dalam pembelajaran menuntut adanya perubahan setting dan bentuk
pembelajaran tersendiri yang berbeda dengan pembelajaran konvensional. Hal
Teori Belajar
109
ini sesuai dengan beberapa metode pembelajaran yang dipandang sejalan
dengan prinsip-prinsip pendekatan saintifik/ilmiah, antara lain metode: (1)
Problem Based Learning; (2) Project Based Learning; (3) Inkuiri/Inkuiri Sosial;
dan (4) Group Investigation.
Metode-metode tersebut merupakan berusaha membelajarkan siswa
untuk mengenal masalah, merumuskan masalah, mencari solusi atau
menguji jawaban sementara atas suatu masalah/pertanyaan dengan
melakukan penyelidikan (menemukan fakta-fakta melalui penginderaan), pada
akhirnya dapat menarik kesimpulan dan menyajikannya secara lisan maupun
tulisan. Dengan kata lain, paradigma pengembangan kurikulum 2013 sesuai
dengan paradigma pembelajaran abad 21, yakni menghasilkan insan Indonesia
yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap (tahu
mengapa), keterampilan (tahu bagaimana), dan pengetahuan (tahu apa) yang
terintegrasi dengan demikian kurikulum 2013 menekankan pada penilaian
terhadap tiga komponen dalam proses. Tiga komponen tersebut adalah skill
(keterampilan), knowlidge (pengetahuan), dan attitude (prilaku). Tiga
komponen itu didapatkan pada proses pembelajaran berlangsung. Selain itu,
kurikulmu 2013 lebih mengedepankan penilaian otentik (penilaian yang
sebenarnya). Seluruh rangkaian pembelajaran siswa menjadi titik perhatian
seorang pendidik dalam memberikan penilaian.
Dalam proses penilaian, digunakan pendekatan penilaian menggunakan
sistem penilaian otentik , siswa dinilai pada proses pembelajaran berlangsung.
Pada proses pembelajaran, mengedepankan pendekatan saintifik, siswa
diarahkan untuk mengelabolarisakan, menemukan dan menjelaskan fenomena
yang terjadi dilapanan berdasarkan hasil temuannya. Dengan demikian,
pendekatan ini mengarahkan pada satu kesimpulan bahwa siswa akan
memahami pengetahuan berdasarkan apa yang ia rasakan dan ditemukan
sehinga interaksi sosial akan semakin efektif
Rangkuman
Menurut teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi Asumsi lain dari
teori sebernetik adalah bahwa tidak ada satu proses belajarpun yang ideal
untuk segala situasi, dan yang cocok untuk semua siswa, Implementasi teori
sibernetik dalam kegiatan pembelajaran sibernetik telah dikembangkan oleh
beberapa tokoh, diantaranya yaitu Landa, pask dan scott. Teori belajar
pengolahan informasi termasuk dalam lingkup teori kognitif yang
mengemukakan bahwa belajar adalah proses internal yang tidak dapat diamati
secara langsung dan merupakan perubahan kemampuan yang terikat pada
situasi tertentu. Teori belajar pemprosesan informasi mendiskripsikan
tindakan belajar merupakan proses internal yang mencakup beberapa tahapan.
Teori Belajar
110
Aplikasi teori pengolahan informasi dalam pembelajaran antara lain
dirumuskan dalam teori Gagne dan Briggs yang mempreskripsikan adanya
kapabilitas belajar, peristiwa pembelajaran, dan pengorganisasian atau urutan
pembelajaran. Model pembelajaran yang diterapkan dalam teori sibernetik
model berpikir induktif. Penafsiran tentang teori pembelajaran disarankan
tidak hanya berpacu pada pengolahan informasi yang bersifat teknologi, namun
pacuan dari pengolahan informasi itu adalah tahapan pengolahan informsi yang
ada pada otak.
Teori pembelajaran sibernetik tidak hanya mampu kita terapkan dalam model
pembelajaran yang berbasis teknologi namun teori belajar sibernetik bisa
diterapkan di model pembelajaran lainnya. Pemilihan model pembelajaran
sibernetik berpacu pada proses pengolahan informasi.
Teori Belajar
111
BAB 12
Teori Kecerdasan Majemuk
Sejarah Munculnya Teori Kecerdasan Majemuk/ Multiple Intelligence
Konsep multiple intelligence diperkenalkan pada tahun 1983 oleh Prof.
Howard Gardner pada yaitu seorang psikolog dan profesor utama di Cognition
and Education, Harvar Graduate School of Education dan juga profesor di bidang
Neurologi, Boston University School of Medicine. Konsep ini memiliki esensi
bahwa setiap orang adalah unik, Setiap orang perlu menyadari dan
mengembangkan ragam kecerdasan manusia dan kombinasi-kombinasinya.
Setiap siswa berbeda karena mempunyai kombinasi kecerdasan yang berlainan.
Konsep kecerdasan majemuk atau multiple intelligences berawal dari
karya Horward Gardner dalam buku Frames Of Mind tahun 1983 yang
didasarkan atas hasil penelitian selama beberapa tahun tentang kapasitas
kognitif manusia (Human Cognitif Capacities). Gardner menolak asumsi bahwa
kognisi manusia merupakan satu kesatuan dan individu hanya mempunyai
kecerdasan tunggal. Meskipun sebagian besar individu menunjukkan
penguasaan yang berbeda, individu memiliki beberapa kecerdasan dan
bergabung menjadi satu kesatuan membentuk kemampuan pribadi yang cukup
tinggi.
Gardner menetapkan syarat khusus yang harus dipenuhi oleh setiap
kecerdasan agar dapat dimasukkan dalam teorinya diantaranya adalah:
1. Setiap kecerdasan dapat dilambangkan misalnya Matematika jelas ada
lambang, Musik ada lambang, kinestetik ada lambang atau irama
gerak (seperti: lambaian tangan, untuk selamat tinggal atau mau tidur dan
lain-lain).
2. Setiap kecerdasan mempunyai riwayat perkembangan artinya tidak seperti
IQ yang meyakini bahwa kecerdasan itu mutlak tetap dan sudah ditetapkan
saat kelahiran atau tidak berubah, MI (Multiple Intelligences) percaya
bahwa kecerdasan itu muncul pada titik tertentu dimasa kanak-kanak,
mempunyai periode yang berpotensi untuk berkembang selama rentang
hidup dan berisikan pola unik yang secara berlahan atau cepat semakin
merosot seiring dengan semakin tuanya seseorang.
3. Setiap Kecerdasan rawan terhadap cacat akibat kerusakan atau cedera pada
wilayah otak tertentu. Misalnya orang dengan kerusakan pada Lobus
Frontal pada belahan otak kiri, tidak mampu berbicara atau menulis dengan
mudah, namun tanpa kesulitan dapat menyanyi, melukis dan menari. Orang
yang Lobus, Temporalnya yang kanan yang rusak, mungkin mengalami
kesulitan di bidang musik tetapi dengan mudah mampu bicara, membaca
Teori Belajar
112
dan menulis. Pasien dengan kerusakan pada Lobus Oksipitalbelahan otak
kanan mengkin mengalami kesulitan dalam mengenali wajah,
membayangkan atau mengamati detail visual.
Setiap kecerdasan mempunyai keadaan akhir berdasar nilai
budaya.Artinya tidak harus Matematis-Logis yang penting atau Spatial atau
Musik, atau tergantung budaya masing-masing misalnya ada kemampun naik
kuda, melacak jejak dan lain-lain dalam budaya tertentu itu sangat penting dan
lain-lain.
Pengertian Kecerdasan Majemuk/ Multiple Intelligence
Sebelum kita mengetahui mengenai apa itu kecerdasan majemuk, terlebih
dahulu kita ketahui apa yang dimaksud dengan kecerdasan. Howard Gardner
mendefinisikan kecerdasan sebagi berikut:
1. Kemampuan menyelesaikan masalah atau produk mode yang merupakan
konsekuensi dalam suasana budaya.
2. Keterampilan memecahkan masalah membuat seseorang mendekati situasi
yang sasaran harus dicapai.
3. Kemampuan untuk menemukan arah/cara yang tepat kea rah sasaran
tersebut (Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran. 2010).
Tidak hanya mendefinisikan kecerdasan Prof. Howard Gardner
mendefinisikan mengenai kecerdasan majemuk/ganda. Seorang ahli psikologi
kognitif dari Universitas Harvard ini menyatakan bahwa yang dimaksud dengan
kecerdasan ganda (multiple intelligences) adalah kemampuan untuk
memecahkan masalah atau menciptakan suatu produk yang bernilai dalam satu
latar belakang budaya tertentu. Artinya, setiap orang jika dihadapkan pada satu
masalah, ia memiliki sejumlah kemampuan untuk memecahkan masalah yang
berbeda sesuai dengan konteksnya.
Kemampuan “memecahkan” masalah tidak hanya berkaitan dengan
berhasil atau tidaknya menghitung perkalian, namun juga meliputi kemampuan
membentuk suatu tim, kemampuan untuk mengatur anggota dalam
kelompokguna bersama-sama memecahkan masalah yang sulit, dan lain-lain.
Sementara itu “menciptakan suatu produk” meliputi kemampuan membentuk
sesuatu dari lilin (tanah liat), menciptakan suatu bentuk tarian, dan sebagainya.
Sedangkan “bernilai dalam satu latar belakang budaya tertentu” berkaitan
dengan apa dampaknya bagi lingkungan, keuntungan yang dapat dipetik oleh
orang lain. Misalnya, dapat dinikmati keindahannya, anggota tim dapat bekerja
lebih sistematis.
Gardner memandang kecerdasan tidak semata-mata berdasarkan skor
tertentu yang telah memiliki nilai standar melainkan berdasarkan ukuran
kemampuan yang dikuasai oleh individu. Pendekatan ini mencoba memahami
bagaimana pikiran individu dalam menjalankan kehidupan, baik yang berkaitan
Teori Belajar
113
dengan benda-benda konkret maupun hal-hal yang bersifat abstrak sehingga
bagi Gardner tidak ada anak yang bodoh atau pintar, yang ada hanyalah anak
yang lebih menguasai satu bidang tertentu atau beberapa bidang lain. Oleh
karena itu, bidang atau kecerdasan tertentu yang kurang dikuasai dapat
distimulasi agar lebih terampil. Namun demikian, Gardner juga mempercayai
bahwa setiap individu memiliki kecenderungan untuk cerdas pada satu bidang
tertentu sehingga individu tidak memerlukan usaha yang susah payah untuk
mengembangkannya. Berkaitan dengan hal tersebut maka Gardner
mengembangkan suatu kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur apakah
potensi yang dimiliki oleh seseorang memang merupakan suatu kecerdasan
yang sesungguhnya.
Jenis-jenis Kecerdasan
Gardner menyebutkan ada delapan jenis kecerdasan yang kemudian
berkembang menjadi 10 jenis kecerdasan yang dimiliki setiap individu yaitu:
1. Kecerdasan Linguistik.
Kemampuan menggunakan kata secara efektif, baik secara lisan
(misalnya pendongeng, orator, atau politis) maupun tertulis (misalnya
sastrawan, penulis drama, editor, wartawan). (Yatim Riyanto, Paradigma Baru
Pembelajaran. 2010). Kecerdasan ini meliputi kemampuan memanipulasi tata
bahasa atau struktur, fonologi, semantik dan pragmatik.
Ciri-ciri anak dengan kecerdasan linguistic yang menonjol biasanya
senang membaca, pandai bercerita, senang menulis cerita atau puisi, senang
belajar bahasa asing, mempunyai perbendaharaan kata yang baik, pandai
mengeja, suka menulis surat atau e-mail, senang membicarakan ide-ide dengan
teman-temannya, memiliki kemampuan kuat dalam mengingat nama atau fakta,
menikmati permainan kata (utak-atik kata, kata-kata tersembunyi, scrabble
atau teka-teki silang, bolak-balik kata, plesetan atau pantun) dan senang
membaca tentang ide-ide yang menarik minatnya.
2. Kecerdasan Matematis-Logis
Kemampuan menggunakan angka dengan baik (misalnya, ahli
matematika, akuntan pajak, ahli statistik) dan melakukan penalaran yang benar
misalnya, sebagai ilmuwan, pemrogaman computer, atau ahli logika). (Yatim
Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran. 2010). Kecerdasan ini meliputi
kepekaan pada pola hubungan logis, pernyataan dan dalil, fungsi logis dan
abstraksi lain.
Seseorang dengan kecerdasan matematis logis yang tinggi biasanya
memiliki ketertarikan terhadap angka-angka, menikmati ilmu pengetahuan,
mudah mengerjakan matematika dalam benaknya, suka memecahkan misteri,
senang menghitung, suka membuat perkiraan, menerka jumlah (seperti
menerka jumlah uang logam dalam sebuah wadah), mudah mengingat angka-
Teori Belajar
114
angka serta skor-skor, menikmati permainan yang menggunakan strategi
seperti catur atau games strategi, memperhatikan antara perbuatan dan
akibatnya (yang dikenal dengan sebab-akibat), senang menghabiskan waktu
dengan mengerjakan kuis asah otak atau teka-teki logika, senang menemukan
cara kerja komputer, senang mengelola informasi kedalam tabel atau grafik dan
mereka mampu menggunakan komputer lebih dari sekedar bermain games.
3. Kecerdasan Spasial
Kemampuan mempersepsikan dunia spasial-visual secara akurat
(misalnya, sebagai pemburu, pramuka, pemandu) dan mentrasformasikan
persepsi dunia spasial-visual tersebut (misalnya, decorator interior, arsitek,
seniman, atau penemu). Kecerdasan ini meliputi kemampuan membayangkan,
mempersentasikan ide secara visual atau spasial, dan mengorientasikan diri
secara tepat dalam atriks spasial. (Yatim Riyanto, Paradigma Baru
Pembelajaran. 2010).
Seorang anak yang memiliki kecerdasan dalam spasial biasanya lebih
mengingat wajah ketimbang nama, suka menggambarkan ide-idenya atau
membuat sketsa untuk membantunya menyelesaikan masalah, berpikir dalam
bentuk gambar-gambar serta mudah melihat berbagai objek dalam benaknya,
dia juga senang membangun atau mendirikan sesuatu, senang membongkar
pasang, senang membaca atau menggambar peta, senang melihat foto-
foto/gambar-gambar serta membicarakannya, senang melihat pola-pola dunia
disekelilingnya, senang mencorat-coret, menggambar segala sesuatu dengan
sangat detail dan realistis, mengingat hal-hal yang telah dipelajarinya dalam
bentuk gambar-gambar, belajar dengan mengamati orang-orang yang sedang
mengerjakan banyak hal, senang memecahkan teka-teki visual/gambar serta
ilusi optik dan suka membangun model-model atau segala hal dalam 3 dimensi.
Anak dengan kecerdasan visual biasanya kaya dengan khayalan sehingga
cenderung kreatif dan imajinatif.
4. Kecerdasan Kinetis-Jasmani
Keahlian menggunakan seluruh tubuh untuk mengekspresikan ide dan
perasaan (misalnya, sebagai aktor, pemain pantonim, atlet, atau penari) dan
keterampilan menggunakan tangan untuk menciptakan atau mengubah sesuatu
(misalnya, sebagai perajin, pematung, ahli mekanik, dokter bedah). Kecerdasan
ini meliputi kemampuan-kemampuan fisik yang spesifik, seperti koordinasi,
keseimbangan, keterampilan, kekuatan, kelenturan, dan kecepatan maupun
kemampuan menerima rangsangan (proprioveptive) dan hal yang berkaitan
dengan sentuhan (tactile & haptic). (Yatim Riyanto, Paradigma Baru
Pembelajaran. 2010).
Teori Belajar
115
Anak yang memiliki kecerdasan dalam memahami tubuh cenderung suka
bergerak dan aktif, mudah dan cepat mempelajari keterampilan-keterampilan
fisik serta suka bergerak sambil berpikir, mereka juga senang berakting, senang
meniru gerak-gerik atau ekspresi teman-temannya, senang berolahraga atau
berprestasi dalam bidang olahraga tertentu, terampil membuat kerajinan atau
membangun model-model, luwes dalam menari, senang menggunakan gerakan-
gerakan untuk membantunya mengingat berbagai hal.
5. Kecerdasan Musikal
Kemampuan menangani bentuk-bentuk musical, dengan cara
mempersepsi (misalnya pemikat music), membedakan (misalnya sebagai
kritikus musik), menggubah (misalnya, sebagai composer), dan
mengekspresikan (misalnya sebagai penyanyi). Kecerdasan ini meliputi
kepekaan pada, irama, pola titik nada atau melodi, dan warna nada atau warna
suara suatu lagu (Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran. 2010).
Seorang anak yang memiliki kecerdasan dalam bermusik biasanya
senang menyanyi, senang mendengarkan musik, mampu memainkan instrumen
musik, mampu membaca not balok/angka, mudah mengingat melodi atau nada,
mampu mendengar perbedaan antara instrumen yang berbeda-beda yang
dimainkan bersama-sama, suka bersenandung/bernyanyi sambil berpikir atau
mengerjakan tugas, mudah menangkap irama dalam suara-suara
disekelilingnya, senang membuat suara-suara musikal dengan tubuhnya
(bersenandung, bertepuk tangan, menjentikkan jari atau menghentakkan kaki),
senang mengarang/menulis lagu-lagu atau rap-nya sendiri dan mudah
mengingat fakta-fakta dengan mengarang lagu untuk fakta-fakta tersebut.
6. Kecerdasan Interpersonal.
Kemampuan mempersepsi dan membedakan suasana hati, maksud,
motivasi, serta perasaan orang lain. Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada
ekspresi wajah, suara, gerak isyarat; kemampuan membedakan berbagai
macam tanda interpersonal; dan kemampuan menanggapi secara efektif tanda
tersebut dengan tindakan pragmatis tertentu (misalnya mempengaruhi
sekelompok orang untuk melakukan tindakan tertentu). (Yatim Riyanto,
Paradigma Baru Pembelajaran. 2010).
Jika seseorang memiliki kecerdasan dalam memahami sesama biasanya
ia suka mengamati sesama, mudah berteman, suka menawarkan bantuan ketika
seseorang membutuhkan, menikmati kegiatan-kegiatan kelompok serta
percakapan yang hangat dan mengasyikkan, senang membantu sesamanya yang
sedang bertikai agar berdamai, percaya diri ketika bertemu dengan orang baru,
suka mengatur kegiatan-kegiatan bagi dirinya sendiri dan teman-temannya,
mudah menerka bagaimana perasaan sesamanya hanya dengan mengamati
Teori Belajar
116
mereka, mengetahui bagaimana cara membuat sesamanya bersemangat untuk
bekerja sama atau bagaimana agar mereka mau terlibat dalam hal-hal yang
diminatinya, lebih suka bekerja dan belajar bersama ketimbang sendirian, dan
senang bersukarela untuk menolong sesama. Anak yang memiliki kecerdasan
interpersonal biasanya disukai teman-temannya karena ia mampu berinteraksi
dengan baik dan memiliki empati yang besar terhadap teman-temannya.
7. Kecerdasan Intrapersonal
Kemampuan memahami diri sendiri dan bertindak berdasarkan
pemahaman tersebut. Kecerdasan ini meliputi kemampuan memahami diri
yang akurat. (kekuatan dan keterbatasan diri) ; kesadaran akan suasana hati,
maksud, motivasi, tempramen, dan keinginan. Serta kemampuan berdisplin diri,
memahami dan menghargai diri. (Yatim Riyanto, Paradigma Baru
Pembelajaran. 2010).
Seorang anak yang memiliki kecerdasan dalam memahami diri sendiri
biasanya lebih suka bekerja sendirian daripada bersama-sama, suka
menetapkan serta meraih sasaran-sasarannya sendiri, mengetahui bagaimana
perasaannya dan mengapa demikian dan seringkali ia menghabiskan waktu
hanya untuk merenungkan dalam-dalam tentang hal-hal yang penting baginya.
Anak dengan kecerdasan intrapersonal biasanya sadar betul akan bidang yang
menjadi kemahirannya dan bidang dimana dia tidak terlalu mahir. Anak seperti
ini biasanya sadar betul akan siapa dirinya dan ia sangat senang memikirkan
masa depan dan cita-citanya di suatu hari nanti.
8. Kecerdasan Naturalis
Keahlian mengenali dan mengategorikan spesies flora dan fauna di
lingkungan sekitar. Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada fenomena alam
lainnya (misalnya formasi awan dan gunung-gunung) dan bagi mereka yang
dibesarkan di lingkungan perkotaan, kemampuan membedakan benda tak
hidup, seperti karet dan sampul kaset CD (Yatim Riyanto, Paradigma Baru
Pembelajaran. 2010).
Seorang yang memiliki kecerdasan dalam memahami alam biasanya suka
binatang, pandai bercocok tanam dan merawat kebun di rumah atau di
lingkungannya, peduli tentang alam serta lingkungan. Selain itu ia juga senang
berkemah atau mendaki gunung di alam bebas, senang memperhatikan alam
dimanapun dia berada, mudah beradaptasi dengan tempat dan acara yang
berbeda-beda.
Teori Belajar
117
9. Kecerdasan Eksistensial
Kecerdasan yang berhubungan dengan kapasitas dan kemampuan
(Gardner, 2003). (Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran. 2010).
Kecerdasan ini biasanya dimiliki oleh para filsuf.
10. Spiritual
Keyakinan dan mengaktualisasikan akan sesatu yang bersifat transenden
atau penyadaran akan nilai-nilai akidah-keimanan, keyakinan akan kebesaran
Tuhan. Kecerdasan ini meliputi kesadaran suara hati, internalisasi nilai,
aktualisasi, dan keikhlasan. Misalnya menghayati batal dan haram dalam agama,
toleransi, sabar, tawakal, dan keyakinan akan takdir baik dan buruk.
Mengaktualisasikan hubungan dengan Tuhan berdasarkan keyakinannya.
a. Poin-poin kunci dalam teori kecerdasan majemuk
Disamping pembahasan kedelepan kecerdasan perlu diperhatikan
beberapa poin tentang model kecerdasan majemuk berikut ini:
1) Setiap orang memiliki kedelapan kecerdasan.
2) Orang pada umumnya dapat mengembangkan setiap kecerdasan
sampai pada tingkat penguasaan yang memadai.
3) Kecerdasan-kecerdasan umumnya bekerja bersamaan dengan cara
yang kompleks.
4) Ada banyak cara untuk menjadi cerdas dalam setiap kategori.
b. Kecerdasan majemuk dan perkembangan kepribadian
Untuk menerapkan suatu model pembelajaran di lingkungan sekolah. Guru
harus terlebih dahulu menerapkan model tersebut apabila tidak memiliki
pemahaman empiris tentang teori tersebut dan menjalaninya sendiri sulit
bagi guru menerapkan model tersebut pada anak didik. Ketika guru mulai
menerapkannya pada diri sendiri akan akan jelas terlihat bagaimana
kefasihan guru atau kekurang fasihan guru. Menggunakan kedelapan
kecerdasan itu dapat mempengaruhi kecakapan guru ketika menjalankan
peran-peran sebagai pendidik. Teori kecerdasan majemuk adalah model
yang sangat tepat baik untuk melihat kekuatan mengajar maupun untuk
mempelajari wilayah-wilayah yang perlu diperbaiki
c. Faktor – Faktor Penting Dalam Implementasi Teori Kecerdasan Ganda
Implementasi teori kecerdasan ganda dalam aktivitas pembelajaran
memerlukan dukungan komponen-komponen sistem persekolahan sebagai
berikut:
Orang tua murid
Guru
Kurikulum dan fasilitas
Teori Belajar
118
Sistem penilaian
Komponen masyarakat, dalam hal ini orang tua murid, perlu memberikan
dukungan yang optimal agar implementasi teori kecerdasan ganda di sekolah
dapat berhasil. Orang tua, dalam konteks pengembangan kecerdasan ganda
perlu memeberikan sedikit kebebasan pada anak mereka untuk dapat memilih
kompetensi yang ingin dikembangkan sesuai dengan kecerdasan dan bakat
yang mereka miliki.
Guru memegang peran yang sangat penting dalam implementasi teori
kecerdasan ganda. Agar implementasi teori kecerdasan ganda dapat mencapai
hasil seperti yang diinginkan ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu:
a. Kemampuan guru dalam mengenali kecerdasan individu siswa
b. Kemampuan mengajar dan memanfaatkan waktu mengajar secara
proporsional.
Kemampuan guru dalam mengenali kecerdasan ganda yang dimiliki oleh
siswa merupakan hal yang sangat penting. Faktor ini akan sangat menentukan
dalam merencanakan proses belajar yang harus ditempuh oleh siswa. Ada
banyak cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk mengenali kecerdasan
spesifik yang dimiliki oleh siswa. Semakin dekat hubungan antara guru dengan
siswa, maka akan semakin mudah bagi para guru untuk mengenali karakteristik
dan tingkat kecerdasan siswa.
Setelah mengetahui kecerdasan setiap individu siswa, maka langkah –
langkah berikutnya adalah merancang kegiatan pembelajaran. Armstrong
(2004) mengemukakan proporsi waktu yang dapat digunakan oleh guru dalam
mengimplementasikan teori kecerdasan ganda yaitu:
a. 30 % pembelajaran langsung
b. 30 % belajar kooperatif
c. 30% belajar independent
Implementasi teori kecerdasan ganda membawa implikasi bahwa guru
bukan lagi berperan sebagai sumber (resources), tapi harus lebih berperan
sebagai manajer kegiatan pembelajaran. Dalam menerapkan teori kecerdasan
ganda, sistem sekolah perlu menyediakan guru-guru yang kompeten dan
mampu membawa anak mengembangkan potensi-potensi kecerdasan yang
mereka miliki. Guru musik misalnya, selain mampu memainkan instrumen
musik, ia juga harus mampu mengajarkannya sehimgga dapat menjadi panutan
yang baik bagi siswa yang memiliki kecerdasan musikal.
Sekolah yang menerapkan teori kecerdasan ganda juga perlu
menyediakan fasilitas pendukung selain guru yang berkualitas. Fasilitas
tersebut dapat digunakan oleh guru dan siswa dalam meningkatkan
kecerdasan-kecerdasan yang spesifik.
Fasilitas dapat berbentuk media pembelajaran dan peralatan serta
perlengkapan pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan
Teori Belajar
119
kecerdasan ganda. Contoh fasilitas pembelajaran yang dapat digunakan untuk
meningkatkan kecerdasan ganda antara lain: peralatan musik, peralatan olah
raga dan media pembelajaran yang dapat digunakan untuk melatih kecerdasan
spesifik.
Sistem penilaian yang diperlukan oleh sekolah yang menerapkan teori
kecerdasan ganda berbeda dengan sistem penilaian yang digunkan pada
sekolah konvensional. Sekolah yang menerapkan teori kecerdasan ganda pada
dasarnya berasumsi bahwa semua individu itu cerdas. Penilaian yang
digunakan tidak berorientasi pada input dari proses pembelajaran tapi lebih
berorientasi pada proses dan kemajuan (progress) yang diperlihatkan oleh
siswa dalam mempelajari suatu keterampilan yang spesifik. Metode penilaian
yang cocok dengan sistem seperti ini adalah metode penilaian portofolio. Sistem
penilaian portofolio menekankan pada perkembangan bertahap yang harus
dilalui oleh siswa dalam mempelajari sebuah keterampilan atau pengetahuan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi intelligence
Faktor-faktor yang mempengaruhi intelegensi mengenai faktor yang
mempengaruhi intelegensi sampai saat ini belum ada kesamaan pendapat
secara utuh dan bulat seperti yang di sampaikan Torndike dengan teori
multifaktor yang menjelaskan bahwa intelegensi itu tersusun atas beberpa
faktor. Menurut beberapa tokoh faktor yang mempengaruhi intelegensi:
a. Spearman, intelegensi mengandung dua faktor yaitu; General ability (faktor
G) dan specific ability (faktor S). Teori ini dikenal dengan Two Factor
Theory.
b. Robert J. Sternberg Intelegence is capacity to learn from experience, and
ability to adapt to the surounding environment atau intelegensi ialah
kecakapan untuk belajar dari pengalaman dan kemampuan untuk
beradaptasi dengan lingkungan.
Faktor yang mempengaruhi Intelegensi (setiap orang berbeda)
1) Faktor pembawaan, faktor ini ditentuka oleh sifat yang dibawa sejak lahir.
Batas-batas atau kecakapan seseorang dalam memecahkan masalah, antara
lain di tentukan oleh faktor pembawaan. Oleh karena itu dalam satu kelas
dapat dijumpai anak yang bodoh, agak pintar, dan pintar sekali, meskipun
mereka menerima pelatihan dan pengajaran yang sama.
2) Faktor minat dan pembawaan yang khas, dimana minat mengarahkan
perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan dengan
perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan atau motif yang
mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar, sehingga apa
yang diamati oleh manusia dapat memberikan dorongan untuk berbuat
lebih giat dan lebih baik lagi.
Teori Belajar
120
3) Faktor pembentukan, pembentukan adalah segala keadaan di luar diri
seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelegensi. Dapat di
bedakan antara pembentukan yang tidak disengaja, misal; pengaruh alam
disekitarnya.
4) Faktor kematangan, dimana tiap organ tubuh manusia mengalami
pertumbuhan dan perkembangan. Setiap organ manusia baik fisik maupun
psikis, dapat dikatakan telah matang. Anak kelas satu SD mengerjakan soal
matematika kelas empat SD belum mampu mengerjakannya, karena soal-
soal itu masih terlampau sukar. Organ tubuhnya dan fungsi jiwanya masih
belum matang menyelesaikan saoal tersebut dan kematang berhubungan
erat dengan umur.
5) Faktor kebebasan, manusia memilih metode tertentu dalam memecahkan
memecahkan masalah yang dihadapi.
Pendorong dan Penghambat Kecerdasan
Crystallizing Experiences dan Paralyzing Experiences adalah dua proses
kunci dalam perkembangan kecerdasan. Pengalaman yang mengkristalkan
(Crystallizing Experiences) adalah “titik balik” dalam perkembangan bakat dan
kemampuan orang, sering kali titik balik itu terjadi pada awal masakanak-kanak
meskipun dapat terjadi sepanjang hidup.
Sedangkan pengalaman yang melumpuhkan (Paralyzing Experiences)
untuk menyebut pengalaman yang mematikan “kecerdasan”, misalnya seorang
guru mungkin mempermalukan siswa di depan kelas.
Pengalaman yang melumpuhkan sering kali dipenuhi oleh perasaan malu,
rasa bersalah, takut, kemarahan dan emosi negatif lain (miller, dalam amstrong,
2002).
Sejumlah pengaruh lingkungan juga berperan mendorong atau
menghambat perkembangan kecerdasan. Pengaruh tersebut antara lain:
1. Akses ke sumber daya atau mentor;
2. Faktor historis-kultural;
3. Faktor geografis;
4. Faktor keluarga;
5. Faktor situasional;
Manfaat Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligence)
Manfaat Multiple Inteligences (kecerdasan majemuk) di dalam proses
pendidikan yaitu:
1) Kita dapat menggunakan kerangka kecerdasan majemuk dalam
melaksanakan proses pengajaran secara luas. Aktivitas yang dapat
dilakukan seperti menggambar, menciptakan lagu, mendengarkan musik,
dan melihat pertunjukan dapat menjadi pintu masuk yang vital ke dalam
Teori Belajar
121
proses belajar. Bahkan siswa yang penampilannya kurang baik pada saat
proses belajar menggunakan pola tradisional (menekankan bahasa dan
logika). Jika aktivitas ini dilakukan akan memunculkan semangat mereka
untuk belajar.
2) Dengan kecerdasan majemuk, maka seorang pendidik menyediakan
kesempatan bagi siswa untuk belajar sesuai dengan kebutuhan, minat, dan
talentanya.
3) Peran serta orang tua dan masyarakat akan semakin meningkat dalam
mendukung proses belajar mengajar. Hal ini bisa terjadi karena setiap
aktivitas siswa di dalam proses belajar akan melibatkan anggota
masyarakat.
4) Siswa akan mampu menunjukkan dan bebagi tentang kelebihan yang
dimilikinya. Membangun kelebihan yang dimiliki akan memberikan suatu
motivasi untuk menjadikan siswa sebagai seorang spesialis.
5) Pada saat seorang pendidik mengajar dalam rangka memahami, siswa akan
mendapatkan pengalaman belajar yang positif dan meningkatkan
kemampuan untuk mencari solusi dalam memecahkan persoalan yang
dihadapinya.
6) Kecerdasan Majemuk memberikan pandangan bahwa terdapat sembilan
macam kecerdasan yang dimiliki oleh setiap orang. Yang membedakan
antara satu dengan yang lainnya adalah komposisi atau dominasi dari
kecerdasan tersebut.
Selain itu berpijak pada teori kecerdasan majemuk, maka manfaat yang
dapat dirasakan secara umum adalah:
1) Dapat membuat setiap anak merasa senang dalam belajar.
2) Merangsang potensi kecerdasan setiap anak secara maksimal sesuai
dengan jenis kecerdasannya masing-masing.
3) Memperlakukan potensi kecerdasan anak secara lebih adil dan proposional.
Bagi seorang guru teori ini sangat bermanfaat dalam memperkaya
metode pengajaran secara kreatif dan inovatif. Dan mengembangkan
kecerdasan majemuk anak merupakn kunci utama untuk kesuksesan masa
depan anak. Sebagai orang tua masa kini mereka sering kali menekan agar anak
berprestasi secara akademik di sekolah dan menjadi juara. Padahal, peran orang
tua dalam memberikan latihan-latihan dan lingkungan yang mendukung jauh
lebih penting dalam menjadikan seorang anak menjadi cerdas.
Teori Belajar
122
Rangkuman
Setiap Individu adalah unik, Setiap individu perlu menyadari dan
mengembangkan ragam kecerdasan manusia dan kombinasi-kombinasinya.
Setiap siswa berbeda karena mempunyai kombinasi kecerdasan yang berlainan.
Ada tiga syarat khusus yang harus dipenuhi oleh setiap kecerdasan agar
dapat digolongkan kedalam kecerdasan majemuk menurut Gardner.
Ada 10 jenis-jenis kecerdasan majemuk menurut Gardner, yaitu:
Kecerdasan Linguistik, Kecerdasan Matematis-Logis, Kecerdasan Spasial,
Kecerdasan Kinetis-Jasmani, Kecerdasan Musikal, Kecerdasan Interpersonal,
Kecerdasan Intrapersonal, Kecerdasan Naturalis, Kecerdasan Eksistensial,
dan Spiritual.
Komponen masyarakat, dalam hal ini orang tua murid, perlu memberikan
dukungan yang optimal agar implementasi teori kecerdasan ganda di sekolah
dapat berhasil. Orang tua, dalam konteks pengembangan kecerdasan ganda
perlu memeberikan sedikit kebebasan pada anak mereka untuk dapat memilih
kompetensi yang ingin dikembangkan sesuai dengan kecerdasan dan bakat
yang mereka miliki. Sebaiknya guru lebih mengetahui tentang keadaan peserta
didik nya, karena setiap manusia memang diciptakan unik, dan oleh karena itu
peserta didik harus memperoleh layanan pendidikan yang sesusai dengan tipe
kecerdasannya. Dengan keunikan tersebut setiap guru harus mengetahui
metode belajar apa yang cocok untuk anak tersebut. Demikian juga dengan
metode ceramah, yang dewasa ini memang masih amat mendominasi metode
dan pendekatan pembelajaran yang digunakan oleh para pendidik di negeri ini.
Teori Belajar
123
BAB 13
Peranan dan Fungsi Guru dalam Pembelajaran
Pengertian Guru
Guru dalam bahasa jawa adalah menunjuk pada seorang yang
harus digugu dan ditiru oleh semua murid dan bahkan masyarakat.
Harus digugu artinya segala sesuatu yang disampaikan olehnya senantiasa
dipercaya dan diyakkini sebagai kebenaran oleh semua murid.
Sedangkan ditiru artinya seorang guru harus menjadi suri
teladan (panutan) bagi semua muridnya. Secara tradisional guru adalah seorang
yang berdiri didepan kelas untuk menyampaikan ilmu pengetahuan.
Guru sebagai pendidik dan pengajar anak, guru diibaratkan seperti ibu
kedua yang mengajarkan berbagai macam hal yang baru dan sebagai fasilitator
anak supaya dapat belajar dan mengembangkan potensi dasar dan
kemampuannya secara optimal,hanya saja ruang lingkupnya guru
berbeda, guru mendidik dan mengajar di sekolah negeri ataupun swasta.
Adapun pengertian guru menurut para ahli:
1) Menurut Noor Jamaluddin (1978: 1) Guru adalah pendidik, yaitu orang
dewasa yang bertanggung jawab memberi bimbingan atau bantuan kepada
anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai
kedewasaannya, mampu berdiri sendiri dapat melaksanakan tugasnya
sebagai makhluk Allah khalifah di muka bumi, sebagai makhluk sosial dan
individu yang sanggup berdiri sendiri.
2) Menurut Peraturan Pemerintah Guru adalah jabatan fungsional, yaitu
kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak
seorang PNS dalam suatu organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya
didasarkan keahlian atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri.
3) Menurut Keputusan Menpan, guru adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi
tugas, wewenang dan tanggung jawab oleh pejabat yang berwenang untuk
melaksanakan pendidikan di sekolah.
4) Menurut Undang-undang No. 14 tahun 2005 Guru adalah pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah.
Peran dan Fungsi Guru
Para pakar pendidikan di Barat telah melakukan penelitian tentang peran
guru yang harus dilakoni. Peran guru yang beragam telah diidentifikasi dan
dikaji oleh Pullias dan Young (1988), Manan (1990) serta Yelon dan Weinstein
(1997). Adapun peran-peran tersebut adalah sebagai berikut:
Teori Belajar
124
1. Guru Sebagai Pendidik
Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan dan identifikasi bagi
para peserta didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki
standar kualitas tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri
dan disiplin. Peran guru sebagai pendidik (nurturer) berkaitan dengan
meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak untuk memperoleh
pengalaman-pengalaman lebih lanjut seperti penggunaan kesehatan
jasmani, bebas dari orang tua, dan orang dewasa yang lain, moralitas
tanggungjawab kemasyarakatan, pengetahuan dan keterampilan dasar,
persiapan.untuk perkawinan dan hidup berkeluarga, pemilihan jabatan,
dan hal-hal yang bersifat personal dan spiritual. Oleh karena itu tugas guru
dapat disebut pendidik dan pemeliharaan anak. Guru sebagai penanggung
jawab pendisiplinan anak harus mengontrol setiap aktivitas anak-anak agar
tingkat laku anak tidak menyimpang dengan norma-norma yang ada.
2. Guru Sebagai Pengajar
Peranan guru sebagai pengajar dan pembimbing dalam kegiatan belajar
peserta didik dipengaruhi oleh berbagai factor, seperti motivasi,
kematangan, hubungan peserta didik dengan guru, kemampuan verbal,
tingkat kebebasan, rasa aman dan keterampilan guru dalam berkomunikasi.
Jika factor-faktor di atas dipenuhi, maka melalui pembelajaran peserta didik
dapat belajar dengan baik. Guru harus berusaha membuat sesuatu menjadi
jelas bagi peserta didik dan terampil dalam memecahkan masalah.
Ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh seorang guru dalam
pembelajaran, yaitu: Membuat ilustrasi, Mendefinisikan, Menganalisis,
Mensintesis, Bertanya, Merespon, Mendengarkan, Menciptakan kepercayaan,
Memberikan pandangan yang bervariasi, Menyediakan media untuk mengkaji
materi standar, Menyesuaikan metode pembelajaran, Memberikan nada
perasaan.
Agar pembelajaran memiliki kekuatan yang maksimal, guru-guru harus
senantiasa berusaha untuk mempertahankan dan meningkatkan semangat yang
telah dimilikinya ketika mempelajari materi standar.
3. Guru Sebagai Pembimbing
Guru dapat diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan, yang berdasarkan
pengetahuan dan pengalamannya bertanggung jawab atas kelancaran
perjalanan itu. Dalam hal ini, istilah perjalanan tidak hanya menyangkut
fisik tetapi juga perjalanan mental, emosional, kreatifitas, moral dan
spiritual yang lebih dalam dan kompleks. Sebagai pembimbing perjalanan
guru memerlukan kompetensi yang tinggi untuk melaksanakan empat hal
berikut:
Teori Belajar
125
1) Guru harus merencanakan tujuan dan mengidentifikasi kompetensi
yang hendak dicapai.
2) Guru harus melihat keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran, dan
yang paling penting bahwa peserta didik melaksanakan kegiatan
belajar itu tidak hanya secara jasmaniah, tetapi mereka harus terlibat
secara psikologis.
3) Guru harus memaknai kegiatan belajar
4) Guru harus melaksanakan penilaian
4. Guru Sebagai Pemimpin
Guru diharapkan mempunyai kepribadian dan ilmu pengetahuan. Guru
menjadi pemimpin bagi peserta didiknya. Ia akan menjadi imam.
5. Guru Sebagai Pengelola Pembelajaran
Guru harus mampu menguasai berbagai metode pembelajaran. Selain
itu, guru juga dituntut untuk selalu menambah pengetahuan dan
keterampilan agar supaya pengetahuan dan keterampilan yang dirnilikinya
tidak ketinggalan jaman.
6. Guru Sebagai Model dan Teladan
Guru merupakan model atau teladan bagi para peserta didik dan semua
orang yang menganggap dia sebagai guru. Terdapat kecenderungan yang
besar untuk menganggap bahwa peran ini tidak mudah untuk ditentang,
apalagi ditolak. Sebagai teladan, tentu saja pribadi dan apa yang dilakukan
guru akan mendapat sorotan peserta didik serta orang disekitar
lingkungannya yang menganggap atau mengakuinya sebagai guru. Ada
beberapa hal yang harus diperhatikan oleh guru: sikap dasar, bicara dan
gaya bicara, kebiasaan bekerja, sikap melalui pengalaman dan kesalahan,
pakaian, hubungan kemanusiaan, proses berfikir, perilaku neurotis, selera,
keputusan, kesehatan, gaya hidup secara umum.
Perilaku guru sangat mempengaruhi peserta didik, tetapi peserta didik
harus berani mengembangkan gaya hidup pribadinya sendiri. Guru yang
baik adalah yang menyadari kesenjangan antara apa yang diinginkan
dengan apa yang ada pada dirinya, kemudian menyadari kesalahan ketika
memang bersalah. Kesalahan harus diikuti dengan sikap merasa dan
berusaha untuk tidak mengulanginya.
7. Sebagai Anggota Masyarakat
Peranan guru sebagai komunikator pembangunan masyarakat. Seorang
guru diharapkan dapat berperan aktif dalam pembangunan disegala bidang
Teori Belajar
126
yang sedang dilakukan. Ia dapatmengembangkan kemampuannya pada
bidang-bidang dikuasainya. Guru perlu juga memiliki kemampuan untuk
berbaur dengan masyarakat melalui kemampuannya, antara lain
melalui kegiatan olah raga, keagamaan dan kepemudaan. Keluwesan
bergaul harus dimiliki, sebab kalau tidak pergaulannya akan menjadi kaku
dan berakibat yang bersangkutan kurang bisa diterima oleh masyarakat.
8. Guru sebagai administrator
Seorang guru tidak hanya sebagai pendidik dan pengajar, tetapi juga
sebagai administrator pada bidang pendidikan dan pengajaran. Guru akan
dihadapkan pada berbagai tugas administrasi di sekolah. Oleh karena itu
seorang guru dituntut bekerja secara administrasi teratur. Segala
pelaksanaan dalam kaitannya proses belajar mengajar perlu
diadministrasikan secara baik. Sebab administrasi yang dikerjakan seperti
membuat rencana mengajar, mencatat hasil belajar dan sebagainya
merupakan dokumen yang berharga bahwa ia telah melaksanakan
tugasnya dengan baik.
9. Guru Sebagai Penasehat
Guru adalah seorang penasehat bagi peserta didik juga bagi orang tua,
meskipun mereka tidak memiliki latihan khusus sebagai penasehat dan
dalam beberapa hal tidak dapat berharap untuk menasehati orang.
Peserta didik senantiasa berhadapan dengan kebutuhan untuk membuat
keputusan dan dalam prosesnya akan lari kepada gurunya. Agar guru dapat
menyadari perannya sebagai orang kepercayaan dan penasihat secara lebih
mendalam, ia harus memahami psikologi kepribadian dan ilmu kesehatan
mental.
10. Guru Sebagai Pembaharu (Inovator)
Guru menerjemahkan pengalaman yang telah lalu ke dalam kehidupan yang
bermakna bagi peserta didik. Dalam hal ini, terdapat jurang yang dalam dan
luas antara generasi yang satu dengan yang lain, demikian halnya
pengalaman orang tua memiliki arti lebih banyak daripada nenek kita.
Seorang peserta didik yang belajar sekarang, secara psikologis berada jauh
dari pengalaman manusia yang harus dipahami, dicerna dan diwujudkan
dalam pendidikan.
Tugas guru adalah menerjemahkan kebijakan dan pengalaman yang
berharga ini kedalam istilah atau bahasa moderen yang akan diterima oleh
peserta didik. Sebagai jembatan antara generasi tua dan genearasi muda,
yang juga penerjemah pengalaman, guru harus menjadi pribadi yang
terdidik.
Teori Belajar
127
11. Guru Sebagai Pendorong Kreatifitas
Kreativitas merupakan hal yang sangat penting dalam pembelajaran dan
guru dituntut untuk mendemonstrasikan dan menunjukkan proses
kreatifitas tersebut. Kreatifitas merupakan sesuatu yang bersifat universal
dan merupakan cirri aspek dunia kehidupan di sekitar kita. Kreativitas
ditandai oleh adanya kegiatan menciptakan sesuatu yang sebelumnya tidak
ada dan tidak dilakukan oleh seseorang atau adanya kecenderungan untuk
menciptakan sesuatu.
Akibat dari fungsi ini, guru senantiasa berusaha untuk menemukan cara
yang lebih baik dalam melayani peserta didik, sehingga peserta didik akan
menilaianya bahwa ia memang kreatif dan tidak melakukan sesuatu secara
rutin saja. Kreativitas menunjukkan bahwa apa yang akan dikerjakan oleh
guru sekarang lebih baik dari yang telah dikerjakan sebelumnya.
12. Guru Sebagai Emansipator
Dengan kecerdikannya, guru mampu memahami potensi peserta didik,
menghormati setiap insan dan menyadari bahwa kebanyakan insan
merupakan “budak” stagnasi kebudayaan. Guru mengetahui bahwa
pengalaman, pengakuan dan dorongan seringkali membebaskan peserta
didik dari “self image” yang tidak menyenangkan, kebodohan dan dari
perasaan tertolak dan rendah diri. Guru telah melaksanakan peran sebagai
emansipator ketika peserta didik yang dicampakkan secara moril dan
mengalami berbagai kesulitan dibangkitkan kembali menjadi pribadi yang
percaya diri.
13. Guru Sebagai Evaluator
Evaluasi atau penilaian merupakan aspek pembelajaran yang paling
kompleks, karena melibatkan banyak latar belakang dan hubungan, serta
variable lain yang mempunyai arti apabila berhubungan dengan konteks
yang hampir tidak mungkin dapat dipisahkan dengan setiap segi penilaian.
Teknik apapun yang dipilih, dalam penilaian harus dilakukan dengan
prosedur yang jelas, yang meliputi tiga tahap, yaitu persiapan, pelaksanaan
dan tindak lanjut.
14. Guru Sebagai Kulminator
Guru adalah orang yang mengarahkan proses belajar secara bertahap dari
awal hingga akhir (kulminasi). Dengan rancangannya peserta didik akan
melewati tahap kulminasi, suatu tahap yang memungkinkan setiap peserta
didik bisa mengetahui kemajuan belajarnya. Di sini peran kulminator
terpadu dengan peran sebagai evaluator.
Teori Belajar
128
Guru sejatinya adalah seorang pribadi yang harus serba bisa dan serba tahu.
Serta mampu mentransferkan kebisaan dan pengetahuan pada muridnya
dengan cara yang sesuai dengan perkembangan dan potensi anak didik.
Begitu banyak peran yang harus diemban oleh seorang guru. Peran yang
begitu berat dipikul di pundak guru hendaknya tidak menjadikan calon
guru mundur dari tugas mulia tersebut. Peran-peran tersebut harus
menjadi tantangan dan motivasi bagi calon guru. Dia harus menyadari
bahwa di masyarakat harus ada yang menjalani peran guru. Bila tidak, maka
suatu masyarakat tidak akan terbangun dengan utuh. Penuh ketimpangan
dan akhirnya masyarakat tersebut bergerak menuju kehancuran.
Kompetensi Guru
Menurut Mulyasa kompetensi adalah perpaduan dari pengetahuan,
keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan
bertindak. Menurut Muhaimin, kompetensi adalah seperangkat tindakan
intelegen penuh tanggung jawab yang harus dimiliki seseorang sebagai syarat
untuk dianggap mampu melaksankan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan
tertentu. Sifat intelegen harus ditunjukan sebagai kemahiran, ketetapan, dan
keberhasilan bertindak. Sifat tanggung jawab harus ditunjukkan sebagai
kebenaran tindakan baik dipandang dari sudut ilmu pengetahuan, teknologi
maupun etika. Menurut Muhibbin Syah kompetensi adalah kemampuan atau
kecakapan.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan
bahwa pengertian kompetensi guru adalah pengetahuan, keterampilan dan
kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari
dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku kognitif, afektif dan psikomotorik
dengan sebaik-baiknya.
Selanjutnya menurut Muhibbin Syah, dikemukakan bahwa kompetensi
guru adalahkemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-
kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak. Kompetensi guru juga dapat
diartikan sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang
ditampilkan dalam bentuk perilaku cerdas dan penuh tanggung jawab yang
dimiliki seorang guru dalam menjalankan profesinya . Menurut Mulyasa
kompetensi guru merupakan perpaduan antara kemampuan personal,
keilmuan, sosial, spiritual yang secara kaffah membentuk kompetensi standar
profesi guru yang mencakup penguasaan materi, pemahaman terhadap peserta
didik, pembelajaran yang mendidik, pengembangan pribadi dan
profesionalisme.
Jadi kompetensi profesional guru dapat diartikan sebagai kemampuan
dan kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya. Guru yang
kompeten dan profesional adalah guru piawai dalam melaksanakan profesinya.
Teori Belajar
129
Berdasarkan uraian di atas kompetensi guru dapat didefinisikan sebagai
penguasaan terhadap pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang
direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak dalam menjalankan
profesi sebagai guru.
Guru sebagai agen pembelajaran diharapkan memiliki empat jenis
kompetensi guru. Empat kompetensi tersebut yakni kompetensi pedagogik,
sosial, kepribadian, dan kompetensi profesional.Sebelum membahas tentang
kompetensi sosial dan kepribadian, penulis uraikan secara singkat tentang
kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang
Guru Dan Dosen pada pasal 10 ayat (1) menyatakan “Kompetensi guru
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang
diperoleh melalui pendidikan profesi”.
Bahwa guru yang profesional itu memiliki empat kompetensi atau
standar kemampuan yang meliputi kompetensi Kepribadian, Pedagogik,
Profesional, dan Sosial. Kompetensi guru adalah kebulatan pengetahuan ,
keterampilan dan sikap yang berwujud tindakan cerdas dan penuh tanggung
jawab dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran. Sebagai agen
pembelajaran maka guru dituntut untuk kreatif dalam mnenyiapkan metode
dan strategi yang cocok untuk kondisi anak didiknya, memilih dan menetukan
sebuah metode pembelajaran yang sesuai dengan indikator
pembahasan. Dengan sertifikasi dan predikat guru profesional yang
disandangnya, maka guru harus introspeksi diri apakah saya sudah mengajar
sesuai dengan cara-cara seorang guru profesional. Sebab disadarai atau tidak
banyak diantara kita para pendidik belum bisa menjadi guru yang profesional
sebagai mana yang diharapkan dengan adanya sertifikasi guru sampai saat
ini.
A. Kompetensi kepribadian
Adalah kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang
mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik,
dan berakhlak mulia. Sub kompetensi dalam kompetensi kepribadian meliputi:
1. Kepribadian yang mantap dan stabil meliputi bertindak sesuai dengan
norma sosial, bangga menjadi guru, dan memiliki konsistensi dalam
bertindak sesuai dengan norma.
2. Kepribadian yang dewasa yaitu menampilkan kemandirian dalam
bertindak sebagai pendidik dan memiliki etod kerja sebagai guru.
3. Kepribadian yang arif adalah menampilkan tindakan yang didasarkan pada
kemamfaatan peserta didik, sekolah dan masyarakat dan menunjukkan
keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.
Teori Belajar
130
4. Kepribadian yang berwibawa meliputi memiliki perilaku yang berpengaruh
positif terhadappeserta didik dan memiliki perilaku yangh disegani.
5. Berakhlak mulia dan dapat menjadi teladan meliputibertindak sesuai
dengan norma religius (imtaq, jujur, ikhlas, suka menolong) dan memiliki
perilaku yang diteladani peserta didik.
B. Kompetensi Pedagogik
Kemampuan pemahaman terhadappeserta didik, perancangan dan
pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta
didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Sub
kompetensi dalam kompetensi Pedagogik adalah:
1. Memahami peserta didik secara mendalam yang meliputi memahami
peserta didik dengan memamfaatkan prinsip-prinsip perkembangan
kognitif, prinsip-prinsip kepribadian, dan mengidentifikasi bekal ajar awal
peserta didik.
2. Merancang pembelajaran,teermasuk memahami landasan
pendidikan untuk kepentingan pembelajaran yang meliputi memahmi
landasan pendidikan, menerapkan teori belajar dan pembelajaran,
menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta
didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar, serta menyusun
rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih.
3. Melaksanakan pembelajaran yang meliputi menata latar
( setting) pembelajaran dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.
4. Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran yang meliputi
merancang dan melaksanakan evaluasi (assessment) proses dan hasil
belajar secara berkesinambungan denga berbagai metode,menganalisis
hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat
ketuntasan belajar (mastery level), dan memamfaatkan hasil penilaian
pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara
umum.
5. Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai
potensinya meliputi memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan
berbagai potensi akademik, dan memfasilitasipeserta didik untuk
mengembangkan berbagai potensi nonakademik.
C. Kompetensi Profesional
Adalah penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang
mencakup penguasaan materi kurikulummata pelajaran di sekolah dan
substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap
struktur dan metodologi keilmuannya. Sub kompetensi dalam kompetensi
Profesional adalah:
Teori Belajar
131
a) Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi yang
meliputi memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah,
memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau
koheren dengan materi ajar, memahami hubungan konsep antar nmata
pelajaran terkait, dan menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam
kehidupan sehari-hari.
b) Menguasai struktur dan metode keilmuan yang meliputi menguasai
langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk membperdalam
pengetahuandan materi bidang studi.
D. Kompetensi Sosial
Kompetensi Sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan
bergaul secara efektif dengan peserta didik, tenaga kependidikan, orang
tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar
Kode Etik Guru dan Dosen
Kode etik adalah pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan di dalam
melaksanakan tugas dan kehidupan sehari-hari. Isi pokok kode etik guru dan
dosen:
1) Kewajiban beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2) Menjunjung tinggi hukum dan peraturan yang berlaku
3) Mematuhi norma dan etika susila
4) Menghormati kebebasan akademik
5) Melaksanakan tridarma perguruan tinggi
6) Menghormati kebebasan mimbar akademik
7) Mengukuti perkembangan ilmu
8) Mengembangkan sikap obyektif dan universal
9) Mengharagai hasil karya orang lain
10) Menciptakan kehidupan sekolah/kampus yang kondusif
11) Mengutamakan tugas dari kepentingan lain
12) Pelanggaran terhadap kode etik guru dan dosen dapat dikenai
sanksi akademik, administrasi dan moral.
Rangkuman
Guru adalah seseorang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak
didiknya dan bertanggung jawab untuk mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, menilai dan mengevaluasi anak didiknya agar
bermanfaat dimasa yang akan datang.
Seorang guru harus mengetahui peran dan fungsinya yaitu:
a. Guru Sebagai Pendidik
b. Guru Sebagai Pengajar
Teori Belajar
132
c. Guru Sebagai Pembimbing
d. Guru Sebagai Pemimpin
e. Guru Sebagai Pengelola Pembelajaran
f. Guru Sebagai Model dan Teladan
g. Sebagai Anggota Masyarakat
h. Guru Sebagai Administrator
i. Guru Sebagai Penasehat
j. Guru Sebagai Pembaharu (Inovator)
k. Guru Sebagai Pendorong Kreatifitas
l. Guru Sebagai Emansipator
m. Guru Sebagai Evaluator
n. Guru Sebagai Kulminator
Soal dan Alternatif Jawaban
1. Sebutkan dan jelaskan enam ranah berdasarkan taksonomi bloom.
Alternatif Jawaban:
1) Ranah Pengetahuan
Pengetahuan adalah ingatan tentang materi atau bahan yang sudah pernah
dipelajari (mengingat). Ketika mengetahui fakta kemudian dapat
mengingat kembali, maka sudah masuk ranah pengetahuan.
2) Ranah Pengertian
Pengertian atau pemahaman adalah kemampuan untuk menangkap arti
suatu materi atau informasi yang dipelajari. misalnya, kita tahu lingkaran
itu apa dan bagaimana sesuatu itu dapat disebut lingkaran. ketika kita
melihat berbagai macam bentuk bangun ruang, kita dapat mengenali yang
mana lingkaran itu.
3) Ranah Aplikasi
Aplikasi adalah kemampuan menerapkan materi atau informasi yang telah
dipelajari kedalam suatu keadaan baru dan konkret dengan hanya
mendapatkan sedikit pengarahan. Hal ini termasuk aplikasi dari suatu
aturan, konsep, metode dan teori guna memecahkan masalah.
Sederhananya, ketika dapat menerapkan apa yang telah diketahui pada
suatu keadaan baru yang berbeda. Contoh mudahnya ketika kita tahu apa
itu subjek dan objek. ketika kita dapat menyebutkan contoh yang berbeda
dari subjek dan objek dapat dikatakan sudah memiliki kemampuan aplikasi.
4) Ranah Analisis
Analisis adalah kemampuan memecahkan atau menguraikan suatu materi
atau informasi menjadi komponen-komponen yang lebih kecil sehingga
lebih mudah dipahami.dapat melihat hubungan antar komponen atau sebab
akibatnya.
Teori Belajar
133
5) Ranah Sistesis
Sistesis adalah kemampuan untuk menyatukan bagian-bagian atau
komponen menjadi suatu bentuk yang lengkap dan unik.berlawanan
dengan analisis yang meminta untuk menguraikan menjadi komponen kecil
agar dapat terlihat sebab akibat atau hubungan antar komponen, maka
sintesis menyatukan komponen tersebut namun dalam bentuk yang
berbeda dari sebelumnya (membuat generalisasi).
6) Ranah Evaluasi
Evaluasi adalah kemampuan menentukan nilai suatu materi, pernyataan,
laporan, cerita atau lainnya dengan tujuan tertentu. Penilaian dilakukan
berdasarkan pada suatu kriteria yang baku dan jelas.
2. Salah satu hal yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah-
sekolah adalah kesiapan guru di dalam proses belajar mengajar termasuk
dalam penyusunan soal evaluasi untuk peserta didik. Buatlah masing-
masing satu soal untuk setiap ranah yang berbentuk essay yang tercakup
dalam taksonomi bloom.
Alternatif Jawaban:
Berikut contoh soal disetiap ranah.
1) Ranah Pengetahuan
Contoh: Siapakah yang memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada
17 Agustus 1945?
2) Ranah Pengertian
Contoh: Jika dilihat dari ciri-cirinya, apakah konsep kultus dewa raja pada
masa kerajaan hindu budha sama dengan konsep khalifatullah pada masa
kerajaan islam?
3) Ranah Aplikasi
Contoh: Pada masa megalithikum di Indonesia, masyarakat sudah
mengenal perdagangan. Konsep perdagangan seperti apakah yang
diterapkan masyarakat pada masa tersebut?
4) Ranah Analisis
Contoh: Pada masa politik etis, pendidikan mulai gencar digalakkkan di
daerah jajahan hindia belanda. kesejahteraan ditingkatkan melalui imigrasi
dan emigrasi. apa yang melatarbelakangi diterapkannnya politik etis di
Indonesia oleh pemerintah hindia belanda?
5) Ranah Sintesis
Contoh: Pada masa awal kemerdekaan Indonesia, kehidupan masyarakat
Indonesia tidak dapat dikatakan baik. Kekacauan yang terjadi pasca
proklamasi berakibat buruk terhadap berbagai sektor dalam kehidupan.
Teori Belajar
134
Jelaskan bagaimana keadaan umum perekonomian Indonesia pasca
kemerdekaan!
6) Ranah Evaluasi
Contoh: Banyak pendapat dari para ahli tentang masuk dan berkembangnya
Islam Nusantara, menurut mereka Islam masuk kemudian dengan jalan
damai melalui perdagangan, perkawinan, pendidikan, kesenian, dan politik.
Ketika Islam telah melembanga dalam sebuah kerajaan atau kesultanan,
adakalanya islam disebarkan oleh pihak kerajaan dengan jalan penaklukan
dan peperangan dengan daerah lain. Dari kenyataan tersebut, tepatkah
pendapat yang menyatakan Islam tersebar di Nusantara dengan jalan
damai?
3. Jelaskan perbedaan teori behaviorisme dengan humanistik!
Alternatif Jawaban:
1) Teori Behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk memahami perilaku
individu. Behaviorisme memandang individu hanya dari sisi fenomena
jasmaniah, dan mengabaikan aspek–aspek mental. Dengan kata lain,
behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan
individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-
refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Teori kaum behavoris lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh
perilaku manusia adalah hasil belajar. Belajar artinya perbahan perilaku
organise sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak mau
mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional;
behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalikan
oleh faktor-faktor lingkungan. Dalam arti teori belajar yang lebih menekankan
pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang
memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan
membentuk perilaku mereka. Dari hal ini, timbulah konsep ”manusia mesin”
(Homo Mechanicus). Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan
bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan,
mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya
latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar,mementingkan peranan
kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang
diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa
tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan
atau reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku
belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioural dengan
stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkah
Teori Belajar
135
laku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkah laku adalah hasil
belajar.
2) Teori Humanistik
Pengertian humanistik yang beragam membuat batasan-batasan aplikasinya
dalam dunia pendidikan mengundang berbagai macam arti pula. Sehingga perlu
adanya satu pengertian yang disepakati mengenai kata humanistik dala
pendidikan. Dalam artikel “What is Humanistik Education?”, Krischenbaum
menyatakan bahwa sekolah, kelas, atau guru dapat dikatakan bersifat
humanistik dalam beberapa kriteria. Hal ini menunjukkan bahwa ada beberapa
tipe pendekatan humanistik dalam pendidikan. Ide mengenai pendekatan-
pendekatan ini terangkum dalam psikologi humanistik.
Dalam artikel “some educational implications of the Humanistic Psychologist”
Abraham Maslow mencoba untuk mengkritisi teori Freud dan behavioristik.
Menurut Abraham, yang terpenting dalam melihat manusia adalah potensi yang
dimilikinya. Humanistik lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian
manusia daripada berfokus pada “ketidaknormalan” atau “sakit” seperti yang
dilihat oleh teori psikoanalisa Freud. Pendekatan ini melihat kejadian setelah
“sakit” tersebut sembuh, yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk
melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut
sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanistik biasanya
memfokuskan penganjarannya pada pembangunan kemampuan positif ini.
Kemampuan positif disini erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif
yang terdapat dalam domain afektif, misalnya ketrampilan membangun dan
menjaga relasi yang hangat dengan orang lain, bagaimana mengajarkan
kepercayaan, penerimaan, keasadaran, memahami perasaan orang lain,
kejujuran interpersonal, dan pengetahuan interpersonal lainnya. Intinya adalah
meningkatkan kualitas ketrampilan interpersonal dalam kehidupan sehari-hari.
Selain menitik beratkan pada hubungan interpersonal, para pendidikan yang
beraliran humanistik juga mencoba untuk membuat pembelajaran yang
membantu anak didik untuk meningkatkan kemampuan dalam membuat,
berimajinasi, mempunyai pengalaman, berintuisi, merasakan, dan berfantasi.
Pendidik humanistik mencoba untuk melihat dalam spektrum yang luas
mengenai perilaku manusia. “Berapa banyak hal yang bisa dilakukan manusia?
Dan bagaimana aku bisa membantu mereka untuk melakukan hal-hal tersebut
dengan lebih baik?
4. Jelaskan tentang Teori Belajar Konstruktivistik!
Teori Belajar
136
Alternatif Jawaban:
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat
generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda
dengan teori behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan
yang bersifat mekanistik antara stimulus dan respon, sedangkan teori
kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun
atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya
sesuai dengan pengalamannya. Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru
kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa
yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif
dimana terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu
keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema yang baru.
Teori konstruktivisme juga mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih
menekankan pada proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan dinilai
penting, tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga
dinilai penting. Dalam proses belajar, hasil belajar, cara belajar, dan strategi
belajar akan mempengaruhi perkembangan tata pikir dan skema berpikir
seseorang. Sebagai upaya memperoleh pemahaman atau pengetahuan, siswa
”mengkonstruksi” atau membangun pemahamannya terhadap fenomena yang
ditemui dengan menggunakan pengalaman, struktur kognitif, dan keyakinan
yang dimiliki.
5. Apa yang Anda ketahui mengenai Teori Kecerdasan Majemuk?
Alternatif Jawaban:
Teori kecerdasan majemuk (KM) adalah validasi tertinggi gagasan bahwa
perbedaan individu adalah penting. Pemakaiannya dalam dunia pendidikan
sangat tergantung pada pengenalan, pengakuan, dan penghargaan terhadap
setiap atau berbagai cara siswa belajar, di samping pengenalan, pengakuan, dan
penghargaan terhadap setiap minat dan bakat masing-masing pembelajar. Teori
KM bukan hanya mengakui perbedaan individual ini untuk tujuan-tujuan
praktis seperti pengajaran dan penilaian, tetapi juga menganggap serta
menerimanya sebagai suatu yang normal, wajar, bahkan menarik dan sangat
berharga.
Kecerdasan majemuk pada dasarnya merupakan pengembangan dari
kecerdasan otak (IQ), kecerdasan emosional (EQ), dan kecerdasan spiritual
(SQ). Setiap orang memiliki cara yang unik untuk menyelesaikan persoalan yang
sedang dihadapinya. Kecerdasan merupakan kemampuan yang dimiliki
seseorang untuk melihat suatu masalah, lalu menyelesaikan masalah atau
membuat sesuatu yang berguna bagi orang lain (Handy Susanto, 2005).
Teori Belajar
137
Ketujuh kecerdasan yang diidentifikasikan oleh Gardner (1983) adalah: (1)
kecerdasan linguistik berkaitan dengan bahasa; (2) kecerdasan logis-matematis
berkaitan dengan nalar logika dan matematika; (3) kecerdasan spasial
berkaitan dengan ruang dan gambar; (4) kecerdasan musikal berkaitan dengan
musik, irama dan bunyi atau suara; (5) kecerdasan badani-kinestik berkaitan
dengan badan dan gerak tubuh; (6) kecerdasan interpersonal berkaitan dengan
hubungan antarpribadi, sosial; (7) kecerdasan interpersonal berkaitan dengan
hal-hal yang sangat mempribadi.
6. Bagaimana pandangan anda terhadap profesionalisme guru selama ini?
Alternatif Jawaban:
Profesionalisme guru sangat berhubungan secara signifikan dengan
kompetensi yang dimiliki oleh guru, artinya guru yang tidak memiliki
kompetensi berarti tidak profesional. Karea guru tidak profesional, maka
kualitas proses pembelajaran rendah dan akhirnya mutu pandidikan juga
rendah. Dan secara umum kebanyakan guru kita mempunyai kualitas yang
rendah, hal ini disebabkan karena guru-guru kita tidak mampu melakukan
inovasi pembelajaran. Hal ini terjadi karena guru-guru kita belum banyak yang
mendapatkan pembinaan dan pengembangan profesi guru.
Teori Belajar
138
DAFTAR PUSTAKA
Abuddin, Nata. 2009. Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran. Jakarta:
Prenada Media Group.
Ahmadi, Abu dan Tri, Prasetya Joko. 2005. SBM Strategi Belajar Mengajar.
Alsa, Asmadi. 2008. Pendekatan Behavioristik
Amstrong, Thomas. 2002. Setiap Anak Cerdas: Panduan Membantu Anak Belajar
dengan Memanfaatkan Multiple Intelligence-Nya. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka.
Anonymous. 2011. Teori Belajar Behavioristik
Armstrong, T. 2002. Sekolah Para Juara : Menerapkan Multiple Intelegences di
Dunia Pendidikan. Bandung: Kaifa.
Bruce, J., Marsh, W. 2010. Model Teaching. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Budiningsih, C. Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Dahar, R.W. 1989. Teori-teori Belajar. Jakarta: Depdikbud, Dirjen Dikti, P2PLTK.
Delfi, Refny. 2007. Kecerdasan Ganda (Multiple Intelligences). Jakarta:
Universitas Terbuka.
Djaali. 2011. Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Djamarah, S. B, Aswan, Z. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta. Rineka Cipta.
Kingsoka, Karom. 2010. Teori Belajar Sibernetik dan Penerapannya dalam Proses
Belajar Mengajar.
Moedjiono dan Dimyati, Moh. 1993. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:
DEPDIKBUD.
Purwanto, Ngalim. 2010. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakar.
Ramayulis. 2001. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Cet Ketiga. Jakarta:
Kalam Mulia.
Riyanti, Yatim. 2010. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarata: Prenada Media
Group.
Sumantri, Mulyani dan Permana, Johar. 1999. Strategi Belajar
Mengajar. Jakarta: DEPDIKBUD.
Tim Penyusun. 2006. Bahan Ajar Belajar dan Pembelajaran. Padang: Universitas
Negeri Padang.
Tohirin. 2005. Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT Raja
Grapindo Persada.
Trisuminar. 2011. Tinjauan Filsafati (Otologi,Epistomologi dan Aksiologi
Manajemen Pembelajaran Berbasisi Teori Sibernetik).
Usman, M. Basyruddin. 2002. Metodologi Pembelajaran Agama Islam. Cet I.
Jakarta. Ciputat Pers.
Teori Belajar
139
RIWAYAT PENULIS
Iswadi, M. Pd dilahirkan di desa Mesjid Laweung, 01 November 1979 sebagai
anak kelima dari sembilan bersaudara. Ayah nya bernama Mohd Amin dan Ibu
bernama Hamidah. dia telah memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (2005)
kemudian melanjutkan Kursus Perguruan Lepas Ijazah (KPLI) di Institut
Perguruan Darul Aman Malaysia (2006) dan menyelesaikan program Magister
Pendidikan di Unsyiah (2009). Sejak sekolah dasar hinggga sekolah menengah
penulis selalu optimis belajar . Hal itu membawa nya ke luar negeri ketika
selesai menempuh Program Sarjana Pendidikan Biologi di Universitas Serambi
Mekkah Aceh. penulis mendapatkan beasiswa penuh dari pemerintah Malaysia
pada tahun 2006. Selanjutnya, prestasi yang sudah dia ukir di bangku sarjana
dan KPLI tidaklah cukup bagi nya untuk mengabdi kepada nusa dan bangsa.
Tahun 2007 dia terus berusaha untuk menjadi yang terbaik untuk Indonesia
dengan kuliah melalui Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS) yang
merupakan program beasiswa dari Dikti untuk dosen di Magister Administrasi
Pendidikan Universitas Syiah Kuala. Alhasil juga lulus tepat waktu pada Tahun
2009 , dan saat ini sedang menyelesaikan studi di program doktoral Manajemen
Pendidikan Universitas Negeri Jakarta dengan program Beasiswa Unggulan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, saat ini penulis juga berprofesi
sebagai dosen tetap di STKIP Kusuma Negara Jakarta, Kegiatan mengajar telah
di mulai sejak masih mahasiswa tahun 2004, yaitu sejak menjadi staf pengajar
di pesantren Oemar Dian Indrapuri Aceh Besar dilanjutkan dengan staf pengajar
di SMA Negeri 5 Banda Aceh, SMA Negeri 4 Banda Aceh, staf SMA Negeri 10 Fajar
Harapan, MAS Ruhul Islam Anak Bangsa dan SMA Lab School Unsyiah.
Disamping itu, begitu selesai pendidikan sarjana di Universitas Serambi Mekkah
Aceh, dia langsung menjadi asisten dosen di fakultas Tarbiyah UIN Ar-Raniry
Banda Aceh. Selanjutnya dia juga aktif sebagai dosen STIK Pantekulu Banda
Aceh. Sekembali dari studi di Malaysia tahun 2006 dia langsung diangkat
menjadi Dosen tetap di Universitas Serambi Mekkah Aceh. Namun tetap aktif
mengajar di PTS lainnya seperti Universitas Abulyatama Aceh, Universitas
Iskandar Muda Aceh, STKIP Bina Bangsa Getsempena Banda Aceh, Akademi
Kebidanan Saleha Banda Aceh, dan sejak tahun 2015 telah pindah unit kerja
menjadi dosen tetap di STKIP Kusuma Negara Jakarta sekaligus dosen lepas di
Teori Belajar
140
Universitas Mr. Moestopo (beragama) Jakarta. Di bidang birokrasi akademik
dia pernah menjabat sebagai Pembantu Dekan III FKIP Universitas Serambi
Mekkah Aceh. Kiprah nya di bidang politik juga pernah berperan sebagai Ketua
Rumah Kreasi Indonesia Hebat Provinsi Aceh periode 2014-2019, yaitu salah
satu organisasi relawan Jokowi-JK pada saat pilpres tahun 2014 lalu dan sukses
bersama tim mewujudkan kemenangan Jokowi-JK sebagai presiden dan wakil
presiden periode 2014-2019.
Di samping itu, dia aktif juga di bidang sosial karena saat ini dia sedang
menjabat sebagai Ketua Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia (LCKI) Aceh
periode 2015–Sekarang. Di bidang pendidikan, dia pernah menjadi Koordinator
Tim Perumus Simposium Guru dan Tenaga Kependidikan Kemdikbud RI Tahun
2015. dia bersama tim akademisi sudah berhasil merumuskan prosiding dan
jurnal dari karya-karya guru se-Indonesia.
“Orang Yang Memahami Orang Lain Adalah Bijaksana,Orang Yang Memahami
Diri Sendiri Bebas dari Prasangka (Loo Tzu, Filsuf China)’’