merekalkulasi roi korporasi di media sosial
DESCRIPTION
Sebagaimana dipublikasikan di Kolom Telematika DetikINET 29 Mei 2013.TRANSCRIPT
1|h t t p : / / i n e t . d e t i k . c o m / r e a d / 2 0 1 3 / 0 5 / 2 9 / 1 4 1 3 3 3 / 2 2 5 9 1 8 8 / 3 9 8 / 4 / m e r e k a l
k u l a s i - r o i - k o r p o r a s i - d i - m e d i a - s o s i a l
Kolom Telematika
Merekalkulasi ROI Korporasi di Media Sosial Penulis: Goutama Bachtiar - detikinet
Rabu, 29/05/2013 14:13 WIB
Ilustrasi (Ist.)
Jakarta - Pertanyaan yang seringkali menyertai implementasi media sosial di korporasi adalah 'How much is social media worth?' dan 'What’s the benefit of implementing it?'. Perbedaan keduanya signifikan. Sudut pandang pertanyaan pertama adalah finansial (Return on Investment atau ROI), sementara yang kedua adalah 'value'. Yang pertama menggunakan pendekatan kuantitatif, di sisi lain 'value' mengandalkan metodologi kualitatif. Jadi pendekatan apa yang akan kita gunakan? Jika selama ini kita mengalami kesulitan untuk mengukur implementasi program, tariklah nafas sedalam mungkin, rileks. Tenang, anda tidak sendirian. Secara sederhana, jika menggunakan indikator ROI, maka penambahan laba bersih setelah pajak (Net Profit After Tax) sebagai hasil dari program media sosial dibagi dengan total biaya/investasi dikucurkan untuk program tersebut. Mengutip riset terakhir Nielsen, 80% merek menghadapi masalah dalam menentukan jumlah penambahan laba bersih, jumlah yang merupakan kontribusi dari program media sosial. Hal ini tidak berlaku terhadap kalkulasi biaya karena by nature, cost atau expense relatif lebih mudah dihitung dan cenderung lebih pasti.
2|h t t p : / / i n e t . d e t i k . c o m / r e a d / 2 0 1 3 / 0 5 / 2 9 / 1 4 1 3 3 3 / 2 2 5 9 1 8 8 / 3 9 8 / 4 / m e r e k a l
k u l a s i - r o i - k o r p o r a s i - d i - m e d i a - s o s i a l
Masih dari survei yang sama, 44% responden walaupun sudah melakukan measurement, namun masih ragu dengan ROI sebagai indikator paling tepat untuk menghitung hasil jerih payah mereka secara finansial. Mengambil data lain. Kali ini dari white paper milik Adobe Inc. Dokumen ini menyatakan 88% marketer yang disurvei sebagai responden merasa mereka tidak bisa mengukur efektivitas program media sosialnya. Sedangkan 52%, masih dari survei yang sama, merasa frustasi dengan ROI sebagai indikator keberhasilan.
Foto: Siliconbayounews.com
Dalam bukunya Olivier Blanchard, Brand Strategist ternama,
mengungkapkan end-to-end process untuk mengukur keberhasilan
program. Sebelum memulai, mindset harus diarahkan agar tetap fokus
pada sasaran maupun tujuan.
Prasyarat kedua: membuat check list apa saja yang bisa diukur dan apa
saja yang harus diukur. Ini dikenal dengan istilah scoping.
Dengan segala keterbatasan resource, bandwidth dan workload dalam
organisasi, tidak semua measureable element harus diukur. Fokuslah
kepada 1) channel, media, proses dengan kontribusi terbesar terhadap
tujuan bisnis perusahaan serta 2) channel, media, dan proses terkait
dengan merek maupun image organisasi. Sisanya, pilihan. Boleh
dilakukan, boleh juga tidak.
3|h t t p : / / i n e t . d e t i k . c o m / r e a d / 2 0 1 3 / 0 5 / 2 9 / 1 4 1 3 3 3 / 2 2 5 9 1 8 8 / 3 9 8 / 4 / m e r e k a l
k u l a s i - r o i - k o r p o r a s i - d i - m e d i a - s o s i a l
Kemudian, lakukan pengawasan, pengukuran dan pelaporan. Pelaksana
dan pengawas jelas tidak boleh dilakukan oleh pihak atau resource yang
sama. Laporan dibuat oleh keduanya. Di dalam proses pengukuran
sudah harus diputuskan teknik dan tool apa yang akan digunakan dalam
rangka keperluan tersebut.
Jika tahapan awal ini sudah dilaksanakan dan berjalan sesuai keinginan,
langkah selanjutnya yaitu melakukan pengujian. Apabila pengujian sah,
maka pengukuran bisa dilaksanakan. Apabila ada kesenjangan antara
rencana dengan hasil pengukuran, perlu dicari akar masalahnya.
Tidak hanya berhenti di situ, langkah perbaikan baik reaktif maupun
proaktif, dilengkapi dengan timeline dan ownership (siapa mengerjakan
apa) perlu disusun di fase 'learn'.
Dan ini diakomodasi juga pada saat tahapan 'measurement' berikutnya.
Perlu diingat, serupa dengan siklus P(lan) D(o) C(heck) A(ction), tahapan
yang diceritakan di atas 'harus berulang'. Berkesinambungan. Infinite
loop.
Memang tidak ada measurement yang menyeluruh untuk entitas
apapun. Selalu ada yang dirasa kurang. Tidak hanya bagi media sosial
saja, namun juga implementasi program lainnya.
So? Paling tidak beberapa metode yang berlaku cukup umum serta
dapat digunakan untuk mengukurnya agar menghasilkan informasi yang
relevan dan akurat bagi kita sehingga bisa diolah dan dijadikan dasar
evaluasi, pertimbangan maupun pengambilan keputusan selanjutnya.
Traction
Metode paling konvensional. Analisa terhadap trafik ke suatu platform
tertentu, terutama dari media sosial ke situs web, halaman web
maupun advertisement wajib dilakukan.
Peran web site analytics dan matriks click-through sangatlah diharapkan
untuk menelusuri kanal mana yang paling berpengaruh dalam
mempromosikan dan mendorong pengguna berkunjung ke situs web
maupun iklan yang kita pasang.
4|h t t p : / / i n e t . d e t i k . c o m / r e a d / 2 0 1 3 / 0 5 / 2 9 / 1 4 1 3 3 3 / 2 2 5 9 1 8 8 / 3 9 8 / 4 / m e r e k a l
k u l a s i - r o i - k o r p o r a s i - d i - m e d i a - s o s i a l
Engagement
It sounds so yesterday. Akan tetapi, interaktivitas tetap menjadi tolak
ukur jerih payah atas apa yang kita lakukan di media ini. Reply, Mention,
ReTweet, +1, Share, Comment, contact, follower, network masih tetap
dipercaya oleh para stakeholder: user, agency, platform,
advertiser, dan publisher.
Tool Dalam konteks beriklan, media sosial biasanya menyediakan tool agar para pengguna dapat memanfaatkannya dalam mengukur efektivitas iklan, apapun bentuknya dan dimanapun iklan tersebut ditempatkan di platform mereka. Paling gres, Facebook dengan conversion measurement. Ditujukan untuk iklan di Facebook dan sponsor story, tool ini mampu menelusuri user view di platform berbeda. Misalnya, jika kita melihat iklan tertentu di tablet, melakukan klik di PC dan membeli apa yang ditawarkan pengiklan, maka semua aktivitas tadi dapat didokumentasikan dengan mudah. Salah satu contoh, bulan lalu Adobe mengumumkan Facebook 'publishing tool' untuk memprediksi level of engagement dan ROI sebelum kita melakukan posting di media sosial. Fitur ini ada di produk Adobe Social. Dilengkapi dengan sentiment analysis dan predictive text mining algorithm berdasarkan data historis engagement, waktu post maupun sentimen. Cara kerja fitur ini adalah menganalisa kata, gambar, tautan dan format iklan terbaik bagi audiens.
5|h t t p : / / i n e t . d e t i k . c o m / r e a d / 2 0 1 3 / 0 5 / 2 9 / 1 4 1 3 3 3 / 2 2 5 9 1 8 8 / 3 9 8 / 4 / m e r e k a l
k u l a s i - r o i - k o r p o r a s i - d i - m e d i a - s o s i a l
Dengan semakin kompetitifnya tingkat persaingan antar jenis media ini,
bertumbuhnya dan meningkatnya penggunaan, beragamnya keinginan
serta tuntutan dari para pemasar khususnya, maka niscaya, di masa
depan, tool akan semakin banyak dan variatif, termasuk dari third-party.
Anyway, social media is very transparent. Dan dari sudut pandang
manajemen terutama CEO dan CFO, most of the time, it’s always about
the number, right?