menjadi islam, menjadi indonesia filesanksi pelanggaran pasal 113 undang-undang nomor 28 tahun 2014...
TRANSCRIPT
Men
jadi ISLA
M,
Men
jadi IND
ON
ESIA
Menjadi Islam,Menjadi Indonesia
Sanksi Pelanggaran Pasal 113Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014tentang Hak Cipta
(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pen-cipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggu-naan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pen-cipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggu-naan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipi-dana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
M. Zidni Nafi’
Penerbit PT Elex Media Komputindo
Menjadi
Islam,Menjadi Indonesia
MENJADI ISLAM, MENJADI INDONESIAM. Zidni Nafi’
© 2018, PT Elex Media Komputindo, Jakarta
Hak cipta dilindungi undang‑undangDiterbitkan pertama kali oleh
Penerbit PT Elex Media KomputindoKompas ‑ Gramedia, Anggota IKAPI, Jakarta 2018
718100313 ISBN: 978‑602‑04‑5540‑2
Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.
Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, JakartaIsi di luar tanggung jawab percetakan
�
Daftar Isi
Kata Pengantar KH. Dr. Ahmad Baso ..................................... ix
Pengantar Penulis .................................................................... xiii
BAGIAN I: ROMANTISME KEISLAMAN
DAN KEINDONESIAAN .................................................................1
Bhinneka Tunggal Ika: Harmoni Spiritual Kebangsaan ...... 2
Romantisme Islam dan Politik ....................................................13
Ini Lho Islam Indonesia, Cuk (!) ..................................................26
Trilogi Ukhuwah Indonesia ..........................................................33
Kiprah Islam Nusantara dalam Kemerdekaan Indonesia .....40
Agenda Baru Sinergi Ulama dan Pemerintah ........................48
Zikir Kebangsaan, Berkah untuk Indonesia (?) ....................54
Tasawuf Pancasila: Memaknai Spiritual dalam Falsafah
Bangsa ...................................................................................................61
Lagu Perjuangan: Yaa Lal Wathan, Hubbul Wathan
Minal Iman ..........................................................................................70
�i
Kebangkitan Nasional, Dakwah dan Pemberdayaan
Masyarakat ..........................................................................................74
Membela Negara: Atas Dasar Wajib atau Dasar Cinta? ........86
Fikih Emansipatoris: Dekonstruksi ‘Teks Suci’ Menuju
Pemaknaan Sosial.............................................................................90
Islam Bhinneka: Merayakan Perbedaan..................................96
Pancasila La Roiba Fih .................................................................105
BAGIAN II: TANTANGAN KEBERAGAMAN
DAN KEBERAGAMAAN ...........................................................109
Mempancasilakan Umat Beragama .......................................110
Toleransi dan Kerja Sama Menembus Keragaman ...........120
ProblemKafirMengafirkan .......................................................124
Membudayakan Silaturahmi Lintas Agama ........................130
Maqamat dan Ahwal: Memaknai Transenden Humanis ....136
Mendeteksi Benih‑Benih Radikalisme Agama
di Kampus ..............................................................................................146
Halalbihalal: Silaturahmi Perekat Perdamaian .................152
Dosa‑Dosa Hoax dan Ancaman Disintegrasi Bangsa ......159
Lakum Partaikum Wa Lanaa Partaiunaa ..............................165
Menjaga Kemerdekaan, Membangun Perdamaian ..........169
Meraih Kedamaian Beragama ..................................................173
Saat Agama Dimintai ‘LPJ’ ..........................................................181
Maulid, Natal, dan Tragedi Tsunami: Secuil Renungan
di Senja Tahun .................................................................................191
Semua Agama, Masuk Surga Bersama (?) ............................198
BAGIAN III: NU, PESANTREN DAN KOMITMEN
KEBANGSAAN ...........................................................................205
Dilema Dinamisasi dan Modernisasi Pesantren ...............206
Rekam Jejak Laskar Santri‑Kiai dalam Mempertahankan
Kemerdekaan ..................................................................................214
�ii
Meninjau Wacana Labelisasi Hari Santri .............................225
Hari Santri Nasional: Menyantrikan Indonesia .................234
Pusaka Keramat Itu Bernama “NU” ........................................241
Menjadi Bangsa Sakinah Mawaddah Wa Rahmah............252
Pangeran Diponegoro: Ulama Anti‑Penjajahan hingga
Pelopor Jejaring Pesantren ........................................................255
Puasa: Belajar “Ya” dan Belajar “Tidak” ................................264
Spiritualitas Zaman Edan ...........................................................269
Sufi:MelampauiPemahamanFundamental-Radikal .....276
BAGIAN IV: GUS DUR DAN GUS MUS,
PARA GURU PENCERAH BANGSA ........................................285
Menanyakan Kabar “Islamku Islam Anda Islam Kita” .......286
Gus Dur, HTI, dan Ilusi Negara Islam......................................292
‘Perhatian’ Gus Dur pada MUI...................................................300
Mazhab Perdamaian Gus Dur ...................................................307
Islam (di) Indonesia, Sampai Mana Gus? .............................312
Gus Mus, NU, dan Aliran Berpolitik ........................................320
Kaget Islam Nusantara ................................................................323
Gus Mus Tersinggung oleh Al‑Qur’an ....................................327
Tobat Nasional: Permintaan Maaf Koruptor
kepada Rakyat .................................................................................331
Allahu Akbar Itu Aku Sangat Kecil Sekali .............................334
Daftar Pustaka .........................................................................339
Tentang Penulis .......................................................................347
Romantisme
Keislaman
dan Keindonesiaan
BAGIAN I
�
Saat ini agama menghadapi berbagai tantangan yang
cukup berat. Agama seolah-olah dituntut untuk mem-
berikan solusi konkrit atas beragam persoalan manusia yang
begitu kompleks. Apalagi agama diyakini merupakan entitas
yang universal dan multidimensi, sehingga diyakini umat da-
pat masuk di semua sendi-sendi kehidupan.
Pada satu sisi, agama diharapkan tampil membawa kearifan
bagi masyarakat di tengah masalah-masalah diselimuti berba-
gai kepentingan kelompok tertentu. Pada sisi yang lain, agama
justru terus-menerus dituduh tampil sebagai salah satu pemicu terbesar munculnya berbagai konflik. Rangkaian fenomena kekejaman, intoleransi, diskriminasi, terorisme, genosida,
menjadi topik yang sulit dipisahkan dari urusan agama.
Tentu situasi yang sulit ini muncul bukan tanpa sebab yang
sederhana. Selain faktor dinamika internal dari pemeluk aga-
ma sendiri yang sering tidak kondusif dan kontraproduktif,
tetapi faktor eksternal seperti situasi sosial, politik, ekonomi
juga dapat memicu bahkan memperkeruh keadaan.
Bhinneka Tunggal Ika: Harmoni Spiritual
Kebangsaan
Bagian I: Romantisme Keislaman dan Keindonesiaan
�
Radikalisme: Ancaman Kemanusiaan
Fenomena radikalisme bagi negara-negara menjadi momok
yang sangat mengerikan di awal-awal abad 21 ini. Lantas
dunia internasional memberi perhatian lebih terhadap tin-
dak kekejaman tersebut yang sering mengatasnamakan agama itu. Radikalisme agama berkembang di semua agama. Fenomena ini sering kali muncul berawal dari ungkapan-ung-
kapan kebencian (hate speech) berupa ujaran-ujaran seperti “thagut”, “sesat”, “kafir”, “musyrik”. Dari sikap ini berkembang menjadi tindakan intoleransi misalnya intimidasi, pengani-
ayaan, pengusiran, hingga pembantaian. Tak jarang, perilaku
radikal ini berujung pada tindakan teror menggunakan sen-
jata-senjata.
Menurut Ahmad Kamal Abul Majd, gerakan-gerakan radikal
dan terorisme sering kali tumbuh subur dan berkembang
dalam tiga lingkungan; Pertama, lingkungan di mana kesem-
patan untuk menikmati demokrasi sangatlah terbatas. Kedua,
lingkungan di mana keadilan sosial tidak terwujud dan ke-
senjangan antara yang kuat, pemilik modal dan kaya dengan
kaum lemah dan miskin sangatlah lebar. Kondisi tersebut
semakin diperparah dengan subordinasi yang harus mereka
terima dalam mendapatkan hak-haknya secara sah. Ketiga,
lingkungan tanpa supremasi hukum dan banyak sekali terjadi
pelanggaran atas hak-hak dasar individu, khususnya dalam
kasus-kasus berkaitan tuduhan dan vonis yang sering kali di-
sertai dengan tindakan represif dan penyiksaan, sehingga me-
lahirkan keinginan untuk memberontak dari hukum dan ma-
syarakat secara keseluruhan (Misrawi dan Zada, 2004: 11).
Menjadi Islam, Menjadi Indonesia
�
Sebagai kawasan yang disebut sebagai ‘pusat’ atau ‘kiblat’
Islam, Timur-Tengah menjelma menjadi kawasan yang
“mengerikan”. Kelompok/aliran Sunni dan Syiah sepanjang
sejarah Islam terus menggelorakan ‘kompetisi’ yang tidak
sehat, dan hingga kini kondisi tersebut sampai-sampai me-
nyulut perang saudara atau pertumpahan darah yang dibalut
motif teologi, politik, hingga ekonomi.
Tidak hanya itu, kini semenjak kemunculan ISIS (Islamic State
of Iraq and Syiria) membuka babak baru, di mana mereka be-
rani menyerang kelompok di luar kelompoknya serta meng-
halalkan segala cara untuk mendirikan daulah islamiyah,
dengan dalih menegakkan syariat yang digariskan Tuhan.
Kondisi diperparah dengan keterlibatan negara-negara Barat
yang datang ke Timur Tengah. Mereka bak sebagai pahlawan
karena ikut campur melawan musuh yang dikategorikan te-
rorisme, diktator, dan lain sebagainya. Banyak yang menye-
but, Timur Tengah sudah tidak mempunyai masa depan ter-
utama untuk masa depan agama Islam.
Sementara itu pascatragedi 11 September 2011, sejak tahun
2002 hingga rentang 2009, Indonesia mengalami berbagai
serangan bom yang dilakukan oleh sekelompok yang disebut
Jamaah Islamiyah. Objek teror tertuju ke tempat-tempat yang berbau kemaksiatan, kafir, dan negara Barat. Mereka meng-
klaim tindakan tersebut merupakan jihad. Padahal tidak de-
mikian sederhana untuk menjelaskan makna jihad pada kon-
teks kekinian.
Apa yang dilakukan oleh orang radikal dan teroris nyata-nyata
telah menistakan agama dengan cara tafsir serta tindakannya,
dan jelas hal tersebut juga melangar nilai-nilai kemanusiaan.
Bagian I: Romantisme Keislaman dan Keindonesiaan
�
Menurut Nurcholish Madjid (2008: xx) nilai kemanusiaan
tidak mungkin bertentangan dengan nilai keagamaan, de-
mikian pula nilai keagamaan mustahil berlawanan dengan
nilai kemanusiaan. Agama tidak dibuat sebagai penghalang
kemanusiaan. Untuk itu, pemandangan kekerasan, kekejam-
an, pengeboman, pembantaian atas nama agama jelas-jelas
melanggar nilai-nilai kemanusiaan, prinsip perdamaian dan
kemerdekaan, karena nilai dan prinsip tersebut memang se-
harusnya dikumandangkan secara lantang dan ditegakkan
secara sepenuh hati oleh pemeluk agama-agama.
Sampai Mana Indonesia?Diakui atau tidak, saat ini dunia internasional mengalami ketidakpastian, masing-masing negara satu sama lain saling mewaspadai atau mencurigai, Perang Dunia III sangat rentan pecah. Bagaimana dengan Indonesia yang digadang-gadang
sebagai “negara masa depan”? Kekayaan sumber daya alam,
kebudayaan, suku, bahasa, agama, diuji untuk menghadapi
tantangan-tangan terutama sesama anak bangsa. Isu-isu sek-
tarianisme benar-benar mengantui persatuan dan kesatuan
Indonesia sejak merdeka mempunyai dasar “Pancasila” dan
semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”.
Tidak sedikit kasus-kasus disintegrasi antarsuku, aliran ke-
agamaan, partai, yang telah Indonesia alami sebagai bangsa
multikultural. Indonesia terlalu besar dan mahal menjadi
korban orang-orang yang punya kepentingan sesaat untuk
menghancurkan Indonesia. Tentu hari ini kita tidak bisu, buta
dan tuli soal sejarah founding father bangsa Indonesia, bahwa
Menjadi Islam, Menjadi Indonesia
�
dahulu mereka tidaklah membeda-bedakan agama atau suku,
satu sama lain saling berjuang untuk melepaskan diri dari
cengkeraman penjajah. Untuk itu kesadaran bagaimana yang
mesti kita bangun demi menjaga dan merawat multikultural-
isme terutama keragaman agama di Indonesia?
Harmoni Cinta, Agama, dan Bangsa
Keragaman keagamaan Indonesia sungguh sangat rentan tersulut konflik, apabila tidak dikelola dengan baik dan har-
moni, bukan tidak mungkin Indonesia akan menjadi medan
perang saudara—sebagaimana yang terjadi di Timur Tengah.
Nasionalisme menjadi salah satu perekat di tengah keragam-
an masyarakat. Apa yang terjadi di beberapa negara Timur
Tengah tampaknya kurang ditanamkan jiwa nasionalisme,
mereka cenderung berwatak sektarianisme, artinya kepen-
tingan kelompok lebih diutamakan dibanding kepentingan
persatuan bangsa dan negara.
Coba kita renungi penyataan Sang Proklamator Soekarno
yang menegaskan dalam karyanya Di Bawah Bendera Revolusi
(1963) bahwa nasionalisme itu suatu iktikad; suatu keinsyaf-
an rakyat, bahwa rakyat itu ada satu golongan, satu “bangsa”! Rasa nasionalistis itu menimbulkan suatu rasa percaya akan diri sendiri, rasa yang mana adalah adalah perlu sekali untuk
mempertahankan diri dalam perjuangan menempuh keada-
an-keadaan, yang mau mengalahkan kita. Untuk itu, agama
wajib bekerja untuk keselamatan orang negeri yang ditem-
patinya.
Tentang Penulis
���
TENTANG PENULIS
Muhammad Zidni Nafi’, lahir pada Jumat Legi 7 Mei 1993 atau bertepatan dengan 13 Zulkaidah 1413 Hijriyah di desa Papringan, sebuah plosok kampung ujung barat kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Dibesarkan di tengah-tengah keluarga sederhana yang kental dengan tradisi Jawa dan pesantren,
Zidni tumbuh bersama kedelapan adik kandungnya, sedang-
kan ia sebagai anak kedua setelah kakak perempuannya. Ia pernah mengenyam pendidikan di MI Mustafidin yang ber-
ada di desanya namun hanya sampai kelas 3 saja, lalu pindah
ke MI Qudsiyyah hingga bangku MA Qudsiyyah yang lokasinya
beberapa puluh meter dari makam Sunan Kudus, seorang
wali penyebar Islam di Kudus dan sekitarnya. Ketika tahun
2010-2013 duduk di Madrasah Aliyah, ia juga sambil mon-
dok di pesantren Qudsiyyah, yang masih satu yayasan dengan
sekolahnya.
Menjadi Islam, Menjadi Indonesia
���
Kondisi ekonomi keluarga tidak mengaburkan obsesi Zidni
untuk studi lanjut. Melalui tes yang ketat, pada 2013 ia pernah
memperoleh Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) dari Kementerian Agama Republik Indonesia. Dengan beasis-
wa tersebut, ia dapat menjalani pendidikan strata 1 di Jurusan
Tasawuf Psikoterapi, Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung.Pengalaman organisasi selama sekolah, Zidni pernah me-
ngemban amanah sebagai ketua 1 PPQ (OSIS) MA Qudsiyyah
dan aktif di berbagai tingkatan pengurusan Ikatan Pelajar
Nahdlatul Ulama (IPNU) Cabang Kudus. Sedangkan pada masa
kuliah, ia juga aktif di organisasi Intra dan ekstra kampus, seperti Biro Pers di HMJ dan Senat Mahasiswa Ushuluddin, Ketua Biro Religious Studies Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Rayon Ushuluddin, Staf Biro Nalar dan Intelektual PMII Komisariat UIN Sunan Gunung Djati, dan Keluarga Mahasiswa Jateng.
Selain itu, ia juga pernah mengemban amanah pucuk pimpinan di Community of Santri Scholars of Ministry of Religious Afairs (CSSMoRA) UIN Sunan Gunung Djati (2013-2014), CSSMoRA Nasional (2016-2017), koordinator Jaringan Mahasiswa Lintas Agama (JARILIMA) kota Bandung (2015-2016).Dalam dunia tulis menulis, sejak di bangku Madrasah Aliyah, Zidni tercatat pernah menjuarai beberapa Lomba Karya Tulis
Ilmiah (LKTI) tingkat kabupaten hingga nasional. Kemudian
pada semester II hingga lulus kuliah ia juga berkecimpung se-
bagai wartawan NU Online, situs resmi milik Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Dan pada rentang 2014-2015, tiga
kali ia merebut juara menulis tingkat mahasiswa.
Tentang Penulis
���
Untuk keperluan silaturahmi dan memperluas jaringan, pe-nulis bisa dihubungi melalui kontak +6285799889515 atau e-mail ke [email protected].