modul 4

8
Training of Image Processing Aplication in Control System Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Modul 4 : Klasifikasi 1 Modul 4 Klasifikasi 1. Pendahuluan Pada disiplin ilmu pengolahan citra dibatasi oleh penggunaan citra sebagai masukan maupun keluarannya. Hal ini berbeda dengan aplikasi pengenalan pola yang bertujuan untuk melakukan proses pengenalan terhadap suatu obyek, misalnya citra, ke dalam suatu kelas tertentu berdasarkan pola yang dimilikinya. Secara umum, proses pengenalan pola ini dapat digambarkan dalam diagram blok sederhana berikut : Gambar 1 Diagram blok sistem pengenalan pola Pola (pattern) memiliki pengertian yang berbeda dengan istilah fitur/ciri (feature). Pola (pattern) merupakan segala jenis aspek pembeda, kualitas, maupun karakteristik pada suatu benda. Sedangkan fitur/ciri (feature) merupakan komposit/gabungan dari fitur yang merupakan sifat dari sebuah objek. Kualitas dari suatu vektor fitur dapat dilihat dari kemampuannya dalam melakukan pemilahan objek berdasarkan keanggotaan kelasnya: Objek dari kelas yang sama harus memiliki vektor fitur yang sama Objek dari kelas yang berbeda harus memiliki vektor fitur yang berlainan Pemilah (classifier) memiliki tugas untuk menyekat ruang fitur ke dalam daerah-daerah yang dilabeli sebagai kelas yang berbeda. Gambar 2 Contoh klasifikasi atlet berdasarkan vektor fitur tinggi dan berat badan

Upload: farid-choirul-akbar

Post on 06-Feb-2016

30 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

ter

TRANSCRIPT

Page 1: Modul 4

Training of Image Processing Aplication in Control System Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Modul 4 : Klasifikasi 1

Modul 4

Klasifikasi

1. Pendahuluan

Pada disiplin ilmu pengolahan citra dibatasi oleh penggunaan citra sebagai masukan

maupun keluarannya. Hal ini berbeda dengan aplikasi pengenalan pola yang bertujuan untuk

melakukan proses pengenalan terhadap suatu obyek, misalnya citra, ke dalam suatu kelas

tertentu berdasarkan pola yang dimilikinya.

Secara umum, proses pengenalan pola ini dapat digambarkan dalam diagram blok

sederhana berikut :

Gambar 1 Diagram blok sistem pengenalan pola

Pola (pattern) memiliki pengertian yang berbeda dengan istilah fitur/ciri (feature). Pola

(pattern) merupakan segala jenis aspek pembeda, kualitas, maupun karakteristik pada suatu

benda. Sedangkan fitur/ciri (feature) merupakan komposit/gabungan dari fitur yang merupakan

sifat dari sebuah objek.

Kualitas dari suatu vektor fitur dapat dilihat dari kemampuannya dalam melakukan

pemilahan objek berdasarkan keanggotaan kelasnya:

• Objek dari kelas yang sama harus memiliki vektor fitur yang sama

• Objek dari kelas yang berbeda harus memiliki vektor fitur yang berlainan

Pemilah (classifier) memiliki tugas untuk menyekat ruang fitur ke dalam daerah-daerah

yang dilabeli sebagai kelas yang berbeda.

Gambar 2 Contoh klasifikasi atlet berdasarkan vektor fitur tinggi dan berat badan

Page 2: Modul 4

Training of Image Processing Aplication in Control System Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Modul 4 : Klasifikasi 2

2. Pengenalan Pola Secara Statistik

Pembahasan metoda statistik dalam pengenalan pola berkaitan erat dengan Teorema

Bayes. Teorema Bayes dapat ditulis dalam persamaan matematis

Pemilihan dilakukan dengan memilih kelas yang mungkin apabila diketahui vektor

fitur . Dengan kata lain, pemilihan vektor ciri satu dimensi ke dalam dua kelas dan

berlaku,

“Apabila , pilih kelas . Jika sebaliknya pilih kelas ”

yang secara matematis dapat ditulis

atau

disebut likehood.

Persamaan di atas dapat diperluas dengan memasukkan parameter fungsi biaya yang

berupa kesalahan dalam pemilihan kelas yang seharusnya memilih kelas . Dengan demikian

persamaan tersebut berubah menjadi

Persamaan ini dikenal dengan nama Kriteria Bayes, yaitu aturan Uji Nisbah Likehood (UNL) yang

meminimumkan Resiko Bayes secara umum. Terdapat dua macam bentuk khusus dari

persamaan ini. Bentuk khusus tersebut adalah Kriteria A-Posteriori Maksimum (MAP) dan

Kriteria Likelihood Maksimum (ML).

2.1 Kriteria MAP

Penerapan kriteria MAP dilakukan pada proses klasifikasi di mana kedua kelas yang

diasumsikan memiliki fungsi biaya yang satu-nol.

Sehingga UNL yang berlaku

2.2 Kriteria ML

Kriteria ini merupakan penyederhanaan dari kriteria MAP dengan menarik asumsi

bahwa peluang prior dari kedua kelas sama besar :

Page 3: Modul 4

Training of Image Processing Aplication in Control System Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Modul 4 : Klasifikasi 3

sehingga

3. Jaringan Syaraf Tiruan (JST)

Jaringan saraf tiruan (JST) (Bahasa Inggris: artificial neural network (ANN), atau juga

disebut simulated neural network (SNN), atau umumnya hanya disebut neural network (NN)),

adalah jaringan dari sekelompok unit pemroses kecil yang dimodelkan berdasarkan jaringan

saraf manusia. JST merupakan sistem adaptif yang dapat mengubah strukturnya untuk

memecahkan masalah berdasarkan informasi eksternal maupun internal yang mengalir melalui

jaringan tersebut.

Pengembangan JST dipicu oleh adanya pemikiran bahwa otak manusia melakukan

komputasi dalam cara yang sama sekali berbeda dengan pada komputer digital. Oleh karena itu,

JST didesain untuk memiliki beberapa persamaan sifat dengan otak, yaitu dalam hal :

Pengetahuan yang dimiliki diperoleh dari suatu proses belajar.

Pengetahuan disimpan dalam bentuk bobot koneksi antar neuron.

Pemodelan struktur pemrosesan informasi terdistribusi dilakukan dengan menentukan

pola hubungan antar neuron tiruan (arsitektur). Pola hubungan yang umum adalah hubungan

antar lapisan (layer). Setiap lapisan terdiri dari sekumpulan neuron tiruan (unit) yang memiliki

fungsi tertentu, misalnya fungsi masukan atau fungsi keluaran. Ada tiga tipe arsitektur jaringan

syaraf tiruan :

a) Single-layer Feedforward Network

Tipe jaringan paling sederhana, dibangun oleh lapisan masukan yang berkoneksi

dengan lapisan keluaran yang berjalan satu arah (feedforward). Proses komputasi hanya

terjadi pada lapisan keluaran. Tipe ini ditunjukkan dengan Gambar 3.

b) Multilayer Feedforward Network

Pada tipe ini, di antara lapisan masukan dan keluaran, terdapat satu atau lebih lapisan

tersembunyi (hidden layer). Hubungan antar lapisan berlangsung satu arah. Arsitektur tipe

ini dapat dilihat pada gambar 4.

c) Reccurent Network

Tipe recurrent berbeda dengan kedua tipe sebelumnya. Pada recurrent, sedikitnya

memiliki satu koneksi umpan balik (feedback).

Gambar 3 Single-layer Feedforward Network

Page 4: Modul 4

Training of Image Processing Aplication in Control System Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Modul 4 : Klasifikasi 4

Gambar 4 Multilayer Feedforward Network

Salah satu algoritma pelatihan jaringan syaraf tiruan yang banyak dimanfaatkan dalam

bidang pengenalan pola adalah backpropagation. Algoritma ini umumnya digunakan pada

jaringan syaraf tiruan yang berjenis multi-layer feed-forward, yang tersusun dari beberapa

lapisan dan sinyal dialirkan secara searah dari input menuju output.

Propagasi maju dikerjakan pada vektor input setahap demi setahap, hingga dihasilkan

nilai pada layer output. Pada iterasi ke n, nilai dari masing-masing variabel jaringan adalah

:

Respon aktual dari jaringan tersebut diberikan oleh Dk. Apabila diinginkan vektor target

(label numerik dari masing-masing kelas) adalah Tk, maka besar error yang terjadi pada iterasi

ke-n tersebut adalah :

Sum of squared error jaringan untuk iterasi ke-n adalah jumlah dari squared error untuk seluruh

neuron pada layer 2 :

Dengan vektor target, diperoleh nilai , sebabai rata-rata squared error jaringan sebeasar

Propagasi balik bekerja dengan menggunakan faktor koreksi untuk bobot

, yang nilainya sebanding dengan gradien

Nilai

ini selanjutnya akan diamati

untuk menentukan arah pencarian dalam ruang bobot bagi .

Apabila nilai yang diperoleh hingga iterasi tertentu belum memenuhi kriteria error

yang diharapkan, maka proses training dapat diulangi kembali dengan menggunakan data yang

sama.

Page 5: Modul 4

Training of Image Processing Aplication in Control System Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Modul 4 : Klasifikasi 5

4. Tugas

A. Latar Belakang

Perusahaan pengalengan ikan hendak mengautomasikan proses pemilahan ikan

menurut spesiesnya yaitu ikan salmon dan ikan sea-bass.

Dari pengamatan terhadap 50 sampel ikan, diperoleh data sebagai berikut :

Ikan Salmon

Panjang (cm) Jumlah Sampel

17 18 19 20 21 22 23

1 4 5 6 4 3 2

Ikan Sea-Bass

Panjang (cm) Jumlah Sampel

20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

2 1 2 2 3 4 4 2 2 2 1

Dari hasil pengamatan tersebut, ternyata kita dapat mengetahui bahwa ukuran

rata-rata dari ikan sea-bass ternyata lebih besar daripada ikan salmon. Fitur panjang ikan

ini selanjutnya diklasifikasi dengan menggunakan beberapa metoda yang telah dijelaskan.

B. Pertanyaan

1. Dengan mengasumsikan bahwa sampel yang diambil cukup representatif, maka

berapakah rata-rata dan deviasi standar dari panjang setiap jenis ikan?

Ikan Salmon Ikan Sea-Bass

Rata-Rata ………………… cm ………………… cm

Deviasi Standar ………………… cm ………………… cm

2. Apabila diasumsikan kerapatan peluang dari masing-masing jenis ikan terdistribusi

secara normal :

Page 6: Modul 4

Training of Image Processing Aplication in Control System Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Modul 4 : Klasifikasi 6

dan peluang masing-masing prior adalah

serta untuk menjaga kepuasan pelanggan, dipertimbangkan penggunaan parameter

biaya salah pilah sebagai berikut :

Biaya salah pilah sea-bass menjadi salmon

Pelanggan yang menemukan rasa lezat ikan salmon padahal ia memesan ikan sea

bass

Pelanggan kecewa ketika merasakan ikan sea-bass

Pelanggan kecewa ketika merasakan ikan sea bass padahal ia membeli ikan

salmon

Biaya benar pilah

Maka tentukanlah persamaan klasifikasi :

Menurut :

a. Kriteria Bayes

b. Kriteria MAP

c. Kriteria ML

d. Jaringan Syaraf Tiruan

3. Persamaan klasifikasi tersebut diterapkan ke 100 sampel uji berikut :

Panjang (cm)

Jumlah Sampel

Salmon Sea-Bass

17 18 19 20 21 22 23

1 3 5 8 6 4 3

0 2 3 3 5 4 4

Panjang (cm)

Jumlah Sampel

Salmon Sea-Bass

24 25 26 27 28 29 30

2 1 0 0 0 0 0

7 8

11 9 5 4 2

Lengkapi tabel berikut untuk masing-masing metoda

Hasil Klasifikasi

Total Ikan Salmon Ikan Sea-Bass

Jenis Ikan Ikan Salmon ………… ………… 25

Ikan Sea-Bass ………… ………… 25

Total ………… ………… 50

Page 7: Modul 4

Training of Image Processing Aplication in Control System Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Modul 4 : Klasifikasi 7

Peluang ikan salmon diklasifikasi benar = ………….. %

Peluang ikan sea-bass diklasifikasi benar = ………….. %

Peluang benarnya keputusan klasifikasi ikan salmon = ………….. %

Peluang benarnya keputusan klasifikasi ikan sea bass = ………….. %

Metoda manakah yang memberikan akurasi klasifikasi tertinggi? Berikan analisis

mengapa metoda tersebut lebih baik daripada metoda lainnya.

C. Kode MATLAB®

%IKAN Program klasifikasi ikan

% Program untuk mengklasifikasi vektor input (panjang ikan) ke dalam 2

% kelas output (salon dan seabass)

clear;clc;close all;

salmon= ...

[17 18 18 18 18 19 19 19 19 19 20 20 20 20 20 20 21 21 21 21 22 22 22

23 23];

seabass= ...

[20 20 21 22 22 23 23 24 24 24 25 25 25 25 26 26 26 26 27 27 28 28 29

29 30];

u1=mean(salmon); u2=mean(seabass);

o1=std(salmon) ; o2=std(seabass);

c11=0; c21=1; c22=0; c12=2.5;

pw1=0.35; pw2=1-pw1;

d1=ikanstat([pw1,pw2],[u1,u2],[o1,o2],[c11,c21,c12,c22],'Kriteria

Bayes');

d2=ikanstat([pw1,pw2],[u1,u2],[o1,o2],[ 0, 1, 1, 0],'Kriteria MAP' );

d3=ikanstat([0.5,0.5],[u1,u2],[o1,o2],[ 0, 1, 1, 0],'Kriteria ML' );

d4=ikanjst (salmon,seabass);

%IKANSTAT Program klasifikasi ikan

% Program untuk mengklasifikasi vektor input (panjang ikan) ke dalam 2

% kelas output (salon dan seabass) dengan menggunakan metoda

statistikal

function Disk=ikanstat(p,u,o,c,t)

figure,title(t),hold on,syms x;

xlabel('Panjang (cm)');ylabel('Rapat peluang');

pxw1=((o(1)^2*2*pi).^-0.5)*exp(-0.5*(x-u(1)).^2/o(1)^2);

pxw2=((o(2)^2*2*pi).^-0.5)*exp(-0.5*(x-u(2)).^2/o(2)^2);

Disk=double(solve(p(1)*(c(2)-c(1))*pxw1-p(2)*(c(3)-c(4))*pxw2));

JumlahDisk=size(Disk);

x=min(u(1)-4*o(1),u(2)-4*o(2)):0.01:max(u(1)+3*o(1),u(2)+3*o(2));

pxw1=(o(1)^2*2*pi).^-0.5*exp(-0.5*(x-u(1)).^2/o(1)^2);

pxw2=(o(2)^2*2*pi).^-0.5*exp(-0.5*(x-u(2)).^2/o(2)^2);

Gauss1 = line(x,pxw1,'LineWidth',3,'Color','b');

Gauss2 = line(x,pxw2,'LineWidth',3,'Color','r');

text(floor(u(1)-o(1)-1),pxw1(floor(100*(u(1)-o(1)-u(1)+4*o(1)))),...

'Salmon','horizontalalignment','right');

text(floor(u(2)+o(2)+1),pxw2(floor(100*(u(2)+o(2)-u(2)+4*o(2)))),...

'Sea Bass','horizontalalignment','left');

set(gca,'userdata',[Gauss1 Gauss2]);

t=0:0.001:1.0*max(max(pxw1),max(pxw2));

plot(Disk(1),t,':k');

if JumlahDisk(1)>1

plot(Disk(2),t,':k');

end

Page 8: Modul 4

Training of Image Processing Aplication in Control System Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Modul 4 : Klasifikasi 8

%IKANSTAT Program klasifikasi ikan

% Program untuk mengklasifikasi vektor input (panjang ikan) ke dalam 2

% kelas output (salon dan seabass) dengan menggunakan metoda

statistikal

function Disk=ikanstat(p,u,o,c,t)

figure,title(t),hold on,syms x;

xlabel('Panjang (cm)');ylabel('Rapat peluang');

pxw1=((o(1)^2*2*pi).^-0.5)*exp(-0.5*(x-u(1)).^2/o(1)^2);

pxw2=((o(2)^2*2*pi).^-0.5)*exp(-0.5*(x-u(2)).^2/o(2)^2);

Disk=double(solve(p(1)*(c(2)-c(1))*pxw1-p(2)*(c(3)-c(4))*pxw2));

JumlahDisk=size(Disk);

x=min(u(1)-4*o(1),u(2)-4*o(2)):0.01:max(u(1)+3*o(1),u(2)+3*o(2));

pxw1=(o(1)^2*2*pi).^-0.5*exp(-0.5*(x-u(1)).^2/o(1)^2);

pxw2=(o(2)^2*2*pi).^-0.5*exp(-0.5*(x-u(2)).^2/o(2)^2);

Gauss1 = line(x,pxw1,'LineWidth',3,'Color','b');

Gauss2 = line(x,pxw2,'LineWidth',3,'Color','r');

text(floor(u(1)-o(1)-1),pxw1(floor(100*(u(1)-o(1)-u(1)+4*o(1)))),...

'Salmon','horizontalalignment','right');

text(floor(u(2)+o(2)+1),pxw2(floor(100*(u(2)+o(2)-u(2)+4*o(2)))),...

'Sea Bass','horizontalalignment','left');

set(gca,'userdata',[Gauss1 Gauss2]);

t=0:0.001:1.0*max(max(pxw1),max(pxw2));

plot(Disk(1),t,':k');

if JumlahDisk(1)>1

plot(Disk(2),t,':k');

end