modul sistem kepartaian
DESCRIPTION
sistem kepartaianTRANSCRIPT
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 1/66
SISTEM KEPARTAIAN PEMILU DANPERKEMBANGANNYA DI INDONESIA
A. UMUM
Demokrasi Konsep
Demokrasi Konstitusional :
- Gagasan : pemerintah yang terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan
bertindak sewenang-wenang.
- Pembatasan tercantum dalam konstitusional
- Ahli sejarah Inggris yaitu : Lord Acton : mengingat bahwa pemerintah selaludiselenggarakan oleh manusia dan bahwa pada manusia tanpa kecuali
melekat banyak kelemahan.
“ Power tends to corrupt, but absulute power corrup : absulute “ (manusia yang
mempunyai kekuasaan cenderung untuk menyalahgunakan wewenang itu,
tetapi manusia yang mempunyai kekuasaan tidak terbatas pasti akan
menyalahgunakannya).
Sistem Demokrasi :
- Muncul pada lahir abad
- Terdapat negara kota (city atate) di Yunani Kuno ( abad ke 6 – abad ke 3
SM) demokrasi langsung.
- Eropa (abad pertengahan ) 600 – 1400 masyarakat dicirikan oleh
struktur sosial yang fodal menghasilkan “ Magna Charta “ (piagam
besar 1215) yang merupakan kontrol antar beberapa bangsawan dengan
raja Jhon dari Inggris dimana raja mengikat diri untuk menrangkul dan
menjamin beberapa hak dan privileges dari bawahannya.
Demokrasi Konstitusional :
- Abad ke 6 – 3 SM City State (Yunani Kuno)
- Abad 10 Negara Hukum klasik : Menyelenggarakan hak-hak politik
secara yuridis.
1
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 2/66
- Abad 26 Rule Of Law yang dinamis : setelah terjadi perubahan
sosial dan ekonomi :
• Perlindungan Konsultusional hak individu
•
Badan Kehakiman
• Pemilu yang panas
• Kebebasan berserikat (berorganisasi dan berposisi)
• Pendidikan kewarganegaraan.
1. PARTAI POLITIK DAN PERKEMBANGAN
Partai Politik :
- Merupakan kegiatan ilmiah yang relatif baru
- Dipelopori oleh ahli sosiologi politik :
• M. Ostrogarky ( 1902 )
• Robert Michels ( 1911 )
• Maurice Duverger ( 1951 )
• Sigmund Neumann ( 1956 )
- Dipelajari oleh beberapa ahli behavioralis :
• Yosef Lapalombon
• Myran Wennis khusus tentang peneropongan
- Secara khusus partai politik dalam hubungan dengan pembangunan politik
(pol. Parties and pol. Development).
- Pertama lahir di Eropa Barat menenai luasnya gagasan bahwa rakyat
merupakan faktor yang diperhitungkan dan diikutsertakan dalam
proses politik Parpol lahir secara spontan dan
perkembangannya menjadi penghubung antara pemerintah dengan rakyat.
- Pada umumnya dianggap sebagai manifestasi dari suatu sispol yang sudah
modern/sedang dalam proses jadi lembaga politik
- Di negara yang menganut faham Demo tentang partisipasi
rakyat bahwa rakyat berhak turut menentukan siapa jadi
pemimpin untuk mmenentukan kebijaksanaan umum (public policy).
- Di negara Totaliter gagasan tentang partisipasi rakyat didasari
elit politik bahwa rakyat perlu dibimbing daqn dibina untuk
2
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 3/66
mencapai stabilitas yang langgeng untuk mencapai tujuan
jadi alat yang baik dalam legitimasi status quo.
- Perkembangan pada mulanya di Barat (prancis & Inggris) dipusatkan pada
kelompok-kelompok politik dalam parlemen
• Mula-mula bersifat elitist dan Aristokratis
• Han. Kepentingan kaum bangsawan terhadap tuntutan –tuntutan raja
• Dengan semakin luasnya hak pilih Pol. Berkembang diluar
parlemen dengan terbentuk panitia-panitia pemilihan untuk
pemilu.
• Setelah dirasa perlu memperoleh duk. Dari pelbagai golongan
masyarakat, kelompok-kelompok politik dalam parlemen makin lama
berusaha berkembang ormas.
• Terjalin hubungan tetap antara kelompok politik dalam paelemen
dengan panitia pemilihan yang sepaham dan sekepentingan
• Maka lahirlah Parpol.
- Partai seperti tersebut menekankan kemenangan dalam pemilu dan dalam
masa antar dua pemilu biasanya kurang aktif karena bersifat
Patronage (Partai perlingdungan).
- Perkembangan selanjunya di dunia barat timbul pula partai yang lahir diluar
paelemen.
- Partai-partai bersamaan pada suatu pandangan hidup/ideologi tentang
seperti :
• Sosialisme
• Kristen Demokrat dan sebagainya
- Partai politik di negara jajahan
• Didirikan dalam rangka pergerakan nasioanl diluar dewanperwakilan
rakyat kolonial.
• Kadang-kadang menolak untuk dudukl dalam badan tersebut (seperti
Hindia Belanda, India)
• Setelah kemerdrkaan tercapai dengan meluas proses
urbanisasi, komunikasi masa, pendidikan umum bertambah
kuatlahkecenderungan untuk berpartisipasi dalam proses politik malalui
parpol.
3
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 4/66
2. PENGERTIAN
Parpol :
- Suatu kelompok yang terorganisir
- Terdiri dari anggota-anggotanya mempunyai orientasi nilai dan cita-cita
yang sama
- Tujuan untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik
biasanya dengan cara konstitusional
- Dalam rangka pelaksaan kebijaksanaan mereka
Kegiatan manusia dalam Parpol :
- Merupakan suatu bentuk partisipasi politik yang mencakupi semua kegiatan
sukarela melalui mana seseorang turut serta secara lansung/tidak langsung
dalam pembentukan kebijaksanaan umum.
- Kegiatan meliputi :
• Memilih dalam pemilihan umum
• Jadi anggota golongan politik seperti : partai, kelompok penekan,
kelompok kepentingan
• Duduk dalam lembaga seperti : DPR
• Berkampanye
• Hadiri kelompok diskusi dan sebagainya
Kebalikan partisipasi apatis manusia apatis (secara politik) berarti tidak
ikut dalam kegiatan tersebut diatas
Pengertian/definisi Parpol menurut para ahli yaitu antara lain :
1) Menurut Carl J. Friederich Parpol :
Kelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan
merebut/mempertahankan penguasaan terhadap pemerintah bagi pimpinan
parpolnya, dan berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada anggota
partainya kemanfaatan yang bersifat adiil maupun materil.
2) Menurut R.B Soltau Parpol :
4
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 5/66
Kelompok warga negara yang sedikit banyak terorganisir yang bertindak
sebagai suatu kesatuan dan yang dengan memanfaatkan kekuasaannya
untuk memilih dan bertujuann menguasai pemerintah dan melaksanakan
kebijaksanaan umum mereka.
3) Menurut Sigmund Neuman Parpol :
Organisasi dari aktivitas-aktivitas politik yang berusaha untuk menguasai
kekuasaan pemerintah serta merebut kedudukan rakyat atas persaingan
dengan suatu golongan-golongan lain yang mempunyai pandangan
berbeda.
3. PERBEDAAN PARTAI DENGAN GERAKAN
• Suatu gerakan merupakan perbedaan politik alam golongan yang ingin
mengadukan perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga politik kadang
ingin menciptakan suatu tata masyarakat yang barusama sekali dengan
memakai macam-macam politik.
• Gerakan memiliki tujuan yang lebih terbatas dan fundamental sifatnya
kadang-kadang berasifat ideologi.
• Orientasi gerakan merupakan ikatan yang kuat diantara anggota-anggota
dan dapat menumbuhkan identitas kelompok (group identity) yang kuat
berbeda dengan parpo, gerakan sering tidak mengadukan nasib dalam
pemilu.
• Parpol berbeda dengan kelompok penekan (presure group) atau interest
group bertujuan untuk memperjuangkan sesuatu kepentingan dan
mempengaruhi lembaga-lembaga politik agar mendapatkan keputusan
yang positif atau menghindarkan keputusan yang negatif.
B. FUNGSI ORPOL/PARPOL :
Macam fungsi dalam Orpol/Parpol Pemerintah
1) Himpun seluruh kekuatan politik
- Tua dan muda
- Terdidik agar peroleh suara banyak mampu kuasai
negara dan jalankan pemerintahan
2) Melakukan konsolidasi untuk kekuatan optimal semangat dalam
berjalan secara :
5
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 6/66
- Efektif
- Produktif
- Kreatif
- Inovatif
3) Memperjuangkan kepentingan rakyat (Ipoleksosbud)
4) Membuat program secara :
- Rasional
- Dapat diterima
- Segala bidang keahlian
- Pecahkan masalah yang dihadapi rakyat
5) Memilih pemimpin-pemimpin politik yang memiliki loyalitas terhadap
kepentingan rakyat dan bangsa negara.
6) Melakukan hubungan terhadap rakyat
- Langsung
- Formal/informal
- Antara pimpinan dengan yang dipimpin
7) Siapkan kader-kader politik dari generasi muda yang :
- Cakap, tangguh
- Terpercaya
- Memiliki kemampuan agar tidak terjadi kekacauan/kosong
8) Siapkan/himpun bamtuan dana dari anggota/simpatisannya
9) Menanamkan disiplin terhadap organisasi dan turut kepentingan bangsa
negara.
10)Mengelola organisasi politik/terapkan manajemen.
11)Setiap Orpol harus melakukan strategi yang tepat kalau tidak jadi bimerang.
Maka diperlukan ahli-ahli/pemikir struktur politik yang memiliki :
- Memiliki wawasan pengetahuan luas
- Memiliki pengalaman cukup
- Bekerja khusus bagaimana Orpol menguasai rakyat
12)Setiap Orpol Harus mampu melakukan kritikan-kritikan bersifat :
o Korektif
o Inovatif terhadap Orpol yang jalankan Pemerintahan
o Efeltif
6
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 7/66
13)Setiap Orpol harus mampu ,elaksanakan social control baik bersifat
vertikal/horizontal, supra struktur/infra struktur.
Peranan KP.o Keberanian moral
o Penguasaan dan penyampaian
o Pertanggung jawaban secara fakta
o Tanpa vested interest
14)Harus mampu menyelesaikan pertikaian, baik intern/ekster bila tidak mampu
kepercayaan rakyat
Peranan KP Dlm diri dlm Kom Peng
Memiliki kelebihan dlm peng emos
Penglaman
Bila tidak mampu Orpol pecah/mati dengan sendirinya.
Fungsi Parpol pada negara UB/PS/Islam dengan sistem kediktatoran
walaupun parpol lebih sulit jalan fungsi partai politik yang mentukan
jalan/tidak sistem politik/sistem pemerintahan. Dalam negara ybs tumbuh ekonomi sehat sehingga rakyat merasakan
kebutuhan hidup terpenuhi.
Dalam negeri ybs kamtib terjamin sehingga rakyat merasakan hidup
tentram dan damai tanpa keresahan.
Dalam negara ybs Kamtib relaptif terjamin rakyat merasakan kehidupan
yang tentram dan damai tanpa ada rasa khawatir, keresahan dan
CHAOS.
C.KLASIFIKASI PARTAI
1.Ditinjau dari segi komposisi dan fungsi keanggotaannya
Terbagi 2 jenis :
1).Partai Massa utamakan kekuatan, atas dasar keunggulan jumlah anggota
(system bernaung)
Kelemahannya :
Cenderung untuk paksaan kepentingan masing-masing (saat Kritis)
7
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 8/66
Persatuan lemah/hilang
Cenderung massa mudah termanipulasi oleh figure public (NSB)
2).Partai Kader
Mementingkan ketaatan anggota organisasi dan disiplin
Menjaga kemurnian dari politik yang dianut dengan saring
Pecat yang menyeleweng
Militansi yang kuat
2.Ditinjau dari sifat dan orientasi
Terbagi 2 jenis :
1). Partai Lindungan
Kelemahannya :
Memiliki organisasinasional yang kader/lemah
Disiplin lemah
Hanya untuk kemenagan pemilu
Tidak perlu iuran anggota
Hanya giat menjelang masa peralihan
Contoh Partai Demokrat, Partai Republik di AS
2).Partai Ideologi/Azas
Ciri :
Miliki garis hidup yang digariskan pimpinan
Tatanan nilai yang mengikat
Sistem saringan
Pimpinan melalui tahap-tahap percobaan
Dipungut iuran mengikat secara teratur
Organ-organ partai disebarkan dengan membuat ajaran-ajaran dan
keputusan-keputusan yang telah dicapai kini.
3.Sistem Partai
1). Sistem Partai Tunggal (RRC, Unu Sovyet, Eropa Timur, Afrika Selatan)
8
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 9/66
Azas Kompetitif
Partai harus menerima pimpinan dari partai yang dominant
Tidak dibenarkan bersaing secara nerdeka melawan partai tersebut
Dihadapkan pada bagaimana mengintegrasikan pelbagai golongan
Terdapat kekhawatiran terhadap gejolak Sospol (keanrka ragaman)
kelancaran pembangunan
2). Sistem Dwi Partai (AS, Philipina, Inggris, dan lain-lain)
Menang berkuasa kalah : oposisi dengan pemilu
Yang kalah sebagai pengecam utma tapi juga setia /loyal terhadap
partai yang duduk di pemerintahan (loyal opposition, sebagai cirri)
Meletakan tanggung jawab tentang pelaksanaan fungsi politik
Memperrebutkan perorangan yang berada di tengah-tengah antara 2 partai
(pemilih terapung/floating vote)
Disebut :a convenient system for conteted people”)
Sistem terasebut dapat dipenuhi dengan 3 syarat :
a. Komposisi masyarakat = homogen (social homogeneity) Konsensus
dalam masyarakat tentang azas dan tujuan sosial yang pokok (polical
concept) adalah kuat dan adanya kontiunitas sejarah (historical
continuity) seperti INggris ideal terhadap Dwi Partai.
Perbesaan hanya pada cara-cara, kecepatan laksanakan beberapa
program pembaharuan tentang masalah-masalah sosial, perdagangan
dan industri.
b. Terdapat partai lainnya koalisi
c. Diperkuat dengan system pemilu system distrik (single member
constituent) tiap daerah pemilihan hanya 1 wakil saja. Miliki
kecenderungan menghambat pertumbuhan dan pembangunan partai kecil
sehingga perkokoh system dua partai
3).Sistem Multi Partai (Indonesia, Malaysia, Perancis, Belanda dan lain-lain)
Keanekaragaman dalam komposisi masyarakat (agama, suku, ras dll)
kuat
9
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 10/66
Golongan masyarakat cenderung untuk primordial (ikatan-ikatan terbatas).
Lemah dan ragu pada eksekutif karena cenderung menitik beratkan pada
kekuasaan badan legislative (parlementer)
Bentuk Koalisi k arena lemah
Yang berkoalisi harus adakan musyawarah dan kompromi dengan partai
Oposisi tidak berperan dengan jelas
Sewaktu-waktu dapat duduk dalam pemerintahan koalisi baru
Dalam situiasi tertentu tedapat satu partai yang dominant
stabilitas politik dapat lebih dijamin (seperti India).
Dapat diperkuat dengan system perwakilan berimbang (proposional
representation) = memberi kesempatan luas bagi tumbuh partai-=partai dan
golongan-golongan kecil = pemanfaatan suara lebih.
4.Parpol di Indonesia
1).Pertama lahir
Pada zaman Kolonial sebagai manisfestasi kebangkiotan nasional
Faham pergerakan
• Tujuan sosial Budi Utomo dan Muhammadiyah
(ajaran agama)
• Tujuan politik dan agama Sarikat Islam dan Partai Politik
• Tujuan politik dan sekuler PNI, PKI
Mereka memainkan peranan penting dalam kebangkitan pergerakan
nasional.
2).Pola kepartaian masa kini
Adanya keanekaragaman dilanjutkan pada masa kemerdekaan dalam
bentuk Multi Partai.
D. ANALISIS HYSTORIS.
1. Partai Politik Pada Masa Pergerakkan
Partai Politik adalah perkumpulan atau segolongan orang-orang yang seazas,
sehaluan, setujuan terutama dibidang politik. Pada awal abad XX Parpol diawali
oleh Organisasi Budi Utomo yang didirikan pada tanggal 20 Mei 1908 di Jakarta
10
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 11/66
oleh DR. Wahidin Sudirohusodo, yang menekankan pada bidang Pendidikan dan
Pengajaran, sebagai perintis organisasi modern yang sudah mencantumkan azas
dan tujuan organisasi dalam AD/ART.
Inidsche Partaij didirikan di Bandung pada tanggal 25 Desember 1912 oleh Dr.
E.F.E. Douwes Dekker, Dr. Tjipto Mangunkusumo dan Suwandi Suryaningrat
( dikenal sebagai Tiga Serangkai ) cara yang digunakan oleh IP untuk mencapai
tujuannya adalah : Meresapkan kesatuan kebangsaan Indiers termasuk sejarah dan
budayanya, memberantas adanya pengakuan ras putih sebagai ras istimewa ;
kerjasama antar etnis atas dasar pengertian nasional ; ketahanan nasional terutama
rakyat Hindia dengan mempererat kekuatan batin dalam soal kesusilaan ; berusaha
mendapat persamaan hak bagi semua orang Hindia ; memperkuat daya tahan
rakyat Hindia untuk mempertahankan tanah air dari serangan orang asing ;
pendidikan yang bercorak Hindia dengan tidakj membedakan warna ras dan kulit
memperbesar pengaruh hindia dalam pemerintahan serta memperbaiki status
ekonomi bangsa Hindia terutama bagi yang ekoniminya lemah.
IP oleh Belanda dianggap sebagai Organisasi yang radikal dan menentang
Pemerintahan Kolonial yang memyebabkan di buangnya ketiga pendiri IP ke Negeri
Belanda.
2. Timbulnya Parpol Di Masa Pendudukan Jepang
Mei 1945 di bentuk BPUPKI yang di ketuai Dr. Rajiman, BPUPKI menghasilkan
Dasar Negara (Pancasila) dan Piagam Jakarta yang kemudian hari menjadi
Pembukaan UUD 45.
Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan yang kemudian membentuk Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), 16 – 17 Agustus 1945 PPKI mengambil
keputusan untuk memproklamirkan Kemerdekaan Republik Indonesia. 18 Agustus
1945 PPKI menetapkan Konstitusi yang mengikat kepada seluruh bangsa.
3.Timbulnya Parpol Di Masa Kemerdekaan
Timbulnya Parpol
Timbulnya sejarah parpol diawali dari permulaan usaha penyusunan
pemerintahan sentral Republik yang didasarkan atas pasal-pasal I – IV aturan
peralihan UUD 1945, dan dengan dikeluarkannya Maklumat Pemerintahan RI
11
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 12/66
Tanggal 3 Npember 1945 yang berisi anjuran mendirikan parpol dalam rangka
memperkuat perjuangan kemerdekaan.
Pasal I aturan peralihan UUD 1945 menunjuk Panitia Persiapan
Kemerdekaan sebagai organ yang mengatur dan menyelenggarakan
pemindahan kekuasaan pemerintahan dari pemerintahan Jepang ke
Pemerintahan Indonesia.
Pasal 2 segala Badan Negara dan peraturan yang ada pada tanggal 19
Agustus 1945 berlaku terus selama belum diadakan yang baru menurut
konstitusi.
Pasal 3 menetukan bahwa Presiden dan wakil Presiden untuk pertama
kalinya dipilih oleh PPKI.
Pasal 4 menetukan bahwa sebelum MPR, DPR dan DPA dibentuk menurut
kinstitusi, maka segala kekuasaan dijalankan oleh Presiden dengan bantuan
sebuah Komite Nasional.
Maka berdasarkan pasal tersebut PPKI memilih Ir, Soekarno dan Moh Hatta
sebagai Presiden dan wakilnya. Dalam rapat 18 Agustus 1945, bahwa
pemerintahan (eksekutif) terbagi atas 12 Departemen, dan Presiden mengangkat
menteri.
Dalam rapat tanggal 19 Agustus 1945, PPKI mengambil keputusan bahwa
Presiden akan dibantu oleh satu Komite Nasional Pusat (KNPI) yang anggotanya
diangkat oleh Presiden.
Pada tanggal 3 Nopember 1945 Pemerintahan RI mengeluarkan Maklumat
yang berisi anjuran mendirikan Partai Politik dalam rangka memperkuat
perjuangan kemerdekaan.
Partai Sosialis.
Merupakan fusi dari partai Sosialis Indonesia (Parsi) yang didirikan oleh
Amir Syarifuddin tanggal 1 November 1945 dan Partai Rakyat Sosialis (Paras)
didirikan oleh Syahrir tanggal 20 November 1945.
Partai Komunis Indonesia
Muncul tanggal 21 Oktober 1945 dipimpin oleh Moh. Yusuf, partai ini tidak
berhubungan dengan PKI 1926 dan PKI 1935 yang ilegal, partyai ini
12
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 13/66
bertanggungjawab atas huru-hara anti pemerintah pada bulan Oktober 1945,
yang memyebabkan Moh. Yusuf ditahan yang kemudian digantikan oleh sarjono.
Partai Buruh Indonesia
Tanggal 9 November 1945 pemimpin-pemimpin Barisan Buruh Indonesia
yang baru didirikan membentuk Partaim Buruh Indonesia yang dipimpin oleh
orang-orang Indonesia yang pernah bekerja di jawatan perburuhan Jepang yang
dekat dengan Subarjo, tetapi dengan kedatangan Setiajid dari Belanda awal
1946 pimkpinan jatuh ketangannya.
Partai Rakyat Jelata Atau Murba
Didirikan bulan November 1945 oleh Sutan Dewanis dan Maruto
Nitimiharjo, bersama dengan PBI Syamsul Harya Udaya dan sejumlah
perkumpulan yang lain pada tahun 1948 mendirikan GRR dan kemudian berfusi
menjadi Partai Murba.
Masyumi
Didirikan tanggal 7 November 1945 di Yogjakarta dengan ketuanya
Sukiman Wiryosanjoyo, partai ini sudah dikenal sejak zaman Jepang, partai ini
mempaunyai laskar Hisbullah dan Sabilillah yang terorganisir dengan baik serta
bersenjata.
Serindo – PNI
Serindo (Serikat Rakyat Indonesia) merupakan awal mula berdirinya partai
Nasioanl Indonesia yang didirikan pada tanggal 21 Januari 1946, yang
merupakan hasil kongres dari tanggal 18 Januari – 1 Februari 1946 di
Yogjakarta, yang diketuai oleh Samidi Mangunsarkoro.
Maklumat Pemerintah Nomor X
Atas desakan KNIP dalam sidangnya Tgl 16-17-oktober 1945 maka Tgl 16
oktober 1945 di umumkan maklumat presiden nomor X yang menentukan
bahwa :
1. KNIP sebelum terbentuk MPR dan DPR di serahi kekuasaan legislatip dan
kekuasaan ikut serta menetapkan Garis-Garis besar dari haluan negara.
13
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 14/66
2. Pekerjaan sehari-hari KNIP dijalankan oleh sebuah badan pekerja KNIP
( BP-KNIP ) yang di pilih di antara anggota Knip dan bertanggung jawab
terhadap KNIP-pleno Syahril di angkat sebagai ketua BP KNIP.
Kemudian dengan pengumuman BP KNIP NO. 5 Tanggal 11 Nopember
1945 bahwa Presiden telah menyetujui untuk mengadakan pertanggungjawaban
ministeril dan dengan Maklumat Presiden Tanggal 14 nopember 1945 yang
mengumumkan pembentukan kabinet kedua yang bertanggungjawab terhadap
KNIP.
Maka dimasa berlakunya konstitusi pertama negara telah melihat 5 (lima)
kabinet parlementer :
1. Kabinet Syahrir ke – 1 04-11-1945 s/d 12-03-1946
2. Kabinet Syahrir ke – 2 12-03-1946 s/d 28-06-1946
3. Kabinet Syahrir ke – 3 02-10-1946 s/d 27-06-1947
4. Kabinet Amir Syarifuddin 03-07-1947 s/d 31-01-1948
5. Kabinet Halim 21-01-1950 s/d 17-08-0950
Karena timbul keadaan genting, Presiden selama tiga kali mengumpulkan
kekuasaan kedalam tangannya sendiri yaitu :
1. Pada waktu percobaan mengumpulkan coup d’etat tan malaka cs, tanggal 28
Juni 1946 (Maklumat Presiden 1946 No. 1) hingga tanggal 28 Oktober 1946
(Maklumat presiden No. 2).
2. Pada tanggal 27 Juni 1947 (Maklumat Presiden 1947 No. 6) hingga tanggal 3
Juli 1947 (Maklumat Presiden 1947 N0.2) dimana peralihan antara Kabinet
Syahrir ke – 3 dan Kabinet Syarifuddin.
3. Pada tanggal 31 januari 1948 (Maklumat presiden 1948 No. 3) dibentuk
Kabinet Presidentil Hatta yang dibekukan tanggal 19 Desember 1948
dengan pendudukan Yogja oleh Belanda yang kemudian dicairkan kembali
hingga tanggal 17 Agustus 1950, Yaitu tanggal mulai berlakunya UUDS
1950.
Maklumat Pemerintah 3 November 1945
14
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 15/66
Pemerintahan menyukai timbulnya partai-partai politik, karena dengan
partai politik segala aliran paham yang ada dalam masyarakat dapat
dipimpin ke jalan yang teratur.
Pemerintahan berharap supaya partai-partai itu tersusun sebelumdilangsungkan pemilihan anggota badan-badan Perwakilan Rakyat dalam
bulan Januari 1946.
Maka dengan maklumat itu berkembanglah :
1. Partai Sosialis
2. Partai Komunis Indonesia (PKI)
3. Partai Buruh Indonesia (PBI)
4. Partai Rakyat Jelata Atau Murba
5. Masyumi
6. Serindo – Partai Nasional Indonesia (PNI)
7. Dsb.
4. Parpol Di Masa UUDS 1950 – 1959
a.Kabinet dan Parpol Masyumi
Pada masa berlakunya UUDS (1950 – 1959) selama 9 tahun terjadi 7 kali
pengantian kabinet ini relatif pendek karena berlakunya UUDS adalah bersifat
parlementer.
Daftar Kabinet RI Pada Masa UUDS (1950 – 1959)
NoSistem Kabinet
KeteranganNama PM Extra Parlemen
1234567
Natsir -Sukiman – Suwiryo -Wilopo - Ali I -Burhanudin Harahap - Ali II -Djuhanda Karya
MasyumiPNIPNIPNI
MasyumiPNI
-
Pembentukan Negara Kesatuan sesudah pengambilan kedaulatan pada
tanggal 27 Desember 1949 terdapat 3 (tiga) cara yaitu :
1. Negara Bagian menggabungkan diri dengan yang lainnya (RIS).
2. Penyerahan Kedaulatan pada Pemerintah Pusat (Pemerintah Federal)
15
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 16/66
3. Persetujuan antara Pemerintah Federal dengan Negara Bagian dengan cara
peleburan menjadi Negara Kesatuan dengan cara :
• Pasal yang Federalis di dalam konstitusi RIS dicabut
•
RI dilebur ke dalam RIS, sehingga tak ada lagi Negara Bagian
• Negara Kesatuan di bentuk menjadi republik Indonesia.
Dalam Sistem Politik UUDS 1950 peranan parpol sangat besar sekali,
sangat berpengaruh sekali terhadap Pemerintah, Kesatuan terhadap partai
memungkinkan ia bisa menduduki jabatan yang tinggi walaupun pendidikannya
rendah sehingga timbul masalah yang rumit karena :
• Bagaimana membangun ekonomi nasional menuju masyarakat Indonesia
yang sejahtera.
• Sistem Politik/Pemerintahan yang bagaimana sebaiknya diterapkan di
Indonesia.
• Bagaimana hubungan dengan Belanda akibat KMB harus dipecahkan.
Kabinet pertama sejak berlakunya UUDS 1950 adalah kabinet Moh.
Natsir yang programnya terdiri dari 5 pasal yang intinya yaitu :
1. Menyelenggarakan Pemilihan Umum untuk Konstituante dalam waktu
singkat
2. Memajukan perekonomian, Kesehatan dan Kecerdasan Rakyat.
3. Menyempurnakan organisasi pemerintah dan militer
4. Memperjuangkan penyelesaian soal Irian Jaya dalam tahun 1950.
5. Memulihkan keamanan dan ketertiban.
Parlemen sementara yang diketuai oleh Sartono (PNI) merupakan
lawannya bukan partnernya, RUU Pemilu yang disampaikan kepada parlemen
oleh Menteri Kehakiman Wongsonegoro pada bulan Februari 1951 tidak segera
direalisasikan. Natsir sering mengeluarkan UU darurat dan kabinet Moh. Natsir
jatuh pada bulan Maret 1951.
Pada waktu RIS masih berdiri, Negara Bagian RI telah mengeluarkan
peraturan tentang perwakilan daerah yaitu, Pemerintahan RI No. 39 Tahun 1950
A.I DPRD tak dibentuk lewat pemilu yang bersifat langsung tapi lewat pemilihan
16
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 17/66
yang anggotanya berasal dari organiosasi masa kemasyarakatan seperti, Parpol,
Serikat Buruh, Serikat Tani, Perkumpulan Wanita, Pramuka, Ulama, Dll.
Untuk DPR Kodya/Kabupaten dipilih yang anggotanya merupakan utusan
yang ada di daerah tersebut. Organisasi ini masa berhak mengirim utusan bila mempunyai cabang minimal
3 Kabupaten di tiap Propinsi yang telah aktif.
I.Pemilu Ke I (satu)
Pemilu pertama baru dilaksanakan 1955, ada berbagai sebab yang
menghadangnya karena :
1. Revolusi lebih diarahkan pada mempertahankan kemerdekaan dengan
membendung arus kolonial dengan berbagai dalih ingin menjajah kembali.
2. Pertikaian intern dalam lembaga Politik dan Pemerintahan di samping belum
ada yang mengatur Undang-Undang pelaksanaan Pemilu.
Beberapa kabinet saat menjelang Pemilu 1955 antara lain :
1. Kabinet Wilopo
Kabinet ini bekerja sejak tanggal 3 April 1952, berdasarkan Keputusan
Presiden (Keppres) No. 85 Tahun 1952 tanggal 1 April 1952. Dalam kabinet ini
terdapat perkembangan politik yang menarik yaitu menjelmanya NU sebagai
parpol dan perubahan haluan PKI.
NU lahir pada tanggal 30 Agustus 1952 dimulai dari keluarnya NU dari
Masyumi bersama PSII dan Perti membentuk liga Muslimin Indonesia. Dalam
Kabinet Wilopo yang didukung PKI di bawah pimpinan Aidit terdapat juga tokoh
masyumi, tapi PKI dengan taktiknya mendekati tokoh-tokoh persatuan atau
penganjur persatuan dari PNI, maka mulailah terjalin hubungan baik antara PNI
dan PKI.
2. Kabinet Sastroamijoyo
Program Kabinet Ali Sastroamidjoyo mempunyai 4 (empat) program :
• Meningkatkan Keamanan dan Kemakmuran dan diadakan Pemilu segera
• Pembebasan Irian Jaya secepatnya
• Politik Bebas Aktif dan peninjauan kambali KMB
17
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 18/66
• Penyelesaian Parpol.
Kabinet Ali Sastroamijoyo I menyelesaikan UU Pemilu dan mengadakan
Konperensi Asia Afrika tanggal 18 – 24 April Tahun1955 dan kabinet Ali diDemisionerkan tanggal 24 Juli 1955 berdasarkan Keppres No. 122 tahun 1955
tanggal 24 Juli 1955.
3. Kabinet Burhanuddin Harahap
Kabinet Burhanuddin Harahap bekerja sejak tanggal 12 Agustus 1955
(Keppres No. 14 tahun 1955) Kabinet ini terkenal karena pada masa ini berhasil
menyelenggarakan Pemilu I untuk memilih anggota DPR dan memilih anggota
konstituante.
4. Kabinet Ali Sastroamidjoyo II
Kabinet Ali II mulai tanggal 24 Maret tahun 1956 sampai tanggal 9 April
1957.
5.Parpol Di Masa Orde Lama
Dalam Pemilu tahun 1955 ternyata 52 kontestan terdiri dari parpol dan
perorangan, dengan tahap ini perkembangan kepartaian terseleksi hingga menjadi
belasan saja, dengan berubahnya iklim politik dari alam Demokrasi Liberal ke alam
Demokrasi Terpimpin. Pemberontakan PPRI PERMESTA pada tahun 1958/1959
membawa dampak kehidupan kepartaian. Pada tanggal 31 Desember 1959
Penetapan Presiden No. 7 tahun 1959 tentang pembubaran partai politik bila
Pemimpin parpol turut serta dalam pemberontakan/jelas memberikan bantuan,
partai ini tiak menyalahkan perbuatan anggotanya tersebut.
Pada bulan Agustus Partai Masyumi dan PSI dibubarkan, Maka dengan
demikian pada tanggal 5 Juli 1960 Presiden Soekarno mengeluarkan peraturan
Presiden Nomor 13 Tahun 1960 tentang Pengawasan, Pembubaran Partai-partai.
Partai dapat dibubarkan bila tak dapat menghimpun/tedaftar 150.000 Orang. Disini
terlihat upaya untuk melakukan seleksi dan 8 partai diangggap berhasil memenuhi
ketentuan yaitu, PNI, NU, PKI, Partai Katolik, Portindo, Partai Murba, PSII, Arudji,
IPKI, dan ditambah partai susulan Parkindo, dan Partai Islam Perti.
18
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 19/66
Partai Politik yang berhak hidup tinggal 10 buah saja, sisanya dianggap tidak
memenuhi definisi, tetapi Presiden Soekarno atas desakan PKI membubarkan
Partai Murba dengan alasan merongrong jalannya revolusi.
I.Demokrasi Terpimpin
Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka pada tanggal 6 Juli 1959 Kabinet
Djuanda menyerahkan mandatnya kepada Presiden berdasarkan UUD 1945
yang diberlakukan kembali, Presiden Soekarno langsung
memimpin pemerintah, bukan saja Kepala Negara tetapi sekaligus Kepala
Pemerintahan dan membentuk Kabinet Kerja yang Menteri-menterinya tidak
terikat kepada partai. Pada tanggal 9 Juli di umumkan terbentuknya Kabinet
Kerja I, kabinet ini bersifat Presidentil, sebab Presiden menjabat sebagai
Perdana Menteri.
Dalam Kabinet Kerja II (18 Februari 1960 – 6 Maret 1962), ada perubahan
struktur kabinet, disamping menteri pertama ditambah Wakil Menteri pertama,
dalam Kabinet Kerja III )6Maret 1962 – 13 November 1962) semuanya disebut
Menteri. Program Kabinet Kerja hendaknya dijalankan dengan uraian menjadi
GBHN, dan oleh MPRS dan dikenal sebagai Manifesto Politik (Manipol), yang
berintikan USDEK. Kesukaran Ekonomi belum teratasi saat RI mulai
mengunakan kembali UUD 1945, keuangan negara yang dilanda inflasi ialah
pengebirian rupiah bernilai 10 % nya saja dari nilai nominalnya. Pada tahun1965,
timbul ketegangan Sosial politik. Hubungan Soekarno dan Angkatan Darat
tegang karena banyak sikap terhadp PKI dan hampir semua kekuatan sosial
memusuhinya.
I.Pemulihan Keamanan
Sesudah mendapat pengakuan internasional pada tanggal 27 Desember 1949
sampai tahun 1962 banyak gangguan keamanan yang timbul antara lain :
DI. TII Kartosuwiryo di Jaw Barat dan Jawa Tengah
Sebagai reaksi negatif atas persetujuan Renvile maka kartosuwiryo
menyatakan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII), Pemberontakan Kartosuwiryo
ini dapat dipadamkan pada tahun 1962 dan tanggal 2 Juni 1962 Kartosuwiryo
ditangkap.
DI. TII di Aceh
19
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 20/66
PUSA (Persatuan Ulama Seluruh Aceh) dipimpin oleh Daud Beureuh. Daud
Beureuh bersama pengikut-pengikutnya melakukan perlawanan dengan kekerasan
dan menyatakan Aceh menjadi bagian dari NII Pimpinan Kartosuwiryo. Kabinet Ali
Satroamijoyo mengambil tindakan tegas untuk mematahkan kekuatan Daua
Beureuh dan pada tahun 1961 keadaan Aceh menjasdi aman kembali.
DI. TII di Sulawesi Selatan
Kolonel Kawilarangselaku Panglima Tentara dan Teritoriaum VII (Indonesia
Timur) dihimpun dalam wadah bernama Komando Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS)
dan sebagian dimasukan ke TNI yang memyebabkan KGSS kecewa, untuk
mendamaikan perselisihan KGSS – PKI, tanggal 22 Juni 1950 KGSS dan Kahar
Muzakar, akhirnya Kahar Muzakar bergabungdan diangkat sebagai Komandan
KGSS, dan ternyata Kahar Muzakar telah berhubungan dengan Kartosuwiryo dan
diangkat menjadi Komandan Divisi TII. Pemberontakan Kahar Muzakar ini dapat
dipadamkan pada tanggal 3 Februari 1965, bersamaan tertembaknya Kahar
Muzakar oleh Kesatuan Siliwangi.
Pemberontakan KRYT di Kalimantan Selatan
Kesatuan Rakyat Yang Tertindas (KRYT) dipimpin oleh Ibnu Hajar bekas
anggota ALRI Divisi IV, pada pertengahan tahun 1950, akibat tidak puas dengan
kebijaksanaan pemerintahan dengan program demobilisasi tentara. Ibnu Hajar dan
sisa pasukannya menyerahkan pada bulan Juli 1963.
Pemberontakan G, 30 S/PKI
PKI telah dua kali mencoba mengadakan perebutan kekuasaan terhadap
Pemerintah Republik Indonesia. Pertama di kenal Pemberontakan PKI Madiun,
kedua merupakan suatu coup d’eta dikenal denagn nama G. 30 S/PKIdi Jakarta,
PKI terus merongrong kewibawaan dan keutuhan TNI-AD dengan mengadu domba
sesama pimpinan AD, antara AD dengan rakyat. Untuk melancarkan siasat ini
mereka memilih beberapa tempat yang strategis, yang jauh terpencil dari kota
besar. Keadaan yang nampak, sejak awal 1965 Presiden Soekarno menderita sakit
dan pada saat itu terjadi ketegangan Sosial Politik yang menjadi-jadi dan ketika
ketegangan telah memuncak dan PKI merasa kekuatannya meyakinkan maka PKI
mempersiapkan perebutan Kekuasaan.
20
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 21/66
6. Partai Politik Di Masa Orde Baru
I.Aksi Tritura
Pada waktu PKI meletus keadaan ekonomi Indonesia kacau balau, dan sikap
Presiden Soekarno yang kurang tegas memyebabkan ketidakpuasan meluas
dikalangan rakyat, dengan dimotori oleh KAMI terjadilah aksi yang
menyampaikan 3 tuntutan rakyat yang dikenal dengan TRITURA, yaitu :
1. Bubarkan PKI
2. Bersihkan Kabinet Dwikora
3. Turunkan harga-harga barang
Aksi Tritura ini berlangsung pada tanggal 10 januari1966 di Jakarta selama
60 hari sampaidikeluarkannya Super Semar (Surat Perintah Sebelas Maret)
yang berisikan antara lain :
Memerintahkan pada Lenjend Soeharto, Men Pangab, untuk atas nama
Presiden mengambil tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan
dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya revolusi,
serta menjamin keselamayan pribadi dan kewibawaan Presiden.
Tindakan pertama yang dilakukan oleh Presiden adalah pembubaran dan
larangan atas PKI dan seluruh organisasi bawahannya di seluruh Indonesia.
Kemudian disusunnya “Kabinet Dwikora Yang lebih Disempurnakan” , dengan
tiga tokoh utama yaitu : Soeharto, Sultan Hamengku Buwono IX dan Adam Malik
yang digelari Triumvirat.
Beberapa keputusan penting dari sidang MPRS tahun 1966 adalah sebagai
berikut :
1. Tap. No. IX/ MPRS/66 berisi pengukuhan Super Semar. Dengan demikian
Presiden Soekarno tidak bisa lagi mencabutnya.
2. Tap. No.XXV/MPRS/66 berisi pengukuhan atas pembubaran PKI dan ormas-
ormasnya serta larangan ajaran marxisme-komunisme di Indonesia.
3. Tap. No. XVIII/MPRS/66 berisi pencabutan Tap.No. II/MPRS/63 yang berisi
pengangkatan Soekarno sebagai Presiden seumur hidup.
4. Tap. NO. XIII/MPRS/66 berisi pemberian kekuasaan kepada Jenderal
Soeharto untuk membentuk Kabinet Ampera dengan tujuan pokok
Dwidharmadan Programnya Catur Karya.
21
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 22/66
Dwidharma adalah menciptakan :
1. Kestabilan Politik
2. Kestabilan Ekonomi
Catur Karya ialah :
1. Memenuhi Sandang Pangan
2. Pemilu
3. Politik Luar Negeri Bebas Aktif
4. Melanjutkan perjuangan melawan kolonialisme dan imperialisme.
Maret 1968 MPRS mengadakan sidang dengan keputusan sebagai berikut :
1. Tap. No. XLIV/MPRS/68 yang menetapkan Jenderal Soeharto menjadi
Presiden RI untuk masa 5 tahun (1968 – 1973).
2. Tap. No. XLI/MPRS/68 yang menetapkan perlunya dibentuk Kabinet
Pembangunan dengan tugas pokok melaksanakan program disebut
Pancakrida.
3. Tap. No. XLII/MPRS/68 yang menetapkan penyelenggaraan Pemilu
selambat-lambatnya tanggal 5 Juli 1971.
I.Pemilu
Pemilu pertama pada masa Orde Baru diadakan pada tanggal 2 Mei 1971,
peserta pemilu 1971 terdiri dari 9 parpol yaitu : PKRI, PSII, Parsumi, Murba, PNI,
Perti, IPKI, dan satu Golongan Karya. Berbeda dengan pemilu yang pertama
yang mengunakan sistem proporsional, maka pemilu 1971 mengunakan sistem
tak langsung. Dalam pemilu 1971 memperebutkan 360 kursi, sedangkan 100
kursi disediakan untuk ABRI dan Non ABRI yang keanggotaannya dilakukan
dengan pengangkatan. Jadi seluruhnya 460 kursi, jumlah angota MPR selurunya
ada 920 Orang 130 diantaranya adalah utusan daerah.
Perolehan kursi yang tidak merata diantaranya peserta pemilu melahirkan
gagasan penyederhanaan partai, partai-partai mengadakan fusi, partai-partai
yang berideologi Islam bergabung menjadi PPP pada tanggal 5 Januari 1973,
sedangkan partai-partai non Islam berfusi menjadi PDI pada tanggal 10 Januari
22
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 23/66
1973, yanh akhirnya menjadi 4 (empat) wadah organisasi politik sebagai sarana
berpolitik di Indonesia yaitu :
1. Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
2. Golongan Karya (Golkar)
3. Partai Demokrasi Indonesia (PDI)
4. Fraksi ABRI
Pemili berikutnya dilaksanakan oleh 3 (tiga) kontestan yaitu : PPP, Golkar
dan PDI.
Kristalisasi Parpol
1. Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
Dibentuk pada tanggal 5 Januari 1973, pada awalnya diberi nama Golongan
Spriritual, lalu menjadi Fraksi Persatuan Pembangunan/Partai Persatuan
Pembangunan yang merupaka fusi (gabungan) dari Partai NU, Parmusi, PSII,
dan Perti.
2. Golongan Karya (Golkar)
Secara Eksplisit Golkar lahir tanggal 20 Oktober 1964 dengan nama
sekretariat Bersama Golongan Karya yang bertujuan untuk mengimbangi
dominasi ekspansi kekuasaan politik PKI, serta untuk menjaga keutuhan
eksistensi Negara Kesatuan RI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang
menurut Munas II Golongan Karya disebutkan Golongan Karya adalah :
“Segolongan orang dalam masyarakat Indonesia yang menyatukan diri dalam
satu organisasi atas dasar persamaan kehendak untuk ikut serta
memperjuangkan pembaruan dan pembangunan sebagai pelaksanaan cita-
cita Proklamasi 17 Agustus 1945 melalui pengabdian kekaryaan yang
didasarkan atas jenis karya dan atau lingkungan kerja dengan menjungjung
tinggi budi pekerti yang luhur dan ketajaman rasio keseimbangan antara
kehidupan rohaniah dan jasmaniah”.
3. Partai Demokrasi Indonesia (PDI)
23
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 24/66
Partai ini dibentuk pada tanggal 10 Januari 1973, pembentukan PDI sebagai
hasil fusi dari lima Partai Politik yang berfaham Nasionalis, Marhaenisme,
Sosialisme, Kristen Protestan dan Katolik, (PNI, TPKI, Parkindo, Partai
Murba, dan Partai katolik).
I. Dwi Fungsi ABRI
Fungsi yang melekat pada ABRI sebagai kekuatan Hankam dan sosial dalam
rangka perjuangan nasional untuk mencapai tujuan nasional sesuai Pancasila
dan UUD 1945. Jadi Dwi Fungsi ABRI adalah jiwa sebagai kekuatan sosial dan
ABRI sebagai kekuatan Hankam. Hakikatnya adalah jiwa dan semangat
pengabdian ABRI untuk bersama-sama dengan kekuatan sosial lainnya memikul
tugas dan tanggung jawab perjuangan bangsa Indonesia baik di bidang Pertahan
Keamanan Negara maupun di bidang Pembangunan Kesejahteraan Bangsa,
dalam rangka mencapai Tujuan Nasional.
Tujuan ABRI sebagai kekuatan Sosial :
1. Terwujudnya cita-cita bangsa Indonesia seperti dimaksud dalam UUD
1945.
2. Tercapainya masyarkat adil dan makmur yang merata Spiritual dan Material
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam wadah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
3. Tercapainya dan terpeliharanya Ketahanan Nasional di segala bidang dan
aspek kehidupan aspek kehidupan Negara serta Rakyat Indonesia.
Hubungan ABRI dengan Parpol dan Golkar adalah sebagai berikut :
1. ABRI sebagai kekuatan Sosial mempunyai kedudukan yang sejajar dengan
Parpol dan Golkar.
2. ABRI parpol dan Golkar berasal dari sumber yang sama yaitu rakyat.
3. Parpol dan Golkar sebagai kekuatan Sosial politik di usahakan agar dapat
berkembang ke arah pertumbuhan dan konsolidasi yang makin dewasa.
4. ABRI, Parpol dan Golkar merupakan salah satu Modal Dasar
Pembangunan.
24
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 25/66
Awal pertumbuhan parpol di Indonesia sejak 1911 dalam sejarah
perkembangannya memiliki tujuan yang berbeda-beda. Parpol pertama di
Indonesia adalah Indische Partaij.
Parpol dimasa kemerdekaan pada umumnya bertujuan untuk
memperjuangkan tercapainya kemerdekaan Indonesia dengan cara yang
kooperatif maupun non Partaij.
Parpol dewasa ini sudah di mantap dalam kegiatan kekuatan sosial politik
yang ada yaitu PPP, Golkar dan PDI telah menjadikan Pancasila sebagai satu-
satunya azas (UU No. 3 tahun 1985).
Dalam masa Orde Baru format Sistem Politik lebih disederhanakan yaitu
dengan memberi peranan ABRI lewat fungsi sosialnya, adanya kekuatan politik
lewat Golkar dan Parpol serta kesetiaan mereka dalam melaksanakan Pancasila
serta konsekuen.
Malalui mesin politik baik GOLKAR dan ABRI, Pemerintahan ORBA berjalan
dengan relatif mulus, sekalipun dipertengahan perjalanan politik antara tahun
1990 – an semakin terlihat adanya kekuatan kekuasaan rezim Soeharto tetap
dalam kapasitas pengenali sehingga tidak ada satupun kekuatan parpol sebagai
penyeimbangan atau oposisi ; bahkan sebaliknya PDI dan PPP berada dalam
satu pengaruh besar dari GOLKAR, apalagi dengan alasan pembenaran
(Justification) bahwatindakan tersebut telah berhasil mewujudkan pertumbuhan
ekonomi secara Signifikan.
Ketika masuk ke pemilu yang ke VI dalam masa ORBA, terjadi akumulasi
kekecewaan masyarakat seolah-olah seperti Bola Salju (Snow Ball) yang,
menggelinding semakin besar dan berakhir pada tahun 1998 dengan jatuhnya
kekuasaan Soeharto yang kemudian disusul dengan amandemen UUD 1945.
Kejatuhan rezim Soeharto pada dasarnya sebagai dampak dari anatar lain :
1. Ketidak berhasilan dalam distribusi hasil-hasil pembangunan sehingga
tingkat kesenjangan antara pemilik modal kuat dengan yang bermodal kecil
semakin lebar, sekalipun kebutuhan pokok relatif terpenuhi.
2. Semakin termarginalkannya PARPOL sehingga terkesan bahwa di Indonesia
menganut sistem satu partai (yang dominan adalah GOLKAR identik
dengan Partai Tunggal) dengan demikian sistem kontrol sangat rendah,
bahkan cenderung mati.
25
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 26/66
3. Komunikasi politik hanya satu arah (Top Down) sehingga masyarakat
cenderung terbelenggu dan kemudian terakumulasi menjadi bentuk
perlawanan luar biasa dan akhirnya dapat mengoyahkan ke stabilan
pemerintahan Soeharto.
4. Dibalik terpusatnya kekuasaan (Centralisation Power) ternyata terdapat
berbagai tindak penyalahgunaan wewenang dan yang paling menonjol
adalah Korupsi dan pelanggaran HAM.
5. Kebebasan pers yang belum terjamin berakibat Social Control relatif
melemah, sehingga segala bentuk informasi tidak dapat diketahui publik
secara luas, apabila diketahui informasi tersebut sudah direkayasa demi
kepentingan penguasa/rezim, setiap pemberitaan pers baik menyinggung
kebijakan pemerintah akan dianggap menetang pemerintah maka pers pun
cenderung terbelenggu.
6. Ketidakstabilan politik, dikarenakan adanya dominasi/tirani minoritas yaitu
peran pemerintah terlalu kuat (Power Centralisme).
Selain hal tersebut di atas juga terdapat pengaruh luar negeri terutama dari
nagara barat yang mampu mempengaruhi dan mengendalikan masyarakat
sehingga sewaktu-waktu dapat dirasakan untuk kepentingan Amerika/Barat.
Kejatuhan rezim Soeharto tidak jauh berbeda dengan masa keruntuhan
pemerintahan Sukarno, di mana kedua-duanya ditandai ketika mereka dianggap
semakin jauh dengan kepentingan Amerika Serikat, sehingga secara logika
apabila oleh AS diterapkan hanya dua kali massa pemerintahan seyogyanya
harus sudah terjadi pengantian namun selama tidak bertentangan dengan
kepentingannya akan masih terus di dukung dengan dipertahankan sekaligus
dipersiapkan strategi yang sewaktu-waktu dapat menjatuhkannya.
Sifat ketergantungan inilah proses politik di Indonesia selalu dihadapi
dengan sikap ambivalen Amerika Serikat sebagai kekuatan besar yang selalu
cenderung HEGEMONI dan akhirnya Indonesia selalu menari mengikuti
gendang orang lain, inilah wabah politik kolonialisme & kapitalisme wajah baru
yang di implementasikan dalam bentuk penguasaan sumber-sumber daya yang
dimiliki negara lain.
7.Partai Politik di Masa Reformasi
26
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 27/66
A..Masa ORBA telah melahirkan terakumulasinya tingkat kekecewaan masyarakat
yang sudah tidak dapat tebendung lagi, dengan berdalih berbagai macam alasan
untuk mempertahankan status Quonya, sehingga dari hal tersebut lahirlah tindakan
kesewenang-wenangan yaitu dampak salah satunya yang menonjol adalah : antara
lain KKN dan Pelanggaran HAM.
Apa sebenarnya yang menjadi tuntutan dasar dalam peristiwa reformasi
tersebut, sehingga menimbulkan korban jiwa baik di kalangan mahasiswa,
masyarakat maupun pihak petugas keamanan yang sampai sekarang masih
belum terselesaikan.
Dalam peristiwa politik tersebut di tuntut yaitu :
1. Mendurnya pemerintahan Soeharto, bahkan dilanjutkan dengan proses
pengadilan.
2. Amandemen UUD 1945
3. Dilaksanakan pemilu ulang.
4. Diberlakukan UU Bidang Politik yang mengatur tentang PARPOL &
PEMILU.
5. Diberlakukan Otonomi Daerah yang semula UU No. 5 tahun 1974 menjadi
UU No. 22 Tahun 1999, yang kemudian di revisi menjadi menjadi UU No.
32 Tahun 2004.
B..Perjalanan politik pada masa periode 5 tahun pertama ketika Gusdur menjadi
Presiden ke IV setelah B.J. Habibi tidak diterimanya LPJ (laporan pertanggung
jawaban) oleh MPR, sehingga tidak memperoleh kesempatan untuk mencalonkan
diri sebagai Presiden. Namun dalam perjalanan pemerintahan Gusdur justru kondisi
politik semakin tidak stabil ditandai dengan masyarakat cenderung anarkhis dan
radikal, bahkan sepanjang sejarah politik di Indonesia tidak pernah terjadi benturan
langsung antara NU dengan Muhamadyah, justru dimasa pemerintahan Gusdur hal
tersebut terjadi walaupun idiologi Islam sebagai orientasinya, terutama dampak
politik yang paling besar adalah terjadinya konflik horizontal di berbagai wilayah
yang menandai pemerintahan cenderung sangat lemah
Hal ini berdampak pada perekonomian semakin kacau yang akhirnya Gusdur
dilengserkan ditengah perjalanan yang sebelumnya sempat mengeluarkan
sebuah Dekrit Presiden yang kedua tentang Pembubaran Parlemen, sehingga
mengundang hal-hal yang kontroversial, Disini Gusdur telihat ketidakmampuan
27
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 28/66
dalam memahami Sistem Pemerintahan Indonesia bahwa Dekrit dikeluarkan
apabila menganut Sistem Kabinet Parlementer, padahal sistem yang di anut
adalah Sistem Presidentil.
Suatu kelemanahan di masa pemerintahan Gusdur antara lain :
• Kapabilitas dalam menjaga potensi (ekstratif )sangat lemah hal ini
disebabkan keterbatasan fisik maupun non fisikk yang dimilikinya.
• Pernyataan –pernyataan yang kontroversial antara lain usulan dicabutnya
TAP MPR XXV tentang Faham Komuinis sehingga sering menimbulkan
konplik.
•
Dikeluarkannya Dekrit Presiden sehingga mengancam kredibilitas parlemen(Badan Legislatif, padahal sistem pemerintahan Presidentil, seorang
presiden tidak memiliki wewenang untuk membubarkan parlemen.
• Ketidakstabilan dibidang Politik dan Ekonomi,
• Disinilah Gusdur terlihat tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang
pemerintahan.
• Terlalu dianggap sering berkunjung ke Luar Negeri tanpa membawa hasil,
sehingga terkesan pemborosan uang negara.
• Keterlibatan hasil “Bulog Gate”
• Terjadinya banyak peristiwa-peristiwa konplik yang mengancam sehingga
para investor di dalam negeri.
• Tidak menunjukan kemampuan sebagai negarawan maupun administrator
pemerintahan disebabkan terbatasnya pengetahuan di bidang Ketata
Negaraan.
• Demokrasi yang dikembangkan adalah kebebasan tanpa didasarkan pada
pengetahuan yang cukup, sehingga terkesan “kebablasan”.
• Mendukung gagasan dikibarkannya bendera Papua Merdeka dan pemberian
dana bantuan sehingga membawa semakin berkembangnya polemik dalam
negeri, lebih berbahaya lagi akan memunculkan bentuk-bentuk toleransi
politik dari pemerintah terhadap kelompok sparatisme di Indonesia,
sehingga Gusdur sebagai sosok yang memperlihatkan tidak memiliki
Integritas bangsa.
28
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 29/66
• Gusdur dalam setiap pengambilan keputusan/kebijakan cenderung banyak
dipengaruhi oleh pembisik tanpa dikuti kemampuan dalam memfilter setiap
informasi apalagi dalam posisi yang strategis.
Hal ini disebabkan keasdaan fisik dan non fisik yang tidak menandaibahkan dianggap aneh, seorang seperti Gusdur dengan kelemahan fisiknya
dapat menjadi Presiden, sehingga dampaknya cukup luas terhadap
kestabilan politik dan tingkat pencapaian kesejahteraan.
Demikian pula setelah kejatuhan Gusdur melalui Sidang Istimewa MPR,
maka ditetapkan pula Megawati yang sebelumnya sebagai Wakil Presiden
diangkat sebagai Presiden RI ke V (lima).
Ketika masa pemerintahan Megawati, banyak harapan masyarakat
bersandar padanya sebagai pimpinan tertinggi di PDIP juga sebagai pemenang
Pemilu 1999 sekalipun hanya mencapai 32 %.
Namun perjalanan Megawati tidak begitu mulus mengantar dirinya ke
Pemilu 2004, sehingga usia selama menjadi Presiden hanya 2,5 Tahun tidak
merupakan momentum yang signifikan dengan persiapan terpilihnya kembali,
sehingga terlihat jelas bahwa diharapkan masyatakat secara langsung
popularitas Megawati tidak sebesar popularitas yang dimiliki Susilo Bambang
Yudoyono (SBY).
E.SISTEM KEPARTAIAN DAN PEMILU
Dari literatur dapat diketahui bahwa banyak macam sistem kepartaian yang
pada hakekatnya meruipakan subsistem politik. Untuk dapat memahami sistem
kepartaian maka sebaiknya dipakai cara pendekatan yuang bersifat kualitatif dan
tidak kuantitatif.
Adalah menyesatkan apabila dalam pendefinisikan sistem kepartaian dipakai
definisi yang bersifat kuantitatif (dari sudut jumlah partai di dalam suatu
negara/sistem politik).
Definisi kualitatif lebih memberi tekanan bukan pada jumlah partai, melainkan
pada kualitas mayoritas mutlak yang tercermin dalam lembaga legislatif ataupun
pada homogenitas badan eksekutif yang lalu dapat dituangkan ke ukuran
kuantitatif berupa prosentase pengaruhnya dalam lembaga perwakilan rakyat
atau lembaga eksekutif.
29
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 30/66
Menurut litelatur ada tiga jenis pokok sistem kepartaian, yaitu :
a) Sistem Multi – Partai (Sistem banyak partai, sistem partai banyak ; multi-party
system, multi-partism, poly-partism), yakni manakala mayoritas mutlak dalam
lembaga perwalian rakyat dibentuk atas dasar kerja-sama dua kekuatan atau
lebih, atau eksekutifnya tidak homogen. Mayoritas mutlak demikian tidak
pernah terwujud tanpa melalui kerja-sama, koalisi, atau aliansi. Kerjasama
pada dasarnya dapat saja berakhir apabila unsur-unsur yang membentuk
kerjasama tersebut pecah. Mayoritas demikian selalu rawan, karena selalu
disandarkan pada janji-janji kerjasama yang dasarnya kurang kuat atau non-
permanen. Mayoritas seperti itu mudah pecah (fragile majority) akibat
berbagai soal, baik besar maupun kecil. Hal ini pun tercermin dalam
parlemen, semua keputusan parlemen harus merupakan hasil komitmen
antara pihak-pihak tertentu. Keadaan semacam ini sangat besar pengaruh
negatifnya terhadap eksekutif, bila berlaku sistem pertanggungjawaban
eksekutif kepada parlemen (sistem parlementer).
Sistem multi-partai ini tumbuh oleh dua sebab, yaitu :
1) Kebebasan tanpa restriksi dalam pembentukan partai-partai politik, seperti
di negara kita setelah keluar Maklumat Pemerintah tanggal 3 November
1945.
2) Sistem pemilihan umum proporsional.
Belanda, Perancis (Republik IV), Italia, Indonesia (1945-1959) dapat
diambil sebagai contoh negara yang menganut sistem multi partai.
Di dalam keadaan partai-partai menghadapi kesukaran untuk
bekerjasama atas dasar persamaan ideologi atau kesamaan program politik,
banyak kesempatan bagi tokoh politik yang karismatik untuk berperan
sebagai penengah. (Contohnya : munculnya Jenderal de Gaulle dalam
Republik V Perancis yang menganut sistem multi-partai).
Kesulitan mengimplementasi sistem multi-partai ke dalam sistem
pemerintahan parlementer terlihat dari uraian Marto Einaudi sebagai berikut :
Semua pemerintahan bersifat koalisasi : karena itu pengeseran dukungan
dari kelompok yang kecil sekalipun sudah cukup untuk menimbulkan
perimbangan baru dalam parlemen. Krisis Kabinet bisa terjadi setiap saat
30
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 31/66
akibat soal kecil-kecil yang dipermasalahkan beberapa orang wakil yang
menimba keuntungan dari krisis tersebut.
Dari sudut ini, dapat dimengerti apabila terjadi konflik antara partai, baik yang
tidak didasarkan atas prinsip, atau dasar prinsip sekunder (program politik)
atau akibat yang benar-benar menyangkut prinsip.
b) Sistem dua-partai (sistem partai-dua, sistem dwipartai, twoparty system, bi-
party system, bipartism), yakni bilamana mayoritas mutlak dalam lembaga
perwalian rakyat selalu dikuasai oleh salah satu dari dua kekuatan politik
terbesar secara bergiliran menurut hasil pemilihan umum apalagi yang
ditentukan oleh parlemennya – akan homogen, dan karenanya dapat
menjalankan programnya secara lebih tenang dibandingkan dengan apabila
yang berlaku adalah sistem multi-partai.
Sistem dua-partai, menurut pengamatan, merupakan hasil implentasi sistem
pemilihan umum distrik (disamping itu tentu masih terdapat berbagai
penyimpangan). Seperti di Amerika Serikat misalnya, disamping dua partai
politik yang besar, Partai Demokrat dan Partai Republik, ada lagi beberapa
partai kecil.
Kedua partai besar itu bergiliran menguasai Congress sekalian mendudukkan
orangnya menjadi Presiden bagaikan gerakan pendulum atau Congress
dikuasai oleh partai yang satu dan sebagai Presiden duduk orang dari partai
yang lain. Perbedaan penugasaan oleh partai atas legislatif dan eksekutif di
Amerika Serikat dimungkinkan karena pemilihan umum untuk keanggotaan
Congress dengan pemilihan Presiden tidak serempak, dan juga karena
antara kedua partai besar itu tidak terdapat perbedaan ideologis ; yang
berbeda hanya program mereka.
Boleh jadi untuk menumbuhkan masyarakat yang berorientasi kepada
program (jadi bukan kepada ideologi semata-mata), perlu dipikirkan tentang
cara menumbuhkan sistem dua-partai ini. Bagi masyarakat Indonesia yang
pluralistik (mosaic Society) yang juga bergantung kepada aliran, ada baiknya
bila dipikirkan konsep-konsep yang menuju ke arah sistem dua-partai ini.
c) Sistem satu-partai (sistem partai-satu, sistem partai-tunggal, sistem eka-
partai ; one-party system, unipartism, monopartism) adalah sistem kepartaian
dimana dalam negar atau badan legislatifnya ataupun dalam badan
eksekutifnya hanya terdapat satu partai atau satu-satunya partai terbesar
31
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 32/66
yang menguasai mayoritas secara terus di samping partai-partai kerdil
lainnya. Mayoritas ini tentunya dapat bervariasi dari 100 %sampai dengan
yang terkecil yaitu lebih dari 50 % suara. Sistem ini terjadi oelh dua sebab
utama yaitu :
1. Keharusan konstitusional dalam negara yang bersangkutan (seperti Uni
sovyet berdasarkan pasal 126 konstitusi Stalin).
2. Kondisi atau konstelasi sosial politik di mana hanya terdapat satu partai
politik yang dominan terus-menerus (seperti Turki di bawah Kemal Ataturk
dengan Partai Rakyat Turkinya sebelum tahun 1938).
Sistem satu partai ini (berbeda dengan sistem multi partai dan sistem dus
partai yang masih menjungjung tinggi nilai-nilai demokratik) akan selalu
menumbuhkan corak pemerintahan yang diktatur.
Maurice Devenger mengkatagorikan sistem satu partai ini sebagai “lebih
mendekati demokrasi dari pada diktatur tanpa partai, diktatur perorangan,
atau diktatur militer”.
Disamping ketiga macam sistem kepartaian yang pokok tadi, masih
mungkin pula ada bentuk variannya, misalnya, Satu setengah partai atau
sistem yang formal multi partai, tetapi hakekatnya sistem satu partai (sistem
satu partai yang semu disguised one party system) seperti terlihat di
Indonesia dalam tahun 1959 – 1965.
F.SISTEM PEMILIHAN UMUM
Sampai di Mana pemilihan umum turut menetukan sistem kepartaian, dapat
terlihat dari uraian di bawah. Seperti diketahui, pada asasnya ada dua macam
sistem pemilihan umum, yaitu :
1. Pemilihan umum proporsional (sistem pemilihan umum menurut suara
berimbang ; Proportional representation/PR.,multi-member contituency).
Menurut sistem ini, pada asasnya wilayah negara dianggap sebagai satu
wilayah pemilihan yang utuh. Dalam kenyataannya, wialayh negara dapat
dibagi atas sejumlah resor (daerah) pemilihan umum yang berfungsi teknis
administratif semata-mata, yaitu menyelenggarakan pengumpulan,
perhitungan suara dan lain-lain.
32
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 33/66
Dalam sistem ini di kenal bilangan pembagipemilihan , yaitu perbandingan
(ratio) antara sejumlah pemilih dengan wakil yang akan duduk dalam
lembaga perwakilan, menurut yang ditentukan oleh perundang-undangan.
Jumlah suara yang diperoleh oeh setiap kontestan dalam pemilihan umum
dihitung secara nasional dan kemudian dibagi oleh biloangan pembagi
tersebut, sehingga akan menghasilkan sejumlah kursi yang bersangkutan
secara proporsional atau sesuai dengan jumlah suara yang mendukungnya.
Sisa suara yang tidak genap terbagi di tingkat resor dapat digabungkan
secara nasional, yang mungkin masih dapat menghasilkan sejumlah kursi
tambahan. Dengan demikian sisa suara yang tidak habis terbagi oleh
bilangan pembagi pemilihan pada tingkat nasional, dengan sendirinya
terbuang, bilaman tidak diperolah kesepakatan kotak suara dengan kontestan
lainnya.
Untuk menentukan siapa yang berhak menjadi wakil , secara formal atau
informal dibuatlah daftar urutan nama calon yang diajukan oleh kontestan
(oleh karena itu disebut sistem daftar /”lijsten atelsel”).
Oleh karena adanya kemungkinan penjumlahan suara secara nasional,
sangat mudah bagi partai-partai kecil untuk memperolah paling sedikit satu
kursi dalam lembaga perwakilan rakyat tanpa harus bekerja sama dengan
kontestan lainnya. Dengan demikian setiap partai politik/kekuatan politik
peserta pemilihan umum terjamin kelanjutan hidupnya, (eksistensinya) tanpa
harus berfusi/beraliansi/bekerja sama. Kerja sama biasanya menyebabkan
perbedaan-perbedaan yang ada, baik yang bersifat ideologis maupun yang
bersifat program kerja (political platform) harus ditekan.
Sebagai akibat adanya jaminan eksistensinya tersebut, tiap partai politik yang
bersangkutan bebas memformulasi ideologi atau keyakinannya secara
ekstrim dan sejauh mungkin bedanya dengan ideologi kontestan lainnya.
Oleh karena itu sistem ini mengandung sikap mental yang menjauhi titik
persamaan pendapat atau menjauhi titik tengah. Sikap mental ini disebut
sikap mental sentrifugal .
Dapat dimengerti apabila dalam kampanye pemilihan umum dan juga dalam
kehidupan sehari-hari akan terdapat dua pengelompokan yang satu sama
lain bersifat antagonistik dengan dua ujung ekstrim.
33
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 34/66
Maurice Duvenger mengutarakan formula : “the simple majority system with
second ballot and proportional representation favours multy-partism”.
Di Indonesia, tahun 1955 berlangsung pemilihan umum atas dasar No. 7 –
1953 yang menganut sistem proporsional seperti terurai di atas.
2. Sistem pemilihan umum distrik (single-member constutuency). Menurut
sistem ini, sejumlah distrik sama dengan jumlah kursi yang direncanakan
dalam lembaga perwakilan rakyat. Dengan demikian dari satu distrik
pemilihan hanya akan ada seorang wakiol saja. Perwakilan dari distrik adalah
organisasi kontestan yang tentunya diwakili oleh seorang individu yang
dianggap erat hubungannya dengan distrik tersebut ; oleh karenanya sering
disebut sebagai stelsel perorangan (personen stelsel).
Yang berhak mewakili suatu distrik ialah organisasi yang setidak tidaknya
memperoleh mayoritas sederhana (simple or relative majority) atau yang
memperoleh mayoritas yang lebih besar lagi. Dari sudut ini, baik dalam distrik
maupun secara nasional, akan tergambar adanya usaha para calon
kontestan untuk bergabung agar cukup kuat untuk keluar sebagai pemenang
dalam distrik yang bersangkutan. Partai kecil tergabung dengan partai kecil
lainnya yang seideologi maupun yang sama program poitiknya, atau
tergabung dengan partai besar atas dasar pertimbangan yanga sama, agar
menjadi cukup kuat atau tetap dapat menyalurkan aspirasinya.
Tentu saja penggabungan tersebut akan mengakibatkan melunaknya
perbedaan-perbedaan yang sebelumnya terdapat dalam masyarakat. Dengan
demikian sistem ini menyebabkan tumbuhnya sikap mental sentripetal yang
mendorong ke arah titik persamaan/integrasi .
Lambat laun penerapan secara periodik sistem distrik ini akan mentebabakan
penyederhanaan partai politik secara alamiah dan akhirnya menumbuhkan
sistem dua partai (the simple-majority single ballot system favours the two-
party system).
Di samping kedua sistem pokok pemilihan umum tersebut di atas, ada pula
sistem campuran sistem proporsional dengan sistem distrik, seperti pemilihan
umum di Indonesia atas dasar UU No. 15 – 1969 atau kemudian disebut UU
No. 15 – 1969 jo. UU No. 4 -1974 jo. UU. no. 2 – 1980. (sebagian penelaah
menamakan sistem proporsional terbatas, yaitu penjumlahan sisa suara
hanya diperkenankan sampai tingkat provinsi saja).
34
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 35/66
Kemudian perlu dicatat adanya beberapa bentuk penyiasatan dalam
pemilihan umum, sehingga perkiraan secara sistematik tersebut di atas tidak
akan sesuai dengan kenyataan hasil pemilihan umum, karena adanya
berbagai faktor. Dalam literatur , bentuk penyiasatan dalam pemilihan umum
tersebut (dari yang lunak sampai dengan yang ekstrim) di sebut ; “ gerryman
dering”. Sistem “salamander” do Perancis dalam masa de Gaulle dianggap
sebagai campuran sistem proporsional dengan penyesuaian batas-batas
distrik yang dibentuk seperti binatang salamander, yang dimaksudkan untuk
tujuan penyiasatan tertentu, yakni memotong kekuatan Partai Komunis
Perancis. Terhadap kedua sistem pemilihan umum tersebut, masih dapat
diutarakan sejumlah kelemahan maupun kebaikan yang inheren.
Salah satu kelemahan, baik dalam sistem pemilihan umum proporsional
maupun sistem distrik, ialah terdapatnya distorsi pendapat (distortion of
opinion) yang pada prisipnya meliputi terjadinya perbedaan/diskrepansi
antara kekuatan partai dalam masyarakat (electoral strength) denga
kekuatan dalam parlemen (parliamentary strength). Dengan demikian dapat
dimengerti apabila kemudian ada usaha penyempurnaan dalam bentuk
penampungan perwakilan kepentingan maupun pengangkatan. Seberapa
jauh sistem pengangkatan ini dapat dipertahankan di Indonesia, perlu kiranya
dikaji lebih jauh.
G..ORGANISASI PARTAI POLITIK
Dalam literatur mengenai partai politik, pengorganisasian partai politik atau
struktur apartai politik, antara lain dikupas soal-soal :
1. Unsur-unsur pokok seperti “caucus” (pertemuan para pemimpin partai),
cabang, sel, dan militia.
2. Bagian-bagian umum : hubungan vertikal dengan masyarakat pendukung,
dan horisontal dengan pengelompokan/golongan lain, sifat sentralisasi dan
desentralisasi dalam tubuh partai politik (ternasuk organisasi partai politik
yang bersifat totaliter).
3. Keoanggotaan : perbedaan antara partai kader dan partai massa tingkat
partisipasi para pemilih, pendukung, dan kaum militannya.
35
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 36/66
4. Cara pemilihan pemimpin : kecenderungan sifat otokratik, pemimpin tituler
dan pemimpin riil, peranan kelompok inti (inner circle), serta cara
penggantiannya.
5. Kewenangan pemimpin : hubungan antara para pemimpin partai dengan
parlemen, dam jenis asal partai, yaitu “electoraland parliamentary origins of
parties” dan “ axtra parliamentary origins of parties”.
Untuk sekedar pemikiran sejauh menyangkut Indonesia, seyogyanya dikupas
soal : sejarah kepartaian di Indonesia, hubungan vertikal antara partai
politikdengan massanya, dan jenis partai massa dan partai kader.
H.PEMILIHAN UMUM DI INDONESIA
Di Indonesia telah berulang kali dilangsungkan Pemilihan Umum yang
disebut sebagai pesta demokrasi Pancasika Rakyat Indonesia. Baik sewaktu
orde lama, orde baru, dan reformasibaru-baru ini.
Umumnya ada dua sistem pelaksanaan pemilihan umum yang dipakai, yaitu
sebagai berikut :
1. Sistem Distrik
Sistem ini diselenggarakan berdasarkan lokasi daerah pemilihan dalam arti
tidak membedakan jumlah penduduk memiliki wakil yang sama dengan
daerah yang padat penduduknya. Oleh karena itu sudah barang tentu banyak
jumlah suara yang akan terbuang di satu pihak tetapi malahan
menguntungkan pihak yang renggang penduduknya.
Tetapi karena wakil yang akan dipilih adalah orangnya lansung, pemilih akrab
dengan wakilnya (personan Stelsel). Satu distrik biasanya satu wakil (single
member constituency).
2. Sistem Proporsional
Sistem ini didasari jumlah penduduk yang akan menjadi peseta pemilih,
misalnya setiap 40.000 penduduk pemilih memperoleh satu wakil (suara
berimbang), sedangkan yang dipilih adalah kelompok orang yang diajukan
kontestan pemilu, yaitu para partai politik (multy member constituency) yang
36
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 37/66
dikenal lewat tanda gambar (lijsten stelsel), sehingga wakil dan pemilih
kurang akrab.
Hal imi cukup adil dalam keseimbangan jumlah, bahkan sisa suara dapat
digabung secara nasional untuk kursi tambahan, dengan demikian partai
kecil dapat dihargai tanpa harus beraliansi, karena suara pemilih dihargai.
Tetapi resikonya banyak wakil setoran dari pemerintah pusat karena
adakalanya salah satu jumlah yang memenuhi syarat tidak memilki wakil
yang tepat.
Setelah bangsa Indonesia memerdekakan diri dari kungkungan penjajahan,
pada tahuin 1955 dilakukan pemilihan umum yang pertama, berhasil ikut
dalam kesempatan tersebut adalah partai-partai sebagai berikut :
1. Partai Nasional Indonesia (PNI)
2. Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi)
3. Nahdatul Ulama (NU)
4. Partai Komunis Indonesia (PKI)
5. Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII)
6. Parytai Kristen Indonesia (Parkindo)
7. Partai Katholik
8. Partai Sosial Indonesia (PSI)
9. Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI)
10.Partai Islam Perti (Persatuan Tarbiyah Islamiyah)
11.PRN
12.Partai Buruh
13.GPPS
14.PRI
15.PPPPRI
16.Partai Murba
17.Baperki
18.PIR Wongsonegoro
19.Garinda
20.Permai
21.Persatuan Daya
22.PIR Hazairin
23.PPTI
37
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 38/66
24.AKUI
25.PRD
26.PRIM
27.Acoma
28.Partai R. Soejono Prawiro Soedarmo.
Setelah Pemilihan Umum Tahun 1955 pemerintahan orde lama tidak lagi
melakukan pemilihan umum, bahkan legislatif menyatakan Bung Karno
sebagai Presiden seumur hidup, hal ini berakhir sampai kejatuhan Bung
Karno setelah peristiwa G 30 S/PKI.
Pemerintaha orde lama mempersiapkan pemilihan umum dengan matang,
yaitu dengan memasukan ABRI dan Korpri dalam perpolitikan (dalam
keberadaan Golkar). Berdasarkan UUD 1945 utusan daerah dan utusan
golongan lebih jauh juga bernuansa Golkar, karena persiapan inilah
pemilihan umum baru dielenggarakan pada tahun 1971.
Secara lengkap peserta pemilihan umum tahun 1971 adalah sebagai berikut :
1. Golongan Karya (Golkar)
2. Paryai Nasional Indonesia (PNI)
3. Nahdatul Ulama (NU)
4. Partai Katholik
5. Partai Murba
6. Partai Syariat Islam Indonesia (PSSI)
7. Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI)
8. Partai Kristen Indonesia
9. Partai Muslimin Indonesia
10.Partai Islam Perti.
Dalam pemilihan umum tahun 1977 partai-partai politik digabung mejadi dua
partai besar yaitu partai-partai Kristen seperti Parkindo dan Partai Katholik
ditambah dengan PNI, Murba, dan IPKI menjadi partai Demokrasi Indonesia
(PDI). Sedangkan kumpulan partai partai Islam seperti NU, Parmusi, PSII,
Perti, menjadi Parta Persatuan Pembangunan (PPP).
Dalam Pemilihan Umum tahun 1982 tidak banyak perbedaan yang menyolok
dibanding pemilu tahun 1977sebelumnya, hanya saja dalam pemilu 1987
38
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 39/66
para seperta pemilihan umum (kontestan) yang selama ini mempunyai ciri-ciri
seperti :
1. Ciri ke Islaman dan ideologi Islam bagi Parsatuan Pembangunan.
2. Ciri Demokrasi, kebangsaan (nasioalisme) bagi partai Demokrasi
Indonesia.
3. Ciri kekaryaan dan keadilan sosial bagi Golongan Karya.
Ditetapkan agar hanya memperjuangkan satu-satunya azas yaitu Pancasila,
dengan demikian perlombaan pengaruh antar para kontestan dalam setiap
pemilihan umum, adalah hanya pada program kerja masing-masing saja.
Golkar yang ada mulanya disebut sebagai Sekretariat bersama (Sekber),
Golongan Karya, lahir dari usaha untuk menggalang organisasi-organisasi
masyarakat dan angkatan bersenjata, muncul satu tahun sebelum
meletusnya Pemberontakan G 30 S/PKI, tepatnya Golkar lahir pada tanggal
20 Ojtober 1964. Dan Memang tidak dapat disangkal bahwa organisasi ini
lahir dari pusat dan dijabarkan sampai ke daerah-daerah.
Di sanping itu untuk tidak adanya loyalitas ganda dalam tubuh Pegawai
Negeri Sipil maka Korpri (Korps Pegawai Republik Indonesia) yang lahir
tanggal 29 November 1971 ikut menggabungkan didi ke dalam Golkar.
Golkar inilah kemudian yang dijadikan kendaraan oleh Pak Harto untuk
mendukung kekuasaannya selama 32 tahun, karena tidak ada satu pun kritik
dari infra struktur politik ini yang berani mempecundangi dirinya.
Setelah Pakk Harto jatuh diganti oleh Prof. Dr. BJ. Habibie, Presiden RI
ketiuga ini melakukan berbagai perubahan di bidang politik, di antaranya
mengeluarkan :
1. UU Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik
2. UU Nomor 3 Tahun tentang Pemilihan Umum
3. UU Nomor 4 Tahun 1999 tentang MPR dan DPR.
Itulah sebabnya setahun setelah reformasi, pemilihan umum dilaksnakan.
Para pesertanya tidak lagi tiga kontestan tetapi membengkak menjadi lebih
dari 100 partai politik, yang setelah diseleksi hanya 48 partai dapat ikut dalam
pemilu 1999, yaitu :
1. Partai Indonesia Baru
39
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 40/66
2. Partai Kristen Nasional Indonesia
3. Partai Nasional Indonesia
4. Partai Aliansi Demokrasi Indonesia
5. Partai Kebangkitan Muslim Indonesia
6. Partai Umat Islam
7. Partai Kebangkitan Umat
8. Partai Masyumi Baru
9. Partai Persatuan Pembangunan
10.Partai Syarekat Islam Indonesia
11.Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
12.Partai Abul Yatama
13.Partai Kebangsaan Merdeka
14.Partai Demokrasi Kasih Bangsa
15.Partai Amanat Nasional
16.Partai Rakyat Demokratik
17.Partai Syarekat Islam Indonesia 1905
18.Partai Katholik Demokrat
19.Partai Pilihan Rakyat
20.Partai Rakyat Indonesia
21.Partai Politik Islam Indoensia Masyumi
22.Partai Bulan Bintang
23.Partai Solidaritas Pekerja
24.Partai Keadilan
25.Partai Nahdlatul Umat
26.Partai Nasional Indonesia Front Marhaenis
27.Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia
28.Partai Republik
29.Partai Islam Demokrat
30.Partai Nasional Indonesia Massa Marhaen
31.Partai Musyawarah Rakyat Banyak
32.Partai Demokrasi Indonesia
33.Partai Golkar
34.Partai Persatuan
35.Partai Kebangkitan Bangsa
40
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 41/66
36.Partai Uni Demokrasi Indonesia
37.Partai Buruh Nasional
38.Partai Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong
39.Partai Daulat Rakyat
40.Partai Cinta Damai
41.Partai Keadilan dan Persatuan
42.Partai Solidaritas Pekerja Seluruh Indonesia
43.Partai Nasional Bangsa Indonesia
44.Partai Bhineka Tunggal Ika
45.Partai Solidaritas Uni Nasional Indonesia
46.Partai Nasional Demokrat
47.Partai Umat Muslimin Indonesia
48.Partai Pekerja Indonesia
Untuk mengkaji Pemilu 2004 ratusan partai lagi sudah mendaftar bahkan
yang ada kini pun pecah, seperti KH. Zainudin MZ, hengkang dari PPP dan
membentuk PPP Reformasi begitu juga dengan Matori Abdul Jalil hengkang
dari PKB dan membentuk kubu sendiri.
Sejak reformasi beberapa tahun yang lalu dibuatlah undang-undang
pemilihan untuk menentukan jumlah kursi sebagaimana tabel berikut di
bawah ini.
Tabel : Jumlah Kursi DPRD Propinsi
No Jumlah Penduduk Jumlah Kursi
1.
2.
3.
4.5.
6.
0 – 3.000.000 jiwa
3.000.001 – 5.000.000 jiwa
5.000.001 – 7.000.000 jiwa
7.000.001 – 9.000.000 jiwa9.000.001 – 12.000.000 jiwa
12.000.001 jiwa dst
45 kursi
55 kursi
65 kursi
75 kursi85 kursi
100 kursi
Sumber : UU No. 3 Tahun 1999 Pasal 5
Tabel : Jumlah Kursi DPRD
No Jumlah Penduduk Jumlah Kursi
1.
2.
3.
0 – 100.000 jiwa
100.001 – 200.000 jiwa
200.001 – 300.000 jiwa
20 kursi
25 kursi
30 kursi
41
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 42/66
4.
5.
6.
300.001 – 400.000 jiwa
400.001 – 500.000 jiwa
500.001 jiwa dst
35 kursi
40 kursi
45 kursi
Sumber : UU No. 3 Tahun 1999 Pasal 6
Pada Pemilihan Umum tahun 2004 partai politik yang ada berjumlah 225
partai. Jumlah partai yang demikian banyak ini salah satunya disebabkan
banyak partai yang terpecah menjadi beberapa kubu, seperti halnya pada
partai Persatuan salah satu tokohnya KH. Zainudin MZ hengkang dari
kepengurusan lama dan mendirikan kubu baru dengan nama Partai Bintang
Reformasi. Demikian juga yang terjadi dalam Partai Kebangkitan Bangsa,
Matori Abdul Jalil membentuk kubu tersendiri dalam partai tersebut.
Selanjutnya hal yang sama juga terjadi dalam tubuh beberapa partai lain.
Terlepas dari memenuhi syarat atau tidak karena mewakili 50 % propinsi di
Indonesia, namun yang jelas dengan tubuhnya partai-partai baru tampak
kenyataan bahwa bangsa ini mencoba berpartisipasi dalam politik
pemerintahan terlepas dari sebagian pendapat yang mengatakan bahwa hal
tersebut sekedar untuk mencari uang dan kekuasaan. Hal demikian akan
terindikasi dari caranya berkatogori halal atau cenderung haram karena
keluar dari nilai-nilai agama, adat dan hukum negeri ini atau sejarah yang
akan membuktikannya.
Berikut adalah partai peserta Pemilu tahun 2004 dengan ketua umumnya
masing-masing dan nomor urutnya, yaitu :
1. PNI Marhaenisme (Sukmawati Soekarno Putri)
2. Partai Buruh Sosial Demokrat (Dr. Muchtar Pakpahan)
3. Partai Bulan Bintang – PBB (Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, SH)4. Partai Merdeka (Adi Sasono)
5. Partai Persatuan Pembangunan – PPP (Hamzah Haz)
6. Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan – PDK (Prof. Dr. Ryaas Rasyid,
MA)
7. Partai Perhimpunan Indonesia Baru – PIB (Dr. Syahrir)
8. Partai Nasional Banteng Kemerdekaan (Erros Djarot)
9. Partai Demokrat (Prof. Dr. S. Budhisantoso)
10. Partai Keadilan Persatuan Bangsa – PKPI (Eddy Sudrajat)
42
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 43/66
11. Partai Penegak Demokrasi Indonesia (Dimmy Haryanto)
12. Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia – PPNUI (KH. Syukron
Makmun)
13. Partai Amanat Nasional – PAN (Prof. Dr. Amin Rais, MA)
14. Partai Karya Peduli Bangsa – PKPB (HR. Hartono)
15. Partai Kebangkitan Bangsa – PKB (Alwi Shihab, Ph.D.)
16. Partai Keadilan Sejahtera – PKS (Dr. Hidayat Nurwahid)
17. Partai Bintang Reformasi – PBR (KH. Zainudin MZ)
18. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan – PDIP (Megawati Soekarno
Putri)
19. Partai Damai Sejahtera – PDS (Ruyandi Hutasoit)
20. Partai Golongan Karya – Golkar (Akbar Tanjung)
21. Partai Patriot Pancasila – PP (Yapto Soerjo Sumarmo)
22. Partai Serikat Indonesia – PSI (Siswono Yudohusodo)
23. Partai Persatuan Daerah – PPD (Oesman Sapta)
24. Partai Pelopor (Rahmawati Soekarno Putri)
I. OTONOMI DAERAH DAN PEMERINTAHAN DAERAH
1. Otonomi Daerah Pada Massa Orde Lama
Pelaksanaan pemerintahan daerah pada masa pemerintahan orde lama, di
bawah kepemimpinan Ir. Soekarno, sukar untuk diberikan suatu genelarisasi
tunggal, bahwa apakah pada era orde lama pemerintahan daerah dilaksanakan
dengan sistem yang tersentralisasi, atau melaksanakan sistem pemerintahan
yang desentralisasi (otonomi). Pemekiran tersebut didasarkan pada kenyataan
bahwa pada era pemerintahan rezim Soekarno yang kemudian oleh orde baru
disebut orde lama (1945-1966), ditandai sebagai era yang penuh gejolak, baik
pemberontakan di daerah-daerah yang menuntut pemisahan diri seperti RMS
(Republik Maluku Selatan), Permesta, Pemeribtahan Revolusioner Republik
Indonesia (PRRI) maupun yang memberontak karena odeologi seperti PKI di
Madiun, DI/TII Kartosuwiryo di Jawa Barat, yang kemudian meluas ke Aceh,
Sulawesi, dan Kalimantan.
43
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 44/66
Di lain pihakj, era di pemerintahan orde lama diwarnai dengan perubahan
konstitusi yang dengan sendirinya juga akan mempengaruhi sistem
pemerintahan yang ditetapkan di daerah-daerah. Sebagaimana telah diketahui,
bahwa era 1945-1949, bangsa Iondonesia masih bergelit melawan Belanda
dengan sekutunya yang ingin menjajah kembali Indonesia. Dilahirkan 2 (dua)
UU yang mengatur pemerintahan daerah, yang pertama yaitu UU No. 1 Tahun
1945 tentang Kedudukan Peraturan Mengenai Komite Nasional Daerah. UU ini
sangat singkat, yang hanya memuat enam pasal, yang ditetapkan pada tanggal
23 November 1945. UU No, 1 Tahun 1945 mengatur pembentukan KND
(Komite Nasional Daerah), sebagaimana kita ketahui,Bahwa pada masa awal
kemerdekaan setelah proklamasi, bangsa Indonesia belum memiliki perangkat
kenegaraan yang memadai, sehingga diaturlah bahwa pada masa awal
kemerdekaan KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) menyelenggarakan
sem,ua tugas-tugas lembaga kenegaraan, sampai terbentuknya lembaga
negara seperti yang dimaksud dalam UUD 1945. Ketentuan ini dapat dibaca
dalam pasal III Aturan Peralihan UUD 1945 yang berbunyi :
“Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan
Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut Undang-Undang Dasar ini,
segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan Komite
Nasional.”
UU No. 1 Tahun 1945 sukar diterima oleh daerah-daerah di luar Jawa dan
Madura, mengingat situasi saat itu. Daerah Kesultanan Yogyakarta dan
Kesultanan Surakarta di Solo [un juga tidak diatur secara jelas, mengingat
pemerintah pusat pada saat itu masih menghargai keberadaan kedua daerah
tersebut, yang tetap diakui oleh pemerintah Hindia Belanda, walau pun dengan
berbagai pembatasan dan intervensi.
Kemudian yang kedua, pada saat Pemerintahan Republik Indonesia
dipindahkan ke Yogyakarta, pada tanggal 10 Juli tahun 1948, dikeluarkanlah
UU No. 32 Tahun 1948 tentang Pemerintahan daerah. Undang-undang ini
langsung dinyatakan berlaku oleh pemerintah Indonesia pada hari itu juga. UU
ini tidak mendapatkan pengesahan dari DPR sebagaimana yang diatur dalam
UUD 1945, tetapi oleh BP-KNIP, UU No. 32 Tahun 1948 memuat hal-hal
sebagai berikut :
44
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 45/66
1. Pemerintah daerah dinyatakan terdiri atas Dewan Perwakilan Rakyat.
2. Kepala Daerah menjabat Ketua Dewan Pemerintah daerah (Pasal 2 ; 3)
3. Anggota Dewan Pemerintah Daerah dipilih oleh dan dari anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daeah, apabila anggota Dewan Pemerintah Daerah
berhenti dari keanggotaannya sebagai Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,
maka dengan sendirinya yang bersangkutan juga berhenti dari
keanggotaan Dewan Pemerintah Daerah atau sebaliknya.
4. Dewan perwakilan Rakyat Daerah yang membuat pedoman untuk Dewan
Pemerintah Daerah guna mengatur cara menjalankan kekuasaan dan
kewajibannya, yang sebelum diberlakukan harus mendapatkan persetujuan
Presiden (Pasal 15).
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mengatur dan mengurus Rumah
Tangganya sendiri berdasarkan Undang-Undang Pembemtukan bagi tiap-
tiap daerah (Pasal 23).
6. Sekretaris Daerah tidak dikenal, yang ada adalah Sekretaris Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, yang merangkap Sekretaris Dewan Pemerintah
Daerah, yang diangkat dan diberhentikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah, atas usul Dewan Pemerintah Daerah (Pasal 20).
Dari enam point tersebut di atas, dapat disermati bahwa dalam UU No. 22
Tahun 1948 tentang Pemerintahan Darah, kewenangan DPRD No. 22 Tahun
1948 dibuat dengan sistem parlementer. Sebab kewenangan Kepala Daerah
sangat minimal, bila dibandingkan dengan kewenangan Kepala Daeah dalam
UU No. 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah.
Selain itu, dalam UU No. 22 Tahun 1948 juga diatur dengan tegas dalam
pasal 26, bahwa Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dapat membela
kepentingan daerah dan penduduknya dihadapkan Pemerintah dan Dewan
Perwakilan Rakyat. Dengan pasal tersebut dapat dikatakan bahwa
pemerintahan pusat saat itu sangat menghargai keberadaan daerah. Padahal
anggota-anggota DPR juga merupakan wakil rakyat yang juga dipilih dari
daerah-daerah. Selain itu, dalam pasal 27 UU No. 22 Tahun 1948, juga
mengatur bahwa daerah-daerah dapat mengadakan kerjasama.
Dengan demikian yang dapat ditarik dari Undang-Undang ini adalah :
45
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 46/66
1. Sangat menghargai keberadaan daerah-daerah, sebagai satu kesatuan
masyarakat yang berbudaya dan memiliki karateristik sendiri-sendiri.
2. Kekuasaan Kepala Daerah diminimalkan, yang dikedepankan adalah
kekuasaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
3. Memiliki nuansa parlementer. Dengan demikian sebenarnya tidak sejalan
dengan UUD 1945 yang menganut asas Presidentil. Walaupun demikian
penyimpangan ini mungkin karena masih dalam masa awal kemerdekaan.
Walaupun demikian UU No. 22 Tahun 1948 tetap berlaku sampai keluarnya
UU No. 1 Tahun 1957 tentang pokok-pokok pemerintahan di Daerah, meskipun
pada tanggal 27 Desember 1949, Belanda dengan pihak Indonesia yang
diwakili oleh Drs. Moh. Hatta telah mengambil kesepakatan tentang
pembentukan Negara Indonesia Serikat (RIS) dengan pemerintah Belanda.
Dan Belanda mengakui kedaulatan pemerintahan RIS. Kecuali Irian Jaya yang
akan diserahkan kemudian, sikap mempertahankan Irian dan sikap
mengalahnya pemerintah Indonesia atas kesepakatan menyangkut Irian Jaya
inilah yang kemudian menjadi kemelut yang hingga kini tetap menjadi problem
di antara sebagian masyarakat Irian Jaya dengan pemerintah Indonesia. Selain
itu UU No. 22 Tahun 1948 secara defacto hanya berlaku dalam wilayah yang
dikuasai oleh Republik Indonesia pasca Perjanjian Renville antara Pemerintah
RI dengan Belanda. Wilayah RI saat itu sangat kecil, sebagaimana dapat
dicermati dalam penjelasan berikut. Di Luar wilayah RI dengan sendirinya UU
No. 22 Tahun 1948 tidak berlaku.
Sejak tanggal 27 Desember 1949 dengan sendirinya Indonesia berbentuk
negara serikat, walaupun baru diumumkan dalam lembaran negara oleh
Pemerintah RI pada tanggal 6 Februari 1950. Pengaturan tentang
pemerintahan daerah, diatur berdasarkan keberadaan negara-negara bagian
yang untuk lebih jelasnya dapat dicermati dalam Pasal 2 Konstitusi Republik
Indonesia Serikat sebagai berikut :
Republik Indonesia Serikat meliputi seluruh daerah Indonesia, yaitu daerah
bersama :
a. Negara Republik Indonesia, dengan daerah menurut status quo seperti
tersebut dalam Persetujuan Renville tanggal 17 Januari tahun 1948 :
- Negara Indonesia Timur
46
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 47/66
- Negara Pasundan, termasuk distrik Federal Jakarta
- Negara Jawa Timur
- Negara Madura
Negara Sumatera Timur, dengan pengertian, bahwa status quo Asahan
Selatan dan Labuhan Batu berhubungan dengan Negara Sumatera Timur
tetap berlaku, Negara Sumatera Selatan.
b. Satuan - satuan Kenegaraan yang tegak sendiri :
- Jawa Tengah
- Bangka
- Belitung
- Riau
Kalimantan Barat (Daerah Istimewa) :
- Dayak Besar
- Daerah Banjar
- Kalimantan Tenggara dan
- Kalimantan Timur
a dan b, ialah daerah-daerah bagian yang dengan kemerdekaan
menentukan nasib sendiri bersatu dalam ikatan Federasi Republik
Indonesia Serikat.
c. Daerah-daerah Indonesia selebihnya yang bukan daerah-daerah bagian.
Konstitusi RIS yang terdiri atas 197 pasal, dan merupakan lampiran dari
piagam persetujuan antara delegasi Republik Indonesia dan delegasi
pertemuan untuk permusyawaratan federal (Bijeenkomst Federal Overleg)
tentang Konstitusi Republik Indonesia Serikat, yang ditandatangani oleh :
o Drs. Moh. Hatta ; sebagai Pemimpin delegasi Republik Indonesia.
o Sultan Hamid II, Selaku Ketua BFO, dan utusan Kalimantan Barat
o Ide Anak Agung Gde Agung, Wakil Ketua BFO, pertama, dan utusan
Indonesia Timur.
o Dr. Soeparmo, Wakil Ketua BFO, kedua, dan Utusan Madura
o A.A. Rivai, utusan Banjar
o Saleh Achmad, Utusan Bangka
o K.A. Moh. Joesoef, utusan Belitung
47
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 48/66
o Mochram bin Hodji Moh ali, Utusan Dayak Besar
o Dr. R. Sudjito, Utusan Jawa Tengah
o R. Tg. Djuwito. Utusan Jawa Timur
o M. Jamani, Utusan Kalimantan Tenggara
o Adji Pangeran Sosronegoro, Utusan Kalimantan Timur
o Raja Mohamad, Utusan Riau
o Abdul Malik, Utusan Sumatera Selatan.
o Raja Kaliamsyah Sinaga, Utusan Sumatera Timur.
Keberadaan RIS tidak bertahan lama, sebab pada tanggal 17 Agustus
1950, seluruh wilayah Indonesia Serikat menyatakan diri melebur dalam bentuk
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Peleburan ini tanpa paksaan senjata.
Padahal kalau semangat separatis memang telah ada sejak dulu, pada saat itu
akan sangat sulit pemerintah Jakarta mengatakan tidak. Sejak tanggal 17
Asgustus 1950, Konstitusi RIS pada dasarnya tetap dipakai, dengan hanya
mengadakan penyesuaian terhadap hal-hal pokok saja menyangkut peralihan
bentuk negara dari Negara Indonesia Serikat menjadi Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Ketentuan tersebut terdapat dalam Undang-Undang No. 7Tahun 1950 tentang Perubahan konstitusi Sementara Republik Indonesia
Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia. Yang
diumumkan dalam lembaran negara No. 56 Tahun 1950.
Menyangkut pemerintahan daerah, dalam kurun waktu 1950-1959,
pemerintah tidak mengeluarkan satu UU yang mengatur tentang pemerintahan
daerah, hal tersebut sesuai dengan ketentuan dalam pasal 131, 132, dan pasal
133 UUDS 1950. Dalam ketiga pasal tersebut, ditegaskan antara lain :o Peraturan perundangan yang ada di daeah-daerah sebelumnya tetap
berlaku sampai ada penggantinya
o Pemerintah akan memberikan otonomi yang seluas-luasnya kepada
pemerintah daerah.
o Mempertegas kedudukan daerah-daerah Swapraja (bekas kerajaanyang
pemerintahannya memiliki kekhususan).
48
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 49/66
Dengan demikian, UU NO. 22 Tahun 1948 yang hanya berlakudi wilayah
Republik Indonesia, dinyatakan tetap berlaku, demikian pula UU No. 44 Tahun
1950 yang berlaku di Wilayah Indonesia Timur juga tetap belaku serta
peraturan-peraturan p[eninggalan Belanda yang ada di daerah-daerah bagian
lainnya. UU No. 32 Tahun 1956 tentang perimbangan Keuangan Antara
Negara dengan Daerah-Daerah Yang Berhak Mengurus Rumah Tangganya
sendiri, yang diundangkan pada tanggal 31 Desember 1956. Dalam Diktum
mengingatnya UU No. 32 Yahun 1956 ini, tercantum antara lain UU NO. 22
Tahun 1948, dan UU No. 44 Tahun 1950. Dengan demikian sampai tahun
1956, pengaturan pemerintahan daerah masih berjalan sendiri-sendiri sesuai
keadaan sebelumnya. Sampai dengan keluarnya UU No. 1 Tahun 1957
tentang pokok-pokok Pemerintahan Daerah.
UU No, 1 Tahun 1957 yang diundangkan pada tanggal 18 Januari 1957,
dengan tegas mencabut UU No. 22 tahun 1948, dan UU No. 44 Tahun 1950.
Walapun demikian, apabila dicermati UU Ni. 1 Tahun 1957 tidak
memiliki perbedaan yang berarti dengan UU Ni. 2 Tahun 1948, dalam banyak
hal seperti yang menyangkut pemerintahan daerah tetap sama, kecuali aturan
mengenai tingkatan daerah, kalau dalam UU No. 22 Tahun 1948 daerah dibagi
atas daerah Propinsi, Daerah Kabupaten (Kota Besar), dan Desa (Kota Kecil).
Dalam UU No. 1 Tahun 1957, Pembagiannya dipertegas dengan sambutan
Daerah Propinsi (Dati I), Daerah Kabupaten (Dati II) dan daerah Tingkat ke III.
Persamaan lainnya antara kedua UU ini, tetap bernuansa Parlementer,
walaupun UU No. 22 Tahun 1948 dibuat dengan dasar UUD 1945 yang
Presidensiil, akan tetapi semangat yang terkandung dalam UU No. 22 Tahun
1948 adalah Parlementer. Akan halnya UU No. 1 Tahun 1957 tentang pokok-
pokok Pemerintahan Daerah, yang dibuat dalam suasana UUDS 1950 yang
memang bersifat parlementer. Kedua UU ini tidak mengekang daerah-daerah
untuk berekspresi, apalagi dalam pelaksanaan kedua UU ini juga ditunjang
dengan keluarnya UU No. 32 Tahun 1956 tentang Perimbangan Keuangan
Antar Pemerintah Pusat dan Daerah Otonom, yang dalam banyak hal UU No.
32 Tahun 1956 masih memiliki nilai-nilai yang lebih otonom dan memberikan
keleluasaan kepada daerah, dibandingkan dengan UU No. 25 Tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan Antar Pusat dan Daerah.
49
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 50/66
UU No. 1 Tahun 1957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah,
dengan sendirinya hanya eksis berlaku sampai pada tahun 1959. Sebab sejak
tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang menekankan
agar kembali ke UUD 1945. Sehingga UU No. 1 Tahun 1957 yang dibuat
dengan dasar UUD 1950 dengan sendirinya tidak berlaku lagi. Untuk mengisi
kekosongan pengaturan pemerintahan daerah, maka pemerintah pusat
mengeluarkan Penetapan Presiden Republik Indonesia No. 6 Tahun 1959
tentang Pemerintahan Daerah (disempurnakan), dalam ketentuan ini , diatur
bahwa pemerinatahan daerah terdiri atas Kepala Daerah dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (pasal 1), sedangkan kepala daerah adalah alat
pemerintah pusat dan juga alat pemerintah daerah (pasal 14) dengan demikian
penetapan Presiden ini terasa telah mulai menerapkan sistem dekonsentrasi.
Selain itu juga diatur adanya Badan Pemerintah Daerah (BPD), yang
menggantikan kedudukan Dewan Pemerintah Daerah dalam UU No. 1 Tahun
1957.
Penetapan pemerintah ini dalam hubungannya dengan kedudukan
pemerintah daerah, tidak berbeda jauh dengan sistem pemerintahan sesuai
UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan Daerah. Seiring dengan adanya
keanggotaan DPRGR di pusat, maka di daerahpun diadakan DPRDGR yang
pengaturannya dituangkan dalam Penetapan Presiden Republik IndonesiaNo.
5. Tahun 1960 (disempurnakan) tentang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Gotong Royong dan Sekretaris Daerah.
Pembentukan DPRDGR ini sebagaimana yang ada dalam pembentukan
DPRGR ditingkat pusat, penetapan anggotanya tidak melalui pemilu, dan
tergantung pemerintah. Semangat sentralisasisangat terasa pada saat ini, dan
kemudian akan diadakan perubahan pada saat UU No. 18 Tahun 1965 tentang
Pokok-Pokok Pemerintah Daerah. Undang-Undang ini dengan tagas mencabut
UU No. 1 Tahun 1957 serta senua penetapan pemerintah dan Presiden
tentang pemerintahan daerah. Undang-Undang ini membagi daerah dalam tiga
tingkatan, sesuai dengan yetentuan dalam UU No. 1 Tahun 1957. UU No. 18
Tahun 1965 sebenarnya tidak pernah berlaku, walaupun secara resmi
diundangkan pada tanggal 1 September 1965. Pemerintah Orde Baru
manganggap UU ini dibuat oleh PKI. Dilihat dar faktor demokratisasi, UU ini
juga tidak lebih baik dari beberapa penetapan Presiden sebelumny, sebab
50
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 51/66
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah malah diwajibkanuntuk bertanggung jawab
kepada kepala daerah (pasal 8).
Dengan demikian pemerintahan daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi
daerah pada era orde lama, agak sukar untuk mengadakan penilaian secara
umum, akan tetapi melihat beberapa muatan UU yang pernah berlaku, maka
dapat disimpulkan bahwa pada, masa orde lama utamanya pada saat UU No.
1 Tahun 1945, dan UU No. 22 Tahun 1948, dan UU No. 1 Tahun 1957, daerah-
daerah masih diberi keleluasaan yang besar untuk berotonomi, akan tetapi
pasca Dekrit Presiden 5 Juli Tahun 1959 Pemerintahan Daerah telah
bernuansa sangat sentralistis.
2.Otonomi di Era Orde Baru
Pemerintahan Orde Baru pada awalnya hadir sebagai koreksi atas
kegagalan pemerintah orde lama. Kpreksi tersebut sebagaimana disampaikan
oleh Jenderal Soeharto , tokoh Supersemar yang kemudian menjadi Presiden
paling lama ini adalah sebagaimana disampaikan pada pembukaan Kongres
Luar Biasa Kesatuan dan Keutuhan Partai Nasional Indonesia. Soeharto
(dalam LP3ES, 1988 ; 134) menyatakan sebagai berikut :
Ketiga penyelewengan dimaksud adalah :
1. Radikalisme PKI
2. Terjadinya Oportunisme politik yang didorong oleh ambisi pribadi
3. Terjadinya penyelewengan ekonomi.
Keadaan ekonomi pada era orde lamadi bawah kepemimpinan Ir. Soekarno
memang masih morat-marit, keadaan tersebut di samping karena kondisi
bangsa Indonesia yang baru merdeka, juga karena kebijakan pemerintahan
rezim Soekarno yang dinilai terlalu memperhatikan masalah politik.
Tetapi mengesampingkan masalah ekonomi. Di dalam negeri, pemerintah
sangat memberikan kesempatan yang sebesar-besarnya bagi politisi sipil untuk
tampil, sedangkan dipanggung politik Internasional, Indonesia juga sangat aktif,
sampai keluarnya Indonesia dari PBB.
51
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 52/66
Politik IR. Soekarno yang hendak membangun kesatuan antara tiga
golongan politik utama Indonesia (PNI, PKI, Agama) yang dikenal dengan
istilah NASAKOM, yang berakhir pada meletusnya tragedi G 30 S/PKI tahun
1965.
Krisis politik yang mengiringi meletusnya G 30 S/PKI tahun 1965, dengan
sendirinya juga menyebabkan terjadinya krisis ekonomi. Keadaan ekonomi
Indonesia pada saat itu sangat terpuruk, Rupiah mengalami apresiasi yang
sangat tajam terhadap Dollar Amerika, inflansi pada akhir pemerintahanorde
lama da awal orde baru adalah 600 %. Akibat krisis politik dan terpuruknya
ekonomi yang ada, meyebabkan Jenderal Soeharto yang didukung oleh
kalangan teknokrat menyusun strategi pembangunan ekonomi, dan
mengesampingkan pembangunan politik. Akan tetapi walaupun demikian
pemerintah orde baru harus mempertahankan kekuasaannya melalui pemilihan
umum. Padahla Soeharto sebagai tokoh orde baru tidak memiliki dukungan
pokitik yang kuat. Sebab Soeharto bukan berasal dari partai politik, tetapi dari
Militer. Partai besar saat itu adalah PNI dan NU, sebab partai besarlainnya
seperti Masyumi telah dibubarkan pasca pemberontakan 30 September 1965.
Dengan demikian untuk mempertahankan kekuasaannya pemerintah orde
baru harus mendekati dua partai besar tersebut (PNI dan NU). Akan tetapi
kedua partai ini memiliki persoalan yang sama terhadap orde baru, PNI
dipandang sebagai partainya Soekarno, malah dalam pemilu 1971 PNI telah
mengindentifikasikan diri dengan Ir. Soekarno. Sedangkan untuk mendikte NU,
juga bukan merupakan pilihan yang tepat bagi orde baru, sebab orde baru
yang Pancasilais tidak akan sejalan dengan NU yang merupakan partai agama
yang masih mencita-citakan pendirian Negara Islam. Dengan demikian pilihan
terbaik orde baru adalah membesarkan Golongan Karya untuk dijadikan
sebagai kendaraan politik pemerintah orde baru. Sejak saat itulah barbagai
manipulasi politik dilakukan oleh pemerintahan rezim orde baru, dengan mesin
utama militer dan birokrasi, upaya pemenangan Golongan Karya ini kemudian
dikenal dengan istilah politik massa mengambang, yaitu kebijakan untuk
membuat massa rakyat tidak memiliki kedekatan emosional dengan partainya.
Agar kekuasaannya dapat efektif dan tetap dipatuhi, maka yang harus
dilakukan adalah pemerintahan yang sentralistis. Pilihan pemerintahan
52
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 53/66
sentralistis ini di samping akan menciptakan stabilitas yang kuat, juga akan
membuat daerah-daerah dapat dikuasai.
Dengan demikian pelaksanaan kebijakan pemerintahan daerah orde baru
yang sentralistis tidak dapat dilepaskan dari upaya untuk memenangkan
Golongan Karya, yang dengan sendirinya akan menjaga kelangsungan
pemerintahan orde baru. Sehingga tidaklah berlebihan bila setiap Gubernur,
Bupati, Walikota, Camat dan bahkan Kades adalah pembina Golkar di daerah,
Sedangkan Ketua Korpri di daerah yang juga adalah Sekda merupakan Ketua
Jalur Birokrasi (jalur B) sedangkan Pangdam, Kodam, Koramil, Babinsa,
Pimpinan POLRI juga dengan sendirinya adalah pimpinan jalur A (ABRI), di
daerah. Dengan demikian tidak perlu ada keraguan bahwa UU No. 5 Tahun
1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahandi Daerah, yang sentralitis
merupakan salah satu program orbadi daerah.
Kehadiran UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan Daerah diyakini
akan mampu menciptakan stabilitas daerah, dengan demikian eksekutif diberi
kewenangan yang sangat besar sebagai penguasa tunggal di daerah. Walupun
dalam UU tersebut dinyatakan bahwa Pemerintah Daerah terdiri atas Kepala
Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, akan tetapi tidak ada
balancess sama sekali, sebab sebagaimanan di pusat, di daerah DPRD juga
hanya merupakan tukang stempel untuk kepentingan eksekutif. Anggota
DPR/DPRD sebelum diangkat harus melalui litsus dulu, apabila Ditsospol
mengatakan yang bersangkutan tidak lolos maka dengan sendirinya tidak akan
bisa jadi anggota DPR/DPRD.
Pemilihan Kepala Daerah yang dilakukan DPRD adalah retorika belaka, sebab
siapa yang harus jadi telah ditetapkan sebelumnya termasuk siapa yang
mendapatkan berapa suara. Apabila skenario tidak berhasil, dan calon yang
diunggulkan ternyata tidak terpilih, maka pemerintah pusat akan dengan
mudah memilih/mengangkat kembali orang yang telah diprioritaskan tersebut,
sebab hasil pemilihan DPRD kemudian diajukan kepada pusat, dan pusat
bebas menentukan siapa yang akan dilantik dan hasil usulan/hasil pemilihan
tersebut (pasal 15 UU. No. 5 tahun 1974).
Jadi otonomi yang nyata dan bertanggung jawab sebagaimanayang
diamanatkan oleh UU. No. 5 Tahun 1974 dalam pasal 11 hanya merupakan
retorika belaka,m sebab sampai UU. No. 5 Tahun 1974 dicabut, tidak pernah
53
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 54/66
ada peraturan pelaksanaannya. Pemerintah orde baru memang pernah
mengadakan Otonomi Percontohan atau lebih tepatnya uji coba penerapan
otonomi daerah yang dilaksanakan pada satu daerah kabupaten/kota pada
masing-masing Provinsi. Program tersebut gagal total, karena memang
semangat orde baru bukan untuk mengadakan otonomi daerah, tetapi strategi
yang matang agar ada alasan kuat untuk tetap menerapkan sentralisasi
kekuasaan atas pemerintahan daerah. Kegagalan otonomi percontahan ala
orde baru tersebut disinyalir karena pemerintah pusat hanya memberikan
kewenangan yang sebesar-besarnya tetapi tidak memberikan uang, alat, dan
aparat. Istilah yang berkembang saat itu adalah “kepala di lepas akan tetapi
ekor di tahan” .
Pemerintah orde baru tidak akan mau memberikan otonomi daerah, sebab
memberikan otonomi berarti membagi kekuasaan sedangkan pembagian
kekuasaanakan meyebabkan berkurangnya wibawa pemerintah pusat yang
kemudian akan menyebabkan terjadinya pembengkakan pemerintah
daerahyang jauh dari kekuasaan pemerintah pusat.Otonomi Daerah pada orde
barudapat dikatakan hanya akan menjadi cita-cita dan angan belaka. Pola pikir
para penyusun UU. No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di
Daerah, ini betul-brtul mengamalkan doktrin Wawasan Nusantara, yang
menekankan bahwa agar terwujud Indonesia yang satu dalam konsep Politik,
Budaya, Hankam, dan Ekonomi maka sejauh mungkin susunan dan sistem
pemerintahan daerah diseragamkan. Untuk lebih jelasnya berikut cuplikan
tanggapan Fraksi ABRI terhadap konsep UU Pemerintahan Daerah yang
diajukan oleh pemerintah dalam Sidang Paripurna DPR-RI tanggal 7 Juni 1974
(dalam Sujamto ; 1988 : 69-70) sebagai berikut :
“.... Adapun menaggapi masalah kedudukan pemerintahan daerah, sesuai
dengan Garis-Garis Besar Haluan Negara kita menegaskan bahwa
Wawasan Nusantara yang mencakup yang mencakup perwujudan
Kepulauan Nusantara sebagai satu kesatuan politik, satu kesatuan sosial
dan budaya, satu kesatuan ekonomi, serta satu kesatuan pertahanan
keamanan ; demikian pula berdasarkan arah dan kebijaksanaan
pembangunanj daerah yang mencakup keselarasan pembangunan sektoral
dan pembangunan regional, keselarasan laju pertumbuhan antar daerah,
peningkatan prakarsa dan partisipasi serta peningkatan pendapatan asli
54
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 55/66
daerah, Fraksi ABRI berpendapat bahwa kedudukan Pemerintah Daerah itu
sejauh mungkin perlu diseragamkan....”
Padahal apabila kitacermati, maka strategi pemerintah orde baru dalam
menjalankan UUD 1945 yang katanya akan konsekuen telah mulai nampak,
sebab dengan penyeragaman pemerintah daerah maka dengan sedirinya
pemerintah orde baru telah melanggar Pasal 18 UUD 1945 yang mengatur
bahwa daerah-daerah dibentuk atas daerah besar dan kecil dengan
memandang dan mengingati dasar-dasar permusyawaratan dan hak-hak asal
usul dari daerah-daerah yang bersifat istimewa. Pemerintahah orde baru tanpa
ada persetujuan dari masyarakat di daerah-daerah mengadakan
penyeragaman dengan menghapus keistimewaan daerah-daerah yang pada
masa orde lama diakui sebagai daerah-daerah swaprajayang dalam
pengaturannya tetap mengindahkan adat istiadat dan kebiasaan masyarakat
sebelumnya. Pemerintahan Orba menganggap UU No. 18 tahun 1965
bernuansa Komunis, mengingat UU. NO. 18 tahun 1965 dibuat dalam suasana
menguatnya pengaruh PKI, yang mampu mengadakan perubahan radikal
dalam pengaturan daerah dengan menghapuskan daerah-daerah swapraja,
pada dasarnya diadopsi sepenuhnya oleh pemerintah orde baru, yang katanya
anti PKI.
Pelanggaran lainnya adalah Pemerintah Orde Baru telah melanggar TAP
MPRS-RI NO. XXI/MPRS/1966 tentang Pemberian Otonomi Seluas-Luasnya
Kepada Daerah. Dalam Tap yang berisi tujuh pasal ini, MPRS yang telah
mengangkat Presiden Soeharto, malah lebih tegasnya lagi telah diisi dengan
orang-orang orde baru yang sehaluan dengan rezim Soeharto, tegas
menyatakan agar pemerintah bersama DPRGR secepatnya membuat UU
Otonomi Tap MPRS ini sebenarnya merupakan penolakan terhadap
sentralisasi yang dilakukan oleh UU. No. 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan Daerah, yang diyakini bernuansa komunis tersebut.
Tetapi anehnya pemerintah orde baru malah membuat UU yang
bertentangan dengan Tap MPRS No. XXI/MPRS/1966, tersebut di atas. Tap
tersebut selanjutnya oleh MPRS ditndaklanjuti dengan nota pimpinan MPRS
No : NOTA 3/PIMP/1968, tanggal 27 Maret 1968 yang ditujukan kepada
Presiden dan Pimpinan DPRGR. Isi nota tersebut kembali mempertegas
55
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 56/66
penugasan MPRS kepada Presiden dan DPRGR agar segera membuat UU
pemerintahan daerah yang memberikan oyonomi yang seluas-luasnya, malah
dalam nota ini ditambahkan agar menyusun UU perimbangan keuanganantara
pemerintah pusat dan daerah yang progresif dan realistis yang harus
memungkinkan diadakannya pembangunan yang merata dan lebih sesuai
dengan aspirasi, kemampuan, dan kesanggupan serta bertanggung jawab
daerah masing-masing (Point 3 Nota MPRS).
Setelah pemilihan umum 1971, yang telah memberikan kemenangan yang
besar bagi Golongan karya sebagai partai politik rezim orde baru (walupun
orba tetap tidak ingin menyebar Golkar sebagai parpol), maka ketetapan
MPRS No. XXI/1966 tentang pemberian Otonomi yang seluas-luasnya dicabut
dengan ketetapan MPR No. V/MPR/1973 tentang peninjauan Produk-
Produkyang berupa Ketetapan-Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sementara Republik Indonesia. Dengan alasan bahwa Muatan Tap No.
XXI/MPRS/1966tentang Pemberian otonomi yang seluas-luasnya tersebut
telah ditampung dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara. Dengan demikian
nampak kalau rezim orba berupaya agar daerah-daerah harus tunduk di bawah
rezim orde baru tanpa syarat. Kenyataan tersebut memberikan gambaran yang
sedikit jelas tentang awal perbedaan Abdul Haris Nasution, seorang Jenderal
Senior di AD, yang merupakan konseptor Dwifungsi ABRI, dengan Soeharto,
pengembam Supersemar yang tidak loyal di mata pemberi Supersemar yaitu
Presiden Soekarno. Presiden.
Soeharto tidak akan mau menolak dengan langsung pemikiran MPRS yang
dipimpin oleh Abdul Haris Nasution untuk melaksanakan otonomi yang seluas-
luasnya akan tetapi untuk mematikan konsep tersebut, Soeharto tinggal
menggantikan Abdul Haris Nasution, dari jabatan Ketua MPR, dengan Idham
Chalid, Tokoh NU yang telah diplot untuk sejalan dengan pemerintah, dengan
demikian yang bersangkutan adalah seirama dengan Pak Harto, dalam hal
kebijakan pemerintahan daerah atau beliau adalah figur yang menmpatkan
loyalitas tunggal pada Pak Harto.
Kemungkinan besar rezim orde baru di bawah komando Pak Harto ini, ingin
membangun pemerintahan Indonesia seperti pada zaman kejayaan Mataram
Islam di bawah pimpinan Sultan Agung. Pada masa kepemimpinan Mesultanan
Mataram, menganut asas Keagungbinataraan yang bermaksud bahwa
56
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 57/66
kekuasaan harus terpusat pada satu tangan, dan tidak boleh ada yang
menyaingi. Kalau ada saingan, maka saingan tersebut harus diperangi, atau
dibunuh agar kekuasaan tetap tunggal adanya. Maka kita lihat, betapa jelas
rezim orde baru melemahkan semua LembagaTinggi Negara. DPR, DPA, BPK,
dan MA adalah perpanjangan tangan Presiden malah MPR yang seharusnya
pemegang kedaulatan tertinggi di negara RI malah dijadikan tukang stempel
kebijakan orde baru.
Pemerintah orde baru memandang daerah-daerah juga sama seperti
kerajaanMataram, yang harus mengantarkan upeti tiap tahun, sebagai bukti
takluknya daerah tersebut. Untung Ibu Tiern Soeharto, mendesak agar ada PP
No. 11 yang melarang para penyelenggara negara kawin dua, kalau tidak,
mungkin setiap wanita cantik di daerrah-daerah juga harus disetor ke pusat.
Selain itu pemerintah orde baru dalam melaksanakan pembangunan juga
mengutamakan Wilayah Indonesia Barat utamanya Pulau Jawa dan terutama
DKI jakarta, yang merupakan wilayah/Ibukota Negara. Inipun sejalan dengan
konsep kerajaan Mataram yang membagi daerah-daerah sebagaimana
terdapat dalam Moedjanto ; 1987 : 112, sebagai berikut :
1. Kutagara atau kutanegara, Negara atau Siti Narawita, dengan Kraton Raja
sebagai titik pusat ; jadi boleh disebut kraton merupakan pusat sedangkan
kutagara atau negara adalah lingkaran wilayah yang pertama.
2. Negara Agung ; Daerah di sekitar Kutagara, yang masih termasuk inti
kerajaan, karena di daerah inilah terdapat daerah tanah lungguh (jabatan)
dari para bangsawan yang bertempat tinggal di Kutagegara.
3. Mancanagara, daerah luar nagara agung :
a. Mancanagara Wetan ; mulai Panaraga ke timur
b. Mancanagara Kulon ; mulai Purwareja ke Barat
4. Daerah Pesisiran :
a. Pesisiran Kulon ; Demak ke Barat
b. Pesisiran Wetan ; Demak ke Timur
Pembagian daerah tersebut dapat disamakan denagn konsep
pembangunan orde baru, yang secara prktek selalu mengutamakan
pembangunan Jakarta, kemudian daerah-daerah penyangga, tentunya wilayah
di sekitar Pulau Jawa, yang kalau pada zaman Mataram di sebut Nagara
57
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 58/66
Agung karena merupakan tempat tanah para pejabat Istana, maka pada masa
orde baru Kawasan Pulau Jawa adalah tempat tinggal para pejabat orde
baru.Sehingga jalan-jalanya harus mulus dan pembangunan fasilitas harus
diperhatikan. Setelah itu baru menoleh ke Indonesia bagian Timur sebagai
wiolayah mancanagara, yang akan diperhatikan kalau wilayah Barat telah
berhasil sehingga pembangunan Indonesia Timur harus berkiblat pada
pembangunan di pulau Jawa. Kalau Aceh da Papua adalah daerah pesisiran,
yang dalam pemerintahan Mataram hjarus diawasi karena kerajaan mataram
yang berpola agraris, tidak suka melihat pada pikir dan kehidupan orang-orang
pesisir yang cenderung bebas karena berada di pinggir laut, jadi pengawasan
harus ketat demi utuhnya wilayah kekuasaan, dan tegaknya
keagungbinataraan (kewibawaan) pemerintah pusat. Dengan demikian tidak
mengherankan kalau Aceh dan Papua menjadi latihan perang-perangan bagi
rezim orde baru. Bagaimanan dengan Timor-Timur, mengapa dia dari segi
pembangunan dimanjakanoleh rezim orde baru. Hal tersebut apabila dibaca
dari segi pandangan Kerajaan Mataram, maka doktrin keagungbinataraan
salah satunya menurut Moedjanto adalah memiliki kekuasaan yang luas.
Sehingga kalau Timor-timur tetap bertahan dalam wilayah RI, maka itu adalah
prasasti kedigdayaan rezim orde baru, yang mampu menambah wilayah
kekuasaan negara. Jadi dengan begitu Pak Harto dapat dipandang lebih dari
pada Bung Karno hanya mampu memasukan kekuasaan RI atas Wilayah
jajahan Hindia Belanda, sedangkan Soeharto mampu memasukan jajahan
Portugis, jadi rezim orde baru lebih mampu mewujudkan mitos Majapahit yang
memiliki kekuasaan samapi ke Kamboja.
Untuk menampilkan diri sebagai penguasa yang murah hati sebagaimana
tuntutan filsafat kepemimpinan Mataram, maka Soeharto menggelembungkan
dana APBN untuk pos INPRES dan BANPRES, yang dialokasinya tergantung
Presiden. Sehingga kalau zaman Mataram, Raja memberikan Triman
(pemberian) kepada wialayh taklukan dengan seorang putri atau memberikan
hadiah-hadiah lain, maka Soeharto memberikan hadiah berupa proyek
INPRES dan BANPRES kepada daerah yang mampu
menarik perhatian pemberian pusat baik melalui cari muka oleh para KDH
atau melalui upaya memenangkan Golkar di daerah. Sehingga tidak heran
kalau para Gubernur berlomba untuk mengumumkan kejuaraan Golkar dalam
58
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 59/66
pemilihan umum di daerah, yang kalau dinalar cara menghitungnya sangat
ajaib, sebab pemilu pagi, sore menjelang malam telah ada Gubernur yang
mengumumkan hasil perolehan Golkar yang mayoritas mutlak di antara partai
lainnya, lengkap dengan persentasenya.
Walaupun demikian, sebenarnya sebagian besar daerah-daerah yang
tergolong devisit melaksanakan otonomi aerah, mereka sudah sangat senang
dengan pola orde baru, hanya dengan tinggal pasang “tampang” yang manis
dan mangut-mangut, uang akan mengalir. Dengan demikian neraka tidak perlu
berpiir terlalu capek untuk meningkatkan PAD yang berarti harus berurusan
dengan rakyat, apalagi dengan pola baru kepala daerah di pilih oleh DPRD
secara independenapalagi kalau pemilihan kepala daerah dilaksanakan
secara langsung, dengan demikian akan membuat mereka tidak populer di
mata rakyat. Kalau Pemda Provinsi yang diwakili APPSI lain lagi, mereka
nununtut sebaiknya otonomi dilaksanakan do Provinsi sebab dalam satu
Provinsi, Kabupaten/Kota tidak memiliki resourcess yang memadai sehingga
akan lebih baik kalau otonomi dilaksanakan di provinsi agar p[rovinsi dapat
mengatur penyeimbangan kemampuan antar daerah. Alasan tersebut lumayan
presentatif, tetapi sksesnya provinsi punya kekuatan cadangan, sesbab
dengan otonomi diletakan di tingkat kabupaten/kota, maka Gubernur sudah
tidak berkuasa penuh atas Bupati dan Walikota, sesuatu gejala sindrom power.
3.Otonomi Daerah Di Masa Reformasi
Setelah tiga puluh dua tahun Presien Soeharto memegang tampuk
kekuasaan, tuntutan perubahan yang ditandai dengan gerakan reformasi, yang
menuntut perbaikan pada kehidupan politik dan demokratisasi, di samping
kehidupan ekonomi yang baru saja terpuruk. Pada era ini, pemerintahan rezim
orde baru yang pada awalnya baik, khususnya apabila dilihat dari segi
peningkatan kesejahteraan rakyat, yang ditandai dengan peningkatan
pertumbuhan ekonomi pada dekade 1980-an sampai awal 1990-an. Akhirnya
mengalami krisis moneter yang melanda kawasan Asia pada tahun 1997.
Namun keberhasilan pemeruntahan orde baru dalam bidang ekonomi,
banyak dipuji oleh dunia internasional, dan disebut sebagai suatu keajaiban
(miracle) Indonesia disebut sebagai satu di antara lima Macan Asia, yang
terdiri atas RRC, Korsel, Singapura, Malaysia, dan Indonesia. Keberhasilan
ekonomi ini tidak urung menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang
59
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 60/66
mendapatkan tempat yang terhormat dalam pergaulan bangsa-bangsa.
Penghargaan dari negara-negara lain tersebut diakui oleh Presiden Megawati
Soekarno Putri, sebagai mana yang dilansir Kompas pada edisi Senin 26
Oktober 2001. Pengakuan tersebut disampaikan oleh Megawati Soekarno Putri
pada saat memberikan penghargaan kepada jajaran Diplomat Indonesia, yang
berbunyi sebagai berikut :
“Dari dekat saya juga menyimak dengan penuh keprihatinanbetapa
menurunnya pandangan dan citra negaradan bangsa kita di luar negeri......
Kita Merasakan betapa telah tiadanya lagi rasa kagum dan berkurangnya
sikap hormat yang pernah hinggap ketika Indonesia disebut sebagai satu di
antara beberapa negara dengan pertumbuhan ekonomi yang menakjubkan
selama dasawarsa 80-an dan awal 90-an.”
Krisis moneter yang melanda Asia kemudian menjadi momentum untuk
menggusur pemerintahan orde baru. Harus diakui bahwa terlepas dari
keberhasilannya meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerintahan orde
baru telah gagal menciptakan sistem politik dan kehidupan bernegara yang
demokratis. Kegagalan tersebut ditandai dengan pemanfaatan militer dan
birokrasi untuk memanipulasi setiap pelaksana pemilihan umum. Manipulasi
tersebut ditujukan dengan keberhasilan Golkar pada setiap pemilihan umum,
yang berpuncak pada pemilihan umum pada tahun 1997, yaitu sebesar 74,52%
kemudian pimpinan Golkar yang diwakili oleh kekuatan tiga jalur Golkar yaitu
jalur A (ABRI) yang saat itu diwakili oleh Panglima ABRI Jenderal TNI Feisal
Tanjung, jalur B (birokrasi) yang diwakili Mendagri yang saat itu adalah Yogie
S. Memet, sedengakan jalur C (Golkar) diwakili oleh Harmoko sebagai Ketua
Umum Golkar. Kehadiran ketiga pimpinan tersebut bermaksud meminta
kesediaan Jenderal (Purn). Soeharto untuk dipilih kembali sebagai Presiden
Periode 1997/2002, untuk yang ke tujuh kalinya. Pada saat itu Soeharto
sebenarnya telah mempertanyakan apakah rakyat masih menghendakinya.
Pertanyaan tersebut kemudian dijawab Harmoko, bahwa setelah mengadakan
perjalanan ke daerah-daerah, ternyata rakyat masih menghendaki dan
mengharapkan Pak Harto untuk menjadi Presiden kembali. Ironis, sebab baru
dalam hitungan bulan tepatnya pada bulan Mei 1998 Harmoko sebagai ketua
DPR/MPR-RI, meminta Presiden Soeharto untuk mengundurkan diri sebagai
Presiden. Dengan demikian Pemilu 1997 dan kemenangan Golkar tersebut
60
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 61/66
hanya kamuflase. Soeharto sendiri setelah berhenti dari jabatan Presiden,
menghadapi Pemilihan Umum Reformasi 1999, mengatakan kepada wartawan
majalah jepang bahwa pemilu 1999tidak akan demokratis. Sebab untuk
menghasilkan pemilu yang demokratis perlu kesiapan yang memadai. Jadi
jelaslah pemilu era baru adalah akal-akalan.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, rezim orde baru dinilai tidak
adil oleh daerah-daerah yang memiliki nilai lebih dalam arti memiliki sumber
daya alam yang melimpah. Ketidak adilan tersebut ditandai dengan pengaturan
sistem pemerintahan daerah yang sentralistis, berdasarkan UU No. T Tahun
1974 tentang Pemerintahan Daerah. UU no. 5 Tahun 1974 sibuat dengan
asumsi bahwa dengan memberikan otonomi yang seluas-luasnya, daerah akan
menjadi tidak respek terhadap pemerintah pusat yang pada akhirnya akan
memyebabkan disintegrasi.
Sebagian besar daerah pada masa orde baru tidak bergolak, karena
pemerintah orde baru mengandalkan uang untuk membungkam kekecewaan
daerah terhadap campur tangan pemerintah pusat dalam penyelenggaraan
pemerintahan di daerah, seperti dalam pemilihan kepala daerah, atau dalam
membungkam rakyat dalam pembebasan tanah dengan label pembangunan.
Caranya macam-macam, mulai dari yang halus, sampai intimidasi dengan
menggunakan militer dan birokrasi. Politik uang tersebut dalam bidang
pemerintahan dapat dilihat betapa besarnya dana APBN yang dialokasikan
untuk Inpres dan Banpres, yang alokasinya tergantung Presiden. Untuik
sementara rakyat tidak bisa menolak, dan kedongkolan hanya disimpan dalam
hati. Bukankah barang-barang masih relatif rendah harganya, senbako masih
terjangkau oleh masyarakat walaupun demikian dendam dan kekecewaan
yang ada di dada sebagian rakyat, dikebiri hak-hak politinya, telah menjadi
bara dalam sekam yang akan meledak bila telah menemukan momentumnya.
Krisis moneter menjadi momentum melemahnya rezim Soeharto, para
intelektual politik dan mahasiswa kemudian menuntut perbaikan ekonomi.
Tuntutan akhirnya mengkristal menjadi perlawanan terhadap rezim orde baru,
rakyat yang selama tiga puluh dua tahun terpasang hak-hak politiknya,
kemudian menuntut turunya Presiden Soeharto. ABRI yang selama ini menjadi
andalan rezim orde baru, tidak bisa berbuat banyak untuk melidungi kekuasaan
orde baru. Polri malah dimusuhi oleh massa rakyat, pos-pos Polisi banyak yang
61
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 62/66
dihancurkan massa. Hanya Marinir yang mendapatkan penerimaan simpatik
dari massa.
Lemahnya pemerintahan reszim orde baru, kemudian diakui oleh gejolak di
daerah-daerah. Riau menuntut merdeka. Kalimantan, Makasar juga tidak
ketinggalan menuntut negara IndonesiaTimur malah Sulawesi merdeka. Papua
dan Aceh telah lebih dulu bergolak dan telah menjadi pekerjaan rutin militer
untuk memadamkannya, sementara di Kaluku dan Kalimantan Barat kemudian
meluas ke Poso Sulawesi Tengah, terjadi kerusuhan yang melibatkan SARA.
Tuntutan daerah-daerah surplus untuk memperoleh otonomi yang luas,
bahwa wacana federalisme telah disuarakan oelh Partai Amanat Nasional
(PAN) yang dipimpin oleh Prof. Amien Rais, pakar politik, yang juga mantan
ketua PP Muhammadiyah, yang selanjutnya banyak diakui sebagai lokomotif
reformasi. Walaupun demikian wacana federalisme yang disampaikan oleh
PAN rupanya belum bisa diterima dengan baik oleh masyarakat Indonesia,
kalangan kampus terbelah, pakar pemerintahan yang kemudian membidani
kelahiran UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Prof. Dr. Ryas
Rasyid mengatakan “Negara kita ini bisa bangkrut, kalian semua akan
sengsara. Percaya samam saya” (Siregar ; 2001 : 111). Para politisi apalagi
banyak yanmg alergi dengan issu federalisme. Megawati Soekarno Putri
sendiri yang merupakan Ketua Umum PDIP, yang kemudian memenangkan
Pemulihan Umum tahun 1999, juga menolak sistem federalisme.
Wacana federal disamakan dengan federalismenya Van Mook, ketika
memecah belah Indonesia diawal kemerdekaan, walaupun model Van Mook
telah banyak dikatakan tidak sejalan dengan semangat federalisme itu sendiri.
Sebab Van Mook dalam membangun wacana federalisme didasarkan pada
kepentingan ingin menjajah kembali Indonesia, tetapi kelompok politisi
utamanya yang berhaluan nasionalis dan didukung oleh sebagian kalangan
kampus berhasil mematikan wacana federalisme dan malah issu
federalismekemudian menjadi momok untuk mendiskreditkan PAN, sebagai
paratai yang tidak nasionalisdengan mengambarkan federalisme sebagai
bentuk pemisah-misahan daerah di Indonesia. Sehingga seorang warga
Indonesia yang tinggal di pulau Jawa bila ingin ke Sumatera harus pakai
paspor. Stigma yang demikian itu tidak urung membuat PAN yang sebelumnya
62
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 63/66
banyak diprediksikan akan menjadi partai besar tersebut, harus puas di urutan
ke lima, dengan jarak perolehan suara yang jauh dari PDIP dan Golkar.
Lengsernya Soeharto pada tanggal 21 Mei 1999, kemudian diikuti dengan
tampilnya Prof. Dr. B.J. Habibie, sebagai Presiden, juga banyak diperdebatkan,
tetapi aturan yang tertulis dalam pasal 7 UUD 1945, jelas menegaskan bahwa
bila Presiden mangkat, berhenti atau tidak dapat menjalankan kewajibannya
dalam masa jabatannya, maka ia digantikan oleh Wakil Presiensampai habis
waktunya. Kehadiran Habibie yang juga Ketua Harian Dewan Pembina Golkar
ini, mewarisi keterpurukan ekonomi yang mencapai puncaknya, yang ditandai
dengan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar yang melewati Rp. 17.000 per Dollar
AS. Habibie berupaya meningkatkan nilai tukar Rupiah, dan berhasil bertahan
pada level Rp. 6.000 per Dollar AS.
Penolakan terhadap berbagai manipulasi politik orde baru tersebut
mendapatkan momentumnya pada saat krisis moneter melanda Asia. Krisis
moneter kemudian berubah menjadi krisis multidimensi yang kemudian
merontokan mitos Indonesia sebagai negarayang mempunyai julukan ajaib.
Indonesia pasca orde baru adalah negara yang beru menata demokrasi dan
mengalami keterpurukan ekonomi.
Dalam bidang pemerintahan daerah, Habibie menjawab tuntutan
daerahkaya, dengan mengeluarkan UU No. 22 Tahun 1999 tentang
pemerintahan Daerah, dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang perimbangan
Keuangan Antara Pusat dan Daerah. Kedua UU tersebut secara substansial
sangat berbada dengan UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan Daerah.
Dalam beberapa hal, UU No. 22 Tahun 1999 dianggap telah menganut asas-
asas federalisme, seiring dengan semakin sedikitnya kewenangan yang dimiliki
pemerintah pusat di daerah. Dalam Pasal 7 UU No. 22 Tahun 1999, yang
Menegaskan bahwa kewenangan pemerintah pusat di daerah hanya meliputi :
1. Bidang pertahanan
2. Bidang Moneter dan Fiskal
3. Bidang Politik Luar Negeri
4. Bidang Peradilan
5. Agama.
63
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 64/66
Meskipun pada akhienya ditambahkan dengan kalimat “dan kewenangan
bidang lain”, kata-kata ini dikhawatirkan akan menjadi gelang karet bagi
kepentinmgan pemerintah pusat. Tetapi satu hal yang sangat substansial
adalah pasal 45 UU No. 22 Tahun 1999 yang menegaskan bahwa kepala
daerah wajib memberikan pertanggungjawaban kepada DPRD setiap akhir
tahun anggaran, serta wajib memberikan pertanggungjawaban mengenai
persoalan tertentu yang dianggap penting oleh DPRD ditegaskan bahwa DPRD
memiliki kewenangan dalam memilih, mengangkat dan juga memberhentikan
kepala daerah. Walaupun dalam pasal-pasal tersebut masih ada kewenangan
pusat dalam hal pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah, tetapi dalam
banyak hal intervensi pemerintah pusat dibuat dengan sangat minimal. Prof.
Dr. Ichlasul Amal, dalam suatu kesempatan seminar yang diadakan oleh MAP-
UGM tanggal 22 2001 menyatakan bahwa UU No. 22 Tahun 1999 telah
menganut asas parlementer, karena kepala daerah bertanggungjawab kepada
DPRD.
Berakhirnya kekuasaan Habibie sebagai akibat kebijakannya yang
kontroversi dengan mengizinkan Timor Timur mengadakan referendum, yang
kemudian menyebabkan lepasnya Tim-Tim dari Indonesia. Persoalan tersebut
menjadi sandungan utama Habibie untuk masa jabatan kedua pasca Pemilu
1999, sebab pertanggungjawabannya ditolak oleh MPR-RI. Walaupun secara
realitis kebijakan-kebijakan Habibie sebenarnya logis, tetapi realitas politik
menyatakan bahwa Habibie harus turun dari kursi kepresidenan.
Turunnya Habibie dari jabatan Presiden, menjadi momentum melemahnya
semangat UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999. Era
Abdurahman Wahid yang terpilih sebagai alternatif yang diharapkan mampu
menjembatani konflik massa akar rumput antara pendukung Habibie dan
Megawati Soekarnoputri, akhirnya harus lengser karena berbagai statmen
kontroversial yang sering dikeluarkan Gus Dur, yang berpuncak pada dekrit
pembubaran DPR/MPR-RI.
Issu otonomi pada era kepemimpinan Abdulrahman Wahid, masih tetap
terdengar, disamping karena issu otonomi telah menjadi amanat MPR juga
duduknya Prof. Dr. Ryas Rasyid sebagai Menneg Otda, dalam Kabinet
Persatuan Nasional, diyakini sebagai wujud kesungguhan pemerintahan
Abdulrahman Wahid dalam mengimplementasikan otonomi daerah
64
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 65/66
berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999. Tetapi Abdulrahman Wahid rupanya tidak
terlalu konsen dengan program otonomi daerah, yang akhirnya menimbulkan
konflik internal antara Depdagri, dibawah Dirjen Pemerintahan Umum dan
Otonomi Daerah. Lambannya penanganan implementasi otonomi daerah ini,
membuat Ryass Rasyid yang saat itu menjadi Menneg PAN mengundurkan diri
dari kabinet Abdurrahman Wahid.
Abdurrahman Wahid yang semakin banyak dipersoalkan oleh kalangan
politisi senayan, akhirnya harus turun dari kursi kepresidenan seiring dengan
hasil temuan pansus Bulogate/Brunei Gate yang memberikan kesimpulan patut
diduga kalau Abdurrahman Wahid terlibat kasus Bulogate/Brunaigate
Abdurrahman Wahid akhirnya digantikan oleh Megawati Soekarnoputri sebagai
Presiden RI. Megawati Soekarnoputri yang nasionalis telah banyak
diprediksikan sebelumnya, bahwa pemerintahannya tidak akan sungguh-
sungguh menangani pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan UU No. 22
Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999. Dalam banyak hal kedua UU tersebut
mengandung banyak persoalan. Di era Megawati Soekarnoputri dengan
Mendagrinya Hari Sabarno, timbul upaya-upaya untuk merevisi UU No. 22
Tahun 1999, padahal UU tersebut sepenuhnya dijalankan, berhubung masih
banyaknya aturan pelaksanaan kedua UU tersebut yang belum dikeluarkan
oleh pemerintah. Pro-kontra terhadap perlu tidaknya merevisi UU No. 22 Tahun
1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 tetap hangat, mengingat revisi terhadap
kedua UU tersebut ditolak oleh APKASI (Asosiasi Pemerintah Kabupaten
Seluruh Indonesia), demikian pula Asosiasi DPRD Kab/Kota menolak untuk
mengadakan revisi. Tetapi di lain pihak APPSI (Asosiasi Pemerintah Propinsi
Seluruh Indonesia) mendukung, bahkan gencar mengpampanyekan perlunya
perubahan UU No. 22 Tahun 1999, mengingat tidak semua kabupaten/kota
memiliki kemampuan yang sama, sehingga agar ada pemerataan yang adil
sebaiknya otonomi dilaksanakan di propinsi. Alasan tersebut sekilas adil dan
realistis, karena kewenanganpropinsi menjadi sangat kecil terhadap
kabupaten/kota, sehingga gubernur sudah sulit meminta loyalitas
bupati/walikota.
Apapun alasanya sebaiknua biarlah UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25
Tahun 1999 berlaku untuk jangka waktu tertentu, apabila dikemudian hati
menimbulkan ekses yang tidak berkenan di hati rakyat dalam propinsi itu, baru
65
7/16/2019 Modul Sistem Kepartaian
http://slidepdf.com/reader/full/modul-sistem-kepartaian 66/66
diadakan musyawarah bila perlu mengadakan referendum terbatas di propinsi
itu, apakah otonomi di propinsi atau di kabupaten kota. Akan lebih baik lagi
kiranya bila ide Prof. Dr. Ichlasul Amal yang sering disampaikan pada
mahasiswanya di MAP UGM, dilaksanakan, yaitu biarkan daerah memiliki UU
Otonomi sendiri-sendiri, dalam satu propinsi misalnya, dan untuk satu
kabupaten. Dengan demikian hak masing-masing kabupaten dan kota dalam
satu propinsi dapat dirundingkan bersama, agar terdapat satu kesepahaman
diantara masyarakat dalam satu propinsi, sehingga tidak ada subsidi silang yang
dipaksakan oleh satu kekuasaan dan gubernur tetap pada posisi sekarang, yang
diperlukan adalah konsensus di antara para tokoh masyarakat, dari tiap-tiap
kabupaten/kota dalam satu provinsi, tentang bagaimana seharusnya mereka
saling mendukung dan menghidupi. Demikian pula antara kecamatan dalam satu
kabupaten, dan desa dalam satu kecamatan. Musyawarah harus diutamakan,
tangan besi sudah kehilangan tuahnya, sebab seiring peningkatan kecerdasan
masyarakat, masyarakat dewasa ini sudah jarang yang akan memperlakukan
biorkrat dan aparat seperti ponggawa, sebab mereka bisa jadi jauh lebih intelek
dan sang penjahat.