mengenal essensi dan eksistensi seni timur sebagai...
TRANSCRIPT
MATERI 4
Prof. Dharsono
MENGENAL ESSENSI DAN
EKSISTENSI SENI TIMUR
SEBAGAI PENGKAYAAN
WAWASAN SENI
Pascasarjana ISI Surakarta
2020
Didalam filsafat Cina. Tao-lah yang
dianggap sumber dari niali-nilai
kehidupan. Tao berarti sinar terang dan
sumber dari segala sumber yang ada.
Manusia dianggap sempurna apabila
hidupnya diterangi oleh Tao. Bagi bangsa
Cina Tao adalah kemutlakan; sesuatu
yang memberi keberadaan, kehidupan
dan kedamaian.
SENI CINA KLASIK
Kearifan tertinggi, yang
merupakan puncak filsafat
adalah pengetahuan tentang
Tuhan
SENI CINA
SENI NUSANTARA
Kong Hu Cu seorang filosuf
Cina yang dianggap Nabi,
mengutarakan sebuah
pertanyaan; Ia bertanya tentang
bagaimana seseorang yang
rusak dan bejad hidupnya
mampu membuat barang-
barang yang Indah? Padahal
barang-barang yang indah
adalah penjelmaan dari Tao.
Di Jawa diyakini “ Kaindahan puniko
kagunganipun Gusti Alloh’ (Keindahan
adalah milik Tuhan)
keindah an adalah
penjelmaan dari Tao
Oleh karena itu tugas seorang seniman
adalah “menangkap” sinar Tao (Ch’i)
tersebut dan mengunngkapkan dalam
bentuk karya seni atau berupa barang
yang indah. Sehingga seorang seniman
wajib mensucikan diri agar mempunyai
kesadaran Tao. Dan lewat kesadaran
kontemplasi ia akan mampu menciptakan
keindahan (Agus Sachari 1989:23).
Filosuf Cina pada akhir abad V, Hsieh Ho
menyusun enam prinsip dasar bagi para seniman
(kemudian terkenal dengan istilah canon istetika
cina).
Prinsip 1.
Prinsip yang menggambarkan bersatunya Roh semesta dengan
dirinya, sehingga dengan demikian ia mampu menangkap
keindahan dari Tao (ch’i) dan kemudian menampilkan atau
mewujudkan pada karyanya. Istilah Cina prinsip ini disebut “
Ch’i yun sheng tung
Seni Nusantara: bagaimana seseorang (seniman) untuk
mendapatkan sinar kemulyaan, sinar Illahi
Prinsip 2:
Prinsip yang menggambarkan kemampuan menyergap Roh
Ch’i atau roh kehidupan dengan cara mengesampingkan bentuk
dan warna yang semarak, sehingga makna spiritual akan
nampak dalam karya-karyanya. Hal ini dapat kita lihat dari
beberapa lukisan cina saat itu, yang penuh dengan ruang
kosong dan kesunyian. Digambarkan sebagaimana pelukis Cina
Tsung Ting (375-443), sebelum melakukan kegiatan , ia
melakukan meditasi terlebih dahulu, agas rohnya secara bebas
menjelajahi alam semesta.
Prinsip kedua ini dalam istilah Cina disebut Ku Fa Yung Pi.
Kegiatan ini oleh seniman klasik (nusantara) juga dilakukan
sebagai pendekatan dirinya terhadap alam semesta dan
lingkungannya untuk mendapatkan energi kosmos dalam
konsep mandala
Prinsip 3:
prinsip yang menggambarkan merefleksikan obyek dengan
menggambarkan bentuknya; yaitu konsekuen terhadap obyek
yang dilukis atau yang disusunnya. Seperti yang dikatakan
oleh Ch’eng Heng-lo, mengatakan:” Seni Lukis Barat adalah
seni lukis mata, sedang seni lukis Cina adalah seni lukis idea”.
Disini jelas bahwa seni lukis cina mementingkan essensinya
bukan eksestensinya.
Dalam prinsip ketiga ini dalam istilah Cina disebut Ying Wu
Hsiang Hsing.
Fil. Nusantara : seni merupakan penggambaran karakter
untuk menghasilkan abstraksi simbolik : lihat wayang, batik,
tari bedaya
Prinsip 4:
prinsip yang menggambarkan tentang keselarasan dalam
menggunakan warna. Seni cina dalam penggunaan warna
tidak bersifat fungsional tetapi lebih bersif simbollisme.
Estetika Cina bagai para pelukis Cina ditentukan oleh
teknik akuarel tinta monokromatis untuk membabarkan
suasana hati.
Prinsip keempat menetapkan setiap obyek mempunyai
karakter yang sesuai. Prinsip ini dalam istilah Cina
disebut Sui Lei Fu Ts’ai
Fil. Nusantara: penggambaran karakter dilakukan dengan teknik
yag sesuai dengan karakter simbolik pencapaiannya dilakukan
dengan teknik perubahan bentuk (deformasi): penggayaan
(stillasi,) distorsi, tranformasi (dan penggabungan diantaranya)
Prinsip 5:
Prinsip yang menggambarkan tentang pengorganisasian,
penyusunan, atau perencanaan dengan pertimbangan
penempatan dan susunan. Seni cina menganjurkan agar
mengadakan semacam perencanaan terlebih dahulu sebelum
berkarya. Dalm hal ini nampaknya rangcang komposisi
berbeda dengan prinsip desain seni barat. Dikatakan oleh
Chang Yen-Yuan;aspek kemusiman melibatkan pengertian
irama dan pergeseran alam, membutuhkan observasi,
pengetahuan, meditasi, pengertian intuitif tentang Ch’i.
Prinsip ini dalam bahasa Cina disebut: “ Ching Ting Wei Chih “
Seni modern: pengorganisasian struktur sesuai dengan unsur, prinsip dan
asas disain
Seni Nusantara: Seniman terikat oleh lingkungan dimana dia hidup (alam
semesta dan lingkungannya) itulah mengapa simbol (bentuk , pola, motif)
yang muncul merupakan sugesti alam
Prinsip 6:
prinsip ini memberikan ajaran untuk membuat reproduksi-
reproduksi agar dapat diteruskan dan disebarluaskan.
Semangat Tao dalam estetik di Cina rupanya begitu
mendalam dan menyebar ke pelbagai negara di sekitarnya
sampai sekarang. Mereproduksi bagian dari penghormatan
bagi masternya
Seni Nusantara: kegiatan semacam ini disebut “mutrani:
dalam konsep nunggak Semi” dalam ekspresi kebudayaan
I-Ching filsuf Cina Tiongkok, (kemudian mempengarui estetika Jepang) bahwa
sumber segala eksistensi dan trasformasi dalam semesta adalah Yin dan Yang.
Yin adalah sesuatu yang tertutup tak diketahui, dan Yang
adalah sesuatu yang terbuka. Yin mewakili bumi, malam,
bulan, betina, air, pasir, lemah, susah dan seterusnya...,
sedang Yang mewakili langit, matahari, siang, gembira,
jantan, api, aksi, kuat dan seterusnya...
Di dalam Seni nusantara sesuai dengan
estetika paradoks
SENI JEPANG KLASIK
Simbol Yin dan Yang mengandung filsafat hidup manusia,
bagian putih mengandung Yang, bagian hitam mengandung
Yin, keduanya lebih bersifat saling mengisi dan saling
membantu dari pada bertentangan. Di dalam Yang ada titik
Yin, dan didalam Yin ada titik Yang. Titik ini memiliki daya
yang luar biasa yaitu adanya kontradiksi; perbedaan
menimbulkan kekuatan ketertarikkan
Didalam Seni nusantara disebut ilmu kosong
atau ilmu mutlak ( lihat konsep ‘astagina’)
SENI TIMUR TENGAH
Abdullah Bin Umar menyatakan bahwa Rasulullah
pernah bersabda: ‘Sungguh, orang-orang yang membuat
gambar-gambar ini akan disiksa di hari kiamat,
dikatakan pada para pembuatnya: Hidupkanlah
Ciptaanmu’ (Bukhari dan Muslim). Abdullah juga
menyatakan bahwa malaikat Jibril tidak akan masuk ke
dalam rumah yang ada gambar dan anjingnya. Anas bin
Malik menyatakan bahwa Rasulullah pernah berujar
kepada Aisyah untuk menurunkan kelambu yang ada
gambarnya, karena mengganggu shalatnya. Aisyah isteri
Rasulullah pernah berkata bahwa jika ada orang shaleh
meninggal dan di atas kuburnya di bangun masjid dan
melukiskan gambarnya di dalam masjid itu, mereka
adalah sejahad-jahadnya manusia di sisi Allah; Hal itu
diungkapkan oleh Muhammad SAW ketika ia sakit
keras kepada Ummi Habibah dan Salamah yang pernah
melihat keindahan gambar dan lukisan di gereja
Habasyah (Bukhari dalamAgus Sachari 1989).
Berdasarkan hadis-
hadis itulah estetika
islam dibatasi, dengan
tidak diperkenankan
menciptakan gambar, lukisan atau patung
dan yang berbau
makluk hidup.
Meskipun demikian pada kontek estetik dalam arti yang
luas, Nabi Mohammad pernah bersabda; bahwa sungguh
Allah telah mengharuskan keindahan dalam segala hal
(Muslim), dan Allah itu indah dan gemar
keindahan(muslim dan Tarmidzi dalam Agus 1989).
Kedua hadis tersebut apabila kita simak, sebenarnya
merupakan jawaban atas estetika Islam yang tertuang
dalam karya seni. Para seniman tidaklah berdosa apabila
niatnya adalah untuk mengungkapkan estetik. Yang
berdosa adalah jika seniman mencoba menandingi
ciptaan Allah atau membuat karya untuk disembah.
Bagaimana karya-karya di Nusantara
Bagaimana lahirnya karya batik, keris dan wayang
SENI INDIA
Seorang ahli pikir Khasmir;
Sangkuka (abad 10)
berpendapat bahwa
pengalaman estetik
sebenarnya berada diluar
bidang kebenaran dan
ketidakbenaran (seperti
pemikiran Kant).
Pendapat Sangkuta tersebut
dikritik oleh Abhinavagupta,
yang menyatakan bahwa
bahwa bila hidup nyata
ditiru, efeknya bukanlah
kenikmatan estetik melainkan
suatu kelucuan belaka.
Artinya estetik bukanlah
imitaasi, melainkan cara
untuk menikmati hidup
nyata.
Menurutnya; hakekat rasa bukanlah meniru,
melainkan melepaskan kenyataan dari
keterikatan ego seseorang dan menjadikan
pengalaman
Pimikir Khasmir lainnya Bhatta Nayaka
berpendapat bahwa pengalaman estetika
adalah semacam jatuhnya wahyu, artinya
kebekuan rohani kita tersingkirkan
sehingga kita dapat melihat kenyataan
dengan cakrawala yang luas.
RujukanAgus Sachari (ed), Antara Seni Desain Teknologi, Konflik dan Harmoni. Bandung:Nova
Agus Sachari, 1989 Estetik Terapan Spirit-Spirt yang menikan Desain. Bandung: Nova.
Dharsono (1993). Estetika: Kajian Dasar Pemahaman Estetika Seni Rupa. karya ilmiah
Surakarta: Proyek Pengembangan dan penelitian STSI
Eli Siegel (1967), Aesthetic Realism, New York: Colonial Press p.103-109)
Humardani, SD (1980), Dasar-Dasar Estetika,Diktat, Surakarta: Akadeni Seni
Karawitan Surakarta.
Kennick,W.E.(ed) 1979, On The Creation of art, Art and Philosophy, Reading in
Aesthetics, Second edtion, New York: St Martin’s Press.
Leo Tolstoy,(1930), What is Art and Essays, Translated by Aylmer Maude. World’s
Classics Serics. 1930 and Repinted by permission of Oxford University Press London.
Liang Gie, The. (1976)Garis Besar Filsafat Keindahan. Yogyakarta: Penerbit karya.
Morris Weirz (ed) 1970, On the Creation of Art, Problem in Aestheties; Monroe C.
Beardsley, The Maemilan Company.
Mulyadi, 1986. Kritik, diktat Kuliah Surakarta: UNS Sebelas Maret
Parker, DeWitt H, The Principles of Aesthetics, Second Edition, New York: Appleton
Century Crofts Inc
Read, Herbert, 1967. Art and Alienation, The Role of the Artist in Sosiety. New York:
Horizon Press