moderasi dakwah di era digital dalam upaya membangun
TRANSCRIPT
AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 56
Moderasi Dakwah di Era Digital dalam Upaya
Membangun Peradaban Baru
Edy Sutrisno
Email. [email protected]
Kantor Kementerian Agama Kabupaten Malang
Abstrak
Hakikat moderasi dakwah adalah menyeru umat manusia untuk melaksanakan
kebaikan dan mengikuti petunjuk serta memerintah berbuat ma’ruf dan mencegah
dari perbuatan munkar dengan bersikap pandang yang selalu berusaha mengambil
posisi tengah dari dua sikap yang bersebrangan dan berlebihan sehingga salah satu
dari kedua sikap yang dimaksud tidak mendominasi pikiran dan sikap seseorang.
Apalagi bila dikaitkan dengan era digital ini, maka konsep dakwah harus bisa
memposisikan diri di ruang digital sebagai arena kontestasi untuk merebut hati
umat guna membangun peradapan baru dalam dunia dakwah, diantara pendekatan
yang dapat dilakukan adalah; Pertama, mengemas pesan dakwah di era digital.
Kedua, digitalisasi dakwah melalui website. Ketiga, memaksimalkan video
dakwah di era digital. Keempat, moderasi dakwah dalam bentuk artikel, dan
Kelima, moderasi dakwah dalam keluarga.
Kata Kunci: Moderasi, Dakwah, Digital, Peradaban
Pendahuluan
Usaha melakukan moderasi dakwah dinilai perlu bertransformasi, menyebarkan
moderasi sebaiknya tidak sekadar melalui ruang dakwah konvensional seperti masjid dan
komunitas secara offline, tetapi juga perlu masuk ke ruang digital. Dengan demikian,
moderasi bisa menjangkau masyarakat yang lebih luas.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Oman Fathurrahman,1 ciri kehidupan
sosial di era Revolusi Industri 4.0 yang serba digital perlu dipahami para pemuka
agama dan pendakwah. Cara masyarakat mencari sumber nilai keagamaan kini
telah bergeser seiring dengan kemajuan pesat teknologi. Dunia digital digunakan
1 Guru Besar Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta, dalam diskusi bertajuk Membangun Peradaban Islam dari Masjid di Era 4.0
yang digelar Masjid Nursiah Daud Paloh di komplek Media Group, Jakarta, 27 Februari 2019 dalam
https://mediaindonesia.com/read/detail/220167-moderasi-beragama-harus-didigitalisasi
AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 57
sebagai wahana berdakwah. Peran masjid tetap penting karena masjid merupakan
rumah menegakkan hal-hal baik (amar maruf nahi munkar). Akan tetapi, kurang
bisa beradaptasi menyediakan asupan keagamaan di era digital ini. Oman
menyatakan, ruang digital saat ini menjadi arena kontestasi. Sayangnya, ruang itu
kini lebih condong didominasi nilai keagamaan yang menjurus kepada eksklusifitas.
Menurutnya, para pegiat masjid yang peduli dengan cara beragama yang
inklusif dan toleran perlu terjun merebut ruang digital. Ruang medsos dan ruang
publik digital lainnya itu harus di isi karena itu merupakan ruang kontestasi, agar
membuat ruang keagamaan yang mengedepankan adab (civilized). Ia menyarankan
berbagai penyesuaian perlu dilakukan masjid dalam menyebarkan moderasi
beragama. Isi dakwah sebaiknya juga disebarkan melalui kanal-kanal digital baik
itu media sosial maupun website. Konten digital juga perlu dikemas secara atraktif
guna menjaring audiens muda.
Di era digital ini, mengajar agama Islam tidak lagi menjadi otoritas seorang
ulama. Di mana saja, kapan saja dan dengan berbagai cara orang bisa belajar agama
Islam. Masyarakat sekarang ini tidak hanya mengandalkan ulama sebagai sumber
satu-satunya untuk mendapatkan pengetahuan keagamaan. Masyarakat bisa
memanfaatkan televisi, radio, surat kabar, handphone, video, CD-Rom, buku,
majalah, dan buletin. Bahkan, internet sekarang ini menjadi media yang begitu
mudah dan praktis untuk mengetahui berbagai persoalan keagamaan, dari masalah-
masalah ringan seputar ibadah sampai dengan persoalan yang pelik sekali pun, semua
sangat mudah untuk diketahui dan didapatkan. “Mbah Google” seringkali
dijadikan sebagai sumber dan rujukan utama dalam memperoleh pengetahuan
keagamaan.2
Jika melihat tren media sosial di Indonesia, saat ini Indonesia merupakan
pengguna Facebook peringkan ke-4 dunia. Berdasarkan hasil riset yang dihimpun
CupoNation pada periode awal 2019, diperoleh peringkat negara dengan pengguna
Facebook terbanyak di dunia. India dinobatkan sebagai negara dengan pengguna
Facebook terbanyak dengan total pengguna mencapai 290 juta atau 19,01 persen
2 A Basit, Dakwah Cerdas Di Era Modern, Jurnal Komunikasi Islam, Vol. 03 No. 01 (2013),
h.10.
AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 58
dari total populasi. Diikuti Amerika Serikat (190 juta atau 57,76 persen dari
populasi), Brasil (120 juta atau 57,06 persen dari populasi), dan Indonesia (120 juta
atau 44,94 persen dari populasi).3
Data tersebut membawa Indonesia menjadi salah satu negara dengan
pengguna Facebook terbanyak di dunia mengalahkan Meksiko, Filipina, Vietnam,
dan Thailand. Tidak hanya unggul dalam peringkat pengguna Facebook di tingkat
global, Indonesia juga unggul dalam penggunaan platform medsos lainnya yakni
Instagram. Studi yang dihimpun CupoNation menunjukkan Indonesia sebagai
negara ke-4 dengan pengguna Instagram terbesar di dunia mengalahkan Rusia,
Turki, Jepang dan Inggris.
Peringkat terbesar pengguna Instagram ditempati Amerika Serikat (110
juta), Brasil (66 juta), dan India (64 juta) serta Indonesia (56 juta). Meski angka
penggunaan Instagram di Indonesia masih kalah jauh dibandingkan Facebook,
Instagram muncul sebagai platform media sosial baru yang tumbuh pesat dan
digemari kaum milenial dan kini telah diakuisisi oleh Facebook.
Masifnya aktivitas masyarakat di Indonesia di jejaring media sosial salah
satunya dipengaruhi oleh peningkatan jumlah pengguna internet. Berdasarkan data
Statista, jumlah pengguna aktif sosial media di Indonesia meningkat sebanyak 20%
di tahun 2019 yakni mencapai 150 juta pengguna. Besarnya angka tersebut
menunjukkan bahwa Indonesia menjadi pasar yang baik untuk pengembangan
bisnis digital dan sosial media.4
Berdasarkan hasil studi polling Indonesia yang bekerja sama dengan
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) di 2018, sebesar 50,7%
menggunakan medsos Facebook. Sisanya, instagram sebesar 17,8%, Youtube
15,1%, Twitter 1,7% dan LinkedIn sebesar 0,4%. Pada 2018 jumlah pengguna
internet di Indonesia sudah mencapai 171,17 juta jiwa. Angka ini setara dengan
64,8% dari total penduduk Indonesia 264,16 juta jiwa. Jika dibandingkan dengan
tahun sebelumnya, terdapat pertambahan pengguna internet di Indonesia mencapai
3 Andhika Dinata, https://www.gatra.com/detail/news/425153/teknologi/pengguna-
facebook-di-indonesia-terbesar-keempat-dunia, Diakses, 28 Juni 2020 4 Andhika Dinata, https://www.gatra.com/detail/news/425153/teknologi/pengguna-
facebook-di-indonesia-terbesar-keempat-dunia, Diakses, 28 Juni 2020
AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 59
27,92 juta orang atau tumbuh 10,12%. Berdasarkan studi tersebut, pengguna
internet di Indonesia masih terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Bali. Porsinya capai
55% dari total pengguna. Sisanya, Pulau Sumatera sebesar 21%, Papua 10%,
Kalimantan 9% dan Nusa Tenggara sebesar 5%.
Di Pulau Jawa, pengguna terbesar datang dari Jawa Barat yang mencapai
16,6%., Sisanya Jawa Tengah 14,3%, Jawa Timur 13,5%, DKI Jakarta 4,7%,
Banten 4,7% dan DI Yogyakarta sebesar 1,5%.5
Gambar
Survey Internet6
Perkembangan teknologi komunikasi telah mengubah cara orang
berkomunikasi. Saat ini, hampir setiap orang menggunakan internet dalam
mengirim, mencari, dan membaca informasi. Dalam berinteraksi pun kebanyakan
melalui media sosial dibanding komunikasi secara langsung. Hal ini sangat
dimungkinkan terjadi setidaknya dipengaruhi beberapa faktor, antara lain pesatnya
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, juga kecenderungan
masyarakat milenial yang sangat bergantung pada media.
5 Roy Franedya, https://www.cnbcindonesia.com/tech/20190516193440-37-
73045/bukan-instagram-orang-ri-paling-doyan-main-facebook, 16 May 2020 6 https://akcdn.detik.net.id/community/media/visual/2019/05/16/ab5be58e-0424-415c-a44b-
5bd4cd3c570f.jpeg?a=1
AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 60
Kaitannya dengan dakwah, peran media sangat strategis dalam upaya
penyampaian pesan dakwah. Media mampu menembus batas-batas ruang dan
waktu. Artinya, meski dengan jarak jauh komunikasi memungkinkan dilakukan.
Tidak hanya itu, media juga menawarkan kecepatan waktu dalam menyediakan
beragam informasi. Media saat ini tumbuh kian pesat. Dulu, media elektronik
seperti televisi dan radio menjadi pilihan favorit dalam mencari informasi.
Keunggulannya adalah mampu mengirim pesan suara dan gambar (visual). Saat ini
realita itu mulai bergeser, publik tidak lagi berpusat pada media elektronik sebagai
sumber informasi. Justru, kegandrungannya saat ini beralih ke new media (internet).
Era digital sering disebut oleh para pakar sebagai era multilayar. Era di mana
seluruh perhatian masyarakat tercurah kepada media semacam smartphone, laptop,
dan televisi. Di era digital yang menawarkan kemudahan dalam mengakses
informasi, masyarakat dengan sangat mudah akan menerima dan menjadi bagian
integral atas isu-isu strategis yang sedang hangat diperbicangkan akhir-akhir ini,
misalkan isu keberagaman, isu multikulturalisme, isu politik, isu ekonomi, isu
keadilan hukum, dan isu lainnya.
Meluasnya isu tersebut mengemukakan peran masif media dalam melakukan
framing dan konstruksi subjektif atas realitas sehingga bisa dikemas secara menarik
dan menjadi trending topic. Dengan semakin meluasnya arus informasi ke seluruh
dunia, globalisai informasi dan media massa pun menciptakan keseragaman
pemberitaan maupun preferensi liputan. Pada akhirnya, sistem media masing-
masing negara cenderung menentukan atau memilih kejadian yang dipandang
penting untuk diliput. Peristiwa di suatu negara, akan segera mempengaruhi
perkembangan masyarakat di negara lain, atau dengan kata lain, menurut istilah John
Naisbitt dan Patricia Asburdene sebagai “global village”.7
Perubahan masyarakat yang fenomenal tersebut, seharusnya diimbangi
dengan adanya perubahan cara berdakwah yang dilakukan oleh para da’i. Dakwah
tidak boleh jalan di tempat dan menggunakan cara-cara yang konvensional saja
(ceramah). Dakwah harus dinamis, progresif, dan penuh inovasi. Para da’i perlu
7 M. Rajab, Dakwah dan Tantangannya dalam Media Teknologi Komunikasi, Jurnal Dakwah
Tabligh, Vol.15 No. 1 (2014), h.25.
AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 61
menciptakan kreasi-kreasi baru yang lebih membumi dan dapat membawa
kemaslahatan umat. Jangan sampai dakwah menjadi beban masyarakat dan bahkan
bisa memecah belah masyarakat. Dakwah perlu dikemas lebih manusiawi, dialogis,
memenuhi kebutuhan dan kemampuan masyarakat.8
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dirumuskan masalah yang akan
dikaji, yaitu bagaimana Moderasi Dakwah di Era Digital dalam Upaya Membangun
Peradaban Baru? dengan tujuan penulisan untuk mendeskripsikan moderasi
dakwah digital di era digital dalam upaya membangun peradaban baru.
A. Hakikat Moderasi Dakwah
1. Moderasi
Moderasi beragama sesungguhnya merupakan kunci terciptanya toleransi dan
kerukunan, baik ditingkat lokal, nasional, maupun global. Pilihan pada moderasi
dengan menolak ekstremisme dan liberalisme dalam beragama adalah kunci
keseimbangan, demi terpeliharanya peradaban dan terciptanya perdamaian. Dengan
cara inilah masingmasing umat beragama dapat memperlakukan orang lain secara
terhormat, menerima perbedaan, serta hidup bersama dalam damai dan harmoni.
Dalam masyarakat multikultural seperti Indonesia, moderasi beragama bisa jadi
bukan pilihan, melainkan keharusan.9
Kata moderat dalam bahasa Arab dikenal dengan al-wasathiyah. Dalam Al-
Qur’an merupakan kata yang terekam dari surat al-Baqarah ayat: 143. Kata al-
Wasath dalam ayat tersebut, bermakna terbaik dan paling sempurna. Dalam hadis
yang sangat populer juga disebutkan bahwa sebaik-baik persoalan adalah yang
berada di tengah-tengah. Dalam artian melihat dan menyelesaikan satu persoalan,
Islam moderat mencoba melakukan pendekatan kompromi dan berada di tengah-
tengah, begitu pula dalam menyikapi sebuah perbedaan, baik perbedaan agama
ataupun mazhab. Islam moderat selalu mengedepankan sikap toleransi, saling
menghargai, dengan tetap meyakini kebenaran keyakinan masing-masing agama
8 A Basit, Dakwah Cerdas....., h.7. 9 Tim Penyusun Kementerian Agama RI, Moderasi Beragama, (Jakarta: Badan Litbang
dan Diklat Kementerian Agama RI, 2019), h. 18
AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 62
dan mazhab. Sehingga semua dapat menerima keputusan dengan kepala dingin,
tanpa harus terlibat dalam aksi yang anarkis.10
Dalam Pernyataan Hashim Kamali, menegaskan bahwa moderate, tidak dapat
dilepaskan dari dua kata kunci lainnya, yakni berimbang (balance), dan
adil (justice). Moderat bukan berarti kita kompromi dengan prinsip-prinsip
pokok (ushuliyah) ajaran agama yang diyakini demi bersikap toleran kepada umat
agama lain; moderat berarti “… confidence, right balancing, and
justice…”11 Tanpa keseimbangan dan keadilan seruan moderasi beragama akan
menjadi tidak efekti. Dengan demikian, moderat berarti masing-masing tidak boleh
ekstrem di masing-masing sisi pandangnya. Keduanya harus mendekat dan mencari
titik temu.
Selama ekstremitas ada di salah satu sisi, dan moderasi beragama tidak hadir,
maka intoleransi dan konflik keagamaan tetap akan menjadi “bara dalam sekam”,
yang setiap saat bisa melesak, apalagi jika disulut dengan sumbu politik. Sebab,
seperti ditegaskan Kamali di atas: “moderation is about pulling together the
disparate centers than want to find a proper balance wherein people of different
cultures, religions and politics listen to each other and learn how to work out their
differences12
Dalam pandangan Rohman, bahwa Bukti penyematan umat Islam sebagai
Ummatan Wasathan, umat yang serasi dan seimbang, dikarenakan Islam ajarannya
mampu memadukan dua kutub agama terdahulu, yaitu Yahudi yang terlalu
membumi dan Nasrani yang terlalu melangit.13
Pendapat al-Shalabi menyebutkan bahwa kata “wasathiyyah” secara syar`i
bisa juga dimaknai dengan al-Shirâth al-Mustaqîm atau jalan yang lurus. Makna
semacam ini diperkuat dengan sebuah penjelasan dari Rasulullah saw ketika beliau
menafsirkan Firman Allah Q.S. al-An’am: 153. Dan sungguh, inilah jalan-Ku yang
10 Edy Sutrisno, Aktualiasi Moderasi Beragama di Lembaga Pendidikan, Jurnal Bimas
Islam, Vol.12 No. 2, (2019), h. 323-348. 11 Mohammad Hashim Kamali, The Middle Path of Moderation in Islam, (Oxford University
Press, 2015), h.14 12 Edy Sutrisno, Aktualiasi....,h. 323-348 13 Yusuf Baihaqi, “Moderasi Hukum Keluarga Dalam Perspektif Al-Qur’an.” Istinbath
Vol.16, No. 2, (2017), h. 365–389.
AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 63
lurus. Maka ikutilah! Jangan kamu ikuti jalan-jalan yang lain. Dengan membuat
satu garis lurus, sebagai tanda bagi ajaran yang lurus. Kemudian beliau pun
membikin sejumlah garis di sebelah kanan dan sebelah kiri dari garis yang lurus
tadi, sebagai tanda bagi ajaran-ajaran yang melenceng.14
Atas dasar itulah, ketika al-Qur’an mengajarkan dalam keseharian kami untuk
berdoa dengan membaca Ihdinâ al-Shirâth al-Mustaqîm, sejatinya al-Qur’an
mengajarkan untuk meminta kepada Allah swt agar Dia memberikan taufik dan
hidayah-Nya untuk terus berada di jalan yang moderat dalam beragama,
dikarenakan jalan yang moderat inilah jalan yang diridhai-Nya, bukan jalan yang
dimurkai-Nya, bukan pula jalan yang sesat, melainkan jalan yang sesuai dengan
fitrah penciptaan manusia.
2. Moderasi Dakwah
Istilah dakwah berasal dari kata da’a, yad’u, da’watan, yang berarti
memanggil, mengajak, dan menyeru. Di dalam al-Qur’an, kata dakwah yang akar
katanya terdiri dari dal, ain, dan wawu memiliki beberapa ragam bentuk dan
maknanya. Ada 198 kali al-Quran menyebutkan kata dakwah dan ramifikasinya yang
tersebar dalam 55 surat (176 ayat). Jumlah kata dakwah dan ramifikasinya
disebutkan dalam al-Qur’an lebih banyak dari jumlah ayat yang memuatnya. Ada
18 ayat yang muatan kata dakwah di dalamnya lebih dari satu kata, dan ada dua ayat
yang masing-masing memuat sebuah kata dakwah. Akan tetapi, kedua kata
tersebut masing-masing memiliki dua arti sekaligus. Sementara itu, makna kata
dakwah dan ramifikasinya ada yang berhubungan secara vertikal (do’a dan
menyembah) dan ada yang berhubungan secara horizontal (seruan, panggilan,
ajakan, perminataan, harapan, undangan, dan lain-lain).15
Pengertian dakwah sebagaimana pendapat Syeikh Ali Mahfudz, yang
dikutip Basit, bahwa dakwah adalah mendorong (memotivasi) umat manusia agar
melaksanakan kebaikan dan mengikuti petunjuk serta memerintah berbuat ma’ruf
dan mencegah dari perbuatan munkar agar mereka memperoleh kebahagiaan di
14 Ibid, h.365-389. 15 A Basit, Dakwah Antar Individu Teori dan Aplikasi, (Yogyakarta: Grafindo Litera
Media, 2008), h. 14.
AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 64
dunia dan akhirat.
Abdul Aziz, juga mengatakan bahwa dakwah adalah menyeru manusia
kepada Islam yang hanif dengan keutuhan dan keuniversalannya, dengan syiar-
syiar dan syariatnya, dengan akidah dan kemuliaan akhlaknya, dengan metode
dakwahnya yang bijaksana dan sarana-sarananya yang unik serta cara-cara
penyampaiannya yang benar.
Sedangkan Amrullah Achmad, mengemukakan bahwa dakwah adalah
aktualisasi imani (teologis) yang dimanifestasikan dalam suatu sistem kegiatan
manusia beriman dalam bidang kemasyarakatan yang dilaksanakan secara teratur
untuk mempengaruhi cara merasa, berfikir, bersikap, dan bertindak manusia pada
dataran kenyataan individual dan sosial kultural dalam rangka mengusahakan
terwujudnya ajaran Islam dalam semua aspek kehidupan dengan menggunakan cara
tertentu.16
Dari pengertian di atas ada tiga gagasan pokok yang dapat diambil, yaitu:
Bahwa hakekat dakwah Islam yaitu: Pertama, dakwah merupakan proses mengajak
kepada jalan Allah. Proses mengajak bisa dilakukan secara individu seperti yang
dilakukan oleh para da’i (muballigh) dalam bentuk khutbah atau ceramah, seorang
konselor kepada kliennya, orang tua kepada anaknya, dan sebagainya. Proses
mengajak juga bisa dilakukan oleh satu kelompok atau organisasi, seperti
kelompok seniman yang mengajak kepada jalan Allah SWT dalam bentuk
nyanyian, lembaga dakwah yang mengajak para anggota untuk melaksanakan
ajaran Islam, lembaga pers yang dapat memasukkan nilai-nilai Islam dalam
publikasinya, dan sebagainya. Selain itu, proses mengajak juga bisa dalam bentuk
tathwir (pengembangan masyarakat dan kelembagaan), dan tadbir/tandzim
(manajemen dakwah).
Kedua, dakwah merupakan sebuah sistem artinya dalam aktivitas dakwah
sekecil apapun tetap merupakan sistem yang terorganisir dengan baik. Dalam teori
sistem, minimal ada input, process, dan output. Lebih luasnya lagi ditambah
dengan adanya feedback dan lingkungan. Sebagai contoh, suami mengajak
16 Ibid, h.15.
AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 65
isterinya untuk sholat. Aktivitas semacam ini merupakan aktivitas dakwah. Sistem
inputnya adalah suami dan isteri, prosesnya adalah mengajak, outputnya adalah
shalat. Dengan demikian, dalam sistem dakwah minimal ada subyek, obyek,
materi, dan tujuan. Sistem ini bisa dikembangkan luas dengan adanya metode,
media, dan evaluasi.
Ketiga, dakwah merupakan proses persuasi (mempengaruhi), berbeda
dengan hakekat yang pertama, mempengaruhi tidak hanya sekedar mengajak tetapi
membujuk agar obyek yang dipengaruhi itu mau ikut dengan orang yang
mempengaruhi. Dalam hal ini, dakwah tidak diartikan sebagai proses memaksa,
karena bertentangan dengan ajaran al-Qur’an Surah al-Baqarah: “Tidak ada
paksaan dalam beragama” (Q.S. al-Baqarah: 256). Untuk menghindari adanya
proses pemaksaan, maka dakwah perlu menggunakan berbagai strategi dan kiat
agar orang yang didakwahi tertarik dengan apa yang disampaikan.17
Bila dikaitkan dengan moderasi dakwah adalah sebuah pandangan atau sikap
yang selalu berusaha mengambil posisi tengah dari dua sikap yang bersebrangan
dan berlebihan sehingga salah satu dari kedua sikap yang dimaksud tidak
mendominasi pikiran dan sikap seseorang. Dengan kata lain moderasi dakwah
yaitu suatu sikap dakwah yang memberi setiap nilai atau aspek yang bersebrangan
bagian tertentu tidak lebih dari porsi yang semestinya, tidak menghakimi,
memanusiakan dan memuliakan manusia, serta hidup rukun damai dalam
keragaman.18
Kajian dakwah secara historis pada ranah substansi sesungguhnya mengkaji
hakikat dakwah pada zaman pra-Islam dan ketika Islam muncul sebagai
representasi dari nilai al-Qur’an atau membumikan al-Qur’an (meminjam istilah
Quraish Shihab). Kedudukan al-Qur’an dalam konteks dakwah adalah sebagai
pandangan hidup (world view). Ajaran-ajaran al-Qur’an yang bersifat global
senantiasa mendapatkan interpretasi dari manusia guna memenuhi kebutuhan
manusia yang semakin kompleks. Tulisan dan kajian terhadap al-Qur’an banyak
17 Ibid, h.18. 18 Muhamad Hizbullah, Moderasi Dakwah Islam Dalam,
https://psikologi.radenfatah.ac.id/berita/detail/moderasi-dakwah-islam, Diakses 23 Agustus 2018,
AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 66
dilakukan oleh para pemikir atau ilmuwan, baik yang berhubungan langsung dengan
ayat-ayat al-Qur’an atau hanya mengutip beberapa ayat al-Qur’an.19
Kebesaran dan keagungan al-Qur’an dapat dirasakan manfaatnya
manakala umat Islam mau mengambil esensi yang terdapat di dalam al- Qur’an.
Ada empat (4) esensi utama yang terdapat di dalam al-Qur’an, yakni maw’izhah
(nasehat), syifa (obat penawar), huda (petunjuk), rahmah (kasih sayang).20
Dengan demikian, sejarah dakwah dalam al-Qur’an memiliki makna yaitu:
pertama, sebagai upaya menyampaikan risalah nabi, dari Nabi Adam as hingga Nabi
Muhammad SAW kepada manusia, kedua dakwah sebagai implementasi konsep-
konsep kemanusiaan, ekonomi, politik, pemerintahan, hak asasi, perbedaan, dan
kesejahteraan yang ada di dalam al-Qur’an, ketiga dakwah sebagaimana mekanisme
interpretasi-epistemologis teks-teks al-Qur’an sebagai sumber dari ilmu
pengetahuan.
Era Diqital
Kata digital berasal dari kata digitus, dalam bahasa Yunani berarti jari jemari.
Jari jemari orang dewasa berjumlah sepuluh. Nilai sepuluh tersebut terdiri dari
dua radix, yaitu 1 dan 0, oleh karena itu digital merupakan penggambaran dari
suatu keadaan bilangan yang terdiri dari angka 0 dan 1 atau off dan on (bilangan
biner). Semua sistem komputer menggunakan sistem digital sebagai basis datanya
yang dapat disebut juga dengan istilah Bit (Binary Digit)21
Dengan demikian, era digital dapat disimpulkan sebagai era komputerisasi
di mana seluruh kegiatan manusia dapat disosialisasikan dengan medium
teknologi komputer (multilayar) dengan beragam representasi, bentuk, numerik,
dan model-model narasi yang variatif.
Pada periode postmodern seperti sekarang ini, manusia hidup di era yang oleh
Jalaluddin Rakhmat disebut sebagai era “kebanjiran informasi”. Paradigma
kehidupan masyarakat bergeser dengan cukup drastis. Dahulu, interaksi secara
langsung kepada individu atau kelompok guna memenuhi kebutuhan hidup
19 Wahyu Budianto, Dakwah di Era digital, Komunika Vol. 11 No.2, (2017), h.12. 20 A. Basit. Wacana Dakwah Kontemporer, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), h.35. 21 Meilani. Berbudaya Melalui Media Digital. Jurnal Humaniora, Vol. 5 No 2. ( 2014), h.7.
AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 67
berlangsung dengan cara konvensional (tatap muka), akan tetapi, pola tersebut
sekarang mulai digeser oleh budaya digital. Yasraf Amir Piliang menyebutnya
sebagai “Kota Digital” atau “Cyberspace City”.
Istilah yang dipopulerkan oleh Yasraf itu merebak dikalangan perkotaan,
sekalipun di daerah pedesaan pengaruhnya juga mulai terasa dan berdampak
cukup masif. Perkambangan abad informasi, digital, dan cyberspace dewasa ini
telah mengubah potret kota. Kota arsitektur kini telah berubah menjadi kota digital
(digital city) atau kota informasi (information city), yang di dalamnya relasi dan
komunikasi antar manusia tidak lagi berlangsung secara alamiah, tetapi termediasi
oleh teknologi digital.22
Novelis William Gibson, sebagaimana diungkapkan oleh Barker mengatakan
bahwa konsep cyberspace menerangkan adanya tempat “yang tidak ada di mana pun”,
di mana e-mail berlalu lalang, transfer uang elektronik berlangsung, pesan-pesan
digital bergerak dan situs-situs word-wide web diakses. Suatu “tempat tanpa
ruang” secara konseptual, di mana kata-kata, hubungan antar manusia, data, status
kekayaan dan kekuasaan dimunculkan oleh orang yang menggunakan teknologi
komunikasi dengan perantara computer.23
Dalam kajian tradisi kritis, kemampuan masyarakat dalam menggunakan
teknologi digital harus diimbangi dengan kesadaran berbahasa. Bahasa menjadi
medium penghubung antara komunikator dengan komunikan, sedangkan media
massa diposisikan sebagai alat transmisi pesan.
Jurgen Habermas berargumen bahwa kemampuan kita dalam berkomunikasi
memiliki inti yang universal struktur dasar dan aturan fundamental yang dikuasai
seluruh subjek dalam berbicara dengan suatu bahasa. Dalam menyampaikan pesan,
kita menceritakan diri kita kepada dunia, kepada subjek lain, tentang maksud,
perasaan, dan hasrat-hasrat. Pada masing-masing dimensi tersebut, individu
mengklaim, meski biasanya tidak secara implisit, validitas apa yang dikatakan dan
dimaksudkan atas kebenaran dari apa yang dikatakan menyangkut dunia objektif
22 Y. A. Piliang, Dunia yang Dilipat Tamasya Melampaui Batas-batas Kebudayaan,
(Yogyakarta: Jalasutra, 2004), h.47. 23 Ibid.
AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 68
atau klaim tentang ketepatan, kesesuaian atau legitimasi wicara tentang nilai dan
norma kehidupan.24
Jenis media yang cenderung disukai adalah media yang mendukung
efektivitas dan efisiensi. Jika ditelaah mengapa seseorang jarang menonton televisi
dan lebih banyak menghabiskan waktu memainkan gadgetnya, jawabannya adalah
karena lebih fleksibel dari sisi waktu dan tempat.
Dengan adanya media komunikasi, maka komunikasi dapat dilakukan
secara efektif. Itulah sebabnya kenapa media komunikasi memiliki fungsi yang
efektif dalam proses komunikasi. Dalam melakukan sesuatu diperlukan efisiensi
agar berjalan dengan efisien dan lancar, sehingga aktivitas dapat dijalankan tanpa
memakan banyak waktu. Sama halnya dengan proses komunikasi yang juga
membutuhkan efisiensi waktu agar proses komunikasi dapat berjalan cepat. Maka,
media komunikasi inilah yang berperan besar dalam proses komunikasi untuk
mempersingkat waktu dan membuat se-efisien mungkin. Dengan kata lain, fungsi
kedua dari media komunikasi adalah sebagai sarana dalam mempercepat isi pesan
atau informasi sampai kepada komunikan si penerima pesan atau informasi.
Kemajuan teknologi dan budaya instan yang ditawarkan oleh arus
modernisasi secara umum membuat masyarakat Indonesia berorientasi pada hasil
dan konsumsi. Tak terkecuali masyarakat bawah, mereka lebih berorientasi pada
bagaimana caranya dalam waktu singkat bisa memperoleh hasil sebanyak-
banyaknya dengan usaha sekecil-kecilnya. Dengan pandangan hidup yang
demikian, maka tidaklah mengherankan apabila dalam upaya memperoleh
kemewahan dan kenikmatan yang ditawarkan oleh teknologi dan modernisasi,
banyak yang menghalalkan segala cara, misalnya menipu, mencopet, merampok,
membunuh, dan sebagainya.25
Dengan berbagai dampak negatifnya dewasa ini, tampaknya umat
manusia, khususnya kaum muslimin terpanggil untuk melakukan dakwah, yaitu
mengajak atau menyeru untuk melakukan kebajikan dan mencegah kemungkaran,
mengubah umat dari satu situasi kepada situasi yang lain yang lebih baik dalam segala
24 J. Habermas, Rasio dan Rasionalisasi Masyarakat. (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2007) 25 Wahyu Budianto, Dakwa di Era digital, Komunika Vol. 11 No.2, 2017
AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 69
bidang, merealisasikan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari bagi pribadi,
keluarga, kelompok atau massa serta bagi kehidupan masyarakat sebagai
keseluruhan tata hidup bersama dalam rangka pembangunan bangsa dan umat
manusia.26
Moderasi Dakwah di Era Digital Dalam Upaya Membangun Peradaban Baru
Penyebutan bahasan dakwah dan peradaban, romantisme memori umat Islam
akan menyasar kepada proses dakwah yang dilakukan oleh para Nabi dan
Rasulullah SAW. Tidak sedikit narasi yang terjadi ketika itu adalah benturan
kepentingan, baik itu politik, agama, ideologi, dan ekonomi yang berakibat
hilangnya nyawa banyak syuhada akibat peperangan.
Sebagai contoh adalah dakwah yang dilakukan oleh nabi Nuh as. yang
diabadikan dalam al-Qur’an surah al-A’raaf: 59-62. Dakwah nabi Nuh dalam al-
Qur’an diungkap dalam satu surat lengkap, yaitu surat Nuh. Dalam surat tersebut
dikisahkan tentang sebagian dari metode dakwah, prioritas dakwah, dan kesabaran
beliau berkhidmat untuk kaumnya dalam waktu yang lama. Prioritas dakwah beliau
difokuskan untuk membenahi permasalahan akidah, mengajak umatnya
bertaqwa kepada Allah, dan setia kepada dirinya. Berbagai metode beliau pakai.
Kadang-kadang dengan cara mengingatkan tentang bahaya pembangkangan, kadang-
kadang menyampaikan berita kepada orang yang taat. Pada saat tertentu beliau
bersikap keras, saat yang lain bersikap lemah lembut27
Kisah nabi Nuh as. di atas memberikan pesan kepada seluruh umat
manusia bahwa dakwah harus mengutamakan aspek atau metode humanis. Dakwah
tidak bisa dilakukan secara reaktif dan agresif, sebab dakwah adalah representasi
dari akumulasi sejarah peradaban Islam yang kental dengan nuansa kebaikan dan
hikmah.
Semangat dari nabi Nuh as tersebut harus dikontekstualisasikan dalam era
digital seperti sekarang ini. Dakwah yang dilakukan dengan memanfaatkan
26 M. Rajab. Dakwah dan Tantangannya dalam Media Teknologi Komunikasi. Jurnal
Dakwah Tabligh, Vol. 15 No. 1, (2014), h.8-9. 27 Ilaihi, W., & Hefni, H, Pengantar Sejarah Dakwah, ( Jakarta: Prenada Media, 2015),
h.20.
AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 70
teknologi informasi harus memunculkan sebuah gerakan, pemikiran, dan temuan-
temuan baru dalam bidang dakwah guna kemaslahatan umat manusia. Dakwah
Islam pada era digital idealnya mampu menerjemahkan isu-isu aktual yang sedang
terjadi dengan memasukkan nilai-nilai dan paham Islam yang inklusif, seperti isu
pendidikan, gender, ekonomi, dan multikulturalisme. Dakwah Islam tidak boleh
“hanya” bersifat tekstual, akan tetapi harus selalu dinamis dan berkembang sesuai
dengan perkembangan peradaban umat.
Senada apa yang disampaikan oleh Ulil Abshar Abdalla bahwa salah satu
masalah yang menghantui umat Islam sepanjang sejarahnya adalah: bagaimana
bisa hidup sesuai dengan tuntutan teks agama di satu pihak, tetapi, di pihak lain juga
menempatkan diri secara kongruen dengan perkembangan-perkembangan
kemanusiaan. Bagaimana di satu pihak, bisa terus menyesuaikan diri dengan
perubahan, akan tetapi, di pihak lain, tetap menjadi muslim yang baik. Ulil
kemudian merumuskan masalah itu dengan bahasa yang sedikit “gaul” yaitu
bagaimana menjadi otentik, sekaligus menjadi modern28
Dialektika dakwah Islam dengan perkembangan teknologi digital justru
menjadi peluang emas agar bisa bersaing “melawan” hegemoni Barat yang sudah
merasuk keberbagai pemikiran dan ideologi umat manusia. Islam harus menunjukkan
“wajah sejuk”, karena selama ini yang tampil di media adalah Islam yang
diposisikan sebagai gerakan terorisme, sehingga muncul kredo “Islam is a
terorist”.
Secara teologis, Islam tidak menjadi hambatan untuk menjadikan umatnya
maju dan berkembang. Bahkan Islam sangat mendorong umatnya untuk menjadi
umat yang terbaik di muka bumi (Q.S. ali-‘Imran: 110).29Atas dasar semangat teologis
tersebut, maka perlu adanya bekal pengetahuan dan praktik penguasaan teknologi
bagi para da’i. Paradigma da’i yang “hanya” pandai berbicara soal agama namun
alpa dengan perkembangan teknologi harus diubah. Pemerintah dalam hal ini
Kementerian Agama juga perlu memberikan fasilitas yang memadai bagi
terselenggarakannya technological education bagi para da’i, agar dakwah Islam yang
28 Wahyu Budianto, Dakwa di Era digital, Komunika Vol. 11 No.2, (2017), h.4-5. 29 Ibid.
AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 71
disyi’arkan lebih berwarna dan modern.
Arnold Toynbee, yang dikutip oleh Basit, mengatakan: “saya yakin bahwa
gaya suatu peradaban adalah perwujudan dari agamanya. Saya amat setuju bahwa
agama telah menjadi sumber vitalitas yang telah menyebabkan kehadiran
peradaban di dunia dan telah mempertahankan kehadirannya. Bahkan lebih dari
itu, agama merupakan daya ikat spiritual yang telah menyatukan masyarakat yang
beradab”.30
Sebagai sebuah pendekatan, dakwah digital memberikan kekuatan secara
struktur maupun kultur. Penguatan secara struktur dimaksudkan kepada dakwah
digital yang melembaga. Lembaga tersebut bisa bersifat formal ataupun non-
formal, baik itu yang diinisiasi oleh swasta maupun pemerintah. Sehingga,
semangat Islam bisa dinikmati secara kolektif sebagai sebuah upaya dakwah
struktural.
1. Mengemas Pesan Dakwah di Era Digital
Pesan adalah seperangkat lambang bermakna yang disampaikan oleh
komunikator.31 Pesan adalah apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada
penerima yang merupakan seperangkat simbol verbal atau non verbal dan mewakili
perasaan, nilai, gagasan atau maksud sumber tadi.32 Pesan dalam komunikasi
bermedia menjadi faktor penting untuk mencapai tujuan komunikasi. Pesan
dakwah harus dikemas semenarik mungkin agar memiliki daya tarik sehingga dapat
diterima dengan baik oleh mad’u terutama masyarakat secara umum.
Pesan mempunyai tiga komponen, yaitu makna, simbol yang digunakan
untuk menyampaikan makna, dan bentuk atau organisasi pesan. Simbol terpenting
adalah kata-kata (bahasa), yang dapat mempresentasikan obyek (benda), gagasan,
dan perasaan, baik ucapan (percakapan, wawancara, diskusi, ceramah, dan
sebagainya). Pesan juga dapat dirumuskan secara nonverbal, seperti melalui
tindakan atau isyarat anggota tubuh (acungan jempol, anggukan kepala, senyuman,
30 Ibid. 31 Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: Citra Aditya
Bakti, 2003), h. 5. 32 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2005), h. 20
AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 72
tatap muka, dan sebagainya), juga melalui musik, lukisan, tarian, film, dan
sebagainya. Penyampaian pesan dapat pula melalui lisan, tatap muka, langsung
atau menggunakan media/saluran.33
Selain komponen, pesan juga memiliki sifat khusus, yaitu bersifat informatif,
persuasif, dan koersif. Pesan bersifat informatif karena hanya memberikan
informasi. Dalam situasi tertentu, pesan informatif lebih berhasil dari pada pesan
persuasif. Pesan persuasif berisi bujukan yang membangkitkan pengertian dan
kesadaran seseorang. Sedangkan pesan koersif bersifat memaksa. Bentuk yang
terkenal dari penyampaian pesan koersif adalah agitasi, yakni dengan penekanan-
penekanan yang menimbulkan penekanan batin dan ketakutan di antara sesama
kalangan publik. Pesan koersif dapat berbentuk perintah, intruksi dan sebagainya.
Beberapa konsep pesan di atas dapat menjadi acuan dalam mengemas pesan
dakwah. Jika dikombinasikan, maka mengemasnya dapat dilakukan dengan
berbagai cara, antara lain sebagaimana yang dikemukakan Wilson yaitu dengan
memerhatikan dimensi-dimensi abstraksi pesan, kesesuaian pendengar, jenis-jenis
perancangan strategi pesan untuk mencapai tujuan tertentu atau mengoordinasikan
berbagai macam tujuan, jenis-jenis tema isi pesan, pemilihan kata-kata yang
khusus, dan lain-lain.34
Maka, agar pesan dapat diterima dengan baik oleh komunikan (penerima
pesan), maka pesan komunikasi yang terdiri dari isi pesan dan lambang harus
diproduksi dengan sangat hati-hati. Dalam konteks ini, tampak bahwa
Penceramah Abdul Somad, Yusuf Mansur, Gus Baha’ menaati betul ajaran
retorika Aristotelian. Menurut Aristoteles, hubungan pembicara dengan
khalayak sangat penting, dan karena itu khalayak haruslah menjadi
pertimbangan utama jika pembicaraan ingin berhasil. Oleh karena itu,
humornya selalu berhasil karena selalu dekat dengan khalayak. Dengan cara
demikian, ia mampu membangun kedekatan yang lebih kuat dengan khalayak.
2. Digitalisasi Moderasi Dakwah Melalui Website
33 Widjaja, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, (Jakarta: Rineka Cipta,2000), h. 14. 34 Bangun Wilson, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Erlangga, 2012), h. 56.
AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 73
Seperti halnya yang telah dilakukan oleh M. Quraish Shihab terkait dengan
moderasi dakwah dengan tampilan M. Quraish Shihab Official Website memiliki
variasi yang menarik dalam mentransformasikan wawasan keagaamaan. Jika
melihat pada tampilan awal website tersebut, maka yang terlihat adalah 5 menu
utama pada bagian atas website, yaitu menu Home, Blog, Work, Books, dan
Contact. Pada menu Blog, terbagi menjadi 6 bagian, yaitu article, audio, e-poster,
events, quote, dan video. Sedangkan pada menu Books, terbagi menjadi dua bagian,
yaitu print books dan e-books. Pada menu utama contact di dalamnya terdapat
penjelasan mengenai website tersebut yang membuka layanan bagi siapa saja yang
ingin bertanya seputar keislaman, dan pertanyaan yang telah dijawab diarsipkan
dalam Alifmaqz.com. tidak hanya itu, pada menu contact juga menyediakan buku
karya M. Quraish Shihab.
Tampilan yang disajikan M. Quraish Shihab Official Website tersistemasi
dalam menyajikan berbagai wawasan keagamaan, hal tersebut dapat dilihat dengan
adanya menu categories. Dalam menu categories tersebut, terdapat 41 sub tema
kajian. Tampilan menarik lainnya, dalam website tersebut juga menampilkan
kalender serta terdapat menu recommended.35
3. Memaksimalkan Video Dakwah di Era Digital
Media sosial menawarkan multimedia berupa gambar, video, maupun desain
yang disebarluaskan kepengguna lainnya dan salah satu contohnya adalah youtube.
Youtube adalah penyedia layanan video terbesar saat ini dan merupakan media
untuk upload secara gratis. Para pengguna dapat memuat, menonton, dan berbagi
klip video secara gratis. Youtube juga sangat cocok bagi yang ingin mencari
informasi tanpa harus membaca artikel. Manfaat lain dari penggunaan youtube
adalah bahwa isinya dapat disiarkan kepada jutaan pemirsa. Youtube tersedia di
hampir setiap negara di dunia dan di setiap komputer yang memiliki akses internet,
serta dikunjungi setiap hari oleh jutaan orang.
Youtube merupakan tempat files haring bagi semua membernya di mana
seseorang bisa mencari atau upload video rekamannya untuk dapat di saksikan oleh
35 Mutaqin Alzamzami, Konsep Moderasi Dakwah dalam M. Quraish Shihab Official
Website, Jurnal Bimas Islam Vol. 12 No. 1 (2019), h.8.
AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 74
orang lain. Dalam konteks dakwah, kebutuhan publik akan video durasi pendek
dalam rangka menjawab kebutuhannya sangat tinggi. Beberapa fakta menunjukkan
banyaknya media mania yang menonton youtube. Seperti halnya Penduduk
Indonesia berusia 16 hingga 64 tahun berselancar di internet (pada semua
perangkat) dalam sehari rata-rata mencapai 7 jam 59 menit. Adapun pengguna
internet Indonesia mencapai 175,3 juta atau 64% dari total penduduk Indonesia.
Mayoritas pengguna tersebut menggunakan ponsel, yaitu sebanyak 171 juta atau
98% dari pengguna internet Indonesia.
Media sosial menempati urutan kedua dengan rata-rata penduduk Indonesia
menghabiskan waktu sebanyak 3 jam 26 menit. Youtube dan Whatsapp menjadi
media sosial terpopuler dengan persentase masing-masing sebesar 88% dan 84%.
Sementara media lainnya selama 3 jam 4 menit untuk menonton televisi, 1 jam 30
menit untuk streaming music, dan 1 jam 23 menit untuk menggunakan
konsol game.36
Data di atas menunjukkan bahwa 88 persen orang Indonesia mengakses
youtube, tidak mengherankan jika Abdul Somad kemudian menggunakan media
sosial seperti youtube untuk membangun popularitasnya sebelum kemudian
menjadi terkenal di media massa konvensional dan kehidupan sosial.
Perubahan era menjadi era digital dimanfaatkan oleh Abdul Somad, Yusuf
Mansur dan Gus Baha’ baru-baru ini yang mewakili kelompok penceramah
dengan menggunakan media sosial (youtube) dalam menyampaikan
ceramahnya. Ia tampaknya memahami dengan baik kecenderungan orang dalam
mengonsumsi media saat ini yang lebih banyak menggunakan internet.
Melihat fenomena di atas popularitas para pendakwah muda di Indonesia
tidak bisa dilepaskan dari konteks sosial yang lebih luas. Konteks yang
dimaksud adalah pandangan masyarakat kelas menengah terhadap nilai-nilai
Islam. Ahli sosiologi Ariel Heryanto, dalam buku Identitas dan Kenikmatan:
Politik Budaya Layar di Indonesia, melihat adanya ketertarikan masyarakat
36 Dwi Hadya Jayan, Orang Indonesia Habiskan Hampir 8 Jam untuk Berinternet, Diakses
dalam https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/02/26/indonesia-habiskan-hampir-8-jam-
untuk-berinternet.
AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 75
kelas menengah terhadap apa pun yang berhubungan dengan Islam. Oleh karena
itu simbol-simbol yang memperkuat identitas Islam mereka dianggap penting.
Di dalam M. Quraish Shihab Official Website, juga memberikan edukasi
melalui video yang tersalurkan melalui channel youtube. Di website tersebut
telah menampilkan 11 laman, dan setiap laman menampung maksimal 10 video,
sehingga sekarang ini jumlah video yang telah masuk dalam website tersebut
mencapai 109 video, dan setiap video berdurasi di antara 4 sampai 15 menit. Dapat
dikatakan metode dakwah via video youtube cukup efisien, mengingat hampir
setiap pengguna android mengakses youtube, sehingga konten keagamaan dalam
kajian dakwah tersebut tidak hanya sebatas diterima oleh jama’ah yang hadir dalam
pengajian, namun ajaran yang disampaikan da’i juga mampu diterima pengguna
youtube di manapun ia tinggal, selama ia menonton channel dakwah tersebut.37
4. Moderasi Dakwah Dalam Bentuk Artikel
Arikel yang telah dimuat dalam website Muhammad Quraish Shihab
Official Website sebanyak 5 laman yang terdiri dari 44 artikel. Terdapat satu artikel
yang membahas mengenai dakwah dengan judul Dakwah yang Bijak. M. Quraish
Shihab memulai tulisannya dengan terlebih dahulu menekankan pada sebuah arti
dakwah, menurutnya dakwah adalah ajakan kepada kebaikan dengan cara yang
terbaik.
Seorang da’i menurut M. Quraish Shihab tidak hanya pandai dalam
menyampaikan hal-hal yang benar dengan dibungkus dalam susunan kalimat yang
baik, melainkan juga harus mempertimbangkan waktu yang tepat, hal tersebut dapat
dilihat pada Q.S. al-Ahzāb: 70, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar”
Kata sadīdā pada ayat di atas mensifatkan informasi yang baik, kata tersebut
juga mengandung makna meruntuhkan kemudian memperbaikinya. Contohnya
apabila kita mengkritik semestinya disampaikan dengan lemah lembut dan disertai
dengan usul perbaikan yang membangun dan kata sadīdā juga berarti tepat.
Sehingga, dalam berdakwah seorang ucapan yang lemah lembut, agar tidak
37 Mutaqin Alzamzami, Konsep Moderasi.....,h.7.
AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 76
menyinggung perasaan orang lain dan menimbulkan amarah. Perkataan lemah
lembut tersebut juga terdapat dalam Q.S. Taha: 44, “Maka berbicaralah kamu
berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat
atau takut.”
Dalam website M. Quraish Shihab Official Website menyediakan 41
kategori, satu di antaranya khusus membahas perdamaian. Di dalam kategori
perdamaian tersebut terdapat 2 laman yang terdiri dari 5 judul artikel. Pertama,
“Pertemuan Grand Syaikh al-Azhar dan Majelis Hukama’ al-Muslimin di Jakarta”,
Kedua dan Ketiga, “Timur dan Barat di Era Globalisasi I dan bagian II”, Keempat,
“Terjemahan Naskah Janji Rasulullah Muhammad Saw. dengan Penganut Agama
Kristen, Kelima, “selamat Natal”.38
5. Moderasi Dakwah Dalam Keluarga
Keluarga merupakan komponen penting dalam sebuah tatanan masyarakat.
Kebaikan sebuah masyarakat ditentukan oleh kebaikan keluarga yang menjadi
bagian dari masyarakat tersebut. Dalam Islam, proses perbaikan setelah diawali dari
perbaikan diri adalah perbaikan keluarga sebelum perbaikan masyarakat secara
luas. Sebagaimana sejarah dakwah kenabian Muhammad Saw pun diawali dengan
seruan kepadanya untuk terlebih dahulu mendakwahi keluarga dekatnya, sebelum
mendakwahi umatnya secara umum dan luas. Dalam Firman Allah SWT
disebutkan: Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu (Muhammad) yang
terdekat. (Q.S. al-Syu`arâ’ : 214)
Ayat yang memerintahkan untuk mendakwahi kaum kerabat terlebih
dahulu diturunkan, dikarenakan kaum kerabat merupakan contoh bagi yang lain,
dan dikarenakan dalam Islam tidak dikenal sosok perantara antara Tuhan dengan
hamba-Nya, dan nabi Muhammad Saw bukanlah jaminan keselamatan bagi
keluarga dekatnya.
Betapa pentingnya kedudukan keluarga dalam Islam, al-Qur’an dalam
banyak ayatnya secara khusus berbicara seputar hukum keluarga. Sebagaimana al-
38 Ibid.
AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 77
Qur’an secara umum memiliki karakter moderat, demikian pula nilai-nilai moderat
terlihat sangat jelas dalam kandungan ayat-ayat seputar hukum keluarga.
Begitu juga ketika memandang Perempuan, Islam merupakan agama yang
sangat memuliakan kaum wanita. Dalam perspektif al-Qur’an kita dapatkan
sejumlah ayat dimana kaum wanita diberikan hak yang sama dengan kaum lelaki,
Sebagaimana yang tertulis dalam al-Qur’an Surah al-Nisâ’: Dan barang siapa
mengerjakan amal kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan sedang dia
beriman, maka mereka itu akan masuk ke dalam surga dan mereka tidak dizalimi
sedikitpun (Q.S. al-Nisâ’ : 124).39
Masih dalam perspektif al-Qur’an, terdapat satu surat dalam Al-Qur’an yang
dinamakan dengan surat al-Nisâ’a yang berarti: wanita. Kenapa surat ini dinamakan
dengan surat al-Nisâ’a, dikarenakan jumlah ayat dalam surat ini yang berkaitan
dengan kaum wanita sangat mendominasi dan lebih banyak dari pembahasan
lainnya. sehingga surat inipun sering dinamakan dengan Sûrah al-Nisâ’ al-Kubrâ,
untuk membedakannya dengan surat lain yang juga ayat-ayatnya membahas seputar
wanita, yakni surat al-Thalâq, yang dinamakan dengan Sûrah al-Nisâ’ al-Shughrâ.
Pembahasan seputar wanita dalam Al-Qur’an khususnya dalam surat al-
Nisâ’, kalau dikaji, semuanya bermuara pada pemuliaan dan penghormatan kaum
wanita, sebagai sebuah komponen dalam masyarakat yang tidak mungkin
dimarjinalkan. Dan salah satu tema yang dibahas dalam surat al-Nisâ’ adalah
seputar pembagian harta waris.
Dikisahkan bahwasannya kaum wanita pra Islam sangat termarjinalkan,
dalam konteks pembagian harta waris, mereka bukan saja tidak termasuk ke dalam
kelompok yang mendapatkan bagian dari harta waris, bahkan yang lebih
mencengangkan lagi mereka menjadi bagian dari harta waris yang diwarisi.
Kisah yang melatarbelakangi turunnya ayat seputar pembagian harta waris
dalam Al-Qur’an dapat memberikan gambaran yang lebih jelas kepada kita, betapa
wanita pra Islam merupakan kelompok masyarakat yang diperlakukan secara
diskriminatif, dan Islam datang untuk memberikan rasa keadilan kepada mereka.
39 Ibid.
AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 78
Dari Jabir, ia berkata: isteri Sa`ad bin al-Rabi` datang menemui rasulullah
saw, ia berkata: wahai rasulullah saw, bersamaku kedua puteri Sa`ad bin al-Rabi`,
bapak keduanyawafatbersamamu dalam perang uhud sebagai sahid, dan
sesungguhnya paman dari keduanya mengambil harta milik keduanya, dan tidak
menyisakan sedikitpun untuk keduanya, dan tidaklah keduanya dinikahi kecuali
bersama keduanya harta, maka rasulullah saw pun berkata: Allah swt akan
menghukumi seputar itu, kemudian turunlah ayat tentang pembagian harta
waris).40
Perbedaan dalam hal pembagian harta waris dalam Islam, dimana lelaki
dalam banyak kesempatan memperoleh bagian lebih dari bagian kaum wanita,
sesungguhnya perbedaan ini tidak berkaitan dengan masalah kedudukan, dimana
kaum lelaki diposisikan lebih mulia dibandingkan dengan kaum wanita, melainkan
dikarenakan dalam Islam kaum lelaki memiliki kewajiban lebih dari sisi materi
dibandingkan dengan kaum wanita, sebagai contoh:
Islam mengharuskan para suami untuk memberikan nafkah kepada istri dan
segenap anggota keluarganya, dan pada saat yang bersamaan Islam tidak
membebani isteri dengan beban materi apapun untuk orang lain selainnya. (Laki-
laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (isteri), karena Allah telah Melebihkan
sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena
mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya) (Q.S. al-Nisâ’ : 34)
Kondisi diatas, secara matematis, sejatinya kaum wanita dalam kondisi
ekonomi yang lebih baik dan diuntungkan daripada kaum lelaki, ketika mereka
mengambil setengah dari jatah kaum lelaki. Dikarenakan apa yang diambil oleh
kaum lelaki, terdapat hak yang harus diperuntukkan untuk isterinya, anggota
keluarganya, kedua orang tuanya apabila tidak ada sumber mata pencaharian yang
dimiliki oleh keduanya, bahkan saudara perempuannya ketika ia tidak berkeluarga.
Atas dasar itulah, tidak benar kalau dikatakan bahwasannya terdapat praktek
diskriminasi dalam Islam ketika kaum wanita hanya memperoleh setengah dari
bagian kaum lelaki, sebaliknya hukum pembagian waris dalam Islam sejatinya lebih
40 Jalaluddin al-Suyuthi, Lubâb al-Nuqûl Fî Asbâb al-Nuzûl, (Cairo: al-Maktabah al-
Taufîqiyyah, t.t), h. 84.
AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 79
menguntungkan kaum wanita dibandingkan dengan kaum lelaki, ketika hukum
Islam itu dipahami secara komprehensif dan tidak parsial.
Allah SWT dalam redaksi ayat tersebut “Hazhzhi al-Untsayain” lebih
memilih standar ukurannya adalah bagian anak perempuan, dan tidak menjadikan
bagian lelaki sebagai standar ukurannya, sehingga redaksinya tidak berbunyi
“Hazhzhi al-Dzakari”, dikarenakan dengan redaksi ayat tersebut, Allah SWT
hendak menepis anggapan bahwasannya terjadi praktek diskriminasi dalam
pembagian harta waris. Sebagaimana dengan redaksi tersebut juga, Allah SWT
hendak menginformasikan bahwasannya tidak selalu bagian kaum wanita pada
akhirnya lebih sedikit dari bagian kaum lelaki.41
Kaum lelaki diharuskan untuk menafkahi isterinya, kaum wanita yang sudah
bersuami diharuskan atas suaminya untuk menafkahinya, sehingga bagian setengah
yang diperuntukkan bagi wanita yang tidak bersuami adalah cukup baginya. Dan
apabila wanita tersebut bersuami, bagian setengah yang diperuntukkan untuknya
tetap menjadi miliknya dan menjadi haknya yang tidak bisa diganggu gugat, dan
akan ada seorang suami yang akan mencukupi kebutuhannya. Dari sekilas
gambaran tersebut, mana yang lebih banyak bagiannya, kaum lelaki atau kaum
wanita? Tentunya kaum wanita. Atas dasar itulah pada redaksi ayat diatas, Allah
SWT jadikan bagian kaum wanita sebagai standar ukuran.
Fenomena di atas jauh untuk dikatakan bahwasannya al-Qur’an telah
melakukan praktek diskriminasi terhadap kaum wanita, bahkan sebaliknya, al-
Qur’an telah memanjakan kaum wanita. Kenapa Allah SWT memanjakan kaum
wanita? Dikarenakan kaum wanita adalah sosok yang dimuliakan dan layak untuk
dijaga kemaslahatannya, disaat wanita tersebut tidak bersuami, ada yang bisa ia
gunakan untuk menafkahi dirinya, dan di saat dia bersuami, maka ini merupakan
karunia dari Allah SWT.42
Lebih dari pada itu, dalam Islam masih banyak kewajiban yang bersifat materi
lainnya atas kaum lelaki diluar menafkahi isteri, seperti: Kewajiban membayar
mahar yang hanya dibebankan kepada kaum lelaki dan kewajiban memberikan
41 Mutaqin Alzamzami, Konsep Moderasi....,h.8. 42 Ibid.
AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 80
kebutuhan pangan bahkan sandang kepada wanita yang telah diceraikannya
sekalipun, ketika wanita tersebut dalam posisi sedang menyusui anak kandungnya
Mencermati hukum pembagian harta waris dalam Islam, yang terkesan kaum
lelaki lebih diuntungkan daripada kaum wanita, apabila dikaitkan dengan hukum-
hukum lainnya, kesan seperti ini sepertinya “jauh panggang dari api”, mungkin
pribahasa seperti ini yang pantas untuk menjawab kesan tersebut.
AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 81
Kesimpulan
Perkembangan teknologi pada saat ini membawa arus kesegala bidang tidak
terkecuali dalam perkembangan dakwah yang berdampak pada perubahan
masyarakat. Perubahan masyarakat yang fenomenal tersebut, seharusnya diimbangi
dengan adanya perubahan cara berdakwah yang dilakukan oleh para pendakwah.
Dakwah tidak boleh jalan di tempat dan menggunakan cara-cara yang konvensional
saja (ceramah). Dakwah harus dinamis, progresif, dan penuh inovasi. Para
pendakwah perlu menciptakan kreasi-kreasi baru yang lebih membumi dan dapat
membawa kemaslahatan umat. Dakwah perlu dikemas lebih manusiawi, dialogis,
memenuhi kebutuhan dan kemampuan masyarakat. Moderasi dakwah merupakan
keharusan di era digital ini, sebagai upaya dalam menyongsong peradaban baru.
Sebagai sebuah pendekatan yang dapat dilakukan diantaranya, Pertama,
Mengemas Pesan Dakwah di Era Digital. Kedua, Digitalisasi dakwah melalui
website. Ketiga, memaksimalkan video dakwah di era digital. Keempat, Moderasi
dakwah dalam bentuk arikel, dan Kelima, Moderasi dakwah dalam keluarga.
Penulisan ini jauh dari sempurna oleh karena itu diharapkan ada penelitian lebih
lanjut terkait moderasi dakwah di era digital ini yang lebih komprehensif dan
menyeluruh.
AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 82
Daftar Pustaka
Al-Suyuthi ,t.t. Jalaluddin, Lubâb al-Nuqûl Fî Asbâb al-Nuzûl, Cairo: al-Maktabah
al-Taufîqiyyah.
Alzamzami , Mutaqin. 2019. Konsep Moderasi Dakwah dalam M. Quraish
Shihab Official Website. Jurnal Bimas Islam Vol 12 No. 1.
Baihaqi, Yusuf. 2017. Moderasi Hukum Keluarga Dalam Perspektif Al-
Qur’an, Istinbath Vol. 16, No. 2.
Basit, A. 2006. Wacana Dakwah Kontemporer, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Basit, A. 2008. Dakwah Antar Individu Teori dan Aplikasi. Yogyakarta:
Grafindo Litera Media.
Basit, A. 2013. Dakwah Cerdas di Era Modern. Jurnal Komunikasi Islam.
Basit, A. 2013. Filsafat Dakwah. Jakarta: Raja Grafindo.
Budiarti, Indah, dkk. 2018. Statistik Gender Tematik: Profil Generasi
Milenial Indonesia, Jakarta: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak.
Deddy Mulyana. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Efendi, Uchjana, Onong. 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi.
Bandung: Citra Aditya Bakti.
Habermas, J. 2007. Rasio dan Rasionalisasi Masyarakat. Yogyakarta: Kreasi
Wacana.
https://akcdn.detik.net.id/community/media/visual/2019/05/16/ab5be58e-
0424-415c-a44b-5bd4cd3c570f.jpeg?a=1
https://psikologi.radenfatah.ac.id/berita/detail/moderasi-dakwah-islam,
https://www.cnbcindonesia.com/tech/20190516193440-37-73045/bukan-
instagram-orang-ri-paling-doyan-main-facebook,
https://www.gatra.com/detail/news/425153/teknologi/pengguna-facebook-
di-indonesia-terbesar-keempat-dunia,
Kamali, Hashim, Mohammad. 2015. The Middle Path of Moderation in
Islam, Oxford University Press
AL-INSAN Vol 1 No. 1, November 2020 83
Meilani. 2014. Berbudaya Melalui Media Digital., Jurnal Humaniora, Vol. 5 No. 2.
Pardianto. 2013. Meneguhkan Dakwah Melalui New Media. Jurnal:
Komunikasi Islam, Vol. 03 No. 01.
Piliang, Y. A. 2004. Dunia yang Dilipat Tamasya Melampaui Batas-batas
Kebudayaan. Yogyakarta: Jalasutra.
Rajab, M. 2014. Dakwah dan Tantangannya dalam Media Teknologi Komunikasi.
Jurnal Dakwah Tabligh. Vol. 15 No. 1.
Shihab, M. Q. 2006. Menabur Pesan Ilahi. Jakarta: Lentera Hati.
Sutrisno, Edy, 2019. Aktualiasi Moderasi Beragama di Lembaga
Pendidikan, Jurnal Bimas Islam, Vol.12 No. 2.
W, Ilaihi., & H, Hefni, H. 2015. Pengantar Sejarah Dakwah. Jakarta: Prenada
Media.
Widjaja. 2000. Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, Jakarta: Rineka Cipta.
Wilson Bangun. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta. Erlangga