minggu, 7 november 2010 | media indonesia limbah … filekursi, dipan, meja belajar, vas bunga,...

1
LENSA BISNIS S EJUMLAH pekerja ter- lihat membelah kayu jati yang sudah kering. Bentuk kayunya agak sedikit beda, tidak batangan, namun merupakan bagian paling bawah pohon jati yang masih terdapat akarnya. Raungan gergaji mesin men- deru, membelah bagian atas bonggol kayu yang lebar untuk dijadikan beberapa lempengan. Tak masalah jika terkadang lempengan yang dihasilkan ber- lubang. Justru terlihat alami. Adapun akar-akar kayu yang masih semburat dipilih-pilih, dibiarkan terlihat alami. Seba- gian akar yang terpaksa harus dipotong dikumpulkan untuk dirangkai menjadi berbagai aksesori dan perkakas rumah tangga. Beberapa orang lainnya tam- pak sibuk melakukan proses penghalusan akar kayu yang hendak dibentuk menjadi meja. Hasil akhirnya, biasanya bagian atas meja tadi diberi alas kaca. Bagi yang baru melihatnya, hasil akhir dari produksi terse- but terlihat unik namun indah, sedikit mengandung unsur seni. Orang di sana menyebut produk kerajinan dari akar kayu jati itu dengan istilah gembol. Membuat gembol, itulah kesibukan rutin tiap hari yang bisa dijumpai di bengkel Su- tanto, 43, tepatnya di Desa Me- duri, Kecamatan Margomulyo, Bojonegoro. Bapak dua anak itu menekuni usaha kerajinan tersebut sejak 2006. Bermula dari coba-coba mem- buat meja dan kursi, tanpa di- duga produk yang dipajang di depan rumahnya itu diminati dan dibeli orang. “Waktu itu saya membuat meja dari akar dan terjual, bahkan beberapa orang menanyakannya lagi,” katanya. Melihat peluang itu, Sutan- to nekat menjual mobilnya seharga Rp21 juta untuk me- ngembangkan usahanya. Ia pun mulai mempekerjakan beberapa remaja di desanya untuk membuat perabot rumah dari akar kayu jati. Setelah beberapa tahun ber- jalan, disimpulkan bahwa ke- rajinan akar kayu jati memi- liki pangsa pasar yang luas. Buktinya, Sutanto mengaku tidak kesulitan memasarkan produknya. “Asalkan produk yang dibuat terlihat alami dan unik, maka dengan sendirinya akan dicari orang. Pada usaha ini, modal utamanya adalah ketekunan dan kreativitas,” katanya. Bayangkan, dari limbah akar jati ini, Sutanto yang kini diban- tu delapan karyawannya mam- pu membuat berbagai produk kerajinan rumah tangga hingga jenisnya mencapai 150 model. Tak mengherankan jika bengkel Sutanto terlihat ramai daripada bengkel warga lainnya yang menekuni usaha sejenis. Permintaan pun semakin bertambah bahkan datang dari berbagai daerah seperti Sura- baya, Bandung, Jakarta, dan Bali. Tak jarang dia terlambat memenuhi pesanan karena ke- habisan stok bahan baku yang hanya bisa didapat langsung dari da lam hutan. Maklum, bahan baku produk ini agak langka, dan untuk mendapat- kannya harus ada izin dari instansi pengelola hutan. Untuk itu, Sutanto menam- pung bahan baku yang dibeli dari penduduk sekitar hutan. Di Bojonegoro, Jawa Timur, akar jati didapat dari pohon sisa tebang Perum Perhutani. Oleh warga, bagian kayu yang sengaja ditinggalkan saat penebangan itu didongkel dan dijual ke perajin gembol. Rata-rata bahan baku itu di- beli Sutanto dengan harga yang relatif murah, berkisar Rp75 ribu-Rp250 ribu per batangnya. Namun, setelah diolah menjadi berbagai perkakas, nilai jual- nya terbilang tinggi. Untuk produk kerajinan tem- pat pajangan bunga, misalnya, harganya bisa mencapai Rp75 ribu per unit. Sementara harga jual sebuah kursi unik bisa se- nilai Rp150 ribu. Bahkan, Sutanto mengaku pernah menjual sebuah sofa dari akar kayu jati dengan pan- jang 3x4 meter seharga Rp20 juta. Namun, perabot yang satu ini membutuhkan akar yang berukuran besar dari pohon jati yang berumur ratusan tahun. “Sekarang cari bahan seperti itu sulit sekali,” jelasnya. Dari ‘limbah tebangan’ yang ukuran serta bentuknya bera- gam itu Sutanto juga bisa me- ng ubahnya menjadi produk gembol bernilai tinggi. Bahkan dia bersedia memenuhi per- mintaan buyer yang membawa contoh desain ke bengkelnya. Semua ia layani dengan senang hati. “Yang penting pelanggan puas,” katanya. Tidak sedikit pun dari limbah itu yang terbuang percuma. “Bahkan, limbah gerjajian kayu juga bisa dimanfaatkan. Lim- bah itu kita rangkai seperti la- yaknya keramik dan ditempel menjadi dinding,” ujarnya, saat ditemui Media Indonesia di sela- sela aktivitasnya. Diekspor Untuk menghasilkan produk yang bagus, biasanya akar jati tadi sengaja dibiarkan terpapar hujan dan terik matahari agar menjadi kering secara alami. Setelah tahapan tersebut, bongkahan akar itu dipotong- potong sesuai desain dan di- bentuk menjadi berbagai pera- bot rumah tangga (terutama mebel). Untuk tidak mengece- wakan pelanggan, Sutanto mengaku setiap hari harus berkreasi, membuat berbagai bentuk atau memprosesnya sesuai dengan pesanan. Berbagai produk dari proses kerja tadi di antaranya meja, kursi, dipan, meja belajar, vas bunga, hingga tempat buah. Yang menonjol dari produk kerajinan Sutanto adalah ben- tuknya yang unik. Ada juga yang sengaja dibuat setengah jadi (belum di-nish- ing). Untuk yang terakhir ini biasanya dipesan oleh perusa- haan mebel besar bagi keper- luan ekspor. “Kita belum sampai tahap sana, jadi hanya memenuhi pe- sanan dan menjual jadi seperti yang saya pajang di rumah,” kata Sutanto memberi alasan tentang distribusi produknya. Ketua Paguyuban Perajin Limbah Akar Jati Aji, Yuli Winarno, mengungkapkan, adanya kerajinan ini secara otomatis mampu meningkat- kan pendapatan ekonomi ma- syarakat sekitar. “Indikasinya, pada era 1990- an rumah warga sebagian besar terbuat dari bambu dan kayu. Tapi, saat ini sebagian besar rumah warga sudah tembok permanen. Dengan pendapatan kotor, kisaran Rp10 juta-Rp15 juta per bulan,” terangnya. Pangsa pasar produk kerajin- an akar jati 70% diekspor ke Korea Selatan, Jepang, Malay- sia, Brunei, Australia, Italia, hingga Jerman. Sayang, produk-produk yang dihasilkan perajin seperti Su- tanto tidak langsung di kirim ke luar negeri. Ada pihak kedua yang sekaligus sebagai nishing produk. Eksportirnya banyak berasal dari Surabaya, Bali, Bandung, Yogyakarta, dan se- jumlah kota besar lainnya. Di tengah keterbatasan dan meski diproduksi di pelosok desa, produk kerajinan limbah akar kayu jati dari desanya su- dah mendunia. Sudah saatnya perajin-perajin potensial se- perti Sutanto mendapat perha- tian pemerintah karena berani mandiri mengangkat perekono- mian desanya. (M-1) miweekend @mediaindonesia.com Di tangan Sutanto, limbah akar jati yang terbengkalai di tengah hutan bisa disulap menjadi barang ekspor yang tinggi nilainya. M Ahmad Yakub Entrepreneur | 9 MINGGU, 7 NOVEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA Limbah Akar Jati pun Jadi KREASI UNIK: Sutanto mengecek hasil kerajinan akar kayu jati yang masih setengah jadi. Di tangannya limbah jati bisa dibuat berbagai jenis karya kerajinan termasuk mebel yang bisa mendatangkan rupiah dalam jumlah lumayan. Kuncinya pada kreativitas dan keunikan produk agar diterima konsumen yang sebagian besar dari luar negeri. FOTO-FOTO: MI/YAKUB

Upload: doanthu

Post on 16-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MINGGU, 7 NOVEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA Limbah … filekursi, dipan, meja belajar, vas bunga, hingga tempat buah. Yang menonjol dari produk kerajinan Sutanto adalah ben-tuknya yang

LENSA BISNIS

SEJUMLAH pekerja ter-lihat membelah kayu jati yang sudah kering. Bentuk kayunya agak

sedikit beda, tidak batangan, namun merupakan bagian pa ling bawah pohon jati yang masih terdapat akarnya.

Raungan gergaji mesin men-deru, membelah bagian atas bonggol kayu yang lebar untuk dijadikan beberapa lempengan. Tak masalah jika terkadang lempengan yang dihasilkan ber-lubang. Justru terlihat alami.

Adapun akar-akar kayu yang masih semburat dipilih-pilih, dibiarkan terlihat alami. Seba-gian akar yang terpaksa harus dipotong dikumpulkan untuk dirangkai menjadi berbagai ak sesori dan perkakas rumah tangga.

Beberapa orang lainnya tam-pak sibuk melakukan proses penghalusan akar kayu yang hen dak dibentuk menjadi meja. Hasil akhirnya, biasanya bagian atas meja tadi diberi alas kaca.

Bagi yang baru melihatnya, hasil akhir dari produksi terse-but terlihat unik namun indah, sedikit mengandung unsur se ni. Orang di sana menyebut produk kerajinan dari akar ka yu jati itu dengan istilah gem bol.

Membuat gembol, itulah ke si bukan rutin tiap hari yang bisa dijumpai di bengkel Su-tanto, 43, tepatnya di Desa Me-duri, Kecamatan Margomulyo, Bojonegoro. Bapak dua anak itu menekuni usaha kerajinan tersebut sejak 2006.

Bermula dari coba-coba mem-buat meja dan kursi, tanpa di-

duga produk yang dipajang di depan rumahnya itu diminati dan dibeli orang. “Waktu itu saya membuat meja dari akar dan terjual, bahkan beberapa orang menanyakannya lagi,” katanya.

Melihat peluang itu, Sutan-to nekat menjual mobilnya se harga Rp21 juta untuk me-ngembangkan usahanya. Ia pun mulai mempekerjakan be berapa remaja di desanya un tuk membuat perabot rumah dari akar kayu jati.

Setelah beberapa tahun ber-jalan, disimpulkan bahwa ke-ra jinan akar kayu jati memi-liki pangsa pasar yang luas. Buktinya, Sutanto mengaku tidak kesulitan memasarkan produknya.

“Asalkan produk yang dibuat terlihat alami dan unik, maka dengan sendirinya akan dicari orang. Pada usaha ini, modal utamanya adalah ketekunan dan kreativitas,” katanya.

Bayangkan, dari limbah akar jati ini, Sutanto yang kini diban-tu delapan karyawannya mam-pu membuat berbagai produk kerajinan rumah tangga hingga jenisnya mencapai 150 model. Tak mengherankan jika bengkel Sutanto terlihat ramai daripada

bengkel warga lainnya yang menekuni usaha sejenis.

Permintaan pun semakin ber tambah bahkan datang da ri berbagai daerah seperti Su ra-baya, Bandung, Jakarta, dan Ba li. Tak jarang dia terlambat me menuhi pesanan karena ke-habisan stok bahan baku yang hanya bisa didapat langsung dari da lam hutan. Maklum, ba han ba ku produk ini agak lang ka, dan untuk mendapat-kannya ha rus ada izin dari ins tansi pe ngelola hutan.

Untuk itu, Sutanto menam-pung bahan baku yang dibeli dari penduduk sekitar hutan. Di Bojonegoro, Jawa Timur, akar jati didapat dari pohon sisa tebang Perum Perhutani.

Oleh warga, bagian kayu yang se ngaja di tinggalkan saat pene bangan itu didongkel dan di jual ke perajin gembol.

Rata-rata bahan baku itu di-beli Sutanto dengan harga yang relatif murah, berkisar Rp75 ribu-Rp250 ribu per batangnya. Namun, setelah di olah menjadi berbagai perkakas, nilai jual-nya terbilang tinggi.

Untuk produk kerajinan tem-pat pajangan bunga, mi salnya, harganya bisa mencapai Rp75 ribu per unit. Sementara harga

jual sebuah kursi unik bisa se-nilai Rp150 ribu.

Bahkan, Sutanto mengaku pernah menjual sebuah sofa dari akar kayu jati de ngan pan-jang 3x4 meter seharga Rp20 juta. Namun, perabot yang satu ini membutuhkan akar yang berukuran besar da ri pohon jati yang berumur ratusan tahun. “Sekarang cari bahan seperti itu sulit sekali,” jelasnya.

Dari ‘limbah tebangan’ yang ukuran serta bentuknya bera-gam itu Sutanto juga bisa me-ng ubahnya menjadi produk gembol bernilai tinggi. Bahkan dia bersedia memenuhi per-mintaan buyer yang membawa

contoh desain ke bengkelnya. Se mua ia layani dengan senang hati. “Yang penting pelanggan puas,” katanya.

Tidak sedikit pun dari limbah itu yang terbuang percuma. “Bahkan, limbah gerjajian kayu juga bisa dimanfaatkan. Lim-bah itu kita rangkai seperti la-yaknya keramik dan ditempel menjadi dinding,” ujarnya, saat ditemui Media Indonesia di sela-sela aktivitasnya.

DieksporUntuk menghasilkan produk

yang bagus, biasanya akar jati tadi sengaja dibiarkan terpapar hujan dan terik matahari agar

menjadi kering secara alami.Setelah tahapan tersebut,

bong kahan akar itu dipotong-po tong sesuai desain dan di-bentuk menjadi berbagai pera-bot rumah tangga (terutama mebel). Untuk tidak mengece-wakan pelanggan, Sutanto me ngaku se tiap hari harus ber kreasi, membuat berbagai bentuk atau memprosesnya sesuai dengan pesanan.

Berbagai produk dari proses kerja tadi di antaranya meja, kursi, dipan, meja belajar, vas bunga, hingga tempat buah. Yang menonjol dari produk kerajinan Sutanto adalah ben-tuknya yang unik.

Ada juga yang sengaja dibuat setengah jadi (belum di-fi nish-ing). Untuk yang terakhir ini biasanya dipesan oleh perusa-haan mebel besar bagi keper-luan ekspor.

“Kita belum sampai tahap sana, jadi hanya memenuhi pe-sanan dan menjual jadi seperti yang saya pajang di rumah,” kata Sutanto memberi alasan tentang distribusi produknya.

Ketua Paguyuban Perajin Lim bah Akar Jati Aji, Yuli Wi narno, mengungkapkan, ada nya kerajinan ini secara oto matis mampu meningkat-kan pendapatan ekonomi ma-syarakat sekitar.

“Indikasinya, pada era 1990-an rumah warga sebagian besar terbuat dari bambu dan kayu. Tapi, saat ini sebagian besar rumah warga sudah tem bok permanen. Dengan pen dapatan kotor, kisaran Rp10 juta-Rp15 juta per bulan,” terangnya.

Pangsa pasar produk kerajin-an akar jati 70% diekspor ke Korea Selatan, Je pang, Malay-sia, Brunei, Australia, Italia, hingga Jerman.

Sayang, produk-produk yang dihasilkan perajin seperti Su-tanto tidak langsung di kirim ke luar negeri. Ada pi hak kedua yang sekaligus sebagai fi nishing produk. Eksportirnya banyak berasal dari Surabaya, Bali, Bandung, Yogyakarta, dan se-jumlah kota besar lainnya.

Di tengah keterbatasan dan meski diproduksi di pelosok desa, produk kerajinan limbah akar kayu jati dari desanya su-dah mendunia. Sudah saatnya perajin-perajin potensial se-perti Sutanto mendapat perha-tian pemerintah karena berani mandiri mengangkat perekono-mian desanya. (M-1)

[email protected]

Di tangan Sutanto, limbah akar jati yang terbengkalai di tengah hutan bisa disulap menjadi barang ekspor yang tinggi nilainya.

M Ahmad Yakub

Entrepreneur | 9MINGGU, 7 NOVEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA

Limbah Akar Jati pun Jadi

KREASI UNIK: Sutanto mengecek hasil kerajinan akar kayu jati yang masih setengah jadi. Di tangannya limbah jati bisa dibuat berbagai jenis karya kerajinan termasuk mebel yang bisa mendatangkan rupiah dalam jumlah lumayan. Kuncinya pada kreativitas dan keunikan produk agar diterima konsumen yang sebagian besar dari luar negeri.

FOTO-FOTO: MI/YAKUB