mklh b.indo
TRANSCRIPT
PENERAPAN EYD DALAM KEHIDUPAN
SEHARI-HARIMakalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia
Disusun Oleh :
1. Shinta Ayu Reva Y.K K5410057
2. Shinta Khoiru N K5410058
3. Susy Ermawaty K5410059
4. Tanjung Fitri A K5410060
5. Teguh Agil K5410061
6. Umar Al Farauq K5410062
7. Vicky Fariz Arya Dana K5410063
8. Vikky Viddia K5410064
9. Yasyfa Nafi R K5410065
10.Yayuk Purwaningsih K5410066
11.Yesy Patmala K5410067
12.Yuli Setyo Dewi K5410068
PROGRAM STUDI GEOGRAFI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2010
DAFTAR ISI
Halaman Judul........................................................................................................i
Daftar isi.................................................................................................................ii
Bab I Pendahuluan
A. Latar belakang....................................................................................1
B. Tujuan.................................................................................................1
C. Rumusan Masalah..............................................................................2
Bab II Pembahasan
A. Penerapan EYD dalam penulisan kata dan kalimat dalam kehidupan
sehari-hari..........................................................................................3
B. Damapak negatif modernisasi terhadap EYD.................................12
Bab III Pentutup
A. Simpulan..........................................................................................15
B. Saran................................................................................................15
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Di zaman yang modern seperti sekarang ini, kita di tuntut untuk
selalu mengikuti perkembangan teknologi yang makin canggih. Salah satu
contoh teknologi canggih yang sedang marak adalah handphone (HP) /
telephone genggam. Dari remaja hingga orang dewasa, semuanya
memiliki benda mungil ini. Bahkan kini anak-anak pun telah mulai
menggunakannya memang dengan HP ini mempermudah urusan-urusan
kita.
Kini, mengirim surat tidak harus dengan prosedur yang sulit.
Hanya dengan sms, beberapa menit kemudian pesan yang kita sampaikan
telah bisa di bisa di terima oleh seseorang yang kita tuju. Namun, dampak
negatif dari kecangihan ini yang kaitannya dengan kebahasaan adalah
tidak digunakannya EYD dengan baik.
Untuk menghemat biaya & waktu, penggunaan HP sering
menyingkat kata-kata bahkan kadang ada yang telah menyimpang jauh
dari kota asalnya. Salah satu contohnya pada kata karena. Ada yang
menyingkat krn, ada yang menyingkat coz/cz. Kata ini di ambil karena
dalam bahasa inggris, yaitu because yang di singkat menjadi coz. Untuk
itu kami makalah ini guna memberikan informasi tentang penerapan EYD
yang baik dan benar. Supaya Bahasa Indonesia tetap terjaga dan tidak
hilang hanya karena bahasa gaul dan bahasa sms.
B. TUJUAN
Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam pembuatan makalah
ini adalah :
1. Dapat memahami penggunaan huruf besar,tanda koma, tanda titik,
pemakaian huruf miring, penggunaan kata depan dan unsur serapan.
2. Dapat memahami bagaimana cara membuat sebuah kalimat yang
efektif.
3. Dapat memahami bagaimana cara membuat dan mengembangkan suatu
paragraf yang baik.
C. RUMUSAN MASALAH
A. Bagaimana penerapan EYD dalam penulisan kata dan kalimat yang
digunakan sehari-hari dengan benar?
B. Apa dampak negatif modernisasi pada penerapan EYD ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Penerapan EYD yang Benar dalam Penulisan Kata dan Kalimat dalam
Kehidupan Sehari-hari
1. Pemakaian Huruf
a. Pemenggalan kata
1) Kata dasar
a) Di antara dua vokal berurutan di tengah kata (diftong tidak
pernah diceraikan): ma-in.
b) Sebelum huruf konsonan yang diapit dua vokal di tengah kata:
ba-pak.
c) Di antara dua konsonan yang berurutan di tengah kata: man-di.
d) Di antara konsonan pertama dan kedua pada tiga konsonan
yang berurutan di tengah kata: ul-tra.
2) Kata berimbuhan: Sesudah awalan atau sebelum akhiran: me-rasa-
kan.
3) Gabungan kata: Di antara unsur pembentuknya: bi-o-gra-fi
b. Huruf kapital
1) Huruf pertama pada awal kalimat. Contoh: Andi makan roti.
2) Huruf pertama petikan langsung. Contoh : “Bapak sudah pergi?”,
tanya Budi.
3) Huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama
Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan. Contoh:
Ibu membaca Al-Quran setiap habis maghrib.
4) Huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan
yang diikuti nama orang (tidak berlaku jika tidak diikuti nama
orang). Contoh: Raden Ajeng Kartini lahir di Jepara.
5) Huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama
orang atau pengganti nama orang, nama instansi, atau nama tempat
(tidak berlaku jika tidak diikuti nama orang, instansi, atau tempat).
Contoh: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menunda
kunjungannya ke Wasior.
6) Huruf pertama unsur-unsur nama orang (tidak berlaku untuk nama
orang yang digunakan sebagai nama sejenis atau satuan ukuran).
Contoh: Charly, Denok.
7) Huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa (tidak berlaku untuk
nama bangsa, suku, dan bahasa yang dipakai sebagai bentuk dasar
kata turunan). Contoh: suku Batak, bangsa Indonesia, bahasa Jawa.
8) Huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa
sejarah (tidak berlaku untuk peristiwa sejarah yang tidak dipakai
sebagai nama). Contoh: Juliarti lahir pada bulan Mei.
9) Huruf pertama nama geografi (tidak berlaku untuk istilah geografi
yang tidak menjadi unsur nama diri dan nama geografi yang
digunakan sebagai nama jenis). Contoh: Kemarin Endang baru saja
pulang dari Semarang, Bandung, dan Surakarta.
10) Huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga pemerintahan
dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi kecuali kata seperti
"dan" yang tidak terletak pada posisi awal, termasuk semua unsur
bentuk ulang sempurna. Contoh: Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan.
11) Huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan.
Gelar akademik: Kepmendikbud 036/U/1993.
12) Huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak,
ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai dalam
penyapaan dan pengacuan (tidak berlaku jika tidak dipakai dalam
pengacuan atau penyapaan). Contoh: Selamat pagi, Pak.
c. Huruf miring
1) Nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.
Contoh: Ayah menyuruh Fafa membeli surat kabar Kompas.
2) Huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata yang ditegaskan
atau dikhususkan. Contoh: Pejabat jangan sekali-kali
membohongi rakyat.
3) Kata nama ilmiah atau ungkapan asing kecuali yang telah
disesuaikan ejaannya.
Contoh: Rambut akan lebih halus jika diberi conditioner setelah
keramas.
2. Penulisan Kata
a. Kata dasar. Ditulis sebagai satu kesatuan
b. Kata turunan
1) Ditulis serangkai dengan kata dasarnya: dikelola, permainan
2) Imbuhan ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti
atau mendahuluinya, tapi unsur gabungan kata ditulis terpisah jika
hanya mendapat awalan atau akhiran: bertanggung jawab, garis
bawahi
3) Imbuhan dan unsur gabungan kata ditulis serangkai jika mendapat
awalan dan akhiran sekaligus: pertanggungjawaban
4) Ditulis serangkai jika salah satu unsur gabungan kata hanya
dipakai dalam kombinasi: adipati, narapidana
5) Diberi tanda hubung jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang
huruf awalnya adalah huruf kapital: non-Indonesia
6) Ditulis terpisah jika kata maha sebagai unsur gabungan diikuti oleh
kata esa dan kata yang bukan kata dasar: maha esa, maha pengasih
c. Kata ulang. Ditulis lengkap dengan tanda hubung: anak-anak, sayur-
mayur
d. Gabungan kata
1) Ditulis terpisah antarunsurnya: duta besar, kambing hitam
2) Dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian di
antara unsur yang bersangkutan untuk mencegah kesalahan
pengertian: alat pandang-dengar, anak-istri saya
3) Ditulis serangkai untuk 47 pengecualian: acapkali, adakalanya,
akhirulkalam, alhamdulillah, astagfirullah, bagaimana,
barangkali, bilamana, bismillah, beasiswa, belasungkawa,
bumiputra, daripada, darmabakti, darmasiswa, dukacita,
halalbihalal, hulubalang, kacamata, kasatmata, kepada,
keratabasa, kilometer, manakala, manasuka, mangkubumi,
matahari, olahraga, padahal, paramasastra, peribahasa,
puspawarna, radioaktif, sastramarga, saputangan, saripati,
sebagaimana, sediakala, segitiga, sekalipun, silaturahmi, sukacita,
sukarela, sukaria, syahbandar, titimangsa, wasalam.
e. Kata ganti
1) Ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya: kusapa,
kauberi
2) Ku, mu, dan nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya:
bukuku, miliknya
f. Kata depan. di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya,
kecuali daripada, kepada, kesampingkan, keluar, kemari, terkemuka
g. Kata sandang. si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya:
sang Kancil, si pengirim
h. Partikel
1) Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang
mendahuluinya: betulkah, bacalah
2) Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya: apa pun,
satu kali pun
3) Partikel pun ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya untuk
adapun, andaipun, ataupun, bagaimanapun, biarpun, kalaupun,
kendatipun, maupun, meskipun, sekalipun, sungguhpun, walaupun
i. Singkatan dan akronim
1) Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan atau pangkat
diikuti dengan tanda titik: A.S. Kramawijaya, M.B.A.
2) Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan
atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf
awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda
titik: DPR, SMA
3) Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu
tanda titik: dst., hlm.
4) Singkatan umum yang terdiri atas dua huruf diikuti tanda titik pada
setiap huruf: a.n., s.d.
5) Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan
mata uang tidak diikuti tanda titik: cm, Cu
6) Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata
ditulis seluruhnya dengan huruf kapital: ABRI, PASI
7) Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan
huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf
kapital: Akabri, Iwapi
8) Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku
kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya
ditulis dengan huruf kecil: pemilu, tilang
j. Angka dan lambang bilangan. Angka dipakai untuk menyatakan lambang
bilangan atau nomor yang lazimnya ditulis dengan angka Arab atau angka
Romawi.
1) Fungsi
1. menyatakan (i) ukuran panjang, berat, luas, dan isi (ii) satuan
waktu (iii) nilai uang, dan (iv) kuantitas,
2. melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar pada
alamat,
3. menomori bagian karangan dan ayat kitab suci,
2) Penulisan
1. Lambang bilangan utuh dan pecahan dengan huruf
2. Lambang bilangan tingkat
3. Lambang bilangan yang mendapat akhiran -an
4. Ditulis dengan huruf jika dapat dinyatakan dengan satu atau dua
kata, kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara
berurutan, seperti dalam perincian dan pemaparan
5. Ditulis dengan huruf jika terletak di awal kalimat. Jika perlu,
susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat
dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal
kalimat
6. Dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca bagi bilangan
utuh yang besar
7. Tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks
kecuali di dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi
8. Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf,
penulisannya harus tepat
3. Penulisan Tanda Baca
a. Tanda titik
1. Dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Contoh: Gery berangakat ke Surabaya tadi pagi.
2. Dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar,
atau daftar (tidak dipakai jika merupakan yang terakhir dalam suatu
deretan).
3. Dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang
menunjukkan waktu atau jangka waktu. Contoh: Handi tiba di rumah
pada pukul 10.15.
4. Dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya (tidak
dipakai jika tidak menunjukkan jumlah). Contoh: Uang yang didapat
Indri dari berjualan nasi sebesar Rp 100.000,00.
5. Tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau
kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya. Contoh: Rusaknya Bahasa
Indonesia di Dunia Maya
6. Tidak dipakai di belakang (1) alamat pengirim dan tanggal surat atau
(2) nama dan alamat penerima surat.
Contoh: Yth. Bapak Jojon
Jalan Kembang 14, Kajar
Kudus
b. Tanda koma
1. Dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau
pembilangan. Contoh: Satu, dua, tiga
2. Dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat
setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau
melainkan. Contoh: Kau bukan seorang yang baik, melainkan
seorang yang jahat.
3. Dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak
kalimat itu mendahului induk kalimatnya (tidak dipakai jika anak
kalimat itu mengiringi induk kalimatnya). Contoh: Jika bulan depan
mendapat bonus, Kuncoro akan berangkat ke Bali.
4. Dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat
yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena
itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, akan tetapi. Contoh: Jadi,
minggu depan kita akan berangkat ke Bali.
5. Dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari
kata yang lain yang terdapat di dalam kalimat. Contoh: Aduh, aku
lupa membawa uang.
6. Dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam
kalimat. Contoh: Kakek berpesan, ”Patuhlah kepada orang tuamu!”
7. Dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii)
tempat dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri
yang ditulis berurutan. Contoh: Kebumen, 29 Agustus 2008
8. Dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya
dalam daftar pustaka.
Contoh: Chaerul, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka
Cipta.
9. Dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya
untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau
marga. Contoh: Lisyana, S.H.
10. Dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen
yang dinyatakan dengan angka.
11. Dapat dipakai di belakang keterangan yang terdapat pada awal
kalimat untuk menghindari salah baca.
c. Tanda titik koma
1. Dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis
dan setara.
2. Dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan
kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk. Contoh: Aku tidak
meneruskan pertanyaanku; ayah juga; kami sama diam.
d. Tanda titik dua
1. Dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti
rangkaian atau pemerian (tidak dipakai jika rangkaian atau perian itu
merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan). Contoh: Fakultas
Sastra mempunyai empat Jurusan: Bahasa dan Sastra Inggris, Bahasa
dan Sastra Indonesia, Bahasa dan Sastra Jawa, dan Bahasa dan Sastra
Jepang.
2. Dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
Fakultas Sastra mempunyai Bahasa dan Sastra Indonesia, Bahasa dan
Sastra Inggris, Bahasa dan Sastra Jawa, dan Bahasa dab Sastra Jepang.
3. Dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan
pelaku dalam percakapan Contoh:
Luna : “Selamat pagi. Ada yang bisa saya bantu?”
Mumun : “Selamat pagi. Saya mau membeli jeruk 2 Kg.”
4. Dipakai (i) di antara jilid atau nomor dan halaman, (ii) di antara bab
dan ayat dalam kitab suci, (iii) di antara judul dan anak judul suatu
karangan, serta (iv) nama kota dan penerbit buku acuan dalam
karangan. Contoh: Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakrta:
Rineka Cipta.
e. Tanda hubung
1. Dipakai untuk menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh
penggantian baris (Suku kata yang berupa satu vokal tidak
ditempatkan pada ujung baris atau pangkal baris) Contoh: be-li, me-
rah.
2. Dipakai untuk menyambung awalan dengan bagian kata di
belakangnya atau akhiran dengan bagian kata di depannya pada
pergantian baris (Akhiran -i tidak dipenggal supaya jangan terdapat
satu huruf saja pada pangkal baris). Contoh: Men-jadi, me-nangkap.
3. Dipakai untuk menyambung unsur-unsur kata ulang. Contoh:
mondar-mandir, mobil-mobilan
4. Dipakai untuk merangkaikan (i) se- dengan kata berikutnya yang
dimulai dengan huruf kapital, (ii) ke- dengan angka, (iii) angka
dengan -an, (iv) singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau
kata, dan (v) nama jabatan rangkap. Contoh: se-Jawa Tengah, tahun
2000-an
f. Tanda tanya
1. Dipakai pada akhir kalimat tanya. Contoh: Siapa yang tidak suka
makan nasi?
g. Tanda seru
1. Dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau
perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan,
ataupun rasa emosi yang kuat. Contoh: Aduh, aku lupa membawa
uang!. Tolong ambilkan pensil di atas meja itu!
h. Tanda petik
1. Mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan
naskah atau bahan tertulis lain. Contoh: “Pengemis yang biasa
mangkal di lampu merah itu meninggal dunia kemarin pagi.”, kata
Ibu.
2. Mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam
kalimat. Contoh: Kisah hidupnya dituturkan Neni dalam buku “Arti
Kehidupan”.
3. Mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang
mempunyai arti khusus.
4. Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan
langsung. Contoh: “Jangan ambil buku itu!”
i. Tanda petik tunggal
1. Mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain
2. Mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan
asing
j. Tanda garis miring
1. Dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan
masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim. Contoh::
03/PMD/X/10
2. Dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap. Contoh: KERAKYATAN
YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM
PERMUSYAWARATAN /PERWAKILAN.
B. Dampak Negatif Modernisasi Pada Penerapan EYD
Seiring dengan dinamika peradaban yang terus bergerak menuju arus
globalisasi, bahasa Indonesia dihadapkan pada persoalan yang semakin rumit
dan kompleks.
1. Dalam hakikatnya sebagai bahasa komunikasi, bahasa Indonesia dituntut
untuk bersikap luwes dan terbuka terhadap pengaruh asing. Hal ini cukup
beralasan, sebab kondisi zaman yang semakin kosmopolit dalam satu
pusaran global dan mondial, bahasa Indonesia harus mampu menjalankan
peran interaksi yang praktis antara komunikator dan komunikan.
Artinya, setiap peristiwa komunikasi yang menggunakan media bahasa
Indonesia harus bisa menciptakan suasana interaktif dan kondusif,
sehingga mudah dipahami dan terhindar dari kemungkinan salah tafsir.
2. Dalam kedudukannya sebagai bahasa resmi, bahasa Indonesia harus tetap
mampu menunjukkan jatidirinya sebagai milik bangsa yang beradab dan
berbudaya di tengah-tengah pergaulan antarbangsa di dunia. Hal ini
sangat penting disadari, sebab modernisasi yang demikian gencar
merasuki sendi-sendi kehidupan bangsa dikhawatirkan akan menggerus
jatidiri bangsa yang selama ini kita banggakan dan kita agung-agungkan.
“Ruh” heroisme, patriotisme, dan nasionalisme yang dulu gencar
digelorakan oleh para pendahulu negeri harus tetap menjadi basis moral
yang kukuh dan kuat dalam menyikapi berbagai macam bentuk
modernisasi di segenap sektor kehidupan. Dengan kata lain, bahasa
Indonesia sebagai bagian jatidiri bangsa harus tetap menampakkan
kesejatian dan wujud hakikinya di tengah-tengah kuatnya arus
modernisasi.
3. Bahasa Indonesia dituntut untuk mampu menjadi bahasa pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) seiring dengan pesatnya laju
perkembangan industri dan Iptek. Ini artinya, bahasa Indonesia harus
mampu menerjemahkan dan diterjemahkan oleh bahasa lain yang lebih
dahulu menyentuh aspek industri dan iptek. Persoalannya sekarang,
mampukah bahasa Indonesia berdiri tegas di tengah-tengah tuntutan
modenisasi, tetapi tetap sanggup mempertahankan jatidirinya sebagai
milik bangsa yang beradab dan berbudaya? Sanggupkah bahasa
Indonesia menjadi bahasa pengembangan iptek yang wibawa dan
terhormat, sejajar dengan bahasa-bahasa lain di dunia?masih setia dan
banggakah para penuturnya untuk tetap menggunakan bahasa Indonesia
secara baik dan benar dalam berbagai wacana komunikasi?
a) Akibat penyalahgunaan EYD
Akibat dari penyalahgunaan EYD yang dapat penulis ambil adalah :
1. Arti kata menjadi rancu
3. Ambigu
4. Arti kata tidak nyambung
Contoh penyalahgunaan EYD (dalam SMS) :
1. mkn, bisa berarti "makan" atau "makin"
2. skl, bisa berarti "sekolah" atau "sekali"
3. Kadang – kadang kita ingin agak "keren" tapi malah jadi beda
arti.
Contoh kalimat:
1. Silahkan dikerjain tugasnya!
Maksudnya "dikerjakan", tapi ketika menggunkan kata "dikerjain"
menjadi mempunyai arti berbeda, dan tidak nyambung.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1.Penerapan EYD dalam penulisan kalimat yang benar:
a. Dalam penulisan kalimat, hendaknya memperhatikan kata, tanda baca,
huruf, dan ejaan yang sesuai dengan kaidah EYD.
b. Bahasa yang digunakan hendaknya bahasa baku untuk meminimalisasi
kerancuan makna.
2. Dampak negatif modernisasi pada penggunaan EYD:
a. Menghilangkan jati diri bangsa Indonesia yaitu bahasa Indonesia.
b. Terjadi kekacauan makna kata yang mengakibatkan kata bermakna
ganda (ambigu).
c. Penggunaan kalimat menjadi tidak efektif sehingga sulit untuk
dipahami.
d. Rusaknya tata bahasa di kalangan masyarakat terutama di kalangan
anak muda.
B. SARAN
1. Sebaiknya segenap masyarakat Indonesia menerapkan tata bahasa baku
dalam berkomunikasi sehari-hari.
2. Masyarakat Indonesia harus bisa membentengi diri dari budaya asing
yang masuk sehingga tidak terpengaruh oleh budaya asing yang
mengganggu persatuan bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
Setyawati, Nanik. 2010. Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia. Cetakan kedua. Surakarta:Yuma Pustaka.
.......2010.Kata Pengantar.diakses dari http//:my.opera.com/superwidya/blog/kata-pengantar. Diunduh pada Selasa, 12 Oktober 2010, pada pukul 09.45.
.......2010.Bahasa Indonesia Antara Modernisasi dan Jatidiri.diakses dari http//: sawali.wordpress.com/.../bahasa-indonesia-antara-modernisasi-dan-jatidiri. Diunduh pada Selasa, 12 Oktober 2010, pada pukul 09.57.
http://id.wikibooks.org/w/index.php?title=Pembicaraan:Bahasa_Indonesia/
EYD&action=edit&redlink=1