meningkatkan pertumbuhan gereja melalui penerapan strategi

93
Available at: http://sttkerussoindonesia.ac.id/e-journal/index.php/redominate Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi Peperangan Rohani Ferry Setiawan Budi Sekolah Tinggi Teologi Kerusso Indonesia, Bekasi [email protected] Abstract Play and games are an inseparable part of the learning process to develop early childhood skills. Knowledge of arithmetic can be delivered to early childhood, ages 5-6 years, by playing a game. The game is a game of congklak. Congklak is a traditional game that has the benefit of stimulating fine motor skills, and training the child's concentration. Research on Teacher Creativity in Improving Counting Ability of Group B Through the Congklak Game in the Integrated Mahanaim Christian Kindergarten, using the Classroom Action Research methodology. The research model used is the Kurt Lewin model. Four stages are carried out: planning, implementing, observing and reflecting. From the four cycles carried out the results are: of the 20 subjects studied the average achievement value was 6.6. 15 children in the high achievement category, 2 children in the moderate category, and 3 children in the low achievement category. Based on initial observations, it was concluded that there was a significant increase in numeracy skills. Keywords: Congklak games; early age; numeracy skills; teacher creativity Abstrak Topik Peperangan Rohani ini telah berulang kali dibahas dalam pertemuan-pertemuan Kegerakan Lausanne, suatu kegerakan Injili yang dipelopori oleh Billy Graham, John Stott dkk. Dampaknya terhadap keberhasilan penginjilan, telah dapat diterima oleh kalangan injili. Walaupun demikian, salah satu subtopiknya yaitu Peperangan Rohani di Tingkat Strategis menghadapi roh-roh penguasa wilayah masih mendapat perdebatan. Thesis ini mengkaji Peperangan Rohani Tingkat Strategis secara alkitabiah, bagaimana melakukannya misalnya melalui doa syafaat dan pemetaan rohani; apa saja dampaknya serta seberapa erat kaitannya terhadap pertumbuhan salah satu gereja injili di DKI Jakarta. Penelitian dilakukan secara kualitatif secara studi kasus Ex-Post Facto, terhadap Gereja Jemaat Kristen Indonesia Hananeel. Kata kunci: Peperangan Rohani, Peperangan Rohani Tingkat Strategis, Pertumbuhan Gereja, Pemetaan Rohani, Roh-roh penguasa wilayah PENDAHULUAN Vol 1, No 1, Desember 2019 (49-75)

Upload: others

Post on 02-Nov-2021

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

Available at: http://sttkerussoindonesia.ac.id/e-journal/index.php/redominate

Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi Peperangan Rohani

Ferry Setiawan Budi

Sekolah Tinggi Teologi Kerusso Indonesia, Bekasi

[email protected]

Abstract

Play and games are an inseparable part of the learning process to develop early

childhood skills. Knowledge of arithmetic can be delivered to early childhood, ages 5-6

years, by playing a game. The game is a game of congklak. Congklak is a traditional

game that has the benefit of stimulating fine motor skills, and training the child's

concentration. Research on Teacher Creativity in Improving Counting Ability of Group

B Through the Congklak Game in the Integrated Mahanaim Christian Kindergarten,

using the Classroom Action Research methodology. The research model used is the

Kurt Lewin model. Four stages are carried out: planning, implementing, observing and

reflecting. From the four cycles carried out the results are: of the 20 subjects studied

the average achievement value was 6.6. 15 children in the high achievement category, 2

children in the moderate category, and 3 children in the low achievement category.

Based on initial observations, it was concluded that there was a significant increase in

numeracy skills.

Keywords: Congklak games; early age; numeracy skills; teacher creativity

Abstrak

Topik Peperangan Rohani ini telah berulang kali dibahas dalam pertemuan-pertemuan Kegerakan Lausanne, suatu kegerakan Injili yang dipelopori oleh Billy Graham, John Stott dkk. Dampaknya terhadap keberhasilan penginjilan, telah dapat diterima oleh

kalangan injili. Walaupun demikian, salah satu subtopiknya yaitu Peperangan Rohani di Tingkat Strategis menghadapi roh-roh penguasa wilayah masih mendapat perdebatan. Thesis ini mengkaji Peperangan Rohani Tingkat Strategis secara alkitabiah, bagaimana melakukannya misalnya melalui doa syafaat dan pemetaan rohani; apa saja dampaknya serta seberapa erat kaitannya terhadap pertumbuhan salah satu gereja injili di DKI Jakarta. Penelitian dilakukan secara kualitatif secara studi kasus Ex-Post Facto, terhadap Gereja

Jemaat Kristen Indonesia Hananeel.

Kata kunci: Peperangan Rohani, Peperangan Rohani Tingkat Strategis, Pertumbuhan

Gereja, Pemetaan Rohani, Roh-roh penguasa wilayah

PENDAHULUAN

Vol 1, No 1, Desember 2019 (49-75)

Page 2: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

Sepanjang abad ke-20 serta awal abad ke-21, Kekristenan telah mengalami

perubahan demografi yang drastis, yaitu bergesernya dominasi penganut agama

Kristen dari orang kulit putih di Barat terutama di Eropa, kepada bangsa-bangsa lain

di belahan bumi lainnya. John Piper1 mengemukakan bahwa Philip Jenkins, seorang

Direktur Program Studi Sejarah Keagamaan Universitas Baylor, adalah peneliti yang

telah berhasil menjelaskan perubahan demograsi ini secara paling baik. 2 Jenkins

mengamati terjadinya fenomena Global Selatan (Global South), yaitu melemahnya

pengaruh kekristenan di Eropa (di belahan bumi Utara) sementara terjadi

pertumbuhan gereja yang mengagumkan di Afrika, Amerika Latin dan Asia di

belahan bumi Selatan.3 Hal ini diilustrasikan pada Grafik A.1. & A.2. sbb:

1 John Stephen Piper adalah seorang Gembala Baptis Kalvinis, pengarang, pendiri dan

pemimpin desiringGod.org. Ia juga memimpin Sekolah Theologia Bethlehem di Minneapolis, Minnesota, AS.

2 Philip Jenkins. The Next Christendom: The Coming of Global Christianity (Oxford: Oxford University Press, rev. and updated, 2007); dan The New Faces of Christianity: Believing the Bible in the Global South (Oxford: Oxford University Press, 2006).

3 Negara-negara yang tercakup dalam Global North adalah Amerika Utara, Eropa, Australia, Jepang dan Selandia Baru. Negara-negara selain ke5 negara tersebut digolongkan sebagai Global South. Global South sebenarnya bukan istilah yang terbatas kepada hanya kepada Kekristenan tapi lebih luas mencakup aspek politik, ekonomi dll. Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah fenomena Global South dalam Kekristenan.

Page 3: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

3

Grafik A.1 Perkembangan penganut agama Kristen di dunia, bergeser ke Selatan

terutama sejak awal abad ke204

Grafik A.2 Distribusi Regional pemeluk agama Kristen di dunia5

4 Todd M. Johnson and Gina A. Zurlo, eds. World Christian Database (Leiden/Boston: Brill:

2018) Penelusuran 3 September 2018.

5 Pew Research Center. Global Christianity - A Report on the Size and Distribution. (Washington DC: Pew Research Center, 2011). pp9.

Page 4: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

Tabel A.3. Tabel perkembangan Kekristenan ke Selatan selama satu abad6

Menurut Johnson, Direktur Pusat Penelitian Kekristenan Global dari

Seminari Gordon Conwell, jumlah orang Kristen di Afrika meningkat paling

pesat dibandingkan benua-benua lainnya. 7 Hal ini digambarkan pada peta

infografik A.4. di bawah. Pada tahun 1900, jumlah orang Kristen di Afrika baru

berjumlah 10juta, atau 9% dari penduduk; setara dengan 2% dari seluruh

orang Kristen. Pada tahun 2018, jumlah orang Kristen telah berlipatganda

menjadi 631 juta, atau 45% penduduk, atau 25% dari seluruh orang Kristen di

dunia. 8 Dengan kata lain pada tahun 1900, hampir 1 dari 10 orang Afrika

beragama Kristen, dan dari 50 orang Kristen hanya 1 yang tinggal di Afrika,

sementara 49 lainnya di benua-benua lain. Pada tahun 2018 hampir 1 dari 2 orang

Afrika beragama Kristen, dan 1 dari 4 orang Kristen, berada di Afrika. Sejak

tahun 2018, Afrika dengan 631 juta orang Kristen telah mulai menjadi benua

dengan penduduk Kristen terbanyak, mendahului Amerika Selatan. Secara

kuantitatif ini mungkin merupakan pergeseran afiliasi keagamaan terbesar yang

pernah terjadi sepanjang sejarah.9

6 Todd M. Johnson. Atlas of Global Christianity. (South Hamilton: Center for the Study of

Global Christianity at Gordon-Conwell Theological Seminary, 2009).

7 Todd M Johnson. Christianity in Global Context: Trends and Statistics, Center for the Study of Global Christianity, Gordon-Conwell Theological Seminary prepared for the Pew Forum on Religion & Public Life. (Washington DC: Pew Research Center, 2005) pp.2.

8 Todd M. Johnson and Gina A Zurlo, eds. World Christian Database (Leiden/Boston: Brill, 2018). n.p. www.christiandatabase.org Penelusuran 15 April 2018.

9 Philip Jenkins, Believing in the Global South, First Things December 2006 (New York City: The Institute on Religion and Public Life, 2006). pp13.

Page 5: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

5

Grafik A.4. Populasi pemeluk agama Kristen menurut benua pada 2018

Walaupun pertumbuhan kekristenan di Afrika memang pesat, pada tahun

2012 Jenkins masih menyimpulkan bahwa agama yang paling cepat bertumbuh

adalah Islam. Pada tahun 1900, populasi pemeluk agama Islam sekitar 12-13%

penduduk dunia, yang telah tumbuh menjadi 22.5% pada tahun 2012. Pada tahun

1900 jumlah orang Kristen yang tadinya lebih banyak 2.8:1, pada tahun 2012

perbandingannya sudah tinggal 1.5:1. Dengan kata lain, jumlah orang Kristen

sekarang hanya bertambah empat kali lipat dibandingkan pada tahun 1900;

sementara pemeluk agama Islam telah bertumbuh setidaknya tujuh kali lipat.10

Sementara itu, di sebelah selatan Sahara, sejak tahun 1900 sampai 2010

Kekristenan telah bertambah menjadi 460 juta dibandingkan pertumbuhan 220juta

Muslim.11 Karena itu merupakan satu hal menarik untuk menyelidiki bagaimana

kekristenan dapat bertumbuh dengan sangat cepat di Sub-Sahara, serta

menerapkan hal-hal yang dapat dicontoh untuk memaksimalkan pertumbuhkan

kekristenan di seluruh dunia.

10 Philip Jenkins, The World's Fastest Growing Religion, Real Clear Religion 2012 (Chicago:

Real Clear Media Group, 2012). n.p. https://www.realclearreligion.org/articles/2012/11/13/the_worlds_fastest_growing_religion.html Penelusuran 31 Agustus 2018

11 Bruce Bennet, The Age of Church Planting Movement in Global Alliance of Church Multiplication (GACX) Newsletter May 2015. (Mossel Bay: Community of Church Planting, 2015). n.p. https://www.ccp.international/news/age-of-the-cpm Penelusuran 6 September 2018.

Page 6: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

Tabel A.5. Grafik Perkembangan jumlah pemeluk agama-agama utama12

Grafik A.6. Grafik Perkembangan jumlah pemeluk agama Kristen dan Islam13

12 Todd M. Johnson dan Peter F. Crossing. “Christianity 2014: Independent Christianity and

Slum Dwellers.” in International Bulletin of Missionary Research vol 38 no.1, J. Nelson Jennings (ed). (New Haven: Overseas Ministries Study Center, 2014), pp29.

13 Dick Slikker, MSc. Our Christian World - historical development of Christianity in the world and continents from a statistical view, also compared with Islam. (Harderwijk: Our Christian World, undated). n.p. https://ourchristianworld.org Penelusuran 4 September 2018.

Page 7: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

7

Grafik A.7. Grafik Pertumbuhan Kekristenan dibandingkan pertumbuhan penduduk,

berdasarkan wilayah14

Grafik A.8. Grafik Perkembangan jumlah pemeluk agama-agama utama di Selatan gurun

Sahara di Afrika15

14 Todd M. Johnson and Gina A Zurlo, eds. Op. Cit. n.p. Penelusuran 15 April 2018.

Page 8: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

Satu ciri penting yang patut diperhatikan dalam perkembangan

Kekristenan pada abad ke-21 adalah berkembangnya kerohanian karismatik oleh

kegerakan Pentakosta dan Karismatik. Menurut analisis Pew Research Center

terhadap perkiraan yang bersumber dari Pusat Penelitian Kekristenan Global di

Seminari Theologi Gordon Conwell pada tahun 2011, total komposisi golongan

Kristen Karismatik dan Pentakosta terhadap Kekristenan dunia mencapai 26.7%,

sementara Injili mencapai 13.1%.16 Hanya dalam rentang waktu seabad lebih,

kegerakan Pentakosta dan Karismatik telah menjangkau hampir 600 juta orang.17

15 Pew Forum on Religion and Public Life. Tolerance and Tension: Islam and Christianity in

Sub-Saharan Africa. (Washington DC: Pew Research Center, 2010). n.p. http://www.pewforum.org/2010/04/15/executive-summary-islam-and-christianity-in-sub-saharan-africa/ Penelusuran 5 September 2018.

16 Pew Research Center, Global Christianity – A Report on the Size and Distribution of the World’s Christian Population (Washington, DC: Pew Research Center, 2011) pp17.

Catatan definisi kegerakan menurut Pew Research Center:

Yang digolongkan sebagai Pentekosta pasti berbeda (eksklusif) terhadap Karismatik. Tetapi yang digolongkan sebagai Injili, belum tentu berbeda dari Pentakosta atau Karismatik, bisa saja tumpang tindih / overlap. Ketiga angka ini tidak dapat dijumlahkan.

Yang digolongkan sebagai Pentakosta adalah anggota denominasi Protestan (atau gereja independen lainnya) yang percaya bahwa setiap orang Kristen harus mencari pengalaman sesudah kelahiran baru yaitu baptisan Roh Kudus. Pentakostalisme yang berakar dari kegerakan Kekudusan (Holiness Movement) pada awal abad 19, bangkit sebagai kegerakan keagamaan tersendiri di AS pada awal abad ke-20.

Yang digolongkan sebagai Karismatik adakah anggota dari denominasi non Pentakosta - termasuk Katolik, Ortodoks serta beberapa denominasi Protestan - yang percaya dengan setidaknya sebagian kepercayaan Pentakosta dan terlibat dalam praktek yang terkait dengan Pentakostalisme, termasuk kesembuhan ilahi, nubuat dan berbicara dalam bahasa roh. Kegerakan Karismatik dimulai pada aras Protestan di AS pada tahun 1960 dan menyebar ke sebagian dari gereja Katolik AS pada tahun 1967. Para peserta kegerakan membentuk jaringan gereja mereka, seperti denominasi contohnya Jaringan Gereja Vineyard. Jaringan ini berbeda dan tidak terkait dengan denominasi Pentakosta.

Yang digolongkan sebagai Injili adalah orang Kristen yang (1) percaya terhadap kelahiran kembali sebagai titik pusat pertobatan dalam menerima keselamatan. (2) percaya terhadap otoritas Alkitab sebagai pewahyuan Allah terhadap umat manusia dan (3) memiliki suatu komitmen kuat terhadap penginjilan. Injili adalah kegerakan antar denominasi (trans denominational), mereka yang menganut paham ini dapat termasuk dalam berbagai denominasi seperti Metodis, Presbiterian, denominasi-denominasi Pentakosta seperti Sidang Jemaat Allah. Cikal bakal dari kegerakan Injili modern dapat ditelusuri sampai ke abad ke17, yaitu kegerakan Pietisme Luteran di Jerman dan Metodis di Inggris pada masa yang kurang lebih sama.

17 Rentang waktu seabad lebih sedikit dihitung sejak Kebangunan Rohani Pentakosta di Azusa Street, AS, 1906 sampai terbitnya laporan pada tahun 2011.

Page 9: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

9

Tabel A.9. Jumlah orang Kristen berdasarkan kegerakan18

Terkait dengan pekerjaan Roh Kudus, salah satu dimensi pekerjaan Roh

Kudus adalah pengusiran roh-roh jahat atau Peperangan Rohani19 , yang telah

disepakati dampak positifnya terhadap penginjilan bahkan oleh kalangan Injili.

Perkembangan sikap kalangan Injili terhadap topik Peperangan Rohani ini dapat

diikuti dari perkembangan Kegerakan Lausanne yang pada awalnya merupakan

kegerakan Injili, yang merupakan inisiatif Dr Billy Graham, John Stott, Jack

Deere dll.

Walaupun tema mengenai Peperangan Rohani ini secara umum telah dapat

diterima, salah satu subtopiknya yaitu Peperangan Rohani di Tingkat Strategis

masih kerap kali mendapat pro dan kontra. Thesis ini adalah suatu kajian

alkitabiah terhadap Peperangan Rohani Tingkat Strategis, bagaimana melakukan

Peperangan Rohani Tingkat Strategis, serta seberapa erat kaitannya dan

bagaimana dampaknya terhadap pertumbuhan salah satu gereja injili di DKI

Jakarta yaitu Jemaat Kristen Indonesia Hananeel.

A. RUMUSAN MASALAH

Pada thesis ini masalah-masalah yang diteliti adalah:

1. Bagaimanakah pelaksanaan Peperangan Rohani Tingkat Strategis di Jemaat

Kristen Indonesia Hananeel?

2. Apa sajakah dampak dari praktek Peperangan Rohani Tingkat Strategis di

Jemaat Kristen Indonesia Hananeel di DKI Jakarta?

18 Pew Research Center, Op Cit. pp17.

19 Lihat Lukas 4, setelah Tuhan Yesus dibaptis oleh Roh Kudus, Tuhan dibawa berhadapan dengan Iblis dalam tiga pencobaan atau konflik.

Page 10: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

3. Bagaimanakah dampak Peperangan Rohani Tingkat Strategis terhadap

Pertumbuhan Gereja Jemaat Kristen Indonesia Hananeel di DKI Jakarta?

B. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penulisan thesis ini adalah untuk:

1. Untuk menjelaskan cara melakukan Peperangan Rohani Tingkat Strategis.

2. Untuk memahami apa saja dampak Peperangan Rohani Tingkat Strategis di

Jemaat Kristen Indonesia Hananeel.

3. Untuk menjelaskan dampak Peperangan Rohani Tingkat Strategis terhadap

pertumbuhan gereja Jemaat Kristen Indonesia Hananeel di DKI Jakarta.

C. PENTINGNYA PENELITIAN

Berbagai thesis, disertasi, jurnal, kertas kerja dan pustaka telah diterbitkan

di berbagai negara mengenai Peperangan Rohani Tingkat Strategis ini, terutama di

AS, Amerika Latin dan Afrika. Di Indonesia sendiri masih belum terlalu banyak

penelitian yang dilakukan untuk meneliti Peperangan Rohani Tingkat Strategis ini.

Thesis ini juga disusun untuk mengisi kekosongan ini, sehingga dapat menjadi

batu pijakan untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang lebih mendalam dalam

hal Peperangan Rohani Tingkat Strategis serta kaitannya terhadap Pertumbuhan

Gereja, terutama di Indonesia.

Penulis juga berharap agar penelitian ini dapat bermanfaat dalam:

1. Memahami garis besar perkembangan kronologis terhadap perkembangan

pemahaman berbagai konsep Theologis dan berbagai cara pandang terhadap

topik Peperangan Rohani pada kalangan injili di dunia secara menyeluruh.

2. Memberikan kontribusi positif terhadap penelitian ilmiah terhadap tema

Peperangan Rohani Tingkat Strategis terutama bagi gereja Tuhan di

Indonesia bahkan di bangsa-bangsa.

3. Menjembatani kebutuhan antara pemahaman Alkitabiah yang kuat, antara

praktek teori Pertumbuhan Gereja serta bagaimana mengusahakannya

melalui pelaksanaan Peperangan Rohani Tingkat Strategis .

4. Dengan memahami berbagai cara pandang (worldview) mengenai alam roh

terutama terkait peperangan rohani, penelitian ini kami harapkan dapat

penyingkapkan pemahaman yang selama ini telah ada, sehingga dapat

Page 11: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

11

mengurangi bahkan meredam perdebatan yang mengakibatkan perpecahan di

kalangan injili mengenai topik Peperangan Rohani Tingkat Strategis.

5. Memberikan suatu kontribusi yang dapat bermanfaat terhadap Pertumbuhan

Gereja Tuhan terutama di, tetapi tidak terbatas hanya kepada Indonesia.

D. METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN

Penelitian dalam thesis ini dilakukan secara Kualitatif. Penulis

melakukan penelitian pustaka terhadap berbagai daftar pustaka yang terkait, baik

dari sumber-sumber ilmiah maupun dari sumber-sumber lainnya, baik dari dalam

maupun dari luar negeri. Penulis juga mengunakan penelitian lapangan, melalui

pengamatan secara partisipatif, wawancara terhadap beberapa narasumber yang

dinilai memiliki wewenang serta memiliki keterlibatan terhadap topik penelitian,

bentuk diskusi kelompok serta analisis dokumen-dokumen yang terkait seperti

foto, rekaman video, dokumen dll.

Penelitian kualitatif ini dilaksanakan dengan metodologi studi kasus

yaitu dengan batasan di Jemaat Kristen Indonesia Hananeel di DKI Jakarta.

Batasan waktu adalah sejak perintisan JKI Hananeel di DKI Jakarta pada tahun

2007 sampai pertengahan tahun 2018 (tahun berjalan). Berdasarkan interaksi dan

kontrol terhadap subyek penelitian penelitian ini bersifat Ex Post Facto atau

Penelitian sesudah fakta-fakta.

E. RUANG LINGKUP PENELITIAN

Pada thesis ini masalah yang diteliti dibatasi pada:

1. Kajian alkitabiah mengenai Peperangan Rohani Tingkat Strategis menghadapi

roh-roh penguasa wilayah (territorial spirits) serta Pertumbuhan Gereja.

2. Bagaimanakah praktek pelaksanaan Peperangan Rohani Tingkat Strategis serta

apa sajakah dampaknya dalam Jemaat Kristen Indonesia Hananeel di DKI

Jakarta.

3. Apa saja dampaknya terhadap Pertumbuhan Gereja JKI Hananeel di DKI

Jakarta.

Thesis ini tidak membahas mengenai: Peperangan Rohani di tingkat

lainnya (yaitu tingkat Dasar/Pribadi serta tingkat Okultisme). Penelitian ini juga

membahas metoda dan cara melakukan peperangan rohani tingkat strategis,

Page 12: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

namun tidak secara mendetail. Penelitian ini adalah penelitian Kualitatif, sehingga

secara umum tidak melibatkan data penelitian Kuantitatif.

Dalam thesis ini dapat saja terjadi bias, karena Peneliti adalah juga seorang

praktisi yang melakukan Peperangan Rohani Tingkat Strategis, serta mengenal

bahkan memiliki hubungan yang cukup baik dengan para responden yang menjadi

subyek penelitian dalam Jemaat Kristen Indonesia Hananeel di DKI Jakarta.

F. SISTEMATIKA PENULISAN

PASAL 1 Pendahuluan

Membahas latar belakang mengapa topik ini diangkat. Kemudian

membahas Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Pentingnya Penelitian, Metoda

dan Prosedur Penelitian, Ruang Lingkup Penelitian serta Sistematika Penulisan ini.

PASAL 2 Landasan Teori dan Konseptual mengenai Peperangan Rohani

Tingkat Strategis dan Pertumbuhan Gereja

Membahas mengenai Landasan Teoretis dan Konseptual terhadap

Peperangan Peperangan Rohani, terutama salah satu sub topiknya yaitu

Peperangan Rohani Tingkat Strategis serta Pertumbuhan Gereja. Dimulai dengan

definisi-definisi setiap kata yang diangkat menjadi judul, pengertian mengenai

konsep Peperangan Rohani Secara Umum, Kajian Alkitabiah terhadap

Peperangan Rohani terutama Peperangan Rohani di Tingkat Stretegis baik dalam

Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, dilanjutkan dengan Teori dan

Pandangan Para Ahli Mengenai Peperangan Rohani Tingkat Strategis serta Teori

Pertumbuhan Gereja. Penelitian dilanjutkan dengan Klasifikasi Peperangan

Rohani.

PASAL 3 Membahas mengenai Perancangan dan Metodologi Penelitian

Penelitian dalam thesis ini dilakukan secara Kualitatif. Penulis

melakukan penelitian pustaka terhadap berbagai daftar pustaka yang terkait, baik

dari sumber-sumber ilmiah maupun dari sumber-sumber lainnya, terutama dari

luar negeri serta juga dari dalam negeri. Penulis juga mengunakan penelitian

lapangan, melalui pengamatan secara partisipatif, wawancara terhadap beberapa

orang yang diperkirakan memiliki wewenang serta memiliki keterlibatan terhadap

Page 13: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

13

topik penelitian, bentuk diskusi kelompok serta analisis dokumen-dokumen yang

terkait seperti foto, rekaman video, dokumen dll.

PASAL 4 Membahas mengenai Analisis Hasil Penelitian.

Dari hasil penelitian yang diperoleh Penulis menyusun suatu analis dalam

rangka menarik kesimpulan.

• Apakah Peperangan Rohani Tingkat Strategis memang bersifat

Alkitabiah?

• Bagaimanakah Jemaat Kristen Indonesia Hananeel melaksanakan

Peperangan Rohani Tingkat Strategis?

• Apa sajakah Dampak Peperangan Rohani Tingkat Strategis?

• Apakah dampaknya positif atau negatif?

• Apakah dampaknya bersifat strategis atau kurang strategis?

• Apakah dampaknya berjangka pendek atau berjangka panjang?

• Apa saja dampaknya terhadap Pertumbuhan Gereja Jemaat Kristen

Indonesia Hananeel?

• Seberapa erat kaitannya terhadap Pertumbuhan Gereja Jemaat

Kristen Indonesia Hananeel?

PASAL 5 Membahas Kesimpulan, Implikasi dan Saran

Membahas kesimpulan yang ditarik dari penelitian yang telah dilakukan,

implikasi dari penelitian ini serta saran-saran langkah tindak lanjut, demi

kemajuan misi, pertumbuhan gereja dan perluasan kerajaan surga.

Page 14: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

PASAL II

LANDASAN TEORETIS DAN KONSEPTUAL

A. DEFINISI

Untuk memahami makna judul tesis ini, maka terlebih dahulu harus diketahui arti

dari kata-kata di dalamnya.

a. Kajian, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah hasil

mempelajari atau menyelidiki atau meneliti sesuatu.20

b. Theologis, artinya berhubungan dengan, atau berdasar pada pengetahuan

ke-Tuhan-an (mengenai sifat Allah, dasar kepercayaan kepada Allah dan

agama, terutama berdasarkan pada kitab suci).21

c. Peperangan, adalah permusuhan antara dua negara (bangsa, agama, suku,

dsb); atau pertempuran besar bersenjata antara dua pasukan atau lebih;

atau perkelahian/konflik; atau cara mengungkapkan permusuhan.22

d. Rohani, adalah roh; atau yang bertalian dengan roh.23

e. Tingkat, adalah susunan yang berlapis-lapis; atau tinggi rendah martabat

(kedudukan, jabatan, kemajuan, peradaban, dsb); pangkat; derajat; taraf;

kelas; atau batas waktu (masa) suatu peristiwa (proses, kejadian, dsb);

babak(an); tahap.24

f. Strategis berarti berkaitan dengan strategi atau bisa juga baik letaknya,

tentang tempat. Strategi sendiri dapat berarti :

1) ilmu dan seni menggunakan semua sumber daya bangsa(-bangsa)

untuk melaksanakan kebijaksanaan tertentu dalam perang dan damai;

atau

2) ilmu dan seni memimpin bala tentara untuk menghadapi .musuh dalam

perang, dalam kondisi yang menguntungkan;

3) rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran

20 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia edisi ke-4. (Jakarta: Pusat

Bahasa, 2008). hal 617-618.

21 Ibid. hal 1501

22 Ibid. hal 1156

23 Ibid. hal 1216

24 Ibid. hal 1528-1529

Page 15: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

15

khusus;

4) tempat yang baik menurut siasat perang.25

g. Dampak adalah pengaruh kuat yang mendatangkan akibat (baik negatif

maupun positif).26

h. Pertumbuhan adalah hal atau keadaaan mengenai tumbuh, di mana

tumbuh sendiri berarti

1) timbul (hidup) dan bertambah besar atau sempurna

2) sedang berkembang (menjadi besar, sempurna, dsb);

3) timbul; terbit; terjadi (sesuatu).27

i. Gereja adalah badan (organisasi) umat Kristen yang sama kepercayaan,

ajaran, dan tata cara ibadahnya. Walaupun gereja dapat berarti juga

bangunan fisik tempat beribadah, namun untuk menghindari kerancuan

maka dalam penelitian ini, Penulis hanya menggunakan istilah gereja

untuk organisasi umat Kristen, sementara untuk gereja fisik akan

digunakan istilah bangunan gereja.28

Definisi Peperangan Rohani, menurut C. Peter Wagner adalah sbb:

Suatu konfrontasi yang terjadi antara dua kerajaan, Kerajaan Allah dan kerajaan

Iblis. Dalam buku Confronting the Powers Wagner menuliskan sbb:

“Kerajaannya (Iblis) terdiri dari kendali yang ia miliki terhadap

orang-orang yang tinggal di bumi, dan ia menjaga kendali ini dengan

mempertahankan kesetiaan orang-orang tsb (terhadap Iblis) melalui

berbagai cara yang disebut sebagai tipu daya Iblis. (Efesus 6:11, TB)

atau siasat-siasat yang licik dari Iblis. (Efesus 6:11, BIS).

Demikian pula, Kerajaan Allah yang Yesus bawa, bukanlah suatu

tanah yang memiliki batasan-batasan wilayah, tetapi pemerintahan

Yesus Kristus atas umat manusia. Di mana ada orang yang

mendeklarasikan kesetiaannya (allegiance) kepada Yesus Kristus,

Kerajaan Allah ada di tengah-tengah mereka. Pertempuran antara

25 Ibid. hal 1376-1377

26 Ibid. hal 313, hanya diambil arti kedua yang relevan.

27 Ibid. hal 1558

28 Kamus Besar Bahasa Indonesia Dalam Jaringan. Diakses melalui https://kbbi.web.id/gereja pada tanggal 4 September 2017 pk 18:15 WIB.

Page 16: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

Kerajaan Allah dan Kerajaan Iblis ini pada dasarnya adalah suatu

pertempuran memperebutkan manusia serta kesetiaan mereka.29

Kelompok Kerja Doa dalam Penginjilan dalam Forum Penginjilan Dunia

tahun 2004 dari Komite Lausanne untuk Penginjilan Dunia memberikan suatu

definisi Doa Peperangan Rohani, sbb:

Doa peperangan rohani adalah doa syafaat yang dipimpin oleh Allah,

menggunakan sumber-sumber daya yang diberikan oleh Yesus Kristus

kepada gereja untuk mengatasi semua halangan dengan kuasa Roh Kudus,

untuk dapat mendukung penginjilan kepada seluruh dunia

(2 Korintus 10; Efesus 6:12).30

Definisi Pertumbuhan Gereja, menurut Masyarakat Amerika Utara untuk

Pertumbuhan Gereja, adalah:

Pertumbuhan gereja adalah suatu disiplin ilmu yang menyelidiki sifat-sifat,

perluasan, perintisan, pelipatgandaan, fungsi, dan kesejahteraan gereja-

gereja Kristen dalam hubungannya dengan penerapan yang efektif dari

amanat Allah untuk "menjadikan semua bangsa murid-Nya" (Matius 28:18-

20).31

B. LANDASAN ALKITABIAH MENGENAI

PEPERANGAN ROHANI TINGKAT STRATEGIS

1. Peperangan Rohani Tingkat Strategis di Perjanjian Lama

Firman Tuhan yang membahas mengenai Peperangan Rohani Tingkat

Strategis di Perjanjian lama adalah sbb. Penjelasan lebih menyeluruh

mengenai katagori-katagori Peperangan Rohani, bagaimana membagi

Peperangan Rohani sehingga terdapat sub topik Peperangan Rohani Tingkat

Strategis, akan dibahas pada bagian berikutnya.

29 C. Peter Wagner Confronting the Powers (Ventura, CA: Regal Books, 1996) pp.125.

Terjemahan bebas ke dalam bahasa Indonesia oleh Penulis.

30 The Issue Group of Prayer in Evangelism, Prayer in Evangelism, Lausanne Ocassion Paper no 42 (Pattaya: Lausanne Committee for World Evangelization: 2004). np

31 C. Peter Wagner, Dapatkah Gereja Anda Bertumbuh?, (Malang: Gandum Mas, 2001), h 15.

Page 17: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

17

1.1. Ulangan 32.8 (BIS) Ketika Yang Mahatinggi

membagikan tanah, setiap bangsa ditentukan wilayahnya dengan suatu

ilah sebagai penguasa.

Pada Terjemahan Baru tahun 1974 LAI masih menerjemahkan Ulangan 32:8 sbb:

Ketika Sang Mahatinggi membagi-bagikan milik pusaka kepada bangsa-bangsa,

ketika Ia memisah-misah anak-anak manusia, maka Ia menetapkan wilayah

bangsa-bangsa menurut bilangan anak-anak Israel.

Pada terjemahan BIS yang diterbitkan pada tahun 1994 LAI telah

menjelaskan konsep roh-roh yang mempengaruhi wilayah. Peneliti utama yang

mengacu kepada ayat ini sebagai pembuktian adanya roh-roh yang mempengaruhi

wilayah, sebagai terjemahan/penafsiran terjemahan Septuaginta dan Qumran

adalah Peter Wagner sejak tahun 1990. Peneliti-peneliti lainnya adalah Peter

Adams dari Youth With A Mission sejak tahun 1987, Thomas B White rekan kerja

Peter Wagner serta Cindy Jacobs. Pada Disertasi Doktoralnya yang diterbitkan

pada tahun 2008, Van Der Meer menyanggah konsep ini dan menjelaskan bahwa

tulisan asli Septuaginta seharusnya memang tetap diterjemahkan sebagai anak-

anak Allah.

1.2. Daniel 10:10-21

Dan 10:13 FAYH Tetapi selama dua puluh satu hari penguasa kerajaan

orang Persia (yaitu roh jahat yang merebut kekuasaan di kerajaan Persia)

merintangi aku. Lalu Mikhael, salah seorang penghulu bala tentara surga, datang

untuk menolong aku supaya aku dapat menerobos penguasa di Persia itu.

Daniel 10:20 FAYH Ia menyahut, "Tahukah engkau apa sebabnya aku

datang kepadamu? …. Kemudian, apabila aku meninggalkan tempat ini, aku akan

berperang untuk menerobos penguasa Persia; dan sesudah itu penguasa Yunani.

Hanya Mikhael saja yang berada di pihakku, yaitu malaikat penjaga bangsa

Israel."

Kenneth N. Taylor dalam alkitab The Living Bible, yang kemudian

diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Penerbit Kalam Hidup, sebagai

Firman Allah Yang Hidup, telah menerjemahkan konsep roh-roh yang

mempengaruhi wilayah secara cukup jelas, yaitu roh-roh ini merupakan lawan

sepadan dari Malaikat Penjaga Bangsa. Dengan demikian di pasal ini ada 3

mahluk yang mempengaruhi wilayah yang disebutkan, yaitu penguasa Persia,

penguasa Yunani serta Mikhael Malaikat penjaga bangsa Israel. Mahluk yang

berbicara dengan Daniel juga masih merupakan rekan sepihak dari Mikhael, yang

Page 18: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

juga berperan menentang penguasa Persia dan Penguasa Yunani, tetapi tidak

disebutkan namanya.

2. Peperangan Rohani Tingkat Strategis di Perjanjian Baru

2.1. Menghadapi roh-roh yang penguasa wilayah di Matius

12:22-29

Tetapi jika Aku mengusir setan dengan kuasa Roh Allah, maka

sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu. Atau bagaimanakah orang

dapat memasuki rumah seorang yang kuat dan merampas harta bendanya apabila

tidak diikatnya dahulu orang kuat itu? Sesudah diikatnya barulah dapat ia

merampok rumah itu.

Dari ayat ini dapat kita simpulkan ada yang disebut sebagai orang kuat,

yaitu roh yang mempengaruhi rumah tersebut. Selain itu secara tersirat kita

menyimpulkan bahwa ada “orang-orang lain” yang tidak terlalu kuat, yang

kehadirannya tidak terlalu mempengaruhi apakah rumah tersebut dapat dirampok

atau tidak.

Penafsiran tradisional adalah bahwa Kristus mengikat Iblis dan kemudian

merebut jiwa-jiwa keluar dari cengkeramannya. Wagner mengusulkan suatu

pemahaman baru, bahwa kita dapat melakukan pekerjaan-pekerjaan yang Yesus

lakukan di bumi. Dengan demikian orang percaya dapat mengikat berbagai

orang-orang kuat di berbagai kota dan wilayah melalui Peperangan Rohani

Tingkat Strategis.

2.2. Roh-roh penguasa wilayah di Efesus 6:10-18

Efesus 6:12 karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging,

tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan

penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara.

Sejak tahun 1986, Wagner telah mengusulkan bahwa pemerintah,

penguasa, penghulu dan roh-roh jahat ini bertugas atas wilayah-wilayah seperti

kota, provinsi, negara dlsb. Sebagaimana dalam kemiliteran, roh-roh yang

disebutkan di Efesus 6:12 ini memiliki hirarki, dengan Iblis berada pada posisi

tertinggi. Peperangan Rohani Tingkat Strategis berfokus kepada orang kuat, yaitu

roh-roh pada tingkat hirarki yang di tinggi, yang memiliki posisi, pengaruh yang

lebih besar daripada roh-roh yang berada di tingkat hirarki yang rendah.

Page 19: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

19

Gambar II.1 Tingkatan peperangan rohani menghadapi musuh-musuh yang terdiri

dari berbagai tingkatan yang disebutkan Rasul Paulus di surat Efesus.32

C. LANDASAN TEORETIS DAN KONSEPTUAL MENGENAI

PEPERANGAN ROHANI TINGKAT STRATEGIS

1. Perkembangan pandangan mengenai Peperangan Rohani

Tingkat Strategis pada pertemuan-pertemuan Kegerakan Lausanne

Kegerakan Lausanne adalah suatu wadah untuk seluruh umat Kristen di

seluruh dunia untuk membicarakan bagaimana menggenapi Amanat Agung untuk

penginjilan global dan pemuridan. Mereka yang terlibat dalam kegerakan

Lausanne ini mencakup para teolog Kristen, cendekiawan, akademisi, para

gembala, para misionaris, para pemimpin dlsb dari seluruh dunia yang lintas

budaya dan lintas denominasi, melalui 3 kongres global sepanjang masa sekitar

40-50 tahunan serta berbagai pertemuan-pertemuan yang lebih kecil. Sekalipun

pada pertemuan-pertemuan di awal kegerakan baru dihadiri terutama dari

kegerakan Injili, tetapi sejalan dengan perkembangan waktu, kemudian dihadiri

para peserta dari kegerakan Pentakosta dan Karismatik. Karena itu, dengan

mengevaluasi bagaimana perkembangan pandangan, pembicaraan mengenai topik

Peperangan Rohani terkait dengan dampaknya terhadap penginjilan global, kita

32 Brad Long et al. Dunamis Project Manual Unit 6 Spiritual Warfare, Chapter 8 High Level

Spiritual Warfare (Black Mountain NC, Presbyterian-Reformed Ministries International, nd) p6. https://prmi.org/blog/wp-content/uploads/2010/04/Nature-of-Demonic-Strongholds-From-Dunamis-Project-Man-Unit-6-L-8.pdf Penelusuran 2 November 2017.

Page 20: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

akan dapat memperoleh suatu pandangan yang cukup objektif yang cukup dikenal

secara internasional.

Cikal bakal kegerakan Lausanne ini dapat ditelusuri sejak Konferensi Misi

Edinburgh pada tahun 1910, di mana para perwakilan dari berbagai masyarakat

misi berkumpul untuk membicarakan misi dan penginjilan secara global.

Konferensi Edinburgh masih dilanjutkan dengan beberapa konferensi selanjutnya,

namun sejumlah praktisi seperti Billy Graham berpendapat bahwa Konferensi

Edinburg masih belum berhasil dalam menghasilkan pertumbuhan penginjilan

seperti yang awalnya diharapkan. Pada tahun 1966, Billy Graham mengorganisasi

suatu Konferensi Dunia mengenai Penginjilan di Berlin, untuk “membuat suatu

ajakan kepada gereja di dunia, untuk kembali kepada semangat penginjilan dunia

yang dinamis”. Konferensi Berlin ini menekankan kepada Penginjilan, sebagai

suatu koreksi atau teguran terhadap gereja atau denominasi yang mempraktekkan

misi sebagai kegiatan sosial melalui perbuatan baik, tanpa membawa jiwa-jiwa

kepada kehidupan baru.

Konferensi Berlin ini kemudian ditindaklanjuti dengan Kongres

Internasional untuk Penginjilan Dunia di Lausanne, Swiss pada tahun 1974.

Konferensi-konferensi, pertemuan-pertemuan serta kongres-kongres yang

kemudian diselenggarakan, secara umum disebut sebagai “Kegerakan Lausanne”.

Kongres Internasional kedua diselenggarakan di Manila pada tahun 1989,

kemudian Kongres Internasional ketiga diselenggarakan di Cape Town, Afrika

Selatan dalam rangka memperingati 100 tahun Kongress Edinburgh. Sepanjang

sejarah kegerakan Lausanne ini juga telah diselenggarakan berbagai Pertemuan-

pertemuan yang bersifat lebih spesifik. Karena luasnya cakupan peserta, serta

panjangnya sejarah Kegerakan Lausanne, maka cukup banyak kesimpulan, cara

pandang serta landasan teologis yang penulis gunakan sebagai landasan teori pada

penelitian ini, untuk dapat memperoleh suatu landasan teoretis yang bersifat

cukup universal, global dan teruji mengenai pembahasan mengenai Peperangan

Rohani Tingkat Strategis ini. Pembahasan dimulai secara lebih menyeluruh

dengan mengkaji mengenai Peperangan Rohani sebelum masuk secara lebih

mendalam ke dalam tingkat strategis.

Jika kita pelajari dari Alkitab, sebenarnya kita dapat melihat topik

mengenai peperangan rohani ini, yaitu sejak pencobaan oleh iblis terhadap Adam

dan Hawa, penyiksaannya terhadap Ayub, godaannya terhadap Daud,

pencobaannya terhadap Tuhan Yesus sampai apa yang akan ia lakukan menjelang

kedatangan Tuhan yang kedua kali. Pelayanan Tuhan Yesus dan para rasul juga

jelas melibatkan aktifitas para setan, yang kemudian dilawan dan diusir melalui

pelayanan Tuhan serta para murid-murid.

Page 21: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

21

Paham rasionalisme yang seringkali dapat dilihat pada orang Kristen di

Barat di masa kini mengarah pada pola pikir yang mengabaikan, meniadakan dan

menyangkal aktifitas roh-roh jahat di masa kini, sedangkan sebenarnya sepanjang

sejarah gereja, kita dapat melihat praktek yang berbeda, di mana pembahasan dan

konfrontasi terhadap roh-roh jahat itu sangat nyata.

1.1. Kongres Dunia untuk Penginjilan di Berlin, 1966

Sekalipun interaksi gereja terjadi selama Konferensi Misi Edinburgh pada

tahun 1910 serta pada pertemuan-pertemuan selanjutnya, tetapi kebanyakan

pembicaraan terjadi pada masyarakan misionaris. Ketika terjadi pembicaraan,

fokus penginjilan kadang mendapat prioritas yang lebih rendah dibandingkan

dengan ekumenisme dan kegiatan sosial. Billy Graham menyatakan kerinduannya

untuk mempersatukan semua kalangan injili dalam rangka melaksanakan tugas

menginjili seluruh dunia. Pada tahun 1966 kerinduan ini terlaksana oleh usaha

bersama Asosiasi Penginjilan Billy Graham dan majalah Christianity Today untuk

menyelenggarakan Kongress Dunia untuk Penginjilan di Berlin. Kongress ini

dihadiri 1200 delegasi dari lebih dari 100 negara, dan telah menginspirasi

konferensi-konferensi selanjutnya di Singapura (1968), Minneapolis dan Bogotá

(1969), serta Australia (1971).”33

Prinsip-prinsip dasar Kongress Berlin telah dijelaskan sejak awal

pertemuan, yaitu tujuan untuk “mendefinisikan dan memperjelas penginjilan yang

Alkitabiah pada zaman kita”. Para pemimpin kongres berusaha menjukkan

relevansi dan urgensi akan Injil bagi dunia modern dengan cara-cara bersaksi yang

baru, untuk dapat menjangkau orang-orang dengan injil, sementara secara

bersamaan mengatasi “masalah-masalah penolakan”.

Istilah Peperangan Rohani yang digunakan pada Kongres Berlin

Istilah-istilah Peperangan Rohani yang digunakan selama Kongres Berlin

patut untuk kita perhatikan, dalam rangka mengatasi hambatan-hambatan dalam

penginjilan. Istilah yang jelas-jelas terkait dengan Peperangan Rohani mulai dapat

kita temukan pada sambutan pembukaan Billy Graham yang berjudul “Mengapa

Kongres Berlin?”

Graham menyatakan bahwa “Gereja mempunyai gairah untuk persatuan,

tetapi telah melupakan Amanat Agung Tuhan kita untuk menginjil”. Ia kemudian

33 _______ “About the Lausanne Movement,” The Lausanne Committee for World

Evangelization, https://www.lausanne.org/about-the-lausanne-movement (Lausanne: Lausanne Committee for World Evangelization: nd). np. Penelusuran 17 Agustus 2018

Page 22: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

menggunakan istilah Peperangan Rohani untuk menerangkan kondisi dunia,

menjelaskan bahwa “Dunia kita sedang terbakar, dan manusia tanpa Allah tidak

dapat memadamkan api itu. Roh-roh jahat dari neraka telah dilepaskan”. Bahasa

ini tidak sekedar digunakan dengan gaya metafora atau hiperbola, tetapi Graham

memang sangat percaya bahwa kondisi dunia memang sedang terpuruk dan akar

dari masalah-masalahnya adalah hal-hal rohani.34

Graham kemudian memberikan daftar butir-butir yang perlu diperhatikan,

di mana poin keempat adalah “adanya suatu kebingungan (confusion) akan

strategi-strategi musuh akan penginjilan”. Ia mengusulkan bahwa banyak yang

belum mengakui bahwa orang percaya memiliki seorang musuh yang aktif, ketika

mereka akan mengusahakan untuk melakukan pekerjaan Tuhan dalam penginjilan.

Ia membuktikan bagaimana Yesus dan para rasul menyebutkan Iblis sebagai

seorang pribadi yang nyata, dengan menyebutnya sebagai “penguasa dunia ini”

“ilah zaman ini” dan “penguasa kerajaan angkasa”. Nama-nama yang digunakan

untuk menyebutkannya dikaitkan dengan karakter dan strateginya sebagai si

“pendusta”, “penuduh” “pencoba”, “pembinasa” serta masih banyak nama-nama

lainnya.

Kenyataan bahwa Graham mengalokasikan suatu bagian penting dari

pidato pembukaannya untuk membahas mengenai peperangan rohani patutlah kita

cermati. Graham sebagai salah seorang inisiator dan pendiri Kegerakan Lausanne,

memandang bahwa perlu untuk membahas sifat dan karakter Iblis serta roh-roh

jahat yang menghambat penginjilan dan misi di Kongres Berlin.

Billy Graham kemudian melanjutkan bahwa strategi Iblis adalah

mencegah atau menghalangi pekerjaan kerasulan pada jemaat di Tesalonika.

Graham menyebutkan bahwa “para penginjil dan pekerjaan penginjilan ditentang

oleh kuasa-kuasa rohani yang besar”. Ia kemudian melanjutkan bahwa “Strategi

Iblis yang paling berpengaruh adalah penyesatan. Strateginya yang paling berhasil

adalah dengan menipu para teolog-teolog modern untuk menyadari keberadaan

Iblis”. Graham juga menggunakan perumpamaan mengenai ilalang untuk

menerangkan bagaimana Iblis membutakan pikiran-pikiran “orang-orang yang

menjadi tujuan pemberitaan injil”. Ia memberikan peringatan bahwa “jika kita

mengabaikan peringatan mengenai keberadaan setan serta siasat-siasatnya, maka

kita jatuh ke dalam perangkapnya yang licik”. Billy Graham merangkum dengan

suatu kaitan terhadap kuasa Roh Kudus sbb “kita hidup dalam generasi di mana

34 Billy Graham, “Why the Berlin Congress?” in Carl F. H. and Mooneyham, W. Stanley, eds.,

One Race, One Gospel, One Task: World Congress on Evangelism, Berlin 1966, Official Reference Volumes: Papers and Reports, 2 vols., (Minneapolis: World Wide Publications, 1967), Volume I, pp22–34, p24.

Page 23: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

23

tidak ada yang dapat menerobos kuasa Setan yang begitu menguasai, kecuali oleh

kuasa adikodrati Roh Kudus”.35

Setelah Graham, John Stott adalah pembicara kedua yang paling banyak

membicarakan mengenai istilah peperangan rohani dalam kaitannya untuk

keberhasilan penginjilan. Stott kemudian akan menjadi teolog utama yang

berperan sebagai perancang dari Perjanjian Lausanne pada tahun 1974. Karena itu,

pandangannya juga perlu kita cermati terkait peperangan rohani untuk mengatasi

hambatan-hambatan dalam penginjilan. Secara umum dapat dikatakan bahwa

Stott adalah salah satu pengaruh terpenting dalam Kegerakan Lausanne setelah

Billy Graham.

Di Berlin, Stott berbicara dalam satu sesi pleno untuk membahas Amanat

Agung. Dalam kotbahnya, Stott menjelaskan bagaimana Iblis mencoba

mengkudeta kuasa dan otoritas Kristus dalam perannya sebagai “penguasa dunia

ini”. Stott juga menerangkan bahwa sekalipun Kristus memiliki “otoritas yang

tertinggi di tempat-tempat surgawi, tetapi pemerintah-pemerintah dan penguasa-

penguasa masih bekerja dan berperang”.36 Orang Kristen tidak boleh melupakan

bahwa “Otoritas Yesus Kristus mengatasi segala mahluk, baik manusia, gereja,

bangsa-bangsa, bahkan juga Iblis serta segala pekerjaannya. Stott memandang

otoritas ini tidak hanya mengatasi langit tetapi sampai ke bumi, agar dengan kuasa

ini, kita dapat “membalikkan supaya mereka keluar dari kegelapan dan masuk ke

dalam terang; supaya mereka lepas dari pengaruh Iblis, lalu dikuasai oleh

Allah.”37

Mengingat peran Stott yang kemudian akan menjadi teolog utama serta

salah seorang pemimpin Kegerakan Lausanne, maka adalah penting bagi kita

untuk mencermati penekanan Stott terhadap otoritas Kristus dan perpanjangan

otoritas itu kepada kita selama kita melakukan pekerjaanNya di bumi ini. Stott

berpendapat bahwa peperangan rohani masih terus berlanjut, tidak hanya terbatas

di langit berikut di atas, tetapi juga di muka bumi di mana orang percaya berusaha

untuk memberitakan injil kepada mereka yang terhilang.38

35 Ibid.

36 Efesus 6:12 TB

37 Kisah Para Rasul 26:18 BIS

38 ______, The Lausanne Movement: Towards a Theological Understanding and Application of Spiritual Warfare. https://static1.squarespace.com/static/54c68b6ee4b06c910de30f56/t/59ed011c51a584dc9fd39268/1508704541585/Towards+a+Theological+Understanding+of+Spiritual+Warfare+through+Lausanne.pdf Penelusuran 2 September 2018. pp8.

Page 24: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

Menarik untuk kita perhatikan bahwa selain Graham dan Stott yang

memberikan penekanan cukup besar terhadap istilah peperangan rohani dalam

kaitannya dengan penginjilan, sangat sedikit pembicara lainnya yang menanggapi

mengenai keberadaan Iblis serta peperangan rohani. Dari duapuluh pembicara

lainnya yang pesannya tercatat dalam transkrip, hanya dua pembicara yang

menyebutkan mengenai Iblis.39 Salah seorang pembicara tersebut adalah Ishaya

Audu yang ketika memberikan penekanan akan urgensi dan relevansi penginjilan,

memberikan kesaksiannya akan bagaimana “Iblis menghalangi saya dari

(mengenal) iman dan keselamatan yang sejati”.40

Sumber komentar lainnya yang relevan dengan Peperangan Rohani dapat

ditemukan dalam pesan Johannes Schneider dari Universitas Berlin dalam

pesannya yang berjudul “Otoritas untuk Penginjilan”. Dalam pesannya Schneider

menjelaskan mengenai pemberontakan umat manusia dengan mengatakan bahwa

ketika “Manusia membatalkan ikatannya terhadap Allah, ia malah bukannya

menjadi bebas, tetapi malah masuk lebih dalam kepada cengkraman kuasa-kuasa

Iblis.”41 Ia juga menjelaskan bahwa pola pikir untuk menentukan segala sesuatu

bagi diri sendiri dalam komunitas yang plural ini bukannya membuat orang

menjadi mandiri, tetapi malah memimpin orang-orang ke arah “mengikuti

kebiasaan-kebiasaan dunia ini; berarti kalian taat kepada penguasa angkasa raya,

yaitu roh yang sekarang menguasai hati orang-orang yang tidak taat kepada

Allah.“.42

Secara umum, dalam Kongres Berlin kita dapat melihat suatu semangat

dan usaha dari para inisiator utama Kegerakan Lausanne, Graham dan Stott untuk

membahas lebih mendalam mengenai peperangan rohani, dalam kaitannya untuk

meningkatkan penginjilan, tetapi di sisi lain kita juga dapat melihat bahwa masih

sangat sedikit respon dari pembicara lainnya yang berasal dari Barat, mengenai

topik ini.

39 ________, “Archives from the World Congress on Evangelism in Berlin,” Wheaton

College. Penelusuran 4 Januari 2014. http://www.wheaton.edu/bgc/archives/docs/Berlin66/audio.htm.

40 Ishaya S. Audu, “The Urgency of Evangelism and Its Relevancy to the Modern World” in The World Congress on Evangelism (Berlin: Wheaton College, 1966). Penelusuran 4 Januari, 2014. http://www.wheaton.edu/bgc/archives/docs/Berlin66/audu.htm.

41 Johannes Schneider, “The Authority for Evangelism,” in The World Congress on Evangelism (Berlin: Wheaton College, 1966). Penelusuran 4 January, 2014. http://www.wheaton.edu/bgc/archives/docs/Berlin66/schneider.htm.

42 Efesus 2:2 BIS

Page 25: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

25

1.2. Kongres Internasional Penginjilan Dunia Pertama di

Lausanne, 1974

Kongres Internasional Penginjilan Dunia Pertama atau disebut juga

Lausanne I diberi tema “Biarlah Bumi Mendengar Suara-Nya”. Komite

Penyelenggara43 yang dipimpin oleh Dr Billy Graham berhasil mengundang 2700

pemimpin Injili dari 150 negara untuk menghadiri Kongres ini.44 Para pemimpin

menghadiri sesi-sesi pleno, sesi pendalaman Alkitab, serta debat mengenai

Theologi, strategi-strategi serta metoda-metoda penginjilan, di mana topik

Peperangan Rohani telah mulai dibahas, sekalipun masih menggunakan istilah

Konflik Rohani yang dianggap lebih mudah diterima oleh berbagai kalangan.

Kongres ini menghasilkan Perjanjian Lausanne (Lausanne Covenant), suatu

deklarasi kesepahaman untuk mendefinisikan kebutuhan, tanggungjawab serta

sasaran dalam pengabaran Injil. Perjanjian Lausanne ini disepakati oleh 2300

peserta dari 150 negara.

Dalam pesannya Dr. Billy Graham menyebutkan bahwa Iblis45 menantikan

43 Komite Lausanne untuk Penginjilan Dunia, atau disebut juga sebagai Kegerakan

Lausanne.

44 Lausanne Committee on World Evangelization, Lausanne III: Cape Town 2010 – International Congress on World Evangelization. (Monrovia, CA: Lausanne Committee on World Evangelization) https://www.lausanne.org/news-releases/lausanne-iii-cape-town-2010-international-congress-on-world-evangelization Penelusuran 22 Agustus 2017.

45 Dr Billy Graham menggunakan kata asli dalam bahasa Inggris Satan. Penulis menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesa sebagai Iblis, agar tidak rancu / tertukar dengan kata setan / setan-setan, yang digunakan dalam TB sebagai terjemahan dari kata Yunani daimon (δαιμον, Strong G1142). Dalam Alkitab Terjemahan Baru 1974 (TB) kata setan tidak mengacu kepada pribadi Satan atau Iblis. Dalam TB Matius 8:31, daimon (δαιμον, Strong G1142) diterjemahkan sebagai setan-setan itu, sedangkan dalam Lukas 8:29 diterjemahkani sebagai setan itu. Dalam Alkitab Bahasa Indonesia Sehari-hari 1994 Matius 8:31, daimon (Strong G1142) diterjemahkan sebagai roh-roh jahat itu, sementara dalam Lukas 8:29 diterjemahkan sebagai roh jahat.

Dari bahasa aslinya yaitu bahasa Ibrani, menurut Strong ada dua kata satan, H7853 טן שdan H7854 ן ט ן Strong menjelaskan bahwa kata satan pertama H7853 .ש ט adalah kata kerja שyang terutama berarti “menyerang, menuduh”, muncul contohnya di Mazmur 109:4, 109:20, 109:29. Strong kemudian menjelaskan bahwa, kata kedua H7854 ן ט adalah kata benda שMaskulin, yang jika diawali kata sandang tertentu Ha Satan menjadi nama gelar pribadi tertentu contoh pada Ayub 1:7-8 dan Zakaria 3:1-2 yang dalam King James Version (KJV) diterjemahkan sebagai Satan (dengan huruf S besar).

Lembagai Alkitab Indonesia (LAI) tidak menerjemahkan kata ini secara konsisten. Dalam TB, LAI menerjemahkan H8754 dalam Ayub 1:7-8 dan Zakaria 3:1-2 sebagai Iblis. Dalam BIS, LAI menerjemahkan H8754 dalam Ayub 1:7-8 menjadi Si Penggoda, sementara dalam Zakaria 3:1-2 menjadi Setan.

Dalam Perjanjian Baru (PB), contohnya Wahyu 12:9 dan 20:2 KJV, Satan adalah suatu nama oknum, Satanas (Σατανασ, Strong G4567), yang disebut juga sebagai devil, dari kata Yunani diabolos (διαβολοσ, Strong G1228), yang berarti pemfitnah. KJV menambahkan kata sandang

Page 26: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

saatnya untuk menyerang kerajaan Allah dengan suatu serangan yang dahsyat.

Iblis, yang oleh Rasul Yohanes disebut sebagai pendusta dan bapa segala dusta,46

menyerang dengan suara-suara kebohongannya yang pernah berbicara kepada

gereja, yaitu melalui berbagai siasatnya seperti berbohong, meninggikan diri,

menekan, menindas, mempengaruhi, menghancurkan, menebarkan perpecahan,

serta menyebarkan doktrin-doktrin palsu untuk mengumpulkan kekuatan

pasukannya. Kongress Lausanne ini sebenarnya merupakan suatu bentuk

serangan balik agar bumi dapat mendengar suaraNya, suara kebenaran yang

datang dari sorga.47 Dalam Perjanjian Lausanne, tim perumus yang dipimpin oleh

John Stott memang menyatakan di Paragraf 12 yang berjudul Konflik Rohani,

bahwa “orang Kristen terlibat dalam peperangan rohani yang terus menerus

dengan para penghulu dan pemerintah kuasa gelap, yang berusaha untuk

menghancurkan gereja dan menggagalkan tugas penginjilan dunia.48

1.3. Kongres Internasional Penginjilan Dunia Kedua di

Manila, 1989

Kongres Lausanne II49 di Manila tahun 1989 telah dihadiri oleh peserta

dari kalangan Pentakosta dan Karismatik, yaitu 3600 pemimpin dari 190 negara.50

Tim Perumus yang masih diketuai oleh John Stott menghasilkan Manifesto

Manila, yang terdiri dari 21 butir pernyataan. Dalam butir ke-11, Komite

menyatakan bahwa ada Peperangan Rohani yang harus kita menangkan, yaitu

dengan terus mengkotbahkan Firman dalam kuasa Roh Kudus serta terus berdoa

secara konsisten. Dalam kongres Lausanne 2 ini, diselenggarakan 48 lokakarya

(workshop). Tiga lokakarya yang paling banyak dihadiri peserta, membahas

tertentu the devil sehingga berarti Sang Pemfitnah. Dalam Wahyu 12:9 dan 20:2 kedua nama ini mengacu kepada pribadi yang sama yaitu Satan atau Iblis atau naga besar itu atau si ular tua.

LAI menerjemahkan kata diabolos (Strong G1228) di Wahyu 12:9 dan 20:2 ini menjadi Iblis, baik dalam TB maupun BIS. Sementara itu LAI menerjemahkan nama Satanas (Strong G4567) dalam TB menjadi Satan, atau dalam BIS menjadi Roh Jahat dengan huruf R dan J besar.

46 Lihat Injil Yohanes 8:44

47 Billy Graham, “Let the Earth Hear His Voice” First International Congress on World Evangelization, July 16-25, 1974, Lausanne, Switzerland, in J.D. Douglas, Let the Earth Hear His Voice: Official Reference Volume, Papers and Responses (Minneapolis: World Wide Publications, 1975), pp17.

48 John Stott, Lausanne Occasional Paper 3 – The Lausanne Covenant: An Exposition and Commentary by John Stott, Lausanne Commitee for World Evangelization, 1975). https://www.lausanne.org/content/lop/lop-3 Penelusuran 27 September 2017.

49 Kongres Lausanne mengenai Penginjilan Dunia Kedua atau disebut juga sebagai Kongres Lausanne II

50 Lausanne Committee on World Evangelization, sama dengan no.2

Page 27: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

27

mengenai Roh Kudus, Peperangan Rohani dan doa. Sejak terselenggaranya

Kongres Manila inilah, mulai banyak buku dan artikel diterbitkan, seminar-

seminar yang diadakan dalam rangka membahas topik peperangan rohani ini, dan

menghasilkan pustaka-pustaka baik yang mendukung51 maupun yang menentang

atau mengkritisi.52 Dalam artikelnya yang membahas mengenai roh-roh penguasa

wilayah (territorial spirits), David E. Stevens menyusun daftar pustaka yang telah

membagi daftar pusaka artikelnya ke dalam dua kubu ini.53

1.4. Pertemuan membahas Peperangan Rohani, London,

1993

Pada tahun 1993 Kelompok Kerja Pendoa Syafaat dari Komite Lausanne

untuk Penginjilan Dunia mengadakan pertemuan untuk membahas topik

Peperangan Rohani secara khusus selama sehari penuh di London. Pertemuan ini

menghasilkan suatu pernyataan khusus tentang Peperangan Rohani sbb, dikutip

sbb.

51 John Dawson. Taking our Cities for God: How to Break Spiritual Strongholds. (Orlando,

FL: Creation House, 1989). C. Peter Wagner and F. Douglas Pennoyer, Wrestling with Dark Angels: Toward a Deeper Understanding of the Supernatural Forces in Spiritual Warfare. (Ventura, CA: Regal, 1990). Cindy Jacobs. Possessing the Gates of the Enemy: A Training Manual for Militant Intercession. (Grand Rapids: Chosen, 1991). George Otis Jr. The Last of the Giants: Lifting the Veil on Islam and the End Times (New York: Chosen, 1991). idem, The Twilight Labyrinth: Why Does Spiritual Darkness Linger Where It Does? (Grand Rapids: Chosen, 1997). C. Peter Wagner, Engaging the Enemy: How to Fight and Defeat Territorial Spirits. (Ventura, CA: Regal, 1991). idem, Warfare Prayer: Strategies for Combating the Rulers of Darkness (Rosemead, CA: GLINT, 1992). idem, ed. Breaking Strongholds in Your City: How to Use Spiritual Mapping to Make Your Prayers More Strategic, Effective and Targeted. (Ventura, CA: Regal, 1993). idem, Confronting the Powers: How the New Testament Church Experienced the Power of Strategic-Level Spiritual Warfare. (Ventura, CA: Regal, 1996). idem, Confronting the Queen of Heaven (Colorado Springs: Wagner Institute for Practical Ministry, 1998). idem, The World Congress on Prayer, Spiritual Warfare and Evangelism, Prayer Track News 6 (July-September 1997): 1, 7. Art Moore. Spiritual Mapping Gains Credibility among Leaders. (Christianity Today, 12 Januari, 1998). 55.

52 Buku-buku dan artikel yang memberikan pandangan yang menentang, di antaranya sbb: Chuck Lowe, Territorial Spirits and World Evangelisation? (Kent, UK: OMF, 1998). Robert A. Guelich, Spiritual Warfare: Jesus, Paul and Peretti, Journal of the Society for Pentecostal Studies 13 (1991): 33-64. Mike R. Taylor, “ Territorial Spirits: The New Mythology,” Evangel 11 (1993): 61-65. Clinton E. Arnold, “What about Territorial Spirits?” Discipleship Journal 81 (1993): 47; idem, Three Crucial Questions about Spiritual Warfare (Grand Rapids: Baker, 1997). Gerry Breshears, “The Body of Christ: Prophet, Priest, or King?” Journal of the Evangelical Theological Society 37 (1994): 3-26. Robert J. Priest, Thomas Campbell, dan Bradford A. Mullen, “Missiological Syncretism: The New Animistic Paradigm,” in Spiritual Power and Missions: Raising the Issues, ed. Edward Rommen (Pasadena, CA: William Carey Library, 1995), 29. Mike Wakely, “A Critical Look at a New Key to Evangelization,” Evangelical Missions Quarterly 31 (April 1995): 152-65; Duane A. Garrett, Angels and the New Spirituality (Nashville: Broadman & Holman, 1995), 215-33. John F. Hart. The Gospel and Spiritual Warfare: A Review of Peter Wagners Confronting the Powers, Journal of the Grace Evangelical Society 10 (1997): p 19-39.

53 David E. Stevens, Daniel 10 and the Notion of Territorial Spirits, Bibliotheca Sacra 157: 628 (Dallas: Dallas Theological Seminary: 2000). p 410-431.

Page 28: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

Kami sepakat bahwa penginjilan adalah usaha untuk membawa orang-

orang dari kegelapan kepada terang dan dari kuasa Iblis kepada kuasa

Allah. (Kisah 26:17) Hal ini tidak terlepas dari keterlibatan elemen

peperangan rohani.

Kami menanyakan kepada diri kami sendiri mengapa telah terjadi suatu

yang hampir dapat disebut sebagai ledakan minat terhadap topik ini dalam

10 tahun terakhir. Kami memperhatikan bahwa gereja-gereja Barat dan

kegerakan misionaris dari Barat telah melihat suatu perkembangan gereja

yang mengagumkan di wilayah-wilayah lain dunia, tanpa adanya suatu

penekanan khusus terhadap topik peperangan rohani.

Anggota-anggota kami dari Afrika dan Asia mengingatkan kami bahwa

dalam konteks mereka, kuasa-kuasa gelap adalah sangat nyata dan mereka

hidup dalam peperangan rohani yang terus menerus. Kerabat-kerabat

mereka baru saja, baru satu atau dua generasi lalu dilepaskan dari dosa-

dosa keturunan yaitu perdukunan, animisme, atau okultisme.

Ini mengarah kepada suatu diskusi akan dampak akan satu generasi

terhadap generasi berikutnya. Kami mengamati bahwa dalam konteks

penyembahan berhala, alkitab berbicara tentang dosa-dosa dari bapa-bapa

leluhur dibalaskan terhadap anak cucu mereka, bahkan sampai kepada

generasi ketiga dan keempat.

Demikian juga, kasih setia Allah dinyatakan kepada mereka yang

mengasihiNya dan memelihara hukum-hukumNya bahkan sampai kepada

beribu-ribu keturunan.54 Kami bertanya-tanya apakah karena kami di Barat

telah memiliki injil sedemikian lamanya, sehingga membuat kami semakin

kurang sadar terhadap kuasa-kuasa gelap di abad-abad terakhir ini.

Kami mengamati, juga karena pengaruh “pencerahan” (enlightment) dalam

pendidikan kita, yang berusaha menelusuri segala sesuatunya sampai

kepada penyebab alaminya, telah lebih jauh menumpulkan kesadaran kami

terhadap kuasa-kuasa gelap.

54 Keluaran 20:6

Page 29: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

29

(Pernyataan Lausanne mengenai Peperangan Rohani, 1993).55

1.5. Konsultasi Lepaskanlah Kami daripada yang Jahat di

Nairobi, 2000

Pertemuan berikutnya yang secara khusus memang diselenggarakan untuk

membahas tema peperangan rohani diadakan pada tanggal 16-22 Agustus 2000 di

Nairobi Kenya, dinamai Konsultasi Lepaskanlah Kami dari yang Jahat (Deliver

Us From Evil, DUFE). Panitia mengumpulkan 60 praktisi, misiolog, gembala dan

teolog dari berbagai negara di seluruh dunia terutama Afrika. Pertemuan ini

menghasilkan suatu Pernyataan Hasil Konsultasi - Lepaskanlah Kami dari yang

Jahat. Pernyataan ini adalah hasil pembahasan alkitabiah yang menyeluruh

mengenai (1) siapa musuh itu sebenarnya; (2) bagaimana cara ia bekerja, dan (3)

bagaimana kita dapat melawannya agar kita dapat efektif dalam penginjilan umat

manusia.56

Salah satu alasan yang melatarbelakangi pemilihan tema Lepaskanlah

Kami dari Yang Jahat ini adalah pengamatan bahwa gereja-gereja Pentakosta dan

Karismatik telah bertumbuh dengan sangat pesat karena keterbukaan terhadap

pengalaman rohani yang baru, serta praktek pengusiran roh-roh jahat.57

Pada pertemuan Nairobi tahun 2000, Paul G Hiebert mengemukakan

pengamatannya sbb:

Banyak buku dan pustaka mengenai peperangan rohani ditulis oleh para

misionaris yang terpaksa mempertanyakan penyangkalan realita dunia roh

oleh budaya Barat ini, pada waktu mereka berhadapan dengan kenyataan di

lapangan, bahwa mereka harus berhadapan dengan sihir, penggunaan kuasa

55 Intercession Working Group (IWG) of the Lausanne Committee for World Evangelization,

Statement on Spiritual Warfare (1993). (Lausanne: Lausanne Committee on World Evangelization, 1993). https://www.lausanne.org/content/statement/statement-on-spiritual-warfare-1993 Penelusuran 24 Oktober 2017. Penekanan ditambahkan oleh Penulis.

56 The Theology Strategy Working Group (TSWG) and the Intercessory Working Group (IWG) under the Lausanne Committee for World Evangelization together with Association of Evangelicals in Africa, Deliver Us From Evil - Consultation Statement. (Nairobi: Lausanne Committee of World Evangelization: 2000). n.pg

57 The Theology Strategy Working Group (TSWG) dan The Intercessory Working Group (IWG) under the Lausanne Committee for World Evangelization bersama dengan Association of Evangelicals in Africa, Deliver Us From Evil Consultation, (Nairobi, Lausanne Committee for World Evangelization, 2000). https://www.lausanne.org/gatherings/issue-gathering/deliver-us-from-evil-consultation-2 Penelusuran 22 Agustus 2017. Catatan: Deliver Us from Evil Consultation Statement menyebutkan bahwa pertemuan dihadiri 30 peserta.

Page 30: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

gelap dan kerasukan roh-roh jahat. Sebagian besar mendasarkan pelajaran

mereka dari pengalaman dan kemudian mencari ayat-ayat alkitab untuk

mendukung pandangan mereka. Pelajaran-pelajaran ini, secara umum

biasanya belum memiliki dasar Theologis yang menyeluruh dan kuat. Cara

pandang kedua diajukan oleh para cendekiawan alkitab yang berusaha

menyusun kerangka Theologi untuk memahami peperangan rohani, tanpa

pemahaman yang mendalam mengenai banyaknya kepercayaan mengenai

dunia roh dalam berbagai agama di seluruh dunia. Sebagai akibatnya, sulit

menerapkan penemuan mereka ini dalam konteks pelayanan nyata.58

Hiebert mengemukakan kesimpulan akan perlunya membangun jembatan

antara pengajaran alkitabiah dengan hal-hal yang khas dari berbagai budaya.

1.6. Forum untuk Penginjilan Dunia, Pattaya, 2004

Pertemuan Lausanne berikutnya adalah Forum untuk Penginjilan Dunia,

yang diadakan di Pattaya Thailand pada tahun 2004. Forum dibagi menjadi 31

Kelompok Isyu, salah satunya adalah Doa dalam Penginjilan. Kelompok Isyu ini

menghasilkan Kertas Kerja Tidak Rutin Lausanne no 42 yang membahas juga

peranan doa peperangan rohani dalam penginjilan.59

1.7. Kongres Internasional Penginjilan Dunia Ketiga di

Cape Town, 2010

Kongres Lausanne III dihadiri oleh 4000 pemimpin Kristen dari 198

negara. Kongres ini disebut sebagai pertemuan yang pemimpin Kristen paling

lengkap sepanjang 2000 tahun sejarah kegerakan Kristen.60 Kongress Lausanne III

ini menghasilkan suatu Komitmen Cape Town yang kembali menyebutkan konsep

Peperangan Rohani.61

58 Paul Hiebert, Spiritual Warfare and Worldview. (Nairobi: Lausanne Committee for

World Evangelization, 2000). np. Terjemahan bebas ke dalam bahasa Indonesia oleh Penulis.

59 Issue Group of Prayer in Evangelism, Forum for World Evangelization of Lausanne Committee for World Evangelization (2004). Lausanne Occasional Paper (LOP) no.42 - Prayer in Evangelism. (Pattaya: Lausanne Committee for World Evangelization, 2004).

60 John W. Kennedy. The Most Diverse Gathering Ever - Lausanne III is pulling a cross-section of 4,000 world leaders to keep the gospel front and center dalam Christianity Today, September 2010. (Carol Streams: Christianity Today International, 2010). http://www.christianitytoday.com/ct/2010/september/34.66.html Penelusuran 25 Agustus 2017.

61 Lausanne Congress on World Evangelization, Cape Town Commitment. (Monrovia, CA: Lausanne Congress of World Evangelization, 2010). pp19.

Page 31: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

31

Selain Kongres Lausanne III, pada tahun 2010 ini ada tiga pertemuan Injili

global lainnya, yang diselenggarakan dalam rangka memperingati 100 tahun

Konferensi Injili Dunia di Edinburgh pada tahun 1910, yang dianggap sangat

berpengaruh terhadap perkembangan misi global. Ketiga Pertemuan tsb

diselenggarakan di Tokyo, Boston, dan Edinburgh. Pertemuan-pertemuan lain

tersebut hampir tidak menghasilkan pernyataan yang melibatkan Peperangan

Rohani, kecuali hanya disebutkan sekilas di dalam Komitmen Cape Town.

Datema mengemukakan keheranannya akan sedikitnya pembahasan mengenai

keberadaan Iblis dalam pernyataan-pernyataan di pertemuan-pertemuan tersebut,

dan mengusulkan bahwa seharusnya konferensi-konferensi injili juga membahas

bagaimana mengatasi keberadaan Iblis.62

2. Cara Pandang terhadap Peperangan Rohani

Pada Pertemuan tahun 2000 yang bertema Lepaskanlah Kami dari Yang Jahat,

konsep Peperangan Rohani didasarkan kepada Perjanjian Lausanne, Manifesto

Manila, serta Pernyataan Tentang Peperangan Rohani tahun 1993, yang semuanya

menyatakan realitas keterlibatan orang percaya dalam Peperangan Rohani.

Kami percaya bahwa kita terlibat dalam suatu Peperangan Rohani yang terus

menerus dengan para pemerintah dan kuasa jahat, yang berusaha untuk

menjatuhkan gereja dan menggagalkan tugas penginjilan dunia.

(Perjanjian Lausanne, 1974)63

Kami meneguhkan bahwa peperangan rohani membutuhkan senjata-senjata

rohani, dan kita harus baik memberitakan Firman dalam kuasa Roh Kudus,

dan berdoa secara terus menerus agar kita dapat masuk kepada kemenangan

Kristus atas para pemerintah dan penguasa.

(Manifesto Manila, 1989)64

62 Dave Datema, 2010 Statements and the Whereabouts of Satan. Mission Frontiers

March-April 2011 issue. Pasadena, CA: Mission Frontiers, 2011. n.p. http://www.missionfrontiers.org/issue/article/2010-statements-and-the-whereabouts-of-satan Penelusuran 7 September 2017.

63 Lausanne Committee on World Evangelization Lausanne Covenant. (Lausanne, Lausanne Committee on World Evangelization: 1974) n.p. https://www.lausanne.org/content/covenant/lausanne-covenant Penelusuran 24 Oktober 2017. Terjemahan bebas ke dalam bahasa Indonesia oleh Penulis.

64 Lausanne Comitee on World Evangelization, Manila Manifesto. An elaboration of the Lausanne Covenant fifteen years later (Pasadena, CA: Lausanne Comitee on World Evangelization, 1989). pp 5-6. Terjemahan bebas ke dalam bahasa Indonesia oleh Penulis.

Page 32: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

Kami sepakat bahwa penginjilan adalah untuk membawa orang-orang dari

kegelapan kepada terang dan dari kuasa Iblis kepada kuasa Allah. (Kisah

26:17) Hal ini tidak terlepas dari keterlibatan elemen peperangan rohani.

(Pernyataan Lausanne mengenai Peperangan Rohani, 1993)65

Pandangan para ahli mengenai apakah Peperangan Rohani itu.

2.1. Tiga cara pandang utama terhadap Peperangan Rohani

Menurut tradisi Kristen ada tiga macam hal yang diperangi dalam

Peperangan Rohani, yaitu dunia, daging dan Iblis. (Latin: mundus, caro et

diabolus; Yunani: ό κοσμος, ή σαρξ, και ό διαβολος) yang secara tradisional

sering dianggap sebagai tiga musuh jiwa. Sebagai sumbers-sumber pencobaan,

ketiga hal ini kadang dianggap bertentangan langsung dengan Trinitas. Bapa

berlawanan dengan dunia, Yesus berlawanan dengan Iblis sementara Roh Kudus

berlawanan dengan daging.66

Pada perumpamaan tentang Penabur, ada tiga macam tanah yang tidak

menghasilkan. Salah satunya adalah lambang dari: “Iblis” (burung yang memakan

benih); kedagingan yaitu tanah yang dangkal dan berbatu-batu, serta dunia (semak

duri, yaitu kekuatiran dunia dan tipu daya kekayaan…”). (Markus 4:15-17).

Ketiga musuh ini juga disebutkan dalam Surat Rasul Paulus kepada Jemaat

di Efesus 2:1-3 TB, yaitu:

Kamu dahulu sudah mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-

dosamu. Kamu hidup di dalamnya, karena kamu mengikuti jalan

dunia ini, kamu menaati penguasa kerajaan angkasa, yaitu roh yang

sekarang sedang bekerja di antara orang-orang durhaka. Sebenarnya

dahulu kita semua juga termasuk di antara mereka, ketika kita hidup

di dalam hawa nafsu daging dan menuruti kehendak daging dan

pikiran kita yang jahat. Pada dasarnya kita adalah orang-orang yang

harus dimurkai, sama seperti mereka yang lain.

65 Lausanne Intercession Working Group, Statement on Spiritual Warfare (1993): A

Working Group Report. (Lausanne: Lausanne Committee on World Evangelization: 1993) np. https://www.lausanne.org/content/statement/statement-on-spiritual-warfare-1993 Penelusuran 24 Oktober 2017. Terjemahan bebas ke dalam bahasa Indonesia oleh Penulis.

66 Lihat 1 Yoh 2:15-16 untuk contoh di mana Bapa bertentangan dengan dunia. Lihat Mat 4:1 untuk contoh di mana Yesus bertentangan dengan Iblis. Lihat Rom 8:4-9 untuk contoh di mana Roh Kudus bertentangan dengan daging.

Page 33: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

33

Sumber-sumber lain selain alkitab yang menyebutkan mengenai dunia,

daging dan Iblis adalah Thomas Aquinas dalam Summa Theologiae67, Konsili

Trent sesi ke-enam68 yaitu Dekrit mengenai Pembenaran. Adanya ketiga musuh

ini juga paralel dengan terbaginya cara pandang mengenai Peperangan Rohani

menjadi tiga golongan utama.

James K Beilby dan Paul Rhodes Eddy merangkum ketiga golongan cara

pandang utama ini dalam buku buku Understanding Spiritual Warfare - Four

Views. Selain ketiga golongan cara pandang utama, Beilby dan Eddy

menambahkan cara pandang keempat, yaitu Pelepasan pada Tingkat Strategis

yang pada dasarnya merupakan cara pandang peperangan terhadap Iblis pada

skala yang berbeda, yang banyak diusulkan oleh C Peter Wagner.69 Dalam buku

tsb keempat pandangan dituangkan ke dalam satu buku, di mana Beilby dan Eddy

memilih masing-masing seorang penulis yang mewakili keempat golongan cara

pandang tersebut untuk memaparkan penjelasan mereka masing-masing kemudian

saling meresponi setiap cara pandang lain. Bagian Peperangan dengan model

Sistem Dunia ditulis oleh Walter Wink. Untuk peperangan melawan daging yang

disebut sebagai Model Klasik, diwakili oleh David Powlison, seorang Theolog

Reform. Bagian peperangan melawan Iblis dan roh-roh jahat di tingkat pribadi

diulas oleh Gregory Boyd. Model Pelepasan di Tingkat Strategis ditulis oleh C

Peter Wagner dan Rebecca Greenwood. David Reed mengulas buku Beilby tsb,

telah dimuat di dalam Jurnal Theologi Toronto pada tahun 2014. Reed

menyatakan bahwa keempat Cara Pandang ini adalah model-model yang dipilih

untuk membuat pengelompokan dari spektrum cara pandang terhadap

kepercayaan dan praktek peperangan rohani.70

67 Thomas Aquinas, The Summa Theologiæ of St. Thomas Aquinas, Fathers of the English

Dominican Province, Second and Revised Edition, n.p, Kevin Knight (online edition), 1920, n.pg. Tertia Pars - Question no.41. http://www.newadvent.org/summa/4041.htm. Penelusuran 6 September 2017.

68 The Council of Trent, Session Six, Decree Concerning Justification. Trent, 13 January 1547, n.pg. https://web.archive.org/web/19961208200401/http://history.hanover.edu:80/early/trent/ct06d1.htm Penelusuran 6 September 2017.

69 Walter Wink et al, Understanding Spiritual Warfare: Four Views, Eds: James K Beilby and Paul Rhodes Eddy. (Grand Rapids, MI: Baker Academic, 2012). n.pg.

70 David Reed, Understanding Spiritual Warfare: Four Views ed. by James K. Beilby and Paul Rhodes Eddy (review). Toronto Journal of Theology, Volume 30, Number 2, Fall 2014. (Toronto: University of Toronto Press Inc. for the Toronto School of Theology: 2014.) p. 342-343

Page 34: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

2.2. Peperangan Rohani Menurut Walter Wink

Wink adalah seorang teolog berlatarbelakang liberal, yang banyak

mengambil dari konsep psikologi Carl Jung. Ia mengemukakan model sistem

dunia, yang sebenarnya paling banyak melibatkan berbagai disiplin ilmu dan

paling akademis. Wink memandang dunia secara terpadu sehingga tidak

memandang dunia secara supranatural. Menurut Wink, Iblis hanyalah suatu

lambang saja dari kumpulan kejahatan yang mempengaruhi dunia. Adanya kuasa-

kuasa rohani di balik suatu kenyataan fisik memang ada, tetapi bukanlah mahluk

rohani yang memiliki pribadi. Peperangan Rohani terjadi ketika orang Kristen

berharap, berdoa dan bekerja sama dengan Allah untuk mengusir kejahatan dari

struktur sosial yang menekan. Hasil penelitian dan kepercayaan Wink ia terbitkan

dalam triloginya yang terkenal mengenai kuasa-kuasa.71 Kraft mengemukakan

keheranannya, bagaimana Wink sebagai seorang theolog liberal, merasa tertarik

untuk membahas konsep kuasa ini dalam skala yang mendalam.72

2.3. Peperangan Rohani Menurut David Powlison

Powlison yang berlatar belakang sebagai seorang Theolog Reform

mengusulkan model klasik, suatu cara pandang yang memandang Alkitab sebagai

satu-satunya manual untuk peperangan rohani. Powlison membatasi semua

pergumulan rohani semua orang Kristen sebagai pencobaan terhadap daging saja.

Orang percaya tidak mengalami pengaruh roh-roh jahat ataupun kerasukan.

Adapun terjadinya kondisi sakit penyakit baik fisik maupun jiwani, memang

adalah hal yang jahat yang merupakan akibat kejatuhan manusia ke dalam dosa.

Menurut model klasik Powlison, Iblis adalah mahluk yang nyata yang tidak dapat

dianggap hanya sebagai sekedar “kekuatan psikologi ataupun sosial budaya” saja.

Setiap orang Kristen harus terlibat dalam peperangan rohani, tetapi pelayanan

pelepasan secara antusias tidak diperlukan. Doa dan memproklamasikan Kristus

adalah cara melakukan peperangan rohani yang paling efektif.

71 Walter Wink, The Powers Trilogy: Terdiri dari: Walter Wink, Naming the Powers: The

Language of Power in the New Testament, (Philadelphia: Fortress Press, 1984). Walter Wink, Unmasking the Powers: The Invisible Forces That Determine Human Existence, (Philadelphia: Fortress Press, 1986). Walter Wink, Engaging the Powers: Discernment and Resistance in a World of Domination, (Minneapolis: Fortress Press, 1992).

72 Charles H Kraft, Contemporary Trends in the Treatment of Spiritual Conflict, in A. Scott Moreau, Tokunboh Adeyemo, David G. Burnett, Bryant L Myers and Hwa Yung (eds), Deliver Us from Evil. (Monrovia, CA: Lausanne Committee on World Evangelization and Mission Advanced Research and Communication Center, 2002). 187.

Page 35: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

35

2.4. Peperangan Rohani Menurut Gregory Boyd

Model yang dibahas oleh Gregory Boyd, yaitu pelepasan tingkat dasar

adalah suatu model yang dipraktekkan aliran-aliran utama Kristen Injili dan

Karismatik. Ia percaya bahwa roh-roh jahat memang ada, memang memiliki

pribadi, dan memang dapat mengganggu pribadi dan masyarakat. Strategi yang

Boyd usulkan adalah suatu strategi yang menyeluruh - peperangan rohani ini

terpadu dalam pelayanan penggembalaan, terjalin dalam pelayanan kesembuhan

dan bermitra dengan konseling psikologi. Secara theologis, konsep Boyd

berlawanan dengan kepercayaan aliran Reform yang percaya bahwa setiap

kegiatan di dunia, termasuk perbuatan-perbuatan jahat tersembunyi di dalam

kehendak Allah yang berdaulat. Boyd mengajarkan sebaliknya, bahwa sekalipun

akhir sudah dijamin oleh Allah, pertempuran di alam roh antara Allah dan Iblis

memang sungguh-sungguh nyata dan masih terus berlangsung. Dalam model

peperangannya Boyd tidak hanya mengenali Iblis sebagai suatu pribadi, ia bahkan

menjelaskan bahwa peperangan di alam semesta sebagai motif sentral Alkitab.

Boyd mengusulkan peperangan tidak dilakukan dengan kekerasan, tetapi dengan

cara mengasihi dan damai, seperti doa dan pelayanan konseling yang harus

digunakan untuk melawan kuasa-kuasa jahat.

2.5. Peperangan Rohani Menurut Peter Wagner dan

Rebecca Greenwood

Model terakhir yang dijelaskan oleh Peter Wagner and Rebecca

Greenwood adalah peperangan pada tingkat strategis, suatu peperangan rohani

terhadap apa yang mereka sebut sebagai roh-roh penguasa wilayah (territorial

spirits). Roh-roh jahat ini dapat mengorganisasi dan mengkonsentrasikan usaha-

usaha mereka secara geografis, politis, dan sosial untuk menghalangi kemajuan

pemberitaan injil. Model yang Wagner usulkan ini dibangun di atas dua teori

dasar: yaitu penafsiran alkitabiah yang kontroversial, mengenai asal, pengaruh

dan strategi Iblis serta pasukannya, serta kemampuan untuk memahami lokasi dan

pola kegiatan Iblis secara empiris. Senjata-senjata perlawanan adalah doa

peperangan rohani, pemetaan rohani (pemahaman terhadap tempat-tempat

benteng si jahat), doa keliling (prayer walk) dan “pertobatan dalam ketepatan”

(identificational repentance).

2.6. Pembagian tingkat peperangan rohani menurut Peter

Wagner

Wagner mengklaim bahwa ia diperintah oleh Tuhan untuk memimpin

dalam bidang peperangan rohani terhadap roh-roh penguasa wilayah, dan

Page 36: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

kemudian membentuk Jaringan Peperangan Rohani Internasional, yang berfungsi

sebagai forum yang membahas isyu-isyu terkait pemetaan rohani, roh-roh

penguasa wilayah dan peperangan rohani tingkat strategis. Dengan berjalannya

waktu, terbentuklah suatu kesepakatan di dalam forum, bahwa peperangan rohani

diklasifikasikan menjadi 3 tingkat73, yaitu:

2.6.1. Peperangan rohani tingkat dasar

melibatkan pengusiran roh-roh jahat dari orang. Jenis Peperangan Rohani ini

menjadi ciri kegerakan Peperangan Rohani Modern sampai tahun 1980an.

2.6.2. Peperangan rohani tingkat okultisme

menghadapi kuasa-kuasa gelap yang dilepaskan melalui aktifitas-aktifitas terkait

dengan satanisme, sihir, aliran freemason, agama-agama timur, perdukunan

Zaman Baru, astrologi dan masih banyak bentuk-bentuk okultisme terstruktur

lainnya. Peperangan Rohani pada tingkat ini berasal dari akhir tahun 1970an,

terutama sebagai respon terhadap bangkitnya agama-agama dan sihir dari Timur.

2.6.3. Peperangan Rohani Tingkat Strategis

(Kraft menggunakan istilah Peperangan Rohani Tingkat Kosmos / Alam

Semesta)74

adalah peperangan dengan pemerintah dan penguasa yang memiliki kepangkatan

tinggi seperti ditulis oleh Rasul Paulus di Efesus 6:21. Kekuatan-kekuatan musuh

ini sering disebut sebagai roh-roh yang mempengaruhi wilayah karena mereka

berusaha untuk mengikat dan mempengaruhi banyak orang yang saling terhubung

melalui kota-kota, bangsa-bangsa, kelompok masyarakat, penganut agama,

industri-industri ataupun bentuk kelompok masyarakat lain apapun sebagai

tawanan rohani. Peperangan Rohani pada tingkat ini memerlukan pemetaan rohani

untuk menentukan sasaran doa peperangan dan berkembang sejak akhir tahun

1980an.

Lance Wallnau kemudian mengemukakan teori Mandat tujuh gunung, yang

merupakan aplikasi dari mandat kerasulan yang diberikan Tuhan Yesus untuk

dapat mengubah masyarakat di masa kini. Secara tersirat kita dapat

menyimpulkan bahwa selain roh-roh yang mempengaruhi wilayah sebenarnya ada

73 C Peter Wagner, Doa Peperangan: Strategi untuk Bertempur Melawan Kuasa Kegelapan.

Rina Letedara, Suryadi. (Rosemead, CA: GLINT Gospel Literature International, 1992 dan t.tp. Yayasan Pelayanan Bersama Indonesia, 1994). h 14-17.

74 Charles H Kraft, Contemporary Trends in the Treatment of Spiritual Conflict in the Mission of the Church. (Nairobi: Lausanne Committee of World Evangelization, 2000). n.pg

Page 37: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

37

juga roh-roh yang mempengaruhi secara aspek kehidupan seperti Kesenian, Bisnis,

Pendidikan, Media dlsb.75

2.7. Dasar-dasar Alkitabiah Mengenai Peperangan Rohani

Dasar-dasar alkitabiah mengenai peperangan rohani:

2.7.1. Iblis sebagai Musuh dalam Peperangan Rohani

Satan atau Iblis, penguasa dan pemerintah adalah mahluk ciptaan yang

nyata, memiliki pribadi yang menyelewengkan apa yang Tuhan telah ciptakan

secara permanen dan menyesatkan untuk mengarahkan manusia untuk terkait dan

taat kepada siapapun ataupun apapun selain Allah.76 Iblis mencobai Tuhan Yesus

di padang gurun, berusaha membinasakanNya tetapi di pagi hari pada hari

kebangkitan ia menemukan bahwa ia telah dikalahkan. Iblis terus menerus

berusaha menentang misi Allah dan pekerjaan gereja Tuhan secara aktif.

Karena Iblis adalah suatu mahluk yang telah dikalahkan. ia memiliki kuasa

yang terbatas selama waktu yang terbatas. Karena Iblis telah menentang Tuhan, ia

memanfaatkan kuasanya dalam waktu yang singkat ini untuk mencegah

terdengarnya, diterimanya dan dijalankannya injil Yesus Kristus di dunia dan di

dalam gereja. Mereka yang menjadi milik Tuhan, diserang. Mereka yang belum

menjadi milik Tuhan sedang tertipu dan hidup di dalam “kerajaan kegelapan”.

2.7.2. Kesudahan daripada Iblis

Bersama pasukannya, Iblis sudah telah dikalahkan dan sedang menunggu

penghakiman kekalnya di tangan Tuhan. Allah dan orang-orang yang Allah urapi

memiliki otoritas atas Iblis dan Allah telah berjanji untuk mengalahkannya.

Memang Allah telah mengalahkan Iblis di dalam Yesus melalui kematian dan

kebangkitannya. Tuhan Yesus sendiri yang akan mengikat dan memenjarakan

Iblis untuk selama-lamanya.

2.7.3. Panggilan untuk Peperangan Rohani

Sambil kita menantikan hari tersebut, Allah memanggil kita sebagai tubuh

Kristus untuk berpartisipasi bersama Yesus untuk membawa orang-orang lain dari

kegelapan kepada terang injil. Sebagai umat Allah, kita berperang dengan Iblis,

musuh kita. Kita menghardik Iblis, sang pendakwa. Kita menentang dia sebagai

musuh Allah.

75 Lance Wallnau dan Bill Johnson. Invading Babylon: The 7 Mountain Mandate.

(Shippenburg: Destiny Image, 2013)

76 The Intercessor Working Group & Lausanne Deliver Us From Evil Consultation, Nairobi, Lausanne Committee on World Evangelization, 2000. n.p.

Page 38: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

2.7.4. Otoritas dan Sasaran Peperangan Rohani

Tuhan Yesus diutus oleh Bapa untuk memberitakan kabar baik,

memproklamasikan kebebasan kepada para tawanan. Tuhan Yesus adalah Raja

yang sah dan memiliki hak atas segala sesuatu. Ia menggunakan kuasaNya untuk

membebaskan ciptaanNya dari kerajaan kegelapan agar orang-orang dapat

menjadi penyembah-penyembah sejati kepada Allah yang hidup dan berjalan di

dalam terang bersamaNya. Ia berbagi otoritasNya dengan para duta-dutaNya

untuk melakukan hal yang sama.

Sebagai anak-anak Allah yang hidup di hadirat Bapa, kita memandang

semua hal secara berbeda. Ia telah mendudukkan kita bersama Kristus di alam

sorgawi agar kita dapat berdoa sebagai orang-orang yang telah mengetahui

hasilnya bahwa peperangan ini telah dimenangkan oleh Yesus. Kita telah

diberikan hak-hak, bahkan hak-hak istimewa bahwa kita akan mewarisi bersama

Tuhan Yesus, sang Putra. Bersamaan dengan hak untuk menjadi anak-anak Allah,

Yesus telah memberikan kepada kita otoritas untuk memberitakan kabar baik;

untuk meminta apapun kepada Bapa di dalam nama Yesus; untuk menyembuhkan;

mengusir, mengikat, dan menghardik roh-roh jahat; untuk melakukan apa yang

Yesus kerjakan bahkan melakukan hal-hal yang lebih besar daripada yang telah

Yesus lakukan, serta untuk bersaksi sedemikian hingga orang-orang dilepaskan

dari kuasa Iblis sehingga memampukan mereka untuk menerima pengampunan.

Allah sedang memproses untuk menjadikan kita seperti Yesus dan untuk

memberikan kita kuasa oleh Roh Kudus (1 Yohanes 4:4) ketika kita masuk ke

dalam pertempuran bersama Yesus sampai Ia datang kembali. Sasaran kita dalam

doa peperangan rohani adalah agar Allah dapat dikenali sebagaimana siapa Ia

sesungguhnya, dan pekerjaan Iblis dibinasakan dan agar orang-orang dapat

dibebaskan untuk “mendeklarasikan pujian bagiNya yang telah memanggil kita

keluar dari kegelapan kepada terangnya yang ajaib.” (1 Petrus 2:9).

3. LANDASAN KONSEPTUAL MENGENAI

PEPERANGAN ROHANI TINGKAT STRATEGIS

Walaupun konsep Peperangan Rohani Tingkat Strategis ini dibahas oleh

beberapa ahli, tapi figur yang paling vokal dalam menyuarakan konsep ini adalah

C. Peter Wagner sekalipun ia bukan yang pertama mengemukakannya. Dalam

disertasi doktoralnya pada tahun 2008, Erwin Van Der Meer menjadikan Konsep

Peperangan Rohani Tingkat Strategis yang dikemukakan oleh C. Peter Wagner

Page 39: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

39

sebagai objek penelitiannya. 77 Van Der Meer mengemukakan bahwa istilah

Peperangan Rohani Tingkat Strategis mulai mengemuka banyak didiskusikan di

kalangan misiolog Injili sejak C. Peter Wagner menerbitkan buku Spiritual Power

and Church Growth pada tahun 1986.78

Konsep Peperangan Rohani di Tingkat Strategis ini dapat dianalogikan

dengan tugas Komando Strategis Angkatan Udara dalam ilmu kemiliteran modern,

yaitu peperangan dengan fokus yang luas dengan sasaran jangka panjang.

3.1. Landasan Doktrinal akan Peperangan Rohani Tingkat

Strategis

Van Der Meer merangkum beberapa doktrin yang unik dan menjadi ciri

konsep Peperangan Rohani Tingkat Strategis yang dikemukakan Wagner ini

adalah:

3.2. Doktrin akan adanya roh-roh penguasa wilayah

(territorial spirits)

Doktrin ini menyatakan adanya roh-roh jahat yang mengendalikan wilayah

geografis tertentu serta para penduduk di wilayah tersebut. Dengan teknik-teknik

Peperangan Rohani tertentu maka roh-roh jahat tersebut dapat dikalahkan. Doktrin

ini juga dibahas dalam skala yang lebih kecil oleh David Chia yaitu bagaimana

ada roh-roh jahat yang menempati suatu rumah. 79 Pondsius Takaliuang juga

membahas mengenai adanya penguasa-penguasa di udara dan berhala-berhala

yang dulunya banyak disembah di wilayah-wilayah tertentu seperti pantai selatan

Pulau Jawa, Ambon, Sangir Besar, Tapanuli, dll.80

3.3. Doktrin akan adanya pengotoran wilayah (territorial

defilement)

Dalam hal ini diasumsikan bahwa roh-roh penguasa wilayah hanya dapat

mengikat orang di lokasi tertentu, hanya ketika roh-roh jahat tersebut

memperoleh hak untuk melakukan hal tersebut karena suatu dosa atau

perbuatan-perbuatan jahat yang pernah dilakukan di masa lalu. Pertobatan

yang tepat (identificational repentance) yang dilakukan mewakili orang-

77 Erwin Van Der Meer - Doctoral Dissertation, The Strategic Level Spiritual Warfare

Theology of C. Peter Wagner and Its Implications for Christian Mission in Malawi. (Pretoria: University of South Africa, 2008). p. 1

78 C. Peter Wagner, Spiritual Power and Church Growth. (Lake Mary, FL: Strang Communications, 1986). n.p.

79 David Chia, PHK dengan Iblis. (Jakarta: BPK Gunung Mulia/Kalam Hidup, 1988) h 94-96.

80 Pondsius Takaliuang, Seminar Melawan Kuasa Setan. (Batu Malang: Yayasan Pelayanan Pekabaran Injil Indonesia. t.th) h 3-4.

Page 40: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

orang yang tinggal di daerah tersebut akan mencabut hak legal roh-roh

penguasa wilayah. Dalam skala yang lebih kecil yaitu tingkat pribadi,

pengotoran wilayah ini dapat dibandingkan atau dianalogikan dengan

terjadinya luka batin dalam seseorang, yang kemudian perlu disembuhkan

dengan penyembuhan batin, atau Inner Healing.

3.4. Doktrin Doa Peperangan Rohani Tingkat Strategis

Asumsi yang mendasari adalah bahwa roh-roh penguasa wilayah hanya

dapat diusir dengan cara peperangan rohani yang agresif dalam bentuk

berbagai macam doa dan metoda pengusiran roh-roh jahat yang terkait

dengan roh-roh penguasa wilayah.

3.5. Doktrin Komitmen Wilayah

Doktrin ini membenarkan penggunaan kuasa dan otoritas rohani oleh para

rasul modern dalam komunitas mereka.

4. Definisi dan aplikasi Doa Peperangan Rohani Tingkat

Strategis

Dick Eastman memberikan penjelasan akan definisi dan aplikasi Doa Peperangan

Tingkat Strategis ini dalam Kertas Kerja Tidak Rutin Lausanne no.42 berjudul

Doa dalam Penginjilan.81 Sebelumnya beberapa metoda doa Peperangan Rohani

telah muncul dan menimbulkan kontroversi, mungkin karena istilah-istilahnya

yang unik atau belum lazim, ataupun timbulnya dampak samping yang negatif

ketika strategi-strategi ini diterapkan. Bagaimanapun, Efesus 6:10-12

menerangkan adanya beberapa tingkat-tingkat atau kepangkatan yang berbeda di

alam roh yang tidak terlihat, yang menghambat kegiatan penginjilan di bumi.

Dengan demikian, doa strategis yang bijaksana akan lebih efektif ketika berdoa

menentang roh-roh jahat tersebut.

Beberapa aspek praktis yang dilakukan dalam Peperangan Rohani Tingkat

Strategis ini adalah:

4.1. Doa di tingkat strategis

Istilah ini muncul pada tahun-tahun terakhir ini untuk menjelaskan doa

yang memang dimaksudkan untuk hal-hal yang bersifat strategis pada suatu

bangsa atau wilayah. Salah satu arti kata strategis adalah hal yang paling penting.

81 Issue Group on Prayer on Evangelism at the 2004 Forum for World Evangelization,

Prayer in Evangelism - Lausanne Occasional Paper no. 42, (Pattaya: Lausanne Committee for World Evangelization and its National Committees around the world: 2005). n.p.

Page 41: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

41

Untuk membedakan bagaimana berdoa secara lebih strategis daripada lainnya,

berkembanlah metoda-metoda seperti pemetaan rohani, doa keliling dan doa

profetik.

Berikut definisi daripada metoda-metoda tersebut, disadur dari penjelasan Scott

Moreau82 dan Dick Eastman.

4.1.1. Pertobatan dalam ketepatan (Identificational

Repentance)

Ini adalah pertobatan secara bersama-sama (korporat) untuk dosa bersama-

sama (korporat). Untuk kasus di mana dosa-dosa dilakukan oleh orang yang

sudah meninggal terhadap orang yang telah meninggal, (cth. Perdagangan budak)

maka perwakilan yang masih hidup dari pelaku dosa korporat bertobat dari dosa

yang telah dilakukan, terhadap perwakilan dari mereka yang menjadi korban dosa

tersebut.

Pertobatan dalam ketepatan meliputi empat langkah yaitu:

1. Mengenali dosa nasional/korporat

2. Akui dosa secara korporat dan meminta ampun dari Allah.

3. Kenakan darah Yesus

4. Berjalan dalam ketaatan dan perbaiki kerusakan (langkah ini mungkin

mencakup melakukan ganti rugi/restitusi).

4.1.2. Pemetaan Rohani

Berdasarkan penafsiran ayat-ayat seperti Efesus 6:10-12 dan pergumulan

Daniel melawan “Pangeran Persia” dalam Daniel 10:4-13 maka para pendukung

teori Peperangan Rohani Tingkat Strategis percaya akan adanya pemahaman

rohani akan kuasa-kuasa gelap yang tidak kasat mata, yang nampaknya

mengendalikan suatu wilayah geografis. Dengan demikian, penelitian terhadap

pengaruh masa lalu tertentu dalam suatu wilayah, termasuk berbagai faktor-faktor

historis, telah membantu para pendoa syafaat untuk berdoa secara lebih cerdas,

tepat dan akurat untuk daerah-daerah ini. Doa semacam ini didefinisikan sebagai

doa syafaat berdasarkan informasi yang diperoleh.

82 A. Scott Moreau, Gaining Perspective on Territorial Spirits, in Deliver Us from Evil,

(Nairobi: Lausanne Committee on World Evangelization: 2000) n.p.

Page 42: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

4.1.3. Perjalanan Doa/Doa Keliling

Doa keliling adalah suatu usaha untuk menerapkan doa syafaat yang

terinformasi dan dengan demikian mengkonfrontasi atau berdoa menentang

kuasa-kuasa gelap di suatu wilayah atau komunitas. Doa keliling ini telah

didefinisikan oleh beberapa praktisi Peperangan Rohani sebagai “Berdoa di lokasi

- dengan pencerahan”. Hal ini telah menggerakkan puluhan ribu pribadi dan

ratusan tim doa untuk berdoa keliling di lingkungan mereka secara sistematis

bahkan membuat perjalanan-perjalanan doa ke kota-kota di Jendela 10/40 selama

tahun 1990an. Peter Wagner memperkirakan 5000 perjalanan doa dilakukan

selama periode tersebut di setiap bangsa-bangsa yang termasuk dalam Jendela

10/40.

Jendela 10/40 adalah suatu lokasi di dunia yang dibatasi oleh garis lintang

dari 10 derajat Lintang Selatan sampai 40 derajat Lintang Utara. Wilayah ini

mencakup sebagian Afrika Barat dan Utara, Timur Tengah, serta sebagian besar

Asia Selatan dan Timur. Wilayah ini disebut sebagai Jendela 10/40, wilayah yang

padat penduduknya di mana sekitar 2/3 atau 70% penduduk dunia tinggal,

menempati 1/3 wilayah dunia. Sebagian besar penduduk dunia yang masih belum

menerima injil tinggal di wilayah ini.

Gambar II.2. Jendela 10/40

Page 43: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

43

Gambar II.3. Agama-agama yang mempengarui di Jendela 10/40

4.1.4. Kegerakan Kecapi dan Cawan

Berdasarkan gambaran para tua-tua yang menyembah dan mahluk-mahluk

di Wahyu 5:8-10 datang di hadapan Anak Domba, di mana setiap mereka

membawa satu kecapi, (lambang penyembahan), dan cawan (penuh berisi doa

umat Tuhan) timbullah suatu penekanan terhadap apa yang disebut sebagai

penyembahan bersifat doa syafaat. Kegerakan ini juga disebut sebagai kegerakan

Kecapi dan Cawan. Mereka yang mendukung kegerakan ini mengamati

pentingnya kegerakan ini ketika lambang kecapi dan cawan di Wahyu 5, segera

mengawali dilepaskannya nyanyian baru (ayat 9 dan 10) yang berbicara

bagaimana Anak Domba Allah menebus umat manusia dari setiap suku, bahasa,

bangsa. Mereka yang terlibat dalam kegerakan ini percaya bahwa kuasa terbesar

dalam peperangan rohani di masa yang akan datang akan dilepaskan dengan

dilengkapinya kegiatan penginjilan dengan penyembahan yang khusyuk yang

bersifat syafaat. Ketika hadirat dan kuasa Allah datang melalui penyembahan,

maka Iblis harus melarikan diri dan pengaruhnya berkurang, bahkan sampai habis.

Dengan demikian, penyembahan itu sendiri telah membantu dalam menurunkan

Iblis dari tahtanya, menghasilkan hasil yang sama dengan doa syafaat.

Kemenangan Yosafat (2 Tawarikh 20:21-23) adalah suatu contoh

kemenangan penyembahan yang bersifat doa syafaat. Salah satu terjemahan dari

ayat 22 versi Firman Allah Yang Hidup menyebutkan bahwa

“Pada waktu mereka mulai menyanyikan puji-pujian sambil bersorak-sorak,

TUHAN mengacaukan bala tentara Amon, Moab, dan orang-orang dari

Pegunungan Seir itu, sehingga mereka saling menyerang dan saling

membunuh!”.

Page 44: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

Suatu kesimpulan dapat kita tarik yaitu penyembahan mengundang hadirat

Tuhan seperti ketika doa syafaat dinaikkan serta berdampak kemenangan yang

serupa.

4.1.5. Tindakan Doa Profetik dan Beroperasi dalam Roh yang

membalikkan keadaan daripada roh yang mempengaruhi wilayah

Beberapa orang percaya bahwa Yehezkiel (Yehezkiel 4:1-2) mendapat

perintah Allah untuk melakukan tindakan doa profetik ketika Allah menyuruhnya

menggambarkan kota Yerusalem di atas suatu loh batu dan kemudian mengepung

kota itu. Pada zaman sekarang, tindakan menggambarkan peta di atas suatu loh

batu dilakukan dengan menggambar peta kota di atas suatu kertas. Yehezkiel

kemudian mendapat perintah untuk mengepung peta kota ini. Para praktisi doa

peperangan rohani tingkat strategis percaya bahwa Allah sebenarnya sedang

berkata kepada sang nabi, “Sebelum Aku melaksanakan kehendakKu dan

rencanaKu atas Yerusalem, engkau harus terlebih dahulu berdoa dengan sungguh-

sungguh dan mendekarasikan kehendak dan rancanganKu secara profetik terhadap

peta tersebut.”

Sekarang telah banyak kasus yang dilaporkan, di mana para pendoa

syafaat yang menggunakan tindakan fisik di dalam doa, kemudian memperoleh

jawaban-jawaban doa yang unik. Dawson mempopulerkan praktek beroperasi

dalam roh yang membalikkan keadaan ini pada tahun 1990an. Suatu ketika

sekelompok pengerja Youth With A Mission bermaksud menginjil di kota Cordoba,

Argentina. Kota ini dahulu terkenal sebagai kota yang sombong dan banyak

menggunakan kekuatan pikiran. Sekitar 200 pengerja mempraktekkan tindakan

kerendahan hati dengan berdoa di jalan-jalan dalam keadaan berlutut di jalan,

bahkan sampai dahi mereka menyentuh tanah. Dawson melaporkan bahwa kota

yang tadinya tertutup bagi pemberitaan injil menjadi terbuka sehingga banyak

jiwa dituai ketika para pengerja Youth With A Mission kemudian memberitakan

injil di seluruh kota tsb.83

Dawson merangkum langkah-langkah Peperangan Rohani Tingkat

Strategis menjadi 5 langkah-langkah menuju kemenangan, yang terdiri dari: (1)

Menyembah - awal segalanya, (2).Menunggu Tuhan untuk memperoleh wawasan,

(3) Mengenali dosa-dosa di kota tersebut dan meminta ampun, (4) Mengalahkan

kejahatan dengan kebaikan serta (5) Mengerang sampai melahirkan. Dawson

menilai bahwa lebih penting untuk mengenali tujuan (destiny) Tuhan serta

83 C. Peter Wagner. The Church in the Workplace: How God's People Can Transform

Society.

Page 45: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

45

karunia-karunia bersifat penebusan (redemptive gifts) bagi suatu kota

dibandingkan dosa ataupun pengaruh kuasa gelap di kota tersebut.84

4.1.6. Ziarah Rekonsiliasi (Reconciliation Walk)

Dimotori oleh Lynn Green dari Youth With A Mission, Ziarah Rekonsiliasi

ini adalah gabungan dari konsep pertobatan dalam ketepatan, perjalanan

peperangan serta tindakan doa profetik. Visinya adalah ribuan orang Kristen

melakukan napak tilas rute pasukan Perang Salib dan bertobat mewakili pasukan

Perang Salib terhadap orang Muslim.

Sasaran dari Ziarah ini adalah untuk membawa orang-orang Kristen

berhadapan muka dengan muka dengan orang-orang Islam dan Yahudi dengan

membawa satu pesan penyesalan dan pengakuan yang sederhana. Adalah sangat

penting sekali agar ziarah ini dilakukan dengan sikap hati yang rindu untuk

melakukan rekonsiliasi, tanpa ada suatu nuansa kesombongan apapun yang pernah

menjadi karakter pasukan perang Salib. Kita perlu pergi berdoa untuk tanah-tanah

yang pernah dilintasi oleh pasukan perang Salib.

D. LANDASAN TEORI MENGENAI PERTUMBUHAN

GEREJA

Bersamaan dengan berubahnya komposisi kekristenan pada pertengahan

dan akhir abad ke-21, berkembanglah suatu kegerakan yang berdampak penting

terhadap Kekristenan yaitu Kegerakan Pertumbuhan Gereja. Sebelum menjadi

suatu kegerakan, konsep Pertumbuhan Gereja diusulkan oleh Donald McGavran

(1897-1990), seorang misiolog generasi ketiga dari ayah dan kakeknya yang

menjadi misionaris di India. McGavran mengamati bahwa bahwa Theologi misi

liberal menyelewengkan prioritas terhadap penginjilan, serta sekalipun pelayanan

misi telah melakukan banyak kegiatan dan menabur dalam bidang kesehatan dan

pendidikan tetapi belum tentu menghasilkan peningkatan jumlah orang percaya.

McGavran bergumul dengan tiga pertanyaan ketika mengevaluasi

Pertumbuhan Gereja, yaitu: (1) Ketika suatu gereja berkembang, mengapa gereja

tersebut berkembang? (2) Penghalang, hambatan, atau penyakit apa saja yang

menghambat kehidupan, vitalitas dan pertumbuhan gereja-gereja? (3) Apa sajakah

84 John Dawson. Taking our Cities for God: How to Break Spiritual Strongholds. (Orlando,

FL: Creation House, 1989). p 19-20

Page 46: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

prinsip pelaksanaan pada gereja yang bertumbuh, yang dapat diterapkan di gereja-

gereja lain di tempat lain?85

McGavran mengamati bahwa istilah Penginjilan telah cenderung

melenceng, karena dapat saja hanya terkonotasi dengan kegiatan sosial, kesehatan

atau pendidikan, tanpa adanya jiwa yang dimenangkan. Karena itu ia

mengusulkan definisi “penginjilan yang efektif” sebagai Pertumbuhan Gereja, dan

menekankan pentingnya pelaksanaan Amanat Agung Yesus Kristus. Sekalipun

awalnya McGavran tidak memiliki seorang muridpun, sejak pertengahan tahun

1950an Konsep Pertumbuhan Gereja ini telah berkembang menjadi kegerakan

yang banyak dipelajari dan dipraktekkan terutama di Amerika Serikat.

Pada tahun 1965 McGavran menjadi Dekan Pendiri, serta Profesor Misi,

Pertumbuhan Gereja dan Studi mengenai Asia Selatan di Sekolah Misi Dunia di

Seminari Theologi Fuller Theological Seminary di Pasadena, California. Teori

Pertumbuhan Gereja yang McGavran lahirkan, dikembangkan di Amerika Serikat

pada tahun 1970-1980an, oleh murid-murid McGavran, di antaranya C. Peter

Wagner, Win Arn, Eddie Gibbs, Lyle Schaller serta Tom Rainer.

Sejak Kegerakan Pertumbuhan Gereja ini dipraktekkan, banyak praktisi

yang berhasil mengalami pertumbuhan dalam gerejanya secara signifikan,

terutama di Amerika Utara di mana terjadi fenomena gereja-gereja sangat besar

atau megachurch. Salah seorang praktisi teori Pertumbuhan Gereja yang paling

terkenal adalah Rick Warren, penulis buku populer berjudul Gereja Yang

Digerakkan oleh Tujuan (Purpose Driven Church, 1995). Sebagai gembala gereja

Saddleback di California, Rick Warren mengalami pertumbuhan dari hanya satu

keluarga menjadi lebih dari 10ribu jemaat dalam 15 tahun, juga menanam 26

jemaat baru.86

1. Pengertian

Elmer L Towns menyatakan bahwa istilah pertumbuhan gereja memiliki

dua konotasi. Arti yang umum terkait dengan bertumbuhnya gereja-gereja

bertumbuh baik secara internal maupun eksternal yang berawal pada pertumbuhan

gereja mula-mula di Yerusalem.87 Konotasi kedua terkait dengan penginjilan atau

85 Howard Culbertson Donald McGavran and the Church Growth Movement: for Ministry,

Church and Society (Tulsa, OK, Southern Nazarene University, 2012) 19. https://home.snu.edu/~hculbert/mcg-mcs.pdf Penelusuran 6 November 2017.

86 Clinton Bennet Problems and Possibilites of Church Growth: Towards a Unification Critique. (Barrytown, NY, Journal of Unification Studies, Volume 8, 2007) Hal 25-40.

87 Istilah pertumbuhan gereja secara umum dituliskan dengan huruf p kecil dan g kecil, untuk membedakan dengan nama teori Pertumbuhan Gereja yang lebih spesifik.

Page 47: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

47

usaha-usaha bersifat missional untuk penjangkauan kepada mereka yang terhilang

sampai mereka tergabung ke dalam gereja.88

Menurut Masyarakat Amerika Utara untuk Pertumbuhan Gereja, definisi

Pertumbuhan Gereja adalah

“suatu disiplin ilmu yang mempelajari sifat-sifat, perluasan,

perintisan, pelipatgandaan, fungsi dan kesehatan gereja-gereja

Kristen terkait penerapan yang efektif dari Amanat Agung Allah

untuk menjadikan semua bangsa menjadi murid-Nya.”89

Para ahli Pertumbuhan Gereja mempelajari kesamaan-kesamaan pada

orang yang datang kepada Kristus untuk membangun prinsip-prinsip Pertumbuhan

Gereja. Menurut McGavran, “Suatu prinsip Pertumbuhan Gereja adalah suatu

kebenaran universal yang ketika dipahami dan diterapkan dengan tepat,

mempengaruhi Pertumbuhan Gereja-gereja dan Denominasi-denominasi secara

signifikan.”90

2. Strategi-strategi Pertumbuhan Gereja

Dr Young Gi Hong, Presiden Institut Pertumbuhan Gereja di Korea

memaparkan strategi-strategi utama Pertumbuhan Gereja yang dikembangkan

oleh McGavran dan para murid-muridnya sbb.

3. Prioritas akan pertumbuhan kuantitatif

Strategi ini juga dikemukakan dengan pernyataan bahwa Allah

menginginkan agar domba-dombaNya yang hilang ditemukan (bukan sekedar

dicari saja, search theology, tetapi sampai ditemukan, harvest theology).

McGavran mengamati bahwa Penginjilan mulai diabaikan oleh para misionaris,

yang cenderung menggantikannya dengan kegiatan seperti pelayanan

penggembalaan, pendalaman Alkitab dan bakti sosial. Karena itulah kegerakan

Pertumbuhan Gereja menganggap bahwa pertumbuhan kuantitatif sebagai

prioritas utama gereja, sekalipun bukan tujuan satu-satunya. Tentunya

pertumbuhan kuantitatif ini perlu dilengkapi dengan pemulihan dan pertumbuhan

rohani.

88 Elmer L. Towns. The Relationship of Church Growth and Systematic Theology. Journal

Evangelical Theological Society 29/1 (Chicage, IL: Evangelical Theological Society, 1986) p 63-70.

89 Elmer Towns, “Effective Evangelism View.” Dalam Evaluating the Church Growth Movement. Oleh Paul E. Engle dan Gary L. McIntosh. H 40-41.

90 Donald A. McGavran, Ten Steps for Church Growth, (New York: Harper & Row, 1977), 15.

Page 48: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

Taber mengkritisi bahwa pertumbuhan kuantitatif seharunya bukanlah

satu-satunya indikator sah apakah gereja mentaati Amanat Agung.91 Kemudian,

Peter Wagner telah mengkoreksi dengan menyatakan bahwa gereja yang tidak

bertumbuh secara kuantitatif dapat saja berada dalam kehendak Allah.92

4. Fokus kepada grup-grup yang terbuka

Prinsip penerimaan ini berarti pada suatu tempat, pada suatu saat dalam

sejarah, kelompok-kelompok orang tertentu, dapat menjadi terbuka atau tertutup

terhadap pesan Kristiani. McGavran mengusulkan bahwa gereja perlu mengenali

grup-grup yang responsif dan menyusun suatu strategi untuk memenangkan

mereka.

5. Mengenali grup-grup yang homogen dan perpindahan jemaat

Prinsip pergerakan jemaat mengacu kepada pertobatan yang saling terkait

pada orang-orang dalam suatu kelompok homogen tertentu, yang berbeda dari

pertobatan masal. Perbedaan ini menekankan penginjilan komunitas.

6. Disiplin ilmu sekuler dalam penelitian Pertumbuhan Gereja

Pertumbuhan Gereja mempergunakan ilmu-ilmu pengetahuan sosial,

karena Pertumbuhan Gereja selalu terjadi dalam masyarakat.93 Beberapa peneliti

memfokuskan penelitian ilmu pengetahuan sosial mereka dalam mempelajari

otoritas para gembala dan faktor-faktor dalam kepemimpinan, seperti Tamney dan

Johnson94, serta Hong.95 Beberapa ilmuwan sosial seperti David Roozen, Wade

Roof and Kirk Hadaway mencoba meneliti faktor-faktor konstektual serta

kelembagaan pada Pertumbuhan Gereja.96

91 Charles R. Taber, “Contextualization,” in Exploring Church Growth, ed. Wilbert R. Shenk

(Grand Rapids: Eerdmans, 1983), pp 126.

92 C. Peter Wagner, Leading Your Church to Growth, (Ventura, CA: Regal, 1984), pp16.

93 Donald McGravan, Understanding Church Growth. 3rd edition. Edited by C. Peter Wagner. (Grand Rapids: Eerdmans, 1990). p xiv.

94 JB Tamney and SB Johnson, The Popularity of Strict Churches, Review of Religious Research vol 39 no.3, 1998, pp 209-223.

95 Young Gi Hong, Dynamism and Dilemma: The Nature of Charismatic Pastoral Leadership in Korean Mega Churches, Phd Thesis (validation by Wales University) (Oxford: Oxford Center for Mission Studies, 2000).

96 Kenneth Inskeep, Short History of Church Growth Research, in Roozen, David A. and Hadaway, C. Kirk (eds.) Church & Denominational Growth, (Nashville: Abingdon Press), pp 135-148

Page 49: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

49

7. Menggunakan kuasa rohani

Kegerakan Pertumbuhan Gereja percaya bahwa pribadi serta pekerjaan

Roh Kudus sangat mempengaruhi teori dan pelaksanaan Pertumbuhan Gereja.

Sejak tahun 1980an, Peter Wagner membuka kelas terbuka “Tanda-tanda dan

Mujizat-mujizat dan Pertumbuhan Gereja” yang ternyata menyebabkan pro dan

kontra dan perdebatan yang meluas. Sejak itu Wagner mempelajari Peperangan

Rohani dengan menggunakan teori “zona tengah yang terkecualikan” (excluded

middle zone), dari Paul Hiebert. Menurut Wagner, dengan melalui peperangan

rohani dan doa maka gereja seharusnya menghasilkan buah penginjilan yaitu

pertobatan jiwa-jiwa baru.

Gambar II.4. Cara Pandang Modern Terhadap Dunia, dengan zona tengah yang

terkecualikan

8. Klasifikasi Pertumbuhan Gereja

Secara umum Pertumbuhan Gereja dapat diklasifikasikan menjadi 4

golongan sbb :

A. Pertumbuhan Internal atau Pertumbuhan Kualitatif

Pertumbuhan internal atau pertumbuhan kualitatif adalah pertumbuhan

kualitas rohani dalam hubungan Vertikal atau kepada Tuhan Allah di dalam Yesus

Kristus dan dalam hubungannya dengan sesama. Pertumbuhan kualitatif

didasarkan pada Kisah Para Rasul 2:42-47.

B. Pertumbuhan Perluasan (Expansion)

Pertumbuhan Perluasan terdiri dari Pertumbuhan Biologis +

Pertumbuhan Perpindahan (Transfer) + Pertumbuhan Pertobatan.

Page 50: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

Pertumbuhan biologis adalah pertumbuhan jumlah orang percaya kepada Tuhan

Yesus Kristus karena kelahiran dan keturunan anggota keluarga Kristen.

Pertumbuhan pertobatan adalah pertumbuhan jumlah orang yang percaya

kepada Tuhan Yesus Kristus karena pertobatan seseorang oleh kuasa Roh Kudus

yang menjamah dirinya. Pertumbuhan Perpindahan (Transfer) adalah

pertumbuhan jumlah anggota gereja karena perpindahan dari satu gereja lainnya.

C. Pertumbuhan Ekstensi (Extension)

Pertumbuhan jemaat dengan perintisan gereja dalam budaya yang sama.

Pertumbuhan Jembatan (Bridging)

Pertumbuhan jemaat dengan perintisan gereja di budaya yang baru atau

berbeda. Dapat dibagi lebih lanjut berdasarkan jarak perbedaan budaya, yaitu

dekat maupun jauh. Salah satu sekolah yaitu Sekolah Mahanaim di Bekasi, Jawa

Barat menerapkan konsep Pertumbuhan Jembatan dengan jarak budaya yang

dekat, di mana murid-murid dari latar belakang ekonomi yang sudah sejahtera

digabungkan dalam satu lingkungan bahkan satu kelas dengan murid-murid dari

latar belakang ekonomi pra-sejahtera, dengan hasil yang positif. Walaupun

metoda ini bukanlah perintisan gereja konvensional, namun telah menghasilkan

pertumbuhan jemaat.

Seorang misionaris dari Jerman, ibu Suzette Hattingh menerapkan konsep

Pertumbuhan Jembatan dengan jarak budaya yang jauh ketika ditanam di Papua,

yaitu dengan membangun Pusat Pelatihan Cinta Papua di Manokwari Papua Barat.

Sebagai seorang Misionaris berlatar belakang budaya Barat, beliau perlu

menyeberangi jarak budaya yang jauh dengan orang-orang percaya yang beliau

latih. Beliau melatih orang-orang Papua di Pusat Pelatihan, untuk kemudian

mengutus mereka kembali ke antara orang-orang Papua, untuk menjangkau serta

mengajar orang-orang Papua kembali tanpa jarak budaya, atau sedikit jarak, jika

ada.

Dari keempat jenis Pertumbuhan di atas, penekanan Kegerakan

Pertumbuhan Gereja adalah pada Pertumbuhan Pertobatan, dan bukan pada

Pertumbuhan Biologis ataupun Pertumbuhan Perpindahan.

Dari teori-teori ini, kita dapat melihat bahwa pertumbuhan kualitas

merupakan pertumbuhan yang utama, setiap orang yang diselamatkan dapat

mewujudkan imannya, baik secara pribadi maupun bersama, baik secara vertikal

maupun horisontal. Jadi kualitas kerohanian jemaaat dapat membawa dampak

positif terhadap Pertumbuhan Gereja.

Page 51: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

51

D. Pertumbuhan Gereja dan Penginjilan

Apa bedanya Pertumbuhan Gereja dengan Penginjilan? Penginjilan

terutama hanya terkait dengan Pertumbuhan Pertobatan, walaupun masih ada

kaitannya dengan Pertumbuhan Biologis. Anak-anak orang percaya pun masih

perlu dikabari dengan injil. Pertumbuhan Gereja menganalisis bagaimana

beberapa gereja bertumbuh dan mengapa sejumlah gereja dapat mengalami

Pertumbuhan Perpindahan yang sehat. Jadi ruang lingkup Pertumbuhan Gereja

sebenarnya lebih luas daripada Penginjilan, karena juga mencakup perintisan

gereja, pendewasaan jemaat serta penerimaan anggota-anggota baru.

Banyak penginjil profesional yang hanya tertarik untuk membawa banyak

jiwa kepada Kristus, tetapi mereka tidak begitu mempersoalkan apakah nantinya

orang-orang yang telah bertobat di bawah pelayanan mereka itu menjadi anggota

gereja atau tidak. Dalam Pertumbuhan Gereja, mereka masih dipantau sampai

menjadi anggota gereja yang bertumbuh.

Wagner membagi penginjilan menjadi beberapa katagori, mulai dari:

1. E-0 atau penginjilan nol

Dalam klasifikasi ini terjadi proses membimbing orang-orang yang telah

menjadi anggota gereja kepada suatu penyerahan hidup kepada Yesus Kristus.

Dalam hal ini, jumlah keanggotaan gereja tidak bertambah, melainkan kualitasnya

yang meningkat.

2. E-1 atau penginjilan satu

Yang dimaksud dalam klasifikasi ini adalah membawa orang-orang dari

kelompok budaya yang sama kepada Kristus. Untuk dapat melakukan hal ini tidak

perlu mempelajari suatu bahasa asing atau membiasakan diri dengan makanan

yang asing ataupun mengadaptasi adat istiadat yang baru.

3. E-2 atau penginjilan dua dan E-3 atau penginjilan tiga

Keduanya menunjuk kepada penginjilan lintas budaya. Pelayanan di sini

mencakup orang-orang yang berbeda kebudayaan dengan sang penginjil. E-2

adalah penginjilan yang ditujukan kepada orang-orang yang budayanya masih

serupa atau sedikit berbeda dengan budaya penginjil, seperti misalnya seorang

Indonesia menginjili orang-orang Malaysia. Contoh lainnya adalah hambatan

perbedaan pendapatan, yang belum terlalu sulit diterobos. Orang-orang kelas

menengah ke atas dapat menjangkau orang-orang kelas menengah ke bawah

dalam gereja yang sama dan penginjilan dengan berhasil. Dalam E-3, budaya

orang-orang yang diinjili berbeda cukup jauh dengan budaya penginjil. Contohnya

ialah jika seorang Indonesia menginjili orang-orang Jepang.

Page 52: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

Walaupun ada yang mengkatagorikan klasifikasi Pertumbuhan Gereja ke

dalam klasifikasi Penginjilan, Penulis tidak membahas dalam thesis ini,

mengingat bahwa konsep Pertumbuhan Gereja sudah lebih luas daripada

Penginjilan.

9. Pertumbuhan Gereja dan Misi

Apa perbedaan antara Pertumbuhan Gereja dan Misi? Ada beberapa

definisi mengenai misi, tapi pengertian yang muncul dengan kuat sejak Perang

Dunia Pertama adalah misi Allah, missio dei, yang diturunkan dari sifat Allah

sendiri. 97 Misi adalah menegakkan kerajaan Allah atas seluruh mahkluk. 98

Dengan demikian pengertian Misi jauh lebih luas daripada Pertumbuhan Gereja.

Urutan ruang lingkup, disusun dari besar ke kecil, semakin kanan semakin kecil

adalah:

Misi > Pertumbuhan Gereja > Penginjilan

10. Model-Model Misi Pertumbuhan Gereja

Beberapa model Pertumbuhan Gereja telah muncul, telah ditemukan

efektif untuk menyebabkan Pertumbuhan Gereja dan masih akan mempengaruhi

banyak gereja hari ini bahkan di masa yang akan datang. Young Gi Hong,

Presiden Institut Pertumbuhan Gereja di Korea memaparkan rangkuman 6 model

Pertumbuhan Gereja, yang perlu dilihat sebagai saling melengkapi dan bukan

saling berkontradiksi.

11. Model Gereja Mega (Megachurch)

Model Gereja Mega adalah model umum Pertumbuhan Gereja Modern.

Disebut Modern karena dipengaruhi kemajuan zaman. Vaughan telah

menerbitkan beberapa buku kunci mengenai Gereja-Gereja Mega ini, yang mulai

muncul terutama pada dekade 70an. 99 Contohnya adalah Gereja Komunitas

Willow Creek dan Saddleback di Amerika Serikat, Kensington Temple di UK,

Gereja Yesus adalah Tuhan di Filipina dan Gereja Baptis Komunitas Iman di

Singapura. Gereja Injil Sepenuh Yoido yang dipimpin oleh Pdt David Yong Gi

97 David J Bosch, Transforming Mission 4th Edition (Orbis Books, New York, 1992) p 389-

393.

98 Young Gi Hong, Church and Mission: A Pentecostal Perspective (International Review of Mision, July 2001) pp 289-308.

99 John Vaughan, The World’s Twenty Largest Churches, 2nd Ed, (Grand Rapids: Baker Book House, 1986)

Page 53: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

53

Cho adalah gereja Mega yang sempat menjadi yang terbesar di dunia, dengan

beranggotakan 750000 orang. Gereja Redeemed Christian Church of God dari

Nigeria telah melampaui dengan jumlah jemaat sekitar 5-6 juta orang. Negara

yang memiliki jumlah Gereja Mega yang banyak adalah Korea Selatan, di

antaranya selain Gereja Injil Sepenuh Yoido, adalah Gereja Anugrah dan

Kebenaran, dan Gereja Myung Sung.

Ciri yang paling menonjol dalam gereja-gereja Mega adalah

kepemimpinan mereka, kebanyakan Gembala Senior adalah pendiri dari gereja-

gereja tsb di atas. Mereka kebanyakan telah memiliki masa penggembalaan yang

cukup lama dan memiliki kepemimpinan yang kuat. Biasanya mereka adalah

pemimpin Karismatik. Gereja-gereja di atas sangat bersemangat dalam

melakukan penginjilan. Mereka punya organisasi yang besar dan beroperasi

seperti bisnis. Model gereja Mega ini telah menjadi model yang berpengaruh

selama beberapa puluh tahun ini, mempengaruhi banyak gereja dalam cara

pandang pelayanan, gaya pujian penyembahan serta strategi dan visi mereka

untuk bertumbuh.

Sejak dekade 1990an, model gereja Mega ini telah mempengaruhi model

perintisan gereja. Sejak 1990an gereja-gereja Mega mulai tertarik untuk

melakukan perintisan gereja, tidak lagi terpaku dengan penambahan jumlah

anggota mereka saja, mengembangkan model Pelipatgandaan.

12. Model Pelipatgandaan (Multiplication)

Beberapa ahli Pertumbuhan Gereja berpandangan bahwa Model

Pertumbuhan Gereja yang paling efektif adalah Perintisan Gereja. Jadi mereka

berfokus untuk memperluas jaringan gereja mereka di negara mereka bahkan di

bangsa-bangsa. Sampai tahun 2004, Gereja Injil Sepenuh Yoido telah menanam

sekitar serta 250 gereja di Korea Selatan dan 650 gereja di luar negeri. Mereka

membuat suatu unit penanaman gereja serta membuat sekolah-sekolah pelatihan

yang melatih calon perintis gereja, serta mendukung gereja yang dirintis tanpa

memandang afiliasi gereja yang mereka rintis. Setelah mengikuti pelatihan dan

pengujian, gereja memberikan calon perintis Rp 1,1 Miliar rupiah untuk merintis

gereja.

Beberapa orang seperti Lim berpendapat bahwa model Pelipatgandaan ini

adalah model terbaik untuk Misi, karena dapat segera men-desentralisasi setiap

fungsi sel menjadi otonom. 100 Artinya dalam setiap sel fungsi-fungsi dapat

100 David S. Lim. Cho Yonggi’s Charismatic Leadership and chruch Growth. Kertas kerja

yang dipaparkan pada Konferensi Pertumbuhan Gereja Internasional Youngsan pada tahun 2003, diselenggarakan oleh Institut Pertumbuhan Gereja dan Universitas Hansei, Korea, 28-29 Agustus 2003.

Page 54: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

dilakukan secara mandiri termasuk kepemimpinan, anggaran dan program,

sehingga setiap jemaat dapat berkembang secara penuh dan mempraktekkan

keimaman, kenabian dan kepemimpinan di dalam Kristus. Beberapa pendukung

model Pelipatgandaan ini berargumen bahwa karena model gereja Mega telah

bertumbuh biasanya di masyarakat perkotaan yang sekuler dan lebih terbuka

dalam kebebasan beragama, sehingga model gereja Mega sebenarnya tidak efektif

dalam merintis gereja lokal. Jika gereja-gereja Mega mau menanamkan sumber

daya mereka untuk menanam gereja-gereja dalam bentuk Pelipatgandaan, maka

dampak global mereka akan semakin dahsyat.

13. Model Gereja Sel

Baik dalam model gereja Mega ataupun model Pelipatgandaan,

sebenarnya kunci pertumbuhan ada pada kelompok sel. Sejak tahun 90an, para

pemimpin gereja mulai tertarik dengan model gereja Sel. David Yong Gi Cho

menggunakan istilah “kelompok sel rumah” (home cell group) dan

mempopulerkannya.101 Beberapa ahli sepakat bahwa David Yong Gi Cho adalah

pelopor kegerakan sel, sebagaimana dikemukakan Comiskey. 102 Neighbour

mengemukakan bahwa model gereja sel ini adalah model Pertumbuhan Gereja

yang baru dan suatu alternatif pelayanan gereja di masa yang akan datang. Ia

menekankan bahwa struktur pelayanan yang lama yang tradisional serta pelayanan

yang berpusatkan pada program tidak dapat diperlengkapi untuk kebangunan

rohani di masa yang akan datang.103 Model ini dikembangkan mengingat dua

konteks yaitu fenomena gereja Mega serta penganiayaan terhadap orang Kristen.

Sekalipun model gereja Mega juga memperhatikan kelompok kecil dengan

serius, perbeedaannya adalah pada fungsi sel. Dalam gereja sel, setiap fungsi

gereja yaitu penyembahan, persekutuan, dan pertumbuhan sudah ada di dalam sel

dengan tujuan untuk menginjil kelompok-kelompok kecil. Setiap sel tidak boleh

berfokus internal. Setiap sel harus berlipatganda dalam 12-18 bulan dengan

memenangkan jiwa bagi Kristus. Jika suatu sel berfungsi sudah cukup lama, tanpa

adanya pelipatgandaan maka sel tsb dianggap kurang sehat, sehingga perlu

bergabung dengan sel lain yang sehat. Salah satu model gereja sel ini adalah G-

12 di mana setiap grup sel terdiri dari 12 anggota, sebagaimana Yesus memiliki

12 murid.

101 Yong Gi Cho, Succesful Home Cell Groups, (Seoul: Seoul Logos Co, 1997), np.

102 Joel Comiskey, Home Cell Group Explosion, (Houston: Touch Publications, 1998), np.

103 Ralph W Neighbour Jr, Where Do We Go From Here? A Guide Book For the Cell Group Church. (Houston: Touch Publications, 2000).

Page 55: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

55

Mario Vega dari El Salvador menerapkan dinamika kelompok sel rumah,

mengambil metoda ini dari ide David Yong Gi Cho. Pada tahun 2003 gerejanya

memiliki 110 ribu anggota. Dalam gereja Mario setiap kelompok gereja rumah

bertemu 2 kali seminggu. Pada pertemuan pertama anggota lama khusus bertemu

untuk merencanakan bagaimana mengundang orang yang belum percaya.

Pertemuan kedua khusus ditujukan bagi mereka yang belum percaya. Setiap

kelompok sel rumah diharapkan untuk menginjil dan berlipat ganda.

14. Model Perjamuan ALPHA (ALPHA Course)

Model Perjamuan ALPHA ini ternyata pernah sangat efektif untuk

mengajak mereka yang belum percaya ke dalam komunitas gereja. Nicky Gumble

dari Holy Trinity, Brompton, UK mempelajari, dan menghidupkan kembali model

Alpha kemudian menyebarkannya ke seluruh dunia. 104 Perjamuan Alpha ini

adalah model penginjilan untuk mengajak orang yang belum percaya ke

pertemuan kelompok sel kecil di rumah-rumah.

Prinsip-prinsip penginjilan adalah sbb:

(1). Penginjilan paling efektif adalah melalui gereja lokal.

(2) Penginjilan adalah suatu proses.

(3). Penginjilan melibatkan keseluruhan keberadaan manusia, yaitu terhadap

pikiran, hati, kesadaran, dan kehendak.

(4). Model-model Penginjilan di dalam Perjanjian Baru mencakup klasik (Firman),

keseluruhan (pekerjaan-pekerjaan) dan kuasa.

(5) Penginjilan yang efektif memerlukan kepenuhan dan kepenuhan kembali akan

Roh Kudus.

(6) Penginjilan dalam kuasa Roh Kudus akan dinamis dan efektif.

Karakter perjamuan dijelaskan dari akronim ALPHA.

A dari Anyone, siapapun yang tertarik untuk mengenal lebih jauh

mengenai iman Kristen. Ini mencakup lima katagori orang (1). mereka yang

belum menjadi orang Kristen. (2). Mereka yang belum pergi ke gereja. (3).

mereka yang baru menjadi orang Kristen (4). Mereka yang ingin kembali

mempelajari hal-hal dasar. (5). Mereka yang baru terhadap gereja.

104 Nicky Gumble, Questions of Life (Eastbourne: Kingsway Publication, 1993) n.p.

Page 56: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

L dari Learning & Laughter, Belajar dan Tertawa. Selama perjamuan

makan ada banyak tawa dan diskusi.

P dari Pasta. Makanan yang dimakan para peserta. Model ini percaya

bahwa ada yang begitu khusus pada saat makan. Persahabatan dibangun melalui

perut.

H dari Helping, Saling membantu. Mereka yang belum ke gereja yang

datang ke perjamuan ALPHA ini dibantu oleh mereka yang telah datang ke

gereja..

A yang terakhir adalah singkatan dari Ask Anything, para peserta dapat

menanyakan apa saja terkait kehidupan dan iman Kristen dalam diskusi kelompok

sel.

Walaupun metoda ini paling banyak diterapkan di UK, tetapi metoda ini

memang berhasil mengubah pusat perhatian gereja dari diri sendiri kepada orang

yang belum percaya. Rahasia kesuksesan perjamuan ini adalah pengelolaan hal-

hal yang tercakup di dalam singkatan Alpha. Pada umumnya para peserta

merasakan hadirat Tuhan serta mengalami pekerjaan Roh Kudus juga

mendengarkan kesaksian akan pekerjaan Roh Kudus.

15. Model Pertumbuhan Gereja Alami

Model ini dibangun oleh Christian Schwartz, presiden Institut

Pertumbuhan Gereja di Jerman. Schwartz mengusulkan bahwa sebagaimana

organisme hidup sesuai prinsip pertumbuhan, maka gereja-gereja juga bertumbuh

sesuai prinsip kehidupan rohani.105

Schwartz melakukan survey empiris atas 1000 gereja yang terdiri dari

berbagai macam: besar/kecil, berbumbuh/berkurang, karismatik/non-karismatik

dll. Setelah membandingkan dan mencari hubungan antara pertumbuhan

kuantitatif dan karakteristik kualitatif dari berbagai gereja, pada tahun 1996

Schwarz menemukan bahwa kualitas suatu gereja mempengaruhi jumlah,

tetapi kuantitas dapat saja dihasilkan dengan atau tanpa kualitas.

Schwartz mengusulkan perlunya 8 karakteristik kualitas kepemimpinan,

yaitu : kepemimpinan yang memberdayakan, pelayanan berorientasi karunia oleh

jemaat biasa, kerohanisan yang bergairah, struktur-struktur fungsional, ibadah

105 Christian Schwarz, Natural Church Development: A Practical Guide to A New Approach.

(Beds: British Church Growth Association, 1996). np.

Page 57: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

57

penyembahan yang mengispirasi, kelompok sel yang bersifat menyeluruh,

penginjilan yang berorientasikan kebutuhan dan hubungan yang saling mengasihi.

16. Model Multi Variansi oleh IPGK, Institut Pertumbuhan Gereja di Korea

Menurut penelitian yang dilakukan terhadap 175 gereja yang sehat dengan

rentang ukuran jemaat yang berbeda-beda sekitar pada tahun 1993-2002, IPGK

menemukan bahwa gereja-gereja cenderung bertumbuh karena berbagai faktor

tergantung ukuran jemaat gereja tersebut. Ada 10 indikator yang IPGK

kemukakan sebagai faktor yang mempengaruhi yaitu:

(1) Kepemimpinan penggembalaan yang unggul (excellent): Faktor ini adalah

faktor kunci terlepas dari ukuran, lokasi serta sejarah gereja.

(2) Mengerahkan jemaat biasa. Faktor ini ternyata penting pada gereja ukuran

pertengahan dan gereja-gereja besar.

(3) Sistem organisasi yang efektif. Faktor ini ternyata penting di gereja-gereja

yang beranggotakan lebih dari 200anggota.

(4) Penginjilan Sistematis. Faktor ini berdampak terhadap gereja dengan anggota

kurang dari 1000orang.

(5) Sistem perawatan yang hidup (Vitalized nurturing system) merupakan kunci

pertumbuhan untuk gereja berukuran 1500-2000 anggota.

(6) Pelayanan yang bersifat khusus. Pengembangan pelayanan dan pelayan

adalah suatu faktor yang berpenaruh, terlepasa dari ukuran anggota jemaat.

(7) Pengalaman dengan Allah yang berarti. Doa dan kepenuhan Roh Kudus

memainkan peranan penting terhadap pertumbuhan gereja-gereja besar

dengan 5000 anggota atau lebih.

(8) Bakti sosial untuk masyarakat lokal. Faktor ini juga merupakan suatu faktor

utama dalam Pertumbuhan Gereja, terlepas dari ukuran gereja.

(9) Gereja yang beroririentas kepada misi. Faktor ini ternyata merupakan suatu

faktor utama untuk Pertumbuhan Gereja dengan ukuran sedang/besar

(10) Pelipatgandaan melalui perintisan gereja

Dari semua faktor tersebut, kepemimpinan penggembalaan serta kotbah

adalah fantor yang terpenting terhadap pertumbuhan gereja, terlepas dari ukuran

gereja. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pertumbuhan Gereja berdasarkan

klasifikasi ukuran gereja terlampir pada Tabel II.2.

Page 58: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

Tabel II.4 Faktor Pertumbuhan Gereja berdasarkan ukuran gereja, model IPGK106

17. Model Pertumbuhan Gereja di Afrika

Meneliti data peta perkembangan kekristenan, kita perlu mencatat

perkembangan gereja-gereja yang pesat di Afrika, contohnya Redeemed Christian

Church of God dari Nigeria dengan jumlah jemaat sekitar 5-6 juta. Pada saat

penelitian ini dilakukan, penulis belum berhasil menemukan satu peneliti yang

mempelajari model pertumbuhan gereja di Afrika dan menerbitkannya dalam

bentuk buku.

Sampai penelitian ini dilakukan pada tahun 2017-2018, masih banyak

referensi yang menyatakan Gereja Yoido sebagai Gereja Mega terbesar di dunia,

tetapi data pertumbuhan kekristenan mencatat bahwa pertumbuhan terbesar sudah

terjadi di Afika. Sumber-sumber penelitian terbaru menunjukkan bahwa gereja-

gereja di Afrika telah lebih besar daripada gereja-gereja mega di Korea Selatan,

dengan contoh terutama Redeemed Christian Church of God (RCCG) yang

dipimpin oleh Pengawas Umum Ps Enoch Adeboye dengan 5juta jemaat. Pada

bulan Agustus 2018, RCCG (Redeemed Christian Church of God) telah memiliki

106 Young Gi Hong Models of the Church Growth Movement, Transformation 21/2 April

2004. p108.

Page 59: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

59

satelit di 198 negara. 107 Ukuran auditorium lama RCCG yang dipergunakan

sampai tahun 2016 adalah 1km x 1km, sementara auditorium baru yang telah

mulai dipergunakan sejak tahun 2016 adalah 3km x 3km.

Sebagian dari pertemuan rutin RCCG adalah:

• Pertemuan bulanan Ibadah Roh Kudus [di udara terbuka] di Nigera

yang rata-rata dihadiri lebih dari 1 juta orang.

• Pertemuan tahunan selama seminggu di bulan Desember, Kongress

Roh Kudus [di udara terbuka] dihadiri rata-rata 12 juta orang.

• Sidang tahunan RCCG di Nigeria, Inggris, Asia dan AS dengan

jumlah peserta rata-rata lebih dari 7 juta (Nigeria), 50,000 (Inggris) dan

10,000 (AS).108

Gereja-gereja Mega lainnya di Afrika adalah Living Faith Ministries

Worldwide yang digembalakan oleh Ps David Oyedepo dengan 1 juta jemaat; The

Redeemed Evangelical Mission yang digembalakan Ps Mike Okonkwo dengan

500,000 jemaat; Christ Embassy yang digembalakan Ps Chris Oyakhilome dengan

400,000 jemaat dan Daystar Christian Centre yang dipimpin oleh Ps Sam

Adeyemi dengan 300,000 jemaat.109

Mengingat pesatnya perkembangan gereja-gereja di Afrika ini,

penulis merangkum sejumlah kunci yang dapat penulis temukan untuk

pertumbuhan gereja-gereja Afrika, terutama RCCG sbb:

• Perjanjian yang pernah dibuat dengan pendiri

• Pergeseran pemimpin kepada generasi yang lebih muda

• Pergeseran doktrin dari keselamatan dan kekudusan kepada

kemakmuran yang dianggap lebih relevan

107 Bisi Daniels. How God exposed my worst enemy in Redeemed Church — Pastor

Adeboye dalam Premium Times, 11 Desember 2017. (Abuja: Premium Times, 2017) https://www.premiumtimesng.com/news/top-news/252069-god-exposed-worst-enemy-redeemed-church-pastor-adeboye.html Penelusuran 5 September 2018

108 Enoch Adeboye. About Enoch Adeboye. https://eaadeboye.com/about/

109 Sunday Oguntola, Churches Challenge Nigeria Forcing Pastors to Retire dalam Christianity Today, 13 Januari 2017. (Carol Stream: Christianity Today International, 2017). n.p. https://www.christianitytoday.com/news/2017/january/churches-challenge-nigeria-pastors-resign-rccg-adeboye-frc.html Penelusuran 5 September 2018.

Page 60: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

• Penekanan kepada dimensi Supranatural dan Mujizat serta kasih

karunia kesembuhan110

• Kemampuan menjawab kebutuhan yang ada pada orang Afrika

dengan cara pandang mereka terhadap dunia (worldview)111

• Pengajaran tentang ke-Allah-an Yesus

• Kepedulian terhadap jemaat baru

• Kemampuan mentransformasi ritual lokal menjadi penyembahan

kepada Allah, yang secara budaya mudah diterima (identitas lokal)

• Prioritas untuk pengutusan misi dan perintisan gereja

• Kemampuan menjadi global sehingga relevan bagi komunitas-

komunitas yang dijangkau dlsb (visi global)

• Kekuatan doa, RCCG dikenal sebagai gereja yang menangis (the

Weeping Church)112. Sebelum ps Adeboye berbicara di mimbar, para pelayan

Tuhan mengelilingi mimber dan berdoa selama 15 menit untuk membentengi

mimbar dari kuasa-kuasa gelap.

Pembahasan yang menyeluruh mengenai pertumbuhan gereja RCCG tidak

menjadi ruang lingkup penelitian ini, beberapa butir disarikan dari Disertasi

Asonzeh Franklin-Kennedy Ukah pada tahun 2003 yang meneliti sejarah dan

perkembangan RCCG secara rinci. 113

110 Robert Barron. Why the Church Is Growing in Africa. Dalam Real Clear Religion 9

Desember 2015. (Chicago: Real Clear Media Group, 2015). n.p. https://www.realclearreligion.org/articles/2015/12/10/why_the_church_is_growing_in_africa.html Penelusuran 5 September 2018.

111 Allan Anderson, Evangelism and The Growth of Pentecostalism in Africa. (Birmingham: Centre for Missiology and World Christianity of University of Birmingham, 2000) http://artsweb.bham.ac.uk/aanderson/publications/evangelism_and_the_growth_of_pen.htm Penelusuran 6 September 2018

112 Andrew Rice, Mission in Africa dalam New York Times Magazines, 8 April 2009. (New York City: New York Times, 2009) https://www.nytimes.com/2009/04/12/magazine/12churches-t.html Penelusuran 6 September 2018.

113 Asonzeh Franklin-Kennedy Ukah - Disertasi Doktoral, The Redeemed Christian Church of God (RCCG), Nigeria. Local Identities and Global Processes in African Pentecostalism. (Bayreuth: Kulturwissenschaftlich Fakultät der Universität Bayreuth, 2003).

Page 61: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

PASAL III

PERANCANGAN DAN METODOLOGI PENELITIAN

A. RANCANGAN PENELITIAN

Pasal ini membahas metodologi penelitian yang dipilih untuk meneliti

Peperangan Rohani Tingkat Strategis secara Theologis, serta dampaknya

Terhadap Pertumbuhan Gereja Jemaat Kristen Indonesia Hananeel di DKI Jakarta.

Dalam pasal ini dibahas mengenai Perancangan Penelitian, Proses Penelitian,

Metoda Pengumpulan Data, dan Metoda Analisis Data.

Untuk memperoleh data secara mendalam, penulis menggunakan

metodologi penelitian Kualitatif. Secara perancangan, Creswell merangkum lima

rancangan penelitian kualitatif yaitu penelitian bersifat cerita (naratif),

fenomenologi, teori yang berdasar (grounded theory), etnografi, serta studi kasus.

Penelitian ini bersifat studi kasus yaitu dengan batasan di Jemaat Kristen

Indonesia Hananeel di DKI Jakarta. Batasan waktu adalah sejak perintisan JKI

Hananeel di DKI Jakarta pada tahun 2007 sampai bulan Agustus tahun 2018

(tahun berjalan).

Secara perancangan berdasarkan interaksi dan kontrol terhadap subyek

penelitian ada 3 katagori rancangan yaitu Eksperimental, Semi Eksperimental

(Quasi Eksperimental) serta Causal Comparative atau Ex Post Facto atau

Penelitian sesudah fakta-fakta. Bagan 3.1 memaparkan diagram alur penentuan

rancangan penelitian sbb

Page 62: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

Gambar III.1 Bagan prosedur memilih rancangan (design) penelitian

Penelitian ini bersifat Ex-Post Facto, dengan karakteristik sbb:

(1) Tidak dapat membuktikan sebab dan akibat secara langsung tetapi dapat

mengusulkan dengan kuat.

(2) Penelitian dilangsungkan setelah fakta terjadi, tanpa adanya campur tangan

peneliti. Penelitian ini meneliti penyebab suatu kondisi yang telah terjadi.

Rancangan Ex Post Facto ini dipilih karena banyak praktek daripada

faktor yang dianggap penyebab atau berpengaruh, sebenarnya telah dilakukan di

masa lampau. Penelitian ini dilakukan untuk mencari tahu seberapa besar

pengaruhnya.

Dalam Penelitian ini sebenarnya Penulis juga pernah terlibat dalam

praktek faktor yang dianggap sebagai penyebab, tetapi karena keterlibatan Penulis

bukan untuk memanipulasi hasil penelitian, melainkan sebagai partisipasi aktif,

maka masih Penulis katagorikan sebagai Penelitian Ex Post Facto.

Page 63: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

63

B. TEMPAT DAN WAKTU

Tempat penelitian thesis ini adalah di Jakarta, Indonesia. Waktu untuk

pelaksanaan dimulai dari bulan Agustus 2017 – Agustus 2018.

Jadwal dari penelitian ini adalah:

Keterangan

Agt

2017

Sep

t

Okt

Nov

Des

Jan 2

018

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun

Jul

Agt

2018

Pembuatan proposal

Review proposal

Pengumpulan data

Wawancara subyek

Pembuatan laporan

Tabel III.2 Jadwal Penelitian

Sesuai dengan judul dari Tesis ini yaitu: “Kajian Theologis terhadap

Peperangan Rohani Tingkat Strategis Serta Dampaknya Terhadap Pertumbuhan

Gereja Jemaat Kristen Indonesia Hananeel di DKI Jakarta”, maka untuk sampling

menggunakan Metoda Penentuan Sampling dengan Tujuan Tertentu, Purposive

Sampling. Dari populasi semua anggota Jemaat Kristen Indonesia Hananeel,

kelompok fokus yang dipilih untuk sampling dalam penelitian ini adalah sejumlah

pemimpin JKI Hananeel di DKI Jakarta, yang tanggung jawab serta peranan

mereka diperkirakan memiliki kaitan terhadap judul penelitian. Metoda Penentuan

Sampling ini dipilih mengingat topik Penelitian yaitu Peperangan Rohani Tingkat

Strategis yang bersifat strategis. Untuk Tingkat Strategis ini Penulis perkirakan

bahwa yang memahami secara mendalam dan menyeluruh juga berada pada

tingkat strategis yaitu tingkat pemimpin, yang pada umumnya telah cukup lama

terlibat, cukup memahami serta terlibat terhadap keputusan-keputusan yang

bersifat strategis. Dasar yang menjadi pertimbangan Penulis adalah pada kasus di

mana bangsa Israel merasa lebih baik diperintah oleh seorang raja sebagaimana

kerajaan-kerajaan lainnya, sementara yang menjadi kehendak Tuhan sebenarnya

adalah Tuhan sendiri yang langsung memerintah bangsa Israel. Penulis sendiri

mengalami bahwa pada masa-masa awal mempraktekkan Peperangan Rohani

Tingkat Strategis, belum dibarengi dengan pemahaman yang menyeluruh.

Dalam prakteknya, Penelitian ini juga sedikit menggunakan sampling bola

salju atau Snowball Sampling dalam jumlah yang terbatas, di mana ketika

Page 64: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

mewawancarai seorang responden maka dari hasil wawancara tersebut mengarah

ke responden selanjutnya.

Adapun para subyek yang diwawancarai dalam penelitian ini adalah:

Nama Tanggung jawab/ Jabatan

Sub

yek 1

Pdm Herry Tan Gembala Jemaat perintisan dan sekarang

satelit 2

Sub

yek 2

Ibu Lili Kosin Sekretaris

Sub

yek 3

Ibu Indriati

Tjipto

Pembina dan Penasehat

Sub

yek 4

Ps John Nerman Gembala satelit 3

Sub

yek 5

Ibu Deborah Nita Koordinator Tim Pendoa Syafaat satelit 1

Sub

yek 6

Bp Budi Sutanto Koordinator Tim Pendoa Syafaat satelit 2

Sub

yek 7

Bp Harianto

Listyawan

Team Pastoral satelit2

Sub

yek 8

Bp Wong

Christopher

Pendoa Syafaat satelit2

Sub

yek 9

Bp Simon

Karunia

Pendoa Syafaat satelit2

Sub

yek 10

Ibu Beth

Margareth

Asisten Gembala satelit2

Sub

yek 11

Ibu Chelsya Lie Pendoa Syafaat satelit2

Sub

yek 12

Ibu Deborah

Astuti

Pendoa Syafaat satelit2

Sub

yek 13

Bp Petrus Jeffrey Pendoa Syafaat satelit2

Page 65: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

65

Sub

yek 14

Ibu Deborah

Kurniaty

Pendoa Syafaat satelit2

Tabel III.3 Tabel Subyek penelitian

C. METODOLOGI PENELITIAN

Menurut Creswell, “penelitian adalah suatu proses yang terdiri dari

langkah-langkah untuk mengumpulkan dan menganalisis informasi untuk

meningkatkan pemahaman kita akan suatu topik atau isyu. Kemudian ia

menjabarkan tiga langkah dalam penelitian yaitu Mengajukan suatu pertanyaan,

Mengumpulkan data untuk menjawab pertanyaan itu serta Menjawab pertanyaan

tersebut.”114 Bulmer menerangkan bahwa “penelitian sosial adalah terutama untuk

membangun suatu pengetahuan yang sistematis, dapat diandalkan dan sah

mengenai dunia sosial.”115

Metodologi penelitian adalah sekumpulan peraturan, kegiatan, dan

prosedur yang digunakan oleh pelaku suatu disiplin. Metodologi juga merupakan

analisis teoritis mengenai suatu cara atau metode.

Ranjit Kumar menyusun suatu gambar klasifikasi jenis-jenis penelitian

berdasarkan penerapan, sasaran serta metoda penyelidikan sbb.

Gambar III.4 Klasifikasi Penelitian berdasarkan Penerapan, Sasaran serta Pengumpulan

Data116

114 J.W. Creswell, Educational Research: Planning, conducting, and evaluating quantitative

and qualitative research (4th ed.). (Upper Saddle River: Pearson, 2012). p3.

115 Martin Bulmer (eds), Sociological Research Methods: An Introduction, (London: Macmillan, 1977) p5.

116 Ranjit Kumar, Research Methodology, a step-by-step guide for beginners, 3rd ed. (Singapore: SAGE Publications, 2011) p8.

Page 66: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

Ditinjau dari penerapannya, penelitian ini bersifat terapan yaitu untuk

menemukan suatu jawaban dari permasalahan yang dapat bermanfaat dalam

kehidupan sehari-hari. Ditinjau dari segi sasaran, penelitian ini bersifat Korelatif.

Penelitian Korelatif ini untuk mencari hubungan dampak atau ketergantungan

antara Peperangan Rohani Tingkat Strategis dengan Pertumbuhan Gereja.

Jika ditinjau dari metoda pengumpulan data, penelitian ini secara umum

bersifat Kualitatif. Bogdan dan Taylor mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai

“penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan

dari orang-orang serta perilaku yang dapat diamati”117 Tujuan penelitian kualitatif

ini adalah untuk menganalisis kebenaran teori-teori yang mana sumber datanya

diperoleh dari lapangan yaitu situasi sosial kelompok, dalam hal ini Jemaat

Kristen Indonesia Hananeel di DKI Jakarta.

Dengan metodologi ini Peneliti dituntut untuk menguasai teori secara

mendalam dan luas, menggunakan teknik triangulasi yaitu menggabungkan

informasi dari sumber buku ilmiah serta buku-buku lainnya yang diperlukan agar

data yang diperoleh lebih akurat, menjelaskan serta juga menyamakan keadaan

yang sesungguhnya dengan teori yang dituangkan ke dalam kata-kata dan bahasa

tertulis atau lisan yang diamati dari seorang individu, orang-orang di sekitar, serta

masyarakat secara umumnya.

D. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Dalam penelitian ini, sumber data utama adalah melalui Penelitian Pustaka

serta juga Penelitian Lapangan. Penelitian Pustaka dilakukan dengan metoda

penelitian bersifat historis serta analisis sumber-sumber pustaka terutama sumber

ilmiah, baik dari dalam maupun dari luar negeri. Sumber Penelitian Pustaka cukup

banyak Penulis ambil dari dokumentasi Kegerakan Lausanne.

Penelitian Lapangan dilakukan dengan metoda wawancara pribadi kepada

beberapa responden wawancara. Wawancara juga dilakukan sekaligus kepada

beberapa orang atau bentuk diskusi kelompok. Teknik wawancara adalah dengan

memberikan pertanyaan-pertanyaan baik pertanyaan bersifat terbuka maupun

tertutup, serta pengamatan. Wawancara, diskusi kelompok serta pengamatan yang

merupakan hasil dari melihat, mendengar dan bertanya dicatat oleh peneliti dalam

bentuk catatan tertulis, atau melalui perekaman audio/video. Tujuan dari

wawancara, diskusi kelompok serta pengamatan ini adalah untuk mendapatkan

117 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung; Remaja Rosdakarya, 2002),

h9.

Page 67: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

67

keterangan atau pendapat atau untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan

penelitian ini.

Sumber tertulis atau dokumen pribadi merupakan materi-materi yang

dicatat oleh subyek penelitian dengan ungkapan mereka sendiri. Dokumen pribadi

yang digunakan dalam penelitian ini dapat berupa kesaksian tertulis, maupun

dokumen pribadi (catatan harian) dari subyek penelitian tersebut. Rekaman

melalui audio/video yang digunakan adalah rekaman yang dilakukan secara

langsung terhadap subyek penelitian.

Teknik / cara pengumpulan data di dalam penelitian ini dilakukan dengan :

(1). Pengamatan, (2). Wawancara serta diskusi kelompok, (3). Dokumentasi,

(4.) Triangulasi (Gabungan dari semuanya)

Untuk lebih jelasnya tergambar pada gambar III.5.

Gambar III.5 Berbagai Teknik Pengumpulan Data118

Di dalam penelitian ini, peneliti melakukan pengamatan bahkan dari

sebelum penelitian ini dilakukan. Peneliti sehari-harinya terlibat dalam kegiatan

sehari-hari dengan subyek yang akan diteliti. Dalam penelitian ini, peneliti

melakukan Observasi partisipatif, yaitu peneliti mengamati apa yang dikerjakan

subyek, mendengarkan apa yang diucapkan dan berpartisipasi dalam kegiatan

mereka. Penulis menggunakan metoda Observasi partisipasi lengkap, yang berarti

bahwa: “dalam melakukan pengumpulan data, peneliti sudah terlibat sepenuhnya

terhadap apa yang dilakukan subyek. Sehingga suasana yang tercipta menjadi

alami, peneliti tidak terlihat melakukan penelitian”.119 Pengumpulan data melalui

pengamatan ini dilakukan dengan melihat langsung lingkungan gereja, kegiatan

para pendoa syafaat dalam melakukan Peperangan Rohani Tingkat Strategis,

mengikuti ibadah-ibadah minggu dan serta mengikuti aktifitas doa Peperangan

118 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: CV Alfabeta, 2014),h 63.

119 Ibid., h 66

Page 68: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

Rohani Tingkat Strategis yang dilakukan oleh baik pemimpin, pengerja maupun

jemaat gereja Jemaat Kristen Indonesia Hananeel.

Disamping melakukan observasi, peneliti juga melakukan pengumpulan

data dengan wawancara serta diskusi kelompok. Wawancara ini dilakukan oleh

peneliti untuk mengetahui hal-hal yang lebih mendalam dari subyek. Teknik

pengumpulan data dengan wawancara ini berdasarkan pada laporan tentang diri

sendiri atau self-report atau setidak-tidaknya pada pengetahuan, keyakinan pribadi

serta pengalaman subyek. Maka melalui wawancara ini, penulis akan dapat

memahami pemahaman subyek dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena

yang terjadi.

Dalam mengumpulkan data dengan cara wawancara terdapat 3 macam

wawancara :

1. Wawancara terstruktur, yang dalam melakukan wawancara

peneliti telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan

diperoleh, sehingga pertanyaan-pertanyaan dengan alternatif jawabannya pun

telah disediakan.

2. Wawancara semi-terstruktur, yang dalam pelaksanaannya lebih

bebas dari wawancara terstruktur. Dalam melakukan wawancaranya peneliti

meminta pendapat dan ide-ide subyek.

3. Wawancara tidak terstruktur, merupakan wawancara yang

bebas yang di dalam penelitiannya peneliti tidak menggunakan pedoman

wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk

pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya beberapa

garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.

Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara semi

terstruktur. Oleh karena itu pertanyaan-pertanyaan awal yang akan diajukan

oleh peneliti sesuai dengan rumusan masalah adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah Pertumbuhan Gereja JKI Hananeel?

1.1. Apakah JKI Hananeel mengalami pertumbuhan sejak tahun 2007-2018?

1.2. Bagaimana Pertumbuhan Internal/Kualitatif JKI Hananeel?

1.3. Bagaimanakah Pertumbuhan Ekstensif JKI Hananeel?

1.4. Bagaimanakah Pertumbuhan Jembatan/Bridging JKI Hananeel?

2. Dampak Peperangan Rohani Tingkat Strategis pada Jemaat Kristen Indonesia

Hananeel

2.1. Apakah Jemaat Kristen Indonesia Hananeel melakukan Peperangan

Rohani?

Page 69: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

69

2.2. Apakah Jemaat Kristen Indonesia Hananeel melakukan Peperangan

Rohani Tingkat Strategis?

2.3. Bagaimana melaksanakannya?

2.4. Apakah saja dampaknya positifnya?

2.5. Apakah saja dampak negatifnya?

3. Dampak serta keterkaitan pelaksanaan Peperangan Rohani Tingkat

Strategis terhadap Pertumbuhan Gereja Jemaat Kristen Indonesia Hananeel

3.1. Apakah kaitannya erat, dan dampaknya dapat dilihat secara jangka pendek

maupun jangka panjang?

3.2. Apakah kaitannya erat, namun dampaknya lebih mudah dilihat secara jangka

panjang?

3.3. Atau kaitannya erat, dampaknya lebih mudah dilihat secara jangka pendek.

3.4. Kaitannya kurang erat, sehingga dampak dan kaitannya kurang terlihat.

Dari pertanyaan-pertanyaan yang ada di atas, masih akan dapat terus

berkembang sesuai jawaban dari subyek. Wawancara dilakukan dengan beberapa

orang pemimpin dan pendoa syafaat gereja Jemaat Kristen Indonesia Hananeel,

yang terkait dengan topik yaitu Peperangan Rohani Tingkat Strategis serta

Pertumbuhan Gereja. Aspek wawancara yang dilaksanakan yaitu dengan bersifat

luwes dan kekeluargaan serta menjalin hubungan baik dengan orang yang

diwawancarai, sehingga dapat memberikan suasana kerjasama, agar dapat

memperoleh informasi yang benar dan akurat.

Dengan wawancara ini penulis dapat menguraikan pertanyaan atau

menjelaskan maksud pertanyaan itu, seandainya pertanyaan tersebut kurang jelas

bagi subyek. Kelebihan ini tidak dimiliki dalam teknik pengumpulan data lain

seperti kuesioner. Mengingat topik yang dibahas bersifat strategis, maka sample

yang dipilih untuk wawancara pun bersifat strategis atau Purposive Sampling,

yaitu para pemimpin Gereja, Pembina serta Pemimpin Tim Pendoa Syafaat

sehingga Penulis memilih metoda Kualitatif.

Teknik pengumpulan data berikutnya adalah teknik pengumpulan data

dengan dokumen. Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah terjadi.

Dokumen dapat berbentuk tulisan seperti: catatan harian, kesaksian hidup, dan

sebagainya. Dokumen juga dapat berbentuk gambar seperti: foto, gambar hidup,

sketsa dan sebagainya. Selain itu, dokumen juga dapat berbentuk karya seperti:

karya seni, film dan sebagainya. Di dalam penelitian ini, dokumen-dokuman yang

ada seperti kesaksian subyek, rekaman video, juga digunakan oleh peneliti.

Dalam penelitian ini dokumentasi yang diteliti adalah Perkembangan kehadiran

jemaat serta Laporan pendoa syafaat.

Page 70: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

Dengan adanya pengumpulan data dokumen ini, maka akan dapat

meneguhkan hasil penelitian observasi atau wawancara. Seperti dengan adanya

sejarah pribadi kehidupan, foto-foto atau video hasil rekaman di masa lalu.

Teknik pengumpulan data yang terakhir adalah Teknik pengumpulan data

Triangulasi. Teknik Triangulasi ini bersifat menggabungkan dari berbagai teknik

pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Jadi peneliti mengumpulkan

data sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu mengecek kredibilitas data dengan

berbagai teknik pengumpulan data dari berbagai sumber data.

Tujuan dari Triangulasi bukanlah untuk mencari kebenaran tentang

beberapa fenomena, tetapi lebih pada peningkatan pemahaman peneliti terhadap

apa yang telah ditemukan. Dengan teknik triangulasi akan lebih meningkatkan

kekuatan data, bila dibandingkan dengan satu pendekatan.

Tujuan penelitian kualitatif bukan semata-mata untuk mencari kebenaran

tentang beberapa fenomena, tetapi lebih kepada pemahaman terhadap dunia

sekitarnya. Dalam memahami dunia sekitarnya, mungkin saja apa yang

dikemukakan nara sumber tidak sesuai dengan teori.

E. TEKNIK ANALISIS DATA

Ada perbedaan yang jelas untuk teknik analisis data dalam penelitian

kuantitatif dan penelitian kualitatif. Di dalam penelitian kuantitatif, analisis data

diarahkan untuk menjawab rumusan masalah atau menjawab hipotesis yang telah

dirumuskan dalam proposal dengan menggunakan statistik. Sementara itu, dalam

penelitian kualitatif, pengumpulan data yang diperoleh dari berbagai sumber

dengan teknik pengumpulan data yang bermacam-macam (triangulasi) dilakukan

secara terus menerus sampai datanya jenuh.

Sugiyono mendefinisikan analisis data sebagai berikut:

“Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis

data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan

dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori,

menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke

dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan

membuat kesimpulan sehingga mudah difahami diri sendiri maupun

orang lain”.120

Analisis di dalam penelitian ini selama di lapangan menggunakan model

Miles dan Huberman. Analisis ini dilakukan pada saat pengumpulan data

berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu.

Sehingga pada saat wawancara peneliti sudah melakukan analisis terhadap

120Ibid., 89

Page 71: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

71

jawaban yang diberikan oleh subyek. Jika jawaban yang diberikan oleh subyek

belum memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi sampai tahap

tertentu sehingga diperoleh data yang dianggap dapat dipertanggung jawabkan

(credible).

Aktivitas dalam menganalisis data adalah:

1) Pengurangan atau seleksi data, Data reduction

2) Penyajian data, Data display

3) Penarikan kesimpulan, Conclusion drawing atau

pemeriksaan/verification.

Model interaktif dalam analisis data dapat dilihat pada gambar III.2 Komponen

dalam analisis data.

Gambar III.6. Komponen dalam analisis data (model interaktif)

Hasil dari pengumpulan data sangat bervariasi dan banyak, karena itu

tahap berikutnya adalah menganalisis dan mengurangi (reduksi) data. Yang

dilakukan dalam mereduksi data adalah merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, mencari tema dan polanya sehingga

mendapatkan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk

melakukan pengumpulan data berikutnya dan mencari data yang diperlukan.

Setelah data dikurangi, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data. Dalam

penelitian kualitatif, data disajikan dalam bentuk deskripsi, bagan, hubungan antar

kategori, flowchart dan sebagainya. Penyajian data ini memudahkan untuk

memahami apa yang terjadi dan merencanakan pekerjaan selanjutnya.

Tahapan selanjutnya dalam analisis data adalah conclusion drawing /

verification (penarikan kesimpulan dan verifikasi). Pengambilan kesimpulan dan

verifikasi ini dapat bersifat sementara bila belum memenuhi apa yang dicari oleh

si peneliti. Bila belum menemukan penemuan yang baru / kesimpulan belum

memenuhi apa yang dimaksudkan dalam rumusan masalah, maka penelitian dapat

kembali dilanjutkan. Dan untuk memberi gambaran yang lebih jelas, dapat dilihat

pada gambar III.7. Ilustrasi pengkatagorian dan pengurangan data.

Page 72: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

Gambar III.7. Ilustrasi Pengurangan data dan pengkatagorian

Gambar III.8 Ilustrasi Pengurangan data, Penyajian data dan Pemeriksaan121.

121Ibid., 94.

Page 73: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

73

Dari gambar III.7 ini dapat dilihat mulai dari bagian yang paling atas, yaitu

hasil pengumpulan data yang begitu banyak dan kompleks. Selanjutnya data yang

terkumpul itu dikurangi (dipilih yang penting, dibuat kategori - dalam ilustrasi ini

seperti: huruf besar, huruf kecil, angka). Data-data yang tidak diperlukan akan

dibuang. Selanjutnya dari data hasil reduksi tersebut, dibuat penyajian data dari

dibentuk polanya. Dalam ilustrasi ini, pola yang terbentuk huruf besar, angka,

huruf kecil dan semuanya dibuat secara berurutan dari yang paling kecil. Dari

penyajian data ditariklah kesimpulan dengan memilih yang penting, membuat

kategori dan membuang yang tidak terpakai.

F. PENGUJIAN VALIDITAS DAN RELIABILITAS

Dalam sebuah penelitian, salah satu hal yang penting untuk diperhatikan

adalah keabsahan data. Uji keabsahan data dalam penelitian ditekankan pada uji

validitas dan seberapa data tersebut dapat kita percaya atau reliabilitas. Validitas

merupakan derajat ketepatan data antara data yang terjadi pada objek penelitian

dengan data yang disampaikan oleh peneliti. Sedangkan reliabilitas berkenaan

dengan derajat konsistensi dan stabilitas data atau temuan. Dalam suatu penelitian

kuantitatif, suatu data dinyatakan dapat diandalkan (reliable) apabila dua atau

lebih peneliti dalam objek yang sama menghasilkan data yang sama atau peneliti

sama dalam waktu berbeda menghasilkan data yang sama. Sedangkan di dalam

penelitian kualitatif, realibilitas data tidak bersifat tunggal, melainkan jamak dan

tergantung pada konstruksi manusia dibentuk di dalam diri seseorang sebagai

hasil proses mental tiap individu dengan berbagai latar belakangnya. Oleh karena

itu realibilitas dari penelitian kualitatif yang dilakukan oleh beberapa orang

peneliti (yang memiliki latar belakang berbeda-beda, misalkan ada yang berlatar

belakang manajemen, Theologi, sosiologi dan sebagainya) terhadap satu objek

yang sama akan menghasilkan penemuan yang berbeda-beda dan semuanya

dinyatakan valid apabila yang ditemukan itu tidak berbeda dengan kenyataan

sesungguhnya yang terjadi pada objek yang diteliti. Di dalam penelitian kualitatif,

suatu realitas bersifat majemuk / ganda, dinamis / selalu berubah, sehingga tidak

ada yang konsisten dan berulang seperti semula. Laporan yang diberikan oleh

masing-masing peneliti pun berbeda-beda karena peneliti memberikan laporan

menurut bahasa dan jalan pikiran sendiri.

G. PENGUJIAN KREDIBILITAS

Di dalam menguji kredibilitas penelitian ini dilakukan dengan:

perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi,

dan analisis kasus negatif.

Page 74: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

Perpanjangan pengamatan ini dilakukan oleh peneliti berkali-kali, hal ini

dilakukan oleh peneliti karena pada saat menyusun laporan, ada hal-hal yang lebih

dalam lagi yang ingin ditanyakan lagi oleh peneliti. Dan untuk memastikan data

yang dihasilkan oleh peneliti adalah data yang dapat dipercaya (credible), maka

peneliti kembali menanyakannya kepada subyek, untuk mengetahui apakah benar

/ tidak ada perubahan.

Peningkatan ketekunan yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini

adalah dengan memberikan waktu yang lebih banyak untuk melakukan penelitian

ini, fokus dan terus menerus melakukan penelitian ini dan menyusun, membaca

buku-buku yang berkaitan dengan penelitian ini sehingga wawasan peneliti

menjadi bertambah, meneliti semua sumber data yang ada secara cermat sehingga

dapat diketahui kebenarannya sehingga dapat mendeskripsikan data dengan akurat

dan sistematis mengenai apa yang diamati.

Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini merupakan pengecekan data

dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Teknik triangulasi

ini yaitu dengan cara mengecek data kepada nara sumber yang sama dengan

teknik yang berbeda, seperti data yang diperoleh dari observasi dan dokumentasi

dicek dengan data yang diperoleh dari wawancara.

H. PENGUJIAN TRANSFERABILITAS

Pengujian transferabilitas menunjukkan derajat ketepatan atau dapat

diterapkannya hasil penelitian ke populasi dimana sampel tersebut diambil. Oleh

karena itu supaya orang lain dapat memahami penelitian kualitatif yang dihasilkan,

peneliti membuat laporan dengan memberikan uraian yang rinci, jelas, sistematik

dan dapat dipercaya, sehingga pembaca laporan penelitian memperoleh gambaran

yang jelas mengenai hasil penelitian sehingga dapati dilakukan transferabilitas.

I. PENGUJIAN KETERGANTUNGAN

Pengujian ketergantungan ini diukur dari proses penelitian yang

sebenarnya dilakukan. Jadi peneliti langsung terjun ke lapangan, melakukan

penelitian lalu membuat laporan. Bila proses penelitian tidak dilakukan tetapi

datanya ada, maka penelitian tersebut tidak reliable / dependable. Oleh karena itu

di dalam penelitian ini, peneliti benar-benar melihat / meneliti apa yang terjadi di

lapangan, dimulai dari menentukan masalah / fokus, memasuki lapangan,

menentukan sumber data, sampai membuat kesimpulan.

Page 75: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

75

J. PENGUJIAN KONFIRMABILITAS

Sugiyono memaparkan bahwa: “menguji konfirmabilitas berarti

menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan proses yang dilakukan” 122 . Dalam

penelitian kualitatif, pengujian konfirmabilitas mirip dengan pengujian

dependabilitas, sehingga pengujiannya dapat dilakukan bersamaan. Di dalam

penelitian ini, agar memenuhi pengujian konfirmabilitas, maka hasil penelitian

yang dibuat merupakan fungsi dari proses penelitian yang dilakukan.

K. INSTRUMEN PENELITIAN

Nasution (1988) di dalam buku Sugiyono menyatakan bahwa:

Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan

manusia sebagai instrumen penelitian utama. Alasannya ialah bahwa

segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah fokus

penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil

yang diharapkan, itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan

jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang

penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu,

tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-

satunya yang dapat mencapainya.123

Jadi dalam penelitian kualitatif, instrumen utamanya adalah peneliti

sendiri. Peneliti akan terjun ke lapangan sendiri dalam melakukan pengumpulan

data, analisis dan membuat kesimpulan. Karena itu kualitas dari peneliti, baik

berupa wawasan mengenai penelitian (dalam hal ini wawasan mengenai

Peperangan Rohani Tingkat Stretegis serta Pertumbuhan Gereja), ketekunan

dalam melakukan penelitian akan sangat mempengaruhi kualitas penelitian ini.

L. KETERBATASAN PENELITIAN

Di dalam penelitian ini yang menganalisis mengenai Peperangan Rohani

Tingkat Strategis serta dampaknya terhadap Pertumbuhan Gereja Jemaat Kristen

Indonesia Hananeel di DKI Jakarta, penelitian ini tidak membahas Peperangan

Rohani di Tingkat lainnya seperti tingkat dasar/pribadi ataupun tingkat okultisme.

Keterbatasan dalam penelitian kualitatif ini juga terletak pada subyektifitas

peneliti dalam melakukan penelitian ini. Dalam penelitian ini dapat saja terjadi

bias, karena Penulis sendiri adalah seorang praktisi Peperangan Rohani Tingkat

122Ibid., 131.

123Ibid, 60.

Page 76: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

Strategis serta memiliki hubungan baik dengan para subyek penelitian. Penelitian

ini sangat tergantung pada interpretasi dari peneliti yang tersirat dalam wawancara

yang dilakukan sehingga dapat terjadi bias. Untuk mengatasi kemungkinan akan

timbulnya bias ini, maka Penulis menggunakan teknik pengumpulan data

triangulasi, yaitu teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari

berbagai teknik pengumpulan data dan narasumber yang telah ada.

Keterbatasan waktu juga menjadi batasan dalam penelitian ini.

Pemahaman yang diteliti hanya sampai pada waktu penelitian ini saja, sementara

pemahaman ini di waktu yang akan depan dapat terus semakin berkembang.

Page 77: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

PASAL IV

TEMUAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN

Setelah mengumpulkan data dan menganalisis hasil penelitian maka

temuan (findings) penelitian adalah sbb:

A. HASIL TINJAUAN LAPANGAN

Jemaat Kristen Indonesia Hananeel mulai dirintis pada tahun 2007, ketika

para perintis yang tergabung dalam suatu persekutuan doa sepakat untuk

meningkatkan bentuknya menjadi suatu gereja. Jemaat tersebut menginduk

kepada sinode Jemaat Kristen Indonesia. Pada awalnya Gereja berlokasi di Jalan

Cideng Timur no.38 Jakarta Pusat, menempati satu lantai berkapasitas sekitar 800

orang.

Sering dengan Pertumbuhan Gereja maka pada tahun 2013 JKI Hananeel

tsb mulai membuka jemaat ke2 di Sunter Agung Timur 9, RT.10/RW.11, Sunter

Jaya, Tanjung Priok, Jakarta Utara, DKI Jakarta 14350. Pada tahun 2016 satelit

pertama juga pindah ke tempat baru di jalan Tubagus Angke, Jakarta Barat.

Pada akhir tahun 2016 JKI Hananeel mulai membuka jemaat ke-3 di Jalan

Pluit Karang Permai Blok C9 Utara No9 Penjaringan, RT.11/RW.8, Pluit,

Penjaringan, Kota Jakarta Utara, DKI Jakarta 14450.

Page 78: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

Gambar IV.1. Lokasi 3 satelit JKI Hananeel (H1 lama di Cideng, Jakarta Pusat; H1 di

Jelambar, Jakarta Barat. H2 di Sunter, Jakarta Utara. H3 di Pluit, Jakarta Utara)

Pertumbuhan Kuantitatif adalah sbb:

T

ahun

Jumlah Total

Jemaat

Je

maat 1

Je

maat 2

Je

maat 3

2

007

Kisaran 10-30 10

-30

2

008

50 50

2

009

100 10

0

2

010

200 20

0

2

011

350 35

0

2

012

450 45

0

Page 79: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

79

2

013

450 10

0

35

0

2

014

550 25

0

30

0

2

015

700 32

5

37

5

2

016

850 35

0

45

0

5

0

2

017

1070 45

0

55

0

7

0

2

018

1300 50

0

60

0

2

00

Tabel IV.2. Pertumbuhan Kuantitatif Jemaat JKI Hananeel

B. HASIL TEMUAN

Hasil temuan adalah sbb:

1. Sejak didirikan pada tahun 2007 sampai bulan Agustus 2018

Jemaat Kristen Hananeel Indonesia mengalami Pertumbuhan Kuantitatif dari

hanya 10 orang menjadi 1300 orang. Jemaat Kristen Indonesia Hananeel juga

mengalami Pertumbuhan Perluasan, namun belum ada data perincian yang

lebih terperinci terhadap komposisi Pertumbuhan Perluasan, mana saja yang

berasal dari Pertumbuhan Alami, Pertobatan atau Perpindahan. Perincian

yang lebih terperinci juga bukan merupakan ruang lingkup penelitian ini.

Jemaat Kristen Hananeel mengalami Pertumbuhan Ekstensi (Extension), dari

hanya 1 satelit/jemaat menjadi 3 jemaat/satelit. Jemaat Kristen Indonesia juga

memiliki beberapa Pos Penginjilan. Jumlah dan Lokasi Pos Penginjilan

bukanlah merupakan ruang lingkup dari Penelitian ini.

2. Para pemimpin JKI Hananeel secara konsisten telah terus

melakukan Peperangan Rohani Tingkat Strategis, sejak awal perintisan pada

tahun 2007 sampai sekarang. Pada waktu penelitian dilakukan doa

Peperangan Rohani Tingkat Strategis juga masih tetap dilakukan baik secara

berkala maupun secara insidentil.

Page 80: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

Dalam Lampiran Tabel 1 dan 2. terlihat dokumen jadwal

pelaksanaan Peperangan Rohani Tingkat Strategis yang dilakukan oleh Satelit

2. Tabel 1. untuk pelaksanaan di wilayah yang lebih kecil sekitar Satelit 2,

sementara Tabel 2 untuk pelaksanaan di wilayah kota DKI Jakarta. Gambar 3.

adalah pemetaan rohani untuk pelaksanaan Peperangan Rohani Tingkat

Strategis di sekitar wilayah Satelit 2.

3. Para pemimpin JKI Hananeel juga membekali jemaatnya untuk

dapat melakukan Peperangan Rohani Tingkat Strategis. Semua subyek yang

diwawancara telah pernah terlibat dalam praktek Peperangan Rohani Tingkat

Strategis.

Dari data yang terkumpul Penulis menyajikan data untuk menyajikan

beberapa kasus yang menunjukkan dampak Peperangan Rohani Tingkat Strategis

pada Jemaat Kristen Indonesia Hananeel. Pemilihan urutan tidak secara

kronologis, tetapi berdasarkan persepsi penulis saja, semakin dampaknya besar

dan mudah dikenali maka ditempatkan semakin terdahulu.

1. Doa Lintas Agama di Mega Kuningan Tahun 2009

Pada tahun 2009 para pemimpin JKI Hanaeel (bersama-sama dengan pemimpin

gereja-gereja lain) mengadakan suatu acara doa bersama lintas agama, untuk

pembalikkan keadaan setelah terjadinya usaha teror bom bunuh diri di DKI

Jakarta pada tanggal 17 Juli 2009, yang menewaskan 9 orang dan melukai 53

orang lainnya. Acara doa bersama lintas agama tsb dihadiri oleh pejabat,

pemimpin militer serta pemimpin lintas agama, untuk sepakat bersama-sama

berdoa untuk kedamaian kota bangsa dan negara. Pada acara ini, para korban

terlepas dari keyakinan mereka, sepakat untuk melepaskan pengampunan kepada

pelaku. Acara ini merupakan suatu puncak dari pelaksanaan Peperangan Rohani

Tingkat Strategis yang telah dilakukan secara intensif sesudah terjadinya ledakan

bom tsb, terhadap roh intimidasi, kekerasan serta roh-roh yang mempengaruhi

wilayah lainnya.

Setelah acara doa bersama lintas agama ini diselenggarakan pada hari

Jumat 7 Agustus 2009, keesokan harinya terbit berita bahwa jaringan teroris

pelaku pemboman telah tertangkap di kota-kota lain, yaitu di Bekasi dan

Temanggung. Yang sepertinya kebetulan adalah penangkapan dilakukan

pada tanggal 8 Agustus (tanggal 8 bulan 8) tahun 2009 oleh Detasemen

Page 81: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

81

Khusus Anti Teror, Densus 88. Perlu dicatat bahwa para pemimpin JKI

Hananeel menyadari bahwa ini adalah dari, oleh dan bagi kemuliaan Tuhan,

serta ini tidak berarti bahwa gereja-gereja lain, atau anak-anak Tuhan lainnya

tidak berdoa menentang roh-roh jahat.

2. Doa Perarakan Berjalan Kaki di Jakarta, 2012

Pada pertengahan tahun 2012, para pemimpin Jemaat Kristen

Indonesia Hananeel, bekerja sama dengan gereja-gereja lain mengorganisasikan

suatu Peperangan Rohani Tingkat Strategis dalam bentuk doa perarakan berjalan

kaki (prayer march) dengan pujian penyembahan mengitari suatu lokasi yang

dikenali sebagai salah satu Pintu Gerbang ke Alam Maut (Gates of Hades),

dengan konfigurasi jalan berbentuk mata Horus. Horus adalah salah satu ilah yang

pernah disembah pada mitologi Mesir. Tindakan ini dimaksudkan untuk menutup

Pintu Gerbang ke Alam Maut tersebut, sesuai Matius 16:18 dan Yosua 1:3, serta

mengikat kuasa-kuasa gelap sesuai Mazmur 149. Doa perarakan berjalan kaki ini

dilaksanakan tepat pada hari Pentakosta yaitu pada hari Minggu 27 Mei 2012.

Kegerakan doa berjalan kaki ini dilangsungkan tidak lama setelah acara Doa

Gabungan Seluruh Dunia, (World Prayer Assembly) di Jabodetabek yang

diselenggarakan pada tanggal 14-18 Mei 2012.

Dampak daripada peperangan ini adalah gagalnya seorang penyanyi

yang pada waktu tsb berusaha mengadakan konser musik yang sebenarnya

bersifat mengundang kuasa-kuasa gelap. Setelah peperangan tersebut

dimenangkan, terbit berita bahwa konser tersebut batal.

Pada waktu yang bersamaan yaitu pada tanggal 23-30 Mei 2012, suatu

team Pemimpin dan Pendoa Syafaat dari Jemaat Kristen Indonesia Hananeel serta

gereja-gereja lainnya berangkat ke Belanda. Peperangan Rohani Tingkat Strategis

yang mereka lakukan di antaranya dengan melakukan pembatalan perjanjian yang

pernah dilakukan, doa pertobatan dalam ketepatan, serta doa perarakan berjalan

kaki di lima kota di Belanda di antaranya kota Den Haag. Tindakan beroperasi

dalam roh yang membalikkan keadaan juga dilakukan dengan memberkati orang

Belanda di sepanjang rute doa perarakan berjalan kaki, sebagai pembalikkan dari

penjajahan Belanda yang dulu pernah dilakukan dalam cinta uang serta kekejaman.

Dampak yang kasat mata adalah terbukanya peluang usaha bagi keluarga

pendoa syafaat dari Belanda yang terlibat secara aktif dalam Peperangan Rohani

Tingkat Strategis ini. Mereka memimpin suatu jaringan pendoa syafaat di Eropa,

serta masih merupakan saudara dekat dari salah seorang Pendoa Syafaat yang

berangkat ke Belanda. Setelah dilakukan Peperangan Rohani Tingkat Strategis,

mereka dapat membuka suatu usaha rumah makan Indonesia di Den Haag, di rute

di mana dilakukan doa perarakan berjalan kaki. Selain untuk usaha, rumah makan

Page 82: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

tersebut juga menjadi tempat berkumpulnya para pendoa syafaat yang tinggal di

Eropa.

3. Doa Peperangan Rohani Tingkat Strategis di Jabodetabek,

2016

Pada tahun 2016 team pendoa dari Jemaat Kristen Indonesia

Hananeel terlibat dalam Peperangan Rohani Tingkat Strategis untuk mengikat roh

perpecahan yang pada waktu itu mempengaruhi Kepolisian dan Ketentaraan di

Indonesia. Hal ini terlihat dengan tercatatnya beberapa kali terjadinya bentrok

antara TNI dan Polri yang bahkan mengakibatkan terjadinya korban jiwa, sampai

disorot menjadi berita di media massa. Dokumentasi terlampir di L.15.

Peperangan Rohani Tingkat Strategis dilakukan dengan doa bersama

lintas agama dan lintas komponen TNI dan Polri, penjualan barang-barang murah,

lomba masyarakat, serta lomba Festival Pelajar. Dokumentasi terlampir di L16-18.

Sesudah diadakan doa, berita-berita tersebut jauh berkurang.

Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Pusat Studi Politik dan

Keamanan Unpad, pada tahun 2014 tercatat terjadi bentrokan TNI-Polri sebanyak

delapan kali. Bila dihitung dalam kurun 1999-2014, jumlah insiden hampir

mencapai 200 kasus dengan korban tewas sebanyak 20 orang.124 Data frekuensi

jumlah bentrokan sesudah peristiwa doa bersama 2016 belum berhasil ditemukan,

diperkirakan totalnya menurun, mengingat sudah tidak lagi menjadi berita utama,

walaupun bukan berarti tidak terjadi sama sekali. Berita terjadinya bentrokan,

masih sesekali muncul secara sporadis.

4. Doa Peperangan Rohani Tingkat Strategis di Jepang, 2012

Pada awal tahun 2012 beberapa pemimpin dari JKI Hananeel,

bergabung dengan pemimpin-pemimpin dari gereja-gereja lain berangkat ke

Jepang. Mereka melakukan Peperangan Rohani Tingkat Strategis di kaki Gunung

Fuji, di mana ada hutan yang pernah dikenal sebagai hutan bunuh diri. Pada

zaman dahulu hutan ini dikenal sebagai hutan yang paling banyak terjadi bunuh

diri, pernah tercatat sampai 102 orang per tahun. Secara umum, dulu bangsa

Jepang memang pernah memiliki budaya bunuh diri, yang dulu mereka anggap

lebih terhormat daripada tetap hidup dengan rasa malu, misalnya budaya Harakiri

dan Kamikaze.

124 BBC. Dalam Bentrok di Batam, anggota TNI salahi aturan. (London: BBC Indonesia,

2014) https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2014/10/141014_investigasi_bentrok_polisi_tni_batam Penelusuran 6 September 2018.

Page 83: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

83

Jika diikaitkan dengan teori-teori Peperangan Rohani Tingkat

Strategis, maka ada suatu roh bunuh diri yang dulu pernah menguasai bangsa

Jepang, bahkan pemimpin roh-roh tersebut diperkirakan berlokasi di hutan bunuh

diri di kaki Gunung Fuji tersebut. Hutan bunuh diri tersebut adalah suatu Pintu

Gerbang ke Alam Maut. Dokumentasi pada L.19.

Salah satu dampak yang terlihat, adalah bahwa pada awal tahun

berikutnya, tahun 2013, terbit berita yang menyatakan bahwa tingkat bunuh diri

pada tahun 2012 tsb adalah tingkat terendah setelah 14 tahun berturut-turut selalu

berada di atas 30.000 jiwa per tahun. Tingkat bunuh diri di Jepang, baru mulai

dicatat sejak tahun 1978. Sejak tahun 1978-1997 tingkat bunuh diri selalu berkisar

pada angka 20.000-25.000. Sejak tahun 1998, tahun terjadinya krisis moneter dan

ekonomi global, tingkat bunuh diri mulai naik ke atas 30.000 selama 14 tahun

berturut-turut. Pada tahun 2012, tingkat bunuh diri turun di bawah 30.000 untuk

pertama kalinya dalam 15 tahun, sesuai dokumentasi terlampir di L.20-21.

Sebenarnya akan lebih baik jika dapat memperoleh data pertumbuhan

gereja di Jepang pada tahun 2012, tetapi data tsb sudah di luar lingkup penelitian

ini. Dapat saja dapat diteliti pada penelitian berikutnya.

5. Peperangan Rohani Tingkat Strategis dan Perjalanan Misi di

Flores, 2016

Setelah melakukan Peperangan Rohani Tingkat Strategis, secara

umum iman jemaat meningkat, sehingga mau terlibat pelayanan bahkan

perjalanan misi ke daerah-daerah bahkan ke bangsa-bangsa. Karakter jemaat juga

bertumbuh, dari yang tadinya sering mengeluh, banyak konseling, minta bantuan

dukungan doa, setelah melakukan Peperangan Rohani Tingkat Strategis dan

Perjalanan Misi maka karakter jemaat menjadi lebih kuat dan mandiri.

Salah satu perjalanan misi yang dilakukan Jemaat Kristen Indonesia

Hananeel pada tahun 2016 adalah ke Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara

Timur.

Dalam perjalanan ini dilakukan serangkaian acara mulai dari

Peperangan Rohani Tingkat Strategis, penjangkauan ke sekolah-sekolah melalui

seminar anti narkoba, pengajaran Peperangan Rohani Tingkat Strategis, doa

perarakan berjalan kaki serta Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) sebagai salah

satu puncak rangkaian kegiatan. Acara KKR yang dikemas dalam bentuk Festival

Pelajar dihadiri total sekitar 60.000 peserta. Partisipasi Jemaat sangat tinggi,

mencapai sekitar total lebih dari 200 jemaat yang berangkat secara berganti-

Page 84: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

gantian mengikuti perjalanan misi ini dalam jangka waktu sekitar satu bulan.

Dokumentasi pada Lampiran L22-L.24.

Salah satu peristiwa menarik yang diperkirakan juga sebagai Dampak

Peperangan Rohani Tingkat Strategis, adalah kesaksian berikut. Sebenarnya pada

saat dilaksanakan perjalanan misi ini, para pemimpin Satelit 1 sedang

mempersiapkan dana untuk kebutuhan tempat baru, walau akhirnya sepakat untuk

memprioritaskan perjalanan misi ini. Setelah perjalanan misi ini dilaksanakan,

sekalipun mengeluarkan dana yang cukup besar, Satelit 1 memperoleh anugrah

dan keajaiban sehingga kemampuan mereka dilipatgandakan sehingga mampu

mengumpulkan dana untuk kebutuhan tempat yang baru.

6. Peperangan Rohani Tingkat Strategis dan Perjalanan Misi di

Palangkaraya, 2017

Pada pertengahan tahun 2017 Jemaat Kristen Indonesia Hananeel

mendukung panitia yang menyelenggarakan serangkaian acara di Palangkaraya,

Kalimantan Tengah demi persatuan dan kesatuan bangsa. Serangkaian acara

tersebut mencakup Peperangan Rohani Tingkat Strategis, penjangkauan ke

sekolah-sekolah melalui seminar kepemimpinan, pengajaran Peperangan Rohani

Tingkat Strategis, seminar serta Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) sebagai

puncak rangkaian kegiatan. Dokumentasi terlampir pada L28-32.

Dalam rangka Peperangan Rohani Tingkat Strategis untuk

mempersiapkan acara ini, strategi yang dilakukan oleh team pendoa adalah

membatalkan perjanjian yang pernah dibuat dengan kuasa gelap, menutup

beberapa Pintu Gerbang ke Alam Maut yang berada di sungai, hutan, gunung dan

lain-lain, doa pertobatan dalam ketepatan, serta doa perarakan berjalan kaki

dengan pujian penyembahan dalam bentuk tarian dan musik.

Selain berlangsungnya acara dengan baik, salah satu dampak yang kasat

mata adalah tanda langit dalam bentuk-bentuk yang ilahi, seperti misalnya awan

berbentuk rajawali, terlampir pada dokumentasi. Tanda-tanda lainnya yang sering

muncul berupa pelangi, hujan, atau awan dalam bentuk-bentuk lainnya yang ilahi.

7. Peperangan Rohani Tingkat Strategis pada bidang pendidikan

di Jabodetabek, Kampanye anti narkoba dan korupsi, 2017

Pada awal tahun 2017 team pendoa dari Jemaat Kristen Indonesia

Hananeel yang tergabung dengan team pendoa dari gereja dan pelayanan lainnya,

melakukan Peperangan Rohani Tingkat Strategis pada bidang Pendidikan. Setelah

orang-orang kuat atau roh-roh yang tadinya menguasai pendidikan diikat, maka

para pemimpin serta jemaat JKI Hananeel bekerjasama dengan Pelayanan serta

Gereja-gereja lain, turut berpartisipasi dalam Kampanye Anti Narkoba dan Anti

Page 85: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

85

Korupsi yaitu bernama “Indonesia Bersinar dan Indonesia Berdasi” di sekolah-

sekolah di Jabodetabek. Dokumentasi terlampir di L.33-40.

Sekalipun Kampanye ini bukanlah termasuk Penginjilan yang secara

langsung memperkenalkan nama Yesus sebagai juru selamat, namun kebaikan dan

kasih Tuhan Sang Pencipta tetap diberitakan sebagai jalan keluar mengatasi

keterikatan terhadap narkotika dan obat-obat terlarang dan korupsi, sehingga

banyak dari murid-murid peserta kampanye Indonesia Bersinar dan Berdasi ini

yang mengalami perjumpaan pribadi dengan Tuhan, terlepas dari apa agama atau

keyakinan mereka, dan memahami dampak negatif dari Narkoba dan Korupsi.

Dampak terhadap Pertumbuhan Gereja JKI Hananeel adalah

Pertumbuhan Kualitatif yaitu meningkatnya, iman, kepercayaan diri, kemampuan

berbicara dan semakin memahami mengenai dampak negatif Narkoba dan

Korupsi, pada mereka yang ikut ambil bagian. Dampak lainnya adalah

Pertumbuhan Kuantitatif, dengan ada mantan narapidana yang kemudian terlepas

dari keterikatan narkoba yang kemudian berpartisipasi dalam kegerakan-

kegerakan membina para murid-murid di sekolah-sekolah.

8. Peperangan Rohani Tingkat Strategis di sekitar lokasi ibadah,

2016

Setelah dilakukan Peperangan Rohani Tingkat Strategis untuk

mempersiapkan ibadah Minggu, pada waktu ibadah tercatat Pujian Penyembahan

di satelit 2 dan satelit 1 lebih diurapi, sehingga hadirat Tuhan lebih kuat. Jemaat

pun mau terlibat mengikuti acara pujian penyembahan sebagai persiapan ibadah,

yang sebenarnya dialokasikan untuk pengerja saja.

9. Peperangan Rohani Tingkat Strategis di sekitar lokasi satelit 1,

2017

Pada awal tahun 2017, JKI Hananeel satelit 1 akan menempati

gedung baru. Awalnya izin lingkungan sulit diperoleh, karena adanya beberapa

pihak tetangga yang pada awalnya belum bersedia memberikan izin. Setelah para

pemimpin dan pendoa syafaat melakukan Peperangan Rohani Tingkat Strategis,

izin lingkungan berhasil diperoleh.

10. Peperangan Rohani Tingkat Strategis di sekitar lokasi

satelit 2, 2017

Pada tahun 2017, suatu ketika satelit 2 akan melakukan penjangkauan

di wilayah-wilayah sekitar. Dari semua wilayah, ada wilayah-wilayah yang telah

rutin dikelilingi dalam rangka dilakukannya Peperangan Rohani Tingkat Strategis.

Page 86: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

Ternyata wilayah yang sering didoakan, di mana lebih sering dilakukan

Peperangan Rohani Tingkat Strategis, lebih terbuka untuk acara penjangkauan ini.

11. Peperangan Rohani Tingkat Strategis di sekitar lokasi

satelit 2, 2016

Setelah dilakukan Peperangan Rohani Tingkat Strategis di wilayah

sekitar satelit 2, di mana banyak penyembahan berhala, sebagai dampaknya

orang-orang yang tadinya terkait, dari etnis India, lebih terbuka dan mau

menghadiri ibadah kebaktian. Sempat ada suatu acara ibadah khusus diadakan

untuk menjangkau etnis India ini.

12. Peperangan Rohani Tingkat Strategis di sekitar lokasi

pabrik salah seorang pastoral, 2016

Pada tahun 2016, salah seorang team pastoral JKI Hananeel

mengelola dua pabrik di lokasi yang berbeda. Pada akhir tahun 2016, salah satu

pabrik mengalami tingkat kecelakaan kerja yang jauh lebih tinggi daripada pabrik

yang lainnya. Ternyata pada pabrik salah satu pabrik yang jarang mengalami

kecelakaan kerja, selama tahun 2016 tersebut sering dilakukan doa Peperangan

Rohani Tingkat Strategis.

13. Peperangan Rohani Tingkat Strategis di sekitar lokasi

satelit 2, 2016

Koordinator Pendoa Syafaat di satelit 2 pernah bekerja di suatu

perusahaan di lokasi tertentu. Pada suatu masa, Koordinator Pendoa Syafaat ini

sering melakukan doa Peperangan Rohani Tingkat Strategis di lokasi perusahaan

tempatnya bekerja. Beberapa saat berikutnya Koordinator Pendoa Syafaat satelit 2

pindah tempat pekerjaan, sehingga Peperangan Rohani Tingkat Strategis tidak lagi

sering dilakukan. Sebagai dampaknya, tercatat bahwa tingkat sakit penyakit pada

karyawan meningkat drastis, jauh meningkat dibandingkan dengan pada masa di

mana Koordinator Pendoa Syafaat melakukan Peperangan Rohani Tingkat

Strategis ini secara berkala.

14. Peperangan Rohani Tingkat Strategis di Amerika

Serikat, 2014

Pada akhir tahun 2013, terbit berita bahwa kelompok penyembah

setan berencana untuk mendirikan patung atau tanda pentagram (bintang bersudut

lima) sebagai tanda penyembahan kepada setan di sebelah Monumen Sepuluh

Perintah Allah di Balai Kota Oklahoma City, negara bagian Oklahoma Amerika

Serikat. Monumen Sepuluh Perintah Allah ini sendiri baru saja didirikan pada

Page 87: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

87

tahun 2012. Negara bagian Oklahoma sebenarnya dikenali sebagai bagian dari

wilayah Amerika Serikat di mana sebenarnya Kekristenan cukup kuat, termasuk

dalam wilayah mata ikat pinggang (buckle) yang dari jalur yang disebut sebagai

the Bible Belt. Dokumentasi terlampir pada L.41.

Pada awal tahun 2014, team pendoa yang di antaranya berasal dari

Jemaat Kristen Indonesia Hananeel, berangkat untuk melakukan Peperangan

Rohani Tingkat Strategis di berbagai kota di Amerika Serikat selama sekitar 17

hari dengan tujuan mengikat roh-roh antikris yang pernah mempengaruhi wilayah

AS. Dokumentasi terlampir pada L.42.

Sebagai salah satu dampak dari Pelaksanaan Peperangan Rohani

Tingkat Strategis, pada tahun 2015 terbit berita bahwa rencana pendirian patung

bersifat penyembahan terhadap Iblis tersebut dibatalkan. Bahkan monumen

Sepuluh Perintah Allah juga dibongkar dari halaman Balai Kota Oklahoma City,

pada dokumentasi L.43. Walaupun ini kelihatannya seperti sesuatu kekalahan di

pihak kerajaan surga, sebenarnya ini adalah suatu tanda kemenangan. Ketika

kelompok penyembah Iblis mengajukan rencana pendirian monumen, alasan yang

mereka ajukan adalah bahwa karena Monumen Sepuluh Perintah Allah telah

didirikan di wilayah halaman Balai Kota, yang menurut mereka seharusnya netral

atau tidak terkait dengan kepercayaan tertentu. Dengan demikian mereka pun

menuntut hak untuk mendirikan patung sesuai kepercayaan mereka.

Setelah melalui proses pengadilan, Pengadilan Tertinggi Negara

Bagian Oklahoma memutuskan bahwa pendirian monumen tersebut di Balai Kota

telah melanggar hukum sehingga perlu dicabut, terlampir dalam dokumentasi

L.43. Sebenarnya memang monumen 10 perintah Allah tersebut tidak didirikan

dalam kehendak Allah, tetapi sebaliknya merupakan pijakan atau strategi dari

pihak musuh untuk berusaha mendirikan patung yang bersifat penyembahan

terhadap Iblis. Hal ini juga dapat dilihat dari simbol segitiga berisi mata satu yang

terukir pada monumen 10 perintah Allah tersebut. Hukum Taurat telah digenapi

oleh Tuhan Yesus ketika Ia datang ke dunia sebagai manusia, sehingga kita

sekarang dapat hidup di masa berlakunya Perjanjian Baru, di mana telah berlaku

Hukum Kasih.

Dalam hal ini para pemimpin Jemaat Kristen Indonesia Hananeel

tidak mengklaim bahwa hanya team pendoa saja yang berdoa, tetapi ini adalah

hasil doa kesepakatan secara bersama (corporate) sehingga akhirnya

menghasilkan tanda kemenangan di pihak Tuhan. Segala kemuliaan hanya dari,

bagi dan oleh satu nama yaitu Yesus Kristus.

Page 88: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

15. Peperangan Rohani Tingkat Strategis dengan doa

Perarakan Berjalan Kaki di Tonga, 2013

Pada tahun 2013 team pendoa dari Jemaat Kristen Indonesia

Hananeel terlibat dalam suatu kegerakan Peperangan Rohani Tingkat Strategis di

berbagai negara di seluruh dunia. Setelah melakukan Peperangan Rohani Tingkat

Strategis di negara Tonga, maka Pendoa dapat bertemu dengan pimpinan negara

yaitu Ibu Negara. Beliau ternyata sangat diberkati sehingga kemudian turut

berpartisipasi dalam Peperangan Rohani Tingkat Strategis serta mendukung

dengan membuat doa perarakan. Dokumentasi terlampir pada L.44-47.

Dampak terhadap Pertumbuhan Gereja yaitu secara kualitatif meningkatkan

iman, pengalaman pada team pendoa tersebut. Gereja juga telah menjadi berkat

dan terang bagi bangsa-bangsa. Hal ini juga membuka peluang hubungan baik di

masa yang akan datang.

16. Peperangan Rohani Tingkat Strategis di Eropa yaitu

Jerman, Luxemburg dan Belanda, 2018

Pada pertengahan tahun 2018 satu team pendoa dari JKI Hananeel

bergabung dengan pelayanan lainnya, melakukan perjalanan doa Peperangan

Rohani Tingkat Strategis di Eropa terutama Jerman selama hampir dua minggu.

Para team pendoa ini pergi ke berbagai kota di Jerman, Luxembourg dan Belanda.

Pada hari terakhir peperangan rohani, para team pendoa melakukan doa

pertobatan dalam ketepatan di dekat salah satu Kamp Pembantaian Pertama di

Dachau. Kamp ini kemudian menjadi percontohan untuk kamp-kamp lainnya

yang kemudian dibangun oleh Nazi Jerman.

Tanda atau peneguhan yang terlihat adalah seorang hamba Tuhan

wanita, seorang nabiah berkebangsaan Jerman mendapat arahan Tuhan untuk

menemui team pendoa, untuk bersama-sama melakukan pertobatan dalam

ketepatan. Dokumentasi terlampir pada L.53. Tanda lainnya adalah munculnya

pelangi busur penuh setelah Peperangan Rohani Tingkat Strategis dilakukan di

dekat Kamp Pembantaian di Dachau, Jerman. Dokumentasi terlampir pada L.54.

Dampak Peperangan Rohani Tingkat Strategis ini terhadap

Pertumbuhan Gereja adalah Pertumbuhan Iman dan Kerohanian para peserta dan

mereka yang terlibat, jadi semakin menyala-nyala di dalam Tuhan. Dampak

lainnya adalah persatuan pada jemaat lokal di Jerman yang sempat berdoa

bersama dengan team pendoa.

Page 89: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

89

17. Peperangan Rohani Tingkat Strategis di Kamboja, 2012

Pada tahun 2012 satu team pendoa dari JKI Hananeel serta pelayanan

lainnya, melakukan Peperangan Rohani Tingkat Strategis di negara Kamboja

selama sekitar satu minggu. Pada hari terakhir peperangan rohani, terbit berita

bahwa seorang mantan pemimpin yang pernah memerintah di negara tersebut,

meninggal. Ketika dipelajari lebih lanjut, pada masa pemerintahan pemimpin

tersebut, ia pernah mengusir misionaris Kristen dari negara yang ia pimpin ketika

terjadi konflik dengan negara Barat.

Dampak Peperangan Rohani Tingkat Strategis ini terhadap

Pertumbuhan Gereja adalah dampak langsung jangka pendeknya adalah

Peningkatan Iman dan Kemampuan Memimpin. Dampak yang tidak langsung

yang tercatat adalah terbukanya wilayah Indocina untuk misi dan usaha. Beberapa

pendoa dari JKI Hananeel kemudian pergi beberapa kali untuk kemudian

melanjutkan Peperangan Rohani Tingkat Strategis di Indocina. Salah seorang dari

keluarga dari anggota yang berangkat, kemudian mendapatkan kesempatan untuk

membuka usaha di bidang makanan, yang kemudian berkembang dari tadinya di

satu kota, telah berkembang di dua kota sekaligus.

18. Peperangan Rohani Tingkat Strategis di Nusa Tenggara

Barat, 2014-2017

Salah satu responden telah melakukan Peperangan Rohani di Tingkat

Strategis di Nusa Tenggara Barat. Beberapa tahun kemudian, terbuka kesempatan

untuk berusaha di bidang tambak udang, yaitu dengan membeli tambak udang

yang telah beroperasi tetapi karena ada konflik di antara para pemilik lama,

kemudian dijual. Tambak udang tersebut dapat dibeli dengan suatu harga yang

sangat murah, jauh di bawah biaya yang sebenarnya diperlukan untuk investasi.

Para pengusaha lokal sampai mengemukakan keheranan mereka, bagaimanakah

responden dapat membeli tambak udang yang telah beroperasi dengan harga yang

sedemikian murah.

Page 90: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

Copyright ©2019; REDOMINATE | 90

PASAL V

PENUTUP

KESIMPULAN

Dari hasil temuan dan analisis penelitian, Penulis menarik sejumlah kesimpulan sbb:

1. Dampak yang secara umum positif

Dari sample yang dipilih, pada umumnya responden berpendapat bahwa Peperangan Rohani

Tingkat Strategis mengakibatkan dampak yang secara umum positif. Dampak dapat bersifat

kasat mata (tangible) ataupun tidak kasat mata (intangible). Dampak juga dapat bersifat jangka

pendek dan jangka panjang. Untuk penelitian ini, klasifikasi jangka waktu penulis definisikan

sebagai: jangka pendek adalah sampai dengan 2bulan, jangka menengah dari 3 sampai 11bulan,

sementara jangka panjang lebih dari 1 tahun. Adapun hal-hal yang dapat dikatagorikan sebagai

dampak negatif, relatif kecil jika dibandingkan dengan dampak positifnya.

Mengingat tingkatnya yang strategis, ada kalanya juga di mana Dampak

Peperangan Rohani Tingkat Strategis itu sepertinya tidak terlihat atau tidak terukur, tetapi bukan

berarti tidak penting.

1.1. Dampak positif yang kasat mata untuk jangka pendek (sampai

dengan 2bulan), di antaranya:

• Orang-orang yang terbuka dan responsif untuk pemberitaan kabar baik, secara

jumlah lebih banyak.

• Tertangkapnya teroris yang melakukan kejahatan

• Tanda-tanda langit yang menunjukkan terjadinya hal yang positif, seperti pelangi,

awan dengan berbagai bentuk yang positif seperti ikan, hati, burung dlsb.

1.2. Dampak positif yang tidak kasat mata untuk jangka pendek (sampai

dengan 2bulan), di antaranya:

• Orang-orang yang lebih terbuka dan responsif untuk pemberitaan kabar baik

• Suasana beribadah yang lebih baik jika dibandingkan sebelum dilakukannya

peperangan rohani tingkat strategis, walaupun terasakan, dianggap tidak kasat mata

1.3. Dampak positif yang kasat mata untuk jangka menengah (sekitar 3

sampai dengan 11bulan), di antaranya:

• Meningkatnya persatuan dan kesatuan antar komponen-komponen yang terlibat

dalam Peperangan Rohani Tingkat Strategis.

• Diperolehnya izin penggunaan tempat beribadah

Page 91: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

Copyright ©2019; REDOMINATE | 91

91

• Kesehatan orang-orang di mana dilakukan Peperangan Rohani Tingkat Strategis

lebih baik dari pada setelah tidak dilakukan Peperangan Rohani Tingkat Strategis

• Pertumbuhan kedewasaan jemaat sehingga menjadi lebih kuat dalam menghadapi

masalah, semakin jarang konseling

• Peningkatan jumlah jemaat

• Terbukanya kesempatan berusaha di daerah di mana telah dilakukan Peperangan

Rohani Tingkat Strategis (Belanda, Vietnam, Nusa Tenggara Barat dll)

• Terbangunnya hubungan baik dengan sejumlah hamba-hamba Tuhan dilakukan

Peperangan Rohani Tingkat Strategis, secara kuantitatif meningkat

• Terjangkaunya jiwa-jiwa yang tadinya terikat dan menggunakan narkoba

• Meningkatnya jumlah partisipasi jemaat untuk kegiatan misi dan persembahan

• Menurunnya jumlah peristiwa negatif seperti bunuh diri

• Gagalnya konser musik yang bersifat mengundang kuasa gelap

1.4. Dampak positif yang tidak kasat mata untuk jangka menengah

(sekitar 3 sampai dengan 11bulan), di antaranya:

• Pertumbuhan kedewasaan dan iman jemaat sehingga menjadi lebih kuat dalam

menghadapi masalah, secara karakter dan kekuatan roh kadang tidak kasat mata

• Terbangunnya hubungan baik dengan sejumlah hamba-hamba Tuhan dilakukan

Peperangan Rohani Tingkat Strategis, secara kualitatif membaik

1.5. Dampak positif yang kasat mata untuk jangka panjang (lebih

daripada 1tahun), di antaranya:

• Pertumbuhan jemaat & peningkatan jumlah satelit

• Keputusan-keputusan dan perundang-undangan yang menguntungkan kerajaan

surga, seperti batalnya rencana pembangunan patung yang bersifat penyembahan terhadap

Iblis.

1.6. Dampak positif yang tidak kasat mata untuk jangka panjang (lebih

daripada 1tahun), di antaranya:

• Meningkatnya kualitas jemaat, yaitu semakin serupa dengan Kristus, baik secara

iman, karakter, dlsb

1.7. Dampak negatif yang kasat mata, di antaranya:

• Adanya jemaat yang kurang siap atau terlatih dalam melakukan Peperangan

Rohani Tingkat Strategis, mengalami serangan yang berdampak negatif yang terlihat,

bahkan ada juga yang berpindah ke gereja lain.

Page 92: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

Copyright ©2019; REDOMINATE | 92

• Adanya hamba-hamba Tuhan yang memiliki pandangan serta konsep yang

berbeda mengenai Peperangan Rohani Tingkat Strategis, mengakibatkan terjadinya pro dan

kontra.

1.8. Dampak negatif yang tidak kasat mata, di antaranya:

• Adanya jemaat yang kurang siap atau terlatih dalam melakukan Peperangan

Rohani Tingkat Strategis, mengalami dampak yang negatif yang tidak terlihat secara kasat

mata, seperti kecewa, marah, dlsb.

2. Kaitan yang erat dan dampak yang positif terhadap pertumbuhan gereja

Para responden yaitu para pemimpin serta sample Jemaat Kristen Indonesia Hananeel

berpendapat bahwa terdapat kaitan yang erat antara Peperangan Rohani Tingkat Strategis

terhadap Pertumbuhan Gereja. Dampak pelaksanaan Peperangan Rohani Tingkat Strategis

terhadap Pertumbuhan Gereja adalah Positif.

KESIMPULAN

Berdasarkan pelaksanaan keempat siklus pencapaian subjek dibagi dalam tiga kategori yaitu

15 anak kategori tinggi, dua anak kategori cukup, dan tiga anak kategori rendah. Dari 20

subjek yang diteliti mendapat total skor 132 dan nilai rata-rata 6.6. Dengan rumus: total skor

: jumlah anak. Jadi, 132:20 = 6,6. Secara keseluruhan dapat disimpulkan ada peningkatan

kemampuan berhitung anak kelompok B melalui permainan congklak di TK Kristen

Mahanaim Terpadu, Desa Buo, Kecamatan Loloda, Kabupaten Halmahera Barat, Provinsi

Maluku Utara.

REKOMENDASI

Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa ada peningkatan kemampuan

berhitung anak dengan guru menggunakan permainan Congklak sebagai bentuk

kreativitasnya, maka disarankan untuk: pertama, Guru-guru Taman Kanak-Kanak jangan

hanya fokus di papan tulis dalam pelaksanaan proses belajar mengajar karena anak akan

bosan. Sangat disarankan untuk mengembangkan kreativitasnya dengan menggunakan

permainan edukatif. Kedua, untuk lembaga TK agar menambah sarana permainan edukatif.

Ketiga, untuk Yayasan agar meningkatkan kreativitas guru-guru dengan diikutkan seminar

dan pelatihan.

REFERENSI

Abdurrahman, Mulyono. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta,

2003

Aqib, Zainal. dkk. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: HR-RUZZ MEDIA, 2008

Dimyati, Johni. Metodologi Penelitian Pendidikan & Aplikasinya. Jakarta, 2013

Mulyani, Nani. Super Asyik Permainan Tradisional Anak Indonesia. Yogyakarta : DIVA

Press., 2016.

Munandar, Utami. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta, 2009

Ngalimun,dkk. Perkembangan dan Pengembangan Kreativitas. Yogyakarta, 2013.

Poerwadarminta,W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia Edisi Ketiga.Jakarta: Balai

Pustaka, 2003.

Raharjo, Marsudi. Pembelajaran Operasi Hitung Perkalian dan Pembagian Bilangan Cacah

Page 93: Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi

Copyright ©2019; REDOMINATE | 93

93

di SD .Jakarta, 2009.

Slameto. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi.Jakarta: Rineka Cipta, 2009.

Susanto, Ahmad. Perkembangan Anak Usia Dini Pengantar dalam Berbagai Aspeknya.

Jakarta: Kencana prenada media group, 2011.

Susanto, Ahmad.. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar.Jakarta:

PRENADAMEDIA GROUP, 2013.

Semiawan,Conny R. Memupuk Bakat dan Kreativitas Siswa Sekolah Menengah.

Jakarta:Gramedia, 2009

Sun,Khen Peng. The Power Of Creativity. Yogyakarta: Andi, 2010.

Sudarma,Momon. Mengembangkan Keterampilan Berpikir Kreatif.Jakarta: Rajawali Pers.,

2013.

Suryabrata,Sumadi..Psikologi Pendidikan.Jakarta:Raja Grafindo Persada, 1998.

,https://media.neliti.com/media/publications/60417-ID-semantika-dalam-

perkembangan-desain prod.pdf diakses tanggal 08 juli 2018 pukul 12:20 WIT.