modernisasi pendidikan islam perspektif fazlur rahman...
TRANSCRIPT
MODERNISASI PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF FAZLUR
RAHMAN
SKRIPSI
Diajukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan
Oleh:
FARHANI HANIFAH
NIM: 111-13-018
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2017
MOTTO
ل يغير ما بقىم حتى يغيروا ما بأنفسهم …إن للا
“Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum hingga mereka merubah
nasib mereka sendiri”(Ar-Ra‟du:11)
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada:
1. Untuk Bapak saya (Bp. Saryoto) yang selama ini selalu memotivasi saya
agar tetap semangat dalam segala hal dan berkat perjuangan beliaulah saya
bisa melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi.
2. Untuk Alm. Ibu saya (Ibu Mudrikah (almh), skrispsi ini saya
persembahkan untuk beliau. Semoga beliau senang serta bangga dengan
saya.
3. Untuk adik saya (Fata Hidayat) yang turut memberikan motivasi kepada
saya.
4. Selanjutnya skripsi ini saya persembahkan untuk kakek dan nenek saya
(Fajari dan Miharti), yang selalu memberikan arahan kepada saya agar
saya selalu lebih baik dan baik lagi. Dan beliau juga yang selalu ada disaat
saya suka maupun duka.
5. Untuk mas Arif Nugroho yang selalu menyemangati saya
6. Tidak lupa kepada keluarga saya yang berada di Dsn. Ngaglik, Ds.
Kalipucang, Kec. Grabag, Kab. Magelang yang tidak bisa saya sebut satu
per satu.
7. Untuk keluarga besar Sian Hostel (mbak Vivi, Kuni, Reni, Heni, Tesa,
Rani, Helmi, Anggun, Dian, dan Rumi) yang menyemangati saya dan
berjuang bersama untuk meraih gelar S.Pd.
8. Untuk keluarga besar SD Negeri Kalipucang yang juga ikut serta dalam
memotivasi saya.
9. Untuk keluarga besar mahasiswa jurusan PAI angkatan 2013 yang selalu
memberi motivasi.
TERIMA KASIH
KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum wr.wb
Alhamdulillahirobbil „alamin puji syukur penulis panjatkan kepada Allah
SWT berkat taufiq serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik dan lancar. Sholawat dan salam penulis haturkan untuk
Rasulullah Muhammad SAW, yang telah diutus oleh Allah untuk menyampaikan
syari‟at-Nya untuk kelangsungan hidup yang mendapat ridho dari Allah SWT.
Dengan penuh rasa syukur penulis panjatkan, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “MODERNISASI PENDIDIKAN ISLAM
PERSPEKTIF FAZLUR RAHMAN”. Skripsi ini disusun guna memenuhi syarat
untuk memperoleh gelar sarjana program studi Pendidikan Agama Islam (PAI) pada
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
Dalam menyusun skripsi ini penulis telah menerima bantuan dari berbagai
pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bpk. Dr. Rahmat Hariyadi, M, Pd., selaku Rektor Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga yang telah memberikan kesempatan untuk
melanjutkan pendidikan strata 1.
2. Bpk. Suwardi, M. Ag. Selaku Kepala Jurusan Fakultas Tarbiyah dan
Ilmu Keguruan (FTIK) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
3. Ibu Siti Rukhayati, M. Ag. Selaku Kepala Program Studi Pendidikan
Agama Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
4. Bpk. Achmad Maimun, M. Ag. Selaku dosen pembimbing yang telah
membimbing dan mengarahkan dalam penulisan skripsi.
5. Segenap dosen dan pengajar Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Salatiga yang telah memberikan ilmu pengetahuan sehingga penulis
mampu menyelesaikan skripsi ini.
6. Keluarga besar penulis yang selalu memotivasi serta mendo‟akan
sehingga skripsi dapat diselesaikan.
7. Teman-teman mahasiswa angkatan 2013 yang telah memberikan
semangat belajar.
ABSTRAK
Hanifah, Farhani 2017. Modernisasi Pendidikan Islam Perspektif Fazlur Rahman.
Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Jurusan Pendidikan
Agama Islam, Institut Agama Islam Negeri Salatiga, Pembimbing:
Achmad Maimun, M. Ag.
Kata Kunci: Modernisasi Pendidikan Islam dan Fazlur Rahman
Penelitian ini membahas tentang Modernisasi Pendidikan Islam Perspektif
Fazlur Rahman. Fokus penelitian yang akan dikasi adalah: 1. Bagaimana
modernisasi pendidikan Islam menurut Fazlur Rahman. 2. Bagaimana relevansi
modernisasi pendidikan islam Fazlur Rahman terhadap masa kini.
Penelitian ini menggunakan Library Research yaitu suatu penelitian
kepustakaan murni. Dengan demikian pengumpulan data dalam penelitian ini
adalah menggunakan metode dokumentasi yang mencari data mengenai hal-hal
atau variable-variabel yang berupa catatan seperti buku-buku, majalah, dokumen,
artikel, jurnal, perkataan-perkataan, notulen harian, catatan rapat dan lain
sebagainya.
Hasil penelitian bahwa ada beberapa gagasan yang dikemukakan oleh
Fazlur Rahman atas Modernisasi Pendidikan Islam yaitu: 1. Tujuan Pendidikan,
Rahman mengemukakan bahwa Tujuan pendidikan Islam harus diorientasikan
pada kehidupan dunia dan akhirat sekaligus bersumber pada Al-Qur‟an, beban
psikologi umat Islam dalam menghadapi Barat harus segera dihilangkan untuk
menghilangkan beban psikologis tersebut Rahman menganjurkan supaya
dilakukan kajian Islam yang menyeluruh secara historis dan sistematis mengenai
perkembangan disiplin-disiplin ilmu Islam seperti teologi, hukum, etika, Hadits,
ilmu-ilmu social, dan filsafat, dengan berpegang pada Al-Qur‟an sebagai penilai,
dan sikap negatif umat Islam terhadap ilmu pengetahuan juga harus diubah 2.
Sistem Pendidikan, menurut Rahman bahwasannya untuk menghilangkan
dikotomi dengan cara mengintegrasikan antara ilmu umum dan agama 3. Peserta
Didik, Rahman mengemukakan bahwa peserta didik harus diberikan pelajaran Al-
Qur‟an, dan peserta didik diberikan materi disiplin ilmu-ilmu Islam 4. Pendidik,
Rahman menawarkan beberapa gagasannya yaitu, merekrut peserta didik yang
memiliki bakat terbaik terhadap agama Islam, pendidik harus dilatih di pusat studi
keislaman di luar negeri, dan menggiatkan pendidik untuk menghasilkan karya-
karya keislaman secara kreatif 5. Sarana Pendidikan, Rahman mengusulkan setiap
perpustakaan di lembaga pendidikan dilengkapi dengan buku-buku berbahasa
Arab dan berbahasa Inggris. Menurut Fazlur Rahman, pada pokoknya seluruh
masalah “modernisasi” pendidikan Islam, yakni membuatnya mampu untuk
produktivitas intelektual Islam yang kreatif dalam semua bidang. Modernisasi
pendidikan Islam bukan pada perlengkapan dan peralatan-peralatan fisik
pengajaran seperti buku-buku, tetapi upaya modernisasi lebih pada membangun
intelektualisme Islam.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................................. iii
HALAMAN PERNYATAAN ............................................................................................ iv
HALAMAN MOTTO ......................................................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... vii
ABSTRAK .......................................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... x
BAB I : PENDAHULUAN................................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................ 7
C. Tujuan Penelitian.............................................................................................. 7
D. Manfaat Penelitian ........................................................................................... 7
E. Metode Penelitian ............................................................................................. 8
F. Penegasan Istilah .............................................................................................. 11
G. Sisitematika Penulisan ..................................................................................... 14
BAB II : BIOGRAFI FAZLUR RAHMAN .................................................................... 16
A. Nama dan Kelahiran Fazlur Rahman ............................................................... 16
B. Pendidikan Fazlur Rahman .............................................................................. 23
C. Karya-karya Fazlur Rahman ............................................................................ 24
BAB III : MODERNISASI PENDIDIKAN ISLAM ...................................................... 27
A. Pengertian Modernisasi .................................................................................... 27
B. Pengertian Modernisasi Pendidikan ................................................................ 32
BAB IV : PEMIKIRAN FAZLUR RAHMAN TENTANG MODERNISASI
PENDIDIKAN ISLAM .................................................................................... 45
A. Modernisasi Pendidikan Islam Menurut Fazlur Rahman ................................. 45
B. Gagasan Modernisasi Pendidikan Islam Fazlur Rahman ................................. 48
C. Relevansi Pemikiran Fazlur Rahman tentang Modernisasi Pendidikan
Islam dengan Pendidikan Masa Kini ................................................................ 59
BAB V : PENUTUP .......................................................................................................... 64
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 64
B. Saran-Saran ...................................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menurut Samsul Nizar (2002:25) istilah pendidikan dalam konteks
Islampada umunya mengacu kepada term al-tarbiyah, al-ta‟dib, dan al-
ta‟lim.Dari ketiga istilah tersebut term yang popular digunakan dalam
praktik pendidikan Islam ialah term al-tarbiyah.
Pendidikan Islam menurut Fazlur Rahman bukan sekedar
perlengkapan dan peralatan fisik atau kuasi fisik pengajaran seperti buku-
buku yang diajarkan ataupun struktur eksternal pendidikan, melainkan
sebagai intelektualisme Islam karena baginya hal inilah yang dimaksud
dengan esensi pendidikan tinggi Islam (Sutrisno, 2006:170).Menurut
Fazlur Rahman pendidikan Islam juga dapat dipahami sebagai proses
menghasilkan manusia (ilmuwan) integratif, yang padanya terkumpul
sifat-sifat seperti kritis, kreatif, dinamis, inovatif, progresif, adil, jujur, dan
sebagainya. Ilmuwan yang demikian itu diharapkan dapat memberikan
alternatif solusi atas problem-problem yang dihadapi oleh umat manusia di
muka bumi (Sutrisno, 2006:170).
Dalam Q.S An-Nahl ayat 125 dijelaskan mengenai Pendidikan
ادلم بالت هيى أىحسىن إن رىبكى هوى وعظىة الىسىنىة وىجى ة وىالمى بيل رىبكى بالكمى م أىعى ادع إلى سى
بيه وىهوى أىعىم بالمهتىدينى بىن ضىل عىن سى
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik serta bantahlah mereka dengan cara
yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk” (Al-Qur‟an
dan Terjemah).
Di era globalisasi dewasa ini, kemajuan zaman dapat
mempengaruhi perkembangan sosial budaya masyarakat muslim Indonesia
pada umumnya, khususnya pendidikan Islam. Meskipun demikian,
masyarakat muslim tidak bisa menghindari diri dari arus globalisasi
tersebut, apalagi jika survive dan berjaya di tengah perkembangan dunia
yang kian kompetitif.
Sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman, pendidikan
Islam telah menampilkan dirinya sebagai pendidikan yang fleksibel,
responsif, sesuai dengan perkembangan zaman, berorientasi ke masa
depan, seimbang, berorientasi pada mutu yang unggul, egaliter, adil,
demokratis, dinamis dan seterusnya. Sesuai dengan sifat dan karakternya
yang demikian itu, pendidikan Islam senantiasa mengalami inovasi dari
waktu ke waktu, yaitu mulai dari sistem dan lembaganya yang paling
sederhana (Abuddin Nata, 2013:9-10).
Pendidikan Islam sesungguhnya telah tumbuh dan berkembang
sejalan dengan adanya dakwah Islam yang telah dilakukan Nabi
Muhammad SAW. Berkaitan dengan itu pula pendidikan Islam memiliki
corak dan karakteristik yang berbeda sejalan dengan upaya pembaharuan
yang dilakukan secara terus menerus pasca generasi Nabi, sehingga dalam
perjalanan selanjutnya pendidikan Islam terus mengalami perubahan, baik
dari muatan atau isi (mata pelajaran), metode pendidikan, maupun dari
segi manajemen lembaga pendidikan Islam.
Perkembangan pendidikan semakin pesat mengikuti perkembangan
zaman yang juga semakin berkembang dengan perkembangan zaman yang
ada menyisihkan sebuah pertanyaan tentang perubahan yang baru
mengikuti perkembangan zaman merujuk pada konsep Islam ideal, Islam
ideal adalah Islam yang mencapai cita-cita ajarannya, nilai-nilai-Nya, dan
Hadis atau Sunnah Nabi Muhammad SAW.
Selain itu, upaya pengembangan pendidikan Islam dilakukan
karena prihatin dengan kondisi terpuruknya pendidikan Islam saat ini.
Kondisi tersebut tidak hanya pada bidang pendidikan semata, melainkan
pada berbagai bidang seperti ekonomi, budaya dan sebagainya.Ulama
yang menyuarakan semangat perbaikan kondisi umat keseluruh dunia
seperti yang dilakukan salah satu tokoh pembaharu pendidikan Islam yaitu
Fazlur Rahman.
Munculnya gagasan dan program modernisasi Pendidikan Islam
dilatarbelakangi oleh gagasan tentang “modernisasi” pemikiran dan
institusi Islam secara keseluruhan.Modernisasi Pendidikan Islam sangat
erat kaitannya dengan kebangkitan gagasan program modernisasi
Islam.Kerangka dasar yang berada di balik “modernisasi” pemikiran dan
kelembagaan Islam merupakan prasyarat bagi kebangkitan kaum muslimin
di masa modern (Azyumardi Azra, 2000:85). Karena itu, pemikiran dan
kelembagaan Islam, termasuk pendidikan haruslah
dimodernisasi,sederhananya harus disesuaikan dengan kerangka
“modernitas”, mempertahankan kelembagaan Islam “tradisional” baik
akan tetapi lebih baik mengikuti perubahan yang lebih baik lagi sesuai
dengan perkembangan zaman(Abudin Nata, 2012:185).
Dapat dipahami pula bahwa modernisasi tidak dapat terlepas dari
adanya perubahan kearah yang lebih baik. Modernisasi, yang dalam hal ini
dapat dipahami sebagai perubahan menuju yang lebih baik diisyaratkan
dalam Al-Qur‟an surat Ar Ra‟du ayat 11
ل يغير ما بقىم حتى يغيروا ما بأنفسهم …إن للا
Artinya: “Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum hingga mereka
merubah nasib mereka sendiri”(Al-Qur‟an dan Terjemah).
Rahman menginginkan kontribusi kaum Muslim dalam
mengembangkan perdamaian dunia.Ia menginginkan agar umat Muslim
tidak bersifat defensif (bersikap bertahan) yang berlebihan karena takut
terhadap gagasan Barat tentang perkembangan pengetahuan yang akan
mengancam standar moral tradisonal Islam. Ia ingin menggabungkan
antara mata pelajaran “baru” dengan mata pelajaran “lama” supaya ramuan
yang dihasilkan dari campuran ini akan sehat dan bermanfaat, yakni
bersifat kondusif terhadap manfaat teknologi peradaban modern, sekaligus
dapat membuang racun yang telah terbukti merusak jaringan moral
masyarakat Barat (S. Lestari, 2010:120).
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern memasuki
dunia Islam, terutama sejak awal abad ke-19.Dalam sejarah Islam, periode
ini dipandang sebagai permulaan modernisasi.Terjadinya kontak dan
persentuhan dengan dunia Barat membawa ide-ide baru ke dalam dunia
Islam, seperti rasionalisme, nasionalisme, sekularisme, demokrasi, dan
sebagainya.Semua itu, ternyata menimbulkan persoalan-persoalan
baru.Para pemikir dan pembaharu mulai memikirkan solusi dan metode
untuk mengatasi persoalan baru tersebut (Hamdani, 2012:18).
Fazlur Rahman berhasil bersikap kritis baik terhadap warisan Islam
sendiri maupun terhadap tradisi Barat.Ia berhasil mengembangkan metode
yang dapat memberikan alternatif solusi atas problem-problem umat Islam
kontemporer. Semula ia mengembangkan metode kritik sejarah, kemudian
dikembangkan lebih lanjut menjadi metode penafsiran sistematis (the
systematic interpretation method, yang akhirnya disempurnakan menjadi
metode gerakan ganda (a double movement).(Sutrisno, 2006:1-2).
Krisis metodologi tampaknya sangat disadari oleh Fazlur Rahman
sebagai penyebab kemunduran pemikiran Islam, karena alternatif
metodologi dipandangnya sebagai titik pusat penyelesaian krisis
intelektualisme Islam.Implikasi dari alternatif metodologis ini, menurutnya
merupakan proyek besar umat Islam yang mengarah pada pembaharuan
pemikiran Islam. Proyek besar tersebut memerlukan waktu yang panjang
juga memerlukan sarana penunjang, tiada lain adalah sistem pendidikan
Islam. Menurutnya Sistem pendidikan harus terlebih
dahulu dimodernisasi, membuatnya mampu menyokong produktivitas
intelektual Islam dengan menaikkan standar-standar intelektualnya.
Rahman mengkritik penyimpangan-penyimpangan pendidikan
tradisional di Pakistan karena mereka mengabaikan ilmu pengetahuan
modern, sehingga tidak leluasa berdialog dengan orang-orang yang telah
menerima pendidikan modern.Alumni pendidikan klasik memang berhasil
melestarikan ilmu pengetahuan teologi klasik dan mencetak imam-imam
masjid, tetapi mereka kurang memperoleh informasi, sehingga kualitas
pendidikan mereka kurang baik. Oleh karenanya, pendidikan semacam ini
tidak akan mampu membantu mengembangkan pertumbuhan kesadaran
beragama (Sutrisno, 2006:126).
Dalam buku Pendidikan Islam Kontekstual karya S. Lestari dan
Ngatini (2010), Fazlur Rahman menginginkan pendidikan hendaknya
mengembangkan sifat kreatif, sehingga diharapkan kaum muslim tidah
hanya terpesona pada kemajuan materiil karena teknologi tidak akan bisa
memperbaiki masyarakat bila pikiran masyarakat itu tidak diubah.Ini bisa
dilakukan jika masyarakat dapat mengaitkan teknologi konkrit, sehingga
Islam bisa menjadi katalisator dengan tujuan menghilangkan kesengsaraan
dan melenyapkan kemiskinan.
Pendidikan Islam yang lebih baik pada akhirnya akan mendapatkan
pembaharuan yang sesuai dengan kemajuan zaman penggabungan antara
pendidikan Islam dan pendidikan umum yang modern, berangkat dari
berbagai realita seperti yang telah dijabarkan diatas penulis ingin
melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pendidikan Islam yang
berjudul “Modernisasi Pendidikan Islam menurut Fazlur Rahman” .
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti merumuskan
masalah penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana Modernisasi Pendidikan Islam menurut Fazlur Rahman?
2. Bagaimana relevansi pemikiran Fazlur Rahman tentang Modernisasi
Pendidikan Islam dengan Pendidikan Islam di masa kini?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk
mengetahui:
1. Konsep Modernisasi Pendidikan Islam menurut Fazlur Rahman
2. Relevansi pemikiran Fazlur Rahman tentang Modernisasi Pendidikan
Islam dengan Pendidikan Islam dimasa kini.
D. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah:
1. Teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu menambah khazanah keilmuan di
bidang pendidikan Islam.Bagi kalangan akademik yang ingin meneliti
masalah pendidikan Islam, penelitian ini dapat menjadi referensi dan
pedoman berupa sumbangan teoritis.
2. Praktis
1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah
pemikiran Islam, khususnya sebagai upaya pencarian solusi
alternatif dalam melakukan pembaharuan pendidikan Islam di
Indonesia di tengah persaingan global yang sangat kompetitif.
2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan atau
pedoman dalam pelaksanaan Pendidikan Agama Islam yang lebih
berkualitas.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian kepustakaan
(library research), yaitu penelitian yang memfokuskan pembahasan
pada literature-literatur baik berupa buku, jurnal, makalah, maupun
tulisan-tulisan lainnya.Penelusuran pustaka lebih dari pada sekedar
melayani fungsi-fungsi yang disebutkan untuk memperoleh data
penelitiannya. Tegasnya riset pustaka membatasi kegiatannya hanya
pada bahan-bahan koleksi perpustakaan saja tanpa memerlukan riset
lapangan (Zed, 2008:1-2)
2. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
metode dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau
variable yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, dan
sebagainya (Suharsini Arikunto, 2006:231). Namun dalam penelitian
ini dilakukan dengan mencari data mengenai hal-hal yang berupa buku
saja.
3. Sumber data
Sumber data dalam penulisan ini terdiri dari sumber primer dan
sekunder.
a. Data primer
Sumber data primer seperti:
1) Islam dan Modernitas (Tentang Transformasi Intelektual Fazlur
Rahman), karangan Fazlur Rahman yang diterjemaahkan oleh
Ahsin Mohammad
2) Gelombang Perubahan Dalam Islam (Studi Tentang
Fundamentalisme Islam), karya Fazlur Rahman
b. Data sekunder
Sumber data dari buku-buku yang terkait, seperti:
1) Pendidikan Islam Kontekstual, karya S. Lestari dan Ngatini
2) Islam dan Tantangan Modernitas (Studi atas Pemikiran Hukum
Fazlur Rahman), karya Taufik Ahmad Amal
3) Fazlur Rahman (Kajian terhadap Metode, Epistemologi dan
Sistem Pendidikan), karya Sutrisno
4) Kontroversi Pemikiran Fazlur Rahman (Studi Kritis
Pembaharuan Pendidikan Islam), karya Muhaimin. Dll.
Selain buku-buku tersebut, sumber data juga dari e-book,
PDF, dan jurnal lain yang berhubungan dengan penelitian ini, serta
website tentang Modernisasi Pendidikan Islam.
4. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini
adalah:
a. Metode analisis isi (Content Analysis)
Analisis isi (Content Analysis) adalah teknik penelitian
untuk membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru (replicable),
dan shahih data dengan memperlihatkan konteksnya.Tujuan
akhirnya adalah untuk mendapatkan pemahaman terhadap berbagai
isi pesan yang disampaikan tersebut, secara obyektif, sistematis,
dan relevan secara sosiologis. Metode ini dapat digunakan untuk
menganalisis semua bentuk komunikasi seperti surat kabar, buku,
puisi, lirik lagu, film, cerita rakyat, peraturan perundang-undangan,
atau kitab suci. Dengan metode ini, penulis akan mengkaji pokok-
pokok pikiran yang ada di buku, teks atau naskah yang
berhubungan dengan Modernisasi Pendidikan Islam menurut Fazlur
Rahman.
b. Analisis Historis
Yaitu metode yang digunakan untuk mengetahui
perkembangan pemikiran tokoh yang bersangkutan baik yang
berhubungan dengan lingkungan historis dan pengaruh di
dalamnya, maupun dalam kehidupan (Winarno, 1989:132).
c. Interpretasi
Interpretasi merupakan tafsiran, pemberian kesan,
pendapat, atau pandangan teoritis terhadap sesuatu (KBBI).Yang
dilakukan dengan cara isi buku diselami untuk dapat setepat
mungkin menangkap arti dari uraian yang disajikan (Soemargono,
1983:21). Karena dalam penelitian ini objeknya pemikiran Fazlur
Rahman tentang Modernisasi Pendidikan Islam, maka penulis akan
menyelami dan memahami pemikiran Fazlur Rahman dalam buku
yang menjadi rujukan, disamping itu penulis memilih sumber-
sumber lain yang mendukung.
F. Penegasan Istilah
Penegasan dimaksudkan untuk menghindari kurang jelasnya atau
pemahaman yang berbeda antara pembaca dengan peneliti mengenai
istilah-istilah yang terdapat dalam judul penelitian.Beberapa istilah yang
perlu ditegaskan adalah sebagai berikut:
1. Modernisasi
Secara bahasa “modernisasi” berasal dari kata modern yang
berarti;a) Terbaru, mutakhir, b) Sikap dan cara berfikir sesuai dengan
perkembangan zaman.Kemudian mendapat imbuhan “isasi” yang
mengandung pengertian proses. Modernisasi mempunyai pengertian
suatu proses pergeseran sikap dan mentalitas sebagai warga masyarakat
untuk bisa hidup sesuai dengan perkembangan zaman (KBBI,
1898:589).
Modernisasi sering dikaitkan dengan istilah
pembaruan.Istilah “pembaruan” sebagaimana digunakan dalam
wacana Islam di Indonesia, mengandung pengertian yang sangat
luas. “Modernisme” dalam masyarakat barat mengandung arti
pikiran, aliran, gerakan dan usaha mengubah paham-paham,
adat istiadat, institute lama dan sebagainya untuk disesuaikan
dengan suasana baru yang ditimbulkan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi modern. Jika “modernisme”
dipahami sebagai pembaruan dalam Islam, maka modernisme
tidak selalu berarti „pembaruan yang mengarah kepada
reaffirmasi Islam dalam berbagai aspek kehidupan kaum
muslim‟.
Azyumardi Azra cenderung menggunakan istilah
“modernisasi” dengan segala konotasinya. Dan tentu saja
“modernisasi” itu mempunyai berbagai macam, sejak dari
modernism klasik sampai kepada neomodernisme, yang dalam
perkembangan terakhir bahkan memunculkan postmodernisme.
Begitu juga dalam konteks evolusinya vis-à-vis doktrin Islam.
Sejak dari modernisme yang berproses kearah westernisasi dan
sekulerisasi sampai kepada neo-modernisme yang lebih
menekankan pentingnya warisan pemikiran Islam itu sendiri
ketimbang modernism itu sendiri (Azyumardi, 1996:xi).
Dalam bahasa Indonesia telah dipakai kata modern, modernisasi
dan modernism, seperti yang terdapat umpamanya dalam “aliran-aliran
modern dalam Islam” dan “Islam dan Modernisasi”. Modernisme dalam
masyarakat Barat mengandung arti fikiran, aliran, gerakan dan usaha
untuk merubah faham-faham, adat-istiadat, institusi-institusi lama, dan
sebagainya, untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan
oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (Harun Nasution,
1996:11).
2. Pendidikan Islam
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan pelatihan (Kamus Besar Bahasa
Indonesia, 2007:263).
Pendidikan Islam dapat mencakup dua pengertian besar.
Pertama, pendidikan Islam dalam pengertian praktis, yaitu pendidikan
yang dilaksanakan di dunia Islam seperti yang diselenggarakan di
Pakistan, Mesir, Sudan, Saudi, Iran, Turki, Maroko, dan sebagainya,
mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Untuk konteks
di Indonesia, meliputi pendidikan di pesantren, di madrasah (mulai
dari Ibtidaiyah sampai Aliyah), dan di perguruan tinggi Islam, bahkan
bias juga pendidikan agama islam di sekolah (sejak dari dasar sampai
lanjutan atas) dan pendidikan agama Islam di perguruan tinggi umum.
Kedua,pendidikan Islammenurut Rahman dapat juga dipahami sebagai
proses untuk menghasilkan manusia (ilmuwan) integratif, yang
padanya terkumpul sifat-sifat seperti kritis, kreatif, dinamis, inovatif,
progresif, adil, jujur, dan sebagainya (Sutrisno, 2006:170).
Pengertian Pendidikan Islam menurut Ditbinpaisun, pendidikan
Islam adalah suatu usaha bimbingan dan asuhan terhadap anak didik
agar nantinya setelah selesai dari pendidikan dapat memahami apa
yang terkandung di dalam Islam secara keseluruhan, menghayati
makna dan maksud serta tujuannya dan pada akhirnya dapat
mengamalkannya serta menjadikan ajaran-ajaran agama Islam yang
telah dianutnya itu sebagai pandangan hidupnya sehingga dapat
mendatangkan keselamatan dunia dan akhirat kelak (Zakiah Daradjat,
2011:88).
3. Fazlur Rahman
Fazlur Rahman lahir pada 21 September 1919 di distrik
Hazara.Beliau berasal dari keluarga ulama bermazhab Hanafi.Ayahnya
bernama maulana Sahab al-Din, beliau seorang alim terkenal lulusan
Doeband. Fazlur Rahman seorang pembaharu yang memiliki pengaruh
besar pada abad ke-20, terutama di wilayah Pakistan, Malaysia,
Indonesia, dan Negara-negara lain (di dunia Islam), serta di Chicago
Amerika (di dunia barat).Dan beliau wafat pada 26 Juli tahun 1988.
G. Sistematika Penulisan Skripsi
Sistematika di sini yang penulis maksud adalah sistematika
penyusunan karya ilmiah dari bab ke bab. Sehingga karya ilmiah ini
menjadi satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat di pisah-pisahkan.Hal ini
bertujuan agar tidak ada pemahaman yang menyimpang dari maksud
penulis terhadap skripsi ini. Adapun sistematika penulisan karya ilmiah ini
sebagai berikut:
Bab I, Pendahuluan. Bab ini memuat: Latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode
penelitian, penegasan istilah dan sistematika penulisan
skripsi.
Bab II, Biografi Fazlur Rahman, Bab ini memuat: Nama dan
kelahiran Fazlur Rahman, Karir dan Jabatan Fazlur
Rahman, Pendidikan Fazlur Rahman, Karya-karya Fazlur
Rahman.
Bab III, Modernisasi Pendidikan Islam. Bab ini memuat:
Pengertian Modernisasi, Pengertian Modernisasi
Pendidikan Islam.
Bab IV, Pemikiran Fazlur Rahman tentang Modernisasi Pendidikan
Islam. Bab ini memuat: Modernisasi Pendidikan Islam
menurut Fazlur Rahman,Gagasan Modernisasi Pendidikan
Islam Fazlur Rahman, Relevansi Pemikiran Fazlur Rahman
tentang Modernisasi Pendidikan Islam dengan Pendidikan
Islam masa kini
Bab V, Penutup. Bab ini memuat: Kesimpulan dan Saran.
BAB II
BIOGRAFI FAZLUR RAHMAN
A. Biografi Fazlur Rahman
1. Nama dan Kelahiran Fazlur Rahman
Fazlur Rahman dilahirkan pada tanggal 21 September tahun
1919 di distrik Hazara, Punjab, suatu daerah di anak benua India yang
sekarang terletak di sebelah barat laut Pakistan. Ia menikah dengan
seorang perempuan yang bernama Ny. Bilqis Rahman (Sutrisno,
2006:60). Ayahnya bernama Maulana Sahab al-Din, beliau merupakan
seorang yang religius dan juga seorang ulama terkenal lulusan Darul
Ulum Deoband. Meskipun Ayah Fazlur Rahman berpendidikan agama
dengan sistem tradisional, akan tetapi beliau sangat menghargai
pendidikan dengan sistem modern (Hasbi, 2000:9).
Semasa kecil, Fazlur Rahman sangat diperhatikan oleh
ayahnya Sahab al-Din dalam hal pendidikan. Ayahnya memperhatikan
dalam hal mengaji dan menghafal al-Qur‟an. Sehingga pada usia
sepuluh tahun, Fazlur Rahman telah menghafal al-Qur‟an seluruhnya.
Tidak hanya itu, di dalam keluarganya setiap hari diterapkan ibadah
seperti shalat wajib, shalat sunnah, puasa sunnah, mengeluarkan zakat,
infaq, shadaqah dan ibadah lainnya, secara tepat waktu danteratur. Ia
wafat pada tanggal 26 Juli 1988, di Chicago, Illinois(Sutrisno,
2006:60-61).
2. Karir dan Jabatan Fazlur Rahman
Semasa hidupnya karir Fazlur Rahman terbilang cemerlang.
Setelah mempelajari ilmu-ilmu dasar bersama ayahnya, kemudian
melanjutkan pendidikannya ke Punjab Universitas di Lahore pada
tahun 1933. Pada tahun 1940, ia menyelesaikan B. A.-nya dalam
bidang bahasa Arab pada Universitas Punjab. Kemudian dua tahun
kemudian tepatnya tahun 1942, Rahman berhasil menyelesaikan
Masternya dalam bidang yang sama dan Universitas yang sama pula.
Selang empat tahun, Fazlur Rahman berangkat ke Inggris
untuk melanjutkan pendidikannya di Universitas Oxford dibawah
bimbingan Profesor Simon Van Den Bergh dan H. A. R. Gibb,dan ia
mampu menyelesaikan program Ph. D.-nya pada tahun 1949, dengan
disertasi tentang Ibnu Sina. Disertasi tersebut diterbitkan oleh Oxford
University Press dengan judul Avecinna‟s Psychology.
Ketika kuliah di Universitas Oxford, Fazlur Rahman
mempunyai kesempatan untuk belajar beberapa bahasa barat seperti,
bahasa Latin, Yunani, Inggris, Jerman, Turki, Arab, dan Urdu.Dengan
penguasaan bahasa tersebut, mampu membantu Rahman dalam
memperdalam serta memperluas keilmuannya, terutama dalam studi-
studi Islam melalui penelusutan literature-literatur keislaman yang
ditulis oleh para orientalis dalam bahasa-bahasa mereka (Sutrisno,
2006:61-62).
Menurut Hasbi (2000:11-12), setelah meraih gelar Doktor of
Philosophy dari Oxford University, Fazlur Rahman tidak langsung
kembali ke Pakistan. Nampaknya masih ada rasa cemas akan
fenomena negerinya ketika itu yang agak sulit menerima seorang
sarjana keislaman yang terdidik di Barat. Untuk beberapa tahun, ia
memilih untuk mengajar di Universitas Durham, Inggris, dan
kemudian pindah ke Universitas McGill, Montreal, Kanada, dimana
didirikan Institute of Islamic Studies oleh Wilfred Cantwell Smith,
sebuah Institut pengkajian Islam yang popular di Barat sampai
sekarang.
Diawal tahun 1960-an, Fazlur Rahman dipanggil kembali ke
Pakistan untuk memegang sebuah lembaga penelitian yaitu Institute of
Islamic Research di Kirachi. Melalui lembaga ini, ia mampu
memprakarsai penerbitan Journal Islamic Studies yang hingga
sekarang masih terbit secara berkala dan merupakan jurnal bertaraf
Internasional. Ketika mengelola lembaga ini, Rahman telah berusaha
sungguh-sungguh untuk memajukannya. Strategi yang digunakan
untuk memajukan lembaga ini yaitu sebagai berikut.
“Selama jabatan saya selaku Direktur Lembaga tersebut,
saya mencoba menjalankan strategi ganda: mengangkat
beberapa lulusan madrasah yang menguasai bahasa Inggris
sebagai staf Yunior dan mencoba melatih mereka dalam
teknik-teknik riset modern dan sebaliknya merekrut staf-staf
Senior dari kalangan lulusan Universitas di bidang filsafat atau
ilmu-ilmu social dan member mereka pelajarab bahasa Arab
serta disiplin-disiplin Islam klasik yang utama seperti hadits
dan Ushul Fikih. Saya juga mengirim beberapa orang ke luar
negeri untuk mendapatkan training dan jika memungkinkan
gelar-gelar dalam kajian keislaman baik di Universitas Barat
maupun Timur. Usaha saya untuk mengundang seorang sarjana
Barat pascadoktor yang masih muda sebagai guru tamu untuk
bekerja sama dan mengawasi kerja riset para staf, terutama dari
segi-segi teknik riset ilmiah dan standar-standar kesarjanaan
modern yang bermutu gagal, sebab tidak ada sarjana seperti itu
yang berhasil didapatkan, meskipun saya telah memberanikan
diri menghadapi tantangan kuat terhadap gagasan tersebut
yang dating dari harian Karachi berpengaruh” (Sutrisno,
2006:63-64).
Selain menjabat menjadi Direktur Lembaga Riset Islam,
Rahman juga ditunjuk sebagai anggota Dewan Penasehat Ideologi
Islam pemerintah Pakistan pada tahun 1964. Dengan kedua jabatan
tersebut, ia terdorong untuk menafsirkan kembali Islam dalam istilah-
istilah yang rasional dan ilmiah untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat. Akan tetapi, pada tahun 1969, Rahman melepas kedua
jabatannya.
Setelah melepas jabatannya di Pakistan, Rahman hijrah ke
Barat. Hijrahnya kali ini ia diterima sebagai tenaga pengajar di
Universitas California, Los Angeles, Amerika. Kemudian, pada tahun
1969, ia mulai menjabat sebagai Guru Besar kajian Islam dalam
berbagai aspeknya di Department of Near Eastern Languages and
Civilization, University of Chicago. Ia menetap di Chicago kurang
lebih 18 tahun, sampai akhirnya Tuhan memanggilnya pulang pada
tanggal 26 Juli 1988.
Di Universitas Chicago, Fazlur Rahman menjadi salah satu
Guru Besar yang dihormati. Mata kuliah yang diberikan meliputi
pemahaman al-Qur‟an, Filsafat Islam, Kajian tentang al-Ghazali, Ibn
Taimiyah, Syeikh Waliyullah, Muhammad Iqbal, dan lain sebagainya.
Selain menjadi Guru di Universitas Chicago, Rahman aktif
memimpin berbagai program penelitian di Universitas tersebut. Salah
satunya dipimpin bersama Prof. Leonard Binder. Dan juga penelitian
tentang Islam dan Perubahan Sosial yang melibatkan banyak sarjana
yunior (Sutrisno, 2006:64).
3. Kehidupan Sosial Fazlur Rahman
Fazlur Rahman terlahir ditengah-tengah keluarga yang religius.
Akar religiusitas keluarganya bisa ditelusuri pada pengajaran di
Deoband Seminary (Sekolah Menengah Deoband). Karena ayahnya,
Maulana Sahab al-Din adalah alumni dari Sekolah Menengah
terkemuka di India, Darul Ulum Deoband.Beliau belajar dengan
beberapa tokoh, di antarannya Maulana Mahmud Hasan (w. 1920), dan
seorang Fakih Maulana Rasyid Ahmad Gangohi (w. 1905).
Meskipun Fazlur Rahman tidak belajar di Darul Ulum
Deoband seperti ayahnya, akan tetapi ia menguasai kurikulum yang
terdapat di Sekolah tersebut, dengan mengikuti kajian privat bersama
ayahnya. Rahman bersama Sahab al-Din, memahami Islam Tradisional
dengan lebih mengkhususkan pada Ilmu Fikih, Ilmu Kalam, Hadits,
Tafsir, Mantiq, dan Filsafat (Fazlur, 2001:2).
Menurut Fazlur Rahman dalam bukunya Hasbi Amiruddin
(2000:10), ada beberapa faktor yang telah membentuk karakter dan
kedalamannya dalam beragama. Salah satunya adalah pengajaran dari
ibunya tentang kejujuran, kasih sayang, serta kecintaan sepenuh hati
dari ibunya. Di sisi lain, ayahnya juga tekun mengajarkan tentang
agama kepada Rahman di rumah, dengan kedisiplinan yang tinggi
sehingga mampu menghadapi berbagai peradaban tantangan hidup di
zaman modern.
Selain itu, hal penting yang telah mempengaruhi pemikiran
keagamaan Fazlur Rahman yaitu, bahwasannya ia dibesarkan dalam
sebuah keluarga yang bermazhab Hanafi, yang di dalam mazhab
tersebut lebih banyak menggunakan rasio (ra‟yu) dan lebih memegang
teguh tradisi. Dan ketika itu, di India telah berkembang pemikiran agak
liberal yang dikembangkan oleh Syah Waliullah, Sayid Ahmad Khan,
Sir Sayid, Amir Ali, dan Muhammad Iqbal.
4. Kondisi Sosial Fazlur Rahman
Situasi sosial masyarakat ketika Fazlur Rahman dilahirkan
diwarnai dengan terjadinya perdebatan publik antara tiga kelompok
yang bersiteru yaitu, modernis, tradisionalis dan fundamentalis yang
mengklaim kebenaran terhadap pendapat masing-masing. Perdebatan
ini memanas saat Pakistan sebagai sebuah negara dinyatakan pisah
dari India dan menjadi sebuah negara yang berdaulat dan merdeka
pada tanggal 14 Agustus 1947.
Salah satu ide gagasan yang diperdebatkan oleh ketiga
kelompok tersebut berkisar pada masalah bagaimana membentuk
negara Pakistan pasca merdeka dari India. Kelompok modernis
merumuskan konsep kenegaraan Islam dalam bingkai term-term
ideologi modern. Kelompok tradisionalis konsep kenegaraannya
didasarkan atas teori-teori politik tradisional Islam. Sedangkan
kelompok fundamentalis mengusulkan konsep kenegaraan sebuah
konstitusi.
Di tengah fenomena sosial seperti itu, Rahman mengemukakan
gagasan neo-modernisnya.Ia dibesarkan dalam tradisi keluarga yang
shaleh bermazhab Hanafi, sebuah mazhab Sunni yang lebih
mengedepankan rasio dibandingkan dengan mazhab Sunni lainnya
(maliki, syafi‟i dan hambali). Semasa kecil diasuh oleh ayahnnya dan
ibunya dengan lingkungan keluarga yang religious. Ayahnya
merupakan seorang tradisionalis, meskipun demikian Rahman tidak
seperti kebanyakan ulama dizamannya yang menentang dan
menganggap pendidikan modern dapat meracuni keimanan dan moral.
Menurutnya, Islam harus menghadapi realitas kehidupan modern,
tidak saja sebagai sebuah tantangan, tetapi juga merupakan
kesempatan untuk lebih maju (Abd A‟la, 2003:39-42).
B. Pendidikan dan Guru-Guru Fazlur Rahman
Pertama-tama Fazlur Rahman dididik dalam sebuah keluarga
Muslim yang taat beragama. Ayahnya, Maulana Sahab al-Din, adalah
seorang terkenal lulusan Doeband. Rahman ketika kecil sangat
diperhatikan oleh ayahnya terkait dengan pendidikan.Ayahnya
memperhatikannya dalam hal mengaji dan menghafal al-Qur‟an. Sehingga,
pada usia sepuluh tahun, Rahman telah menghafal al-Qur‟an seluruhnya.
Kemudian, pada tahun 1933 Fazlur Rahman melanjutkan
pendidikannya ke Lahore memasuki sekolah modern. Beberapa tahun
berikutnya, tepatnya pada tahun 1940 ia menyelesaikan B. A.-nya dalam
bidang bahasa Arab pada Universitas Punjab. Setelah mendapat gelar B.
A., Rahman berhasil menyelesaikan Masternya dalam bidang yang sama
dan Universitas yang sama pula. Tahun 1946, Ia berangkat ke Inggris
untuk melanjutkan studinya ke Universitas Oxford. Di Inggris ia
menyelesaikan program Ph. D.-nya di bawah bimbingan Profesor S. Van
Den Bergh dan H. A. R. Gibb dengan disertasi tentang Ibnu Sina. Dua
tahun berikutnya disertasi Fazlur Rahman diterbitkan oleh University
Press dengan judul Avecinna‟s Psychology.
Ketika di Universitas Oxford, Fazlur Rahman mempunyai
kesempatan untuk mempelajari beberapa bahasa Barat seperti, bahasa
Latin, Yunani, Inggris, Jerman, Turki, Arab, dan Urdu. Dengan menguasai
beberapa bahasa tersebut, Rahman merasa sangat terbantu dalam
memperdalam dan memperluas keilmuannya (Sutrisno, 2006:61-62)..
C. Karya-karya Fazlur Rahman
Karya-karya Fazlur Rahman dapat diklasifikasikan kedalam tiga
periode, yaitu periode pembentukan (formasi), periode perkembangan, dan
periode kematangan.Periode pertama disebut periode pembentukan karena
Rahman baru mulai meletakkan dasar-dasar pemikirannya dan mulai
berkarya. Pada periode kedua disebut dengan periode perkembangan
karena proses berkembang dari pertumbuhan menuju ke proses
kematangan. Dan periode ketiga disebut periode kematangan karena
Rahman benar-benar telah mencapai kematangan dalam berfikir dan
berkarya (Sutrisno, 2006:65-66).
Pembahasan mengenai karya-karya Fazlur Rahman dari masing-
masing periode sebagai berikut:
1. Periode Pembentukan
Pada periode ini, Rahman berhasil menulis tiga karya intelektualnya,
yaitu:
1) Avecinna‟s psychology, berisi kajian dari pemikiran Ibn Sina yang
terdapat pada kitab al-Najat
2) Avecinna‟s De Anima, being the psychology part of kitab al-Shifa‟
3) Prophecy in Islam:Psiloshophy and Orthodoxy, merupakan karya
orisinil Rahman yang paling penting dalam periode ini. Karya ini
dilandasi oleh rasa keprihatinannya atas kenyataan bahwa sarjana-
sarjana muslim modern kurang menaruh minat dan perhatian
terhadap doktrin-doktrin kenabian (Sutrisno, 2006:67).
2. Periode Perkembangan
Periode kedua ini merupakan periode berkembangnya menuju
kematangan, yang dimulai sejak kepulangan Rahman dari Inggris ke
Pakistan sampai dengan menjelang keberangkatannya ke Amerika. Pada
periode ini pula ia disibukkan dengan kedudukannya sebagai direktur
lembaga riset Islam dan sebagai anggota dewan penasehat ideology
Islam pemerintah Pakistan.
Pada periode ini, Rahman banyak menghasilkan karya-karya
terbaiknya, diantaranya:
1) Islamic Methodology in History
2) Islam
3) Some Reflection on the Reconstruction of Muslim Society in Pakistan
4) The Qur‟anic Solution of Pakistan‟s Educational Problems
(Sutrisno, 2006:71-72).
3. Periode Kematangan
Dalam periode ketiga ini, Fazlur Rahman mampu
menyelesaikan beberapa buku, yaitu:
Pertama, Philoshophy of Mulla Sadra Shirazi. Dalam buku ini
Rahman mengkaji terhadap pemikiran Shadr al-Din al-Syirazi (Mulla
Shadra) (w. 1641).Dalam buku ini dipaparkan Rahman untuk
membantak pandangan para sarjana Barat modern. Kesimpulan dari
pemikiran Shadra bahwa sistem filsafat Shadra sangat kompleks dan
orisinil, tetapi di dalamnya terdapat kontradiksi, terutama dalam
upayanya untuk merekonstruksi antara tradisi peripatetic dan tradisi Ibn
Arabi.
Buku Kedua, Major Themes of the Qur‟an. Dalam buku ini
terdapat delapan pokok al-Qur‟an, yaitu: Tuhan, manusia sebagai
individu, manusia sebagai anggota masyarakat, alam semesta, kenabian
dan wahyu, eskatologi, setan dan kejahatan, serta lahirnya masyarakat
Muslim. Buku ketiga, Islam and Modernity: Transformation of an
Intellectual Tradition. Buku ini awalnya merupakan hasil proyek riset
yang dilakukan di Universitas Chicago dan dibiayai oleh Ford
Foundation dala “Islamic Education”, yang pada mulanya merupakan
bagian dari sebuah proyek lain yang lebih besar yang bernama “Islam
and Social Change.”
Buku terakhir yang diciptakan oleh Fazlur Rahman yaitu Health
and Medicine in Islamic Tradition.Dalam buku ini Rahman berusaha
mengkaitkan antara Islam sebagai sebuah sistem kepercayaan dan Islam
sebagai sebuah tradisi pengobatan manusia. Dengan menjelajahi teks-
teks al-Qur‟an dan Hadits Nabi serta sejarah kaum Muslim. Ia mampu
memperlihatkan bahwa perkembangan ilmu pengobatan dalam tradisi
Islam digerakkan oleh motivasi etika agama dan keyakinan bahwa
mengobati orang yang sakit adalah bukti pengabdian kepada Allah
(Sutrisno, 2006:78-79).
BAB III
MODERNISASI PENDIDIKAN ISLAM
A. Pengertian Modernisasi
1. Definisi Modernisasi
Menurut KBBI (1989:589), secara bahasa “modernisasi”
berasal dari kata “modern” yang berarti: a). Terbaru, mutakhir, b).
Sikap dan cara berfikir sesuai dengan perkembangan zaman.
Kemudian berimbuhan “sasi”, yakni “modernisasi”, sehingga
memiliki makna suatu proses pergeseran sikap dan mentalitas sebagai
warga masyarakat untuk bisa hidup sesuai dengan perkembangan
zaman.
Menurut Sholihin (2008:48), Istilah “modern” berasal dari
bahasa Latin “modo”, yang berarti yang kini (just now). Meskipun
istilah ini sudah muncul pada akhir abad ke-5, yang digunakan untuk
membedakan keadaan orang Kristen dan orang Romawi dari masa
pagan yang telah lewat, namun istilah ini kemudian lebih digunakan
untuk menunjuk periode sejarah setelah Abad Pertengahan, yakni dari
tahun 1450 sampai sekarang ini.
Sedangkan menurut Nurcholis Madjid (1993:172) bahwa
modernisasi adalah proses perombakan pola berfikir dan tata kerja
lama yang tidak aqliyah(rasional). Dalam hal ini Yusran (1996:1-2)
mengungkapkan bahwa modernisasi bisa juga disebut reformasi yaitu
membentuk kembali atau mengadakan perubahan menjadi lebih baik,
dapat pula dimaknai sebagai perbaikan. Dalam bahasa Arab sering
diartikan dengan tajdid yaitu memperbaharui, dan pelakunya disebut
Mujaddid atau orang yang melakukan pembaharuan.
Sedangkan menurut Fazlur Rahman sebagaimana yang dikutip
oleh Yusril (1999:13), modernisasi adalah “usaha (dari tokoh-tokoh
Muslim) untuk melakukan harmonisasi antara agama dan pengaruh
modernisasi dan westernisasi yang berlangsung di dunia Islam.
Rahman lebih menonjolkan karakteristik modernisasi pada “keharusan
ijtihad”, khususnya ijtihad dalam hal mu‟amalah (kemasyarakatan),
dan penolakan terhadap sikap jumud (kebekuan berfikir) dan taqlid
(mengikuti sesuatu tanpa pengertian).
Dengan demikian, modernisaasi adalah suatu usaha yang
dilakukan untuk mengubah cara berfikir, gerakan, adat-istiadat,
institusi-institusi lama dan lain sebagainya. Hal ini dilakukan dengan
tujuan agar semua itu menjadi lebih baik dan sesuai dengan tuntutan
zaman yang ditimbulkan oleh ilmu pengetahuan maupun teknologi
modern, yang memiliki karakteristik pada kebebasan berpikir.
2. Ciri-Ciri Modernisasi
Samuel Huntingthon sebagaimana di kutip oleh Wahyu
(2009:52-53) mengungkapkan ada beberapa ciri pokok dari
modernisasi, yaitu:
1. Modernisasi merupakan proses bertahap
2. Modernisasi juga dapat dikatakan sebagai proses homogenisasi.
Dalam hal ini dikatakan bahwa sesuai dengan perkembangan waktu
setiap manusia akan memiliki kemiripan satu dengan lain.
3. Modernisasi terkadang terwujud dalam bentuk aslinya yaitu
Eropanisasi atau Amerikanisasi. Ini terlihat dari sikap berlebihan
yang selalu memuji keberhasilan dan segala sesuatu dari Eropa dan
Amerika Serikat, sehingga timbul juga istilah bahwa modernisasi
sama dengan Barat.
4. Modernisasi dilihat sebagai proses yang tidak bergerak mundur.
Ketika sudah terjadi kontak antara negara Barat, negara Dunia
Ketiga tidak akan mampu menolak upaya modernisasi.
5. Modernisasi merupakan perubahan progresif. Dalam jangka
panjang modernisasi dilihat sebagai sesuatu yang diperlukan dan
diinginkan.
6. Modernisasi memerlukan waktu panjang. Modernisasi dilihat
sebagai proses evalusioner dan bukan perubahan revolusioner
sehingga diperlukan waktu sangat lama untuk sampai pada tahapan
akhir.
3. Syarat-syarat Modernisasi Secara Umum
Soerjono Soekanto (2008:275), mengemukakan ada beberapa
syarat yang harus ada pada suatu modernisasi antara lain:
1) Cara berfikir ilmiah (scientific thinking)
2) Sistem administrasi negara yang baik, yang benar-benar
mewujudkan bureaucracy.
3) Adanya sistem pengumpulan data yang baik dan teratur yang
terpusat pada suatu lembaga atau badan tertentu. Hal ini
memerlukan penelitian yang kontinu, agar data termaksud tidak
tertinggal.
4) Penciptaan iklim yang baik dari masyarakat terhadap modernisasi
dengan cara penggunaan alat-alat komunikasi massa. Hal ini harus
dilakukan tahap demi tahap, karena banyak sangkut pautnya
dengan sistim kepercayaan masyarakat.
5) Tingkat organisasi yang tinggi, yang di satu fihak berarti disiplin,
sedangkan di lain fihak berarti pengurangan kemerdekaan.
6) Sentralisasi wewenang dalam pelaksanaan dari perencanaan
sosial(social planning). Apabila hal itu tidak dilakukan, maka
perencanaan akan terpengaruh oleh kekuatan-kekuatan dari
kepentingan-kepentingan yang ingin merubah perencanaan tersebut
demi kepentingan suatu golongan kecil dalam masyarakat.
4. Disorganisasi dalam Modernisasi
Disorganisasi merupakan proses berpudarnya atau melemahnya
norma-norma dan nilai-nilai dalam masyarakat yang disebabkan oleh
terjadinya suatu perubahan. Perwujudan dari disorganisasi tersebut
adalah timbulnya persoalan-persoalan sosial. Persoalan sosial tersebut
dapat dirumuskan sebagai deviation (penyimpangan) terhadap norma-
norma masyarakat. Proses modernisasi juga dapat menimbulkan
persoalan-persoalan demikian: misalnya persoalan-persoalan yang
berhubungan erat dengan community organization, pembagian kerja,
aktivitas untuk mengisi waktu-waktu senggang dan selanjutnya.
Pada awal modernisasi yang biasanya berupa industrialisasi
problema unemployment merupakan persoalan yang harus diperhatian
secara mendalam. Di satu lain inovasi di bidang teknologi juga
menimbulkan persoalan pengangguran di Negara-negara yang baru
mulai dengan modernisasi, tetapi di lain fihak, di negara-negara yang
relatif telah maju teknologinya, persoalan social menyangkut pengisian
waktu senggang. Aktivitas-aktivitas untuk mengisi waktu senggang
yang biasanya berhubungan erat dengan upacara dan tradisi, menjadi
pudar dengan perkembangan teknologi tersebut. Sebenarnya masalah
tersebut juga menimpa masyarakat-masyarakat yang baru menginjak
tahap pertama dan modernisasi.
Di sisi lain, selain ditemui disorganisasi dalam modernisasi,
ada juga perlawanan terhadap transformasi sebagai akibat adanya
modernisasi. Keyakinan yang kuat terhadap kebenaran tradisi, sikap
yang tidak toleran tehadap penyimpangan, pendidikan dan
perkembangan ilmiah yang tertinggal, itu merupakan beberapa faktor
yang menghambat proses modernisasi. Pendidikan dan perkembangan
ilmiah merupakan hal yang penting untuk mengimbangi
perkembangan teknologi dalammodernisasi, hal tersebut akan
mencegah terjadinya ketertinggalan budaya atau sering disebut dengan
“Cultural Lag”. Akan tetapi, suatu modernisasi yang terlalu cepat juga
tidak baik, dengan demikian masyarakat tidak akan sempat untuk
mengadakan reorganisasi (Soerjono, 1970:273-274).
B. Modernisasi Pendidikan Islam
1. Definisi Modernisasi Pendidikan Islam
Pendidikan Islam pada umumnya dipahami sebagai suatu
ciri khas, yaitu jenis pendidikan Islam yang berlatar belakang
keagamaan. Bisa juga dikatakan bahwa pendidikan yang mampu
membentuk manusia yang lebih unggul dalam secara intelektual
maupun unggul dalam berperilaku. Dengan demikian, cita-cita
pendidikan Islam itu mencetak “Insan Kamil”, yaitu manusia yang
sempurna dalam segala hal, sekalipun diyakini bahwa hanya Nabi
Muhammadlah yang telah mencapai kesempurnaan (Syahminan,
2014:239).
Sedangkan menurut Omar Muhammad al-Toumy al-
Syaibani mendefinisikan pendidikan Islam dengan:
“Proses mengubah tingkah laku individu pada kehidupan
pribadi, masyarakat, dan alam sekitarnya, dengan cara
pengajaran sebagai suatu aktifitas asasi dan sebagai profesi
diantara profesi-profesi asasi dalam masyarakat”(Omar,
1979:399).
Setelah diuraikan di awal tadi mengenai definisi modernisasi,
apabila dikaitkan dengan pendidikan Islam dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa modernisasi pendidikan Islam merupakan suatu
usaha yang dilakukan untuk memperbarui atau mengubah tingkah
laku,cara berfikir, faham-faham, adat-istiadat, institusi-institusi lama
dan lain sebagainya. Proses memperbarui tersebut dilakukan guna
membimbing manusia menuju lebih baik yang sesuai dengan ajaran
Islam, agar bisa hidup dalam perkembangan zaman.
Pemikiran Fazlur Rahman baik dibidang pendidikan
maupun dibidang lainnya dibangun atas dasar pemahamannya yang
mendalam mengenai khazanah intelektual Islam di zaman klasik untuk
ditemukan solusinya guna memecahkan berbagai masalah dalam
kehidupan modern. Hal ini misalnya dapat dilihat dari analisis yang
diberikannya terhadap pertumbuhan dan perkembangan pendidikan
Islam yang dilaksanakan mulai zaman Rasulullah SAW. Sampai
dengan zaman Abbasiyah. Rahman mengatakan bahwa pendidikan
pada zaman klasik menerapkan metode membaca dan menulis, tetapi
lazimnya adalah menghafal Al-Qur‟an dan Hadits. Namun, pada masa
Abbasiyah, khalifah-khalifah tertentu seperti Harun Al-Rasyid dan Al-
Ma‟mun menekankan adu pendapat diantara para pelajar mengenai
permasalahan logika, hukum, dan sebagainya (Abuddin, 2013:319).
Melalui kajiannya terhadap berbagai literatur klasik Fazlur
Rahman memperkenalkan gagasan dan pemikiran tentang
pembaharuan pendidikan. Menurutnya, bahwa pembaharuan
pendidikan Islam dapat dilakukan dengan cara menerima pendidikan
sekuler modern, kemudian berusaha memasukkan dengan konsep-
konsep Islam. Upaya pembaharuan pendidikan Islam ini menurutnya
dapat ditempuh dengan cara. Pertama, membangkitkan ideologi umat
Islam tentang pentingnya belajar dan mengembangkan ilmu
pengetahuan. Kedua,berusaha mengikis dualisme sistem pendidikan
umat Islam. Pada satu sisi ada pendidikan tradisional (agama), dan
pada sisi lain, ada pendidikan modern (sekuler). Karena itu, perlu
adanya upaya mengintegrasikan antara keduanya. Ketiga, menyadari
betapa pentingnya bahasa dalam pendidikan dan sebagai alat untuk
mengeluarkan pendapat-pendapat yang orisinil (Abuddin, 2013:319).
Fazlur Rahman memiliki pendapat mengenai pendidikan
Islam. Menurutnya pendidikan Islam adalah proses untuk menciptakan
manusia integratif, yang dimana pada manusia tersebut terdapat sifat-
sifat seperti sifat kritis, kreatif, dinamis, inovatif, progresif, adil, jujur,
dan lain sebagainya. Untuk menghasilkan peserta didik yang dapat
memiliki sifat kritis perlu dikembangkan budaya berfikir kritis dalam
proses pembelajaran (Abuddin, 2013:320).
Fazlur Rahman juga mengungkapkan tujuan dari
pendidikan itu untuk mengembangkan manusia sedemikian rupa
sehingga semua pengetahuan yang diperolehnya akan menjadi organ
pada keseluruhan pribadi yang kreatif, yang memungkin manusia
untuk memanfaatkan sumber-sumber alam untuk kebaikan umat
manusia dan untuk menciptakan keadilan, kemajuan, dan keteraturan
dunia (Sutrisno, 2006:171). Selain itu, Al-Qur‟an juga menyuruh
manusia untuk mempelajari kejadian yang terjadi pada diri sendiri,
alam semesta dan sejarah umat manusia di muka bumi dengan cermat
dan mendalam agar mendapat pengetahuannya dengan tepat, serta
agar tidak mengikuti orang yang berbuat kerusakan. Dengan
demikian, tujuan utama pendidikan yaitu untuk menyelamatkan
manusia dimulai dari diri sendiri oleh diri sendiri dan untuk diri
sendiri (Abuddin, 2013:321).
Fazlur Rahman memperkenalkan gagasan-gagasan atas
modernisasi pendidikan Islam yang terbagi menjadi lima bidang yaitu
tujuan pendidikan, sistem pendidikan, anak didik, pendidik, dan
sarana pendidikan. Kelima bidang tersebut menjadi titik pembahasan
yang diperhatikan oleh Rahman.
Tujuan pendidikan yang hanya berorientasi kepada
kehidupan akhirat dan bersifat defensif. Untuk mengatasi problem ini
Rahman mengemukakan tiga hal yang harus dilakukan: 1)
mengorientasikan tujuan pendidikan Islam kepada kehidupan akhirat
dan kehidupan dunia serta bersumber dari Al-Qur‟an, 2)
menghilangkan beban psikologis umat Islam dalam menghadapi
Barat, dan 3) menghilangkan sikap negatif terhadap ilmu pengetahuan.
Selanjutnya sistem pendidikan yang mengalami masalah
dikotomi telah melanda dunia pendidikan Islam. Menurut Rahman
untuk mengatasi dikotomi sistem pendidikan Islam ini dengan melalui
pengintegrasian antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum, dengan
cara memasukkan ilmu-ilmu umum seperti: ilmu-ilmu sosial, ilmu
sejarah, ilmu alam, dan ilmu-ilmu agama seperti: teologi, fiqh, tafsir,
Hadits, ke dalam kurikulum pendidikan Islam.
Dengan adanya dikotomi pendidikan Islam telah
menyebabkan rendahnya kualitas peserta didik. Untuk mengatasi
masalah tersebut Rahman mengemukakan ada empat usaha yang harus
dilakukan: 1) memberikan pelajaran Al-Qur‟an, sehingga Al-Qur‟an
tidak hanya sebagai sumber inspirasi moral akan tetapi sebagai
rujukan tertinggi dalam menyelesaikan masalah, 2) memberikan
materi disiplin ilmu-ilmu Islam secara historis, kritis dan menyeluruh
(Muhaimin, 1999:125-126).
Dalam kaitannya dalam pelajaran Al-Qur‟an yang
diberikan, Rahman menawarkan metode sistematisnya dalam
memahami dan menafsirkan Al-Qur‟an. Metode itu disebut dengan
metode double movement, yaitu dari situasi sekarang ke masa Al-
Qur‟an diturunkan dan kembali lagi ke masa kini. Dalam metode
tersebut peserta didik tidak hanya mendengarkan guru, tetapi juga
dapat membaca, memahami, menganalisis, menulis, sampai pada
penemuan baru. Dalam proses pembelajaran seperti itu, peserta didik
mampu menyelesaikan masalah (problem solving), dan diberi
kebebasan untuk mengembangkan ilmunya atau bersikap lebih kreatif
(Lestari, 2010:34-35).
Tujuan dikembangkan daya kritis dan kreatif dalam
pendidikan Islam menurut Rahman seperti yang dikutip oleh Sutrisno
(2006:185), untuk menghasilkan output yang kritis dan kreatif.
Dengan kata lain, pendidikan Islam mampu mengembangkan anak
didik yang mempunyai sifat yang kritis dan kreatif. Anak didik yang
memiliki sifat tersebut paling tidak mempunyai tiga ciri-ciri, yaitu:
1) Mempunyai pemikiran yang orisinil atau asli
2) Mempunyai keluwesan
3) Menunjukkan kelancaran proses berfikir.
Dengan ciri-ciri tersebut anak didik mampu menghasilkan
sesuatu yang berbeda dengan yang lain.
Di sisi lain, konsep pendidikan Fazlur Rahman dengan
metode double movement dijelaskan bahwa metode tersebut dapat:
1) Membawa problem-problem umat untuk mencari solusinya pada
al-Qur‟an
2) Memakai al-Qur‟an dalam konteksnya dan memproyeksikannya
dapa situasi sekarang
Rahman juga menyarankan, pertama, gerakan dari
penanganan kasus konkrit oleh al-Qur‟an dengan memperhitungkan
kondisi sosial yang relevan pada waktu itu kepada prinsip umum
ajaran al-Qur‟an. Kedua, prinsip umum ini harus dilakukan kembali
kepada yang lebih spesifik dengan memperhitungkan kondisi sosial
yang ada sekarang, dengan demikian al-Qur‟an harus dipahami secara
kontektekstual (Lestari, 2010:104).
Proses penafsiran yang ditawarkan Rahman dalam rumusan
metodologi sistematisnya, terdiri atas gerakan ganda yaitu: dari situasi
sekarang ke masa Al-Qur‟an dan dikembalikan lagi ke situasi masa
kini (Taufik, 1990:196).
Contoh penerapan metode double movement Fazlur rahman
dalam masalahan pendidikan seperti yang dikutip oleh Sutrisno
(2006:151-152):
Rahman dalam menetapkan metode double movement
melalui empat langkah, yaitu: langkah pertama adalah identifikasi
terhadap pendidikan umat Islam ketika itu, langkah kedua adalah
menemukan problem pendidikan di Pakistan, langkah ketiga adalah
mencari rujukan pada Al-Qur‟an dan Al-Hadits. Dan langkah terakhir
adalah berusaha memberikan alternatif solusi atas permasalahan
tersebut berdasarkan rujukan Al-Qur‟an dan Al-Hadits.
Berdasarkan identifikasi terhadap pendidikan umat islam di
Pakistan yang dilakukan oleh Rahman ketika itu, ditemukan suatu
problem yaitu masalah ideologis. Menurut Rahman, umat Islam ketika
itu gagal mengaitkan pentingnya ilmu pengetahuan dan pendidikan
dengan ideologi mereka. Akibatnya, mereka tidak termotivasi untuk
belajar, apalagi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Akibat
lebih lanjut maka umat Islam tertinggal dalam hal ilmu pengetahuan,
bahkan tidak sedikit ditemukan umat Islam yang buta huruf. Setelah
ditemukan permasalahannya, lalu dicarikan rujukannya pada al-
Qur‟an dan al-Hadits.
Rahman menyebutkan beberapa ayat dari awal surah al-
„Alaq yang memerintahkan umat Islam untuk membaca. Lalu, surah
Thaha ayat 114 yaitu ketika Allah memerintahkan Rasulullah untuk
memohon tambahan ilmu pengetahuan, dan surah al-isra‟ ayat 36
Allah melarang umat Islam untuk mengikuti sesuatu yang tidak
diketahui ilmunya. Rahman juga menyebutkan suatu Hadits yang
menyuruh umat Islam untuk menuntut ilmu sampai ke negeri China.
Dengan ayat-ayat al-Qur‟an dan al-Hadits tersebut digunakan sebagai
rujukan untuk mengingatkan umat Islam tentang pentingnya belajar
dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Dengan cara demikian
diharapkan problem umat Islam dapat teratasi.
Selain tujuan pendidikan, sistem pendidikan dan anak
didik, pendidik juga menjadi hal yang harus diperhatikan. Seorang
pendidik seharusnya memiliki kualitas, kreatifitas, pemikiran yang
terpadu serta profesional. Menurut Rahman, ada beberapa usaha yang
dilakukan diantaranya yaitu menggiatkan pendidik untuk melakukan
penelitian dan menghasilkan karya-karya ilmiah.
Sarana pendidikan juga hal penting dalam meningkatkan
mutu sekolah. Seperti perpustakan, Rahman merekomendasikan
jumlah buku-buku yang ada di perpustakaan harus ditambah lagi,
terutama buku yang berbahasa Arab dan buku berbahasa Inggris
(Muhaimin, 1999:127).
2. Faktor-Faktor yang Mendorong Adanya Modernisasi Pendidikan Islam
Secara garis besar ada beberapa faktor yang mendorong
adanya Modernisasi Pendidikan Islam seperti yang diungkapkan oleh
Suwito (2005:165), yaitu:
1) Faktor Internal, yaitu faktor kebutuhan pragmatis umat Islam yang
sangat memerlukan satu sistem pendidikan Islam yang benar-benar
bisa dijadikan rujukan dalam rangka mencetak manusia-manusia
muslim yang berkualitas, bertaqwa, dan beriman kepada Allah
SWT.
2) Agama Islam sendiri melalui ayat suci Al-Qur‟an banyak
menyuruh dan menganjurkan umat Islam untuk selalu berfikir dan
bermetaforma: membaca dan menganalisis suatu hal yang baru dari
apa yang kita lihat.
3) Adanya kontak Islam dengan barat juga merupakan faktor
terpenting yang bisa kita lihat. Adanya kontak ini paling tidak telah
menggugah dan membawa perubahan pragmatik umat Islam untuk
belajar secara terus menerus kepada barat, sehingga ketertinggalan
yang selama ini dirasakan akan bias terminimalisir.
Sedangkan faktor yang mendorong Fazlur Rahman
melakukan modernisasi pendidikan Islam yaitu karena krisis
metodologi tampaknya sangat disadari oleh Rahman sebagai penyebab
kemunduran pemikiran Islam, karena alternatif metodologi
dipandangnya sebagai titik pusat penyelesaian krisis intelektualisme
Islam. Implikasi dari alternatif metodologis ini, menurutnya
merupakan proyek besar umat Islam yang mengarah pada
pembaharuan pemikiran Islam. Proyek besar tersebut memerlukan
waktu yang panjang juga memerlukan sarana penunjang, tiada lain
adalah sistem pendidikan Islam. Menurutnya sistem pendidikan harus
terlebih dahulu dimodernisasi, membuatnya mampu menyokong
produktivitas intelektual Islam dengan menaikkan standar-standar
intelektualnya. Kesadaran Rahman terhadap pendidikan
mendorongnya terjun dalam kritisme sistem pendidikan.
Rahman juga mengkritik penyimpangan-penyimpangan
pendidikan tradisional di Pakistan karena mereka mengabaikan ilmu
pengetahuan modern, sehingga tidak leluasa berdialog dengan orang-
orang yang telah menerima pendidikan modern. Alumni pendidikan
klasik memang berhasil melestarikan ilmu pengetahuan teologi klasik
dan mencetak imam-imam masjid, tetapi mereka kurang memperoleh
informasi, sehingga kualitas pendidikan mereka kurang baik. Oleh
karenanya, pendidikan semacam ini tidak akan mampu membantu
mengembangkan pertumbuhan kesadaran beragama (Sutrisno,
2006:126). Selain itu, upaya pembaharuan pendidikan Islam dilakukan
oleh Fazlur Rahman karena berusaha untuk mengintegrasikan antara
pendidikan tradisional dan pendidikan modern, dengan demikian umat
Islam senantiasa berijtihad dalam memecahkan suatu permasalah. Dan
tidak lagi menganggap bahwa pemahaman para ulama terdahulu
merupakan hasil final yang mampu memecahkan masalah di masa
sekarang bahkan masa yang akan datang (Abuddin, 2013:323).
3. Aspek yang diperbarui Menurut Fazlur Rahman
Krisis metodologi merupakan salah satu faktor penyebab
kemunduran pemikiran Islam. Pandangan Rahman mengenai alternatif
metodologi sebagai titik penyelesaian problem intelektual
Islam.Implikasi dari alternatif metodologis ini merupakan proyek
umat Islam mengarah pada pembaharuan pemikiran Islam.Rahman
menyadari bahwa proyek tersebut selain memerlukan waktu yang
panjang juga memerlukan sarana penunjang. Sarana penunjang yang
dimaksudkan Rahman adalah sistem pendidikan Islam. Aspek ini,
menurut Rahman harus terlebih dahulu dimodernisasi, yakni
membuatnya mampu menyokong produktivitas intelektual Islam
dengan cara menaikkan standar-standar intelektualnya (Rahman,
1982:134)
Modernisasi al-Azhar, sebagai sampel lembaga pendidikan
ilmu-ilmu keislaman, sekalipun telah diupayakan semenjak abad ke-
19, namun menurut Rahman efek pembaharuan tersebut baru
dirasakan dalam lapangan reorganisasi, sistem ujian dan pengenalan
pokok-pokok kajian baru, dan tidak dalam kandungan ilmu-ilmu Islam
seperti teologi dan filsafat. Rahman menilai bahwa pendidikan yang
diberikan di al-Azhar tidak bisa melahirkan mujtahid-mujtahid besar,
yakni orang-orang yang mempunyai kemampuan dan kehendak
melakukan pemikiran baru dalam berbagai aspek pemikiran sebagai
“truisme” (Muhaimin, 1999:23).
Fazlur Rahman memberikan beberapa gagasan atas
modernisasi pendidikan Islam yaitu:
Pertama, Tujuan pendidikan, tujuan pendidikan yang
dikemukakan oleh Rahman yaitu yang berorientasi pada kehidupan
dunia dan akhirat serta bersumber pada Al-Qur‟an. Dengan demikian
manusia mampu mengembangkan kemampuannya sedemikian rupa
sehingga ilmu pengetahuan yang diperoleh akan menyatu pada
kemampuan kreatifitasnya.
Kedua, sistem pendidikan, Rahman mengemukakan bahwa
solusi dikotomi sistem pendidikan Islam dilakukan dengan cara
mengintegrasikan antara ilmu-ilmu agama dengan ilmu-ilmu umum.
Dengan begitu, manusia tidak hanya pandai dalam ilmu agama namun
pandai juga dalam ilmu umum seperti halnya Ibn Sina, beliau
merupakan ulama yang ahli ilmu agama dan juga ahli dalam bidang
kedokteran.
Ketiga, anak didik, menurut Rahman anak didik harus
diberikan pelajaran Al-Qur‟an melalui metode-metode yang
memungkinkan. Sebab kitab suci Al-Qur‟an tidak hanya sebagai
sumber inspirasi moral tetapi digunakan sebagai rujukan tertinggi
dalam memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Keempat, pendidik, di era modern ini diperlukan pendidik yang
berkualitas dan professional serta memiliki pemikiran yang kreatif dan
terpadu yang mampu menafsirkan hal-hal yang lama dalam bahasa
yang baru sesuai dengan perkembangan zaman.
Kelima, sarana pendidikan, menurut Rahman sarana
pendidikan yang lebih diperhatikan yaitu mengenai perpustakaan.
Rahman mengusulkan agar perpustakaan dilengkapi dengan buku-
buku berbahasa Arab dan buku-buku berbahasa Inggris untuk
menunjang mutu pendidikan (Muhaimin, 1999:126-127).
BAB IV
PEMIKIRAN FAZLUR RAHMAN TENTANG MODERNISASI
PENDIDIKAN ISLAM
A. Definisi Modernisasi Pendidikan Islam Menurut Fazlur Rahman
1. Modernisasi Pendidikan Islam Menurut Fazlur Rahman
Menurut Fazlur Rahman, modernisasi adalah “usaha (dari
tokoh-tokoh Muslim) untuk melakukan harmonisasi antara agama dan
pengaruh modernisasi dan westernisasi yang berlangsung di dunia
Islam. Rahman lebih menonjolkan karakteristik modernisasi pada
“keharusan ijtihad”, khususnya ijtihad dalam hal mu‟amalah
(kemasyarakatan), dan penolakan terhadap sikap jumud (kebekuan
berfikir) dan taqlid (mengikuti sesuatu tanpa pengertian) (Yusril,
1999:13).
Sedangkan pendidikan Islam seperti dikemukakan oleh Fazlur
Rahman dalam bukunya Sutrisno (2006:170), bukan sekedar peralatan
serta perlengkapan fisik pengajaran seperti buku-buku atau struktur
eksternal pendidikan,, melainkan sebagai intelektualisme Islam,
karena menurut Rahman hal tersebut merupakan esensi pendidikan
tinggi Islam. Dan juga merupakan pertumbuhan pemikiran Islam yang
asli, dan harus memberikan evaluasi untuk menilai seberapa
keberhasilan maupun kegagalan sebuah sistem pendidikan Islam.
Pendidikan Islam mencakup dua pengertian, yaitu:
1) Pengertian Pendidikan Islam dalam Pengertian Praktis
Pendidikan Islam adalah Pendidikan yang dilaksanakan di
Negara Islam seperti di Pakistan, Mesir, Sudan, Saudi, Iran, Turki,
Maroko, dan lain sebagainya, dimulai dari pendidikan dasar hingga
pendidikan tinggi. Sedangkan untuk konteks Negara Indonesia,
Pendidikan Islam meliputi di pesantren, di madrasah (mulai dari
Ibtidaiyah sampai dengan Aliyah), dan perguruan tinggi Islam.
Tidak hanya itu, di sekolah umum juga terdapat Pendidikan Islam,
seperti di sekolah dasar hingga sekolah menengah atas dan
perguruan tinggi umum.
2) Pendidikan Tinggi Islam (Intelektualisme Islam)
Rahman mengemukakan Pendidikan Islam dipahami
sebagai proses untuk menghasilkan ilmuwan integratif yang
didalamnya terdapat sifat-sifat kreatif, dinamis, inovatif, progresif,
adil, jujur, dan sebagainya. Dengan terciptanya ilmuwan yang
mempunyai sifat-sifat tersebut, diharapkan mampu memberikan
alternatif solusi terhadap problem-problem yang dihadapi oleh
umat manusia di dunia.
2. Dasar Pemikiran Pendidikan menurut Fazlur Rahman
Semua pemikiran Fazlur Rahman baik dalam bidang
pendidikan maupunyang lainnya dibangun atas dasar pemahamannya
yang mendalam tentang khazanah intelektual Islam di zaman klasik
guna memecahkan berbagai masalah kehidupan modern. Hal ini
misalnya dapat dilihat dari analisis yang diberikannya terhadap
pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam yang dilaksanakan
mulai Rasulullah Saw sampai zaman Abbasiyah (Abuddin, 2013:319).
Upaya pembaharuan pendidikan Islam menurut Fazlur Rahman
sebagaimana dikutip oleh Abudin Nata (2013:320), dapat ditempuh
dengan cara:
a. Membangkitkan ideologi umat Islam tentang pentingnya belajar dan
mengembangkan ilmu pengetahuan.
b. Berusaha mengikis dualism sistem pendidikan umat Islam. Pada
satu sisi terdapat pendidikan tradisional (agama) dan sisi lain
pendidikan modern (sekuler). Karena itu perlu ada upaya
mengintegrasikan antara keduanya.
c. Menyadari betapa pentingnya bahasa dalam pendidikan dan sebagai
alat untuk mengeluarkan pendapat-pendapat yang orisinil.
d. Pembaruan di bidang metode pendidikan Islam, yaitu beralih dari
metode mengulang-ulang dan menghafal pelajaran ke metode
memahami dan menganalisis.
3. Tujuan Pendidikan menurut Fazlur Rahman
Dengan berdasarkan pada Al-Qur‟an, Fazlur Rahman
mengatakan sebagaimana dikutip oleh Sutrisno (2006:171), bahwa
tujuan pendidikan adalah untuk mengembangkan manusia menjadi
sedemikian rupa sehingga pengetahuan yang didapatnya akan menjadi
organ pribadi yang kreatif, yang mampu memanfaatkan sumber-
sumber alam untuk kebaikan dan untuk menciptakan keadilan,
kejujuran, dan ketentraman dunia (Sutrisno, 2006:171). Menurut
beliau juga seperti yang dikutip oleh Muhaimin (1999:105), tujuan
pendidkan Islam selama ini lebih cenderung berorientasi pada
kehidupan akhirat saja dan bersifat defensif. Tujuan pendidikan Islam
harus diorientasikan kepada dunia dan akhirat sekaligus bersumber
pada Al-Qur‟an.
Dengan demikian, modernisasi pendidikan Islam menurut
Fazlur Rahman merupakan usaha yang dilakukan oleh para tokoh
Muslim untuk melakukan harmonisasi pada agama. Yang lebih
ditonjolkan pada keharusan ijtihad. Dan tercapai tujuan pendidikan
Islam secara optimal.
B. Gagasan Fazlur Rahman atasModernisasi Pendidikan Islam
1. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan Islam cenderung berorientasi pada
kehidupan akhirat semata dan bersifat defensif. Seperti yang
dikemukakan oleh Rahman bahwa:
“Strategi pendidikan Islam yang ada sekarang ini tidaklah benar-
benar diarahkan kepada tujuan yang positif, tetapi lebih
cenderung bersifat defensive yaitu untuk menyelamatkan pikiran
kaum Muslim dari pencemaran atau kerusakan yang ditimbulkan
oleh dampak gagasan-gagasan Barat yang datang melalui
berbagai disiplin ilmu, terutama gagasan-gagasan yang akan
meledakkan standar moralitas Islam”(Nur Cholish, 1992:455).
Dalam kondisi kepanikan spiritual ini, strategi pendidikan
Islam yang dikembangkan di seluruh dunia Islam secara universal
bersifat mekanis. Akibatnya muncul golongan yang menolak segala
yang berbau Barat, bahkan ada pula yang mengharamkan pengambil
alihan ilmu dan teknologinya, sehingga apabila kondisi tersebut
berlanjut maka akan menyebabkan kemunduran umat Islam.
Menurut Rahman, ada beberapa hal yang perlu dilakukan.
Pertama, tujuan pendidikan Islam yang bersifat defensive dan
cenderung berorientasi pada kehidupan akhirat tersebut harus segera
diubah. Tujuan pendidikan Islam harus diorientasikan pada kehidupan
dunia dan akhirat sekaligus bersumber pada Al-Qur‟an. Rahman juga
mengemukakan tujuan pendidikan dalam pandangan Al-Qur‟an adalah
untuk mengembangkan kemampuan inti manusia dengan cara yang
sedemikian rupa, sehingga seluruh ilmu pengetahuan yang diperolehnya
akan menyatu dengan kepribadian kreatifnya.
Kedua, beban psikologi umat Islam dalam menghadapi
Barat harus segera dihilangkan. Untuk menghilangkan beban psikologis
tersebut Rahman menganjurkan supaya dilakukan kajian Islam yang
menyeluruh secara historis dan sistematis mengenai perkembangan
disiplin-disiplin ilmu Islam seperti teologi, hukum, etika, Hadits, ilmu-
ilmu social, dan filsafat, dengan berpegang pada Al-Qur‟an sebagai
penilai.
Ketiga, sikap negatif umat Islam terhadap ilmu
pengetahuan juga harus diubah. Sebab menurut Rahman, ilmu
pengetahuan tidak salah, yang salah yaitu penggunanya. Selain itu ia
juga menyatakan bahwa di dalam Al-Qur‟an kata al-„ilm (ilmu
pengetahuan) digunakan untuk semua jenis ilmu pengetahuan.
Contohnya, ketika Allah mengajarkan bagaimana Daud membuat baju
perang, itu juga al-„alim.
Dalam pandangan Islam, ilmu merupakan suatu bentuk
ibadah yang mendorong manusia untuk menjalin hubungan yang lebih
dekat dengan Allah. Oleh karena itu, menurut Rahman Islam
membolehkan umatnya untuk memperoleh ilmu pengetahuan dalam
bentuk apapun, selama ilmu pengetahuan yang diperolehnya tersebut
tidak menyesatkan dan mengarahkannya kepada penghancuran diri.
Karena ilmu pengetahuan itu pada hakekatnya harus diamanfaatkan
untuk tujuan yang sehat bagi setiap individu maupun masyarakat
(Muhaimin, 1999:105-106).
2. Sistem Pendidikan
Masalah klasik yang tetap aktual karena masih sering
dipersoalkan oleh para pakar pendidikan Islam adalah adanya dikotomi
dalam sistem pendidikan Islam. Di tengah maraknya persoalan
dikotomi sistem pendidikan Islam, Rahman berupaya menawarkan
solusinya seperti yang dikutip oleh Muhaimin (1999:109-110).
Menurutnya untuk menghilangkan dikotomi sistem pendidikan Islam
tersebut adalah dengan cara mengintegrasikan antara ilmu-ilmu agama
dengan ilmu-ilmu umum secara organis dan menyeluruh. Dengan
demikian di dalam kurikulum maupun silabus pendidikan Islam harus
tercakup baik ilmu-ilmu umum seperti ilmu-ilmu sosial, ilmu-ilmu alam
dan sejarah dunia maupun ilmu-ilmu agama seperti fiqh, ilmu kalam,
tafsir dan Hadits.
Pendekatan integratif seperti itu, adanya hubungan
fungsional antara ilmu-ilmu umum dan ilmu-ilmu agama, telah berhasil
melahirkan ulama-ulama yang memiliki pikiran-pikiran yang kreatif
dan terpadu, serta memiliki pengetahuan luas dan mendalam. Seperti
tokoh Ibn Sina, selain ahli agama juga seorang psikologi, ia juga ahli
dalam ilmu kedokteran. Demikian pula Ibn Rusyd, ia di samping
sebagai ahli hukum Islam, ahli dalam bidang matematika, fisika,
astronomi, logika, filsafat, dan juga ilmu pengobatan.
Menurut Rahman bahwa ilmu pengetahuan pada prinsipnya
adalah satu yaitu dari Allah SWT. Hal ini sesuai dengan apa yang
dijelaskan di dalam Al-Qur‟an. Di dalam Al-Qur‟an dijelaskan bahwa
semua pengetahuan datangnya dari Allah. Sebagian diwahyukan kepada
orang yang dipilih-Nya melalui ayat-ayat Qur‟aniyah dan sebagian
melalui ayat-ayat kauniyah yang diperoleh manusia melalui indera, akal
dan hatinya. Dan pengetahuan yang diwahyukan kebenarannya bersifat
absolut sedangkan pengetahuan yang diperoleh kebenarannya bersifat
tidak mutlak
Skema dari uraian di atas:
3. Peserta Didik
Anak didik yang dihadapi oleh dunia pendidikan Islam di
negara-negara Islam berkaitan dengan belum berhasilnya dikotomi
antara ilmu-ilmu agama dengan ilmu-ilmu umum ditumbangkan di
lembaga-lembaga pendidikan Islam. Belum berhasilnya dikotomi
tersebut mengakibatkan rendahnya kualitas intelektual peserta didik dan
munculnya pribadi-pribadi yang pecah. Kondisi tersebut pada akhirnya
bisa menimbulkan moralitas ganda dari kaum Muslim. Misalnya
seorang Muslim yang sholeh dan taat beribadah, di waktu yang sama
bisa menjadi pemeras, koruptor, atau melakukan perbuatan tercela
lainnya. Bahkan yang lebih memprihatinkan lagi dikotomi sistem
pendidikan tersebut mengakibatkan tidak lahirnya peserta didik yang
mempunyai komitmen spiritual dan intelektual yang mendalam
terhadap Islam dari lembaga-lembaga pendidikan Islam (Muhaimin dan
Abdul Mujib, 1993:160).
Menurut Rahman sebagaimana yang dikutip oleh Muhaimin
(1999:111-112), ada beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk
mengatasi masalah di atas, yaitu:
Pertama, peserta didik harus diberikan pelajaran Al-Qur‟an
melalui metode-metode yang memungkinkan, kitab suci Al-Qur‟an
yang tidak hanya sebagai sumber inspirasi, Al-Qur‟an juga dapat
sebagai rujuksn psling tinggi untuk menyelesaikan masalah-masalah
dalam kehidupan yang semakin kompleks. Berkaitan dengan itu,
Rahman menawarkan metode sistematisnya dalam memahami dan
menafsirkan Al-Qur‟an. Metode tersebut terdiri dari dua gerakan ganda
atau sering disebut double movement, dimana gerakan tersebut dari
situasi sekarang ke masa turunnya Al-Qur‟an dan kembali lagi ke masa
kini. Gerakan pertama mempunyai dua langkah yaitu:
1. Peserta didik harus memahami makna atau arti dari sebuah
pernyataan dengan mengkaji situasi dan masalah historis di mana
pernyataan Al-Qur‟an tersebut merupakan jawaban. Sebelum
mengkaji ayat-ayat spesifiknya, suatu kajian mengenai situasi makro
dalam batasan-batasan masyarakat, agama, adat-istiadat, lembaga-
lembaga dan mengenai kehidupan secara menyeluruh.
2. Mengeneralisasikan jawaban-jawaban spesifik tersebut dan
menyatakannya sebagai pernyataan-pernyataan yang memiliki tujuan
moral dan sosial umum yang dapat disaring dari ayat-ayat spesifik
dalam latar belakang sejarah yang sering dinyatakan.
Kedua, memberikan materi disiplin ilmu-ilmu Islam secara
historis, kritis dan holistic. Disiplin ilmu-ilmu Islam tersebut meliputi:
teologi, hukum etika, ilmu-ilmu social dan filsafat.
4. Pendidik
Pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab
memberikan bimbingan atau member bantuan kepada anak didik dalam
perkembangan jasmani maupun rohaninya agar mencapai
kedewasaannya, mampu melaksanakan tugasnya sebagai makhluk
Allah, khalifah di muka bumi, sebagai makhluk sosial, dan sebagai
individu yang mampu berdiri sendiri. Istilah lain dari pendidik ialah
guru. Kedua istilah itu hamper sama istilahnya, bedanya kalau istilah
guru seringkali dipakai dilingkungan pendidikan formal, sedangkan
pendidikan seringkali dipakai dilingkungan formal, nonformal, dan
informal (Nur dan Abu, 1997:71).
Secara umum pendidik yang pertama dan utama adalah orang
tua sendiri yang bertanggungjawab penuh atas perkembangan kemajuan
anak kandungnya, karena sukses anaknya merupakan sukses orang
tuanya juga. Seperti firman Allah (QS. 66:6): “Peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka…”. Namun karena tuntutan sehingga
anaknya diserahkan kepada lembaga pendidikan. Penyerahan anak
kepada lembaga pendidikan bukan lantas orangtua lepas
tanggungjawabnya sebagai pendidik yang pertama dan utama, akan
tetapi orangtua tetap masih mempunyai kewajiban untuk mendidik anak
tersebut.
Dalam paradigm Jawa, pendidik identik guru yang artinya
“digugu” dan “ditiru”. Akan tetapi dalam paradigma baru, pendidik
tidak hanya berfungsi sebagai pengajar namun sebagai motivator dan
fasilitator proses belajar mengajar juga. Sesungguhnya pendidik
bukanlah bertugas hanya mentransfer ilmu pengetahuan semata, namun
pendidik juga bertanggungjawab atas pengolahan, pengarahan,
fasilitator, dan perencanaan. Oleh karena itu ada tiga hal fungsi dan
tugas pendidik yaitu:
1) Sebagai pengajar yang bertugas merencanakan program pengajaran
dan melaksanakan program yang telah disusun serta mengakhiri
dengan melakukan penilaian.
2) Sebagai pendidik yang mengarahkan peserta didik pada tingkat
kedewasaan yang berkepribadian insan kamil seiring dengan tujuan
Allah menciptakannya.
3) Sebagai pemimpin yang mampu mengendalikan diri sendiri,
peserta didik, dan masyarakat yang meyangkut upaya pengerahan,
pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan dan partisipasi atas
yang dilakukan (Muhaimin, 1993:169-170).
Dalam pelaksanaan tugasnya, seorang pendidik dituntut
untuk mempunyai seperangkat prinsip keguruan, yang berupa:
a. Memperhatikan: kemampuan, pertumbuhan, dan perbedaan peserta
didik
b. Menumbuhkan bakat dan sikap peserta didik dengan baik
c. Mengatur proses belajar mengajar dengan baik
d. Memperhatikan perubahan-perubahan yang mempengaruhi proses
belajar mengajar
e. Menciptakan hubungan manusiawi dalam proses belajar mengajar
(Zakiyah Darajat, 1980:22-23).
Untuk memperoleh pendidik yang berkualitas di lembaga-
lembaga pendidikan Islam dewasa ini sangat sulit. Seperti yang
dikemukakan Rahman sebagaimana dikutip oleh Muhaimin (1999:115-
117), bahwasannya pendidik yang berkualitas dan professional serta
memiliki pikiran-pikiran yang kreatif dan terpadu yang mampu
menafsirkan bahasa lama ke bahasa baru dan menjadikan hal-hal baru
sebagai alat yang berguna masih sulit ditemukan.
Dalam mengatasi tenaga pendidik yang seperti itu, Rahman
menawarkan beberapa gagasan, yaitu:
a) Merekrut dan mempersiapkan peserta didik yang memiliki bakat-
bakat terbaik dan mempunyai komitmen yang tinggi terhadap agama
Islam
b) Mengangkat lulusan madrasah yang relatif cerdas atau merujuk
kepada sarjana-sarjana modern yang telah memperoleh gelar
keilmuannya tinggi sebagai guru besar pada bidang bahasa Arab dan
sejarah Islam.
c) Pendidik harus dilatih di pusat-pusat studi keislaman di luar negeri.
d) Mengangkat beberapa lulusan madrasah yang memiliki pengetahuan
bahasa Inggris dan mencoba melatih mereka dalam teknik riset
modern da sebaliknya menarik para lulusan universitas bidang
filsafat dan ilmu-ilmu sosial dan member mereka pelajaran bahasa
Arab dan disiplin-disiplin Islam klasik seperti Hadits, dan
yuriprudensi Islam.
e) Menggiatkan para pendidik untuk melahirkan karya-karya keislaman
secara kreatif dan memiliki tujuan. Di samping menulis karya-karya
tentang sejarah, filsafat, seni, juga harus mengkonsentrasikannya
kembali kepada pemikiran Islam. Dan para pendidik juga harus
bersungguh-sungguh dalam mengadakan penelitian dan berusaha
untuk menerbitkan karyanya tersebut. Bagi mereka yang memiliki
karya yang bagus, harus diberikan penghargaan seperti
meningkatkan gajinya.
5. Sarana Pendidikan
Sarana yang berupa gedung dan perpustakaan amat
berhubungan dengan mutu sekolah. Tokoh-tokoh pendidikan Islam
terdahulu sudah mengetahui betapa pentingnya sarana untuk menunjang
mutu pendidikan, dimulai dari yang sederhana. Seperti pengajaran di
rumah dan masjid. Dahulu rumah Rasulullah pernah dijadikan sebagai
tempat belajar. Sedangkan rumah Arqam ibn Arqam pernah dijadikan
oleh para sahabat untuk mempelajari pokok-pokok ajaran Islam dan
pengajaran hafalan Al-Qur‟an.
Sarana pendidikan seperti perpustakaan pada masa
pertengahan memberikan saham yang besar bagi peningkatan kualitas
lembaga pendidikan dan intelektual umat Islam. Dalam sejarah Islam
perpustakaan dapat dikategorikan ke dalam tiga jenis, yaitu:
1) Perpustakaan umum yang biasanya merupakan bagian dari masjid,
madrasah, atau lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Perpustakaan
ini terbuka untuk siapa saja yang ingin menggunakannya. Yang
tergolong di dalam perpustakaan ini antara lain Bait al-Hikmah, Dar
al-Hikmah, dan Dar al-„Ilmi.
2) Perpustakaan semi-umum yang hanya terbuka untuk kalangan
tertentu saja, biasanya hanya untuk para ilmuwan dan bangsawan
saja, dan letaknya sering kali di lingkungan Istana.
3) Perpustakaan pribadi merupakan perpustakaan milik individu, baik
seorang sarjana maupun orang yang hobi mengumpulkan buku untuk
sekedar kesenangan saja.
Atas dasar pengamatan Rahman di beberapan negara Islam
yang dikunjunginya menunjukkan bahwa keadaan perpustakaan di
lembaga-lembaga pendidikan Islam tersebut masih belum memadai,
terutama pada jumlah buku-bukunya. Terutapa buku-buku yang
berbahasa Arab dan berbahasa Inggris. Untuk mengatasi masalah
tersebut, Rahman mengusulkan agar fasilitas perpustakaan harus
dilengkapi dengan buku-buku berbahasa Arab dan berbahasa Inggris
(Muhaimin, 1999:117-118).
C. Relevansi Pemikiran Fazlur Rahman tentang Modernisasi Pendidikan
Islam dengan Pendidikan Islam masa kini
Menurut Harun Nasution sebagaimana yang dikutip oleh
Muhaimin (1999:79) istilah modern berarti masa yang dimulai dari tahun
1800 M sampai seterusnya. Dunia modern ini ditandai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan filsafat yang berkembang pesat di
Eropa setelah sekian lama bertahta di dunia Islam. Keadaan ini semakin
menunjukkan akan kemunduran dunia Islam dibandingkan dunia Barat.
Kemunduran di dunia Islam terjadi karena salah pandang umat Islam
terhadap sistem pendidikan yang ada saat ini. Diantara kritikan yang
dilontarkan oleh Fazlur Rahman bahwa tujuan pendidikan Islam sekarang
hanya diorientasikan kepada kehidupan akhirat semata dan bersifat
defensif serta adanya dikotomi atau pemilahan antara ilmu pengetahuan
umum dan pengetahuan agama.
Dalam kajian sejarah tentang dikotomi ilmu, Islam sangat
berkebalikan dengan Barat yang memang manghendaki adanya dikotomi
keilmuan. Bagi dunia Islam dikotomi itu sangatlah berbahaya. Pandangan
dikotomi dapat mengancam realisasi Islam dalam kehidupan umat. Bila
dikotomi berkembang di dunia Islam, maka diantara akibatnya adalah
adanya pembelahan antara ilmu pengetahuan umum dan agama.
Keadaan seperti inilah yang mendorong Fazlur Rahman untuk
mencetuskan ide-ide perubahan, dengan semangatnya ia sedikit banyak
telah ikut bersumbangsih bagi Islam maupun dunia, baik berupa tenaga,
kritikan, karya-karya ilmiah dan sebagainya. Salah satu upaya
pembaharuan yang dilakukan Fazlur Rahman dalam sistem pendidikan
adalah dengan melakukan integrasi ilmu pengetahuan.
Konsep pengintegrasian ilmu perlu dilakukan untuk menghindari
adanya diskriminasi ilmu. Untuk memberikan pemahaman tentang konsep
integrasi keilmuan, langkah awal yang harus dilakukan adalah dengan
memahami konteks munculnya ide integrasi keilmuan tersebut.
Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas tadi bahwa asal mula munculnya
gagasan integrasi ilmu adalah adanya pandangan atau sikap membedakan
ilmu umum (science) dan ilmu agama (religious science). Tujuannya tentu
agar pendidikan Islam tidak terkesan hilang ditelan zaman.
Perlu dipahami juga bahwa ide integrasi keilmuan ini dimaksudkan
sebagai upaya membangun suatu pandangan dari sikap positif terhadap
ilmu agama dan ilmu umum. Kata kunci konsepsi integrasi keilmuan
berangkat dari premis bahwa semua pengetahuan yang benar berasal dari
Allah. Hal itu memberikan pengertian bahwa tidak perlu adanya dikotomi
dalam ilmu. Jadi integrasi ilmu hadir sebagai solusi atas persoalan
dikotomi keilmuan yang terjadi. Berdasarkan penjabaran tersebut dapat
dimengerti bahwa ide pembaharuanyang diusung Fazlur Rahman sangatlah
penting bagi perkembangan ilmu pengetahuan Islam kedepan untuk dapat
bersaing di dunia modern. Ide-ide Fazlur Rahman tentang konsep intregasi
ilmu pengetahuan dan lainnya merupakan pintu yang dapat menghantarkan
umat Islam untuk dapat meraih kejayaannya kembali setelah sekian lama
direbut oleh dunia barat.
Pemikiran Fazlur Rahman ini sudah banyak direspon oleh negara-
negara Islam termasuk Indonesia untuk pengembangan pendidikannya.
Konsep integrasi pendidikan telah diterapkan mulai dari pendidikan dasar,
menengah dan perguruan tinggi. Seperti adanya sistem pendidikan Islam
Terpadu, sebagaimana dijelaskan oleh Agus Shofwan yang dikutip
Zubaedi, bahwa pendidikan Islam terpadu ialah bentuk satuan pendidikan
yang menyelenggarakan program pendidikan berdasarkan Kurikulum
Nasional yang diperkaya dengan sistem pendidikan Islami melalui
pengintegrasian antara pendidikan agama dan umum. Belakangan ini
beberapa Universitas Islam Negeri (UIN) tengah mengupayakan langkah-
langkah pengintegrasian antara ilmu agama dan non-agama, untuk
menjembatani pemisahan ilmu yang terjadi selama ini.
Selain itu, diungkapkan oleh Akhmad Minhaji yang dikutip oleh
Waryani Fajar Riyanto dalam bukunya Studi Islam Indonesia (2014)
menyatakan bahwa dalam perjalanan sejarahnya, PTAI (STAIN dan IAIN)
yang melakukan transformasi menjadi UIN pada periode awal (2002-
2005) telah melengkapi dirinya dengan konsep keilmuan studi Islam
integratif. UIN Sunan Gunung Djati Bandung, misalnya menggambarkan
jati diri keilmuannya melalui bukunya Pandangan Keilmuan UIN: Wahyu
Memandu Ilmu (2006); UIN Maulana Malik Ibrahim Malang tertuang
dalam bukunya Mamandu Sains dan Agama: Menuju Universitas Islam
Masa Depan (2004); UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul
Integrasi Keilmuan UIN Syarif Hidaytullah Jakarta Menuju Universitas
Riset (2006); UIN Alauddin Makasar menyebutnya dengan Inner Capacity
seperti tertuang dalam Memahami Kebahagiaan Antara Impian Dan
Kenyataan: Suatu Upaya Pengembangan Inner Capacity (2006); UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan Integrasi-Interkoneksi-nya
menuangkan melalui karya Kerangka Dasar Keilmuan dan
Pengembangan Kurikulum UIN Sunan Kalijaga (2004) (Waryani,
2014:152-253).
Berdasarkan paparan di atas dapat diketahui bahwa sumbangan
pemikiran Fazlur Rahman tentang sistem pendidikan integrasi ilmu
pengetahuan agama dan umum relevan dengan dunia pendidikan modern
yang berkembang saat ini. Terbukti dengan adanya lembaga pendidikan
Islam terpadu pada tingkat dasar, menengah hingga adanya transformasi
berbagai perguruan tinggi menuju ke tahap Universitas sebagai solusi
mengawinkan ilmu pengetahuan umum dan agama secara holistic.
Selain sistem pendidikan integratif, gagasan Rahman mengenai
beberapa usaha agar pendidik menjadi berkualitas dan professional seperti
mengirimkan pendidik yang memiliki potensi untuk melanjutkan studinya
ke luar negeri, relevan dengan apa yang terjadi di saat ini seperti di
Indonesia. Indonesia pernah mengirimkan pendidik atau tenaga pengajar
IAIN yang potensial untuk melanjutkan pendidikannya ke universitas
Barat yang mempunyai pusat-pusat studi Islam (Muhaimin, 1999:116).
Kemudian mengenai sarana pendidikan seperti perpustakaan, di
Indonesia sudah banyak perpustakaan yang terdapat buku-buku berbahasa
Arab dan buku-buku berbahasa Inggris. Seperti di perpustakaan IAIN
Salatiga, tidak sedikit buku-buku berbahasa Arab dan buku-buku
berbahasa Inggris untuk menunjang proses belajar mengajar sehingga
tercapai tujuan pendidikan yang optimal. Dengan demikian sudah tercapai
apa yang diinginkan Rahman supaya fasilitas perpustakaan dilengkapi
dengan buku berbahasa Arab dan berbahasa Inggris.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian-uraian di atas akhirnya penulis dapat menyimpulkan
sebagai berikut:
1. Menurut Fazlur Rahman, modernisasi adalah “usaha (dari tokoh-tokoh
Muslim) untuk melakukan harmonisasi antara agama dan pengaruh
modernisasi dan westernisasi yang berlangsung di dunia Islam. Rahman
lebih menonjolkan karakteristik modernisasi pada “keharusan ijtihad”,
khususnya ijtihad dalam hal mu‟amalah (kemasyarakatan), dan
penolakan terhadap sikap jumud (kebekuan berfikir) dan taqlid
(mengikuti sesuatu tanpa pengertian) (Yusril, 1999:13).
Sedangkan pendidikan Islam seperti dikemukakan oleh Fazlur
Rahman dalam bukunya Sutrisno (2006:170), bukan sekedar peralatan
serta perlengkapan fisik pengajaran seperti buku-buku atau struktur
eksternal pendidikan,, melainkan sebagai intelektualisme Islam,
karena menurut Rahman hal tersebut merupakan esensi pendidikan
tinggi Islam. Dan juga merupakan pertumbuhan pemikiran Islam yang
asli, dan harus memberikan evaluasi untuk menilai seberapa
keberhasilan maupun kegagalan sebuah sistem pendidikan Islam.
Pendidikan Islam mencakup dua pengertian, yaitu:
1) Pengertian Pendidikan Islam dalam Pengertian Praktis
Pendidikan Islam adalah Pendidikan yang dilaksanakan di
Negara Islam seperti di Pakistan, Mesir, Sudan, Saudi, Iran, Turki,
Maroko, dan lain sebagainya, dimulai dari pendidikan dasar hingga
pendidikan tinggi. Sedangkan untuk konteks Negara Indonesia,
Pendidikan Islam meliputi di pesantren, di madrasah (mulai dari
Ibtidaiyah sampai dengan Aliyah), dan perguruan tinggi Islam.
Tidak hanya itu, di sekolah umum juga terdapat Pendidikan Islam,
seperti di sekolah dasar hingga sekolah menengah atas dan
perguruan tinggi umum.
2) Pendidikan Tinggi Islam (Intelektualisme Islam)
Rahman mengemukakan Pendidikan Islam dipahami
sebagai proses untuk menghasilkan ilmuwan integratif yang
didalamnya terdapat sifat-sifat kreatif, dinamis, inovatif, progresif,
adil, jujur, dan sebagainya. Dengan terciptanya ilmuwan yang
mempunyai sifat-sifat tersebut, diharapkan mampu memberikan
alternatif solusi terhadap problem-problem yang dihadapi oleh
umat manusia di dunia.
Jadi dapat dismpulkan modernisasi pendidikan Islam adalah
suatu usaha yang dilakukan para tokoh muslim untuk mengubah cara
berfikir, gerakan, adat-istiadat, institusi-institusi lama dan lain
sebagainya. Yang memiliki karakter pada keharusan berijtihad,
kebebasan berpkir dan menolak pada taqlid (mengikuti tanda
pengertian), untuk menciptakan ilmuwan yang integratif yang
didalamnya terdapat sifat kreatif, inovatif, jujur, dan adil.
2. Pemikiran Fazlur Rahman ini sudah banyak direspon oleh negara-
negara Islam termasuk Indonesia untuk pengembangan pendidikannya.
Konsep integrasi pendidikan telah diterapkan mulai dari pendidikan
dasar, menengah dan perguruan tinggi. Seperti adanya sistem
pendidikan Islam Terpadu, sebagaimana dijelaskan oleh Agus Shofwan
yang dikutip Zubaedi, bahwa pendidikan Islam terpadu ialah bentuk
satuan pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan
berdasarkan Kurikulum Nasional yang diperkaya dengan sistem
pendidikan Islami melalui pengintegrasian antara pendidikan agama
dan umum. Belakangan ini beberapa Universitas Islam Negeri (UIN)
tengah mengupayakan langkah-langkah pengintegrasian antara ilmu
agama dan non-agama, untuk menjembatani pemisahan ilmu yang
terjadi selama ini.
Selain sistem pendidikan integratif, gagasan Rahman mengenai
beberapa usaha agar pendidik menjadi berkualitas dan professional
seperti mengirimkan pendidik yang memiliki potensi untuk melanjutkan
studinya keluar negeri, relevan dengan apa yang terjadi di saat ini
seperti di Indonesia. Indonesia pernah mengirimkan pendidik atau
tenaga pengajar IAIN yang potensial untuk melanjutkan pendidikannya
ke Universitas Barat yang mempunyai pusat-pusat studi Islam. Dan
juga mengenai perpustakaan seperti yang diinginkan Fazlur Rahman,
bahwa banyak perpustakaan di Indonesia yang sudah memiliki buku-
buku berbahasa Arab dan berbahasa Inggris untuk menunjang
pembelajarannya.
B. Saran-saran
1. Para guru atau pendidik mampu mengembangkan pemikiran Fazlur
Rahman dengan menciptakan lulusan yang integratif yang didalamnya
terdapat beberapa sifat diantaranya sifat kreatif, inovatif, dan jujur.
2. Para pimpinan lembaga pendidikan atau Kepala Sekolah agar dapat
mengupayakan langkah-langkah yang memungkinkan terjadinya
integrasi ilmu dalam Islam serta integrasi dalam sistem pendidikan
umat Islam dalam rangka dapat menghasilkan alumni yang berkualitas
tinggi.
3. Para Kepala Sekolah agar dapat memberikan pelatihan-pelatihan
maupun pengiriman tenaga pendidik keluar negeri agar pendidik
berkualitas dan profesional.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Mujib, Muhaimin. 1993. Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian Filosofi dan
Kerangka Dasar Operasionalnya. Bandung: Trigenda Karya.
Adnan Amal, Taufik. 1994. Metode Alternatif: Neomodernisme Islam Fazlur
Rahman. Bandung: Mizan.
Al-Syaibani, Omar Muhammad Al-Toumy. 1979. Falsafah At-Tarbiyah Al-
Islamiyah, terjemah: Hasan Lunggalung. Jakarta: Bulan Bintang.
Al-Qur‟an: 2013
Amirudin, Hasbi. 2000. Konsep Negara Islam Menurut Fazlur Rahman.
Yogyakarta: UII Press.
Arikunto, Suharsini, 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Edisi
Revisi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Azra, Azyumardi, 2000. Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju
Milineum Baru. Jakarta: Logos Wacana Ilmu
______________, 1996. Pergolakan Politik Islam: Dari Fundamentalisme,
Modernisme Hingga Post-Modernisme. Jakarta: Paramadina.
Drajat, Zakiyat. 1980. Kepribadian Guru. Jakarta: Bulan Bintang.
Depdikbud, 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Fajar Riyanto, Waryani. 2014. Studi Islam Indonesia. Pekalongan: STAIN
Pekalongan Press.
Rahman, Fazlur. 1982. Islam dan Modernitas: Tentang Transformasi Intelektual.
Bandung: Pustaka.
____________. 2001. Gelombang Perubahan Dalam Islam. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Hamid, Hamdani. 2012. Pemikiran Modern Dalam Islam. Jakarta: Direktorat
Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama.
Harun Nasution, 1996. Islam Rasional, Gagasan dan Pemikiran, Jakarta: Mizan.
Huntingthon, P. Samuel. 2009. Benturan Antar Peradaban dan masa Depan
Politik Dunia. Jakarta: Qalam.
Ihza Mahendra, Yusril. 1999. Modernisme dan Fundamentalisme dalam Politik
Islam. Jakarta: Paramadina.
Madjid, Nurcholis. 1993. Islam, Kemodernan, dan Keindonesiaan. Bandung:
Mizan
______________. 1992. Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis
tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan kemodernan. Jakarta:
Yayasan Wakaf Paramadina.
Muhaimin. 1999. Kontroversi Pemikiran Fazlur Rahman: Studi Kritis
Pembaharuan Pendidikan Islam. Cirebon: Pustaka Dinamika.
Nata, Abuddin, 2013. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
____________, 2013. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
___________. 2012. Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Nizar, Samsul , 2002. Filsafat Pendidikan Islam pendekatan Historis, Teoritis dan
Praktis. Jakarta: Ciputat Press.
Sholihin, 2008. Modernitas, Posmodernitas, dan Agama. Semarang: Walisongo
Press.
Soekanto, Soerjono. 2008. Sosiologi Suatu Pengantar. Universitas Indonesia.
Soemargono, 1983. Filsafat Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta: Nur Cahaya.
Sutrisno, 2006. Fazlur Rahman (Kajian terhadap metode, epistemology, dan
system pendidikan). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
S. Lestari, Ngatini. Pengantar Rachmad Abdul, 2010. Pendidikan Islam
Kontekstual. Yogyakarta: PT. Pustaka Pelajar.
Tabrani, Yusran. 1996. Prilaku Organisasi. Bandung: Sinar Baru.
Winarno, 1998. Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar, Metode, dan Teknik,
Bandung: Tarsito.
Zed, 2008. Metode Penelitian. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
DAFTAR NILAI SURAT KETERANGAN KEGIATAN
Nama : FARHANI HANIFAH
NIM : 111-13-018
Jurusan : Pendidikan Agama Islam (PAI)
Dosen P.A. : Prof. Dr. Budihardjo, M.Ag.
No. Nama Kegiatan Pelaksanaan Sebagai Nilai
1. OPAK STAIN Salatiga 2013
“Rekonstruksi Paradigma
Mahasiswa yang Cerdas, Peka
dan Peduli”
26-27 Agustus
2013
Peserta 3
2. OPAK TARBIYAH 2013 “
Menjungjung Tinggi Nilai-Nilai
Kearifan Lokal Sebagai Identitas
Pendidikan Indonesia”
29 Agustus 2013 Peserta 3
3. Library User Education
(Pendidikan Pemakai
Perpustakaan) UPT
PERPUSTAKAAN
16 September
2013
Peserta 2
4. Training Pembuatan Makalah
yang diselenggarakan oleh
Lembaga Dakwah Kampus
(LDK) Darul Amal STAIN
Salatiga
18 September
2013
Peserta 2
5. Seminar Nasional Bahasa Arab
“Inovasi Pembelajaran Bahasa:
Upaya Menjaga Eksistensi dan
Masa Depan Pembelajaran
Bahasa Arab”
09 Oktober 2013 Peserta 8
6. Seminar Nasional “Optimalisasi
Sumber Daya Insani Terhadap
Lembaga Keuangan Syariah”
14 Oktober 2014 Peserta 8
7. Seminar Nasional Bahasa Arab
Ittaqo “Implementasi Kurikulum
2013 pada maple Bahasa Arab
tingkat dasar, dan tingkat
menengah dalam upaya
menjawab tantangan pengajaran
Bahasa Arab”
4 November
2014
Peserta 8
8. Seminar nasional “Perbaikan 13 November Peserta 8
Mutu Pendidikan Melalui
Profesionalitas Pendidikan”
2014
9. Diklat Microteaching 08 November
2014
Peserta 2
10. Seminar Pendidikan
“Mempertegas Peran Pendidikan
dalam Mencerahkan Masa
Depan Anak Bangsa “
19 November
2014
Peserta 2
11. PERBASIS (Perbadingan Bahasa
Arab Bahasa Inggris)/CEA
(Comparison English Arabic)
27 November
2014
Peserta 2
12. Kajian Intensif Mahasiswa
“Fenomena Islam di Salatiga”
28 November
2014
Peserta 2
13. PAB (Penerimaan Anggota
Baru) JQH Al-Furqon STAIN
Salatiga “Menumbuhkan
Karakter Islami dan Qur‟ani”
13-14 Desember
2014
Peserta 2
14. Workshop Nasional “Sukses
Akademik, Sukses Bakat dan
Hidup Bermartabat dengan
Karya”
16 Desember
2014
Peserta 8
15. Seminar Nasional “Peranan
Technopreneur dalam
Mendukung Program Pemerintah
Melalui Ekonomi Kreatif”
15 April 2015 Peserta 8
16. Seminar Nasional
Kewirausahaan “Jiwa Muda,
Berani Berwirausaha”
30 Oktober 2015 Peserta 8
17. Seminar Nasional “Perbankan
Syari‟ah di Indonesia : Antara
Teori dan Praktik”
4 November
2015
Peserta 8
18. Seminar Nasional DEMA FTIK
“Peningkatan Profesionalisme
Guru Sebagai Dalam
Pembelajaran Di Era
Globalisasi”
23 November
2015
Peserta 8
19. Seminar dan Bedah Film HMI
Cabang Salatiga “Menggugah
Jiwa Nasionalisme Pemuda di
Era Moderenitas”
14 November
2015
Peserta 2
20. Seminar Nasional HMJ
Komunikasi dan Penyiaran Islam
Fakultas Dakwah “Peran Media
Masa terhadap Kelestarian
Lingkungan Hidup”
19 November
2015
Peserta 8
21. IAIN Salatiga Bersholawat dan 03 November Peserta 2
Orasi Kebangsaan “Menyemai
Nilai-Nilai Islam Indonesia
Untuk Memperkokoh NKRI
dalam Mewujudkan Baldatun
Toyyibatun Warobbun Ghofur”
2015
22. Seminar Nasional Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia
Rayon Tarbiyah Matori Abdul
Djalil “ISIS? Rahmatal Lil
Alamin Nya Mana?
19 Desember
2015
Peserta 8
23. Seminar Nasional “Hak Gender
Kaum Difabel dalam Prespektif
Sosiologi dan Hukum Islam
Himpunan Mahasiswa Jurusan
Ahwal Al-Syakhshiyah”
24 Desember
2015
Peserta 8
24. Seminar Nasional “Implementasi
Nilai-Nilai Pancasila sebagai
benteng dalam menolak Gerakan
Radikalisme”
10 Februari 2016 Peserta 8
25. Seminar Nasional “Geliat
Masyarakat Urban”
25 Maret 2016 Peserta 8
26. Seminar Nasional Penguatan
Wawasan Kebangsaan Dan
Nasionalisme
28 April 2016 Peserta 8