metode role playing satry
TRANSCRIPT
METODE ROLE PLAYING
Metode role playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan yang dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh. Metode ini lebih menekankan terhadap masalah yang diangkat dalam ‘pertunjukan’, dan bukan pada kemampuan pemain dalam melakukan permainan peran.Menurut Gangel (1986) role playing adalah suatu metode mengajar merupakan tindakan yang dilakukan secara sadar para pemain diskusi tentang peran dalam kelompok. Menurut Blatner (2002), role playing adalah sebuah metode untuk mengeksplorasi hal-hal yang menyangkut situasi social yang kompleks.
Di dalam kelas, suatu masalah diperagakan secara singkat sehingga semua siswa bisa mengetahui situasi yang diperankan. Semuanya berfokus pada pengalaman kelompok. Guru harus mengenalkan situasinya dengan jelas sehingga tokoh dan penontonnya memahami masalah yang disampaikan. Sama seperti para pemainnya, penonton juga terlibat penuh dalam situasi belajar. Pada saat menganalisa dan berdiskusi, penonton harus memberikan solusi-solusi yang mungkin bisa digunakan untuk mengatasi masalah yang disampaikan.Langkah-langkah metode role playing:
1. Bila role playing baru ditetapkan dalam pengajaran, maka hendaknya guru menerangkannya terlebih dahulu teknik pelaksanaanya, dan menentukan diantara siswa yang tepat untuk memerankan lakon tertentu, secara sederhana dimainkan di depan kelas
2. Menerapkan situasi dan masalah yang akan dimainkan dan perlu juga diceritakan jalannya peristiwa dan latar belakang cerita yang akan dipentaskan tersebut.
3. Pengaturan adegan dan kesiapan mental dapat dilakukan sedemikian rupa4. Setelah role playing itu dalam puncak klimas, maka guru dapat menghentikan jalannya
drama. Hal ini dimaksudkan agar kemungkinan-kemungkinan pemecahan masalah dapat diselesaikan secara umum, sehingga penonton ada kesempatan untuk berpendapat dan menilai role playing yang dimainkan. Role playing dapat pula dihentikan bila menemui jalan buntu
5. Guru dan siswa dapat memberikan komentar, kesimpulan atau berupa catatan jalannya role playing untuk perbaikan-perbaikan selanjutnya.
Kebaikan metode role playing antara lain :
1. Dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa. Disamping merupakan pengalaman yang menyenangkan yang sulit untuk dilupakan
2. Sangat menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan kelas menjadi dinamis dan penuh antusias
3. Membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa kebersamaan dan kesetiakawanan sosial yang tinggi
4. Dapat menghayati peristiwa yang berlangsung dengan mudah, dan dapat memetik butir-butir hikmah yang terkandung di dalamnya dengan penghayatan siswa sendiri
Kelemahan metode role playing antara lain :
1. Role playing/ bermain peranan memerlukan waktu yang relatif panjang banyak.2. Memerlukan kreativitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak guru maupun murid. Dan
ini tidak semua guru memilikinya.3. Kebanyakan siswa yang ditunjuk sebagai pemeran merasa malu untuk memerlukan suatu
adegan tertentu.4. Apabila pelaksanaan role playing dan bermain pemeran mengalami kegagalan, bukan
saja dapat memberi kesan kurang baik, tetapi sekaligus berarti tujuan pengajaran tidak tercapai
5. Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui metode ini.
Saran-saran yang perlu pendapat perhatian dalam pelaksanaan metode ini:
1. Merumuskan tujuan yang akan dicapai dengan melalui metode ini. Dan tujuan tersebut diupayakan tidak terlalu sulit/berbelit-belit, akan tetapi jelas dan mudah dilaksanakan.
2. Melatar belakang cerita role playing dan bermain peranan tersebut. Hal ini agar materi pelajaran dapat dipahami secara mendalam oleh siswa/anak didik.
3. Guru menjelaskan bagaimana proses pelaksanaan role playing dan bermain peranan melalui peranan yang harus siswa lakukan/mainkan.
4. Menetapkan siapa-siapa diantara siswa yang pantas memainkan/melakonkan jalannya suatu cerita. Dalam hal ini termasuk peranan penonton.
5. Guru dapat menghentikan jalannya permainan apabila telah sampai titik klimaks. Hal ini dimaksudkan agar kemungkinan-kemungkinan pemecahan masalah dapat didiskusikan secara seksama.
Contoh pelaksanaan metode Role Playing dalam materi Barter
Dalam ilmu ekonomi , uang didefenisikan sebagai setiap alat tukar yang dapat diterima secara umum. Alat tukar itu dapat berupa benda apa saja yang dapat diterima setiap orang di masyarakat dalam proses pertukaran barang dan jasa. Sebelum uang diciptakan, masyarakat pada zaman dahulu melakukan perdagangan dengan cara barter. Barter merupakan pertukaran barang dengan barang. Untuk lebih memahami materi barter, maka diterapkan metode role playing dalam pembelajaran. Caranya adalah sebagai berikut:
1. Bagilah kelas menjadi 4 kelompok. Dua kelompok pertama adalah penduduk desa petani, dan dua kelompok lainnya adalah kelompok desa peternak.
2. Kita akan melakukan pertukaran barang antara kelompok desa petani dan desa peternak. Untuk itu guru akan membagikan kertas yang berisikan benda yang ingin dibeli dan benda yang ingin dijual dalam dua kertas yang berbeda. Misalnya: siswa dari desa petani memiliki beras dan ingin membeli ikan. Maka guru akan membagikan kertas yang bertuliskan Beras dan ikan pada dua lembar kertas yang berbeda.
3. Buatlah keempat kelompok tersebut berdiri berhadapan, guru akan memberi aba-aba dan memberi batas waktu bagi siswa untuk menemukan teman dari kelompok lain yang sesuai dengan daftar yang ia miliki.
4. Ingat bahwa siswa harus menemukan siswa lain yang memiliki daftar yang sesuai dengan dirinya. Artinya siswa yang memiliki beras ingin memiliki ikan, harus menemukan yang
ingin menjual ikan dan ingin membeli beras. Jika salah satu daftar tidak cocok, maka ia harus mencari teman yang lain.
5. Kelompok yang telah mendapatkan pasangannya, segera melapor kepada guru.6. Kesimpulan dan evaluasi. Dalam hal kesimpulan dan evaluasi ini guru dalam di bantu
oleh pertanyaan berikut:
-Apakah keuntungan melakukan barter?-Apa kesulitan yang dirasakan saat melakukan barter?-Ceritakan dengan singkat proses melakukan barter.
KESIMPULAN
Metode role playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan yang dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh. Metode ini lebih menekankan terhadap masalah yang diangkat dalam ‘pertunjukan’, dan bukan pada kemampuan pemain dalam melakukan permainan peran. Dalam pembelajaran metode role playing, interaksi sosial menjadi salah satu faktor penting bagi perkembangan skema mental yang baru. Dimana dalam pembelajaran ini siswa ikut berperan aktif dan dapat mengetahui secara langsung bagaimana proses dari suatu kegiatan dalam bidang akuntansi, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa untuk memecahkan persoalan berfikir kritis dan melakukan observasi serta menarik kesimpulan. Setiap metode memiliki kelemahan dan kelebihan tertentu, begitu juga dengan metode role playing ini. Namun yang penting disini, kelemahan dalam suatu metode tertentu dapat ditutupi dengan memakai metode yang lain. Salah satu kelemahan metode ini ialah tidak setiap materi dapat disajikan dengan metode ini. Untuk itu solusinya diharapkan guru dapat memilih materi yang tepat untuk dipergunakannya metode ini.
Demikianlah uraian tentang Metode Role Playing, semoga artikel ini bermanfaat bagi para pendidik untuk selalu meningkatkan mutu pengajaran sehingga pembelajaran yang dirancang dapat lebih bervariatif, lebih bermakna, menantang sekaligus menyenangkan.
A. Metode Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan. B. Tujuan pembelajaran Role PlayingMenurut Zuhaerini (1983: 56), model ini digunakan apabila pelajaran dimaksudkan untuk: (a) menerangkan suatu peristiwa yang di dalamnya menyangkut orang banyak, dan berdasarkan pertimbangan didaktik lebih baik didramatisasikan daripada diceritakan, karena akan lebih jelas dan dapat dihayati oleh anak; (b) melatih anak-anak agar mereka mampu menyelesaikan masalah-masalah sosial-psikologis; dan (c) melatih anak-anak agar mereka dapat bergaul dan memberi kemungkinan bagi pemahaman terhadap orang lain beserta masalahnya.
C. Sintak/langkah-langkah model pembelajaran role playingLangkah-langkah model pembelajaran ini adalah: guru menyiapkan scenario pembelajaran, menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario tersebut, pembentukan kelompok siswa, penyampaian kompetensi, menunjuk siswa untuk melakonkan skenario yang telah dipelajarinya, kelompok siswa membahas peran yang dilakukan oleh pelakon, presentasi hasil kelompok, bimbingan penyimpulan dan refleksi.
D. Pengertian dan ciri-ciri pembelajaran Role Playing
Bermain peran pada prinsipnya merupakan pembelajaran untuk ‘menghadirkan’ peran-peran yang ada dalam dunia nyata ke dalam suatu ‘pertunjukan peran’ di dalam kelas/pertemuan, yang kemudian dijadikan sebagai bahan refleksi agar peserta memberikan penilaian terhadap . Misalnya: menilai keunggulan maupun kelemahan masing-masing peran tersebut, dan kemudian memberikan saran/ alternatif pendapat bagi pengembangan peran-peran tersebut. Pembelajaran ini lebih menekankan terhadap masalah yang diangkat dalam ‘pertunjukan’, dan bukan pada kemampuan pemain dalam melakukan permainan peran.Role playing adalah sejenis permainan gerak yang didalamnya ada tujuan, aturan dan sekaligus melibatkan unsur senang (Jill Hadfield, 1986). Dalam role playing murid dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas, meskipun saat itu pembelajaran terjadi di dalam kelas, dengan menggunakan bahasa Inggris. Selain itu, role Playing sering kali dimaksudkan sebagai suatu bentuk aktivitas dimana pembelajar membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar kelas dan memainkan peran orang lain (Basri Syamsu, 2000).
Dalam role playing murid diperlakukan sebagai subyek pembelajaran, secara aktif melakukan praktik-praktik berbahasa (bertanya dan menjawab dalam bahasa Inggris) bersama teman-temannya pada situasi tertentu. Belajar efektif dimulai dari lingkungan yang berpusat pada diri murid (Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, 2002). Lebih lanjut prinsip pembelajaran PKn standar kompetensi memahami kebebasan berorganisasi, dan menghargai keputusan bersama, murid akan lebih berhasil jika mereka diberi kesempatan memainkan peran dalam bermusyawarah, melakukan pemungutan suara terbanyak dan bersikap mau menerima kekalahan sehingga dengan melakukan berbagai kegiatan tersebut dan secara aktif berpartisipasi, mereka akan lebih mudah menguasai apa yang mereka pelajari (Boediono, 2001). Jadi, dalam pembelajaran murid harus aktif, karena tanpa adanya aktivitas, maka proses pembelajaran tidak mungkin terjadi. Sementara itu, sesuai dengan pengalaman penelitian sejenis yang telah dilakukan, manfaat yang dapat diambil dari role playing adalah: Pertama, role playing dapat memberikan semacam hidden practise, dimana murid tanpa sadar menggunakan ungkapan-ungkapan terhadap materi yang telah dan sedang mereka pelajari. Kedua,
role playing melibatkan jumlah murid yang cukup banyak, cocok untuk kelas besar. Ketiga, role playing dapat memberikan kepada murid kesenangan karena role playing pada dasarnya adalah permainan. Dengan bermain murid akan merasa senang karena bermain adalah dunia siswa. Masuklah ke dunia siswa, sambil kita antarkan dunia kita (Bobby DePorter, 2000: 12)E. kelebihan dan kekurangan role playing
Kelebihan Metode Role Playing
Kelebihan metode Role Playing melibatkan seluruh siswa berpartisipasi, mempunyai kesempatan untuk memajukan kemampuannya dalam bekerja sama. Siswa juga dapat belajar menggunakan bahasa dengan baik dan benar. Selain itu, kelebihan metode ini adalah, sebagai berikut:
1) Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.2) Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang berbeda.3) Guru dapat mengevaluasi pengalaman siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan permainan.4) Dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa. Disamping merupakan pengaman yang menyenangkan yang saling untuk dilupakan5) Sangat menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan kelas menjadi dinamis dan penuh antusias 6) Membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa kebersamaan dan kesetiakawanan sosial yang tinggi7) Dapat menghayati peristiwa yang berlangsung dengan mudah, dan dapat memetik butir-butir hikmah yang terkandung di dalamnya dengan penghayatan siswa sendiri 8) Dimungkinkan dapat meningkatkan kemampuan profesional siswa, dan dapat menumbuhkan / membuka kesempatan bagi lapangan kerja
Kelemahan Metode Role Playing
Hakekatnya sebuah ilmu yang tercipca oleh manusia tidak ada yang sempurna,semua ilmu ada kelebihan dan kekurangan.Jika kita melihat metode Role Playing dalam dalam cakupan cara dalam prooses mengajar dan belajar dalam lingkup pendidikan tentunya selain kelebihan terdapat kelemahan.
Kelemahan metode role palying antara lain:
1. Metode bermain peranan memelrukan waktu yang relatif panjang/banyak2. Memerlukan kreativitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak guru maupun murid.
Dan ini tidak semua guru memilikinya 3. Kebanyakan siswa yang ditunjuk sebagai pemeran merasa malu untuk memerlukan suatu adegan tertentu 4. Apabila pelaksanaan sosiodrama dan bermain pemeran mengalami kegagalan, bukan saja dapat memberi kesan kurang baik, tetapi sekaligus berarti tujuan pengajaran tidak tercapai 5. Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui metode ini
TEORI PERKEMBANGAN KOGNITIF MENURUT VYGOTSKY
A. PENGANTAR
Perkembangan kognitif dan bahasa anak-anak tidak berkembang dalam suatu situasi sosial yang hampa. Lev Vygotsky (1896-1934), seorang psikolog berkebangsaan Rusia, mengenal poin penting tentang pikiran anak ini lebih dari setengah abad yang lalu. Teori Vygotsky mendapat perhatian yang makin besar ketika memasuki akhir abad ke-20.
Sezaman dengan Piaget, Vygotsky menulis di Uni Soviet selama 1920-an dan 1930-an. Namun, karyanya baru dipublikasikan di dunia Barat pada tahun 1960-an. Sejak saat itulah, tulisan-tulisannya menjadi sangat berpengaruh. Vygotsky adalah pengagum Piaget. Walaupun setuju dengan Piaget bahwa perkembangan kognitif terjadi secara bertahap dan dicirikan dengan gaya berpikir yang berbeda-beda, tetapi Vygotsky tidak setuju dengan pandangan Piaget bahwa anak menjelajahi dunianya sendirian dan membentuk gambaran realitas batinnya sendiri.
B. KONSEP SOSIOKULTURAL
Banyak developmentalis yang bekerja di bidang kebudayaan dan pembangunan menemukan dirinya sepaham dengan Vygotsky, yang berfokus pada konteks pembangunan sosial budaya. Teori Vygotsky menawarkan suatu potret perkembangan manusia sebagai sesuatu yang tidak terpisahkan dari kegiatan-kegiatan sosial dan budaya. Vygotsky menekankan bagaimana proses-proses perkembangan mental seperti ingatan, perhatian, dan penalaran melibatkan pembelajaran menggunakan temuan-temuan masyarakat seperti bahasa, sistem matematika, dan alat-alat ingatan. Ia juga menekankan bagaimana anak-anak dibantu berkembang dengan bimbingan dari orang-orang yang sudah terampil di dalam bidang-bidang tersebut. Penekanan Vygotsky pada peran kebudayaan dan masyarakat di dalam perkembangan kognitif berbeda dengan gambaran Piaget tentang anak sebagai ilmuwan kecil yang kesepian.
Piaget memandang anak-anak sebagai pembelajaran lewat penemuan individual, sedangkan Vygotsky lebih banyak menekankan peranan orang dewasa dan anak-anak lain dalam memudahkan perkembangan si anak. Menurut Vygotsky, anak-anak lahir dengan fungsi mental yang relatif dasar seperti kemampuan untuk memahami dunia luar dan memusatkan perhatian. Namun, anak-anak tak banyak memiliki fungsi mental yang lebih tinggi seperti ingatan, berfikir dan menyelesaikan masalah. Fungsi-fungsi mental yang lebih tinggi ini dianggap sebagai ”alat kebudayaan” tempat individu hidup dan alat-alat itu berasal dari budaya. Alat-alat itu diwariskan pada anak-anak oleh anggota-anggota kebudayaan yang lebih tua selama pengalaman
pembelajaran yang dipandu. Pengalaman dengan orang lain secara berangsur menjadi semakin mendalam dan membentuk gambaran batin anak tentang dunia. Karena itulah berpikir setiap anak dengan cara yang sama dengan anggota lain dalam kebudayaannya.
Vygotsky menekankan baik level konteks sosial yang bersifat institusional maupun level konteks sosial yang bersifat interpersonal. Pada level institusional, sejarah kebudayaan menyediakan organisasi dan alat-alat yang berguna bagi aktivitas kognitif melalui institusi seperti sekolah, penemuan seperti komputer, dan melek huruf. Interaksi institusional memberi kepada anak suatu norma-norma perilaku dan sosial yang luas untuk membimbing hidupnya. Level interpersonal memiliki suatu pengaruh yang lebih langsung pada keberfungsian mental anak. Menurut vygotsky (1962), keterampilan-keterampilan dalam keberfungsian mental berkembang melalui interaksi sosial langsung. Informasi tentang alat-alat, keterampilan-keterampilan dan hubungan-hubungan interpersonal kognitif dipancarkan melalui interaksi langsung dengan manusia. Melalui pengorganisasian pengalaman-pengalaman interaksi sosial yang berada di dalam suatu latar belakang kebudayaan ini, perkembangan mental anak-anak menjadi matang.
C. PERKEMBANGAN BAHASA
Para pakar perilaku memandang bahasa sama seperti perilaku lainnya, misalnya duduk, berjalan, atau berlari. Mereka berpendapat bahwa bahasa hanya merupakan urutan respons (Skinner,1957) atau sebuah imitasi (Bandura, 1977). Tetapi banyak diantara kalimat yang kita hasilkan adalah baru, kita tidak mendengarnya atau membicarakannya sebelumnya.
Kita tidak mempelajari bahasa di dalam suatu ”ruang hampa sosial” (social vacuum). Kebanyakan anak-anak diajari bahasa sejak usia yang sangat muda. Kita memerlukan pengenalan kepada bahasa yang lebih dini untuk memperoleh keterampilan bahasa yang baik (Adamson,1992; Schegloff,1989). Dewasa ini, kebanyakan peneliti penguasaan bahasa yakin bahwa anak-anak dari berbagai konteks sosial yang luas menguasai bahasa ibu mereka tanpa diajarkan secara khusus dan dalam beberapa kasus tanpa penguatan yang jelas ( Rice,1993). Dengan demikian aspek yang penting dalam mempelajari suatu bahasa tampaknya tidaklah banyak. Walaupun begitu, proses pembelajaran bahasa biasanya memerlukan lebih banyak dukungan dan keterlibatan dari pengasuh dan guru. Suatu peran lingkungan yang membangkitkan rasa ingin tahu dalam penguasaan bahasa pada anak kecil disebut motherese, yakni cara ibu dan orang dewasa sering berbicara pada bayi dengan frekuensi dan hubungan yang lebih luas dari pada normal, dan dengan kalimat-kalimat yang sederhana.
Bahasa dipahami dalam suatu urutan tertentu. Pada setiap tahap di dalam tahap perkembangan, interaksi linguistik anak dengan orang tua dan orang lain pada dasarnya mengikuti suatu prinsip tertentu ( Conti-Ramsden & Snow, 1991; Maratsos, 1991). Perkembangan pemahaman bahasa pada anak bukan saja sangat dipengaruhi oleh kondisi biologis anak, tetapi lingkungan bahasa di sekitar anak sejak usia dini jauh lebih penting dibandingkan dengan apa yang diperkirakan di masa lalu ( Von Tetzchner & Siegel, 1989).
Vygotsky lebih banyak menekankan bahasa dalam perkembangan kognitif daripada Piaget. Bagi Piaget, bahasa baru tampil ketika anak sudah mencapai tahap perkembangan yang cukup maju. Pengalaman berbahasa anak tergantung pada tahap perkembangan kognitif saat itu. Namun, bagi Vygotsky, bahasa berkembang dari interaksi sosial dengan orang lain. Awalnya, satu-satunya fungsi bahasa adalah komunikasi. Bahasa dan pemikiran berkembang sendiri, tetapi selanjutnya anak mendalami bahasa dan belajar menggunakannya sebagai alat untuk membantu
memecahkan masalah. Dalam tahap praoperasional, ketika anak belajar menggunakan bahasa untuk menyelesaikan masalah, mereka berbicara lantang sembari menyelesaikan masalah. Sebaliknya, begitu menginjak tahap operasional konkret, percakapan batiniah tidak terdengar lagi.
D. ZONE PERKEMBANGAN PROKSIMAL
Meskipun pada akhirnya anak-anak akan mempelajari sendiri beberapa konsep melalui pengalaman sehari-hari, Vygotsky percaya bahwa anak akan jauh lebih berkembang jika berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak tidak akan pernah mengembangkan pemikiran operasional formal tanpa bantuan orang lain.
Pada satu sisi, Piaget menjelaskan proses perkembangan kognitif sejalan dengan kemajuan anak-anak, dan dia menggambarkan bahwa anak-anak mampu melakukan sesuatu sendiri. Pada sisi lain, Vygotsky mencari pengertian bagaiman anak-anak berkembang dengan melalui proses belajar, dimana fungsi-fungsi kognitif belum matang, tetapi masih dalam proses pematangan. Vygotsky membedakan antara aktual development dan potensial development pada anak. Aktual development ditentukan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa atau guru. Sedangkan potensial development membedakan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu, memecahkan masalah di bawah petunjuk orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya.
Menurut teori Vygotsky, Zona Perkembangan Proksimal merupakan celah antara actual development dan potensial development, dimana antara apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa dan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya.
Maksud dari ZPD adalah menitikberatkan ZPD pada interaksi sosial akan dapat memudahkan perkembangan anak. Ketika siswa mengerjakan pekerjaanya di sekolah sendiri, perkembangan mereka kemungkinan akan berjalan lambat. Untuk memaksimalkan perkembangan, siswa seharusnya bekerja dengan teman yang lebih terampil yang dapat memimpin secara sistematis dalam memecahkan masalah yang lebih kompleks. Melalui perubahan yang berturut-turut dalam berbicara dan bersikap, siswa mendiskusikan pengertian barunya dengan temannya kemudian mencocokkan dan mendalami kemudian menggunakannya. Sebuah konsekuensi pada proses ini adalah bahwa siswa belajar untuk pengaturan sendiri (self-regulasi).
E. KONSEP SCAFFOLDING
Scaffolding merupakan suatu istilah yang ditemukan oleh seorang ahli psikologi perkembangan-kognitif masa kini, Jerome Bruner, yakni suatu proses yang digunakan orang dewasa untuk menuntun anak-anak melalui zona perkembangan proksimalnya.
Pengaruh karya Vygotsky dan Bruner terhadap dunia pengajaran dijabarkan oleh Smith et al. (1998).
1. Walaupun Vygotsky dan Bruner telah mengusulkan peranan yang lebih penting bagi orang dewasa dalam pembelajaran anak-anak daripad peran yang diusulkan Piaget, keduanya tidak mendukung pengajaran didaktis diganti sepenuhnya. Sebaliknya mereka malah menyatakan, walaupun anak tetap dilibatkan dalam pembelajaran aktif, guru harus secara aktif mendampingi setiap kegiatan anak-anak. Dalam istilah teoritis, ini berarti anak-anak bekerja dalam zona perkembangan proksimal dan guru menyediakan scaffolding bagi anak selama melalui ZPD.
2. Secara khusus Vygotsky mengemukakan bahwa disamping guru, teman sebaya juga berpengaruh penting pada perkembangan kognitif anak.berlawanan dengan pembelajaran lewat penemuan individu (individual discovery learning), kerja kelompok secara kooperatif ( cooperative groupwork) tampaknya mempercepat perkembangan anak.
3. Gagasan tentang kelompok kerja kreatif ini diperluasa menjadi pengajaran pribadi oleh teman sebaya ( peer tutoring), yaitu seorang anak mengajari anak lainnya yang agak tertinggal dalam pelajaran. Foot et al. (1990) menjelaskan keberhasilan pengajaran oleh teman sebaya ini dengan menggunakan teori Vygotsky. Satu anak bisa lebih efektif membimbing anak lainnya melewati ZPD karena mereka sendiri baru saja melewati tahap itu sehingga bis adengan mudah melihat kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak lain dan menyediakan scaffolding yang sesuai.
Komputer juga dapat digunakan untuk meningkatkan pembelajaran dalam berbagai cara. Dari perspektif pengikut Vygotsky-Bruner, perintah-perintah di layar komputer merupakan scaffolding ( Crook, 1994). Ketika anak menggunakan perangkat lunak (software) pendidikan, komputer memberikan bantuan atau petunjuk secara detail seperti yang diisyaratkan sesuai dengan kedudukan anak yang sedang dalam ZPD. Tak pelak lagi, beberapa anak di kelas lebih terampil dalam menggunakan komputer sehingga bisa berperan sebagai tutor bagi teman sebayanya. Dengan murid-murid yang bekerja dengan komputer, guru bisa dengan bebas mencurahkan perhatinnya kepada individu-individu yang memerlukan bantuan dan menyiapkan scaffolding yang sesuai bagi masing-masing anak.
F. KONSTRUKTIVISME
Pendekatan konstruktivisme pada pendidikan berusaha merubah pendidikan dari dominasi guru menjadi pemusatan pada siswa. Peranan guru adalah membantu siswa mengembangkan pengertian baru. Siswa diajarkan bagaimana mengasimilasi pengalamn, pengetahuan, dan pengertiannya dan apakah mereka siap untuk tahu dari pembentukan pengertian baru ini. Pada bagian ini, kita melihat permulaan aliran konstruktivisme , peranan pengalaman siswa dalam belajar dan bagaiman dapat mengasimilasi pengertiannya.
Konstruktivisme adalah suatu teori belajar yang mempunyai suatu pedoman dalam filosofi dan antropologi sebaik psikologi. Pedoman filosofi pada teori ni ditemukan pada abad ke-5 sebelum masehi. Ketika Socrates memajukan pemikiran dari level sophist oleh metode perkembangan sistematis yang ditemukan melalui gabungan antara pertanyaan dan alasan logika. Metode baru ini yang mengkontribusi secara besar-besaran untuk memajukan aspek pemecahan masalah aliran konstruktivisme.
Penyelidikan atau pengalaman fisik, pengalaman pendidikan adalah kunci metode konstruktivisme. Selama abad ke-18 dan ke-17, filosof Inggris ” Frances Bacon” memberikan ilmu metode untuk menyelidiki lingkungan.
Pendukung konstruktivisme percaya bahwa pengalaman melalui lingkungan, kita akan mengikat informasi yang kita peroleh dari pengalaman ini ke dalam pengertian sebelumnya, membentuk pengertian baru. Dengan kata lain, pada proses belajar masing-masing pelajar harus mengkreasikan pengetahuannya. Pada konstruktivis, kegiatan mengajar adalah proses membantu pelajar-pelajar mengkreasikan pengetahuannya. Konstruktivisme percaya bahwa pengetahuan tidak hanya kegiatan penemuan yang memungkinkan untuk dimengerti, tetapi pengetahuan merupakan cara suatu informasi baru berinteraksi dengan pengertian sebelumnya dari pelajar.
Para konstruktivisme menekankan peranan motivasi guru untuk membantu siswa belajar mencintai pelajaran. Tidak seprti behaviorist, yang menggunakan sangsi berupa reward,
sedangkan konstruktivisme percaya bahwa motivasi internal, seperti kesenangan pada pelajaran lebih kuat daripada reward eksternal.
Konstruktivisme yang mempunyai pengaruh besar pada tahun 1930 yang bekerja sebagai ahli Psikologi Rusia adalah L.S. Vygotsky, yang sangat tertarik pada efek interaksi siswa dengan teman sekelas pada pelajaran. Jaramillo (1996) menjelaskan, Vygotsky mencatat bahwa interaksi individu dengan orang lain berlangsung pada situasi sosial. Vygotsky percaya bahwa subyek yang dipelajari berpengaruh pada proses belajar, dan mengakui bahwa tiap-tiap disiplin ilmu mempunyai metode pembelajaran tersendiri. Vygotsky adalah seorang guru yang tertarik untuk mendesign kurikulum sebagai fasilitas dalam interaksi siswa.
Berita Politik Humaniora Ekonomi Hiburan Olahraga Lifestyle Wisata Kesehatan Tekno Media Muda Green Lipsus Fiksiana Freez
Home
Humaniora
Edukasi
Artikel
Edukasi
Joko Winarto
Jadikan Teman | Kirim Pesan
Change Agen
0inShare
Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget dan Implementasinya dalam PendidikanREP | 12 March 2011 | 23:53 Dibaca: 49601 Komentar: 0 Nihil
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pengetahuan itu bukanlah salinan dari obyek dan juga bukan berbentuk kesadaran
apriori yang sudah ditetapkan di dalam diri subyek, ia bentukan perseptual, oleh
pertukaran antara organisme dan lingkungan dari sudut tinjauan biologi dan antara
fikiran dan obyeknya menurut tinjauan kognitif.
Piaget, dalam Bringuier, 1980, hlm. 110.
Teori Jean Piaget tentang perkembangan kognitif memberikan batasan kembali
tentang kecerdasan, pengetahuan dan hubungan anak didik dengan lingkungannya.
Kecerdasan merupakan proses yang berkesinambungan yang membentuk struktur
yang diperlukan dalam interaksi terus menerus dengan lingkungan. Struktur yang
dibentuk oleh kecerdasan, pengetahuan sangat subjektif waktu masih bayi dan
masa kanak – kanak awal dan menjadi objektif dalam masa dewasa awal.
Perkembangan cara berfikir yang berlainan dari masa bayi sampai usia dewasa
meliputi tindakan dari bayi, pra operasi, operasi kongkrit dan opersai formal. Proses
dibentuknya setiap struktur yang lebih kompleks ini adalah asimilasi dan
akomodasi, yang diatur oleh ekuilibrasi.
Piaget juga memberikan proses pembentukan pengetahuan dari pandangan yang
lain, ia menguraikan pengalaman fisik atau pengetahuan eksogen, yang merupakan
abstraksi dari ciri – ciri dari obyek, pengalaman logis matematis atau pengetahuan
endogen disusun melalui reorganisasi proses pemikiran anak didik . Sruktur
tindakan, operasi kongkrit dan operasai formal dibangun dengan jalan logis –
matematis.
Sumbangan bagi praktek pendidikan untuk karya – karya Piaget mengenali
pengetahuan yang disosialisasikan dari sudut pandangan anak. Implementasi
kurikulum menjadi pelik oleh kenyataan bahwa teorinya tidak memasukan
hubungan antara berfikir logis dan pelajaran – pelajaran pokok seperti membaca
dan menulis.
B. Rumusan Makalah
a. Pengertian Kognitif
b. Prinsip dasar teori Piaget
c. Aspek inteligensi
d. Teori Perkembangan Piaget
e. Implementasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran
f. Kritik Terhadap Teori Piaget
C. Tujuan Perumusan Masalah, Untuk mengetahui
tentang :
a. Pengertian Kognitif
b. Prinsip dasar teori Piaget
c. Aspek inteligensi
d. Teori Perkembangan Piaget
e. Implementasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran
f. Kritik Terhadap Teori Piaget
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Kognitif
Kognitif adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Secara umum
kognitif diartikan potensi intelektual yang terdiri dari tahapan : pengetahuan
(knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (aplication), analisa
(analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation). Kognitif berarti persoalan yang
menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional (akal).
Teori kognitif lebih menekankan bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan kemampuan aspek rasional yang dimiliki oleh orang lain. Oleh sebab itu kognitif berbeda dengan teori behavioristik, yang lebih menekankan pada aspek kemampuan perilaku yang diwujudkan dengan cara kemampuan merespons terhadap stimulus yang datang kepada dirinya.
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar kata kognitif. Dari aspek
tenaga pendidik misalnya. Seorang guru diharuskan memiliki kompetensi bidang
kognitif. Artinya seorang guru harus memiliki kemampuan intelektual, seperti
penguasaan materi pelajaran, pengetahuan mengenai cara mengajar, pengetahuan
cara menilai siswa dan sebagainya.
Akan tetapi apa arti kognitif yang sebenarnya? Lalu apa perkembangan kognitif itu?
Jean Piaget (1896-1980), pakar psikologi dari Swiss, mengatakan bahwa
anak dapat membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri. Dalam
pandangan Piaget, terdapat dua proses yang mendasari perkembangan
dunia individu, yaitu pengorganisasian dan penyesuaian (adaptasi).
Kecenderungan organisasi dapat dilukiskan sebagai kecenderungan
bawaan setiap organisme untuk mengintegasi proses-proses sendiri menjadi
system - sistem yang koheren. Adaptasi dapat dilukiskan sebagai
kecenderungan bawaan setiap organisme untuk memyesuaikan diri dengan
lingkungan dan keadaan sosial.
Piaget yakin bahwa kita menyesuaikan diri dalam dua cara yaitu
asimiliasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi ketika individu menggabungkan
informasi baru ke dalam pengetahuan mereka yang sudah ada. Sedangkan
akomodasi adalah terjadi ketika individu menyesuaikan diri dengan informasi
baru.
B. Prinsip Dasar Teori Piaget
Jean Piaget dikenal dengan teori perkembangan intelektual yg menyeluruh, yg
mencerminkan adanya kekuatan antara fungsi biologi & psikologis ( perkembangan
jiwa).
Piaget menerangkan inteligensi itu sendiri sebagai adaptasi biologi terhadap
lingkungan. Contoh : manusia tidak mempunyai mantel berbulu lembut untuk
melindunginya dari dingin; manusia tidak mempunyai kecepatan untuk lari dari
hewan pemangsa; manusia juga tidak mempunyai keahlian dalam memanjat pohon.
Tapi manusia memiliki kepandaian untuk memproduksi pakaian & kendaraan untuk
transportasi.
Faktor yang Berpengaruh dalam Perkembangan Kognitif, yaitu :
1. Fisik
Interaksi antara individu dan dunia luat merupakan sumber pengetahuan
baru, tetapi kontak dengan dunia fisik itu tidak cukup untuk mengembangkan
pengetahuan kecuali jika intelegensi individu dapat memanfaatkan
pengalaman tersebut.
1. Kematangan
Kematangan sistem syaraf menjadi penting karena memungkinkan anak
memperoleh manfaat secara maksimum dari pengalaman fisik. Kematangan
membuka kemungkinan untuk perkembangan sedangkan kalau kurang hal
itu akan membatasi secara luas prestasi secara kognitif. Perkembangan
berlangsung dengan kecepatan yang berlainan tergantung pada sifat kontak
dengan lingkungan dan kegiatan belajar sendiri.
1. Pengaruh sosial
Lingkungan sosial termasuk peran bahasa dan pendidikan, pengalaman fisik
dapat memacu atau menghambat perkembangan struktur kognitif
1. Proses pengaturan diri yang disebut ekuilibrasi
Proses pengaturan diri dan pengoreksi diri, mengatur interaksi spesifik dari
individu dengan lingkungan maupun pengalaman fisik, pengalaman sosial
dan perkembangan jasmani yang menyebabkan perkembangan kognitif
berjalan secara terpadu dan tersusun baik.
C. Aspek Inteligensi
Menurut Piaget, inteligensi dapat dilihat dari 3 perspektif berbeda :
1. Struktur Disebut juga scheme (skemata/Schemas). Struktur & organisasi
terdapat di lingkungan, tapi pikiran manusia lebih dari meniru struktur realita
eksternal secara pasif. Interaksi pikiran manusia dengan dunia luar,
mencocokkan dunia ke dalam “mental framework”-nya sendiri. Struktur kognitif
merupakan mental framework yg dibangun seseorang dengan mengambil
informasi dari lingkungan & menginterpretasikannya, mereorganisasikannya
serta mentransformasikannya (Flavell, Miller & Miller)
2 hal penting yg harus diingat tentang membangun struktur kognitif :
1.a. seseorang terlibat secara aktif dalam membangun proses.
b. lingkungan dimana seseorang berinteraksi penting untuk
perkembanga struktural.
2. Isi Disebut juga content, yaitu pola tingkah laku spesifik tatkala individu
menghadapi sesuatu masalah. Merupakan materi kasar, karena Piaget kurang
tertarik pada apa yg anak-anak ketahui, tapi lebih tertarik dengan apa yang
mendasari proses berpikir. Piaget melihat “isi” kurang penting dibanding
dengan struktur & fungsinya, Bila isi adalah “apa” dari inteligensi, sedangkan
“bagaimana” & “mengapa” ditentukan oleh kognitif atau intelektual.
3. Fungsi Disebut fungtion, yaitu suatu proses dimana struktur kognitif dibangun.
Semua organisme hidup yg berinteraksi dengan lingkungan mempunyai fungsi
melalui proses organisasi & adaptasi. Organisasi: cenderung untuk
mengintegrasi diri & dunia ke dalam suatu bentuk dari bagian-bagian menjadi
satu kesatuan yg penuh arti, sebagai suatu cara untuk mengurangi
kompleksitas.
Adaptasi terhadap lingkungan terjadi dalam 2 cara :
a) organisme memanipulasi dunia luar dengan cara membuatnya menjadi serupa
dengan dirinya. Proses ini disebut dengan asimilasi. Asimilasi mengambil
sesuatu dari dunia luar & mencocokkannya ke dalam struktur yg sudah ada.
contoh: manusia mengasimilasi makanan dengan membuatnya ke dalam
komponen nutrisi, makanan yg mereka makan menjadi bagian dari diri
mereka.
b) organisme memodifikasi dirinya sehingga menjadi lebih menyukai
lingkungannya. Proses ini disebut akomodasi. Ketika seseorang
mengakomodasi sesuatu, mereka mengubah diri mereka sendiri untuk
memenuhi kebutuhan eksternal. contoh: tubuh tidak hanya mengasimilasi
makanan tapi juga mengakomodasikannya dengan mensekresi cairan
lambung untuk menghancurkannya & kontraksi lambung mencernanya
secara involunter.
Melalui kedua proses penyesuaian tersebut, sistem kognisi seseorang berubah dan berkembang sehingga bisa meningkat dari satu tahap ke tahap di atasnya. Proses penyesuaian tersebut dilakukan seorang individu karena ia ingin mencapai keadaan equilibrium, yaitu berupa keadaan seimbang antara struktur kognisinya dengan pengalamannya di lingkungan. Seseorang akan selalu berupaya agar keadaan seimbang tersebut selalu tercapai dengan menggunakan kedua proses penyesuaian di atas.
D. Teori Perkembangan Piaget
Jean Piaget, merancang model yang mendeskripsikan bagaimana manusia
memahami dunianya dengan mengumpulkan dan mengorganisasikan informasi.
Menurut Piaget seperti yang dikutip Woolfolk (2009) perkembangan kognitif
dipengaruhi oleh maturasi (kematangan), aktivitas dan transmisi sosial. Maturasi
atau kematangan berkaitan dengan perubahan biologis yang terprogram secara
genetik. Aktivitas berkaitan dengan kemampuan untuk menangani lingkungan dan
belajar darinya. Transmisi sosial berkaitan dengan interaksi dengan orang-orang di
sekitar dan belajar darinya.
Tahap – tahap Perkembangan
Piaget membagi perkembangan kognitif anak ke dalam 4 periode utama yang
berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia :
1. Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun)
2. Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)
3. Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
4. Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
1. Periode sensorimotor
Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan
untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi
refleks bawaan tersebut. Periode sensorimotor adalah periode pertama dari
empat periode.
Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan
kemampuan dan pemahaman spatial / persepsi penting dalam enam sub-
tahapan :
a. Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu
dan berhubungan terutama dengan refleks.
b. Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai
empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-
kebiasaan.
c. Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat
sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara
penglihatan dan pemaknaan.
d. Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia
sembilan sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk
melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda
kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek).
e. Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas
sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan
cara-cara baru untuk mencapai tujuan.
f. Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan
tahapan awal kreativitas.
2. Tahapan praoperasionalTahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran (Pra) Operasi dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.
Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan.
3. Tahapan operasional konkrit
Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam
sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang
memadai.
Proses-proses penting selama tahapan operasional konkrit adalah :
Pengurutan—kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau
ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat
mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
Klasifikasi—kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian
benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan
bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam
rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme
(anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan)
Decentering—anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.
Reversibility—anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
Konservasi—memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.
Penghilangan sifat Egosentrisme—kemampuan untuk melihat sesuatu dari
sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang
salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan
boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan
boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam
tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka
itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke
dalam laci oleh Ujang.
4. Tahapan operasional formalTahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada “gradasi abu-abu” di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit.
Informasi umum mengenai tahapan-tahapan
Keempat tahapan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
• Walau tahapan-tahapan itu bisa dicapai dalam usia bervariasi tetapi
urutannya selalu sama. Tidak ada ada tahapan yang diloncati dan tidak ada
urutan yang mundur.
• Universal (tidak terkait budaya)
• Bisa digeneralisasi : representasi dan logika dari operasi yang ada dalam diri
seseorang berlaku juga pada semua konsep dan isi pengetahuan
• Tahapan-tahapan tersebut berupa keseluruhan yang terorganisasi secara
logis
• Urutan tahapan bersifat hirarkis (setiap tahapan mencakup elemen-elemen
dari tahapan sebelumnya, tapi lebih terdiferensiasi dan terintegrasi)
• Tahapan merepresentasikan perbedaan secara kualitatif dalam model
berpikir, bukan hanya perbedaan kuantitatif
Pembelajaran dilakukan dengan memusatkan perhatian kepada :
berfikir atau proses mental anak, tidak sekedar pada hasilnya dan
mengutamakan peran siswa dalam kegiatan pembelajaran serta memaklumi
adanya perbedaan individu dalam kemajuan perkembangan yang dapat
dipegaruhi oleh perkembangan intelektual anak.
Teori dasar perkembangan kognitif dari Jean Piaget mewajibkan guru agar
pembelajaran diisi dengan kegiatan interaksi inderawi antara siswa dengan
benda-benda dan fenomema konkrit yang ada di lingkungan serta
dimaksudkan untuk menumbuh-kembangkan kemampuan berpikir, antara
lain kemampuan berpikir konservasi.
Piaget memusatkan pada tahap-tahap perkembangan intelektual yang dilalui
oleh semua individu tanpa memandang latar konteks sosial dan budaya ,
yang mendalami bagaimana anak berpikir dan berproses yang berkaitan
dengan perkembangan intelektual.
Menurut Peaget, siswa dalam segala usia secara aktif terlibat dalam proses
perolehan informasi dan membangun pengetahuan mereka sendiri.
Pengetahuan tidak statis tetapi secara terus menerus tumbuh dan berubah
pada saat siswa menghadapi pengalaman-pengalaman baru yang memaksa
mereka membangun dan memodivikasi pengetahuan awal mereka.
Piaget menjelaskan bahwa anak kecil memiliki rasa ingin tahu bawaan dan
secara terus –menerus berusaha memahami dunia sekitarnya. Rasa ingin
tahu ini menurut Piaget, memotivasi mereka untuk aktif membangun
pemahaman mereka tentang lingkungan yang mereka hayati. PBI
dikembangkan berdasarkan kepada teori Piaget ini.
Kebanyakan ahli psikologi sepenuhnya menerima prinsip-prinsip umum Piaget
bahwa pemikiran anak-anak pada dasarnya berbeda dengan pemikiran orang
dewasa, dan jenis logika anak-anak itu berubah seiring dengan
bertambahnya usia. Namun, ada juga peneliti yang meributkan detail-detail
penemuan Piaget, terutama mengenai usia ketika anak mampu
menyelesaikan tugas-tugas spesifik.
E. Implementasi Teori Perkembangan Kognitif Piaget Dalam Pembelajaran,
adalah :
1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena
itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara
berfikir anak
2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan
dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan
lingkungan sebaik-baiknya.
1. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak
asing.
4. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
1. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara
dan diskusi dengan teman-temanya.
Inti dari implementasi teori Piaget dalam pembelajaran antara lain
sebagai berikut :
1. Memfokuskan pada proses berfikir atau proses mental anak tidak sekedar pada
produknya. Di samping kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami proses
yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban tersebut.
2. Pengenalan dan pengakuan atas peranan anak-anak yang penting sekali dalam
inisiatif diri dan keterlibatan aktif dalam kegaiatan pembelajaran. Dalam kelas
Piaget penyajian materi jadi (ready made) tidak diberi penekanan, dan anak-
anak didorong untuk menemukan untuk dirinya sendiri melalui interaksi
spontan dengan lingkungan.
3. Tidak menekankan pada praktek - praktek yang diarahkan untuk
menjadikan anak-anak seperti orang dewasa dalam pemikirannya.
4. Penerimaan terhadap perbedaan individu dalam kemajuan perkembangan, teori
Piaget mengasumsikan bahwa seluruh anak berkembang melalui urutan
perkembangan yang sama namun mereka memperolehnya dengan kecepatan
yang berbeda.
F. Kritik terhadap Teori Piaget
1. Pada sebuah studi klasik, McGarrigle dan Donalson (1974) menyatakan
bahwa anak sudah mampu memahami konservasi (conservation) dalam usia
yang lebih muda daripada usia yang diyakini oleh Piaget.
2. Studi lain yang mengkritik teori Piaget yaitu bahwa anak-anak baru
mencapai pemahaman tentang objek permanence pada usia di atas 6 bulan.
Balillargeon dan De Vos (1991) ; 104 anak diamati sampai mereka berusia
18 tahun, dan diuji dengan berbagai tugas operasional formal berdasarkan
tugas-tugas yang dipakai Piaget, termasuk pengujian hipotesa. Mayoritas
anak-anak itu memang belum mencapai tahap operasional formal. Hal ini
sesuai dengan studi-studi McGarrigle dan Donaldson serta Baillargeon dan
DeVos, yang menyatakan bahwa Piaget terlalu meremehkan kemampuan
anak-anak kecil dan terlalu menilai tinggi kemampuan anak-anak yang lebih
tua.
3. Dan belum lama ini, Bradmetz (1999) menguji pernyataan Piaget bahwa
mayoritas anak mencapai formal pada akhir masa kanak-kanak.
BAB III
PENUTUP / KESIMPULAN
Jean Piaget (1896-1980), pakar psikologi dari Swiss, mengatakan
bahwa anak dapat membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri.
Teori Jean Piaget tentang perkembangan kognitif memberikan batasan
kembali tentang kecerdasan, pengetahuan dan hubungan anak didik dengan
lingkungannya. Seorang guru diharuskan memiliki kompetensi bidang
kognitif. Artinya seorang guru harus memiliki kemampuan intelektual,
seperti penguasaan materi pelajaran, pengetahuan mengenai cara
mengajar, pengetahuan cara menilai siswa dan sebagainya.
Jean Piaget dikenal dengan teori perkembangan intelektual yg
menyeluruh, yg mencerminkan adanya kekuatan antara fungsi biologi &
psikologis. Bayi lahir dengan refleks bawaan, skema dimodifikasi dan
digabungkan untuk membentuk tingkah laku yang lebih kompleks. Pada
masa kanak-kanak , anak belum mempunyai konsepsi tentang objek yang
tetap. Ia hanya dapat mengetahui hal-hal yang ditangkap dengan indranya.
Anak telah dapat mengetahui symbol-simbol matematis, tetapi belum dapat
menghadapi hal-hal yang abstrak (tak berwujud).
Menurut Piaget, inteligensi dapat dilihat dari 3 perspektif berbeda :
1. Struktur 2. Isi 3. Fungsi
Menurut Piaget seperti yang dikutip Woolfolk (2009) perkembangan
kognitif dipengaruhi oleh maturasi (kematangan), aktivitas dan transmisi
sosial. Maturasi atau kematangan berkaitan dengan perubahan biologis yang
terprogram secara genetik.
Implementasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam
pembelajaran adalah :
Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa, Anak-anak
akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik,
bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak
asing, berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya
dan di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling
berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
Perbandingan kritik terhadap teori PIAGET dan teori lainnya, diantara lain
:
No
.
Teori PIAGET Teori lainnya
1.
2.
3.
periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
mayoritas anak mencapai formal pada akhir masa kanak-kanak
terlalu meremehkan kemampuan anak - anak kecil dan terlalu menilai tinggi kemampuan anak-anak yang lebih tua
McGarrigle dan Donalson (1974) menyatakan bahwa anak sudah mampu memahami konservasi (conservation) dalam usia yang lebih muda daripada usia yang diyakini oleh Piaget
Balillargeon dan De Vos (1991)
Mayoritas anak-anak itu memang belum mencapai tahap operasional formal
Tidak meremehkan kemampuan anak - anak kecil dan tidak menilai tinggi kemampuan anak-anak yang lebih tua
Perkembangan Kognitif Pada Anak31 Maret 2010 Arya Utama Tinggalkan Komentar Go to comments
Seorang ahli Psikologi mengungkapkan ada beberapa tahapan perkembangan kognitif pada anak, diantaranya adalah:
1. Stadium sensori-motorik (0-18 atau 24 bulan)
Piaget berpendapat bahwa dalam perkembangan kognitif selama stadium sensori motorik ini, inteligensi anak baru nampak dalam bentuk aktivitas motorik sebagai reaksi simulasi sensorik. Dalam stadium ini yang penting adalah tindakan konkrit dan bukan tindakan imaginer atau hanya dibayangan saja. Piaget menamakan proses ini sebagai proses desentrasi, artinya anak dapat memandang dirinya sendiri dan lingkungan sebagai dua entitas yang berbeda. Sebelum usia 18 bulan, anak belum mengenal object permanence. Artinya, benda apapun yang tidak ia lihat, tidak ia sentuh, atau tidak ia dengar dianggap tidak ada meskipun sesungguhnya benda itu ada. Dalam rentang 18 – 24 bulan barulah kemampuan object permanence anak tersebut muncul secara bertahap dan sistematis.
2. Stadium pra-operasional (18 bulan—7 tahun)
Stadium pra-operasional dimulai dengan penguasaan bahasa yang sistematis, permainan simbolis, imitasi (tidak langsung) serta bayangan dalam mental. Semua proses ini menunjukkan bahwa anak sudah mampu untuk melakukan tingkah laku simbolis. Anak sudah memiliki penguasaan sempurna tentang object permanence. Artinya, anak tersebut sudah memiliki kesadaran akan tetap eksisnya suatu benda yang harus ada atau biasa ada, walaupun benda tersebut sudah ia tinggalkan atau sudah tak dilihat, didengar atau disentuh lagi. Jadi, pandangan terhadap eksistensi benda tersebut berbeda dengan pandangan pada periode sensori motor, yakni tidak bergantung lagi pada pengamatannya belaka. Pada periode ditandai oleh adanya egosentris serta pada periode ini memungkinkan anak untuk mengembangkan diferred-imitation, insight learning dan kemampuan berbahasa, dengan menggunakan kata-kata yang benar serta mampu mengekspresikan kalimat-kalimat pendek tetapi efektif.
Berpikir pra-operasional masih sangat egosentris. Anak belum mampu (secara perseptual, emosional-motivational, dan konsepsual) untuk mengambil perspektif orang lain.
Cara berpikir pra-operasional sangat memusat (centralized). Bila anak dikonfrontasi dengan situasi yang multi-dimensional, maka ia akan memusatkan perhatiannya hanya pada satu dimensi saja dan mengabaikan dimensi-dimensi yang lain dan akhirnya juga mengabaikan hubungannya antara dimensi-dimensi ini.
Berpikir pra-operasional adalah tidak dapat dibalik (irreversable). Anak belum mampu untuk meniadakan suatu tindakan dengan memikirkan tindakan tersebut dalam arah yang sebaliknya.
Berpikir pra-operasional adalah terarah statis. Bila situasi A beralih ke situasi B, maka anak hanya memperhatikan situasi A, kemudian B. Ia tidak memperhatikan transformasi perpindahannya A ke B.
Berpikir pra-operasional adalah transductive (pemikiran yang meloncat-loncat). Tidak dapat melakukan pekerjaan secara berurutan . Dari total perintah hanya satu/ beberapa yang dapat dilakukan.
Berpikir pra-operasional adalah imaginatif, yaitu menempatkan suatu objek tidak berdasarkan realitas tetapi hanya yang ada dalam pikirannya saja.
3. Stadium operasional konkrit (7—11 tahun)
Cara berpikir anak yang operasional konkrit kurang egosentris. Ditandai oleh desentrasi yang besar, artinya anak sekarang misalnya sudah mampu untuk memperhatikan lebih dari satu dimensi sekaligus dan juga untuk menghubungkan dimensi-dimensi ini satu sama lain. Anak sekarang juga memperhatikan aspek dinamisnya dalam perubahan situasi. Akhirnya ia juga sudah mampu untuk mengerti operasi logis dari reversibilitas. Pada dasarnya perkembangan kognitif anak ditinjau dari karakteristiknya sudah sama dengan kemampuan kognitif orang dewasa. Namun masih ada keterbatasan kapasitas dalam mengkoordinasikan pemikirannya. Pada periode ini anak baru mampu berfikir sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang konkret.
Ada juga kekurangan dalam cara berpikir operasional konkrit. Yaitu anak mampu untuk melakukan aktivitas logis tertentu tetapi hanya dalam situasi yang konkrit. Dengan kata lain, bila anak dihadapkan dengan suatu masalah (misalnya masalah klasifikasi) secara verbal, yaitu tanpa adanya bahan yang konkrit, maka ia belum mampu untuk menyelesaikan masalah ini dengan baik.
4. Stadium operasional formal (mulai 11 tahun)
Pada periode ini seorang remaja telah memiliki kemampuan mengkoordinasikan baik secara simultan maupun berurutan dua ragam kemampuan kognitif yaitu :
Kapasitas menggunakan hipotesis; kemampuan berfikir mengenai sesuatu khususnya dalam hal pemecahan masalah dengan menggunakan anggapan dasar yang relevan dengan lingkungan yang dia respons dan kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak.
Kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak; kemampuan untuk mempelajari materi-materi pelajaran yang abstrak secara luas dan mendalam.
Sifat deduktif-hipotetis:
Dalam menghadapi masalah, anak akan menganalisis masalahnya dengan penyelesaian berbagai hipotesis yang mungkin ada. Atas dasar analisisnya ini, ia lalu membuat suatu strategi penyelesaian. Maka dari itulah berpikir operasional formal juga disebut berpikir proporsional.
Berpikir operasional formal juga berpikir kombinatoris.
Berpikir operasional formal memungkinkan orang untuk mempunyai tingkah laku problem solving yang betul-betul ilmiah, serta memungkinkan untuk mengadakan pengujian hipotesis dengan variabel-variabel tergantung.
Dengan menggunakan hasil pengukuran tes inteligensi yang mencakup General Information and Verbal Analogies, Jones dan Conrad (Loree dalam Abin Syamsuddin M, 2001) menunjukkan bahwa laju perkembangan inteligensi berlangsung sangat pesat sampai masa remaja, setelah itu kepesatannya berangsur menurun.
Puncak perkembangan pada umumnya tercapai di penghujung masa remaja akhir. Perubahan-perubahan amat tipis sampai usia 50 tahun, dan setelah itu terjadi plateau (mapan) sampai dengan usia 60 tahun selanjutnya berangsur menurun.
Rujukan : kaskus.us dan Akhmad Sudrajat
BAB II
PEMBAHASAN
Metode Bermain Peran ( Role Playing )
1. Pengertian Metodologi Pengajaran
Lukman Ali (1995 : 653) menjelaskan bahwa metode adalah cara yang teratur dan
terpikir baik-baik untuk mencapai maksud, cara kerja yang bersistem untuk memudahkan
pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.
Mengutip pendapat dari Sudjana (2000 : 76) yang mengemukakan bahwa cara yang
digunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya
pengajaran. Oleh keran itu peranan metode mengajar sebagai alat untuk menciptakan proses
belajar mengajar. Dengan metode ini diharapkan tumbuh berbagai kegiatanbelajar siswa
sehubungan dengan kegiatan mengajar guru. Dengan kata lain terciptalah interaksi edukatif.
Dalam interaksi ini guru berperan sebagai penerima atau yang dibimbing. Proses interaksi ini
akan berjalan baik jika siswa banyak yang aktif dibandingkan dengan guru oleh karenanya
metode mengajar yang baik adalah metode yang dapat menumbuhkan kegiatan belajar siswa.
Proses belajar mengajar yang baik dapat menggunakan berbagai jenis metode mengajar secara
bergantian atau saling bahu membahu satu sama lain. masing-masing metode ada kelemahan
serta kelebihannya. Tugas guru adalah memilih berbagai metode yang tepat untuk menciptakan
proses belajar mengajar. Ketepatan penggunaan metode mengajar tersebut sangat bergantung
kepada tujuan, isi proses belajar mengajar dan kegiatan belajar mengajar. Ditinjau dari segi
penerapannya, metode mengajar ada yang tepat digunakan untuk siswa dalam jumlah yang besar
dan ada yang tepat untuk siswa dalam jumlah yang kecil. Ada juga yang tepat digunakan di
dalam kelas atau di luar kelas.
Subari (1994 : 73) mengatakan metodologi pengajaran merupakan cabang dari didaktif
atau ilmu mengajar, oleh karena itu sering juga metodologi pengajarn disebut didaktik khusus.
Kata metodologi dibentuk dari dua kata yaitu “methodos” yang artinya “jalan ke” sedangkan
“logos” berarti “ilmu”. Karena itu metodologi pengajaran dapat diartikan suatu ilmu yang
memberikan jalan menuju ke terjadinya proses belajar mengajar. Secara umum didaktik khusus
atau metologi pengajaran adalah bagian ilmu mengajar yang membicarakan berbagai metode
mengajar dan sistem penyampaian bah1[1]an pengajaran untuk semua bidang pengajaran serta
cara mengajarkan atau menyampaikan bidang pengajaran tertentu.
Lain halnya dengan pendapat dari Sudjana (1989 : 86), dalam metode mengajar lebih
menekankan aktivitas belajar siswa secara bersama sehingga mengembangkan hubungan sosial
dalam pemecahan masalah belajar. Interaksi sosial siswa terjadi dalam kelompoknya dan antara
kelompok, oleh karena itu dalam metode mengajar kelas harus di bagi atas dasar pertimbangan-
pertimbangan tertentu.
2. Pengertian Bermain Peran ( Role Playing )
Pengertian bermain peran adalah salah satu bentuk pembelajaran, dimana peserta didik
ikut terlibat aktif memainkan peran-peran tertentu. Bermain pada anak merupakan salah satu
sarana untuk belajar. Melalui kegiatan bermain yang menyenangkan, anak berusaha untuk
menyelidiki dan mendapatkan pengalaman yang kaya, baik pengalaman dengan dirinya sendiri,
orang lain maupun dengan lingkungan di sekitarnya.
Bermain merupakan bagian terbesar dalam kehidupan anak-anak untuk dapat belajar
mengenal dan mengembangkan keterampilan sosial dan fisik, mengatasi situasi dalam kondisi
sedang terjadi konflik. Secara umum bermain sering dikaitkan dengan kegiatan anak-anak yang
dilakukan secara spontan dan dalam suasana riang gembira. Dengan bermain berkelompok anak
1
akan mempunyai penilaian terhadap dirinya tentang kelebihan yang dimilikinya sehingga dapat
membantu pembentukkan konsep diri yang positif, pengelolaan emosi yang baik, memiliki rasa
empati yang tinggi, memiliki kendali diri yang bagus, dan memiliki rasa tanggung jawab yang
tinggi.
Bermain peran (role playing) merupakan sebuah permainan di mana para pemain
memainkan peran tokoh-tokoh khayalan dan berkolaborasi untuk merajut sebuah cerita bersama.
Para pemain memilih aksi tokoh-tokoh mereka berdasarkan karakteristik tokoh tersebut, dan
keberhasilan aksi mereka tergantung dari sistem peraturan permainan yang telah ditetapkan dan
ditentukan, asalkan tetap mengikuti peraturan yang ditetapkan, para pemain bisa berimprovisasi
membentuk arah dan hasil akhir permaian.
Santrock (1995: 272) menyatakan bermain peran (role play) ialah suatu kegiatan yang
menyenangkan. Secara lebih lanjut bermain peran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh kesenangan. Role playing merupakan suatu metode bimbingan dan
konseling kelompok yang dilakukan secara sadar dan diskusi tentang peran dalam kelompok. Di
dalam kelas, suatu masalah diperagakan secara singkat sehingga siswa dapat mengenali karakter
tokoh seperti apa yang siswa peragakan tersebut atau yang menjadi lawan mainnya memiliki atau
kebagian peran seperti apa. Santrock juga menyatakan bermain peran memungkinkan anak
mengatasi frustrasi dan merupakan suatu medium bagi ahli terapi untuk menganalisis konflik-
konflik anak dan cara-cara mereka mengatasinya.
Ginnot (1961; dalam Eka, 2008) menyatakan bermain peran diyakini sebagai sarana
perkembangan potensi juga dapat dijadikan sebagai media terapi. Terapi bermain peran
khususnya merupakan pendekatan yang sesuai untuk melakukan konseling dengan anak karena
bermain adalah hal yang alami bagi anak. Melalui manipulasi mainan, anak dapat menunjukkan
bagaimana perasaan mengenai dirinya, orang-orang yang penting serta peristiwa dalam hidupnya
secara lebih memadai daripada melalui kata-kata.
Ginnot (1961; dalam Eka, 2008) menegaskan bahwa bermain peran merupakan
seperangkat prosedur yang digunakan untuk melakukan konseling dengan anak melalui
penggunaan secara sistematis dari metode bermain, permainan, dan alat permainan.
Van Fleet (2001) menyatakan bermain peran merupakan intervensi yang dikembangkan
yang berkaitan dengan penggunaan sistematis dari metode bermain oleh seorang konselor untuk
membawa peningkatan dalam kemampuan siswa sampai penampilan yang optimal di sekolah.
Bermain peran juga meliputi penggunaan bermain secara sistematis untuk mengatasi kesulitan-
kesulitan anak, mengembangkan pola perilaku adaptif, mengendalikan diri siswa yang agresifnya
tinggi, meningkatkan kemampuan berempati, dapat mengelola emosi, dapat menjadi individu
yang bertanggung jawab, memiliki interpersonal skill yang bagus dan dapat memecahkan
masalah secara efektif dan bijaksana. 2[2]
Corsini (1996), (Tatiek, 1989) menyatakan bahwa bermain peran dapat digunakan
sebagai alat untuk mendiagnosis dan mengerti seseorang dengan cara mengamati perilakunya
waktu memerankan dengan spontan situasi-situasi atau kejadian yang terjadi dalam kehidupan
yang sebenarnya. Selain itu teknik bermain peran dapat digunakan sebagai media pengajaran
melalui proses modeling anggota kelompok dapat belajar lebih efektif keterampilan-
keterampilan yang berhubungan dengan interpersonal, dengan mengamati berbagai macam cara
dalam memecahkan masalah.
Kenneth (Sumber Lead Sabda) menyatakan bahwa teknik bermain peran (role playing)
merupakan teknik psikoterapi tahun 1930-an. Role playing yang dapat membawa perubahan
perilaku yang tidak baik menjadi baik dan terarah.
Mulyasa (2004; dalam Asriyanti 2011) menyatakan empat asumsi yang mendasari teknik
bermain peran (role playing) dapat mengembangkan perilaku yang baik dan nilai-nilai sosial,
yang kedudukannya sejajar dengan model-model mengajar lainnya.
Sudjana (1989 : 61) menyatakan bermain peran / sosio drama adalah sandiwara tanpa
naskah, tanpa latihan lebih dulu sehingga dilakukan secara spontan, masalah yang didramakan
adalah mengenai situasi sosial.
Hamalik (2006 : 214) menjelaskan bahwa pengajaran berdasarkan pengalaman lainnya
adalah bermain peran karena pada umumnya siswa menyenangi penggunaan strategi ini karena
berkenaan dengan isu-isu sosial dan kesempatan komunikasi interpersonal di dalam kelas. Di
dalam bermain, peran guru menerima petan noninterpersonal di dlam kela, siswa menerima
karakter, perasaan, dan ide-ide orang lain dalam situasi yang khusus.
Sudjana (2000 : 90), sosiodrama adalah bermain peranan yang ditujukan untuk
menentukan alternatif pemecahan masalah sosial.
2
Metode sosio drama dan bermain peran merupakan salah satu metode dalam kegiatan
belajar. Metode adalah suatu cara yang dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan.
Makin baik metode itu, makin efektif pula pencapaian tujuan. Untuk menetapkan apakah suatu
metode dapat disbeut baik, diperlukan patokan yang bersumber dari beberapa faktor
(Surakhmad, 1986 : 75).3[3]
Lain halnya dengan Subari (1994 : 93) yang menjelaskan bahwa metode sosiodrama atau
bermain peran adalah mendramatisasi cara bertingkah laku di dalam hubungan sosial dan
menekankan penghayatan di mana para siswa turut serta dalam memainkan peranan di dalam
mendramatisasikan masalah-masalah sosial.
Jadi dapat diambil kesimpulan Metode Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-
bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan
imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau
benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung
kepada apa yang diperankan.
Dalam metode bermain peran unsul yang menonjol adalah unsur hubungan sosial, dalam
bermain peran menempatkan diri sebagai tokoh atau pribadi tertentu misalnya sebagai pahlawan,
petani, dokter, guru, sopir, dan sebagainya (Semiawan, 1993 : 82).
Menurut pendapat dari Shaftel dalam Rianto (2000 : 107) menyatakan bahwa metode
bermain peran diartikan sebagai suatu metode pemecahan masalah yang melibatkan dua orang
atau lebih untuk mengambil keputusan secara terbbuka dalam situasi yang dilematis. Pemeranan
diakhiri pada saat mencapai titik dilema dan masing-masing pemeran bebas menganalisa apa
yang terjadi melalui diskusi yang melibatkan para pengamat untuk mencari pemecahannya.
Sosiodrama adalah suatu kelompok yang bertindak memecahkan masalah terutama
pemecahan masalah yang berkenaan dengan hubungan antar insani. Masalah itu dapat
dihubungkan dengan kerja sama siswa di sekolah, keluarga, atau di masyarakat umumnya.
Sosiodrama memberikan kesematan kepada para siswa untuk menyelidiki alternatif pemecahan
masalah yang berkenaan dengan keluarga (Hamalik, 2002 : 138).
Oktaviani (2008) menyatakan lima pengertian bermain di antaranya:
3
1. Sesuatu yang menyenangkan dan memiliki nilai positif bagi anak.
2. Bermain tidak memiliki tujuan ekstrinsik namun motivasinya lebih bersifat intrinsik.
3. Bersifat spontan dan sukarela tidak ada unsur keterpaksaan dan bebas dipilih oleh anak.
4. Melibatkan peran aktif keikutsertaan anak.
5. Memiliki hubungan sistematik yang khusus dengan sesuatu yang bukan bermain, seperti
misalnya: kreativitas, pemecahan masalah, belajar bahasa, perkembangan sosial, dan
sebagainya.
4[4]
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka disimpulkan bahwa bermain peran /
sosiodrama adalah suatu metode dengan cara memainkan suatu peran yang menekankan
penghayatan di mana para siswa turut serta dalam memainkan peranan di dalam
mendramatisasikan masalah-masalah sosial.
3. Penerapan Metode Sosiodrama dan Bermain Peran
Sebelum menerapkan metode pembelajaran Sosiodrama/Bermain peran (Role Playing), guru
hendaknya menyusun skenario sesuai kebutuhan. Mengacu pada Rencana Proses Pembelajaran
dan Silabus yang telah disusun. Hal ini perlu agar kegiatan pembelajaran dapat berjalan menarik,
mencapai sasaran dan tidak melebihi alokasi waktu yang ditentukan.
Langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam menerapkan metode pembelajaran Bermain
peran/Sosiodrama (Role Playing) antara lain:
1) Bila metode sosiodrama baru diterapkan dalam pengajaran, maka hendaknya guru
menerangkannya terlebih dahulu teknik pelaksanaannya, dan menentukan diantara siswa yang
tepat untuk memerankan tokoh-tokoh tertentu, kemudian secara sederhana dimainkan di depan
kelas.
2) Menerapkan situasi dan masalah yang akan dimainkan dan perlu juga diceritakan jalannya
peristiwa dan latar belakang cerita yang akan diperankan tersebut sesuai dengan materi yang
akan disampaikan.
3) Pengaturan adegan dan kesiapan mental dapat dilakukan sedemikian rupa sehingga benar-
benar bisa membangun interaksi yang lebih menarik.
4
4) Setelah sosiodrama itu dalam puncak klimas, maka guru dapat menghentikan jalannya
drama. Hal ini dimaksudkan agar kemungkinan-kemungkinan pemecahan masalah dapat
diselesaikan secara umum, sehingga penonton (siswa yang mengamati) ada kesempatan untuk
berpendapat dan menilai sosiodrama yang dimainkan. Sosiodrama dapat pula dihentikan bila
menemui jalan buntu.
5) Siswa diberikan kesempatan untuk memberikan komentar, kesimpulan atau berupa catatan
kesesuaian jalannya sosiodrama dengan materi yang sedang dibicarakan.
6) Guru menerima semua masukan, dari siswa dan memberikan simpulan yang tepat dari
pengilustrasian materi melalui metode sosiodrama tersebut.
7) Menyelaraskan pemahaman konsep yang dijelaskan dalam pemecahan masalah/soal yang
berkaitan dengan materi pembelajaran.
Setelah kegiatan selesai, guru bisa memberikan contoh soal yang harus
diselesaikan dengan menggunakan konsep seperti yang telah diperagakan oleh siswa melalui
metode sosiodrama tersebut. Untuk selanjutnya bisa dievaluasi apakah metode tersebut berhasil
atau belum yang indikasinya bisa dilihat melalui kemampuan pengintegrasian konsep yang
diperagakan ke dalam masalah/soal yang harus diselesaikan.
4. Prinsip Dasar Dan Ciri-Ciri Metode Pembelajaran Bermain peran
Prinsip dasar metode pembelajaran bermain peran yaitu :
a. Menurut Nur (200); prinsip dasar dalam pembelajaran bermain sebagai berikut: Setiap anggota
kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya.
b. Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota adalah tim.
c. Kelompok mempunyai tujuan yang sama.
d. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama
diantara anggota kelompoknya.
e. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi.
f. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan
untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
g. Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual
materi yang ditangani dalam kelompok bermain.
Sedangkan ciri-ciri metode pembelajaran bermain peran adalah sebagai berikut :
a) Siswa dalam kelompok secara bermain menyelesaikan materi belajar sesuai kompetensi dasar
yang akan dicapai.
b) Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda, baik tingkat
kemampuan tinggi, sedang dan rendah. jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya,
suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender.
c) Penghargaan
lebih menekankan pada kelompok dari pada masing-masing individu.
5. Karakteristik dan Asumsi dalam Metode Bermain Peran
Terdapat lima karakteristik bermain peran, yaitu:
1. Merupakan sesuatu yang menyenangkan dan memiliki nilai yang positif bagi anak.
2. Didasari motivasi yang muncul dari dalam. Jadi anak melakukan kegiatan itu atas
kemauannya sendiri.
3. Sifatnya spontan dan sukarela, bukan merupakan kewajiban. Anak merasa bebas memilih
apa saja yang ingin dijadikan alternatif bagi kegiatan bermainnya.
4. Senantiasa melibatkan peran aktif dari anak, baik secara fisik maupun mental.
5. Memiliki hubungan sistematik yang khusus dengan sesuatu yang bukan bermain, seperti
kemampuan kreatif, memecahkan masalah, kemampian berbahasa, kemampuan
memperoleh teman sebanyak mungkin dan sebagainya.
Asumsi tersebut sebagai antara lain:
1. Bermain peran dilaksanakan berdasarkan pengalaman siswa dan isi dari pelaksanaan
teknik ini yaitu pada situasi “disini pada saat ini”.
2. Bermain peran memungkinkan siswa untuk mengungkapkan perasaannya yang tidak
dapat dikenal tanpa bercermin pada orang lain. Mengungkapkan perasaannya untuk
mengurangi beban emosional.
3. Teknik bermain peran ini berasumsi bahwa emosi dan ide-ide dapat diangkat ke taraf
sadar untuk kemudian ditingkatkan melalui proses kelompok. Pemecahan tidak selalu
datang dari orang tertentu, tetapi bisa saja muncul dari reaksi pengamat terhadap masalah
yang sedang diperankan. Dengan demikian, para siswa dapat belajar dari pengalaman
orang lain tentang cara memecahkan masalah yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan
untuk mengembangkan dirinya secara optimal. Dengan demikian, siswa belajar dari
pengalaman orang lain tentang cara memecahkan masalah yang pada gilirannya dapat
dimanfaatkan u5[5]ntuk mengembangkan dirinya secara lebih optimal lagi.
4. Teknik bermain peran berasumsi bahwa proses psikologis yang tersembunyi, berupa
sikap, nilai dan sistem keyakinan, dapat diangkat ke taraf sadar melalui
6. Kelebihan dan kekurangan metode role playing
Seperti metode-metode pembelajaran yang lain, metode pembelajaran
Sosiodrama/Bermain Peranan (Role Playing) juga memiliki kelebihan dan kekurangan.
Maksudnya, tidak semua materi bisa menjadi lebih baik bila menggunakan metode ini, akan
tetapi harus dipilih dengan teliti oleh guru pengampu, mana yang baik menggunakan metode ini
dan mana yang tidak. Berikut saya sampaikan beberapa kelebihan dan kekurangan dari metode
pembelajaran sosiodrama/bermain peran (Role Playing).
Kelebihannya:
a) Siswa melatih dirinya untuk memahami dan mengingat isi bahan yang akan diperankan.
Sebagai pemain harus memahami, menghayati isi cerita secara keseluruhan, terutama untuk
materi yang harus diperankannya. Dengan demikian, daya ingatan siswa harus tajam dan tahan
lama.
b) Siswa akan berlatih untuk berinisiatif dan berkreatif. Pada waktu bermain peran para pemain
dituntut untuk mengemukakan pendapatnya sesuai dengan waktu yang tersedia.
c) Bakat yang terdapat pada siswa dapat dipupuk sehingga dimungkinkan akan muncul atau
tumbuh bibit seni drama dari sekolah.
d) Kerjasama antar pemain dapat ditumbuhkan dan dibina dengan sebaikbaiknya.
e) Siswa memperoleh kebiasaan untuk menerima dan membagi tanggung jawab dengan
sesamanya.
f) Bahasa lisan siswa dapat dibina menjadi bahasa yang lebih baik agar mudah dipahami orang
5
lain.
Kekurangannya:
a) Sebagian anak yang tidak ikut bermain peran menjadi kurang aktif.
b) Banyak memakan waktu.
c) Memerlukan tempat yang cukup luas.
d) Sering kelas lain merasa terganggu oleh suara para pemain dan tepuk tangan
penonton/pengamat.
7. Cara-cara mengatasi kelemahan – kelemahan Metode bermain peran
Usaha-usaha untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dari metode sosiodrama antara lain
ialah :
Guru harus menerangkan kepada siswa untuk memperkenalkan metode ini, bahwa
dengan jalan sosiodrama siswa diharapkan dapat memecahkan masalah hubungan sosial
yang aktual ada di masyarakat kemudian guru menunjuk beberapa siswa yang akan
berperan masing-masing akan mencari pemecahan masalah sesuai dengan perannya dan
siswa yang lain menjadi penonton dengan tugas-tigas tertentu
Guru harus memilih masalah yang urgen sehingga menarik minat anak. Ia mampu
menjelaskan dengan baik dan menarik sehingga siswa terangsang untuk berusaha
memecahkan masalah itu.
Agar siswa memahami peristiwanya maka guru harus bisa menceritakan sambil mengatur
adegan yang pertama.
Bobot atau luasnya bahan pelajaran yang akan didramakan harus disesuaikan dengan
waktu yang tersedia. Oleh karena itu harus diusahakan agar para pemain berbicara dan
melakukan gerakan jangan sampai banyak variasi yang kurang berguna.
8. Tujuan Metode Bermain Peran ( Role Playing )
Ali (2000 : 84) menyatakan bahwa tujuan bermain peran adalah menggambarkan suatu
peristiwa masa alampau atau dapat pula cerita dimulai dengan bebagai kemungkinan yang terjadi
baik kini maupun mendatang kemudian ditunjuk beberapa siswa untuk melakukan peran sesuai
dengan tujuan cerita. Pemeran melakukan sendiri peranannya sesuai dengan daya imajinasi
tentang pokok yang diperankannya.
Mengutip pendapat dari Subari (1994 : 93) yang menjelaskan tujuan bermain peran
adalah :
1. Memahami peran orang lain.
2. Membagi tanggung jawab dan melaksanakannya.
3. Menghargai penghayatan orang lain,
4. Terlatih mengambil keputusan.
Sudjana (1989 : 90) mengemukakan bahwa tujuan bermain peran adalah:
1. Agar siswa dapat menghayati perasaan orang lain.
2. Dapat belajar sebagaimana membagi tanggung jawab.
3. Dapat belajar bagaimana mengambil keputusan dalam situasi kelompok secara spontan.
4. Merangsang kelas untuk berpikir dan memecahkan masalah.
Lain halnya dengan Hamalik (2002 : 138) yang mengatakan bahwa tujuan bermain peran
adalah menciptakan kembali gambaran historis masa silam, peristiwa yang mungkin terjadi pada
masa mendatang, peristiwa-peristiwa sekarang yang berarti atau situasi-situasi bayangan pada
suatu tempat dan waktu tertentu.
Sudjana (2000 : 90) menjelaskan bahwa tujuan bermain peran adalah agar siswa dapat
menghargai dan menghayati perasan orang lain, memupuk rasa tanggung jawab pada diri siswa.
6[6].
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
6
Bermain sangatlah banyak manfaatnya, karena masa anak-anak merupakan masa
bermain, seorang guru yang tahu kalau dunia anak adalah dunia bermain, maka guru yang
profesional akan memasukkan pembelajaran sedikit demi sedikit melalui bermain, sesuai dengan
konsep ketika yaitu belajar sambil bermain, bermain seraya berlajar ( preschool ) .
Diharapkan guru mengenalkan dan melatihkan keterampilan proses dan keterampilan
bermain sebelum atau selama pembelajaran agar siswa mampu menemukan dan
mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta dapat menumbuhkan dan mengembangkan sikap
dan nilai yang dituntut.
Dalam pembelajaran bermain dikembangakan diskusi dan komunikasi dengan tujuan agar
siswa saling berbagi kemampuan, saling belajar berpikir kritis, saling menyampaikan pendapat,
saling memberi kesempatan menyalurkan kemampuan, saling membantu belajar, saling menilai
kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman lain.
B. SARAN
Agar kegiatan belajar mengajar berjalan efektif , maka guru harus mampu memilih
metode mengajar yang paling sesuai. Proses pembelajaran akan efektif jika berlangsung dalam
situasi dan kondisi yang kondusif, hangat, menarik, menyenangkan, dan wajar. Oleh karena itu
guru perlu memahami berbagai metode mengajar dengan berbagai karakteristiknya, sehingga
mampu memilih metode yang tepat dan mampu menggunakan metode mengajar yang bervariasi
sesuai dengan tujuan maupun kompetensi yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto; Sukardjono; Supardi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Charin, Arthur. 1993. Theaching Science Through Discovery. New York: Mcmilan Publishing
Company.
Dahar. 1996. Konstruktivisme dalam Pendidikan Bahasa Indonesia. Makalah dalam forum
komunikasi integrasi vertikal pendidikan sains di cisarua bogor.
Depdiknas. 2003. Kegiatan Belajar Mengajar yang Efektif. Jakarta: Depdiknas.
Oemar Hamalik. 2004. Media Pendidikan. Bandung: PT Citra Aditya Bhakti.
Helen. 2003. Belajar Aktif dan Terpadu. Surabaya: Duta Graha Pustaka.
Hernawan. 2007. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka.
Kemmis & Mc. Taggart. 1994. The Action Research Planner. Geelong: Deaken University Press.
Mc Niff. 1991. Action Research: Principle an Practice. London: Macmilan.
Mikarsa. Pendidikan Anak SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Purwadarminta. 2000. KBBI. Jakarta: Balai Pustaka.
Ristasa. 2009. Perspektif Pendidikan Bahasa Indonesia. Hand Out Pembimbingan TAP di UPBJJ
Purwokert
▼
Terbantu oleh blog kami, tulis Review mu di sini
kami akan sangat berterimakasih.
Atau dengan berkomentar pada postingan yang membantu anda
janga lupa juga klik tombol berikut sebagai
apresiasi anda. trimakasih
[tutup] Suka artikel kami jangan lupa di like ya |
Metode Pembelajaran Bermain peran (Role Playing)
00.02 Ras Eko Budi Santoso 3 comments
1. Pengertian Metode Role PlayingMetode Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan.
2. Prinsip Dasar Dan Ciri-Ciri Metode Pembelajaran Bermain peranPrinsip dasar metode pembelajaran bermain perana. Menurut Nur (200); prinsip dasar dalam pembelajaran bermain sebagai berikut: Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya.b. Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota adalah tim.c. Kelompok mempunyai tujuan yang sama.d. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya.e. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi.f. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.g. Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok bermainSedangkan ciri-ciri metode pembelajaran bermain peran adalah sebagai berikut :a) Siswa dalam kelompok secara bermain menyelesaikan materi belajar sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.b) Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda, baik tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah. jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender.c) Penghargaan lebih menekankan pada kelompok dari pada masing-masing individu.
3. Kesimpulan.
Bermain sangatlah banyak manfaatnya, karena masa anak-anak merupakan masa bermain, seorang guru yang tahu kalau dunia anak adalah dunia bermain, maka guru yang profesional akan memasukkan pembelajaran sedikit demi sedikit melalui bermain, sesuai dengan konsep ketika yaitu belajar sambil bermain, bermain seraya berlajar ( preschool ) .Diharapkan guru mengenalkan dan melatihkan keterampilan proses dan keterampilan bermain sebelum atau selama pembelajaran agar siswa mampu menemukan dan mengembangkan sendiri
fakta dan konsep serta dapat menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut.Dalam pembelajaran bermain dikembangakan diskusi dan komunikasi dengan tujuan agar siswa saling berbagi kemampuan, saling belajar berpikir kritis, saling menyampaikan pendapat, saling memberi kesempatan menyalurkan kemampuan, saling membantu belajar, saling menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman lain.