meningkatkan pertumbuhan gereja melalui penerapan strategi
TRANSCRIPT
Available at: http://sttkerussoindonesia.ac.id/e-journal/index.php/redominate
Meningkatkan Pertumbuhan Gereja Melalui Penerapan Strategi Peperangan Rohani
Ferry Setiawan Budi
Sekolah Tinggi Teologi Kerusso Indonesia, Bekasi
Abstract
Play and games are an inseparable part of the learning process to develop early
childhood skills. Knowledge of arithmetic can be delivered to early childhood, ages 5-6
years, by playing a game. The game is a game of congklak. Congklak is a traditional
game that has the benefit of stimulating fine motor skills, and training the child's
concentration. Research on Teacher Creativity in Improving Counting Ability of Group
B Through the Congklak Game in the Integrated Mahanaim Christian Kindergarten,
using the Classroom Action Research methodology. The research model used is the
Kurt Lewin model. Four stages are carried out: planning, implementing, observing and
reflecting. From the four cycles carried out the results are: of the 20 subjects studied
the average achievement value was 6.6. 15 children in the high achievement category, 2
children in the moderate category, and 3 children in the low achievement category.
Based on initial observations, it was concluded that there was a significant increase in
numeracy skills.
Keywords: Congklak games; early age; numeracy skills; teacher creativity
Abstrak
Topik Peperangan Rohani ini telah berulang kali dibahas dalam pertemuan-pertemuan Kegerakan Lausanne, suatu kegerakan Injili yang dipelopori oleh Billy Graham, John Stott dkk. Dampaknya terhadap keberhasilan penginjilan, telah dapat diterima oleh
kalangan injili. Walaupun demikian, salah satu subtopiknya yaitu Peperangan Rohani di Tingkat Strategis menghadapi roh-roh penguasa wilayah masih mendapat perdebatan. Thesis ini mengkaji Peperangan Rohani Tingkat Strategis secara alkitabiah, bagaimana melakukannya misalnya melalui doa syafaat dan pemetaan rohani; apa saja dampaknya serta seberapa erat kaitannya terhadap pertumbuhan salah satu gereja injili di DKI Jakarta. Penelitian dilakukan secara kualitatif secara studi kasus Ex-Post Facto, terhadap Gereja
Jemaat Kristen Indonesia Hananeel.
Kata kunci: Peperangan Rohani, Peperangan Rohani Tingkat Strategis, Pertumbuhan
Gereja, Pemetaan Rohani, Roh-roh penguasa wilayah
PENDAHULUAN
Vol 1, No 1, Desember 2019 (49-75)
Sepanjang abad ke-20 serta awal abad ke-21, Kekristenan telah mengalami
perubahan demografi yang drastis, yaitu bergesernya dominasi penganut agama
Kristen dari orang kulit putih di Barat terutama di Eropa, kepada bangsa-bangsa lain
di belahan bumi lainnya. John Piper1 mengemukakan bahwa Philip Jenkins, seorang
Direktur Program Studi Sejarah Keagamaan Universitas Baylor, adalah peneliti yang
telah berhasil menjelaskan perubahan demograsi ini secara paling baik. 2 Jenkins
mengamati terjadinya fenomena Global Selatan (Global South), yaitu melemahnya
pengaruh kekristenan di Eropa (di belahan bumi Utara) sementara terjadi
pertumbuhan gereja yang mengagumkan di Afrika, Amerika Latin dan Asia di
belahan bumi Selatan.3 Hal ini diilustrasikan pada Grafik A.1. & A.2. sbb:
1 John Stephen Piper adalah seorang Gembala Baptis Kalvinis, pengarang, pendiri dan
pemimpin desiringGod.org. Ia juga memimpin Sekolah Theologia Bethlehem di Minneapolis, Minnesota, AS.
2 Philip Jenkins. The Next Christendom: The Coming of Global Christianity (Oxford: Oxford University Press, rev. and updated, 2007); dan The New Faces of Christianity: Believing the Bible in the Global South (Oxford: Oxford University Press, 2006).
3 Negara-negara yang tercakup dalam Global North adalah Amerika Utara, Eropa, Australia, Jepang dan Selandia Baru. Negara-negara selain ke5 negara tersebut digolongkan sebagai Global South. Global South sebenarnya bukan istilah yang terbatas kepada hanya kepada Kekristenan tapi lebih luas mencakup aspek politik, ekonomi dll. Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah fenomena Global South dalam Kekristenan.
3
Grafik A.1 Perkembangan penganut agama Kristen di dunia, bergeser ke Selatan
terutama sejak awal abad ke204
Grafik A.2 Distribusi Regional pemeluk agama Kristen di dunia5
4 Todd M. Johnson and Gina A. Zurlo, eds. World Christian Database (Leiden/Boston: Brill:
2018) Penelusuran 3 September 2018.
5 Pew Research Center. Global Christianity - A Report on the Size and Distribution. (Washington DC: Pew Research Center, 2011). pp9.
Tabel A.3. Tabel perkembangan Kekristenan ke Selatan selama satu abad6
Menurut Johnson, Direktur Pusat Penelitian Kekristenan Global dari
Seminari Gordon Conwell, jumlah orang Kristen di Afrika meningkat paling
pesat dibandingkan benua-benua lainnya. 7 Hal ini digambarkan pada peta
infografik A.4. di bawah. Pada tahun 1900, jumlah orang Kristen di Afrika baru
berjumlah 10juta, atau 9% dari penduduk; setara dengan 2% dari seluruh
orang Kristen. Pada tahun 2018, jumlah orang Kristen telah berlipatganda
menjadi 631 juta, atau 45% penduduk, atau 25% dari seluruh orang Kristen di
dunia. 8 Dengan kata lain pada tahun 1900, hampir 1 dari 10 orang Afrika
beragama Kristen, dan dari 50 orang Kristen hanya 1 yang tinggal di Afrika,
sementara 49 lainnya di benua-benua lain. Pada tahun 2018 hampir 1 dari 2 orang
Afrika beragama Kristen, dan 1 dari 4 orang Kristen, berada di Afrika. Sejak
tahun 2018, Afrika dengan 631 juta orang Kristen telah mulai menjadi benua
dengan penduduk Kristen terbanyak, mendahului Amerika Selatan. Secara
kuantitatif ini mungkin merupakan pergeseran afiliasi keagamaan terbesar yang
pernah terjadi sepanjang sejarah.9
6 Todd M. Johnson. Atlas of Global Christianity. (South Hamilton: Center for the Study of
Global Christianity at Gordon-Conwell Theological Seminary, 2009).
7 Todd M Johnson. Christianity in Global Context: Trends and Statistics, Center for the Study of Global Christianity, Gordon-Conwell Theological Seminary prepared for the Pew Forum on Religion & Public Life. (Washington DC: Pew Research Center, 2005) pp.2.
8 Todd M. Johnson and Gina A Zurlo, eds. World Christian Database (Leiden/Boston: Brill, 2018). n.p. www.christiandatabase.org Penelusuran 15 April 2018.
9 Philip Jenkins, Believing in the Global South, First Things December 2006 (New York City: The Institute on Religion and Public Life, 2006). pp13.
5
Grafik A.4. Populasi pemeluk agama Kristen menurut benua pada 2018
Walaupun pertumbuhan kekristenan di Afrika memang pesat, pada tahun
2012 Jenkins masih menyimpulkan bahwa agama yang paling cepat bertumbuh
adalah Islam. Pada tahun 1900, populasi pemeluk agama Islam sekitar 12-13%
penduduk dunia, yang telah tumbuh menjadi 22.5% pada tahun 2012. Pada tahun
1900 jumlah orang Kristen yang tadinya lebih banyak 2.8:1, pada tahun 2012
perbandingannya sudah tinggal 1.5:1. Dengan kata lain, jumlah orang Kristen
sekarang hanya bertambah empat kali lipat dibandingkan pada tahun 1900;
sementara pemeluk agama Islam telah bertumbuh setidaknya tujuh kali lipat.10
Sementara itu, di sebelah selatan Sahara, sejak tahun 1900 sampai 2010
Kekristenan telah bertambah menjadi 460 juta dibandingkan pertumbuhan 220juta
Muslim.11 Karena itu merupakan satu hal menarik untuk menyelidiki bagaimana
kekristenan dapat bertumbuh dengan sangat cepat di Sub-Sahara, serta
menerapkan hal-hal yang dapat dicontoh untuk memaksimalkan pertumbuhkan
kekristenan di seluruh dunia.
10 Philip Jenkins, The World's Fastest Growing Religion, Real Clear Religion 2012 (Chicago:
Real Clear Media Group, 2012). n.p. https://www.realclearreligion.org/articles/2012/11/13/the_worlds_fastest_growing_religion.html Penelusuran 31 Agustus 2018
11 Bruce Bennet, The Age of Church Planting Movement in Global Alliance of Church Multiplication (GACX) Newsletter May 2015. (Mossel Bay: Community of Church Planting, 2015). n.p. https://www.ccp.international/news/age-of-the-cpm Penelusuran 6 September 2018.
Tabel A.5. Grafik Perkembangan jumlah pemeluk agama-agama utama12
Grafik A.6. Grafik Perkembangan jumlah pemeluk agama Kristen dan Islam13
12 Todd M. Johnson dan Peter F. Crossing. “Christianity 2014: Independent Christianity and
Slum Dwellers.” in International Bulletin of Missionary Research vol 38 no.1, J. Nelson Jennings (ed). (New Haven: Overseas Ministries Study Center, 2014), pp29.
13 Dick Slikker, MSc. Our Christian World - historical development of Christianity in the world and continents from a statistical view, also compared with Islam. (Harderwijk: Our Christian World, undated). n.p. https://ourchristianworld.org Penelusuran 4 September 2018.
7
Grafik A.7. Grafik Pertumbuhan Kekristenan dibandingkan pertumbuhan penduduk,
berdasarkan wilayah14
Grafik A.8. Grafik Perkembangan jumlah pemeluk agama-agama utama di Selatan gurun
Sahara di Afrika15
14 Todd M. Johnson and Gina A Zurlo, eds. Op. Cit. n.p. Penelusuran 15 April 2018.
Satu ciri penting yang patut diperhatikan dalam perkembangan
Kekristenan pada abad ke-21 adalah berkembangnya kerohanian karismatik oleh
kegerakan Pentakosta dan Karismatik. Menurut analisis Pew Research Center
terhadap perkiraan yang bersumber dari Pusat Penelitian Kekristenan Global di
Seminari Theologi Gordon Conwell pada tahun 2011, total komposisi golongan
Kristen Karismatik dan Pentakosta terhadap Kekristenan dunia mencapai 26.7%,
sementara Injili mencapai 13.1%.16 Hanya dalam rentang waktu seabad lebih,
kegerakan Pentakosta dan Karismatik telah menjangkau hampir 600 juta orang.17
15 Pew Forum on Religion and Public Life. Tolerance and Tension: Islam and Christianity in
Sub-Saharan Africa. (Washington DC: Pew Research Center, 2010). n.p. http://www.pewforum.org/2010/04/15/executive-summary-islam-and-christianity-in-sub-saharan-africa/ Penelusuran 5 September 2018.
16 Pew Research Center, Global Christianity – A Report on the Size and Distribution of the World’s Christian Population (Washington, DC: Pew Research Center, 2011) pp17.
Catatan definisi kegerakan menurut Pew Research Center:
Yang digolongkan sebagai Pentekosta pasti berbeda (eksklusif) terhadap Karismatik. Tetapi yang digolongkan sebagai Injili, belum tentu berbeda dari Pentakosta atau Karismatik, bisa saja tumpang tindih / overlap. Ketiga angka ini tidak dapat dijumlahkan.
Yang digolongkan sebagai Pentakosta adalah anggota denominasi Protestan (atau gereja independen lainnya) yang percaya bahwa setiap orang Kristen harus mencari pengalaman sesudah kelahiran baru yaitu baptisan Roh Kudus. Pentakostalisme yang berakar dari kegerakan Kekudusan (Holiness Movement) pada awal abad 19, bangkit sebagai kegerakan keagamaan tersendiri di AS pada awal abad ke-20.
Yang digolongkan sebagai Karismatik adakah anggota dari denominasi non Pentakosta - termasuk Katolik, Ortodoks serta beberapa denominasi Protestan - yang percaya dengan setidaknya sebagian kepercayaan Pentakosta dan terlibat dalam praktek yang terkait dengan Pentakostalisme, termasuk kesembuhan ilahi, nubuat dan berbicara dalam bahasa roh. Kegerakan Karismatik dimulai pada aras Protestan di AS pada tahun 1960 dan menyebar ke sebagian dari gereja Katolik AS pada tahun 1967. Para peserta kegerakan membentuk jaringan gereja mereka, seperti denominasi contohnya Jaringan Gereja Vineyard. Jaringan ini berbeda dan tidak terkait dengan denominasi Pentakosta.
Yang digolongkan sebagai Injili adalah orang Kristen yang (1) percaya terhadap kelahiran kembali sebagai titik pusat pertobatan dalam menerima keselamatan. (2) percaya terhadap otoritas Alkitab sebagai pewahyuan Allah terhadap umat manusia dan (3) memiliki suatu komitmen kuat terhadap penginjilan. Injili adalah kegerakan antar denominasi (trans denominational), mereka yang menganut paham ini dapat termasuk dalam berbagai denominasi seperti Metodis, Presbiterian, denominasi-denominasi Pentakosta seperti Sidang Jemaat Allah. Cikal bakal dari kegerakan Injili modern dapat ditelusuri sampai ke abad ke17, yaitu kegerakan Pietisme Luteran di Jerman dan Metodis di Inggris pada masa yang kurang lebih sama.
17 Rentang waktu seabad lebih sedikit dihitung sejak Kebangunan Rohani Pentakosta di Azusa Street, AS, 1906 sampai terbitnya laporan pada tahun 2011.
9
Tabel A.9. Jumlah orang Kristen berdasarkan kegerakan18
Terkait dengan pekerjaan Roh Kudus, salah satu dimensi pekerjaan Roh
Kudus adalah pengusiran roh-roh jahat atau Peperangan Rohani19 , yang telah
disepakati dampak positifnya terhadap penginjilan bahkan oleh kalangan Injili.
Perkembangan sikap kalangan Injili terhadap topik Peperangan Rohani ini dapat
diikuti dari perkembangan Kegerakan Lausanne yang pada awalnya merupakan
kegerakan Injili, yang merupakan inisiatif Dr Billy Graham, John Stott, Jack
Deere dll.
Walaupun tema mengenai Peperangan Rohani ini secara umum telah dapat
diterima, salah satu subtopiknya yaitu Peperangan Rohani di Tingkat Strategis
masih kerap kali mendapat pro dan kontra. Thesis ini adalah suatu kajian
alkitabiah terhadap Peperangan Rohani Tingkat Strategis, bagaimana melakukan
Peperangan Rohani Tingkat Strategis, serta seberapa erat kaitannya dan
bagaimana dampaknya terhadap pertumbuhan salah satu gereja injili di DKI
Jakarta yaitu Jemaat Kristen Indonesia Hananeel.
A. RUMUSAN MASALAH
Pada thesis ini masalah-masalah yang diteliti adalah:
1. Bagaimanakah pelaksanaan Peperangan Rohani Tingkat Strategis di Jemaat
Kristen Indonesia Hananeel?
2. Apa sajakah dampak dari praktek Peperangan Rohani Tingkat Strategis di
Jemaat Kristen Indonesia Hananeel di DKI Jakarta?
18 Pew Research Center, Op Cit. pp17.
19 Lihat Lukas 4, setelah Tuhan Yesus dibaptis oleh Roh Kudus, Tuhan dibawa berhadapan dengan Iblis dalam tiga pencobaan atau konflik.
3. Bagaimanakah dampak Peperangan Rohani Tingkat Strategis terhadap
Pertumbuhan Gereja Jemaat Kristen Indonesia Hananeel di DKI Jakarta?
B. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penulisan thesis ini adalah untuk:
1. Untuk menjelaskan cara melakukan Peperangan Rohani Tingkat Strategis.
2. Untuk memahami apa saja dampak Peperangan Rohani Tingkat Strategis di
Jemaat Kristen Indonesia Hananeel.
3. Untuk menjelaskan dampak Peperangan Rohani Tingkat Strategis terhadap
pertumbuhan gereja Jemaat Kristen Indonesia Hananeel di DKI Jakarta.
C. PENTINGNYA PENELITIAN
Berbagai thesis, disertasi, jurnal, kertas kerja dan pustaka telah diterbitkan
di berbagai negara mengenai Peperangan Rohani Tingkat Strategis ini, terutama di
AS, Amerika Latin dan Afrika. Di Indonesia sendiri masih belum terlalu banyak
penelitian yang dilakukan untuk meneliti Peperangan Rohani Tingkat Strategis ini.
Thesis ini juga disusun untuk mengisi kekosongan ini, sehingga dapat menjadi
batu pijakan untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang lebih mendalam dalam
hal Peperangan Rohani Tingkat Strategis serta kaitannya terhadap Pertumbuhan
Gereja, terutama di Indonesia.
Penulis juga berharap agar penelitian ini dapat bermanfaat dalam:
1. Memahami garis besar perkembangan kronologis terhadap perkembangan
pemahaman berbagai konsep Theologis dan berbagai cara pandang terhadap
topik Peperangan Rohani pada kalangan injili di dunia secara menyeluruh.
2. Memberikan kontribusi positif terhadap penelitian ilmiah terhadap tema
Peperangan Rohani Tingkat Strategis terutama bagi gereja Tuhan di
Indonesia bahkan di bangsa-bangsa.
3. Menjembatani kebutuhan antara pemahaman Alkitabiah yang kuat, antara
praktek teori Pertumbuhan Gereja serta bagaimana mengusahakannya
melalui pelaksanaan Peperangan Rohani Tingkat Strategis .
4. Dengan memahami berbagai cara pandang (worldview) mengenai alam roh
terutama terkait peperangan rohani, penelitian ini kami harapkan dapat
penyingkapkan pemahaman yang selama ini telah ada, sehingga dapat
11
mengurangi bahkan meredam perdebatan yang mengakibatkan perpecahan di
kalangan injili mengenai topik Peperangan Rohani Tingkat Strategis.
5. Memberikan suatu kontribusi yang dapat bermanfaat terhadap Pertumbuhan
Gereja Tuhan terutama di, tetapi tidak terbatas hanya kepada Indonesia.
D. METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN
Penelitian dalam thesis ini dilakukan secara Kualitatif. Penulis
melakukan penelitian pustaka terhadap berbagai daftar pustaka yang terkait, baik
dari sumber-sumber ilmiah maupun dari sumber-sumber lainnya, baik dari dalam
maupun dari luar negeri. Penulis juga mengunakan penelitian lapangan, melalui
pengamatan secara partisipatif, wawancara terhadap beberapa narasumber yang
dinilai memiliki wewenang serta memiliki keterlibatan terhadap topik penelitian,
bentuk diskusi kelompok serta analisis dokumen-dokumen yang terkait seperti
foto, rekaman video, dokumen dll.
Penelitian kualitatif ini dilaksanakan dengan metodologi studi kasus
yaitu dengan batasan di Jemaat Kristen Indonesia Hananeel di DKI Jakarta.
Batasan waktu adalah sejak perintisan JKI Hananeel di DKI Jakarta pada tahun
2007 sampai pertengahan tahun 2018 (tahun berjalan). Berdasarkan interaksi dan
kontrol terhadap subyek penelitian penelitian ini bersifat Ex Post Facto atau
Penelitian sesudah fakta-fakta.
E. RUANG LINGKUP PENELITIAN
Pada thesis ini masalah yang diteliti dibatasi pada:
1. Kajian alkitabiah mengenai Peperangan Rohani Tingkat Strategis menghadapi
roh-roh penguasa wilayah (territorial spirits) serta Pertumbuhan Gereja.
2. Bagaimanakah praktek pelaksanaan Peperangan Rohani Tingkat Strategis serta
apa sajakah dampaknya dalam Jemaat Kristen Indonesia Hananeel di DKI
Jakarta.
3. Apa saja dampaknya terhadap Pertumbuhan Gereja JKI Hananeel di DKI
Jakarta.
Thesis ini tidak membahas mengenai: Peperangan Rohani di tingkat
lainnya (yaitu tingkat Dasar/Pribadi serta tingkat Okultisme). Penelitian ini juga
membahas metoda dan cara melakukan peperangan rohani tingkat strategis,
namun tidak secara mendetail. Penelitian ini adalah penelitian Kualitatif, sehingga
secara umum tidak melibatkan data penelitian Kuantitatif.
Dalam thesis ini dapat saja terjadi bias, karena Peneliti adalah juga seorang
praktisi yang melakukan Peperangan Rohani Tingkat Strategis, serta mengenal
bahkan memiliki hubungan yang cukup baik dengan para responden yang menjadi
subyek penelitian dalam Jemaat Kristen Indonesia Hananeel di DKI Jakarta.
F. SISTEMATIKA PENULISAN
PASAL 1 Pendahuluan
Membahas latar belakang mengapa topik ini diangkat. Kemudian
membahas Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Pentingnya Penelitian, Metoda
dan Prosedur Penelitian, Ruang Lingkup Penelitian serta Sistematika Penulisan ini.
PASAL 2 Landasan Teori dan Konseptual mengenai Peperangan Rohani
Tingkat Strategis dan Pertumbuhan Gereja
Membahas mengenai Landasan Teoretis dan Konseptual terhadap
Peperangan Peperangan Rohani, terutama salah satu sub topiknya yaitu
Peperangan Rohani Tingkat Strategis serta Pertumbuhan Gereja. Dimulai dengan
definisi-definisi setiap kata yang diangkat menjadi judul, pengertian mengenai
konsep Peperangan Rohani Secara Umum, Kajian Alkitabiah terhadap
Peperangan Rohani terutama Peperangan Rohani di Tingkat Stretegis baik dalam
Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, dilanjutkan dengan Teori dan
Pandangan Para Ahli Mengenai Peperangan Rohani Tingkat Strategis serta Teori
Pertumbuhan Gereja. Penelitian dilanjutkan dengan Klasifikasi Peperangan
Rohani.
PASAL 3 Membahas mengenai Perancangan dan Metodologi Penelitian
Penelitian dalam thesis ini dilakukan secara Kualitatif. Penulis
melakukan penelitian pustaka terhadap berbagai daftar pustaka yang terkait, baik
dari sumber-sumber ilmiah maupun dari sumber-sumber lainnya, terutama dari
luar negeri serta juga dari dalam negeri. Penulis juga mengunakan penelitian
lapangan, melalui pengamatan secara partisipatif, wawancara terhadap beberapa
orang yang diperkirakan memiliki wewenang serta memiliki keterlibatan terhadap
13
topik penelitian, bentuk diskusi kelompok serta analisis dokumen-dokumen yang
terkait seperti foto, rekaman video, dokumen dll.
PASAL 4 Membahas mengenai Analisis Hasil Penelitian.
Dari hasil penelitian yang diperoleh Penulis menyusun suatu analis dalam
rangka menarik kesimpulan.
• Apakah Peperangan Rohani Tingkat Strategis memang bersifat
Alkitabiah?
• Bagaimanakah Jemaat Kristen Indonesia Hananeel melaksanakan
Peperangan Rohani Tingkat Strategis?
• Apa sajakah Dampak Peperangan Rohani Tingkat Strategis?
• Apakah dampaknya positif atau negatif?
• Apakah dampaknya bersifat strategis atau kurang strategis?
• Apakah dampaknya berjangka pendek atau berjangka panjang?
• Apa saja dampaknya terhadap Pertumbuhan Gereja Jemaat Kristen
Indonesia Hananeel?
• Seberapa erat kaitannya terhadap Pertumbuhan Gereja Jemaat
Kristen Indonesia Hananeel?
PASAL 5 Membahas Kesimpulan, Implikasi dan Saran
Membahas kesimpulan yang ditarik dari penelitian yang telah dilakukan,
implikasi dari penelitian ini serta saran-saran langkah tindak lanjut, demi
kemajuan misi, pertumbuhan gereja dan perluasan kerajaan surga.
PASAL II
LANDASAN TEORETIS DAN KONSEPTUAL
A. DEFINISI
Untuk memahami makna judul tesis ini, maka terlebih dahulu harus diketahui arti
dari kata-kata di dalamnya.
a. Kajian, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah hasil
mempelajari atau menyelidiki atau meneliti sesuatu.20
b. Theologis, artinya berhubungan dengan, atau berdasar pada pengetahuan
ke-Tuhan-an (mengenai sifat Allah, dasar kepercayaan kepada Allah dan
agama, terutama berdasarkan pada kitab suci).21
c. Peperangan, adalah permusuhan antara dua negara (bangsa, agama, suku,
dsb); atau pertempuran besar bersenjata antara dua pasukan atau lebih;
atau perkelahian/konflik; atau cara mengungkapkan permusuhan.22
d. Rohani, adalah roh; atau yang bertalian dengan roh.23
e. Tingkat, adalah susunan yang berlapis-lapis; atau tinggi rendah martabat
(kedudukan, jabatan, kemajuan, peradaban, dsb); pangkat; derajat; taraf;
kelas; atau batas waktu (masa) suatu peristiwa (proses, kejadian, dsb);
babak(an); tahap.24
f. Strategis berarti berkaitan dengan strategi atau bisa juga baik letaknya,
tentang tempat. Strategi sendiri dapat berarti :
1) ilmu dan seni menggunakan semua sumber daya bangsa(-bangsa)
untuk melaksanakan kebijaksanaan tertentu dalam perang dan damai;
atau
2) ilmu dan seni memimpin bala tentara untuk menghadapi .musuh dalam
perang, dalam kondisi yang menguntungkan;
3) rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran
20 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia edisi ke-4. (Jakarta: Pusat
Bahasa, 2008). hal 617-618.
21 Ibid. hal 1501
22 Ibid. hal 1156
23 Ibid. hal 1216
24 Ibid. hal 1528-1529
15
khusus;
4) tempat yang baik menurut siasat perang.25
g. Dampak adalah pengaruh kuat yang mendatangkan akibat (baik negatif
maupun positif).26
h. Pertumbuhan adalah hal atau keadaaan mengenai tumbuh, di mana
tumbuh sendiri berarti
1) timbul (hidup) dan bertambah besar atau sempurna
2) sedang berkembang (menjadi besar, sempurna, dsb);
3) timbul; terbit; terjadi (sesuatu).27
i. Gereja adalah badan (organisasi) umat Kristen yang sama kepercayaan,
ajaran, dan tata cara ibadahnya. Walaupun gereja dapat berarti juga
bangunan fisik tempat beribadah, namun untuk menghindari kerancuan
maka dalam penelitian ini, Penulis hanya menggunakan istilah gereja
untuk organisasi umat Kristen, sementara untuk gereja fisik akan
digunakan istilah bangunan gereja.28
Definisi Peperangan Rohani, menurut C. Peter Wagner adalah sbb:
Suatu konfrontasi yang terjadi antara dua kerajaan, Kerajaan Allah dan kerajaan
Iblis. Dalam buku Confronting the Powers Wagner menuliskan sbb:
“Kerajaannya (Iblis) terdiri dari kendali yang ia miliki terhadap
orang-orang yang tinggal di bumi, dan ia menjaga kendali ini dengan
mempertahankan kesetiaan orang-orang tsb (terhadap Iblis) melalui
berbagai cara yang disebut sebagai tipu daya Iblis. (Efesus 6:11, TB)
atau siasat-siasat yang licik dari Iblis. (Efesus 6:11, BIS).
Demikian pula, Kerajaan Allah yang Yesus bawa, bukanlah suatu
tanah yang memiliki batasan-batasan wilayah, tetapi pemerintahan
Yesus Kristus atas umat manusia. Di mana ada orang yang
mendeklarasikan kesetiaannya (allegiance) kepada Yesus Kristus,
Kerajaan Allah ada di tengah-tengah mereka. Pertempuran antara
25 Ibid. hal 1376-1377
26 Ibid. hal 313, hanya diambil arti kedua yang relevan.
27 Ibid. hal 1558
28 Kamus Besar Bahasa Indonesia Dalam Jaringan. Diakses melalui https://kbbi.web.id/gereja pada tanggal 4 September 2017 pk 18:15 WIB.
Kerajaan Allah dan Kerajaan Iblis ini pada dasarnya adalah suatu
pertempuran memperebutkan manusia serta kesetiaan mereka.29
Kelompok Kerja Doa dalam Penginjilan dalam Forum Penginjilan Dunia
tahun 2004 dari Komite Lausanne untuk Penginjilan Dunia memberikan suatu
definisi Doa Peperangan Rohani, sbb:
Doa peperangan rohani adalah doa syafaat yang dipimpin oleh Allah,
menggunakan sumber-sumber daya yang diberikan oleh Yesus Kristus
kepada gereja untuk mengatasi semua halangan dengan kuasa Roh Kudus,
untuk dapat mendukung penginjilan kepada seluruh dunia
(2 Korintus 10; Efesus 6:12).30
Definisi Pertumbuhan Gereja, menurut Masyarakat Amerika Utara untuk
Pertumbuhan Gereja, adalah:
Pertumbuhan gereja adalah suatu disiplin ilmu yang menyelidiki sifat-sifat,
perluasan, perintisan, pelipatgandaan, fungsi, dan kesejahteraan gereja-
gereja Kristen dalam hubungannya dengan penerapan yang efektif dari
amanat Allah untuk "menjadikan semua bangsa murid-Nya" (Matius 28:18-
20).31
B. LANDASAN ALKITABIAH MENGENAI
PEPERANGAN ROHANI TINGKAT STRATEGIS
1. Peperangan Rohani Tingkat Strategis di Perjanjian Lama
Firman Tuhan yang membahas mengenai Peperangan Rohani Tingkat
Strategis di Perjanjian lama adalah sbb. Penjelasan lebih menyeluruh
mengenai katagori-katagori Peperangan Rohani, bagaimana membagi
Peperangan Rohani sehingga terdapat sub topik Peperangan Rohani Tingkat
Strategis, akan dibahas pada bagian berikutnya.
29 C. Peter Wagner Confronting the Powers (Ventura, CA: Regal Books, 1996) pp.125.
Terjemahan bebas ke dalam bahasa Indonesia oleh Penulis.
30 The Issue Group of Prayer in Evangelism, Prayer in Evangelism, Lausanne Ocassion Paper no 42 (Pattaya: Lausanne Committee for World Evangelization: 2004). np
31 C. Peter Wagner, Dapatkah Gereja Anda Bertumbuh?, (Malang: Gandum Mas, 2001), h 15.
17
1.1. Ulangan 32.8 (BIS) Ketika Yang Mahatinggi
membagikan tanah, setiap bangsa ditentukan wilayahnya dengan suatu
ilah sebagai penguasa.
Pada Terjemahan Baru tahun 1974 LAI masih menerjemahkan Ulangan 32:8 sbb:
Ketika Sang Mahatinggi membagi-bagikan milik pusaka kepada bangsa-bangsa,
ketika Ia memisah-misah anak-anak manusia, maka Ia menetapkan wilayah
bangsa-bangsa menurut bilangan anak-anak Israel.
Pada terjemahan BIS yang diterbitkan pada tahun 1994 LAI telah
menjelaskan konsep roh-roh yang mempengaruhi wilayah. Peneliti utama yang
mengacu kepada ayat ini sebagai pembuktian adanya roh-roh yang mempengaruhi
wilayah, sebagai terjemahan/penafsiran terjemahan Septuaginta dan Qumran
adalah Peter Wagner sejak tahun 1990. Peneliti-peneliti lainnya adalah Peter
Adams dari Youth With A Mission sejak tahun 1987, Thomas B White rekan kerja
Peter Wagner serta Cindy Jacobs. Pada Disertasi Doktoralnya yang diterbitkan
pada tahun 2008, Van Der Meer menyanggah konsep ini dan menjelaskan bahwa
tulisan asli Septuaginta seharusnya memang tetap diterjemahkan sebagai anak-
anak Allah.
1.2. Daniel 10:10-21
Dan 10:13 FAYH Tetapi selama dua puluh satu hari penguasa kerajaan
orang Persia (yaitu roh jahat yang merebut kekuasaan di kerajaan Persia)
merintangi aku. Lalu Mikhael, salah seorang penghulu bala tentara surga, datang
untuk menolong aku supaya aku dapat menerobos penguasa di Persia itu.
Daniel 10:20 FAYH Ia menyahut, "Tahukah engkau apa sebabnya aku
datang kepadamu? …. Kemudian, apabila aku meninggalkan tempat ini, aku akan
berperang untuk menerobos penguasa Persia; dan sesudah itu penguasa Yunani.
Hanya Mikhael saja yang berada di pihakku, yaitu malaikat penjaga bangsa
Israel."
Kenneth N. Taylor dalam alkitab The Living Bible, yang kemudian
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Penerbit Kalam Hidup, sebagai
Firman Allah Yang Hidup, telah menerjemahkan konsep roh-roh yang
mempengaruhi wilayah secara cukup jelas, yaitu roh-roh ini merupakan lawan
sepadan dari Malaikat Penjaga Bangsa. Dengan demikian di pasal ini ada 3
mahluk yang mempengaruhi wilayah yang disebutkan, yaitu penguasa Persia,
penguasa Yunani serta Mikhael Malaikat penjaga bangsa Israel. Mahluk yang
berbicara dengan Daniel juga masih merupakan rekan sepihak dari Mikhael, yang
juga berperan menentang penguasa Persia dan Penguasa Yunani, tetapi tidak
disebutkan namanya.
2. Peperangan Rohani Tingkat Strategis di Perjanjian Baru
2.1. Menghadapi roh-roh yang penguasa wilayah di Matius
12:22-29
Tetapi jika Aku mengusir setan dengan kuasa Roh Allah, maka
sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu. Atau bagaimanakah orang
dapat memasuki rumah seorang yang kuat dan merampas harta bendanya apabila
tidak diikatnya dahulu orang kuat itu? Sesudah diikatnya barulah dapat ia
merampok rumah itu.
Dari ayat ini dapat kita simpulkan ada yang disebut sebagai orang kuat,
yaitu roh yang mempengaruhi rumah tersebut. Selain itu secara tersirat kita
menyimpulkan bahwa ada “orang-orang lain” yang tidak terlalu kuat, yang
kehadirannya tidak terlalu mempengaruhi apakah rumah tersebut dapat dirampok
atau tidak.
Penafsiran tradisional adalah bahwa Kristus mengikat Iblis dan kemudian
merebut jiwa-jiwa keluar dari cengkeramannya. Wagner mengusulkan suatu
pemahaman baru, bahwa kita dapat melakukan pekerjaan-pekerjaan yang Yesus
lakukan di bumi. Dengan demikian orang percaya dapat mengikat berbagai
orang-orang kuat di berbagai kota dan wilayah melalui Peperangan Rohani
Tingkat Strategis.
2.2. Roh-roh penguasa wilayah di Efesus 6:10-18
Efesus 6:12 karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging,
tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan
penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara.
Sejak tahun 1986, Wagner telah mengusulkan bahwa pemerintah,
penguasa, penghulu dan roh-roh jahat ini bertugas atas wilayah-wilayah seperti
kota, provinsi, negara dlsb. Sebagaimana dalam kemiliteran, roh-roh yang
disebutkan di Efesus 6:12 ini memiliki hirarki, dengan Iblis berada pada posisi
tertinggi. Peperangan Rohani Tingkat Strategis berfokus kepada orang kuat, yaitu
roh-roh pada tingkat hirarki yang di tinggi, yang memiliki posisi, pengaruh yang
lebih besar daripada roh-roh yang berada di tingkat hirarki yang rendah.
19
Gambar II.1 Tingkatan peperangan rohani menghadapi musuh-musuh yang terdiri
dari berbagai tingkatan yang disebutkan Rasul Paulus di surat Efesus.32
C. LANDASAN TEORETIS DAN KONSEPTUAL MENGENAI
PEPERANGAN ROHANI TINGKAT STRATEGIS
1. Perkembangan pandangan mengenai Peperangan Rohani
Tingkat Strategis pada pertemuan-pertemuan Kegerakan Lausanne
Kegerakan Lausanne adalah suatu wadah untuk seluruh umat Kristen di
seluruh dunia untuk membicarakan bagaimana menggenapi Amanat Agung untuk
penginjilan global dan pemuridan. Mereka yang terlibat dalam kegerakan
Lausanne ini mencakup para teolog Kristen, cendekiawan, akademisi, para
gembala, para misionaris, para pemimpin dlsb dari seluruh dunia yang lintas
budaya dan lintas denominasi, melalui 3 kongres global sepanjang masa sekitar
40-50 tahunan serta berbagai pertemuan-pertemuan yang lebih kecil. Sekalipun
pada pertemuan-pertemuan di awal kegerakan baru dihadiri terutama dari
kegerakan Injili, tetapi sejalan dengan perkembangan waktu, kemudian dihadiri
para peserta dari kegerakan Pentakosta dan Karismatik. Karena itu, dengan
mengevaluasi bagaimana perkembangan pandangan, pembicaraan mengenai topik
Peperangan Rohani terkait dengan dampaknya terhadap penginjilan global, kita
32 Brad Long et al. Dunamis Project Manual Unit 6 Spiritual Warfare, Chapter 8 High Level
Spiritual Warfare (Black Mountain NC, Presbyterian-Reformed Ministries International, nd) p6. https://prmi.org/blog/wp-content/uploads/2010/04/Nature-of-Demonic-Strongholds-From-Dunamis-Project-Man-Unit-6-L-8.pdf Penelusuran 2 November 2017.
akan dapat memperoleh suatu pandangan yang cukup objektif yang cukup dikenal
secara internasional.
Cikal bakal kegerakan Lausanne ini dapat ditelusuri sejak Konferensi Misi
Edinburgh pada tahun 1910, di mana para perwakilan dari berbagai masyarakat
misi berkumpul untuk membicarakan misi dan penginjilan secara global.
Konferensi Edinburgh masih dilanjutkan dengan beberapa konferensi selanjutnya,
namun sejumlah praktisi seperti Billy Graham berpendapat bahwa Konferensi
Edinburg masih belum berhasil dalam menghasilkan pertumbuhan penginjilan
seperti yang awalnya diharapkan. Pada tahun 1966, Billy Graham mengorganisasi
suatu Konferensi Dunia mengenai Penginjilan di Berlin, untuk “membuat suatu
ajakan kepada gereja di dunia, untuk kembali kepada semangat penginjilan dunia
yang dinamis”. Konferensi Berlin ini menekankan kepada Penginjilan, sebagai
suatu koreksi atau teguran terhadap gereja atau denominasi yang mempraktekkan
misi sebagai kegiatan sosial melalui perbuatan baik, tanpa membawa jiwa-jiwa
kepada kehidupan baru.
Konferensi Berlin ini kemudian ditindaklanjuti dengan Kongres
Internasional untuk Penginjilan Dunia di Lausanne, Swiss pada tahun 1974.
Konferensi-konferensi, pertemuan-pertemuan serta kongres-kongres yang
kemudian diselenggarakan, secara umum disebut sebagai “Kegerakan Lausanne”.
Kongres Internasional kedua diselenggarakan di Manila pada tahun 1989,
kemudian Kongres Internasional ketiga diselenggarakan di Cape Town, Afrika
Selatan dalam rangka memperingati 100 tahun Kongress Edinburgh. Sepanjang
sejarah kegerakan Lausanne ini juga telah diselenggarakan berbagai Pertemuan-
pertemuan yang bersifat lebih spesifik. Karena luasnya cakupan peserta, serta
panjangnya sejarah Kegerakan Lausanne, maka cukup banyak kesimpulan, cara
pandang serta landasan teologis yang penulis gunakan sebagai landasan teori pada
penelitian ini, untuk dapat memperoleh suatu landasan teoretis yang bersifat
cukup universal, global dan teruji mengenai pembahasan mengenai Peperangan
Rohani Tingkat Strategis ini. Pembahasan dimulai secara lebih menyeluruh
dengan mengkaji mengenai Peperangan Rohani sebelum masuk secara lebih
mendalam ke dalam tingkat strategis.
Jika kita pelajari dari Alkitab, sebenarnya kita dapat melihat topik
mengenai peperangan rohani ini, yaitu sejak pencobaan oleh iblis terhadap Adam
dan Hawa, penyiksaannya terhadap Ayub, godaannya terhadap Daud,
pencobaannya terhadap Tuhan Yesus sampai apa yang akan ia lakukan menjelang
kedatangan Tuhan yang kedua kali. Pelayanan Tuhan Yesus dan para rasul juga
jelas melibatkan aktifitas para setan, yang kemudian dilawan dan diusir melalui
pelayanan Tuhan serta para murid-murid.
21
Paham rasionalisme yang seringkali dapat dilihat pada orang Kristen di
Barat di masa kini mengarah pada pola pikir yang mengabaikan, meniadakan dan
menyangkal aktifitas roh-roh jahat di masa kini, sedangkan sebenarnya sepanjang
sejarah gereja, kita dapat melihat praktek yang berbeda, di mana pembahasan dan
konfrontasi terhadap roh-roh jahat itu sangat nyata.
1.1. Kongres Dunia untuk Penginjilan di Berlin, 1966
Sekalipun interaksi gereja terjadi selama Konferensi Misi Edinburgh pada
tahun 1910 serta pada pertemuan-pertemuan selanjutnya, tetapi kebanyakan
pembicaraan terjadi pada masyarakan misionaris. Ketika terjadi pembicaraan,
fokus penginjilan kadang mendapat prioritas yang lebih rendah dibandingkan
dengan ekumenisme dan kegiatan sosial. Billy Graham menyatakan kerinduannya
untuk mempersatukan semua kalangan injili dalam rangka melaksanakan tugas
menginjili seluruh dunia. Pada tahun 1966 kerinduan ini terlaksana oleh usaha
bersama Asosiasi Penginjilan Billy Graham dan majalah Christianity Today untuk
menyelenggarakan Kongress Dunia untuk Penginjilan di Berlin. Kongress ini
dihadiri 1200 delegasi dari lebih dari 100 negara, dan telah menginspirasi
konferensi-konferensi selanjutnya di Singapura (1968), Minneapolis dan Bogotá
(1969), serta Australia (1971).”33
Prinsip-prinsip dasar Kongress Berlin telah dijelaskan sejak awal
pertemuan, yaitu tujuan untuk “mendefinisikan dan memperjelas penginjilan yang
Alkitabiah pada zaman kita”. Para pemimpin kongres berusaha menjukkan
relevansi dan urgensi akan Injil bagi dunia modern dengan cara-cara bersaksi yang
baru, untuk dapat menjangkau orang-orang dengan injil, sementara secara
bersamaan mengatasi “masalah-masalah penolakan”.
Istilah Peperangan Rohani yang digunakan pada Kongres Berlin
Istilah-istilah Peperangan Rohani yang digunakan selama Kongres Berlin
patut untuk kita perhatikan, dalam rangka mengatasi hambatan-hambatan dalam
penginjilan. Istilah yang jelas-jelas terkait dengan Peperangan Rohani mulai dapat
kita temukan pada sambutan pembukaan Billy Graham yang berjudul “Mengapa
Kongres Berlin?”
Graham menyatakan bahwa “Gereja mempunyai gairah untuk persatuan,
tetapi telah melupakan Amanat Agung Tuhan kita untuk menginjil”. Ia kemudian
33 _______ “About the Lausanne Movement,” The Lausanne Committee for World
Evangelization, https://www.lausanne.org/about-the-lausanne-movement (Lausanne: Lausanne Committee for World Evangelization: nd). np. Penelusuran 17 Agustus 2018
menggunakan istilah Peperangan Rohani untuk menerangkan kondisi dunia,
menjelaskan bahwa “Dunia kita sedang terbakar, dan manusia tanpa Allah tidak
dapat memadamkan api itu. Roh-roh jahat dari neraka telah dilepaskan”. Bahasa
ini tidak sekedar digunakan dengan gaya metafora atau hiperbola, tetapi Graham
memang sangat percaya bahwa kondisi dunia memang sedang terpuruk dan akar
dari masalah-masalahnya adalah hal-hal rohani.34
Graham kemudian memberikan daftar butir-butir yang perlu diperhatikan,
di mana poin keempat adalah “adanya suatu kebingungan (confusion) akan
strategi-strategi musuh akan penginjilan”. Ia mengusulkan bahwa banyak yang
belum mengakui bahwa orang percaya memiliki seorang musuh yang aktif, ketika
mereka akan mengusahakan untuk melakukan pekerjaan Tuhan dalam penginjilan.
Ia membuktikan bagaimana Yesus dan para rasul menyebutkan Iblis sebagai
seorang pribadi yang nyata, dengan menyebutnya sebagai “penguasa dunia ini”
“ilah zaman ini” dan “penguasa kerajaan angkasa”. Nama-nama yang digunakan
untuk menyebutkannya dikaitkan dengan karakter dan strateginya sebagai si
“pendusta”, “penuduh” “pencoba”, “pembinasa” serta masih banyak nama-nama
lainnya.
Kenyataan bahwa Graham mengalokasikan suatu bagian penting dari
pidato pembukaannya untuk membahas mengenai peperangan rohani patutlah kita
cermati. Graham sebagai salah seorang inisiator dan pendiri Kegerakan Lausanne,
memandang bahwa perlu untuk membahas sifat dan karakter Iblis serta roh-roh
jahat yang menghambat penginjilan dan misi di Kongres Berlin.
Billy Graham kemudian melanjutkan bahwa strategi Iblis adalah
mencegah atau menghalangi pekerjaan kerasulan pada jemaat di Tesalonika.
Graham menyebutkan bahwa “para penginjil dan pekerjaan penginjilan ditentang
oleh kuasa-kuasa rohani yang besar”. Ia kemudian melanjutkan bahwa “Strategi
Iblis yang paling berpengaruh adalah penyesatan. Strateginya yang paling berhasil
adalah dengan menipu para teolog-teolog modern untuk menyadari keberadaan
Iblis”. Graham juga menggunakan perumpamaan mengenai ilalang untuk
menerangkan bagaimana Iblis membutakan pikiran-pikiran “orang-orang yang
menjadi tujuan pemberitaan injil”. Ia memberikan peringatan bahwa “jika kita
mengabaikan peringatan mengenai keberadaan setan serta siasat-siasatnya, maka
kita jatuh ke dalam perangkapnya yang licik”. Billy Graham merangkum dengan
suatu kaitan terhadap kuasa Roh Kudus sbb “kita hidup dalam generasi di mana
34 Billy Graham, “Why the Berlin Congress?” in Carl F. H. and Mooneyham, W. Stanley, eds.,
One Race, One Gospel, One Task: World Congress on Evangelism, Berlin 1966, Official Reference Volumes: Papers and Reports, 2 vols., (Minneapolis: World Wide Publications, 1967), Volume I, pp22–34, p24.
23
tidak ada yang dapat menerobos kuasa Setan yang begitu menguasai, kecuali oleh
kuasa adikodrati Roh Kudus”.35
Setelah Graham, John Stott adalah pembicara kedua yang paling banyak
membicarakan mengenai istilah peperangan rohani dalam kaitannya untuk
keberhasilan penginjilan. Stott kemudian akan menjadi teolog utama yang
berperan sebagai perancang dari Perjanjian Lausanne pada tahun 1974. Karena itu,
pandangannya juga perlu kita cermati terkait peperangan rohani untuk mengatasi
hambatan-hambatan dalam penginjilan. Secara umum dapat dikatakan bahwa
Stott adalah salah satu pengaruh terpenting dalam Kegerakan Lausanne setelah
Billy Graham.
Di Berlin, Stott berbicara dalam satu sesi pleno untuk membahas Amanat
Agung. Dalam kotbahnya, Stott menjelaskan bagaimana Iblis mencoba
mengkudeta kuasa dan otoritas Kristus dalam perannya sebagai “penguasa dunia
ini”. Stott juga menerangkan bahwa sekalipun Kristus memiliki “otoritas yang
tertinggi di tempat-tempat surgawi, tetapi pemerintah-pemerintah dan penguasa-
penguasa masih bekerja dan berperang”.36 Orang Kristen tidak boleh melupakan
bahwa “Otoritas Yesus Kristus mengatasi segala mahluk, baik manusia, gereja,
bangsa-bangsa, bahkan juga Iblis serta segala pekerjaannya. Stott memandang
otoritas ini tidak hanya mengatasi langit tetapi sampai ke bumi, agar dengan kuasa
ini, kita dapat “membalikkan supaya mereka keluar dari kegelapan dan masuk ke
dalam terang; supaya mereka lepas dari pengaruh Iblis, lalu dikuasai oleh
Allah.”37
Mengingat peran Stott yang kemudian akan menjadi teolog utama serta
salah seorang pemimpin Kegerakan Lausanne, maka adalah penting bagi kita
untuk mencermati penekanan Stott terhadap otoritas Kristus dan perpanjangan
otoritas itu kepada kita selama kita melakukan pekerjaanNya di bumi ini. Stott
berpendapat bahwa peperangan rohani masih terus berlanjut, tidak hanya terbatas
di langit berikut di atas, tetapi juga di muka bumi di mana orang percaya berusaha
untuk memberitakan injil kepada mereka yang terhilang.38
35 Ibid.
36 Efesus 6:12 TB
37 Kisah Para Rasul 26:18 BIS
38 ______, The Lausanne Movement: Towards a Theological Understanding and Application of Spiritual Warfare. https://static1.squarespace.com/static/54c68b6ee4b06c910de30f56/t/59ed011c51a584dc9fd39268/1508704541585/Towards+a+Theological+Understanding+of+Spiritual+Warfare+through+Lausanne.pdf Penelusuran 2 September 2018. pp8.
Menarik untuk kita perhatikan bahwa selain Graham dan Stott yang
memberikan penekanan cukup besar terhadap istilah peperangan rohani dalam
kaitannya dengan penginjilan, sangat sedikit pembicara lainnya yang menanggapi
mengenai keberadaan Iblis serta peperangan rohani. Dari duapuluh pembicara
lainnya yang pesannya tercatat dalam transkrip, hanya dua pembicara yang
menyebutkan mengenai Iblis.39 Salah seorang pembicara tersebut adalah Ishaya
Audu yang ketika memberikan penekanan akan urgensi dan relevansi penginjilan,
memberikan kesaksiannya akan bagaimana “Iblis menghalangi saya dari
(mengenal) iman dan keselamatan yang sejati”.40
Sumber komentar lainnya yang relevan dengan Peperangan Rohani dapat
ditemukan dalam pesan Johannes Schneider dari Universitas Berlin dalam
pesannya yang berjudul “Otoritas untuk Penginjilan”. Dalam pesannya Schneider
menjelaskan mengenai pemberontakan umat manusia dengan mengatakan bahwa
ketika “Manusia membatalkan ikatannya terhadap Allah, ia malah bukannya
menjadi bebas, tetapi malah masuk lebih dalam kepada cengkraman kuasa-kuasa
Iblis.”41 Ia juga menjelaskan bahwa pola pikir untuk menentukan segala sesuatu
bagi diri sendiri dalam komunitas yang plural ini bukannya membuat orang
menjadi mandiri, tetapi malah memimpin orang-orang ke arah “mengikuti
kebiasaan-kebiasaan dunia ini; berarti kalian taat kepada penguasa angkasa raya,
yaitu roh yang sekarang menguasai hati orang-orang yang tidak taat kepada
Allah.“.42
Secara umum, dalam Kongres Berlin kita dapat melihat suatu semangat
dan usaha dari para inisiator utama Kegerakan Lausanne, Graham dan Stott untuk
membahas lebih mendalam mengenai peperangan rohani, dalam kaitannya untuk
meningkatkan penginjilan, tetapi di sisi lain kita juga dapat melihat bahwa masih
sangat sedikit respon dari pembicara lainnya yang berasal dari Barat, mengenai
topik ini.
39 ________, “Archives from the World Congress on Evangelism in Berlin,” Wheaton
College. Penelusuran 4 Januari 2014. http://www.wheaton.edu/bgc/archives/docs/Berlin66/audio.htm.
40 Ishaya S. Audu, “The Urgency of Evangelism and Its Relevancy to the Modern World” in The World Congress on Evangelism (Berlin: Wheaton College, 1966). Penelusuran 4 Januari, 2014. http://www.wheaton.edu/bgc/archives/docs/Berlin66/audu.htm.
41 Johannes Schneider, “The Authority for Evangelism,” in The World Congress on Evangelism (Berlin: Wheaton College, 1966). Penelusuran 4 January, 2014. http://www.wheaton.edu/bgc/archives/docs/Berlin66/schneider.htm.
42 Efesus 2:2 BIS
25
1.2. Kongres Internasional Penginjilan Dunia Pertama di
Lausanne, 1974
Kongres Internasional Penginjilan Dunia Pertama atau disebut juga
Lausanne I diberi tema “Biarlah Bumi Mendengar Suara-Nya”. Komite
Penyelenggara43 yang dipimpin oleh Dr Billy Graham berhasil mengundang 2700
pemimpin Injili dari 150 negara untuk menghadiri Kongres ini.44 Para pemimpin
menghadiri sesi-sesi pleno, sesi pendalaman Alkitab, serta debat mengenai
Theologi, strategi-strategi serta metoda-metoda penginjilan, di mana topik
Peperangan Rohani telah mulai dibahas, sekalipun masih menggunakan istilah
Konflik Rohani yang dianggap lebih mudah diterima oleh berbagai kalangan.
Kongres ini menghasilkan Perjanjian Lausanne (Lausanne Covenant), suatu
deklarasi kesepahaman untuk mendefinisikan kebutuhan, tanggungjawab serta
sasaran dalam pengabaran Injil. Perjanjian Lausanne ini disepakati oleh 2300
peserta dari 150 negara.
Dalam pesannya Dr. Billy Graham menyebutkan bahwa Iblis45 menantikan
43 Komite Lausanne untuk Penginjilan Dunia, atau disebut juga sebagai Kegerakan
Lausanne.
44 Lausanne Committee on World Evangelization, Lausanne III: Cape Town 2010 – International Congress on World Evangelization. (Monrovia, CA: Lausanne Committee on World Evangelization) https://www.lausanne.org/news-releases/lausanne-iii-cape-town-2010-international-congress-on-world-evangelization Penelusuran 22 Agustus 2017.
45 Dr Billy Graham menggunakan kata asli dalam bahasa Inggris Satan. Penulis menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesa sebagai Iblis, agar tidak rancu / tertukar dengan kata setan / setan-setan, yang digunakan dalam TB sebagai terjemahan dari kata Yunani daimon (δαιμον, Strong G1142). Dalam Alkitab Terjemahan Baru 1974 (TB) kata setan tidak mengacu kepada pribadi Satan atau Iblis. Dalam TB Matius 8:31, daimon (δαιμον, Strong G1142) diterjemahkan sebagai setan-setan itu, sedangkan dalam Lukas 8:29 diterjemahkani sebagai setan itu. Dalam Alkitab Bahasa Indonesia Sehari-hari 1994 Matius 8:31, daimon (Strong G1142) diterjemahkan sebagai roh-roh jahat itu, sementara dalam Lukas 8:29 diterjemahkan sebagai roh jahat.
Dari bahasa aslinya yaitu bahasa Ibrani, menurut Strong ada dua kata satan, H7853 טן שdan H7854 ן ט ן Strong menjelaskan bahwa kata satan pertama H7853 .ש ט adalah kata kerja שyang terutama berarti “menyerang, menuduh”, muncul contohnya di Mazmur 109:4, 109:20, 109:29. Strong kemudian menjelaskan bahwa, kata kedua H7854 ן ט adalah kata benda שMaskulin, yang jika diawali kata sandang tertentu Ha Satan menjadi nama gelar pribadi tertentu contoh pada Ayub 1:7-8 dan Zakaria 3:1-2 yang dalam King James Version (KJV) diterjemahkan sebagai Satan (dengan huruf S besar).
Lembagai Alkitab Indonesia (LAI) tidak menerjemahkan kata ini secara konsisten. Dalam TB, LAI menerjemahkan H8754 dalam Ayub 1:7-8 dan Zakaria 3:1-2 sebagai Iblis. Dalam BIS, LAI menerjemahkan H8754 dalam Ayub 1:7-8 menjadi Si Penggoda, sementara dalam Zakaria 3:1-2 menjadi Setan.
Dalam Perjanjian Baru (PB), contohnya Wahyu 12:9 dan 20:2 KJV, Satan adalah suatu nama oknum, Satanas (Σατανασ, Strong G4567), yang disebut juga sebagai devil, dari kata Yunani diabolos (διαβολοσ, Strong G1228), yang berarti pemfitnah. KJV menambahkan kata sandang
saatnya untuk menyerang kerajaan Allah dengan suatu serangan yang dahsyat.
Iblis, yang oleh Rasul Yohanes disebut sebagai pendusta dan bapa segala dusta,46
menyerang dengan suara-suara kebohongannya yang pernah berbicara kepada
gereja, yaitu melalui berbagai siasatnya seperti berbohong, meninggikan diri,
menekan, menindas, mempengaruhi, menghancurkan, menebarkan perpecahan,
serta menyebarkan doktrin-doktrin palsu untuk mengumpulkan kekuatan
pasukannya. Kongress Lausanne ini sebenarnya merupakan suatu bentuk
serangan balik agar bumi dapat mendengar suaraNya, suara kebenaran yang
datang dari sorga.47 Dalam Perjanjian Lausanne, tim perumus yang dipimpin oleh
John Stott memang menyatakan di Paragraf 12 yang berjudul Konflik Rohani,
bahwa “orang Kristen terlibat dalam peperangan rohani yang terus menerus
dengan para penghulu dan pemerintah kuasa gelap, yang berusaha untuk
menghancurkan gereja dan menggagalkan tugas penginjilan dunia.48
1.3. Kongres Internasional Penginjilan Dunia Kedua di
Manila, 1989
Kongres Lausanne II49 di Manila tahun 1989 telah dihadiri oleh peserta
dari kalangan Pentakosta dan Karismatik, yaitu 3600 pemimpin dari 190 negara.50
Tim Perumus yang masih diketuai oleh John Stott menghasilkan Manifesto
Manila, yang terdiri dari 21 butir pernyataan. Dalam butir ke-11, Komite
menyatakan bahwa ada Peperangan Rohani yang harus kita menangkan, yaitu
dengan terus mengkotbahkan Firman dalam kuasa Roh Kudus serta terus berdoa
secara konsisten. Dalam kongres Lausanne 2 ini, diselenggarakan 48 lokakarya
(workshop). Tiga lokakarya yang paling banyak dihadiri peserta, membahas
tertentu the devil sehingga berarti Sang Pemfitnah. Dalam Wahyu 12:9 dan 20:2 kedua nama ini mengacu kepada pribadi yang sama yaitu Satan atau Iblis atau naga besar itu atau si ular tua.
LAI menerjemahkan kata diabolos (Strong G1228) di Wahyu 12:9 dan 20:2 ini menjadi Iblis, baik dalam TB maupun BIS. Sementara itu LAI menerjemahkan nama Satanas (Strong G4567) dalam TB menjadi Satan, atau dalam BIS menjadi Roh Jahat dengan huruf R dan J besar.
46 Lihat Injil Yohanes 8:44
47 Billy Graham, “Let the Earth Hear His Voice” First International Congress on World Evangelization, July 16-25, 1974, Lausanne, Switzerland, in J.D. Douglas, Let the Earth Hear His Voice: Official Reference Volume, Papers and Responses (Minneapolis: World Wide Publications, 1975), pp17.
48 John Stott, Lausanne Occasional Paper 3 – The Lausanne Covenant: An Exposition and Commentary by John Stott, Lausanne Commitee for World Evangelization, 1975). https://www.lausanne.org/content/lop/lop-3 Penelusuran 27 September 2017.
49 Kongres Lausanne mengenai Penginjilan Dunia Kedua atau disebut juga sebagai Kongres Lausanne II
50 Lausanne Committee on World Evangelization, sama dengan no.2
27
mengenai Roh Kudus, Peperangan Rohani dan doa. Sejak terselenggaranya
Kongres Manila inilah, mulai banyak buku dan artikel diterbitkan, seminar-
seminar yang diadakan dalam rangka membahas topik peperangan rohani ini, dan
menghasilkan pustaka-pustaka baik yang mendukung51 maupun yang menentang
atau mengkritisi.52 Dalam artikelnya yang membahas mengenai roh-roh penguasa
wilayah (territorial spirits), David E. Stevens menyusun daftar pustaka yang telah
membagi daftar pusaka artikelnya ke dalam dua kubu ini.53
1.4. Pertemuan membahas Peperangan Rohani, London,
1993
Pada tahun 1993 Kelompok Kerja Pendoa Syafaat dari Komite Lausanne
untuk Penginjilan Dunia mengadakan pertemuan untuk membahas topik
Peperangan Rohani secara khusus selama sehari penuh di London. Pertemuan ini
menghasilkan suatu pernyataan khusus tentang Peperangan Rohani sbb, dikutip
sbb.
51 John Dawson. Taking our Cities for God: How to Break Spiritual Strongholds. (Orlando,
FL: Creation House, 1989). C. Peter Wagner and F. Douglas Pennoyer, Wrestling with Dark Angels: Toward a Deeper Understanding of the Supernatural Forces in Spiritual Warfare. (Ventura, CA: Regal, 1990). Cindy Jacobs. Possessing the Gates of the Enemy: A Training Manual for Militant Intercession. (Grand Rapids: Chosen, 1991). George Otis Jr. The Last of the Giants: Lifting the Veil on Islam and the End Times (New York: Chosen, 1991). idem, The Twilight Labyrinth: Why Does Spiritual Darkness Linger Where It Does? (Grand Rapids: Chosen, 1997). C. Peter Wagner, Engaging the Enemy: How to Fight and Defeat Territorial Spirits. (Ventura, CA: Regal, 1991). idem, Warfare Prayer: Strategies for Combating the Rulers of Darkness (Rosemead, CA: GLINT, 1992). idem, ed. Breaking Strongholds in Your City: How to Use Spiritual Mapping to Make Your Prayers More Strategic, Effective and Targeted. (Ventura, CA: Regal, 1993). idem, Confronting the Powers: How the New Testament Church Experienced the Power of Strategic-Level Spiritual Warfare. (Ventura, CA: Regal, 1996). idem, Confronting the Queen of Heaven (Colorado Springs: Wagner Institute for Practical Ministry, 1998). idem, The World Congress on Prayer, Spiritual Warfare and Evangelism, Prayer Track News 6 (July-September 1997): 1, 7. Art Moore. Spiritual Mapping Gains Credibility among Leaders. (Christianity Today, 12 Januari, 1998). 55.
52 Buku-buku dan artikel yang memberikan pandangan yang menentang, di antaranya sbb: Chuck Lowe, Territorial Spirits and World Evangelisation? (Kent, UK: OMF, 1998). Robert A. Guelich, Spiritual Warfare: Jesus, Paul and Peretti, Journal of the Society for Pentecostal Studies 13 (1991): 33-64. Mike R. Taylor, “ Territorial Spirits: The New Mythology,” Evangel 11 (1993): 61-65. Clinton E. Arnold, “What about Territorial Spirits?” Discipleship Journal 81 (1993): 47; idem, Three Crucial Questions about Spiritual Warfare (Grand Rapids: Baker, 1997). Gerry Breshears, “The Body of Christ: Prophet, Priest, or King?” Journal of the Evangelical Theological Society 37 (1994): 3-26. Robert J. Priest, Thomas Campbell, dan Bradford A. Mullen, “Missiological Syncretism: The New Animistic Paradigm,” in Spiritual Power and Missions: Raising the Issues, ed. Edward Rommen (Pasadena, CA: William Carey Library, 1995), 29. Mike Wakely, “A Critical Look at a New Key to Evangelization,” Evangelical Missions Quarterly 31 (April 1995): 152-65; Duane A. Garrett, Angels and the New Spirituality (Nashville: Broadman & Holman, 1995), 215-33. John F. Hart. The Gospel and Spiritual Warfare: A Review of Peter Wagners Confronting the Powers, Journal of the Grace Evangelical Society 10 (1997): p 19-39.
53 David E. Stevens, Daniel 10 and the Notion of Territorial Spirits, Bibliotheca Sacra 157: 628 (Dallas: Dallas Theological Seminary: 2000). p 410-431.
Kami sepakat bahwa penginjilan adalah usaha untuk membawa orang-
orang dari kegelapan kepada terang dan dari kuasa Iblis kepada kuasa
Allah. (Kisah 26:17) Hal ini tidak terlepas dari keterlibatan elemen
peperangan rohani.
Kami menanyakan kepada diri kami sendiri mengapa telah terjadi suatu
yang hampir dapat disebut sebagai ledakan minat terhadap topik ini dalam
10 tahun terakhir. Kami memperhatikan bahwa gereja-gereja Barat dan
kegerakan misionaris dari Barat telah melihat suatu perkembangan gereja
yang mengagumkan di wilayah-wilayah lain dunia, tanpa adanya suatu
penekanan khusus terhadap topik peperangan rohani.
Anggota-anggota kami dari Afrika dan Asia mengingatkan kami bahwa
dalam konteks mereka, kuasa-kuasa gelap adalah sangat nyata dan mereka
hidup dalam peperangan rohani yang terus menerus. Kerabat-kerabat
mereka baru saja, baru satu atau dua generasi lalu dilepaskan dari dosa-
dosa keturunan yaitu perdukunan, animisme, atau okultisme.
Ini mengarah kepada suatu diskusi akan dampak akan satu generasi
terhadap generasi berikutnya. Kami mengamati bahwa dalam konteks
penyembahan berhala, alkitab berbicara tentang dosa-dosa dari bapa-bapa
leluhur dibalaskan terhadap anak cucu mereka, bahkan sampai kepada
generasi ketiga dan keempat.
Demikian juga, kasih setia Allah dinyatakan kepada mereka yang
mengasihiNya dan memelihara hukum-hukumNya bahkan sampai kepada
beribu-ribu keturunan.54 Kami bertanya-tanya apakah karena kami di Barat
telah memiliki injil sedemikian lamanya, sehingga membuat kami semakin
kurang sadar terhadap kuasa-kuasa gelap di abad-abad terakhir ini.
Kami mengamati, juga karena pengaruh “pencerahan” (enlightment) dalam
pendidikan kita, yang berusaha menelusuri segala sesuatunya sampai
kepada penyebab alaminya, telah lebih jauh menumpulkan kesadaran kami
terhadap kuasa-kuasa gelap.
54 Keluaran 20:6
29
(Pernyataan Lausanne mengenai Peperangan Rohani, 1993).55
1.5. Konsultasi Lepaskanlah Kami daripada yang Jahat di
Nairobi, 2000
Pertemuan berikutnya yang secara khusus memang diselenggarakan untuk
membahas tema peperangan rohani diadakan pada tanggal 16-22 Agustus 2000 di
Nairobi Kenya, dinamai Konsultasi Lepaskanlah Kami dari yang Jahat (Deliver
Us From Evil, DUFE). Panitia mengumpulkan 60 praktisi, misiolog, gembala dan
teolog dari berbagai negara di seluruh dunia terutama Afrika. Pertemuan ini
menghasilkan suatu Pernyataan Hasil Konsultasi - Lepaskanlah Kami dari yang
Jahat. Pernyataan ini adalah hasil pembahasan alkitabiah yang menyeluruh
mengenai (1) siapa musuh itu sebenarnya; (2) bagaimana cara ia bekerja, dan (3)
bagaimana kita dapat melawannya agar kita dapat efektif dalam penginjilan umat
manusia.56
Salah satu alasan yang melatarbelakangi pemilihan tema Lepaskanlah
Kami dari Yang Jahat ini adalah pengamatan bahwa gereja-gereja Pentakosta dan
Karismatik telah bertumbuh dengan sangat pesat karena keterbukaan terhadap
pengalaman rohani yang baru, serta praktek pengusiran roh-roh jahat.57
Pada pertemuan Nairobi tahun 2000, Paul G Hiebert mengemukakan
pengamatannya sbb:
Banyak buku dan pustaka mengenai peperangan rohani ditulis oleh para
misionaris yang terpaksa mempertanyakan penyangkalan realita dunia roh
oleh budaya Barat ini, pada waktu mereka berhadapan dengan kenyataan di
lapangan, bahwa mereka harus berhadapan dengan sihir, penggunaan kuasa
55 Intercession Working Group (IWG) of the Lausanne Committee for World Evangelization,
Statement on Spiritual Warfare (1993). (Lausanne: Lausanne Committee on World Evangelization, 1993). https://www.lausanne.org/content/statement/statement-on-spiritual-warfare-1993 Penelusuran 24 Oktober 2017. Penekanan ditambahkan oleh Penulis.
56 The Theology Strategy Working Group (TSWG) and the Intercessory Working Group (IWG) under the Lausanne Committee for World Evangelization together with Association of Evangelicals in Africa, Deliver Us From Evil - Consultation Statement. (Nairobi: Lausanne Committee of World Evangelization: 2000). n.pg
57 The Theology Strategy Working Group (TSWG) dan The Intercessory Working Group (IWG) under the Lausanne Committee for World Evangelization bersama dengan Association of Evangelicals in Africa, Deliver Us From Evil Consultation, (Nairobi, Lausanne Committee for World Evangelization, 2000). https://www.lausanne.org/gatherings/issue-gathering/deliver-us-from-evil-consultation-2 Penelusuran 22 Agustus 2017. Catatan: Deliver Us from Evil Consultation Statement menyebutkan bahwa pertemuan dihadiri 30 peserta.
gelap dan kerasukan roh-roh jahat. Sebagian besar mendasarkan pelajaran
mereka dari pengalaman dan kemudian mencari ayat-ayat alkitab untuk
mendukung pandangan mereka. Pelajaran-pelajaran ini, secara umum
biasanya belum memiliki dasar Theologis yang menyeluruh dan kuat. Cara
pandang kedua diajukan oleh para cendekiawan alkitab yang berusaha
menyusun kerangka Theologi untuk memahami peperangan rohani, tanpa
pemahaman yang mendalam mengenai banyaknya kepercayaan mengenai
dunia roh dalam berbagai agama di seluruh dunia. Sebagai akibatnya, sulit
menerapkan penemuan mereka ini dalam konteks pelayanan nyata.58
Hiebert mengemukakan kesimpulan akan perlunya membangun jembatan
antara pengajaran alkitabiah dengan hal-hal yang khas dari berbagai budaya.
1.6. Forum untuk Penginjilan Dunia, Pattaya, 2004
Pertemuan Lausanne berikutnya adalah Forum untuk Penginjilan Dunia,
yang diadakan di Pattaya Thailand pada tahun 2004. Forum dibagi menjadi 31
Kelompok Isyu, salah satunya adalah Doa dalam Penginjilan. Kelompok Isyu ini
menghasilkan Kertas Kerja Tidak Rutin Lausanne no 42 yang membahas juga
peranan doa peperangan rohani dalam penginjilan.59
1.7. Kongres Internasional Penginjilan Dunia Ketiga di
Cape Town, 2010
Kongres Lausanne III dihadiri oleh 4000 pemimpin Kristen dari 198
negara. Kongres ini disebut sebagai pertemuan yang pemimpin Kristen paling
lengkap sepanjang 2000 tahun sejarah kegerakan Kristen.60 Kongress Lausanne III
ini menghasilkan suatu Komitmen Cape Town yang kembali menyebutkan konsep
Peperangan Rohani.61
58 Paul Hiebert, Spiritual Warfare and Worldview. (Nairobi: Lausanne Committee for
World Evangelization, 2000). np. Terjemahan bebas ke dalam bahasa Indonesia oleh Penulis.
59 Issue Group of Prayer in Evangelism, Forum for World Evangelization of Lausanne Committee for World Evangelization (2004). Lausanne Occasional Paper (LOP) no.42 - Prayer in Evangelism. (Pattaya: Lausanne Committee for World Evangelization, 2004).
60 John W. Kennedy. The Most Diverse Gathering Ever - Lausanne III is pulling a cross-section of 4,000 world leaders to keep the gospel front and center dalam Christianity Today, September 2010. (Carol Streams: Christianity Today International, 2010). http://www.christianitytoday.com/ct/2010/september/34.66.html Penelusuran 25 Agustus 2017.
61 Lausanne Congress on World Evangelization, Cape Town Commitment. (Monrovia, CA: Lausanne Congress of World Evangelization, 2010). pp19.
31
Selain Kongres Lausanne III, pada tahun 2010 ini ada tiga pertemuan Injili
global lainnya, yang diselenggarakan dalam rangka memperingati 100 tahun
Konferensi Injili Dunia di Edinburgh pada tahun 1910, yang dianggap sangat
berpengaruh terhadap perkembangan misi global. Ketiga Pertemuan tsb
diselenggarakan di Tokyo, Boston, dan Edinburgh. Pertemuan-pertemuan lain
tersebut hampir tidak menghasilkan pernyataan yang melibatkan Peperangan
Rohani, kecuali hanya disebutkan sekilas di dalam Komitmen Cape Town.
Datema mengemukakan keheranannya akan sedikitnya pembahasan mengenai
keberadaan Iblis dalam pernyataan-pernyataan di pertemuan-pertemuan tersebut,
dan mengusulkan bahwa seharusnya konferensi-konferensi injili juga membahas
bagaimana mengatasi keberadaan Iblis.62
2. Cara Pandang terhadap Peperangan Rohani
Pada Pertemuan tahun 2000 yang bertema Lepaskanlah Kami dari Yang Jahat,
konsep Peperangan Rohani didasarkan kepada Perjanjian Lausanne, Manifesto
Manila, serta Pernyataan Tentang Peperangan Rohani tahun 1993, yang semuanya
menyatakan realitas keterlibatan orang percaya dalam Peperangan Rohani.
Kami percaya bahwa kita terlibat dalam suatu Peperangan Rohani yang terus
menerus dengan para pemerintah dan kuasa jahat, yang berusaha untuk
menjatuhkan gereja dan menggagalkan tugas penginjilan dunia.
(Perjanjian Lausanne, 1974)63
Kami meneguhkan bahwa peperangan rohani membutuhkan senjata-senjata
rohani, dan kita harus baik memberitakan Firman dalam kuasa Roh Kudus,
dan berdoa secara terus menerus agar kita dapat masuk kepada kemenangan
Kristus atas para pemerintah dan penguasa.
(Manifesto Manila, 1989)64
62 Dave Datema, 2010 Statements and the Whereabouts of Satan. Mission Frontiers
March-April 2011 issue. Pasadena, CA: Mission Frontiers, 2011. n.p. http://www.missionfrontiers.org/issue/article/2010-statements-and-the-whereabouts-of-satan Penelusuran 7 September 2017.
63 Lausanne Committee on World Evangelization Lausanne Covenant. (Lausanne, Lausanne Committee on World Evangelization: 1974) n.p. https://www.lausanne.org/content/covenant/lausanne-covenant Penelusuran 24 Oktober 2017. Terjemahan bebas ke dalam bahasa Indonesia oleh Penulis.
64 Lausanne Comitee on World Evangelization, Manila Manifesto. An elaboration of the Lausanne Covenant fifteen years later (Pasadena, CA: Lausanne Comitee on World Evangelization, 1989). pp 5-6. Terjemahan bebas ke dalam bahasa Indonesia oleh Penulis.
Kami sepakat bahwa penginjilan adalah untuk membawa orang-orang dari
kegelapan kepada terang dan dari kuasa Iblis kepada kuasa Allah. (Kisah
26:17) Hal ini tidak terlepas dari keterlibatan elemen peperangan rohani.
(Pernyataan Lausanne mengenai Peperangan Rohani, 1993)65
Pandangan para ahli mengenai apakah Peperangan Rohani itu.
2.1. Tiga cara pandang utama terhadap Peperangan Rohani
Menurut tradisi Kristen ada tiga macam hal yang diperangi dalam
Peperangan Rohani, yaitu dunia, daging dan Iblis. (Latin: mundus, caro et
diabolus; Yunani: ό κοσμος, ή σαρξ, και ό διαβολος) yang secara tradisional
sering dianggap sebagai tiga musuh jiwa. Sebagai sumbers-sumber pencobaan,
ketiga hal ini kadang dianggap bertentangan langsung dengan Trinitas. Bapa
berlawanan dengan dunia, Yesus berlawanan dengan Iblis sementara Roh Kudus
berlawanan dengan daging.66
Pada perumpamaan tentang Penabur, ada tiga macam tanah yang tidak
menghasilkan. Salah satunya adalah lambang dari: “Iblis” (burung yang memakan
benih); kedagingan yaitu tanah yang dangkal dan berbatu-batu, serta dunia (semak
duri, yaitu kekuatiran dunia dan tipu daya kekayaan…”). (Markus 4:15-17).
Ketiga musuh ini juga disebutkan dalam Surat Rasul Paulus kepada Jemaat
di Efesus 2:1-3 TB, yaitu:
Kamu dahulu sudah mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-
dosamu. Kamu hidup di dalamnya, karena kamu mengikuti jalan
dunia ini, kamu menaati penguasa kerajaan angkasa, yaitu roh yang
sekarang sedang bekerja di antara orang-orang durhaka. Sebenarnya
dahulu kita semua juga termasuk di antara mereka, ketika kita hidup
di dalam hawa nafsu daging dan menuruti kehendak daging dan
pikiran kita yang jahat. Pada dasarnya kita adalah orang-orang yang
harus dimurkai, sama seperti mereka yang lain.
65 Lausanne Intercession Working Group, Statement on Spiritual Warfare (1993): A
Working Group Report. (Lausanne: Lausanne Committee on World Evangelization: 1993) np. https://www.lausanne.org/content/statement/statement-on-spiritual-warfare-1993 Penelusuran 24 Oktober 2017. Terjemahan bebas ke dalam bahasa Indonesia oleh Penulis.
66 Lihat 1 Yoh 2:15-16 untuk contoh di mana Bapa bertentangan dengan dunia. Lihat Mat 4:1 untuk contoh di mana Yesus bertentangan dengan Iblis. Lihat Rom 8:4-9 untuk contoh di mana Roh Kudus bertentangan dengan daging.
33
Sumber-sumber lain selain alkitab yang menyebutkan mengenai dunia,
daging dan Iblis adalah Thomas Aquinas dalam Summa Theologiae67, Konsili
Trent sesi ke-enam68 yaitu Dekrit mengenai Pembenaran. Adanya ketiga musuh
ini juga paralel dengan terbaginya cara pandang mengenai Peperangan Rohani
menjadi tiga golongan utama.
James K Beilby dan Paul Rhodes Eddy merangkum ketiga golongan cara
pandang utama ini dalam buku buku Understanding Spiritual Warfare - Four
Views. Selain ketiga golongan cara pandang utama, Beilby dan Eddy
menambahkan cara pandang keempat, yaitu Pelepasan pada Tingkat Strategis
yang pada dasarnya merupakan cara pandang peperangan terhadap Iblis pada
skala yang berbeda, yang banyak diusulkan oleh C Peter Wagner.69 Dalam buku
tsb keempat pandangan dituangkan ke dalam satu buku, di mana Beilby dan Eddy
memilih masing-masing seorang penulis yang mewakili keempat golongan cara
pandang tersebut untuk memaparkan penjelasan mereka masing-masing kemudian
saling meresponi setiap cara pandang lain. Bagian Peperangan dengan model
Sistem Dunia ditulis oleh Walter Wink. Untuk peperangan melawan daging yang
disebut sebagai Model Klasik, diwakili oleh David Powlison, seorang Theolog
Reform. Bagian peperangan melawan Iblis dan roh-roh jahat di tingkat pribadi
diulas oleh Gregory Boyd. Model Pelepasan di Tingkat Strategis ditulis oleh C
Peter Wagner dan Rebecca Greenwood. David Reed mengulas buku Beilby tsb,
telah dimuat di dalam Jurnal Theologi Toronto pada tahun 2014. Reed
menyatakan bahwa keempat Cara Pandang ini adalah model-model yang dipilih
untuk membuat pengelompokan dari spektrum cara pandang terhadap
kepercayaan dan praktek peperangan rohani.70
67 Thomas Aquinas, The Summa Theologiæ of St. Thomas Aquinas, Fathers of the English
Dominican Province, Second and Revised Edition, n.p, Kevin Knight (online edition), 1920, n.pg. Tertia Pars - Question no.41. http://www.newadvent.org/summa/4041.htm. Penelusuran 6 September 2017.
68 The Council of Trent, Session Six, Decree Concerning Justification. Trent, 13 January 1547, n.pg. https://web.archive.org/web/19961208200401/http://history.hanover.edu:80/early/trent/ct06d1.htm Penelusuran 6 September 2017.
69 Walter Wink et al, Understanding Spiritual Warfare: Four Views, Eds: James K Beilby and Paul Rhodes Eddy. (Grand Rapids, MI: Baker Academic, 2012). n.pg.
70 David Reed, Understanding Spiritual Warfare: Four Views ed. by James K. Beilby and Paul Rhodes Eddy (review). Toronto Journal of Theology, Volume 30, Number 2, Fall 2014. (Toronto: University of Toronto Press Inc. for the Toronto School of Theology: 2014.) p. 342-343
2.2. Peperangan Rohani Menurut Walter Wink
Wink adalah seorang teolog berlatarbelakang liberal, yang banyak
mengambil dari konsep psikologi Carl Jung. Ia mengemukakan model sistem
dunia, yang sebenarnya paling banyak melibatkan berbagai disiplin ilmu dan
paling akademis. Wink memandang dunia secara terpadu sehingga tidak
memandang dunia secara supranatural. Menurut Wink, Iblis hanyalah suatu
lambang saja dari kumpulan kejahatan yang mempengaruhi dunia. Adanya kuasa-
kuasa rohani di balik suatu kenyataan fisik memang ada, tetapi bukanlah mahluk
rohani yang memiliki pribadi. Peperangan Rohani terjadi ketika orang Kristen
berharap, berdoa dan bekerja sama dengan Allah untuk mengusir kejahatan dari
struktur sosial yang menekan. Hasil penelitian dan kepercayaan Wink ia terbitkan
dalam triloginya yang terkenal mengenai kuasa-kuasa.71 Kraft mengemukakan
keheranannya, bagaimana Wink sebagai seorang theolog liberal, merasa tertarik
untuk membahas konsep kuasa ini dalam skala yang mendalam.72
2.3. Peperangan Rohani Menurut David Powlison
Powlison yang berlatar belakang sebagai seorang Theolog Reform
mengusulkan model klasik, suatu cara pandang yang memandang Alkitab sebagai
satu-satunya manual untuk peperangan rohani. Powlison membatasi semua
pergumulan rohani semua orang Kristen sebagai pencobaan terhadap daging saja.
Orang percaya tidak mengalami pengaruh roh-roh jahat ataupun kerasukan.
Adapun terjadinya kondisi sakit penyakit baik fisik maupun jiwani, memang
adalah hal yang jahat yang merupakan akibat kejatuhan manusia ke dalam dosa.
Menurut model klasik Powlison, Iblis adalah mahluk yang nyata yang tidak dapat
dianggap hanya sebagai sekedar “kekuatan psikologi ataupun sosial budaya” saja.
Setiap orang Kristen harus terlibat dalam peperangan rohani, tetapi pelayanan
pelepasan secara antusias tidak diperlukan. Doa dan memproklamasikan Kristus
adalah cara melakukan peperangan rohani yang paling efektif.
71 Walter Wink, The Powers Trilogy: Terdiri dari: Walter Wink, Naming the Powers: The
Language of Power in the New Testament, (Philadelphia: Fortress Press, 1984). Walter Wink, Unmasking the Powers: The Invisible Forces That Determine Human Existence, (Philadelphia: Fortress Press, 1986). Walter Wink, Engaging the Powers: Discernment and Resistance in a World of Domination, (Minneapolis: Fortress Press, 1992).
72 Charles H Kraft, Contemporary Trends in the Treatment of Spiritual Conflict, in A. Scott Moreau, Tokunboh Adeyemo, David G. Burnett, Bryant L Myers and Hwa Yung (eds), Deliver Us from Evil. (Monrovia, CA: Lausanne Committee on World Evangelization and Mission Advanced Research and Communication Center, 2002). 187.
35
2.4. Peperangan Rohani Menurut Gregory Boyd
Model yang dibahas oleh Gregory Boyd, yaitu pelepasan tingkat dasar
adalah suatu model yang dipraktekkan aliran-aliran utama Kristen Injili dan
Karismatik. Ia percaya bahwa roh-roh jahat memang ada, memang memiliki
pribadi, dan memang dapat mengganggu pribadi dan masyarakat. Strategi yang
Boyd usulkan adalah suatu strategi yang menyeluruh - peperangan rohani ini
terpadu dalam pelayanan penggembalaan, terjalin dalam pelayanan kesembuhan
dan bermitra dengan konseling psikologi. Secara theologis, konsep Boyd
berlawanan dengan kepercayaan aliran Reform yang percaya bahwa setiap
kegiatan di dunia, termasuk perbuatan-perbuatan jahat tersembunyi di dalam
kehendak Allah yang berdaulat. Boyd mengajarkan sebaliknya, bahwa sekalipun
akhir sudah dijamin oleh Allah, pertempuran di alam roh antara Allah dan Iblis
memang sungguh-sungguh nyata dan masih terus berlangsung. Dalam model
peperangannya Boyd tidak hanya mengenali Iblis sebagai suatu pribadi, ia bahkan
menjelaskan bahwa peperangan di alam semesta sebagai motif sentral Alkitab.
Boyd mengusulkan peperangan tidak dilakukan dengan kekerasan, tetapi dengan
cara mengasihi dan damai, seperti doa dan pelayanan konseling yang harus
digunakan untuk melawan kuasa-kuasa jahat.
2.5. Peperangan Rohani Menurut Peter Wagner dan
Rebecca Greenwood
Model terakhir yang dijelaskan oleh Peter Wagner and Rebecca
Greenwood adalah peperangan pada tingkat strategis, suatu peperangan rohani
terhadap apa yang mereka sebut sebagai roh-roh penguasa wilayah (territorial
spirits). Roh-roh jahat ini dapat mengorganisasi dan mengkonsentrasikan usaha-
usaha mereka secara geografis, politis, dan sosial untuk menghalangi kemajuan
pemberitaan injil. Model yang Wagner usulkan ini dibangun di atas dua teori
dasar: yaitu penafsiran alkitabiah yang kontroversial, mengenai asal, pengaruh
dan strategi Iblis serta pasukannya, serta kemampuan untuk memahami lokasi dan
pola kegiatan Iblis secara empiris. Senjata-senjata perlawanan adalah doa
peperangan rohani, pemetaan rohani (pemahaman terhadap tempat-tempat
benteng si jahat), doa keliling (prayer walk) dan “pertobatan dalam ketepatan”
(identificational repentance).
2.6. Pembagian tingkat peperangan rohani menurut Peter
Wagner
Wagner mengklaim bahwa ia diperintah oleh Tuhan untuk memimpin
dalam bidang peperangan rohani terhadap roh-roh penguasa wilayah, dan
kemudian membentuk Jaringan Peperangan Rohani Internasional, yang berfungsi
sebagai forum yang membahas isyu-isyu terkait pemetaan rohani, roh-roh
penguasa wilayah dan peperangan rohani tingkat strategis. Dengan berjalannya
waktu, terbentuklah suatu kesepakatan di dalam forum, bahwa peperangan rohani
diklasifikasikan menjadi 3 tingkat73, yaitu:
2.6.1. Peperangan rohani tingkat dasar
melibatkan pengusiran roh-roh jahat dari orang. Jenis Peperangan Rohani ini
menjadi ciri kegerakan Peperangan Rohani Modern sampai tahun 1980an.
2.6.2. Peperangan rohani tingkat okultisme
menghadapi kuasa-kuasa gelap yang dilepaskan melalui aktifitas-aktifitas terkait
dengan satanisme, sihir, aliran freemason, agama-agama timur, perdukunan
Zaman Baru, astrologi dan masih banyak bentuk-bentuk okultisme terstruktur
lainnya. Peperangan Rohani pada tingkat ini berasal dari akhir tahun 1970an,
terutama sebagai respon terhadap bangkitnya agama-agama dan sihir dari Timur.
2.6.3. Peperangan Rohani Tingkat Strategis
(Kraft menggunakan istilah Peperangan Rohani Tingkat Kosmos / Alam
Semesta)74
adalah peperangan dengan pemerintah dan penguasa yang memiliki kepangkatan
tinggi seperti ditulis oleh Rasul Paulus di Efesus 6:21. Kekuatan-kekuatan musuh
ini sering disebut sebagai roh-roh yang mempengaruhi wilayah karena mereka
berusaha untuk mengikat dan mempengaruhi banyak orang yang saling terhubung
melalui kota-kota, bangsa-bangsa, kelompok masyarakat, penganut agama,
industri-industri ataupun bentuk kelompok masyarakat lain apapun sebagai
tawanan rohani. Peperangan Rohani pada tingkat ini memerlukan pemetaan rohani
untuk menentukan sasaran doa peperangan dan berkembang sejak akhir tahun
1980an.
Lance Wallnau kemudian mengemukakan teori Mandat tujuh gunung, yang
merupakan aplikasi dari mandat kerasulan yang diberikan Tuhan Yesus untuk
dapat mengubah masyarakat di masa kini. Secara tersirat kita dapat
menyimpulkan bahwa selain roh-roh yang mempengaruhi wilayah sebenarnya ada
73 C Peter Wagner, Doa Peperangan: Strategi untuk Bertempur Melawan Kuasa Kegelapan.
Rina Letedara, Suryadi. (Rosemead, CA: GLINT Gospel Literature International, 1992 dan t.tp. Yayasan Pelayanan Bersama Indonesia, 1994). h 14-17.
74 Charles H Kraft, Contemporary Trends in the Treatment of Spiritual Conflict in the Mission of the Church. (Nairobi: Lausanne Committee of World Evangelization, 2000). n.pg
37
juga roh-roh yang mempengaruhi secara aspek kehidupan seperti Kesenian, Bisnis,
Pendidikan, Media dlsb.75
2.7. Dasar-dasar Alkitabiah Mengenai Peperangan Rohani
Dasar-dasar alkitabiah mengenai peperangan rohani:
2.7.1. Iblis sebagai Musuh dalam Peperangan Rohani
Satan atau Iblis, penguasa dan pemerintah adalah mahluk ciptaan yang
nyata, memiliki pribadi yang menyelewengkan apa yang Tuhan telah ciptakan
secara permanen dan menyesatkan untuk mengarahkan manusia untuk terkait dan
taat kepada siapapun ataupun apapun selain Allah.76 Iblis mencobai Tuhan Yesus
di padang gurun, berusaha membinasakanNya tetapi di pagi hari pada hari
kebangkitan ia menemukan bahwa ia telah dikalahkan. Iblis terus menerus
berusaha menentang misi Allah dan pekerjaan gereja Tuhan secara aktif.
Karena Iblis adalah suatu mahluk yang telah dikalahkan. ia memiliki kuasa
yang terbatas selama waktu yang terbatas. Karena Iblis telah menentang Tuhan, ia
memanfaatkan kuasanya dalam waktu yang singkat ini untuk mencegah
terdengarnya, diterimanya dan dijalankannya injil Yesus Kristus di dunia dan di
dalam gereja. Mereka yang menjadi milik Tuhan, diserang. Mereka yang belum
menjadi milik Tuhan sedang tertipu dan hidup di dalam “kerajaan kegelapan”.
2.7.2. Kesudahan daripada Iblis
Bersama pasukannya, Iblis sudah telah dikalahkan dan sedang menunggu
penghakiman kekalnya di tangan Tuhan. Allah dan orang-orang yang Allah urapi
memiliki otoritas atas Iblis dan Allah telah berjanji untuk mengalahkannya.
Memang Allah telah mengalahkan Iblis di dalam Yesus melalui kematian dan
kebangkitannya. Tuhan Yesus sendiri yang akan mengikat dan memenjarakan
Iblis untuk selama-lamanya.
2.7.3. Panggilan untuk Peperangan Rohani
Sambil kita menantikan hari tersebut, Allah memanggil kita sebagai tubuh
Kristus untuk berpartisipasi bersama Yesus untuk membawa orang-orang lain dari
kegelapan kepada terang injil. Sebagai umat Allah, kita berperang dengan Iblis,
musuh kita. Kita menghardik Iblis, sang pendakwa. Kita menentang dia sebagai
musuh Allah.
75 Lance Wallnau dan Bill Johnson. Invading Babylon: The 7 Mountain Mandate.
(Shippenburg: Destiny Image, 2013)
76 The Intercessor Working Group & Lausanne Deliver Us From Evil Consultation, Nairobi, Lausanne Committee on World Evangelization, 2000. n.p.
2.7.4. Otoritas dan Sasaran Peperangan Rohani
Tuhan Yesus diutus oleh Bapa untuk memberitakan kabar baik,
memproklamasikan kebebasan kepada para tawanan. Tuhan Yesus adalah Raja
yang sah dan memiliki hak atas segala sesuatu. Ia menggunakan kuasaNya untuk
membebaskan ciptaanNya dari kerajaan kegelapan agar orang-orang dapat
menjadi penyembah-penyembah sejati kepada Allah yang hidup dan berjalan di
dalam terang bersamaNya. Ia berbagi otoritasNya dengan para duta-dutaNya
untuk melakukan hal yang sama.
Sebagai anak-anak Allah yang hidup di hadirat Bapa, kita memandang
semua hal secara berbeda. Ia telah mendudukkan kita bersama Kristus di alam
sorgawi agar kita dapat berdoa sebagai orang-orang yang telah mengetahui
hasilnya bahwa peperangan ini telah dimenangkan oleh Yesus. Kita telah
diberikan hak-hak, bahkan hak-hak istimewa bahwa kita akan mewarisi bersama
Tuhan Yesus, sang Putra. Bersamaan dengan hak untuk menjadi anak-anak Allah,
Yesus telah memberikan kepada kita otoritas untuk memberitakan kabar baik;
untuk meminta apapun kepada Bapa di dalam nama Yesus; untuk menyembuhkan;
mengusir, mengikat, dan menghardik roh-roh jahat; untuk melakukan apa yang
Yesus kerjakan bahkan melakukan hal-hal yang lebih besar daripada yang telah
Yesus lakukan, serta untuk bersaksi sedemikian hingga orang-orang dilepaskan
dari kuasa Iblis sehingga memampukan mereka untuk menerima pengampunan.
Allah sedang memproses untuk menjadikan kita seperti Yesus dan untuk
memberikan kita kuasa oleh Roh Kudus (1 Yohanes 4:4) ketika kita masuk ke
dalam pertempuran bersama Yesus sampai Ia datang kembali. Sasaran kita dalam
doa peperangan rohani adalah agar Allah dapat dikenali sebagaimana siapa Ia
sesungguhnya, dan pekerjaan Iblis dibinasakan dan agar orang-orang dapat
dibebaskan untuk “mendeklarasikan pujian bagiNya yang telah memanggil kita
keluar dari kegelapan kepada terangnya yang ajaib.” (1 Petrus 2:9).
3. LANDASAN KONSEPTUAL MENGENAI
PEPERANGAN ROHANI TINGKAT STRATEGIS
Walaupun konsep Peperangan Rohani Tingkat Strategis ini dibahas oleh
beberapa ahli, tapi figur yang paling vokal dalam menyuarakan konsep ini adalah
C. Peter Wagner sekalipun ia bukan yang pertama mengemukakannya. Dalam
disertasi doktoralnya pada tahun 2008, Erwin Van Der Meer menjadikan Konsep
Peperangan Rohani Tingkat Strategis yang dikemukakan oleh C. Peter Wagner
39
sebagai objek penelitiannya. 77 Van Der Meer mengemukakan bahwa istilah
Peperangan Rohani Tingkat Strategis mulai mengemuka banyak didiskusikan di
kalangan misiolog Injili sejak C. Peter Wagner menerbitkan buku Spiritual Power
and Church Growth pada tahun 1986.78
Konsep Peperangan Rohani di Tingkat Strategis ini dapat dianalogikan
dengan tugas Komando Strategis Angkatan Udara dalam ilmu kemiliteran modern,
yaitu peperangan dengan fokus yang luas dengan sasaran jangka panjang.
3.1. Landasan Doktrinal akan Peperangan Rohani Tingkat
Strategis
Van Der Meer merangkum beberapa doktrin yang unik dan menjadi ciri
konsep Peperangan Rohani Tingkat Strategis yang dikemukakan Wagner ini
adalah:
3.2. Doktrin akan adanya roh-roh penguasa wilayah
(territorial spirits)
Doktrin ini menyatakan adanya roh-roh jahat yang mengendalikan wilayah
geografis tertentu serta para penduduk di wilayah tersebut. Dengan teknik-teknik
Peperangan Rohani tertentu maka roh-roh jahat tersebut dapat dikalahkan. Doktrin
ini juga dibahas dalam skala yang lebih kecil oleh David Chia yaitu bagaimana
ada roh-roh jahat yang menempati suatu rumah. 79 Pondsius Takaliuang juga
membahas mengenai adanya penguasa-penguasa di udara dan berhala-berhala
yang dulunya banyak disembah di wilayah-wilayah tertentu seperti pantai selatan
Pulau Jawa, Ambon, Sangir Besar, Tapanuli, dll.80
3.3. Doktrin akan adanya pengotoran wilayah (territorial
defilement)
Dalam hal ini diasumsikan bahwa roh-roh penguasa wilayah hanya dapat
mengikat orang di lokasi tertentu, hanya ketika roh-roh jahat tersebut
memperoleh hak untuk melakukan hal tersebut karena suatu dosa atau
perbuatan-perbuatan jahat yang pernah dilakukan di masa lalu. Pertobatan
yang tepat (identificational repentance) yang dilakukan mewakili orang-
77 Erwin Van Der Meer - Doctoral Dissertation, The Strategic Level Spiritual Warfare
Theology of C. Peter Wagner and Its Implications for Christian Mission in Malawi. (Pretoria: University of South Africa, 2008). p. 1
78 C. Peter Wagner, Spiritual Power and Church Growth. (Lake Mary, FL: Strang Communications, 1986). n.p.
79 David Chia, PHK dengan Iblis. (Jakarta: BPK Gunung Mulia/Kalam Hidup, 1988) h 94-96.
80 Pondsius Takaliuang, Seminar Melawan Kuasa Setan. (Batu Malang: Yayasan Pelayanan Pekabaran Injil Indonesia. t.th) h 3-4.
orang yang tinggal di daerah tersebut akan mencabut hak legal roh-roh
penguasa wilayah. Dalam skala yang lebih kecil yaitu tingkat pribadi,
pengotoran wilayah ini dapat dibandingkan atau dianalogikan dengan
terjadinya luka batin dalam seseorang, yang kemudian perlu disembuhkan
dengan penyembuhan batin, atau Inner Healing.
3.4. Doktrin Doa Peperangan Rohani Tingkat Strategis
Asumsi yang mendasari adalah bahwa roh-roh penguasa wilayah hanya
dapat diusir dengan cara peperangan rohani yang agresif dalam bentuk
berbagai macam doa dan metoda pengusiran roh-roh jahat yang terkait
dengan roh-roh penguasa wilayah.
3.5. Doktrin Komitmen Wilayah
Doktrin ini membenarkan penggunaan kuasa dan otoritas rohani oleh para
rasul modern dalam komunitas mereka.
4. Definisi dan aplikasi Doa Peperangan Rohani Tingkat
Strategis
Dick Eastman memberikan penjelasan akan definisi dan aplikasi Doa Peperangan
Tingkat Strategis ini dalam Kertas Kerja Tidak Rutin Lausanne no.42 berjudul
Doa dalam Penginjilan.81 Sebelumnya beberapa metoda doa Peperangan Rohani
telah muncul dan menimbulkan kontroversi, mungkin karena istilah-istilahnya
yang unik atau belum lazim, ataupun timbulnya dampak samping yang negatif
ketika strategi-strategi ini diterapkan. Bagaimanapun, Efesus 6:10-12
menerangkan adanya beberapa tingkat-tingkat atau kepangkatan yang berbeda di
alam roh yang tidak terlihat, yang menghambat kegiatan penginjilan di bumi.
Dengan demikian, doa strategis yang bijaksana akan lebih efektif ketika berdoa
menentang roh-roh jahat tersebut.
Beberapa aspek praktis yang dilakukan dalam Peperangan Rohani Tingkat
Strategis ini adalah:
4.1. Doa di tingkat strategis
Istilah ini muncul pada tahun-tahun terakhir ini untuk menjelaskan doa
yang memang dimaksudkan untuk hal-hal yang bersifat strategis pada suatu
bangsa atau wilayah. Salah satu arti kata strategis adalah hal yang paling penting.
81 Issue Group on Prayer on Evangelism at the 2004 Forum for World Evangelization,
Prayer in Evangelism - Lausanne Occasional Paper no. 42, (Pattaya: Lausanne Committee for World Evangelization and its National Committees around the world: 2005). n.p.
41
Untuk membedakan bagaimana berdoa secara lebih strategis daripada lainnya,
berkembanlah metoda-metoda seperti pemetaan rohani, doa keliling dan doa
profetik.
Berikut definisi daripada metoda-metoda tersebut, disadur dari penjelasan Scott
Moreau82 dan Dick Eastman.
4.1.1. Pertobatan dalam ketepatan (Identificational
Repentance)
Ini adalah pertobatan secara bersama-sama (korporat) untuk dosa bersama-
sama (korporat). Untuk kasus di mana dosa-dosa dilakukan oleh orang yang
sudah meninggal terhadap orang yang telah meninggal, (cth. Perdagangan budak)
maka perwakilan yang masih hidup dari pelaku dosa korporat bertobat dari dosa
yang telah dilakukan, terhadap perwakilan dari mereka yang menjadi korban dosa
tersebut.
Pertobatan dalam ketepatan meliputi empat langkah yaitu:
1. Mengenali dosa nasional/korporat
2. Akui dosa secara korporat dan meminta ampun dari Allah.
3. Kenakan darah Yesus
4. Berjalan dalam ketaatan dan perbaiki kerusakan (langkah ini mungkin
mencakup melakukan ganti rugi/restitusi).
4.1.2. Pemetaan Rohani
Berdasarkan penafsiran ayat-ayat seperti Efesus 6:10-12 dan pergumulan
Daniel melawan “Pangeran Persia” dalam Daniel 10:4-13 maka para pendukung
teori Peperangan Rohani Tingkat Strategis percaya akan adanya pemahaman
rohani akan kuasa-kuasa gelap yang tidak kasat mata, yang nampaknya
mengendalikan suatu wilayah geografis. Dengan demikian, penelitian terhadap
pengaruh masa lalu tertentu dalam suatu wilayah, termasuk berbagai faktor-faktor
historis, telah membantu para pendoa syafaat untuk berdoa secara lebih cerdas,
tepat dan akurat untuk daerah-daerah ini. Doa semacam ini didefinisikan sebagai
doa syafaat berdasarkan informasi yang diperoleh.
82 A. Scott Moreau, Gaining Perspective on Territorial Spirits, in Deliver Us from Evil,
(Nairobi: Lausanne Committee on World Evangelization: 2000) n.p.
4.1.3. Perjalanan Doa/Doa Keliling
Doa keliling adalah suatu usaha untuk menerapkan doa syafaat yang
terinformasi dan dengan demikian mengkonfrontasi atau berdoa menentang
kuasa-kuasa gelap di suatu wilayah atau komunitas. Doa keliling ini telah
didefinisikan oleh beberapa praktisi Peperangan Rohani sebagai “Berdoa di lokasi
- dengan pencerahan”. Hal ini telah menggerakkan puluhan ribu pribadi dan
ratusan tim doa untuk berdoa keliling di lingkungan mereka secara sistematis
bahkan membuat perjalanan-perjalanan doa ke kota-kota di Jendela 10/40 selama
tahun 1990an. Peter Wagner memperkirakan 5000 perjalanan doa dilakukan
selama periode tersebut di setiap bangsa-bangsa yang termasuk dalam Jendela
10/40.
Jendela 10/40 adalah suatu lokasi di dunia yang dibatasi oleh garis lintang
dari 10 derajat Lintang Selatan sampai 40 derajat Lintang Utara. Wilayah ini
mencakup sebagian Afrika Barat dan Utara, Timur Tengah, serta sebagian besar
Asia Selatan dan Timur. Wilayah ini disebut sebagai Jendela 10/40, wilayah yang
padat penduduknya di mana sekitar 2/3 atau 70% penduduk dunia tinggal,
menempati 1/3 wilayah dunia. Sebagian besar penduduk dunia yang masih belum
menerima injil tinggal di wilayah ini.
Gambar II.2. Jendela 10/40
43
Gambar II.3. Agama-agama yang mempengarui di Jendela 10/40
4.1.4. Kegerakan Kecapi dan Cawan
Berdasarkan gambaran para tua-tua yang menyembah dan mahluk-mahluk
di Wahyu 5:8-10 datang di hadapan Anak Domba, di mana setiap mereka
membawa satu kecapi, (lambang penyembahan), dan cawan (penuh berisi doa
umat Tuhan) timbullah suatu penekanan terhadap apa yang disebut sebagai
penyembahan bersifat doa syafaat. Kegerakan ini juga disebut sebagai kegerakan
Kecapi dan Cawan. Mereka yang mendukung kegerakan ini mengamati
pentingnya kegerakan ini ketika lambang kecapi dan cawan di Wahyu 5, segera
mengawali dilepaskannya nyanyian baru (ayat 9 dan 10) yang berbicara
bagaimana Anak Domba Allah menebus umat manusia dari setiap suku, bahasa,
bangsa. Mereka yang terlibat dalam kegerakan ini percaya bahwa kuasa terbesar
dalam peperangan rohani di masa yang akan datang akan dilepaskan dengan
dilengkapinya kegiatan penginjilan dengan penyembahan yang khusyuk yang
bersifat syafaat. Ketika hadirat dan kuasa Allah datang melalui penyembahan,
maka Iblis harus melarikan diri dan pengaruhnya berkurang, bahkan sampai habis.
Dengan demikian, penyembahan itu sendiri telah membantu dalam menurunkan
Iblis dari tahtanya, menghasilkan hasil yang sama dengan doa syafaat.
Kemenangan Yosafat (2 Tawarikh 20:21-23) adalah suatu contoh
kemenangan penyembahan yang bersifat doa syafaat. Salah satu terjemahan dari
ayat 22 versi Firman Allah Yang Hidup menyebutkan bahwa
“Pada waktu mereka mulai menyanyikan puji-pujian sambil bersorak-sorak,
TUHAN mengacaukan bala tentara Amon, Moab, dan orang-orang dari
Pegunungan Seir itu, sehingga mereka saling menyerang dan saling
membunuh!”.
Suatu kesimpulan dapat kita tarik yaitu penyembahan mengundang hadirat
Tuhan seperti ketika doa syafaat dinaikkan serta berdampak kemenangan yang
serupa.
4.1.5. Tindakan Doa Profetik dan Beroperasi dalam Roh yang
membalikkan keadaan daripada roh yang mempengaruhi wilayah
Beberapa orang percaya bahwa Yehezkiel (Yehezkiel 4:1-2) mendapat
perintah Allah untuk melakukan tindakan doa profetik ketika Allah menyuruhnya
menggambarkan kota Yerusalem di atas suatu loh batu dan kemudian mengepung
kota itu. Pada zaman sekarang, tindakan menggambarkan peta di atas suatu loh
batu dilakukan dengan menggambar peta kota di atas suatu kertas. Yehezkiel
kemudian mendapat perintah untuk mengepung peta kota ini. Para praktisi doa
peperangan rohani tingkat strategis percaya bahwa Allah sebenarnya sedang
berkata kepada sang nabi, “Sebelum Aku melaksanakan kehendakKu dan
rencanaKu atas Yerusalem, engkau harus terlebih dahulu berdoa dengan sungguh-
sungguh dan mendekarasikan kehendak dan rancanganKu secara profetik terhadap
peta tersebut.”
Sekarang telah banyak kasus yang dilaporkan, di mana para pendoa
syafaat yang menggunakan tindakan fisik di dalam doa, kemudian memperoleh
jawaban-jawaban doa yang unik. Dawson mempopulerkan praktek beroperasi
dalam roh yang membalikkan keadaan ini pada tahun 1990an. Suatu ketika
sekelompok pengerja Youth With A Mission bermaksud menginjil di kota Cordoba,
Argentina. Kota ini dahulu terkenal sebagai kota yang sombong dan banyak
menggunakan kekuatan pikiran. Sekitar 200 pengerja mempraktekkan tindakan
kerendahan hati dengan berdoa di jalan-jalan dalam keadaan berlutut di jalan,
bahkan sampai dahi mereka menyentuh tanah. Dawson melaporkan bahwa kota
yang tadinya tertutup bagi pemberitaan injil menjadi terbuka sehingga banyak
jiwa dituai ketika para pengerja Youth With A Mission kemudian memberitakan
injil di seluruh kota tsb.83
Dawson merangkum langkah-langkah Peperangan Rohani Tingkat
Strategis menjadi 5 langkah-langkah menuju kemenangan, yang terdiri dari: (1)
Menyembah - awal segalanya, (2).Menunggu Tuhan untuk memperoleh wawasan,
(3) Mengenali dosa-dosa di kota tersebut dan meminta ampun, (4) Mengalahkan
kejahatan dengan kebaikan serta (5) Mengerang sampai melahirkan. Dawson
menilai bahwa lebih penting untuk mengenali tujuan (destiny) Tuhan serta
83 C. Peter Wagner. The Church in the Workplace: How God's People Can Transform
Society.
45
karunia-karunia bersifat penebusan (redemptive gifts) bagi suatu kota
dibandingkan dosa ataupun pengaruh kuasa gelap di kota tersebut.84
4.1.6. Ziarah Rekonsiliasi (Reconciliation Walk)
Dimotori oleh Lynn Green dari Youth With A Mission, Ziarah Rekonsiliasi
ini adalah gabungan dari konsep pertobatan dalam ketepatan, perjalanan
peperangan serta tindakan doa profetik. Visinya adalah ribuan orang Kristen
melakukan napak tilas rute pasukan Perang Salib dan bertobat mewakili pasukan
Perang Salib terhadap orang Muslim.
Sasaran dari Ziarah ini adalah untuk membawa orang-orang Kristen
berhadapan muka dengan muka dengan orang-orang Islam dan Yahudi dengan
membawa satu pesan penyesalan dan pengakuan yang sederhana. Adalah sangat
penting sekali agar ziarah ini dilakukan dengan sikap hati yang rindu untuk
melakukan rekonsiliasi, tanpa ada suatu nuansa kesombongan apapun yang pernah
menjadi karakter pasukan perang Salib. Kita perlu pergi berdoa untuk tanah-tanah
yang pernah dilintasi oleh pasukan perang Salib.
D. LANDASAN TEORI MENGENAI PERTUMBUHAN
GEREJA
Bersamaan dengan berubahnya komposisi kekristenan pada pertengahan
dan akhir abad ke-21, berkembanglah suatu kegerakan yang berdampak penting
terhadap Kekristenan yaitu Kegerakan Pertumbuhan Gereja. Sebelum menjadi
suatu kegerakan, konsep Pertumbuhan Gereja diusulkan oleh Donald McGavran
(1897-1990), seorang misiolog generasi ketiga dari ayah dan kakeknya yang
menjadi misionaris di India. McGavran mengamati bahwa bahwa Theologi misi
liberal menyelewengkan prioritas terhadap penginjilan, serta sekalipun pelayanan
misi telah melakukan banyak kegiatan dan menabur dalam bidang kesehatan dan
pendidikan tetapi belum tentu menghasilkan peningkatan jumlah orang percaya.
McGavran bergumul dengan tiga pertanyaan ketika mengevaluasi
Pertumbuhan Gereja, yaitu: (1) Ketika suatu gereja berkembang, mengapa gereja
tersebut berkembang? (2) Penghalang, hambatan, atau penyakit apa saja yang
menghambat kehidupan, vitalitas dan pertumbuhan gereja-gereja? (3) Apa sajakah
84 John Dawson. Taking our Cities for God: How to Break Spiritual Strongholds. (Orlando,
FL: Creation House, 1989). p 19-20
prinsip pelaksanaan pada gereja yang bertumbuh, yang dapat diterapkan di gereja-
gereja lain di tempat lain?85
McGavran mengamati bahwa istilah Penginjilan telah cenderung
melenceng, karena dapat saja hanya terkonotasi dengan kegiatan sosial, kesehatan
atau pendidikan, tanpa adanya jiwa yang dimenangkan. Karena itu ia
mengusulkan definisi “penginjilan yang efektif” sebagai Pertumbuhan Gereja, dan
menekankan pentingnya pelaksanaan Amanat Agung Yesus Kristus. Sekalipun
awalnya McGavran tidak memiliki seorang muridpun, sejak pertengahan tahun
1950an Konsep Pertumbuhan Gereja ini telah berkembang menjadi kegerakan
yang banyak dipelajari dan dipraktekkan terutama di Amerika Serikat.
Pada tahun 1965 McGavran menjadi Dekan Pendiri, serta Profesor Misi,
Pertumbuhan Gereja dan Studi mengenai Asia Selatan di Sekolah Misi Dunia di
Seminari Theologi Fuller Theological Seminary di Pasadena, California. Teori
Pertumbuhan Gereja yang McGavran lahirkan, dikembangkan di Amerika Serikat
pada tahun 1970-1980an, oleh murid-murid McGavran, di antaranya C. Peter
Wagner, Win Arn, Eddie Gibbs, Lyle Schaller serta Tom Rainer.
Sejak Kegerakan Pertumbuhan Gereja ini dipraktekkan, banyak praktisi
yang berhasil mengalami pertumbuhan dalam gerejanya secara signifikan,
terutama di Amerika Utara di mana terjadi fenomena gereja-gereja sangat besar
atau megachurch. Salah seorang praktisi teori Pertumbuhan Gereja yang paling
terkenal adalah Rick Warren, penulis buku populer berjudul Gereja Yang
Digerakkan oleh Tujuan (Purpose Driven Church, 1995). Sebagai gembala gereja
Saddleback di California, Rick Warren mengalami pertumbuhan dari hanya satu
keluarga menjadi lebih dari 10ribu jemaat dalam 15 tahun, juga menanam 26
jemaat baru.86
1. Pengertian
Elmer L Towns menyatakan bahwa istilah pertumbuhan gereja memiliki
dua konotasi. Arti yang umum terkait dengan bertumbuhnya gereja-gereja
bertumbuh baik secara internal maupun eksternal yang berawal pada pertumbuhan
gereja mula-mula di Yerusalem.87 Konotasi kedua terkait dengan penginjilan atau
85 Howard Culbertson Donald McGavran and the Church Growth Movement: for Ministry,
Church and Society (Tulsa, OK, Southern Nazarene University, 2012) 19. https://home.snu.edu/~hculbert/mcg-mcs.pdf Penelusuran 6 November 2017.
86 Clinton Bennet Problems and Possibilites of Church Growth: Towards a Unification Critique. (Barrytown, NY, Journal of Unification Studies, Volume 8, 2007) Hal 25-40.
87 Istilah pertumbuhan gereja secara umum dituliskan dengan huruf p kecil dan g kecil, untuk membedakan dengan nama teori Pertumbuhan Gereja yang lebih spesifik.
47
usaha-usaha bersifat missional untuk penjangkauan kepada mereka yang terhilang
sampai mereka tergabung ke dalam gereja.88
Menurut Masyarakat Amerika Utara untuk Pertumbuhan Gereja, definisi
Pertumbuhan Gereja adalah
“suatu disiplin ilmu yang mempelajari sifat-sifat, perluasan,
perintisan, pelipatgandaan, fungsi dan kesehatan gereja-gereja
Kristen terkait penerapan yang efektif dari Amanat Agung Allah
untuk menjadikan semua bangsa menjadi murid-Nya.”89
Para ahli Pertumbuhan Gereja mempelajari kesamaan-kesamaan pada
orang yang datang kepada Kristus untuk membangun prinsip-prinsip Pertumbuhan
Gereja. Menurut McGavran, “Suatu prinsip Pertumbuhan Gereja adalah suatu
kebenaran universal yang ketika dipahami dan diterapkan dengan tepat,
mempengaruhi Pertumbuhan Gereja-gereja dan Denominasi-denominasi secara
signifikan.”90
2. Strategi-strategi Pertumbuhan Gereja
Dr Young Gi Hong, Presiden Institut Pertumbuhan Gereja di Korea
memaparkan strategi-strategi utama Pertumbuhan Gereja yang dikembangkan
oleh McGavran dan para murid-muridnya sbb.
3. Prioritas akan pertumbuhan kuantitatif
Strategi ini juga dikemukakan dengan pernyataan bahwa Allah
menginginkan agar domba-dombaNya yang hilang ditemukan (bukan sekedar
dicari saja, search theology, tetapi sampai ditemukan, harvest theology).
McGavran mengamati bahwa Penginjilan mulai diabaikan oleh para misionaris,
yang cenderung menggantikannya dengan kegiatan seperti pelayanan
penggembalaan, pendalaman Alkitab dan bakti sosial. Karena itulah kegerakan
Pertumbuhan Gereja menganggap bahwa pertumbuhan kuantitatif sebagai
prioritas utama gereja, sekalipun bukan tujuan satu-satunya. Tentunya
pertumbuhan kuantitatif ini perlu dilengkapi dengan pemulihan dan pertumbuhan
rohani.
88 Elmer L. Towns. The Relationship of Church Growth and Systematic Theology. Journal
Evangelical Theological Society 29/1 (Chicage, IL: Evangelical Theological Society, 1986) p 63-70.
89 Elmer Towns, “Effective Evangelism View.” Dalam Evaluating the Church Growth Movement. Oleh Paul E. Engle dan Gary L. McIntosh. H 40-41.
90 Donald A. McGavran, Ten Steps for Church Growth, (New York: Harper & Row, 1977), 15.
Taber mengkritisi bahwa pertumbuhan kuantitatif seharunya bukanlah
satu-satunya indikator sah apakah gereja mentaati Amanat Agung.91 Kemudian,
Peter Wagner telah mengkoreksi dengan menyatakan bahwa gereja yang tidak
bertumbuh secara kuantitatif dapat saja berada dalam kehendak Allah.92
4. Fokus kepada grup-grup yang terbuka
Prinsip penerimaan ini berarti pada suatu tempat, pada suatu saat dalam
sejarah, kelompok-kelompok orang tertentu, dapat menjadi terbuka atau tertutup
terhadap pesan Kristiani. McGavran mengusulkan bahwa gereja perlu mengenali
grup-grup yang responsif dan menyusun suatu strategi untuk memenangkan
mereka.
5. Mengenali grup-grup yang homogen dan perpindahan jemaat
Prinsip pergerakan jemaat mengacu kepada pertobatan yang saling terkait
pada orang-orang dalam suatu kelompok homogen tertentu, yang berbeda dari
pertobatan masal. Perbedaan ini menekankan penginjilan komunitas.
6. Disiplin ilmu sekuler dalam penelitian Pertumbuhan Gereja
Pertumbuhan Gereja mempergunakan ilmu-ilmu pengetahuan sosial,
karena Pertumbuhan Gereja selalu terjadi dalam masyarakat.93 Beberapa peneliti
memfokuskan penelitian ilmu pengetahuan sosial mereka dalam mempelajari
otoritas para gembala dan faktor-faktor dalam kepemimpinan, seperti Tamney dan
Johnson94, serta Hong.95 Beberapa ilmuwan sosial seperti David Roozen, Wade
Roof and Kirk Hadaway mencoba meneliti faktor-faktor konstektual serta
kelembagaan pada Pertumbuhan Gereja.96
91 Charles R. Taber, “Contextualization,” in Exploring Church Growth, ed. Wilbert R. Shenk
(Grand Rapids: Eerdmans, 1983), pp 126.
92 C. Peter Wagner, Leading Your Church to Growth, (Ventura, CA: Regal, 1984), pp16.
93 Donald McGravan, Understanding Church Growth. 3rd edition. Edited by C. Peter Wagner. (Grand Rapids: Eerdmans, 1990). p xiv.
94 JB Tamney and SB Johnson, The Popularity of Strict Churches, Review of Religious Research vol 39 no.3, 1998, pp 209-223.
95 Young Gi Hong, Dynamism and Dilemma: The Nature of Charismatic Pastoral Leadership in Korean Mega Churches, Phd Thesis (validation by Wales University) (Oxford: Oxford Center for Mission Studies, 2000).
96 Kenneth Inskeep, Short History of Church Growth Research, in Roozen, David A. and Hadaway, C. Kirk (eds.) Church & Denominational Growth, (Nashville: Abingdon Press), pp 135-148
49
7. Menggunakan kuasa rohani
Kegerakan Pertumbuhan Gereja percaya bahwa pribadi serta pekerjaan
Roh Kudus sangat mempengaruhi teori dan pelaksanaan Pertumbuhan Gereja.
Sejak tahun 1980an, Peter Wagner membuka kelas terbuka “Tanda-tanda dan
Mujizat-mujizat dan Pertumbuhan Gereja” yang ternyata menyebabkan pro dan
kontra dan perdebatan yang meluas. Sejak itu Wagner mempelajari Peperangan
Rohani dengan menggunakan teori “zona tengah yang terkecualikan” (excluded
middle zone), dari Paul Hiebert. Menurut Wagner, dengan melalui peperangan
rohani dan doa maka gereja seharusnya menghasilkan buah penginjilan yaitu
pertobatan jiwa-jiwa baru.
Gambar II.4. Cara Pandang Modern Terhadap Dunia, dengan zona tengah yang
terkecualikan
8. Klasifikasi Pertumbuhan Gereja
Secara umum Pertumbuhan Gereja dapat diklasifikasikan menjadi 4
golongan sbb :
A. Pertumbuhan Internal atau Pertumbuhan Kualitatif
Pertumbuhan internal atau pertumbuhan kualitatif adalah pertumbuhan
kualitas rohani dalam hubungan Vertikal atau kepada Tuhan Allah di dalam Yesus
Kristus dan dalam hubungannya dengan sesama. Pertumbuhan kualitatif
didasarkan pada Kisah Para Rasul 2:42-47.
B. Pertumbuhan Perluasan (Expansion)
Pertumbuhan Perluasan terdiri dari Pertumbuhan Biologis +
Pertumbuhan Perpindahan (Transfer) + Pertumbuhan Pertobatan.
Pertumbuhan biologis adalah pertumbuhan jumlah orang percaya kepada Tuhan
Yesus Kristus karena kelahiran dan keturunan anggota keluarga Kristen.
Pertumbuhan pertobatan adalah pertumbuhan jumlah orang yang percaya
kepada Tuhan Yesus Kristus karena pertobatan seseorang oleh kuasa Roh Kudus
yang menjamah dirinya. Pertumbuhan Perpindahan (Transfer) adalah
pertumbuhan jumlah anggota gereja karena perpindahan dari satu gereja lainnya.
C. Pertumbuhan Ekstensi (Extension)
Pertumbuhan jemaat dengan perintisan gereja dalam budaya yang sama.
Pertumbuhan Jembatan (Bridging)
Pertumbuhan jemaat dengan perintisan gereja di budaya yang baru atau
berbeda. Dapat dibagi lebih lanjut berdasarkan jarak perbedaan budaya, yaitu
dekat maupun jauh. Salah satu sekolah yaitu Sekolah Mahanaim di Bekasi, Jawa
Barat menerapkan konsep Pertumbuhan Jembatan dengan jarak budaya yang
dekat, di mana murid-murid dari latar belakang ekonomi yang sudah sejahtera
digabungkan dalam satu lingkungan bahkan satu kelas dengan murid-murid dari
latar belakang ekonomi pra-sejahtera, dengan hasil yang positif. Walaupun
metoda ini bukanlah perintisan gereja konvensional, namun telah menghasilkan
pertumbuhan jemaat.
Seorang misionaris dari Jerman, ibu Suzette Hattingh menerapkan konsep
Pertumbuhan Jembatan dengan jarak budaya yang jauh ketika ditanam di Papua,
yaitu dengan membangun Pusat Pelatihan Cinta Papua di Manokwari Papua Barat.
Sebagai seorang Misionaris berlatar belakang budaya Barat, beliau perlu
menyeberangi jarak budaya yang jauh dengan orang-orang percaya yang beliau
latih. Beliau melatih orang-orang Papua di Pusat Pelatihan, untuk kemudian
mengutus mereka kembali ke antara orang-orang Papua, untuk menjangkau serta
mengajar orang-orang Papua kembali tanpa jarak budaya, atau sedikit jarak, jika
ada.
Dari keempat jenis Pertumbuhan di atas, penekanan Kegerakan
Pertumbuhan Gereja adalah pada Pertumbuhan Pertobatan, dan bukan pada
Pertumbuhan Biologis ataupun Pertumbuhan Perpindahan.
Dari teori-teori ini, kita dapat melihat bahwa pertumbuhan kualitas
merupakan pertumbuhan yang utama, setiap orang yang diselamatkan dapat
mewujudkan imannya, baik secara pribadi maupun bersama, baik secara vertikal
maupun horisontal. Jadi kualitas kerohanian jemaaat dapat membawa dampak
positif terhadap Pertumbuhan Gereja.
51
D. Pertumbuhan Gereja dan Penginjilan
Apa bedanya Pertumbuhan Gereja dengan Penginjilan? Penginjilan
terutama hanya terkait dengan Pertumbuhan Pertobatan, walaupun masih ada
kaitannya dengan Pertumbuhan Biologis. Anak-anak orang percaya pun masih
perlu dikabari dengan injil. Pertumbuhan Gereja menganalisis bagaimana
beberapa gereja bertumbuh dan mengapa sejumlah gereja dapat mengalami
Pertumbuhan Perpindahan yang sehat. Jadi ruang lingkup Pertumbuhan Gereja
sebenarnya lebih luas daripada Penginjilan, karena juga mencakup perintisan
gereja, pendewasaan jemaat serta penerimaan anggota-anggota baru.
Banyak penginjil profesional yang hanya tertarik untuk membawa banyak
jiwa kepada Kristus, tetapi mereka tidak begitu mempersoalkan apakah nantinya
orang-orang yang telah bertobat di bawah pelayanan mereka itu menjadi anggota
gereja atau tidak. Dalam Pertumbuhan Gereja, mereka masih dipantau sampai
menjadi anggota gereja yang bertumbuh.
Wagner membagi penginjilan menjadi beberapa katagori, mulai dari:
1. E-0 atau penginjilan nol
Dalam klasifikasi ini terjadi proses membimbing orang-orang yang telah
menjadi anggota gereja kepada suatu penyerahan hidup kepada Yesus Kristus.
Dalam hal ini, jumlah keanggotaan gereja tidak bertambah, melainkan kualitasnya
yang meningkat.
2. E-1 atau penginjilan satu
Yang dimaksud dalam klasifikasi ini adalah membawa orang-orang dari
kelompok budaya yang sama kepada Kristus. Untuk dapat melakukan hal ini tidak
perlu mempelajari suatu bahasa asing atau membiasakan diri dengan makanan
yang asing ataupun mengadaptasi adat istiadat yang baru.
3. E-2 atau penginjilan dua dan E-3 atau penginjilan tiga
Keduanya menunjuk kepada penginjilan lintas budaya. Pelayanan di sini
mencakup orang-orang yang berbeda kebudayaan dengan sang penginjil. E-2
adalah penginjilan yang ditujukan kepada orang-orang yang budayanya masih
serupa atau sedikit berbeda dengan budaya penginjil, seperti misalnya seorang
Indonesia menginjili orang-orang Malaysia. Contoh lainnya adalah hambatan
perbedaan pendapatan, yang belum terlalu sulit diterobos. Orang-orang kelas
menengah ke atas dapat menjangkau orang-orang kelas menengah ke bawah
dalam gereja yang sama dan penginjilan dengan berhasil. Dalam E-3, budaya
orang-orang yang diinjili berbeda cukup jauh dengan budaya penginjil. Contohnya
ialah jika seorang Indonesia menginjili orang-orang Jepang.
Walaupun ada yang mengkatagorikan klasifikasi Pertumbuhan Gereja ke
dalam klasifikasi Penginjilan, Penulis tidak membahas dalam thesis ini,
mengingat bahwa konsep Pertumbuhan Gereja sudah lebih luas daripada
Penginjilan.
9. Pertumbuhan Gereja dan Misi
Apa perbedaan antara Pertumbuhan Gereja dan Misi? Ada beberapa
definisi mengenai misi, tapi pengertian yang muncul dengan kuat sejak Perang
Dunia Pertama adalah misi Allah, missio dei, yang diturunkan dari sifat Allah
sendiri. 97 Misi adalah menegakkan kerajaan Allah atas seluruh mahkluk. 98
Dengan demikian pengertian Misi jauh lebih luas daripada Pertumbuhan Gereja.
Urutan ruang lingkup, disusun dari besar ke kecil, semakin kanan semakin kecil
adalah:
Misi > Pertumbuhan Gereja > Penginjilan
10. Model-Model Misi Pertumbuhan Gereja
Beberapa model Pertumbuhan Gereja telah muncul, telah ditemukan
efektif untuk menyebabkan Pertumbuhan Gereja dan masih akan mempengaruhi
banyak gereja hari ini bahkan di masa yang akan datang. Young Gi Hong,
Presiden Institut Pertumbuhan Gereja di Korea memaparkan rangkuman 6 model
Pertumbuhan Gereja, yang perlu dilihat sebagai saling melengkapi dan bukan
saling berkontradiksi.
11. Model Gereja Mega (Megachurch)
Model Gereja Mega adalah model umum Pertumbuhan Gereja Modern.
Disebut Modern karena dipengaruhi kemajuan zaman. Vaughan telah
menerbitkan beberapa buku kunci mengenai Gereja-Gereja Mega ini, yang mulai
muncul terutama pada dekade 70an. 99 Contohnya adalah Gereja Komunitas
Willow Creek dan Saddleback di Amerika Serikat, Kensington Temple di UK,
Gereja Yesus adalah Tuhan di Filipina dan Gereja Baptis Komunitas Iman di
Singapura. Gereja Injil Sepenuh Yoido yang dipimpin oleh Pdt David Yong Gi
97 David J Bosch, Transforming Mission 4th Edition (Orbis Books, New York, 1992) p 389-
393.
98 Young Gi Hong, Church and Mission: A Pentecostal Perspective (International Review of Mision, July 2001) pp 289-308.
99 John Vaughan, The World’s Twenty Largest Churches, 2nd Ed, (Grand Rapids: Baker Book House, 1986)
53
Cho adalah gereja Mega yang sempat menjadi yang terbesar di dunia, dengan
beranggotakan 750000 orang. Gereja Redeemed Christian Church of God dari
Nigeria telah melampaui dengan jumlah jemaat sekitar 5-6 juta orang. Negara
yang memiliki jumlah Gereja Mega yang banyak adalah Korea Selatan, di
antaranya selain Gereja Injil Sepenuh Yoido, adalah Gereja Anugrah dan
Kebenaran, dan Gereja Myung Sung.
Ciri yang paling menonjol dalam gereja-gereja Mega adalah
kepemimpinan mereka, kebanyakan Gembala Senior adalah pendiri dari gereja-
gereja tsb di atas. Mereka kebanyakan telah memiliki masa penggembalaan yang
cukup lama dan memiliki kepemimpinan yang kuat. Biasanya mereka adalah
pemimpin Karismatik. Gereja-gereja di atas sangat bersemangat dalam
melakukan penginjilan. Mereka punya organisasi yang besar dan beroperasi
seperti bisnis. Model gereja Mega ini telah menjadi model yang berpengaruh
selama beberapa puluh tahun ini, mempengaruhi banyak gereja dalam cara
pandang pelayanan, gaya pujian penyembahan serta strategi dan visi mereka
untuk bertumbuh.
Sejak dekade 1990an, model gereja Mega ini telah mempengaruhi model
perintisan gereja. Sejak 1990an gereja-gereja Mega mulai tertarik untuk
melakukan perintisan gereja, tidak lagi terpaku dengan penambahan jumlah
anggota mereka saja, mengembangkan model Pelipatgandaan.
12. Model Pelipatgandaan (Multiplication)
Beberapa ahli Pertumbuhan Gereja berpandangan bahwa Model
Pertumbuhan Gereja yang paling efektif adalah Perintisan Gereja. Jadi mereka
berfokus untuk memperluas jaringan gereja mereka di negara mereka bahkan di
bangsa-bangsa. Sampai tahun 2004, Gereja Injil Sepenuh Yoido telah menanam
sekitar serta 250 gereja di Korea Selatan dan 650 gereja di luar negeri. Mereka
membuat suatu unit penanaman gereja serta membuat sekolah-sekolah pelatihan
yang melatih calon perintis gereja, serta mendukung gereja yang dirintis tanpa
memandang afiliasi gereja yang mereka rintis. Setelah mengikuti pelatihan dan
pengujian, gereja memberikan calon perintis Rp 1,1 Miliar rupiah untuk merintis
gereja.
Beberapa orang seperti Lim berpendapat bahwa model Pelipatgandaan ini
adalah model terbaik untuk Misi, karena dapat segera men-desentralisasi setiap
fungsi sel menjadi otonom. 100 Artinya dalam setiap sel fungsi-fungsi dapat
100 David S. Lim. Cho Yonggi’s Charismatic Leadership and chruch Growth. Kertas kerja
yang dipaparkan pada Konferensi Pertumbuhan Gereja Internasional Youngsan pada tahun 2003, diselenggarakan oleh Institut Pertumbuhan Gereja dan Universitas Hansei, Korea, 28-29 Agustus 2003.
dilakukan secara mandiri termasuk kepemimpinan, anggaran dan program,
sehingga setiap jemaat dapat berkembang secara penuh dan mempraktekkan
keimaman, kenabian dan kepemimpinan di dalam Kristus. Beberapa pendukung
model Pelipatgandaan ini berargumen bahwa karena model gereja Mega telah
bertumbuh biasanya di masyarakat perkotaan yang sekuler dan lebih terbuka
dalam kebebasan beragama, sehingga model gereja Mega sebenarnya tidak efektif
dalam merintis gereja lokal. Jika gereja-gereja Mega mau menanamkan sumber
daya mereka untuk menanam gereja-gereja dalam bentuk Pelipatgandaan, maka
dampak global mereka akan semakin dahsyat.
13. Model Gereja Sel
Baik dalam model gereja Mega ataupun model Pelipatgandaan,
sebenarnya kunci pertumbuhan ada pada kelompok sel. Sejak tahun 90an, para
pemimpin gereja mulai tertarik dengan model gereja Sel. David Yong Gi Cho
menggunakan istilah “kelompok sel rumah” (home cell group) dan
mempopulerkannya.101 Beberapa ahli sepakat bahwa David Yong Gi Cho adalah
pelopor kegerakan sel, sebagaimana dikemukakan Comiskey. 102 Neighbour
mengemukakan bahwa model gereja sel ini adalah model Pertumbuhan Gereja
yang baru dan suatu alternatif pelayanan gereja di masa yang akan datang. Ia
menekankan bahwa struktur pelayanan yang lama yang tradisional serta pelayanan
yang berpusatkan pada program tidak dapat diperlengkapi untuk kebangunan
rohani di masa yang akan datang.103 Model ini dikembangkan mengingat dua
konteks yaitu fenomena gereja Mega serta penganiayaan terhadap orang Kristen.
Sekalipun model gereja Mega juga memperhatikan kelompok kecil dengan
serius, perbeedaannya adalah pada fungsi sel. Dalam gereja sel, setiap fungsi
gereja yaitu penyembahan, persekutuan, dan pertumbuhan sudah ada di dalam sel
dengan tujuan untuk menginjil kelompok-kelompok kecil. Setiap sel tidak boleh
berfokus internal. Setiap sel harus berlipatganda dalam 12-18 bulan dengan
memenangkan jiwa bagi Kristus. Jika suatu sel berfungsi sudah cukup lama, tanpa
adanya pelipatgandaan maka sel tsb dianggap kurang sehat, sehingga perlu
bergabung dengan sel lain yang sehat. Salah satu model gereja sel ini adalah G-
12 di mana setiap grup sel terdiri dari 12 anggota, sebagaimana Yesus memiliki
12 murid.
101 Yong Gi Cho, Succesful Home Cell Groups, (Seoul: Seoul Logos Co, 1997), np.
102 Joel Comiskey, Home Cell Group Explosion, (Houston: Touch Publications, 1998), np.
103 Ralph W Neighbour Jr, Where Do We Go From Here? A Guide Book For the Cell Group Church. (Houston: Touch Publications, 2000).
55
Mario Vega dari El Salvador menerapkan dinamika kelompok sel rumah,
mengambil metoda ini dari ide David Yong Gi Cho. Pada tahun 2003 gerejanya
memiliki 110 ribu anggota. Dalam gereja Mario setiap kelompok gereja rumah
bertemu 2 kali seminggu. Pada pertemuan pertama anggota lama khusus bertemu
untuk merencanakan bagaimana mengundang orang yang belum percaya.
Pertemuan kedua khusus ditujukan bagi mereka yang belum percaya. Setiap
kelompok sel rumah diharapkan untuk menginjil dan berlipat ganda.
14. Model Perjamuan ALPHA (ALPHA Course)
Model Perjamuan ALPHA ini ternyata pernah sangat efektif untuk
mengajak mereka yang belum percaya ke dalam komunitas gereja. Nicky Gumble
dari Holy Trinity, Brompton, UK mempelajari, dan menghidupkan kembali model
Alpha kemudian menyebarkannya ke seluruh dunia. 104 Perjamuan Alpha ini
adalah model penginjilan untuk mengajak orang yang belum percaya ke
pertemuan kelompok sel kecil di rumah-rumah.
Prinsip-prinsip penginjilan adalah sbb:
(1). Penginjilan paling efektif adalah melalui gereja lokal.
(2) Penginjilan adalah suatu proses.
(3). Penginjilan melibatkan keseluruhan keberadaan manusia, yaitu terhadap
pikiran, hati, kesadaran, dan kehendak.
(4). Model-model Penginjilan di dalam Perjanjian Baru mencakup klasik (Firman),
keseluruhan (pekerjaan-pekerjaan) dan kuasa.
(5) Penginjilan yang efektif memerlukan kepenuhan dan kepenuhan kembali akan
Roh Kudus.
(6) Penginjilan dalam kuasa Roh Kudus akan dinamis dan efektif.
Karakter perjamuan dijelaskan dari akronim ALPHA.
A dari Anyone, siapapun yang tertarik untuk mengenal lebih jauh
mengenai iman Kristen. Ini mencakup lima katagori orang (1). mereka yang
belum menjadi orang Kristen. (2). Mereka yang belum pergi ke gereja. (3).
mereka yang baru menjadi orang Kristen (4). Mereka yang ingin kembali
mempelajari hal-hal dasar. (5). Mereka yang baru terhadap gereja.
104 Nicky Gumble, Questions of Life (Eastbourne: Kingsway Publication, 1993) n.p.
L dari Learning & Laughter, Belajar dan Tertawa. Selama perjamuan
makan ada banyak tawa dan diskusi.
P dari Pasta. Makanan yang dimakan para peserta. Model ini percaya
bahwa ada yang begitu khusus pada saat makan. Persahabatan dibangun melalui
perut.
H dari Helping, Saling membantu. Mereka yang belum ke gereja yang
datang ke perjamuan ALPHA ini dibantu oleh mereka yang telah datang ke
gereja..
A yang terakhir adalah singkatan dari Ask Anything, para peserta dapat
menanyakan apa saja terkait kehidupan dan iman Kristen dalam diskusi kelompok
sel.
Walaupun metoda ini paling banyak diterapkan di UK, tetapi metoda ini
memang berhasil mengubah pusat perhatian gereja dari diri sendiri kepada orang
yang belum percaya. Rahasia kesuksesan perjamuan ini adalah pengelolaan hal-
hal yang tercakup di dalam singkatan Alpha. Pada umumnya para peserta
merasakan hadirat Tuhan serta mengalami pekerjaan Roh Kudus juga
mendengarkan kesaksian akan pekerjaan Roh Kudus.
15. Model Pertumbuhan Gereja Alami
Model ini dibangun oleh Christian Schwartz, presiden Institut
Pertumbuhan Gereja di Jerman. Schwartz mengusulkan bahwa sebagaimana
organisme hidup sesuai prinsip pertumbuhan, maka gereja-gereja juga bertumbuh
sesuai prinsip kehidupan rohani.105
Schwartz melakukan survey empiris atas 1000 gereja yang terdiri dari
berbagai macam: besar/kecil, berbumbuh/berkurang, karismatik/non-karismatik
dll. Setelah membandingkan dan mencari hubungan antara pertumbuhan
kuantitatif dan karakteristik kualitatif dari berbagai gereja, pada tahun 1996
Schwarz menemukan bahwa kualitas suatu gereja mempengaruhi jumlah,
tetapi kuantitas dapat saja dihasilkan dengan atau tanpa kualitas.
Schwartz mengusulkan perlunya 8 karakteristik kualitas kepemimpinan,
yaitu : kepemimpinan yang memberdayakan, pelayanan berorientasi karunia oleh
jemaat biasa, kerohanisan yang bergairah, struktur-struktur fungsional, ibadah
105 Christian Schwarz, Natural Church Development: A Practical Guide to A New Approach.
(Beds: British Church Growth Association, 1996). np.
57
penyembahan yang mengispirasi, kelompok sel yang bersifat menyeluruh,
penginjilan yang berorientasikan kebutuhan dan hubungan yang saling mengasihi.
16. Model Multi Variansi oleh IPGK, Institut Pertumbuhan Gereja di Korea
Menurut penelitian yang dilakukan terhadap 175 gereja yang sehat dengan
rentang ukuran jemaat yang berbeda-beda sekitar pada tahun 1993-2002, IPGK
menemukan bahwa gereja-gereja cenderung bertumbuh karena berbagai faktor
tergantung ukuran jemaat gereja tersebut. Ada 10 indikator yang IPGK
kemukakan sebagai faktor yang mempengaruhi yaitu:
(1) Kepemimpinan penggembalaan yang unggul (excellent): Faktor ini adalah
faktor kunci terlepas dari ukuran, lokasi serta sejarah gereja.
(2) Mengerahkan jemaat biasa. Faktor ini ternyata penting pada gereja ukuran
pertengahan dan gereja-gereja besar.
(3) Sistem organisasi yang efektif. Faktor ini ternyata penting di gereja-gereja
yang beranggotakan lebih dari 200anggota.
(4) Penginjilan Sistematis. Faktor ini berdampak terhadap gereja dengan anggota
kurang dari 1000orang.
(5) Sistem perawatan yang hidup (Vitalized nurturing system) merupakan kunci
pertumbuhan untuk gereja berukuran 1500-2000 anggota.
(6) Pelayanan yang bersifat khusus. Pengembangan pelayanan dan pelayan
adalah suatu faktor yang berpenaruh, terlepasa dari ukuran anggota jemaat.
(7) Pengalaman dengan Allah yang berarti. Doa dan kepenuhan Roh Kudus
memainkan peranan penting terhadap pertumbuhan gereja-gereja besar
dengan 5000 anggota atau lebih.
(8) Bakti sosial untuk masyarakat lokal. Faktor ini juga merupakan suatu faktor
utama dalam Pertumbuhan Gereja, terlepas dari ukuran gereja.
(9) Gereja yang beroririentas kepada misi. Faktor ini ternyata merupakan suatu
faktor utama untuk Pertumbuhan Gereja dengan ukuran sedang/besar
(10) Pelipatgandaan melalui perintisan gereja
Dari semua faktor tersebut, kepemimpinan penggembalaan serta kotbah
adalah fantor yang terpenting terhadap pertumbuhan gereja, terlepas dari ukuran
gereja. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pertumbuhan Gereja berdasarkan
klasifikasi ukuran gereja terlampir pada Tabel II.2.
Tabel II.4 Faktor Pertumbuhan Gereja berdasarkan ukuran gereja, model IPGK106
17. Model Pertumbuhan Gereja di Afrika
Meneliti data peta perkembangan kekristenan, kita perlu mencatat
perkembangan gereja-gereja yang pesat di Afrika, contohnya Redeemed Christian
Church of God dari Nigeria dengan jumlah jemaat sekitar 5-6 juta. Pada saat
penelitian ini dilakukan, penulis belum berhasil menemukan satu peneliti yang
mempelajari model pertumbuhan gereja di Afrika dan menerbitkannya dalam
bentuk buku.
Sampai penelitian ini dilakukan pada tahun 2017-2018, masih banyak
referensi yang menyatakan Gereja Yoido sebagai Gereja Mega terbesar di dunia,
tetapi data pertumbuhan kekristenan mencatat bahwa pertumbuhan terbesar sudah
terjadi di Afika. Sumber-sumber penelitian terbaru menunjukkan bahwa gereja-
gereja di Afrika telah lebih besar daripada gereja-gereja mega di Korea Selatan,
dengan contoh terutama Redeemed Christian Church of God (RCCG) yang
dipimpin oleh Pengawas Umum Ps Enoch Adeboye dengan 5juta jemaat. Pada
bulan Agustus 2018, RCCG (Redeemed Christian Church of God) telah memiliki
106 Young Gi Hong Models of the Church Growth Movement, Transformation 21/2 April
2004. p108.
59
satelit di 198 negara. 107 Ukuran auditorium lama RCCG yang dipergunakan
sampai tahun 2016 adalah 1km x 1km, sementara auditorium baru yang telah
mulai dipergunakan sejak tahun 2016 adalah 3km x 3km.
Sebagian dari pertemuan rutin RCCG adalah:
• Pertemuan bulanan Ibadah Roh Kudus [di udara terbuka] di Nigera
yang rata-rata dihadiri lebih dari 1 juta orang.
• Pertemuan tahunan selama seminggu di bulan Desember, Kongress
Roh Kudus [di udara terbuka] dihadiri rata-rata 12 juta orang.
• Sidang tahunan RCCG di Nigeria, Inggris, Asia dan AS dengan
jumlah peserta rata-rata lebih dari 7 juta (Nigeria), 50,000 (Inggris) dan
10,000 (AS).108
Gereja-gereja Mega lainnya di Afrika adalah Living Faith Ministries
Worldwide yang digembalakan oleh Ps David Oyedepo dengan 1 juta jemaat; The
Redeemed Evangelical Mission yang digembalakan Ps Mike Okonkwo dengan
500,000 jemaat; Christ Embassy yang digembalakan Ps Chris Oyakhilome dengan
400,000 jemaat dan Daystar Christian Centre yang dipimpin oleh Ps Sam
Adeyemi dengan 300,000 jemaat.109
Mengingat pesatnya perkembangan gereja-gereja di Afrika ini,
penulis merangkum sejumlah kunci yang dapat penulis temukan untuk
pertumbuhan gereja-gereja Afrika, terutama RCCG sbb:
• Perjanjian yang pernah dibuat dengan pendiri
• Pergeseran pemimpin kepada generasi yang lebih muda
• Pergeseran doktrin dari keselamatan dan kekudusan kepada
kemakmuran yang dianggap lebih relevan
107 Bisi Daniels. How God exposed my worst enemy in Redeemed Church — Pastor
Adeboye dalam Premium Times, 11 Desember 2017. (Abuja: Premium Times, 2017) https://www.premiumtimesng.com/news/top-news/252069-god-exposed-worst-enemy-redeemed-church-pastor-adeboye.html Penelusuran 5 September 2018
108 Enoch Adeboye. About Enoch Adeboye. https://eaadeboye.com/about/
109 Sunday Oguntola, Churches Challenge Nigeria Forcing Pastors to Retire dalam Christianity Today, 13 Januari 2017. (Carol Stream: Christianity Today International, 2017). n.p. https://www.christianitytoday.com/news/2017/january/churches-challenge-nigeria-pastors-resign-rccg-adeboye-frc.html Penelusuran 5 September 2018.
• Penekanan kepada dimensi Supranatural dan Mujizat serta kasih
karunia kesembuhan110
• Kemampuan menjawab kebutuhan yang ada pada orang Afrika
dengan cara pandang mereka terhadap dunia (worldview)111
• Pengajaran tentang ke-Allah-an Yesus
• Kepedulian terhadap jemaat baru
• Kemampuan mentransformasi ritual lokal menjadi penyembahan
kepada Allah, yang secara budaya mudah diterima (identitas lokal)
• Prioritas untuk pengutusan misi dan perintisan gereja
• Kemampuan menjadi global sehingga relevan bagi komunitas-
komunitas yang dijangkau dlsb (visi global)
• Kekuatan doa, RCCG dikenal sebagai gereja yang menangis (the
Weeping Church)112. Sebelum ps Adeboye berbicara di mimbar, para pelayan
Tuhan mengelilingi mimber dan berdoa selama 15 menit untuk membentengi
mimbar dari kuasa-kuasa gelap.
Pembahasan yang menyeluruh mengenai pertumbuhan gereja RCCG tidak
menjadi ruang lingkup penelitian ini, beberapa butir disarikan dari Disertasi
Asonzeh Franklin-Kennedy Ukah pada tahun 2003 yang meneliti sejarah dan
perkembangan RCCG secara rinci. 113
110 Robert Barron. Why the Church Is Growing in Africa. Dalam Real Clear Religion 9
Desember 2015. (Chicago: Real Clear Media Group, 2015). n.p. https://www.realclearreligion.org/articles/2015/12/10/why_the_church_is_growing_in_africa.html Penelusuran 5 September 2018.
111 Allan Anderson, Evangelism and The Growth of Pentecostalism in Africa. (Birmingham: Centre for Missiology and World Christianity of University of Birmingham, 2000) http://artsweb.bham.ac.uk/aanderson/publications/evangelism_and_the_growth_of_pen.htm Penelusuran 6 September 2018
112 Andrew Rice, Mission in Africa dalam New York Times Magazines, 8 April 2009. (New York City: New York Times, 2009) https://www.nytimes.com/2009/04/12/magazine/12churches-t.html Penelusuran 6 September 2018.
113 Asonzeh Franklin-Kennedy Ukah - Disertasi Doktoral, The Redeemed Christian Church of God (RCCG), Nigeria. Local Identities and Global Processes in African Pentecostalism. (Bayreuth: Kulturwissenschaftlich Fakultät der Universität Bayreuth, 2003).
PASAL III
PERANCANGAN DAN METODOLOGI PENELITIAN
A. RANCANGAN PENELITIAN
Pasal ini membahas metodologi penelitian yang dipilih untuk meneliti
Peperangan Rohani Tingkat Strategis secara Theologis, serta dampaknya
Terhadap Pertumbuhan Gereja Jemaat Kristen Indonesia Hananeel di DKI Jakarta.
Dalam pasal ini dibahas mengenai Perancangan Penelitian, Proses Penelitian,
Metoda Pengumpulan Data, dan Metoda Analisis Data.
Untuk memperoleh data secara mendalam, penulis menggunakan
metodologi penelitian Kualitatif. Secara perancangan, Creswell merangkum lima
rancangan penelitian kualitatif yaitu penelitian bersifat cerita (naratif),
fenomenologi, teori yang berdasar (grounded theory), etnografi, serta studi kasus.
Penelitian ini bersifat studi kasus yaitu dengan batasan di Jemaat Kristen
Indonesia Hananeel di DKI Jakarta. Batasan waktu adalah sejak perintisan JKI
Hananeel di DKI Jakarta pada tahun 2007 sampai bulan Agustus tahun 2018
(tahun berjalan).
Secara perancangan berdasarkan interaksi dan kontrol terhadap subyek
penelitian ada 3 katagori rancangan yaitu Eksperimental, Semi Eksperimental
(Quasi Eksperimental) serta Causal Comparative atau Ex Post Facto atau
Penelitian sesudah fakta-fakta. Bagan 3.1 memaparkan diagram alur penentuan
rancangan penelitian sbb
Gambar III.1 Bagan prosedur memilih rancangan (design) penelitian
Penelitian ini bersifat Ex-Post Facto, dengan karakteristik sbb:
(1) Tidak dapat membuktikan sebab dan akibat secara langsung tetapi dapat
mengusulkan dengan kuat.
(2) Penelitian dilangsungkan setelah fakta terjadi, tanpa adanya campur tangan
peneliti. Penelitian ini meneliti penyebab suatu kondisi yang telah terjadi.
Rancangan Ex Post Facto ini dipilih karena banyak praktek daripada
faktor yang dianggap penyebab atau berpengaruh, sebenarnya telah dilakukan di
masa lampau. Penelitian ini dilakukan untuk mencari tahu seberapa besar
pengaruhnya.
Dalam Penelitian ini sebenarnya Penulis juga pernah terlibat dalam
praktek faktor yang dianggap sebagai penyebab, tetapi karena keterlibatan Penulis
bukan untuk memanipulasi hasil penelitian, melainkan sebagai partisipasi aktif,
maka masih Penulis katagorikan sebagai Penelitian Ex Post Facto.
63
B. TEMPAT DAN WAKTU
Tempat penelitian thesis ini adalah di Jakarta, Indonesia. Waktu untuk
pelaksanaan dimulai dari bulan Agustus 2017 – Agustus 2018.
Jadwal dari penelitian ini adalah:
Keterangan
Agt
2017
Sep
t
Okt
Nov
Des
Jan 2
018
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
2018
Pembuatan proposal
Review proposal
Pengumpulan data
Wawancara subyek
Pembuatan laporan
Tabel III.2 Jadwal Penelitian
Sesuai dengan judul dari Tesis ini yaitu: “Kajian Theologis terhadap
Peperangan Rohani Tingkat Strategis Serta Dampaknya Terhadap Pertumbuhan
Gereja Jemaat Kristen Indonesia Hananeel di DKI Jakarta”, maka untuk sampling
menggunakan Metoda Penentuan Sampling dengan Tujuan Tertentu, Purposive
Sampling. Dari populasi semua anggota Jemaat Kristen Indonesia Hananeel,
kelompok fokus yang dipilih untuk sampling dalam penelitian ini adalah sejumlah
pemimpin JKI Hananeel di DKI Jakarta, yang tanggung jawab serta peranan
mereka diperkirakan memiliki kaitan terhadap judul penelitian. Metoda Penentuan
Sampling ini dipilih mengingat topik Penelitian yaitu Peperangan Rohani Tingkat
Strategis yang bersifat strategis. Untuk Tingkat Strategis ini Penulis perkirakan
bahwa yang memahami secara mendalam dan menyeluruh juga berada pada
tingkat strategis yaitu tingkat pemimpin, yang pada umumnya telah cukup lama
terlibat, cukup memahami serta terlibat terhadap keputusan-keputusan yang
bersifat strategis. Dasar yang menjadi pertimbangan Penulis adalah pada kasus di
mana bangsa Israel merasa lebih baik diperintah oleh seorang raja sebagaimana
kerajaan-kerajaan lainnya, sementara yang menjadi kehendak Tuhan sebenarnya
adalah Tuhan sendiri yang langsung memerintah bangsa Israel. Penulis sendiri
mengalami bahwa pada masa-masa awal mempraktekkan Peperangan Rohani
Tingkat Strategis, belum dibarengi dengan pemahaman yang menyeluruh.
Dalam prakteknya, Penelitian ini juga sedikit menggunakan sampling bola
salju atau Snowball Sampling dalam jumlah yang terbatas, di mana ketika
mewawancarai seorang responden maka dari hasil wawancara tersebut mengarah
ke responden selanjutnya.
Adapun para subyek yang diwawancarai dalam penelitian ini adalah:
Nama Tanggung jawab/ Jabatan
Sub
yek 1
Pdm Herry Tan Gembala Jemaat perintisan dan sekarang
satelit 2
Sub
yek 2
Ibu Lili Kosin Sekretaris
Sub
yek 3
Ibu Indriati
Tjipto
Pembina dan Penasehat
Sub
yek 4
Ps John Nerman Gembala satelit 3
Sub
yek 5
Ibu Deborah Nita Koordinator Tim Pendoa Syafaat satelit 1
Sub
yek 6
Bp Budi Sutanto Koordinator Tim Pendoa Syafaat satelit 2
Sub
yek 7
Bp Harianto
Listyawan
Team Pastoral satelit2
Sub
yek 8
Bp Wong
Christopher
Pendoa Syafaat satelit2
Sub
yek 9
Bp Simon
Karunia
Pendoa Syafaat satelit2
Sub
yek 10
Ibu Beth
Margareth
Asisten Gembala satelit2
Sub
yek 11
Ibu Chelsya Lie Pendoa Syafaat satelit2
Sub
yek 12
Ibu Deborah
Astuti
Pendoa Syafaat satelit2
Sub
yek 13
Bp Petrus Jeffrey Pendoa Syafaat satelit2
65
Sub
yek 14
Ibu Deborah
Kurniaty
Pendoa Syafaat satelit2
Tabel III.3 Tabel Subyek penelitian
C. METODOLOGI PENELITIAN
Menurut Creswell, “penelitian adalah suatu proses yang terdiri dari
langkah-langkah untuk mengumpulkan dan menganalisis informasi untuk
meningkatkan pemahaman kita akan suatu topik atau isyu. Kemudian ia
menjabarkan tiga langkah dalam penelitian yaitu Mengajukan suatu pertanyaan,
Mengumpulkan data untuk menjawab pertanyaan itu serta Menjawab pertanyaan
tersebut.”114 Bulmer menerangkan bahwa “penelitian sosial adalah terutama untuk
membangun suatu pengetahuan yang sistematis, dapat diandalkan dan sah
mengenai dunia sosial.”115
Metodologi penelitian adalah sekumpulan peraturan, kegiatan, dan
prosedur yang digunakan oleh pelaku suatu disiplin. Metodologi juga merupakan
analisis teoritis mengenai suatu cara atau metode.
Ranjit Kumar menyusun suatu gambar klasifikasi jenis-jenis penelitian
berdasarkan penerapan, sasaran serta metoda penyelidikan sbb.
Gambar III.4 Klasifikasi Penelitian berdasarkan Penerapan, Sasaran serta Pengumpulan
Data116
114 J.W. Creswell, Educational Research: Planning, conducting, and evaluating quantitative
and qualitative research (4th ed.). (Upper Saddle River: Pearson, 2012). p3.
115 Martin Bulmer (eds), Sociological Research Methods: An Introduction, (London: Macmillan, 1977) p5.
116 Ranjit Kumar, Research Methodology, a step-by-step guide for beginners, 3rd ed. (Singapore: SAGE Publications, 2011) p8.
Ditinjau dari penerapannya, penelitian ini bersifat terapan yaitu untuk
menemukan suatu jawaban dari permasalahan yang dapat bermanfaat dalam
kehidupan sehari-hari. Ditinjau dari segi sasaran, penelitian ini bersifat Korelatif.
Penelitian Korelatif ini untuk mencari hubungan dampak atau ketergantungan
antara Peperangan Rohani Tingkat Strategis dengan Pertumbuhan Gereja.
Jika ditinjau dari metoda pengumpulan data, penelitian ini secara umum
bersifat Kualitatif. Bogdan dan Taylor mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai
“penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang serta perilaku yang dapat diamati”117 Tujuan penelitian kualitatif
ini adalah untuk menganalisis kebenaran teori-teori yang mana sumber datanya
diperoleh dari lapangan yaitu situasi sosial kelompok, dalam hal ini Jemaat
Kristen Indonesia Hananeel di DKI Jakarta.
Dengan metodologi ini Peneliti dituntut untuk menguasai teori secara
mendalam dan luas, menggunakan teknik triangulasi yaitu menggabungkan
informasi dari sumber buku ilmiah serta buku-buku lainnya yang diperlukan agar
data yang diperoleh lebih akurat, menjelaskan serta juga menyamakan keadaan
yang sesungguhnya dengan teori yang dituangkan ke dalam kata-kata dan bahasa
tertulis atau lisan yang diamati dari seorang individu, orang-orang di sekitar, serta
masyarakat secara umumnya.
D. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Dalam penelitian ini, sumber data utama adalah melalui Penelitian Pustaka
serta juga Penelitian Lapangan. Penelitian Pustaka dilakukan dengan metoda
penelitian bersifat historis serta analisis sumber-sumber pustaka terutama sumber
ilmiah, baik dari dalam maupun dari luar negeri. Sumber Penelitian Pustaka cukup
banyak Penulis ambil dari dokumentasi Kegerakan Lausanne.
Penelitian Lapangan dilakukan dengan metoda wawancara pribadi kepada
beberapa responden wawancara. Wawancara juga dilakukan sekaligus kepada
beberapa orang atau bentuk diskusi kelompok. Teknik wawancara adalah dengan
memberikan pertanyaan-pertanyaan baik pertanyaan bersifat terbuka maupun
tertutup, serta pengamatan. Wawancara, diskusi kelompok serta pengamatan yang
merupakan hasil dari melihat, mendengar dan bertanya dicatat oleh peneliti dalam
bentuk catatan tertulis, atau melalui perekaman audio/video. Tujuan dari
wawancara, diskusi kelompok serta pengamatan ini adalah untuk mendapatkan
117 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung; Remaja Rosdakarya, 2002),
h9.
67
keterangan atau pendapat atau untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan
penelitian ini.
Sumber tertulis atau dokumen pribadi merupakan materi-materi yang
dicatat oleh subyek penelitian dengan ungkapan mereka sendiri. Dokumen pribadi
yang digunakan dalam penelitian ini dapat berupa kesaksian tertulis, maupun
dokumen pribadi (catatan harian) dari subyek penelitian tersebut. Rekaman
melalui audio/video yang digunakan adalah rekaman yang dilakukan secara
langsung terhadap subyek penelitian.
Teknik / cara pengumpulan data di dalam penelitian ini dilakukan dengan :
(1). Pengamatan, (2). Wawancara serta diskusi kelompok, (3). Dokumentasi,
(4.) Triangulasi (Gabungan dari semuanya)
Untuk lebih jelasnya tergambar pada gambar III.5.
Gambar III.5 Berbagai Teknik Pengumpulan Data118
Di dalam penelitian ini, peneliti melakukan pengamatan bahkan dari
sebelum penelitian ini dilakukan. Peneliti sehari-harinya terlibat dalam kegiatan
sehari-hari dengan subyek yang akan diteliti. Dalam penelitian ini, peneliti
melakukan Observasi partisipatif, yaitu peneliti mengamati apa yang dikerjakan
subyek, mendengarkan apa yang diucapkan dan berpartisipasi dalam kegiatan
mereka. Penulis menggunakan metoda Observasi partisipasi lengkap, yang berarti
bahwa: “dalam melakukan pengumpulan data, peneliti sudah terlibat sepenuhnya
terhadap apa yang dilakukan subyek. Sehingga suasana yang tercipta menjadi
alami, peneliti tidak terlihat melakukan penelitian”.119 Pengumpulan data melalui
pengamatan ini dilakukan dengan melihat langsung lingkungan gereja, kegiatan
para pendoa syafaat dalam melakukan Peperangan Rohani Tingkat Strategis,
mengikuti ibadah-ibadah minggu dan serta mengikuti aktifitas doa Peperangan
118 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: CV Alfabeta, 2014),h 63.
119 Ibid., h 66
Rohani Tingkat Strategis yang dilakukan oleh baik pemimpin, pengerja maupun
jemaat gereja Jemaat Kristen Indonesia Hananeel.
Disamping melakukan observasi, peneliti juga melakukan pengumpulan
data dengan wawancara serta diskusi kelompok. Wawancara ini dilakukan oleh
peneliti untuk mengetahui hal-hal yang lebih mendalam dari subyek. Teknik
pengumpulan data dengan wawancara ini berdasarkan pada laporan tentang diri
sendiri atau self-report atau setidak-tidaknya pada pengetahuan, keyakinan pribadi
serta pengalaman subyek. Maka melalui wawancara ini, penulis akan dapat
memahami pemahaman subyek dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena
yang terjadi.
Dalam mengumpulkan data dengan cara wawancara terdapat 3 macam
wawancara :
1. Wawancara terstruktur, yang dalam melakukan wawancara
peneliti telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan
diperoleh, sehingga pertanyaan-pertanyaan dengan alternatif jawabannya pun
telah disediakan.
2. Wawancara semi-terstruktur, yang dalam pelaksanaannya lebih
bebas dari wawancara terstruktur. Dalam melakukan wawancaranya peneliti
meminta pendapat dan ide-ide subyek.
3. Wawancara tidak terstruktur, merupakan wawancara yang
bebas yang di dalam penelitiannya peneliti tidak menggunakan pedoman
wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk
pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya beberapa
garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.
Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara semi
terstruktur. Oleh karena itu pertanyaan-pertanyaan awal yang akan diajukan
oleh peneliti sesuai dengan rumusan masalah adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah Pertumbuhan Gereja JKI Hananeel?
1.1. Apakah JKI Hananeel mengalami pertumbuhan sejak tahun 2007-2018?
1.2. Bagaimana Pertumbuhan Internal/Kualitatif JKI Hananeel?
1.3. Bagaimanakah Pertumbuhan Ekstensif JKI Hananeel?
1.4. Bagaimanakah Pertumbuhan Jembatan/Bridging JKI Hananeel?
2. Dampak Peperangan Rohani Tingkat Strategis pada Jemaat Kristen Indonesia
Hananeel
2.1. Apakah Jemaat Kristen Indonesia Hananeel melakukan Peperangan
Rohani?
69
2.2. Apakah Jemaat Kristen Indonesia Hananeel melakukan Peperangan
Rohani Tingkat Strategis?
2.3. Bagaimana melaksanakannya?
2.4. Apakah saja dampaknya positifnya?
2.5. Apakah saja dampak negatifnya?
3. Dampak serta keterkaitan pelaksanaan Peperangan Rohani Tingkat
Strategis terhadap Pertumbuhan Gereja Jemaat Kristen Indonesia Hananeel
3.1. Apakah kaitannya erat, dan dampaknya dapat dilihat secara jangka pendek
maupun jangka panjang?
3.2. Apakah kaitannya erat, namun dampaknya lebih mudah dilihat secara jangka
panjang?
3.3. Atau kaitannya erat, dampaknya lebih mudah dilihat secara jangka pendek.
3.4. Kaitannya kurang erat, sehingga dampak dan kaitannya kurang terlihat.
Dari pertanyaan-pertanyaan yang ada di atas, masih akan dapat terus
berkembang sesuai jawaban dari subyek. Wawancara dilakukan dengan beberapa
orang pemimpin dan pendoa syafaat gereja Jemaat Kristen Indonesia Hananeel,
yang terkait dengan topik yaitu Peperangan Rohani Tingkat Strategis serta
Pertumbuhan Gereja. Aspek wawancara yang dilaksanakan yaitu dengan bersifat
luwes dan kekeluargaan serta menjalin hubungan baik dengan orang yang
diwawancarai, sehingga dapat memberikan suasana kerjasama, agar dapat
memperoleh informasi yang benar dan akurat.
Dengan wawancara ini penulis dapat menguraikan pertanyaan atau
menjelaskan maksud pertanyaan itu, seandainya pertanyaan tersebut kurang jelas
bagi subyek. Kelebihan ini tidak dimiliki dalam teknik pengumpulan data lain
seperti kuesioner. Mengingat topik yang dibahas bersifat strategis, maka sample
yang dipilih untuk wawancara pun bersifat strategis atau Purposive Sampling,
yaitu para pemimpin Gereja, Pembina serta Pemimpin Tim Pendoa Syafaat
sehingga Penulis memilih metoda Kualitatif.
Teknik pengumpulan data berikutnya adalah teknik pengumpulan data
dengan dokumen. Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah terjadi.
Dokumen dapat berbentuk tulisan seperti: catatan harian, kesaksian hidup, dan
sebagainya. Dokumen juga dapat berbentuk gambar seperti: foto, gambar hidup,
sketsa dan sebagainya. Selain itu, dokumen juga dapat berbentuk karya seperti:
karya seni, film dan sebagainya. Di dalam penelitian ini, dokumen-dokuman yang
ada seperti kesaksian subyek, rekaman video, juga digunakan oleh peneliti.
Dalam penelitian ini dokumentasi yang diteliti adalah Perkembangan kehadiran
jemaat serta Laporan pendoa syafaat.
Dengan adanya pengumpulan data dokumen ini, maka akan dapat
meneguhkan hasil penelitian observasi atau wawancara. Seperti dengan adanya
sejarah pribadi kehidupan, foto-foto atau video hasil rekaman di masa lalu.
Teknik pengumpulan data yang terakhir adalah Teknik pengumpulan data
Triangulasi. Teknik Triangulasi ini bersifat menggabungkan dari berbagai teknik
pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Jadi peneliti mengumpulkan
data sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu mengecek kredibilitas data dengan
berbagai teknik pengumpulan data dari berbagai sumber data.
Tujuan dari Triangulasi bukanlah untuk mencari kebenaran tentang
beberapa fenomena, tetapi lebih pada peningkatan pemahaman peneliti terhadap
apa yang telah ditemukan. Dengan teknik triangulasi akan lebih meningkatkan
kekuatan data, bila dibandingkan dengan satu pendekatan.
Tujuan penelitian kualitatif bukan semata-mata untuk mencari kebenaran
tentang beberapa fenomena, tetapi lebih kepada pemahaman terhadap dunia
sekitarnya. Dalam memahami dunia sekitarnya, mungkin saja apa yang
dikemukakan nara sumber tidak sesuai dengan teori.
E. TEKNIK ANALISIS DATA
Ada perbedaan yang jelas untuk teknik analisis data dalam penelitian
kuantitatif dan penelitian kualitatif. Di dalam penelitian kuantitatif, analisis data
diarahkan untuk menjawab rumusan masalah atau menjawab hipotesis yang telah
dirumuskan dalam proposal dengan menggunakan statistik. Sementara itu, dalam
penelitian kualitatif, pengumpulan data yang diperoleh dari berbagai sumber
dengan teknik pengumpulan data yang bermacam-macam (triangulasi) dilakukan
secara terus menerus sampai datanya jenuh.
Sugiyono mendefinisikan analisis data sebagai berikut:
“Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis
data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan
dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori,
menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke
dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan
membuat kesimpulan sehingga mudah difahami diri sendiri maupun
orang lain”.120
Analisis di dalam penelitian ini selama di lapangan menggunakan model
Miles dan Huberman. Analisis ini dilakukan pada saat pengumpulan data
berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu.
Sehingga pada saat wawancara peneliti sudah melakukan analisis terhadap
120Ibid., 89
71
jawaban yang diberikan oleh subyek. Jika jawaban yang diberikan oleh subyek
belum memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi sampai tahap
tertentu sehingga diperoleh data yang dianggap dapat dipertanggung jawabkan
(credible).
Aktivitas dalam menganalisis data adalah:
1) Pengurangan atau seleksi data, Data reduction
2) Penyajian data, Data display
3) Penarikan kesimpulan, Conclusion drawing atau
pemeriksaan/verification.
Model interaktif dalam analisis data dapat dilihat pada gambar III.2 Komponen
dalam analisis data.
Gambar III.6. Komponen dalam analisis data (model interaktif)
Hasil dari pengumpulan data sangat bervariasi dan banyak, karena itu
tahap berikutnya adalah menganalisis dan mengurangi (reduksi) data. Yang
dilakukan dalam mereduksi data adalah merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, mencari tema dan polanya sehingga
mendapatkan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk
melakukan pengumpulan data berikutnya dan mencari data yang diperlukan.
Setelah data dikurangi, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data. Dalam
penelitian kualitatif, data disajikan dalam bentuk deskripsi, bagan, hubungan antar
kategori, flowchart dan sebagainya. Penyajian data ini memudahkan untuk
memahami apa yang terjadi dan merencanakan pekerjaan selanjutnya.
Tahapan selanjutnya dalam analisis data adalah conclusion drawing /
verification (penarikan kesimpulan dan verifikasi). Pengambilan kesimpulan dan
verifikasi ini dapat bersifat sementara bila belum memenuhi apa yang dicari oleh
si peneliti. Bila belum menemukan penemuan yang baru / kesimpulan belum
memenuhi apa yang dimaksudkan dalam rumusan masalah, maka penelitian dapat
kembali dilanjutkan. Dan untuk memberi gambaran yang lebih jelas, dapat dilihat
pada gambar III.7. Ilustrasi pengkatagorian dan pengurangan data.
Gambar III.7. Ilustrasi Pengurangan data dan pengkatagorian
Gambar III.8 Ilustrasi Pengurangan data, Penyajian data dan Pemeriksaan121.
121Ibid., 94.
73
Dari gambar III.7 ini dapat dilihat mulai dari bagian yang paling atas, yaitu
hasil pengumpulan data yang begitu banyak dan kompleks. Selanjutnya data yang
terkumpul itu dikurangi (dipilih yang penting, dibuat kategori - dalam ilustrasi ini
seperti: huruf besar, huruf kecil, angka). Data-data yang tidak diperlukan akan
dibuang. Selanjutnya dari data hasil reduksi tersebut, dibuat penyajian data dari
dibentuk polanya. Dalam ilustrasi ini, pola yang terbentuk huruf besar, angka,
huruf kecil dan semuanya dibuat secara berurutan dari yang paling kecil. Dari
penyajian data ditariklah kesimpulan dengan memilih yang penting, membuat
kategori dan membuang yang tidak terpakai.
F. PENGUJIAN VALIDITAS DAN RELIABILITAS
Dalam sebuah penelitian, salah satu hal yang penting untuk diperhatikan
adalah keabsahan data. Uji keabsahan data dalam penelitian ditekankan pada uji
validitas dan seberapa data tersebut dapat kita percaya atau reliabilitas. Validitas
merupakan derajat ketepatan data antara data yang terjadi pada objek penelitian
dengan data yang disampaikan oleh peneliti. Sedangkan reliabilitas berkenaan
dengan derajat konsistensi dan stabilitas data atau temuan. Dalam suatu penelitian
kuantitatif, suatu data dinyatakan dapat diandalkan (reliable) apabila dua atau
lebih peneliti dalam objek yang sama menghasilkan data yang sama atau peneliti
sama dalam waktu berbeda menghasilkan data yang sama. Sedangkan di dalam
penelitian kualitatif, realibilitas data tidak bersifat tunggal, melainkan jamak dan
tergantung pada konstruksi manusia dibentuk di dalam diri seseorang sebagai
hasil proses mental tiap individu dengan berbagai latar belakangnya. Oleh karena
itu realibilitas dari penelitian kualitatif yang dilakukan oleh beberapa orang
peneliti (yang memiliki latar belakang berbeda-beda, misalkan ada yang berlatar
belakang manajemen, Theologi, sosiologi dan sebagainya) terhadap satu objek
yang sama akan menghasilkan penemuan yang berbeda-beda dan semuanya
dinyatakan valid apabila yang ditemukan itu tidak berbeda dengan kenyataan
sesungguhnya yang terjadi pada objek yang diteliti. Di dalam penelitian kualitatif,
suatu realitas bersifat majemuk / ganda, dinamis / selalu berubah, sehingga tidak
ada yang konsisten dan berulang seperti semula. Laporan yang diberikan oleh
masing-masing peneliti pun berbeda-beda karena peneliti memberikan laporan
menurut bahasa dan jalan pikiran sendiri.
G. PENGUJIAN KREDIBILITAS
Di dalam menguji kredibilitas penelitian ini dilakukan dengan:
perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi,
dan analisis kasus negatif.
Perpanjangan pengamatan ini dilakukan oleh peneliti berkali-kali, hal ini
dilakukan oleh peneliti karena pada saat menyusun laporan, ada hal-hal yang lebih
dalam lagi yang ingin ditanyakan lagi oleh peneliti. Dan untuk memastikan data
yang dihasilkan oleh peneliti adalah data yang dapat dipercaya (credible), maka
peneliti kembali menanyakannya kepada subyek, untuk mengetahui apakah benar
/ tidak ada perubahan.
Peningkatan ketekunan yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini
adalah dengan memberikan waktu yang lebih banyak untuk melakukan penelitian
ini, fokus dan terus menerus melakukan penelitian ini dan menyusun, membaca
buku-buku yang berkaitan dengan penelitian ini sehingga wawasan peneliti
menjadi bertambah, meneliti semua sumber data yang ada secara cermat sehingga
dapat diketahui kebenarannya sehingga dapat mendeskripsikan data dengan akurat
dan sistematis mengenai apa yang diamati.
Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini merupakan pengecekan data
dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Teknik triangulasi
ini yaitu dengan cara mengecek data kepada nara sumber yang sama dengan
teknik yang berbeda, seperti data yang diperoleh dari observasi dan dokumentasi
dicek dengan data yang diperoleh dari wawancara.
H. PENGUJIAN TRANSFERABILITAS
Pengujian transferabilitas menunjukkan derajat ketepatan atau dapat
diterapkannya hasil penelitian ke populasi dimana sampel tersebut diambil. Oleh
karena itu supaya orang lain dapat memahami penelitian kualitatif yang dihasilkan,
peneliti membuat laporan dengan memberikan uraian yang rinci, jelas, sistematik
dan dapat dipercaya, sehingga pembaca laporan penelitian memperoleh gambaran
yang jelas mengenai hasil penelitian sehingga dapati dilakukan transferabilitas.
I. PENGUJIAN KETERGANTUNGAN
Pengujian ketergantungan ini diukur dari proses penelitian yang
sebenarnya dilakukan. Jadi peneliti langsung terjun ke lapangan, melakukan
penelitian lalu membuat laporan. Bila proses penelitian tidak dilakukan tetapi
datanya ada, maka penelitian tersebut tidak reliable / dependable. Oleh karena itu
di dalam penelitian ini, peneliti benar-benar melihat / meneliti apa yang terjadi di
lapangan, dimulai dari menentukan masalah / fokus, memasuki lapangan,
menentukan sumber data, sampai membuat kesimpulan.
75
J. PENGUJIAN KONFIRMABILITAS
Sugiyono memaparkan bahwa: “menguji konfirmabilitas berarti
menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan proses yang dilakukan” 122 . Dalam
penelitian kualitatif, pengujian konfirmabilitas mirip dengan pengujian
dependabilitas, sehingga pengujiannya dapat dilakukan bersamaan. Di dalam
penelitian ini, agar memenuhi pengujian konfirmabilitas, maka hasil penelitian
yang dibuat merupakan fungsi dari proses penelitian yang dilakukan.
K. INSTRUMEN PENELITIAN
Nasution (1988) di dalam buku Sugiyono menyatakan bahwa:
Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan
manusia sebagai instrumen penelitian utama. Alasannya ialah bahwa
segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah fokus
penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil
yang diharapkan, itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan
jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang
penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu,
tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-
satunya yang dapat mencapainya.123
Jadi dalam penelitian kualitatif, instrumen utamanya adalah peneliti
sendiri. Peneliti akan terjun ke lapangan sendiri dalam melakukan pengumpulan
data, analisis dan membuat kesimpulan. Karena itu kualitas dari peneliti, baik
berupa wawasan mengenai penelitian (dalam hal ini wawasan mengenai
Peperangan Rohani Tingkat Stretegis serta Pertumbuhan Gereja), ketekunan
dalam melakukan penelitian akan sangat mempengaruhi kualitas penelitian ini.
L. KETERBATASAN PENELITIAN
Di dalam penelitian ini yang menganalisis mengenai Peperangan Rohani
Tingkat Strategis serta dampaknya terhadap Pertumbuhan Gereja Jemaat Kristen
Indonesia Hananeel di DKI Jakarta, penelitian ini tidak membahas Peperangan
Rohani di Tingkat lainnya seperti tingkat dasar/pribadi ataupun tingkat okultisme.
Keterbatasan dalam penelitian kualitatif ini juga terletak pada subyektifitas
peneliti dalam melakukan penelitian ini. Dalam penelitian ini dapat saja terjadi
bias, karena Penulis sendiri adalah seorang praktisi Peperangan Rohani Tingkat
122Ibid., 131.
123Ibid, 60.
Strategis serta memiliki hubungan baik dengan para subyek penelitian. Penelitian
ini sangat tergantung pada interpretasi dari peneliti yang tersirat dalam wawancara
yang dilakukan sehingga dapat terjadi bias. Untuk mengatasi kemungkinan akan
timbulnya bias ini, maka Penulis menggunakan teknik pengumpulan data
triangulasi, yaitu teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari
berbagai teknik pengumpulan data dan narasumber yang telah ada.
Keterbatasan waktu juga menjadi batasan dalam penelitian ini.
Pemahaman yang diteliti hanya sampai pada waktu penelitian ini saja, sementara
pemahaman ini di waktu yang akan depan dapat terus semakin berkembang.
PASAL IV
TEMUAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN
Setelah mengumpulkan data dan menganalisis hasil penelitian maka
temuan (findings) penelitian adalah sbb:
A. HASIL TINJAUAN LAPANGAN
Jemaat Kristen Indonesia Hananeel mulai dirintis pada tahun 2007, ketika
para perintis yang tergabung dalam suatu persekutuan doa sepakat untuk
meningkatkan bentuknya menjadi suatu gereja. Jemaat tersebut menginduk
kepada sinode Jemaat Kristen Indonesia. Pada awalnya Gereja berlokasi di Jalan
Cideng Timur no.38 Jakarta Pusat, menempati satu lantai berkapasitas sekitar 800
orang.
Sering dengan Pertumbuhan Gereja maka pada tahun 2013 JKI Hananeel
tsb mulai membuka jemaat ke2 di Sunter Agung Timur 9, RT.10/RW.11, Sunter
Jaya, Tanjung Priok, Jakarta Utara, DKI Jakarta 14350. Pada tahun 2016 satelit
pertama juga pindah ke tempat baru di jalan Tubagus Angke, Jakarta Barat.
Pada akhir tahun 2016 JKI Hananeel mulai membuka jemaat ke-3 di Jalan
Pluit Karang Permai Blok C9 Utara No9 Penjaringan, RT.11/RW.8, Pluit,
Penjaringan, Kota Jakarta Utara, DKI Jakarta 14450.
Gambar IV.1. Lokasi 3 satelit JKI Hananeel (H1 lama di Cideng, Jakarta Pusat; H1 di
Jelambar, Jakarta Barat. H2 di Sunter, Jakarta Utara. H3 di Pluit, Jakarta Utara)
Pertumbuhan Kuantitatif adalah sbb:
T
ahun
Jumlah Total
Jemaat
Je
maat 1
Je
maat 2
Je
maat 3
2
007
Kisaran 10-30 10
-30
2
008
50 50
2
009
100 10
0
2
010
200 20
0
2
011
350 35
0
2
012
450 45
0
79
2
013
450 10
0
35
0
2
014
550 25
0
30
0
2
015
700 32
5
37
5
2
016
850 35
0
45
0
5
0
2
017
1070 45
0
55
0
7
0
2
018
1300 50
0
60
0
2
00
Tabel IV.2. Pertumbuhan Kuantitatif Jemaat JKI Hananeel
B. HASIL TEMUAN
Hasil temuan adalah sbb:
1. Sejak didirikan pada tahun 2007 sampai bulan Agustus 2018
Jemaat Kristen Hananeel Indonesia mengalami Pertumbuhan Kuantitatif dari
hanya 10 orang menjadi 1300 orang. Jemaat Kristen Indonesia Hananeel juga
mengalami Pertumbuhan Perluasan, namun belum ada data perincian yang
lebih terperinci terhadap komposisi Pertumbuhan Perluasan, mana saja yang
berasal dari Pertumbuhan Alami, Pertobatan atau Perpindahan. Perincian
yang lebih terperinci juga bukan merupakan ruang lingkup penelitian ini.
Jemaat Kristen Hananeel mengalami Pertumbuhan Ekstensi (Extension), dari
hanya 1 satelit/jemaat menjadi 3 jemaat/satelit. Jemaat Kristen Indonesia juga
memiliki beberapa Pos Penginjilan. Jumlah dan Lokasi Pos Penginjilan
bukanlah merupakan ruang lingkup dari Penelitian ini.
2. Para pemimpin JKI Hananeel secara konsisten telah terus
melakukan Peperangan Rohani Tingkat Strategis, sejak awal perintisan pada
tahun 2007 sampai sekarang. Pada waktu penelitian dilakukan doa
Peperangan Rohani Tingkat Strategis juga masih tetap dilakukan baik secara
berkala maupun secara insidentil.
Dalam Lampiran Tabel 1 dan 2. terlihat dokumen jadwal
pelaksanaan Peperangan Rohani Tingkat Strategis yang dilakukan oleh Satelit
2. Tabel 1. untuk pelaksanaan di wilayah yang lebih kecil sekitar Satelit 2,
sementara Tabel 2 untuk pelaksanaan di wilayah kota DKI Jakarta. Gambar 3.
adalah pemetaan rohani untuk pelaksanaan Peperangan Rohani Tingkat
Strategis di sekitar wilayah Satelit 2.
3. Para pemimpin JKI Hananeel juga membekali jemaatnya untuk
dapat melakukan Peperangan Rohani Tingkat Strategis. Semua subyek yang
diwawancara telah pernah terlibat dalam praktek Peperangan Rohani Tingkat
Strategis.
Dari data yang terkumpul Penulis menyajikan data untuk menyajikan
beberapa kasus yang menunjukkan dampak Peperangan Rohani Tingkat Strategis
pada Jemaat Kristen Indonesia Hananeel. Pemilihan urutan tidak secara
kronologis, tetapi berdasarkan persepsi penulis saja, semakin dampaknya besar
dan mudah dikenali maka ditempatkan semakin terdahulu.
1. Doa Lintas Agama di Mega Kuningan Tahun 2009
Pada tahun 2009 para pemimpin JKI Hanaeel (bersama-sama dengan pemimpin
gereja-gereja lain) mengadakan suatu acara doa bersama lintas agama, untuk
pembalikkan keadaan setelah terjadinya usaha teror bom bunuh diri di DKI
Jakarta pada tanggal 17 Juli 2009, yang menewaskan 9 orang dan melukai 53
orang lainnya. Acara doa bersama lintas agama tsb dihadiri oleh pejabat,
pemimpin militer serta pemimpin lintas agama, untuk sepakat bersama-sama
berdoa untuk kedamaian kota bangsa dan negara. Pada acara ini, para korban
terlepas dari keyakinan mereka, sepakat untuk melepaskan pengampunan kepada
pelaku. Acara ini merupakan suatu puncak dari pelaksanaan Peperangan Rohani
Tingkat Strategis yang telah dilakukan secara intensif sesudah terjadinya ledakan
bom tsb, terhadap roh intimidasi, kekerasan serta roh-roh yang mempengaruhi
wilayah lainnya.
Setelah acara doa bersama lintas agama ini diselenggarakan pada hari
Jumat 7 Agustus 2009, keesokan harinya terbit berita bahwa jaringan teroris
pelaku pemboman telah tertangkap di kota-kota lain, yaitu di Bekasi dan
Temanggung. Yang sepertinya kebetulan adalah penangkapan dilakukan
pada tanggal 8 Agustus (tanggal 8 bulan 8) tahun 2009 oleh Detasemen
81
Khusus Anti Teror, Densus 88. Perlu dicatat bahwa para pemimpin JKI
Hananeel menyadari bahwa ini adalah dari, oleh dan bagi kemuliaan Tuhan,
serta ini tidak berarti bahwa gereja-gereja lain, atau anak-anak Tuhan lainnya
tidak berdoa menentang roh-roh jahat.
2. Doa Perarakan Berjalan Kaki di Jakarta, 2012
Pada pertengahan tahun 2012, para pemimpin Jemaat Kristen
Indonesia Hananeel, bekerja sama dengan gereja-gereja lain mengorganisasikan
suatu Peperangan Rohani Tingkat Strategis dalam bentuk doa perarakan berjalan
kaki (prayer march) dengan pujian penyembahan mengitari suatu lokasi yang
dikenali sebagai salah satu Pintu Gerbang ke Alam Maut (Gates of Hades),
dengan konfigurasi jalan berbentuk mata Horus. Horus adalah salah satu ilah yang
pernah disembah pada mitologi Mesir. Tindakan ini dimaksudkan untuk menutup
Pintu Gerbang ke Alam Maut tersebut, sesuai Matius 16:18 dan Yosua 1:3, serta
mengikat kuasa-kuasa gelap sesuai Mazmur 149. Doa perarakan berjalan kaki ini
dilaksanakan tepat pada hari Pentakosta yaitu pada hari Minggu 27 Mei 2012.
Kegerakan doa berjalan kaki ini dilangsungkan tidak lama setelah acara Doa
Gabungan Seluruh Dunia, (World Prayer Assembly) di Jabodetabek yang
diselenggarakan pada tanggal 14-18 Mei 2012.
Dampak daripada peperangan ini adalah gagalnya seorang penyanyi
yang pada waktu tsb berusaha mengadakan konser musik yang sebenarnya
bersifat mengundang kuasa-kuasa gelap. Setelah peperangan tersebut
dimenangkan, terbit berita bahwa konser tersebut batal.
Pada waktu yang bersamaan yaitu pada tanggal 23-30 Mei 2012, suatu
team Pemimpin dan Pendoa Syafaat dari Jemaat Kristen Indonesia Hananeel serta
gereja-gereja lainnya berangkat ke Belanda. Peperangan Rohani Tingkat Strategis
yang mereka lakukan di antaranya dengan melakukan pembatalan perjanjian yang
pernah dilakukan, doa pertobatan dalam ketepatan, serta doa perarakan berjalan
kaki di lima kota di Belanda di antaranya kota Den Haag. Tindakan beroperasi
dalam roh yang membalikkan keadaan juga dilakukan dengan memberkati orang
Belanda di sepanjang rute doa perarakan berjalan kaki, sebagai pembalikkan dari
penjajahan Belanda yang dulu pernah dilakukan dalam cinta uang serta kekejaman.
Dampak yang kasat mata adalah terbukanya peluang usaha bagi keluarga
pendoa syafaat dari Belanda yang terlibat secara aktif dalam Peperangan Rohani
Tingkat Strategis ini. Mereka memimpin suatu jaringan pendoa syafaat di Eropa,
serta masih merupakan saudara dekat dari salah seorang Pendoa Syafaat yang
berangkat ke Belanda. Setelah dilakukan Peperangan Rohani Tingkat Strategis,
mereka dapat membuka suatu usaha rumah makan Indonesia di Den Haag, di rute
di mana dilakukan doa perarakan berjalan kaki. Selain untuk usaha, rumah makan
tersebut juga menjadi tempat berkumpulnya para pendoa syafaat yang tinggal di
Eropa.
3. Doa Peperangan Rohani Tingkat Strategis di Jabodetabek,
2016
Pada tahun 2016 team pendoa dari Jemaat Kristen Indonesia
Hananeel terlibat dalam Peperangan Rohani Tingkat Strategis untuk mengikat roh
perpecahan yang pada waktu itu mempengaruhi Kepolisian dan Ketentaraan di
Indonesia. Hal ini terlihat dengan tercatatnya beberapa kali terjadinya bentrok
antara TNI dan Polri yang bahkan mengakibatkan terjadinya korban jiwa, sampai
disorot menjadi berita di media massa. Dokumentasi terlampir di L.15.
Peperangan Rohani Tingkat Strategis dilakukan dengan doa bersama
lintas agama dan lintas komponen TNI dan Polri, penjualan barang-barang murah,
lomba masyarakat, serta lomba Festival Pelajar. Dokumentasi terlampir di L16-18.
Sesudah diadakan doa, berita-berita tersebut jauh berkurang.
Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Pusat Studi Politik dan
Keamanan Unpad, pada tahun 2014 tercatat terjadi bentrokan TNI-Polri sebanyak
delapan kali. Bila dihitung dalam kurun 1999-2014, jumlah insiden hampir
mencapai 200 kasus dengan korban tewas sebanyak 20 orang.124 Data frekuensi
jumlah bentrokan sesudah peristiwa doa bersama 2016 belum berhasil ditemukan,
diperkirakan totalnya menurun, mengingat sudah tidak lagi menjadi berita utama,
walaupun bukan berarti tidak terjadi sama sekali. Berita terjadinya bentrokan,
masih sesekali muncul secara sporadis.
4. Doa Peperangan Rohani Tingkat Strategis di Jepang, 2012
Pada awal tahun 2012 beberapa pemimpin dari JKI Hananeel,
bergabung dengan pemimpin-pemimpin dari gereja-gereja lain berangkat ke
Jepang. Mereka melakukan Peperangan Rohani Tingkat Strategis di kaki Gunung
Fuji, di mana ada hutan yang pernah dikenal sebagai hutan bunuh diri. Pada
zaman dahulu hutan ini dikenal sebagai hutan yang paling banyak terjadi bunuh
diri, pernah tercatat sampai 102 orang per tahun. Secara umum, dulu bangsa
Jepang memang pernah memiliki budaya bunuh diri, yang dulu mereka anggap
lebih terhormat daripada tetap hidup dengan rasa malu, misalnya budaya Harakiri
dan Kamikaze.
124 BBC. Dalam Bentrok di Batam, anggota TNI salahi aturan. (London: BBC Indonesia,
2014) https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2014/10/141014_investigasi_bentrok_polisi_tni_batam Penelusuran 6 September 2018.
83
Jika diikaitkan dengan teori-teori Peperangan Rohani Tingkat
Strategis, maka ada suatu roh bunuh diri yang dulu pernah menguasai bangsa
Jepang, bahkan pemimpin roh-roh tersebut diperkirakan berlokasi di hutan bunuh
diri di kaki Gunung Fuji tersebut. Hutan bunuh diri tersebut adalah suatu Pintu
Gerbang ke Alam Maut. Dokumentasi pada L.19.
Salah satu dampak yang terlihat, adalah bahwa pada awal tahun
berikutnya, tahun 2013, terbit berita yang menyatakan bahwa tingkat bunuh diri
pada tahun 2012 tsb adalah tingkat terendah setelah 14 tahun berturut-turut selalu
berada di atas 30.000 jiwa per tahun. Tingkat bunuh diri di Jepang, baru mulai
dicatat sejak tahun 1978. Sejak tahun 1978-1997 tingkat bunuh diri selalu berkisar
pada angka 20.000-25.000. Sejak tahun 1998, tahun terjadinya krisis moneter dan
ekonomi global, tingkat bunuh diri mulai naik ke atas 30.000 selama 14 tahun
berturut-turut. Pada tahun 2012, tingkat bunuh diri turun di bawah 30.000 untuk
pertama kalinya dalam 15 tahun, sesuai dokumentasi terlampir di L.20-21.
Sebenarnya akan lebih baik jika dapat memperoleh data pertumbuhan
gereja di Jepang pada tahun 2012, tetapi data tsb sudah di luar lingkup penelitian
ini. Dapat saja dapat diteliti pada penelitian berikutnya.
5. Peperangan Rohani Tingkat Strategis dan Perjalanan Misi di
Flores, 2016
Setelah melakukan Peperangan Rohani Tingkat Strategis, secara
umum iman jemaat meningkat, sehingga mau terlibat pelayanan bahkan
perjalanan misi ke daerah-daerah bahkan ke bangsa-bangsa. Karakter jemaat juga
bertumbuh, dari yang tadinya sering mengeluh, banyak konseling, minta bantuan
dukungan doa, setelah melakukan Peperangan Rohani Tingkat Strategis dan
Perjalanan Misi maka karakter jemaat menjadi lebih kuat dan mandiri.
Salah satu perjalanan misi yang dilakukan Jemaat Kristen Indonesia
Hananeel pada tahun 2016 adalah ke Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara
Timur.
Dalam perjalanan ini dilakukan serangkaian acara mulai dari
Peperangan Rohani Tingkat Strategis, penjangkauan ke sekolah-sekolah melalui
seminar anti narkoba, pengajaran Peperangan Rohani Tingkat Strategis, doa
perarakan berjalan kaki serta Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) sebagai salah
satu puncak rangkaian kegiatan. Acara KKR yang dikemas dalam bentuk Festival
Pelajar dihadiri total sekitar 60.000 peserta. Partisipasi Jemaat sangat tinggi,
mencapai sekitar total lebih dari 200 jemaat yang berangkat secara berganti-
gantian mengikuti perjalanan misi ini dalam jangka waktu sekitar satu bulan.
Dokumentasi pada Lampiran L22-L.24.
Salah satu peristiwa menarik yang diperkirakan juga sebagai Dampak
Peperangan Rohani Tingkat Strategis, adalah kesaksian berikut. Sebenarnya pada
saat dilaksanakan perjalanan misi ini, para pemimpin Satelit 1 sedang
mempersiapkan dana untuk kebutuhan tempat baru, walau akhirnya sepakat untuk
memprioritaskan perjalanan misi ini. Setelah perjalanan misi ini dilaksanakan,
sekalipun mengeluarkan dana yang cukup besar, Satelit 1 memperoleh anugrah
dan keajaiban sehingga kemampuan mereka dilipatgandakan sehingga mampu
mengumpulkan dana untuk kebutuhan tempat yang baru.
6. Peperangan Rohani Tingkat Strategis dan Perjalanan Misi di
Palangkaraya, 2017
Pada pertengahan tahun 2017 Jemaat Kristen Indonesia Hananeel
mendukung panitia yang menyelenggarakan serangkaian acara di Palangkaraya,
Kalimantan Tengah demi persatuan dan kesatuan bangsa. Serangkaian acara
tersebut mencakup Peperangan Rohani Tingkat Strategis, penjangkauan ke
sekolah-sekolah melalui seminar kepemimpinan, pengajaran Peperangan Rohani
Tingkat Strategis, seminar serta Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) sebagai
puncak rangkaian kegiatan. Dokumentasi terlampir pada L28-32.
Dalam rangka Peperangan Rohani Tingkat Strategis untuk
mempersiapkan acara ini, strategi yang dilakukan oleh team pendoa adalah
membatalkan perjanjian yang pernah dibuat dengan kuasa gelap, menutup
beberapa Pintu Gerbang ke Alam Maut yang berada di sungai, hutan, gunung dan
lain-lain, doa pertobatan dalam ketepatan, serta doa perarakan berjalan kaki
dengan pujian penyembahan dalam bentuk tarian dan musik.
Selain berlangsungnya acara dengan baik, salah satu dampak yang kasat
mata adalah tanda langit dalam bentuk-bentuk yang ilahi, seperti misalnya awan
berbentuk rajawali, terlampir pada dokumentasi. Tanda-tanda lainnya yang sering
muncul berupa pelangi, hujan, atau awan dalam bentuk-bentuk lainnya yang ilahi.
7. Peperangan Rohani Tingkat Strategis pada bidang pendidikan
di Jabodetabek, Kampanye anti narkoba dan korupsi, 2017
Pada awal tahun 2017 team pendoa dari Jemaat Kristen Indonesia
Hananeel yang tergabung dengan team pendoa dari gereja dan pelayanan lainnya,
melakukan Peperangan Rohani Tingkat Strategis pada bidang Pendidikan. Setelah
orang-orang kuat atau roh-roh yang tadinya menguasai pendidikan diikat, maka
para pemimpin serta jemaat JKI Hananeel bekerjasama dengan Pelayanan serta
Gereja-gereja lain, turut berpartisipasi dalam Kampanye Anti Narkoba dan Anti
85
Korupsi yaitu bernama “Indonesia Bersinar dan Indonesia Berdasi” di sekolah-
sekolah di Jabodetabek. Dokumentasi terlampir di L.33-40.
Sekalipun Kampanye ini bukanlah termasuk Penginjilan yang secara
langsung memperkenalkan nama Yesus sebagai juru selamat, namun kebaikan dan
kasih Tuhan Sang Pencipta tetap diberitakan sebagai jalan keluar mengatasi
keterikatan terhadap narkotika dan obat-obat terlarang dan korupsi, sehingga
banyak dari murid-murid peserta kampanye Indonesia Bersinar dan Berdasi ini
yang mengalami perjumpaan pribadi dengan Tuhan, terlepas dari apa agama atau
keyakinan mereka, dan memahami dampak negatif dari Narkoba dan Korupsi.
Dampak terhadap Pertumbuhan Gereja JKI Hananeel adalah
Pertumbuhan Kualitatif yaitu meningkatnya, iman, kepercayaan diri, kemampuan
berbicara dan semakin memahami mengenai dampak negatif Narkoba dan
Korupsi, pada mereka yang ikut ambil bagian. Dampak lainnya adalah
Pertumbuhan Kuantitatif, dengan ada mantan narapidana yang kemudian terlepas
dari keterikatan narkoba yang kemudian berpartisipasi dalam kegerakan-
kegerakan membina para murid-murid di sekolah-sekolah.
8. Peperangan Rohani Tingkat Strategis di sekitar lokasi ibadah,
2016
Setelah dilakukan Peperangan Rohani Tingkat Strategis untuk
mempersiapkan ibadah Minggu, pada waktu ibadah tercatat Pujian Penyembahan
di satelit 2 dan satelit 1 lebih diurapi, sehingga hadirat Tuhan lebih kuat. Jemaat
pun mau terlibat mengikuti acara pujian penyembahan sebagai persiapan ibadah,
yang sebenarnya dialokasikan untuk pengerja saja.
9. Peperangan Rohani Tingkat Strategis di sekitar lokasi satelit 1,
2017
Pada awal tahun 2017, JKI Hananeel satelit 1 akan menempati
gedung baru. Awalnya izin lingkungan sulit diperoleh, karena adanya beberapa
pihak tetangga yang pada awalnya belum bersedia memberikan izin. Setelah para
pemimpin dan pendoa syafaat melakukan Peperangan Rohani Tingkat Strategis,
izin lingkungan berhasil diperoleh.
10. Peperangan Rohani Tingkat Strategis di sekitar lokasi
satelit 2, 2017
Pada tahun 2017, suatu ketika satelit 2 akan melakukan penjangkauan
di wilayah-wilayah sekitar. Dari semua wilayah, ada wilayah-wilayah yang telah
rutin dikelilingi dalam rangka dilakukannya Peperangan Rohani Tingkat Strategis.
Ternyata wilayah yang sering didoakan, di mana lebih sering dilakukan
Peperangan Rohani Tingkat Strategis, lebih terbuka untuk acara penjangkauan ini.
11. Peperangan Rohani Tingkat Strategis di sekitar lokasi
satelit 2, 2016
Setelah dilakukan Peperangan Rohani Tingkat Strategis di wilayah
sekitar satelit 2, di mana banyak penyembahan berhala, sebagai dampaknya
orang-orang yang tadinya terkait, dari etnis India, lebih terbuka dan mau
menghadiri ibadah kebaktian. Sempat ada suatu acara ibadah khusus diadakan
untuk menjangkau etnis India ini.
12. Peperangan Rohani Tingkat Strategis di sekitar lokasi
pabrik salah seorang pastoral, 2016
Pada tahun 2016, salah seorang team pastoral JKI Hananeel
mengelola dua pabrik di lokasi yang berbeda. Pada akhir tahun 2016, salah satu
pabrik mengalami tingkat kecelakaan kerja yang jauh lebih tinggi daripada pabrik
yang lainnya. Ternyata pada pabrik salah satu pabrik yang jarang mengalami
kecelakaan kerja, selama tahun 2016 tersebut sering dilakukan doa Peperangan
Rohani Tingkat Strategis.
13. Peperangan Rohani Tingkat Strategis di sekitar lokasi
satelit 2, 2016
Koordinator Pendoa Syafaat di satelit 2 pernah bekerja di suatu
perusahaan di lokasi tertentu. Pada suatu masa, Koordinator Pendoa Syafaat ini
sering melakukan doa Peperangan Rohani Tingkat Strategis di lokasi perusahaan
tempatnya bekerja. Beberapa saat berikutnya Koordinator Pendoa Syafaat satelit 2
pindah tempat pekerjaan, sehingga Peperangan Rohani Tingkat Strategis tidak lagi
sering dilakukan. Sebagai dampaknya, tercatat bahwa tingkat sakit penyakit pada
karyawan meningkat drastis, jauh meningkat dibandingkan dengan pada masa di
mana Koordinator Pendoa Syafaat melakukan Peperangan Rohani Tingkat
Strategis ini secara berkala.
14. Peperangan Rohani Tingkat Strategis di Amerika
Serikat, 2014
Pada akhir tahun 2013, terbit berita bahwa kelompok penyembah
setan berencana untuk mendirikan patung atau tanda pentagram (bintang bersudut
lima) sebagai tanda penyembahan kepada setan di sebelah Monumen Sepuluh
Perintah Allah di Balai Kota Oklahoma City, negara bagian Oklahoma Amerika
Serikat. Monumen Sepuluh Perintah Allah ini sendiri baru saja didirikan pada
87
tahun 2012. Negara bagian Oklahoma sebenarnya dikenali sebagai bagian dari
wilayah Amerika Serikat di mana sebenarnya Kekristenan cukup kuat, termasuk
dalam wilayah mata ikat pinggang (buckle) yang dari jalur yang disebut sebagai
the Bible Belt. Dokumentasi terlampir pada L.41.
Pada awal tahun 2014, team pendoa yang di antaranya berasal dari
Jemaat Kristen Indonesia Hananeel, berangkat untuk melakukan Peperangan
Rohani Tingkat Strategis di berbagai kota di Amerika Serikat selama sekitar 17
hari dengan tujuan mengikat roh-roh antikris yang pernah mempengaruhi wilayah
AS. Dokumentasi terlampir pada L.42.
Sebagai salah satu dampak dari Pelaksanaan Peperangan Rohani
Tingkat Strategis, pada tahun 2015 terbit berita bahwa rencana pendirian patung
bersifat penyembahan terhadap Iblis tersebut dibatalkan. Bahkan monumen
Sepuluh Perintah Allah juga dibongkar dari halaman Balai Kota Oklahoma City,
pada dokumentasi L.43. Walaupun ini kelihatannya seperti sesuatu kekalahan di
pihak kerajaan surga, sebenarnya ini adalah suatu tanda kemenangan. Ketika
kelompok penyembah Iblis mengajukan rencana pendirian monumen, alasan yang
mereka ajukan adalah bahwa karena Monumen Sepuluh Perintah Allah telah
didirikan di wilayah halaman Balai Kota, yang menurut mereka seharusnya netral
atau tidak terkait dengan kepercayaan tertentu. Dengan demikian mereka pun
menuntut hak untuk mendirikan patung sesuai kepercayaan mereka.
Setelah melalui proses pengadilan, Pengadilan Tertinggi Negara
Bagian Oklahoma memutuskan bahwa pendirian monumen tersebut di Balai Kota
telah melanggar hukum sehingga perlu dicabut, terlampir dalam dokumentasi
L.43. Sebenarnya memang monumen 10 perintah Allah tersebut tidak didirikan
dalam kehendak Allah, tetapi sebaliknya merupakan pijakan atau strategi dari
pihak musuh untuk berusaha mendirikan patung yang bersifat penyembahan
terhadap Iblis. Hal ini juga dapat dilihat dari simbol segitiga berisi mata satu yang
terukir pada monumen 10 perintah Allah tersebut. Hukum Taurat telah digenapi
oleh Tuhan Yesus ketika Ia datang ke dunia sebagai manusia, sehingga kita
sekarang dapat hidup di masa berlakunya Perjanjian Baru, di mana telah berlaku
Hukum Kasih.
Dalam hal ini para pemimpin Jemaat Kristen Indonesia Hananeel
tidak mengklaim bahwa hanya team pendoa saja yang berdoa, tetapi ini adalah
hasil doa kesepakatan secara bersama (corporate) sehingga akhirnya
menghasilkan tanda kemenangan di pihak Tuhan. Segala kemuliaan hanya dari,
bagi dan oleh satu nama yaitu Yesus Kristus.
15. Peperangan Rohani Tingkat Strategis dengan doa
Perarakan Berjalan Kaki di Tonga, 2013
Pada tahun 2013 team pendoa dari Jemaat Kristen Indonesia
Hananeel terlibat dalam suatu kegerakan Peperangan Rohani Tingkat Strategis di
berbagai negara di seluruh dunia. Setelah melakukan Peperangan Rohani Tingkat
Strategis di negara Tonga, maka Pendoa dapat bertemu dengan pimpinan negara
yaitu Ibu Negara. Beliau ternyata sangat diberkati sehingga kemudian turut
berpartisipasi dalam Peperangan Rohani Tingkat Strategis serta mendukung
dengan membuat doa perarakan. Dokumentasi terlampir pada L.44-47.
Dampak terhadap Pertumbuhan Gereja yaitu secara kualitatif meningkatkan
iman, pengalaman pada team pendoa tersebut. Gereja juga telah menjadi berkat
dan terang bagi bangsa-bangsa. Hal ini juga membuka peluang hubungan baik di
masa yang akan datang.
16. Peperangan Rohani Tingkat Strategis di Eropa yaitu
Jerman, Luxemburg dan Belanda, 2018
Pada pertengahan tahun 2018 satu team pendoa dari JKI Hananeel
bergabung dengan pelayanan lainnya, melakukan perjalanan doa Peperangan
Rohani Tingkat Strategis di Eropa terutama Jerman selama hampir dua minggu.
Para team pendoa ini pergi ke berbagai kota di Jerman, Luxembourg dan Belanda.
Pada hari terakhir peperangan rohani, para team pendoa melakukan doa
pertobatan dalam ketepatan di dekat salah satu Kamp Pembantaian Pertama di
Dachau. Kamp ini kemudian menjadi percontohan untuk kamp-kamp lainnya
yang kemudian dibangun oleh Nazi Jerman.
Tanda atau peneguhan yang terlihat adalah seorang hamba Tuhan
wanita, seorang nabiah berkebangsaan Jerman mendapat arahan Tuhan untuk
menemui team pendoa, untuk bersama-sama melakukan pertobatan dalam
ketepatan. Dokumentasi terlampir pada L.53. Tanda lainnya adalah munculnya
pelangi busur penuh setelah Peperangan Rohani Tingkat Strategis dilakukan di
dekat Kamp Pembantaian di Dachau, Jerman. Dokumentasi terlampir pada L.54.
Dampak Peperangan Rohani Tingkat Strategis ini terhadap
Pertumbuhan Gereja adalah Pertumbuhan Iman dan Kerohanian para peserta dan
mereka yang terlibat, jadi semakin menyala-nyala di dalam Tuhan. Dampak
lainnya adalah persatuan pada jemaat lokal di Jerman yang sempat berdoa
bersama dengan team pendoa.
89
17. Peperangan Rohani Tingkat Strategis di Kamboja, 2012
Pada tahun 2012 satu team pendoa dari JKI Hananeel serta pelayanan
lainnya, melakukan Peperangan Rohani Tingkat Strategis di negara Kamboja
selama sekitar satu minggu. Pada hari terakhir peperangan rohani, terbit berita
bahwa seorang mantan pemimpin yang pernah memerintah di negara tersebut,
meninggal. Ketika dipelajari lebih lanjut, pada masa pemerintahan pemimpin
tersebut, ia pernah mengusir misionaris Kristen dari negara yang ia pimpin ketika
terjadi konflik dengan negara Barat.
Dampak Peperangan Rohani Tingkat Strategis ini terhadap
Pertumbuhan Gereja adalah dampak langsung jangka pendeknya adalah
Peningkatan Iman dan Kemampuan Memimpin. Dampak yang tidak langsung
yang tercatat adalah terbukanya wilayah Indocina untuk misi dan usaha. Beberapa
pendoa dari JKI Hananeel kemudian pergi beberapa kali untuk kemudian
melanjutkan Peperangan Rohani Tingkat Strategis di Indocina. Salah seorang dari
keluarga dari anggota yang berangkat, kemudian mendapatkan kesempatan untuk
membuka usaha di bidang makanan, yang kemudian berkembang dari tadinya di
satu kota, telah berkembang di dua kota sekaligus.
18. Peperangan Rohani Tingkat Strategis di Nusa Tenggara
Barat, 2014-2017
Salah satu responden telah melakukan Peperangan Rohani di Tingkat
Strategis di Nusa Tenggara Barat. Beberapa tahun kemudian, terbuka kesempatan
untuk berusaha di bidang tambak udang, yaitu dengan membeli tambak udang
yang telah beroperasi tetapi karena ada konflik di antara para pemilik lama,
kemudian dijual. Tambak udang tersebut dapat dibeli dengan suatu harga yang
sangat murah, jauh di bawah biaya yang sebenarnya diperlukan untuk investasi.
Para pengusaha lokal sampai mengemukakan keheranan mereka, bagaimanakah
responden dapat membeli tambak udang yang telah beroperasi dengan harga yang
sedemikian murah.
Copyright ©2019; REDOMINATE | 90
PASAL V
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari hasil temuan dan analisis penelitian, Penulis menarik sejumlah kesimpulan sbb:
1. Dampak yang secara umum positif
Dari sample yang dipilih, pada umumnya responden berpendapat bahwa Peperangan Rohani
Tingkat Strategis mengakibatkan dampak yang secara umum positif. Dampak dapat bersifat
kasat mata (tangible) ataupun tidak kasat mata (intangible). Dampak juga dapat bersifat jangka
pendek dan jangka panjang. Untuk penelitian ini, klasifikasi jangka waktu penulis definisikan
sebagai: jangka pendek adalah sampai dengan 2bulan, jangka menengah dari 3 sampai 11bulan,
sementara jangka panjang lebih dari 1 tahun. Adapun hal-hal yang dapat dikatagorikan sebagai
dampak negatif, relatif kecil jika dibandingkan dengan dampak positifnya.
Mengingat tingkatnya yang strategis, ada kalanya juga di mana Dampak
Peperangan Rohani Tingkat Strategis itu sepertinya tidak terlihat atau tidak terukur, tetapi bukan
berarti tidak penting.
1.1. Dampak positif yang kasat mata untuk jangka pendek (sampai
dengan 2bulan), di antaranya:
• Orang-orang yang terbuka dan responsif untuk pemberitaan kabar baik, secara
jumlah lebih banyak.
• Tertangkapnya teroris yang melakukan kejahatan
• Tanda-tanda langit yang menunjukkan terjadinya hal yang positif, seperti pelangi,
awan dengan berbagai bentuk yang positif seperti ikan, hati, burung dlsb.
1.2. Dampak positif yang tidak kasat mata untuk jangka pendek (sampai
dengan 2bulan), di antaranya:
• Orang-orang yang lebih terbuka dan responsif untuk pemberitaan kabar baik
• Suasana beribadah yang lebih baik jika dibandingkan sebelum dilakukannya
peperangan rohani tingkat strategis, walaupun terasakan, dianggap tidak kasat mata
1.3. Dampak positif yang kasat mata untuk jangka menengah (sekitar 3
sampai dengan 11bulan), di antaranya:
• Meningkatnya persatuan dan kesatuan antar komponen-komponen yang terlibat
dalam Peperangan Rohani Tingkat Strategis.
• Diperolehnya izin penggunaan tempat beribadah
Copyright ©2019; REDOMINATE | 91
91
• Kesehatan orang-orang di mana dilakukan Peperangan Rohani Tingkat Strategis
lebih baik dari pada setelah tidak dilakukan Peperangan Rohani Tingkat Strategis
• Pertumbuhan kedewasaan jemaat sehingga menjadi lebih kuat dalam menghadapi
masalah, semakin jarang konseling
• Peningkatan jumlah jemaat
• Terbukanya kesempatan berusaha di daerah di mana telah dilakukan Peperangan
Rohani Tingkat Strategis (Belanda, Vietnam, Nusa Tenggara Barat dll)
• Terbangunnya hubungan baik dengan sejumlah hamba-hamba Tuhan dilakukan
Peperangan Rohani Tingkat Strategis, secara kuantitatif meningkat
• Terjangkaunya jiwa-jiwa yang tadinya terikat dan menggunakan narkoba
• Meningkatnya jumlah partisipasi jemaat untuk kegiatan misi dan persembahan
• Menurunnya jumlah peristiwa negatif seperti bunuh diri
• Gagalnya konser musik yang bersifat mengundang kuasa gelap
1.4. Dampak positif yang tidak kasat mata untuk jangka menengah
(sekitar 3 sampai dengan 11bulan), di antaranya:
• Pertumbuhan kedewasaan dan iman jemaat sehingga menjadi lebih kuat dalam
menghadapi masalah, secara karakter dan kekuatan roh kadang tidak kasat mata
• Terbangunnya hubungan baik dengan sejumlah hamba-hamba Tuhan dilakukan
Peperangan Rohani Tingkat Strategis, secara kualitatif membaik
1.5. Dampak positif yang kasat mata untuk jangka panjang (lebih
daripada 1tahun), di antaranya:
• Pertumbuhan jemaat & peningkatan jumlah satelit
• Keputusan-keputusan dan perundang-undangan yang menguntungkan kerajaan
surga, seperti batalnya rencana pembangunan patung yang bersifat penyembahan terhadap
Iblis.
1.6. Dampak positif yang tidak kasat mata untuk jangka panjang (lebih
daripada 1tahun), di antaranya:
• Meningkatnya kualitas jemaat, yaitu semakin serupa dengan Kristus, baik secara
iman, karakter, dlsb
1.7. Dampak negatif yang kasat mata, di antaranya:
• Adanya jemaat yang kurang siap atau terlatih dalam melakukan Peperangan
Rohani Tingkat Strategis, mengalami serangan yang berdampak negatif yang terlihat,
bahkan ada juga yang berpindah ke gereja lain.
Copyright ©2019; REDOMINATE | 92
• Adanya hamba-hamba Tuhan yang memiliki pandangan serta konsep yang
berbeda mengenai Peperangan Rohani Tingkat Strategis, mengakibatkan terjadinya pro dan
kontra.
1.8. Dampak negatif yang tidak kasat mata, di antaranya:
• Adanya jemaat yang kurang siap atau terlatih dalam melakukan Peperangan
Rohani Tingkat Strategis, mengalami dampak yang negatif yang tidak terlihat secara kasat
mata, seperti kecewa, marah, dlsb.
2. Kaitan yang erat dan dampak yang positif terhadap pertumbuhan gereja
Para responden yaitu para pemimpin serta sample Jemaat Kristen Indonesia Hananeel
berpendapat bahwa terdapat kaitan yang erat antara Peperangan Rohani Tingkat Strategis
terhadap Pertumbuhan Gereja. Dampak pelaksanaan Peperangan Rohani Tingkat Strategis
terhadap Pertumbuhan Gereja adalah Positif.
KESIMPULAN
Berdasarkan pelaksanaan keempat siklus pencapaian subjek dibagi dalam tiga kategori yaitu
15 anak kategori tinggi, dua anak kategori cukup, dan tiga anak kategori rendah. Dari 20
subjek yang diteliti mendapat total skor 132 dan nilai rata-rata 6.6. Dengan rumus: total skor
: jumlah anak. Jadi, 132:20 = 6,6. Secara keseluruhan dapat disimpulkan ada peningkatan
kemampuan berhitung anak kelompok B melalui permainan congklak di TK Kristen
Mahanaim Terpadu, Desa Buo, Kecamatan Loloda, Kabupaten Halmahera Barat, Provinsi
Maluku Utara.
REKOMENDASI
Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa ada peningkatan kemampuan
berhitung anak dengan guru menggunakan permainan Congklak sebagai bentuk
kreativitasnya, maka disarankan untuk: pertama, Guru-guru Taman Kanak-Kanak jangan
hanya fokus di papan tulis dalam pelaksanaan proses belajar mengajar karena anak akan
bosan. Sangat disarankan untuk mengembangkan kreativitasnya dengan menggunakan
permainan edukatif. Kedua, untuk lembaga TK agar menambah sarana permainan edukatif.
Ketiga, untuk Yayasan agar meningkatkan kreativitas guru-guru dengan diikutkan seminar
dan pelatihan.
REFERENSI
Abdurrahman, Mulyono. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta,
2003
Aqib, Zainal. dkk. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: HR-RUZZ MEDIA, 2008
Dimyati, Johni. Metodologi Penelitian Pendidikan & Aplikasinya. Jakarta, 2013
Mulyani, Nani. Super Asyik Permainan Tradisional Anak Indonesia. Yogyakarta : DIVA
Press., 2016.
Munandar, Utami. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta, 2009
Ngalimun,dkk. Perkembangan dan Pengembangan Kreativitas. Yogyakarta, 2013.
Poerwadarminta,W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia Edisi Ketiga.Jakarta: Balai
Pustaka, 2003.
Raharjo, Marsudi. Pembelajaran Operasi Hitung Perkalian dan Pembagian Bilangan Cacah
Copyright ©2019; REDOMINATE | 93
93
di SD .Jakarta, 2009.
Slameto. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi.Jakarta: Rineka Cipta, 2009.
Susanto, Ahmad. Perkembangan Anak Usia Dini Pengantar dalam Berbagai Aspeknya.
Jakarta: Kencana prenada media group, 2011.
Susanto, Ahmad.. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar.Jakarta:
PRENADAMEDIA GROUP, 2013.
Semiawan,Conny R. Memupuk Bakat dan Kreativitas Siswa Sekolah Menengah.
Jakarta:Gramedia, 2009
Sun,Khen Peng. The Power Of Creativity. Yogyakarta: Andi, 2010.
Sudarma,Momon. Mengembangkan Keterampilan Berpikir Kreatif.Jakarta: Rajawali Pers.,
2013.
Suryabrata,Sumadi..Psikologi Pendidikan.Jakarta:Raja Grafindo Persada, 1998.
,https://media.neliti.com/media/publications/60417-ID-semantika-dalam-
perkembangan-desain prod.pdf diakses tanggal 08 juli 2018 pukul 12:20 WIT.