miksi defekasi

Upload: berto-usman

Post on 29-Oct-2015

171 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Slide 1

PROSES MIKSII.PENDAHULUANFungsi kandung kencing normal memerlukan aktivitas yang terintegrasi antara sistim saraf otonomi dan somatik. Jaras neural yang terdiri dari berbagai refleks fungsi destrusor dan sfingter meluas dari lobus frontalis ke medula spinalis bagian sakral, sehingga penyebab neurogenik dari gangguan kandung kencing dapat diakibatkan oleh lesi pada berbagai derajat.II. ANATOMI DAN FISIOLOGI

A. Struktur otot detrusor dan sfingterSusunan sebagian besar otot polos kandung kencing sedemikian rupa sehingga bila berkontraksi akan menyebabkan pengosongan kandung kencing. Pengaturan serabut detrusor pada daerah leher kandung kencing berbeda pada kedua jenis kelamin, pria mempunyai distribusi yang sirkuler dan serabut-serabut tersebut membentuk suatu sfingter leher kandung kencing yang efektif untuk mencegah terjadinya ejakulasi retrograd sfingter interna yang ekivalen. Sfingter uretra (rhabdosfingter) terdiri dari serabut otot luruk berbentuk sirkuler. Pada pria, rhabdosfingter terletak tepat di distal dari prostat sementara pada wanita mengelilingi hampir seluruh uretra. Rhabdosfingter secara anatomis berbeda dari otot-otot yang membentuk dasar pelvis. Pemeriksaann EMG otot ini menunjukkan suatu discharge tonik konstan yang akan menurun bila terjadi relaksasi sfingter pada awal proses miksi.

B. Persarafan dari kandung kencing dan sfingter1. Persarafan parasimpatis (N.pelvikus) Pengaturan fungsi motorik dari otot detrusor utama berasal dari neuron preganglion parasimpatis dengan badan sel terletak pada kolumna intermediolateral medula spinalis antara S2 dan S4. Neuron preganglionik keluar dari medula spinalis bersama radiks spinal anterior dan mengirim akson melalui N.pelvikus ke pleksus parasimpatis pelvis. Ini merupakan suatu jaringanhalus yang menutupi kandung kencing dan rektum. Serabut postganglionik pendek berjalan dari pleksus untuk menginervasi organ-organ pelvis. Tak terdapat perbedaan khusus postjunctional antara serabut postganglionik danotot polos dari detrusor. Sebaliknya, serabut postganglionik mempunyai jaringan difus sepanjang serabutnya yang mengandung vesikel dimana asetilkolin dilepaskan. Meskipun pada beberapa spesies transmiter nonkolinergik nonadrenergik juga ditemukan, keberadaannya pada manusia diragukan

2. Persarafan simpatis (Nervus hipogastrik dan rantai simpatis sakral)Kandung kencing menerima inervasi simpatis dari rantai simpatis torakolumbal melalui Nervus hipogastrik. Leher kandung kencing menerima persarafan yang banyak dari sistem saraf simpatis dan pada kucing dapat dilihat pengaturan parasimpatis oleh simpatis, sedangkan peran sistim simpatis pada proses miksi manusia tidak jelas. Simpatektomi lumbal saja tidak berpengaruh pada kontinens atau miksi meskipun pada umumnya akan menimbulkan ejakulasi retrograd. Leher kandung kencing pria banyak mengandung mervasi noradrenergik dan aktivitas simpatis selama ejakulasi menyebabkan penutupan dari leher kandung kencing untuk mencegah ejakulasi retrograde.

3. Persarafan somantik (N.pudendus)Otot lurik dari sfingter uretra merupakan satu-satunya bagian dari traktus urinarius yang mendapat persarafan somatik. Onufrowicz menggambarkan suatu nukleus pada kornu ventralis medula spinalis pada S2, S3, dan S4.Nukleus ini yang umumnya dikenal sebagai nukleus Onuf, mengandung badan sel dari motor neuron yang menginnervasi baik sfingter anal dan uretra. Nukleus ini mempunyai diameter yang lebih kecil daripada sel kornu anterior lain, tetapi suatu penelitian mengenai sinaps motor neuron ini pada kucing menunjukkan bahwa lebih bersifat skeletomotor dibandingkan persarafan perineal parasimpatis preganglionik.Serabut motorik dari sel-sel ini berjalan dari radiks S2, S3 dan S4 ke dalam N.pudendus dimana ketika melewati pelvis memberi percabangan ke sfingter anal dan cabang perineal ke otot lurik sfingter uretra. Secara elektromiografi, motor unit dari otot lurik sfingter sama dengan serabut lurik otot tapi mempunyai amplitudo yang sedikit lebih rendah.

4. Persarafan sensorik traktus urinarius bagian bawahSebagian besar saraf aferen adalah tidak bermyelin dan berakhir pada pleksus suburotelial dimana tidak terdapat ujung sensorik khusus. Karena banyak dari serabut ini mengandung substansi P, ATP atau calcitonin gene-related peptide dan pelepasannya dapat mengubah eksitabilitas otot, serabut pleksus ini dapat digolongkan sebagai saraf sensorik motorik daripada sensorik murni.Ketiga pasang saraf perifer (simpatis torakolumbal, parasimpatis sacral dan pudendus) mengandung serabut saraf aferen. Serabut aferen yang berjalan dalam n.pelvikus dan membawa sensasi dari distensi kandung kencing tampaknya merupakan hal yang terpenting pada fungsi kandung kencing yang normal. Akson aferen terdiri dari 2 tipe, serabut C yang tidak bermyelin dan serabut A bermyelin kecil. Peran aferen hipogastrik tidak jelas tetapi serabut ini mungkin menyampaikan beberapa sensasi dari distensi kandung kencing dan nyeri. Aferen somatik pudendal menyalurkan sensasi dari aliran urine, nyeri dan suhu dari uretra dan memproyeksikan ke daerah yang serupa dalam medula spinalis sakral sebagai aferen kandung kencing. Hal ini menggambarkan kemungkinan dari daerah-daerah penting pada medulla spinalis sakral untuk intergrasi viserosomatik.Nathan dan Smith (1951) pada penelitian pasien yang telah mengalami kordotomi anterolateral, menyimpulkan bahwa jaras asending dari kandung kencing dan uretra berjalan di dalam traktus spiotalamikus. Serabut spinobulber pada kolumna dorsalis mungkin juga berperan pada transmisi dari informasi aferen.C. Hubungan dengan susunan saraf pusat1. Pusat Miksi PonsPons merupakan pusat yng mengatur miksi melalui refleks spinal-bulber-spinal atau long loop refleks. Demyelinisasi Groat (1990) menyatakan bahwa pusat miksi pons merupakan titik pengaturan (switch point) dimana refleks transpinal-bulber diatur sedemikian rupa baik untuk pengaturan pengisian atau pengosongan kandung kencing. Pusat miksi pons berperansebagai pusat pengaturan yang mengatur refleks spinal dan menerima input dari daerah lain di otak

2. Daerah kortikal yang mempengaruhi pusat miksi ponsBeberapa penelitian menunjukkan bahwa lesi pada bagian anteromedial dari lobus frontal dapat menimbulkan gangguan miksi berupa urgensi,inkontinens, hilangnya sensibilitas kandung kemih atau retensi urine. Pemeriksaan urodinamis menunjukkan adanya kandung kencing yang hiperrefleksi.

III. NEUROFISIOLOGI MIKSIA. FISIOLOGI MIKSI Proses miksi merupakan aktifitas dari proses neurofisiologi yang kompleks dan terkoordinasi dengan sangat tepat dan melibatkan aktifitas neuronal mulai dari korteks serebri, batang otak, medula spinalis dan saraf-saraf tepi baik otonom maupun somatik. Fungsi penyimpanan dan pengeluaran urine merupakan dua fungsi bulibuli yang diatur oleh sistem refleks yang kompleks. Pengaturan ini menghasilkan koordinasi antara kontraksi otot polos dan lurik yang berakhir dengan terjadinya miksi pada tekanan intra uretra yang rendah dan fungsi kandung kemih yang terkontrol. Fisiologi kandung kemih terdiri atas neurofisiologi mekanisme refleks miksi dan fisiologi detrusor serta otot lurik periuretra. Tekanan yang dihasilkan oleh otot polos dan lurik disekitar dan pada uretra membuat jaringan penunjang dan pembuluh darah yang ada di bagian dalam dinding uretra terjepit sehingga epitel uretra menjadi seperti tutup yang kedap air. Semua faktor ini akan menjadi faktor penting terjadinya kontinensia. Tekanan intra uretra dalam keadaan istirahat adalah antara 50-100 cm H2O, suatu tekanan yang cukup bila diingat bahwa tekanan intravesika maksimal adalah 50 cm H2O.

Sfingter uretra disokong oleh otot, ligamen, dan fasia dasar panggul dan pengalaman klinis menunjukkan bahwa hal ini penting untuk mekanisme kontinensia yang efisien. Lebih dari itu kontraksi otot levator ani mengangkat, memanjangkan dan menekan uretra sehingga berperan penting pada terjadinya kontinensia pada saat kondisi stress misalnya pada peningkatan tekanan intraabdominal secara tiba-tiba. Tekanan yang dihasilkan oleh mekanisme sfingter proksimal pada leher kandung kemih jauh lebih rendah dibanding mekanisme sfingter distal. Tertutupnya leher kandung kemih hanya tergantung fungsi detrusor. Selama detrusor tidak berkonsentrasi leher kandung kemih akan tetap tertutup walaupun terjadinya kenaikan tekanan intravesikal yang ekstrim seperti mengedan, batuk dan lain-lain. Hanya dengan kontraksi detrusor terjadi pembukaan leher kandung kemih.Kandung kemih dapat penyimpanan pertambahan jumlah urine tanpa diikuti kenaikan tekanan intravesika. Hal ini dapat terjadi karena sifat elastisitas otot kandung kemih yang dapat meregang. Selain itu kandung kemih dalam keadaan kosong bukanlah berupa organ yang berkontraksi, tetapi lebih berupa kantong yang terlipat. Oleh karenanya pengisian urine dalam jumlah yang sedikit hanya mengubah bentuk kandung kemih yang terlipat tanpa perlu meregangkan dindingnya, begitu volume urinee bertambah banyak barulah kandung kemih akan meregang untuk menjamin tertampungnya urinee tanpa mengakibatkan kenaikan tekanan intervesika. Diluar kedua faktor, elastisitas dan kemampuan merubah bentuk kandung kemih, diduga faktor persarafan juga berperan dalam menghambat terjadinya kontraksi detrusor atau secara aktif membuat relaksasi detrusor selama fase pengisian urine.

D. MEKANISME PENGOSONGAN KANDUNG KEMIH Kandung kemih terisi dengan kecepatan 1 ml/menit dan pada awalnya tanpa adanya sensasi apapun. Sesuai dengan bertambahnya jumlah urine dalam kandung kemih akan timbul sensasi samar yang timbul di daerah perineum atau dalam rongga pelvik. Lama kelamaan sensasi ini makin jelas dan sulit untuk diabaikan dan dalam keadaan normal ini saat untuk miksi. Bila kandung kemih dibiarkan terisi terus maka timbul sensasi regangan daerah abdomen bawah yang timbul dari saraf simpatis ke kolum lateral dan mungkin berasal dari reseptor regangan di trigonum. Bila tidak juga terjadi miksi akan terdapat sensasi miksi yang sulit tertahan. Sensasi ini berasal dari uretra atau otot lurik periuretra. Serat aferen untuk sensasi ini berjalan bersama nervus pudendus menuju kolum dorsal medula spinalis. Ketiga sensasi ini mempunyai alur saraf berbeda dan dapat terjadi tanpa kenaikan tekanan intravesikal. Sensasi pertama adalah yang terpenting. Rangsangan untuk ketiga sensasi adalah distensi kandung kemih. Walaupun distensi saja sudah merupakan rangsangan yang cukup tapi faktor pertambahan volume yang dihubungkan dengan frekuensi kontraksi ritmin detrusor dengan amplitudo rendah juga memegang peranan.

1. Fase pengisisan Persarafan menyebabkan kandung kemih mampu menahan urine di kandung kemih sampai distensi kandung kemih mencapai titik batasnya. Mekanisme saraf yang menjaga saraf parasimpatis postganglionik tetap tidak aktif melibatkan tiga faktor. Pertama adanya inhibisi berulang terhadap saraf postganglionik dengan menghambat hubungan antar saraf di intermediolateral grey columns. Penghambatan ini terjadi pada volume kandung kemih kecil dan akan hilang waktu terjadinya miksi. Faktor kedua adalah peranan ganglion parasimpatik yang berfungsi sebagai filter, impuls preganglion yang rendah tidak akan diteruskan. Faktor ini merupakan faktor terpenting yang juga akan hilang waktu terjadinya miksi. Faktor ketiga adalah inhibisi oleh saraf simpatis terhadap parasimpatis ganglioner.Tekanan penutupan uretra meningkat pada beberapa keadaan seperti pengisian buli-buli secara cepat, peningkatan tekanan intra abdomen, aktifitas fisik dan kontraksi volunter otot dasar panggul. Kenaikan tekanan sebagai respon terhadap pengisian buli-buli terjadi melalui refleks eferen dan nervus pelvikus.Aktivitas neural mempertahankan tekanan intravesikal lebih rendah dari tekanan uretral. Perbedaan tekanan intravesikal dengan tekanan uretral disebut sebagai urethral closure pressure. Tekanan intra uretral dipertahankan tinggi pada proses pengisian kandung kemih disebabkan elastisitas jaringan ikat mukosa uretral, sedang yang aktif mempertahankan tekanan intra uretral adalah tonus otot-otot polos dan otot lurik intra uretral.Peninggian mendadak tekanan intra andomen akan ditransmisikan dan didistribusikan secara sama ke arah kandung kemih dan ke uretral, sehingga pengaruh terhadap urethral closure pressure tidak ada. Transmisi tekanan ini tergantung pada komponen aktif yaitu kontraksi otot-otot lurik dan komponen pasif yaitu posisi intra abdominal leher buli-buli dan uretra. Jika 6 otot-otot dan fasia pada dasar pelvis melemah, penurunan posisi leher kandung kemih dan uretral akan disertai dengan distribusi tekanan intra abdominal yang tidak sama berakibat timbulnya stress inkontinensia.

2. Fase pengosongan Pengosongan kandung kemih terjadi dengan adanya peningkatan tekanan intravesika yang bertahan sampai kandung kemih kosong disertai penurunan tekanan intra uretra. Miksi dimulai dengan penurunan tekanan intra uretra yang mendahului kenaikan tekanan intravesika beberapa detik walaupun kadang kadang terjadi bersamaan. Bila tekanan intravesika sampai batas tertentu maka leher buli-buli akan membuka dan miksi dimulai. Pada saat miksi selesai uretra pada daerah sfingter distal akan menutup dan penutupan ini diikuti bagian yang lebih proksimal dan terakhir tertutupnya leher kandung kemih.

IV. PATOLOGI GANGGUAN MIKSIGangguan kandung kencing dapat terjadi pada bagian tingkatan lesi. Tergantung jaras yang terkena, secara garis besar terdapat tiga jenis utama gangguan kandung kemih:1. Lesi supra ponsPusat miksi pons merupakan pusat pengaturan refleks-refleks miksi dan seluruh aktivitasnya diatur kebanyakan oleh input inhibisi dari lobus frontal bagian medial, ganglia basalis dan tempat lain. Kerusakan pada umumnya akan berakibat hilangnya inhibisi dan menimbulkan keadaan hiperrefleksi. Pada kerusakan lobus depan, tumor, demyelinisasi periventrikuler, dilatasi kornu anterior ventrikel lateral pada hidrosefalus atau kelainan ganglia basalis, dapat menimbulkan kontraksi kandung kemih yang hiperrefleksi. Retensi urine dapat ditemukan secara jarang yaitu bila terdapat kegagalan dalammemulai proses miksi secara volunter

2. Lesi antara pusat miksi pons dansakral medula spinalisLesi medula spinalis yang terletak antara pusat miksi pons dan bagian sacral medula spinalis akan mengganggu jaras yang menginhibisi kontraksi detrusor dan pengaturan fungsi sfingter detrusor. Beberapa keadaan yang mungkin terjadi antara lain adalah:a. Kandung kencing yang hiperrefleksiSeperti halnya lesi supra pons, hilangnya mekanisme inhibisi normal akan menimbulkan suatu keadaan kandung kencing yang hiperrefleksi yang akan menyebabkan kenaikan tekanan pada penambahan yang kecil dari volume kandung kencing.

b. Disinergia detrusor-sfingter (DDS)Pada keadaan normal, relaksasi sfingter akan mendahului kontraksi detrusor. Pada keadaan DDS, terdapat kontraksi sfingter dan otot detrusor secara bersamaan. Kegagalan sfingter untuk berelaksasi akan menghambat miksi sehingga dapat terjadi tekanan intravesikal yang tinggi yang kadang-kadang menyebabkan dilatasi saluran kencing bagian atas. Urine dapat keluar dri kandung kencing hanya bila kontraksi detrusor berlangsung lebih lama dari kontraksi sfingter sehingga aliran urine terputus-putus.

c. Kontraksi detrusor yang lemahKontraksi hiperrefleksi yang timbul seringkali lemah sehingga pengosongan kandung kencing yang terjadi tidak sempurna. Keadaan ini bila dikombinasikan dengan disinergia akan menimbulkan peningkatan volume residu paska miksid. Peningkatan volume residu paska miksiVolume residu paska miksi yang banyak pada keadaan kandung kencing yang hiperrefleksi menyebabkan diperlukannya sedikit volume tambahan untuk terjadinya kontraksi kandung kencing. Penderita mengeluh mengenai seringnya miksi dalam jumlah yang sedikit.

3. Lesi Lower Motor Neuron (LMN)Kerusakan pada radiks S2-S4 baik dalam kanalis spinalis maupun ekstradural akan menimbulkan gangguan LMN dari fungsi kandung kencing dan hilangnya sensibilitas kandung kencing. Proses pendahuluan miksi secara volunteer hilang dan karena mekanisme untuk menimbulkan kontraksi detrusor hilang, kandung kencing menjadi atonik atau hipotonik bila kerusakan denervasinya adalah parsial. Compliance kandung kencing juga hilang karena hal ini merupakan suatu proses aktig yang tergantung pada utuhnya persarafan.Sensibilitas dari peregangan kandung kencing terganggu namun sensasi nyeri masih didapatkan disebabkan informasi aferen yang dibawa oleh sistim saraf simpatis melalui n.hipogastrikus ke daerah torakolumbal. Denervasi otot sfingter mengganggu mekanisme penutupan namunjaringan elastik dari leher kandung kencing memungkinkan terjadinya kontinens. Mekanisme untuk mempertahankan kontinens selama kenaikan tekanan intra abdominal yang mendadak hilang, sehingga stress inkontinens sering timbul pada batuk atau bersin.

V. GEJALA GANGGUAN DISFUNGSI MIKSIGejala-gejala disfungsi kandung kencing neurogenik terdiri dari urgensi, frekuensi, retensi dan inkontinens. Hiperrefleksi detrusor merupakan keadaan yang mendasari timbulnya frekuensi, urgensi dan inkontinens sehingga kurang dapat menilai lokasi kerusakan (localising value) karena hiperrefleksia detrusor dapat timbul baik akibat kerusakan jaras dari suprapons maupun suprasakral.Retensi urine dapat timbul sebagai akibat berbagai keadaan patologis. Pada pria adalah penting untuk menyingkirkan kemungkinan kelainan urologis seperti hipertrofi prostat atau striktur. Pada penderita dengan lesi neurologis antara pons dan med spinalis bagiansakral, DDS dapat menimbulkan berbagai derajat retensi meskipun pada umumnya hiperrefleksia detrusor yang lebih sering timbul. Retensi dapat juga timbul akibat gangguan kontraksi detrusor seperti pada lesi LMN. Retensi juga dapat timbul akibat kegagalan untuk memulai refleks niksi seperti pada lesi susunan saraf pusat.Meskipun hanya sedikit kasus dari lesi frontal dapat menimbulkan retensi, lesi pada pons juga dapat menimbulkan gejala serupa. Inkontenensia urine dapat timbul akibat hiperrefleksia detrusor pada lesi suprapons dan suprasakral. Ini sering dihubungkan dengan frekuensi dan bila jaras sensorik masih utuh, akan timbul sensasi urgensi. Lesi LMN dihubungkan dengan kelemahan sfingter yang dapat bermanifestasi sebagai stress inkontinens dan ketidak mampuan dari kontraksi detrusor yang mengakibatkan retensi kronik dengan overflow.

VI. EVALUASI DAN PENATALAKSANAAN1. EvaluasiPendekatan sistematis untuk mengetahui masalah gangguan miksi selama rehabilitasi pasien dengan cedera medula spinalis merupakan hal yang penting karena penatalaksanaan yang baik sejak awal akan mencegah komplikasi urologis dan kerusakan ginjal permanen.Pemeriksaan meliputi penilaian saluran kencing bagian atas, penilaian pengosongan kandung kencing dan deteksi hiperrefleksia detrusor.a. Penilaian saluran kencing bagian atasMeskipun jarang didapatkan masalah pada saluran kencing bagian atas, gangguan ginjal merupakan hal yang potensial mengancam penderita. Penilaian ditujukan untuk menilai fungsi ginjal dandeteksi hidronefrosis. Pemeriksaan radiologis harus meliputi urografi intravena dan voiding cystourethrogram untuk menilai saluran bagian atas dan menyingkirkan kemungkinan adanya refluks vesikoureteral.

b. Penilaian pengosongan kandung kencingPenilaian sisa urine dapat dilakukan dengan katerisasi pada saat pertama pemeriksaan meupun dengan menggunakan USG. Residu urine lebih dari 100 ml dikatakan bermaknac. Deteksi hiperrefleksia detrusorPemeriksaan CMG dan EMG dari sfingter uretral eksterna akan membantu menentukan disfungsi neurogenik dan adanya suatu DDS yang signifikan. Kontraksi abnormal dari otot detrusor dapat dideteksi dengan baik dengan menggunakan filling cystometrogram (CMV). Pada orang normal, kandung kencing dapat mengakomodasi pengisian kandung kencing bahkan pada kecepatan pengisian yang tinggi sedangkan pada penderita dengan hiperrefleksia kandung kencing, terjadi peningkatan tekanan yang spontan pada pengisian.

d. Pemeriksaan neurologisPemeriksaan neurologis harus meliputi pemeriksaan sensibilitas perianal untuk mengetahui ada tidaknya sacral sparing. Adanya tonus anal, reflex anal dan refleks bulbokavernosus hanya menandakan utuhnya konus dan lengkung refleks lokal. Didapatkannya kontraksi volunter sfingter anal menunjukkan utuhnya kontrol volunter dan pada kasus kuadriplegia, ini menandakan lesi medula spinalis yang inkomplit. Pada lesi medulla spinalis, dalam hari pertama sampai 3 atau 4 minggu berikutnya seluruh refleks dalam pada tingkat di bawah lesi akan hilang. Hal ini biasanya dihubungkan dengan fase syok spinal. Dalam periode ini, kandung kencing bersifat arefleksi dan memerlukan drainase periodik atau kontinu yang cermat dan tes provokatif dengan menggunakan 400 ml air dingin steril suhu 4oC tidak akan menimbulkan aktifitas refleks kandung kencing. Tes air es dikatakan positif bila pengisian dengan air dingin segera diikuti dengan pengeluaran air kateter dari kandung kencing. Drainase kandung kencing yang adekuat selama fase syok spinal akan dapat mencegah timbulnya distensi yang berlebih dan atoni dari kandung kencing yang arefleksi.

2. PenatalaksanaanDasar dari penatalaksanaan dari disfungsi kandung kemih adalah untuk mempertahankan fungsi gunjal dan mengurangi gejala.a. Penatalaksanaan gangguan pengosongan kandung kemih dapat dilakukan dengan cara:Stimulasi kontraksi detrusor, suprapubic tapping atau stimulasi perianalKompresi eksternal dan penekanan abdomen, credes manoeuvreClean intermittent self-catheterisationIndwelling urethral catheterb. Penatalaksanaan hiperrefleksia detrusorBladder retraining (bladder drill)Pengobatan oral, Propantheline, imipramine, oxybutininc. Penatalaksanaan operatifTindakan operatif berguna pada penderita usia muda dengan kelainan neurologis kongenital atau cedera medula spinalis.

Bladder trainingAdalah salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi kandung kencing yang mengalami gangguan ke keadaan normal atau ke fungsi optimal neurogenik (UMN atau LMN), dapat dilakukan dengan pemeriksaan refleks-refleks:1. Refleks otomatikRefleks melalui saraf parasimpatis S2-3 dansimpatis T12-L1,2, yang bergabung menjadi n.pelvikus. Tes untuk mengetahui refleks ini adalah tes air es (ice water test). Test positif menunjukkan tipe UMN sedangkan bila negatif (arefleksia) berarti tipe LMN.2. Refleks somaticRefleks melalui n.pudendalis S2-4. Tesnya berupa tes sfingter ani eksternus dan tes refleks bulbokarvernosus. Jika tes-tes tersebut positif berarti tipe UMN, sedangkan bila negatif berarti LMN atau tipe UMN fase syok spinal

Langkah-langkah Bladder Training:1. Tentukan dahulu tipe kandung kencing neurogeniknya apakah UMN atau LMN2. Rangsangan setiap waktu miksi3. Kateterisasi:a. Pemasangan indwelling cathether (IDC)=dauer cathetherIDC dapat dipasang dengan sistem kontinu ataupun penutupan berkala (clamping). Dengan pemakaian kateter menetap ini, banyak terjadi infeksi atau sepsis. Karena itu kateterisasi untuk bladder training adalah kateterisasi berkala. Bila dipilh IDC, maka yang dipilih adalah penutupan berkala oleh karena IDC yang kontinu tidal fisiologis dimana kandung kencing yang selalu kosong akan mengakibatkan kehilangan potensi sensasi miksi serta terjadinya atrofi serta penurunan tonus otot

b. Kateterisasi berkalaKeuntungan kateterisasi berkala antara lain:Mencegah terjadinya tekanan intravesikal yang tinggi/overdistensi yang mengakibatkan aliran darah ke mukosa kandung kencing dipertahankan seoptimal mungkinKandung kencing dapat terisi dan dikosongkan secara berkala seakan-akan berfungsi normalBila dilakukan secara dini pada penderita cedera medula spinalis, maka penderita dapat melewati masa syok spinal secara fisiologis sehingga fedback ke medula spinalis tetap terpeliharaTeknik yang mudah dan penderita tidak terganggu kegiatan sehari-harinya

4. Penatalaksanaan gangguan fungsi miksi pada lesi medulaa. Lesi kauda EkuinaPenatalaksanaan pada pasien dengan lesi kauda ekuina memerlukan perhatian khusus. Pada umumnya ditemukan kandung kencing yang arefleksi (nonkontraktil) dan miksi dilakukan dengan bantuan manipulasi Crede atau Valsava. Lesi umumnya inkomplit atau tipe campuran dan berpotensi untuk mengalami penyembuhan.Pemeriksaan urodinamik mungkin menunjukkan sfingter uretral eksternal yang utuh danps demikian dengan lesi suprakonus mungkin mengalami kesulitan dalam miksi kecuali bila terdapat tekanan intravesikal yang penuh yang dapat mengakibatkan refluksi vesikoureteral. Pada pasien ini didapatkan kerusakan pada persarafan parasimpatis dengan persarafan simpatis yang utuh atau mengalami reinervasi dimana leher kandung kencing mungkin tidak dapat membuka dengan baik pada waktu miksi.b. Sindroma Medula Spinalis SentralNeurogenic bladder akibat lesi inkomplit seperti lesi medula spinalis sentral dapat diperbaiki pada lebih dari 50% pasien. Disamping disfungsi neurologis yang berat dalam minggu-minggu pertama, pemulihan fungsi kandung kencing dapat terjadi terutama karena serabut kandung kencing terletak perifer pada medula spinalis.