my report fix (pembekuan)
DESCRIPTION
Ilmu dan Teknologi PanganTRANSCRIPT
ACARA IV
PENGARUH PEMBEKUAN TERHADAP MIKROBA
Penanggung jawab :
Nurestu Hidyatiasih (A1M011085)
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANPURWOKERTO
2013
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mikroorganisme atau mikroba adalah organisme yang berukuran
sangat kecil sehingga untuk mengamatinya diperlukan alat bantuan.
Mikroba ada yang bersifat menguntungkan dan merugikan bagi makhluk
hidup. Mikroba dikatakan menguntungkan ketika dikembangbiakkan baik
disengaja maupun tidak disengaja untuk dimanfaatkan dalam kehidupan
sehari-hari. Misalnya sebagai antibiotik dan membantu fermentasi pada
makanan. Sedangkan dikatakan merugikan ketika mikroba tersebut
menimbulkan banyak bahaya dan kerusakan bagi makhluk hidup dan
makanan. Misalnya mikroba pembusuk dan penyebab penyakit.
Kerusakan makanan oleh mikroba disebut kerusakan
mikrobiologis. Kerusakan ini banyak merugikan hasil pertanian dan
berbahaya terhadap kesehatan manusia, karena racun yang diproduksi
oleh mikroba terkonsumsi manusia. Kerusakan mikrobiologis dapat
terjadi pada produk pertanian lain, bahan baku, produk setengah jadi,
maupun produk jadi.
Cara perusakkannya adalah dengan cara menghidrolisis atau
merusak jaringan dan makromolekul penyusun bahan menjadi molekul-
molekul kecil misalnya karbohidrat menjadi gula sederhana atau asam
organik, protein menjadi peptida, lemak menjadi gliserol dan asam lemak.
Terurainya makromolekul ini menyebabkan penurunan pH,
penyimpangan bau dan rasa, bahkan dapat menghasilkan toksin/racun
yang berbahaya bagi manusia.
Oleh karena itu untuk mengurangi dampak negatif dari mikroba
diperlukan pengaplikasian beberapa teknik pengendalian mikroba seperti
dengan pemberian senyawa antimikroba, pemanasan, pembekuan,
imunisasi, desinfeksi, sanitasi, sterilisasi dan lain-lain. Teknik
pengendalian tersebut dimaksudkan untuk menghambat dan mengurangi
populasi mikroba, bahkan bisa juga untuk membunuh mikroba pembusuk
dan penyebab penyakit.
Pembekuan merupakan salah satu cara untuk mengantisipasi
kerusakan makanan, sehingga memiliki umur simpan yang lebih lama.
Prinsip dari penggunaan suhu rendah terhadap mikroba adalah mengubah
suhu menjadi di bawah suhu optimum sehingga dapat menekan laju
metabolisme serta menghentikan pertumbuhan mikroba.
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui pengaruh suhu
rendah yaitu pembekuan pada berbagai media (gliserol:susu skim, larutan
gula 10%, pepton water, aquades) terhadap penghambatan pertumbuhan
mikroba Escherichia coli dan Bacillus subtilis.
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1. MIKROBA DALAM BAHAN PANGAN
Tumbuhnya mikroba di dalam bahan pangan dapat mengubah
komposisi bahan. Beberapa mikroba dapat menghasilkan enzim aktif
yang dapat menghidrolisis pati, selulosa atau memfermentasi gula,
hidrolisis lemak yang mengakibatkan terjadinya ketengikan atau merusak
protein yang menghasilkan bau busuk. Beberapa mikroba dapat
membentuk lendir, gas, busa, warna yang menyimpang, asam, racun dan
lain-lain. Jika bahan mengalami kontaminasi secara spontan dari udara,
maka pada bahan tersebut terdapat pertumbuhan campuran dari beberapa
jenis mikroba.
Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan
mikroba diantaranya air, kelembaban udara, suhu, pH, oksigen dan
mineral.
2.1.1. Escherichia coli
Escherichia coli termasuk dalam kelompok bakteri basili
gram negatif, anaerobik fakultatif, dimana bakteri ini dapat hidup
pada kondisi aerobik maupun anaerobik. Pada kondisi aerobik,
bakteri ini mengoksidasi asam amino. Sedangkan jika tidak ada
oksigen, metabolisme akan menjadi bersifat fermentatif yaitu
dengan memecah gula menjadi asam organik.
Escherichia colidisebut dalam kelompok bakteri koli
(koliform), dan sering digunakan dalam uji sanitasi air dan susu.
Selain itu bisa disebut juga masuk dalam kelompok koliform
fekal karena ditemukan dalam saluran usus hewan dan manusia,
sehingga sering terdapat dalam feses. Bakteri ini sering digunakan
sebagai indikator kontaminasi kotoran.
Karena termasuk dalam golongan bakteri koliform,
Escherichia coli memproduksi lebih banyak asam di dalam
medium glukosa, yang dapat dilihat dari indikator merah metil,
memproduksi indol, tetapi tidak memproduksi asetoin (asetil
metil karbinol). Bakteri ini memproduksi CO2 dan H2 dengan
perbandingan 1:1, dan tidak dapat menggunakan sitrat sebagai
sumber karbon.
2.1.2. Bacillus subtilis
Bacillus subtilistermasuk bakteri gram positif, katalase
positif yang umum ditemukan di tanah dantermasuk dalam bakteri
pembentuk sporayang tahan terhadap faktor lingkungan seperti
panas, asam, dan garam, dan dapat berada di dalam lingkungan
dalam jangka waktu yang lama. Spora yang diproduksi berbentuk
silinder yang tidak membengkak, langsing, tidak melebihi
diameter 0,9 μm.
Baccillus subtilis merupakan salah satu bakteri yang bersifat
termofilik fakultatif, dimana dapat tumbuh pada kisaran suhu 45–
55°C dan mempunyai pertumbuhan suhu optimum pada suhu 60–
80°C. Bakteri ini dapat menghasilkan enzim protease. Protease
merupakan enzim proteolitik yang mengkatalisis pemutusan
ikatan peptida pada protein.
Bacillus subtilis tidak dianggap sebagai patogen walaupun
menyebabkan kontaminasi pada makanan tetapi jarang
menyebabkan keracunan makanan. Sporanya dapat tahan terhadap
panas tinggi yang sering digunakan pada makanan dan
bertanggung jawab terhadap kerusakan pada roti. Bakteri ini
bersifat amilolitik, yaitu memproduksi enzim amilase dan
memecah pati di luar sel.
II.2. PENGARUH SUHU RENDAH PADA BAKTERI
Kondisi lingkungan yang mendukung dapat memacu pertumbuhan
dan reproduksi bakteri. Suhu termasuk dalam faktor-faktor lingkungan
yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan reproduksi bakteri. Suhu
berperan penting dalam mengatur jalannya reaksi metabolisme bagi
semua makhluk hidup.Khususnya bagi bakteri, suhu lingkungan yang
berada lebih tinggi dari suhu yang dapat ditoleransi akan menyebabkan
denaturasi protein dan komponen sel esensial lainnya sehingga sel akan
mati.Demikian pula bila suhu lingkungannya berada di bawah batas
toleransi, membran sitoplasma tidak akan berwujud cair sehingga
transportasi nutrisiakan terhambat dan proses kehidupan sel akan
terhenti. Berdasarkan kisaran suhu aktivitasnya, mikroorganisme dibagi
menjadi 4 golongan:
Golongan MokroorganismeSuhu Pertumbuhan (oC)
Kisaran Optimum
Psikrofilik -5 – (+) 20 (+) 10 – (+) 15
Psikrotrofilik -5 – (+) 30 (+) 20
Mesofilik (+) 20 – (+) 50 (+) 40
Termofilik (+) 40 – (+) 65 (+) 45
Sumber: Sanjaya et al. (2008)
Penggunaan suhu rendah biasanya untuk proses pengawetan
makanan. Proses pengawetan dengan suhu rendah dibedakan atas
pendinginan dan pembekuan. Pada suhu rendah, kecepatanpertumbuhan
mikroorganisme dan kecepatan reaksi-reaksi kimia danbiokimia lebih
lambat sehingga kerusakan yang ditimbulkannya akandiperlambat.
2.2.1. Pendinginan
Pengaruh pendinginan terhadap mikroflora yang terdapat
dalam bahan makanan tergantung pada karakteristik suhu
mikroorganisme yang bersangkutan serta suhu dan lama
penyimpanan pada suhu tersebut. Apabila suhu diturunkan dari
suhu optimal pertumbuhannya, pertumbuhan akan mengalami
penurunan dan akhirnya akan berhenti.
Di dalam suatu “mixed flora” antara psikrotrofik dan
mesofilik, suhu rendah berperanan penting dan dapat
mempengaruhi kontaminan awal pada bahan makanan,
menentukan perkembangan flora selama pengolahan dan
penyimpanan. Sebagai contoh misalnya susu segar yang
disimpan pada suhu 10 oC populasi yang terbesar adalah “lactic
acid streptococci”, sedangkan apabila disimpan pada suhu 0oC
populasi yang terbesar adalah “psikhotrofik gram negative”.
Pendinginan cepat terhadap bakteri mesofilik dari suhu
normal pertumbuhannya ke suhu 0oC dapat menyebabkan
kematian atau “injury” sebagian sel bakteri tersebut. Bakteri
gram negatif, termasuk Eschercia coli, Pseudomonas aeruginose,
P.fluorescens, Salmonella spp dan Enterobacter aerogenes
nampak lebih peka terhadap pendinginan bila dibandingkan
dengan bakteri gram positif, walaupun Bacillus subtilis dan
Clostridium perfringen telah diketahui dapat mengalami “cold
shock”. Staphylococcus aureus tahan terhadap “cold shock”,
tetapi apabila ditumbuhkan pada medium “trypticase-soy broth”
dan diinkubasikan pada suhu 5 oC ternyata mengalami “injury”.
Hal ini ditunjukkan dengan naiknya kepekaan terhadap garam
manitol.
2.2.2. Pembekuan
Pembekuan dapat mempertahankan rasa dan nilai gizi bahan
pangan yang lebih baik daripada metoda lain, karena pengawetan
dengan pembekuan dapat menghambat aktivitas mikroba
mencegah terjadinya reaksi-reaksi kimia dan aktivitas enzim yang
dapat merusak kandungan gizi bahan pangan. Walaupun
pembekuan dapat mereduksi jumlah mikroba yang sangat nyata
tetapi tidak dapat mensterilkan makanan dari mikroba (Frazier,
1977) .
Pembekuan berarti pemindahan panas dari bahan yang
disertai dengan perubahan fase dari cair ke padat, dan merupakan
salah satu proses pengawetan yang umum dilakukan untuk
penanganan bahan pangan. Pada proses pembekuan, penurunan
suhu akan menurunkan aktifitas mikroorganisme dan sistem
enzim, sehingga mencegah kerusakan bahan pangan. Selain itu,
kristalisasi air akibat pembekuan akan mengurangi kadar air
bahan dalam fase cair di dalam bahan pangan tersebut sehingga
menghambat pertumbuhan mikroba atau aktivitas sekunder enzim
(Tambunan, 1999).
II.3. MEDIA PERTUMBUHAN MIKROBA
Medium pembekuan mempengaruhi jumlah sel yang mati selama
pembekuan. Terdapatnya “cryoprotectant” akan memperbesar jumlah
sel yang hidup. Beberapa “cryoprotectant” diantaranya gliserol, DMSO,
skim milk, serum, pepton water, polyfinil pirolidon, larutan gula, dan
beberapa senyawa berberat molekul tinggi, sering dipergunakan untuk
pengawetan sel yeast dengan cara pembekuan. (Sardjono dan Djoko
Wibowo, 1988).
Media pertumbuhan mikroba ini dipilih sebagai media yang
mampu menjadi nutrisi bagi mikroba tersebut. Pada praktikum ini
digunakan gliserol, susu skim, pepton water, dan larutan gula yang
nantinya ditujukan agar mikroba menggunakannya sebagai sumber
nutrien untuk aktivitas dan pertumbuhan mikroba pada suhu rendah.
2.3.1. Medium NA
Nutrien agar adalah medium umum untuk uji air dan produk
dairy. NA juga digunakan untuk pertumbuhan mayoritas dari
mikroorganisme yang tidak selektif, dalam artian mikroorganisme
heterotrof. Media ini merupakan media sederhana yang dibuat dari
ekstrak beef, pepton, dan agar. Na merupakan salah satu media yang
umum digunakan dalam prosedur bakteriologi seperti uji biasa dari air,
sewage, produk pangan, untuk membawa stok kultur, untuk
pertumbuhan sampel pada uji bakteri, dan untuk mengisolasi organisme
dalam kultur murni.
2.3.2. NaCl 0,85%
NaCl sebagai sumber mineral mikroba karena salah satu faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba yaitu adalah sumber mineral
dan ini dapat diperoleh dari NaCl 85% yang dimana juga menjaga sel
mikroba dalam keadaan yang isotonis. Karena jika mikroba dalam
keadaan hipotonis atau hipertonis maka sel mikroba akan pecah. Selain
itu larutan NaCl merupakan larutan yang steril yang dimana tidak
ditumbuhi atau tidak adanya mikroba sehingga cocok untuk media.
2.3.3. Gliserol dan Susu Skim
Gliserol adalah senyawa gliserida yang paling sederhana,
dengan hidroksil yang bersifat hidrofilik dan higroskopik. Gliserol
merupakan komponen yang menyusun berbagai macam lipid, termasuk
trigliserida. Gliserol terasa manis saat dikecap, namun bersifat racun.
Racun tersebut dapat berpengaruh pada bakteri gram negatif. Jadi selain
bakteri gram negatif tidak dapat tumbuh pada suhu pembekuan,
lingkungan media dengan menggunakan gliserol juga akan
menghambat pertumbuhannya.
Susu skim adalah bagian susu yang tertinggal sesudah krim
diambil sebagian atau seluruhnya. Menurut Sudarwanto dan Lukman
(1993), susu bubuk skim adalah susu bubuk yang mengandung lemak
maksimum 1,5% sedangkan menurut Williams (1979) dalam Herdiana
(2007), susu bubuk skim adalah susu bubuk rendah lemak (low fat dry
milk) yang kandungan lemaknya antara 0,5% sampai dengan nilai
maksimum 2,0%. Susu dikategorikan sebagai bahan pangan yang
mudah rusak (perishable food) dan sebagai bahan pangan yang
berpotensi mengandung bahaya (potentially hazardous food/PHF). Hal
tersebut karena susu memiliki faktor–faktor yang mendukung
pertumbuhan mikroorganisme terutama bakteri. Keberadaan
mikroorganisme dalam susu sangat mempengaruhi kualitas dan
keamanan bahan pangan tersebut.
2.3.4. Pepton Water
Pepton air digunakan untuk membudidayakan mikroorganisme
nonselektif, uji indol dan sebagai basal media untuk studi fermentasi
karbohidrat. Pepton air dalam medium pertumbuhan minimal
perumusan pepton air memungkinkan budidaya non organisme.
Mencegah non selektiftelah digunakan sebagai media basal untuk uji
biokimia seperti pula fermentasi karbohidrat dari produksi indol.
Dengan komposisi: Pepton 10 g, Natrium klorida 5 g,dan pH 7,5 ± 0,2
pada suhu 250 C (Djalalie, 2013).
2.3.5. Larutan Gula
Glukosa merupakan monosakarida dari jenis karbohidrat
sederhana yang terdiri dari 1 gugus cincin. Glukosa di dalam industri
pangan dikenal sebagai dekstrosa atau juga gula anggur. Di alam,
glukosa banyak terkandung di dalam buah-buahan, sayuran dan juga
sirup jagung. Glukosa merupakan golongan dari monosakarida,
sehingga kandungan dari glukosa digunakan oleh mikroorganisme
sebagai energi metabolisme.
II.4. ANALISIS KUANTITATIF MIKROBA DENGAN METODE
HITUNGAN CAWAN (TPC)
Analisis kuantitatif mikrobiologipada bahan pangan penting
dilakukan untuk mengetahui mutu bahan pangan dan menghitung proses
pengawetan yang akan diterapkan pada bahan pangan tersebut. Salah satu
cara yang dapat digunakan untuk menghitung atau mengukur jumlah
jasad renik di dalam suatu bahan adalah hitungan cawan (Total Plate
Count) (Fardiaz, 1992).
Prinsip dari metode hitungan cawan adalah jika sel jasad renik
yang masih hidup ditumbuhkan pada medium agar, maka sel jasad renik
tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat
langsung dan dihitung dengan mata tanpa menggunakan
mikroskop.Jumlah koloni yang diperoleh dinyatakan dengan colony
forming unit (cfu) per gram atau per ml atau luasan tertentu dari contoh
(per cm2). Pengenceran biasanya dilakukan secara desimal yaitu 1:10,
1:100, 1:1000, dan seterusnya. Larutan yang digunakan untuk
pengenceran dapat berupa larutan bufer fosfat, 0,85% NaCl, atau larutan
ringer. Metode hitungan cawan (TPC) dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu metode tuang (pour plate methode) dan metode sebar atau metode
permukaan (surface or spread plate methode).
III. METODE PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan
o Alat
1. Tabung reaksi steril
2. Freezer
3. Petridish
4. Pipet steril
5. Erlenmeyer steril
o Bahan
1. Biakan murni Escherichia coli dan Bacillus subtilis
2. Medium NA
3. Aquades
4. NaCl 0,85%
5. Gliserol 10%
6. Larutan gula 10%
7. Susu skim 10%
8. Pepton water 10%
B. Cara Kerja
Menyiapkan 4 buah tabung reaksi 100 ml steril.
Mengisi tabung reaksi masing-masing 9 ml gliserol 10% : susu skim 10%
(1:1) ; 9 ml larutan gula 10% ; 9 ml aquades ; dan 9 ml pepton water 10%.
Memasukkan 1 ml suspense Escherichia coli dan Bacillus subtilisyang
berumur 24 jam ke dalam tabung reaksi
Menyimpan tabung reaksi pada freezer dan mencatat suhu freezer.
Setelah 24 jam penyimpanan, segera melakukan thawing dengan cepat,
dengan cara mencelupkan tabung reaksi secara bersamaan pada penangas
air suhu 30 oC selama 10 menit.
Melakukan pengenceran dan perhitungan sel yang hidup dengan metode
cawan tuang sampai pengenceran 10-5.
Menginkubasi cawan pada suhu ruang selama 24 jam dengan posisi
terbalik.
Melakukan pengamatan, membuat tabel jumlah koloni yang hidup.
IV. DATA PENGAMATAN
Dari praktikum yang telah dilakukan, diperoleh data hasil perhitungan
total mikroba dengan metode hitungan cawan (TPC) sebagai berikut :
MikrobaTPC
Gliserol : susu skim Lar. Gula 10% Pepton water 10% Aquades
Escherichia coli 19,2 x 105 26 x 105 688 x 105 28 x 105
Bacillus subtilis 53 x 105 6 x 105 67,2 x 105 92 x 105
Gliserol : Susu skim
Lar. Gula Pepton Water Aquades0
100
200
300
400
500
600
700
800
DIAGRAM PENGARUH PEMBEKUAN TERHADAP TOTAL MIKROBA
E. coliB. subtilis
Medium Pembekuan
Σ M
ikro
ba (
x 10
5 cf
u/g)
V. PEMBAHASAN
V.1. PERTUMBUHAN BAKTERI PADA MAKANAN
Bakteri tumbuh dengan cara pembelahan biner, yang berarti satu
sel membelah menjadi dua sel. Waktu generasi, yaitu waktu yang
dibutuhkan oleh sel untuk membelah, bervariasi tergantung dari spesies
dan kondisi pertumbuhan. Waktu generasi beberapa bakteri berbeda
tergantung pada medium dan suhu tertentu yang menjadi media
pertumbuhannya.
Semua bakteri yang tumbuh pada makanan bersifat heterotropik,
yaitu membutuhkan zat organik untuk pertumbuhannya. Dalam
metabolismenya bakteri heterotropik menggunakan protein, karbohidrat,
lemak, dan komponen makanan lainnya sebagai sumber karbon dan
energi untuk pertumbuhannya. Beberapa bakteri dapat mengoksidasi
karbohidrat secara lengkap menjadi CO2 dan H2O, atau memecahnya
menjadi asam, alkohol, aldehid, dan keton. Bakteri juga dapat memecah
protein yang terdapat di dalam makanan menjadi polipeptida, asam
amino, amonia, dan amin. Beberapa spesies tertentu dapat memecah
lemak menjadi gliserol dan asam lemak. Meskipun bakteri membutuhkan
vitamin untuk proses metabolismenya, beberapa dapat mensintesis
vitamin-vitamin tersebut dari komponen lainnya di dalam medium.
Bakteri lainnya tidak dapat tumbuh jika tidak ada vitamin di dalam
mediumnya.
Jika tumbuh pada bahan pangan, bakteri dapat menyebabkan
berbagai perubahan pada penampakkan maupun komposisi kimia dan
cita-rasa bahan pangan tersebut. Perubahan yang dapat terlihat dari luar
misalnya perubahan warna, pembentukkan warna, pembentukkan film
atau lapisan pada permukaan seperti pada minuman atau makanan
cair/padat, pembentukkan lendir, pembentukkan endapan dan kekeruhan
pada minuman, pembentukkan gas, bau asam, bau alkohol, bau busuk,
dan berbagai perubahan lainnya (Fardiaz, 1992).
V.2. PENGARUH PEMBEKUAN TERHADAP MIKROBA
Pertumbuhan bakteri di bawah suhu 10oC akan semakin lambat
dengan semakin rendahnya suhu. Pada saat air dalam bahan pangan
membeku seluruhnya, maka tidak ada lagi pembelahan sel bakteri. Pada
sebagian bahan pangan air tidak membeku sampai suhu –9,5oC atau di
bawahnya karena adanya gula, garam, asam dan senyawa terlarut lain
yang dapat menurunkan titik beku air.
Lambatnya pertumbuhan mikroba pada suhu yang lebih rendah ini
menjadi dasar dari proses pendinginan dan pembekuan dalam pengawetan
pangan. Proses pendinginan dan pembekuan tidak mampu membunuh
semua mikroba, sehingga pada saat dicairkan kembali (thawing), sel
mikroba yang tahan terhadap suhu rendah akan mulai aktif kembali
dengan cepat dan dapat menimbulkan masalah kebusukan pada bahan
pangan yang bersangkutan. Kecepatan thawing juga mempengaruhi
jumlah sel yang hidup setelah pembekuan. Thawing yang cepat akan
memperbanyak jumlah sel yang hidup, sedangkan sebaliknya thawing
yang lambat akan memperbanyak sel yang mati.
Suhu Pendinginan (Refrigeration) secara drastis memperlambat
pembelahan Escherichia coli namun tidak sepenuhnya
menghentikannya.Makanan terkontaminasi yang disimpan pada suhu
antara 4-7 oC menunjukkan pertumbuhan minimal.Pendinginan
merupakan langkah penting dalam memperlambat pertumbuhan
Escherichia coli, tetapi tidak akan memperkecil populasinya.
Sedangkan proses pembekuan akan menghentikan pertumbuhan
Escherichia coli selama makanan tetap beku. Pada suhu 0 oC bakteri
Escherichia coli tidak dapat membelah sehingga populasinya relatif stabil.
Pada suhu -18 oC, Escherichia coli akan mulai mati. Menyimpan makanan
pada suhu ini akan mengurangi populasi 10-30 % dari tingkat
awal.Setelah dua minggu pada suhu ini, populasi Escherichia coli akan
turun menjadi sekitar 1 %.Namun, Escherichia colidapat membelah
kembali pada suhu yang lebih tinggi. Itu sebab, pembekuan tidak bisa
diandalkan sebagai metode sterilisasi.
Bacillus subtilis bersifat termofilik yang artinya dapat tumbuh pada
suhu tinggi di atas suhu tumbuh rata-rata bakteri mesofil yaitu 45-70oC.
Oleh karena memiliki ciri khas demikian, maka bakteri ini sebagian besar
tumbuh dan hidup pada daerah bersuhu tinggi, seperti sumber air panas,
kawah gunung berapi, dan tempat pengomposan yang bisa disimpulkan
bahwa Bacillus subtilis tidak dapat mengalami pertumbuhan pada suhu
pembekuan. Keuntungan dari bakteri ini adalah memiliki protein yang
dapat bekerja pada kondisi lingkungan dengan suhu tinggi dimana
protein/ enzim lain dapat mengalami denaturasi. Salah satu protease
termostabil dapat dihasilkan dari mikroorganisme termofilik yaitu
Bacillus subtilis (Kosim dan Surya, 2010).
Pada saat pembekuan, Bacillus subtilis tidak dapat melakukan
metabolisme sehingga dapat mencegah pembusukkan pada makanan.
Menurut (Sinell, 1992) bahwa suhu rendah tidak membunuh
mikroorganisme tetapi menghambat perkembangbiakannya. Dengan
demikian pertumbuhan mikroorganisme semakin berkurang seiring
dengan semakin rendahnya suhu, dan akhirnya di bawah “suhu
pertumbuhan minimum” perkembangbiakannya akan berhenti.
Eschericia coli memiliki suhu pertumbuhan minimum berkisar 8-
10 oC sedangkan Bacillus subtilis memiliki suhu pertumbuhan minimum
12 oC. Yang artinya Eschericia coli lebih tahan pada suhu rendah jika
dibandingkan Bacillus subtilis (Sinell, 1992).
Demikian juga menurut penelitian yang dilakukan oleh Mossel
tahun 1983 bahwa daging yang disimpan dengan cara pendinginan di
wadah biasa (tanpa vakum), maka jasad renik yang akan tumbuh dominan
selama penyimpanan adalah bakteri gram negatif yang bersifat
psikrotrofik dan aerobik. Sedangkan jika disimpan pada suhu yang sama
dengan cara pengepakkan vakum, yang menjadi dominan selama
penyimpanan adalah bakteri gram positif yang bersifat anaerobik atau
anaerobik fakultatif. Dimana seperti yang sudah disebutkan dalam pustaka
bahwa Eschericia colimerupakan bakteri gram negatif dan Bacillus
subtilistermasuk bakteri gram positif.
V.3. PENGARUH MEDIA DAN PENGUJIAN JUMLAH TOTAL
MIKROBA (TPC)
Pada praktikum kali ini yaitu bertujuan untuk mengetahui pengaruh
suhu rendah dan medium pembekuan terhadap penghambatan
pertumbuhan mikroba. Caranya yaitu dengan memasukkan biakan murni
B.subtilis dan E.coli ke dalam beberapa media pembekuan lalu
didinginkan di dalam freezer selama 24 jam dan setelah itu di thawing
dengan cepat. Lalu dilakukan pengenceran dan perhitungan sel denagn
metode cawan sampai pengenceran 10-5 setelah itu melakukan plating
pada medium NA. Pembuatan Nutrien Agar berguna sebagai media untuk
pertumbuhan suatu mikroorganisme karena didalam Nutrien Agar
tersebut terdapat zat makanan berupa dextrose/gula sebagai bahan atau
komponen untuk pertumbuhan mikroorganisme yang akan ditumbuhkan
atau dibiakkan pada media NA tersebut.
Analisis kuantitatif mikrobiologi pada bahan pangan penting
dilakukan untuk mengetahui mutu bahan pangan dan menghitung proses
pengawetan yang akan diterapkan pada bahan pangan tersebut. Salah satu
cara yang dapat digunakan untuk menghitung atau mengukur jumlah jasad
renik di dalam suatu bahan adalah hitungan cawan (Total Plate Count)
(Fardiaz, 1992).
NaCl 0,85 %, selain digunakan sebagai elemen mikro juga
diperlukan untuk menaikkan tekanan osmosa dan keseimbangan fisiko
khemis sel bakteri yang tumbuh dalam media yang digunakan.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa E.coli yang termasuk
bakteri gram negatif lebih tahan pada suhu rendah daripada B.subtilis
karena memiliki suhu pertumbuhan minimum yang lebih rendah, dan
B.subtilis mampu membentuk endospora yang dapat tahan terhadap
proses pemanasan. Akan tetapi terjadi error diperhitungan total mikroba
pada kontrol (aquades yaitu E. coli yang bertahan sebanyak 28 x 105 cfu/g
dan B. subtilis sebanyak 92 x 105 cfu/g). Seharusnya total mikroba yang
lebih banyak bertahan pada medium pembekuan aquades adalah bakteri
E.coli. Hal ini bisa disebabkan karena terjadinya kesalahan pada saat
pengenceran. Bisa juga pada saat pengenceran, kesalahan diperoleh dari
medium aquades yang memang lebih banyak terkontaminasi atau
kelebihan pemberian bakteri B. subtilis sehingga pada perhitungan total
mikroba lebih banyak yang masih bertahan adalah B. subtilis.
Lalu lebih banyak B. Subtilis yang bertahan pada medium
pembekuan gliserol : susu skim (53 x 105 cfu/g). Susu skim adalah bagian
susu yang tertinggal sesudah krim diambil sebagian atau seluruhnya.
Menurut Sudarwanto dan Lukman (1993), susu bubuk skim adalah susu
bubuk yang mengandung lemak maksimum 1,5% sedangkan menurut
Williams (1979) dalam Herdiana (2007), susu bubuk skim adalah susu
bubuk rendah lemak (low fat dry milk) yang kandungan lemaknya antara
0,5% sampai dengan nilai maksimum 2,0%. Susu skim banyak
mengandung protein sehingga sering disebut dengan “serum susu”. Hal
ini dapat disimpulkan bahwa bakteri B. subtilis yang dapat menghasilkan
enzim protease, dimana protease merupakan enzim proteolitik yang
mengkatalisis pemutusan ikatan peptida pada protein sehingga B. subtilis
mampu lebih bertahan pada medium gliserol yang disubstitusikan dengan
susu skim. Selain itu, gliserol dapat bersifat sebagai racun bagi bakteri
gram negatif. Jadi selain bakteri E. coli tidak dapat tumbuh pada suhu
pembekuan, lingkungan media dengan menggunakan gliserol juga akan
menghambat pertumbuhannya.
Setiap mikroorganisme seperti layaknya makhluk hidup pasti
membutuhkan makanan sebagai sumber energi. Sumber energi utama bagi
hampir semua makhluk hidup adalah karbohidrat, mulai dari yang rantai
panjang seperti pati sampai yang paling sederhana (mono dan disakarida).
Monosakarida paling utama adalah glukosa, gula dengan rumus kimia
C6H12O11. Hampir semua makhluk hidup mengolah karbohidrat menjadi
glukosa, menyebabkan glukosa menjadi muara utama dari metabolisme
karbon. E. coli proses metabolisme jika oksigen tersedia (aerob). Namun
jika tidak ada oksigen (anaerob), mikroorganisme ini mampu menempuh
jalur metabolisme lain yang bisa menghasikan energi juga walaupun
hanya sekitar 5-10 % dibanding kondisi aerob. Jika kita langsung mati
lemas tanpa oksigen, E.coli hanya mampu mengolah glukosa dan
bertahan hidup. Ini karena E.coli memiliki gen-gen yang bisa mensintesis
enzim-enzim untuk fermentasi glukosa. Hasil dari fermentasi glukosa
sangat tergantung jenis mikroorganisme. Oleh sebab itu lebih banyak
E.coli (26 x 105 cfu/g) yang bisa bertahan hidup dibandingkan B. subtilis
(6 x 105 cfu/g) pada medium larutan gula 10%.
Pepton merupakan sumber protein (nutrisi) dan penghasil nitrogen
organik. Sehingga untuk E.coli yang mampu menghasilkan energi dari
proses metabolisme dalam keadaan aerob dan mampu bertahan dalam
keadaan anaerob, jumlahnya yang bertahan sangat banyak mencapai 688
x 105 cfu/g dibandingkan B. subtilis (67,2 x 105 cfu/g) pada medium
pepton water.
VI. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Eschericia coli memiliki suhu pertumbuhan minimum berkisar 8-10
oC sedangkan Bacillus subtilis memiliki suhu pertumbuhan minimum
12 oC. Yang artinya Eschericia coli lebih tahan pada suhu rendah jika
dibandingkan Bacillus subtilis (pada medium aquades dimana sebagai
kontrol)
2. Bakteri B. subtilis yang dapat menghasilkan enzim protease, dimana
protease merupakan enzim proteolitik yang mengkatalisis pemutusan
ikatan peptida pada protein sehingga B. subtilis mampu lebih bertahan
pada medium gliserol yang disubstitusikan dengan susu skim. Selain
itu, gliserol dapat bersifat sebagai racun bagi bakteri gram negatif.
Jadi selain bakteri E. coli tidak dapat tumbuh pada suhu pembekuan,
lingkungan media dengan menggunakan gliserol juga akan
menghambat pertumbuhannya.
3. E.coli memiliki gen-gen yang bisa mensintesis enzim-enzim untuk
fermentasi glukosa. Sehingga E.coli bisa bertahan hidup dibandingkan
B. subtilis pada medium larutan gula 10%.
4. Pepton merupakan sumber protein (nutrisi) dan penghasil nitrogen
organik. Sehingga untuk E.coli yang mampu menghasilkan energi dari
proses metabolisme dalam keadaan aerob dan mampu bertahan dalam
keadaan anaerob, jumlahnya yang bertahan sangat banyak mencapai
688 x 105 cfu/g dibandingkan B. subtilis (67,2 x 105 cfu/g) pada
medium pepton water.
B. Saran
1. Sebaiknya untuk praktikum selanjutnya menggunakan bakteri selain
Escherichia coli dan Bacillus subtilis untuk lebih bervariasi dari
praktikum yang sebelumnya. Dan bakteri yang digunakan bisa juga
bakteri yang memiliki sifat berbeda dengan Escherichia coli maupun
Bacillus subtilis.
Daftar Pustaka
Anonim. Efek Pendinginan & Pembekuan pada Populasi Escherichia coli.
http://amazine.co/12089/efek-pendinginan-pemanasan-pada-populasi-
bakteri-e-coli/[Diakses tanggal 18 Juni 2013].
Djalalie, Syamier. 2013. Media Pertumbuhan Mikroorganisme.
http://sawittoku.blogspot.com/2013/03/media-pertumbuhan-
mikroorganisme.html[Diakses tanggal 18 Juni 2013].
Fardiaz, Srikandi. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Frazier, W.C. and P.C. Westhoff, 1977. Food Microbiology. Mc. Graw Hill Book
Co. Inc. New York.
Herdiana UR. 2007. Tingkat keamanan susu bubuk skim impor di tinjau dari
kualitas mikrobiologi. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor
Kosim, M, dan Surya. 2010. Pengaruh Suhu pada Protease dari Bacillus subtilis.
ITS. Surabaya.
Malta W., Dini. 2008. Deteksi Bakteri Gram Negatif (Salmonella sp., Escherichia
coli, dan Koliform) Pada Susu Bubuk Skim Impor. Fakultas Kedokteran
Hewan, IPB. Bogor.
Mossel, D.A.A. 1983. Essential and Perspectives of the Microbial Ecology of
Food. Dalam: Food Microbiology: Advances and Prospects (T.A. Robert
dan F.A. Skinner, eds.). Academic Press, London.
Sanjaya AW, Sudarwanto M, Soejoedono RR, Purnawarman T, Lukman DW,
Latif H. 2008. Higiene Pangan. Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan
Kesehatan Masyarakat Veteriner. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan,
Institut Pertanian Bogor.
Sardjono, dan D.Wibowo. 1988. Mikrobiologi Pengolahan Pangan. PAU
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Setiyono, Lutfi. 2011. Bacillus subtilis dan Aplikasinya dalam Industri.
http://lutfiblurry.blogspot.com/2011/02/bacillus-subtilis-dan-aplikasinya-
dalam.html[Diakses tanggal 18 Juni 2013].
Sinell, H.J. 1992. Einführung in die Lebensmittelhygiene.3.Auflage.Verlag Paul
Parey. Berlin. Hamburg.
Sudarwanto M, Lukman DW. 1993. Petunjuk Laboratorium Pemeriksaan Susu
dan Produk Olahannya. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi,
Institut Pertanian Bogor.
Tambunan, A.H., 1999. Pengembangan Metoda Pembekuan Vakum Untuk Produk
Pangan Usulan Penelitian Hibah Bersaing Perguruan Tinggi. Institut
Pertanian Bogor.
Wikipedia. Bakteri. 2011. https://id.wikipedia.org/wiki/Bakteri. [Diakses tanggal
18 Juni 2013].
Yalun. 2008. Bagaimana Mikroorganisme bisa Menghasilkan Alkohol?.
http://yalun.wordpress.com/2008/12/14/bagaimana-mikroorganisme-bisa-
menghasilkan-alkohol/. [Diakses tanggal 18 Juni 2013].
Lampiran
E. coli pada aquades
Bacillus subtilis dan E. coli pada pepton water