model pembelajaran yang efektif di sekolah dasar (oleh : anggi saputra)
TRANSCRIPT
4
MODEL PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF DI SEKOLAH DASAR
MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Ulangan Akhir Semester Pada Mata Kuliah
Model-model Pembelajaran IPS
Dosen : Dra. Hj. Momoh Halimah, M.Pd
Oleh :
Nama : Anggi Saputra
NIM : 1305476
No. Absen : 27
Kelas : 3 A PGSD
PROGRAM S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
KAMPUS TASIKMALAYA
2015
5
BAB IIPEMBAHASAN
A. Dasar Pemikiran Perlunya Model Pembelajaran dan Hakikat Model
Pembelajaran
Untuk memperkokoh pemahaman tentang model-model pembelajaran, perlu
dikaji kembali beberapa asumsi tentang belajar :
1. Setiap individu pada setiap tingkatan usia memiliki
potensi untuk belajar, namun dalam prosesnya, keberhasilan antar individu
akan beragam, ada yang cepat dan ada yang lambat bergantung pada motivasi
dan cara yang digunakannya.
2. Tiap individu mengalami proses perubahan dimana situasi belajar yang baru
sangat mungkin menimbulkan keraguan, kebingungan bahkan
ketidaksenangan, tetapi di pihak lain banyak juga yang menyenangkan
(Mangkuprawira, 2008:1) dalam Aunurrahman, (2012:142). Sebelum mengkaji
lebih dalam tentang model-model pembelajaran, ada baiknya kita pahami
kerangka pikir Gagne yang menegaskan lima kemampuan manusia yang
merupakan hasil belajar sehingga memerlukan berbagai model dan strategi
pembelajaran untuk mencapainya, yaitu :
1. Keterampilan intelektual, yakni sejumlah pengetahuan mulai dari
kemampuan baca, tulis, hitung sampai kepada pemikiran yang rumit.
Kemampuan ini sangat tergantung pada kapasitas intelektual, kecerdasan
sosial seseorang dan kesempatan belajar yang tersedia.
2. Strategi kognitif, yaitu kemampuan mengatur cara belajar dan berpikir
seseorang dalam arti seluas-luasnya, termasuk kemampuan memecahkan
masalah.
3. Informasi verbal, yakni pengetahuan dalam arti informasi dan fakta.
4. Kemampuan motorik, yakni kemampuan dalam bentuk keterampilan
menggunakan sesuatu, keterampilan gerak.
5. Sikap dan nilai, yakni hasil belajar yang berhubungan dengan sikap,
intensitas emosional (Depdikanas,1998/1999:16)
Penggunaan model pembelajaran yang tepat dapat mendorong tumbuhnya
rasa senang siswa terhadap pelajaran, menumbuhkan dan meningkatakan motivasi
6
dalam mengerjakan tugas, memberikan kemudahan bagi siswa untuk memahami
pelajaran sehingga memungkinkan siswa mencapai hasil belajar yang lebih baik.
Ukuran keberhasilan mengajar guru utamanya adalah terletak pada terjadi
tidaknya peningkatan hasil belajar siswa. Karena itu melalui pemilihan model
pembelajaran yang tepat guru dapat memilih atau menyesuaikan jenis pendekatan
dan metode pembelajaran dengan karakteristik materi pelajaran yang disajikan.
Hal penting yang harus selalu diingat bahwa tidak ada satu strategi pembelajaran
yang paling ampuh untuk segala situasi. Oleh sebab itu guru dituntut untuk
memiliki pemahaman yang komprehensip serta mampu mengambil keputusan
yang rasional kapan waktu yang tepat untuk menerapkan salah satu atau beberapa
strategi secara efektif (Killen, 1998). Kecermatan guru di dalam menentukan
model pembelajaran menjadi semakin penting, karena pembelajaran adalah suatu
proses yang kompleks yang di dalamnya melibatkan berbagai unsur yang dinamis.
Lieach & Scott (1995), mengingatkan beberapa hal yang perlu dipertimbangkan
guru dalam memilih dan menentukan model pembelajaran dengan mengkaji
kemana pembelajaran akan dititikberatkan, apakah pada outcome, proses atau
conten. Dalam uraian masing-masing orientasi tersebut terdapat beberapa aspek
kegiatan yang harus dilakukan guru :
a. Bilamana guru memutuskan untuk mengarahkan proses pembelajaran pada
outcome, maka guru harus merumuskan beberapa pertanyaan untuk dirinya
sendiri tentang :
1) Apa yang saya harapkan dari siswa-siswa pada akhir pembelajaran.
2) Jenis pengetahuan dan dorongan seperti apa yang saya harapkan dapat dimiliki
oleh siswa.
3) Jenis keterampilan seperti apa yang saya harapkan dapat didemonstrasikan oleh
para siswa.
4) Sikap dan nilai-nilai apa yang seharusnya dimiliki oleh siswa.
5) Mengapa saya mengharuskan siswa-siswa mempelajari hal ini.
6) Pengetahuan, sikap dan keterampilan apa yang seharusnya penting dimiliki
siswa yang harus saya ajarkan.
7) Bagaimana cara saya mengetahui bahwa siswa dapat mengembangkan
pengetahuan, sikap dan keterampilan yang daya harapkan.
7
b. Bilamana guru memutuskan untuk menitikberatkan pada content pembelajaran,
maka guru harus merumuskan beberapa pertanyaan untuk dirinya sendiri
tentang :
1) Apa saja materi esensial yang harus dimengerti oleh siswa untuk mendukung
hasil belajar yang saya diharapkan.
2) Apa yang menjadi sumber-sumber belajar yang dapat dipergunakan untuk
mendukung materi pelajaran.
3) Kemampuan berpikir siswa seperti apa yang perlu dinilai dan bagaimana cara
saya melakukan penilaiannya. Mengapa hal itu penting dilakukan.
4) Kekeliruan pemahaman dan miskonsepsi seperti apa yang umumnya terjadi
dalam penyampaian materi yang dilakukan.
5) Bagaimana saya dapat memninialisasi atau mengurangi kekeliruan pemahaman
dan miskonsepsi pada siswa.
c. Bilamana guru memutuskan untuk menitikberatkan pada proses pembelajaran,
maka guru harus merumuskan beberapa pertanyaan untuk dirinya sendiri
tentang :
1) Bagaimana strategi yang harus dilakukan agar para siswa dapat lebih mudah
memahami melalui pembelajaran yang dilakukan.
2) Bagaimana siswa dapat mengembangkan keterampilan-keterampilannya.
3) Bagaimana siswa dapat mengambangkan sikap dan nilai.
4) Bagaimana struktur pengorganisasisan kelas yang harus dikembangkan untuk
mendukung terjadinya proses pembelajaran yang efektif.
5) Apa saja jenis atau bentuk strategi pembelajaran yang menjadi penekanan jika
dikaitkan dengan jenis sikap, keterampilan dan pengetahuan yang
dikembangkan melalui proses pembelajaran yang dilakukan.
6) Bagaimana merancang dan mengorganisasi materi pelajaran agar siswa mudah
mempelajarinya.
7) Apakah siswa memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperlukan
untuk mendukung strategi pembelajaran yang dikembangkan.
8) Seberapa banyak waktu, ruang dan sumber-sumber belajar yang dimiliki
sehingga dapat mendukung strategi pembelajaran yang dipergunkan.
8
9) Apakah strategi pemotivasi dapat dipergunakan untuk mempercepat
tumbuhnya rasa percaya diri para siswa.
10) Bagaiamana cara mengetahui bahwa pembelajaran yang dilaksanakan secara
optimal seperti yang direncanakan.
Keberhasilan proses pembelajaran tidak terlepas dari kemampuan guru
mengembangkan model-model pembelajaran yang berorientasi pada peningkatan
intensitas keterlibatan siswa secara efektif di dalam proses pembelajaran.
Pengembangan model pembelajaran yang tepat pada dasarnya bertujuan untuk
menciptakan kondisi pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat belajar
secara aktif dan menyenangkan sehingga siswa meraih hasil belajar dan prestasi
yang optimal.
Istilah model dapat diartikan sebagai barang atau benda tiruan/imitasi dari
benda yang sebenarnya contohnya replika rangka manusia. Model pembelajaran
dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang
pembelajaran dan para guru untuk merencanakan dan melaksanakan aktivitas
pembelajaran (Aunurrahman, 2012:146). Brady (1985:7) dalam (Aunurarrahman,
2012:146) mengemukakan bahawa model-model pembelajaran dapat diartikan
sebagai blueprint yang dapat dipergunakan untuk membimbing guru di dalam
mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran. Sejalan dengan hal itu Joyce et
al., 1992:24 dalam Edi Hendri Mulyana (2012:110) mengemukakan bahwa model
pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat dipakai untuk merancang
mekanisme suatu pengajaran yang mencakup sumber belajar, subyek pembelajar,
lingkungan belajar dan kurikulum.
Suatu model pembelajaran harus memenuhi empat karakteristik dasar yaitu
sintaks, sistem sosial, prinsip-prinsip reaksi, dan sistem pendukung. Sintaks
(pemfasean/pentahapan) merupakan pengoperasian model. Sintaks ditunjukan
dengan deretan aktivitas yang disebut fase. Sistem sosial merupakan penjelasan
tentang peranan guru dan pebelajar. Prinsip-prinsip rekasi merupakan bagaimana
sebaiknya guru bersikap dan berespon terhadap aktivitas siswa. Adapun sistem
sosial pendukung menjelaskan hal-hal yang diperlukan sebagai kelengkapan
9
model di luar manusia. Jadi, setiap masing-masing model dalam pembelajaran
memiliki sintaks, orientasi dan penekanan tersendiri.
Untuk selanjutnya, Brady (1985:7) dalam Aunurrahman (2012:146)
mengemukakan premis tentang model pembelajaran, yaitu :
1. Model memberikan arah untuk persiapan dan implementasi kegiatan
pembelajaran. Karena itu model pembelajaran lebih bermuatan praktis
implementatif dari pada bermuatan teori.
2. Meskipun terdapat sejumlah model pembelajaran yang berbeda, namun
pemisahan antara satu model dengan model yang lain tidak bersifat deskrit.
Meskipun terdapat beberapa jenis model yang berbeda, model-model tersebut
memiliki keterkaitan, terlebih lagi di dalam proses implementasinya. Oleh
sebab itu, guru harus menginterprestasikannya ke dalam perilaku mengajar
guna mewujudkan pembelajaran yang bermakna.
3. Tidak ada satupun model pembelajaran yang memiliki kedudukan lebih
penting dan lebih baik dari yang lain. Tidak satupun model tunggal yang dapat
merealisasikan berbagai jenis dan tingkatan tujuan pembelajaran yang berbeda.
4. Pengetahuan guru tentang berbagai model pembelajaran memiliki arti penting
di dalam mewujudkan efesiensi dan efektivitas pembelajaran. Keunggulan
model pembelajaran dapat dihasilkan bilamana guru mampu mengadaptasikan
atau mengkombinasikan beberapa model sehingga menjadi lebih serasi dalam
mencapai hasil belajar siswa yang lebih baik.
B. Ciri Model Pembelajaran
Model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pendekatan,
strategi, metode, dan teknik. Karena itu, suatu rancangan pembelajaran atau
rencana pembelajaran disebut menggunakan model pembelajaran apabila
mempunyai empat ciri khusus, yaitu :
1. Rasional teoretik yang logis yang disusun oleh penciptanya atau
pengembangnya
2. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan
pembelajaran yang akan dicapai)
10
3. Tingkah laku yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan
secara berhasil, dan
4. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat
tercapai (Kardi dan Nur dalam Trianto 2007).
Suatu model pembelajaran akan memuat antara lain: (a) deskripsi
lingkungan belajar, (b) pendekatan, metode, teknik, dan strategi, (c) manfaat
pembelajaran, (d) materi pembelajaran (kurikulum), (e) media, dan (f) desain
pembelajaran.
Menurut Jioyce dan Weil (1986) memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
a. Sintaks (Syntax) yaitu urutan langkah pengajaran yang menunjuk pada
fase-fase /tahap-tahap yang harus dilakukan oleh guru bila ia
menggunakan model pembelajaran tertentu. Misalnya model eduktif
akan menggunakan sintak yang berbeda dengan model induktif
b. Prinsip reaksi (Principles of Reaction) berkaitan dengan pola kegiatan
yang menggambarkan bagaimana seharusnya guru melihat dan
memperlakukan para siswa, termasuk bagaimana seharusnya guru
memberikan respon terhadap siswa. Prinsip ini memberi petunjuk
bagaimana seharusnya guru menggunakan aturan permainan yang
berlaku pada setiap model.
c. Sistem sosial (The Social System) adalah pola hubungan guru dengan
siswa pada saat terjadinya proses pembelajaran (situasi atau suasana dan
norma yang berlaku dalam penggunaan model pembelajaran tertentu)
d. Sistem Pendukung (Support System) yaitu segala sarana, bahan dan alat
yang diperlukan untuk menunjang terlaksananya proses pembelajaran
secara optimal.
e. Dampak Instruksional (Instructional Effect) dan Dampak Pengiring
(Nurturant Effects). Dampak instruksional adalah hasil belajar yang
dicapai atau yang berkaitan langsung dengan materi pembelajaran,
sementara dampak pengiring adalah hasil belajar samapingan (iringan)
yang dicapai sebagai akibat dari penggunaan model pembelajaran
tertentu.
11
C. Faktor yang Mempengaruhi Model Pembelajaran
Adapun faktor-faktor yang mempengaruih suatu model pembelajaran
yakni :
1. Sifat dari materi yang akan diajarkan
2. Tujuan akan dicapai dalam pengajaran,
3. Tingkat kemampuan peserta didik,
4. Jam pelajaran (waktu pelajaran),
5. Lingkungan belajar,
6. Fasilitas penunjang yang tersedia.
D. Kualitas Model Pembelajaran
Kualitas model pembelajaran dapat dilihat dari dua aspek, yaitu proses dan
produk. Aspek proses mengacu apakah pembelajaran mampu menciptakan situasi
belajar yang menyenangkan (joyful learning) serta mendorong siswa untuk aktif
belajar dan berpikir kreatif. Aspek produk mengacu apakah pembelajaran mampu
mencapai tujuan (kompetensi), yaitu meningkatkan kemampuan siswa sesuai
dengan standar kemampuan atau kompetensi yang ditentukan. Dalam hal ini
sebelum melihat hasilnya, terlebih dahulu aspek proses sudah dapat dipastikan
berlangsung baik. Karena itu, setiap model memerlukan sistem pengelolaan dan
lingkungan belajar yang berbeda. Setiap model memberikan peran yang berbeda
kepada siswa, pada ruang fisik, dan pada sistem sosial kelas. Sifat materi dari
sistem saraf (penerimaan/proses berpikir) banyak konsep dan informasi-informasi
dari teks buku bacaan materi ajar siswa, di samping banyak kegiatan pengamatan
gambar-gambar. Tujuan yang akan dicapai meliputi aspek kognitif (produk dan
proses) dari kegiatan pemahaman bacaan dan lembar kegiatan siswa (Trianto
2007: 5-6)
E. Kelompok dan Jenis—jenis Model Pembelajaran
Ada sejumlah pandangan atau pendapat berkenaan dengan model
pembelajaran yang perlu kita kaji untuk memperluas pemahaman dan wawasan
kita sehingga kita dapat fleksibel dalam menentukan salah satu atau beberapa
model pembelajaran yang tepat. Beberapa model pembelajaran tersebut antara lain
12
dikemukakan bahwa oleh Lapp, Bender, Ellenwood, & John (1975) dalam
(Aunurrahman, 2012: 147) yang berpendapat bahwa berbagai aktivitas belajar
mengajar dapat dijabarkan dar 4 model utama, yaitu :
1. The Classical Model, dimana guru lebih menitikberatkan peranannya dalam
pemberian informasi melalui mata pelajaran dan materi pelajaran yang
disajikannya.
2. The Technological Model, yang lebih menitikberatkan peranan pendidik
sebagai transmisi informasi, lebih dititikberatkan untuk mencapai kompetensi
individual siswa.
3. The Personalised Model, dimana proses pembelajaran dikembangkan dengan
memperhatikan minat, pengalaman dan perkembangan siswa untuk
mengaktualisasikan pontensi-potensi individualitasnya.
4. The Interaction Model, dengan menitikberatkan pola interdepensi antara guru
dan siswa sehingga tercipta komunikasi dialogis di dalam proses pembelajaran.
Stalling (1997) dalam Anurrahman (2012: 148), mengemukakan 5 model
dalam pembelajaran :
1. The Exploratory Model. Model ini pada dasarnya bertujuan untuk
mengembangkan kreativitas dan independensi siswa.
2. The Group Process Model. Model ini utamanya diarahkan untuk
mengembangkan kesadaran diri, rasa tanggung jawab dan kemampuan
bekerjasama antara siswa.
3. The Developmental Cognitive Model, yang mentitikberatkan untuk
mengembangkan keterampilan-keterampilan kognitif.
4. The Programmed Model, yang dititikberatkan untuk mengembangkan
keterampilan-keterampilan dasar melalui modifikasi tingkah laku.
5. The Fundamental Model, yang menitikberatkan untuk mengembangkan
keterampilan-keterampilan dasar melalui pengetahuan factual.
Joyce, Weil, dan Calhoun (2000) dalam Aunurrahman (2012:148)
mendeskripsikan empat kategori model mengajar, yaitu model sosial (social
family), kelompok pengolahan informasi (information processing family),
kelompok model personal (personal family), dan kelompok model sistem perilaku
(behavioral system family).
13
Tabel 6.2
MODEL-MODEL PEMBELAJARAN
Families The Social Family The Information Processing
Family
The Personal Family
The Behavioral
System Family
Models
1. Patern in learning
1.1 Positive
interdependence
1.2 Structural inqury
2. Group investigation
3. Role playing
4. Jurisprudential inquiry
1. Inductive
thinking
(classification
oriented)
2. Concept
attainment
3. Mnemnics
(memory
assists)
4.Advance
organizers
5. Scientific
inquiry
6. Inquiry
training
7. Synectics
1. Non
directive
teaching
2.
Enhancing
self esteem
1. Mastery
learning
2. Direct
instruction
3. Simulation
4. Social learning
5. Programmed
Schedule (task
performacnce
reinforcement)
Sumber : Prof. Aunurrahman, M.Pd (2012:148). Belajar dan Pembelajaran. Bandung : CV.
ALFABETA
Dari tabel diatas maka dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Kelompok Model Interaksi Sosial (social interaction models)
Model interaksi sosial adalah suatu model pembelajaran yang beranjak dari
pandangan bahwa segala sesuatu tidak terlepas dari realita kehidupan, individu
tidak mungkin melepaskan dirinya dari interaksi dengan orang lain.
Kelompok model interaksi sosial meliputi sejumlah model yaitu : investigasi
kelompok (Group Investigation), bermain peran (role playing), penelitian
yurisprodensial (yurisprodential Inquiry), latihan laboratories (Laboratory
Training), penelitian ilmu sosial (Social Science Inquiry)
2. Kelompok Model Pengolahan Informasi (Information Processing Model)
Kelompok model pengolahan informasi salah satu kelompok model
pembelajaran yang lebih menitikberatkan pada aktivitas-aktivitas yang terkait
14
dengan kegiatan proses atau pengolahan informasi untuk meningkatkan
kapabilitas siswa melalui proses pembelajaran, yang termasuk dalam kelompok
model ini yaitu berpikir induktif (inductive thinking), pencapain konsep (concept
attainment), memorias, advance organizers, penelitian ilmiah (scientific inquiry),
inquiry training, synectics.
3. Kelompok Model Personal (The Personal System Family Model)
Model personal pada dasarnya berbentuk dari pandangan tentang “kediran”
individu. Adapun rumpun dari kelompok yaitu pembelajaran tanpa arahan artinya
model yang berfokus pada upaya memfasilitasi kegiatan pembelajaran. Model
pembelajaran untuk meningkatkan rasa percaya diri (Enchancing Self Esteem)
yakni dipergunakan oleh guru dalam menumbuhkan rasa percaya diri siswa.
Adapun rumpun dari Enchancing Self Esteem yakni model latihan kesadaran
(Ewarness Training Models), model pertemuan kelas (classroom meeting).
4. Kelompok Model-model Sistem Perilaku
Terdapat beberapa bentuk model yang termasuk kelompok model ini, yaitu
belajar tuntas (Mastery Learning), Pengajaran Langsung (Direct Instruction),
Simulasi (Simulation), belajar sosial (Social Learning).
Dalam model-model pembelajaran matematka fungsi model pembelajaran
yaitu sebagai acuan atau titik tolak dalam mendesain pelaksanaan pembelajaran
sehingga mewadahi pendekatan, teknik, metode, dan strategi.
Adapun komponen dari model pembelajaran yakni sebagai berikut ;
1. Deskripsi lingkungan belajar
2. Pendekatan, metode, teknik dan strategi
3. Manfaat pembelajaran
4. Materi pembelajaran (kurikulum)
5. Media, dan
6. Desain pembelajaran
Faktor yang mempengaruhi model pembelajaran yakni :
1. Sifat dari materi yang akan diajarkan
2. Tujuan akan dicapai dalam pengajaran
3. Tingkat kemampuan peserta didik
4. Jam pelajaran (waktu pelajaran)
15
5. Lingkungan belajar
6. Fasilitas penunjang yang tersedia
Adapun untuk mengukur kualitas pembelajaran dapat dilihat dari dua dua
aspek, yaitu aspek proses yakni apakah pembelajaran mampu menciptakan situasi
belajar yang menyenangkan serta mendorong siswa untuk aktif belajar dan
berpikir kreatif. Aspek produk mengacu apakah pembelajaran memapu mencapai
tujuan (kompetensi yang telah di tentukan)
Dengan demikian bertolak dari pandangan beberapa teori maka menurut
pendapat saya model pembelajaran adalah sebuah fenomena yang memiliki
subtansi, kondisi dan proses. Adapun subtansi model pembelajaran adalah wadah
dari pendekatan, strategi, metode dan teknik. Kondisi dari model pembelajaran
ditandai dengan 7 komponen pembelajaran yakni memiliki tujuan, guru, siswa,
bahan ajar, prosedur, media dan evaluasi. Dan proses model pembelajaran
ditandai dengan adanya sintaks/tahapan/pemfasean, prinsip-prinsip reaksi dan
sistem pendukung. Jadi pada masing-masing model pembelajaran memiliki
sintaks, orientasi dan penekanan tersendiri.
F. Model-model Pembelajaran IPS.
Di bawah ini akan dijelaskan beberapa model pembelajaran untuk mengatasi
masalah pendidikan IPS.. Masing-masing pendekatan pada pandangan teoritis
berkenaan dengan stressingnya, dalam praktisnya dapat terjadi saling berkait
antara satu pendekatan dengan pendekatan lain secara bersamaan. Beberapa dari
sejumlah pendekatan yang menjadi rujukan, secara parsial terliput dalam kerangka
teknis model pilihan berikut, antara lain: Model Inkuiri, VCT, ITM (STS), Role
Playing, Portofolio, PBM, dan PBP.
a. Model Inkuiri
1) Makna Pembelajaran Inkuiri
Model inkuiri adalah salah satu model pembelajaran yang memfokuskan
kepada pengembangan kemampuan siswa dalam berpikir reflektif kritis, dan
kreatif. Inkuiri adalah salah satu model pembelajaran yang dipandang modern
yang dapat dipergunakan pada berbagai jenjang pendidikan, mulai tingkat
pendidikan dasar hingga menengah. Pelaksanaan inkuiri di dalam pembelajaran
16
Pengetahuan Sosial dirasionalisasi pada pandangan dasar bahwa dalam model
pembelajaran tersebut, siswa didorong untuk mencari dan mendapatkan informasi
melalui kegiatan belajar mandiri. Model inkuiri pada hakekatnya merupakan
penerapan metode ilmiah khususnya di lapangan Sains, namun dapat dilakukan
terhadap berbagai pemecahan problem sosial. Savage Amstrong mengemukakan
bahwa model tersebut secara luas dapat digunakan dalam proses pembelajaran
Social Studies (Savage and Amstrong, 1996) dalam (makalah, 2015:8).
Pengembangan strategi pembelajaran dengan model inkuiri dipandang sangat
sesuai dengan karakteristik materil pendidikan pengetahuan sosial yang bertujuan
mengembangkan tanggungjawab individu dan kemampuan berpartisipasi aktif
baik sebagai anggota masyarakat dan warganegara.
2) Langkah-Langkah Inkuiri
Langkah-langkah tersebut antara lain:
a) Orientation
Siswa mengidentifikasi masalah, dengan pengarahan dari guru terutama
yang berkaitan dengan situasi kehidupan sehari-hari.
b) Hypothesis
Yakni kegiatan menyusun sebuah hipotesis yang dirumuskan sejelas
mungkin sebagai antiseden dan konsekuensi dari penjelasan yang telah
diajukan
c) Definition
Yaitu mengklarifikasi hipotesis yang telah diajukan dalam forum diskusi
kelas untuk mendapat tanggapan.
d) Exploration
Pada tahap ini hipotesis dipeluas kajiannya dalam pengertian implikasinya
dengan asumsi yang dikembangkan dari hipotesis tersebut
e) Evidencing
Fakta dan bukti dikumpulkan untuk mencari dukungan atau pengujian bagi
hipotesa tersebut.
f) Generalization (Joyce dan Weil, 1980) .
Pada tahap ini kegiatan inkuiri sudah sampai pada tahap mengambil
kesimpulan pemecahan masalah.
17
b. Model Pembelajaran VCT
1) Makna Pembelajaran VCT
VCT adalah salah satu teknik pembelajaran yang dapat memenuhi tujuan
pancapaian pendidikan nilai. Djahiri (1979: 115) dalam (makalah, 2015:9)
mengemukakan bahwa Value Clarification Technique, merupakan sebuah cara
bagaimana menanamkan dan menggali/ mengungkapkan nilai-nilai tertentu dari
diri peserta didik. Karena itu, pada prosesnya VCT berfungsi untuk: a) mengukur
atau mengetahui tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai; b) membina
kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang dimilikinya baik yang positif maupun
yang negatif untuk kemudian dibina kearah peningkatan atau pembetulannya; c)
menanamkan suatu nilai kepada siswa melalui cara yang rasional dan diterima
siswa sebagai milik pribadinya. Dengan kata lain, Djahiri (1979: 116)
menyimpulkan bahwa VCT dimaksudkan untuk “melatih dan membina siswa
tentang bagaimana cara menilai, mengambil keputusan terhadap suatu nilai umum
untuk kemudian dilaksanakannya sebagai warga masyarakat”.
2) Langkah Pembelajaran Model VCT
Berkenaan dengan teknik pembelajaran nilai Jarolimek merekomendasikan
beberapa cara, antara lain:
a) Teknik evaluasi diri (self evaluation) dan evaluasi kelompok (group
evaluation)
Dalam teknik evaluasi diri dan evaluasi kelompok pesertadidik diajak
berdiskusi atau tanya-jawab tentang apa yang dilakukannya serta diarakan kepada
keinginan untuk perbaikan dan penyempurnaan oleh dirinya sendiri:
(1) Menentukan tema, dari persoalan yang ada atau yang ditemukan peserta didik
(2) Guru bertanya berkenaan yang dialami peserta didik
(3) Peserta didik merespon pernyataan guru
(4) Tanya jawab guru dengan peserta didik berlangsung terus hingga sampai pada
tujuan yang diharapkan untuk menanamkan niai-nilai yang terkandung dalam
materi tersebut.
b) Teknik Lecturing
18
Teknik lecturing, dilalukan guru gengan bercerita dan mengangkat apa yang
menjadi topik bahasannya. Langkah-langkahnya antara lain:
(1) Memilih satu masalah / kasus / kejadian yang diambil dari buku atau yang
dibuat guru.
(2) Siswa dipersilahkan memberikan tanda-tanda penilaiannya dengan
menggunakan kode, misalnya: baik-buruk, salah benar, adil tidak adil, dsb.
(3) Hasil kerja kemudian dibahas bersama-sama atau kelompok kalau dibagi
kelompok untuk memberikan kesempatan alasan dan argumentasi terhadap
penilaian tersebut.
c) Teknik menarik dan memberikan percontohan
Dalam teknik menarik dan memberi percontohan (example of axamplary
behavior), guru membarikan dan meminta contoh-contoh baik dari diri peserta
didik ataupun kehidupan masyarakat luas, kemudian dianalisis, dinilai dan
didiskusikan.
d) Teknik indoktrinasi dan pembakuan kebiasan
Teknik indoktrinasi dan pembakuan kebiasan, dalam teknik ini peserta didik
dituntut untuk menerima atau melakukan sesuatu yang oleh guru dinyatakan baik,
harus, dilarang, dan sebagainya.
e) Teknik tanya-jawab
Teknik tanya-jawab guru mengangkat suatu masalah, lalu mengemukakan
pertanyaan-pertanyaan sedangkan peserta didik aktif menjawab atau
mengemukakan pendapat pikirannya.
f) Teknik menilai suatu bahan tulisan
Teknik menila suatu bahan tulisan, baik dari buku atau khusus dibuat guru.
Dalam hal ini peserta didik diminta memberikan tanda-tanda penilaiannya dengan
kode (misal: baik – buruk, benar – tidak-benar, adil – tidakadil dll). Cara ini dapat
dibalik, siswa membuat tulisan sedangkan guru membuat catatan kode
penilaiannya. Selanjutnya hasil kerja itu dibahas bersama atau kelompok untuk
memberikan tanggapan terhadap penilaian.
g) Teknik mengungkapkan nilai melalui permainan (games). Dalam pilihan ini
guru dapat menggunakan model yang sudah ada maupun ciptaan sendiri.
19
c. Pendekatan ITM (Ilmu-Teknologi dan Masyarakat)
1) Makna Pendekatan ITM
Pendekatan ITM (Ilmu, Teknologi, dan Masyarakat) atau juga disebut STS
(Science-Technology-Society) muncul menjadi sebuah pilihan jawaban atas kritik
terhadap pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial yang bersifat tradisional (texbook),
yakni berkisar masih pada pengajaran tentang fakta-fakta dan teori-teori tanpa
menghubungkannya dengan dunia nyata yang integral. ITM dikembangkan
kemudian sebagai sebuah pendekatan guna mencapai tujuan pembelajaran yang
berkaitan langsung dengan lingkungan nyata dengan cara melibatkan peran aktif
peserta didik dalam mencari informasi untuk meemcahkan masalah yang
ditemukan dalam kehidupan kesehariannya.
Pendekatan ITM menekankan pada aktivitas peserta didik melalui
penggunaan keterampilanproses dan mendorong berpikir tingkat tinggi, seperti;
melakukan kegiatan pengumpulan data, menganalisis data, melakukan survey
observasi, wawancara dengan masyarakat bahkan kegiatan di laboratorium dsb.
Oleh karena itu, permasalahan tentang kemasyarakatan sebagaimana adanya tidak
terlepas dari perkembangan ilmu dan teknologi, dapat dijawab melalui inkuiri.
Dalam kegiatan pembelajaran tersebut peserta didik menjadi lebih aktif dalam
menggali permasalahan berdasarkan pada pengalaman sendiri hingga mampu
melahirkan kerangka pemecahan masalah dan tindakan yang dapat dilakukan
secara nyata. Karena itu, pendekatan ITM dipandang dapat memberi kontribusi
langsung terhadap misi pokok pembelajaran pengetahuan sosial, khusus dalam
mempersiapkan warga negara agar memiliki kemampuan: a) memahami ilmu
pengetahuan di masyarakat, b) mengambil keputusan sebagai warga negara, c)
membuat hubungan antar pengetahuan, dan d) mengingat sejarah perjuangan dan
peradaban luhur bangsanya.
2) Langkah Pendekatan ITM
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan pembelajaran
pendekatan ITM antara lain:
a) Menekankan pada paham kontruktivisme, bahwa setiap individu peserta didik,
telah memiliki sejumlah pengetahuan dari pengalamannya sendiri dalam
kehidupan faktual di lingkungan keluarga dan masyarakat.
20
b) Peserta didik dituntut untuk belajar dalam memecahkan permasalahan dan
dapat menggunakan sumber-sumber setempat (nara sumber dan bahan-bahan
lainnya) untuk memperoleh informasi yang dapat digunakan dalam pemecahan
masalah.
c) Pola pembelajaran bersifat kooperatif (kerja sama) dalam setiap kegiatan
pembelajaran serta menekankan pada keterampilan proses dalam rangka
melatih peserta didik berfikir tingkat tinggi.
d) Peserta didik menggali konsep-konsep melalui proses pembelajaran yang
ditempuh dengan cara pengamatan (observasi) terhadap objek-objek yang
dipelajarinya.
e) Masalah-masalah aktual sebagai objek kajian, dibahas bersama guru dan
peserta didik guna menghindari terjadi kesalahan konsep.
f) Pemilihan tema-tema didasarakan urutan integratif.
g) Tema pengorganisasian pokok dari sejumlah unit ITM adalah isu dan masalah
sosial yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan.
3) Tahapan metode pendekatan ITM
a) Tahap eksplorasi
Kegiatan eksplorasi merupakan tahap pengumpulan data lapangan dan data
yang berkaitan dengan nilai. Peserta didik dengan bantuan LKS secara
berkelompok melakukan pengamatan langsung. Eksplorasi dilakukan guna
membuktikan konsep awal yang mereka miliki dengan konsep ilmiah.
b) Tahap penjelasan dan solusi
Dari data yang telah terkumpul berdasarkan hasil pengamatan, diharapkan
peserta didik mampu memberikan solusi sebagai alternatif jawaban tentang
persoalan lingkungan. Peserta didik didorong untuk menyampaikan gagasan,
menyimpulkan, memberikan argumen dengan tepat, membuat model, membuat
poster yang berkenaan dengan pesan lingkungan, membuat puisi, menggambar,
membuat karangan, serta membuat karya seni lainnya.
c) Tahap pengambilan tindakan
Peserta didik dapat membuat keputusan atau mempertimbangkan alternatif
tindakan dan akibat-akibatnya dengan menggunakan pengetahuan dan
keterampilan yang telah diperolehnya. Berdasar pengenalan masalah dan
21
pengembangan gagasan pemecahannya, mereka dapat bermain peran (Role
Playing) membuat kebijakan strategis yang diperlukan untuk mempengaruhi
publik dalam mengatasi permasalahan lingkungan tersebut.
d) Diskusi dan Penjelasan
Berikutnya guru dan peserta didik melakukan diskusi kelas dan penjelasan konsep
melalui tahapan sebagai berikut:
(1)Masing-masing kelompok melaporkan hasil temuan pengamatan
lingkungannya.
(2)Guru memberikan kesempatan kepada anggota kelas lainnya untuk
memberikan tanggapan atau informasi yang relevan terhadap laporan
kelompok temannya.
(3)Guru bersama peserta didik menyimpulkan konsep baru yang diperoleh
kemudian mereka diminta melihat kembali jawaban yang telah disampaikan
sebelum kegiatan eksplorasi.
(4)Guru membimbing peserta didik merkonstruksi kembali pengetahuan langsung
dari objek yang dipelajari tentang alam lingkungannya.
e) Tahap pengembangan dan aplikasi Konsep
(1)Guru bertanya pada peserta didik tentang hal-hal yang diliahat dalam
kehidupan sehari-hari yang merupakan aplikasi konsep baru yang telah
ditemukan.
(2)Guru dan peserta didik mendiskusikan sikap dan kepedulian yang dapat mereka
tumbuhkan dalam kehidupan sehari-hari berkaitan dengan konsep baru yang
telah ditemukan.
f) Tahap Evaluasi
Pada tahapan evaluasi, guru memperlihatkan gambar suasana lingkungan yang
berbeda yaitu lingkungan yang terpelihara dan yang tidak terpelihara.
Kemudian menggunakan pertanyaan pancingan pada peserta didik sehingga
mampu memberikan penilaian sendiri tentang keadaan kedua lingkungan
tersebut.
g) Kegiatan Penutup
22
Kegiatan penutup merupakan kegiatan penyimpulan yang dilakukan guru dan
peserta didik dari seluruh rangkaian pembelajaran. Sebagai bagian penutup,
guru menyampaikan pesan moral.
d. Model Role Playing
1) Makna Model Role Playing
Role Playing adalah salah satu model pembelajaran yang perlu menjadi
pengalaman belajar peserta didik, terutama dalam konteks pembelajaran
Pengetahuan Sosial dan Kewarganegaraan didalamnya. Role playing sendiri tidak
jarang menjadi pelengkap kegiatan pembelajaran yang dikembangkan dengan
stressing model pendekatan lainnya, seperti inkuiri, ITM, Portofolio, dan lainnya.
2) Langkah-Langkah Role Playing
Adapun langkah-langkahnya, Djahiri (1978: 109) mengangkat urutan teknis yang
dikembangkan Shaftel yang terdiri dari 9 langkah dalam tabel berikut.
No. Urutan Langkah Kegiatan dan Pelakunya
1. Penjelasan umum Mencari atau mengemukakan
permasalahan (oleh guru atau
bersama siswa).
Memperjelas masalah/ topik tersebut
(guru).
Mencari bahan-bahan, keterangan
atau penjelasan lebih lanjut, dengan
menunjukan sumbernya (guru &
siswa).
Menjelaskan tujuan, makna dari role
playing.
2. Memilih para pelaku Menganalisis peran yang harus
dimainkan (guru bersama siswa).
Memilih para pelakunya (dibantu
guru).
3. Menentukan
Observer
Menentukan observer dan
menjelaskan tugas dan peranannya
23
(guru & siswa).
4. Menentukan jalan
cerita
Menggariskan jalan ceritanya.
Menjelaskan peran-peran yang ada di
dalamnya, berikut gambaran situasi
keadaan cerita tersebut (guru dan
siswa).
5. Pelaksanaan
(bermain)
mulai melakonkan permainan
tersebut.
menjaga agar setiap peran berjalan.
Jagalah agar babakan-babakan terlihat
jelas.
6. Diskusi dan
permainan
Telaah setiap peran, posisi, dan
permainan.
Diskusikan hal tersebut berikut saran
perbaikannya.
Terapkan permainan ulangan.
7. Permainan ulang dan
diskusi serta
penelaahan
Seperti sub 5 dan sub 6
8. Mempertukarkan
pikiran, pengalaman
dan membuat
kesimpulan
Setiap pelaku mengemukakan
pengalaman, perasaan dan
pendapatnya.
Observer mengemukakan penilaian
pendapatnya.
Siswa dan guru membuat kesimpulan
dan merangkainya dengan topik /
konsep yang sedang dipelajarinya.
24
f. Model Portofolio
1) Makna Pembelajaran Portofolio
Protofolio dalam pendidikan mulai dipergunakan sebagai salah satu jenis
model penilaian (Assesment) yang berbasis produk, yakni penilaian yang
didasarkan pada segala hasil yang dapat dibuat atau ditunjukan peserta didik,
kemudian dihimpun dalam sebuah ‘map jepit’ (portofolio) untuk dijadikan bahan
pertimbangan guru dalam memberikan asesmen otentik terhadap kinerja peserta
didik.
Sapriya (Winataputra, 2002: 1.16) menegaskan bahwa: “portofolio
merupakan karya terpilih kelas/siswa secara keseluruhan yang bekerja secara
kooperatif membuat kebijakan publik untuk membahas pemecahan terhadap suatu
masalah kemasyarakatan”. Makna pembelajaran berbasis portofolio dalam
pembelajaran Pengetahuan Sosial adalah memperkenalkan kepada peserta didik
dan membelajarkan mereka “pada metode dan langkah-langkah yang digunakan
dalam proses politik” kewarganegaraan / kemasyarakatan.
2) Langkah-langkah Pembelajaran Portofolio
Secara teknis pendekatan portofolio dimulai dengan membagi peserta didik
dalam kelas ke dalam beberapa kelompok, lajimnya dilakukan menjadi 4 atau
sesuai menurut keadaan dan keperluannya. Berdasarkan urutannya, setiap
kelompok membidangi tugas dan tanggungjawab masing-masing, antara lain:
a) Kelompok portofolio-satu; Menjelaskan masalah, dalam tugasnya kelompokini
bertanggung jawab untuk menjelaskan masalah yang telah mereka pilih untuk
dikaji dalam kelas.
b) Kelompok portofolio-dua; Menilai kebijakan alternatif yang diusulkan untuk
memecahkan masalah, dalam tugasnya kelompok ini bertanggung jawab untuk
menjelaskan kebijakan saat ini dan atau kebijakan yang dirancang untuk
memecahkan masalah.
c) Kelompok portofolio-tiga; Membuat satu kebijakan publik yang didukung oleh
kelas, dalam tugasnya kelompok ini bertanggung jawab untuk membuat satu
kebijakan publik tertentu yang disepakati untuk didukung oleh mayoritas kelas
serta memberikan pembenaran terhadap kebijakan tersebut.
25
d) Kelompok portofolio-empat; Membuat satu rencana tindakan agar pemerintah
(setempat) dalam masyarakat mau menerima kebijakan kelas. Dalam tugasnya
kelompok ini bertanggung jawab untuk membuat suatu rencana tindakan yang
menujukkan bagaimana warganegara dapat mempengaruhi pemerintah
(setempat) untuk menerima kebijakan yang didukung oleh kelas.ang apa yang
telah dipelajari.
Pada saat itu juga siswa yang belajar dalam kelompok kecil akan tumbuh
dan berkembang pola belajar tutor sebaya (peer group) dan belajar secara
bekerjasama (cooperative).
Pada MPCL, guru bukan lagi berperan sebagai satu-satunya nara sumber
dalam PBM, tetapi berperan sebagai mediator, stabilisator, dan manajer
pembelajaran. Iklim belajar yang berlangsung dalam suasana keterbukaan dan
demokratis akan memberikan kesempatan yang optimal bagi siswa untuk
memperoleh informasi yang lebih banyak mengenai materi yang dibelajarkan dan
sekaligus melatih sikap dan keterampilan sosialnya sebagai bekal dalam
kehidupannya di masyarakat, sehingga perolehan dan hasil belajar siswa akan
semakin meningkat
g. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Model pembelajaran yang satu ini adalah contoh model yang tepat digunakan
dalam kegiatan pembelajaran IPS. Hal tersebut karena model pembelajaran ini
berbasis kerjasama, di mana masih-masing peserta didik akan dimasukkan ke
dalam sebuah kelompok tertentu yang telah dibuat oleh tenaga pendidiknya.
Model pembelajaran yang semacam ini memiliki tubbjuan utama yakniterciptanya
integrasi sosial di antara para peserta didik yang satu dengan peserta didik yang
lainnya juga antara peserta didik dengan tenaga pendidiknya.
Pelaksanaan pembelajaran kooperatif merupakan langkah implementasi dari
rencana pembelajaran kooperatif, berisi rincian dari prosedur pembelajaran. Sama
dengan pada prosedur ada empat langkah utama yang merupakan sintaks dari
model pembelajaran kooperatif hasil pengembangan, yaitu langkah: orientasi,
eksplorasi, pendalaman dan penyimpulan.
1) Langkah orientasi atau kegiatan awal pembelajaran merupakan langkah
untuk mendorong kelas memusatkan perhatian terhadap pembelajaran;
26
2) Langkah eksplorasi atau kegiatan inti pertama, merupakan langkah untuk
mengajak dan mendorong siswa untuk mencari dan menemukan fakta,
pengetahuan, masalah dan pemecahan;
3) Langkah pemantapan atau kegiatan inti kedua, merupakan langkah untuk
memperdalam, memperluas, memantapkan, memperkuat penguasaan
materi dan kemampuan yang telah dicapai pada langkah eksplorasi; dan
4) Langkah penyimpulan atau kegiatan akhir pembelajaran, merupakan
langkah untuk menyimpulkan atau merangkumkan.
Model kooperatif bermacam-macam, seperti NHT (Numbered Head
Together), Jigsaw, TPS (Think Pairs Share), dan GI (Group Investigation).
h. Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) atau dalam bahasa Inggris disebut
Problem Based Learning (PBL) adalah pembelajaran yang menggunakan masalah
nyata sebagai konteks atau sarana bagi peserta didik untuk mengembangkan
keterampilan menyelesaikan masalah dan berpikir kritis serta membangn
pengetahuan baru.
Dalam pembelajaran berbasis masalah, peserta didik, secara individual
maupun berkelompok, menyelesaikan masalah nyata tersebut dengan
menggunakan strategi atau pengetahuan yang telah dimiliki. Secara kritis, peserta
didik menemukan masalah, menginterpretasikan masalah, mengidentifikasi
faktor penyebab terjadinya maslah, mengidentifikasi informasi dan menemukan
strategi yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah, mengevaluasi kesesuaian
strategi dan solusi, dan mengomunikasikan simpulan.Tujuan utama PBM
bukanlah penyajian sejumlah besar fakta kepada peserta didik, melainkan pada
pengembangan kemampuan peserta didik untuk berpikir kritis, menyelesaikan
masalah, dan sekaligus mengembangkan pengetahuannya. PBM mengacu kepada
prinsip-prinsip pembelajaran lainnya sepertipembelajaran berbasis proyek
(project-based- learning), pembelajaran berbasis pengalaman (experience- based
learning), pembelajaran autentik (authentic learning)dan pembelajaran
bermakna (anchored instruction). Model pembelajaran tersebut cocok untuk
pengembangan kemampuan berpikir tingkat tinggi karena dengan model tersebut
27
peserta didik akan terbantu untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam
benaknya, dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang lingkungan sekitarnya.
Untuk dapat memahami pola urutan PBM tersebut, perlu dilakukan melalui sintaks atau
langkah-langkah pembelajaran sebagaimana dikemukakan Nur (2011) disajikan pada
Tabel berikut.
Fase1:Orientasi pesertadidik terhadap masalah
Guru menjelaskan pembelajaran, mengajukan
fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk
memunculkan masalah, memotivasi peserta
didikuntuk terlibat dalam masalah yang dipilih.
Fase2:Mengorganisasi peserta didik untuk belajar
Guru membantu peserta didik untuk
mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas
belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
Fase3:Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
Guru mendorong peserta didik untukmengumpulkan
informasi yang sesuai, melaksanakan pengujian
temuan untuk mendapatkan penjelasan dan
pemecahan masalah.
Fase4:Mengembangkandan menyajikan temuan
Guru membantu peserta didikdalam merencanakan
dan menyiapkan temuan yang sesuai dengan laporan
temuan dan membantu mereka untuk berbagi tugas.
Fase5:Menganalisisdan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Guru membantu peserta didik untuk melakukan
refleksiatau evaluasiterhadap penyelidikan mereka
dan proses-proses yang mereka tempuh.
Pembelajaran berbasis masalah diawali dengan aktivitas peserta didik secara
individual maupun kelompok dalam menyelesaikan masalah nyata dengan
menggunakan strategi atau pengetahuan yang telah dimiliki. Proses penyelesaian
masalah tersebut berimplikasi pada terbentuknya keterampilan peserta didik
28
dalam menyelesaikan masalah dan berpikir kritis serta sekaligus membentuk
pengetahuan baru.
i. Pembelajaran Berbasis Proyek (PBP)
Pembelajaran Berbasis Proyek (PBP) atau dalam bahasa Inggris dinamakan
Project-Based Learning (PjBL) adalah model pembelajaran yang menggunakan
proyek/kegiatan sebagai proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi sikap,
pengetahuan dan keterampilan. Penekanan pembelajaran terletak pada aktivitas-
aktivias peserta didik untuk menghasilkan produk dengan menerapkan
keterampilan meneliti, menganalisis, membuat, sampai dengan mempresentasikan
produk pembelajaran berdasarkan pengalaman nyata. Produk yang dimaksud
adalah hasil proyek dalam bentuk desain, skema, karya tulis, karya seni, dan karya
teknologi/prakarya. Pendekatan ini memperkenankan pesera didik untuk bekerja
secara mandiri maupun berkelompok dalam mengkostruksikan produk nyata.
Tujuan Pembelajaran Berbasis Proyek (PBP) adalah sebagai berikut:
1) Memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru dalam pembelajaran
2) Meningkatkan kemampuan peserta didik dalam pemecahan masalah proyek.
3) Membuat peserta didik lebih aktif dalam memecahkan masalah proyek
yang kompleks dengan hasil produk nyata berupa barang atau jasa.
4) Mengembangkan dan meningkatkan keterampilan peserta didik dalam
mengelola sumber/bahan/alat untuk menyelesaikan tugas/proyek.
5) Meningkatkan kolaborasipeserta didik khususnya pada PBP yang bersifat
kelompok.
Dalam PBP,peserta didik diberikan tugas dengan mengembangkan
tema/topik dalam pembelajaran dengan melakukan kegiatan proyek yang realistik.
Di samping itu, penerapan pembelajaran berbasis proyek ini mendorong
tumbuhnya kreativitas, kemandirian, tanggung jawab, kepercayaan diri, serta
berpikir kritis dan analitis pada peserta didik.
Secara umum, langkah-langkah PBP dikemukakan oleh Direktorat PSMP
(Panduan Penguatan Pembelajaran, Direktorat PSMP, 2013) dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1) Penentuan proyek
2) Perancangan langkah-langkah penyelesaian proyek
29
3) Penyusunan jadwal pelaksanaan
4) Evaluasi proses dan hasil proyek
5) Penyusunan laporan dan presentasi/publikasi hasil proyek
6) Penyelesaian proyek dengan fasilitas dan monitoring
Sementara tahap-tahap proses pembelajaran berbasis proyek secara garis besar
meliputi: persiapan, pelaksanaan dan, evaluasi. Pada tahap persiapan meliputi
kegiatan menemukan tema/topik proyek, merancang langkah penyelesaian proyek
dan menyusun jadwal proyek. Pada tahap pelaksanaan meliputi kegiatan proses
penyelesaian proyek dengan difasilitasi dan dimonitoring dari guru serta
penyusunan laporan dan presentasi/publikasi hasil proyek. Pada tahap evaluasi
meliputi kegiatan evaluasi proses dan hasil kegiatan proyek. Berikut adalah
contoh kegiatan pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis proyek pada
tahap kegiatan persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi.
1) Persiapan
Dalam persiapan, diawali dengan penjelasan guru tentang materi yang
dipelajari yang diikuti dengan instruksi tugas proyek yang dilengkapi dengan
persyaratan tertentu, termasuk ketentuan waktu. Langkah-langkah persiapan
adalah sebagai berikut:
a) Menentukan proyek, yaitu memilih tema/topik untuk menghasilkan produk
(laporan observasi/penyelidikan, rancangan karya seni, atau karya
keterampilan) yang karakteristik mata pelajaran dengan menekankan
keorisinilan produk. Penentuan produk juga disesuaikan dengan kriteria tugas,
dengan mempertimbangkan kemampuan peserta didik dan sumber/bahan/alat
yang tersedia.
b) Merancang langkah-langkah penyelesaian proyek dari awal sampai akhir.Pada
kegiatan ini, peserta didik mengidentifikasi bagian-bagian produk yang akan
dihasilkan dan langkah-langkah serta teknik untuk menyelesaikan bagian-
bagian tersebut sampai dicapai produk akhir.
c) Menyusunjadwal pelaksanaanproyek,yaitu menyusun tahap-tahap pelaksanaan
proyek dengan mempertimbangkankompleksitaslangkah-langkah dan teknik
penyelesaian produk serta waktu yang ditentukan guru.
30
2) Pelaksanaan
a) Menyelesaikan proyek dengan difasilitasi dan dipantau guru, yaitu mencari
atau mengumpulkan data/material kemudian mengolahnya untuk
menyusun/mewujudkan bagian demi bagian sampai dihasilkan produk akhir.
b) Mempresentasikan/mempublikasikanhasilproyek, yaitu menyajikan produk
dalam bentuk presentasi, diskusi, pameran, atau publikasi (dalam majalah
dinding atau internet) untuk memperoleh tanggapan dari peserta didik yang
lain, guru, dan bahkan juga masyarakat.
3) Evaluasi : Evaluasi proses dan hasil proyek dilakukan dengan pelaksanan
proyek dan penilaian produk yang dihasilkan untuk mengetahui ketercapaian
tujuan proyek.
G. Perencanaan dan Pelaksanaan Pembelajaran IPS
Tujuan, materi pelajaran, kegiatan belajar, strategi pembelajaran (bahkan
sampai pada evaluasi) harus diorganisasikan sedemikian rupa untuk
menggalakkan pembelajaran yang efektif. Untuk itu perlu perencanaan dan
pelaksanaannya. Setiap langkah yang akan dilakukan oleh guru mengenai apa
yang akan diajarkan ditentukan oleh tujuan yang dirumuskan sebelumnya.Oleh
sebab itu, perumusan tujuan merupakan langkah pertama yang harus dilakukan
oleh guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengelola pembelajran IPS.
Tujuan yang akan dicapai selama proses belajar mengajar berlangsung, dan
apakah tujuan itu dapat tercapai atau tidak setelah proses pembelajaran selesai,
hendaknya ditulis dan dirumuskan lebih dahulu oleh guru dalam Satpel (satuan
pelajaran). Satpel yang baik memuat rumusan tujuan-tujuan itu yang menuntun
guru dan siswa kearah proses pembelajaran yang tampak jelas dan terarah.
Sehubungan dengan perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran ini ada tiga
tujuan yang harus diperhatikan:
1. Tujuan jangka pendek, yaitu tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksaan
beberapa jam pelajaran atau TIK (Tujuan Instruksional Khusus).
2. Tujuan jangka menengah, yaitu tujuan yang ingin dicapai selama pelaksanaan
satu unit pelajaran.
31
3. Tujuan jangka panjang, yaitu tujuan yang ingin dicapai dalam masa satu
semester atau satu tahun ajaran.
Umumnya guru hanya memperhatikan tujuan jangka pendek saja,
sedangkan kedua tujuan lain kurang mendapat perhatian sebagaimana mestinya.
Tujuan itu sebenarnya menjelaskan perubahan-perubahan yang dikehendaki dari
siswa sebagai hasil proses pembelajaran. Guru diminta untuk menuliskan dan
merumuskan tujuan-tujuan itu secara jelas, lengkap, spesifik dan serealis
mungkin.Sehingga guru benar-benar memikirkan perubahan apa yang diharapkan
dari siswa dalam meningkatkan aspek kognitif (pengetahuan, pemahaman,
aplikasi, analisis, sintesis, evaluasi) dan aspek afektif (mendengar, menjawab,
menilai).
Dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran ini beberapa hal di
bawah ini perlu mendapat perhatian:
1. Materi pelajaran.
Guru hendaknya menguasai bidang studi atau mata pelajaran IPS. Materi itu
dalam Satpel disebar dalam Pokok Bahasan atau Sub-Pokok Bahasan
kemudian dirumuskan dalam TIU (Tujuan Instruksional Umum). Setelah itu
rincian meteri yang akan disampaikan.
2. Metode.
Dinyatakan metode apa saja yang akan digunakan dalam kegiatan
pembelajaran sesuai dengan tujuan pendidikan yang hendak dicapai.
3. Alat, sumber belajar dan media perlu diketahui dan disiapkan.
4. Pemanfaatan lingkungan sekolah.
Sehubungan dengan butir 3 di atas, lingkungan sekolah perlu dimanfaatkan jika
relevan dengan proses pembelajaran seperti kebun dan tamanan di sekolah,
bangunan sekolah, jalan raya di sekitar sekolah, warung sekolah dan
sebagainya.
5. Pemanfaatan ruang kelas.
Sehubungan dengan hal-hak di atas juaga perlu diperhatikan penempatan papan
tulis, meja guru, bangku-bangku, lemari, penggunaan dinding-dinding kelas
untuk display hasil kerja siswa. Begitu juga penggunaan sudut dan serambi
kelas untuk pameran hasil karya siswa, hasil penelitian atau hasil karya guru.
32
6. Pemanfaatan lingkungan.
Penggunaan sumber yang tersedia dari lingkungan fisik sekolah atau
masyarakat di sekitar desa (desa pertanian, atau desa nelayan), flora fauna,
batu-batuan dan alat transportasi desa dapat menjadi alat peraga pelajaran IPS.
7. Pemanfaatan waktu.
Prinsip “semakin banyak waktu semakin banyak yang bisa dipelajari” perlu
dipegang. Alokasi waktu perlu diatur sebaik-baiknya dalam jadwal kegiatan.
8. Pemanfaatan perpustakaan dan laboratorium.
Dalam rencana pelajaran perlu dinyatakan bila mana perpustakaan dan
laboratorium IPS itu digunakan.
Demikian pokok- pokok yang perlu diperhatikan dalam perencanaan dan
pelaksanaan pembelajaran ini agar tujuan-tujuan pendidikan IPS dapat tercapai
dengan efektif.
H. Implementasi Model-model Pembelajaran IPS
Pada uraian berikut ini, akan dibahas model desain pembelajaran problem
solving (pemecahan masalah) yang dikhususkan untuk pembelajaran IPS.
Sebagaimana model desain pembelajaran inkuiri dan keterampilan berpikir, maka
model desain pembelajaran problem solving pun merupakan alternatif model yang
dapat digunakan dalam proses belajar mengajar IPS. Sesuai dengan namanya,
model desain pembelajaran ini secara khusus memfokuskan pada pelatihan
kemampuan dalam memecahakan masalah.
Pembahasan materi berikut ini akan lebih difikuskan pada uraian teoritis dan
contoh praktis dalam memecahkan masalah, baik masalah pribadi maupun
masalah sosial sangat diperlukan karena pada hakikatnya siswa hidup di tengah
lingkungan masyarakat yang penuh dengan benih-benih munculnya masalah. Hal
ini sejalan dengan tujuan pendidikan untuk mendewasakan siswa, maka salah satu
indikator dewasa adalah kemampuan akan kemandirian sebagai warga
masyarakat. Sikap mandiri ini tidak akan datang dan diperoleh tanpa melalui
proses pendidikan dan pembelajaran. Oleh karena itu, sekolah sebagai lembaga
pendidikan dan pengajaran memiliki tanggung jawab untuk membina kemampuan
ini khususnya melalui proses pembelajaran IPS.
33
Apabila kita perhatikan di lapangan (persekolahan) ketka guru mengajar,
maka terkadang muncul ungkapan dari guru “saya baru saja menggunakan
pendekatan penemuan (discovery approach), guru lain mengatakan “saya
menggunakan ikuiri” sedangakan yang lain lagi mengatakan “problem solving”.
Savage dan Armstrong (1966) dalam Sapria (2012:149) mengemukakan bahwa
sejumlah masalah ada solusi terbaiknya secara benar dan tepat. Kejadian ini
sangat mungkin saja karena secara umum batasan yang tegas antara tiga
pendekatan/model pembelajaran tersebut belum ada kesepakatan. Demikian pula
apabila kita lihat ke ruang kelas maka guru menerapkan ketiga model pendekatan
tersebut lebih banyak persamaannya daripada perbedaannya.
Secara singkat, persamaan dari ketiga model pembelajaran tersebut adalah
semuanya mensyaratkan adanya keterlibatan siswa dalam proses belajar-mengajar
melalui proses penelitian, yakni meneliti hubungan antara sejumlah data atau
informasi untuk tercapainya suatu solusi. Sesuai dengan sifat ilmu-ilmu sosial
yang objek pembahasannya adalah manusia yang memiliki sejumlah misteri maka
prosedur untuk mengungkap rahasia yang berkaitan dengan mahluk ini pun sangat
kompeks. Oleh karena itu, model pembelajaran problem solving dalam IPS ini
sangatlah penting sehingga perlu disosialisasikan kepada semua siswa yang akan
menghadapi masa depan yang penuh tantangan dan masalah sosial yang semakin
kompleks.
I. Model Pembelajaran yang Efektif di Sekolah Dasar
Adapun untuk mengukur kualitas pembelajaran dapat dilihat dari dua dua
aspek, yaitu aspek proses yakni apakah pembelajaran mampu menciptakan situasi
belajar yang menyenangkan serta mendorong siswa untuk aktif belajar dan
berpikir kreatif. Aspek produk mengacu apakah pembelajaran memapu mencapai
tujuan (kompetensi yang telah di tentukan). Tidak ada satupun model
pembelajaran yang memiliki kedudukan lebih penting dan lebih baik dari yang
lain. Tidak satupun model tunggal yang dapat merealisasikan berbagai jenis dan
tingkatan tujuan pembelajaran yang berbeda. Namun ada beberapa model
pembelajaran alternative yang dapat digunakan untuk pembelajaran IPS
34
diantaranya model pembelajaran inkuiri, discpvery, problem solving, model
pembelajaran pengambilan keputusan (decision making) dan lain sebagainya.