metafora kon septu al pada perumpamaan … dan...war, termasuk penulisan sebuah konsep dengan huruf...
TRANSCRIPT
B
MPADA P
KBAHASA
N
PRU
METAFOPERUMP
KAJIAN PA INGGR
NI NYOMA
ROGRAM UNIVERSI
DE
ORA KONPAMAANPENERJ
RIS-BAH
AN TRI SUK
PASCASITAS UDA
ENPASAR2015
NSEPTUN INJILJEMAHA
HASA IN
KARSIH
ARJANAAYANA
R
UAL L LUKASAN
NDONESI
A
S:
IA
B
MPADA P
KBAHASA
N
PRPR
U
METAFOPERUMP
KAJIAN PA INGGR
NI NYOMANIM
PROGROGRAM
ROGRAM UNIVERSI
DE
ORA KONPAMAANPENERJ
RIS-BAH
AN TRI SUKM 129017100
GRAM DOM STUDI L
PASCASITAS UDA
ENPASAR 2015
NSEPTUN INJILJEMAHA
HASA IN
KARSIH 08
OKTOR LINGUISTARJANAAYANA
R
UAL L LUKASAN
NDONESI
TIK A
S:
IA
ii
METAFORA KONSEPTUAL PADA PERUMPAMAAN INJIL LUKAS:
KAJIAN PENERJEMAHAN BAHASA INGGRIS-BAHASA INDONESIA
Disertasi untuk Memperoleh Gelar Doktor pada Program Doktor, Program Studi Linguistik,
Program Pascasarjana Universitas Udayana
NI NYOMAN TRI SUKARSIH NIM 1290171008
PROGRAM DOKTOR PROGRAM STUDI LINGUISTIK
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2015
iii
Lembar Pengesahan
DISERTASI INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 17 SEPTEMBER 2015
Promotor,
Prof. Dr. Made Budiarsa, M.A. NIP 19530107 198103 1002
Kopromotor I,
Prof. Drs. Ketut Artawa, M.A.,Ph.D. NIP 19561024 198303 1 002
Kopromotor II,
Prof. Dr. Aron Meko Mbete. NIP 19470723 197903 1002
Mengetahui
Ketua Program Doktor (S3) Linguistik Pascasarjana Universitas Udayana,
Prof. Dr. Aron Meko Mbete NIP 19470723 197903 1002
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S(K). NIP 195902151985102001
iv
Disertasi ini telah diuji pada Ujian Tertutup Tanggal 17 September 2015
Panitia Penguji Disertasi Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No. : 3698/UN.14.4/HK/ 2015
Tanggal 28 Agustus 2015
Ketua : Prof. Dr. Drs. Ida Bagus Putra Yadnya, M.A.
Anggota :
Prof. Dr. Made Budiarsa, M.A. (Promotor)
Prof. Drs. Ketut Artawa, Ph.D. (Kopromotor I)
Prof. Dr. Aron Meko Mbete (Kopromotor II)
Prof. Drs. Made Suastra, Ph.D.
Prof. Dr. I Nengah Sudipa, M.A.
Prof. Dr. I Wayan Simpen, M.Hum.
Prof. Dr. Ni Nyoman Padma Dewi, M.A.
v
Pernyataan Bebas Plagiat Nama : Ni Nyoman Tri Sukarsih
NIM : 1290171008
Program Studi : Program Doktor, Program Studi Linguistik
Judul Disertasi : Metafora Konseptual pada Perumpamaan Injil Lukas: Kajian
Penerjemahan Bahasa Inggris-Bahasa Indonesia
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah/disertasi ini bebas plagiat.
Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, saya bersedia
menerima sanksi sesuai dengan peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, Desember 2015
Yang Membuat Pernyataan,
Ni Nyoman Tri Sukarsih
vi
Konvensi Penulisan Pemetaan Konseptual
Dalam teori metafora konseptual, Lakoff dan Johnson (1980) dan Lakoff
(1993) menuliskan PK dengan huruf kapital, misalnya ARGUMENT IS
WAR, termasuk penulisan sebuah konsep dengan huruf besar, misalnya
konsep WAR, UP-DOWN, JOURNEY. Konvensi itu juga diterapkan oleh
para peneliti metafora yang mengadopsi teori konseptual (Knowles dan
Moon, 2006). Oleh karena konvensi itulah, peneliti juga menerapkan
penulisan PK dengan huruf kapital.
x
ABSTRAK
METAFORA KONSEPTUAL PADA PERUMPAMAAN INJIL LUKAS:
KAJIAN PENERJEMAHAN BAHASA INGGRIS-BAHASA INDONESIA
Penelitian ini bertujuan mengkaji aplikasi penerjemahan metafora konseptual
dalam teks perumpamaan Injil Lukas dan strategi penerjemahan yang diterapkan dalam menerjemahkan metafora konseptual dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia.
Kajian dilakukan dengan menggunakan empat pendekatan, yaitu pendekatan kognitif, pendekatan berbasis korpus, model komparatif, dan strategi penerjemahan. Metode kualitatif berupa analisis teks digunakan untuk menganalisis terjemahan sebagai sebuah produk yang didasarkan pada sebuah korpus paralel yang berasal dari Alkitab Terjemahan Baru versi Lembaga Alkitab Indonesia tahun 2008 berbahasa Inggris (sub-korpusteks sumber) dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia (sub-korpus teks target). Identifikasi penggunaan ungkapan metaforis dalam kedua sub-korpus itu dilakukan dengan reduksi data, yakni data berupa teks perumpamaan dalam Injil Lukas yang telah terkumpul diseleksi, disederhanakan, dan diabstraksikan, dilanjutkan dengan sajian data,yaitu suatu rakitan organisasi informasi dan deskripsi yang berupa interpretasi teks dengan menggunakan pemetaan konseptual dan dianalisis dengan teori penerjemahan metafora, langkah selanjutnya diambil simpulan dari analisis tersebut.
Temuan baru dalam penelitian ini yaitu: rekonstruksi pemetaan konseptual dilakukan terhadap metafora konseptual orientasional, ontologis dan struktural. Temuan analisis memperlihatkan kurang paralelnya pengategorian metafora konseptual yang dikemukakan oleh Lakoff dan Johnson. Ranah sumber sering memetakan gagasan melebihi gagasan yang ada dalam ranah target. Temuan lainnya, yaitu terdapat 20 jenis metafora yang setelah dipetakan secara konseptual ditemukan18 jenis pemetaan konseptual yang meliputi ketiga kategori metafora konseptual, yakni tiga jenis metafora orientasional, lima jenis metafora ontologis, dan sepuluh jenis metafora struktural. Kemunculannya menunjukkan kecenderungan penulis teks sumber menggunakan metafora struktural untuk menjelaskan berbagai konsep, prinsip-prinsip kebenaran Kristiani dalam teks bidang religi dalam realitas kehidupan. Untuk mengatasi masalah penerjemahan metafora konseptual, penerjemah menerapkan tiga metode penerjemahan yang berorientasi pada bahasa target berdasarkan sejumlah prosedur penerjemahan metafora konseptual dan teknik penerjemahan yang digunakan, yaitu metode komunikatif, metode penerjemahan adaptasi, dan metode penerjemahan idiomatik. Dapat disimpulkan bahwa penerjemah mengadopsi ideologi domestikasi ketika menerjemahkan metafora konseptual dalam teks perumpamaan Injil Lukas dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia.
xi
Relevansi temuan penelitian ini dengan temuan penelitian terkait adalah penerjemahan teks perumpamaan Injil Lukas (sebagai salah satu bentuk teks khusus yang memiliki fungsi informatif) juga cenderung lebih mengutamakan ciri, bentuk, dan makna teks target sebagai wujud dari ketiga metode penerjemahan serta ideologi domestikasi yang dianut. Simpulan dalam penelitian ini turut memperkuat temuan penelitian sebelumnya tentang teori metafora konseptual yang lebih dikenal dengan pendekatan kognitif serta strategi penerjemahan yang meliputi ideologi penerjemahan, metode penerjemahan, prosedur penerjemahan metafora, dan teknik penerjemahan.
Kata kunci: metafora konseptual, strategi penerjemahan, ideologi penerjemahan
xii
ABSTRACT
CONCEPTUAL METAPHOR IN THE PARABLES ON THE GOSPEL OF LUKE: A TRANSLATION STUDY
OF ENGLISH - INDONESIAN
This study aims at exploring the application of conceptual metaphors in the parable texts found in the Gospel of Luke and various strategies applied in the translation of conceptual metaphors from English into Bahasa Indonesia.
The research utilizes four approaches: cognitive approach, corpus-based approach, comparative models, and translation strategies. Qualitative methodin the form of text analysis is used to analyze the translation product based on a parallel corpus derived from the English version of the New Living Translation Bible published in 2008 by Lembaga Alkitab Indonesia (text source sub-corpus) and its translation into Bahasa Indonesia (target textsub-corpus). Metaphorical expressions in both sub-corpus were identified using data reduction technique in the form of parable texts found in the Gospel of Luke, which were collected, selected, simplified and abstracted. Subsequently, data is presented in one organized unit of information, described in the form of text interpretation by means of conceptual mapping, analyzed with translation theories on translating metaphors, before ultimately conclusions can be inferred from this analysis.
New findings emerged from this study, namely reconstruct the theory of conceptual metaphor coined conducted for orientational, ontological, and structural conceptual metaphors. Based on the conceptual mapping (CM), the novelty of this analysis shows the lack of parallel between the categorization of conceptual metaphor stated by Lakoff and Johnson. Source domain that can be applied in several target domains, as well as the target domain can be applied in several source domains. Other findings, there are twenty types of metaphor conceptually mapped, were discovered encompassing all three categories of conceptual metaphor, i.e., orientational metaphor, ontological metaphors, and structural metaphor. The occurrence of all three types of conceptual metaphor indicates the tendency of the author of source text (ST)to use structural metaphors to explicate various concepts,the principles of in Christianity in religious text within the realities of life. Secondly, to overcome the problems of translating conceptual metaphors, the translators applied three methods closely oriented towards target language (TL) based on a number of conceptual metaphors translation procedures. Translation techniques employed include the communicative translation method, the adaptation translation method, and the idiomatic translation method. It can be established that the translators adopted domestication ideology when translating conceptual metaphors in the parable texts found in the Gospel of Luke from English into Bahasa Indonesia.
xiii
The relevance of the current findings with the findings of related studies has to do with the translation of parable texts from the Gospel of Luke as a form of special text with informative function but also with strong preference towards the characteristics, the form and the meaning of the source text within the target text, as a manifestation of the three translation methods applied and domestication ideologies adopted. The conclusion of the current study also reinforces the findings of previous studies on conceptual metaphor theory known as the cognitive approach, as well as translation strategies that include translation ideology, translation methods, metaphor translation procedures and translation techniques. Keywords: conceptual metaphor, translation strategies, translation ideology
xliv
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM …………………………………………………………………………… i PRASYARAT GELAR ………………………………………………………………………. ii LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………………………………….. iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI ………………………………………………………… iv PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ………………………………………………………… v KONVENSI PENULISAN PEMETAAN KONSEPTUAL ………………………………... vi UCAPAN TERIMA KASIH …………………………………………………………………. vii ABSTRAK …………………………………………………………………………………….. x ABSTRACT …………………………………………………………………………………… xii RINGKASAN …………………………………………………………………………………. xiv DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………….. xIiv DAFTAR TABEL ……………………………………………………………………………. xIivii DAFTAR BAGAN ……………………………………………………………………………. DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………………………..
xIviii xIix
DAFTAR SINGKATAN ……………………………………………………………………… I DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………………………. Ii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ……………………………………………………………………............... 1 1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………………………….............. 16 1.3 Tujuan Penelitian …………………………………………………………………............... 17 1.3.1 Tujuan Umum ………………………………………………………………..................... 17 1.3.2 Tujuan Khusus ……………………………………………………………………............ 18 1.4 Manfaat Penelitian …………………………………………………………………............. 18 1.4.1 Manfaat Teoretis …………………………………………………………………............. 19 1.4.2 Manfaat Praktis …………………………………………………………………............... 19 1.5 Ruang Lingkup Penelitian …………………………………………………………............. 20
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka ……………………………………………………………………............... 21 2.2 Konsep ……………………………………………………………………………............... 27 2.3 Landasan Teori …………………………………………………………………….............. 30 2.3.1 Teori Semantik ………………………………………………………………….............. 31 2.3.2 Teori Metafora Konseptual ……………………………………………………............... 33 2.3.2.1 Kategori metafora konseptual ………………………………………………….............. 41 2.3.2.2 Komponen metafora konseptual ……………………………………………….............. 51 2.3.3 Teori Penerjemahan ……………………………………………………............................ 55 2.3.3.1 Strategi penerjemahan ………………………………………………………….............. 56 2.3.3.2 Prosedur penerjemahan metafora ……………………………………………................. 63 2.3.3.3 Metode penerjemahan ………………………………………………………….............. 68
xlv
2.3.3.4 Ideologi penerjemahan ………………………………………………………................. 71 2.4 Model Konseptual ………………………………………………………………….............. 75 2.5 Model Penelitian …………………………………………………………………................ 76
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Landasan Filosofis ………………………………………………………………................. 80 3.2 Metode Penelitian ……………………………………………………………….................. 81 3.3 Jenis dan Disain Penelitian ………………………………………………………................ 83 3.4 Jenis dan Sumber Data ……………………………………………………………............... 83 3.5 Instrumen Penelitian …………………………………………………………….................. 86 3.6 Teknik Pengumpulan Data ………………………………………………………................. 86 3.6.1 Metode Observasi ………………………………………………………………............... 87 3.6.2 Metode Wawancara ………………………………………………………........................ 90 3.6.3 Metode Dokumentasi ………………………………………………………….................. 90 3.6.4 Validasi Data ……………………………………………………………………............... 90 3.7 Analisis Data …………………………………………………………………….................. 91 3.8 Penyajian Hasil Analisis Data ……………………………………………………................ 92 BAB IV METAFORA KONSEPTUAL DALAM PERUMPAMAAN INJIL LUKAS 4.1 Pengantar …………………………………………………………………………............... 93 4.2 Kategori Metafora Konseptual dalam Perumpamaan Injil Lukas ………………................. 93 4.2.1 Metafora Orientasional …………………………………………………………............... 94 4.2.2 Metafora Ontologis ……………………………………………………………................. 105 4.2.3 Metafora Struktural ……………………………………………………………................. 4.3 Perumpamaan dalam Injil ………………………………………………………………….
118 151
4.4 Penutup ……………………………………………………………………………..............
160
BAB V PENERJEMAHAN METAFORA KONSEPTUAL PERUMPAMAAN INJIL LUKAS 5.1 Pengantar ………………………………………………………………………................... 163 5.2 Prosedur dan Teknik Penerjemahan Metafora Konseptual ………………………............... 164 5.3 Prosedur dan Teknik Penerjemahan Metafora Orientasional …………………................... 165 5.3.1 Prosedur dan Teknik Penerjemahan Metafora Buah …………………………................. 166 5.3.2 Prosedur dan Teknik Penerjemahan Metafora Garam ………………………................... 170 5.3.3 Prosedur dan Teknik Penerjemahan Metafora Status Sosial …………………................. 173
5.3.4 Ringkasan Prosedur dan Teknik Penerjemahan Metafora Konseptual Orientasional……………………………………………………………………...............
178
5.4 Prosedur dan Teknik Penerjemahan Metafora Ontologis ………………………................. 179 5.4.1 Prosedur dan Teknik Penerjemahan Metafora Pohon …………………………............... 180 5.4.2 Prosedur dan Teknik Penerjemahan Metafora Kain ………………………….................. 185 5.4.3 Prosedur dan Teknik Penerjemahan Metafora Anggur ……………………….................. 188 5.4.4 Prosedur dan Teknik Penerjemahan Metafora Domba ……………………….................. 191 5.4.5 Prosedur dan Teknik Penerjemahan Metafora Mata ………………………….................. 194 5.4.6 Ringkasan Prosedur dan Teknik Penerjemahan Metafora Konseptual Ontologis ............. 197
xlvi
5.5 Prosedur dan Teknik Penerjemahan Metafora Struktural ………………………................ 198 5.5.1 Prosedur dan Teknik Penerjemahan Metafora Bangunan …………………….................. 199 5.5.2 Prosedur dan Teknik Penerjemahan Metafora Benih …………………………................ 202 5.5.3 Prosedur dan Teknik Penerjemahan Metafora Tumbuhan ……………………................ 206 5.5.4 Prosedur dan Teknik Penerjemahan Metafora Pelita …………………………................ 210 5.5.5 Prosedur dan Teknik Penerjemahan Metafora Doa ………………………....................... 212 5.5.6 Prosedur dan Teknik Penerjemahan Metafora Pelita …………………………............... 216 5.5.7 Prosedur dan Teknik Penerjemahan Metafora Jamuan Makan ………………................. 220 5.5.8 Prosedur dan Teknik Penerjemahan Metafora Kasih Sayang …………………............... 224 5.5.9 Prosedur dan Teknik Penerjemahan Metafora Kasih …………………………................. 231 5.5.10 Prosedur dan Teknik Penerjemahan Metafora Garam ……………………….................. 237 5.5.11 Ringkasan Prosedur dan Teknik Penerjemahan Metafora Konseptual Struktural …....... 240 5.6 Metode Penerjemahan Metafora Konseptual dalam Perumpamaan Injil Lukas …................ 242 5.7 Penutup ………………………………………………………………………….................. 246
BAB VI IDEOLOGI PENERJEMAHAN METAFORA KONSEPTUAL PERUMPAMAAN
INJIL LUKAS 6.1 Pengantar ………………………………………………………………………................... 2496.2 Ideologi Penerjemahan ………………………………………………………….................. 250 6.3 Ideologi Penerjemahan Metafora Konseptual dalam Perumpamaan Injil Lukas 251 6.3.1 Ideologi Domestikasi Penerjemahan Metafora Konseptual dalam Perumpamaan Injil
Lukas…………………………………………………......................................................... 252
6.3.2 Ideologi Foreignisasi Penerjemahan Metafora Konseptual dalam Perumpamaan Injil Lukas …………………………………………………......................
263
6.4 Penutup ………………………………………………………………………….................. 264
BAB VII TEMUAN BARU PENELITIAN 7.1 Pengantar ……………………………………………………………………….................. 266 7.2 Temuan Teoretis ………………………………………………………………................... 266 7.3 Temuan Empiris ……………………………………………………………….................... 275 BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN 8.1 Simpulan …………………………………………………………………………................ 281 8.2 Saran ……………………………………………………………………………….............. 286
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………………. 288 DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS …………………………………………………… 296 LAMPIRAN …………………………………………………………………………………... 299
xlvii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Metafora Konseptual dan Tujuan ………………………………………………. 37 Tabel 2.2 Koherensi Metaforis ……………………………………………………………. 48 Tabel 3.1 Perumpamaan Dua Macam Dasar ………………………………………………. 88 Tabel 4.1 Metafora Orientasional …………………………………………………………. 94 Tabel 4.2 Metafora Ontologis ……………………………………………………………… 105 Tabel 4.3 Metafora Struktural ……………………………………………………………… 119 Tabel 4.4 Arah Benih dalam Perumpamaan Seorang Penabur ……………………………. 122 Tabel 4.5 Interpretasi Perumpamaan Seorang Penabur ……………………………………. 128 Tabel 5.1 Daftar Metafora Konseptual dalam Perumpamaan Injil Lukas ………………….. 164 Tabel 5.2 Metafora Buah …………………………………………………………………… 166 Tabel 5.3 Metafora Garam …………………………………………………………………. 170 Tabel 5.4 Metafora Status Sosial …………………………………………………………… 173 Tabel 5.5 Metafora Pohon …………………………………………………………………. 180 Tabel 5.6 Metafora Kain ……………………………………………………………………. 185 Tabel 5.7 Metafora Anggur …………………………………………………………………. 189 Tabel 5.8 Metafora Domba …………………………………………………………………. 192 Tabel 5.9 Metafora Mata ……………………………………………………………………. 195 Tabel 5.10 Metafora Bangunan ………………………………………………………………. 199 Tabel 5.11 Metafora Benih ………………………………………………………………….. 203 Tabel 5.12 Metafora Tumbuhan ……………………………………………………………... 207 Tabel 5.13 Metafora Pelita …………………………………………………………………… 211 Tabel 5.14 Metafora Doa …………………………………………………………………….. 213 Tabel 5.15 Metafora Pelita …………………………………………………………………… 217 Tabel 5.16 Metafora Jamuan Makan ………………………………………………………… 220 Tabel 5.17 Metafora Kasih Sayang …………………………………………………………... 225 Tabel 5.18 Metafora Kasih …………………………………………………………………... 231 Tabel 5.19 Metafora Garam …………………………………………………………………. 238 Tabel 5.20 Penggunaan Teknik Penerjemahan ………………………………………………. 244 Tabel 6.1 Penerapan Teknik Transposisi (Pergeseran Struktur) sebagai Ideologi Domestikasi …... 255 Tabel 6.2 Penerapan Teknik Transposisi (Pergeseran Struktur) sebagai Ideologi Domestikasi …… 256 Tabel 6.3 Penerapan Teknik Transposisi (Pergeseran Unit) sebagai Ideologi Domestikasi ………. 257 Tabel 6.4 Penerapan Teknik Transposisi (Manasuka) sebagai Ideologi Domestikasi …………….. 257 Tabel 6.5 Penerapan Teknik Amplifikasi Linguistik sebagai Ideologi Domestikasi ………………. 258 Tabel 6.6 Penerapan Teknik Berorientasi pada BT sebagai Ideologi Domestikasi ……………….. 260 Tabel 6.7 Penerapan Teknik Harfiah sebagai Ideologi Foreignisasi ………………………. 263
xlviii
DAFTAR BAGAN
Halaman
2.1 Model Konseptual …………………………………………………………………….. 76 2.2 Model Penelitian ……………………………………………………………………… 77 5.1 Model Strategi Penerjemahan Metafora Konseptual dalam Perumpamaan Injil Lukas 248
xlix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1 Korespondensi antara Konsep theory dan building (Lakoff dan Johnson, 1980) …….. 36 2.2 Relasi Objek, Makna, dan Citra (Newmark, 1988) …………………………………… 39 2.3 Diagram V (Newmark, 1988:45) ……………………………………………………... 68
l
DAFTAR SINGKATAN
BS : Bahasa Sumber
BT : Bahasa Target
FIL : Filemon
KOL : Kolose
KIS : Kisah Para Rasul
LAI : Lembaga Alkitab Indonesia
LUK : Lukas
MAT : Matius
MAR : Markus
PB : Perjanjian Baru
PK : Pemetaan Konseptual
PL : Perjanjian Lama
RSa : Ranah Sasaran
RSu : Ranah Sumber
TB : Terjemahan Baru
TIM : Timotius
TSa : Teks Sasaran
TSu : Teks Sumber
YOH : Yohanes
li
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Pengategorian Metafora Konseptual dalam Perumpamaan Injil Lukas ………... 299 2. Strategi Penerjemahan Metafora Konseptual dalam Perumpamaan Injil Lukas ……. 310 3. Data Informan ………………………………………………………………………….. 3154. Instrumen Penelitian ……………………………………………………………………. 316
vii
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama penulis mengucapkan puji syukur kehadapan Tuhan Yesus Kristus karena atas berkat dan anugerah-Nya saja disertasi yang berjudu l“Metafora Konseptual pada Perumpamaan Injil Lukas: Kajian Penerjemahan Bahasa Inggris-Bahasa Indonesia”ini dapat terselesaikan dengan baik. Atas rahmat-Nya pula dihadirkan-Nya sejumlah hamba-hamba-Nya yang dengan tulus dan sabar telah membantu dan membimbing penulis selama proses perkuliahan sampai perancangan dan penulisan disertasi ini. Untuk itu, perkenankan penulis pada kesempatan yang baik ini menyampaikan penghargaan, dan ucapan terimakasih yang tak terhingga kepada yang terhormat:
Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp. PD-KEMD, selaku Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp. S(K), selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Asiten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, M.A dan Asisten Direktur II Prof. Made Sudiana Mahendra, Ph.D. Program Pascasarjana Universitas Udayana, atas bantuan dan informasi yang diberikan, dan kepada seluruh staf Program Pascasarjana Universitas Udayana.
Prof. Dr. Aron Meko Mbete beserta bapak Dr. A.A. Putu Putra, M.Hum., selaku ketua dan sekretaris Program Doktor Linguistik, Program Pascasarjana Universitas Udayana, dan bapak Prof. Dr. Drs. Ida Bagus Putra Yadnya, M.A., selaku Pembimbing Akademik penulis, yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan, baik secara formal maupun informal.
Prof. Dr. Made Budiarsa, M.A, selaku promotor yang dengan terus-menerus meyakinkan penulis bahwa kesulitan akan terlewati melalui kerja keras. Beliau juga telah membimbing dan mengarahkan penulis untuk memahami teks dengan teori yang relevan bagi penulis yang berkutat pada tataran linguistik terjemahan. Berbagai ide cemerlang yang beliau paparkan memperkaya pengetahuan dan menguatkan konsep belajar sepanjang hayat.
Prof. Drs. Ketut Artawa, M.A., Ph.D. dan bapak Prof. Dr. Aron Meko Mbete, selaku Kopromotor, yang selalu penulis sibukkan dengan kegundahan, perubahan persepsi, penataan gagasan, masalah penulisan dan hal-hal lainnya. Banyak masukan dan ide cemerlang yang penulis terima dalam proses bimbingan, sekaligus menyadarkan kekeliruan persepsi penulis selama ini. Penulis mengakui bahwa kesabaran dan ketulusan beliau membimbing patut dijadikan teladan.
Prof. Dr. Drs. Ida Bagus Putra Yadnya, M.A., Prof. Drs. I Made Suastra, Ph.D., Prof. Dr. I Nengah Sudipa, M.A., Prof. Dr. I Wayan Simpen, M.Hum., dan Prof. Dr. Ni Nyoman Padma Dewi, M.A., sebagai penguji, yang dengan setia membaca dan
viii
mengkritisi penelitian ini sejak tahap proposal. Penulis menyadari masukan dan saran yang diberikan member kontribusi positif bagi kesempurnaan disertasi ini.
Seluruh staf pengajar pada Program Doktor Linguistik Universitas Udayana: Prof. Dr. Aron Meko Mbete, Prof. Dr. I Gusti Made Sutjaya, M.A., Prof. Dr. Nyoman Kutha Ratna, S.U., Prof. Dr. N.L. Sutjiati Beratha, M.A., Prof. Drs. Ketut Artawa, Ph.D., Prof. Dr. Drs. Ida Bagus Putra Yadnya, M.A., Prof. Drs. I Made Suastra, Ph.D., Prof. Dr. I Nengah Sudipa, M.A., Prof. Dr. I Wayan Simpen, M.Hum.,Prof. Dr. I Ketut Riana, S.U., Prof. Dr.I WayanPastika. M.S., Prof. Dr. Nyoman Suparwa, M.Hum., Dr. Ni Made Dhanawaty, M.S., Dr. A.A. Putu Putra, M.Hum., Prof. Dewa Komang Tantra, M.Sc., Ph.D, Prof. Dr. I Ketut Darma Laksana, M.Hum., dan Dr. I Nyoman Sedeng, M.Hum., yang telah banyak memberikan pembelajaran berharga baik secara formal maupun secara informal.
Dr. Frans I Made Brata, M.Hum., atas bimbingan dan arahan serta diskusi panjang yang sering terjalin mampu memberikan wawasan, persepsi, dan penguatan tersendiri bagi kepercayaan diri penulis.
Seluruh staf administrasi bapak I Nyoman Sadra, S.S., Ida Bagus Suanda, I.G.A. Putu Supadmini, Komang Tiani, S.E., I Ketut Ebuh, S.Sos dan para pustakawan di Perpustakaan Linguistik atas bantuan mereka yang tulus memudahkan penyelesaian studi penulis.
Para informan kunci, Pdt. I Made Subiakta, S.Th., Pdt. I Nyoman Nasiun, S.Th, Pdt. I Nyoman Suanda, M.Min, Komang Tri Sutrisna Agustia, S.S., M.Hum, Ni Luh Kurniasih, S.P., yang dengan sukarela ambil bagian dalam proses penelitian yang penulis lakukan.
Teman-teman seperjuangan karyasiswa program Doktor Linguistik yang masih berjuang menyelesaikan disertasi Ni Made Diana Erfiani, S.S., M.Hum, Ni Ketut Dewi Yulianti, S.S., M.Hum., Putu Chrisma Dewi, S.S, M.Hum, Agus Darma Yoga Pratama, S.S., M.Hum, Yohanes Kristianto, S.Pd., M.Hum, Dra. A.A. Kade Sri Yudari, M.Si, Dra. Ni Made Suwari Antari, M.Hum, Kadek Eva Krishna Adnyani, S.S., M.Si, Dra. Ida Ayu Iran Adhiti, M.Si, Iswanto, S.Th, M.Hum, Drs. Gregorius Sudaryono, M.Hum, Robert Marseng, M.Hum, Dra. Yemi Septiyarti, M.Hum, Barth B. Kainakaimu.
Suami I Made Sudarsana Adi, B.A., dan dua pemudi tercinta kebanggaan ibu Ni Putu Lindawati, S.S., Ni Made Rai Purwa Sani. Pengorbanan dan dukungan tiada henti pada akhirnya mengantarkan ke babak baru. Rasa hormat dan terimakasih juga ditujukan kepada almarhum ayah, ibu serta mertua dan seluruh anggota keluarga yang telah mendukung penulis.
ix
Dr. dr. Made Nyandra Sp. KJ., M. Repro, FIAS, selaku Rektor Universitas DhyanaPura, Dr. IGusti Bagus Rai Utama, S.E., M.Agr, M.A, I Made Darmayasa, S.E., M.M, selaku Wakil Rektor Universitas DhyanaPura, Gusti Ngurah Joko Adinegara, S.E., M.A selaku Dekan Fakultas Ekonomika dan Humaniora, Dra. Adri Supriyati, selaku ketua LPPM Universitas Dhyana Pura, I Made Elia Cahaya, SH.,S.Pd., M.Pd., I Putu Pranatha Sentosa, S.E., M.Pd., Putu Chris Susanto, B.A., MBA., M.Ed yang telah banyak membantu.
Prof. Dr. Nyoman Kutha Ratna, S.U, Pdt. Anwar Tjen, Ph.D (ketua penerjemah Alkitab LAI) atas pemberian buku-buku yang begitu banyak secara cuma-cuma, kiranya kemurahan tersebut memberikan sumbangsih bagi kemajuan ilmu pengetahuan.
Yayasan Dhyana Pura, khususnya bapak Pdt. Dr. Wayan Mastra, atas kesempatan dan bantuan finansial yang diberikan sehingga penulis dapat melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi, tanpa bantuan tersebut cita-cita studi lanjut akan tetap menjadi mimpi yang menggenangi asa.
Penulis menyadari bahwa disertasi ini merupakan karya maksimal yang sudah dilakukan yang tentu saja memerlukan pendalaman dan penyempurnaan lebih lanjut. Olehkarenaitu, segala kekurangan dalam penelitian ini merupakan keterbatasan penulis semata. Kiranya disertasi ini bermanfaat bagi pembaca atau peneliti berikutnya. Semoga Tuhan Yang Mahakasih senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian disertasi ini.
Denpasar, Desember 2015
Penulis
xiv
RINGKASAN
METAFORA KONSEPTUAL PADA PERUMPAMAAN INJIL LUKAS:
KAJIAN PENERJEMAHAN BAHASA INGGRIS-BAHASA INDONESIA
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Fenomena yang dikaji dalam penelitian ini adalah tentang metafora
konseptual dalam perumpamaan Injil Lukas berbahasa Inggris diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia.Terkait dengan hal ini, metafora yang dimaksudkan di sini
adalah metafora yang lingkupnya tidak sebatas hanya menyangkut bahasa, tetapi juga
menyangkut nalar dan tindakan (Malmkjaer, 2010: 62-64).
Di samping sebagai sebuah proses, penerjemahan dalam kajian terjemahan
dapat dilihat sebagai sebuah produk (Hatim dan Mason, 1990:3-4). Sebagai sebuah
produk, penerjemahan dapat dilihat sebagai sebuah hasil atau sebuah karya terjemahan
dari kegiatan menerjemahkan teks dari bahasa sumber (BS) ke bahasa target (BT).
Lebih jauh lagi penelitian ini mengkaji produk terjemahan perumpamaan dalam Injil
Lukas dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesiadan aspek yang dikaji adalah
karya terjemahan (aspek objektif) dan efek yang ditimbulkannya pada pembaca
sasaran (aspek afektif). Oleh karena itu, penerjemah sangat memegang peranan
penting dalam penerjemahan. Dalam melakukan perannya, penerjemah sering
diperhadapkan dengan berbagai masalah dan kesulitan termasuk di dalamnya
menerjemahkan ungkapan metaforis sebagai unit terjemahan dan strategi
penerjemahan yang diterapkan oleh penerjemah.
Pemilihan objek penelitian yang mendasari kajian tentang manifestasi
metafora konseptual dalam teks perumpamaan yang terdapat dalam Injil Lukas dalam
disertasi ini adalah pertama, teks perumpamaan yang terdapat dalam Injil
menggambarkan aspek dan realitas kehidupan manusia pada zaman Yesus yang
xv
masih sangat relevan dengan kehidupan masa kini. Teks perumpamaan seperti
dipaparkan di atas adalah inti dari ajaran Kristus (merupakan prinsip-prinsip
kebenaran Kristiani) yang sangat kental dengan muatan budaya dan tentu saja dalam
kegiatan pembacaan teks memerlukan interpretasi. Perumpamaan sebagai sebuah teks
terdiri atas sistem sigifikansi dan interpretasi harus dilakukan terhadap tanda atau
realitas kehidupan yang terjadi. Kedua, walaupun sudah ada yang mengkaji Injil
Lukas, belum ada satu pun penelitian mengenai kajian penerjemahan metafora untuk
teks perumpamaan yang menggunakan teori metafora konseptual/kognitif yang
melihat metafora sebagai sebuah fenomena yang melibatkan pikiran dan tindakan
manusia, di samping sebagai sebuah fenomena yang menggunakan bahasa secara
figuratif. Kebanyakan penelitian penerjemahan metafora di Indonesia khususnya
mempersoalkan penerjemahan teks fiksi (Suryawinata, 1982, Hoed, 1992). Ketiga,
penggunaan Injil Lukas yang sangat intensif dan mentradisi dalam peribadatan, baik
komunitas Yahudi maupun Kristiani, hingga sekarang ini sudah sepatutnya dikaji
lebih mendalam berkaitan dengan peran penerjemahan, yang di dalamnya terjadi
penafsiran makna secara terus-menerus.
Perwujudan metafora dapat ditelusuri melalui bahasa atau ungkapan metaforis
(metaphorical expressions) yang digunakan untuk berkomunikasi yang didasarkan
pada sistem konseptual yang sama, setidaknya dalam satu sistem bahasa yang sama.
Beberapa pakar kebudayaan berpendapat bahwa metafora melalui pemetaan
konseptual bersifat universal (Newmark, 1988; Schäffner, 2004; K�vecses, 2005),
dan dapat ditemukan dalam semua bahasa dan budaya. Namun, setiap budaya
memiliki pemetaan konseptual yang spesifik (Lakoff, 1992:40, 1993:245). Misalnya,
konsep Kerajaan Surga (Lukas 13:18) dalam bahasa Inggris diungkapkan melalui
pemetaan konseptual (selanjutnya disingkat PK): KINGDOM OF GOD IS A MUSTARD
SEED, seperti pada kalimat Kingdom of God is like a mustard seed. Konsep yang
sama dalam bahasa Indonesia juga dinyatakan dalam bentuk ungkapan metaforis
dengan ranah sumber (selanjutnya disingkat RSu) yang sama, yaitu “Kerajaan Allah”
xvi
seperti pada kalimat Kerajaan Allah seumpama biji sesawi. Perbedaan PK dalam
(BS) dengan PK dalam (BT) terletak pada bentuk ungkapan metaforis yang digunakan
untuk mengungkapkan konsep yang sama (K�vecses, 2002).
Melalui PK, ide atau argumen yang disampaikan sesungguhnya mengikuti pola
tertentu. Oleh karena itu, PK bersifat sistemik (Lakoff dan Johnson, 1980:7). Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa ada konvensi yang disepakati oleh anggota
masyarakat tertentu tentang konsep yang lazim dan yang tidak lazim digunakan
dalam berargumentasi secara tertulis. Misalnya, konsep tentang Firman Allah atau
Kerajaan Allah lazim disampaikan secara tertulis dalam teks perumpamaan yang
terdapat dalam Injil Lukas, seperti yang terdapat dalam Injil Lukas 8:11, yaitu Now
the parable is this: The seed is the word of God, dan dalamLukas 13:21, yaitu
Kingdom of God is like a leaven. Melalui kata RSu seed dan kingdom of God masing-
masing dapat diformulasikan PK: THE WORD OF GOD IS A SEED, THE KINGDOM OF
GOD IS LIKE A LEAVEN.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan alasan yang melatarbelakangi penelitian ini, masalah dapat
dirumuskan sebagai berikut.
(1) Kategori metafora konseptual apa sajakah yang terdapat pada
perumpamaan Injil Lukas?
(2) Prosedur, teknik dan metode penerjemahan apa sajakah yang diterapkan
oleh penerjemah dalam menerjemahkan metafora konseptual bahasa
Inggris ke dalam bahasa Indonesia pada perumpamaan Injil Lukas?
(3) Ideologi penerjemahan apakah yang dianut oleh penerjemah dalam
menerjemahkan metafora konseptual dari bahasa Inggris ke dalam bahasa
Indonesia pada perumpamaan Injil Lukas?
xvii
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi metafora konseptual dan
mengategorikan jenis-jenis metafora konseptual yang terdapat dalam perumpamaan
Injil Lukas. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mendiskripsikan dan
menganalisis prosedur, teknik, dan metode penerjemahan dan ideologi penerjemahan
yang diterapkan oleh penerjemah dalam menerjemahkan metafora konseptual dalam
perumpamaan Injil Lukas dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia.
1.4 Manfaat Penelitian
Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi dalam
mengembangkan model kajian pemetaan konseptual metafora serta interpretasinya,
memperkaya teori penerjemahan dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia,
khususnya yang menyangkut prosedur, teknik, metode, dan ideologi penerjemahan
metafora konseptual. Kontribusi lainnya ialah memperkuat argumen bahwa sistem
kepercayaan dan sistem nilai (ideologi) yang dianut oleh penerjemah dan pembaca
sasaran akan berpengaruh terhadap metode dan ideologi penerjemahan yang
dipergunakan dan hasil terjemahan yang berkualitas.
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat mengungkapkan kelebihan
dan keterbatasan terjemahan metafora konseptual dalam Injil Lukas, yang nantinya
bermanfaat dalam memperbaiki terjemahan Injil, menyediakan data dan informasi
tentang metafora konseptual bahasa Inggris yang terdapat dalam Injil Lukas dan
terjemahannya dalam bahasa Indonesia, yang dapat dijadikan pijakan dalam meneliti
terjemahan Injil, memberikan masukan kepada penerjemah tentang pemetaan
konseptual yang perlu dipertimbangkan dalam penerjemahan Injil, memacu peneliti-
peneliti lainnya untuk mengkaji kekhasan dan karakteristik bahasa Injil dan
terjemahannya dalam bahasa Indonesia.
xviii
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Sesuai dengan jangkauan permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini,
ruang lingkup penelitian dibatasi pada: pertama, mengategorikan metafora konseptual
menggunakan pemetaan konseptual, yaitu relasi antara RSu dan RSa yang meliputi
kategori metafora orientasional, metafora ontologis, dan metafora struktural pada
perumpamaan Injil Lukas; kedua, mendiskripsikan dan menganalisis penerapan
prosedur, teknik, dan metode penerjemahan metafora konseptual dari bahasa Inggris
ke bahasa Indonesia pada perumpamaan Injil Lukas; dan ketiga, penelitian ini juga
dibatasi pada ideologi penerjemahan yang dianut oleh penerjemah dalam
menerjemahkan metafora konseptual dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia pada
perumpamaan Injil Lukas.
2. Kajian Pustaka, Konsep, Landasan Teori, dan Model Penelitian
2.1 Kajian Pustaka
Penelitian ini menggunakan beberapa hasil penelitian dan artikel yang
diangkat sebagai kajian pustaka dalam kategori: (a) penelitian terjemahan metafora
teks fiksi, teks bidang ekonomi (Hasan, 2000; Karnedi, 2010), (b) penelitian dengan
teori terkait (Hartono, 2011), dan (c) penelitian terkait dengan permasalahan
(Munazar, 2012; Harmelik, 2012).
2.2 Konsep
Penelitian terjemahan metafora konseptual dalam perumpamaan Injil Lukas
ini menggunakan beberapa konsep, yaitu konsep metafora konseptual, konsep strategi
penerjemahan, konsep metode penerjemahan, dan konsep ideologi penerjemahan.
1) Metafora Konseptual
Metafora konseptual merupakan cara memahami satu ranah pengalaman
(RSa) melalui ranah pengalaman lain yang lebih mudah dipahami atau yang sudah
dikenal (RSu). Berdasarkan konsep ini dapat dikatakan bahwa cara seseorang
xix
berpikir, mengalami sesuatu, dan melakukan sesuatu dalam kesehariannya pada
dasarnya merupakan aplikasi dari metafora itu sendiri.
2) Strategi Penerjemahan
Konsep strategi dalam penelitian ini identik dengan konsep metode yang
digunakan oleh Vinay dan Darbelnet (dalam Venuti (ed.), 2000:84-93), prosedur oleh
Newmark (1988:68-93), dan penyesuaian (adjustment) oleh Nida (1964) dan Larson
(1998), serta teknik oleh Molina dan Albir (2002), yakni suatu cara mencapai
kesepadanan antara TSu dan TSa.
3) Metode Penerjemahan
Metode penerjemahan menurut Newmark (1988) dan Machali (2000)
berlaku untuk keseluruhan teks, sedangkan prosedur berlaku untuk kalimat dan
satuan-satuan bahasa yang lebih kecil (seperti klausa, frasa, kata). Oleh karena itu,
Baker (1991:17) menilai pilihan padanan selalu tergantung tidak hanya pada sistem
bahasa atau sistem yang sedang ditangani oleh seorang penerjemah, tetapi juga pada
bagaimana cara, baik penulis teks sumber maupun penerjemah, memanipulasi sistem
bahasa yang bersangkutan.
4) Ideologi Penerjemahan
Secara etimologis ideologi berasal dari kata ideo berarti gagasan-gagasan dan
logos berarti ilmu. Thompson (2003) dan Storey (2004) menyatakan bahwa ideologi
menunjuk pada kasadaran atau keyakinan atau pendirian tentang pemikiran atau
pandangan tertentu. Demikian pula, dalam penerjemahan ada dua ideologi. Pertama,
ideologi domestikasi yang menyatakan bahwa terjemahan yang baik adalah
terjemahan yang mengacu pada bahasa sasaran. Kedua, ideologi foreignisasi yang
menyatakan bahwa terjemahan yang baik adalah terjemahan yang mengacu pada
bahasa sumber, atau dengan kata lain, teks terjemahan yang baik adalah teks
terjemahan yang masih mempertahankan bentuk-bentuk bahasa sumber termasuk
unsur-unsur kulturalnya.
xx
2.3 Landasan Teori
Beberapa teori yang digunakan untuk menjawab dan memecahkan
permasalahan dalam penelitian ini adalah teori semantik dari Palmer ( 2001), teori
metafora konseptual oleh Lakoff dan Johnson (1980, 1993, 2003), K�vecses (2005,
2006); teori penerjemahan dari Newmark (1988), Larson (1998), Vinay & Darbelnet
(1958, 2000), Molina dan Albir (2002), teori ideologi penerjemahan dari Venuti
(1995), Tymoczko (2003), Hoed (2003), Munday (2007, 2008). Teori semantik dari
Palmer (2001) dan teori metafora konseptual yang dikemukakan oleh Lakoff dan
Johnson (1980) dan didukung oleh teori metafora konseptual yang dikembangkan oleh
K�vecses (2005, 2006) dipergunakan untuk mengkaji aplikasi metafora teks
perumpamaan dalam Injil Lukas dan untuk menganalisis permasalahan nomor satu
dari penelitian ini. Menurut Lakoff (1993), metafora konseptual bisa juga disebut
conceptual theory of metaphor/conceptual metaphor theory/a cognitive theory of
metaphor/the contemporary of metaphor. Esensi metafora adalah bagaimana pembaca
memahami dan mengalami (berdasarkan pengalaman) satu hal (konsep) melalui
konsep yang lain, seperti dinyatakan pada kutipan berikut: “the essence of metaphor is
understanding and experiencing one kind of thing in terms of another” (Lakoff dan
Johnson, 1980:5). Dari kutipan tersebut dapat dikatakan bahwa metafora merupakan
satu cara bagaimana pembaca memahami satu ranah pengalaman (RSa) melalui ranah
pengalaman yang lain yang lebih mudah dipahami atau yang sudah dikenal (RSu).
Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa metafora merupakan relasi antar domain
dalam sistem konseptual manusia (Lakoff, 1993:203).
Teori penerjemahan khususnya yang dikembangkan oleh Newmark dan
ditopang oleh teori penerjemahan lain yang dikembangkan oleh Nida (1964), Vinay
dan Darbelnet (1958/2000), Catford (1965), Bassnett-McGuire (1980), Baker (1995),
Larson (1998) dipergunakan untuk menganalisis permasalahan nomor dua dan teori
penerjemahan yang dikemukakan oleh Tymoczko (2003) dan Hoed (2003)
dipergunakan untuk mengkaji permasalahan nomor tiga dari penelitian ini. Teori
xxi
penerjemahan metafora yang dikembangkan oleh Newmark (1988) ditopang oleh
teori terjemahan metafora yang dikembangkan oleh Larson (1998) yang
dipergunakan untuk menganalisis permasalahan nomor dua dan tiga dalam penelitian
ini mencakup (1) prosedur penerjemahan metafora; (2) teknik penerjemahan
metafora; (3) metode penerjemahan, dan (4) ideologi penerjemahan.
2.4 Model Penelitain
Model penelitian digambarkan seperti di bawah ini.
3. Metode Penelitian
Penelitian ini menerapkan metode kualitatif berupa analisis teks (textual
analysis), analisis komparatif yang didasarkan pada model komparatif difokuskan
Penerjemahan Metafora Konseptual dalam Perumpamaan Injil Lukas
Metafora Konseptual Penerjemahan Ideologi
Kategori Pemetaan Konseptual Koherensi Korespondensi Analogi Karakteristik
Prosedur Teknik Metode
Domestikasi Foreignisasi
Teori Semantik
Teori Metafora
Teori Penerjemahan
Teori Ideologi
TEMUAN
xxii
pada jenis metafora dari ketiga kategori metafora konseptual (orientasional,
ontologis, dan struktural) dalam teks perumpamaan Injil Lukas diterjemahkan dari
bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia. Penelitian kualitatif didukung oleh
pendekatan kognitif (yang dikemukakan oleh Lakoff dan Johnson, 1980) merupakan
salah satu pendekatan dalam linguistik kognitif, terutama ranah semantik leksikal
yang membicarakan metafora konseptual. Peneliti juga menerapkan metode
penelitian berbasis korpus, yakni daftar kata kunci yang merupakan data awal diambil
dari baris konkordansi dan contoh penggunaan ungkapan metaforis dalam berbagai
konteks dalam bentuk kalimat dan paragraf, diidentifikasi, kemudian dilakukan
interpretasi. Signifikansi diperoleh dengan membandingkan subkorpus TSu sebagai
subkorpus yang sedang diteliti yang terdapat dalam Injil Lukas (yang menjadi data
utama) dibandingkan dengan subkorpus yang ada dalam Injil Matius dan Markus
(sebagai korpus pembanding).
4. Hasil Pembahasan
Kategori metafora konseptual diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu (1) metafora
orientasional; (2) metafora ontologis; dan (3) metafora struktural.Setelah
dikategorikan, dilakukan pemetaan konseptual, dilanjutkan dengan analisis strategi
penerjemahan yang diterapkan penerjemah yang meliputi, prosedur, teknik, metode
dan ideologi penerjemahan.
(1) Pemetaan Konseptual Metafora Orientasional
Metafora orientasional merupakan salah satu kategori metafora konseptual yang
mengacu pada konsep spasial/ruang yang menjelaskan wilayah pengetahuan abstrak
dengan aspek pengalaman manusia yang membumi terhadap ruang yang nyata.
Misalnya, UP-DOWN, IN-OUT, FRONT-BACK, ON-OFF, DEEP-SHALLOW, CENTRAL-
PERIPHERAL (Lakoff dan Johnson, 1980:14). Metafora pada data di bawah ini
termasuk jenis metafora orientasional status sosial karena melalui verba stand sebagai
xxiii
RSu yang merupakan ungkapan metaforis dapat diinterpretasikan melalui PK seperti
berikut.
(1) a. The Pharisee stood and prayed thus with himself, “God, I thank You that I amnot like other men-extortioners, unjust, adulterers, or even as this tax collector. I fast twice a week; I give tithes of all that I possess”. (Lukas 18:11-12)
b. And the tax collector, standing afar off, would not so much as raise his eyes to heaven, but beat his breast, saying, “God be merciful to me a sinner!” (Lukas 18:13)
Pada data (1a), verba stood yang merupakan bentuk kedua dari verba stand
sebagai RSu dari segi bentuk adalah verba informatif. Verba tersebut merupakan
entitas abstrak dari perspektif linguistik kognitif yang membentuk sebagian sistem
simbol dari Kekristenan, yakni exalt sebagai RSa, merupakan konsep metafisika
yang digunakan untuk mendefinisikan exalt (Neville, 2001). Konsep stand yang
dikonseptualisasikan menjadi exalt sebagai RSa dapat dipetakan melalui PK:EXALT IS
DOWN. Dapat dikatakan bahwa, verba stand yang sesungguhnya mengandung makna
harfiah menengadah, secara metafora konseptual, dianalogikan sebagai exalt
(meninggikan diri sendiri).
Koherensi metaforis pada ranah sumber dari metafora itu diambil dari
kehidupan sehari-hari sebagai sistem simbol yang merupakan realitas kehidupan,
yaitu kaum Farisi adalah kelompok orang Yahudi yang mempertahankan dan
memegang kuat pengajaran tradisi pada waktu itu. Namun, di samping tendensi
kerohanian yang kuat, mereka menjadi arogan dan menekankan formalitas yang
berlebihan sampai mengabaikan ketentuan hukum moral yang lebih penting (Hillyer,
1999:299-300). Hal inilah yang menunjuk pada perumpamaan yang terdapat dalam
Lukas 18:11-13.
Pemetaan konseptual EXALT IS DOWN dapat berdasarkan kesamaan ciri yang
dimiliki oleh EXALT, yakni berdasarkan kesamaan ciri yang dimiliki oleh orang Farisi
yang meninggikan diri sendiri (EXALT) sebagai ranah sasaran. Korespondensi
konseptual yang ditunjukkan karena hubungan kesamaan ciri antara ranah mental
xxiv
sumber dan target dapat dijelaskan melalui ungkapan stood yang secara harfiah
bermakna menengadah dianalogikan dengan exalt menjadi metafora. Dengan
ungkapan stood dapat diinferensikan bahwa pewarta mengonseptualisasikan stood
memiliki ciri yang mirip dengan exalt (memuji diri sendiri), yaitu melalui ungkapan
“aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan
pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai”. Ungkapan-ungkapan tersebut
sangat jelas merupakan ungkapan yang memuji diri-sendiri dan merendahkan orang
lain (pemungut cukai).
Pada data (1.b), frasa adverbial standing afar off sebagai RSu, yang dari segi
bentuk adalah frasa verba,merupakan entitas abstrak dari perspektif linguistik kognitif
menghasilkan RSa humble (merendahkan diri sendiri). Makna yang tercipta dari
entitas abstrak yang membentuk sebagian sistem simbol dari Kekristenan humble
sebagai RSa merupakan konsep metafisika yang digunakan untuk mendefinisikan
humble (Neville, 2001). Konsep standing afar off yangdikonseptualisasikan menjadi
humble sebagai RSa dapat dipetakan melalui PK: HUMBLE IS UP. Dengan kata lain,
dapat dikatakan bahwa frasa adverbial standing afar off yang sebenarnya
mengandung makna harfiah ‘berdiri jauh-jauh’, secara metafora konseptual
dianalogikan sebagai humble (merendahkan diri sendiri).
Koherensi metaforis pada ranah sumber dari metafora tersebut diambil dari
kehidupan sehari-hari sebagai sistem simbol yang merupakan realitas kehidupan,
yaitu pemungut cukai (orang Yahudi), pengumpul cukai atau bea demi kepentingan
penjajah Romawi karena pada waktu itu Israel dijajah bangsa Romawi atau dapat
dikatakan orang Yahudi yang bekerja untuk penjajah. Tugas mereka mencakup
pengumpulan persepuluhan dan bermacam-macam pajak langsung. Mereka sejak
awal cenderung memeras dan menyelewengkan pajak dan orang yang penuh dosa
(bdk. pengakuan yang tersirat dari Zakheus,Lukas 19:8) (Hillyer, 1999:285-286). Hal
inilah yang menunjuk pada perumpamaan yang terdapat dalam Lukas 18:11-13.
xxv
Pemetaan konseptual HUMBLE IS UP dapat dilihat bahwa frasa verba standing
afar off sebagai RSu yang bersifat abstrak digambarkan, dianalogikan dengan
merendahkan diri sendiri (HUMBLE) sehingga berdasarkan kesamaan ciri yang
dimiliki oleh HUMBLE, dimiliki oleh pemungut cukai yang merendahkan diri sendiri
(UP) sebagai ranah sasaran. Kesamaan ciri atau karakteristik yang terdapat dalam
kedua komponen makna tersebut menjadi dasar metafora, yakni pemungut cukai yang
jauh berdiri di belakang yang bermakna merendahkan diri akan ditinggikan.
Korespondensi konseptual yang ditunjukkan karena hubungan kesamaan ciri
antara ranah mental sumber dan target dapat dijelaskan melalui ungkapan standing
afar off yang secara harfiah bermakna berdiri jauh-jauh disandingkan dengan humble
menjadi metafora. Dengan ungkapan standing afar off dapat diinferensikan bahwa
pewarta mengonseptualisasikan standing afar off memiliki kesamaan ciri dengan
humble (merendahkan diri sendiri), dan dalam teks tersebut sangat jelas terlihat aspek
merendahkan diri sendiri, yaitu melalui ungkapan “bahkan ia tidak berani
menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah
aku orang berdosa ini”. Ungkapan-ungkapan tersebut sangat jelas merupakan
ungkapan yang merendahkan diri sendiri.
(2) Pemetaan Konseptual Metafora Ontologis
Metafora ontologis lebih mewakili upaya untuk menjelaskan konsep dan
pengetahuan yang abstrak dalam kehidupan manusia, seperti kejadian-kejadian,
aktivitas, emosi dan gagasan yang diwujudkan dalam kata-kata dan kalimat yang
mengarah pada objek dan substansi fisik yang jelas dan nyata secara fisik. Metafora
ontologis mengonseptualisasikan pikiran, pengalaman, dan proses atau hal yang
abstrak lainnya ke sesuatu yang memiliki sifat fisik.
Metafora pada data (2) termasuk metafora ontologis kain karena a garment
‘kain’ sebagai RSu yang merupakan ungkapan metaforis. Kajian difokuskan pada
interpretasi makna dan signifikansi dari cerita (perumpamaan) tersebut.
xxvi
(2) No one puts a piece from a new garment on an old one; otherwise the new makesa tear, and also the piece that was taken out of the new does not match the old. (Lukas 5:36)
Nomina a garment sebagai RSu dalam kalimat tersebutmerupakan kontainer
abstrak dari perspektif linguistik kognitif terbukti dari adanya adverbia onpada frasa
an old one yang secara metafora konseptual melalui entitas konkret dapat lebih
mudah dipahami. Dengan kata lain, kontainer/wadah tersebut melalui PK dapat
dipetakan sehingga menjadi sebuah RSa yang ideal. Pemetaan metafora konseptual a
garment adalah tenet sebagai RSa.
Makna yang tercipta dari kontainer/wadah abstrak yang membentuk
sebagian sistem simbol dari Kekristenan adalah tenet sebagai RSa merupakan konsep
metafisika yang digunakan untuk mendefinisikan tenet tersebut (Neville, 2001).
Konsep a garment yang dikonseptualisasikan sebagai a tenet RSa dapat dipetakan
melalui PK: TENET IS GARMENT. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa garment
yang sebenarnya merupakan kain, secara metafora konseptual dianalogikan sebagai
tenet (ajaran). Koherensi metaforis pada ranah sumber dari metafora itu diambil dari
bahasa sehari-hari sebagai sistem simbol yang merupakan realitas kehidupan.
Metafora TENET IS GARMENT dapat dipahami bagaimana kain (GARMENT) sebagai
RSu yang bersifat abstrak dibandingkan dengan ajaran (TENET) supaya dipahami
maksud yang terkandung dalam metafora tersebut.
Eksistensi dari garment dapat dikonstruksikan secara esensial dengan dua cara.
Pertama, sebagai pemikiran dan tindakan. Kedua, hal tersebut memiliki sense sebagai
proses dan bahkan peristiwa atau hasil dari sebuah proses. Sebagai proses ‘tidak ada
seorang pun mengoyakkan secarik kain dari baju yang baru dan menambalkannya
pada baju yang lama, karena itu menambal lubang pada kain lama dengan memakai
kain baru justru akan merusak dan mengoyakkan kain yang ditambal itu’ (Lukas
5:37). Dari proses ini terlihat bahwa terjadi analogi antara garment sebagai RSu dan
tenet sebagai RSa atau analogi antara “kain” dan “ajaran.” Dalam konteks ini biasanya
xxvii
orang sulit menerima ajaran baru apabila mereka sudah meyakini ajaran lama sebagai
paham yang menurut mereka benar.
(3) Pemetaan Konseptual Metafora Struktural
Metafora struktural adalah jenis metafora yang keseluruhan konsep mentalnya
yang kompleks distrukturisasikan dalam sekumpulan/seperangkat istilah dan konsep
yang lebih konkret. Metafora struktural juga didasarkan pada dua ranah, yakni ranah
sumber dan ranah sasaran berdasarkan korelasi sistematis dari pengalaman sehari-
hari. Lakoff dan Johnson (2003:5) menegaskan bahwa metafora konseptual
struktural bersifat dinamis karena memanifestasikan apa yang sedang dipikirkan,
dirasakan, dan dilakukan penggunanya selalu berubah sesuai dengan pikiran,
perasaan, dan pengalaman berbeda pada setiap budaya. Jenis metafora ini biasanya
menggunakan ekspresi linguistik individual yang beragam.
Dilihat dari bentuknya ungkapan metaforis lamps burning pada data (3)
merupakan frasa verba yang termasuk metafora struktural pelita. Interpretasi makna
dan signifikansi data (3) dari cerita (perumpamaan), yakni “iman yang
hidup/waspada” sebagai simbol dijelaskan dengan Pemetaan Konseptual (PK).
(3) Let yourwaist be girded and yourlamps burning. (Lukas 12:35)
Frasa verba lamps burning pada data (3) sebagai Rsu merupakan entitas
abstrak dari perspektif linguistik kognitif yang secara metafora konseptual melalui
entitas konkret serta melalui PK dapat dipetakan sehingga menjadi sebuah RSa yang
ideal. Pemetaan metafora konseptual lamps burning adalah “waspada/ iman yang
hidup” sebagai RSa. Konsep lamps burning yang dikonseptualisasikan menjadi faith
of life sebagai RSa dapat dipetakan melalui PK: FAITH OF LIFE IS WAKEFUL. Dengan
kata lain, dapat dikatakan bahwa lamps burning yang sesungguhnya adalah “pelita
yang terus menyala”, secara metafora konseptual dianalogikan sebagai faith of life
(iman yang hidup). Klausa waist be girded sebagai RSu juga merupakan entitas
abstrak dari perspektif linguistik kognitif yang dapat dipetakan sebagai be ready to
serve sehingga menghasilkan makna sebagai RSa. Koherensi metaforis yang terdapat
xxviii
dalam Lukas 12:35 diambil dari kehidupan sehari-hari, yakni orang Yahudi termasuk
para hamba, pada zaman dahulu biasa memakai pakaian panjang sampai menutupi
tumit kaki. Oleh karena itu, ketika seorang hamba bekerja atau melayani tuannya,
ujung pakaiannya diikatkan pada ikat pinggang agar ujung pakaian tersebut tidak
menghalangi saat bekerja (Reilling, Swellengrebel, 2005: 432). Dari koherensi ini
muncullah ayat yang berbunyi “Hendaklah pinggangmu tetap berikat dan pelitamu
tetap menyala” (Lukas 12:35). Demikian pula, pelita pada zaman dahulu di Palestina,
terbuat dari tanah liat dengan bahan bakar minyak zaitun yang dipakai untuk
penerangan. Pemetaan konseptual FAITH OF LIFE IS WAKEFUL dapat dipahami
bagaimana “pelita yang terus menyala” sebagai RSu yang bersifat abstrak
digambarkan, karena dibandingkan dengan “iman yang hidup” berdasarkan
kesamaan ciri yang dimiliki antara “pelita yang terus menyala’ dan ciri yang dimiliki
oleh “iman yang hidup” sebagai RSa. Kesamaan ciri atau karakteristik yang terdapat
dalam kedua komponen makna tersebut menjadi dasar metafora yakni “pelita yang
terus menyala” yang diacu dalam perumpamaan itu karena minyak di dalam pelita
mengalir melalui sumbu, agar pelita itu menyala, sumbu itulah yang dibakar
(Throntveit, 2012: 223-224). Demikian pula halnya dengan ungkapan “pinggang
yang tetap berikat” yang bermakna selalu siap melayani/bekerja. Analoginya adalah
perilaku yang selalu siap melayani merupakan cermin dari iman yang hidup.
(3) Prosedur dan Teknik Terjemahan Metafora Konseptual
Analisis yang dilakukan terhadap strategi penerjemahan metafora wadah
(container metaphor/containment metaphor) sebagai salah satu subkategori metafora
ontologis, yaitu metafora yang digunakan untuk mengungkapkan konsep-konsep
abstrak, misalnya ide, emosi, kegiatan sebagai sesuatu yang konkret, seperti objek,
benda cair (substance), wadah penampungan (container), atau orang. Pada data
berikut terdapat konsep abstrak ide yang dikonkretkan menjadi objek.
PK: A MAN IS LAMB
(4) Go your way; behold I send you as lambs among wolves.(Lukas 10:3) (BS)
xxix
Pergilah, sesungguhnya Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala. (Lukas 10:3) (BT)
Dari perspektif prosedur penerjemahan metafora, metafora dalam TSu
diterjemahkan menjadi bentuk metafora dalam TSa yangmengacu pada penerjemahan
ungkapan metaforis sebagai realisasi PK: A MAN IS LAMB karena “domba”
dianalogikan dengan “manusia”, di mana domba dalam konteks ini berfungsi sebagai
objek.
Dalam menerjemahkan TSu yang di dalamnya terdapat metafora domba,
penerjemah menggunakan sebuah prosedur penerjemahan dan duateknik
penerjemahan. Dari aspek prosedur penerjemahan metafora, metafora dalam TSu
diterjemahkan menjadi bentuk metafora dalam TSa dengan RSu (citra) yang sama,
yaitu lamb, sebagai RSu diinterpretasikan menjadi man sebagai RSa.
Demikian pula, metafora pada data (4) di atas merupakan bentuk gramatikal
yang mewakili dua proposisi dalam struktur semantis yang mengkodekan proposisi
keadaan. Konsep inti proposisi tersebut merupakan keadaan yang direpresentasikan
oleh nomina lambs. Sebuah proposisi terdiri atas sebuah topik, dan sebuah citra
(tentang topik). Dari kalimat tersebut terdapat adanya topik--- domba; citra---
pengikut Tuhan; titik kemiripan---manusia yang diutus ke tengah-tengah dunia; dan
makna nonfiguratif --- pengikut Tuhan yang diutus ke tengah-tengah dunia yang
penuh dengan bahaya.Dua teknik penerjemahan yang diterapkan oleh penerjemah
dalam menerjemahkan data tersebut di atas, yaitu pertama, lambsamongwolves
menjadi domba di antara serigala, penerjemah menerapkan teknik penerjemahan
shift atau transposisi, yang tekniknya mengindikasikan perubahan dalam tata bahasa
dari BS ke BT. Penerjemah menerapkan teknik transposisi dengan meniadakan
pemarkah “s” atau pemarkah ”s” sebagai penanda nomina jamak dalam BS tidak
diterjemahkan, yang nampak pada penerjemahan lambs menjadi domba dan
penerjemahan wolves menjadi serigala, walaupun proses transfer tidak mengubah
makna dalam pesan teks tersebut. Dengan menerjemahkan terminologi lambs among
xxx
wolves (BS) menjadi domba di antara serigala (BT), penerjemah mengungkapkan
terminologi tersebut secara alamiah dan menyesuaikannya dengan struktur bahasa
penerima. Penerjemah menerapkan teknik transposisi dengan tidak menerjemahkan
pemarkah “s” yang merupakan pemarkah nomina jamak dalam BS. Dapat dikatakan
bahwa penerjemah berorientasi pada BT, yang dalam kelaziman BT pemarkah
tersebut tidak selalu harus diterjemahkan, yang bertujuan agar hasil terjemahan
berterima di kalangan pembaca bahasa target. Kedua, penerjemah menerapkan teknik
penerjemahan modulasi, yakni pergeseran sudut pandang untuk menerjemahkan send
menjadi mengutus. Verba mengutus dalam bahasa Yunani adalah apostello. Apostello
bermakna memberi sebuah perintah untuk dilakukan. Kata ini juga merujuk pada
sebuah kegiatan yang sedang dan yang akan dilakukan. Kata apostello merupakan
kala present indicative active. Present berarti kegiatan yang sedang dan terus-
menerus berlangsung, sedangkan indicative merujuk pada sebuah keterangan/bukti
tentang apa yang akan terjadi. Active berarti merujuk pada sebuah aktivitas yang
sedang dilakukan. Dalam hal ini TB sangat akurat menerjemahkan verba send
menjadi mengutus. Tampaknya, penerjemah lebih merujuk pada bahasa asli (Yunani
Koine) dalam menerjemahkan verba ini sehingga pesan teks sampai ke pembaca
sasaran sesuai dengan yang diamanatkan oleh bahasa sumber.
(5) Metode Terjemahan Metafora Konseptual
Metode penerjemahan yang dipilih oleh penerjemah dalam menerjemahkan
teks perumpamaan Injil Lukas adalah komunikatif dan adaptasi karena teks ini
termasuk kategori teks khusus, yakni jenis teks informatif (informative text), yang
lebih mengutamakan ketepatan makna, pesan, intensi yang terdapat dalam Tsu. Teks
perumpamaan juga termasuk kategori teks imperatif (vocative text) yang berfungsi
untuk memengaruhi pembaca untuk melakukan sesuatu, dan teks ekspresif
(expressive text) yang berorientasi pada ungkapan perasaan penulis teks.Selain
metode penerjemahan harfiah dan setia serta semantik melalui penerapan teknik
harfiah, teknik transposisi, teknik penambahan unsur leksikal (amplifikasi linguistik),
xxxi
serta teknik transferensi yang lebih berorientasi pada BS, penerjemah juga
menerapkan metode penerjemahan komunikatif, yaitu sebuah strategi penerjemahan
yang berorientasi pada BT, meskipun penggunaannya lebih sedikit apabila
dibandingkan dengan metode penerjemahan harfiah dan transposisi. Hal tersebut
dapat dibuktikan dengan penerapan teknik harfiah, teknik transposisi, dan teknik
penambahan unsur leksikal. Berdasarkan penerapan teknik penerjemahan metafora
dalam TSu ke dalam TSa ditemukan beberapa teknik penerjemahan
Fenomena penerjemahan lain adalah penerjemah juga menerapkan satu
teknik deskriptif ekuivalen disamping modulasi, adaptasi, harfiah, penambahan unsur
leksikal sebagai strategi penerjemahan metafora dari TSu ke TSa. Hal ini
mengindikasikan bahwa penerjemah juga mengutamakan faktor keterbacaan bagi
pembaca sasaran. Hasil analisis menunjukkan bahwa transposisi sebagai salah satu
teknik penerjemahan yang berorientasi pada BT cukup efektif dalam penerjemahan
teks perumpamaan dalam Injil Lukas. Fenomena penerapan strategi penerjemahan
yang cukup menarik meskipun kemunculannya tidak signifikan, yaitu teknik
penerjemahan kompensasi yang diterapkan penerjemah. Pada penerapan teknik
penerjemahan kompensasi penerjemah memperkenalkan unsur-unsur pesan lekaslah
dan tergeraklah hatinya kemungkinan sebagai pengaruh stilistika dalam teks TSa.
Fenomena tersebut dapat dipahami dengan dua alasan, yaitu: pertama, penerjemah
mungkin menyadari kehadiran metafora konseptual dalam TSu yang memiliki dimensi
kultural; dan kedua, konstruksi kalimat TSu yang agak rumit sehingga ada unsur
leksikal tertentu dalam sebuah konstruksi frasa, klausa atau bahkan kalimat yang
mendapat perhatian lebih dari penerjemah.
Penerapan prosedur penerjemahan dan metode penerjemahan
berdasarkan kemunculan penggunaannya sangat relevan dengan genre bahasa religi
sebagai salah satu bentuk atau jenis teks yang memiliki fungsi informatif atau
pewartaan, yaitu memberi pewartaan tentang prinsip-prinsip kebenaran Kristiani yang
xxxii
mengacu pada realitas kehidupan pada zaman dahulu yang masih sangat relevan
dengan realitas kehidupan masa kini.
(6) Ideologi Penerjemahan
Penerapan prosedur penerjemahan metafora konseptual memiliki
kecenderungan berorientasi pada BT, dan kecenderungan yang sama juga terlihat pada
penerapan sejumlah teknik penerjemahan TSa yang berorientasi pada BT.Penerapan
prosedur penerjemahan metafora konseptual yang berorientasi pada BT dalam TSa
tampaknya menggunakan beberapa teknik penerjemahan yang lebih mengutamakan
BT. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penerjemah lebih memilih ideologi
domestikasi daripada ideologi foreignisasi ketika menerjemahkan teks perumpamaan
pada Injil Lukas dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia.
6. Temuan Baru Penelitian
Temuan baru yang dihasilkan dalam penelitian Penerjemahan Metafora
Konseptual dalam Perumpamaan Injil Lukas ini merupakan novelty yang dibagi
menjadi dua, yaitu temuan teoretis dan temuan empiris.
6.1 Temuan Teoretis
Temuan teoretis mengacu pada teori-teori yang diaplikasikan dalam penelitian
disertasi adalah: (1) teori metafora konseptual yang berkaitan dengan relasi dan
korespondensi RSu dan RSa; (2) teori semantik yang berkaitan dengan makna tanda
verbal dan memori semantik; (3) teori terjemahan yang berkaitan dengan prosedur,
teknik, metode penerjemahan yang digunakan oleh penerjemah dalam
menerjemahkan perumpamaan dalam Injil Lukas; dan (4) ideologi berkaitan dengan
teori penerjemahan yang diterapkan oleh penerjemah dalam menerjemahkan
perumpamaan dalam Injil Lukas.
Peneliti mencoba merekonstruksi teori metafora konseptual yang
dikemukakan oleh Lakoff dan Johnson (1980) dan yang dikembangkan oleh
K�vecses (2006) melalui beberapa PK. Rekonstruksi tersebut dibuat baik untuk
xxxiii
metafora konseptual orientasional, metafora konseptual ontologis, maupun matafora
konseptual struktural. Rekonstruksi teori yang terdapat pada metafora orientasional
dirancang melalui PK: DIE IS DOWN, yang berfungsi untuk menganalogikan kematian
sebagai sesuatu yang turun secara vertikal. Demikian pula, PK: EXALT IS DOWN yang
merupakan analogi meninggikan diri sendiri sebagai sesuatu yang turun secara
vertikal. Sementara itu, PK: HUMBLE IS UP menganalogikan seseorang yang
merendahkan diri sendiri sebagai sesuatu yang naik secara vertikal. Rekonstruksi
terhadap kategori metafora ontologis juga dilakukan terhadap PK: A MAN IS THE TREE
yang berfungsi untuk menganalogikan pohon dengan manusia. PK: TENET IS
GARMENT merupakan penggunaan ungkapan metaforis untuk menganalogikan kain
dengan ajaran. Hal yang sama juga terjadi pada PK: TENET IS WINEyang
menganalogikan anggur dengan ajaran. PK: LAMB IS MAN merupakan analogi domba
dengan manusia. PK: THE LIGHT IS EYE digunakan untuk menganalogikan mata
dengan terang. Peneliti juga merekonstruksi kategori metafora stuktural, yakni
metafora yang menjelaskan struktur sebuah konsep dengan cara membandingkannya
dengan struktur konsep yang lain pada beberapa PK, seperti PK: FAITH IS A
FOUNDATION merupakan analogi konsep iman dengan dasar bangunan. PK: THE
WORD OF GOD IS A SEED mengonseptualisasikan analogi benih dengan firman
Tuhan.PK: THE WORD OF GOD IS A PLANT merupakan analogi firman Tuhan dengan
tumbuhan. PK: LIFE IN FAITH IS LIGHT secara konseptual merupakan analogi hidup
dalam iman dengan terang.PK: FAITH BASIS IS KEEP PRAYING, secara konseptual
merupakan analogi berdoa tanpa jemu dengan dasar iman. PK: FAITH OF LIFE IS
WAKEFUL adalah analogi pelita yang terus menyala dengan iman yang hidup. PK:
KINGDOM OF GOD IS GREAT BANQUET jamuan makan besar merupakan struktur
konsep yang dinalogikan dengan Kerajaan Allah. PK: GOD IS LOVE, merupakan konsep
Tuhan yang dianalogikan dengan kasih, PK: FAITH IS SALT secara konseptual merupakan
analogi garam dengan iman.
xxxiv
Berdasarkan pada pemetaan konseptual (PK), temuan baru analisis
memperlihatkan kurang paralelnya pengategorian metafora konseptual yang
dikemukakan oleh Lakoff dan Johnson (1980). Misalnya jenis metafora orientasional
dapat dikategorikan ke dalam jenis metafora struktural, dan metafora ontologis
ternyata juga dapat dikategorikan ke dalam jenis metafora struktural. Demikian pula,
ungkapan metaforis yang sama dapat dipetakan dengan PK yang berbeda. Sebaliknya,
satu PK diungkapkan dengan lebih dari satu ungkapan metaforis seperti,PK: THE
WORD OF GOD IS A PLANT, FAITH BASIS IS KEEP PRAYING, FAITH OF LIFE IS
WAKEFUL, KINGDOM OF GOD IS GREAT BANQUET, AFFECTION IS WARMTH,
danGOD IS LOVE.
Sementara itu, menurut pandangan K�vecses (2006), kaitan antara ranah
sumber dan ranah target merupakan hubungan yang berlaku antara ranah sumber
yang dapat diberlakukan pada beberapa ranah target, demikian pula satu ranah target
mungkin dapat diberlakukan pada beberapa ranah sumber. Hubungan yang berlaku
antara ranah sumber yang dapat diberlakukan pada beberapa ranah target disebut
ruang lingkup sumber. Misalnya, ranah sumber bangunan selain sesuai diterapkan
untuk teori, melalui PK: THEORIES ARE BUILDING sesuai juga untuk kehidupan
iman, dalam hal ini, PK: FAITH IS A FOUNDATION.
Demikian pula, ranah sumber tumbuhan, selain sesuai diterapkan untuk
ekonomi, melalui PK: ECONOMY IS A PLANT, seperti pada frasa economic growth,
sesuai pula untuk ranah sumber firman Tuhan yang diungkapkan melalui PK: THE
WORD OF GOD IS A PLANT. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa seseorang
menggunakan memori semantiknya dengan mengasosiasikan ciri atau karakteristik
entitas yang satu dengan entitas lainnya.
Di samping itu, K�vecses (2006) mengatakan bahwa entailment
potensial merupakan pemetaan tambahan. RSu sering memetakan gagasan melebihi
gagasan yang ada dalam ranah target.Pemetaan tambahan seperti itu disebut
entailment atau inferensi. Entailment potensial terdapat pada PK: FAITH IS SALT yang
termasuk kategori metafora stuktural melalui PK: BAD IS DOWN yang termasuk dalam
xxxv
kategori metafora orientasional. Aspek konsep SALT dan aspek konsep DOWN
(salthas lost its flavor) berada, baik pada ranah sumber maupun pada ranah target.
Dari analisis analogi karakteristik ditemukan korespondensi antara komponen
RSa dan RSu. Kesamaan ciri atau karakteristik yang terdapat dalam kedua komponen
tersebut menjadi dasar metafora. Berdasarkan korespondensi konseptual ranah mental
target dan RSu, secara garis besar, ada kecenderungan yang ditunjukkan oleh
kemiripan atau kesamaan ciri antara ranah mental target dengan RSu. Namun,
pemilihan suatu ranah sumber tertentu untuk suatu ranah target dilakukan karena
didasarkan pada pengalaman yang dirasakan tubuh ketika mengalami kondisi yang
dirasakan, misalnya PK: AFFECTION IS WARMTH (data melalui ungkapan fell on his
neck yang bermakna merangkul, dan ungkapan lays it on his shoulders yang
bermakna meletakkannya di atas bahunya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
korespondensi dapat ditunjukkan melalui hubungan kasih sayang dengan kehangatan.
Relasi ontologis antara RSa dan RSu relevan dalam penerjemahan, khususnya
konsep keterjemahan metafora. Keterjemahan tidak lagi berkaitan dengan ungkapan
metaforis yang terdapat dalam teks sumber (TSu), tetapi berkaitan erat dengan sistem
konseptual dalam budaya sumber dan budaya target, karena perbedaan PK dalam BS
dengan PK dalam BT terletak pada bentuk ungkapan metaforis yang digunakan untuk
mengungkapkan konsep yang sama. Hal ini sejalan dan turut memperkuat teori
metafora konseptual (K�vecses, 2002). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
pendekatan kognitif terhadap metafora memiliki implikasi terhadap teori dan praktik
penerjemahan.
Demikian pula, penelitian ini membuktikan bahwa analisis ungkapan
metaforis pada tataran kalimat atau paragraf menjadi komponen yang sangat penting
karena ungkapan metaforis tersebut sekaligus menjadi unit analisis dalam analisis
penerjemahan. PK diperlukan pada tahap analisis TSu, terutama pada tahap
pengategorian berbagai jenis metafora konseptual dalam TSu. Ketika analisis masuk
pada tahap berikutnya, yakni analisis terjemahan yang melibatkan TSu dan TSa untuk
xxxvi
mengkaji penerapan strategi penerjemahan, data ungkapan metaforis dalam TSu dan
terjemahannya dalam TSa menjadi fokus analisis.
Penelitian ini juga membuktikan bahwa dalam beberapa hal penerjemah lebih
mengutamakan makna dan ciri TSu tetap dapat dipertahankan dalam TSa berdasarkan
sejumlah teknik penerjemahan yang diterapkan yang menunjukkan ideologi yang
diterapkan oleh penerjemah dalam tataran mikroteks turut memperkuat teori yang
dikemukakan oleh (Vinay Darbelnet, 1958; Newmark, 1988; Baker, 1992; Molina &
Albir, 2005). Hal tersebut dapat dilihat dalam penerapan teknik penerjemahan yang
berorientasi pada BT yang masuk dalam kategori direct translation yang dalam
penelitian ini tampak pada penerapan teknik penerjemahan harfiah dan transferensi.
Di samping itu, penerjemah juga memiliki kecenderungan ciri TSa dalam teks
penerjemahan perumpamaan Injil Lukas yang cukup menonjol berdasarkan
penerapan teknik penerjemahan yang berorientsi pada BT yang dalam hal ini masuk
dalam ketagori oblique translation yang terdapat pada penerapan teknik
penerjemahan transposisi, amplifikasi linguistik, modulasi, adaptasi, analisis
komponensial, idiomatis, pemadanan fungsional, deskriptif ekuivalen, dan
kompensasi.
Apabila dilihat dari penerapan prosedur penerjemahan metafora konseptual,
penerjemah memiliki kecenderungan menerjemahkan metafora menjadi bentuk
metafora dengan citra yang sama. Namun, ada metafora diterjemahkan menjadi
bentuk non metafora dengan citra yang sama, dan ada pula metafora diterjemahkan
menjadi bentuk non metafora dengan citra yang berbeda. Temuan penelitin
berdasarkan analisis metode penerjemahan menunjukkan bahwa penerjemah
cenderung menerapkan metode penerjemahan komunikatif, adaptasi, dan idiomatis
sebagai strategi penerjemahan yang berorientasi ke BT.
Penerapan metode penerjemahan komunikatif mencerminkan ideologi
penerjemahan yang dianut oleh penerjemah dalam menerjemahkan metafora
konseptual dalam perumpamaan Injil Lukas. Secara umum dapat dikatakan bahwa
xxxvii
teknik penerjemahan, metode dan ideologi penerjemahan secara kolektif
mencerminkan strategi penerjemahan yang diterapkan oleh penerjemah ketika
mengatasi masalah penerjemahan metafora konseptual dalam teks bidang religi dari
bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia yang dalam konteks ini peneliti melibatkan
interpretasi makna lintas budaya, yaitu budaya sumber dan budaya target.
Penelitian ini membuktikan bahwa terdapat kecenderungan penerapan teknik
penerjemahan yang berorientasi pada BT, yaitu penerapan teknik transposisi,
amplifikasi linguistik, modulasi, adaptasi, analisis komponensial, idiomatis,
pemadanan fungsional, deskriptif ekuivalen, dan kompensasi.Penerapan teknik-teknik
penerjemahan tersebut mengindikasikan bahwa penerjemah menganut ideologi
domestikasi. Dalam penerjemahan, penerapan teknik-teknik tersebut juga didorong
oleh faktor perbedaan sistem bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, di samping
perbedaan faktor budaya dan preferensi penerjemah. Bagaimanapun di dalam
perumpamaan, gaya bercerita pewarta juga cukup menonjol sehingga penerjemah
menerapkan teknik transposisi yang bersifat manasuka yang bertujuan untuk
memberikan penekanan topik pembicara dan untuk menunjukkan preferensi stilistik
penerjemah.
6.2 Temuan Empiris
Temuan empiris adalah temuan-temuan yang berhasil diperoleh oleh peneliti
berdasarkan data konkret di lapangan. Temuan empiris diperoleh melalui proses
observasi mendalam serta analisis kritis terhadap fenomena kebahasaan. Ada beberapa
temuan menarik yang berhasil ditemukan dalam penelitian ini yang merupakan novelty
dari disertasi ini. Temuan-temuan empiris tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut.
Secara keseluruhan, berdasarkan kategori metafora konseptual, ditemukan 18
PK yang termasuk ke dalam ketiga jenis metafora konseptual, yaitu metafora
konseptual orientasional, metafora konseptual ontologis, dan metafora konseptual
struktural. Berdasarkan deskripsi dan analisis kategori metafora konseptual
orientasional, terdapat tiga metafora yang dimanifestasikan oleh empat ungkapan
xxxviii
metaforis. Sementara itu, terdapat lima metafora ontologis yang dimanifestasikan oleh
lima ugkapan metaforis. Demikian pula, terdapat sepuluh metafora struktural terdiri
atas metafora struktural bangunan termanifestasikan dalam 18 ungkapan metaforis.
Analisis berdasarkan PK, menunjukkan bahwa dari tiga jenis metafora
orientasional terdapat dalam empat ungkapan metaforis. Ungkapan metaforis tersebut
adalah cut yang dianalogikan dengan die; lost its flavor dianalogikan dengan bad;
stood dianalogikan dengan exalt; standing afar off dianalogikan dengan humble. Lima
jenis metafora ontologis terdapat dalam enam ungkapan metaforis, yaitu tree
dianalogikan dengan man; garment dianalogikan dengan tenet; wine juga dianalogikan
dengan tenet; lambs dianalogikan dengan man; the eye dianalogika dengan light.
Sembilan jenis metafora struktural yang dimanifestasikan oleh 18 ungkapan metaforis,
yaitu faith dianalogikan dengan foundation; the seed dianalogikan dengan the Word of
God; the Word of God dianalogikan dengan a plant; life in faith dianalogikan dengan
light; keep praying dianalogikan dengan faith basis; faith of life dianalogikan dengan
wakeful; kingdom of God dianalogikan dengan great banquet; affection dianalogika
dengan warmth, God dianalogikan dengan love; dan faith dianalogikan dengan salt.
Berdasarkan kecenderungan penerapan teknik penerjemahan metafora
konseptual dari TSu ke TSa, ditemukan beberapa teknik penerjemahan yang
berorientasi pada BT, yaitu 30 teknik transposisi, sepuluh teknik amplifikasi linguistik
(penambahan unsur leksikal), lima teknik modulasi, tiga teknik analisis komponen,
dua teknik kompensasi, satu teknik adaptasi, satu teknik idiomatis, satu teknik
pemadanan fungsional, dan satu teknik deskriptif ekuivalen. Sementara itu, teknik-
teknik penerjemahan metafora yang berorientasi pada BS terdapat 12 penerapan teknik
harfiah, dan satu teknik transferensi.
Penerapan teknik transposisi sebagai akibat faktor perbedaan sistem bahasa
yang bersifat wajib, yaitu dengan mengubah kategori gramatikal BS dengan kategori
gramatikal BT, ditemukan melalui pergeseran struktur. Terdapat enam frasa nominal
bahasa Inggris yang menganut hukum MD diterjemahkan ke dalam frasa nominal
xxxix
bahasa Indonesia yang menganut hukum DM. Sementara itu, terdapat dua pergeseran
struktur yang bersifat wajib, yaitu dengan mengubah konstuksi pasif ke aktif. Hal
tersebut dilakukan supaya teks terjemahan berterima di kalangan pembaca sasaran.
Demikian pula, terdapat dua pergeseran unit yang merupakan penerapan teknik
penerjemahan transposisi yang bertujuan untuk menghindari distorsi makna. Di
samping itu, terdapat satu pergeseran kategori yang bersifat manasuka yang
diterapkan oleh penerjemah untuk memberikan penekanan topik pembicara.
Penerapan teknik transposisi lainnya, yaitu terdapat sembilan pergeseran kategori dari
pemarkah tunggal dalam bahasa Inggris yang tidak diterjemahkan dalam bahasa
Indonesia, dan sepuluh kategori nomina yang pemarkah jamak diterjemahkan ke
dalam nomina yang pemarkah tunggal, karena kelaziman yang terjadi pada BT.
Berdasarkan prosedur penerjemahan metafora konseptual, dari data yang
dikaji dalam penelitian ini ada 20 metafora, yang di dalamnya terdapat 18
metaforaditerjemahkan menjadi bentuk metafora dengan citra yang sama, satu
metafora diterjemahkan menjadi bentuk non-metafora dengan citra yang sama, dan
satu metafora diterjemahkan dengan bentuk non-metafora dengan citra yang berbeda.
Secara umum ideologi yang dianut oleh penerjemah adalah ideologi
domestikasi. Hal ini terlihat dari teknik penerjemahan, metode penerjemahan yang
secara kolektif mencerminkan ideologi penerjemahan yang dianut oleh penerjemah
ketika menerjemahkan metafora konseptual dalam teks bidang religi, dalam hal ini,
perumpamaan Injil Lukas dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia.
7. Simpulan dan Saran
Penelitian ini difokuskan untuk menemukan jawaban atas persoalan
terjemahan metafora konseptual dalam perumpamaan Injl Lukas sehingga berhasil
ditemukan jawaban atas permasalahan yang diajukan dan dinyatakan sebagai
simpulan penelitian. Permasalahan kategori metafora konseptual yang terdapat dalam
perumpamaan Injil Lukas, strategi penerjemahan yang diterapkan oleh penerjemah,
xl
dan ideologi yang dianut oleh penerjemah dapat dideskripsikan secara maksimal
melalui proses triangulasi data yang berpedoman pada penjaringan korpus paralel,
model komparatif, sintesis teori dan konfirmasi partisipasi informan kunci yang
mengetahui interpretsi metafora dalam perumpaman.
7.1 Simpulan
Simpulan yang dapat diambil dari analisis yang sudah dilakukan dipaparkan
berdasarkan permasalahan yang dikaji, sebagai berikut.
(1) Pemetaan konseptual terhadap kategori metafora konseptual terkait dengan
permasalahan nomor satu dari penelitian ini memiliki peran dan fungsi yang
sangat penting dalam teks bidang religi, khususnya dalam teks perumpamaan
Injil Lukas. Memahami makna ungkapan metaforis melalui perspektif kognitif
yang dilakukan dalam penelitian ini turut memperkuat teori metafora, dalam hal
ini dapat memberi pencerahan terhadap bagaimana metafora dalam berbagai
jenis teks dapat dikaji. Penelitian ini menekankan empat fungsi metafora
konseptual dalam perumpamaan Injil Lukas (TSu) dan terjemahannya dalam
bahasa Inggris (TSa), yaitu (1) fungsi kognitif yang bertujuan untuk
memudahkan pemahaman substansi perumpamaan dalam teks religi; (2) fungsi
retoris kebahasaan untuk tujuan pedagogis, yaitu sebagai sebuah terobosan baru
dalam metodologi penerjemahan yang dapat digunakan oleh pengajar ketika
mengajarkan praktisi (penerjemah) dalam konteks penerjemahan teks metafora
konseptual bahasa Inggris (BS) ke bahasa Indonesia (BT) sehingga terkait erat
dengan konsep keterjemahan, yaitu sejauh mana metafora konseptual dapat
diterjemahkan ke BT dan sejauh mana metafora konseptual tidak dapat
diterjemahkan ke BT (Shuttleworth dan Cowie, 1977). (3) fungsi kultural yang
bertujuan untuk memudahkan komunikasi antara pembaca dalam budaya sumber
dan pembaca bahasa target melalui aplikasi metafora konseptual dalam teks
perumpamaan Injil Lukas; dan (4) fungsi pragmatis-kontekstual yang bertujuan
agar terjemahan metafora konseptual dalam perumpamaan Injil Lukas secara
xli
kontekstual dapat dipahami oleh pembaca target sesuai dengan konteksnya.
Metafora konseptual tidak berdiri sendiri dalam sebuah konteks, dalam teks
bidang religi, metafora konseptual muncul bersama komponen TSu yang lain,
karena konstruksi bahasa yang menyertai metafora konseptual dalam sebuah
paragraf TSu juga mempersulit upaya penerjemahan. Oleh karena itu,
penerjemah menerapkan sejumlah alternatif teknik penerjemahan, seperti halnya
penerapan prosedur dan metode penerjemahan metafora konseptual di atas.
(2) Prosedur penerjemahan terkait dengan permasalahan nomor dua dari penelitian
ini yang sering diterapkan oleh penerjemah adalah prosedur metafora dalam TSu
yang diterjemahkan menjadi bentuk metafora dalam TSa dengan RSu (citra) yang
sama. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa RSu (citra) dalam TSa sama
dengan RSu (citra) dalam TSu sehingga lebih bernuansa BS. Fakta empiris ini
semakin menguatkan strategi penerjemahan, khususnya prosedur penerjemahan
yang diusulkan oleh Larson (1984), Newmark (1988), termasuk faktor
keterjemahan turut mempermudah penerjemahan metafora konseptual. Strategi
penerjemahan yang mencakup teknik, prosedur, metode dan ideologi
mencerminkan wujud nyata dari upaya yang dilakukan oleh penerjemah untuk
menerjemahkan metafora konseptual dalam TSu dari tataran makroteks sampai
pada tataran mikroteks. Penelitian ini menguatkan berbagai alternatif prosedur
penerjemahan metafora yang diusulkan oleh beberapa pakar metafora, seperti
Broeck (1981), Larson (1984), Newmark (1988), walaupun terdapat banyak
kesamaan di antara prosedur tersebut. Disertasi ini mensitesiskan prosedur
penerjemahan dengan teori metafora konseptual Lakoff (1993) yang lebih
mengedepankan pemetaan konseptual (conceptual mapping), yakni relasi
ontologis antara RSa dengan RSu yang dalam pendekatan terdahulu lebih dikenal
dengan istilah citra (image). Salah satu kecenderungan yang muncul dari hasil
penelitian ini adalah bahwa metode penerjemahan harfiah versi Newmark dan
teknik penerjemahan harfiah dari sisi penggunaan istilah diperlakukan secara
xlii
berbeda. Secara hierarkis, metode penerjemahan harfiah mengacu pada salah
satu prinsip yang dianut oleh penerjemah, sedangkan teknik penerjemahan
harfiah lebih bersifat teknis yang beroperasi pada tataran kata atau frasa.
(3) Aspek lain yang menarik dalam aplikasi prosedur penerjemahan metafora
berdasarkan temuan dalam penelitian ini adalah bahwa penerjemah memiliki
kecenderungan berorientasi pada BT. Kecendrungan ini dapat dipahami karena
ideologi juga “berbicara” pada tataran teknik dan metode penerjemahan metafora
konseptual. Kecenderungan penerapan ideologi oleh penerjemah turut
memperkuat teori strategi penerjemahan, khususnya ideologi dalam
penerjemahan (Mason, 1992; Venuti, 1995; Van Dijk, 1998; Fawcett & Munday,
2009) tentang sikap penerjemah terhadap kedua kutub ideologi tersebut.
7.2 Saran
Saran atau rekomendasi yang dapat disampaikan adalah:
(1) Peneliti menganggap bahwa konsep PK akan terus relevan ketika penelitian
bertujuan untuk membandingkan perbedaan PK antara BS dengan BT yang
melibatkan korpus monolingual BS dan korpus monolingual BT. Korpus yang
mengacu pada comparable corpora yang terdiri atas satu korpus dalam sebuah
bahasa (misalnya, bahasa Indonesia) dan satu korpus terjemahan dari bahasa
asing. Oleh karena itu, penelitian yang menggunakan konsep PK yang
melibatkan comparable corpora direkomendasikan untuk penelitian
selanjutnya.
(2) Peneliti merekomendasikan rekonstruksi terhadap teori metafora konseptual
sangat mungkin terus dilakukan, karena kemunculan PK sangat dipengaruhi
oleh konteks yang melatari ungkapan metaforis dalam realitas kehidupan.
(3) Peneliti merekomendasikan penelitian lanjutan, yaitu koherensi metaforis
dalam TSa vs TSu dan gaya bahasa penerjemah (translator style). Identifikasi
kemunculan ungkapan metaforis dalam TSu membuktikan bahwa beberapa
jenis metafora atau PK sering muncul secara simultan dalam sebuah paragraf.
xliii
Sebuah pertanyaan akan muncul bagaimanakah tingkat koherensi dalam TSu
dapat dipertahankan atau tidak dapat dipertahankan dalam TSa.
(4) Peneliti juga merekomendasikan penelitian lanjutan, yakni inferensi terhadap
metafora, mengingat kemunculan inferensi atau entailmentbanyak terdapat
dalam penelitian ini. Pertanyaan akan muncul apakah inferensi tersebut akan
berdampak terhadap produk terjemahan.