muhammadiyah

46
Al- Islam Kemuhammadiyahan 1 1. Jelaskan pengertian akhlak! a) Kata akhlak berasal dari bahasa Arab, jamak dari kata khuluq yang artinya budi pekerti. Pengertian akhlak menurut istilah di ungkapkan oleh Imam Al- Ghazali , Ibrahim Anis, dan Abdul Karim Zaidan. Menurut Al-Ghazali akhlak adalah suatu bentuk (naluri asli) dalam jiwa seseorang manusia yang dapat melahirkan suatu indakan dan kelakuan dengan mudah dan spontan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Sedangkan menurut Ibrahim Anis, akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan baik / buruk tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan. Dan menurut Abdul Karim Zaidan akhlak adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa yang dengan sorotan dan pertimbangan seseorang dapat menilai perbuatannya baik / buruk untuk kemudian memilih melakukan / meninggalkannnya. Sumber : DR. Rabbi Muhammad Jauhari. 2006. Keistimewaan Akhlak Islam . Bandung: Pustaka Setia. Analisis : Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah ilmu yang menerangkan tentang perilaku atau perbuatan manusia. Akhlak sangat penting bagi manusia karena sifat seseorang dapat dilihat dari akhlaknya. Kemuliaan akhlak sangat dibutuhkan dalam kehidupan manusia yang penuh dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kita dapat menyatakan bahwa akhlak / khuluq itu adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia. Sehingga hal tersebut muncul secara spontan saat diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran /pertimbangan lebih dahulu, serta tidak memerlukan dorongan dari luar. Akhlak haruslah bersifat konstan dan spontan tanpa memerlukan pertimbangan serta dorongan dari luar. b) Pengertian akhlak terhadap Allah swt.

Upload: brent-barrett

Post on 19-Jan-2016

32 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Tugas MID AIK Bunda Nurul, Semester 1

TRANSCRIPT

Page 1: Muhammadiyah

Al- Islam Kemuhammadiyahan 1

1. Jelaskan pengertian akhlak!a) Kata akhlak berasal dari bahasa Arab, jamak dari kata khuluq yang artinya

budi pekerti. Pengertian akhlak menurut istilah di ungkapkan oleh Imam Al-Ghazali , Ibrahim Anis, dan Abdul Karim Zaidan. Menurut Al-Ghazali akhlak adalah suatu bentuk (naluri asli) dalam jiwa seseorang manusia yang dapat melahirkan  suatu indakan dan kelakuan dengan mudah dan spontan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Sedangkan menurut Ibrahim Anis, akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang dengannya lahirlah macam-macam  perbuatan baik / buruk tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan. Dan menurut Abdul Karim Zaidan akhlak adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa yang dengan sorotan dan pertimbangan seseorang dapat menilai perbuatannya baik / buruk untuk kemudian memilih melakukan / meninggalkannnya.Sumber : DR. Rabbi Muhammad Jauhari. 2006. Keistimewaan Akhlak Islam. Bandung: Pustaka Setia.Analisis : Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah ilmu yang menerangkan tentang perilaku atau perbuatan manusia. Akhlak sangat penting bagi manusia karena sifat seseorang dapat dilihat dari akhlaknya. Kemuliaan akhlak sangat dibutuhkan dalam kehidupan manusia yang penuh dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kita dapat menyatakan bahwa akhlak / khuluq itu adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia. Sehingga hal tersebut muncul secara spontan saat diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran /pertimbangan lebih dahulu, serta tidak memerlukan dorongan dari luar. Akhlak haruslah bersifat konstan dan spontan tanpa memerlukan pertimbangan serta dorongan dari luar.

b) Pengertian akhlak terhadap Allah swt.Menurut Kahar Masyhur akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Tuhan sebagai khalik. Sehingga akhlak kepada Allah dapat diartikan segala sikap atau perbuatan manusia yang dilakukan tanpa dengan berfikir lagi (spontan) yang memang seharusnya ada pada diri manusia (sebagai hamba) kepada Allah SWT. (sebagai Kholiq). Menurut pendapat Quraish Shihab bahwa titik tolak akhlak kepada Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji; demikian agung sifat itu, jangankan manusia, malaikat pun tidak akan mampu menjangkaunya.

Adapun contoh Akhlak kepada Allah itu antara lain Taqwa kepada Allah SWT.

Page 2: Muhammadiyah

Definisi taqwa adalah memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti segala Perintahnya dan menjauhi segala larangannya.

Cinta kepada Allah SWT.Definisi cinta yaitu kesadaran diri, perasaan jiwa dan dorongan hati yang menyebabkan seseorang terpaut hatinya kepada apa yang dicintainya dengan penuh semangat dan rasa kasih sayang

IkhlasDefinisinya yaitu semata-mata mengharap ridho Allah. Jadi segala apa yang kita lakukan itu semata-mata hanya mengharap ridho Allah SWT.

Khauf dan raja’Khauf yaitu kegalauan hati membayangkan sesuatu yang tidak disukai yang akan menimpanya, atau membayangkan hilangnya sesuatu yang disukainya. Raja’ yaitu memautkan hati pada sesuatu yang disukai.

Bersyukur terhadap nikmat yang diberikan AllahSyukur yaitu memuji sang pemberi nikmat atas kebaikan yang telah dilakukannya. Syukurny seorang h amba berkisar atas tiga hal, yang jika ketigany tidak berkumpul maka tidaklah dinamakan syukur. Tiga hal itu ialah mengakui nikmat dalam batin, membicaraknnya secara lahir, dan menjadikannya sebagai sarana taat kepada Allah.

MuraqobahDalam hal ini, Muraqabah diartikan bahwa kita itu selalu berada dalam pengawasan Allah SWT.

TaubatTaubat berarti kembali, yaitu kembali dari sesuatu yang buruk ke sesuatu yang baik.

Berbaik sangka kepada Allah SWT.Maksudnya kita sebagai umat yang diciptakan oleh Allah, hendaknya khusnudzon, jangan suudzon, karena apa yangakan diberikan oleh Allah itu pasti bak bagi kita.

Bertawakal kepada Allah SWT.Bertawakal yaitu kita berserah diri kepada Allah. Setelah kita memohon kepada Allah hendaknya kita berrusaha, bukan hanya diam diri untuk memenuhi do’a kita. Itu yang dimaksud dengan tawakal.

Senantiasa mengingat Allah SWT.Salah satu akhlak yang baik kepada Allah yaitu kita selalu mengingat Allah dalam keadaan apapun, baik dalam keadaan susah maupun senang.

Memikirkan keindahan ciptaan Allah SWT.Yaitu kita dianjurkan untuk melakukan Tadzabur Alam, memikirkan tentang bagaimana kita diciptakan, dan lain-lain yang berkaitan dengan ciptaan Allah yang lain, supaya kita dapat merasakan keagungan Allah SWT. Sehingga kita dapat berakhlak yang baik kepada Allah.

Melaksanakan apa-apa yang diperintahkan Allah SWT.Sebagai hamba Allah yang baik hendaknya kita melakukan Amar ma’ruf,

Menjauhi apa yang dilarang Allah SWT.Sebagai hamba Allah yang baik hendaknya kita Nahi Munkar.

Page 3: Muhammadiyah

Sumber : Ilyas,Yunahar, Dr.H,Lc,MA. 2007. Kuliah Akhlak. Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam.Analisis : Seorang muslim haruslah berahlak baik kepada Allah SWT. Karena kita sebagai manusia yang di ciptakan oleh Allah dan untuk menyembah kepada Allah, sesuai dengan firman Allah SWT yang artinya dan tidaklah Kami (Allah) ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku. Dari uraian-uraian diatas dapat dipahami bahwa akhlak terhadap Allah SWT. seharusnya diterapkan oleh manusia dengan selalu mengabdikan diri hanya kepada-Nya semata dengan penuh keikhlasan dan bersyukur kepada-Nya sehingga ibadah yang dilakukan ditujukan untuk memperoleh keridhaan-Nya. Dalam melaksanakan kewajiban yang diperintahkan oleh  Allah, terutama melaksanakan ibadah-ibadah pokok, seperti shalat, zakat, puasa, haji, haruslah menjaga kebersihan badan dan pakaian, lahir dan batin dengan penuh keikhlasan. Tentu hal tersebut bersumber kepada al-Qur'an yang harus dipelajari dan dipelihara kemurnianya dan pelestarianya oleh umat Islam.

c) Pengertian akhlak terhadap Rasulullah SAW.

Berakhlak kepada Rasulullah dapat diartikan suatu sikap yang harus dilakukan

manusia kepada Rasulullah sebagai rasa terima kasih atas perjuangannya

membawa umat manusia kejalan yang benar. Berakhlak kepada Rasulullah

perlu dilakukan atas dasar pemikiran sebagai berikut:

1.    Rasulullah SAW sangat besar jasanya dalam menyelamatkan kehidupan

manusia dari kehancuran. Berkenaan dengan tugas ini, beliau telah mengalami

penderetin lahir batin, namun semua itu diterima dengan ridha.

2.      Rasulullah SAW sangat berjasa dalam membina akhlak yang mulia.

Pembinaan ini dilakukan dengan memberikan contoh tauladan yang baik.

Allah berfirman:

﴿الاحزاب ة� ن ن� نح ة ن� س� أ�ا ه� �� ن ال ه� أ�� ن� ه�ي �س �أ نل �ن ن ا س! ن" ﴾ ٢١نلArtinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu

suri teladan yang baik. (al-Ahzab 21)

3.        Rasulullah SAW berjasa dalam mejelaskan al-Qur’an kepada manusia,

sehingga menjadi jelas dan mudah dilaksanakan. Penjelasan itu terdapat dalam

haditsnya, Firman Allah SWT:

�ه$ا ن% ن� ن& �س ه' سل ن%ا نب ن)ا �ه سل ا �أ أ( أ& ل� ن+ أ, ن% �س ه( ل ي نز أ, ن% ه� ه. ن,ا آا �س ه( سي ن� ن0 أ�� س) ن, �س أ( س ل1 اا أ��ل ن� ن3 ليي ل1 أ�ا سل ا ه�ي ن4 ن+ ن5 ه7ي �ل ن ا ن� ه9ي أ8 نل أ: س; ن> ه31 أ=�ا ن ا

�الج&+� ﴿ ن3 ه;ي أ�1 ن� نAا B٢ن﴾Artinya: Dialah yang mengutus kepada kamu yang buta huruf seorang

Rasul diantara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada

mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka kitab

Page 4: Muhammadiyah

dan hikmah. Dan sesungguhnya, mereka sebelumnya benar-benar

dalam kesesatan yang nyata. (QS al-Jumu’ah, 62; 2).

4.        Rasulullah SAW telah mewariskan hadits yang penuh dengan ajaran

yang sangat mulia dalam berbagai bidang kehidupan.

5.        Rasulullah SAW telah memberikan contoh modek masyarakat yang

sesuai dengan tuntunan agama, yaitu masyarakat yang beliau bangun di

Madinah.

Adapun diantara akhlak kita kepada Rasulullah yaitu salah satunya ridho dan

beriman kepada rasul , ridho dalam beriman kepada Rasul inilah sesuatu yang

harus kita nyatakan sebagaimana hadist nabi saw: Aku ridho kepada Allah

sebagai tuhan, islam sebagai agama dan muhammad sebagai nabi dan rasul.

Banyak cara yang dilakukan dalam berkhlak kepada Rasulullah SAW.

Diantaranya adalah sebagai berikut:

1.      Mengikuti dan mentaati Rasulullah SAW

2.      Mencintai dan memuliakan Rasulullah

3.      Mengucapkan sholawat dan salam kepada Rasulullah

4.      Mencontoh akhlak Rasulullah.

5.      Melanjutkan Misi Rasulullah.

6.      Menghormati Pewaris Rasul

7.      Menghidupkan Sunnah Rasul

Sumber : Asmaran. 2002. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: PT. Raja

Grafindo. Mustofa. 1997. AKHLAK TASAWUF. Bandung: Pustaka Setia.

Analisis : Disamping akhlak kepada Allah SWT, sebagai muslim kita

juga harus berakhlak kepada Rasulullah SAW, meskipun beliau sudah wafat

dan kita tidak berjumpa dengannya, namun keimanan kita kepadanya membuat

kita harus berakhlak baik kepadanya, sebagaimana keimanan kita kepada

Allah Swt membuat kita harus berakhlak baik kepada-Nya. Meskipun

demikian, akhlak baik kepada Rasul pada masa sekarang tidak bisa kita

wujudkan dalam bentuk lahiriyah atau jasmaniyah secara langsung

sebagaimana para sahabat telah melakukannya. Pada dasarnya, utusan Tuhan

(rasulullah) adalah manusia biasa yang tidak berbeda dengan manusia lain.

Namun demikian, terkait dengan status “rasul” yang disandangkan Tuhan

kepada dirinya, terdapat ketentuan khusus dalam bersikap terhadap utusan

yang tidak bisa disamakan dengan sikap kita terhadap orang lain pada

umumnya. Selain itu, dengan berakhlak baik terhadap Rasulullah SAW, secara

Page 5: Muhammadiyah

langsung kita juga telah melanjutkan misi Rasulullah SAW dan menghidupkan

sunnah.

d) Pengertian akhlak pribadi dalam IslamAkhlak pribadi terhadap diri sendiri meliputi kewajiban terhadap dirinya disertai dengan larangan merusak, membinasakan dan menganiaya diri sendiri baik secara jasmani maupun secara rohani. Akhlak pribadi seseorang itu ada dua macam yaitu akhlak pribadi yang baik dan akhlak pribadi yang buruk. Aklak pribadi yang baik misalnya sidiq, iffah, amanah, mujahadah, istiqomah, saj’ah, tawadhu, malu, dan lain sebagainya. Akhlak pribadi yang buruk misalnya suka berbohong, berkhianat, pantang menyerah tidak tau mali dan lain sebagainya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi akhlak pribadi seseorang antara lain faktor intern, yaitu faktor yang mempengaruhi dalam diri sendiri, faktor ekstern yaitu faktor dari luar baik dari keluarga, kelpompok, sahabat ataupun masyarakat. Oleh karena itu, agar sifat pribadi seseorang muslim selalu terjaga dengan baik ada beberapa cara agar akhlak pribadi seseorang terbentuk baik diantaranya akidah (keyakinan) Yang benar, berdo’a kepada Allah SWT, mujahadah (perjuangan), muhasabah (intropeksi diri ), tafakkur (merenung) dampak positif dari akhlak mulia, melihat dampak negatif dari akhlak tercela , jangan pernah berputus asa,  bercita – cita yang tinggi, berpaling dari orang-orang yang bodoh (jahil) dan lain sebagainya.

Sumber : Asmaran, 1992. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta : Rajawali

Citra Pers. Darma, 2010. Akhalak pribadi. Tersedia:

http://dafiyoe.blogspot.com/2010/11/akhlak-pribadi.html di akses pada tanggal

20 Desember 2013 pukul 19.00 WIB.

Analisis : Keberadaan akhlak mulia bagi setiap pribadi adalah buah dari keimanan yang kental. Dan ini merupakan kekayaan yang tinggi nilainya dalam kehidupan manusia. Untuk itu, sejak awal, kita harus berusaha memburu keilmuan tentang hal ini sebagai bekal dalam membangun kehidupan. Dalam hal ini, kita telah sepakat bahwa kemuliaan akhlak akan tumbuh dengan baik, bila individu-individu telah memiliki akhlak mulia. Dan Rasulullah SAW adalah contoh utama pembentuk akhlak dalam kehidupan setiap muslim. Dalam sebuah hadits, Nabi SAW bersabda, "Sesungguhnya aku diutuskan untuk menyempurnakan akhlak yang mulia." (HR. Ahmad). Harapan demikian, insya Allah akan terwujud, manakala setiap diri kita meniatkan secara sungguh-sungguh lagi ikhlas mengharap ridha-Nya. Sehingga dari sini, akan terbentuk sebuah tatanan yang terjalin dengan nilai-nilai akhlakul karimah. Dan melalui nilai-nilai ini dan disiplin yang diamalkan oleh anggota masyarakat, maka akan lahirlah sebuah masyarakat yang aman, damai, harmonis, dan diselimuti ruhiah Islam. Beberapa nilai akhlak Islam menjadi tonggak amalan, sehingga patut dikedepankan bagi setiap muslim dalam melahirkan individu/pribadi unggul. 

2. Bagaimana akhlak bermasyarakat?a) Bertamu dan menerima tamu

1. BERTAMU

Page 6: Muhammadiyah

Bertamu dalah berkunjung ke rumah orang lain dalam rangka mempererat silahturrahim. Maksud orang lain disini bisa tetangga, saudara (sanak famili), teman sekantor, teman seprofesi, dan sebagainya. Bertamu tentu ada maksud dan tujuannya, antara lain menjenguk yang sedang sakit, ngobrol-ngobrol biasa, membicarakan bisnis, membicarakan masalah keluarga, dan sebagainya.Tujuan utama bertamu menurut islam adalah menyambung persaudaraan atau silaturrahim. Silaturrahim tidak hanya bagi saudara sedarah (senasab) tapi juga saudara seiman. Allah Swt memerintahkan agar kita menyambung hubungan baik dengan orang tua, saudara, kaum kerabat, dan orang-orang mu`min yang lain. Mempererat tali sillaturahim baik dengan tetangga, sanak keluarga, maupun teman sejawat merupakan perintah agama islam agar senantiasa membina kasih sayang, hidup rukun, tolong menolong, dan saling membantu antara yang kaya dengan yang miskin.

Silahturahim tidak saja menghubungkan tali persaudaraan, tetapi juga akan banyak menambah wawasan ataupun pengalaman karena bisa saja pada saat berinteraksi terjadi pembicaraan-pembicaraan yang berkaitan dengan masalah-masalah perdagangan baru tentang bagaimana caranya mendapatkan rezeki, dan sebagainya. Apabila manusia memutuskan apa-apa yang diperintahkan oleh Allah untuk dihubungkan, maka ikatan sosial masyarakat akan berantakan, kerusakan menyebar di setiap tempat, permusuhan terjadi dimana-mana, sifat egoisme muncul kepermukaan. Sehingga setiap individu masyarakat menjalani hidup tanpa petunjuk, seorang tetangga tidak mengetahui hak tetangganya, seorang faqir merasakan penderitaan dan kelaparan sendirian karena tidak ada yang peduli.

“ Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (QS. An Nisa’ : 1)

 Etika Bertamu

1) Meminta izin masuk maksimal sebanyak tiga kaliDalam hal ini (memberi salam dan minta izin), sesuai dengan

poin pertama, maka batasannya adalah tiga kali. Maksudnya adalah, jika kita telah memberi salam tiga kali namun tidak ada jawaban atau tidak diizinkan, maka itu berarti kita harus menunda kunjungan kita kali itu. Adapun ketika salam kita telah dijawab, bukan berarti kita dapat membuka pintu kemudian masuk begitu saja atau jika pintu telah terbuka, bukan berarti kita dapat langsung masuk. Mintalah izin untuk masuk dan tunggulah izin dari sang pemilik rumah untuk memasuki rumahnya. Hal ini disebabkan, sangat dimungkinkan jika seseorang langsung masuk, maka ‘aib atau hal yang tidak diinginkan untuk dilihat belum sempat ditutupi oleh sang pemilik rumah.

“jika kamu tidak menemui seorangpun didalamnya, Maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. dan jika dikatakan kepadamu: “Kembali (saja)lah, Maka hendaklah kamu

Page 7: Muhammadiyah

kembali. itu bersih bagimu dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS An Nur : 28).

Hadis Riwayat Abu Musa Al-Asy’ary ra, dia berkata: “Rasulullah bersabda, ‘Minta izin masuk rumah itu tiga kali, jika diizinkan untuk kamu (masuklah) dan jika tidak maka pulanglah!’” (HR. Bukhari dan Muslim)

2) Berpakaian yang rapi dan pantasBertamu dengan memakai pakaian yang pantas berarti

menghormati tuan rumah dan dirinya sendiri. Tamu yang berpakaian rapi dan pantas akan lebih dihormati oleh tuan rumah, demikian pula sebaliknya. Firman Allah,

“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri….” (QS. Al Isra : 7)

3) Memberi isyarat dan salam ketika datangFirman Allah

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat.” (QS An Nur : 27)

4) Jangan mengintip ke dalam rumahMengintip ke dalam rumah sering terjadi ketika seseorang

penasaran apakah ada orang di dalam rumah atau tidak. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat mencela perbuatan ini dan memberi ancaman kepada para pengintip, sebagaimana dalam sabdanya,

 “Dari Sahal bin Saad ia berkata: Ada seorang lelaki mengintip dari sebuh lubang pintu rumah Rasulullah SAW dan pada waktu itu beliau sedang menyisir rambutnya. Maka Rasulullah SAW bersabda: “Jika aku tahu engkau mengintip, niscaya aku colok matamu. Sesungguhnya Allah memerintahkanuntuk meminta izin itu adalah karena untuk menjaga pandangan mata.” (HR Bukhari)

5) Memperkenalkan diri sebelum masukApabila tuan rumah belum tahu/belum kenal, hendaknya tamu

memperkenalkan diri secara jelas, terutama jika bertamu pada malam hari. Diriwayatkan dalam sebuah hadits, “dari Jabir ra Ia berkata: Aku pernah datang kepada Rasulullah SAW lalu aku mengetuk pintu rumah beliau. Nabi SAW bertanya: “Siapakah itu?” Aku menjawab: “Saya”

Page 8: Muhammadiyah

Beliau bersabda: “Saya, saya…!” seakan-akan beliau marah” (HR Bukhari)

6) Tamu lelaki dilarang masuk kedalam rumah apabila tuan rumah hanya seorang wanita

Dalam hal ini, perempuan yang berada di rumah sendirian hendaknya juga tidak memberi izin masuk tamunya. Mempersilahkan tamu lelaki ke dalam rumah sedangkan ia hanya seorang diri sama halnya mengundang bahaya bagi dirinya sendiri. Oleh sebab itu, tamu cukup ditemui diluar saja.

7) Masuk dan duduk dengan sopanSetelah tuan rumah mempersilahkan untuk masuk, hendajnya

tamu masuk dan duduk dengan sopan di tempat duduk yang telah disediakan. Tamu hendaknya membatasi diri, tidak memandang kemana-mana secara bebas. Pandangan yang tidak dibatasi (terutama bagi tamu asing) dapat menimbulkan kecurigaan bagi tuan rumah. Tamu dapat dinilai sebagai orang yang tidak sopan, bahkan dapat pula dikira sebagai orang jahat yang mencari-cari kesempatan. Apabila tamu tertarik kepada sesuatu (hiasan dinding misalnya), lebih ia berterus terang kepada tuan rumah bahwa ia tertarik dan ingin memperhatikannya.

8) Menerima jamuan tuan rumah dengan senang hatiApabila tuan rumah memberikan jamuan, hendaknya tamu

menerima jamuan tersebut dengan senang hati, tidak menampakkan sikap tidak senang terhadap jamuan itu. Jika sekiranya tidak suka dengan jamuan tersebut, sebaiknya berterus terang bahwa dirinya tidak terbiasa menikmati makanan atau minuman seperti itu. Jika tuan rumah telah mempersilahkan untuk menikmati, tamu sebaiknya segera menikmatinya, tidak usah menunggu sampai berkali-kali tuan rumah mempersilahkan dirinya. Mulailah makan dengan membaca basmalah dan diakhiri dengan membaca hamdalah

Rasulullah bersabda, “Jika seseorang diantara kamu hendak makan maka sebutlah nama Allah, jika lupa menyebut nama Allah pada awalnya, hendaklah membaca: Bismillahi awwaluhu waakhiruhu.” ( HR Abu Daud dan Turmudzi)

9) Makanlah dengan tangan kanan, ambilah yang terdekat dan jangan memilih

Islam telah memberi tuntunan bahwa makan dan minum hendaknya dilakukan dengan tangan kanan, tidak sopan dengan tangan

Page 9: Muhammadiyah

kiri (kecuali tangan kanan berhalangan). Cara seperti ini tidak hanya dilakukan saat bertamu saja. Mkelainkan dalam berbagai suasana, baik di rumah sendiri maupun di rumah orang lain.

10) Bersihkan piring, jangan biarkan sisa makanan berceceranSementara ada orang yang merasa malu apabila piring yang

habis digunakan untuk makan tampak bersih, tidak ada makann yang tersisa padanya. Mereka khawatir dinilai terlalu lahap. Islam memberi tuntunan yang lebih bagus, tidak sekedar mengikuti perasaan manusia yang terkadang keliru. Tamu yang menggunakan piring untuk menikmati hidangan tuan rumah, hendaknya piring tersebut bersih dari sisa makanan. Tidak perlu menyisakan makanan pada pring yang bekas dipakainya yang terkadang menimbulkan rasa jijik bagi yang melihatnya.

11) Segeralah pulang setelah selesai urusanKesempatan bertamu dapat digunakan untuk membicarakan

berbagai permasalahan hidup. Namun demikian, pembicaraan harus dibatasi tentang permasalahan yang penting saja, sesuai tujuan berkunjung. Hendaknya dihindari pembicraan yang tidak ada ujung pangkalnya, terlebih membicarakan orang lain. Tamu yang bijaksana tidak suka memperpanjang waktu kunjungannya, ia tanggap terhadap sikap tuan rumah. Apabila tuan rumah tekah memperhatikan jam, hendaknya tamu segera pamit karena mungkin sekali tuan rumah akan segera pergi atau mengurus masalah lain. Apabila tuan ruamh menghendaki tamunya untuk tetap tinggal dahulu, hendaknya tamu pandai-pandai membaca situasi, apakah permintaan itu sungguh-sungguh atau hanya sekadar pemanis suasana. Apabila permintaan itu sungguh-sungguh maka tiada salah jika tamu memperpanjang masa kunjungannya sesuai batas kewajaran.

12) Lama Waktu Bertamu Maksimal Tiga Hari Tiga MalamTerhadap tamu yang jauh tempat tinggalnya, Islam memberi

kelonggaran bertamu selama tiga hari tiga malam. Waktu twersebut dikatakan sebagai hak bertamu. Setelah waktu itu berlalu maka habislah hak untuk bertamu, kecuali jika tuan rumah menghendakinya. Dengan pembatasan waktu tiga hari tiga malam itu, beban tuan rumah tidak telampau berat dalam menjamu tamunya.

2. MENERIMA TAMUMenerima kehadiran tamu yang datang kepada kita hendaknya dapat

menunjukkan kesan yang baik kepada tamu kita, seperti pesan Rasulullah,

Page 10: Muhammadiyah

) البخارى ) رواه ه� �ي�ف �ض ال�ي�ك�ر#م� �ف ر# اال�خ# ال�ي�و�م# �و الله# ب#ا ي�ؤ�م#ن� �ك�ا�ن م�ن�

“ Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklan memuliakan tamunnya ( H.R Bukhari dan Muslim ).

Dengan demikian Islam memberikan aturan agar setiap muslim memuliakan setiap tamu yang datang, kerena memuliakan tamu sebagai perwujudan keimanan kepada Allah dan hari akhir.

Etika menerima tamu

1) Berpakaian yang pantasSebagaimana orang yang bertamu, tuan rumah hendaknya

mengenakan pakaian yang pantas pula dalam menerima kedatangan tamunya. Berpakaian pantas dalam menerima kedatangan tamu berarti menghormati tamu dan dirinya sendiri. Islam menghargai kepada seorang yang berpakaian rapih, bersih dan sopan. Rasululah SAW bersabda, “Makan dan Minunmlah kamu, bersedekahlah kamu dan berpakaianlah kamu, tetapi tidak dengan sombong dan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah amat senang melihat bekas nikmatnya pada hambanya.” (HR Baihaqi)

2) Menerima tamu dengan sikap yang baikTuan rumah hendaknya menerima kedatangan tamu dengan

sikap yang baik, misalnya dengan wajah yang cerah, muka senyum dan sebagainya. Sekali-kali jangan acuh, apalagi memalingkan muka dan tidak mau memandangnmya secara wajar. Memalingkan muka atau tidak melihat kepada tamu berarti suatu sikap sombong yang harus dijauhi sejauh-jauhnya.

3) Menjamu tamu sesuai kemampuan dan tidak perlu mengada-adakanTermasuk salah satu cara menghormati tamu ialah memberi

jamuan kepadanya. Kewajiban menjamu tamu yang ditentukan oleh Islam hanyalah sebatas kemampuan tuan rumah. Oleh sebab itu, tuan rumah tidak perlu terlalu repot dalam menjamu tamunya. Bagi tuan rumah yang mampu hendaknya menyediakan jamuan yang pantas, sedangkan bagi yang kurang mampu henaknya menyesuaikan kesanggupannya. Jika hanya mampu memberikan air putih maka air putih itulah yang disuguhkan. Apabila air putih tidak ada, cukuplah menjamu tamunya dengan senyum dan sikap yang ramah

4) Lama waktu

Page 11: Muhammadiyah

Sesuai dengan hak tamu, kewajiban memuliakan tamu adalah tiga hari, termasuk hari istimewanya. Selebihnya dari waktu itu adalah sedekah baginya. Sabda Rasulullah,

) عليه ) متفق ع�ل�ي�ه# ة� �د�ق �ص �و ه� �ف �ذ�ال#ك �اء �و�ر �ك�ان ا �م �ف �ي?ام< ا ث�ال�ث�ة� ة� �ي�اف Bلض�ا

“ Menghormati tamu itu sampai tiga hari. Adapun selebihnya adalah merupakan sedekah baginya,.” (HR Muttafaqu Alaihi)

5) Antarkan sampai ke pintu halaman jika tamu pulangSalah satu cara terpuji yang dapat menyenangkan tamu adalah

apabila tuan rumah mengantarkan tamunya sampai ke pintu halaman. Tamu akan merasa lebih semangat karena merasa dihormati tuan rumah dan kehadirannya diterima dengan baik.

6) Wanita yang sendirian di rumah dilarang menerima tamu laki-laki masuk ke dalam rumahnya tanpa izin suaminya

Larangan ini bermaksud untuk menjaga fitnah dan bahaya yang mungkin terjadi atas diri wanita tersebut. Allah berfirman,

“… Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)…”.(QS. An Nisa : 34)Rasulullah SAW bersabda;

( و البجارى و احمد رواه ا �ي�ت#ه اع# �ر ع�ن� Fة�ل ئ�و� م�س� �ه#ي �و ا �ه و�ج# �ز ب�ي�ت# ف#ى Fة�ي اع# �ر أ�ة� ر� ��ل�م ا) عمر ابن و الترمدى و داود ابو و مسلم

“ Wanita itu adalah (ibarat) pengembala di rumah suaminya. Dia akan ditanya tentang pengembalaannya (dimintai pertanggung jawaban).” (HR Ahmad, bukhari, Muslim, Abu Daud, Turmudzi dan Ibnu Umar).

Oleh sebab itu, tamu lelaki cukup ditemui diluar rumah saja, atau diminta datang lagi (jika perlu) saat suaminya telah pulang bekerja. Membiarkan tamu lelaki masuk ke dalam rumah padahal dia (wanita tersebut) hany seorang diri, sama saja dengan membuka peluang besar akan timbulnya bahaya bagi diri sendiri. Bahaya yang dimaksud dapat berupa hilangnya harta dan mungkin sekali akan timbul fitnah yang mengancam kelestarian rumah tangganya.

Sumber : Sinaga, Hasanudin dan Zaharuddin. 2004. Pengantar Studi

Akhlak. Jakarta: PT. Raja Grafindo.Analisis : Bertamu merupakan tradisi masyarakat yang selalu dilestarikan. Dengan bertamu seorang dapat menjalin persaudaraan bahkan

Page 12: Muhammadiyah

dapat menjalin kerja sama untuk meringankan berbagai masalah yang dihadapi dalam kehidupan. Tujuan adalah untuk menjalin persaudaraan ataupun perahabatan. Sedangkan bertamu kepada orang yang belum dikenal, memiliki tujuan untuk saling memperkenalkan diri ataupun bermaksud lain yang belum diketahui kedua belah pihak. Bertamu merupakan kebiasaan poitif dalam kehidupan bermasyarakat. Al Qur’an memberikan isyarat yang tegas, betapa pentingnya setiap orang yang bertemu dapat menjaga diri agar tetap menghormati tuan rumah. Setiap tamu harus berusaha menahan segala keinginan dan kehendaknya sekalipun jika tuan rumah tidak berkenan menerimanya. Demikin pula apabila kegiatan bertamu telah usai, maka seorang yang bertamu telah usai, maka seorang yang bertamu harus meninggalkan kesan yang baik dan menyenagkan bagi tuan rumah. Karena itu haram hukumnya orang yang bertamu meninggalkan kekecewaan ataupun kesusahan bagi tuan rumah.

Islam sebagai agama yang sangat serius dalam memberikan perhatian orang yang sedang bertamu. Oleh karena itu, menghormati tamu merupakan perhatian yang mendatangkan kemuliaan di dunia dan akhirat. Setiap muslim wajib memuliakan tamu, tanpa membeda-bedakan statu social ataupun maksud dan tujuan bertamu.Memuliakan tamu dilakukan antara lain dengan menyambut kedatangannya dengan muka manis dan tutur kata yang lemah lembut, mempersilahkan duduk ditempat yang baik. Menyediakan ruangan khusus untuk menerima tamu yang selau dijaga kerapian dan kelestariannya. Menerima tamu merupakan bagian dari aspek sosial dalam ajaran Islam yang harus terus dijaga. Menerima tamu dengan penyambutan yang baik merupakan cermin diri dan menunjukkan kualitas kepribadian seorang muslim. Setiap muslim harus membiasakan diri untuk menyambut setiap tamu yang datang dengan penyambutan dengan suka cita. Agar dapat menyambut tamu dengan suka cita maka tuan rumah harua menghadirkan pikiran yang positif (husnudon )terhadap tammu, jangan sampai kehadiran tamu disertai dengan munculnya pikiran negative dari tuan rumah (su’udzon). Menerima tamu sebagai perwujudan keimanan, artinya semakin kuat iman seseorang, maka semakin ramah dan antun dalam menyambut tamunya karena orang yang beriman meyakini bahwa menyambut tamu bagian dari perintah Allah. Menyambut tamu dapat meningkatkan akhlak, mengembangkan kepribadian, dan tamu juga dapat dijadikan sebagai sarana untuk mendpatkan kemashalatan dunia ataupun akhirat.

b) Hubungan baik dengan tetangga Islam adalah agama rahmah yang penuh kasih sayang. Dan hidup rukun dalam bertetangga adalah moral yang sangat ditekankan dalam Islam. Jika umat Islam memberikan perhatian dan menjalankan poin penting ini, niscaya akan tercipta kehidupan masyarakat yang tentram, aman dan nyaman.

Batasan TetanggaSiapakah yang tergolong tetangga? Apa batasannya? Karena besarnya hak tetangga bagi seorang muslim dan adanya hukum-hukum yang terkait

Page 13: Muhammadiyah

dengannya, para ulama pun membahas mengenai batasan tetangga. Para ulama khilaf dalam banyak pendapat mengenai hal ini. Sebagian mereka mengatakan tetangga adalah ‘orang-orang yang shalat subuh bersamamu’, sebagian lagi mengatakan ’40 rumah dari setiap sisi’, sebagian lagi mengatakan ’40 rumah disekitarmu, 10 rumah dari tiap sisi’ dan beberapa pendapat lainnya (lihat Fathul Baari, 10 / 367). Namun pendapat-pendapat tersebut dibangun atas riwayat-riwayat yang lemah. Oleh karena itu Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani berkata: “Semua riwayat dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam yang berbicara mengenai batasan tetangga adalah lemah tidak ada yang shahih. Maka zhahirnya, pembatasan yang benar adalah sesuai ‘urf” (Silsilah Ahadits Dha’ifah, 1/446). Sebagaimana kaidah fiqhiyyah yang berbunyi al ‘urfu haddu maa lam yuhaddidu bihi asy syar’u (adat kebiasaan adalah pembatas bagi hal-hal yang tidak dibatasi oleh syariat). Sehingga, yang tergolong tetangga bagi kita adalah setiap orang yang menurut adat kebiasaan setempat dianggap sebagai tetangga kita.

Kedudukan Tetangga Bagi Seorang MuslimHak dan kedudukan tetangga bagi seorang muslim sangatlah besar dan mulia. Sampai-sampai sikap terhadap tetangga dijadikan sebagai indikasi keimanan. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

Cأ ن� نDا Eس Fه �س أي س� ن� Fه Gه آا سل ا Eه س� ني سل ن%ا ه� �� ن ه5ال أ3 ه1 Hس أ, �ن ن ا س3 ن1“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya

ia muliakan tetangganya” (HR. Bukhari 5589, Muslim 70)Bahkan besar dan pentingnya kedudukan tetangga bagi seorang muslim sangatlah ditekankan, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

أ� Iأ ل� ن� أي ن� أ� =� ن ن�ا Jأ س ن Kن ن�)ى نح ه� نجا سلـ ه5ا سي ه سي Nه س� أ, أ: س, Fه س; Dه ن� نOا ن1ا“Jibril senantiasa menasehatiku tentang tetangga, hingga aku mengira bahwa tetangga itu akan mendapat bagian harta waris” (HR. Bukhari 6014, Muslim 2625)Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menjelaskan: “Bukan berarti dalam hadits ini Jibril mensyariatkan bagian harta waris untuk tetangga karena Jibril tidak memiliki hak dalam hal ini. Namun maknanya adalah beliau sampai mengira bahwa akan turun wahyu yang mensyariatkan tetangga mendapat bagian waris. Ini menunjukkan betapa ditekankannya wasiat Jibril tersebut kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam” (Syarh Riyadhis Shalihin, 3/177)

Anjuran Berbuat Baik Kepada TetanggaKarena demikian penting dan besarnya kedudukan tetangga bagi seorang muslim, Islam pun memerintahkan ummatnya untuk berbuat baik terhadap tetangga. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya) :

Pه أ أج سل ا ه� نجا سل ن%ا ىى ن5 Fس أ" سل ا هRي ه� نجا سل ن%ا ه3 ه ي ن�ا ن& سل ن%ا ىى ن1 ن)ا ني سل ن%ا ىى ن5 Fس أ" سل ا ه7ي ه5 ن% ا=ا ن�ا سح ه$ا ه3 س, ن! هل ن�ا سل ه5ا ن% S اUا سي Vن ه� ه5 أ �ا Fه Wس أ. نلا ن% ن� �� ن ال أ!%ا أ; س0 ن%ا ا�ا �Xأ ن� الا ن)ا Xس أ1 �ن ن ا س3 ن1 Pأ� ه' أ, نلا ن� �� ن ال �ن� ه$ا S �س �أ أ= ن&ا س, ن�ا Jس �ن ن� ن1 ن1ا ن% ه: ه;ي ن�� ال ه3 س5 ن%ا Pه س نج سل ه5ا Pه هح ن�Zا ن%ال

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat,

Page 14: Muhammadiyah

anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang memiliki hubungan kerabat dan tetangga yang bukan kerabat, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri” (QS. An Nisa: 36)Syaikh Abdurrahman As Sa’di menjelaskan ayat ini: “Tetangga yang lebih dekat tempatnya, lebih besar haknya. Maka sudah semestinya seseorang mempererat hubungannya terhadap tetangganya, dengan memberinya sebab-sebab hidayah, dengan sedekah, dakwah, lemah-lembut dalam perkataan dan perbuatan serta tidak memberikan gangguan baik berupa perkataan dan perbuatan” (Tafsir As Sa’di, 1/177)Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:

Cه ه� نجا هلـ �س أ8 Fأ سي Gن ه� ال� ن! س ه0 �ه نFا سي هج سلـ ا Fأ سي Gن ن% ، ه� ه; هح نZا هل �س أ8 Fأ سي Gن ه� ال� ن! س ه0 هب ن'ا Nس ن�ا سال Fأ سي Gن“Sahabat yang paling baik di sisi Allah adalah yang paling baik sikapnya terhadap sahabatnya. Tetangga yang paling baik di sisi Allah adalah yang paling baik sikapnya terhadap tetangganya” (HR. At Tirmidzi 1944, Abu Daud 9/156, dinilai shahih oleh Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah 103)Maka jelas sekali bahwa berbuat baik terhadap tetangga adalah akhlak yang sangat mulia dan sangat ditekankan penerapannya, karena diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

Bentuk-Bentuk Perbuatan Baik Kepada TetanggaSemua bentuk akhlak yang baik adalah sikap yang selayaknya diberikan kepada tetangga kita. Diantaranya adalah bersedekah kepada tetangga jika memang membutuhkan. Bahkan anjuran bersedekah kepada tetangga ini sangat ditekankan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam :

ه� ه; س Dن نلى $ا ة\ ه[ نDا Cأ أ� نDا ن% أ\ ن; Wس ن, سي �ل7 ن ا أ3 ه1 Hس أ& سلـ ا ن سي نل“Bukan mukmin, orang yang kenyang perutnya sedang tetangga sebelahnya kelaparan” (HR. Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubra 18108, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah 149)

Beliau juga bersabda:ن_ س% Fأ س+ ن& ه5 ا ن( س ه1 �س أ( س; Nه ن�ا ن� ن ه= ا Fن سي Dه س3 ه1 Jن سي ن5 ن: س8 ن�ا Fس aأ س= ا �ن� Iأ ، Cأ bن ا ن1 Fس cه س ن�ا ن� ا ا> Fن ن1 Jن Xس ن; dن ا Rن ه$ا

“Jika engkau memasak sayur, perbanyaklah kuahnya. Lalu lihatlah keluarga tetanggamu, berikanlah sebagiannya kepada mereka dengan cara yang baik” (HR. Muslim 4766)Dan juga segala bentuk akhlak yang baik lainnya, seperti memberi salam, menjenguknya ketika sakit, membantu kesulitannya, berkata lemah-lembut, bermuka cerah di depannya, menasehatinya dalam kebenaran, dan sebagainya.

Jika Bertetangga dengan Non-MuslimDalam firman Allah Ta’ala pada surat An Nisa ayat 36 di atas, tentang anjuran berbuat baik pada tetangga, disebutkan dua jenis tetangga. Yaitu al jaar dzul qurbaa (tetangga dekat) dan al jaar al junub (tetangga jauh). Ibnu Katsir menjelaskan tafsir dua jenis tetangga ini: “Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa al jaar dzul qurbaa adalah tetangga yang masih ada hubungan kekerabatan dan al jaar al junub adalah tetangga yang tidak memiliki hubungan

Page 15: Muhammadiyah

kekerabatan”. Beliau juga menjelaskan: “Dan Abu Ishaq meriwayatkan dari Nauf Al Bikali bahwa al jaar dzul qurbaa adalah muslim dan al jaar al junub adalah Yahudi dan Nasrani” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/298). Anjuran berbuat baik kepada tetangga berlaku secara umum kepada setiap orang yang disebut tetangga, bagaimana pun keadaannya. Ketika menjelaskan hadits

أ� Iأ ل� ن� أي ن� أ� =� ن ن�ا Jأ س ن Kن ن�)ى نح ه� نجا سلـ ه5ا سي ه سي Nه س� أ, أ: س, Fه س; Dه ن� نOا ن1ا“Jibril senantiasa menasehatiku tentang tetangga, hingga aku mengira bahwa tetangga itu akan mendapat bagian harta waris”Al ‘Aini menuturkan: “Kata al jaar (tetangga) di sini mencakup muslim, kafir, ahli ibadah, orang fasiq, orang jujur, orang jahat, orang pendatang, orang asli pribumi, orang yang memberi manfaaat, orang yang suka mengganggu, karib kerabat, ajnabi, baik yang dekat rumahnya atau agak jauh” (Umdatul Qaari, 22/108) Demikianlah yang dilakukan para salafus shalih. Dikisahkan dari Abdullah bin ‘Amr Al Ash:

: �ن �� ن ن� ن% ه� سي ن� ن0 أ� ال� ن��ى Nن ه� �� ن ال ن� أ�� ن� Jأ س+ ه& ن� لي؟ fه أ(� ني سل ا ن=ا ه� نجا هل Jن س, ن! س8 ن�ا الي(�ي؟ لجا�=ا J,!8ا� لغAا�1 ��", ن: ن+ نج ن� ، ة نVا أ� نل Jس ن' ه5 Rأ أ� =� ن ن�ا ” :�Iي��� �ا=� JK 5الجا�ح)ى هي هNي أ,� أ: ,Fه س; Dه ن� نOا ن1ا أ� أ"� ن,

“Beliau menyembelih seekor kambing. Beliau lalu berkata kepada seorang pemuda: ‘akan aku hadiahkan sebagian untuk tetangga kita yang orang Yahudi’. Pemuda tadi berkata: ‘Hah? Engkau hadiahkan kepada tetangga kita orang Yahudi?’. Aku mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda ‘Jibril senantiasa menasehatiku tentang tetangga, hingga aku mengira bahwa tetangga itu akan mendapat bagian harta waris‘” (HR. Al Bukhari dalam Al Adabul Mufrad 78/105, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Adabil Mufrad)Oleh karena itu para ulama menjelaskan bahwa tetangga itu ada tiga macam: Tetangga muslim yang memiliki hubungan kerabat. Maka ia memiliki 3 hak, yaitu:hak tetangga, hak kekerabatan, dan hak sesama muslim. Tetangga muslim yang tidak memiliki hubungan kekerabatan. Maka ia memiliki 2 hak, yaitu: hak tetangga, dan hak sesama muslim. Tetangga non-muslim. Maka ia hanya memiliki satu hak, yaitu hak tetangga.

Sumber : Pratama, Yulian. 2011. Akhlak Bertetangga dalam Islam [word]. Tersedia di: http://muslim.or.id [diakses pada 10 Januari 2014].Analisis : Bertetangga adalah bagian dari kehidupan manusia yang tidak bisa dipisahkan, kerana secara otomatis manusia tidak bisa hidup secara individu, tetapi manuisa adalah makhluk sosial yg harus hidup bersama. Salah satu contohnya adalah tetangga. Hubungan dengan tetangga harus terjalin dengan baik di kehidupan masyarakat. Masalah dengan tetangga adalah masalah yang sangat ditekankan sekali dalam Islam karena kita hidup membutuhkan orang lain. Dalam bertetangga hendaknya kita menbangun hubungan yang baik, jangan sampai terjadi masalah dalam bertetangga . Apabila tetangga kita membutuhkan bantuan kita, hendaknya kita tidak mengabaikannya. Sebisa mungkin kita harus berupaya menolong. Hak ini tidak hanya berlaku kepada sesama muslim , akan tetapi berlaku juga untuk tetangga Non-Muslim. Selain itu dalam bertetangga dan bermasyarakat hendaknya kita bisa menimbulkan rasa sosial serta solidaritas yang tinggi serta menghilangkan rasa ingin menang sendiri ( egois ) dan menghindari dari berbagai masalah serta konflik yang sering terjadi dalam bertetangga dan bermasyarakat.

Page 16: Muhammadiyah

c) Hubungan baik dengan masyarakat

Selain dengan tamu dan tetangga, seorang Muslim harus dapat berhubungan baik dengan masyarakat yang lebih luas, baik di lingkungan pendidikannya, lingkungan kerjanya, baik dengan sesama Muslim maupun dengan non-muslim. Hubungan baik dengan masyarakat diperlukan, karena tidak ada seorangpun yang dapat hidup tanpa bantuan masyarakat. Lagi pula hidup bermasyarakat sudah merupakan fitrah manusia. Dalam Surat Al-Hujurat ayat 13 dinyatakan bahwa manusia diciptakan dari lelaki dan perempuan, bersuku-suku, dan berbangsa-bangsa, agar mereka saling kenal.

- Kewajiban sosial sesama Muslim

Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw menyebutkan ada lima kewajiban seorang Muslim atas Muslim lainnya. Beliau bersabda:

“Kewajiban seorang Muslim atas Muslim lainnya ada lima: Menjawab salam, mengunjungi orang sakit, mengiringkan jenazah, memenuhi undangan, dan menjawab orang bersin.” (HR. Khamsah)

1. Menjawab salam

Mengucapkan dan menjawab salam hukumnya berbeda. Mengucapkannya sunnah, menjawabnya wajib, karena tidak menjawab salam yang diucapkan, tidak hanya dapat mengecewakan orang yang mengucapkannya tetapi juga dapat menimbulkan kesalahpahaman. Allah SWT berfirman:

“Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu.” (QS An-Nisa’: 86)

2. Mengunjungi orang sakit

Menurut Rasulullah saw, orang-orang yang beriman itu ibarat satu batang tubuh, apabila salah satu anggota tubuh sakit, yang lain ikut prihatin. Kunjungan teman, saudara, adalah ‘obat yang mujarab’ bagi si sakit. Dia merasa senang karena masih ada sahabat untuk berbagi duka.

3. Mengiringkan jenazah

Apabila seseorang meninggal dunia, masyarakat secara kifayah wajib memandikan, mengkafani, menyalatkan, dan menguburkannya. Rasulullah saw sangat menganjurkan kepada masyarakat untuk dapat menyalatkan dan mengantarkan jenazah ke kuburan bersama-sama. Beliau bersabda:

“Barangsiapa yang menyaksikan jenazah lalu ikut menyalatkannya, baginya

Page 17: Muhammadiyah

satu qirath. Dan barangsiapa yang menyaksikannya sampai dikuburkan, baginya dua qirath.” Ditanyakan orang: “Apa itu dua qirath?” Beliau bersabda: “Seperti dua gunung yang besar (pahalanya).” (H. Mutafaqun ‘Alaih) Mengantarkan jenazah sampai ke kuburan dapat mengurangi kedukaan keluarga yang ditinggalkan, juga dapat mengingatkan kita akan kematian yang pasti akan datang. 

4. Mengabulkan undangan

Seorang muslim sangat dianjurkan memenuhi berbagai undangan yang diterimanya selama tidak ada halangan, dan acara tersebut tidak bertentangan dengan syariat islam.

5. Menyahuti orang bersin

Orang yang bersin disunatkan membaca Alhamdulillah, bersyukur kepada Allah, karena biasanya bersin merupakan pertanda badan ringan dari penyakit. Bagi yang mendengar seseorang bersin, diwajibkan menyahutinya dengan membaca yarhamukallah (mendo’akan semoga Allah mengasihinya). Orang yang tadi bersin menjawab pula, yahdikumullah wa yushlih balakum (semoga Allah menunjuki dan memperbaiki keadaanmu). Namun jika yang bersin tidak mengucapkan Alhamdulillah, kita tidak boleh menyahutinya.

Sumber : Mustafa al-‘adawy, 2005. Fikih Akhlak,Jakarta: Qisthipress.

Analisis : Di dalam Islam, segala sesuatu telah diatur dalam Al-Qur’an dan telah dijelaskan serta diperkuat oleh hadits Rasulullah, baik dalam sholat, zakat, berhaji, makan, berjalan, dan banyak hal lainnya, begitu pun dengan bagaimana kita berakhlak dalam masyarakat. Hidup bermasyarakat adalah hal yang tidak bisa terlepas dari seseorang manusia. Penciptaan manusia sebagai mahluk sosial membuatnya selalu membutuhkan orang lain. Hidup bermasyarakat tentu bukan perkara yang mudah, hal ini merupakan perkara yang tidak boleh disepelekan. Menjaga akhlak dalam hidup bermasyarakat adalah hal yang sangat penting. Hal ini bertujuan agar hubungan baik dengan orang lain selalu terjalin dengan harmonis sehingga menciptakan rasa cinta, damai dan tentram di antara masyarakat.

d) Pergaulan muda-mudi

1.      Mengucapkan dan menjawab salam

Islam mengajarkan kepada sesama muslim untuk saling bertukar salam apabila bertemu, seperti firman Allah SWT. Yang berbunyi sebagai berikut:

Page 18: Muhammadiyah

Artinya: “Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.” (Q.S. An-Nisa’: 86).

Salam yang diucapkan minimal adalah “assalamu’alaikum” Mengucapkan salam hukumnya sunnah, tetapi menjawabnya wajib. Bila bertamu, yang mengucapkan salam terlebih dahulu adalah yang bertamu. Salam tidak diucapakan hanya saat saling bertemu, tapi tatkala mau berpisah juga. Jika dalam rombongan, baik yang mengucapkan dan maupun yang menjawab salam boleh hanya salah seorang dari anggota rombongan tersebut. Rasulullah saw. melarang mengucapkan atau menjawab salam ahlul kitab. Pria boleh mengucapkan salam kepada wanita dan begitu pula sebaliknya.

2.      Berjabatan tangan

Rasulullah bersabda yang artinya “ sungguh, jika kepala seorang di

antara kamu ditusuk dengan jarum besi, itu lebih baik dari pada menyentuh

seorang wanita yang tidak halal baginya : (HR. Tabrani dan Baihaqi). Dari

hadits tersebut seorang pria tidak boleh berjabat tangna dengan seorang

wanita  yang bukan istri dan bukan mahramnya, begitu pula sebaliknya. Salah

satu hikamah larangan tersebut adalah sebagai tindakan preventif dari

perbuatan yang lebih besar dosanya, yaitu perzinahan.

3.      Khalwah

Khalwah adalah berdua-duaan antara pria dan wanita yang tidak ada

hubungan suami istri dan tidak pula mahram tanpa ada orang ketiga dan

larangan berkhalwah adalah tindakan pencegahan supaya tidak terjatuh ke

lembah dosa yang lebih dalam lagi.

4.      Menutup Aurat

Islam telah mewajibkan laki-laki dan perempuan untuk menutup aurot

demi menjaga kehormatan diri dan kebersihan hati. Aurot merupakan anggota

tubuh yang harus ditutupi dan tidak boleh diperlihatkan kepada orang yang

bukan mahramnya terutama kepada lawan jenis agar tidak boleh kepada jenis

agar tidak membangkitkan nafsu birahi serta menimbulkan fitnah. Aurat bagi-

bagi yaitu anggota tubuh antara pusar dan lutut sedangkan aurat bagi wanita

yaitu seluruh anggota tubuh kecuali muka dan kedua telapak tangan. Di

samping aurat, pakaian yang dikenakan tidak boleh ketat sehingga

memperhatikan lekuk anggota tubuh, dan juga tidak boleh transparan atau tipis

sehingga tembus pandang.

Page 19: Muhammadiyah

Sumber : Al-Ghifari, Abu. 2004. Kudung Gaul (Berjilbab tapi

Telanjang) Bandung: Mujahid Press.

Analisis : Sebagai seorang muslin dan muslimah, sudah sepatutnya kita

melakukan dan memeliki akhlak yang terpuji untuk mendapat ridho Allah

SWT. Termasuk dalam hal bergaul, baik sesama jenis maupun berlawanan

jenis (bukan mahram) agar kita tidak terpengaruh godaan syaitan yang akan

mengusi ketaqwaan kita kepada Allah SWT. Oleh karena itu, dengan

berakhlak baik dalam pergaulan dapat menjauhkan kita dari larangan Allah

SWT karena sesungguhnya hanya orang-orang yang berakhlak mulialah yang

diterima di sisi Allah SWT.

e) Ukhuwah islamiyah

Ukhuwah islamiyah adalah istilah yang menunjukkan persaudaraan antar sesama Muslim di seluruh dunia tanpa melihat perbedaan warna kulit, bahasa, suku, bangsa, dan kewarganegaraan. Persaudaraan seiman itu ditegaskan Allah SWT dalam Surat Al-Hujurat ayat 10:

“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu adalah bersaudara, oleh karena itu damaikanlah antar dua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujurat:10)

- Menegakkan dan Membina Ukhuwah Islamiyah

Supaya ukhuwah islamiyah dapat tegak dan berdiri kokoh diperlukan empat tiang penyangga, yaitu ta’aruf, tafahum, ta’awun, dan tafakul.

1. Ta’arufSaling kenal mengenal, tidak hanya ta’aruf fisik atau identitas belaka, tapi lebih jauh lagi juga ta’aruf latar belakang, pendidikan, budaya, keagamaan; ta’aruf pemikiran, ide, cita-cita; dan ta’aruf problem kehidupan yang dihadapi.2. TafahumSaling memahami kelebihan dan kekurangan, kekuatan dan kelemahan masing-masing, sehingga segala macam bentuk kesalahfahaman dapat dihindari.3. Ta’awunTolong menolong atau ta’awun adalah kebutuhan hidup manusia yang tidak dapat dipungkiri. Kenyataan membuktikan, bahwa suatu pekerjaan atau apa saja yang membutuhkan pihak lain, pasti tidak akan dapat dilakukan sendirian oleh seseorang meski dia memiliki kemampuan dan pengetahuan tentang hal itu. Ini menunjukkan, bahwa tolong-menolong dan saling membantu adalah keharusan dalam hidup manusia.Allah Ta’ala telah berfirman,”Dan tolong-menoolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan

Page 20: Muhammadiyah

tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” (QS. Al-Maidah: 2)4. TakafulSaling memikul resiko diantara sesama muslim sehingga antara satu dengan yang lainnya menjadi penanggung atas resiko yang lainnya. Saling pikul resiko ini dilakukan atas dasar saling tolong menolong dalam kebaikan dengan cara, setiap orang mengeluarkan dana kebajikan (baca ; tabarru’) yang ditujukan untuk menanggung resiko tersebut.

Memelihara Ukhuwah Islamiyah

Ada enam sikap dan perbuatan yang dilarang leh allah untuk

memelihara ukhuwah islamiyah:

a.       Memperolok-olokkan orang lain

b.      Mencaci orang lain dengan kata-kata yang menyakitkan

c.       Memanggil orang lain dengan gelar-gelar yang tidak disukai

d.      Berburuk sangka.

Sumber : Sinaga, Hasanudin dan Zaharuddin. 2004. Pengantar Studi Akhlak. Jakrta: PT. Raja Grafindo.

Analisis : Ukhuwah Islamiyah bisa kita artikan sebagai persaudaraan di antara umat islam, dimana persaudaraan diantara seorang muslim diibaratkan sebagai bangunan yang kokoh yang sedang menguatkan. Hal ini membuktikan bahwa betapa indahnya tali persaudaraan diantara umat Islam di muka bumi ini. Dengan saling menguatkan dan bersatu, maka secara tidak langsung mewujudkan kedamaian di dunia. Sebagai seorang muslim sudah sepantasnya kita menegakkan ukhuwah islamiyah agar berdiri kokoh dan terjalin erat. Menanggung bebab bersama demi mewujudkan keadaan yang tentram, damai, dan sejahtera tanpa adanya perselisihan.

3. Jelaskan akhlak bernegara!

a) Musyawarah

Islam telah menganjurkan musyawarah dan memerintahkannya dalam banyak ayat dalam al-Qur'an, ia menjadikannya suatu hal terpuji dalam kehidupan individu, keluarga, masyarakat dan negara; dan menjadi elemen penting dalam kehidupan umat, ia disebutkan dalam sifat-sifat dasar orang-orang beriman dimana keislaman dan keimanan mereka tidak sempurna kecuali dengannya, ini disebutkan dalam surat khusus, yaitu surat as syuura, Allah berfirman: (Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan

Page 21: Muhammadiyah

musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepada mereka.) (QS. as Syuura: 38)

Oleh karena kedudukan musyawarah sangat agung maka Allah menyuruh rasulnya melakukannya, Allah berfirman: (Dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu.) (QS. Ali Imran: 159). Perintah Allah kepada rasulnya untuk bermusyawarah dengan para sahabatnya setelah tejadinya perang uhud dimana waktu itu Nabi telah bermusyawarah dengan mereka, beliau mengalah pada pendapat mereka, dan ternyata hasilnya tidak menggembirakan, dimana umat Islam menderita kehilangan tujuh puluh sahabat terbaik, di antaranya adalah Hamzah, Mush'ab dan Sa'ad bin ar Rabi'. Namun demikian Allah menyuruh rasulnya untuk tetap bermusyawarah dengan para sahabatnya, karena dalam musyawarah ada semua kebaikan, walaupun terkadang hasilnya tidak menggembirakan.

Islam mengakui prinsip musyawarah dan mengharuskan penguasa melaksanakannya, ia melarang sikap otoriter dan diktator, menyerahkan kepada manusia untuk menentukan bagaimana cara melaksanakan musyawarah, untuk memberikan keluwesan dan memperhatikan perubahan situasi dan kondisi, oleh karena itu musyawarah bisa dilakukan dengan berbagai macam bentuk dan berbagai cara sesuai dengan masa, bangsa dan tradisi, yang penting pelaksanaan pemerintahan dimulai dari pemilihan presiden kemudian membuat garis-garis besar haluan negara, dengan menyertakan rakyat dan seluruh umat atau yang mewakili mereka, yaitu yang dinamakan ahlul halli wal aqdi, dimana kekuasaan pemerintah dibatasi oleh dua hal, yaitu syari'at dan musyawarah, yakni dengan hukum Allah dan pendapat umat.

Ini merupakan fleksibelitas dalam mengaplikasikan musyawarah dalam masyarakat muslim, dan inilah bidang bagi para mujtahid, orang-orang yang punya ilmu dan pengalaman dalam membuat undang-undang Islam, yang menghalangi penyimpangan para penguasa dan keberanian para tiran dalam melanggar hak Allah dalam kedaulatannya, dan hak manusia dalam menghambakan diri padaNya.

Sumber : Asmaran, 1992. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta : Rajawali Citra Pers.

Analisis : Penjamin utama dalam merealisasikan ini semua adalah kesadaran rakyat terhadap wajibnya melaksanakan hukum Allah, dan hanya menghambakan diri padaNya, dengan menjauhkan diri dari pengagungan atau pengkultusan terhadap golongan atau individu dalam bentuk pemimpin atau raja atau pahlawan, karena ini semua bertentangan dengan akidah tauhid, dan merupakan bahaya yang sangat besar apabila masyarakat sampai kepada pengkultusan ini dimana seseorang merasa hina di hadapan pemimpin yang cerdas, atau penguasa satu-satunya, atau raja yang mulia, atau partai yang berkuasa, dan lain sebagainya dari bentuk-bentuk berhala yang menyerupai syi'ar ibadah, dan menjatuhkan manusia kepada kesyirikan baik mereka meyadari atau tidak, dan ini semua tidak boleh terjadi dalam masyarakat muslim yang disinari oleh petunjuk al-Qur'an dan hadits.

b) Keadilan

Page 22: Muhammadiyah

Istilah keadilan berasal dari kata ‘adl (Bahasa Arab), yang mempunyai arti antara lain sama dan seimbang. Dalam pengertian pertama, keadilan dapat diartikan sebagai membagi sama banyak, atau memberikan hak yang sama kepada orang-orang atau kelompok. Dengan status yang sama. Misalnya semua pegawai dengan kompetensi akademis dan pengalaman kerja yang sama berhak mendapatkan gaji dan tunjangan yang sama. Semua warga negara – sekalipun dengan status sosial – ekonomi – politik yang berbeda-beda – mendapatkan perlakuan yang sama dimata hukum. Dalam pengertian kedua, keadilan dapat diartikan dengan memberikan hak seimbang dengan kewajiban, atau memberi seseorang sesuai dengan kebutuhannya. Misalnya orang tua yang adil akan membiayai pendidikan anak-anaknya sesuai dengan tingkat kebutuhan masing-masing sekalipun secara nominal masing-masing anak tidak mendapatkan jumlah yang sama. Dalam hukum waris misalnya, anak laki-laki ditetapkan oleh Al-Qur’an (QS. An-Nisa’ 4:11) mendapatkan warisan dua kali bagian anak perempuan. Hal itu karena anak laki-laki setelah berkeluarga menanggung kewajiban membiayai hidup isteri dan anak-anaknya, sementara anak perempuan setelah berkeluarga dibiayai oleh suaminya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, adil diartikan (1) tidak berat sebelah; tidak memihak; (2) berpihak kepada yang benar; berpegang pada kebenaran; dan (3) sepatunya; tidak sewenang-wenang. Beberapa pengertian ini tetap berangkat dari dua makna kata adil diatas. Dengan prinsip persamaan seorang yang adil tidak akan memihak kecuali kepada yang benar. Dan dengan azas keseimbangan seorang yang adil berbuat atau memutuskan sesuatu dengan sepatunya dan tidak bertindak sewenang-wenang.

Disamping menggunakan kata ‘adl Al-Qur’an juga menggunakan kata qisbth dan mizan untuk pengertian yang sama. Misalnya dalam dua ayat berikut ini :

“Katakanlah, “Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan.”(QS. Al-A’raf 7: 29)

“Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksankan keadilan..”(QS. Al-Hadid 57:25).

a. Perintah Berlaku Adil

Di dalam Al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang memerintahkan supaya manusia berlaku adil dan menegakkan keadilan. Perintah itu ada yang bersifat umum dan ada yang khusus dalam bidang-bidang tertentu. Yang bersifat umum misalnya :

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu

Page 23: Muhammadiyah

dapat mengambil pelajaran.” (QS. An-Nahl 16:90)

Sedangkan yang bersifat khusus misalnya bersikap adil dalam menegakkan hukum (QS. An-Nisa’ 4: 58); adil dalam mendamaikan conflik (QS. Al-Hujurat 49:9); adil terhadap musuh (QS. Al-Maidah : 8) adil dalam rumah tangga (QS. An-Nisa’ 4:3 dan 129); dan adil dalam berkata (QS. Al-An’am 6:152).

b. Keadilan Hukum

Islam mengajarkan bahwa semua orang mendapat perlakuan yang sama dan sederajat dalam hukum, tidak ada diskriminasi hukum karena perbedaan kulit, status sosial, ekonomi, politik dan lain sebagainya. Allah menegaskan :

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. An-Nisa’4:58).

Keadilan hukum harus ditegakkan walaupun terhadap diri sendiri, atau terhadap keluarga dan orang-orang yang dicintai. Tatkala seorang sahabat yang dekat dengan Rasulullah SAW meminta “keistimewaan” hubungan untuk seorang wanita bangsawan yang mencuri, Rasulullah menolaknya dengan tegas:

“Apakah anda hendak meminta “keistimewaan” dalam pelaksanaan hukum Allah? Sesungguhnya kehancuran ummat yang terdahulu karena mereka menghukum pencuri yang lemah, dan membiarkan pencuri yang elit. Demi Allah yang memelihara jiwa saya, kaulah Fatimah binti Muhammad mencuri, pastilah Muhammad akan memotong tangan puterinya itu.”(HR. Ahmad, Muslim dan Nasa’i)

Mengingat pentingnya menengakkan keadilan itu menurut ajaran Islam, maka orang yang diangkat menjadi hakim haruslah yang betul-betul memenuhi syarat keahlian dan kepribadian. Kecuali mempunyai ilmu yang luas, dia juga haruslah seorang yang taat kepada Allah, mempunyai akhlaq yang mulia, terutama kejujuran atau amanah. Apabila hakim itu seorang yang lemah, maka dia mudah dipengaruhi, ditekan dan disuap. Akibatnya orang-orang yang bersalah dibebaskan dari hukumnya, sekalipun kesalahan atau kejahatannya sangat merugikan masyarakat dan negara.

Rasulullah SAW bersabda dari tiga orang hakim dua akan masuk neraka dan hanya satu yang masuk sorga. Hakim yang masuk neraka adalah 1). Hakim yang menjatuhkan hukuman dengan cara yang tidak adil, bertentangan dengan hati nuraninya, bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah, sedang dia sendiri mengetahui dan menyadari perbuatannya itu; 2). Hakim yang menjatuhkan hukuman yang tidak adil karena kebodohannya. Hakim yang

Page 24: Muhammadiyah

masuk sorga adalah hakim yang menjatuhkan hukuman berdasarkan keadilan dan kebenaran.  c. Keadilan dalam Segala Hal

Disamping keadilan hukum, islam memerintahkan kepada umat manusia, terutama orang-orang yang beriman untuk bersikap adil dalam segala aspek kehidupan, baik terhadap diri dan keluarganya sendiri, apalagi kepada orang lain. Bahkan kepada musuh sekalipun setiap mukmin harus dapat berlaku adil. Mari kita perhatikan beberapa nash berikut ini :

1. Adil terhadap diri sendiri

“Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar menegakkan keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia (terdakwa atau tergugat itu) kaya atau miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti bawa nafsu kamu ingin menyimpang dari kebenaran...”(QS. An-Nisa’4:135)

2. Adil terhadap isteri dan anak-anak

“....Kawinilah wanita-wanita yang kamu sukai dua, tiga, atau empat. Tapi jika kamu khawatir tidak dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja...”(QS. An-Nisa’ 4:3).

3. Adil dalam mendamaikan perselisihan

“Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah) maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”(QS. Al-Hujurat 49:9).4. Adil dalam berkata

“...Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat (mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu, diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.” (QS. Al-An’am 6:152)

5. Adil terhadap musuh sekalipun

“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-sekali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada

Page 25: Muhammadiyah

taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(QS. Al-Maidah 5:8)

Sumber : Ilyas Yunahar , Drs. ,Lc., 2000. M.A. Kuliah Akhlaq . Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset.

Analisis : Al-Qur'an mengatakan bahwa berbicara yang benar, menyampaikan pesan-pesan yang benar adalah prasyarat untuk kebaikan (kemashlahatan) amal perbuatan dan perilaku kita di dunia ini. Kalau kita ingin menjadi orang yang baik, maka perbaikilah lebih dahulu kata-kata yang kita ucapkan, berbicaralah dengan benar dan jujur. Bila kita ingin memperbaiki masyarakat, kita harus menyampaikan pesan yang benar. Dengan perkataan lain, masyarakat akan menjadi rusak bila pesan komunikasi tidak benar, bila orang menyembunyikan kebenaran, bila orang menebar fitnah, dan bila orang tidak lagi memperhatikan moral dalam berbicara, dan sebagainya. Tentu masih banyak nash Al-Qur’an dan Sunnah tentang keadilan dalam seluruh aspek kehidupan, tapi cukuplah kita menyimpulkan bahwa Islam menginginkan keadilan yang komprehensif, yang mencakup keadilan politik, ekonomi, sosial dan lain-lainnya.

c) Amar Ma'ruf Nahi Mungkar

Secara harfiah amar ma’ruf nahi munkar (al-amru bi ‘l-ma’ruf wa ‘n-nahyu ‘an ‘l-munkar) berarti menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Ma’ruf secara etimologis berarti yang dikenal, sebaliknya munkar adalah sesuatu yang tidak dikenal. Menurut Muhammad ‘Abduh, ma’ruf adalah apa yang dikenal (baik) oleh akal sehat dan hati nurani (ma ‘arafathu al-‘uqul wa ath-thaba’ as-salimah), sedangkan munkar adalah apa yang ditolak oleh akal sehat dan hati nurani (ma ankarathu al-‘uqul wa ath-thaba’ as-salimah). Berbeda dengan Abduh, Muhammad ‘Ali ash-Shabuni mendefinisikan ma’ruf dengan “apa yang diperintahkan syara’ (agama) dan dinilai baik oleh akal sehat” (ma amara bibi asy-syara’ wa ‘stabsanahu al-‘aqlu as-salim), sedangkan munkar adalah “apa yang dilarang syara’ dan dinilai buruk oleh akal sehat” (ma naha ‘anhu asy-syara’ wa’staqbahahu al-‘aqlu as-salim).  Terlihat dari dua definisi diatas, bahwa yang menjadi ukuran ma’ruf atau munkarnya sesuatu ada dua, yaitu agama dan akal sehat atau hati nurani. Bisa kedua-duanya sekaligus atau salah satunya. Semua yang diperintahkan oleh agama adalah ma’ruf, begitu juga sebaliknya, semua yang dilarang oleh agama adalah munkar.

Hal-hal yang tidak ditentukan oleh agama ma’ruf dan munkarnya ditentukan oleh akal sehat atau hati nurani. Jadi waw dalam definisi Shabuni diatas berarti aw sebagaimana yang didefinisikan oleh al-Ishfahani: “Ma’ruf adalah sebuah anma untuk semua perbuatan yang dikenal baiknya melalui akal atau syara’, dan munkar adalah apa yang ditolak oleh keduanya” (Wa al-ma’ruf ismun

Page 26: Muhammadiyah

likulli fi’lin yu’rafu bi al-‘aqli aw as-syari’ husnuhu, wa al-munkar ma yunkaru bihima.

Dengan pengertian diatas tentu ruang lingkup yang ma’ruf dan munkar sangat luas sekali, baik dalam aspek aqidah, ibadah, akhlaq maupun mu’amalat (sosial, politik, ekonomi, ilmu pengetahuan, teknologi, seni budaya, dlsb). Tauhidullah, mendirikan shalat, membayar zakat, amanah, toleransi beragama, membantu kaum dhu’afa’ dan mustadh’afin, disiplin, transparan dan lain sebagainya adalah beberapa contoh sikap dan perbuatan yang ma’ruf. Sebaliknya bahu-membahu dalam menjalankannya. Dalam hal ini Allah menjelaskan :

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka ta’at kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah 9:71)

Dalam ayat diatas juga dapat kita lihat bahwa kewajiban amar ma’ruf nahi munkar tidak hanya dipikulkan kepada kaum laki-laki tapi juga kepada kaum perempuan, walaupun dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan kodrat dan fungsi masing-masing.

Jika umat Islam ingin mendapatkan kedudukan yang kokoh di atas permukaan bumi, disamping mendirikan shalat dan membayar zakat mereka harus melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Allah SWT berfirman :

“(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang munkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.”(QS. Al-Haji 22:41)

Muhammad Asad, sebagaimana dikutip oleh Ahmad Syafii Maarif, mengartikan ungkapan in makkannahum fi ‘l ardhi dengan if We firmly establish them on earth” (manakala Kami kokohkan posisi mereka di muka bumi”. Kedudukan yang kokoh artinya punya kekuasaan politik maupun ekonomi.

Jika umat Islam mengabaikan amar ma’ruf nahi munkar, maka hal itu tidak hanya akan membuat mereka kehilangan posisi yang kokoh diatas permukaan bumi, tapi juga akan mendapat kutukan dari Allah SWT sebagaimana Allah dulu mengutuk Bani Israil. Allah berfirman :

“Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan “Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalul melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu

Page 27: Muhammadiyah

mereka perbuat itu.” (QS. Al-Maidah 5: 78-79)

Mereka dikutuk terutama karena mereka satu sama lain tidak melarang tindakan munkar yang mereka lakukan, bukan karena mereka Bani Israil. Sebab Bani Israil (Ahlul Kitab) yang masuk Islam dan setelah itu melakukan amar ma’ruf nahi munkar dipuji oleh Allah sebagai ornag-orang yang saleh. Allah berfirman :

“Mereka itu tidak sama; di antara Ahli Kitab itu ada golongan yang berlaku lurus, mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka juga bersujud. Mereka beriman kepada Allah dan hari penghabisan, mereka menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar dan bersegera kepada pelbagai kebajikan. Mereka itu termasuk orang-orang yang saleh.” (QS. Ali Imran : 113-114).

Nahi Munkar

Dibandingkan dengan amar ma’ruf, nahi munkar lebih berat karena berisiko tinggi, apalagi bila dilakukan terhadap penguasa yang zalim. Oleh karena itu Rasulullah SAW sangat memuliakan orang-orang yang memiliki keberanian menyatakan kebenaran di hadapan penguasa yang zalim. Beliau bersabda:“Jihad yang paling utama ialah menyampaikan al-baq terhadap penguasa yang zalim.” (HR. Abu Daud, Trimizi dan Ibn Majah)

Nahi munkar dilakukan sesuai dengan kemampuan masing-masing. Bagi yang mampu melakukan dengan tangan (kekuasaannya) dia harus menggunakan kekuasaannya itu, apalagi tidak bisa dengan kata-kata, dan bila dengan kata-kata juga tidak mampu paling kurang menolak dengan hatinya. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda :

“Barangsiapa diantara kamu melihat kemunkaran, hendaklah dia merobahnya dengan tangannya. Kalau tidak sanggup (dengan tangan, maka robahlah) dengan lisannya. Dan apabla tidak sanggup (dengan lisan), maka robahlah dengan hatinya. Yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman”. (HR. Muslim).

Sumber : Asy – Syawi , Taufiq., 2007. Syura bukan Demokrasi ,

terjemahan Djamaluddin Z.S. Jakarta: L. Gema Insani Press.

Analisis : Dinamika kehidupan dunia yang berglobalisasi tanpa adanya

satu kontrol dan saringan yang akhir-akhir ini sangat mewabah di lingkungan

kita. Di mana agama yang sebelumnya menjadi landasan kontrol moral dan

akhlak manusia kini hanya seperti pekerjaan sambilan yang tidak terkesan

penting. Hal itu sebetulnya sangat ironis karena dengan umat Islam

menafikkan agama tentunya moral dan akhlakul karimah yang dimilikinya

akan lenyap, dan ujung dari semua itu perbuatan amoral. Perbuatan munkar

telah menjadi satu trendsetter terutama dikalangan muda Islam.

Page 28: Muhammadiyah

Untuk itu melaksanakan amar ma'ruf dan nahi munkar termasuk kewajiban

yang harus dilaksanakan setiap muslim untuk menyelamatkan masyarakat

muslim dari berbagai bencana, penyakit dan kemaksiatan yang akan

menghancurkan kehidupan umat Islam dan akan membunuh sendi-sendinya,

serta pada puncaknya akan melenyapkan Islam dan pemeluknya.

d) Hubungan Pemimpin dan yang Dipimpin

Al-Qur’an menjelaskan bahwa Allah SWT adalah pemimpin orang-orang yang

beriman :

“Allah Pemimpin orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari

kegelapan kepada cahaya. Dan orang-orang yang kafir, pemimpin-pemimpin

mereka adalah thaghut, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada

kegelapan. Mereka itu adalah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.”

(QS. Al-Baqarah 2:257)

Azh-zhulumat (kegelapan) dalam ayat diatas adalah simbol dari segala bentuk

kekufuran, kemusyrikan, kefasikan dan kemaksiatan. Atau dalam bahasa

sekarang azh-zhulumat adalah bermacam-macam ideologi dan isme-isme yang

bertentangan dengan ajaran Islam seperti komunisme, sosialisme, kapitalisme,

liberalisme, materialisme, hedonisme dan lain sebagainya. Sedangkan an-Nur

adalah simbol dari ketauhidan, keimanan, ketaatan dan segala kebaikan

lainnya.

At-thaghut adalah segala sesuatu yang disembah (dipertuhan) selain dari Allah

SWT dan dia suka diperlakukan sebagai Tuhan tersebut. Menurut Sayyid

Qutub, Thaghut adalah segala sesuatu yang menentang kebenaran dan

melanggar batas yang telah digariskan oleh Allah SWT untuk hamba-Nya. Dia

bisa berbentuk pandangan hidup, peradaban dan lain-lain yang tidak

berlandaskan ajaran Allah SWT.

Secara operasional kepemimpinan Allah SWT itu dilaksanakan oleh

Rasulullah SAW, dan sepeninggal beliau kepemimpinan itu dilaksanakan oleh

orang-orang yang beriman. Hal itu dinyatakan di dalam Al-Qur’an :

Page 29: Muhammadiyah

Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang

yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka

tunduk (kepada Allah). (Al – Maidah : 55 )

a. Kriteria Pemimpin dalam Islam

Pemimpin umat atau dalam ayat diatas di istilahkan dengan waliy dan dalam

ayat lain (Q.S An-Nisa 4:59) disebut dengan Ulil Amri adalah penerus

kepemimpinan Rasulullah SAW setelah beliau meninggal dunia . 

Orang – orang yang dapat dipilih menggantikan beliau sebagai pemimpin

minimal harus memenuhi empat kriteria sebagaimana dijelaskan dalam surat

Al – Maidah ayat 55 .

1. Beriman kepada Allah SWT

Karena Ulil Amri adalah penerus kepemimpinan Rasulullah SAW , sedangkan

Rasulullaj sendiri adalah pelaksana kepemimpinan Allah SWT , maka tentu

saja yang pertama kali harus dimiliki penerus beliau adalah Keimanan . Tanpa

Keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya bagaimana mungkin pemimpin dapat

diharapkan memimpin umat menempuh jalan Allah diatas permukaan bumi ini

.

2. Mendirikan Shalat 

Shalat adalah ibadah Vertikal langsung kepada Allah SWT . Seorang

pemimpin yang mendirikan shalat diharapkan memiliki hubungan vertical

yang baik dengan Allah SWT . Diharapkan nilai – nilai kemuliaan dan

kebaikan yang terdapat dalam shalat dapat tercermin dalam

kepemimpinannya.

3. Membayarkan Zakat

Zakat adalah ibadah madhdhah yang merupakan simbol kesucian dan

kepedulian social . Seorang pemimpin yang berzakat diharapkan selalu

berusaha mensucikan hati dan hartanya . Dia tidak mencari dan menikmati

harta dengan cara yang tidak halal (mis : Korupsi , Kolusi , dan Nepotisme ) .

Dan lebih dari pada itu dia memiliki kepedulian social yang tinggi terhadap

kaum dhu’afa dan mustadh’afin . Dia akan menjadi pembela orang – orang

Page 30: Muhammadiyah

yang lemah .

4. Selalu Tunduk Patuh kepada Allah SWT

Dalam ayat diatas disebutkan pemimpin itu haruslah orang selalu ruku’ .

Ruku’ adalah simbol kepatuhan secara mutlak kepada Allah SWT dan Rasul-

Nya yang secara konkret dimanifestasikan dengan menjadi seorang muslim

yang kaffah , baik dalam aspek aqidah , ibadah , akhlaq maupun muamalat .

Aqidahnya benar , ibadahnya tertib , dan sesuai tuntutan Nabi , akhlaknya

terpuji , dan muamalatnya tidak bertentangan dengan syariat .

b. Konsep Leader is a Ladder

Konsep ini merupakan konsep Hubungan Pemimpin dan yang dipimpin yang

merupakan hasil ijtihad dari penulis , dimana Konsep Leader is a Ladder

merupakan konsep dimana seorang pemimpin merupakan sebuah tangga yang

akan menjadi perantara atau jembatan bagi calon pemimpin selanjutnya .

Pemimpin yang baik disini adalah pemimpin yang mencetak sebanyak

mungkin calon Pemimpin , yang nantinya dapat melanjutkan kepemimpinan

selanjutnya dengan lebih baik dan lebih matang .

Konsep ini diterapkan agar pemimpin menjadi panutan dan teladan bagi

bawahannya dan Menurut James A.F Stonen, terdapat tujuh tugas utama

seorang pemimpin adalah :

1. Pemimpin bekerja dengan orang lain : Seorang pemimpin bertanggung

jawab untuk bekerja dengan orang lain, salah satu dengan atasannya, staf,

teman sekerja atau atasan lain dalam organjsasi sebaik orang diluar organisasi.

2. Pemimpin adalah tanggung jawab dan mempertanggungjawabkan

(akontabilitas): Seorang pemimpin bertanggungjawab untuk menyusun tugas

menjalankan tugas, mengadakan evaluasi, untuk mencapai outcome yang

terbaik. Pemimpin bertanggung jawab untuk kesuksesan stafhya tanpa

kegagalan.

3. Pemimpin menyeimbangkan pencapaian tujuan dan prioritas : Proses

kepemimpinan dibatasi sumber, jadi pemimpin hanya dapat menyusun tugas

Page 31: Muhammadiyah

dengan mendahulukan prioritas. Dalam upaya pencapaian tujuan pemimpin

harus dapat mendelegasikan tugas- tugasnya kepada staf. Kemudian pemimpin

harus dapat mengatur waktu secara efektif,dan menyelesaikan masalah secara

efektif.

4. Pemimpin harus berpikir secara analitis dan konseptual : Seorang pemimpin

harus menjadi seorang pemikir yang analitis dan konseptual. Selanjutnya dapat

mengidentifikasi masalah dengan akurat. Pemimpin harus dapat menguraikan

seluruh pekerjaan menjadf lebih jelas dan kaitannya dengan pekerjaan lain.

5. Manajer adalah forcing mediator : Konflik selalu terjadi pada setiap tim dan

organisasi. Oleh karena itu, pemimpin harus dapat menjadi seorang mediator

(penengah).

6. Pemimpin adalah politisi dan diplomat: Seorang pemimpin harus mampu

mengajak dan melakukan kompromi. Sebagai seorang diplomat, seorang

pemimpin harus dapat mewakili tim atau organisasinya.

7. Pemimpin membuat keputusan yang sulit : Seorang pemimpin harus dapat

memecahkan masalah.

Dari ketujuh hal inilah yang harusnya pemimpin terapkan dalam tugasnya

memimpin orang - orang , dan setelah hal ini diimplementasikan maka seorang

pemimpin wajib untuk 'menurunkan ilmu' nya ini kepada bawahannya . Agar

bawahannya ini kelak akan menjadi pemimpin yang dapat menjalankan

tugasnya kelak.

Adapun hambatan yang dihadapi ketika ingin menerapkan 

1. Egois : kenapa Egois , karena kebanyakan para pemimpin hanya mau dia

sajalah merasakan bangku kepemimpinan tersebut , tanpa harus memikirkan

orang setelahnya yang akan menduduki posisi pimpinan tersebut . Sehingga

mereka terlalu 'masa bodoh' dengan bawahannya.

2. Sombong : penyakit kekuasaan yang satu ini tentunya telah mengakar sejak

zaman dahulu kala , penyakit kesombongan karena merasa sudah diatas

sehingga melupakan bawahannya . Hal ini menggambarkan bahwa seorang

pemimpin tidak sepantasnya bersikap sombong , karena pemimpin bagaikan

tangga maka pemimpin harus menjadi fasilitator.

Page 32: Muhammadiyah

3. Iri dan Dengki : walaupun sudah menjadi pemimpin , penyakit iri dan

dengki masih saja menjangkiti para pemimpin . Sebagian kecil dari pemimpin

tersebut masih saja iri melihat bawahannya yang mendapatkan jatah lebih

banyak dari dirinya . Maka si pemimpin akan iri terhadap bawahannya , dan

mengambil jatah bawahannya.

  

c. Persaudaraan antara Pemimpin dan yang Dipimpin

Sekalipun dalam struktur bernegara ada hirarki kepemimpinan yang

mengharuskan umat atau takyat patuh kepada pemimpinnya , tetapi dalam

pergaulan sehari – hari hubungan antara pemimpin dan yang dipimpin tetaplah

dilandaskan kepada prinsip – prinsip ukhuwah islamiyah , bukan prinsip –

prinsip atasan dengan bawahan . Demikianlah yang dicontohkan Rasulullah

SAW.

Kaum Muslimin yang berada di sekitat beliau waktu itu dipanggil dengan

sebutan sahabat – sahabat , suatu panggilan yang menujukkan hubungan yang

horizontal , sekalipun ada kewajiban patuh secara mutlak kepada beliau

sebagai seorang Nabi dan Rasul.

Hubungan persaudaraan seperti itu dalam praktiknya tidaklah melemahkan

kepemimpinan Rasulullah SAW , tetapi malah memperkokoh , karena tidak

hanya didasari hubungan Formal , tapi juga hubungan hati yang dipenuhi kasih

sayang.

Sumber : Mukti , Takdir dkk. (ed.) ., 1998. Membangun

Moralitas Bangsa . Yogyakarta : LPPI UMY.

http://www.gudangmateri.com/2010/08/konsep-leader-is-ladder.

Analisis : Dari keempat pembahasan pokok diatas, ialah kepemimpinan

merupakan sesuatu yang sangat penting dan sangat esensial dalam sikap yang

ditunjukkan dalam Akhlak Bernegara ini . Adapun kriteria pemimpin yang

sangat dibutuhkan disini adalah pemimpin yang ideal , dimana kriteria

pemimpin ideal telah diungkapkan dalam surat Al – Maidah ayat 55, yang

tentunya menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan

kepemimpinan yang terbaik .