modul penyusunan rka-kl dan dipa

Upload: setankabira

Post on 02-Mar-2016

369 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

Modul Penyusunan RKA-KL Dan DIPA

TRANSCRIPT

BAB II PENETAPAN PAGU

BAB IV PENYUSUNAN DAN PENGESAHAN DIPA

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR1DAFTAR ISI2BAB I PENDAHULUAN3A. Latar Belakang3B. Maksud Dan Tujuan3BAB II PENETAPAN PAGU5A. Pengertian5B. Proses Penetapan Pagu6BAB III PENYUSUNAN RKA-K/L13A. Pendekatan Anggaran dalam Penyusunan RKA-K/L13B. Klasifikasi Anggaran15C. Proses Penyusunan RKA-K/L17D. Format RKA-K/L30E. Rencana Dana Pengeluaran Bendaharawan Umum Negara (RDP-BUN)32BAB IV PENYUSUNAN DAN PENGESAHAN DIPA36A. Penyusunan DIPA36B. Pengesahan DIPA55MODUL PENYUSUNAN RKA-K/L DAN DIPA

MODUL PENYUSUNAN RKAKL DAN DIPA 1

BAB IPENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANGAnggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah satu instrumen negara yang digunakan sebagai rencana keuangan tahunan pemerintah yang terdiri dari pendapatan negara dan belanja negara. Sebagai sebuah rencana maka APBN harus mencerminkan pendekatan logis yang menampung berbagai jenis pendapatan, belanja dan pembiayaan. Dalam perancangannya, APBN berpedoman kepada dokumen perencanaan, yaitu Rencana Pembangunan Jangka Panjang, Rencana Pembangunan Jangka Menengah, Rencana Kerja Pemerintah dan rencana alokasi anggaran yang berupa dokumen Rencana Kerja dan Anggaran.Pemahaman tentang penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-K/L) yang baik dan akurat sesuai dengan kaidah good governance, akan sangat membantu bagi tercapainya tujuan organisasi dan efektivitas peran APBN sebagai instrumen kebijakan pemerintah. Pembinaan atas penyusunan RKA-K/L saat ini memang menjadi tusi dari Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, namun demikian perkembangan proses bisnis yang dinamis dalam lingkup Kementerian Keuangan menginginkan peran pembinaan ini juga dapat didukung oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memiliki Kantor Vertikal di daerah melalui ujung tombak peran pembinaan di Ditjen Perbendaharaan yaitu para Penyuluh Perbendaharaan. Untuk itu modul ini disusun untuk memberikan pemahaman kepada para penyuluh perbendaharaan tentang penyusunan RKA-KL.

B. MAKSUD DAN TUJUANModul ini disusun dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan para pengguna modul khususnya penyuluh perbendaharaan sebagai berikut:1. Tujuan Instruksional Umum (TIU)Setelah mempelajari modul ini, pengguna modul diharapkan memiliki kemampuan secara umum untuk melakukan exercise penetapan pagu, serta memahami penyusunan RKA-K/L dan DIPA.

2. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)Setelah mempelajari modul ini, pengguna modul diharapkan memiliki kemampuan secara khusus mampu: a. Memahami tentang pentingnya penetapan pagu.b. Memahami tentang pagu indikatif, pagu anggaran, dan alokasi anggaran.c. Memahami tentang pendekatan dalam penyusunan RKA-K/L. d. Memahami tentang klasifikasi dalam penyusunan RKA-K/Le. Memahami tentang proses penyusunan RKA-K/L.f. Memahami tentang format RKA-K/L. g. Memahami tentang penyusunan RDP-BUN.h. Memahami tentang penyusunan DIPA.i. Memahami tentangpengesahan DIPA. BAB I - PENDAHULUAN

BAB IIPENETAPAN PAGU

A. PENGERTIANBeberapa pengertian yang harus diketahui adalah sebagai berikut : a. Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga, yang selanjutnya disingkat RKA-K/L, adalah dokumen rencana keuangan tahunan Kementerian Negara/Lembaga yang disusun menurut Bagian Anggaran Kementerian Negara/Lembaga.b. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran, yang selanjutnya disingkat DIPA, adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dan disahkan oleh Direktur Jenderal Anggaran atas nama Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara. c. Hasil Optimalisasi adalah hasil lebih atau sisa dana yang diperoleh setelah pelaksanaan dan/atau penandatanganan kontrak dari suatu paket pekerjaan yang target sasarannya telah dicapai termasuk hasil lebih atau sisa dana yang berasal dari paket pekerjaan yang dilaksanakan secara swakelola. d. Kegiatan Operasional, yang selanjutnya disebut Biaya Operasional, adalah anggaran yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan sebuah satuan kerja dalam melaksanakan tugas dan fungsinya yang dialokasikan dalam Komponen 001 dan Komponen 002, termasuk tunjangan profesi guru atau dosen dan tunjangan kehormatan profesor. e. Sasaran Kinerja adalah keluaran dan/atau hasil yang ditetapkan untuk dicapai dengan tingkat kepastian yang tinggi, dari sisi efisiensi, kuantitas, dan kualitas melalui kegiatan dan/atau program oleh Kementerian Negara/Lembaga, termasuk kegiatan dan/atau program yang dilaksanakan melalui skema Badan Layanan Umum, Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan, Urusan Bersama, dan skema pendanaan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.f. Keluaran (output) adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk mendukung pencapaian sasaran dan tujuan program dan kebijakan. g. Hasil (outcome) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran dari kegiatan dalam satu program. h. Program adalah penjabaran dari kebijakan sesuai dengan visi dan misi Kementerian Negara/Lembaga yang rumusannya mencerminkan tugas dan fungsi unit eselon I atau unit Kementerian Negara/Lembaga yang berisi kegiatan untuk mencapai hasil dengan indikator kinerja yang terukur. i. Kegiatan adalah penjabaran dari Program yang rumusannya mencerminkan tugas dan fungsi unit eselon II/ satuan kerja atau penugasan tertentu Kementerian Negara/Lembaga yang berisi komponen kegiatan untuk mencapai Keluaran dengan indikator kinerja yang terukur. j. Komponen Input, yang selanjutnya disebut Komponen, adalah bagian atau tahapan Kegiatan yang dilaksanakan untuk menghasilkan sebuah Keluaran. k. Inisiatif Baru adalah usulan tambahan rencana Kinerja selain yang telah dicantumkan dalam prakiraan maju, yang berupa Program, Kegiatan, dan/atau Keluaran. l. Kegiatan Prioritas Nasional adalah kegiatan yang ditetapkan di dalam buku I Rencana Kerja Pemerintah yang menjadi tanggung jawab Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan. m. Kegiatan Prioritas Bidang adalah kegiatan yang ditetapkan di dalam buku II Rencana Kerja Pemerintah yang menjadi tanggung jawab Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.n. Revisi Anggaran adalah perubahan Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat yang telah ditetapkan berdasarkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Daftar Hasil Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (DHP RKA-K/L), dan/atau Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).

B. PROSES PENETAPAN PAGU Pemerintah menyusun APBN setiap tahun dalam rangka penyelenggaraan fungsi pemerintahan untuk mencapai tujuan bernegara. APBN harus dikelola secara tertib dan bertanggung jawab sesuai dengan kaidah umum praktik penyelenggaraan tata kepemerintahan yang baik. Sesuai Pasal (1) 23 UUD 1945 Anggaran pendapatan dan Belanja Negarasebagai wujud dari pengelolaan keuangan Negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pada ayat (2) diatur bahwa rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah. Apabila DPR tidak menyetujui rancangan anggaran pendapatan dan belanja Negara yang diusulkan oleh presiden, pemerintah menjalankan AnggaranPendapatan dan Belanja Negara tahun lalu. Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal menyusun RAPBN, terdiri atas: a. anggaran pendapatan negara, b. anggaran belanja negara, dan c. pembiayaan (Pola pendanaan pembiayaan ditetapkan oleh Menteri Keuangan)Anggaran pendapatan negara merupakan target yang harus dicapai oleh pemerintah dari sumber-sumber pendapatan yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan, sedangkan anggaran belanja negara merupakan batas tertinggi yang diperbolehkan untuk dibelanjakan oleh kementerian/lembaga. Dalam definisi lain, batas tertinggi adalah pagu anggaran. Dalam rangka penyusunan APBN, seperti telah diamanahkan dalam Peraturan Pemerintah nomor 90 tahun 2010 tentang Penyusunan RKA-K/L, terdapat tiga kali penetapan pagu dana untuk K/L yaitu pagu indikatif, pagu anggaran, dan alokasi anggaran. Angka yang tercantum dalam ketiga ketentuan tersebut merupakan angka tertinggi yang tidak boleh dilampaui oleh K/L sebagi acuan dalam menyusun RKA-K/L-nya. Secara garis besar penjelasan tentang ketiga pagu akan dijelaskan sebagai berikut:B.1. Pagu IndikatifMulai tahun 2012, angka yang tercantum dalam prakiraan maju untuk tahun anggaran 2013 yang dicantumkan pada saat penyusunan RKA-K/L tahun anggaran 2012 akan dijadikan sebagai angka dasar, sebagai salah satu variabel yang menentukan besarnya pagu indikatif tahun anggaran 2013. Dalam rangka menyusun pagu indikatif untuk tahun yang direncanakan, melalui proses sebagai berikut:1. Presiden menetapkan arah kebijakan dan prioritas pembangunan nasionalSetiap awal tahun, Presiden menetapkan arah kebijakan yang akan dilakukan pada tahun yang direncanakan, disini Presiden menetapkan prioritas pembangunan nasional yang akan dilakukan pada tahun yang akan direncanakan. Selain itu Presiden juga menetapkan prioritas pengalokasian dari anggaran yang dimiliki pemerintah. Arah kebijakan dan prioritas anggaran ini akan dijadikan dasar pertimbangan dalam penyusunan RKP. 2. K/L mengevaluasi baseline (angka dasar)Prakiraan maju yang telah dicantumkan pada dokumen perencanaan dan penganggaran tahun sebelumnya akan dijadikan angka dasar untuk perencanaan dan penganggaran tahun anggaran yang direncanakan. Namun demikian, angka yang tercantum dalam prakiraan maju tersebut harus disesuaikan/direviu terlebih dahulu untuk mendapatkan angka yang betul dan akan digunakan. Dalam proses reviu tersebut, akan fokus pada penetapan berlanjut atau berhenti dari suatu output, besarnya volume output, penetapan sifat dari komponen output (utama atau pendukung), serta evaluasi komponen input dari output yang dibutuhkan pada tahun yang direncanakan.3. K/L dapat menyusun rencana inisiatif baruApabila terdapat Program/Kegiatan/Output yang akan dilakukan dan belum dilakukan pada tahun sebelumnya, K/L dapat mengajukan rencana tersebut dengan mekanisme inisiatif baru. Inisiatif baru dapat diajukan dalam tiga kali kesempatan, yaitu kesempatan pertama sebelum penetapan pagu indikatif, kesempatan kedua sebelum penetapan pagu anggaran, dan kesempatan ketiga sebelum penetapan alokasi anggaran. Hal-hal terkait dengan mekanisme pengajuan usul inisiatif baru berpedoman pada Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional nomor 1 tahun 2011 tentang Tata Cara Penyusunan Inisiatif Baru. 4. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas dan Kementerian Keuangan mengevaluasi baseline dan mengkaji usulan inisiatif baruKementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas dan Kementerian Keuangan akan melakukan evaluasi terhadap hasil reviu angka dasar yang telah dilakukan oleh K/L. Evaluasi ini untuk memastikan bahwa angka dasar yang telah direviu sudah benar. Selain itu Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas dan Kementerian Keuangan juga mengevaluasi atas usulan inisiatif baru yang diajukan K/L. Evaluasi untuk menentukan apakah suatu inisiatif baru layak untuk disetujui untuk dilaksanakan atau tidak. Disamping itu, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas dan Kementerian Keuangan juga melakukan evaluasi pelaksanaan Program dan Kegiatan yang sedang berjalan, sebagai pertimbangan dalam penyusunan Program dan Kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun yang direncanakan yang nantinya akan tertuang dalam pagu indikatif yang akan ditetapkan.5. Kementerian Keuangan menyusun perkiraan kapasitas fiskalKementerian Keuangan menyusun perkiraan kapasitas fiskal untuk penyusunan Pagu Indikatif tahun anggaran yang direncanakan, termasuk penyesuaian indikasi pagu anggaran jangka menengah paling lambat pertengahan bulan Februari.6. Menteri Keuangan dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas menyusun Pagu Indikatif.Pagu Indikatif untuk tahun yang direncanakan disusun dengan memperhatikan kapasitas fiskal dan dalam rangka pemenuhan prioritas pembangunan nasional. Pagu Indikatif dimaksud dirinci menurut unit organisasi, program, kegiatan, dan indikasi pendanaan untuk mendukung Arah Kebijakan yang telah ditetapkan oleh Presiden. Pagu Indikatif yang sudah ditetapkan beserta prioritas pembangunan nasional yang dituangkan dalam rancangan awal Rencana Kerja Pemerintah (RKP) disampaikan kepada K/L dengan Surat Edaran Bersama yang ditandatangani Menteri Keuangan bersama Menteri Perencanaan pada bulan Maret. Pagu indikatif dirinci menurut unit organisasi, Program dan Kegiatan. Angka yang tercantum dalam pagu indikatif diperoleh dari angka prakiraan maju yang sudah dicantumkan tahun sebelumnya yang telah melalui proses penyesuaian ditambah dengan inisiatif baru pada kesempatan pertama yang diakomodir/disetujui.

B.2. Pagu Anggaran1. Menteri/Pimpinan Lembaga menyusun Rencana Kerja K/L (Renja-K/L)Dalam menyusun Renja-K/L, K/L berpedoman pada surat mengenai Pagu Indikatif dan hasil kesepakatan trilateral meeting. Renja-K/L dimaksud disusun dengan pendekatan berbasis Kinerja, kerangka pengeluaran jangka menengah, dan penganggaran terpadu yang memuat:a. kebijakan;b. program; danc. kegiatan.2. Trilateral MeetingProses penyusunan Renja-K/L dilakukan pertemuan 3 (tiga) pihak antara Kementerian/Lembaga, Kementerian Perencanaan, dan Kementerian Keuangan. Pertemuan ini dilakukan dimulai setelah ditetapkannya Pagu Indikatif sampai dengan sebelum batas akhir penyampaian Renja K/L ke Bappenas dan Kementerian Keuangan. Pertemuan ini dilakukan dengan tujuan:a. Meningkatkan koordinasi dan kesepahaman antara Kementerian/Lembaga, Kementerian Perencanaan, dan Kementerian Keuangan, terkait dengan pencapaian sasaran prioritas pembangunan nasional yang akan dituangkan dalam RKP;b. Menjaga konsistensi kebijakan yang ada dalam dokumen perencanaan dengan dokumen penganggaran, yaitu antara RPJMN, RKP, Renja K/L dan RKA-K/L;c. Mendapatkan komitmen bersama atas penyempurnaan yang perlu dilakukan terhadap Rancangan Awal RKP, yaitu kepastian mengenai: kegiatan prioritas; jumlah PHLN; dukungan Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS); Anggaran Responsif Gender (ARG); anggaran pendidikan; PNBP/BLU; inisiatif baru; belanja operasional; kebutuhan tambahan rupiah murni; dan pengaliham Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. 3. K/L menyampaikan Renja-K/L kepada Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas dan Kementerian KeuanganMenteri/Pimpinan Lembaga menyampaikan Renja-K/L kepada Kementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan untuk bahan penyempurnaan Rancangan Awal RKP dan penyusunan rincian pagu menurut unit organisasi, fungsi, program, dan kegiatan sebagai bagian dari bahan pembicaraan pendahuluan Rancangan APBN.4. Pemerintah menetapkan RKP. 5. Pemerintah menyampaikan pokok-pokok pembicaraan RAPBNPemerintah menyampaikan pokok-pokok pembicaraan RAPBN yang meliputi:a. Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal;b. Rencana Kerja Pemerintah (RKP);c. Rincian unit organisasi, fungsi, program dan kegiatan.6. Menteri Keuangan menetapkan Pagu Anggaran K/LDalam rangka penyusunan RKA-K/L, Menteri Keuangan menetapkan Pagu Anggaran K/L dengan berpedoman pada kapasitas fiskal, besaran Pagu Indikatif, Renja-K/L, dan memperhatikan hasil evaluasi Kinerja Kementerian/Lembaga. Pagu Anggaran K/L dimaksud menggambarkan Arah Kebijakan yang telah ditetapkan oleh Presiden yang dirinci menurut unit organisasi dan program. Angka yang tercantum dalam pagu anggaran adalah angka di pagu indikatif, penyesuaian angka dasar (jika diperlukan lagi) ditambah dengan inisiatif baru pada kesempatan ke-2 yang diakomodir/disetujui. Pagu Anggaran K/L disampaikan kepada setiap Kementerian/Lembaga paling lambat pada akhir bulan Juni.B.3. Alokasi Anggaran1. Menteri/Pimpinan Lembaga menyusun RKA-K/LMenteri/Pimpinan Lembaga menyusun RKA-K/L berdasarkan:a. Pagu Anggaran K/L;b. Renja-K/L;c. RKP hasil kesepakatan Pemerintah dan DPR dalam pembicaraan pendahuluan Rancangan APBN; dand. Standar biaya.Penyusunan RKA-K/L dimaksud termasuk menampung usulan Inisiatif Baru. RKA-K/L merupakan bahan penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang APBN setelah terlebih dahulu ditelaah dalam forum penelaahan antara Kementerian/Lembaga dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan. RKA-K/L menjadi bahan penyusunan RUU APBN setelah terlebih dahulu ditelaah dalam forum penelaahan antara K/L dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan.2. K/L melakukan pembahasan RKA-K/L dengan DPR Dalam rangka pembicaraan pendahuluan Rancangan APBN, K/L melakukan pembahasan RKA-K/L dengan DPR. Pembahasan tersebut difokuskan pada konsultasi atas usulan Inisiatif Baru.3. Penyesuaian atas usulan inisiatif baruDalam pembahasan RKA-K/L dengan DPR, dapat dilakukan penyesuaian atas usulan inisiatif baru sepanjang:a. Sesuai RKP;b. Pencapaian sasaran kinerja K/L;c. Tidak melampaui Pagu Anggaran K/L. 4. Penelaahan RKA-K/L Penelaahan RKA-K/L tersebut diselesaikan paling lambat akhir bulan Juli. Penelaahan RKA-K/L dilakukan secara terintegrasi, yang meliputi:a. Kelayakan anggaran terhadap sasaran kinerja; b. Konsistensi sasaran kinerja K/L dengan RKP.5. Kementerian Keuangan menghimpun RKA-K/L hasil penelaahan untuk digunakan sebagai:a. Bahan penyusunan Nota Keuangan, Rancangan APBN, dan RUU APBN;b. Dokumen pendukung pembahasan RAPBN.Setelah dibahas dalam sidang kabinet, Nota Keuangan, RAPBN dan RUU APBN disampaikan pemerintah kepada DPR paling lambat bulan Agustus. Hasil pembahasan RAPBN dan RUU APBN dituangkan dalam berita acara hasil kesepakatan pembahasan RAPBN dan RUU APBN dan bersifat final. Berita acara hasil kesepakatan pembahasan tersebut disampaikan Menteri Keuangan kepada K/L, untuk dijadikan dasar melakukan penyesuaian RKA-K/L.6. Hasil penyesuaian RKA-K/L tersebut disampaikan kepada Kementerian Keuangan untuk ditelaah dan kemudian dijadikan dasar menyusun Keputusan Presiden mengenai Alokasi Anggaran K/L dan BUN. Alokasi Anggaran K/L dirinci menurut klasifikasi anggaran. Sedangkan Alokasi Anggaran BUN dirinci menurut:a. Kebutuhan Pemerintah Pusat; danb. Transfer kepada daerah.7. Pemerintah menetapkan Alokasi Anggaran K/L dan Kementerian Keuangan selaku Bendahara Umum Negara. Angka yang tercantum dalam Alokasi Anggaran adalah angka yang tertuang dalam berita acara hasil kesepakatan pembahasan RUU APBN, penyesuaian angka dasar (jika diperlukan lagi), ditambah dengan inisiatif baru pada kesempatan ke-3 yang diakomodir/disetujui8. Selanjutnya Menteri/pimpinan Lembaga menyusun dokumen pelaksanaan anggaran dengan berpedoman pada alokasi anggaran yang telah ditetapkan dalam Keppres RABPP, dan kemudian disampaikan kepada Menteri Keuangan untuk disahkan. Menteri Keuangan mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran paling lambat tanggal 31 Desember.9. Tahap selanjutnya adalah Menteri Keuangan mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh Menteri/Pimpinan Lembaga paling lambat tanggal 31 Desember.BAB II PENETAPAN PAGU

BAB IIIPENYUSUNAN RKA-K/L

A. PENDEKATAN ANGGARAN DALAM PENYUSUNAN RKA-K/L A.1. Penganggaran terpaduPenganggaran terpadu merupakan unsur yang paling mendasar bagi penerapan pendekatan penyusunan anggaran lainnya yaitu, Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK) dan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM). Dengan kata lain bahwa pendekatan anggaran terpadu merupakan kondisi yang harus terwujud terlebih dahulu. Penyusunan anggaran terpadu dilakukan dengan mengintegrasikan seluruh proses perencanaan dan penganggaran di lingkungan K/L untuk menghasilkan dokumen RKA-K/L dengan klasifikasi anggaran menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja. Integrasi atau keterpaduan proses perencanaan dan penganggaran dimaksudkan agar tidak terjadi duplikasi dalam penyediaan dana untuk K/L baik yang bersifat investasi maupun untuk keperluan biaya operasional. Pada sisi yang lain penerapan penganggaran terpadu juga diharapkan dapat mewujudkan Satuan Kerja (Satker) sebagai satu-satunya entitas akuntansi yang bertanggung jawab terhadap aset dan kewajiban yang dimilikinya, serta adanya akun (pendapatan dan/atau belanja) untuk satu transaksi sehingga dipastikan tidak ada duplikasi dalam penggunaannya.Mengacu pada pendekatan penyusunan anggaran terpadu tersebut di atas, penyusunan RKA-K/L menggunakan hasil restrukturisasi program/kegiatan dalam kaitannya dengan klasifikasi anggaran menurut program dan kegiatan, serta penataan bagian anggaran dan satker untuk pengelolaan anggaran dalam kaitannya dengan klasifikasi anggaran menurut organisasi.

A.2. Penganggaran Berbasis KinerjaPenganggaran Berbasis Kinerja (PBK) merupakan suatu pendekatan dalam sistem penganggaran yang memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dan kinerja yang diharapkan, serta memperhatikan efisiensi dalam pencapaian kinerja tersebut. Yang dimaksud kinerja adalah prestasi kerja yang berupa keluaran dari suatu Kegiatan atau hasil dari suatu Program dengan kuantitas dan kualitas yang terukur.Landasan konseptual yang mendasari penerapan PBK meliputi:1. Pengalokasian anggaran berorientasi pada kinerja (output and outcome oriented);2. Pengalokasian anggaran Program/Kegiatan didasarkan pada tugas-fungsi Unit Kerja yang dilekatkan pada struktur organisasi (Money follow function);3. Terdapatnya fleksibilitas pengelolaan anggaran dengan tetap menjaga prinsip akuntabilitas (let the manager manages).Landasan konseptual tersebut di atas bertujuan untuk:1. Menunjukan keterkaitan antara pendanaan dengan kinerja yang akan dicapai (directly linkages between performance and budget);2. Meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam penganggaran (operational efficiency);3. Meningkatkan fleksibilitas dan akuntabilitas unit dalam melaksanakan tugas dan pengelolaan anggaran (more flexibility and accountability).Agar penerapan PBK tersebut dapat dioperasionalkan maka PBK menggunakan instrumen sebagai berikut:1. Indikator kinerja, merupakan instrumen yang digunakan untuk mengukur Kinerja; 2. Standar biaya, adalah satuan biaya yang ditetapkan baik berupa standar biaya masukan maupun standar biaya keluaran sebagai acuan perhitungan kebutuhan anggaran;3. Evaluasi Kinerja, merupakan penilaian terhadap capaian Sasaran Kinerja, konsistensi perencanan dan implementasi, serta realisasi penyerapan anggaran. Berdasarkan landasan konseptual, tujuan penerapan PBK, dan instrumen yang digunakan PBK dapat disimpulkan bahwa secara operasional prinsip utama penerapan PBK adalah adanya keterkaitan yang jelas antara kebijakan yang terdapat dalam dokumen perencanaan nasional dan alokasi anggaran yang dikelola K/L sesuai tugas-fungsinya (yang tercermin dalam struktur organisasi K/L). Dokumen perencanaan tersebut meliputi Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Renja-K/L. Sedangkan alokasi anggaran yang dikelola K/L tercermin dalam dokumen RKA-K/L dan DIPA yang juga merupakan dokumen perencanaan dan penganggaran yang bersifat tahunan serta mempunyai keterkaitan erat. Hubungan antara dokumen tersebut digambarkan di bawah ini.A.3. Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah KPJM adalah pendekatan penyusunan anggaran berdasarkan kebijakan, dengan pengambilan keputusan yang menimbulkan implikasi anggaran dalam jangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun anggaran. Secara umum penyusunan KPJM yang komprehensif memerlukan suatu tahapan proses penyusunan perencanaan jangka menengah meliputi: a. penyusunan proyeksi/rencana kerangka (asumsi) ekonomi makro untuk jangka menengah; b. penyusunan proyeksi/rencana /target-target fiskal (seperti tax ratio, defisit, dan rasio utang pemerintah) jangka menengah; c. rencana kerangka anggaran (penerimaan, pengeluaran, dan pembiayaan) jangka menengah (medium term budget framework), yang menghasilkan pagu total belanja pemerintah (resources envelope); d. pendistribusian total pagu belanja jangka menengah ke masing-masing K/L (line ministries ceilings). Indikasi pagu K/L dalam jangka menengah tersebut merupakan perkiraan batas tertinggi anggaran belanja dalam jangka menengah; e. penjabaran pengeluaran jangka menengah (line ministries ceilings) masing-masing K/L ke masing-masing program dan kegiatan berdasarkan indikasi pagu jangka menengah yang telah ditetapkan. Tahapan penyusunan proyeksi/rencana (a) sampai dengan (d) merupakan proses top down sedangkan tahapan (e) merupakan proses bottom up. Proses estimasi bottom up seringkali dipisah atas proyeksi mengenai biaya dari pelaksanaan kebijakan yang sedang berjalan (ongoing policies) dan penyesuaiannya sehubungan dengan upaya-upaya rasionalisasi program/kegiatan melalui proses evaluasi program/kegiatan, serta prakiraan atas biaya dari kebijakan baru (new policies).Dalam rangka penyusunan RKA-K/L dengan pendekatan KPJM, K/L perlu menyelaraskan kegiatan/program dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM Nasional) dan Rencana Strategi (Renstra) K/L, yang pada tahap sebelumnya juga menjadi acuan dalam menyusun RKP dan Renja-KL.

B. KLASIFIKASI ANGGARANRKA-K/L disusun untuk setiap Bagian Anggaran, terstruktur, dan dirinci menurut klasifikasi angggaran yang meliputi: B.1. Klasifikasi Organisasi Klasifikasi organisasi merupakan pengelompokan alokasi anggaran belanja sesuai dengan struktur organisasi Kementerian Negara/Lembaga (K/L). Yang dimaksud organisasi adalah K/L yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan UUD 1945 dan peraturan perundangan yang berlaku. Suatu K/L bisa terdiri dari unit-unit organisasi (Unit Eselon I) yang merupakan bagian dari suatu K/L. Dan suatu unit organisasi bisa didukung oleh satuan kerja (Satker) yang bertanggung jawab melaksanakan kegiatan dari program unit eselon I atau kebijakan Pemerintah dan berfungsi sebagai Kuasa Pengguna Anggaran. Klasifikasi anggaran belanja berdasarkan organisasi menurut K/L disebut Bagian Anggaran (BA). BA dilihat dari apa yang dikelola dapat dikelompokkan dalam 2 (dua) jenis. Pertama, Bagian Anggaran K/L, yang selanjutnya disebut BA-KL, adalah kelompok anggaran yang dikuasakan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran. Kedua, Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara, yang selanjutnya disebut BA-BUN, adalah kelompok anggaran yang dikelola oleh Menteri Keuangan selaku Pengelola Fiskal.

B.2. Klasifikasi Fungsi Klasifikasi menurut fungsi meliputi antara lain fungsi, program, dan kegiatan. Fungsi adalah perwujudan tugas kepemerintahan di bidang tertentu yang dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional. Klasifikasi belanja berdasarkan fungsi diatur dalam penjelasan pasal 11 ayat (5) UU 17 tahun 2003, terdiri dari sebelas fungsi utama, yaitu: pelayanan umum, pertahanan, ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata, budaya, agama, pendidikan, dan perlindungan sosial. Subfungsi merupakan penjabaran lebih lanjut dari fungsi. Dari 11 (sebelas) fungsi utama dirinci ke dalam 79 (tujuh puluh sembilan) sub fungsi. Penggunaan Fungsi dan Sub Fungsi disesuaikan dengan karakteristik dan tugas masing-masing kementerian negara/lembaga/Satuan Kerja. Program adalah penjabaran dari kebijakan sesuai dengan visi dan misi Kementerian Negara/Lembaga yang rumusannya mencerminkan tugas dan fungsi unit eselon I atau unit Kementerian Negara/Lembaga yang berisi kegiatan untuk mencapai hasil dengan indikator kinerja yang terukur. Rumusan program harus jelas menunjukkan keterkaitan dengan kebijakan yang mendasarinya dan memiliki sasaran kinerja yang jelas dan terukur untuk mendukung upaya pencapaian tujuan kebijakan yang bersangkutan. Setiap kementerian/lembaga memiliki beberapa program yang disertai dengan sasaran program yang akan dicapai pada periode tahun anggaran yang bersangkutan. Berdasarkan fungsi, sub fungsi, dan program tersebut, Kementerian/Lembaga menyusun perhitungan alokasi anggaran untuk kegiatan berdasarkan output yang telah ditetapkan. Kegiatan adalah penjabaran dari Program yang rumusannya mencerminkan tugas dan fungsi unit eselon II atau satuan kerja atau penugasan tertentu Kementerian Negara/Lembaga yang berisi komponen kegiatan untuk mencapai Keluaran dengan indikator kinerja yang terukur.

B.3. Klasifikasi Jenis Belanja Klasifikasi jenis belanja mengacu pada praktek penganggaran yang baik dan universal. Dalam implementasi jenis belanja yang lazim digunakan adalah sebagai berikut: a) Belanja pegawai, b) Belanja barang, c) Belanja modal, d) Beban bunga, e) Subsidi, f) Bantuan sosial g) Hibah, h) Belanja lain-lain.

C. PROSES PENYUSUNAN RKA-K/LPagu Anggaran K/L yang ditetapkan menggambarkan arah kebijakan yang telah ditetapkan oleh Presiden, yang dirinci paling sedikit menurut unit organisasi dan program. Pagu Anggaran K/L disampaikan kepada setiap K/L paling lambat akhir bulan Juni. Menteri/Pimpinan Lembaga menyusun RKA-K/L berdasarkan pada : 1) Pagu Anggaran, 2) Renja-K/L, 3) RKP, 4) Hasil kesepakatan Pemerintah dan DPR dalam pembicaraan pendahuluan RAPBN, dan 5) Standar biaya.RKA-K/L yang disusun termasuk menampung usulan Inistaif Baru. RKA-K/L menjadi bahan penyusunan RUU tentang APBN setelah terlebih dahulu ditelaah dalam forum penelahaan antara K/L dengan Kemenkeu dan Kementerian Perencanaan sedangkan K/L melakukan pembahasan dengan DPR dalam rangka pembicaraan pendahuluan RAPBN. Pembahasan difokuskan pada konsultasi atas usulan inisiatif baru (kewajaran penetapan sasaran kinerja dan asumsi yang digunakan dalam mengukur sasaran kinerja berkenaan serta menilai manfaat dari inisiatif baru yang diusulkan untuk disetujui). Penyesuaian inisiatif baru dapat disesuaikan sepanjang: a. Sesuai dengan RKP dalam pembicaraan pendahuluan RAPBN, b. Pencapaian sasaran kinerja K/L, dan c. Tidak melampaui Pagu Anggaran K/L. Dalam Penyusunan RKA-K/L memerlukan pemahaman terhadap hal-hal sebagai berikut: 1) Target kinerja yang ditetapkan merupakan rencana kinerja sebuah K/L dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsi K/L dan/atau penugasan prioritas pembangunan nasional. 2) Informasi kinerja yang ada dalam RKA-K/Lmeliputi :a) Visi dan misi K/L, sasaran strategis K/L, visi dan misi unit eselon I; b) Program, Outcome Program, Indikator Kinerja Utama Program; dan c) Kegiatan, Output Kegiatan, Indikator Kinerja Kegiatan. 3) Informasi tersebut merupakan kebijakan kinerja yang ditetapkan dan bersifat baku serta menjadi referensi dalam penentuan alokasi pendanaannya. Informasi tersebut juga telah tercantum dalam dokumen RPJMN, Renstra K/L, RKP dan Renja K/L. 4) Program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh K/L seluruhnya dalam kerangka pelaksanaan tugas-fungsi K/L dan/atau penugasan prioritas pembangunan nasional. Oleh karena itu, peruntukan alokasi anggaran harus memperhatikan urutan prioritas sebagai berikut: a) Kebutuhan anggaran untuk biaya operasional satker yang sifatnya mendasar, seperti alokasi untuk gaji, honorarium dan tunjangan, serta operasional dan pemeliharaan perkantoran;b) Program dan kegiatan yang mendukung pencapaian prioritas pembangunan nasional, prioritas pembangunan bidang dan/atau prioritas pembangunan daerah (dimensi kewilayahan) yang tercantum dalam RKP; c) Kebutuhan dana pendamping untuk kegiatan-kegiatan yang anggarannya bersumber dari pinjaman dan hibah luar negeri; d) Kebutuhan anggaran untuk kegiatan lanjutan yang bersifat tahun jamak (multiyears); e) Penyediaan dana untuk mendukung pelaksanaan inpres-inpres yang berkaitan dengan percepatan pemulihan pasca konflik dan pasca bencana diberbagai daerah; f) Penyediaan dana untuk mendukung pelaksanaan program/kegiatan yang sesuai dengan peraturan perundangan. 5) Penyusunan RKA-K/Lmenggunakan Kertas Kerja RKA-K/Lsebagai salah satu data dukung. Satker menyusun informasi kinerja beserta alokasi anggarannya dalam Kertas Kerja RKA-K/L. Informasi yang tertuang dalam Kertas Kerja RKA-K/L per Satker direkapitulasi dalam dokumen RKA-K/L. Dalam hal ini satker menyusun Kertas Kerja RKA-K/L dengan memasukkan komponen input beserta kebutuhan dana untuk menghasilkan output kegiatan sesuai tugas dan fungsinya dan/atau penugasan prioritas pembangunan nasional. 6) Terdapat dua tipe pencapaian output kegiatan dalam struktur anggaran baru, yaitu: a) Tipe 1. Pencapaian output kegiatan disusun dari suboutput-suboutput. Jumlah suboutput identik dengan jumlah volume output yang dihasilkan. Rincian di bawah suboutput adalah komponen yang merupakan tahapan dalam mencapai suboutput sebagai bagian dari output. b) Tipe 2. Pencapaian output kegiatan disusun dari komponen yang merupakan tahapan-tahapan dalam pencapaian output.7) Penyusunan kebutuhan pendanaan untuk masing-masing output kegiatan, disusun dalam komponen-komponen input sesuai klasifikasi jenis belanja dan sumber dana. 8) Penghitungan kebutuhan dana komponen input berdasarkan pada Standar Biaya dan/atau kepatutan dan kewajaran harga apabila tidak diatur dalam Standar Biaya.

C.1. Persiapan Penyusunan a. Tingkat K/L K/L mempersiapkan dokumen yang menjadi dasar pencantuman target kinerja program dan alokasi anggarannya pada RKA-KL: 1) Surat Edaran Menteri Keuangan tentang Pagu anggaran dan Pagu Definitif; dan 2) Dokumen RPJMN, Renstra K/L, RKP dan Renja K/L. b. Tingkat Satker Satker mempersiapkan dokumen yang menjadi dasar pencantuman target kinerja kegiatan dan alokasi anggarannya pada Kertas Kerja RKA-KL: 1) Daftar alokasi anggaran masing-masing unit eselon I yang dirinci per Satker dan sumber dananya berdasarkan Pagu anggaran yang ditandatangani oleh pejabat eselon I; 2) Peraturan perundangan mengenai struktur organisasi dan tugas fungsinya; 3) Dokumen RPJMN, Renstra K/L, RKP dan Renja K/L; 4) Juknis penyusunan RKA-KL; 5) Standar Biaya; 6) Bagan Akun Standar (BAS). 1. Mekanisme Penyusunan RKA-K/LMenteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran (PA) menyusun RKA-K/LKementerian Negara/Lembaga yang dipimpinnya dalam rangka penyusunan dan pelaksanaan APBN. RKA-K/Ldisusun berdasarkan pagu anggaran yang ditetapkan Menteri Keuangan dengan mengacu pada Renja K/L dan menggunakan pendekatan Penganggaran Terpadu, Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah, dan Penganggaran Berbasis Kinerja. Dalam rangka penyusunan RKA-K/Ldimaksud, K/L wajib : 1) Mengacu pada Surat Edaran Menteri Keuangan tentang Pagu anggaran; 2) Mengacu pada standar Biaya ; 3) Mencantumkan target kinerja; 4) Mencantumkan perhitungan Prakiraan Maju untuk 2 (dua) tahun kedepan; 5) Melampirkan dokumen pendukung terkait; 6) Melampirkan Rencana Bisnis Anggaran (RBA) untuk satker Badan Layanan Umum (BLU). Selanjutnya RKA-K/L yang telah disusun tersebut, ditandatangani oleh pejabat Eselon I selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). RKA-K/Lyang telah disusun tersebut, dibahas bersama antara K/L dengan Komisi terkait di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). RKA-K/L yang telah disepakati dan mendapat persetujuan dari DPR disampaikan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran paling lama 2 (dua) minggu sebelum penetapan Peraturan Presiden tentang Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat. Dalam hal RKA-K/L yang telah disepakati dan mendapat persetujuan dari DPR belum diterima maka Peraturan Presiden tentang Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat disusun berdasarkan RKA-K/Lyang disampaikan oleh K/L meskipun belum mendapat persetujuan dari DPR. Berkenaan dengan RKA-KL, hasil pembahasan antara K/L dengan DPR tersebut, Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Anggaran melakukan penelaahan untuk meneliti:1) Kesesuaian Term of Reference (TOR), Rincian Anggaran Biaya (RAB) dan dokumen pendukung dengan RKA-KL; 2) Relevansi/kesesuaian pencantuman target kinerja dan komponen input yang digunakan. Hasil penelaahan RKA-K/L menjadi dasar penyusunan Satuan Anggaran K/L. Satuan Anggaran K/L dimaksud dijabarkan lebih lanjut untuk setiap satuan kerja menjadi Satuan Anggaran per Satuan Kerja (SAPSK). Apabila terjadi perubahan RKA-K/L berdasarkan hasil kesepakatan dalam pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara antara Pemerintah dengan DPR, dilakukan penyesuaian RKA-K/Ldan SAPSK pada Satuan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga. Selanjutnya RKA-K/Lyang telah ditelaah menjadi dasar penyusunan Peraturan Presiden tentang Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat. Seluruh dokumen pendukung RKA-K/Ltersebut di atas, disalin dalam bentuk data elektronik dan diunggah ke dalam server Direktorat Jenderal Anggaran. Selanjutnya dokumen pendukung RKA-K/L yang telah diunggah diserahkan kembali kepada K/L yang bersangkutan untuk disimpan. Peraturan Presiden tentang Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat menjadi dasar bagi penyusunan dan pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). a. Tingkat K/L RKA-K/L pada dasarnya dokumen strategis K/L. Informasi yang terdapat dalam dokumen RKA-K/L sebagian besar merupakan hasil rekapitulasi informasi KK RKA-KL. Namun demikian, ada informasi yang harus diisi pada tingkat K/L, berupa: a) Strategi Pencapaian Sasaran Strategis adalah informasi yang terdapat pada bagian J Formulir 1 RKA-KL. Isinya menguraikan mengenai langkah-langkah yang ditempuh untuk mencapai Sasaran Strategis, sesuai dengan Renstra K/L; b) Strategi Pencapaian Hasil (Outcome) adalah informasi yang terdapat pada bagian K Formulir 2 RKA-KL. Isinya menguraikan mengenai langkah-langkah yang ditempuh untuk mencapai hasil (outcome) Program, sesuai dengan Renstra unit Eselon I; dan c) Operasionalisasi Kegiatan adalah informasi yang terdapat pada bagian H Formulir 3 RKA-KL. Isinya menguraikan mengenai mengenai langkah-langkah yang ditempuh untuk mengimplementasikan Program melalui operasionalisasi kegiatan-kegiatan, termasuk di dalamnya berupa jumlah satker dan pegawai yang melaksanakan program/kegiatan. b. Tingkat Satker Tugas satker dalam rangka penyusunan RKA-K/L adalah menyusun Kertas Kerja RKA-K/L (KK RKA-KL). Penyusunan KK RKA-K/L harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a) Mengetahui Dasar Alokasi Anggaran Satker b) Berdasarkan Daftar alokasi anggaran per Satker dan sumber dana, satker menyusun rencana kerja dan anggarannya. Dasar alokasi anggaran tersebut berguna sebagai kontrol batas tertinggi alokasi anggaran satker pada akhir penyusunan KK RKA-KL. c) Kegiatan yang akan dilaksanakan beserta output kegiatan yang dihasilkan (sesuai karakterisitik satker). Jenis kegiatan yang akan dilaksanakan terdiri dari kegiatan generik atau teknis; d) Peruntukan alokasi anggaran sesuai dengan prioritas sebagaimana diuraikan sebelumnya; e) Mendukung pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 22 tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal melalui penggunaan komponen input/rincian biaya dalam rangka pencapaian output kegiatan dengan memanfaatkan penyediaan/penyajian makanan dan snack berbasis pangan lokal non beras, non terigu, sayuran, dan buah sesuai dengan potensi dan karakteristik wilayah; f) Komponen input dalam rangka pencapaian output kegiatan yang dibatasi dalam hal Iklan layanan masyarakat ,kecuali untuk:i. Iklan yang mengajak/mendorong partisipasi masyarakat untuk turut aktif dalam pelaksanaan dan pengawasan program/kebijakan Pemerintah. ii. Tetap mempertimbangkan bahwa manfaat sosial dan ekonomi yang dihasilkan lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan. g) Komponen input dalam rangka pencapaian output kegiatan yang dibatasi dan tidak diperbolehkan dalam RKA-K/L secara substansi masih mengacu sebagaimana dimaksud dalam Keppres No. 42 Tahun 2002 Pasal 13 ayat (1) dan (2) junto Keppres 72 Tahun 2004 pasal 13 ayat (1) dan (2), yaitu: i. Komponen Input yang dibatasi: i) Penyelenggaraan rapat, rapat dinas, seminar, pertemuan, lokakarya, peresmian kantor/proyek dan sejenisnya, dibatasi pada hal-hal yang sangat penting dan dilakukan sesederhana mungkin. ii) Pemasangan telepon baru, kecuali untuk satker yang belum ada sama sekali. iii) Pembangunan gedung baru yang sifatnya tidak langsung menunjang untuk pelaksanaan tupoksi (seperti mess, wisma, rumah dinas/rumah jabatan, dan gedung pertemuan), kecuali untuk gedung yang bersifat pelayanan umum (seperti rumah sakit, rumah tahanan, dan pos penjagaan) dan gedung/bangunan khusus (seperti laboratorium dan gudang). iv) Pengadaan kendaraan bermotor, kecuali : Kendaraan fungsional, seperti Ambulan untuk rumah sakit dan Cell wagon untuk rumah tahanan; Kendaraan roda dua untuk petugas lapangan; Pengadaan kendaraan bermotor untuk satker baru yang sudah ada ketetapan Meneg PAN dan dilakukan secara bertahap sesuai dana yang tersedia; Penggantian kendaraan operasional yang benar-benar rusak berat sehingga secara teknis tidak dapat dimanfaatkan lagi; Penggantian kendaraan yang rusak berat yang secara ekonomis memerlukan biaya pemeliharaan yang besar untuk selanjutnya harus dihapuskan dari daftar inventaris dan tidak diperbolehkan dialokasikan biaya pemeliharaannya (didukung oleh berita acara penghapusan/pelelangan). Kendaraan roda empat dan atau roda enam untuk keperluan antar jemput pegawai dapat dialokasikan secara sangat selektif. Usulan pengadaan kendaraan bermotor memperhatikan azas efisiensi dan kepatutan. ii. Komponen Input yang tidak dapat ditampung (dilarang) dalam RKA-K/Lsebagai berikut : i) Perayaan atau peringatan hari besar, hari raya, dan hari ulang tahun Kementerian Negara/Lembaga; ii) Pemberian ucapan selamat, hadiah/tanda mata, karangan bunga, dan sebagainya untuk berbagai peristiwa; iii) Pesta untuk berbagai peristiwa dan POR (Pekan Olah Raga) pada Kementerian Negara/Lembaga, kecuali Kementerian Negara/Lembaga yang mengemban tugas-fungsi tersebut; iv) Pengeluaran lain-lain untuk kegiatan/keperluan sejenis/serupa dengan yang tersebut di atas. Kegiatan yang memerlukan dasar hukum berupa PP/Perpres, namun pada saat penelaahan RKA-K/L belum ditetapkan dengan PP/Perpres. Kegiatan yang memerlukan penetapan Pemerintah/Presiden/Menteri Keuangan (dengan Peraturan Pemerintah/PP atau Peraturan Presiden/Perpres atau Peraturan/Keputusan Menteri Keuangan) tidak dapat dilakukan sebelum PP/Perpres/KMK/PMK dimaksud ditetapkan, kecuali kegiatan tersebut sebelumnya sudah dilaksanakan berdasarkan penetapan Peraturan/Keputusan Menteri/Pimpinan Lembaga. Peningkatan tarif atas tunjangan-tunjangan yang sifatnya menambah penghasilan, tidak dapat dialokasikan sebelum ditetapkan dengan Peraturan/Keputusan Menteri Keuangan.Untuk biaya masukan/keluaran yang belum tercantum dalam PMK tentang Standar Biaya maka Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran (PA/KPA) yang bertanggung jawab atas suatu kegiatan wajib membuat Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) yang menyatakan bahwa PA/KPA bertanggung jawab penuh atas satuan biaya yang digunakan dalam penyusunan RKA-K/L diluar Standar Biaya yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. h) Pelaksanaan Pencapaian Output Kegiatan Perincian biaya Komponen Input dalam KK RKA-K/L meliputi penyajian informasi item-item biaya yang akan dibelanjakan dalam rangka pencapaian output suatu kegiatan. Penyajian informasi dimaksud terkait cara pelaksanaan suatu kegiatan (secara swakelola atau kontraktual). Langkah penyajian informasi tersebut sebagai berikut: i. Swakelola Pengalokasian anggaran untuk kegiatan yang direncanakan akan dilakukan secara swakelola, dirinci menurut jenis belanja yang sesuai. Pengalokasian anggaran untuk kegiatan yang sifatnya non fisik dan menggunakan jenis Belanja Barang. Pengalokasian anggaran untuk kegiatan yang sifatnya non fisik dan menggunakan jenis belanja Bantuan Sosial dan Belanja Barang. Pengalokasian anggaran untuk kegiatan yang sifatnya fisik dimasukkan dalam belanja modal. Guna menyesuaikan dengan norma akuntansi yaitu azas full disclosure untuk masing-masing Jenis Belanja modal dirinci lebih lanjut sesuai peruntukannya. Misalnya Belanja Modal Tanah dibagi menjadi Belanja Modal Tanah, Belanja Modal Pembebasan Tanah, Belanja Modal Pembayaran Honor Tim Tanah, Belanja Modal Pembuatan Sertifikat Tanah, Belanja Modal Pengurukan dan Pematangan Tanah, Belanja Modal Biaya Pengukuran Tanah, Belanja Modal Perjalanan Pengadaan Tanah. Rincian tersebut sama untuk semua Belanja Modal sesuai ketentuan pada Bagan Akun Standar. ii. Kontraktual. Pengalokasian anggaran untuk kegiatan yang direncanakan akan dilakukan secara kontraktual dimasukkan pada satu jenis belanja yang sesuai. Informasi Pengadaan Barang dan Jasa K/L Melalui Proses Pelelangan Sebagai bentuk transparansi kegiatan pemerintahan, K/L diharapkan memberi informasi mengenai rencana pengadaaan barang dan jasa melalui proses pelelangan. Kriteria pengadaan barang dan jasa melalui kontraktual yang perlu diinformasikan meliputi: nilai pengadaan barang dan jasa di atas 100 juta; dan rencana waktu pelaksanaan pengadaannya. Informasi tersebut dicantumkan pada saat penyusunan RKA-KL. i) Penyusunan KPJM harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: i. Perhitungan KPJM dilakukan berdasarkan indeksasi pada komponen input; ii. Perhitungan prakiraan maju komponen input gaji tetap dihitung sebesar alokasi pada tahun anggaran berjalan.; iii. Perhitungan prakiraan maju komponen input operasional dan pemeliharaan perkantoran dihitung dengan menerapkan indeksasi inflasi APBN; iv. Perhitungan prakiraan maju output kegiatan teknis fungsional/kegiatan prioritas nasional dilakukan berdasarkan indeksasi atas komponen-komponen input yang mendukungnya dan diatur sebagai berikut: i) Prakiraan Maju komponen input utama/kebijakan dapat disesuaikan besarannya berdasarkan keputusan pemerintah; ii) Prakiraan Maju komponen input pendukung disesuaikan dengan indeks inflasi kumulatif. iii) Perhitungan KPJM dilakukan dengan menggunakan template yang dapat diunduh pada aplikasi RKAKL. C.2. Penyusunan RKA-K/L untuk Kegiatan Tertentu 1) Penyusunan RKA-K/Luntuk Kegiatan yang Dananya Bersumber dari PNBP Dalam rangka pengalokasian dana untuk kegiatan yang dananya bersumber dari PNBP (bukan satker BLU) maka tata cara penyusunannya dalam RKA-K/L diatur sebagai berikut : a. Nomenklatur kegiatan yang anggarannya bersumber dari PNBP menggunakan nomenklatur kegiatan sesuai dengan tabel referensi pada Aplikasi RKA-KL; b. Penuangan kegiatan dan besaran anggarannya dalam RKA-K/Lmengacu pada: a) Peraturan Pemerintah tentang jenis dan tarif PNBP masing-masing K/L; b) Keputusan Menteri Keuangan/Surat Menteri Keuangan tentang Persetujuan Penggunaan Sebagian Dana yang berasal dari PNBP; c) Pagu penggunaan PNBP; dan d) Catatan Hasil Pembahasan PNBP antara K/L dengan Direktorat Jenderal Anggaran c.q. Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berisikan target PNBP dan % pagu penggunaan sebagian dana dari PNBP. c. Penggunaan dana yang bersumber dari PNBP difokuskan untuk kegiatan dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat dan atau sesuai ketentuan tentang Persetujuan Penggunaan Sebagian Dana yang berasal dari PNBP; d. Pembayaran honor pengelola kegiatan PNBP (honor atasan langsung bendahara, bendahara dan anggota sekretariat) menggunakan akun belanja barang operasional yaitu honor yang terkait dengan operasional satker (akun 521115), sedangkan honor kegiatan non operasional yang bersumber dari PNBP masuk dalam akun honor yang terkait dengan output kegiatan (akun 521213). 2) Penyusunan RKA-K/Luntuk Satker Badan Layanan Umum (BLU) Penyusunan RKA-K/L untuk kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh satker BLU, mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 44/PMK.05/2009 tentang Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) serta Pelaksanaan Anggaran BLU. Dalam rangka penyusunan anggaran satker BLU agar memperhatikan halhal sebagai berikut : a. Satker BLU menyusun RBA tahunan dengan mengacu kepada strategi bisnis; b. RBA BLU memuat seluruh program, kegiatan, anggaran penerimaan/pendapatan, anggaran pengeluaran/belanja, estimasi saldo awal dan estimasi saldo akhir kas BLU; c. RBA disusun berdasarkan : a) Basis kinerja dan perhitungan akuntansi biaya menurut jenis layanannya; dan b) Kebutuhan dan kemampuan pendapatan yang diperkirakan akan diterima dari masyarakat. d. Satker BLU yang telah mampu menyusun standar biaya menurut jenis layanannya berdasarkan perhitungan akuntansi biaya maka penyusunan RBA-nya mengunakan standar biaya tersebut, sedangkan untuk satker BLU yang belum mampu menyusun standar biaya, RBA disusun berdasarkan SBU; e. Pagu dana pada ikhtisar RBA pada komponen PNBP dan Rupiah Murni (RM) harus sama dengan alokasi anggaran pada pagu anggaran. 3) Penyusunan RKA-K/L untuk Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan serta Urusan Bersama .Pengalokasian anggaran dalam RKA-K/L untuk kegiatan-kegiatan K/L yang dilaksanakan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) melalui mekanisme DK dan TP, mengacu pada PMK 248/PMK 07/2010 perubahan dari PMK No.156/PMK.07/2008 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan. Pengalokasian anggaran dalam rangka penyusunan RKA-K/L dengan menggunakan mekanisme DK/TP perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Program dan kegiatan yang didanai tertuang dalam RKA-K/L dan sepenuhnya dari APBN melalui RKA-K/L atau DIPA; b. K/L tidak diperkenankan mensyaratkan dana pendamping; c. Pembebanan APBD hanya digunakan untuk mendanai urusan daerah yang disinergikan dengan program dan kegiatan yang akan didekonsentrasikan dan/atau ditugaskan; d. Dana DK dilaksanakan setelah adanya pelimpahan wewenang Pemerintah melalui K/L kepada Gubernur; e. Dana TP dilaksanakan setelah adanya penugasan wewenang Pemerintah melalui K/L kepada Gubernur/Bupati/Walikota; f. Untuk mendukung pelaksanaan program dan kegiatan, K/L juga harus memperhitungkan kebutuhan anggaran: a) Biaya penyusunan dan pengiriman laporan oleh SKPD; b) ii) Biaya operasional dan pemeliharaan atas hasil pelaksanaan kegiatan yang belum dihibahkan; c) Honorarium pejabat pengelola keuangan dana dekonsentrasi dan/atau dana tugas pembantuan; dan d) Biaya lainnya dalam rangka pencapaian target pelaksanaan kegiatan dekonsentrasi dan tugas pembantuan. g. Pengalokasian Dana DK dan Dana TP memperhatikan kemampuan keuangan negara, keseimbangan pendanaan di daerah (besarnya transfer ke daerah dan kemampuan keuangan daerah), dan kebutuhan pembangunan di daerah; h. Karakteristik DK Sifat kegiatan non-fisik, yaitu kegiatan yang menghasilkan keluaran yang tidak menambah aset tetap. Kegiatan non-fisik, antara lain berupa: sinkronisasi dan koordinasi perencanaan, fasilitasi, bimbingan teknis, pelatihan, penyuluhan, supervisi, penelitian dan survei, pembinaan dan pengawasan, serta pengendalian. i. Karakteristik TP Sifat kegiatan fisik, yaitu kegiatan yang menghasilkan keluaran yang menambah aset tetap. Kegiatan fisik, antara lain pengadaan tanah, bangunan, peralatan dan mesin, jalan, irigasi dan jaringan, serta dapat berupa kegiatan yang bersifat fisik lainnya. Sedangkan kegiatan bersifat fisik lainnya yang menambah nilai aset pemerintah, antara lain pengadaan barang habis pakai, seperti obat-obatan, vaksin, pengadaan bibit dan pupuk, atau sejenisnya yang akan diserahkan kepada pemerintah daerah. j. Pengalokasian Dana Penunjang Sebagian kecil dana DK/TP dapat dialokasikan sebagai dana penunjang untuk pelaksanaan tugas administratif dan/atau pengadaan input berupa barang habis pakai dan/atau aset tetap; k. Penentuan besarnya alokasi dana penunjang harus memperhatikan asas kepatutan, kewajaran, ekonomis, dan efisiensi serta disesuaikan dengan karakteristik kegiatan masing-masing K/L.Alokasi belanja penunjang menggunakan akun belanja barang penunjang kegiatan belanja barang dekonsentrasi (521311) dan belanja barang penunjang kegiatan tugas pembantuan (521321). l. Pengalokasian anggaran dalam rangka penyusunan RKA-K/L dengan mekanisme Urusan Bersama (UB), mengacu pada PMK No.168/PMK.07/2009 tentang Pedoman Pendanaan Urusan Bersama Pusat dan Daerah untuk penanggulangan kemiskinan sebagai berikut: a) Pendanaan Urusan Bersama Pusat dan Daerah untuk penanggulangan kemiskinan dalam bentuk Dana Urusan Bersama (DUB) dan Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) hanya berlaku untuk program PNPM Mandiri Pedesaan dan PNPM Mandiri Perkotaan yang disalurkan berupa Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) dalam jenis belanja bantuan sosial;b) Program/Kegiatan penanggulangan kemiskinan yang akan didanai dari APBN wajib mengacu pada RKP dan dituangkan dalam Renja-KL; c) Menteri/Pimpinan Lembaga dan Kepala Daerah menandatangani naskah perjanjian penyelenggaraan Urusan Bersama Pusat dan Daerah untuk Program Penanggulangan Kemiskinan paling lambat minggu pertama bulan Desember atau setelah ditetapkannya Peraturan Presiden tentang Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat. 4) Penyusunan RKA-K/Luntuk Kegiatan yang Dananya Bersumber dari Pinjaman Dalam Negeri (PDN) Dalam rangka pengalokasian kegiatan-kegiatan yang dananya bersumber dari pinjaman dalam negeri maka tata cara penuangan dalam RKA-K/L mengikuti ketentuan dalam peraturan perundangan yang berlaku tentang pinjaman dalam negeri.

C.3. Penyelesaian RKA-K/LTahap akhir dari proses penyusunan RKA-K/L adalah proses memasukkan data dan komponen input pada fasilitas kertas kerja diaplikasi RKA-KL. Dalam tahap ini, perencana memasukkan informasi kinerja, serta rencana kegiatan dan alokasi pendanaannya dalam rangka untuk menghasilkan outputnya. RKA-K/L yang telah disusun diteliti kembali kesesuaiannya dengan pagu yang ditetapkan serta tidak mengakibatkan: 1) Pergeseran anggaran antar program; 2) Jumlah alokasi dana pada masing-masing program harus sesuai dengan SE tentang pagu anggaran; 3) Pengurangan belanja eks kegiatan 0001 dan 0002; 4) Perubahan pagu sumber pendanaan/sumber pembiayaan (RM/PLN/HLN/PNBP); dan5) Sumber pendanaan/sumber pembiayaan dalam menghasilkan output tidak diperbolehkan berubah/bergeser. RKA-K/L ditandatangani oleh Pejabat Eselon I atau yang setingkat Eselon I selaku KPA sebagai penanggung jawab program. Selanjutnya RKA-K/L(termasuk Kertas Kerja RKA-K/L) disampaikan kepada Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Anggaran sekurang-kurangnya dilampiri dokumen/data pendukung berupa: 1) TOR dan RAB untuk setiap Output Kegiatan yang ditandatangani oleh penanggung jawab Kegiatan atau pejabat lain yang berwenang; 2) Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) yang ditandatangani oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) apabila rincian biaya yang tercantum dalam KK RKA-K/L tidak terdapat dalam Standar Biaya. Penyusunan SPTJM mengacu pada format dan tatacara pengisian di bawah; 3) Arsip Data Komputer (ADK) RKA-K/Ldan KK RKA-K/LSatker; 4) Hasil kesepakatan dengan DPR; 5) Daftar alokasi Pagu masing-masing Unit Eselon I yang dirinci berdasarkan Program, Satker dan Sumber Pendanaan; 6) Gender Budget Statement (GBS) apabila berkenaan dengan ARG. 7) Rencana Bisnis dan Anggaran BLU (RBA BLU) apabila berkenaan dengan Satuan Kerja BLU.

D. FORMAT RKA-K/L Secara umum RKA-K/L memuat: a. Informasi kinerja Informasi kinerja memuat: Program, yaitu penjabaran dari kebijakan sesuai dengan visi dan misi K/L yang rumusannya mencerminkan tusi unit eselon I atau unit K/L yang berisi kegiatan untuk mencapai hasil dengan indikator kinerja yang terukur, Kegiatan, yaitu penjabaran dari program yang rumusannya mencerminkan tugas dan fungsi unit eselon II atau satker atau penugasan tertentu K/L yang berisi komponen kegiatan untuk mencapai keluaran dengan indikator kinerja yang terukur dengan mengacu kepada struktur organisasi K/L Sasaran kinerja, yaitu keluaran dan/atau hasil yang ditetapkan untuk dicapai dengan tingkat kepastian yang tinggi, dari sisi efisiensi, kuantitas, dan kualitas melalui kegiatan dan/atau program oleh K/L. b. Rincian anggaran, disusun menurut unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, jenis belanja, kelompok biaya, dan sumber pendanaan. Informasi tersebut diatas dituangkan dalam Format RKA-K/L terdiri dari tiga dokumen yaitu : 1) Formulir 1, yaitu Rencana Pencapaian Sasaran Strategis pada Kementerian Negara/ Lembaga (outcome K/L) yang memuat Visi, Misi, Sasaran Strategis, Fungsi, Prioritas Nasional, Rincian Sasaran Strategis, Alokasi Pagu Fungsi, Alokasi Pagu Prioritas Nasional, Strategi Pencapaian Sasaran Strategis, Program-Program K/L, Outcome-outcome atau tujuan program, Indikator Kinerja Utama Program, Pendapatan K/L dan Forward Estimate dan Rincian Rencana Pendapatan. Keterkaitan RKA-K/L dengan dokumen rencana kerja kementerian/lembaga pada muatan visi, misi, sasaran strategis, dan kegiatan prioritas. 2) Formulir 2, yaitu Rencana Pencapaian Hasil Unit Organisasi (Outcome Eselon I) memuat Misi unit organisasi, Program Eselon I, Kegiatan Pendukung Program, Tujuan Kegiatan, Output, Indikator Kinerja Kegiatan, Pendapatan per program, dan Forward Estimate. Keterkaitan dengan dokumen perencanaan adalah Sasaran Strategis (Formulir 1 Renja KL), Nama Program, Pendanaan, Hasil (Outcome) dan Indikator, Uraian Kegiatan, Sumber Pendanaan dan Rincian Pendanaan PHLN atau PDN, 3) Formulir 3, yaitu Rincian Biaya Keluaran Menurut Alokasi Pendanaan, Jenis Belanja dan Sumber Dana per Unit Organisasi memuat Rincian biaya per Kelompok Biaya, Jenis Belanja, dan sumber Dana. Formulir RKA-K/L baru disusun sampai pada tingkat unit organisasi, sedangkan ditingkat satuan kerja, tool yang dipergunakan adalah kertas Kerja (worksheet). Kertas kerja adalah sarana untuk memasukkan data mengenai tindakan atau kegiatan yang akan dilaksanakan oleh satuan kerja (bottom up) sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan oleh Kementerian/Lembaga (top down) beserta alokasi anggarannya. Penyusunan worksheet dilakukan dengan menggunakan aplikasi RKA-K/L.

E. RENCANA DANA PENGELUARAN BENDAHARAWAN UMUM NEGARA (RDP-BUN) E.1. PENDAHULUANDalam proses penyusunan anggaran belanja, pengelolaan belanja menggunakan pendekatan penganggaran yaitu penganggaran terpadu, penganggaran berbasis kinerja, dan kerangka pengeluaran jangka menengah. Ketiga pendekatan penganggaran tersebut juga berlaku terhadap penganggaran BA BUN[footnoteRef:1]. [1: Mekanisme penyusunan dan penetapan alokasi anggaran BUN secara khusus diatur dalam PP No.90 tahun 2010. Dan pengaturan secara detail mengenai tata cara perencanaan, penetapan alokasi, dan pengesahan dokumen pelaksanaan anggaran BUN diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 247/PMK.02/2012 tentang Tata Cara Perencanaan, Penetapan Alokasi, dan Pengesahan Dokumen Pelaksanaan Anggaran Bendaharawan Umum Negara]

Dalam hal penerapan penganggaran berbasis kinerja untuk BA BUN, ada hal yang penting untuk dijadikan pedoman kelembagaan. Salah satu konsep berpikir pendekatan penganggaran berbasis kinerja adalah alokasi anggaran program/kegiatan didasarkan pada tugas-fungsi Unit Kerja yang dilekatkan pada stuktur organisasi (Money follow function, function followed by structure).Artinya, distribusi alokasi anggaran didasarkan tugas-fungsi unit kerja K/L yang dilekatkan pada struktur organisasi. Secara operasional pengelolaan BUN, Kementerian Keuangan harus mengacu tugas-fungsi unit kerja yang ada di Kementerian Keuangan yang akan melaksanakan tanggung jawab sebagai BUN. Siapa yang bertugas mengkoordinasikan/merencanakan alokasi belanja dan siapa yang bertugas sebagai unit operasional.Dalam rangka penetapan kelembagaan pengelola BA BUN, pertimbangan mengenai tugas-fungsi instansi di lingkungan Kementerian Keuangan yang mana menjadi penanggung jawab PPA dan K/L yang menjadi KPA harus menjadi rujukan utama. Penetapan suatu KPA harus mempertimbangkan: a. KPA merupakan organ pemerintah yang menyelenggarakan salah satu fungsi pemerintahan;b. Tanggung jawab KPA salah satunya adalah menentukan kinerja yang akan dicapai dan mengelola alokasi anggaran yang dibutuhkan untuk mencapai kinerja dimaksud.c. KPA berbeda dengan pihak lain (sebagai operator/provider/beneficiary dari alokasi anggaran BUN) yang merupakan pelaksana tugas dari KPA.Pelaksanaan tugas Menteri Keuangan sebagai pengelola BUN dan sebagai pimpinan Kementerian Keuangan berhimpitan. Tugas-fungsi tersebut dilaksanakan oleh Unit Eselon I sesuai tugas fungsinya di lingkungan Kementerian Keuangan.Berkenaan dengan pelaksanaan operasional sebagai pengelola BUN dan sebagai pimpinan Kementerian Keuangan, ada perbedaan struktur kelembagaannya. Menteri Keuangan sebagai pimpinan Kementerian Keuangan mempunyai struktur sebagai berikut:1. Menteri Keuangan sebagai Pengguna Anggaran BA Kementerian Keuangan;2. Unit Eselon I/Unit Eselon II/Satker di lingkungan Kementerian Keuangan sebagai KPA. Bentuk organisasi KPA tersebut sesuai dengan struktur organisasi sebagaimana peraturan Menpan dan RB mengenai organisasi K/L;3. PA menetapkan rencana kinerja. Sedangkan KPA merupakan unit operasional yang melaksanakan rencana kinerja yang telah ditetapkan PA. Dengan demikian, KPA bertanggung jawab kepada PA dalam hal capaian kinerja tersebut.Sedangkan Menteri Keuangan sebagai pengelola BUN mempunyai struktur sebagai berikut:

1. Menteri Keuangan adalah PA BA-BUN;2. Unit Eselon I terkait di lingkungan Kementerian Keuangan sebagai PPA;3. Instansi pemerintah (di lingkungan Kementerian Keuangan dan K/L lainnya) atau pihak lain (Pemda/Organisasi) sebagai KPA. Bentuk organisasi KPA tersebut tidak harus sesuai dengan struktur organisasi sebagaimana peraturan Menpan dan RB mengenai organisasi K/L tetapi sesuai dengan kebutuhan, sejalan dengan penunjukan KPA yang juga sesuai kebutuhan dalam pengalokasian dan pertanggung jawaban keuangan (kebijakan);4. Hubungan PPA dan KPA sebagaimana organisasi K/L tidak dapat disamakan karena yang memahami tugas-fungsi tersebut sekaligus bertanggung jawab langsung atas pelaksanaan kegiatan adalah KPA. PPA dalam hal ini bertugas melakukan koordinasi dengan KPA dalam rangka penyusunan RDP-BUN dan kompilasi laporan pelaksanaan kegiatan dari KPA dalam rangka penyusunan laporan pertanggungjawaban keuangan;5. Kelembagaan BUN agak unik berbeda dengan struktur pengelolaan anggaran pada BA K/L pada umumnya. Keunikannya meliputi:a. Dalam rangka menjalankan fungsi sebagai PA BUN, Menteri Keuangan menetapkan PPA-BUN). PPA-BUN adalah unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan.b. PPA-BUN dapat menetapkan KPA sepanjang belum ditetapkan oleh Menteri Keuangan.c. Selanjutnya, fungsi KPA dapat dijabat dan dilaksanakan oleh pejabat pada unit diluar Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas melaksanakan program dan kegiatan BUN.d. Penetapan alokasi dana pengeluaran BUN dapat dilakukan sebelum dimulainya tahun anggaran yang direncanakan atau dapat pula ditetapkan pada tahun anggaran berjalan.

E.2. Mekanisme Penyusunan Pagu Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara.1. PPA BUN menyesuaikan indikasi kebutuhan dana untuk masing-masing BA BUN yang dikelolanya berdasarkan indikasi kebutuhan dana pengeluaran bendahara umum negara.2. Indikasi kebutuhan dana yang telah disesuaikan disampaikan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran paling lambat minggu pertama bulan Juni.3. Indikasi kebutuhan dana yang telah disesuaikan digunakan sebagai dasar penyusunan pagu dana pengeluaran bendahara umum negara.4. Pagu dana pengeluaran bendahara umum negara ditetapkan oleh Menteri Keuangan paling lambat akhir JuniE.3. Mekanisme Penyusunan Rencana Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara.1. Dalam rangka penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), PPA BUN menyusun RDP BUN dengan menggunakan format dan formula penghitungan alokasi RDP BUN yang telah ditetapkan dalam PMK nomor 247/PMK.02/2012.2. RDP BUN disusun berdasarkan pagu dana pengeluaran bendahara umum negara.3. Dalam menyusun RDP BUN, PPA BUN dapat berkoordinasi dengan KPA BUN dan/atau pihak lain terkait.4. RDP BUN yang telah disusun ditandatangani oleh Pejabat Eselon I di Kementerian Keuangan selaku pimpinan PPA BUN yang bertanggung jawab atas BA BUN yang dikelolanya.Mekanisme penyusunan rencana dana pengeluaran bendahara umum negara, digunakan untuk penyusunan rencana dana pengeluaran Pengelolaan Utang (Bagian Anggaran 999.01), Pengelolaan Hibah (Bagian Anggaran 999.02), Pengelolaan Investasi Pemerintah (Bagian Anggaran 999.03), Pengelolaan Penerusan Pinjaman (Bagian Anggaran 999.04), Pengelolaan Belanja Subsidi (Bagian Anggaran 999.07), dan Pengelolaan Belanja Lainnya (Bagian Anggaran 999.08).

BAB III PENYUSUNAN RKA-K/L

BAB IVPENYUSUNAN DAN PENGESAHAN DIPA

Dalam rangka menyederhanakan proses pengurusan RKA-K/L dan DIPA, menjamin integritas dan validitas data anggaran, serta terwujudnya pemusatan layanan kepada Kementerian Negara/Lembaga terkait penyusunan dan pengesahan DIPA, maka mulai DIPA Tahun Anggaran 2013 kewenangan pengesahan DIPA dialihkan dari Direktorat Jenderal Perbendaharaan ke Direktorat Jenderal Anggaran. Pengalihan kewenangan ini diharapkan dapat mempercepat proses penyelesaian DIPA dan meningkatkan kualitas layanan Kementerian Keuangan kepada stakeholders.

A. PENYUSUNAN DIPAMulai Tahun Anggaran 2013, DIPA yang disusun oleh masing-masing PA terdiri dari 2 (dua) jenis yaitu DIPA Induk dan DIPA Petikan. Proses penyusunan dan bahan yang digunakan sebagai dasar dalam menyusun DIPA Induk dan DIPA Petikan sepenuhnya menggunakan data RKA-K/L yang disusun oleh masing-masing Satker.Beberapa pertimbangan yang mendasari perlunya dilakukan perubahan jenis DIPA dari semula DIPA Satker menjadi DIPA Induk dan DIPA Petikan antara lain sebagai berikut:a. Menjaga konsistensi penerapan penganggaran berbasis kinerja, mulai dari penetapan prioritas pembangunan dalam RKP, penyusunan RKA-K/L dan pengesahan DIPA. b. Memberikan fleksibilitas kepada PA dalam hal diperlukan adanya pergeseran anggaran antar Satker dalam satu Unit Eselon I dan satu Program, sepanjang pagu anggaran dan target kinerja tidak berubah sehingga dapat menyederhanakan proses revisi anggaran.c. Meningkatkan akuntabilitas Kementerian Negara/Lembaga sebagai penanggung jawab pelaksanaan Program dan target kinerja yang harus dicapai termasuk koordinasi terhadap Satker-Satker yang berada di bawah Program yang bersangkutan.A.1. Pengertian DIPADIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran. DIPA berlaku untuk 1 (satu) tahun anggaran dan memuat informasi satuan-satuan terukur yang berfungsi sebagai dasar pelaksanaan kegiatan bagi Satker dan dasar pencairan dana/pengesahan bagi Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara. Pagu dalam DIPA merupakan batas pengeluaran tertinggi yang tidak boleh dilampaui dan pelaksanaannya harus dapat dipertanggungjawabkan.Dengan mengacu pada pengertian di atas, maka DIPA merupakan kesatuan antara rincian rencana kerja dan penggunaan anggaran yang disusun oleh Kementerian Negara/Lembaga dan disahkan oleh BUN. Dengan demikian, DIPA terdiri atas 2 (dua) bagian yaitu:a. DIPA yang disusun oleh Pengguna Anggaran, paling sedikit memuat uraian:1) fungsi, subfungsi, program dan kegiatan yang akan dilaksanakan;2) hasil (outcome) dan keluaran (output) yang akan dicapai; 3) indikator kinerja utama program dan indikator kinerja kegiatan sebagai instrumen untuk mengukur capaian kinerja dari program dan kegiatan; 4) keluaran (output) yang dihasilkan;5) pagu anggaran program dan pagu masing-masing Satker yang dialokasikan serta rincian jenis belanja yang digunakan;6) rencana penarikan dana yang akan dilakukan; dan 7) penerimaan yang diperkirakan dapat dipungut.b. Surat Pengesahan DIPA yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Anggaran atas nama Menteri Keuangan.A.2. Fungsi DIPASelain sebagai dasar pelaksanaan kegiatan bagi Satker dan dasar pencairan dana/pengesahan bagi Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara, DIPA juga berfungsi sebagai alat pengendali, pelaksanaan, pelaporan, pengawasan APBN, dan perangkat akuntansi pemerintah. Disamping itu, dalam rangka memfasilitasi pelaksanaan prioritas pembangunan nasional, DIPA juga merupakan sarana penuangan anggaran terkait dengan empat strategi pembangunan nasional (four track strategy), yang meliputi:a. Pro-growth, b. Pro-job, c. Pro-poor, dand. Pro-environment. A.3. Bahan Penyusunan DIPADokumen yang digunakan sebagai dasar dalam penyusunan DIPA, yaitu: a. Keputusan Presiden mengenai Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat.Keputusan Presiden mengenai Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat. merupakan dasar penyusunan DIPA baik untuk DIPA Induk maupun DIPA Petikan. b. Daftar Hasil Penelaahan (DHP) RKA-K/L yang telah ditetapkan oleh Direktur Anggaran I/II/III.DHP RKA-K/L menjadi dasar pencocokkan DIPA untuk memastikan bahwa DIPA yang diajukan oleh Pengguna Anggaran telah sesuai dengan RKA-K/L yang disepakati pada saat penelaahan dengan Direktorat Jenderal Anggaran dan telah mendapat persetujuan DPR.c. Daftar Hasil Penelaahan Rencana Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara (DHP RDP-BUN) yang telah ditelaah dan ditetapkan oleh Direktur Anggaran III.RDP-BUN merupakan rencana kerja dan anggaran Bagian Anggaran BUN yang memuat rincian kebutuhan dana baik yang berbentuk anggaran belanja maupun pembiayaan dalam rangka pemenuhan kewajiban pemerintah pusat dan transfer kepada daerah yang pengelolaannya dikuasakan oleh Presiden kepada Menteri Keuangan. RDP-BUN dimaksud telah disepakati pada saat penelaahan dengan Direktorat Jenderal Anggaran dan alokasinya telah disetujui dalam APBN oleh DPR.d. Bagan Akun Standar.Penyusunan DIPA harus memperhatikan kaidah dalam Bagan Akun Standar untuk memastikan bahwa rencana kerja telah dituangkan sesuai dengan standar kode dan uraian yang diatur dalam ketentuan tentang akuntansi pemerintahan.A.4. Jenis DIPABerdasarkan pembagian anggaran dalam APBN, jenis DIPA dapat dikelompokkan atas DIPA Kementerian Negara/Lembaga (DIPA K/L) dan DIPA Bendahara Umum Negara (DIPA BUN). Mulai Tahun Anggaran 2013, DIPA yang disusun oleh PA baik untuk DIPA K/L maupun DIPA BUN dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu:a. DIPA Induk yaitu akumulasi dari DIPA per Satker yang disusun oleh PA menurut Unit Eselon I Kementerian Negara/Lembaga. b. DIPA Petikan yaitu DIPA per Satker yang dicetak secara otomatis melalui sistem.Rincian lebih lanjut untuk masing-masing DIPA K/L dan DIPA BUN adalah sebagai berikut :a. DIPA K/L, meliputi :1) DIPA Induk, disusun menurut Unit Eselon I Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan; dan2) DIPA Petikan, terdiri dari DIPA Satker-Satker yang berada di bawah Unit Eselon I Kementerian Negara/Lembaga. Secara prinsip setiap DIPA Petikan untuk satu Satker, sehingga dalam hal sebuah Satker mendapat alokasi anggaran yang berasal dari beberapa Unit Eselon I Kementerian Negara/Lembaga, maka akan mengelola beberapa DIPA Petikan.Selanjutnya DIPA Petikan Kementerian Negara/Lembaga dapat dikategorikan menjadi:a) DIPA Satker Pusat/Kantor Pusat (KP) yaitu DIPA yang dikelola oleh Satker Kantor Pusat dan/atau Satker pusat suatu Kementerian Negara/Lembaga, termasuk di dalamnya DIPA Satker Badan Layanan Umum (BLU) pada kantor pusat, dan DIPA Satker Non Vertikal Tertentu (SNVT).b) DIPA Satker Vertikal/Kantor Daerah (KD) yaitu DIPA yang dikelola oleh Kantor/Instansi Vertikal Kementerian Negara/Lembaga di daerah termasuk di dalamnya untuk DIPA Satker BLU di daerah. c) DIPA Dana Dekonsentrasi (DK) yaitu DIPA dalam rangka pelaksanaan dana dekonsentrasi, yang dikelola oleh SKPD Provinsi yang ditunjuk oleh Gubernur.d) DIPA Tugas Pembantuan (TP) yaitu DIPA dalam rangka pelaksanaan Tugas Pembantuan, yang dikelola oleh SKPD Provinsi/Kabupaten/Kota yang ditunjuk oleh Menteri/Pimpinan Lembaga yang memberi tugas pembantuan.e) DIPA Urusan Bersama (UB) yaitu DIPA yang memuat rincian penggunaan anggaran Kementerian Negara/Lembaga dalam rangka pelaksanaan Urusan Bersama, yang pelaksanaannya dilakukan oleh SKPD Provinsi/Kabupaten/ Kota yang ditunjuk oleh Menteri/Pimpinan Lembaga berdasarkan usulan Kepala Daerah.b. DIPA BUN.DIPA BUN adalah DIPA yang memuat rincian penggunaan anggaran yang bersumber dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BA-BUN) yang dikelola Menteri Keuangan selaku Pengguna Anggaran BA-BUN (BA 999). DIPA BUN disusun dan ditetapkan oleh Pembantu Pengguna Anggaran (PPA) yang ditunjuk dan ditetapkan oleh Menteri Keuangan selaku PA. PPA merupakan pimpinan Unit Organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan yang memiliki tugas dan fungsi sesuai dengan karakeristik BA BUN.

DIPA Induk untuk BA BUN terdiri atas: 1) DIPA Induk Pengelolaan Utang Pemerintah (999.01);2) DIPA Induk Pengelolaan Hibah (999.02);3) DIPA Induk Pengelolaan Investasi Pemerintah (999.03);4) DIPA Induk Pengelolaan Penerusan Pinjaman (999.04);5) DIPA Induk Pengelolaan Transfer ke Daerah (999.05);6) DIPA Induk Pengelolaan Belanja Subsidi (999.07);7) DIPA Induk Pengelolaan Belanja Lainnya (999.08); dan8) DIPA Induk Pengelolaan Transaksi Khusus (999.99);

Selanjutnya DIPA Petikan BUN dapat dikelompokkan menjadi: 1) DIPA Petikan Utang dan Belanja Hibah.DIPA Petikan Utang dan Belanja Hibah adalah DIPA yang memuat rencana kerja dan rincian penggunaan anggaran untuk keperluan pengelolaan utang pemerintah yang alokasi anggarannya bersumber dari BA 999.01 (Pengelolaan Utang Pemerintah) dan untuk keperluan belanja hibah yang alokasi anggarannya bersumber dari BA 999.02 (Pengelolaan Hibah).2) DIPA Petikan Investasi Pemerintah dan Penerusan Pinjaman.DIPA Petikan Investasi Pemerintah dan Penerusan Pinjaman adalah DIPA yang memuat rencana kerja dan rincian penggunaan anggaran untuk keperluan pembiayaan Investasi Pemerintah yang alokasi anggarannya bersumber dari BA 999.03 (Pengelolaan Investasi Pemerintah) dan pembiayaan Penerusan Pinjaman baik dalam negeri maupun luar negeri, yang bersumber dari BA 999.04 (Pengelolaan Penerusan Pinjaman). DIPA Investasi Pemerintah dan Penerusan Pinjaman terdiri atas:a) Pusat Investasi Pemerintah;b) Penyertaan Modal Negara;c) Dana Bergulir; d) Dana Pengembangan Pendidikan Nasional; dane) Penerusan Pinjaman yang terdiri atas:(1) Penerusan Pinjaman kepada BUMN/BUMD; dan(2) Penerusan Pinjaman kepada Pemerintah Daerah.3) DIPA Petikan Transfer ke Daerah.DIPA Petikan Transfer ke Daerah adalah DIPA yang memuat rencana kerja dan rincian penggunaan dana perimbangan, dana otonomi khusus dan penyeimbang/penyesuaian yang diserahkan kepada Daerah bersumber dari BA 999.05 (Pengelolaan Transfer ke Daerah). DIPA Petikan Transfer ke Daerah, terdiri atas:a) Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK);b) Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak, meliputi:(1) DBH Pajak Penghasilan;(2) DBH Pajak Bumi dan Bangunan; (3) DBH Cukai Hasil Tembakau;c) DBH Sumber Daya Alam (SDA), meliputi :(1) DBH SDA Minyak dan Gas Bumi;(2) DBH SDA Pertambangan Umum;(3) DBH SDA Kehutanan;(4) DBH SDA Perikanan;(5) DBH Pertambangan Panas Bumi;(6) Dana Bagi Hasil Cukai;d) Dana Otonomi Khusus, meliputi:(1) Dana Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat;(2) Dana Otonomi Khusus Aceh;(3) Dana Tambahan Infrastruktur dalam rangka Otonomi Khusus Provinsi Papua dan Papua Barat;e) Dana Penyesuaian, meliputi:(1) Tunjangan Profesi Guru PNS Daerah;(2) Dana Tambahan Penghasilan Guru PNS Daerah;(3) Dana Insentif Daerah;(4) Dana Proyek Pemerintah Daerah dan Desentralisasi;(5) Bantuan Operasional Sekolah;4) DIPA Petikan Subsidi dan Pengelolaan Belanja Lainnya.DIPA Petikan Belanja Subsidi dan Pengelolaan Lainnya adalah DIPA yang memuat rincian penggunaan anggaran untuk alokasi anggaran yang bersumber dari BA 999.07 (Pengelolaan Belanja Subsidi) dan BA 999.08 (Pengelolaan Belanja Lainnya).5) DIPA Petikan Pengelolaan Transaksi Khusus (999.99).DIPA Petikan Pengelolaan Transaksi Khusus (999.99) adalah DIPA yang memuat rincian penggunaan anggaran untuk alokasi anggaran yang bersumber dari BA 999.99 (Pengelolaan Transaksi Khusus). A.5. Pokok-Pokok Materi DIPAPokok-pokok materi dalam DIPA meliputi uraian-uraian terkait: identitas organisasi, pernyataan syarat dan ketentuan (disclaimer), rumusan fungsi dan subfungsi, informasi kinerja, pejabat perbendaharaan, rincian penggunaan anggaran, rencana penarikan dana dan perkiraan penerimaan, dan pengisian catatan. 1. Identitas OrganisasiUraian terkait identitas organisasi menunjukan pendistribusian alokasi anggaran berdasarkan organisasi yang bertanggung jawab atas pelaksanaan dan penggunaan anggaran. Alokasi anggaran pada DIPA disusun untuk masing-masing Kementerian Negara/Lembaga sesuai struktur organisasinya. Rincian anggaran disusun mulai dari Bagian Anggaran (Kementerian Negara/Lembaga), Unit Organisasi (Unit Eselon I) dan Satker. Penyusunan DIPA menurut organisasi dilakukan untuk melaksanakan tugas dalam rangka pencapaian hasil (outcome) dari program Kementerian Negara/Lembaga sesuai dengan visi dan misinya.Pengertian bagian anggaran, unit organisasi dan Satker adalah sebagai berikut: a. Bagian Anggaran Bagian Anggaran adalah Kementerian Negara/Lembaga yang menguasai bagian tertentu dari penggunaan anggaran yang ditetapkan dalam Undang-Undang APBN. Menteri/Pimpinan Lembaga dalam hal ini bertindak sebagai PA.b. Unit OrganisasiUnit Organisasi adalah unit eselon I pada Kementerian Negara/Lembaga yang bertanggung jawab terhadap sebuah program tertentu dan mendapatkan alokasi anggaran dari Bagian Anggaran Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan (memiliki portofolio). Dari perspektif pengelolaan anggaran, tidak semua unit eselon I pada Kementerian Negara/Lembaga dapat diperlakukan sebagai unit organisasi karena tidak memiliki portofolio.c. SatkerSatker adalah bagian dari suatu unit organisasi pada Kementerian Negara/Lembaga yang melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari suatu organisasi yang membebani dana APBN.Satker dalam hal ini merupakan unit organisasi lini Kementerian Negara/Lembaga/Pemerintah Daerah yang memperoleh kuasa penggunaan anggaran untuk melaksanakan tugas pokok, fungsi, program, dan misi PA.Dalam rangka melaksanakan tugas pokok, fungsi, program, dan misi tersebut, Satker juga merupakan kesatuan entitas manajemen dan keuangan yang melakukan perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran.2. Pernyataan syarat dan ketentuan (disclaimer)DIPA yang telah disahkan oleh Direktur Jenderal Anggaran atas nama Menteri Keuangan dilengkapi dengan pernyataan syarat dan ketentuan (disclaimer) yang harus dipedomani oleh PA/KPA dan pemangku kepentingan dalam pelaksanaan anggaran, meliputi:a. hubungan hukum antara DIPA Induk dengan DIPA Petikan:1) DIPA Induk yang telah disahkan lebih lanjut dituangkan dalam DIPA Petikan;2) Pengesahan DIPA Induk sekaligus merupakan pengesahan DIPA Petikan;3) DIPA Petikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari DIPA Induk (unit eselon I dan Kementerian Negara/Lembaga);4) DIPA Petikan dicetak secara otomatis melalui sistem yang dilengkapi dengan kode pengaman berupa digital stamp sebagai pengganti tanda tangan pengesahan;b. fungsi DIPA Petikan: DIPA Petikan berfungsi sebagai dasar pelaksanaan kegiatan Satker dan dasar pencairan dana/pengesahan bagi Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara;c. informasi pejabat perbendaharaan: Informasi mengenai KPA, Bendahara Pengeluaran dan Pejabat Penandatangan SPM untuk tiap-tiap Satker terdapat pada DIPA Petikan;d. pengisian halaman III DIPA: Rencana Penarikan Dana dan Perkiraan Penerimaan yang tercantum dalam halaman III DIPA diisi sesuai dengan rencana pelaksanaan kegiatan;e. tanggung jawab PA/KPA: Tanggung jawab terhadap penggunaan dana yang tertuang dalam DIPA Petikan sepenuhnya berada pada PA/KPA;f. penyelesaian atas perbedaan data: Dalam hal terdapat perbedaan data antara DIPA Petikan dengan database RKA-K/L-DIPA di Kementerian Keuangan, yang berlaku adalah data yang terdapat dalam database RKA-K/L-DIPA di Kementerian Keuangan, berdasarkan bukti-bukti yang ada; dang. masa berlaku DIPA: DIPA berlaku sejak tanggal 1 Januari 2XXX sampai dengan 31 Desember 2XXX.3. Rumusan Fungsi dan Subfungsi Uraian Fungsi dan Subfungsi yang dituangkan dalam DIPA menunjukan keterkaitan antara program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh sebuah Satker secara langsung mendukung Fungsi dan Subfungsi yang mana di dalam APBN.Secara prinsip definisi Fungsi adalah perwujudan tugas kepemerintahan di bidang tertentu yang dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional. Sedangkan Subfungsi adalah penjabaran lebih lanjut dari fungsi yang terinci ke dalam beberapa kategori. Sesuai Government Finance Statistics (GFS) Manual 2001 yang dijadikan acuan dalam klasifikasi fungsi APBN, jumlah fungsi yang digunakan sebanyak 11 Fungsi dan 79 Subfungsi.Alokasi anggaran yang termasuk dalam sebuah Fungsi, saat ini pendekatan penghitungannya dikaitkan dengan alokasi anggaran dari sebuah kegiatan. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa karakteristik dan kinerja dari sebuah kegiatan lebih mencerminkan keterkaitannya dengan Fungsi. Dengan demikian, untuk program yang memiliki kegiatan lebih dari 1 dimungkinkan dapat mendukung lebih dari 1 Fungsi. 4. Informasi KinerjaRumusan informasi kinerja yang dituangkan dalam DIPA merupakan uraian kualitatif yang menunjukan keterkaitan antara alokasi anggaran yang ditetapkan dengan program/kegiatan yang dilaksanakan dan sasaran/hasil/keluaran yang akan dihasilkan. Disamping itu, rumusan kinerja dimaksud juga merupakan perwujudan dari transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan anggaran yang menjadi tanggung jawab setiap PA/KPA.5. Pejabat PerbendaharaanPejabat Perbendaharaan adalah para pengelola keuangan pada Satker yang diberi tugas sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), penguji dan penerbit Surat Perintah Membayar (PP SPM), dan pelaksana tugas kebendaharaan. Pejabat Perbendaharaan tersebut terdiri dari KPA, PP SPM dan Bendahara Pengeluaran.a. KPA 1) KPA adalah pejabat yang ditunjuk dan ditetapkan oleh PA untuk melaksanakan program/kegiatan dan diberikan kewenangan untuk menggunakan anggaran dalam DIPA. 2) KPA menjadi manajer, melakukan pengelolaan dan bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan dan penggunaan anggaran pada DIPA.3) Pejabat yang dapat ditunjuk dan ditetapkan sebagai KPA adalah Kepala Satker atau pejabat lain yang ditunjuk dalam lingkup Satker tersebut.b. Penguji dan Penerbit SPM (PP SPM)PP SPM adalah pejabat yang ditunjuk dan ditetapkan oleh PA/KPA untuk melakukan pengujian atas permintaan pembayaran tagihan kepada negara, dan selanjutnya menerbitkan SPM atas beban DIPA berkenaan.c. Bendahara PengeluaranBendahara Pengeluaran adalah pejabat yang ditunjuk dan ditetapkan oleh PA/KPA untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menata-usahakan dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja negara dalam rangka pelaksanaan APBN pada satker Kementerian Negara/Lembaga. 6. Rincian Penggunaan AnggaranRincian penggunaan anggaran adalah rincian anggaran yang dibelanjakan dalam rangka:a. Pelaksanaan rencana kerja Satker untuk mencapai keluaran (output) yang ditetapkan.Untuk mencapai keluaran (output) yang ditetapkan dalam DIPA, alokasi anggaran yang dibutuhkan untuk menghasilkan sebuah keluaran dirinci menurut jenis belanjanya/jenis pengeluarannya. Jenis belanja/jenis pengeluaran yang ditampilkan pada DIPA adalah 2 (dua) digit pertama dari rincian akun pada Bagan Akun Standar. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan fleksibilitas kepada KPA dalam melakukan penyesuaian atas akun belanja pada 4 (empat) digit terakhir dari Bagan Akun Standar. Hal ini sesuai prinsip lets managers manage dan Penganggaran Berbasis Kinerja.b. Anggaran yang disediakan dapat dibayarkan/dicairkan melalui mekanisme APBN.Rincian penggunaan anggaran dalam DIPA berfungsi sebagai dasar pembayaran dan pembebanan pada anggaran negara. Oleh karena itu, rincian penggunaan anggaran harus memenuhi ketentuan pembayaran dalam mekanisme pelaksanaan APBN sehingga dana yang dialokasikan dapat dicairkan oleh Kuasa Bendahara Umum Negara. Ketentuan pelaksanaan pembayaran meliputi kesesuaian pencantuman rincian penggunaan dana dengan standar akuntansi pemerintah dan persyaratan pencairan dana, seperti kode kantor bayar, sumber dana, dan kesesuaian jenis belanja. Disamping itu, dalam rangka pelaksanaan rencana kerja dan anggaran, penuangan rincian penggunaan anggaran dalam DIPA harus menunjukkan keterkaitan antara fungsi, subfungsi, program, kegiatan, keluaran (output) dengan sasaran dan indikator keluaran. Berdasarkan tujuan di atas, tata cara pencantuman rincian penggunaan anggaran dalam DIPA sebagai berikut:a. Pencantuman Program, Kegiatan, Keluaran (output), Sumber Dana, dan Jenis Belanja. Program, kegiatan, keluaran (output), sumber dana, dan jenis belanja dalam DIPA Satker harus memiliki keterkaitan satu sama lain dalam rangka pencapaian kinerja Satker, dan merupakan penjabaran dari program, kegiatan, keluaran (output) pada rencana kerja dan anggaran eselon I terkait.Ketentuan pencantuman program, kegiatan, keluaran (output), sumber dana, dan jenis belanja adalah sebagai berikut:1) Pencantuman ProgramProgram yang dicantumkan ke dalam DIPA adalah program yang akan didukung oleh Satker yang bersangkutan dalam rangka pelaksanaan rencana kerja dan anggaran eselon I terkait yang telah ditetapkan.2) Pencantuman KegiatanKegiatan yang dicantumkan dalam DIPA adalah kegiatan yang akan dilaksanakan dan menjadi tanggung jawab Satker dalam rangka pencapaian sasaran program. Apabila Satker melaksanakan lebih dari satu kegiatan dalam satu program, maka dalam DIPA juga harus dicantumkan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan.

3) Pencantuman Keluaran (output)Keluaran (output) yang dicantumkan dalam DIPA adalah barang atau jasa yang dihasilkan dari pelaksanaan sebuah kegiatan untuk mendukung pencapaian outcome program dan/atau outcome fokus prioritas. Dalam hal kegiatan menghasilkan lebih dari satu output, maka seluruh output tersebut harus dicantumkan dalam DIPA.4) Pencantuman Sumber DanaSumber dana yang digunakan pada DIPA meliputi:a) Rupiah Murni (RM)Sumber dana Rupiah Murni digunakan untuk menampung pengeluaran yang dibiayai dari Rupiah Murni APBN, terdiri atas Rupiah Murni (RM), Rupiah Murni Pendamping (RMP), dan Stimulus (STM). b) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)Sumber dana Penerimaan Negara Bukan Pajak digunakan untuk menampung pengeluaran yang dibiayai dari Penerimaan Negara Bukan Pajak, terdiri atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan PNBP Layanan Umum (BLU). Pencairan pengeluaran yang dibiayai dari PNBP harus mengacu kepada batas maksimal pencairan dana yang diperkenankan dalam penggunaan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak bersangkutan.c) Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN)Sumber dana Pinjaman dan Hibah Luar Negeri digunakan untuk menampung pengeluaran yang dibiayai dari Pinjaman dan Hibah Luar Negeri, terdiri atas Pinjaman Luar Negeri (PLN), Hibah Luar Negeri (HLN) dan Hibah Langsung Luar Negeri (HLL). Pada setiap pengeluaran yang dibiayai dari Pinjaman dan Hibah Luar Negeri harus dicantumkan nomor register Pinjaman dan Hibah Luar Negeri dan tata cara penarikan dana.d) Pinjaman dan Hibah Dalam Negeri (PHDN)Sumber dana Pinjaman dan Hibah Dalam Negeri digunakan untuk menampung pengeluaran yang dibiayai dari Pinjaman dan Hibah Dalam Negeri, terdiri atas Pinjaman Dalam Negeri (PDN), Hibah Dalam Negeri (HDN) dan Hibah Langsung Dalam Negeri (HLD).e) Surat Berharga Syariah Negara Project Based Sukuk (SBSN PBS)Sumber dana Pinjaman dan Hibah Dalam Negeri digunakan untuk menampung pengeluaran yang dibiayai dari Pinjaman dan Hibah Dalam Negeri, terdiri atas Pinjaman Dalam Negeri (PDN).5) Pencantuman Jenis Belanja dan Jenis PengeluaranDalam rangka menjaga akuntabilitas pelaksanaan anggaran oleh PA/KPA dan penyusunan laporan keuangan, pencantuman akun harus sesuai dengan jenis belanja dan jenis pengeluaran yang ditetapkan. Ketidaktepatan pencantuman jenis belanja dan jenis pengeluaran dalam DIPA akan mengakibatkan tertundanya pencairan dana karena masih memerlukan penyesuaian.Jenis-jenis belanja yang digunakan dalam penyusunan DIPA adalah sebagai berikut:a) Belanja Pegawai (51)Belanja Pegawai adalah kompensasi dalam bentuk uang maupun barang yang diberikan kepada pegawai pemerintah (pejabat negara, pegawai negeri sipil, dan pegawai yang dipekerjakan oleh pemerintah yang belum berstatus PNS) yang bertugas di dalam maupun di luar negeri sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal dan/atau kegiatan yang mempunyai output dalam kategori bela