meningitis

17

Click here to load reader

Upload: ramoran

Post on 06-Aug-2015

40 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Neurologi

TRANSCRIPT

Page 1: Meningitis

1Aminah Alaydrus Kejang disertai Demam1102010018

LI 4 Memahami dan Menjelaskan MenigitisLO 4.1 Memahami dan Menjelaskan DefinisiMeningitis adalah radang dari selaput otak (arachnoid dan piamater). Bakteri dan virus merupakan penyebab

utama dari meningitisMeningitis adalah suatu infeksi/peradangan dari meninges,lapisan yang tipis/encer yang mengepung otak dan

jaringan saraf dalam tulang punggung, disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia, atau protozoa, yang dapat terjadi secara akut dan kronis. (Harsono., 2003) Meningitis adalah infeksi yang menular. Sama seperti flu, pengantar virus meningitis berasal dari cairan yang berasal dari tenggorokan atau hidung. Virus tersebut dapat berpindah melalui udara dan menularkan kepada orang lain yang menghirup udara tersebut. (Anonim.,2007)

Definisi dari meningitis adalah infeksi dari cairan yang mengelilingi otak dan spinal cord (Meningitis Foundation of America). Mengetahui meningitis disebabkan oleh bakteri atau virus dapat membantu dalam menentukan keparahan penyakit dan pengobatannya. Viral meningitis biasanya kurang parah dan dapat sembuh tanpa pengobatan spesifik, sementara bacterial meningitis biasanya cukup parah dan dapat menimbulkan kerusakan fungsi otak (Meningitis Foundation of America).

Terdapat pula definisi lain yang menyebutkan bahwa meningitis adalah reaksi inflamasi dari membran yang membungkus otak dan spinal cord. Inflamasi ini menimbulkan perubahan di cairan serebrospinal (CSS) yang mengelilingi otak dan spinal cord (Dugdale). Meningitis atau radang selaput otak adalah infeksi pada cairan serebrospinal (CSS) disertai radang pada piamater dan araknoid, ruang subaraknoid, jaringan superfisial otak dan medula spinalis. Kuman-kuman dapat masuk ke setiap bagian ruangan subaraknoida dan dengan cepat sekali menyebar ke bagian lain, sehingga leptomening medula spinalis terkena. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa meningitis selalu merupakan suatu proses serebrospinal.

LO 4.2 Memahami dan Menjelaskan KlasifikasiMeningitis dibagi dalam beberapa kelompok, dalam hal ini akan diuraikan tentang Meningitis purulenta atau

Meningitis bakterialis, yaitu suatu peradangan selaput otak yang menimbulkan eksudasi berupa pus (purulen), disebabkan oleh kuman non spesifik dan non virus. (5)

a. Meningitis Kriptikokusadalah meningitis yang disebabkan oleh jamur kriptokokus. Jamur ini bisa masuk ke tubuh kita saat kita menghirup debu atau tahi burung yang kering. Kriptokokus ini dapat menginfeksikan kulit, paru, dan bagian tubuh lain. Meningitis Kriptokokus ini paling sering terjadi pada orang dengan CD4 di bawah 100.DiagnosisDarah atau cairan sumsum tulang belakang dapat dites untuk kriptokokus dengan dua cara. Tes yang disebut ‘CRAG’ mencari antigen ( sebuah protein) yang dibuat oleh kriptokokus. Tes ‘biakan’ mencoba menumbuhkan jamur kriptokokus dari contoh cairan. Tes CRAG cepat dilakukan dan dapat memberi hasi pada hari yang sama. Tes biakanmembutuhkan waktu satu minggu atau lebih untuk menunjukkan hasil positif. Cairan sumsum tulang belakang juga dapat dites secara cepat bila diwarnai dengan tinta India. (Yayasan Spiritia., 2006)· Viral meningitistermasuk penyakit ringan. Gejalanya mirip dengan sakit flu biasa, dan umumnya si penderita dapat sembuh sendiri. Frekuensi viral meningitis biasanya meningkat di musim panas karena pada saat itu orang lebih sering terpapar agen pengantar virus. Banyak virus yang bisa menyebabkan viral meningitis. Antara lain virus herpes dan virus penyebab fluperut. (Anonim., 2007)· Bacterial meningitisdisebabkan oleh bakteri tertentu dan merupakan penyakit yang serius. Salah satu bakterinya adalah meningococcal bacteria. Gejalanya seperti timbul bercak kemerahan atau kecoklatan pada kulit. Bercak ini akan berkembang menjadi memar yang mengurangi suplai darah ke organ-organ lain dalam tubuh dapat berakibat fatal dan menyebabkan kematian. (Anonim., 2007)· Meningitis Tuberkulosis GeneralisataGejala : demam, mudah kesal, obstipasi, muntah- muntah, ditemukan tanda-tanda perangsangan meningen seperti kaku kuduk, suhu badan naik turun, nadi sangat labil/lambat, hipertensi umum, abdomen tampak mencekung, gangguan saraf otak. Penyebab : kuman mikobakterium tuberkulosa varian hominis.Diagnosis : Meningitis Tuberkulosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan cairan otak, darah, radiologi, test tuberkulin. (Harsono., 2003)

Page 2: Meningitis

2· Meningitis PurulentaGejala : demam tinggi, menggigil, nyeri kepala yang terus-menerus, kaku kuduk, kesadaran menurun, mual dan muntah, hilangnya nafsu makan, kelemahan umum, rasa nyeri pada punggung serta sendi. Penyebab : Diplococcus pneumoniae(pneumokok), Neisseria meningitidis(meningokok), Stretococcus haemolyticus, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Pneudomonas aeruginosa.Diagnosis : dilakukan pemeriksaan cairan otak, antigen bakteri pada cairan otak, darah tepi,elektrolit darah, biakan dan test kepekaan sumber infeksi, radiologik, pemeriksaan EEG.(Harsono., 2003)Keluhan pertama biasanya nyeri kepala. Rasa ini dapat menjalar ke tengkuk dan punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot-otot ekstensor tengkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus, yaitu tengkuk kaku dalam sikap kepala tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi. Kesadaran menurun. Tanda Kernig’s danBrudzinky positif. (Harsono., 2003)GEJALAGejala meningitis tidak selalu sama, tergantung dari usia si penderita serta virus apa yang menyebabkannya. Gejala yang paling umum adalah demam yang tinggi, sakit kepala, pilek, mual, muntah, kejang. Setelah itu biasanya penderita merasa sangat lelah, leher terasa pegal dan kaku, gangguan kesadaran serta penglihatan menjadi kurang jelas. Gejala pada bayi yang terkena meningitis, biasanya menjadi sangat rewel, muncul bercak pada kulit, tangisan lebih keras dannadanya tinggi, demam ringan, badan terasa kaku, dan terjadi gangguan kesadaran seperti tangannya membuat gerakan tidak beraturan. (Japardi, Iskandar., 2002)

LO 4.3 Memahami dan Menjelaskan EpidemiologiInfeksi meningococcus dapat terjadi secara endemik maupun epidemik. Secara klinis keduanya tidak dapat

dibedakan, tetapi serogroup dari strain yang terlibat berbeda. Kasus endemik pada negara-negara berkembang disebabkan oleh strain serogroup B yang biasanya menyerang usia dibawah 5 tahun, kebanyakan kasus terjadi pada usia antara 6 bulan dan 2 tahun. Kasus epidemik disebabkan oleh strain serogroup A dan C, yang mempunyai kecendrungan untuk menyerang usia yang lebih tua. Lebih dari setengah kasus meningococcus terjadi pada umur antara 1dan 10 tahun. Penyakit ini relatif jarang didapatkan pada bayi usia ≤ 3 bulan. Kurang dari 10% terjadi pada pasien usia lebih dari 45 tahun. Di AS dan Finland, hampir 55% kasus pada usia dibawah 3 tahun selama keadaan nonepidemik, sedangkan di Zaria, Negeria insiden tertinggi terjadi pada pasien usia 5 sampai 9 tahun. Keadaan geografis dan populasi tertentu merupakan predisposisi untuk terjadinya penyakit epidemik. Kelembaban yang rendah dapat merubahbariermukosa nasofaring, sehingga merupakan predisposisi untuk terjadinya infeksi. Meningococcal epidemik di daerah Sao Paulo dari 1971 sampai 1974 dimulai pada bulan Mei dan Juni, yang merupakan peralihan dari musim hujan ke musim panas.African outbreaks terjadi selama musim panas dari bulan Desember hingga juni.

Di daerah Sub-saharan Meningitis Belt (Upper volta, Dahomey, Ghana dan Mali di barat, hingga Niger, Nigeria, Chad, Sudan di timur) di mulai pada musism panas/winter dry season (November-Desember),mencapai puncaknya pada akhir April-awal Mei, saat angin gurun Harmattan berkepanjangan dan tingginya suhu udara sepanjang hari; diakhiri secara mendadak dengan dimulainya musim penghujan. Walaupun terpaparnya populasi yang rentan terhadap strain baru yang virulen mungkin merupakan penyebab epidemik, beberapa faktor lain termasuk lingkungan yang padat penduduk, adanya kuman saluran nafas pathogen lain, hygiene yang rendah dan lingkungan yang buruk merupakan pencetus untuk terjadinya infeksi epidemik. Infeksi N. meningitidis semata-mata hanya mengenai manusia. Telah terbukti bahwa tidak didapatkan adanya host antara, reservoar atau transmisi dari hewan ke manusia pada infeksi M. meningitidis. Nasofarings merupakan reservoar alami bagi meningococcus, transmisi dari kuman tersebut terjadi lewat saluran pernafasan (airbone droplets), serta kontak seperti dalam keluarga atau situasi recruit training. Pada suatu studi yang dilakukan oleh Artenstein dkk, didapatkan bahwa sebagian besar partikel dari droplet saluran nafas mengandung meningococcus. Meningococcus bisa didapatkan pada kultur dari nasofaring dari manusia sehat, keadaan ini disebut carrier. Hal tersebut dapat meningeal tergantung kepada kemampuan dari kapsel polisakarida untuk menghambat aktivitas sistim komplemen bakterisidal yang klasik dan menginhibisi phagositosis neutrophil. Aktivasi dari sistim komplemen merupakan hal yang sangat penting dalam mekanisme pertahanan terhadap infeksi N. meningitidis. Pasien dengan defisiensi dari komponen terminal komponen (C5, C6, C7, C8 dan mungkin C9) merupakan resiko tinggi untuk terinfeksi Neisseria (termasuk N. Meningitidis).

Page 3: Meningitis

3LO 4.4 Memahami dan Menjelaskan Etiologi dan Faktor Resiko

Etiologi penyakit ini dihubungkan dengan usia penderita dan sejumlah faktor predisposisi penjamu terhadap infeksi bakteri atau perubahan respons terhadap invasi MO. Tetapi perlu diingat bahwa setiap MO dapat menimbulkan penyakit pada setiap usia. (1,6) Berikut ini tabel etiologi meningitis berdasarkan kelompok umur.Organisme Kelompok Umur Ulasan

Streptococcus serogrouf B (Streptococcus agalactiae) Neonatus – usia 3 bulan Sebanyak 25% ibu membawa streptococcus serogroup B di vaginanya. Profilaksis ampisilin selama persalinan pada wanita dengan resiko tinggi (ketuban yang sudah lama pecah, demam, dll) atau pada wanita pembawa akan menurunkan kejadian infeksi pada bayi. Dilaporkan juga adanya kasus yang disebabkan oleh Listeria monocytogenes dan Haemophilus influenza type B yang terjadi pada periode neonatal. Escherichia coli Neonatus Merupakan penyebab pada lebih kurang 40% kasus meningitis neonatal. Haemophilus influenza Anak-anak 5 bulan – 5 tahun Bayi < 3 bulan dapat mengandung antibodi dalam serum yang diperoleh dari ibunya dan anak umur > 3 – 5 tahun mempunyai antibodi yang kuat terhadap Haemophilus influenza (HI). Sehingga selama masa ini infeksi HI jarang terjadi. Pemberian vaksin HIB dapat menurunkan MO HI.Organisme Kelompok Umur UlasanNeisseria meningitidis Bayi – 5 tahun dan orang dewasa muda Merupakan komplikasi dari meningokoksemia yang tersering yaitu fokal infeksinya dari nasofaring. Pencegahan dapat diberikan vaksin polisakarida terhadap serogrouf A, C, Y, dan W135.Streptococcus pneumonia Semua kelompok umur Sering terjadi pada pneumonia, juga pada matoiditis, sinusitis dan fraktur tulang basiler. Pseudomonas, Stafilococcus, Salmonella, atau Seratia Pada anak-anak > 12 tahun Jika respons penjamu terganggu atau terdapat kelainan-kelainan anatomik, maka mikroorganisme-mikroorganisme tersebut dapat menginfeksi. Beberapa keadaan, kelainan atau penyakit yang memudahkan terjadinya meningitis antara lain: 1) Infeksi sistemik maupun fokal (septikemia, otitis media supurativa kronik, demam tifoid, tuberkulosis paru-paru); 2) Trauma dan tidakan tertentu (fraktur basis kranii, pungsi/anestesi lumbal, operasi/tindakan bedah saraf); 3) Penyakit darah, penyakit hati; 4) Pemakaian bahan-bahan yang menghambat pembentukan antibodi; 5) Kelainan yang berhubungan dengan imunosupression misalnya alkoholisme, agamaglobulinemia, diabetes melitus; 6) Gangguan/kelainan obstretik dan ginekologis. (1,4)

Penyebab infeksi ini dapat diklasifikasikan atas : Penumococcus, Meningococcus, Hemophilus influenza, Staphylococcus, E.c oli, Salmonella. (Japardi, Iskandar., 2002). Penyebab meningitis terbagi atas beberapa golongan umur :

1. Neonatus : Eserichia coli, Streptococcus beta hemolitikus, Listeria monositogenes2. Anak di bawah 4 tahun : Hemofilus influenza, meningococcus, Pneumococcus.3. Anak di atas 4 tahun dan orang dewasa : Meningococcus, Pneumococcus. (Japardi,Iskandar., 2002)

Meningitis disebabkan oleh berbagai macam organisme, tetapi kebanyakan pasien dengan meningitis mempunyai faktor predisposisi seperti fraktur tulang tengkorak, infeksi, operasi otak atau sum-sum tulang belakang. Seperti disebutkan di atas bahwa meningitis itu disebabkan oleh virus dan bakteri, maka meningitis dibagi menjadi dua bagian besar yaitu : meningitis purulenta dan meningitis serosa.a. Meningitis BakteriBakteri yang paling sering menyebabkan meningitis adalah haemofilus influenza, Nersseria,Diplokokus pnemonia, Sterptokokus group A, Stapilokokus Aurens, Eschericia colli, Klebsiela dan Pseudomonas. Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dan berespon dengan terjadinya peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin dan lekosit terbentuk di ruangan subarahcnoid ini akan terkumpul di dalam cairan otak sehingga dapat menyebabkan lapisan yang tadinya tipis menjadi tebal. Dan pengumpulan cairan ini akan menyebabkan peningkatan intrakranial. Hal ini akan menyebabkan jaringan otak akan mengalami infark.b. Meningitis VirusTipe dari meningitis ini sering disebut aseptik meningitis. Ini biasanya disebabkan oleh berbagai jenis penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti; gondok, herpez simplek dan herpez zoster. Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis bakteri tidak terjadi pada meningitis virus dan tidak ditemukan organisme pada kultur cairan otak. Peradanganterjadi pada seluruh koteks cerebri dan lapisan otak. Mekanisme atau respon dari jaringanotak terhadap virus bervariasi tergantung pada jenis sel yang terlibat.

Page 4: Meningitis

4LO 4.5 Memahami dan Menjelaskan Patogenesis

LO 4.6 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi

Secara umum invasi kuman ke susunan saraf pusat (SSP) terjadi setelah kuman berhasil menerobos permukaan tubuh dalam dan luar, ia dapat tiba di SSP melalui lintasan-lintasan berikut: kuman yang bersarang di mastoid dapat menjalar ke SSP perkontinuitatum. Sutura memberikan kesempatan untuk invasi secara ini. Invasi hematogenik melalui arteri intraserebral merupakan penyebaran ke SSP secara langsung.

Penyebaran hematogen tak langsung dapat juga dijumpai, misalnya arteri meningeal terkena radang dahulu. Dari arteritis itu kuman dapat tiba di liquor dan meningens serta otak. Saraf-saraf tepi juga dapat digunakan sebagai jembatan bagi kuman-kuman untuk tiba di SSP melalui perineurium. Sebenarnya ada penjagaan otak khusus terhadap bahaya yang datang melalui lintasan hematogen, yang dikenal sebagai sawar darah otak atau “Blood Brain Barrier”. Pada toksemia atau septikemia “blood brain barrier” (BBB) terusak dan tidak lagi bertindak sebagai sawar khusus, sehingga protein plasma, leukosit serta kuman dapat masuk ke SSP. Dengan demikian proses radang dan reaksi imunologi dapat berkembang di SSP. (6)Pada meningitis purulenta paling sering terjadi akibat penyebaran kuman secara hematogen, berasal dari tempat infeksi yang jauh; bakteriemia sering mendahului atau terjadi bersamaan dengan meningitis. Kuman-kuman masuk ke SSP secara hematogen atau langsung menyebar dari kelainan di nasofaring, paru-paru (pneumonia, bronkopneumonia), dan jantung (endokarditis). Selain itu perkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan di dekat selaput otak misalnya abses otak, otitis media, mastoiditis dan trombosis sinus kavernosus. Invasi kuman-kuman (meningokok, pneumokok, haemophilus influenza, streptokok) ke dalam ruang subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS dan sistem ventrikulus.

Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami hiperemi, dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear (PMN) ke dalam ruang subaraknoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu ke dua sel-sel plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua lapisan, bagian luar mengandung leukosit PMN dan fibrin, sedangkan di lapisan dalam terdapat makrofag.

Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan dapat menyebabkan trombosis, infark otak, udem otak, dan degenerasi neuron-neuron. Dengan demikian meningitis purulenta dapat dianggap sebagai ensefalitis superfisial. Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibropurulen menyebabkan kelainan nervi kranialis (Nn. III, IV, VI, VII, dan VIII). Organisasi di ruang subaraknoid superfisial dapat menghambat aliran dan absorpsi CSS, sehingga mengakibatkan hidrosefalus komunikan.

Meningeal InvasionMekanisme dari invasi bakteri kedalam ruang subaracnoid masih belum diketahui. Salah satu faktor yang berperan mungkin adalah jumlah/konsentrasi bakteri dalam darah. Virulensi kuman mungkin merupakan faktor yang penting didalam invasi bakteri kedalam CNS. Pelepasan lipopolisakarida dari N. Meningitidis merupakan salah satu faktor yang menentukan patogenitas organisme ini. Setelah terjadi invasi kedalam ruang subarakhnoid, bakteriemia sekunder dapat terjadi sebagai akibat dari proses supurative lokal dalam CNS.Mekanisme pertahanan didalam ruang subarakhnoid.Jika bakteri meningael patogen dapat memasuki ruang subarakhnoid,maka berarti mekanisme pertahanan tubuh tidak adequat. Pada umumnya didalam CSF yang normal kadar dari beberapa komplemen adalah negatif atau minimal. Inflamasi meningael mengakibatkan sedikit peningkatan konsentrasi komplemen. Konsentrasi komplemen ini memegang peranan penting dalam opsonization dari enkapsulated meningael patogen, suatu proses yang penting untuk terjadinya phagositosis. Aktifitas opsonik dan bakterisidal tidak didapatkan atau hampir tidak terdeteksi padapasien dengan meningitis.Induksi inflamasi ruang subarakhnoid.Walaupun telah terbukti bahwa bakterial kapsul sangat penting bagi bagi organisme meningael patogen untuk dapat survive didalam ruang subarakhnoid dan intravaskuler, kapsel lipopolisakarida diketahui bersifat noninflamatory.Lipopolisakarida menyebabkan inflamasi melalui perannya dalam pelepasan inflamatory mediator seperti interleukin-1 dan tumor necrosis faktor kedalam CSF. Perubahan dari sawar darah otak.Perubahan dari permeabilitas sawar darah otak merupakan akibat dari vasogenic cerebral udem, peningkatan volume CSF, peningkatan tekanan intrakranial dan kebocoran protein plasma ke dalam CSF.

Page 5: Meningitis

5Peningkatan tekanan intrakranialPeningkatan tekanan intrakranial merupakan akibat dari kombinasi keadaan udem cerebri, peningkatan volume CSF dan peningkatan dari volume darah cerebral. Perubahan dari cerebral blood flowAbnormalitas dari cerebral blood flow disebabkan oleh peninggian tekanan intra kranial, hilangnya autoregulasi, vaskulitis dan trombosis dari arteri, vena dan sinus cerebri. Menurut Hardman (1968), kelainan pathologis utama yang didapatkan pada infeksi meningococcus adalah myocarditis, meningitis dan perdarahan (cutaneous, muscosal, serosal dan adrenal). Derjat myocarditis bervariasi dari neutrophilic inflamatory infiltrate hingga multiple infiltrate dengan nekrosis miokardial. Disekitar jantung terdapat akut vaskulitis dengan perdarahan. Pada infiltrat mungkin terlihatbakteri gran negatif intraseluler. Sering ditemukan bendungan dan udem paru serta effusi pleura, dan kemungkinan bermanifestasi sebagai gagal jantung. Myocarditis didapatkan pada 85% pasien dewasa dan 57% pada pasien bayi dan anak (Hardman, 1968)

Perdarahan terjadi pada beberapa organ, bervariasi dari ptekhial hingga purpura. Secara mikroskopis, karakteristik didapatkan vaskulitis akut dan kadang-kadang timbunan fibrin pada arteriol dankapiler. Kelainan CNS berupa inflamasi pada leptomeningen dan perivascular space, vaskulitis akut dan kadang-kadang deposit fibrin intraluminal pada vena-vena kecil meningael. Bila terdapat encephalitis, bervariasi dari invasi perivasculer fokal hinggainfiltrasi parenchymal diffuse; tetapi pembentukan abses jarang didapatkan. Berdasarkan eksperimen dan kelainan patologis yang didapat, dapat disimpulkan bahwa paling sedikit terdapat 2 mekanisme yang terlibat didalampathigenesis infeksi meningococcus, yaitu efek endotoksin dan kompleks antigen antibodi.

Endotoksin (lipopolysccharide0 adalah yang bertanggung jawab terhadap shock (udem paru, gagal jantung dan perdarahan adrenal) dan DIC yang terlihat pada septikemia akibat infeksi. Vasculitis dan arthritis disebabkan oleh adanya deposit antigen antibodi kompleks. meningococcus dengan yang lainnya. Lesi yang paling sering berupa petechial atau purpura, masimg-masing lesi berukuran antara 1 sampai 15 mm. Hal ini biasanya didahului oleh suatu makular rash, adpat pula timbul lesi makulopapular. Pada infeksi yang berat dapat berkembang menjadi suatu lesi ekimosis dan bila lesi sangat besar dan ulseratif, mungkin memerlukan suatu skin graft setelah infeksi teratasi.Pasien meningitis dengan DIC dan shock labih sering disertai dengan skin rash berupa purpura/ekimosis. Lesi kulit ini timbul 5-9 hari setelah onset infeksi berupa lingkaran berwarna gelap dengan bagian tepi yang lepuh/lecet sebesar 1-2 cm., dalam 24 jam terbentuk bulla yang steril yang akan menjadi ulcerasi dan akan sembuh dengan cepat. Pada pasien didapatkan satu atau lebij lesi yang sering terjadi pada daerah dorsum dari tangan, atau pada kaki dandaerah deltoid.

Secara histologis lesi setril ini adalah suatu alergic vasculitis, yang menurut whittle dkk (1973) merupakan deposit kompleks antigen antibodi. Adanya suatu DIC harus dipertimbangkan bida terdapat ekimosis atau hemorrhagic bullae yang besar. Meningococcmia kronis merupakan varian yang jarang berupa febris yang rekuren, rash, migratory arthralgia, myalgia dan toksisitas yang minimal. Rash biasanya berupa makulopapular terutama pada ekstremitas, tetapi dapat pula berbentuk nodular dan petekhial. Pada biopsi didapatkan lesi yang amat berbeda dari meningococcemia akut, berupa infiltrat mononuklear perivaskuler serta thrombosis vaskuler, nekrosis dan infiltrat granulosit. Manifestasi cardial merupakan manifestasi klinis yang jarang ditemukan pada infeksi meningococcus, meningococcus kadang-kadang menyebabkan endokarditis, pericarditis baik serous atau purulen dapat timbul dengan atau tanpa gejala sistemik. Myocarditis didapatkan pada 78% dari kasus meningococcus yang fatal. Arthritis didapatkan hampir 10-20% pasien dengan infeksi meningococcus, biasanya timbul 1-10 hari setelah onset dari gejala bakteriemia dan berlangsungsekitar 1 minggu.

Otak dilapisi oleh tiga lapisan, yaitu : duramater, arachnoid, dan piamater. Cairan otak dihasilkan di dalam pleksus choroid ventrikel bergerak / mengalir melalui sub arachnoid dalam sistem ventrikuler dan seluruh otak dan sumsum tulang belakang, direabsorbsi melalui villi arachnoid yang berstruktur seperti jari-jari di dalam lapisan subarachnoid.Organisme (virus / bakteri) yang dapat menyebabkan meningitis, memasuki cairan otak melaui aliran darah di dalam pembuluh darah otak. Cairan hidung (sekret hidung) atau sekret telinga yang disebabkan oleh fraktur tulang tengkorak dapat menyebabkan meningitis karena hubungan langsung antara cairan otak dengan lingkungan (dunia luar), mikroorganisme yang masuk dapat berjalan ke cairan otak melalui ruangan subarachnoid. Adanya mikroorganismeyang patologis merupakan penyebab peradangan pada piamater, arachnoid, cairan otak dan ventrikel.

Page 6: Meningitis

6Invasi kuman ke selaput otakGangguan fungsi sistem regulasi Peningkatan TIK↓Hipertemia Gangguan persepsi Gangguan kesadaran↓ sensori ↓Gangguan metabolisme otak Gangguan rasa nyama Gangguan mobilitas↓ fisikPerubahan keseimbangandan sel netron↓Difusi ion kalium dan natrium Gangguan perfusi↓ jaringanLepas muatan listrik↓Kejang↓Berkurangnya koordinasi otot Resiko trauma fisik

LO 4.7 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis

Pada anak, gambaran klinis berbeda dengan dewasa. Umumnya meningitis purulenta terjadi secara akut dengan panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernapasan, kejang, napsu makan berkurang, minum sangat kurang, konstipasi, diare. (1,3,4,8) Biasanya disertai septikemia dan pneumonitis. Kejang terjadi pada ± 44% anak dengan penyebab haemophilus influenza, 25% oleh sreptokokus pneumonia, 78% oleh streptokok dan 10% oleh infeksi meningokok. Gangguan kesadaran berupa apatis, letargi, renjatan, koma. Selain itu dapat terjadi koagulasi intravaskiularis deseminata (DIC). Tada-tanda iritasi meningeal seperti kaku kuduk, tanda kernig, Bruzinski, pontanela menonjol untuk sementara waktu belum timbul.

Pada dewasa, permulaan penyakit juga terjadi akut dengan panas, nyeri kepala yang bisa hebat sekali, malaise umum, kelemahan, nyeri otot dan punggung. Biasanya dimulai dengan gangguan saluran pernapasan bagian atas. Selanjutnya terjadi kaku kuduk, opistotonus, dapat terjadi renjatan, hipotensi, dan takikardi karena septikemia. Gangguan kesadaran berupa letargi sampai koma yang dalam dapat dijumpai pada penderita. Nyeri kepala bisa hebat sekali, rasanya seperti mau pecah dan bertambah hebat bila kepala digerakan. Nyeri kepala dapat disebabkan oleh proses radang pembuluh darah meningeal, tetapi dapat juga disebabkan oleh peningkatan tekanan intra kranial yang disertai fotofobia dan hiperestesi. Suhu badan makin meningkat, tetapi jarang disertai gemetar (chills). Kejang terjadi sekitar 20% kasus, koma 5 – 10% kasus dan berakibat prognosis yang buruk, dan kelumpuhan saraf kranial pada 5% kasus.

Meningococcus bakteriemia merupakan akibat dari invasi bakteri kedalam blood stream pada infeksi nasofaring. Keadaan meningococcemia yang lebih berat berupa sepsis, endotaksemia, shoack, DIC dan Waterhouse Friderickson syndrome dengan perdarahan adrenal. Pada shock syndrome yang disebabkan oleh meningococcemia, vascular collapse berkembang dengan cepat menyebabkan kematian dalam beberapa jam. Situasi lethal ini disebabkan karena akibatmyocarditid dan vasculitis. Gejala dari meningococcal meningitis tidak berbeda dengan meningitis yang disebabkan oleh bakteri pyogenik lainnya. Gejala dapat berupa febris, nyeri kepala, kaku kuduk, mual, muntah, penurunan kesadaran sampai koma. Komplikasi dari CNS berupa transient palsy dari N.IV, VI, VII dan VIII. Biasanya didapatkan riwayatinfeksi saluran nafas bagian atas dalam dua atau tiga hari sebelum onset penyakit, gejala dapat didahului oleh muntah dan diare. Exanthema, walaupun tidak selalu didapatkan, merupakan cardinal sign didalam membedakan etiologi antara Keluhan pertama biasanya nyeri kepala. Rasa ini dapat menjalar ke tengkuk dan punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot-otot ekstensor tengkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus, yaitu tengkuk kaku dalam sikap kepala tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi. Kesadaran menurun. Tanda Kernig’s dan Brudzinky positif. (Harsono., 2003)

GEJALAGejala meningitis tidak selalu sama, tergantung dari usia si penderita serta virus apa yang menyebabkannya. Gejala yang paling umum adalah demam yang tinggi, sakit kepala, pilek, mual, muntah, kejang. Setelah itu biasanya penderita merasa sangat lelah, leher terasa pegal dan kaku, gangguan kesadaran serta penglihatan menjadi kurang jelas. Gejala pada bayi yang terkena meningitis, biasanya menjadi sangat rewel, muncul bercak pada kulit, tangisan lebih keras dan

Page 7: Meningitis

7nadanya tinggi, demam ringan, badan terasa kaku, dan terjadi gangguan kesadaran seperti tangannya membuat gerakan tidak beraturan. (Japardi, Iskandar., 2002) Pada awal penyakit, kelelahan, perubahan daya mengingat, perubahan tingkah laku. · Sesuai dengan cepatnya perjalanan penyakit pasien menjadi stupor.· Sakit kepala· Sakit-sakit pada otot-otot· Reaksi pupil terhadap cahaya. Photofobia apabila cahaya diarahkan pada mata pasien· Adanya disfungsi pada saraf III, IV, dan VI· Pergerakan motorik pada masa awal penyakit biasanya normal dan pada tahap lanjutan bisa terjadi hemiparese, hemiplegia, dan penurunan tonus otot.· Refleks Brudzinski dan refleks Kernig (+) pada bakterial meningitis dan tidak terdapatpada virus meningitis.· Nausea· Vomiting· Demam· Takikardia· Kejang yang bisa disebabkan oleh iritasi dari korteks cerebri atau hiponatremia· Pasien merasa takut dan cemas.

LO 4.8 Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Penunjang

A. Diagnosis Adanya gejala-gejala seperti panas yang mendadak dan tak dapat diketahui sebabnya, letargi, muntah, kejang dan

lain-lainnya, harus dipikirkan kemungkinan meningitis. Diagnosis pasti ialah dengan pemeriksaan CSS melalui pungsi lumbal. Pada setiap penderita dengan iritasi meningeal, apalagi yang berlangsung beberapa hari atau dengan gejala-gejala kemungkinan meningitis atau penderita dengan panas yang tidak diketahui sebabnya harus dilakukan pungsi lumbal. Kadang-kadang pada pungsi lumbal pertama tak didapati kelainan apapun. Keadaan demikian ini dapat dijumpai pada penderita yang sebelumnya telah mendapat pengobatan antibiotika, tetapi pada pembiakan ternyata ada bakteri. Walaupun pungsi lumbal merupakan faktor resiko untuk terjadinya meningitis, untuk kepentingan diagnosis cara ini mutlak dilakukan.

Pada meningitis purulenta stadium akut terdapat leukosit PMN. Jumlah sel berkisar antara 1000 –10.000 /mm3 dan pada kasus tertentu bisa mencapai 100.000 /mm3, dapat disertai sedikit eritrosit. Bila jumlah sel diatas 50.000 /mm3, maka kemungkinannya adalah abses otak yang pecah dan masuk ke dalam ventrikulus.

Kadar protein meningkat umumnya di atas 75 mg%, kadar klorida umumnya di bawah 700 mg%, kadar glukosa sangat turun, bila lebih rendah dari 20 mg%, malahan bisa mencapai 0 mg%. Hal terakhir ini belum diketahui sebab-sebabnya.

Pemeriksaan-pemeriksaan lain yang dapat menyokong diagnosa adalah : 1) Imunodiagnostik, yaitu pemeriksaan counter imunoelecthrophoresis dan CSS, aglutinasi lateks, dan ELISA; 2) Pneumo-angiografi; 3) Foto polos tengkorak; 4) Foto dada; 5) Pemeriksaan EEG; 6) CT scan dan MRI; 7) Pemeriksaan lainnya, tes tuberkulin dilakukan untuk menentukan adanya proses spesifik, pemeriksaan elektrolit diperlukan pada meningitis serosa karena dapat terjadi dehidrasi dan hiponatremia terutama dalam 48-72 jam pertama. Pemeriksaan darah tepi untuk menghitung leukosit dan memperoleh gambaran hitung jenis sel.

Diagnosa pasti dari meningitis meningococcus hanya dengan isolasi organisme dari CSF. Diagnosa relatif dapat ditegakkan sebelum terdapat hasil isolasi pada pasien dengan nyeri kepala, muntah, febris, kaku kuduk dan rush kulit petechial, terlebih bila terdapat epidemik dari meningitis meningococcus atau adanya kontak dengan kasus meningococcus yang jelas. Untuk menegakkan diagnosa meningitis meningococcus, perlu dilakukan kultur dari lesi kulit, sekret nafosaring, darah dan CSF. Pada beberapa kasus diagnosa dapat ditegakkan dengan pemeriksaan apus dari sedimen CSF/gram stain. Untuk menentukan diagnosis meningitis dilakukan tes laboratorium. Tes ini memakai darah atau cairan sumsum tulang belakang. Cairan sumsum tulang belakang diambil dengan proses yang disebut pungsi lumbal ( lumbar puncture atau spinal tap). Sebuah jarum ditusukkan pada pertengahan tulang belakang, pas di atas pinggul. Jarum menyedap contoh cairan sumsum tulang belakang. Tekanan cairan sumsum tulang belakang juga dapat diukur. Bila tekanan terlalutinggi, sebagian cairan tersebut dapat disedot. Tes ini aman dan biasanya tidak terlalu menyakitkan. Namun setelah pungsi lumbal beberapa orang mengalami sakit kepala, yang dapat berlangsung beberapa hari. (Ellenby, Miles., Tegtmeyer, Ken, et al., 2006)

Page 8: Meningitis

8DIAGNOSIS BANDING Meningitis meningococcus harus dibedakan dengan penyebab utaka lainnya pada anak-anak, yaitu hemiphitus influenza dan streptococcus dapat ditegakkan. Bila rash tidak didapatkan, diagnosa harus berdasarkan gram-stain dari CSF danpemeriksaan laboratorium lainnya. Pada keadaan nonepidemii, beberapa infeksi viral dan riketsial harus dipertimbangkan dalam differenstal diagnosa. Rash dan athlargia didapatkan pada infeksi rubella, pada infeksi picorna virus (terutama coxsackie dan ECHO virus) dapat timbul rash, dan sering menyebabkan meningitis aseptik. Leptospirosis dapat mempunyai beberapa gambaran klinis yang mirip dengan infeksi meningococcus. Terdapat 2 infeksi bakterial yang miripdgn infeksi meningococcus. Gonococcal bacteriemia pada umumnya lebih ringan dibandingkan dengan meningococcus bacteriemia,karakteristik berupa erupsi makulopapular dan demam, tetapi gambaran purpura dan collapse tidak ditemukan. Moraxella urethralis dapat meneybabkan febris, erupsi kulit dan meningitis.

Meningismus, pada meningismus juga terjadi iritasi meningieal, nyeri kepala, kaku kuduk, tanda kernig, kejang dan koma. Meningismus kebanyakan terdapat pada bayi dan anak yang lebih besar, dengan gejala tiba-tiba panas, terdapat tonsilitis, pneumonia, pielitis, dapat terjadi bersamaan dengan apendisitis akut, demam tifoid, erisipelas, malaria, batuk rejan. Pada CSS tidak terdapat kuman, sedangkan jumlah sel dan kadar glukosa normal. Umumnya gejala-gejala hilang dalam beberapa hari dan tidak meninggalkan gejala sisa. (1,4)

Meningitis aseptik, merupaka radang selaput otak yang akut dan bersifat self limited. Dalam CSS terdapat peningkatan limfosit, tetapi CSS tetap steril dan kadar glukosa normal. (1,2,4) Meningitis tuberkulosa, memberikan gambaran klinis yang hampir sama, namun dapat dibedakan dengan pemeriksaan lumbal pungsi, dengan gambaran CSS yang serous dan jumlah sel antara 10 – 500 /mm3 dan kebanyakan limfosit. Kadar glukosa rendah, antara 20 – 40 mg%. Kadar klorida < 600 mg%.

Infeksi lain, abses otak, abses intrakranial atau spinal epidural, endokarditis bakteri disertai emboli, empiema subdural dengan atau tromboflebitis dan tumor otak dapat menunjukan gejala-gejala yang sama. Untuk membedakannya tergantung atas pemeriksaan CSS. (1,4)

PEMERIKSAAN LABORATORIUMPemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisa cairan otak. Lumbal punksi tidak bisa

dikerjakan pada pasien dengan peningkatan tekanan tintra kranial. Analisa cairan otak diperiksa untuk jumlah sel, protein, dan konsentrasi glukosa. Pemeriksaan darah ini terutama jumlah sel darah merah yang biasanya meningkat diatas nilai normal. Serum elektrolit dan serum glukosa dinilai untuk mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremi. Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak. Normalnya kadar glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan pada pasien meningitis kadar glukosa cairan otaknya menurun dari nilai normal.

Gambaran laboratorium dari infeksi meningococcus adalah seperti umunya infeksi pyogenic berupa peningkatan jumlah leukosit sebesar 10.000 sampai 30.000/mm3 dan eritrosit sedimentation. Pada urine dapat ditemukan albuminuria, casts dan sel darah merah. Pada kebanyakan kasus, meningococcus dapat dikultur dari nasofaring, dari darah ditemukan lebih dari 50% dari kasus pada stadium awal, serta dari lesi kulit dan CSF. CSF kultur menjadi steril pada 90-100% kasus yang diobati dengan antimikrobal terapi yang apropiate, meskipun tidak terdapat perubahan yang signifikan dari gambaran CSF. Pada pasien meningitis, pemeriksaan CSF ditemukan pleositosis dan purulen. Walaupun pada fase awal dapat predominan lymphocytic, dlam waktu yang singkat menjadi granulocytic. Jumlah sel bervariasidari 100 sampai 40.000 sel/ul. Tekanan CSF meningkat biasanya antara 200 dan 500 mm H2O. protein sedikit meningkat dan kadar glukosa rendah biasanya dibawah 20 md/dl. Pemeriksaan gram stain dari CSF dan lesi petechial, menunjukkan diplococcus gram negatif. Diagnosa pasti didapatkan dari kultur CSF, cairan sendi, tenggorokan dan sputum. Kultur dapat positif pada 90% kasus yang tidak diobati. Counter Immuno elektrophoresis (CIE) dapat mendeteksi sirculating meningococcal antigen atau respon antibodi. Pada kasus dengan gambaran CSF yang khas tapi gram stain negatif, dapat dilakukan pemeriksaan latex aglutination test untuk antigen bakteri. Sensitivitas dari test ini sekitar 50-100% dengan spesifisitas yang tinggi. Bagaimanapun test yang negatif belum menyingkirkan diagnosa meningitis yang disebabkan oleh meningococcus. Polymerase chain reaction dapat digunakanuntuk pemeriksaan DNA dari pasien dengan meningitis meningococcus dengan sensitivitas dan spesifisitas.PEMERIKSAAN RADIOLOGICT-Scan dilakukan untuk menentukan adanya edema cerebral atau penyakit saraf lainnya. Hasilnya biasanya normal, kecuali pada penyakit yang sudah sangat parah.

Page 9: Meningitis

9LO 4.9 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi

Dapat terjadi sebagai akibat pengobatan yang tidak sempurna atau pengobatan yang terlambat. Komplikasi yang mungkin ditemukan ialah efusi subdural, empiema subdural, ventrikulitis, abses serebri, skuele neurologis berupa paresis atau paralisis sampai deserebrasi, hidrosefalus akibat sumbatan pada jalannya atau resorbsi atau produksi CSS yang berlebih, gangguan elektrolit. Pada pengawasan yang lama mungkin akan ditemukan tanda-tanda retardasi mental, epilepsi maupun meningitis berulang. (1,4,5)

Komplikasi serta sequelle yang timbul biasanya berhubungan dengan proses inflamasi pada meningen dan pembuluh darah cerebral (kejang, parese nervus cranial,lesi cerebral fokal, hydrasefalus) serta disebabkan oleh infeksi meningococcus pada organ tubuh lainnya (infeksi okular, arthritis, purpura, pericarditis, endocarditis, myocarditis, orchitis, epididymitis, albuminuria atau hematuria, perdarahan adrenal). DIC dapat terjadi sebagai komplikasi dari meningitis. Komplikasi dapat pula terjadi karena infeksi pada saluran nafas bagian atas, telinga tengah dan paru-paru, Sequelle biasanya disebabkan karena komplikasi dari nervous system.

LO 4.10 Memahami dan Menjelaskan Terapi Meningitis termasuk penyakit gawat darurat, karena itu penderita harus menginap di rumah sakit untuk perawatan

dan pengobatan intensif. Perawatan Umum; penderita perlu istirahat mutlak dan apabila infeksi cukup berat, maka penderita perlu dirawat di ruang isolasi. Penderita yang dalam keadaan renjatan dan koma harus memperoleh perawatan dan pengobatan yang intensif. Fungsi respirasi harus dikontrol secara ketat, perlu diberikan oksigen dan apabila terjadi respiratori distress maka perlu pemasangan pipa endotrakeal atau trakeostomi.

Pemberian caiaran parenteral harus dipantau secara seksama. Adanya dehidrasi harus diperbaiki. Keseimbangan antara cairan yang masuk dan keluar harus dijaga sebaik-baiknya. Dalam rangka pemberian cairan ini, unsur elektrolit diperhitungkan. Dengan demikian keseimbangan elektrolit harus dipertahankan. Adanya hiponatremi atau hipokalemi, harus segera diatasi.

Hal-hal lain yang harus diperhatikan adalah kemungkinan adanya kejang, DIC, hiperpireksia, udem otak, dekubitus, flebitis, serta kekurangan gizi (dietnya). Penanganan status konvulsivus; bila masuk status konvulsivus diberikan diazepam 0,5 mg/kgbb/kali intravena yang dapat diulang dengan dosis yang sama 15 menit kemudian bila kejang belum berhenti. Ulangan pemberian diazepam berikutnya (yang ketiga kali) dengan dosis yang sama, tetapi diberikan secara intramuskuler. Setelah kejang dapat diatasi, berikan penobarbital untuk dosis awal neonatus 30 mg, anak < 1 tahun 50 mg, anak > 1 th 75 mg. Selanjutnya untuk pengobatan rumatan diberikan penobarbital dengan dosis 8 – 10 mg/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis, diberikan selama 2 hari (dimulai 4 jam setelah pemberian dosis awal). Hari berikutnya dengan dosis 4 – 5 mg/kgbb/hari dibagi dalam dua dosis. Bila tidak tersedia diazepam dapat diberikan langsung penobarbital dengan dosis awal dan selanjutnya dosis rumatan.

Pemberian antibiotika, pemberian antibiotika harus cepat dan tepat, sesuai dengan bakteri penyebab dan dalam dosis yang cukup tinggi. Sambil menunggu hasil biakan sebaiknya diberikan antibiotika dengan spektrum luas dan sebaiknya diberikan secara parenteral. Karena penyebab utama meningitis purulenta di Indonesia (Jakarta) ialah haemophilus influenza dan pneumokokus, sedangkan meningokokus jarang sekali, maka diberikan ampisilin intravena sebanyak 200 – 400 mg/kgbb/hari dibagi dalam 4 – 6 dosis ditambah kloramfenikol 100 mg/kgbb/hari intravena dibagi dalam 4 dosis. Pada hari ke 10 pengobatan dilakukan pungsi lumbal ulangan dan bila ternyata menunjukan hasil yang normal, pengobatan seperti tersebut di atas masih dilanjutkan dua hari lagi, tetapi bila masih belum normal pengobatan dilanjutkan dengan obat dan cara yang sama seperti di atas atau diganti dengan obat yang sesuai dengan hasil biakan dan uji resistensi kuman. (1,3,4,5,8)

Meningitis purulenta menduduki tempat tersendiri karena biasanya disebabkan oleh basil Coliform dan Stafilokokus, malahan di RSCM 40,5% dari kasus yang disebabkan Salmonela sp. Maka pengobatan yang dianjurkan sebagai berikut: Pilihan pertama Sefalosporin 200 mg/kgbb/hari intravena dibagi dalam dua dosis, dikombinasi dengan amikasin dengan dosis awal 10 mg/kgbb/hari intravena dilanjutkan dengan 15 mg/kgbb/hari atau dengan gentamisin 6 mg/kgbb/hari masing-masing dibagi dalam 2 dosis. Lama pengobatan pada neonatus ialah 21 hari. Sefalosporin dan Kotrimoksazol tidak diberikan pada bayi berumur < 1 minggu. (1,4,8)

Terapi antibiotik diberikan secepatnya setelah didapatkan hasil kultur. Pada orang dewasa, Benzyl penicillin G dengan dosis 1-2 juta unit diberikan secara intravena setiap 2 jam. Pada anak dengan berat badan 10-20 kg. Diberikan 8 juta unit/hari,anak dengan berat badan kurang dari 10 kg diberikan 4 juta unit/hari. Ampicillin dapat ditambahkan dengan dosis 300-400 mg/KgBB/hari untuk dewasa dan 100-200 mg/KgBB/ untuk anak-anak. Untuk pasien yang alergi terhadap penicillin, dapat dibrikan sampai 5 hari bebas panas. Terapi suportive seperti memelihara status hidrasi danoksigenasi harus diperhatikan untuk keberhasilan terapi. Untuk DIC, beberapa penulis merekomendasikan pemberian heparin 5000-10.000 unit diberikan dengan pemberian cepat secara intravena dan dipertahankan pada dosis yang cukup untuk memperpanjang clotting time danpartial thromboplastin time menjadi 2 atau 3 kali harga normal. Untuk mengontrol kejang diberikan anticonvulsan. Pada udem cerebri dapat diberikan osmotik diuretik atau corticosteroid, tetapi hanya bila didapatkan tanda awal dari impending herniasi.

Page 10: Meningitis

10LO 4.11 Memahami dan Menjelaskan Prognosis

Angka mortalitas pada kasus yang tidak diobati sangat bervariasi teragntung daerah opidemik, biasanya berkisar antara 50-90%, 75-100%. Dengan terapi sat ini, angka mortalitas sekitar 10%, dan insiden dari komplikasi dan sequelle rendah.Faktor yang mempengaruhi prognosa adalah usia pasien, bacteriemia, kecepatan terapi, komplikasi dankeadaan umum dari pasien sendiri. Fatality rate yang rendah terlihat pada kelompok usia antara 3 dan 10 tahun. Angka mortalitas yang tinggi didapatkan pada infant, pasien dewasa dengan keadaan umum yang buruk, dan pasien dengan perdarahan adneral yang extensive

Prognosis bergantung pada beberapa keadaan, antara lain jenis kuman dan beberzpa penyakit pada permulaannya, umur penderita, lamanya gejala atau sakit sebelum dirawat, kecepatan ditegakkannya diagnosis, antibiotika yang diberikan, serta adanya kondisi patologik lainnya yang menyertai meningitis.

LO 4.12 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan1. ImunisasiVaksin meningococcus sangat penting untuk epidemis controlling di negara ketiga dimana selalu terdapat infeksi meningococcus group A, dengan epidemi setiap beberapa tahun. Imunitas yang didapat tidak bertahanselamanya, dan akan berkurang dalam 3-5 tahun setelah vaksinasi. Polisakarida grup C menghasilkan respon immun yang lebih rendah dibandingkan dengan polisakarida grup A, dan mempunyai efek immunogenik yang amat rendah pada anak dibawah usia 2 tahun. Immunoprofilaksis terhadap infeksi meningococcus menggunakan vaksin polisakaridaquadrivalent (seregrup A, C, Y dan W 135). Pada infant, hanya komponen vaksin meningococcus grup A yang menghasilkan protektif antibodi. Vaksinasi hanya direkomendasikan untuk individu dengan resiko tinggi, termasukpengunjung negara dengan penyakit hiperendemik atau epidemik, pada keadaan ledakan yang disebabkan oleh serogrup yang terdapat dalam vaksin, orang-orang dalam barak militer, dan orang-orang dengan resiko tinggiberupa defisiensi komponen terminal komplemen serta individu yn telah mengalami splenectomy.Pada negara berkembang, penyebab infeksi meningococcus adalah dari serogrup B. Kapsul polisakarida dari organisme ini mempunyai immunogenisitas yang sangat rendah, sebab anti-B polisakarida antibodi tidak bersifat bakterisidal di dalam komplemen manusia. Untuk meningkatkan immunogenisitas dari polisakaridal serogrup B, telah dikembangkan suatu polisakarida protein conjugate vaksin yang serupa dengan conjugate vaksin haemophilus influenzae type B.Saat ini terdapat 3 macam conjugate vaksin yaitu:a. HbOC, dimana protein carrier berasal dari non toksigenik mutant dari toksin diphteria yang berikatan dengan rantai pendek oligosaccharida/OC dari polyribosylribitolphospate/PRP kasul polisakarida haemophilus influenzae tipe B.b. PRP-OMP, conjugate vaksin yang berisi outer membrane proteins dari N. Meningitidis/OMP, yang berikatan dengan rantai PRP polymer c. PRP-D, berisi toksoid diphteria yang berikatan dengan rantai sedang PRP polymerBerdasarkan rekomendasi dari Immunization Practice Advisory Committee (1991) dan Committee on Infectious Disease of the American Academy of Pediatrics (1991), penggunaan vaksin tersebut adalah sabagai berikut:a. Seluruh bayi di imunisasi Hib conjugate vaksin (Hb-OC atau PRP-OMP), dimulai pada usia 2 bulan. Pemberian dari vaksin dimulai sat 6 minggu. Pemberian imunisasi dapat bersamaan dgnjadwal imunisasi lain seperti DPT, Polio dan MMR. Vaksin diberikan secara intramuskular pada tempat yang berbeda dengan menggunakan syringe yang berbeda.b. Bila menggunakan Hb-OC, pada infant usia 2-6 bulan diberikan 3 dosis dengan selang paling sedikit 2 bulan. Infant usia 7-11 bulan diberikan 2 dosis dengan selang paling sedikit 2 bulan sebelum mencapai usia 15 bulan. Booster diberikan saat usia 15 bulan paling sedikit 2 bulan setelah dosis terakhir. Bila menggunakan PRP-OMP, pada infant usia 2-6 bulan diberikan 2 dosis degan selang 2 bulan, dan booster diberikan saat berusia 12 bulan. Anak usia 7-11 bulan diberikan 2 dosis dengan selang 2 bulan, sedangkan anak usia 12-14 bulan diberikan single dose, pada kedua kelompok tersebut booster diberikan saat usia 15 bulan, paling sedikit 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada kelompok usia dewasa diberikan single dose secara subcutan. Vaksinasi ini memberikan perlindungan terhadap penyakit sebesar 90%, tetapi tidak cukup potent untuk mengurangi kasus carrier.2. ChemoprophylaxisResiko dari meningitis paad kontak keluarga sekitar 4 dalam 1000, kurang lebih 500 sampai 1000 kali lipat dibandingkan dengan populasi secara umum, dan resiko akan meningkat pada anak-anak. Resiko untuk terkena meningitis menjadi tinggi segera setelah kontak dengan penderita, dimana kebanyakan kasus timbul pada minggu pertama setelah kontak, paling lambat dalam 2 bulan. Pada kasus dengan penderita, secepatnya harus diberikan chemoprophylaxis. Kontak didefinisikan sebagai keluarga, perawat yang kontak dengan sekret oral dari pasien dan petugas kesehatan yangmelakukan tindakan resusitas mouth to mouth secara langsung.

Page 11: Meningitis

11

Daftar PustakaGilroy J MD. Basic neurology. 2nd ed. Singapore : McGraw Hill, 1992; 16Malcolm SA. Meningococcal meningitis, In Vinken PJ (ed). Handbook of clinical neurology. Vol. 33. Amsterdam:North Holland, 1978; 2: 21-30 Karen L. Ross, et all. Acute bacterial meningitis in children and adults, In Scheld WM (ed). Infection of the central nervous system. New York ; RavenPress, 1991: 16; 335-409Hodges JR, Mitchell RG. Bacterial (pyogenic) meningitis, In Swash M. (ed). Clinical neurology vo. 1. London: Churchill Livingstone, 1991: 853-57Tunkel AR, Scheld WM. Bacterial infections in adult, in Asbury AK, Mc Khan GM (Ed). Disease of the nervous system clinical neurobiology. 2nd ed, Philadelphia: WB Saunders, 1992; 100: 1340-49Miller JR, Jubelt B. Infections of the nervous system, In Rowland LP (Ed).merritt’s textbook of neurology, 9th ed. Baltimore : Williams&Wilkins, 1995:3: 108-110Roos KL. Meningitis, vol.4. New York : Oxford University Press, 1996, 2:6- 17;7:109-13; 116-18Walton J. Brain’s disease of the central nervous system. 9th ed. New York ; Oxford University, 1985;6:240-42Patten J. Neurological differential diagnosis. 2nd ed. New York: Springer Verlag, 1996:430-31Tunkel AR, Scheld WM. Acute bacterial meningitis, Lancet 1995; 346:1675-80. Guyton and Hall, 1997, Fisiologi Kedokteran, Edisi 9, EGC: Jakarta.Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 2 – Jakarta: Infomedika, 2002.Mardjono, Mahar, Neurologi Klinik Dasar, Edisi V, Penerbit Dian Rakyat, Jakarta, 1998.Hassan R, Dr, dkk, Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak, Cetakan ke 8, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK-UI, Jakarta, 1998.www. doctorology.net