moderasi dakwah di era digital dalam upaya membangun

28
AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 56 Moderasi Dakwah di Era Digital dalam Upaya Membangun Peradaban Baru Edy Sutrisno Email. [email protected] Kantor Kementerian Agama Kabupaten Malang Abstrak Hakikat moderasi dakwah adalah menyeru umat manusia untuk melaksanakan kebaikan dan mengikuti petunjuk serta memerintah berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan munkar dengan bersikap pandang yang selalu berusaha mengambil posisi tengah dari dua sikap yang bersebrangan dan berlebihan sehingga salah satu dari kedua sikap yang dimaksud tidak mendominasi pikiran dan sikap seseorang. Apalagi bila dikaitkan dengan era digital ini, maka konsep dakwah harus bisa memposisikan diri di ruang digital sebagai arena kontestasi untuk merebut hati umat guna membangun peradapan baru dalam dunia dakwah, diantara pendekatan yang dapat dilakukan adalah; Pertama, mengemas pesan dakwah di era digital. Kedua, digitalisasi dakwah melalui website. Ketiga, memaksimalkan video dakwah di era digital. Keempat, moderasi dakwah dalam bentuk artikel, dan Kelima, moderasi dakwah dalam keluarga. Kata Kunci: Moderasi, Dakwah, Digital, Peradaban Pendahuluan Usaha melakukan moderasi dakwah dinilai perlu bertransformasi, menyebarkan moderasi sebaiknya tidak sekadar melalui ruang dakwah konvensional seperti masjid dan komunitas secara offline, tetapi juga perlu masuk ke ruang digital. Dengan demikian, moderasi bisa menjangkau masyarakat yang lebih luas. Sebagaimana yang disampaikan oleh Oman Fathurrahman, 1 ciri kehidupan sosial di era Revolusi Industri 4.0 yang serba digital perlu dipahami para pemuka agama dan pendakwah. Cara masyarakat mencari sumber nilai keagamaan kini telah bergeser seiring dengan kemajuan pesat teknologi. Dunia digital digunakan 1 Guru Besar Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, dalam diskusi bertajuk Membangun Peradaban Islam dari Masjid di Era 4.0 yang digelar Masjid Nursiah Daud Paloh di komplek Media Group, Jakarta, 27 Februari 2019 dalam https://mediaindonesia.com/read/detail/220167-moderasi-beragama-harus-didigitalisasi

Upload: others

Post on 26-Oct-2021

16 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Moderasi Dakwah di Era Digital dalam Upaya Membangun

AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 56

Moderasi Dakwah di Era Digital dalam Upaya

Membangun Peradaban Baru

Edy Sutrisno

Email. [email protected]

Kantor Kementerian Agama Kabupaten Malang

Abstrak

Hakikat moderasi dakwah adalah menyeru umat manusia untuk melaksanakan

kebaikan dan mengikuti petunjuk serta memerintah berbuat ma’ruf dan mencegah

dari perbuatan munkar dengan bersikap pandang yang selalu berusaha mengambil

posisi tengah dari dua sikap yang bersebrangan dan berlebihan sehingga salah satu

dari kedua sikap yang dimaksud tidak mendominasi pikiran dan sikap seseorang.

Apalagi bila dikaitkan dengan era digital ini, maka konsep dakwah harus bisa

memposisikan diri di ruang digital sebagai arena kontestasi untuk merebut hati

umat guna membangun peradapan baru dalam dunia dakwah, diantara pendekatan

yang dapat dilakukan adalah; Pertama, mengemas pesan dakwah di era digital.

Kedua, digitalisasi dakwah melalui website. Ketiga, memaksimalkan video

dakwah di era digital. Keempat, moderasi dakwah dalam bentuk artikel, dan

Kelima, moderasi dakwah dalam keluarga.

Kata Kunci: Moderasi, Dakwah, Digital, Peradaban

Pendahuluan

Usaha melakukan moderasi dakwah dinilai perlu bertransformasi, menyebarkan

moderasi sebaiknya tidak sekadar melalui ruang dakwah konvensional seperti masjid dan

komunitas secara offline, tetapi juga perlu masuk ke ruang digital. Dengan demikian,

moderasi bisa menjangkau masyarakat yang lebih luas.

Sebagaimana yang disampaikan oleh Oman Fathurrahman,1 ciri kehidupan

sosial di era Revolusi Industri 4.0 yang serba digital perlu dipahami para pemuka

agama dan pendakwah. Cara masyarakat mencari sumber nilai keagamaan kini

telah bergeser seiring dengan kemajuan pesat teknologi. Dunia digital digunakan

1 Guru Besar Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta, dalam diskusi bertajuk Membangun Peradaban Islam dari Masjid di Era 4.0

yang digelar Masjid Nursiah Daud Paloh di komplek Media Group, Jakarta, 27 Februari 2019 dalam

https://mediaindonesia.com/read/detail/220167-moderasi-beragama-harus-didigitalisasi

Page 2: Moderasi Dakwah di Era Digital dalam Upaya Membangun

AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 57

sebagai wahana berdakwah. Peran masjid tetap penting karena masjid merupakan

rumah menegakkan hal-hal baik (amar maruf nahi munkar). Akan tetapi, kurang

bisa beradaptasi menyediakan asupan keagamaan di era digital ini. Oman

menyatakan, ruang digital saat ini menjadi arena kontestasi. Sayangnya, ruang itu

kini lebih condong didominasi nilai keagamaan yang menjurus kepada eksklusifitas.

Menurutnya, para pegiat masjid yang peduli dengan cara beragama yang

inklusif dan toleran perlu terjun merebut ruang digital. Ruang medsos dan ruang

publik digital lainnya itu harus di isi karena itu merupakan ruang kontestasi, agar

membuat ruang keagamaan yang mengedepankan adab (civilized). Ia menyarankan

berbagai penyesuaian perlu dilakukan masjid dalam menyebarkan moderasi

beragama. Isi dakwah sebaiknya juga disebarkan melalui kanal-kanal digital baik

itu media sosial maupun website. Konten digital juga perlu dikemas secara atraktif

guna menjaring audiens muda.

Di era digital ini, mengajar agama Islam tidak lagi menjadi otoritas seorang

ulama. Di mana saja, kapan saja dan dengan berbagai cara orang bisa belajar agama

Islam. Masyarakat sekarang ini tidak hanya mengandalkan ulama sebagai sumber

satu-satunya untuk mendapatkan pengetahuan keagamaan. Masyarakat bisa

memanfaatkan televisi, radio, surat kabar, handphone, video, CD-Rom, buku,

majalah, dan buletin. Bahkan, internet sekarang ini menjadi media yang begitu

mudah dan praktis untuk mengetahui berbagai persoalan keagamaan, dari masalah-

masalah ringan seputar ibadah sampai dengan persoalan yang pelik sekali pun, semua

sangat mudah untuk diketahui dan didapatkan. “Mbah Google” seringkali

dijadikan sebagai sumber dan rujukan utama dalam memperoleh pengetahuan

keagamaan.2

Jika melihat tren media sosial di Indonesia, saat ini Indonesia merupakan

pengguna Facebook peringkan ke-4 dunia. Berdasarkan hasil riset yang dihimpun

CupoNation pada periode awal 2019, diperoleh peringkat negara dengan pengguna

Facebook terbanyak di dunia. India dinobatkan sebagai negara dengan pengguna

Facebook terbanyak dengan total pengguna mencapai 290 juta atau 19,01 persen

2 A Basit, Dakwah Cerdas Di Era Modern, Jurnal Komunikasi Islam, Vol. 03 No. 01 (2013),

h.10.

Page 3: Moderasi Dakwah di Era Digital dalam Upaya Membangun

AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 58

dari total populasi. Diikuti Amerika Serikat (190 juta atau 57,76 persen dari

populasi), Brasil (120 juta atau 57,06 persen dari populasi), dan Indonesia (120 juta

atau 44,94 persen dari populasi).3

Data tersebut membawa Indonesia menjadi salah satu negara dengan

pengguna Facebook terbanyak di dunia mengalahkan Meksiko, Filipina, Vietnam,

dan Thailand. Tidak hanya unggul dalam peringkat pengguna Facebook di tingkat

global, Indonesia juga unggul dalam penggunaan platform medsos lainnya yakni

Instagram. Studi yang dihimpun CupoNation menunjukkan Indonesia sebagai

negara ke-4 dengan pengguna Instagram terbesar di dunia mengalahkan Rusia,

Turki, Jepang dan Inggris.

Peringkat terbesar pengguna Instagram ditempati Amerika Serikat (110

juta), Brasil (66 juta), dan India (64 juta) serta Indonesia (56 juta). Meski angka

penggunaan Instagram di Indonesia masih kalah jauh dibandingkan Facebook,

Instagram muncul sebagai platform media sosial baru yang tumbuh pesat dan

digemari kaum milenial dan kini telah diakuisisi oleh Facebook.

Masifnya aktivitas masyarakat di Indonesia di jejaring media sosial salah

satunya dipengaruhi oleh peningkatan jumlah pengguna internet. Berdasarkan data

Statista, jumlah pengguna aktif sosial media di Indonesia meningkat sebanyak 20%

di tahun 2019 yakni mencapai 150 juta pengguna. Besarnya angka tersebut

menunjukkan bahwa Indonesia menjadi pasar yang baik untuk pengembangan

bisnis digital dan sosial media.4

Berdasarkan hasil studi polling Indonesia yang bekerja sama dengan

Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) di 2018, sebesar 50,7%

menggunakan medsos Facebook. Sisanya, instagram sebesar 17,8%, Youtube

15,1%, Twitter 1,7% dan LinkedIn sebesar 0,4%. Pada 2018 jumlah pengguna

internet di Indonesia sudah mencapai 171,17 juta jiwa. Angka ini setara dengan

64,8% dari total penduduk Indonesia 264,16 juta jiwa. Jika dibandingkan dengan

tahun sebelumnya, terdapat pertambahan pengguna internet di Indonesia mencapai

3 Andhika Dinata, https://www.gatra.com/detail/news/425153/teknologi/pengguna-

facebook-di-indonesia-terbesar-keempat-dunia, Diakses, 28 Juni 2020 4 Andhika Dinata, https://www.gatra.com/detail/news/425153/teknologi/pengguna-

facebook-di-indonesia-terbesar-keempat-dunia, Diakses, 28 Juni 2020

Page 4: Moderasi Dakwah di Era Digital dalam Upaya Membangun

AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 59

27,92 juta orang atau tumbuh 10,12%. Berdasarkan studi tersebut, pengguna

internet di Indonesia masih terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Bali. Porsinya capai

55% dari total pengguna. Sisanya, Pulau Sumatera sebesar 21%, Papua 10%,

Kalimantan 9% dan Nusa Tenggara sebesar 5%.

Di Pulau Jawa, pengguna terbesar datang dari Jawa Barat yang mencapai

16,6%., Sisanya Jawa Tengah 14,3%, Jawa Timur 13,5%, DKI Jakarta 4,7%,

Banten 4,7% dan DI Yogyakarta sebesar 1,5%.5

Gambar

Survey Internet6

Perkembangan teknologi komunikasi telah mengubah cara orang

berkomunikasi. Saat ini, hampir setiap orang menggunakan internet dalam

mengirim, mencari, dan membaca informasi. Dalam berinteraksi pun kebanyakan

melalui media sosial dibanding komunikasi secara langsung. Hal ini sangat

dimungkinkan terjadi setidaknya dipengaruhi beberapa faktor, antara lain pesatnya

perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, juga kecenderungan

masyarakat milenial yang sangat bergantung pada media.

5 Roy Franedya, https://www.cnbcindonesia.com/tech/20190516193440-37-

73045/bukan-instagram-orang-ri-paling-doyan-main-facebook, 16 May 2020 6 https://akcdn.detik.net.id/community/media/visual/2019/05/16/ab5be58e-0424-415c-a44b-

5bd4cd3c570f.jpeg?a=1

Page 5: Moderasi Dakwah di Era Digital dalam Upaya Membangun

AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 60

Kaitannya dengan dakwah, peran media sangat strategis dalam upaya

penyampaian pesan dakwah. Media mampu menembus batas-batas ruang dan

waktu. Artinya, meski dengan jarak jauh komunikasi memungkinkan dilakukan.

Tidak hanya itu, media juga menawarkan kecepatan waktu dalam menyediakan

beragam informasi. Media saat ini tumbuh kian pesat. Dulu, media elektronik

seperti televisi dan radio menjadi pilihan favorit dalam mencari informasi.

Keunggulannya adalah mampu mengirim pesan suara dan gambar (visual). Saat ini

realita itu mulai bergeser, publik tidak lagi berpusat pada media elektronik sebagai

sumber informasi. Justru, kegandrungannya saat ini beralih ke new media (internet).

Era digital sering disebut oleh para pakar sebagai era multilayar. Era di mana

seluruh perhatian masyarakat tercurah kepada media semacam smartphone, laptop,

dan televisi. Di era digital yang menawarkan kemudahan dalam mengakses

informasi, masyarakat dengan sangat mudah akan menerima dan menjadi bagian

integral atas isu-isu strategis yang sedang hangat diperbicangkan akhir-akhir ini,

misalkan isu keberagaman, isu multikulturalisme, isu politik, isu ekonomi, isu

keadilan hukum, dan isu lainnya.

Meluasnya isu tersebut mengemukakan peran masif media dalam melakukan

framing dan konstruksi subjektif atas realitas sehingga bisa dikemas secara menarik

dan menjadi trending topic. Dengan semakin meluasnya arus informasi ke seluruh

dunia, globalisai informasi dan media massa pun menciptakan keseragaman

pemberitaan maupun preferensi liputan. Pada akhirnya, sistem media masing-

masing negara cenderung menentukan atau memilih kejadian yang dipandang

penting untuk diliput. Peristiwa di suatu negara, akan segera mempengaruhi

perkembangan masyarakat di negara lain, atau dengan kata lain, menurut istilah John

Naisbitt dan Patricia Asburdene sebagai “global village”.7

Perubahan masyarakat yang fenomenal tersebut, seharusnya diimbangi

dengan adanya perubahan cara berdakwah yang dilakukan oleh para da’i. Dakwah

tidak boleh jalan di tempat dan menggunakan cara-cara yang konvensional saja

(ceramah). Dakwah harus dinamis, progresif, dan penuh inovasi. Para da’i perlu

7 M. Rajab, Dakwah dan Tantangannya dalam Media Teknologi Komunikasi, Jurnal Dakwah

Tabligh, Vol.15 No. 1 (2014), h.25.

Page 6: Moderasi Dakwah di Era Digital dalam Upaya Membangun

AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 61

menciptakan kreasi-kreasi baru yang lebih membumi dan dapat membawa

kemaslahatan umat. Jangan sampai dakwah menjadi beban masyarakat dan bahkan

bisa memecah belah masyarakat. Dakwah perlu dikemas lebih manusiawi, dialogis,

memenuhi kebutuhan dan kemampuan masyarakat.8

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dirumuskan masalah yang akan

dikaji, yaitu bagaimana Moderasi Dakwah di Era Digital dalam Upaya Membangun

Peradaban Baru? dengan tujuan penulisan untuk mendeskripsikan moderasi

dakwah digital di era digital dalam upaya membangun peradaban baru.

A. Hakikat Moderasi Dakwah

1. Moderasi

Moderasi beragama sesungguhnya merupakan kunci terciptanya toleransi dan

kerukunan, baik ditingkat lokal, nasional, maupun global. Pilihan pada moderasi

dengan menolak ekstremisme dan liberalisme dalam beragama adalah kunci

keseimbangan, demi terpeliharanya peradaban dan terciptanya perdamaian. Dengan

cara inilah masing­masing umat beragama dapat memperlakukan orang lain secara

terhormat, menerima perbedaan, serta hidup bersama dalam damai dan harmoni.

Dalam masyarakat multikultural seperti Indonesia, moderasi beragama bisa jadi

bukan pilihan, melainkan keharusan.9

Kata moderat dalam bahasa Arab dikenal dengan al-wasathiyah. Dalam Al-

Qur’an merupakan kata yang terekam dari surat al-Baqarah ayat: 143. Kata al-

Wasath dalam ayat tersebut, bermakna terbaik dan paling sempurna. Dalam hadis

yang sangat populer juga disebutkan bahwa sebaik-baik persoalan adalah yang

berada di tengah-tengah. Dalam artian melihat dan menyelesaikan satu persoalan,

Islam moderat mencoba melakukan pendekatan kompromi dan berada di tengah-

tengah, begitu pula dalam menyikapi sebuah perbedaan, baik perbedaan agama

ataupun mazhab. Islam moderat selalu mengedepankan sikap toleransi, saling

menghargai, dengan tetap meyakini kebenaran keyakinan masing-masing agama

8 A Basit, Dakwah Cerdas....., h.7. 9 Tim Penyusun Kementerian Agama RI, Moderasi Beragama, (Jakarta: Badan Litbang

dan Diklat Kementerian Agama RI, 2019), h. 18

Page 7: Moderasi Dakwah di Era Digital dalam Upaya Membangun

AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 62

dan mazhab. Sehingga semua dapat menerima keputusan dengan kepala dingin,

tanpa harus terlibat dalam aksi yang anarkis.10

Dalam Pernyataan Hashim Kamali, menegaskan bahwa moderate, tidak dapat

dilepaskan dari dua kata kunci lainnya, yakni berimbang (balance), dan

adil (justice). Moderat bukan berarti kita kompromi dengan prinsip-prinsip

pokok (ushuliyah) ajaran agama yang diyakini demi bersikap toleran kepada umat

agama lain; moderat berarti “… confidence, right balancing, and

justice…”11 Tanpa keseimbangan dan keadilan seruan moderasi beragama akan

menjadi tidak efekti. Dengan demikian, moderat berarti masing-masing tidak boleh

ekstrem di masing-masing sisi pandangnya. Keduanya harus mendekat dan mencari

titik temu.

Selama ekstremitas ada di salah satu sisi, dan moderasi beragama tidak hadir,

maka intoleransi dan konflik keagamaan tetap akan menjadi “bara dalam sekam”,

yang setiap saat bisa melesak, apalagi jika disulut dengan sumbu politik. Sebab,

seperti ditegaskan Kamali di atas: “moderation is about pulling together the

disparate centers than want to find a proper balance wherein people of different

cultures, religions and politics listen to each other and learn how to work out their

differences12

Dalam pandangan Rohman, bahwa Bukti penyematan umat Islam sebagai

Ummatan Wasathan, umat yang serasi dan seimbang, dikarenakan Islam ajarannya

mampu memadukan dua kutub agama terdahulu, yaitu Yahudi yang terlalu

membumi dan Nasrani yang terlalu melangit.13

Pendapat al-Shalabi menyebutkan bahwa kata “wasathiyyah” secara syar`i

bisa juga dimaknai dengan al-Shirâth al-Mustaqîm atau jalan yang lurus. Makna

semacam ini diperkuat dengan sebuah penjelasan dari Rasulullah saw ketika beliau

menafsirkan Firman Allah Q.S. al-An’am: 153. Dan sungguh, inilah jalan-Ku yang

10 Edy Sutrisno, Aktualiasi Moderasi Beragama di Lembaga Pendidikan, Jurnal Bimas

Islam, Vol.12 No. 2, (2019), h. 323-348. 11 Mohammad Hashim Kamali, The Middle Path of Moderation in Islam, (Oxford University

Press, 2015), h.14 12 Edy Sutrisno, Aktualiasi....,h. 323-348 13 Yusuf Baihaqi, “Moderasi Hukum Keluarga Dalam Perspektif Al-Qur’an.” Istinbath

Vol.16, No. 2, (2017), h. 365–389.

Page 8: Moderasi Dakwah di Era Digital dalam Upaya Membangun

AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 63

lurus. Maka ikutilah! Jangan kamu ikuti jalan-jalan yang lain. Dengan membuat

satu garis lurus, sebagai tanda bagi ajaran yang lurus. Kemudian beliau pun

membikin sejumlah garis di sebelah kanan dan sebelah kiri dari garis yang lurus

tadi, sebagai tanda bagi ajaran-ajaran yang melenceng.14

Atas dasar itulah, ketika al-Qur’an mengajarkan dalam keseharian kami untuk

berdoa dengan membaca Ihdinâ al-Shirâth al-Mustaqîm, sejatinya al-Qur’an

mengajarkan untuk meminta kepada Allah swt agar Dia memberikan taufik dan

hidayah-Nya untuk terus berada di jalan yang moderat dalam beragama,

dikarenakan jalan yang moderat inilah jalan yang diridhai-Nya, bukan jalan yang

dimurkai-Nya, bukan pula jalan yang sesat, melainkan jalan yang sesuai dengan

fitrah penciptaan manusia.

2. Moderasi Dakwah

Istilah dakwah berasal dari kata da’a, yad’u, da’watan, yang berarti

memanggil, mengajak, dan menyeru. Di dalam al-Qur’an, kata dakwah yang akar

katanya terdiri dari dal, ain, dan wawu memiliki beberapa ragam bentuk dan

maknanya. Ada 198 kali al-Quran menyebutkan kata dakwah dan ramifikasinya yang

tersebar dalam 55 surat (176 ayat). Jumlah kata dakwah dan ramifikasinya

disebutkan dalam al-Qur’an lebih banyak dari jumlah ayat yang memuatnya. Ada

18 ayat yang muatan kata dakwah di dalamnya lebih dari satu kata, dan ada dua ayat

yang masing-masing memuat sebuah kata dakwah. Akan tetapi, kedua kata

tersebut masing-masing memiliki dua arti sekaligus. Sementara itu, makna kata

dakwah dan ramifikasinya ada yang berhubungan secara vertikal (do’a dan

menyembah) dan ada yang berhubungan secara horizontal (seruan, panggilan,

ajakan, perminataan, harapan, undangan, dan lain-lain).15

Pengertian dakwah sebagaimana pendapat Syeikh Ali Mahfudz, yang

dikutip Basit, bahwa dakwah adalah mendorong (memotivasi) umat manusia agar

melaksanakan kebaikan dan mengikuti petunjuk serta memerintah berbuat ma’ruf

dan mencegah dari perbuatan munkar agar mereka memperoleh kebahagiaan di

14 Ibid, h.365-389. 15 A Basit, Dakwah Antar Individu Teori dan Aplikasi, (Yogyakarta: Grafindo Litera

Media, 2008), h. 14.

Page 9: Moderasi Dakwah di Era Digital dalam Upaya Membangun

AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 64

dunia dan akhirat.

Abdul Aziz, juga mengatakan bahwa dakwah adalah menyeru manusia

kepada Islam yang hanif dengan keutuhan dan keuniversalannya, dengan syiar-

syiar dan syariatnya, dengan akidah dan kemuliaan akhlaknya, dengan metode

dakwahnya yang bijaksana dan sarana-sarananya yang unik serta cara-cara

penyampaiannya yang benar.

Sedangkan Amrullah Achmad, mengemukakan bahwa dakwah adalah

aktualisasi imani (teologis) yang dimanifestasikan dalam suatu sistem kegiatan

manusia beriman dalam bidang kemasyarakatan yang dilaksanakan secara teratur

untuk mempengaruhi cara merasa, berfikir, bersikap, dan bertindak manusia pada

dataran kenyataan individual dan sosial kultural dalam rangka mengusahakan

terwujudnya ajaran Islam dalam semua aspek kehidupan dengan menggunakan cara

tertentu.16

Dari pengertian di atas ada tiga gagasan pokok yang dapat diambil, yaitu:

Bahwa hakekat dakwah Islam yaitu: Pertama, dakwah merupakan proses mengajak

kepada jalan Allah. Proses mengajak bisa dilakukan secara individu seperti yang

dilakukan oleh para da’i (muballigh) dalam bentuk khutbah atau ceramah, seorang

konselor kepada kliennya, orang tua kepada anaknya, dan sebagainya. Proses

mengajak juga bisa dilakukan oleh satu kelompok atau organisasi, seperti

kelompok seniman yang mengajak kepada jalan Allah SWT dalam bentuk

nyanyian, lembaga dakwah yang mengajak para anggota untuk melaksanakan

ajaran Islam, lembaga pers yang dapat memasukkan nilai-nilai Islam dalam

publikasinya, dan sebagainya. Selain itu, proses mengajak juga bisa dalam bentuk

tathwir (pengembangan masyarakat dan kelembagaan), dan tadbir/tandzim

(manajemen dakwah).

Kedua, dakwah merupakan sebuah sistem artinya dalam aktivitas dakwah

sekecil apapun tetap merupakan sistem yang terorganisir dengan baik. Dalam teori

sistem, minimal ada input, process, dan output. Lebih luasnya lagi ditambah

dengan adanya feedback dan lingkungan. Sebagai contoh, suami mengajak

16 Ibid, h.15.

Page 10: Moderasi Dakwah di Era Digital dalam Upaya Membangun

AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 65

isterinya untuk sholat. Aktivitas semacam ini merupakan aktivitas dakwah. Sistem

inputnya adalah suami dan isteri, prosesnya adalah mengajak, outputnya adalah

shalat. Dengan demikian, dalam sistem dakwah minimal ada subyek, obyek,

materi, dan tujuan. Sistem ini bisa dikembangkan luas dengan adanya metode,

media, dan evaluasi.

Ketiga, dakwah merupakan proses persuasi (mempengaruhi), berbeda

dengan hakekat yang pertama, mempengaruhi tidak hanya sekedar mengajak tetapi

membujuk agar obyek yang dipengaruhi itu mau ikut dengan orang yang

mempengaruhi. Dalam hal ini, dakwah tidak diartikan sebagai proses memaksa,

karena bertentangan dengan ajaran al-Qur’an Surah al-Baqarah: “Tidak ada

paksaan dalam beragama” (Q.S. al-Baqarah: 256). Untuk menghindari adanya

proses pemaksaan, maka dakwah perlu menggunakan berbagai strategi dan kiat

agar orang yang didakwahi tertarik dengan apa yang disampaikan.17

Bila dikaitkan dengan moderasi dakwah adalah sebuah pandangan atau sikap

yang selalu berusaha mengambil posisi tengah dari dua sikap yang bersebrangan

dan berlebihan sehingga salah satu dari kedua sikap yang dimaksud tidak

mendominasi pikiran dan sikap seseorang. Dengan kata lain moderasi dakwah

yaitu suatu sikap dakwah yang memberi setiap nilai atau aspek yang bersebrangan

bagian tertentu tidak lebih dari porsi yang semestinya, tidak menghakimi,

memanusiakan dan memuliakan manusia, serta hidup rukun damai dalam

keragaman.18

Kajian dakwah secara historis pada ranah substansi sesungguhnya mengkaji

hakikat dakwah pada zaman pra-Islam dan ketika Islam muncul sebagai

representasi dari nilai al-Qur’an atau membumikan al-Qur’an (meminjam istilah

Quraish Shihab). Kedudukan al-Qur’an dalam konteks dakwah adalah sebagai

pandangan hidup (world view). Ajaran-ajaran al-Qur’an yang bersifat global

senantiasa mendapatkan interpretasi dari manusia guna memenuhi kebutuhan

manusia yang semakin kompleks. Tulisan dan kajian terhadap al-Qur’an banyak

17 Ibid, h.18. 18 Muhamad Hizbullah, Moderasi Dakwah Islam Dalam,

https://psikologi.radenfatah.ac.id/berita/detail/moderasi-dakwah-islam, Diakses 23 Agustus 2018,

Page 11: Moderasi Dakwah di Era Digital dalam Upaya Membangun

AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 66

dilakukan oleh para pemikir atau ilmuwan, baik yang berhubungan langsung dengan

ayat-ayat al-Qur’an atau hanya mengutip beberapa ayat al-Qur’an.19

Kebesaran dan keagungan al-Qur’an dapat dirasakan manfaatnya

manakala umat Islam mau mengambil esensi yang terdapat di dalam al- Qur’an.

Ada empat (4) esensi utama yang terdapat di dalam al-Qur’an, yakni maw’izhah

(nasehat), syifa (obat penawar), huda (petunjuk), rahmah (kasih sayang).20

Dengan demikian, sejarah dakwah dalam al-Qur’an memiliki makna yaitu:

pertama, sebagai upaya menyampaikan risalah nabi, dari Nabi Adam as hingga Nabi

Muhammad SAW kepada manusia, kedua dakwah sebagai implementasi konsep-

konsep kemanusiaan, ekonomi, politik, pemerintahan, hak asasi, perbedaan, dan

kesejahteraan yang ada di dalam al-Qur’an, ketiga dakwah sebagaimana mekanisme

interpretasi-epistemologis teks-teks al-Qur’an sebagai sumber dari ilmu

pengetahuan.

Era Diqital

Kata digital berasal dari kata digitus, dalam bahasa Yunani berarti jari jemari.

Jari jemari orang dewasa berjumlah sepuluh. Nilai sepuluh tersebut terdiri dari

dua radix, yaitu 1 dan 0, oleh karena itu digital merupakan penggambaran dari

suatu keadaan bilangan yang terdiri dari angka 0 dan 1 atau off dan on (bilangan

biner). Semua sistem komputer menggunakan sistem digital sebagai basis datanya

yang dapat disebut juga dengan istilah Bit (Binary Digit)21

Dengan demikian, era digital dapat disimpulkan sebagai era komputerisasi

di mana seluruh kegiatan manusia dapat disosialisasikan dengan medium

teknologi komputer (multilayar) dengan beragam representasi, bentuk, numerik,

dan model-model narasi yang variatif.

Pada periode postmodern seperti sekarang ini, manusia hidup di era yang oleh

Jalaluddin Rakhmat disebut sebagai era “kebanjiran informasi”. Paradigma

kehidupan masyarakat bergeser dengan cukup drastis. Dahulu, interaksi secara

langsung kepada individu atau kelompok guna memenuhi kebutuhan hidup

19 Wahyu Budianto, Dakwah di Era digital, Komunika Vol. 11 No.2, (2017), h.12. 20 A. Basit. Wacana Dakwah Kontemporer, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), h.35. 21 Meilani. Berbudaya Melalui Media Digital. Jurnal Humaniora, Vol. 5 No 2. ( 2014), h.7.

Page 12: Moderasi Dakwah di Era Digital dalam Upaya Membangun

AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 67

berlangsung dengan cara konvensional (tatap muka), akan tetapi, pola tersebut

sekarang mulai digeser oleh budaya digital. Yasraf Amir Piliang menyebutnya

sebagai “Kota Digital” atau “Cyberspace City”.

Istilah yang dipopulerkan oleh Yasraf itu merebak dikalangan perkotaan,

sekalipun di daerah pedesaan pengaruhnya juga mulai terasa dan berdampak

cukup masif. Perkambangan abad informasi, digital, dan cyberspace dewasa ini

telah mengubah potret kota. Kota arsitektur kini telah berubah menjadi kota digital

(digital city) atau kota informasi (information city), yang di dalamnya relasi dan

komunikasi antar manusia tidak lagi berlangsung secara alamiah, tetapi termediasi

oleh teknologi digital.22

Novelis William Gibson, sebagaimana diungkapkan oleh Barker mengatakan

bahwa konsep cyberspace menerangkan adanya tempat “yang tidak ada di mana pun”,

di mana e-mail berlalu lalang, transfer uang elektronik berlangsung, pesan-pesan

digital bergerak dan situs-situs word-wide web diakses. Suatu “tempat tanpa

ruang” secara konseptual, di mana kata-kata, hubungan antar manusia, data, status

kekayaan dan kekuasaan dimunculkan oleh orang yang menggunakan teknologi

komunikasi dengan perantara computer.23

Dalam kajian tradisi kritis, kemampuan masyarakat dalam menggunakan

teknologi digital harus diimbangi dengan kesadaran berbahasa. Bahasa menjadi

medium penghubung antara komunikator dengan komunikan, sedangkan media

massa diposisikan sebagai alat transmisi pesan.

Jurgen Habermas berargumen bahwa kemampuan kita dalam berkomunikasi

memiliki inti yang universal struktur dasar dan aturan fundamental yang dikuasai

seluruh subjek dalam berbicara dengan suatu bahasa. Dalam menyampaikan pesan,

kita menceritakan diri kita kepada dunia, kepada subjek lain, tentang maksud,

perasaan, dan hasrat-hasrat. Pada masing-masing dimensi tersebut, individu

mengklaim, meski biasanya tidak secara implisit, validitas apa yang dikatakan dan

dimaksudkan atas kebenaran dari apa yang dikatakan menyangkut dunia objektif

22 Y. A. Piliang, Dunia yang Dilipat Tamasya Melampaui Batas-batas Kebudayaan,

(Yogyakarta: Jalasutra, 2004), h.47. 23 Ibid.

Page 13: Moderasi Dakwah di Era Digital dalam Upaya Membangun

AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 68

atau klaim tentang ketepatan, kesesuaian atau legitimasi wicara tentang nilai dan

norma kehidupan.24

Jenis media yang cenderung disukai adalah media yang mendukung

efektivitas dan efisiensi. Jika ditelaah mengapa seseorang jarang menonton televisi

dan lebih banyak menghabiskan waktu memainkan gadgetnya, jawabannya adalah

karena lebih fleksibel dari sisi waktu dan tempat.

Dengan adanya media komunikasi, maka komunikasi dapat dilakukan

secara efektif. Itulah sebabnya kenapa media komunikasi memiliki fungsi yang

efektif dalam proses komunikasi. Dalam melakukan sesuatu diperlukan efisiensi

agar berjalan dengan efisien dan lancar, sehingga aktivitas dapat dijalankan tanpa

memakan banyak waktu. Sama halnya dengan proses komunikasi yang juga

membutuhkan efisiensi waktu agar proses komunikasi dapat berjalan cepat. Maka,

media komunikasi inilah yang berperan besar dalam proses komunikasi untuk

mempersingkat waktu dan membuat se-efisien mungkin. Dengan kata lain, fungsi

kedua dari media komunikasi adalah sebagai sarana dalam mempercepat isi pesan

atau informasi sampai kepada komunikan si penerima pesan atau informasi.

Kemajuan teknologi dan budaya instan yang ditawarkan oleh arus

modernisasi secara umum membuat masyarakat Indonesia berorientasi pada hasil

dan konsumsi. Tak terkecuali masyarakat bawah, mereka lebih berorientasi pada

bagaimana caranya dalam waktu singkat bisa memperoleh hasil sebanyak-

banyaknya dengan usaha sekecil-kecilnya. Dengan pandangan hidup yang

demikian, maka tidaklah mengherankan apabila dalam upaya memperoleh

kemewahan dan kenikmatan yang ditawarkan oleh teknologi dan modernisasi,

banyak yang menghalalkan segala cara, misalnya menipu, mencopet, merampok,

membunuh, dan sebagainya.25

Dengan berbagai dampak negatifnya dewasa ini, tampaknya umat

manusia, khususnya kaum muslimin terpanggil untuk melakukan dakwah, yaitu

mengajak atau menyeru untuk melakukan kebajikan dan mencegah kemungkaran,

mengubah umat dari satu situasi kepada situasi yang lain yang lebih baik dalam segala

24 J. Habermas, Rasio dan Rasionalisasi Masyarakat. (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2007) 25 Wahyu Budianto, Dakwa di Era digital, Komunika Vol. 11 No.2, 2017

Page 14: Moderasi Dakwah di Era Digital dalam Upaya Membangun

AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 69

bidang, merealisasikan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari bagi pribadi,

keluarga, kelompok atau massa serta bagi kehidupan masyarakat sebagai

keseluruhan tata hidup bersama dalam rangka pembangunan bangsa dan umat

manusia.26

Moderasi Dakwah di Era Digital Dalam Upaya Membangun Peradaban Baru

Penyebutan bahasan dakwah dan peradaban, romantisme memori umat Islam

akan menyasar kepada proses dakwah yang dilakukan oleh para Nabi dan

Rasulullah SAW. Tidak sedikit narasi yang terjadi ketika itu adalah benturan

kepentingan, baik itu politik, agama, ideologi, dan ekonomi yang berakibat

hilangnya nyawa banyak syuhada akibat peperangan.

Sebagai contoh adalah dakwah yang dilakukan oleh nabi Nuh as. yang

diabadikan dalam al-Qur’an surah al-A’raaf: 59-62. Dakwah nabi Nuh dalam al-

Qur’an diungkap dalam satu surat lengkap, yaitu surat Nuh. Dalam surat tersebut

dikisahkan tentang sebagian dari metode dakwah, prioritas dakwah, dan kesabaran

beliau berkhidmat untuk kaumnya dalam waktu yang lama. Prioritas dakwah beliau

difokuskan untuk membenahi permasalahan akidah, mengajak umatnya

bertaqwa kepada Allah, dan setia kepada dirinya. Berbagai metode beliau pakai.

Kadang-kadang dengan cara mengingatkan tentang bahaya pembangkangan, kadang-

kadang menyampaikan berita kepada orang yang taat. Pada saat tertentu beliau

bersikap keras, saat yang lain bersikap lemah lembut27

Kisah nabi Nuh as. di atas memberikan pesan kepada seluruh umat

manusia bahwa dakwah harus mengutamakan aspek atau metode humanis. Dakwah

tidak bisa dilakukan secara reaktif dan agresif, sebab dakwah adalah representasi

dari akumulasi sejarah peradaban Islam yang kental dengan nuansa kebaikan dan

hikmah.

Semangat dari nabi Nuh as tersebut harus dikontekstualisasikan dalam era

digital seperti sekarang ini. Dakwah yang dilakukan dengan memanfaatkan

26 M. Rajab. Dakwah dan Tantangannya dalam Media Teknologi Komunikasi. Jurnal

Dakwah Tabligh, Vol. 15 No. 1, (2014), h.8-9. 27 Ilaihi, W., & Hefni, H, Pengantar Sejarah Dakwah, ( Jakarta: Prenada Media, 2015),

h.20.

Page 15: Moderasi Dakwah di Era Digital dalam Upaya Membangun

AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 70

teknologi informasi harus memunculkan sebuah gerakan, pemikiran, dan temuan-

temuan baru dalam bidang dakwah guna kemaslahatan umat manusia. Dakwah

Islam pada era digital idealnya mampu menerjemahkan isu-isu aktual yang sedang

terjadi dengan memasukkan nilai-nilai dan paham Islam yang inklusif, seperti isu

pendidikan, gender, ekonomi, dan multikulturalisme. Dakwah Islam tidak boleh

“hanya” bersifat tekstual, akan tetapi harus selalu dinamis dan berkembang sesuai

dengan perkembangan peradaban umat.

Senada apa yang disampaikan oleh Ulil Abshar Abdalla bahwa salah satu

masalah yang menghantui umat Islam sepanjang sejarahnya adalah: bagaimana

bisa hidup sesuai dengan tuntutan teks agama di satu pihak, tetapi, di pihak lain juga

menempatkan diri secara kongruen dengan perkembangan-perkembangan

kemanusiaan. Bagaimana di satu pihak, bisa terus menyesuaikan diri dengan

perubahan, akan tetapi, di pihak lain, tetap menjadi muslim yang baik. Ulil

kemudian merumuskan masalah itu dengan bahasa yang sedikit “gaul” yaitu

bagaimana menjadi otentik, sekaligus menjadi modern28

Dialektika dakwah Islam dengan perkembangan teknologi digital justru

menjadi peluang emas agar bisa bersaing “melawan” hegemoni Barat yang sudah

merasuk keberbagai pemikiran dan ideologi umat manusia. Islam harus menunjukkan

“wajah sejuk”, karena selama ini yang tampil di media adalah Islam yang

diposisikan sebagai gerakan terorisme, sehingga muncul kredo “Islam is a

terorist”.

Secara teologis, Islam tidak menjadi hambatan untuk menjadikan umatnya

maju dan berkembang. Bahkan Islam sangat mendorong umatnya untuk menjadi

umat yang terbaik di muka bumi (Q.S. ali-‘Imran: 110).29Atas dasar semangat teologis

tersebut, maka perlu adanya bekal pengetahuan dan praktik penguasaan teknologi

bagi para da’i. Paradigma da’i yang “hanya” pandai berbicara soal agama namun

alpa dengan perkembangan teknologi harus diubah. Pemerintah dalam hal ini

Kementerian Agama juga perlu memberikan fasilitas yang memadai bagi

terselenggarakannya technological education bagi para da’i, agar dakwah Islam yang

28 Wahyu Budianto, Dakwa di Era digital, Komunika Vol. 11 No.2, (2017), h.4-5. 29 Ibid.

Page 16: Moderasi Dakwah di Era Digital dalam Upaya Membangun

AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 71

disyi’arkan lebih berwarna dan modern.

Arnold Toynbee, yang dikutip oleh Basit, mengatakan: “saya yakin bahwa

gaya suatu peradaban adalah perwujudan dari agamanya. Saya amat setuju bahwa

agama telah menjadi sumber vitalitas yang telah menyebabkan kehadiran

peradaban di dunia dan telah mempertahankan kehadirannya. Bahkan lebih dari

itu, agama merupakan daya ikat spiritual yang telah menyatukan masyarakat yang

beradab”.30

Sebagai sebuah pendekatan, dakwah digital memberikan kekuatan secara

struktur maupun kultur. Penguatan secara struktur dimaksudkan kepada dakwah

digital yang melembaga. Lembaga tersebut bisa bersifat formal ataupun non-

formal, baik itu yang diinisiasi oleh swasta maupun pemerintah. Sehingga,

semangat Islam bisa dinikmati secara kolektif sebagai sebuah upaya dakwah

struktural.

1. Mengemas Pesan Dakwah di Era Digital

Pesan adalah seperangkat lambang bermakna yang disampaikan oleh

komunikator.31 Pesan adalah apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada

penerima yang merupakan seperangkat simbol verbal atau non verbal dan mewakili

perasaan, nilai, gagasan atau maksud sumber tadi.32 Pesan dalam komunikasi

bermedia menjadi faktor penting untuk mencapai tujuan komunikasi. Pesan

dakwah harus dikemas semenarik mungkin agar memiliki daya tarik sehingga dapat

diterima dengan baik oleh mad’u terutama masyarakat secara umum.

Pesan mempunyai tiga komponen, yaitu makna, simbol yang digunakan

untuk menyampaikan makna, dan bentuk atau organisasi pesan. Simbol terpenting

adalah kata-kata (bahasa), yang dapat mempresentasikan obyek (benda), gagasan,

dan perasaan, baik ucapan (percakapan, wawancara, diskusi, ceramah, dan

sebagainya). Pesan juga dapat dirumuskan secara nonverbal, seperti melalui

tindakan atau isyarat anggota tubuh (acungan jempol, anggukan kepala, senyuman,

30 Ibid. 31 Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: Citra Aditya

Bakti, 2003), h. 5. 32 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: Remaja Rosdakarya,

2005), h. 20

Page 17: Moderasi Dakwah di Era Digital dalam Upaya Membangun

AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 72

tatap muka, dan sebagainya), juga melalui musik, lukisan, tarian, film, dan

sebagainya. Penyampaian pesan dapat pula melalui lisan, tatap muka, langsung

atau menggunakan media/saluran.33

Selain komponen, pesan juga memiliki sifat khusus, yaitu bersifat informatif,

persuasif, dan koersif. Pesan bersifat informatif karena hanya memberikan

informasi. Dalam situasi tertentu, pesan informatif lebih berhasil dari pada pesan

persuasif. Pesan persuasif berisi bujukan yang membangkitkan pengertian dan

kesadaran seseorang. Sedangkan pesan koersif bersifat memaksa. Bentuk yang

terkenal dari penyampaian pesan koersif adalah agitasi, yakni dengan penekanan-

penekanan yang menimbulkan penekanan batin dan ketakutan di antara sesama

kalangan publik. Pesan koersif dapat berbentuk perintah, intruksi dan sebagainya.

Beberapa konsep pesan di atas dapat menjadi acuan dalam mengemas pesan

dakwah. Jika dikombinasikan, maka mengemasnya dapat dilakukan dengan

berbagai cara, antara lain sebagaimana yang dikemukakan Wilson yaitu dengan

memerhatikan dimensi-dimensi abstraksi pesan, kesesuaian pendengar, jenis-jenis

perancangan strategi pesan untuk mencapai tujuan tertentu atau mengoordinasikan

berbagai macam tujuan, jenis-jenis tema isi pesan, pemilihan kata-kata yang

khusus, dan lain-lain.34

Maka, agar pesan dapat diterima dengan baik oleh komunikan (penerima

pesan), maka pesan komunikasi yang terdiri dari isi pesan dan lambang harus

diproduksi dengan sangat hati-hati. Dalam konteks ini, tampak bahwa

Penceramah Abdul Somad, Yusuf Mansur, Gus Baha’ menaati betul ajaran

retorika Aristotelian. Menurut Aristoteles, hubungan pembicara dengan

khalayak sangat penting, dan karena itu khalayak haruslah menjadi

pertimbangan utama jika pembicaraan ingin berhasil. Oleh karena itu,

humornya selalu berhasil karena selalu dekat dengan khalayak. Dengan cara

demikian, ia mampu membangun kedekatan yang lebih kuat dengan khalayak.

2. Digitalisasi Moderasi Dakwah Melalui Website

33 Widjaja, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, (Jakarta: Rineka Cipta,2000), h. 14. 34 Bangun Wilson, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Erlangga, 2012), h. 56.

Page 18: Moderasi Dakwah di Era Digital dalam Upaya Membangun

AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 73

Seperti halnya yang telah dilakukan oleh M. Quraish Shihab terkait dengan

moderasi dakwah dengan tampilan M. Quraish Shihab Official Website memiliki

variasi yang menarik dalam mentransformasikan wawasan keagaamaan. Jika

melihat pada tampilan awal website tersebut, maka yang terlihat adalah 5 menu

utama pada bagian atas website, yaitu menu Home, Blog, Work, Books, dan

Contact. Pada menu Blog, terbagi menjadi 6 bagian, yaitu article, audio, e-poster,

events, quote, dan video. Sedangkan pada menu Books, terbagi menjadi dua bagian,

yaitu print books dan e-books. Pada menu utama contact di dalamnya terdapat

penjelasan mengenai website tersebut yang membuka layanan bagi siapa saja yang

ingin bertanya seputar keislaman, dan pertanyaan yang telah dijawab diarsipkan

dalam Alifmaqz.com. tidak hanya itu, pada menu contact juga menyediakan buku

karya M. Quraish Shihab.

Tampilan yang disajikan M. Quraish Shihab Official Website tersistemasi

dalam menyajikan berbagai wawasan keagamaan, hal tersebut dapat dilihat dengan

adanya menu categories. Dalam menu categories tersebut, terdapat 41 sub tema

kajian. Tampilan menarik lainnya, dalam website tersebut juga menampilkan

kalender serta terdapat menu recommended.35

3. Memaksimalkan Video Dakwah di Era Digital

Media sosial menawarkan multimedia berupa gambar, video, maupun desain

yang disebarluaskan kepengguna lainnya dan salah satu contohnya adalah youtube.

Youtube adalah penyedia layanan video terbesar saat ini dan merupakan media

untuk upload secara gratis. Para pengguna dapat memuat, menonton, dan berbagi

klip video secara gratis. Youtube juga sangat cocok bagi yang ingin mencari

informasi tanpa harus membaca artikel. Manfaat lain dari penggunaan youtube

adalah bahwa isinya dapat disiarkan kepada jutaan pemirsa. Youtube tersedia di

hampir setiap negara di dunia dan di setiap komputer yang memiliki akses internet,

serta dikunjungi setiap hari oleh jutaan orang.

Youtube merupakan tempat files haring bagi semua membernya di mana

seseorang bisa mencari atau upload video rekamannya untuk dapat di saksikan oleh

35 Mutaqin Alzamzami, Konsep Moderasi Dakwah dalam M. Quraish Shihab Official

Website, Jurnal Bimas Islam Vol. 12 No. 1 (2019), h.8.

Page 19: Moderasi Dakwah di Era Digital dalam Upaya Membangun

AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 74

orang lain. Dalam konteks dakwah, kebutuhan publik akan video durasi pendek

dalam rangka menjawab kebutuhannya sangat tinggi. Beberapa fakta menunjukkan

banyaknya media mania yang menonton youtube. Seperti halnya Penduduk

Indonesia berusia 16 hingga 64 tahun berselancar di internet (pada semua

perangkat) dalam sehari rata-rata mencapai 7 jam 59 menit. Adapun pengguna

internet Indonesia mencapai 175,3 juta atau 64% dari total penduduk Indonesia.

Mayoritas pengguna tersebut menggunakan ponsel, yaitu sebanyak 171 juta atau

98% dari pengguna internet Indonesia.

Media sosial menempati urutan kedua dengan rata-rata penduduk Indonesia

menghabiskan waktu sebanyak 3 jam 26 menit. Youtube dan Whatsapp menjadi

media sosial terpopuler dengan persentase masing-masing sebesar 88% dan 84%.

Sementara media lainnya selama 3 jam 4 menit untuk menonton televisi, 1 jam 30

menit untuk streaming music, dan 1 jam 23 menit untuk menggunakan

konsol game.36

Data di atas menunjukkan bahwa 88 persen orang Indonesia mengakses

youtube, tidak mengherankan jika Abdul Somad kemudian menggunakan media

sosial seperti youtube untuk membangun popularitasnya sebelum kemudian

menjadi terkenal di media massa konvensional dan kehidupan sosial.

Perubahan era menjadi era digital dimanfaatkan oleh Abdul Somad, Yusuf

Mansur dan Gus Baha’ baru-baru ini yang mewakili kelompok penceramah

dengan menggunakan media sosial (youtube) dalam menyampaikan

ceramahnya. Ia tampaknya memahami dengan baik kecenderungan orang dalam

mengonsumsi media saat ini yang lebih banyak menggunakan internet.

Melihat fenomena di atas popularitas para pendakwah muda di Indonesia

tidak bisa dilepaskan dari konteks sosial yang lebih luas. Konteks yang

dimaksud adalah pandangan masyarakat kelas menengah terhadap nilai-nilai

Islam. Ahli sosiologi Ariel Heryanto, dalam buku Identitas dan Kenikmatan:

Politik Budaya Layar di Indonesia, melihat adanya ketertarikan masyarakat

36 Dwi Hadya Jayan, Orang Indonesia Habiskan Hampir 8 Jam untuk Berinternet, Diakses

dalam https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/02/26/indonesia-habiskan-hampir-8-jam-

untuk-berinternet.

Page 20: Moderasi Dakwah di Era Digital dalam Upaya Membangun

AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 75

kelas menengah terhadap apa pun yang berhubungan dengan Islam. Oleh karena

itu simbol-simbol yang memperkuat identitas Islam mereka dianggap penting.

Di dalam M. Quraish Shihab Official Website, juga memberikan edukasi

melalui video yang tersalurkan melalui channel youtube. Di website tersebut

telah menampilkan 11 laman, dan setiap laman menampung maksimal 10 video,

sehingga sekarang ini jumlah video yang telah masuk dalam website tersebut

mencapai 109 video, dan setiap video berdurasi di antara 4 sampai 15 menit. Dapat

dikatakan metode dakwah via video youtube cukup efisien, mengingat hampir

setiap pengguna android mengakses youtube, sehingga konten keagamaan dalam

kajian dakwah tersebut tidak hanya sebatas diterima oleh jama’ah yang hadir dalam

pengajian, namun ajaran yang disampaikan da’i juga mampu diterima pengguna

youtube di manapun ia tinggal, selama ia menonton channel dakwah tersebut.37

4. Moderasi Dakwah Dalam Bentuk Artikel

Arikel yang telah dimuat dalam website Muhammad Quraish Shihab

Official Website sebanyak 5 laman yang terdiri dari 44 artikel. Terdapat satu artikel

yang membahas mengenai dakwah dengan judul Dakwah yang Bijak. M. Quraish

Shihab memulai tulisannya dengan terlebih dahulu menekankan pada sebuah arti

dakwah, menurutnya dakwah adalah ajakan kepada kebaikan dengan cara yang

terbaik.

Seorang da’i menurut M. Quraish Shihab tidak hanya pandai dalam

menyampaikan hal-hal yang benar dengan dibungkus dalam susunan kalimat yang

baik, melainkan juga harus mempertimbangkan waktu yang tepat, hal tersebut dapat

dilihat pada Q.S. al-Ahzāb: 70, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah

kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar”

Kata sadīdā pada ayat di atas mensifatkan informasi yang baik, kata tersebut

juga mengandung makna meruntuhkan kemudian memperbaikinya. Contohnya

apabila kita mengkritik semestinya disampaikan dengan lemah lembut dan disertai

dengan usul perbaikan yang membangun dan kata sadīdā juga berarti tepat.

Sehingga, dalam berdakwah seorang ucapan yang lemah lembut, agar tidak

37 Mutaqin Alzamzami, Konsep Moderasi.....,h.7.

Page 21: Moderasi Dakwah di Era Digital dalam Upaya Membangun

AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 76

menyinggung perasaan orang lain dan menimbulkan amarah. Perkataan lemah

lembut tersebut juga terdapat dalam Q.S. Taha: 44, “Maka berbicaralah kamu

berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat

atau takut.”

Dalam website M. Quraish Shihab Official Website menyediakan 41

kategori, satu di antaranya khusus membahas perdamaian. Di dalam kategori

perdamaian tersebut terdapat 2 laman yang terdiri dari 5 judul artikel. Pertama,

“Pertemuan Grand Syaikh al-Azhar dan Majelis Hukama’ al-Muslimin di Jakarta”,

Kedua dan Ketiga, “Timur dan Barat di Era Globalisasi I dan bagian II”, Keempat,

“Terjemahan Naskah Janji Rasulullah Muhammad Saw. dengan Penganut Agama

Kristen, Kelima, “selamat Natal”.38

5. Moderasi Dakwah Dalam Keluarga

Keluarga merupakan komponen penting dalam sebuah tatanan masyarakat.

Kebaikan sebuah masyarakat ditentukan oleh kebaikan keluarga yang menjadi

bagian dari masyarakat tersebut. Dalam Islam, proses perbaikan setelah diawali dari

perbaikan diri adalah perbaikan keluarga sebelum perbaikan masyarakat secara

luas. Sebagaimana sejarah dakwah kenabian Muhammad Saw pun diawali dengan

seruan kepadanya untuk terlebih dahulu mendakwahi keluarga dekatnya, sebelum

mendakwahi umatnya secara umum dan luas. Dalam Firman Allah SWT

disebutkan: Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu (Muhammad) yang

terdekat. (Q.S. al-Syu`arâ’ : 214)

Ayat yang memerintahkan untuk mendakwahi kaum kerabat terlebih

dahulu diturunkan, dikarenakan kaum kerabat merupakan contoh bagi yang lain,

dan dikarenakan dalam Islam tidak dikenal sosok perantara antara Tuhan dengan

hamba-Nya, dan nabi Muhammad Saw bukanlah jaminan keselamatan bagi

keluarga dekatnya.

Betapa pentingnya kedudukan keluarga dalam Islam, al-Qur’an dalam

banyak ayatnya secara khusus berbicara seputar hukum keluarga. Sebagaimana al-

38 Ibid.

Page 22: Moderasi Dakwah di Era Digital dalam Upaya Membangun

AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 77

Qur’an secara umum memiliki karakter moderat, demikian pula nilai-nilai moderat

terlihat sangat jelas dalam kandungan ayat-ayat seputar hukum keluarga.

Begitu juga ketika memandang Perempuan, Islam merupakan agama yang

sangat memuliakan kaum wanita. Dalam perspektif al-Qur’an kita dapatkan

sejumlah ayat dimana kaum wanita diberikan hak yang sama dengan kaum lelaki,

Sebagaimana yang tertulis dalam al-Qur’an Surah al-Nisâ’: Dan barang siapa

mengerjakan amal kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan sedang dia

beriman, maka mereka itu akan masuk ke dalam surga dan mereka tidak dizalimi

sedikitpun (Q.S. al-Nisâ’ : 124).39

Masih dalam perspektif al-Qur’an, terdapat satu surat dalam Al-Qur’an yang

dinamakan dengan surat al-Nisâ’a yang berarti: wanita. Kenapa surat ini dinamakan

dengan surat al-Nisâ’a, dikarenakan jumlah ayat dalam surat ini yang berkaitan

dengan kaum wanita sangat mendominasi dan lebih banyak dari pembahasan

lainnya. sehingga surat inipun sering dinamakan dengan Sûrah al-Nisâ’ al-Kubrâ,

untuk membedakannya dengan surat lain yang juga ayat-ayatnya membahas seputar

wanita, yakni surat al-Thalâq, yang dinamakan dengan Sûrah al-Nisâ’ al-Shughrâ.

Pembahasan seputar wanita dalam Al-Qur’an khususnya dalam surat al-

Nisâ’, kalau dikaji, semuanya bermuara pada pemuliaan dan penghormatan kaum

wanita, sebagai sebuah komponen dalam masyarakat yang tidak mungkin

dimarjinalkan. Dan salah satu tema yang dibahas dalam surat al-Nisâ’ adalah

seputar pembagian harta waris.

Dikisahkan bahwasannya kaum wanita pra Islam sangat termarjinalkan,

dalam konteks pembagian harta waris, mereka bukan saja tidak termasuk ke dalam

kelompok yang mendapatkan bagian dari harta waris, bahkan yang lebih

mencengangkan lagi mereka menjadi bagian dari harta waris yang diwarisi.

Kisah yang melatarbelakangi turunnya ayat seputar pembagian harta waris

dalam Al-Qur’an dapat memberikan gambaran yang lebih jelas kepada kita, betapa

wanita pra Islam merupakan kelompok masyarakat yang diperlakukan secara

diskriminatif, dan Islam datang untuk memberikan rasa keadilan kepada mereka.

39 Ibid.

Page 23: Moderasi Dakwah di Era Digital dalam Upaya Membangun

AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 78

Dari Jabir, ia berkata: isteri Sa`ad bin al-Rabi` datang menemui rasulullah

saw, ia berkata: wahai rasulullah saw, bersamaku kedua puteri Sa`ad bin al-Rabi`,

bapak keduanyawafatbersamamu dalam perang uhud sebagai sahid, dan

sesungguhnya paman dari keduanya mengambil harta milik keduanya, dan tidak

menyisakan sedikitpun untuk keduanya, dan tidaklah keduanya dinikahi kecuali

bersama keduanya harta, maka rasulullah saw pun berkata: Allah swt akan

menghukumi seputar itu, kemudian turunlah ayat tentang pembagian harta

waris).40

Perbedaan dalam hal pembagian harta waris dalam Islam, dimana lelaki

dalam banyak kesempatan memperoleh bagian lebih dari bagian kaum wanita,

sesungguhnya perbedaan ini tidak berkaitan dengan masalah kedudukan, dimana

kaum lelaki diposisikan lebih mulia dibandingkan dengan kaum wanita, melainkan

dikarenakan dalam Islam kaum lelaki memiliki kewajiban lebih dari sisi materi

dibandingkan dengan kaum wanita, sebagai contoh:

Islam mengharuskan para suami untuk memberikan nafkah kepada istri dan

segenap anggota keluarganya, dan pada saat yang bersamaan Islam tidak

membebani isteri dengan beban materi apapun untuk orang lain selainnya. (Laki-

laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (isteri), karena Allah telah Melebihkan

sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena

mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya) (Q.S. al-Nisâ’ : 34)

Kondisi diatas, secara matematis, sejatinya kaum wanita dalam kondisi

ekonomi yang lebih baik dan diuntungkan daripada kaum lelaki, ketika mereka

mengambil setengah dari jatah kaum lelaki. Dikarenakan apa yang diambil oleh

kaum lelaki, terdapat hak yang harus diperuntukkan untuk isterinya, anggota

keluarganya, kedua orang tuanya apabila tidak ada sumber mata pencaharian yang

dimiliki oleh keduanya, bahkan saudara perempuannya ketika ia tidak berkeluarga.

Atas dasar itulah, tidak benar kalau dikatakan bahwasannya terdapat praktek

diskriminasi dalam Islam ketika kaum wanita hanya memperoleh setengah dari

bagian kaum lelaki, sebaliknya hukum pembagian waris dalam Islam sejatinya lebih

40 Jalaluddin al-Suyuthi, Lubâb al-Nuqûl Fî Asbâb al-Nuzûl, (Cairo: al-Maktabah al-

Taufîqiyyah, t.t), h. 84.

Page 24: Moderasi Dakwah di Era Digital dalam Upaya Membangun

AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 79

menguntungkan kaum wanita dibandingkan dengan kaum lelaki, ketika hukum

Islam itu dipahami secara komprehensif dan tidak parsial.

Allah SWT dalam redaksi ayat tersebut “Hazhzhi al-Untsayain” lebih

memilih standar ukurannya adalah bagian anak perempuan, dan tidak menjadikan

bagian lelaki sebagai standar ukurannya, sehingga redaksinya tidak berbunyi

“Hazhzhi al-Dzakari”, dikarenakan dengan redaksi ayat tersebut, Allah SWT

hendak menepis anggapan bahwasannya terjadi praktek diskriminasi dalam

pembagian harta waris. Sebagaimana dengan redaksi tersebut juga, Allah SWT

hendak menginformasikan bahwasannya tidak selalu bagian kaum wanita pada

akhirnya lebih sedikit dari bagian kaum lelaki.41

Kaum lelaki diharuskan untuk menafkahi isterinya, kaum wanita yang sudah

bersuami diharuskan atas suaminya untuk menafkahinya, sehingga bagian setengah

yang diperuntukkan bagi wanita yang tidak bersuami adalah cukup baginya. Dan

apabila wanita tersebut bersuami, bagian setengah yang diperuntukkan untuknya

tetap menjadi miliknya dan menjadi haknya yang tidak bisa diganggu gugat, dan

akan ada seorang suami yang akan mencukupi kebutuhannya. Dari sekilas

gambaran tersebut, mana yang lebih banyak bagiannya, kaum lelaki atau kaum

wanita? Tentunya kaum wanita. Atas dasar itulah pada redaksi ayat diatas, Allah

SWT jadikan bagian kaum wanita sebagai standar ukuran.

Fenomena di atas jauh untuk dikatakan bahwasannya al-Qur’an telah

melakukan praktek diskriminasi terhadap kaum wanita, bahkan sebaliknya, al-

Qur’an telah memanjakan kaum wanita. Kenapa Allah SWT memanjakan kaum

wanita? Dikarenakan kaum wanita adalah sosok yang dimuliakan dan layak untuk

dijaga kemaslahatannya, disaat wanita tersebut tidak bersuami, ada yang bisa ia

gunakan untuk menafkahi dirinya, dan di saat dia bersuami, maka ini merupakan

karunia dari Allah SWT.42

Lebih dari pada itu, dalam Islam masih banyak kewajiban yang bersifat materi

lainnya atas kaum lelaki diluar menafkahi isteri, seperti: Kewajiban membayar

mahar yang hanya dibebankan kepada kaum lelaki dan kewajiban memberikan

41 Mutaqin Alzamzami, Konsep Moderasi....,h.8. 42 Ibid.

Page 25: Moderasi Dakwah di Era Digital dalam Upaya Membangun

AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 80

kebutuhan pangan bahkan sandang kepada wanita yang telah diceraikannya

sekalipun, ketika wanita tersebut dalam posisi sedang menyusui anak kandungnya

Mencermati hukum pembagian harta waris dalam Islam, yang terkesan kaum

lelaki lebih diuntungkan daripada kaum wanita, apabila dikaitkan dengan hukum-

hukum lainnya, kesan seperti ini sepertinya “jauh panggang dari api”, mungkin

pribahasa seperti ini yang pantas untuk menjawab kesan tersebut.

Page 26: Moderasi Dakwah di Era Digital dalam Upaya Membangun

AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 81

Kesimpulan

Perkembangan teknologi pada saat ini membawa arus kesegala bidang tidak

terkecuali dalam perkembangan dakwah yang berdampak pada perubahan

masyarakat. Perubahan masyarakat yang fenomenal tersebut, seharusnya diimbangi

dengan adanya perubahan cara berdakwah yang dilakukan oleh para pendakwah.

Dakwah tidak boleh jalan di tempat dan menggunakan cara-cara yang konvensional

saja (ceramah). Dakwah harus dinamis, progresif, dan penuh inovasi. Para

pendakwah perlu menciptakan kreasi-kreasi baru yang lebih membumi dan dapat

membawa kemaslahatan umat. Dakwah perlu dikemas lebih manusiawi, dialogis,

memenuhi kebutuhan dan kemampuan masyarakat. Moderasi dakwah merupakan

keharusan di era digital ini, sebagai upaya dalam menyongsong peradaban baru.

Sebagai sebuah pendekatan yang dapat dilakukan diantaranya, Pertama,

Mengemas Pesan Dakwah di Era Digital. Kedua, Digitalisasi dakwah melalui

website. Ketiga, memaksimalkan video dakwah di era digital. Keempat, Moderasi

dakwah dalam bentuk arikel, dan Kelima, Moderasi dakwah dalam keluarga.

Penulisan ini jauh dari sempurna oleh karena itu diharapkan ada penelitian lebih

lanjut terkait moderasi dakwah di era digital ini yang lebih komprehensif dan

menyeluruh.

Page 27: Moderasi Dakwah di Era Digital dalam Upaya Membangun

AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 82

Daftar Pustaka

Al-Suyuthi ,t.t. Jalaluddin, Lubâb al-Nuqûl Fî Asbâb al-Nuzûl, Cairo: al-Maktabah

al-Taufîqiyyah.

Alzamzami , Mutaqin. 2019. Konsep Moderasi Dakwah dalam M. Quraish

Shihab Official Website. Jurnal Bimas Islam Vol 12 No. 1.

Baihaqi, Yusuf. 2017. Moderasi Hukum Keluarga Dalam Perspektif Al-

Qur’an, Istinbath Vol. 16, No. 2.

Basit, A. 2006. Wacana Dakwah Kontemporer, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Basit, A. 2008. Dakwah Antar Individu Teori dan Aplikasi. Yogyakarta:

Grafindo Litera Media.

Basit, A. 2013. Dakwah Cerdas di Era Modern. Jurnal Komunikasi Islam.

Basit, A. 2013. Filsafat Dakwah. Jakarta: Raja Grafindo.

Budiarti, Indah, dkk. 2018. Statistik Gender Tematik: Profil Generasi

Milenial Indonesia, Jakarta: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan

Perlindungan Anak.

Deddy Mulyana. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung:

Remaja Rosdakarya.

Efendi, Uchjana, Onong. 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi.

Bandung: Citra Aditya Bakti.

Habermas, J. 2007. Rasio dan Rasionalisasi Masyarakat. Yogyakarta: Kreasi

Wacana.

https://akcdn.detik.net.id/community/media/visual/2019/05/16/ab5be58e-

0424-415c-a44b-5bd4cd3c570f.jpeg?a=1

https://psikologi.radenfatah.ac.id/berita/detail/moderasi-dakwah-islam,

https://www.cnbcindonesia.com/tech/20190516193440-37-73045/bukan-

instagram-orang-ri-paling-doyan-main-facebook,

https://www.gatra.com/detail/news/425153/teknologi/pengguna-facebook-

di-indonesia-terbesar-keempat-dunia,

Kamali, Hashim, Mohammad. 2015. The Middle Path of Moderation in

Islam, Oxford University Press

Page 28: Moderasi Dakwah di Era Digital dalam Upaya Membangun

AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 83

Meilani. 2014. Berbudaya Melalui Media Digital., Jurnal Humaniora, Vol. 5 No. 2.

Pardianto. 2013. Meneguhkan Dakwah Melalui New Media. Jurnal:

Komunikasi Islam, Vol. 03 No. 01.

Piliang, Y. A. 2004. Dunia yang Dilipat Tamasya Melampaui Batas-batas

Kebudayaan. Yogyakarta: Jalasutra.

Rajab, M. 2014. Dakwah dan Tantangannya dalam Media Teknologi Komunikasi.

Jurnal Dakwah Tabligh. Vol. 15 No. 1.

Shihab, M. Q. 2006. Menabur Pesan Ilahi. Jakarta: Lentera Hati.

Sutrisno, Edy, 2019. Aktualiasi Moderasi Beragama di Lembaga

Pendidikan, Jurnal Bimas Islam, Vol.12 No. 2.

W, Ilaihi., & H, Hefni, H. 2015. Pengantar Sejarah Dakwah. Jakarta: Prenada

Media.

Widjaja. 2000. Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, Jakarta: Rineka Cipta.

Wilson Bangun. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta. Erlangga