mic minimum inhibitory concentration

23
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI FARMASI PENENTUAN MINIMUM INHIBITORY CONCENTRATION (MIC) DARI SUATU SEDIAAN UJI YANG BERPOTENSI SEBAGAI ANTIBIOTIK Senin, 12 April 2015 Kelompok VI Senin, Pukul 13.00 16.00 WIB Nama NPM TUGAS Annisa Mayangsari 260110130144 Pembahasan Yudisia Ausi 260110130146 Tujuan, Prinsip, Teori, Editting Moses Prasetio 260110130147 Alat bahan, Prosedur, Data Pengamatan LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PADJADJARAN 2015 Nilai TTD (Dhiya) (Emanuella) (Puspagita)

Upload: roger2327

Post on 20-Dec-2015

349 views

Category:

Documents


31 download

DESCRIPTION

Minimum Inhibitory Concentration is one method that used to determine what concentration needed to kill bacterial

TRANSCRIPT

Page 1: MIC minimum inhibitory concentration

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI FARMASI

PENENTUAN MINIMUM INHIBITORY CONCENTRATION (MIC)

DARI SUATU SEDIAAN UJI YANG BERPOTENSI SEBAGAI

ANTIBIOTIK

Senin, 12 April 2015

Kelompok VI

Senin, Pukul 13.00 – 16.00 WIB

Nama NPM TUGAS

Annisa Mayangsari 260110130144 Pembahasan

Yudisia Ausi 260110130146 Tujuan, Prinsip, Teori, Editting

Moses Prasetio 260110130147 Alat bahan, Prosedur, Data

Pengamatan

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2015

Nilai TTD

(Dhiya) (Emanuella) (Puspagita)

Page 2: MIC minimum inhibitory concentration

2

PENENTUAN MINIMUM INHIBITORY CONCENTRATION (MIC)

DARI SUATU SEDIAAN UJI YANG BERPOTENSI SEBAGAI ANTIBIOTIK

Senin, 12 April 2015

I. TUJUAN

Menentukan Minimum Inhibitory Concentration (MIC) suatu sediaan uji terhadap

bakteri Gram positif maupun Gram negatif, dengan menggunakan metoda MIC

cair atau MIC padat.

II. PRINSIP

1. MIC

MIC (Minimum Inhibitory Concentration) adalah konsentrasi terendah

antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri dengan hasil

yang dilihat dari pertumbuhan koloni pada agar atau kekeruhan pada

pembiakan (Jawetz, 2005).

2. Makrodilusi

Adalah metode penentuan MIC menggunaan antimikroba dengan kadar

yang menurun secara bertahap dengan volume yang digunakan lebih dari

1 mL (Jawetz, 1991).

3. Pertumbuhan bakteri

Hasil pengamatan dibandingkan dengan larutan pambanding (medium

ditambahkan konsentrasi sampel tanpa suspensi bakteri) sehingga dapat

diketahui adanya media yang mulai bening/ jernih yang menunjukkan

nilai MIC (pertumbuhan bakteri minimal) (Wilson, 2005).

4. Teknik Aseptis

Teknik aseptis didefinisikan sebagai prosedur kerja yang meminimalisir

kontaminan mikroorganisme dan dapat mengurangi risiko paparan

terhadap petugas (Depkes RI, 2009).

Page 3: MIC minimum inhibitory concentration

3

III. TEORI DASAR

Antibiotika adalah zat-zat kimia oleh yang dihasilkan oleh fungi dan

bakteri, yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan bakteri

lain, sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Turunan zat-zat ini, yang

dibuat secara semi-sintesis, juga termasuk kelompok ini, begitu pula senyawa

sintesis dengan khasiat antibakteri (Tjay & Rahardja, 2007).

Secara garis besar antibiotika dibagi menjadi dua jenis yaitu yang

membunuh kuman (bakterisid) dan yang hanya menghambat pertumbuhan kuman

(bakteriostatik). Antibiotik yang termasuk golongan bakterisid antara lain

penisilin, sefalosporin, aminoglikosida (dosis besar), kotrimoksazol, rifampisin,

isoniazid danlain-lain. Sedangkan antibiotic yang memiliki sifat bakteriostatik,

dimana penggunaanya tergantung status imunologi pasien, antara lain

sulfonamida, tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin, trimetropim, linkomisin,

klindamisin, asam paraaminosalisilat, dan lain-lain (Laurence dkk, 1987).

Secara prinsip, pemilihan antibiotika yang tepat harus mempertimbangkan

aktivitas mikrobiologik dan farmakodinamik masing-masing terhadap pola

sensitivitas kuman setempat. Dosis efektif antimikroba merupakan fungsi dari

kadar hambat minimal (minimum inhibitory concentration/ MIC), kemampuan

pertahanan tubuh individu, lokasi infeksi, dan profil farmakokinetika

antimikroba(Polk, 1999).

Tidak semua mikroba rusak dalam konsentrasi dan waktu pemaparan yang

sama. Jenis yang sensitive lebih mudah dan lebih cepat rusak dibanding yang

resisten (Cappucino, 2001). Efektivitas antiseptik dapat ditentukan dengan

mengetahui Konsentrasi Hambat Minimal (KHM)/Minimum Inhibitory

Concentration (MIC), Konsentrasi Bunuh Minimal (KBM)/ Minimum

Bactericidal Concentration (MBC), dan lama pemaparannya (Erlin, 2004).

Page 4: MIC minimum inhibitory concentration

4

Uji antibakteri dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode difusi

dan dilusi. Metode difusi (Diffusion Test) untuk menentukan daya hambat dari

bahan antibakteri. bakteri yang dihambat. Sedangkan metode dilusi (Dillution

Test) digunakan untuk mengetahui MIC (Minimum Inhibitory Concentration) dan

MBC (Minimum bactericidal Concentration) pada bahan antibakteri. MIC

merupakan konsentrasi terendah bahan antibakteri yang dapat menghambat

pertumbuhan sedangkan MBC adalah konsentrasi terendah bahan antibakteri yang

dapat membunuh mikroorganisme (Rinawati, 2011).

Sedangkan menurut Valgas (2007), metode skrining yang sering

digunakan untuk mendereksi aktivitas antimikroba produk alam dibagi menjadi

tiga, meteode bioautografi, difusi dan dilusi. Metode bioautografi dan difusi

merupakan teknik secara kualitatif karena metode ini hanya akan menunjukkan

ada atau tidaknya senyawa dengan aktivitas antimikroba. Di sisi lain, metode

dilusi digunakan untuk kuantitatif yang akan menentukan Konsentrasi Hambat

Minimum (KHM) atau Minimum Inhibitory Concentration (MIC) (Valgas, 2007).

Untuk metode difusi, biakan bakteri yang sudah diremajakan terlebih

dahulu dimasukkan ke dalam media, misalnya Nutrien Broth kemudian

diinkubasi selama 24 jam. Sebanyak 0,1 ml bakteri dimasukkan ke dalam media

media yang telah disterilkan terlebih dahulu. Selanjutnya paperdisk yang sudah

berisi sampel dan control diletakkan di atas media. Cawan petri berisi media

diinkubasi pada suhu 37oc selama 24 jam kemudian diukur diameter hambatnya

(Rosyidah, 2010). Konsentrasi sampel yang semakin tinggi membentuk zona

bening yang semakin besar. Semakin pekat konsentrasi sampel akan memberikan

pengaruh terhadap diameter zona bening yang terbentuk (Ajizah, 2004).

Pada mertode dilusi, medium diinokulasi dengan organisme uji dan

sampel yang diuji dicampur dengan inoculum. Pengujian diulang dengan variasi

Page 5: MIC minimum inhibitory concentration

5

dilusi sampel uji dalam medium kultur dan menentukan dilusi yang paling tinggi

yang dapat mencegah pertumbuhan mikroorganisme sampel (Rahman dkk, 2005).

Hasil pengamatan dibandingkan dengan larutan pambanding (medium

ditambahkan konsentrasi sampel tanpa suspensi bakteri) sehingga dapat diketahui

adanya media yang mulai bening/ jernih yang menunjukkan nilai MIC. Nilai-nilai

MIC ditafsirkan sebagai pengenceran tertinggi dan konsentrasi terendah dari

sampel (Wilson, 2005).

Metode dilusi cair dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu mikrodilusi dan

makrodilusi. Pada makrodiusi, inkubasi dilakukan dengan menggunakan tabung

reaksi sedangkan mikrodilusi menggunakan micropalete (Zaenab, 2004). Metode

mikrodilusi sedang dikembangkan karena memiliki sensitivitas yang lebih tinggi

dibandingkan dengan teknik difusi agar. Sensitivitas mikrodilusi mencapai 30 kali

lebih sensitif. Teknik mikrodilusi dapat digunakan untuk beberapa sampel yang

berbeda dengan jumlah sampel yang sedikit. Hal ini sangat berguna jika jumlah

senyawa antibakteri yang didapatkan sedikit dan terbatas. Teknik mikrodilusi juga

dapat membedakan antara efek bakteriostatik dan bakterisidal (Langfield, 2004).

Mikrodilusi tidak membutuhkan waktu yang lama karena pengujian dilakukan

dalam waktu satu kali pada satu microplate dengan jumlah sumur yang banyak.

Metode mikrodilusi ini dapat digunakan untuk berbagai macam mikroorganisme,

murah, dan menghasilkan hasil dapat diulang. Mikrodilusi menggunakan sampel

yang diencerkan secara berseri. Volume kultur bakteri yang dimasukkan ke dalam

sumur seragam. Ukuran inokulum yang biasa digunakan yaitu 106 sampai 108

CFU/mL (Baris, 2006)

Uji kadar hambat minimal juga dapat dilakukan dengan metode dilusi

lempeng agar. Uji MIC dilakukan dengan melakukan pengenceran serial sampel.

Media yang masih cair dicampur dengan sampel dalam cawan petri dan biarkan

membeku. Setelah agar beku diinokulasi dengan masing-masing bakteri uji.

Page 6: MIC minimum inhibitory concentration

6

Cawan petri kemudian dinkubasikan selama 24 jam pada suhu 37°C. Hasil uji

MIC didasarkan pada konsentrasi minimal dari sampel yang dapat menghambat

pertumbuhan bakteri uji. (Noor, 2006)

Penentuan MBC dapat dilakukan setelah menginokulasikan larutan dari

tabung MIC terjernih pada media (Susanti, 2008). Diambil 0,1 ml suspensi bakteri

dari tabung pada perlakuan yang menunjukkan nilai MIC sampai konsentrasi

sebesar 100%, kemudian ditumbuhkan dalam medium dengan cara pour plate.

Diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam. Setelah diinkubasi, dihitung jumlah

koloni yang tumbuh pada medium. Nilai MBC ditentukan dari konsentrasi

terendah ekstrak yang menunjukkan tidak adanya pertumbuhan koloni pada

cawan petri (Boyd, 1995). Perlakuan MBC diulangi sebanyak tiga kali untuk

dilakukan analisis data (Susanti, 2008).

Salah satu jenis antibiotik adalah kloramfenikol. Kloramfenikol adalah

antibiotik spectrum luas yang efektif terhadap beberapa jenis bakteri dan kuman

anaerob. Kloramfenikol mampu menghambat sintesis protein pada bakteri, tanpa

mempengaruhi sintesis DNA dan RNA (Rendi, 1962). Kloramfenikol merupakan

turunan dari amfenikol yang dihasilkan dari Streptomyces venezuelae (Solanki,

2008).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sukandar dkk (2011).

Diketahui bahwa kloramfenikol merupakan antibiotic yang memiliki spektrum

luas atau memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri gram positif

maupun negatif pada 10 µg. Zona hambat kloramfenikol terhadap S. aureus dan

E. coli sebesat 17,5 mm dan 22,66 mm. Dari hasil diketahui kalau kedua bakteri

itu memiliki sifat sensitif terhadap kloramfenikol.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sari (2013). Kloramfenikol

memiliki MIC sebesar 8µg/mL terhadap E. coli dan 4 8µg/mL terhadap S. aureus.

Yaitu lebih kecil daripada MIC sampel berupa ekstrak dan fraksi dari senyawa

Page 7: MIC minimum inhibitory concentration

7

aktif antibakteri Aktinomicetes indigenus. Nilai MIC yang rendah menunjukkan

kemampuan antibiotik yang tinggi. Makin rendah MIC, semakin baik aktivitasnya

(Sari, 2013).

IV. Alat dan Bahan

a. Alat

No Alat

1 Kawat Ose

2 Labu ukur 100 ml

3 Inkubator

4 Mortir dan Stamper

5 Pembakar Spiritus

6 Rak Tabung Reaksi

7 Tabung Reaksi

8 Volume Pipet 1 ml

9 Volume Pipet 10 ml

b. Gambar Alat

1) Kawat Ose

Page 8: MIC minimum inhibitory concentration

8

2) Labu Ukur

3) Inkubator

4) Mortir dan Stamper

5) Pembakar Spiritus

6) Rak Tabung Reaksi

Page 9: MIC minimum inhibitory concentration

9

7) Tabung Reaksi

8) Volume Pipet

c. Bahan

No Bahan

1 Air Suling Steril

2 Antibiotik Kloramfenikol

3 Nutrien Broth double strength

Page 10: MIC minimum inhibitory concentration

10

4 Nutrien Broth

5 Suspensi Eschericia coli

Page 11: MIC minimum inhibitory concentration

11

V. Prosedur

Pada praktikum mengenai penentuan Minimum Inhibitory

Concentration (MIC) pada suatu antibiotika ini, langkah kerja yang pertama

dilakukan adalah terlebih dahulu larutan uji dimasukkan ke dalam labu ukur,

kemudian dilarutkan dengan menggunakan pelarutnya. Lalu, setelah itu

ditambahkan dengan air suling steril hingga tanda batas. Jika sediaan uji yang

akan digunakan berbentuk padat, maka sediaan uji tersebut telebih dahulu

digerus di dalam mortir sebelum kemudian dilarutkan dalam labu ukur.

Setelah itu, dilakukan perancangan pengenceran, dimana perancangan

pengenceran ini disertai dengan penghitungan konsentrasi pada masing-

masing tabung, baik tabung yang besar maupun tabung yang kecil. Tabung

besar yang digunakan berjumlah dua buah, sedangkan tabung kecil yang

digunakan berjumlah 6 buah. Setelah dibuat rancangan pengenceran, lalu

dilanjutkan dengan dilakukan pengenceran sesuai dengan rancangan. Pada dua

tabung reaksi yang besar, dilakukan pengenceran bertingkat dengan

menggunakan larutan air suling steril. Setelah itu, ke dalam tabung reaksi

yang berukuran kecil, dimasukkan media Nutrien Broth sebanyak 1 ml ke

dalam lima tabung reaksi dan media Nutrien Broth double strength sebanyak

1 ml ke dalam salah satu tabung. Setelah itu, diambil 1 ml dari pengenceran

terakhir tabung reaksi besar, dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi pertama

yang berisi media Nutrien Broth. Setelah itu, tabung reaksi digoyang-

goyangkan, dan dilakukan pengenceran hingga tabung reaksi kelima. Lalu,

dari pengenceran terakhir tabung reaksi kecil berisi media Nutrien Broth,

diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi kecil berisi media

Nutrien Broth double strength. Setelah itu, buang 1 ml dari tabung reaksi

terakhir tersebut. Kemudian dilakukan penambahan bakteri ke dalam tiap

tabung secara aseptis dan dilakukan inkubasi pada suhu 37 derajat celcius

selama 18-24 jam dan dilihat pertumbuhan bakteri serta MIC yang

didapatkan.

Page 12: MIC minimum inhibitory concentration

12

VI. Data Pengamatan

a. Rencana Pengenceran

M1 x V1 = M2 X V2

Pengenceran :

Pengenceran pada tabung reaksi besar :

1.

⁄ x (X) mL =

⁄ x 10 mL

X = 5 mL

2.

⁄ x (X) ml =

⁄ x 10 m

X = 5 mL

3.

⁄ x (X) ml =

⁄ x 10 m

X = 5 mL

Pengenceran pada tabung reaksi kecil :

1.

⁄ x 1 ml = ( )

⁄ x 2 mL

X = 156.25

2.

⁄ x 1 ml = ( )

⁄ x 2 mL

X = 78.125

3.

⁄ x 1 ml = ( )

⁄ x 2 mL

X = 39.625

4.

⁄ x 1 ml = ( )

⁄ x 2 mL

X = 19.2125

5.

⁄ x 1 ml = ( )

⁄ x 2 mL

X = 9.60625

6.

⁄ x 1 ml = ( )

⁄ x 2 mL

Page 13: MIC minimum inhibitory concentration

13

X = 4.803125

b. Pengamatan Minimum Inhibitor Concentration

Kontrol

Positif

9.60625 𝜇𝑔

𝑚𝑙⁄

19.2125

𝜇𝑔𝑚𝑙⁄

39.625 𝜇𝑔

𝑚𝑙⁄

78.125 𝜇𝑔

𝑚𝑙⁄

156.25 𝜇𝑔

𝑚𝑙⁄

Page 14: MIC minimum inhibitory concentration

14

VII. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini dilakukan penentuan konsentrasi hambat

minimum (KHM) pada suatu sediaan antibiotik. Penentuan nilai MIC ini

bertujuan untuk mengetahui konsentrasi terendah dari senyawa antibakteri

yang masih mampu menghambat pertumbuhan bakteri uji secara signifikan

yang ditandai dengan terbentuknya zona bening (Susanti et al, 2014). Dengan

penentuan konsentrasi hambat minimum atau Minimum inhibitory

concentration (MIC) pada suatu antibiotic, aktivitas dari antibiotic tersebut

dapat diketahui. Pada konsentrasi terkecil berapakah pertumbuhan bakteri

dapat dihambat sehingga semakin kecil nilai KHM, maka aktivitas antibiotic

tersebut bisa semakin efektif karena dalam konsentrasi minim pun dapat

menghambat pertumbuhan bakteri. Nilai MIC adalah spesifik untuk tiap-tiap

kombinasi dari antibiotika dan mikroba.

Dalam penentuan konsentrasi hambat minimum (KHM) harus

diketahui sebelumnya mengenai aktivitas antibiotic uji. Pada jenis bakteri

manakah antibiotic tersebut dapat bekerja. Tidak semua antibiotic dapat

bekerja atau menghambat pertumbuhan semua jenis bakteri karena dengan

berbedanya jenis bakteri, maka berbeda pula strutur dan kemampuan bakteri

tersebut dalam mempertahankan diri dari kondisi yang tidak menguntungkan

untuk bakteri tersebut. Zat antimikroba yang akan digunakan harus sesuai

dengan jenis mikroorganismenya karena memiliki kerentanan yang berbedda-

beda (Boyd, 1988). Bila antibiotic dapat menghambat pertumbuhan bakteri

pada semua jenis bakteri (Seperti pada Gram positif dan Gram negatif) maka

antibiotic tersebut disebut antibiotic spectrum luas. Namun apabila hanya

menghambat pertumbuhan salah satu jenis bakteri, maka disebut antibiotic

spectrum sempit. Antibiotic tersebut dibedakan berdasarkan luas aktivitas

(aktif terhadap banyak atau sedikit jenis bakteri). Oleh karena itu, pemilihan

bakteri uji pun tidak bisa sembarangan.

Page 15: MIC minimum inhibitory concentration

15

Pada praktikum kali ini dilakukan penentuan kadar hambat minimum

(KHM) pada antibiotic kloramfenikol. Kloramfenikol adalah salah satu jenis

antibiotika turunan amfenikol yang secara alami diproduksi oleh Streptomyces

venezuelae. Kloramfenikol bekerja pada spektrum luas, efektif baik terhadap

Gram positif maupun Gram negatif. (Susanti et al, 2009). Oleh karena itu

pada praktikum kali ini dapat digunakan jenis bakteri Gram positif yaitu

Escherichia coli. Mekanisme kerja kloramfenikol melalui penghambatan

terhadap biosintesis protein pada siklus pemanjangan rantai asam amino, yaitu

dengan menghambat pembentukan ikatan peptida. Antibiotika ini mampu

mengikat subunit ribosom 50-S sel mikroba target secara terpulihkan,

akibatnya terjadi hambatan pembentukan ikatan peptida dan biosintesis

protein. Kloramfenikol umumnya bersifat bakteriostatik, namun pada

konsentrasi tinggi dapat bersifat bakterisid terhadap bakteri-bakteri tertentu

(Susanti et al, 2009).

Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam menentukan nilai

KHM suatu antibiotic/antibakteri. Metode yang digunakan dalam praktikum

kali adalah metode MIC cair atau metode pengenceran bertingkat. Pada

konsentrasi tertentu, antibiotic mempunyai efek menghambat pertumbuhan

mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme tersebut ditandai dengan

adanya kekeruhan dimedia yang digunakan. Pada kadar tertentu, dimana

pertumbuhan mikroorganisme terhambat oleh sejumlah antibiotic yang sesuai,

tidak terjadi kekeruhan pada media. Konsentrasi terendah senyawa yang

memebrikan hasil biakan tampak jernih merupakan nilai KHM zat tersebut.

Metode ini mempunyai keuntungan karena dapat menguji daya bakteriostatik

dan bakterisidal sekaligus, namun metode ini hanya dapat menguji satu bahan

antibakteri dalam satu kali kegiatan (Pelczar, 1986).

Sediaan uji dibuat dengan melarutkan kloramfenikol dengan

pelarutnya atau air. Konsentrasi awal antibiotic kloramfenikol adalah

Page 16: MIC minimum inhibitory concentration

16

250mg/100ml. Untuk menentukan konsentrasi hambat minimum (KHM)

maka diperlukan variasi dari kosentrasi kloramfenikol. Oleh karena itu

dilakukan pengenceran bertingkat untuk mendapatkan variasi konsentrasi.

Sebelum pengenceran dilakukan, dibuat terlebih dahulu rencana pengenceran

dan konsentrasi berapa sajakah yang diperkirakan merukapan KHM dari

antibiotic tersebut. Agar dapat memperkirakan konsentrasi berapa sajakah

yang akan dibuat, nilai KHM dari antibiotic tersebut harus diketahui

berdasarkan literature.

Berdasarkan hasil penelitian Susanti et al (2009), konsentrasi hambat

minimum (KHM) untuk kloramfenikol 10 µg/ml dengan menggunakan

metode dan jenis bakteri yang sama. Namun perencanaan konsentrasi yang

dilakukan tidak masuk dalam rentang nilai KHM yang diketahui. Agar

didapat nilai KHM kloramfenikol, perencanaan konsentrasi yang hendak

dibuat haruslah masuk kedalam rentang nilai KHM yang diketahui.

Pada praktikum kali ini, dilakukan 8x pengenceran. Pengenceran

pertama dari konsentrasi 250mg/100ml atau setara dengan 2500µg/ml

menjadi 1250 µg/ml. Pengenceran selanjutnya yaitu 625 µg/ml dan terkahir

312,5 µg/ml. Pengenceran setelahnya yang akan digunakan sebagai

konsentrasi yang akan digunakan pada penentuan nilai KHM kloramfenikol.

Dari tabung terakhir dengan konsentrasi 312,5 µg/ml, dilakukan pengenceran

2x nya sebanyak 5 kali pengenceran. Masing-masing tabung berisi Nutrient

Broth (NB), yang merupakan media pertumbuhan bakteri , sebanyak 1 ml.

Konsentrasi pada tabung pertama yaitu 156,25 µg/ml. Untuk tabung

selanjutnya yaitu 78,125 µg/ml, 39,625 µg/ml, 19,2125 µg/ml dan 9,60625

µg/ml. Sebanyak 1 ml dari tabung terakhir dipipet ke dalam tabung nutrient

Broth (NB) double strength. Dalam NB double strength ini, nutrisi-nutrisi

yang diperlukan bakteri untuk tumbuh lebih banyak sehingga bakteri yang

akan tumbuh pun akan lebih banyak pula. Selain itu untuk mengetahui

Page 17: MIC minimum inhibitory concentration

17

dimanakan letak KHM antibiotic uji, perlu dibuat larutan control negatif dan

positif. Control negatif berisi Nutrient Broth (NB) saja sedangkan control

positif berisi Nutrient Broth (NB) dan 1 ose bakteri. Control positif dan

negatif digunakan sebagai pembanding pada larutan uji. Dimana pada control

positif akan terlihat keruh yang menandakan adanya pertumbuhan mikroba,

sedangkan pada control negatif akan bening karena tidak adanya pertumbuhan

mikroba.

Setelah dibuat variasi konsentrasi, kepada tiap-tiap tabung

diinokulumkan 1 ose bakteri. Ose harus difiksasi terlebih dahulu sebelum

pengambilan bakteri supaya ose steril dan dipengaruhi oleh bakteri udara

sekeliling. Setelah difiksasi, ose tidak boleh langsung dicelupkan pada media

tetapi harus tunggu sementara supaya bakteri tidak mati karena ose yang

terlalu panas. Selain itu, sebelum diambil, suspensi bakteri harus

dihomogenkan terlebih dahulu karena kemungkinan suspense bakteri

berkumpul pada bahagian bawah tabung reaksi (Jawetz et al, 2001). Selain itu

tabung yang berisi bakteri dikocok terlebih dahulu agar penyebaran bakteri

merata.

Setelah dibuat berbagai macam konsentrasi, maka pada setiap tabung

uji ditambahan satu ose bakteri Escherichia coli ke dalamnya. Kemudian

diinkubasi pada suhu 37⁰C selama kurang lebih 19 jam. KHM dapat

ditentukan dengan melihat tabung bening terakhir. Pada konsentrasi

tersebutlah letak nilai KHM karena pada konsentrasi tersebut pertumbuhan

mikroba tak terlihat yang ditunjukkan dengan warna bening (seperti pada

control negatif). Kadar Hambat Minimum (KHM) kloramfenikol, konsentrasi

kloramfenikol terkecil yang masih menunjukkan aktivitas menghambat

pertumbuhan E. coli (Susanti et al, 2009).

Page 18: MIC minimum inhibitory concentration

18

Hasil yang didapat dari praktikum kali ini yaitu semua tabung uji

menghasilkan nilai negatif atau tidak adanya pertumbuhan bakteri yang

ditandai dengan larutan berwarna bening. Menurut literature dimana

konsentrasi hambat minimum (KHM) dari kloramfenikol sekitar 10 µg/ml

tidak didapatkan nilai KHM. Hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya

pertumbuhan mikroba pada masing-masing tabung yang menyebabkan warna

larutan menjadi keruh. Nilai KHM tidak didapat karena rencana pengenceran

yang telah dibuat tidak sesuai dengan rentang nilai KHM yang diketahui.

Nilai KHM berlawanan dengan sensitivitas mikroba yang diuji. Jika nilai

KHM makin kecil maka aktivitas antimikroba tersebut makin besar (Nofiani

et al, 2009). Semakin rendah nilai KHM dari sebuah antibiotika, sensitivitas

dari bakteri akan semakin besar. MIC dari sebuah antibiotika terhadap spesies

mikroba adalah rata-rata MIC terhadap seluruh strain dari spesies tersebut.

Strain dari beberapa spesies mikroba adalah sangat berbeda dalam hal

sensitivitasnya. (Jawetz et al.,1996). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi

hasil dari penentuan KHM diantaranya adalah:

1. Jenis zat dan mikroorganisme

Zat antimikrobial yang akan digunakan harus sesuai dengan jenis

mikroorganismenya karena memiliki kerentanan yang berbeda-beda.

2. Konsentrasi dan intensitas zat antimikrobial

Semakin tinggi konsentrasi zat antimikrobial yang digunakan, maka

semakin tinggi pula daya kemampuannya dalam mengendalikan

mikroorganisme.

3. Jumlah organisme

Semakin banyak mikroorganisme yang dihambat atau dibunuh, maka

semakin lama waktu yang diperlukan untuk mengendalikannya.

4. Suhu

Suhu yang optimal dapat menaikkan efektivitas zat antimicrobial

Page 19: MIC minimum inhibitory concentration

19

5. Jenis antibiotic

jenis dari antibiotic kloramfenikol juga dapat mempengaruhi dari

efektivitas antibiotic (Boyd, 1980).

Hasil yang tidak sesuai dengan literature dapat dikeranakan berbagai

hal, diantaranya yaitu kesalahan procedural dari praktikan. Dimana

konsentrasi antibiotic yang ditambahkan ke dalam tabung NB double strength

berasal dari tabung terkahir hasil pengenceran atau tabung dengan konsentrasi

terkecil. Seharusnya, konsentrasi antibiotic yang ditambahkan ke dalam

tabung NB double strength berasal dari hasil pengenceran ke-3 yaitu

konsentrasi 312,5 µg/ml sehingga menyebabkan ketidak akuratan dalam

percobaan kali ini. Selain itu, kesalahan dalam menentukan rencana

pengenceran menyebabkan nilai MIC tidak didapat karena dalam konsentrasi

yang dibuat, pertumbuhan bakteri masih dapat dihambat. Faktor lainnya dapat

disebabkan karena saat pengambilan bakteri, suspense tidak dikocok terlebih

dahulu sehingga jumlah bakteri tidak tersebar merata yang menyebabkan

antara tabung satu dengan lainnya tidak sama dalam jumlah bateri yang

diinokulumkan. Sehingga walau dalam konsentrasi yang kecil pun, bakteri

masih dapat dihambat pertumbuhannya.

VIII. KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa

Minimum Inhibitory Concentration (MIC) suatu sediaan uji terhadap

bakteri Gram negative (E. coli), dengan menggunakan metoda MIC cair

karena kesalahan prosedur dan penentuan konsentrasi pengenceran.

Page 20: MIC minimum inhibitory concentration

20

IX. DAFTAR PUSTAKA

Ajizah, A. 2004, Sensitivitas Salmonella Typhimurium Trehadap Ekstrak

Daun. Psidium Guajava L. Bioscientiae. 1(1): 31-38

Baris O, Gulluce M, Sahin F, Ozer H, Kilic H, Ozkan H, Sokmen M, Ozbek T

.2006. Biological activities of the essential oil and methanol extract of

Achillea Biebersteinii Afan. (Asteraceae). Turk. J. Biol. 30: 65-73.

Boyd, Robert F. 1988. General microbiology second edition. Times

mirror/mosby college publishing

Boyd, R.F. 1995. Basic Medical Microbiology. Five edition. Boston: Brown

and Company (Inc)

Cappucino JG, Sherman N. 2001. Microbiology a Laboratory Manual. San

Fransisco: Pearson Education Inc.

Dede Sukandar, Nani Radiastuti, Ira Jayanegara, Rina Ningtiyas. 2011.

Karakterisasi Senyawa Antibakteri Ekstrak Air Daun Kecombrang

(Etlingera elatior). Valensi Vol. 2 No. 3, Nop 2011 (414-419)

Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Keseharan RI.

2009. Pedoman Dasar Dispensing Sediaan Steril. Jakarta: DEPKES RI

E. Jawetz, George F. Brooks, Janet S. Butel, Stephen A. Morse.2001. Jawetz,

Melnick and Adelberg's Medical Microbiology. McGraw-Hill (Lange

Medical Books).

Erlin E. 2004. Uji Daya Antiseptik Klorheksidin Glukonat Terhadap

Petumbuhan Staphylococcus aureus Resisten Metisili n (MRSA ) dan

Staphylococcus aureus Sensitif Metisilin (MSSA). Medika Kartika

2004; 2:1-10

Page 21: MIC minimum inhibitory concentration

21

Jawetz G, Melnick dan Adelberg, E.A. 1991. Mikrobiologi untuk Profesi

Kesehatan. Jakarta: ECG.

Jawetz G, Melnick dan Adelberg, E.A. 2005. Mikologi Kesehatan. Jakarta:

Salemba Medika

K. Rosyidah, S. A. Nurmugaimina, N. Komari, dan M.D. Astuti. 2010.

Aktivitas Antibakteri Fraksi Saponin dari Kulit Batang Tumbuhan

Kasturi (Mangifera casturi). Alchemi, Vol 1 No. 2 Maret 2010 hal 53-

103

Langfield RD, Scarano FJ, Heitzman ME, Kondo M, Hammond GB, Neto

CC. 2004.Use of a modified microplate bioassay method to investigate

antibacterial activity in the Peruvian medicinal plant Peperomia

galiodes. J. Ethnopharmacol. 94: 279-281.

Laurence, D. R., Bennet, P. N. 1987. Clinical Pharmacology.Sixth Edition.

Churchill Livingstone, Edinburgh.

Nofiani, Risa., Kadarisno., Daryati., dan Ajuk Sabar. 2009. Karakteristik

Ekstrak Bakteri Berasosiasi dengan Eucheuma cottonii Doty yang

Memiliki Aktivitas Antimikroba. Available at

http://jagb.journal.ipb.ac.id/index.php/jphpi/article/view/876

[16/04/2015]

Pelczar, Michael, j., dan e.c.s. chan. 1986. Dasar-dasar mikrobiologi. Jakarta:

UI press

Polk, R. 1999. Optimal Use of Modern Antibiotics: Emerging Trends. Clin

Infect Dis. 1999;29:264-74

Rahman, Atta ur, M. Iqbal Choudhary, William J. Thomsen. 2005. Bioassay

Techniques for Drug Development. Hardwood Academic Publisher

Page 22: MIC minimum inhibitory concentration

22

Renzo Rendi And Severo Ochoa. 1962. Effect of Chloramphenicol on

Protein Synthesis in Cell-free Preparations of Escherichia coli. THE

JOURNAL OF BIOLOGICAL CHEMISTRY Vol. 237, No. 12,

December 1962.

Rinawati, Nanin Dwi. 2011. Daya Antibakteri Tumbuhan Majapahit

(Crescentia cujete L.) Terhadap Bakteri Vibrio alginolyticus. Tersedia

online di: http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-13710-

Paper-370813.pdf [diakses pada 17 April 2015]

Sari, Dyah Mundir. 2013. Skrining dan Isolasi Senyawa Aktif Antibakteri

dari Isolat Aktinomisetes indigenus Indonesia. Tersedia online di:

http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26443/1/DY

AH%20MUNDIR%20SARI-fkik.pdf [diakses pada 17 April 2015]

Susan M. Noor , Masniari Poeloengan dan Titin Yulianti. 2006. Analisis

Senyawa Kimia Sekunder Dan Uji Daya Antibakteri Ekstrak Daun

Tanjung (Mimusops elengi L) Terhadap Salmonella Typhi dan Shigella

Boydii. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006

Susanti, Marta Hendra., Alimuddin, Andi Hairil., dan Savante Arreneuz.

2014. PENENTUAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI KULIT BUAH

CERIA (Baccaurea polyneura Hook.f.) TERHADAP Escherichia coli

dan Staphylococcus aureus. Available at

http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jkkmipa/article/view/8798/8766

[16/04/2015]

Susanti, Meliana., Isnaeni., dan Sri Poedjiarti. 2009. Validasi Metode

Bioautografi untuk Determinasi Kloramfenikol. Available at

http://www,jki-ina.com/index.php/jki/article/view/30 [16/04/2015]

Page 23: MIC minimum inhibitory concentration

23

Susanti, A. 2008. Daya antibakteri ekstrak etanol daun beluntas (Pluchea

indica less) terhadap Escherichia coli secara in vitro. Jurnal

Universitas Airlangga Vol. 1 No. 1.

Tarun Solanki. 2008. Switching to generics: always a cost-effective option?.

Prescriber Volume 19, Issue 15-16,pages 40–42, August 2008

Tjay, T. H., dan Rahardja, K. (2007). Obat-Obat Penting Khasiat,

Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya. Edisi ke VI. Jakarta: PT Elex

Media Komputindo.

Valgas, Cleidson, Simon Machado de Souza, Elza F A Smania, Artur

Smania Jr. 2007. Screening Method to Determine Antibacterial

Activity of Natural Products. Brazilian Journal Microbiology 38: 369-

380, 2007

Wilson. B., G. Abraham, V.S. Manju., M. Mathew, B. Vimala , S.

Sundaresan, and B. Nambisan. 2005. Antimicrobial activity of

Curcuma zedoaria and Curcuma malabarica tubers. Journal of

Ethnopharmacology. 99 (2005) hal. 147–151.

Zaenab, Mardiastuti HW, VP Anny, B Logawa. 2006. Uji Antibakteri Siwak

(Salvadora persica) Terhadap Streptococcus mutans dan Bacteriocides

melaninogenicus. Makara, Kesehatan, Vol. 8, No. 2, Desember 2004:

37-40