model estimasi kejadian demam berdarah dengue di …

68
MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA KENDARI ESTIMATION MODEL OF DENGUE HEMORRHAGIC FEVER IN KENDARI VIRGINIA IVONELA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017

Upload: others

Post on 29-Oct-2021

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

i

MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA

KENDARI

ESTIMATION MODEL OF DENGUE HEMORRHAGIC FEVER IN

KENDARI

VIRGINIA IVONELA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

Page 2: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

ii

MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA

KENDARI

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister

Program Studi

Kesehatan Masyarakat

Disusun dan diajukan oleh

VIRGINIA IVONELA

kepada

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

Page 3: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

iii

Page 4: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

iv

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan dibawah ini

Nama : Virginia Ivonela

Nomor Mahasiswa : P1801215014

Program Studi : Kesehatan Masyarakat

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini

benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan

pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian

hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis

ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan

tersebut.

Makassar, Oktober 2017

Yang Menyatakan

Virginia Ivonela

Page 5: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

v

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah - Nya kepada hambanya.

Shalawat dan salam tidak lupa penulis panjatkan kepada Nabi Besar

Muhammad SAW, sahabat, keluarga yang telah memberikan Tauladan

Islamiah, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis dengan judul

“Model Estimasi Kejadian Demam Berdarah Dengue Di Kota

Kendari”.

Penulis menyadari bahwa keberhasilan tersusunnya tesis ini, tidak

terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak yang telah

membantu dalam penyelesaian tesis ini. Oleh karena itu, penulis

menyampaiakan rasa hormat dan terimakasih kepada Bapak Anwar

Mallongi, SKM., M.Sc., Ph.D selaku Pembimbing I dan Bapak Dr.

Darmawansyah, SE., MS selaku Pembimbing II, yang telah meluangkan

waktu dan pikirannya dengan senantiasa memberikan bimbingan dan

arahan kepada penulis.

Perkenankan pula penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof.Dr. Anwar Daud, SKM., M.Kes, Ibu Dr. Masni., MPH,

Bapak dr. Hasanuddin Ishak, M.Sc., Ph.D, selaku penguji yang telah

memberikan arahan, kritik dan saran yang sangat berguna demi

perbaikan tesis ini.

2. Bapak Prof. Dr. drg. Andi Zulkifli Abdullah, M.Kes Dekan Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Staf Pengajar dan

Staf Administrasi yang telah memberikan bantuan dan bimbingan

Page 6: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

vi

kepada penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Hasanuddin.

3. Bapak Ridwan M. Thaha, M.Sc selaku ketua Program Studi

Pascasarjana Kesehatan Masyarakat beserta staf yang telah bersedia

membantu dan mendukung penulisan Tesis ini.

4. Bapak Anwar Mallongi, SKM., M.Sc., Ph.Dselaku ketua konsentrasi

Kesehatan Lingkungan Pascasarjana Universitas Hasanuddin beserta

staf yang telah memberikan bantuan, kemudahan dan dukungan

dalam bidang akademik.

5. Bapak Dr. Muhammad Hatta, MS dan Istri serta keluarga beliau yang

telah menerima dan membimbing penulis selama proses penulisan

tesis.

6. Kepala Dinas Kesehatan Kota Kendari yang telah memberikan

rekomendasi peneltian.

7. Seluruh Responden yang telah meluangkan waktunya dengan ikhlas

dan kerjasama yang baik selama peneltian berlangsung.

8. Rekan - rekan mahasiswa Pascasarjana Konsentrasi Magister

Kesehatan Lingkungan angkatan 2015 atas segala dukungandan

motivasinya selama ini penyelesaian tesis ini.

9. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu yang

turut membantu serta menyumbangkan pemikirannya kepada penulis

dalam menyelesaikan tesis ini.

Semoga segala bantuan, dukungan dan doa yang diberikan kepada

penulis dibalas oleh Allah SWT dengan balasan yang berlipat ganda.

Teristimewa rasa terimakasih yang sedalam-dalamnya penulis

haturkan kepada kedua orang tua tercinta Ayahanda IPDAMa’mur Guluhi

dan Ibunda Susanti Winingsihserta Adikku Dina Pramesti Regitaatas

segala doa, nasehat, dukungan dan kasih sayang yang tiada henti untuk

penuls.

Dengan keterbatasan pengalaman, ilmu maupun pustaka yang

ditinjau, penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan

Page 7: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

vii

pengembangan lanjut agar benar benar bermanfaat. Oleh sebab itu,

penulis sangat mengharapkan kritik dan saran agar tesis ini lebih

sempurna serta sebagai masukan bagi penulis untuk penelitian dan

penulisan karya ilmiah di masa yang akan datang.

Akhir kata, penulis berharap tesis ini memberikan manfaat bagi kita

semua terutama untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

Wassalamualaikum Waramatullahi Wabarakatuh.

Makassar, Oktober 2017

Penulis

Page 8: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

viii

Page 9: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

ix

Page 10: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ............................................................................. i

HALAMAN PENGAJUAN .................................................................. ii

HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................. iii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ................................................ iv

PRAKATA ........................................................................................... v

ABSTRAK ........................................................................................... viii

ABSTRACT ......................................................................................... ix

DAFTAR ISI ......................................................................................... x

DAFTAR TABEL ................................................................................ xii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xiii

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xv

DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH ............................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ......................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................... 7

C. Tujuan Penelitian ...................................................................... 9

D. Manfaat Penelitian .................................................................... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang DBD ................................................. 12

B. Tinjauan Umum Model Dinamik ............................................... 28

C. Tinjauan Umum Tentang Aplikasi Stella .................................... 37

D. Kerangka Teori .......................................................................... 47

E. Kerangka Konsep ..................................................................... 50

F. Variabel Dan Definisi Operasional ............................................ 51

Page 11: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

xi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian ..................................................... 53

B. Waktu dan Lokasi Penelitian .................................................... 53

C. Populasi dan Sampel ............................................................... 54

D. Teknik Pengambilan Sampel .................................................... 55

E. Instrumen Penelitian ................................................................. 57

F. Diagram Alir Model ................................................................... 57

G. Alur Penelitian ........................................................................... 59

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ......................................................................... 60

B. Pembahasan ............................................................................ 80

C. Keterbatasan Penelitian ........................................................... 102

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .............................................................................. 103

B. Saran ........................................................................................ 105

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 12: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

xii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Daftar Penelitian tentang Pemodelan Dinamis

Program Stella

41

2. Variabel dan Definisi Operasional 51

3. Luas Wilayah Kota Kendari Menurut Kecamatan 61

4. Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan di Kota

Kendari Tahun 2012 – 2016

63

Page 13: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

xiii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Siklus Nyamuk Aedes 14

2. Telur Aedes sp. 15

3. Larva Nyamuk Aedes sp. 15

4. Pupa Nyamuk Aedes sp. 16

5. Nyamuk Dewasa 16

6. Tampilan Alat Bantu Untuk Menyusun Model

Pada Stella

39

7. Kerangka Teori 49

8. Kerangka Konsep 56

9. Causal Loop 58

10. Alur Penelitian 59

11. Grafik Jumlah Penduduk Kota Kendari Tahun

2012 – 2016

63

12. Estimasi Kejadian DBD pada 15 tahun Yang

Akan Datang (2017 – 2032) Di Kota Kendari

Berdasarkan Skenario Do Nothing (Kondisi

Eksisting)

65

13. Estimasi Kejadian DBD pada 15 tahun Yang

Akan Datang (2017 – 2032) Berdasaran

Pengaruh Suhu Udara Di Kota Kendari

Berdasarkan Skenario Do Nothing (Kondisi

Eksisting)

67

14. Estimasi Kejadian DBD pada 15 tahun Yang

Akan Datang (2017 – 2032) Berdasarkan

Pengaruh Kelembaban Udara Di Kota Kendari

Berdasarkan Skenario Do Nothing (Kondisi

Eksisting)

67

Page 14: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

xiv

15. Estimasi Kejadian DBD pada 15 tahun Yang

Akan Datang (2017 – 2032) Berdasarkan

Pengaruh Curah Hujan Di Kota Kendari

Berdasarkan Skenario Do Nothing (Kondisi

Eksisting)

68

16. Estimasi Kejadian DBD pada 15 tahun Yang

Akan Datang (2017 – 2032) Di Kota Kendari

Berdasarkan Skenario 3M(Optimis)

70

17. Estimasi Kejadian DBD pada 15 tahun Yang

Akan Datang (2017 – 2032) Di Kota Kendari

Berdasarkan Skenario Abatisasi(Optimis)

71

18. Estimasi Kejadian DBD pada 15 tahun Yang

Akan Datang (2017 – 2032) Di Kota Kendari

Berdasarkan Skenario Fogging(Optimis)

72

19. Estimasi Kejadian DBD pada 15 tahun Yang

Akan Datang (2017 – 2032) Di Kota Kendari

Berdasarkan Skenario Penyuluhan(Optimis)

74

20. Estimasi Kejadian DBD pada 15 tahun Yang

Akan Datang (2017 – 2032) Di Kota Kendari

Berdasarkan Skenario 3M dan Abatisasi

75

21 Estimasi Kejadian DBD pada 15 tahun Yang

Akan Datang (2017 – 2032) Di Kota Kendari

Berdasarkan Skenario 3M dan Fogging

76

22 Estimasi Kejadian DBD pada 15 tahun Yang

Akan Datang (2017 – 2032) Di Kota Kendari

Berdasarkan Skenario 3M dan Penyuluhan

77

23 Estimasi Kejadian DBD pada 15 tahun Yang

Akan Datang (2017 – 2032) Di Kota Kendari

Berdasarkan Skenario Abatisasi dan Fogging

78

24 Estimasi Kejadian DBD pada 15 tahun Di Kota

Kendari Berdasarkan Abatisasi dan Penyuluhan

79

Page 15: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

1. Beberapa Rumus Formula Yang Digunakan Dalam Model

2. Hasil Skenario Pertama (I) Kejadian Demam Beradarah Dengue

Pada 15 Tahun Yang Akan Datang (2017 – 2032) Di Kota

Kendari

3. Hasil Skenario Kedua (II) 3M Optimis Kejadian Demam

Beradarah Dengue Pada 15 Tahun Yang Akan Datang (2017 –

2032) Di Kota Kendari

4. Hasil Skenario Ketiga (III) Abatisasi Optimis Kejadian Demam

Beradarah Dengue Pada 15 Tahun Yang Akan Datang (2017 –

2032) Di Kota Kendari

5. Hasil Skenario Keempat (IV) Fogging Optimis Kejadian Demam

Beradarah Dengue Pada 15 Tahun Yang Akan Datang (2017 –

2032) Di Kota Kendari

6. Hasil Skenario Keempat (V) Penyuluhan Optimis Kejadian

Demam Beradarah Dengue Pada 15 Tahun Yang Akan Datang

(2017 – 2032) Di Kota Kendari

7. Hasil Skenario Gabungan Skenario II, III, IV dan V Kejadian

Demam Beradarah Dengue Pada 15 Tahun Yang Akan Datang

(2017 – 2032) Di Kota Kendari

8. Surat Izin Penelitian

9. Dokumentasi Penelitian

Page 16: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

xvi

DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH

Lambang/Singkatan Arti Dan Keterangan

WHO

World Health Organization

DBD Demam Berdarah Dengue

P2PL Pengendalian Penyakit dan Penyehatan

Lingkungan

ABJ Angka Bebas Jentik

PSN Pemberantasan Sarang Nyamuk

HI House Index

CI Container Index

BI Breteau Index

PI Pupae Index

DF Density Figure

IR Incidence Rate

CFR Case Fatality Rate

OR Odd Ratio

3M Menguras, Menutup, Mengubur

PJB Pemantauan Jentik Berkala

KLB Kejadian Luar Biasa

Page 17: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Demam berdarah merupakan infeksi virus di tahun terakhir yang

telah menjadi perhatian utama kesehatan masyarakat internasional serta

menjadi penyebab utama penyakit dan kematian di daerah tropis dan

subtropis. Diperkirakan bahwa setiap tahun, ada sekitar

390 juta infeksi dengue dengan lebih dari 12.000 kematian per

tahun (WHO, 2016 dalam Goatz, 2016).

Risiko penularan DBD dapat terjadi salah satunya karena adanya

kepadatan vektor Aedes aegypti. Nyamuk tersebut mempunyai tempat

perindukan pada wadah penampungan air atau kontainer yang cocok bagi

perkembangbiakan vektor (Purnama dan Baskoro, 2012). Keberadaan

tempat perindukan nyamuk disetiap wilayah mempunyai beberapa

perbedaan karakteristik yang potensial bagi perkembangbiakan nyamuk.

Maya Index (MI) sebagai salah satu pendekatan kuantitatif dapat

digunakan untuk mengidentifikasi suatu area berisiko tinggi sebagai

tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes (Danies et al. 2002 dalam

Kursianto 2017).

Dalam upaya menurunkan angka kejadian DBD, diperlukan strategi

pengendalian vektor yang efektif dan efisien. Salah satu upaya

pengendalian tersebut yaitu memutus rantai penularan penyakit.

Page 18: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

2

Pemutusan rantai penularan yang sangat dikenal adalah upaya 3M yaitu

menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, menutup rapat-

rapat tempat penampungan air dan memanfaatkan atau mendaur ulang

barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan. Selain itu

ditambahkan dengan cara lain seperti menaburkan bubuk abate,

memasang kawat kasa, menggunakan kelambu dan cara-cara spesifik

lainnya di masing-masing Daerah (Kemenkes, 2013).

Kondisi lingkungan merupakan salah satu kondisi yang dapat

mempengaruhi perkembangan jentik nyamuk Aedes aegypti, kondisi

lingkungan yang dimaksudkan meliputi suhu udara dan kelembaban

disuatu daerah. Umumnya nyamuk akan meletakkan telurnya pada

temperatur 20°C - 30°C, toleransi terhadap suhu tergantung pada spesies

nyamuk, dan nyamuk akan mengalami embriosasi lengkap pada waktu 72

jam dalam temperatur 25°C - 27°C dan pertumbuhan nyamuk akan

terhenti sama sekali bila suhu kurng dari 10°C atau lebih dari 40°C.

Sedangkan kelembaban udara berkisar antara 70% - 90% merupakan

kelembaban yang sangat optimal untuk proses embriosasi dan ketahanan

hidup nyamuk (Soegito, 2006).

Dalam beberapa dekade terakhir kasus penyakit DBD telah

berkembang di wilayah Afrika, Amerika, Mediterania Timur, Asia Tenggara

dan Pasifik Barat serta lebih dari 100 negara di seluruh dunia merupakan

endemik penyakit DBD. Pada tahun 2008 laporan kasus DBD di seluruh

Amerika, Asia Tenggara dan Pasifik Barat melebihi 1,2 juta kemudian

Page 19: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

3

mengalami peningkatan sebesar lebih dari 3 juta pada tahun 2013.

Setelah selang lebih dari 70 tahun tidak pernah ada kasus DBD, ternyata

kasus DBD dilaporkan terjadi lagi di Jepang. Dilaporkan Pada tahun 2015

di Brazil telah terjadi peningkatan jumlah kasus (WHO, 2015).

Di Indonesia, kasus DBD pertama kali terjadi di Surabaya pada

tahun 1968. Data dari Depkes RI melaporkan bahwa pada tahun 2004

tercatat 17.707 orang terkena DBD di 25 Provinsi dengan kematian 322

penderita selama bulan januari dan februari (Widoyono, 2011).

Pada tahun 2007 terjadi peningkatan kasus yang mencapai

158.912 kasus, pada tahun 2008 angka IR sebesar 59,02 per 100.000

penduduk dan CFR sebesar 0,86%, tahun 2009 angka IR sebesar 68,22

per 100.000 penduduk dan CFR sebesar 0,89% tahun 2010 angka IR

sebesar 65,70 per 100.000 penduduk dengan CFR sebesar 0,87%, tahun

2011 angka IR sebesar 27,56% per 100.000 penduduk dan CFR sebesar

0,91%, tahun 2012 angka IR sebesar 37,11 per 100.000 penduduk dan

CFR sebesar 0,90%, dan tahun 2013 angka IR sebesar 45,85 per 100.000

penduduk dan CFR sebesar 0,77%. Pada tahun 2013 insiden DBD lebih

tinggi kasusnya dibandingkan tahun 2012 yaitu 45,85 kasus per 100.000

penduduk sedangkan tahun 2012 hanya 37,11 kasus per seratus ribu

penduduk. Angka kematian DBD dari tahun 2012 sampai dengan tahun

2013 menurun dari 0,90% hingga 0,77%. Pada tahun 2014 insiden DBD

meningkat dari tahun 2013 yakni 39,80 kasus per 100.000 penduduk.

Page 20: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

4

Tahun 2015 terjadi peningkatan kasus yakni 50,75 per 100.000 penduduk

dengan angka kematian sebasar 0,83% (Kemenkes RI, 2015).

Daerah dengan tingkat kepadatan penduduk tinggi, seperti Provinsi

Jawa, Bali dan Sumatera dilaporkan sebagai daerah dengan kasus DBD

terbanyak. Pada tahun 2012 dilaporkan jumlah kasus DBD sebanyak

90.245 kasus dengan jumlah kematian 816 orang. Provinsi Jawa Tengah

pada tahun 2011 menempati peringkat kedua tertinggi di Indonesia

dengan jumlah 2.345 kasus. Pada tahun 2012 jumlah kasus Demam

Berdarah Jawa Tengah 7.088 kasus dan 108 kematian (Ditjen PP dan PL

Kemenkes RI, 2013).

Wilayah dengan kasus DBD terbanyak adalah Asia Tenggara,

dimana setiap tahunnya terdapat sekitar 50-100 juta kasus DBD dan

sebanyak 500.000 diantaranya memerlukan perawatan rumah sakit

(Fitriah, 2015). Indonesia pada tahun 2012 tercatat jumlah kasus DBD

yakni 90.245 kasus (IR 37,11 per 100.000 penduduk) dengan jumlah

kematian 816 orang (CFR 0,90 %) dan jumlah kota yang terjangkit 417

(83,90%) Kabupaten/Kota. Pada tahun 2013 mengalami peningkatan

kasus yakni sebanyak 112.511 kasus (IR 45,85 per 100.000 penduduk)

dengan jumlah kematian 871 orang (CFR 0,77%) dan jumlah kota yang

terjangkit 412 (82,90%) Kabupaten/Kota (Kementerian Kesehatan RI,

2014). Sedangkan pada tahun 2014, jumlah penderita DBD di Indonesia

mengalami penurunan jumlah kasus yakni 100.347 kasus (IR 39,80 per

100.000 penduduk) dengan jumlah kematian 907 orang (CFR 0,90%) dan

Page 21: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

5

jumlah Kota yang terjangkit 433 (84,74%) Kabupaten/Kota (Kementerian

Kesehatan RI, 2015).

Penyakit DBD telah menyebar luas ke seluruh wilayah di Provinsi

Sulawesi Tenggara. Berdasarkan laporan dari Seksi Bina P2PL Dinkes

Kota Kendari, pada tahun 2010 jumlah kasus DBD yaitu 466 kasus

dengan IR 184 per 100.000 penduduk 4 diantaranya meninggal dunia

dengan CFR sebesar 0,9%. Pada tahun 2011 mengalami penurunan yang

signifikan dengan jumlah kasus DBD yakni 33 kasus dengan IR 13 per

100.000 penduduk, tahun 2012kejadian penyakit DBD kembali meningkat

dengan jumlah kasus mencapai 114 kasus dengan IR 39 per 100.000

penduduk. Tahun 2013 kasus DBD mengalami peningkatan yang

mencapai 231 kasus dengan IR 80 per 100.000 penuduk dan 2

diantaranya meninggal dunia atau CFR sebesar 0,9%. Pada tahun 2014

kembali menurun dengan jumlah kasus DBD yakni 30 kasus. Pada tahun

2015 kembali meningkat dan mencapai 78 kasus dan pada tahun 2016

kasus DBD mencapai 1.094 kasus (Dinkes Kota Kendari, 2015).

Kota Kendari masih berstatus daerah endemis DBD disebabkan

oleh rendahnya kemampuan dalam mengantisipasi kejadian DBD antara

lain disebabkan karena waktu, belum tersedianya indeks dan peta

kerentanan wilayah berdasarkan waktu kejadian, tempat dan angka

kejadian belum dapat diprediksi dengan baik, serta belum tersedianya

model prediksi kejadian penyakit DBD yang dapat dijadikan patokan.

Page 22: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

6

Penyakit DBD merupakan penyakit infeksi yang ditularkan melalui

gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus betina yang telah

terinfeksi oleh virus dengue dari penderita sebelumnya. Penyakit DBD

dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh kelompok

umur. Penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan dan perilaku

masyarakat (Kemenkes, 2013).

Oleh karena itu sangat penting untuk dilakukan pengendalian

penyakit DBD dengan cara pencegahan serta penanggulangan faktor

yang berpengaruh untuk kedepannya agar dapat merencanakan kebijakan

pengendalian DBD.Dengan demikian, dalam penelitian ini dibangun suatu

model dinamis berdasarkan faktor risiko yang bermakna secara substansi

menurut teori mempunyai pengaruh dengan kejadian DBD.

Model dinamik merupakan salah satu alat yang dapat membantu

dalam menyelesaikan masalah dalam kehidupan nyata. Masalah-masalah

tersebut dapat dibawa ke dalam model matematis dengan menggunakan

asumsi-asumsi tertentu. Selanjutnya akan dicari solusinya baik secara

analitis maupun numerik. Salah satu masalah dalam kehidupan adalah

mengenai penyebaran penyakit. Dalam dunia kesehatan terdapat

penyakityang bersifat menular (infectiousdiseases) dan tidak menular (non

infectious diseases) (Rochmatika, 2013).

Pemodelan dinamis merupakan metode yang dibuat untuk

meramalkan pola kejadian penyakit dan mengetahui apa yang akan terjadi

jika diterapkan beberapa tindakan kontrol alternatif yang strategis

Page 23: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

7

sehingga diperoleh pilihan tindakan atau kebijakan yang tepat dalam

usaha pengendalian penyakit.

Dengan demikian diperlukan pendekatan model dinamis dalam

menggambarkan peningkatan kejadian DBD yang merupakan bagian dari

sistem kompleks pada dunia nyata ke dalam model sederhana. Hal ini

penting mengingat tingginya prevalensi DBD di Kota Kendari. Model ini

diharapkan dapat mengestimasi kejadian DBD di Kota Kendari tahun 2017

hingga tahun 2032 dan diharapkan dapat menunjang pengambilan

keputusan dalam mengendalian faktor risiko untuk mengurangi laju

peningkatan kejadian DBD di Kota Kendari.

B. Rumusan Masalah

Seiring pergantian musim yang saat ini terjadi di wilayah Indonesia,

sejumlah penyakitpun mulai menyerang masyarakat. Tidak terkecuali

masyarakat Sulawesi Tenggara. Penyakit yang disebabkan gigitan

nyamuk Aedes Aegyptiyang bisa menular ke orang lain karena adanya

Virus Dengue. DBD tergolong cukup masif di daerah Sulawesi Tenggara.

Daerah yang paling banyak terserang DBD yakni Kota Kendari.Hal ini

berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Kendari pada tahun 2012 kasus

DBD sebanyak 114 kasus, tahun 2013 mengalami peningkatan sebanyak

231 kasus. Pada tahun 2014 angka kejadian DBD mengalami penurunan

menjadi 30 kasus dan meningkat pada tahun 2015 menjadi 78 kasus dan

pada tahun 2016 kasus DBD mencapai 1.094 kasus.

Page 24: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

8

Pusat kesehatan masyarakattelah menyosialisasikan 3M Plus

kepada masyarakat yaitu menguras atau membersihkan tempat yang

sering dijadikan tempat penampungan air seperti bak mandi, ember,

tempat penampungan air minum. Kedua, menutup rapat tempat-tempat

penampungan air seperti drum, kendi, dan tower air. Ketiga,

memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang memiliki

potensi untuk jadi tempat perkembangbiakan nyamuk penular DBD.

Adapun yang dimaksud dengan Plus adalah segala bentuk

kegiatan pencegahan seperti menaburkan bubuk larvasida atau yang lebih

dikenal dengan abate, pada tempat penampungan air yang sulit

dibersihkan.

Kota Kendari masih berstatus daerah endemis DBD disebabkan

oleh rendahnya kemampuan dalam mengantisipasi kejadian DBD antara

lain disebabkan karena waktu, belum tersedianya indeks dan peta

kerentanan wilayah berdasarkan waktu kejadi, tempat dan angka kejadian

belum dapat diprediksi dengan baik, serta belum tersedianya model

prediksi kejadian penyakit DBD yang dapat dijadikan patokan.

Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah dalam

penelitian sebagai berikut :

1. Berapa kenaikan jumlah kejadian DBD berdasarkan hasil simulasi

model dinamik selama 15 tahun (2017-2032) di Kota Kendari ?

Page 25: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

9

2. Berapa penurunan jumlah kejadian DBD berdasarkan hasil simulasi

model dinamik selama 15 tahun (2017-2032) di Kota Kendari dengan

skenario 3M ?

3. Berapa penurunan jumlah kejadian DBD berdasarkan hasil simulasi

model dinamik selama 15 tahun (2017-2032) di Kota Kendari dengan

skenario abatisasi ?

4. Berapa penurunan jumlah kejadian DBD berdasarkan hasil simulasi

model dinamik selama 15 tahun (2017-2032) di Kota Kendari dengan

skenario fogging ?

5. Berapa penurunan jumlah kejadian DBD berdasarkan hasil simulasi

model dinamik selama 15 tahun (2017-2032) di Kota Kendari dengan

skenariopenyuluhan?

6. Bagaimana efektifitas skenario model estimasi kejadian DBD di Kota

Kendari ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian terbagi atas dua yaitu tujuan umum dan tujuan

khusus sebagai berikut :

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi kejadian DBD di Kota

Kendari selama 15 tahun (2017-2032) dan efektifitas skenario model

kejadian DBD dengan pendekatan model dinamik.

2. Tujuan Khusus

Adapun Tujuan khusus dari penelitian ini antara lain :

Page 26: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

10

a. Mengestimasi kejadian DBD di Kota Kendari selama 15 tahun (2017 -

2032) dengan pendekatan model dinamik tanpa skenario.

b. Mengestimasi kejadian DBD di Kota Kendari selama 15 tahun (2017-

2032) dengan pendekatan model dinamik dengan skenario 3 M.

c. Mengestimasi kejadian DBD di Kota Kendari selama 15 tahun (2017-

2032) dengan pendekatan model dinamik dengan skenario Fogging.

d. Mengestimasi kejadian DBD di Kota Kendari selama 15 tahun (2017-

2032) dengan pendekatan model dinamik dengan skenario Abatisasi.

e. Mengestimasi kejadian DBD di Kota Kendari selama 15 tahun (2017-

2032) dengan pendekatan model dinamik dengan skenario Penyuluhan.

f. Mengestimasi kejadian DBD di Kota Kendari selama 15 tahun (2017-

2032) dengan pendekatan model dinamik dengan penggabungan

beberapaskenario.

D. Manfaat Penelitian

Adapun Tujuan khusus dari penelitian ini antara lain :

1. Manfaat Ilmiah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu

pengetahuan dan menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya.

2. Manfaat Institusi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber

informasi bagi instansi yang terkait seperti Dinas Kesehatan dan dapat

digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan

bagi penyelenggara program yang berkaitan dengan kejadian DBD.

Page 27: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

11

3. Manfaat Praktis

Merupakan suatu pengalaman ilmiah yang sangat berharga bagi

peneliti dalam pengembangan wawasan ilmu pengetahuan dan informasi

khususnya tentang estimasi dan upaya penanggulangan yang tepat dalam

menurunkan kejadian DBD.

4. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan

masyarakat mengenai perkembangan penyebaran DBD, serta

meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai upaya pencegahan

dan penanggulangan penyakit DBD.

Page 28: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang DBD

1. Pengertian

Penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah virus

Dengue dari genus Flavivirus, family Flaviviridae. Virus Dengue penyebab

Demam Dengue (DD), Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Dengue

Shock Syndrome (DSS) termasuk dalam kelompok B Arthropod

bornevirus (Arbovirosis) (WHO,2012).

Virus Dengue mempunyai 4 jenis serotipe yang ditularkan melalui

gigitan nyamuk betina Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang terinfeksi

oleh virus dengue dari penderita penyakit DBD yaitu Den-1, Den-2, Den-3,

Den-4. (Gubler DJ, et al, 2014).

2. Siklus Penularan

Manusia, virus dan vektor perantara adalah tiga faktor yang

memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue. Virus dengue

ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti.

Nyamuk Aedes Albopictus, Aedes Polynesiensis dan beberapa spesies

lainnya dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang

kurang berperan. (Arsin, 2013).

Page 29: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

13

3. Tanda dan Gejala DBD

Sebagai acuan para klinisi dalam mendiagnosis dan

mengklasifikasikan kasus DBD, WHO telah merekomendasikan kriteria

penegakkan diagnosis dengue berdasarkan klinis dan laboratorium (WHO,

2009 dalam Kemenkes RI, 2013). Adapun penegakkan diagnosis dengue

sebagai berikut :

a. Diagnosis suspek infeksi dengue

Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas dan berlangsung

selama dua sampai tujuh hari, serta adanya manifestasi perdarahan

(sekurang-kurangnya uji tourniquet/rumple leede positif) merupakan

diagnosis suspek infeksi dengue yang ditegakkan apabila ditemukan

kriteria tersebut diatas.

b. Diagnosis Demam Dengue (DD)

Demam dengue biasanya berupa demam tinggi mendadak dengan

suhu ≥ 39°C, disertai dengan keluhan nyeri belakang bola mata, nyeri

kepala, nyeri otot dan tulang, ruam di kulit, biasanya diikuti dengan

perdarahan yang tidak lazim.

c. Diagnosis DBD

Perlunya minimal ada kriteria klinis 1 dan 2, serta dua kriteria

laboratorium untuk penegakkan diagnosis DBD (WHO, 2009 dalam

Kemenkes RI, 2013).

Page 30: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

14

4. Siklus Nyamuk Aedes

Nyamuk mengalami metamorfosis sempurna dimulai dari telur,

larva, pupa dan dewasa. Nyamuk memulai hidup sebagai telur kecil,

dimana nyamuk betina biasanya bertelur beberapa hari setelah minum

darah. Tergantung pada spesies nyamuk, telur dapat diletakkan baik

secara tunggal misalnya Aedes aegypti. Telur diletakkan dipermukaan air,

di sisi kontainer, atau ditanah lembab (Li, 2013).

Gambar 1. Siklus Nyamuk Aedes

Nyamuk betina meletakkan telurnya pada dinding tempat air, telur

menetas menjadi larva dalam waktu 1-2 hari, selanjutnya larva akan

berubah menjadi pupa dalam waktu 5-15 hari. Stadium pupa biasanya

berlangsung 2 hari. Dalam suasana optimum, perkembangan dari telur

sampai dewasa memerlukan waktu sekurang-kurangnya 9 hari. Setelah

keluar dari pupa nyamuk beristirahat di kulit pupa untuk sementara waktu.

5. Morfologi Nyamuk

Morfologi Nyamuk Aedes aegypti adalah sebagai berikut :

a. Telur

Page 31: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

15

Telur mempunyai permukaan yang polygonal dan berbentuk elips.

Telur menetas dalam waktu satu sampai tiga hari pada suhu 30°C,

tetapi membutuhkan tujuh hari pada suhu 16°C. (Neva FA and Brown

HW, 1994 dalam Palgunadi 2015).

Gambar 2. Telur Aedes sp.

b. Larva (jentik)

Dalam pertumbuhan dan perkembangannya, larva mengalami 4

kalipergantian kulit (ecdysis), antara lain (Arsin, 2013) :

1) Instar I : Larva dengan ukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm.

2) Instar II : Larva dengan ukuran 2,1-3,8 mm.

3) Instar III : Larva dengan ukuran 3,9-4,9 mm.

4) Instar IV : Larva dengan ukuran 5-6 mm.

Gambar 3. Larva NyamukAedes sp.

Page 32: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

16

c. Pupa (Kepompong)

Pupa berenang naik turun dari bagian dasar ke permukaan air.

Dua atau tiga hari perkembangan pupa sudah sempurna, maka kulit

pupa pecah serta nyamuk dewasa muda segera keluar dan terbang.

(Sembel DT, 2009).

Gambar 4. Pupa NyamukAedes sp.

d. Nyamuk Dewasa

Gambar 5. NyamukDewasa

1) Aedes aegypti

Nyamuk Aedes aegypti betina dewasa memiliki tubuh berwarna

hitam kecokelatan. Ukuran tubuh nyamuk Aedes aegypti betina

antara 3-4 cm. Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik dengan garis-

garis putih keperakan. Yang menjadi ciri dari nyamuk spesies ini

Page 33: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

17

adalah bagian punggung (dorsal) tubuhnya tampak dua garis

melengkung vertikal dibagian kiri dan kanan.

2) Aedes albopictus

Spesies ini tersebar luar di Asia dari negara beriklim tropis

sampai yang beriklim sub-tropis. Nyamuk ini bertelur dan

berkembang di lubang pohon, ruas bambu dan pangkal daun

sebagai habitat hutannya serta penampung buatan di

daerahperkotaan. Nyamuk ini merupakan nyamuk yang bersifat

zoofilik (lebih memilih hewan). Jarak terbangnya bisa mencapai 500

meter.

6. Bionomik Vektor

Kebiasaan memilih tempat perindukan (breeding habit), kebiasaan

menggigit (feeding habit), kebiasaan tempat istirahat (resting habit) dan

jarak terbang adalah definisi dari bionomik (Cahyati, 2006 dalam

Wirayoga, 2013).

a. Tempat Perindukan (Breeding Habit)

Aedes albopictus biasanya lebih banyak terdapat di luar rumah

sedangkan Aedes aegypti berkembang biak di dalam tempat

penampungan air yang tidak beralaskan tanah seperti bak mandi,

tempayan, drum, vas bunga, dan barang bekas. (Kesumawati Hadi dan

Koesharto, 2006 dalam Sucipto, 2011).

b. Kebiasaan Menggigit

Page 34: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

18

Nyamuk Aedes aegypti memiliki aktivitas menggigit yakni pertama

di pagi hari (diurnal) selama beberapa jam setelah matahari terbit dan

sore hari selama beberapa jam sebelum gelap. Kebiasaan menggigit

Aedes aegypti pada pagi hari hingga sore yaitu pukul 08.00-10.00 dan

pukul 15.00 -17.00. (Sutanto, 2008 dalam Saragih, 2015).

c. Kebiasaan Istirahat (Resting Habitat)

Nyamuk betina akan beristirahat sekitar 2-3 hari untuk

mematangkan telurnya setelah selesai menghisap darah. Nyamuk

Aedes aegypti lebih menyukai tinggal di dalam rumah daripada di luar

rumah. Tempat beristirahat yang disenangi nyamuk ini adalah tempat-

tempat yang lembab dan kurang terang seperti kamar mandi, dapur,

dan WC.

d. Jarak Terbang

Aedes aegypti dalam jarak yang cukup jauh sehingga dalam

mencari makan jangkauan terbangnya hanya 100 kaki saja dari tempat

perindukannya umumnya tidak dapat terbang.

e. Variasi Musim

Pada musim hujan akan semakin banyak tempat penampungan air

alamiah yang terisi air hujan dan dapat digunakan sebagai tempat

berkembangbiaknya nyamuk ini. Oleh karena itu, populasi nyamuk

Aedes aegypti akan meningkat pada musim hujan. Hal ini merupakan

salah satu faktor yang menyebabkan meningkatnya penularan penyakit

dengue.

Page 35: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

19

7. Ekologi Vektor

Tujuan utama dari ekologi vektor yakni mempelajari hubungan

antara vektor dan lingkungannya atau mempelajari bagaimana pengaruh

lingkungan terhadap vektor. Lingkungan fisik mencakup keadaan iklim

terdiri dari curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin

dan ketinggian tempat.

a. Lingkungan Fisik

1) Iklim

• Curah Hujan

Faktor penentu tersedianya tempat perindukan bagi vektor

nyamuk adalah curah hujan. Curah hujan yang cukup besar

menyebabkan genangan air melimpah sehingga larva atau pupa

nyamuk tersebar ke tempat-tempat lain yang sesuai atau tidak

sesuai untuk menyelesaikan siklus hidupnya. (Wirayoga, 2013).

• Temperatur Udara

Suhu berpengaruh pada daur hidup, kelangsungan hidup,

pertumbuhan dan perkembangan nyamuk Aedes aegypti.

Perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dipengaruhi oleh

perubahan iklim yang ditandai dengan peningkatan suhu rerata

dapat mempengaruhi dengan memperpendek waktu yang

Page 36: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

20

diperlukan untuk berkembang dari fase telur menjadi nyamuk

dewasa (Daryono, 2004 dalam Saragih, 2015).

• Kelembaban Udara

Pendeknya masa inkubasi nyamuk disebabkan oleh naiknya

suhu udara akibat perubahan iklim. Dampaknya, nyamuk akan

berkembangbiak lebih cepat. Meningkatnya populasi vektor

nyamuk maka peluang agen–agen penyakit akan meningkat

dengan vektor nyamuk (seperti demam berdarah, malaria,

filariasis, Chikungunya) untuk menginfeksi manusia (Wirayoga,

2013)

• Sinar Matahari

Pada umumnya, aktivitas nyamuk dalam mencari makanan

dan beristirahat sinar dipengaruhi oleh sinar matahari. Menurut

WHO (2008) dalam Pohan (2014), suhu udara, kelembaban udara,

dan curah hujan dipengaruhi oleh penyinaran matahari.

Penyinaran matahari juga berpengaruh terhadap pergerakan

nyamuk untuk mencari makan atau tempat beristirahat.

• Kecepatan Angin

Perubahan global dan lokal dalam pola angin memiliki tiga

efek pada penularan penyakit, yaitu mempengaruhi kemampuan

penyebaran dan perilaku vektor penyakit, mengubah proses

hidrologi seperti kelimpahan vektor semakin tinggi dan kerentanan

manusia yang dipengaruhi karena peristiwa cuaca ekstrim seperti

badai dan siklon tropis (Parham, 2011).

Page 37: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

21

2) Ketinggian Tempat

Sebagai vektor penyakit DBD, nyamuk Aedes aegypti hidup

pada ketinggian 0 - 500 meter dari permukaan laut dengan daya

hidup yang tinggi, sedangkan pada ketinggian 1000 meter dari

permukaan laut nyamuk Aedes aegypti idealnya masih dapat

bertahan hidup (BMG, 2006 dalam Arsin 2013).

3) Jenis Kontainer

Macam kontainer termasuk pula letak dari kontainer, bahan,

warna, bentuk, volume, penutup kontainer dan asal air dalam

kontainer sangat mempengaruhi nyamuk betina dalam pilihan

tempat bertelur. Tempat air yang tertutup kurang rapat sangat

disukai oleh nyamuk betina sebagai tempat bertelur dibandingkan

dengan tempat air yang terbuka karena tutupnya sering dibuka

sehingga mengakibatkan ruang di dalamnya relatif lebih terang

dibandingkan dengan tempat air yang tertutup.

b. Lingkungan Biotik

Lingkungan biotik yang mempengaruhi penularan DBD adalah

banyaknya tanaman di pekarangan yang mempengaruhi pencahayaan

dan kelembaban di sekitar rumah. Kurangnya pencahayaan dan

kelembaban yang tinggi dalam rumah merupakan tempat yang

disenangi nyamuk Aedes aegypti untuk beristirahat.

Page 38: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

22

8. Pengamatan Vektor

Dilakukannya pemantauan vektor DBD untuk mengetahui situasi

vektor penyakti DBD di suatu kawasan, mencakup kegiatan survei di

rumah penduduk yang dipilih secara acak. Kegiatan survei yang biasa

dilakukan adalah survei nyamuk dewasa dan survei jentik (Hairani, 2009).

a. Survei Nyamuk

Survei nyamuk dilakukan dengan cara penangkapan nyamuk

dengan menggunakan umpan orang di dalam dan di luar rumah,

masing-masing selama 20 menit per rumah dan penangkapan nyamuk

didalam dan di luar rumah.

Indeks-indeks nyamuk yang digunakan :

1) Landing Rate

Σ Aedes aegypti betina tertangkap umpan orang

Σ penangkapan x jumlah jam penangkapan

2) Resting per rumah

Σ Aedes aegypti betina tertangkap pada penagkapan nyamuk hinggap

Σ rumah yang dilakukan penangkapan

b. Survei Jentik

Cara melakukan survei jentik sebagai berikut :

1) Semua yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk

Aedes aegypti baik tempat atau bejana dilakukan pemeriksaan

(dengan mata telanjang) untuk mengetahui ada tidaknya jentik.

Page 39: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

23

2) Dilakukan pemeriksaan pada tempat penampungan air yang

berukuran besar, seperti bak mandi, tempayan, drum dan bak

penampungan air lainnya.

3) Untuk memeriksa tempat-tempat perkembangbiakan yang kecil,

seperti vas bunga, pot tanaman air, dan botol yang airnya keruh,

seringkali airnya perlu dipindahkan ke tempat lain.

4) Digunakan senter untuk memeriksa jentik ditempat yang agak gelap,

atau airnya keruh.

Ukuran-ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik

Aedes aegypti:

1) Angka Bebas Jentik (ABJ )

𝛴 𝑟𝑢𝑚𝑎 ℎ 𝑏𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑢𝑘𝑎𝑛 𝑗𝑒𝑛𝑡𝑖𝑘

𝛴𝑟𝑢𝑚𝑎 ℎ 𝑏𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎 ×100%

2) House Indeks (HI)

𝛴 𝑟𝑢𝑚𝑎 ℎ 𝑏𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑢𝑘𝑎𝑛 𝑗𝑒𝑛𝑡𝑖𝑘

𝛴𝑟𝑢𝑚𝑎 ℎ 𝑏𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎 ×100%

3) Container index (CI)

𝛴 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑎𝑖𝑛𝑒𝑟 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑗𝑒𝑛𝑡𝑖𝑘

𝛴𝑟𝑢𝑚𝑎 ℎ 𝑏𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎 ×100%

9. Pengendalian Vektor

a. 3M

Perlu adanya upaya pemberantasan yang komprehensif dari

penyakit DBD tersebut. Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN 3M) mengingat sangat

berbahayanya penyakit DBD. Ini merupakan cara utama yang dianggap

Page 40: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

24

efektif,efisien dan ekonomis untuk memberantas vektor penular DBD

mengingat obat dan vaksin pembunuh virus DBD ditemukan (Depkes

2007 dalam Budiman 2016).

Upaya pengendalian DBD yang telah dilakukan sampai saat ini

masih berfokus pada pengendalian nyamuk penularnya (vektor) baik

terhadap nyamuk dewasa maupun stadium pradewasa karena obat dan

vaksin untuk penyakit ini belum ditemukan. Kementerian Kesehatan

telah menetapkan lima kegiatan pokok sebagai kebijakan dalam

pengendalan penyakit DBD yaitu menemukan kasus secepatnya dan

mengobati sesuai prosedur tetap, memutuskan mata rantai penularan

dengan pemberantasan vektor (nyamuk dewasa dan jentik – jentiknya),

kemitraan dalam wadah POKJANAL DBD (Kelompok Kerja Operasional

DBD), pemberdayaan masyarakat dalam gerakan Pemberantasan

Sarang Nyamuk (PSN 3M Plus) dan peningkatan profesionalisme

pelaksana program (Kemenkes RI, 2012).

Peran serta masyarakat dapat berwujud melalui pelaksanaan

kegiatan 3M (menutup wadah – wadah penampungan air, mengubur

atau membakar barang – barang bekas yang menjadi sarang nyamuk,

dan menguras atau mengganti air ditempat tampungan air) di sekitar

rumah dan melaksanakan PSN pada lingkungannya (Koban, 2014).

b. Abatisasi

Abatisasi selektif adalah kegiatan pemeriksaan Tempat

Penampungan Air (TPA) baik didalam maupun diluar rumah pada

Page 41: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

25

seluruh rumah dan bangunan di desa/kelurahan endemis dan sporadik

dan penaburan bubuk abate (larvasida) yang dilaksanakan 4 siklus (tiga

bulan sekali) dengan menaburkan larvasida pada TPA yang ditemukan

jentik (Octaviani H, 2003). Pemberian serbuk abate dilakukan dua

sampai tiga bulan sekali, dengan takaran 10 gr abate untuk 100 liter air

atau 2,5 gram altosoid untuk 100 liter air.

c. Fogging

Pelaksanaan program fogging adalah upaya pemberantasan

nyamuk bukan upaya pencegahan sehingga akan dilaksanakan fogging

apabila terdapat kasus DBD dan memenuhi kriteria fogging. Proses

pelaksanaan fogging dilakukan bukan berarti kasus DBD berkurang

tetapi fogging ini untuk pencegahan sehingga akan dilakukan fogging

apabila sudah memenuhi kriteria fogging dan fogging tidak aktif jika

tidak dilanjuti dengan 3M, Tujuan penanggulangan foggingfokus

dilaksanakan untuk membatasi penularan DBD dan mencegah KLB di

lokasi tempat tinggal penderita DBD serta tempat yang menjadi sumber

penularan, pada umumnya fogging ini belum berhasil, karena masih

bergantung pada insektisida untuk membunuh nyamuk dewasa serta

penyemprotan ini membutuhkan biaya yang cukup tinggi dan tempat

penyemprotan harus dikuasai oleh petugas fogging (Kartika Dewi,

2017).

Pemutusan rantai penularan penyakit DBD sampai saat ini masih

mengandalkan pengendalian nyamuk vektor (Aedes aegypti) dengan

Page 42: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

26

cara pengabutan (Ultra Low Volume) dan pengasapan (Thermal

Fogging) (Salim, dkk. 2007).

Pengasapan dilakukan dua siklus dengan interval satu minggu.

Pengasapan siklus I berfungsi untuk membunuh nyamuk dewasa yang

ada pada saat pengasapan siklus II berfungsi untuk membunuh jentik

nyamuk pada siklus I yang sudah berkembang menjadi nyamuk dewasa

pada siklus II. Pengasapan dilakukan pada areal titik fokus, satu areal

titik fokus maksimalnya mencakup areal seluas 3,1 Ha.

Pengendalian vektor menggunakan mesin Fog adalah metode

penyemprotan udara yang berbentuk asap (pengasapan/Fogging) yang

dilakukan untuk mencegah/mengendalikan DBD di rumah penderita/

tersangka DBD dan lokasi sekitarnya serta tempat – tempat umum yang

diperkirakan dapat menjadi sumber penularan penyakit DBD

(Kemenkes, 2011).

Didalam pelaksanaannya penentuan jenis insektisida, dosis dan

metode aplikasi merupakan syarat yang penting untuk dipahami dalam

kebijakan pengendalian vektor. Aplikasi insektisida yang berulang di

satuan ekosistem akan menimbulkan terjadinya resistensi serangga

sasaran (Kemenkes, 2011). Pendapat itu juga didukung oleh

Kasumbogo, yang mengatakan bahwa ada beberapa variabel yang

mempengaruhi tingkat resistensi nyamuk terhadap pestisida. Variabel –

variabel tersebut antara lain konsentrasi pestisida, frekuensi

penyemprotan. Fenomena resistensi itu dapat dijelaskan dengan teori

Page 43: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

27

evolusi yaitu ketika suatu lokasi dilakukan penyemprotan pestisida,

nyamuk yang peka akan mati, sebaliknya yang tidak peka akan tetap

melangsungkan hidupnya. Paparan pestisida yang terus – menerus

menyebabkan nyamuk beradaptasi sehingga jumlah nyamuk yang

kebal bertambah banyak, apalagi nyamuk yang keba tersebut dapat

membawa sifat resistensinya ke keturunannya (Untung, 2004).

d. Penyuluhan

Pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan adalah proses

pemberian informasi kepada individu, keluarga atau kelompok secara

terus menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan dari

suatu kelompok masyarakat, serta proses membantu agar berubah dari

tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek pengetahuan atau

knowledge) dari tahu menjadi mau (aspek sikap atau attitude) dan dari

mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan

(aspek tindakan atau practice) (Erlanger TE, dkk, 2008).

Pengendalian vektor DBD akan efektif mengurangi populasi vektor

apabila intervensi dilakukan berbasis masyarakat, terintegrasi yang

disesuaikan dengan eko – epidemiologi lokal da sosiokultural serta

dikombinasikan dengan program edukasi yang bertujuan untuk

meningkatkan pengetahuan dan memahami praktek terbaik (Erlanger

TE, dkk, 2008).

Pengendalian vektor yang bebasis masyarakat telah banyak

memberikan dampak positif terhadap kepadatan larva

Page 44: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

28

maupunpenularan DBD itu sendiri. Penelitian pemberdayaan

masyarakat dan stakeholder di Tamil Nadu India untuk mencegah

perkembangbiakan vektor menghasilkan penurunan kepadatan vektor

(Arunachalam N, dkk, 2012).

Penelitian pemberdayaan masyarakat yang disertai promosi

kesehatan serta manajemen lingkungan di Brazil berdampak positif

terhadap penurunan indeks jentik (Caprara A, 2015).

B. Tinjauan Umum Tentang Model Dinamik

1. Pengertian Model

Model merupakan sistem atau kejadian yang sesungguhnya

ataupun tiruan dari suatu benda, model hanya berisi informasi-informasi

yang dianggap penting untuk ditelaah.

Model menghasilkan gambaran proses secara keseluruhan dengan

menggunakan perumusan matematika dari proses-proses

fisika/kimia/biologi suatu fenomena alam, sehingga jika dimasukkan data –

data penunjang, kemudian dihitung dengan metode perhitungan tertentu.

Pemodelan diartikan sebagai ilustrasi penggambaran, penyederhanaan,

miniatur, visualising atau kreasi prediksi inovatif (Mallongi, 2012).

Model dibangun untuk tujuan peramalan dan perancangan

kebijakan. Pendekatan model dinamik bersifat deduktif dan mampu

menghilangkan kelemahan-kelemahan dalam asumsi-asumsi yang dibuat,

dapat diperoleh kesepakatan atas asumsi-asumsi tersebut. Proses

Page 45: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

29

perubahan dari satu kondisi ke kondisi lainnya merupakan hal utama yang

ditekankan dalam model dinamik (Bohari, 2014).

2. Karakteristik Model

Sebagai ukuran tujuan pemodelan, maka karakteristik model yang

baik antara lain sebagai berikut (Budihati, 2008):

a. Model yang dapat memecahkan suatu masalah yang besar adalah

model yang tingkat generalisasinya tinggi.

b. Model dapat menjelaskan dinamika secara rinci.

c. Menambah minat peneliti yang lain untuk melakukan penelitian lanjutan.

d. Proses pemodelan tidak pernah selesai.

3. Prinsip-prinsip Pemodelan

a. Elaborasi adalah pengembangan model dilakukan secara bertahap

dimulai dari model sederhana hingga diperoleh model yang lebih

representatif.

b. Sinektik adalah pengembangan model yang dilakukan secara analogis

(Kesamaan-kesamaan).

c. Iteratif adalah pengembangan model yang dilakukan secara berulang-

ulang dan peninjauan kembali.

4. Syarat Menyusun Model

Hal-hal yang harus diperhatikan sebelum menyusun model, antara

lain (Mallongi, 2012) :

Page 46: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

30

a. Jika teori yang digunakan benar maka model juga seharusnya

menghasilkan keluaran yang benar, sebab model merupakan

representasi dari sebuah teori.

b. Ketika menyusun model, asumsi dan penyederhanaan yang dibuat

harus mengikuti aturan/teori yang berlaku, dokumentasi dan

pencatatan yang baik harus dilakukan dalam setiap asumsi yang

dibuat.

c. Menggunakan pendekatan metode numerik untuk menghitung model

matematika, sehingga harus didefinisikan dengan baik kemungkinan

kesalahan perhitungan dari metode numerik yang digunakan.

5. Tahapan Pemodelan

Tahapan pemodelan antara lain sebagai berikut (Mallongi,2012):

a. Konseptualisasi dan identifikasi

- Penyusunan hipotesis dasar teori yang terlibat dalam proses

- Mengevaluasi dasar teori

- Melakukan identifikasi struktur model

b. Representasi matematika

- Biasanya dalam bentuk diferensial atau persamaan aljabar

- Dapat menggunakan aturan bahasa (Linguistic rules) untuk sistem

pakar.

c. Implementasi numerik

- Melakukan penyusunan alogaritma solusi numerik

- Melakukan perhitungan dengan menggunakan komputer

Page 47: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

31

d. Estimasi parameter dan kalibrasi

- Melakukan pengaturan pada parameter model berdasarkan data

pengukuran

- Agar seluruh data pengukuran dan parameter model sesuai, maka

dilakukan kalibrasi

e. Pengujian hipotesis

Pengujian keluaran model terhadap kondisi uji yang telah ditentukan

untuk hipotesis tertentu.

f. Validasi

Melakukan perbandingan antara hasil suatu model dengan data

pengukuran untuk memastikan kualitas model.

6. Pengertian Sistem Dinamik

Model Sistem Dinamis yang merepresentasikan struktur diagram

umpan balik adalah diagram sebab akibat atau Causal Loop Diagram.

Diagram ini merupakan penunjuk arah aliran perubahan variabel dan

polaritasnya. Polaritas aliran dibagi menjadi positif dan negatif. Diagram

Alir atau Flow Diagram meupakan bentuk diagram lain yang juga

menggambarkan struktur model sistem dinamis. Diagram alir

merepresentasikan hubungan antar variabel yang telah dibuat dalam

diagram sebab-akibat dengan lebih jelas, dengan menggunakan berbagai

simbol tertentu untuk berbagai variabel yang terlibat (Sushil, 1993 dalam

(Bohari, 2014).

Page 48: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

32

Dalam menyusun model dinamik terdapat tiga bentuk alternatif

yang dapat digunakan ( Muhammad et al, 2001) yaitu :

a. Verbal

Model verbal adalah model sistem yang dinyatakan dalam

bentukkata-kata.

b. Visual

Deskripsi visual dinyatakan secara diagram dan menunjukkan

hubungan sebab akibat banyak variabel dalam keadaan sederhana

dan jelas. Analisis deskripsi visual dilakukan secara kualitatif.

c. Matematis

Model visual dapatdipresentasikan kedalam bentuk matematis yang

merupakan perhitungan perhitungan terhadap suatu sistem. Semua

bentuk perhitungannya bersifat ekuivalen, yang mana setiap bentuk

berperan sebagai alat bantu untuk dimengerti bagi yang awam.

7. Pendekatan Sistem Dinamik

Berdasarkan filosofi kausal (sebab - akibat), tujuan metodologi

sistem dinamik adalah untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam

tentang tata cara kerja suatu sistem. Ada beberapa tahapan dalam

pendekatan sistem dinamik antara lain :

a. Identifikasi dan Definisi Masalah

Untuk mengetahui dimana sebenarnya pemodelan sistem perlu

dilakukan, maka pendefinisian masalah merupakan tahap yang sangat

penting dilakukan. Tahap selanjutnya adalah menetapkan tujuan

Page 49: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

33

pembatasan masalah dari sistem yang akan dimodelkan. Batas sistem

menyatakan komponen-komponen yang termasuk dan tidak termasuk

dalam pemodelan sistem.

b. Konseptualisasi Sistem

Konseptualisasi sistem dilakukan atas dasar permasalahan yang

didefinisikan. Dimulai dari identifikasi komponen atau variabel yang

terlibat dalam pemodelan. Dengan menggunakan ragam metode

seperti diagram sebab - akibat (causal), diagram kotak pana (stock and

flow), dan diagram sekuens (aliran), variabel-variabel tersebut

kemudian dicari interrelasinya satu sama lain. Tujuan dari

konseptualisasi model adalah ini adalah memberikan kemudahan bagi

pembaca agar dapat mengikuti pola pikir yang tertuang dalam model

sehingga menimbulkan pemahaman yang lebih mendalam atas sistem.

c. Formulasi Model

Pada tahap formulasi (spesifikasi) model, dilakukan dengan

memasukkan data kuantitatif kedalam diagram model dengan tujuan

untuk merumuskan makna yang sebenarnya dari setiap relasi yang

ada dalam model konseptual. Spesifikasi model dilakukan terhadap

variabel-variabel yang saling berhubungan dalam diagram.

d. Simulasi Model

Menurut Muhammadi et al (2001) untuk memahami gejala atau

proses tersebut dimasa depan, maka dilakukanlah simulasi model.

Sedangkan untuk mengetahui kesesuaian antara hasil simulasi

Page 50: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

34

dengan gejala atau proses yang ditirukan maka dilakukan validasi

model. Hasil validasi ini kemudian akan menimbulkan proses

perbaikan serta reformulasi model.

e. Analisa Kebijakan

Untuk memahami pentingnya sifat-sifat dinamika dari model

merupakan tujuan dari tahapan analisa kebijakan. Ini dapat dilakukan

dengan menggunakan metode matematik/analitik. Meskipun ini tidak

mungkin untuk menemukan solusi persamaan-persamaan model

sistem dinamik secara matematik, kita kadang dapat menemukan level

yang konstan setimbang dan menentukan stabilitasnya. Lebih umum,

analisis dilakukan dengan percobaan simulasi.

f. Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan merupakan tahap yang penting karena

keberhasilan utama dari sebuah proyek aplikasi sistem dinamik berarti

suatu demonstrasi dan peningkatan sistem yang berkelanjutan.

8. Tahapan-Tahapan Proses Pembuatan dan Pengembangan Model

Sistem Dinamik

Proses pembuatan dan pengembangan model menggunakan

metodologi sistem dinamik melibatkan tahapan – tahapan berikut

(Sterman, 2000 dalam Bohari, 2014):

a. Artikulasi Permasalahan (Identifikasi dan Defenisi Permasalahan)

Artikulasi permasalahan merupakan tahapan yang paling penting

dalam pemodelan sistem dinamik. Artikulasi permasalahan merupakan

Page 51: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

35

tahap untuk mengetahui apa isu atau permasalahan yang ingin

diketahui dan diamati. Bagaimana mengartikulasi permasalahan

umpan balik dinamik (pemilihan batas). Permasalahan dinamik

dinyatakan dengan pola– pola perilaku yang mungkin dapat

diobservasi dari data yang diplot atau pola perilaku tersebut diperoleh

dengan metode deduksi dari informasi kualitatif yang tersedia.

b. Memformulasikan Hipotesis Dinamik dan Konseptualisasi Model

Model konseptual adalah abstraksi dari berbagai proses bahan

fisik, kimia dan biologis yang mempengaruhi perilaku kontaminan

dalam sistem (Mallongi and Dullah, 2014). Tujuan dari tahapan ini

adalah untuk membangun suatu hipotesis, suatu teori kerja yang

menjelaska sebab dibalik permasalahan dinamik. Berdasar atas

umpan balik dan interaksi antara berbagai komponen yang berbeda,

teori ini seharusnya menjelaskan dinamika perilaku sistem serta

menggambarkan cara pandang pengambil keputusan yang terlibat,

yang dapat mempengaruhi permasalahan dalam sistem, membangun

hipotesis untuk menjelaskan permasalahan.

c. Pembuatan Model Dinamik (Model Simulasi)

Tahap selanjutnya melibatkan pembuatan model formal yang

lengkap dengan berbagai formula matematis yang menjelaskan

hubungan sebab akibat semua variabel, mengestimasi nilai awal stock

dan nilai - nilai parameter numerik yang merepresentasikan sistem

Page 52: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

36

serta menguji konsistensi model secara internal terhadap hipotesis -

hipotesis dinamik.

d. Pengujian dan Validasi Model

Validasi model dirancang untuk membandingkan apakah perilaku

model yang dibangun untuk variabel - variabel kunci dapat mewakili

dan merepresentasikan kondisi nyatanya.

e. Analisis Model

Analisis dilakukan dengan percobaan simulasi. Serangkain logika

yang berkaitan dengan simulasi dapat memberikan hasil yang cukup,

informasi yang reliable (meskipun tidak tepat) tentang sifat - sifat

model. Tahapan simulasi ini dekenal dengan uji sensitivitas, untuk

menilai seberapa besar perilaku output berubah sebagai hasil

perubahan dari parameter, input dan kondisi awal, bentuk fungsi, atau

perubaha struktur lainnya.

f. Perancangan untuk Perbaikan

Untuk melihat seberapa besar kemungkinan model dapat

memperbaiki dinamika model maka tahap akhir yang dilakukan adalah

menguji alternatif - alternatif kebijakan yang baru. Dalam tahap ini,

alternatif kebijakan dirancang dan kemudian diuji dengan menjalankan

simulasi.

g. Implementasi

Tahapan ini penting karena keberhasilan utama dari sebuah proyek

aplikasi sistem dinamik berarti suatu demonstrasi atau peningkatan

Page 53: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

37

sistem yang terus menerus. Pembuatan model sistem dinamik

umumnya dilakukan dengan menggunakan software yang memang

dirancang khusus. Sofware tersebut seperti Stella yangdibuat secara

grafis dengan simbol-simbol atas variabel dan hubungannya.

C. Tinjauan Umum Tentang Aplikasi STELLA

STELLA atau Structural Thinking Experimental Learning Laboratory

with Animation adalah otomatis software dirancang untuk

mengoperasionalkan beragai input problem yang diterjemahkan dalam

bentuk model. Program Stella digunakan untuk membangun dan

kemudian bereksperimen dengan berbagai model kreatif.

Menggambarkan dan menganalisis konsep penting dari sistem dinamik

guna memprediksi berbagai kasus atau situasi melalui input data

penelitian atau data literatur (Mallongi, 2012).

Stella adalah perangkat lunak untuk modeling berbasis “flow-chart”

dengan bahasa pemrograman interpreter melalui pendekatan lingkungan

multilevel hierarkis, baik untuk menyusun maupun berinteraksi dengan

model. Dalam program Stella ada tiga jenjang (layering) untuk

mempermudah pengelolaan model, terutama untuk model yang sangat

kompleks. Hal ini sangat bermanfaat baik untuk pembuat program model

maupun untuk pengguna model tersebut. Ketiga jenjang tersebut adalah:

1. High-Level Mapping Layer, yakni jenjang antarmuka bagi pengguna

(users interface). Pada jenjang ini pengguna model dapat bekerja,

seperti mengisi parameter model dan melihat tampilan keluaran.

Page 54: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

38

2. Model Construction Layer. Jenjang ini adalah tempat model berbasis

„flow-chart‟. Apabila pengguna model ingin memodifikasi struktur model,

dapat dilakukan di jenjang ini.

3. Equation Layer. Pada jenjang ini dapat dilihat persamaan-persamaan

matematika yang digunakan dalam model.

Ketiga jenjang tersebut di atas saling terkait. Penulis (Programmer)

maupun pengguna (user) model dapat berpindah dari satu jenjang ke

jenjang lainnya.

Stella merupakan bahasa pemrograman jenis interpreter berbasis

grafis. Pemakai Stella dapat dengan mudah menyusun model dengan

merangkaikan bentuk-bentuk geometris seperti bujursangkar, lingkaran

dan panahyang dikenal sebagai Building Blocks. Alat bantu lain di Stella

yang diperlukan dalam menyusun model diantaranya adalah menu,

control, toolbars dan objects. Banyak diantara alat bantu tersebut mirip

dengan alat bantu yang dipergunakan dalam Windows, akan tetapi

banyak pula alat bantu yang tidak sama yang merupakan penciri khas

Stella.

Berikut merupakan paparan beberapa alat penyusun model yang

sering digunakan dalam Stella :

1. Stock

„Stock‟ ini merupakan hasil suatu akumulasi. Fungsinya

untuk menyimpan informasi berupa nilai suatu

parameter yang masuk ke dalamnya.

Page 55: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

39

2. Flows

Fungsi dari „flow‟ seperti aliran yakni menambah atau

mengurangi stock. Arah anak panah menunjukkan arah

aliran tersebut. Aliran bisa satu arah maupun dua arah.

3. Converter

„Converter‟ mempunyai fungsi yang luas, dapat

digunakan untuk menyimpan konstanta, input bagi

suatu persamaan, melakukan kalkulasi dari berbagai

input lainnya atau menyimpan data dalam bentuk grafis

(tabulasi x dan y). Secara umum tugasnya adalah

mengubah suatu input menjadi output.

Gambar 6. Tampilan alat bantu untuk menyusun model pada Stella

Program pemodelan Stella adalah system dynamic, powerful dan

flexible untuk berbagai kasus urgen menyangkut semua bidang kesehatan

dan seluruh kasus lingkungan. Ketepatan memprediksi mencapai 95%

Page 56: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

40

mampu mengkreasi solusi berbagai kasus/masalah yang langsung

mengarahkan “people learn by doing”. Telah dibandingkan dengan

berbagai hasil penelitian ilmiah dari berbagai Negara, dan berbagai kasus.

Hasilnya perbedaannya adalah tidak melebihi 5% gap antara penelitian

langsung dibandingkan dengan aplikasi Pemodelan Stella.

Page 57: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

41

TABEL 1. DAFTAR PENELITIAN TENTANG PEMODELAN DINAMIS

No. Peneliti/Tahun Judul Tujuan Aplikasi

Model

Hasil

1. Fitriani

Sudirman/2015

Model Estimasi

Konsentrasi Karbon

Monoksida (CO) dan

Nitrogen Dioksida

(NO2) Di Beberapa

Jalan Utama di Kota

Makassar

Untuk mengestimasi

konsentrasi karbon

monoksida (CO) dan

nitrogen dioksida (NO2)

pada 10 tahun yang

akan datang (2015 –

2025) di beberapa jalan

utama di Kota Makassar

Stella - Untuk konsentrasi CO dan

NO2 pada 10 tahun yang akan

datang (2015 – 2025) di

beberapa jalan di Kota

Makassar terus mengalami

peningkatan hingga 10 tahun

yang akan datang jika tidak

ada tindakan pengendalian.

2. Amirul Munif, dkk / 2013

Model Intervensi Pengendalian Demam Berdarah Dengue Di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat

untuk mendapatkan model pengendalian DBD yang dapat menurunkan Infection Rate (IR) menjadi nol persen.

Powersim Pelaksanaan fogging di lokasi penelitian dapat menurunkan insidensi DBD baik itu infeksi primer maupun infeksi sekunder insect reppelent dapat dijadikan alternatif pencegahan menularnya DBD karena dapat menurunkan peningkatan jumlah infeksi DBD. Pelaksanaan program kontainer tertutup dapat menurunkan peningkatan jumlah infeksi DBD pada saat outbreak dengan

Page 58: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

42

bertambahnya tingkat insect repellent menjadi 40%, dan tingkat fogging20% saja.

3. Hendrri Peranginangin/ 2010

Model Kebijakan Pengendalian Penyakit DBD di Kabupaten Indramayu

membangun model kebijakan pengendalian DBD di Kabupaten Indramayu dengan rancangan analisis kuantitatif dan kualitatif, observasional, Cross Sectional, Analytical Hierarchy Process, Interpretative Structural Modelling, dan pendekatan sistem.

Powersim Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari uji statistik terdapat beberapa perbedaan /persamaan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian DBD (p-Value ≤ Alpha 0,05) antara gabungan tiga kecamatan pertama (Indramayu, Sindang, dan Jatibarang) dengan gabungan tiga kecamatan kedua (Terisi, Sukagumiwang, dan Tukdana). Perbedaan itu ialah (a) jika di gabungan tiga kecamatan pertama hubungan antara kesehatan rumah hunian dengan kejadian DBD tidak signifikan, maka di tiga gabungan tiga kecamatan kedua hubungan keduanya signifikan; (b) jika di gabungan tiga kecamatan pertama hubungan pekerjaan/mata pencaharian kepala keluarga dengan

Page 59: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

43

kejadian DBD signifikan maka di gabungan tiga kecamatan kedua hubungan keduanya tidak signifikan; dan (c) jika di gabungan tiga kecamatan pertama hubungan pendidikan formal kepala keluarga dengan kejadian DBD signifikan maka di gabungan tiga kecamatan kedua hubungan keduanya tidak signifikan. Persamaannya baik di gabungan tiga kecamatan pertama maupun tiga kecamatan kedua ialah faktor-faktor yang berhubungan signifikan dengan kejadian DBD yaitu (a) pengelolaan sampah rumah tangga, (b) pengetahuan kepala keluarga tentang DBD, (c) perilaku sehat penghuni rumah tangga, (d) pendapatan/pengeluaran per kapita keluarga, dan

4. Thomas Goatz,

et al./2016

Modeling Dengue

Data from Semarang,

Untuk menggambarkan

penyebaran DBD di kota

Classical

SIR-Model

- Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan data

Page 60: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

44

Indonesia Semarang, dengan

menggunakan

parameter meteorologi

yang tersedia, seperti

curah hujan.

demam berdarah yang di kota Semarang (Indonesia), yang dimodifikasi dengan time-scale dengan SIR-UV sistem untuk memodelkan situasi ini. Namun, fokus utama terletak pada variasi musiman, Oleh karena itu, disertakan variasi musiman dalam tingkat infeksi β. Hal ini juga ditunjukkan dengan perbandingan data dengue dengan curah hujan bulanan. Oleh karena itu, diusulkan dalam Persamaan. (6) dan (9) model di mana β tergantung pada curah hujan. model ini menghasilkan kesepakatan yang cukup baik dengan data yang tersedia.

5. Rahmah

Tahir/2015

Pemodelan Sistem

Dinamis Epidemi

HIV-AIDS Di

Sulawesi Selatan

Untuk mengestimasi

jumlah kejadian HIV-

AIDS selama 27 tahun

(2008-2035) dan

strategi pengendalian

faktor risiko yang paling

sesuai dalam menekan

laju peningkatan jumlah

Powersim - Hasil penelitian menunjukkan

bahwa selama 27 tahun yang

akan datang diestimasikan

kejadian HIV-AIDS meningkat

dari 375 orang pada tahun

2008 menjadi 12.078 orang

pada tahun 2035 jika faktor

risiko HIV tidak dikontrol.

Page 61: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

45

kejadian HIV-AIDS

dengan pendekatan

model dinamik di

Sulawesi Selatan.

- Strategi yang paling sesuai

yaitu penambahan struktur

ARV preventif serta

pengontrolan terhadap terapi

ARV saat mencegah infeksi

HIV sebesar 43,5 % dan

mencegah AIDS sebesar

55,8%.

6. Muhammad

Afdhal/2015

Pemodelan Sistem

Dinamis Dalam

Memprediksi

Kejadian Stroke Di

Sulawesi Selatan

Untuk mengestimasi

kejadian stroke selama

25 tahun (2010-2035)

dan strategi

pengendalian yang

paling sesuai dengan

menekan laju

peningkatan kejadian

stroke.

Powersim - Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama 25 tahun yang akan datang diestimasikan kejadian stroke meningkat rata-rata 2,28 % dari 1598 orang pada tahun 2010 menjadi 7532 orang pada tahun 2035

- Strategi yang paling sesuai

yaitu kombinasi kontrol

hipertensi perilaku merokok,

aktivitas fisik, dan pola

makan.

7. Sandra Diah

Widhiyana/

2015

Pendekatan Model

Dinamik Dalam

Mengestimasi

Kematian Akibat

Rabies Di Kab.

Untuk mengestimasi

jumlah kematian akibat

rabies selama 20 tahun

(2014-2033) dan

strategi pencegahan

Powersim - Hasil penelitian menunjukkan

pada 20 tahun yang akan

datang diestimasikan

kematian akibat rabies

meningkat sebesar 7x lipat

Page 62: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

46

Toraja Utara yang paling sesuai

dalam menekan laju

peningkatan jumlah

kematian akibat rabies

per tahun dari 4 orang di

tahun 2013 menjadi 396

orang di tahun 2033 jika faktor

risiko tidak dikontrol.

- Strategi yang paling sesuai

yaitu dengan

mengkombinasikan ketiga

variabel (pemberian VAR

sebanyak 100%, vaksinasi

rabies sebesar 80%, dan

kastrasi anjing jantan

sebanyak 5%).

Page 63: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

47

D. Kerangka Teori

Keberadaan jentik Aedes aegypti dipengaruhi oleh beberapa hal

antara lain sumber penular yang berasal dari host atau manusia penderita

nyamuk Aedes aegypti menghisap darah manusia penderita kemudian

kembali menghisap darah manusia bukan penderita. Hal tersebut dapat

menyebabkan kejadian demam berdarah dengue. Hal tersebut menjadi

salah satu faktor yang berperan dalam status endemisitas suatu wilayah.

Keberadaan jentik Aedes aegypti juga dipengaruhi oleh lingkungan

fisik yaitu suhu dalam rumah. Suhu udara merupakan salah satu faktor

lingkungan yang mempengaruhi kehidupan Aedes aegypti. Nyamuk dapat

hidup dalam suhu rendah tetapi proses metabolismenya meburuk atau

bahkan terhenti jika suhu turun sampai dibawah suhu kritis. Pada suhu

lebih tinggi dari 35°C juga mengalami perubahan dalam arti lebih

lambatnya proses-proses fisiologi, rata-rata suhu optimum untuk

pertumbuhan nyamuk adalah 25-27°C.

Kelembaban dalam rumah juga berpengaruh terhadap keberadaan

jentik. Kelembaban udara optimal akan menyebabkan daya tahan hidup

nyamuk bertambah.

Lingkungan sosial berpengaruh terhadap keberadaan jentik

diantaranya Kebiasaan masyarakat yang merugikan kesehatan dan

kurang memperhatikan kebersihan lingkungan seperti kebiasaan

menggantung baju, kebiasaan tidur siang, kebiasaan membersihkan TPA,

kebiasaan membersihkan halaman rumah, dan juga partisipasi

Page 64: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

48

masyarakat khususnya dalam rangka pembersihan sarang nyamuk, maka

akan menimbulkan resiko terjadinya transmisi penularan penyakit DBD.

Pemberantasan sarang nyamuk terdiri atas tiga yaitu biologi, fisik

dan kimia. Pengendalian vektor secara biologi dilakukan dengan

menggunakan agen biologi seperti : predator/pemangsa, parasit dan

bakteri. Pemberantasan secara kimia salah satunya dengan menabur

bubuk abate pada tempat penampungan air, sedangkan pemberantasan

sarang nyamuk secara fisika dilakukan dengan cara 3M Plus yaitu

menguras, mengubur, menutup perilaku menggantung baju dan lain

sebagainya. Ketiga jenis pemberantasan sarang nyamuk diatas apabila

tidak dilakukan dengan baik maka berpengaruh langsung terhadap

keberadaan jentik pada tempat- tempat penampungan air alami bahkan

tempat penampungan air buatan.

Pemberantasan jentik nyamuk berhubungan dengan ABJ, HI, dan

CI.Untuk mengetahui kepadatan vektor nyamuk pada suatu tempat,

diperlukan survei yang meliputi survei jentik, survei nyamuk serta survei

perangkap telur. Data-data yang diperoleh, nantinya dapat digunakan

untuk menunjang perencanaan program pemberantasan vektor.

Page 65: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

49

Tingkat Endemisitas

Kejadian DBD

Host

Sumber Penularan

Aedes aegypti

Keberadaan Jentik

Aedes aegypti Tempat Perkembangbiakan Kondisi ABJ, HI, CI, BI

Biologi Kimia

- Abatisasi

- Fogging

PSN

TPA Fisik

- 3M - Penyuluhan

Alami

Buatan

Lingkungan Fisik

- Suhu - Kelembaban - Curah hujan

Lingkungan Sosial

Bionomik

Vektor

Gambar 7. Kerangka Teori

Sumber : Modifikasi dari I Gede Suyasa (2008); Muchlis (2011); Kemenkes

2011); Kestyaningsih Alupati (2012); Ita Maria (2013)

Page 66: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

50

E. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori sebelumnya, maka peneliti

merumuskannya dalam kerangka konsep sebagaimana disajikan pada

gambar 8:

Gambar 8. Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan :

: Variabel Independen

: Variabel dependen

Suhu

Kelembaban

Curah Hujan

Keberadaan Jentik

Jumlah Penduduk

Populasi Terserang

Kejadian DBD

Skenario Model :

1. Do Nothing

2. 3M

3. Abatisasi

4. Fogging

5. Penyuluhan

6. Gabungan Skenario

II,III,IV dan V

DIA

RE

Page 67: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

51

F. Variabel dan Definisi Operasional

Tabel 2. Variabel dan Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Operasional Alat Dan Sumber 1 2 3 4

1 Kejadian

DBD

Penderita yang

dinyatakan mengalami

penyakit Demam

Berdarah Dengue

dalam catatan laporan

kasus di Dinas

Kesehatan Kota

Kendari

Telaah data sekunder

laporan kasus DBD

Kota Kendari periode

tahun 2012-2016

2 Suhu Udara Rata-rata suhu udara

per bulan yang

dinyatakan dalam

derajat celcius di Kota

Kendari

Telaah data sekunder

suhu udara bulanan

wilayah Kota Kendari

periode tahun 2012-

2016

3 Kelembaban

Udara

Rata-rata kelembaban

udara per bulan yang

dinyatakan dalam

persentase uap air di

Kota Kendari

Telaah data sekunder

kelembaban udara

bulanan wilayah Kota

Kendari periode

tahun 2012-2016

4 Curah Hujan Rata-rata curah hujan

per bulan yang

dinyatakan dalam

milimeter di Kota

Kendari

Telaah data sekunder

rata-rata curah hujan

bulanan wilayah Kota

Kendari periode

tahun 2012-2016

5 Keberadaan Jentik

Jumlah rumah yang tidak ditemukan jentik dari seluruh rumah yang diperiksa berdasarkan seluruh wilayah kerja Puskesmas di Kota Kendari

Telaah data sekunder ABJ wilayah Kota Kendari periode tahun 2012-2016

6 Jumlah Penduduk

Banyaknya orang yang menempati suatu wilayah tertentu

Telaah data sekunder Badan Pusat Statistik Kota Kendari

7 Populasi Terserang

Jumlah orang yang dinyatakan mengalami penyakit Demam

Telaah data sekunder laporan kasus DBD Dinas Kesehatan

Page 68: MODEL ESTIMASI KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI …

52

Berdarah Dengue Kota Kendari periode tahun 2012-2016

8 Fogging Frekuensi dilakukannya kegiatan fogging di daerah titik fokus pelaksanaan di seluruh wilayah kerja Puskesmas di Kota Kendari

Telaah data sekunder kegiatan fogging wilayah Kota Kendari periode tahun 2012-2016

9 3M Frekuensi dilakukannya kegiatan 3M di seluruh wilayah kerja Puskesmas di Kota Kendari

Telaah data sekunder kegiatan 3M wilayah Kota Kendari periode tahun 2012-2016

10 Abatisasi Frekuensi dilakukannya kegiatan Abatisasi di seluruh wilayah kerja Puskesmas di Kota Kendari

Telaah data sekunder kegiatan Abatisasi wilayah Kota Kendari periode tahun 2012-2016