naskah akademik dan rancangan undang-undang...
TRANSCRIPT
NASKAH AKADEMIK
DAN
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG
PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYMN PET ANI
NASKAH AKADEMIK
PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI
DAFTAR lSI
HAL
Daftar lsi................................................................................................ I
BAB I PENDAHULUAN ............ ..................................................... 1
BABII
A. Latar Belakang . . . . . . .. . . . . . . . . . . .. . ...... ... ....... ... . ... .. . .. . .. ... .... 1
B. ldentifikasi Masalah .. . . . .. .. . .. . . .. .. .... .. . .. . .. .. . ... .. .. .. ... .. ..... 9
C. Tujuan dan Kegunaan Penyusunan Naskah 10 Akademik ..................................................................... .
D. Metode Penelitian/Penyusunan ................................. 10
DASAR PEMlKlRAN PERLUNYA PENGATURAN PERLJNDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI •••••••• A. Landasan Filosofis ..................................................... .
12
12
B. Landasan Sosiologis .................................................. 12
C. Landasan Yurtdis . ..... ...... .................................. ......... 14
BAB Ill ANALISIS HUKUM POSITIF TERKAIT DENGAN 16 · PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI •••••••• A. Peraturan Perundangt-undangan Berkaitan dengan 16
Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.. .................. . B. Substansi mengenai Perlindungan dan 17
Pemberdayaan Petani. ............................................... .
BAB IV ASAS-ASAS HUKUM DALAM PENGATURAN 33 PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAY AAN PET ANI .•••.•••
BAB V KONSEPSI PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAY AAN 36 PET ANI ....................................................................... -•••••••••
BAB VI PERAN PEMERINTAH, MASYARAKAT DAN SWASTA •• 38
A. Pemerintah . . .. . . . .. .. . . . .. . . .. .. . . . .. . . . . . . . .. . .. .. .. . .. . . . ... .. ... . . . . .. . . 38
B. Masyarakat .................................................................. 41
C. Swasta ........................................................................ 41
i
BAB VII POKOK-POKOK MATERI HUKUM YANG AKAN DIATUR 43
A. Hak dan Kewajiban Petani . . . .. . .. . . .. . .. . .. . . .. . .. . ... ... .. . ...... 43
B. Kesejahteraan Petani ................................................ 44
C. Perencanaan ... ....... .................. .................................. 45
D. Kebijakan dan Strategi .............................................. 46
E. Perlindungan Petani . . . . . . . . .. . .. .... .. ... .......... .. . .. ......... ... . . 46
F. Pemberdayaan Petani ...... ... ..... ... . ... .. . . . ... .. ... . .. . .. ... . ... . 47
G. Jaminan Risiko Usahatani . . ... . .. . . . ... . ... . . .. ... . .. . ... .. ........ 48
H. Lembaga Pembiayaan ............................................... 48
I. Prasarana dan saran a . . . . . . . . . .. . . . ... . .. . .. . . . . . . .. . . . . . . . .. . . . . .. 49
J. Kelembagaan Petani . . . . . . . .. . . . . .. . .. . .. . .. . . . . . . . .. . . . . .. . .. . .. . .. .. 50
BAB VIII REKOMENDASI ............ ······································-············· 53
ii
Draf Final, 31 Desember 2010
BABI.PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
mengamanatkan negara mempunyai tanggung jawab untuk melindungi
segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum serta
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Perlindungan dan pemberdayaan petani merupakan bagian dari upaya
melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa yang mendukung bagi tercapainya tujuan
pembangunan nasional.
Pembangunan pertanian diarahkan untuk meningkatkan sebesar-besamya
kesejahteraan petani sebagai pelaku utama pembangunan pertanian. Untuk
mewujudkan tujuan tersebut, petani mempunyai hak dan kebebasan untuk
menentukan pilihan jenis komoditas dan usahatani. Disamping itu, Pemerintah,
pemerintah daerah, masyarakat, dan swasta harus mengupayakan
peningkatan kapasitas petani agar menjadi petani yang mandiri dan berdaulat.
Kerja keras petani telah bemasil membawa Indonesia meraih penghargaan dari
Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1984, karena telah mengubah status
Indonesia dari negara pengimpor beras terbesar di dunia menjadi negara yang
mampu memenuhi kebutuhan berasnya sendiri. Pencapaian ini telah berhasil
meningkatkan stabilitas potitik, sosial, ekonomi, dan keamanan. Namun
demikian, ke~a keras petani ini belum diikuti oleh peningkatan kesejahteraan
petani, karena pembangunan pertanian masih berorientasi pada peningkatan
produksi belum diikuti dengan pendekatan peningkatan kesejahteraan petani.
Kurangnya perhatian negara terhadap kesejahteraan petani telah membuat
petani menghadapi ketidakpastian dalam berusaha, sehingga mempengaruhi
kine~a ketahanan pangan dan stabilitas nasional. Stabilitas ini diperlukan untuk
mendukung keberlanjutan pembangunan nasional.
1
Sampai saat ini, tingkat kemiskinan di Indonesia masih tetap tinggi dan
sebagian besar berada di perdesaan, terutama di sektor pertanian. Sebagian
besar petani Indonesia merupakan petani kecil dengan kecenderungan terus
meningkat, yang makin menurunkan tingkat kesejahteraan petani.
Faktor penyebab utama belum tercapainya tingkat kesejahteraan petani
sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 adalah: 1) Faktor internal petani, 2) Faktor ekstemal
petani, dan 3) Faktor. bencana alam dan perubahan iklim global. Secara rinci
ketiga faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Faktor Internal Petani
Pada umumnya petani masih berusahatani untuk kepentingan
keluarganya (subsisten) dan masih berorientasi produksi. Bersamaan
dengan itu, kepemilikan lahan petani cenderung semakin sempit. Data
statistik tahun 2003, menunjukkan bahwa petani yang memiliki lahan
kurang dari 0,5 ha sebanyak 13,7 juta rumah tangga. Hasil penelitian
Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian pada tahun 2008
menunjukkan bahwa rataan kepemilikan lahan petani di perdesaan
sebesar 0,41 ha di Jawa dan 0,96 ha di luar Jawa. Dengan kepemilikan
lahan yang sempit dan pola pikir usahatani yang masih subsisten, petani
akan sulit meningkatkan kesejahteraamya.
Untuk dapat meningkatkan kesejahteraan petani, per1u dilaksanakan
agrarian reform sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 juncto
Undang-Undang Nomor 56 PRP Tahun 1960 yang memungkinkan petani
mengelola lahan usahatani yang lebih luas.
Gambaran umum menunjukkan bahwa sekitar 55o/o petani memiliki skala
usahatani yang dinilai oleh perbankan masih belum feasible dan belum
bankable, sehingga perbankan tidak tertarik menyalurkan kreditnya.
Sebagai akibatnya, dengan sangat terpaksa petani meminjam modal
kepada rentenir (pelepas uang) dengan bunga yang tinggi untuk
membiayai usahataninya.
2
Sekitar 35% petani yang dinilai oleh perbankan sudah feasible tetapi
belum bankable juga mengalami kesulitan untuk mengakses permodalan
dari perbankan, karena perbankan masih menilai bahwa usahatani yang
dikelola oleh kelompok ini masih memiliki risiko tinggi. Walaupun
Pemerintah telah memberikan subsidi bunga kredit untuk meringankan
beban petani pada skim Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E)
dan Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) serta penjaminan bagi Kredit
Usaha Rakyat (KUR), penyaluran kredit program tersebut masih sangat
rendah (19%). Perbankan selama ini hanya tertarik menyalurkan
kreditnya kepada usahatani yang feasible dan bankable yang jumlahnya
tidak lebih dari 15%.
Data statistik menunjukkan bahwa 75,19 o/o petani berpendidikan lulus
SD/tidak lulus SO, 23,63% lulus SLTP dan SLTA, 1,18% lulus Perguruan
Tinggi. Dengan latar belakang tingkat pendidikan dan kompetensi rendah,
kemampuan mengadopsi teknologi pertanian menjadi berjalan lambat,
yang berakibat pada masih rendahnya produktivitas dan efisiensi
usahatani. Jiwa kewirausahaan merupakan modal dasar kemampuan
petani untuk mandiri dalam mengembangkan usahataninya. Pada saat ini,
tingkat ketergantungan petani kepada pemerintah masih sangat tinggi.
Hal ini mencenninkan jiwa kewirausahaan petani masih rendah dan per1u
ditumbuhkembangkan.
Kelembagaan ekonomi petani belum sepenuhnya berfungsi sebagai unit
penyedia sarana produksi, unit usaha pengolahan, unit usaha pemasaran,
dan unit usaha keuangan mikro (simpan pinjam). Kondisi ini terjadi karena
kelompoktani dan gabungan kelompoktani yang ada dibentuk dengan
pendekatan top-down, hanya untuk menangkap program dan fasilitas
yang disediakan Pemerintah, sehingga dana yang disalurkan kepada
kelompoktani dan gabungan kelompoktani tidak berkembang sesuai yang
diharapkan.
Pada umumnya, petani sebagai pelaku usaha memiliki aksesibilitas yang
rendah terhadap infonnasi pasar dibandingkan dengan pelaku usaha
lainnya, seperti Badan Usaha Swasta, BUMN, BUMD, dan Koperasi.
3
Asimetris dalam aksesibilitas terhadap informasi harga ini mengakibatkan
harga yang diterima tidak menguntungkan petani.
Rendahnya aksesibilitas petani terhadap informasi teknologi dan
sumberdaya lainnya berakibat rendahnya penguasaan dan pemanfaatan
teknologi dan sumberdaya lainnya oleh petani. Kondisi ini, berakibat
rendahnya tingkat produktivitas, efisiensi, dan daya saing usaha.
Pada umumnya, petani belum menerapkan good agricultural practices,
good handling practices, good manufacturing practices, dan good
marketing practices, yang mengakibatkan kualitas produk yang dihasilkan
rendah dan belum bisa menembus pasar modem, sehingga pendapatan
petani rendah.
2. Faktor ekstemal
Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa disparitas harga komoditas
pertanian di tingkat konsumen dan produsen berftuktuatif sangat tajam.
Sebagai contoh, pada tahun 2010, harga cabe merah keriting di tingkat
konsumen menjelang Hari Raya ldul Fitri mencapai Rp. 70.000,- per kg,
sedangkan harga yang diterima petani hanya sebesar Rp. 24.000,- per
kg. Contoh lain, harga daging sapi menjelang Hari Raya ldul Fitri sebesar
Rp. 70.000,- per kg, sementara harga sapi yang diterima petemak
sangat rendah, yaitu sekitar Rp. 20.000,- per kg berat hidup. Pada
komoditas perkebunan, harga minyak goreng di tingkat konsumen relatif
stabil, sementara itu harga CPO di tingkat petani turun. Gambaran
tersebut di atas, menunjukkan bahwa margin keuntungan lebih banyak
dinikmati oleh pedagang antara dibandingkan dengan petani, karena
posisi tawar petani sangat rendah.
Petani sebagai produsen sering dihadapkan dengan hanya satu atau
beberapa pembeli (monopsoni/oligopsoni) produk pertanian. Dengan
struktur pasar yang tidak sempuma tersebut, petani dieksploitasi oleh
pembeli yang terbatas, sehingga harga yang diterima oleh petani sangat
rendah. Pada struktur pasar seperti ini, petani hanya diposisikan sebagai
4
price taker. Sebagai pembeli, petani sering dihadapkan hanya dengan
satu atau beberapa penjual (monopoliloligopoli) produk pertanian. Contoh
lain dari struktur pasar yang tidak sempuma, yaitu pada kasus kemitraan
antara petemak dengan mitra usahanya. Petemak sering dihadapkan
pada situasi pasar oligopoli untuk input (pakan temak dan DOC) bagi
petemak dan pasar oligopsoni bagi produk petemak (telur dan daging
ayam). Dalam kasus ini, petemak kembali diposisikan sebagai price taker
di pasar input dan output, sehingga pendapatan petemak sangat rendah.
Faktor lain yang dihadapi oleh petani adalah masih rendahnya dukungan
lembaga keuanganlperbankan dalam menyalurkan kredit/pembiayaan
kepada petani. Sebagai contoh Kredit Ketahanan Pangan dan Energi
(KKP-E) yang suku bunganya disubsidi oleh pemerintah, penyalurannya
hanya 24,5% dari total plafon Rp 8,5 trilyun. Contoh lain, kredit usaha
rakyat (KUR) yang risiko kreditnya dijamin oleh pemerintah baru
disalurkan sebesar 19% dari total plafon Rp. 19,2 trilyun. Pada kasus
kredit usaha pembibitan sapi (KUPS), yang suku bunganya disubsidi oleh
pemerintah, dari total plafon sebesar Rp. 3,87 trilyun hanya tersalurkan
sebesar3%.
Contoh lain, ketidakberpihakan lembaga keuangan/perbankan kepada
petani tercermin dari penyaluran kredit kepada sektor pertanian yang
hanya berkisar antara 5,0-5,5%. Rendahnya penyaluran kredit
kepada sektor pertanian tersebut, antara lain disebabkan oleh: 1) bel urn
ditetapkannya porto-folio oleh otoritas perbankan; dan 2) sebagian besar
petani belum mampu memenuhi persyaratan prudential banking yang
ditetapkan oleh perbankan. Hal tersebut disebabkan oleh belum
terbentuknya lembaga pembiayaanlbank pertanian yang sahamnya
dimiliki oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau petani.
Masalah lain yang dihadapi oleh para petani adalah belum adanya
lembaga asuransi yang tertarik untuk menjamin risiko usaha di bidang
pertanian. Ketidaktertarikan lembaga asuransi terhadap sektor pertanian
tersebut, disebabkan oleh: 1} risiko usaha sektor pertanian sangat tinggi
dan sulit diprediksi, dan 2) belum adanya landasan hukum yang mengatur
5
asuransi pertanian. Untuk mendorong tumbuhnya Jembaga asuransi yang
menjamin risiko usaha pertanian, diperlukan peran pemerintah.
Terjadinya biaya ekonomi tinggi disebabkan oleh banyaknya praktik
pungutan liar dan peraturan daerah pada tingkat kabupaten/kota maupun
provinsi yang membebani petani, sehingga biaya produksi meningkat.
Sebagai akibatnya, harga komoditas pertanian tidak mampu bersaing di
pasar regional maupun intemasional.
Alih fungsi (konversi) lahan pertanian ke non pertanian mempunyai
implikasi yang serius terhadap produksi pangan, lingkungan fisik, serta
kesejahteraan masyarakat pertanian dan perdesaan, yang kehidupannya
bergantung pada lahannya. Data statistik tahun 2004, menunjukkan
besaran laju alih fungsi dari lahan sawah ke non sawah sebesar 187.720
ha per tahun, dengan rincian alih fungsi ke non pertanlan sebesar
110.164 ha per tahun dan alih fungsi ke pertanian lainnya sebesar 77.556
ha per tahun. Adapun alih fungsi lahan kering pertanian ke non pertanian
sebesar 9.152 ha per tahun.
Prasarana pertanian yang keberadaaannya saat ini sangat
memprihatinkan adalah jaringan irigasi teknis dan jaringan irigasi
perdesaan. Kurangnya pembangunan waduk dan jaringan irigasi yang
baru, serta rusaknya jaringan irigasi yang ada mengakibatkan
·daya dukung irigasi bagi petani sangat menurun. Prasarana usahatani
lainnya yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat dan pedagang
komoditas pertanian, namun keberadaannya sangat terbatas antara lain
jalan usahatani, jalan produksi, pelabuhan yang dilengkapi dengan
gudang berpendingin, laboratorium uji standar mutu, dan terminal dan sub
terminal agribisnis.
Peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat ini masih bersifat
parsial dan hanya mengatur kepentingan subsektor, antara lain Undang
Undang Nomor 2 Tahun 1960 tentang Bagi Hasil Tanah Pertanian;
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria;
Undang-Undang Nomor 56 PRP Tahun 1960 tentang Penetapan Luas
6
Tanah Pertanian; Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha
Perasuransian; Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Budidaya
Tanaman; Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina
Hewan, lkan, dan Tumbuhan; Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996
tentang Pangan; Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang
Perlindungan Varietas Tanaman; Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan; Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang
Sumberdaya Air; Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang
Perkebunan;Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional; Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2006 tentang
Perjanjian lntemasional mengenai Sumberdaya Genetik untuk Pangan
dan Pertanian (lntemational Treaty on Plant Genetic Resourr:es for Food
and Agriculture); Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem
Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan; Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana; Undang
Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; Undang
Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah; Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Sosial; Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang
Petemakan dan Kesehatan Hewan; Undang-Undang Nomor 41 Tahun
2009 tentang Pertindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan; dan
Undang-Undang No 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura.
Dengan diratifikasinya Organisasi Perdagangan Dunia dengan Undang
Undang Nomor 17 Tahun 1994, maka para pelaku usaha di bidang
pertanian termasuk petani, harus mengikuti aturan-aturan perdagangan
bebas yang dalam beberapa hal kurang berpihak kepada petani, misalnya
standardisasi produk, keamanan pangan, subsidi dan tarif. Sementara itu,
petani sebagai pelaku usaha di bidang agribisnis belum mampu
memenuhi standard produk yang diwajibkan di pasar global, penerapan
ketentuan keamanan pangan, penurunan subsidi, dan tarif.
7
Pada saat ini, asosiasi-asosiasi dibidang pertanian tumbuh dan
berkembang secara parsial diberbagai komoditas seperti Asosiasi Obat
Hewan, Asosiasi Pengusaha Pakan Temak, Asosiasi Petani Tebu Rakyat,
Asosiasi Petani Kelapa Sawit, Gabungan Asosiasi Petani Kelapa Sawit
(GAPKI), Dewan Hortikultura Nasional, Paguyuban Petani Padi Organik,
Dewan Jagung. Asosiasi yang bersifat parsial ini lebih berorientasi
kepada kepentingan pengusaha dari pada memperjuangkan kemandirian
dan kedaulatan petani.
3. Faktor bencana alam dan perubahan lldlm global
Faktor ekstemal yang berada di tuar kendali petani dan pemangku
kepentingan lainnya adalah: a) perubahan iklim global; b) gempa bumi; c)
tsunami; d) banjir bandang; e) kekeringan; dan f) eksplosi organisme
pengganggu tumbuhanlwabah penyakit hewan menular.
Perubahan iklim global yang menyebabkan tidak menentunya cuaca
mengakibatkan curah hujan yang eksbim (La Nina) dan musim kemarau
yang kering (E/ Nino) sehingga terjadinya kegagalan panen dan kerugian
bagi petani. Dampak lain dari perubahan iklim global adalah
meningkatnya serangan hama dan penyakit atau serangan organisme
pengganggu tumbuhan.
Indonesia termasuk negara yang berada dalam kawasan rawan gempa,
baik gempa bumi tektonik maupun vulkanik. Kejadian gempa bumi
vulkanik gunung Merapi di Jawa Tengah dan Yogyakarta
meluluhlantahkan sektor pertanian yang menyebabkan kerugian dan
penderitaan bagi petani. Kerugian sektor pertanian di tiga kabupaten,
Magelang, Sleman, dan Boyotali yang mencakup subsektor tanaman
pangan, hortikultura, pert<ebunan, dan petemakan diper1<irakan mencapai
Rp. 5,5 trilyun {Kompas, 15 November 2010). Tsunami yang menimpa
Aceh tahun 2004 dan Kepulauan Mentawai tahun 2010, telah merusak
lahan pertanian dan membinasakan hewan temak. Banjir bandang dan
kekeringan di berbagai wilayah Indonesia, juga menimbulkan kerugian
bagi petani.
8
Untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas dan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan petani, per1u disusun peraturan perundang
undangan yang komprehensif, integratif, sistemik, dan kuat untuk
melindungi dan memberdayakan petani.
B. ldentifikasi Masalah
1. Faktorinte~lpetani
Berdasarkan studi pustaka dan pengamatan di lapangan, permasalahan
yang dapat diidentifikasi berkaitan dengan aspek pemberdayaan petani
adalah: 1) tingkat pendidikan, kompetensi, dan jiwa kewirausahaan relatif
rendah; 2) kepemilikan lahan/skala usaha relatif kecil; 3) aksesibilitas
terhadap infonnasi pasar yang asimetris, teknologi, dan sumberdaya
lainnya relatif rendah; 4) kualitas produk yang dihasilkan petani relatif
rendah; 5) kelembagaan ekonomi petani lemah; dan 6) mayoritas
usahatani masih belum feasible dan bankable.
2. Faktor ekstemal
Faktor ekste~l. yaitu: a) belum adanya jaminan harga bagi produk
petani; b) struktur pasar komoditas pertanian kurang sempuma; c)
dukungan lembaga keuangan terhadap sektor pertanian masih terbatas;
d) biaya ekonomi tinggi; e) fragmentasi dan konversi lahan pertanian; dan
f) infrastruktur pertanian belum memadai;
3. Bencana alam, serangan hama penyakl, dan perubahan lklim global
Faktor ekstemal yang berada di luar kendali petani dan pemangku
kepentingan lainnya adalah: a) perubahan iklim global; b) gempa bumi; c)
tsunami; d) banjir bandang; e) kekeringan; dan f) eksplosi organisme
pengganggu tumbuhanlwabah penyakit hewan menular.
9
C. Tujuan dan Kegunaan Penyusunan Naskah Akademik
1. Tujuan
a. Sebagai landasan ilmiah bagi penyusunan Rancangan Peraturan
Perundang-undangan yang memberikan arah, dan menetapkan
ruang lingkup bagi penyusunan peraturan perundang-undangan
mengenai perlindungan dan pemberdayaan petani.
b. Sebagai acuan dalam merumuskan pokok-pokok pikiran yang
menjadi bahan dasar Undang-Undang Perlindungan dan
Pemberdayaan Petani.
2. Kegunaan dan Manfaat
a. Menjadi dokumen resmi yang menyatu dengan konsep Rancangan
Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani yang
akan dibahas bersama antara Pemerintah dengan Dewan
Perwakilan Rakyat
b. Memberikan pemahaman kepada pembentuk Peraturan Perundang
undangan dan masyarakat mengenai urgensi konsep dasar dan
konsep hirarki peraturan perundang-undangan yang wajib diacu dan
diakomodasi dalam peraturan perundang-undangan tersebut.
c. Memberikan pemahaman kepada pembentuk Peraturan Perundang
undangan dan masyarakat mengenai penyusunan peraturan
perundang-undangan dengan mengacu dan mengakomodasi
konsep dasar dan konsep hirarki sebagaimana di atas.
d. Mempermudah perumusan asas-asas dan tujuan serta pasal-pasal
yang akan diatur dalam Rancangan Peraturan Perundang-undangan
mengenai pertindungan dan pemberdayaan petani.
D. Metode Penelltian/Penyusunan
Penyusunan naskah akademik ini dilakukan melalui studi dokumen dan
penelitian lapangan (field msean;h). Data mengenai kondisi materi yang akan
diatur diperoleh melalui penelitian lapangan dengan mendengar pendapat dari
instansi atau organisasi terkait lainnya. Pada saat penelitian ini, disebarkan
10
pula kuesioner untuk diisi oleh instansi yang berwenang melaksanakan
peraturan dan instansi yang betwenang melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan materi yang akan diatur. Disamping itu, akan dilakukan lokakarya
yang dihadiri oleh anggota masyarakat dan organisasi terkait lainnya
(stakeholders), untuk mendiskusikan pengembangan peraturan perundang
undangan yang sudah ada, dan ada keterkaitannya dengan Undang-Undang
Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.
11
A.
BAB II. DASAR PEMIKIRAN PERLUNYA PENGATURAN PERLINDUNGAN
DAN PEMBERDAYAAN PETANI
Landasan Filosofis
Bhineka Tunggal lka, Pancasila, dan NKRI merupakan filosofi dasar dari
penyusunan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang sudah
empat kali diamandemen, terakhir pada tahun 2002, merupakan landasan
filosofis dalam penyusunan Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan
Petani.
Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
mengamanatkan bahwa perekonomian disusun bersama berdasarkan atas
asas kekeluargaan. Selanjutnya, bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat. Berdasarkan Pasal 33 Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut, filosofis pembangunan
pertanian diarahkan untuk mewujudkan sebesar-besamya kemakmuran petani.
Perlindungan dan pemberdayaan petani merupakan bagian dari upaya
melindungi dan mencerdaskan kehidupan petani dalam rangka meningkatkan
kemandirian dan kesejahteraan petani. Untuk mewujudkan cita-cita luhur
tersebut, diperlukan peran dan komitmen dari pemerintah, masyarakat, swasta,
dan pemangku kepentingan lainnya.
B. Landasan Soslologis
Indonesia merupakan negara kepulauan, yang memiliki keragaman sosial,
budaya, dan bahasa. Oleh karena itu, perlindungan dan pemberdayaan petani
harus ditempatkan dalam konteks keragaman tersebut di atas, agar dapat
. diterima oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia.
12
Sebagai negara kepulauan dengan jumlah penduduk terbesar nomor empat di
dunia, Indonesia memerlukan kestabilan sosial, budaya, ekonomi, politik, dan
keamanan sebagai upaya mewujudkan pembangunan pertanian yang
berkelanjutan menuju masyarakat yang adil dan makmur.
Laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,6% per tahun dan peningkatan
pendapatan masyarakat di masa yang akan datang, mengakibatkan
meningkatnya kebutuhan pangan, sandang, papan, dan energi. Petani dengan
jumlah 43.029 juta orang atau 41,18% dari total angkatan ke~a tahun 2009
merupakan segmen masyarakat yang mempunyai peran penting untuk
memenuhi peningkatan kebutuhan tersebut.
Banyaknya penduduk yang beke~a sebagai petani menyebabkan Iand-man
ratio semakin kecil. Hal ini berakibat rendatvlya skala usaha ekonomi petani
yang pada akhimya menyebabkan reridahnya pendapatan petani. Di negara
maju, jumlah penduduk yang bennata pencaharian di bidang pertanian berkisar
lebih kecil atau sama dengan satu persen.
Namun demikian, dari sisi usia, tenaga kerja pertanian yang berusia diatas 45
tahun mencapai sekitar 42%, dan diperkirakan akan meningkat di masa
mendatang. Sementara itu, gener:asi muda cenderung tidak tertarik bekerja
disektor pertanian (second generation problem). Kondisi ini menunjukkan
peran, tantangan, dan permasalahan pertanian dalam pembangunan ekonomi
nasional akan semakin kompleks.
Untuk menjawab peran, tantangan, dan permasalahan pertanian tersebut, perlu
dilakukan upaya perlindungan dan pemberdayaan petani.
Sebagai contoh, di beberapa negara maju, seperti Jepang, Amerika Serikat,
dan Taiwan yang jumlah petaninya relatif kecil, per1indungan dan
pemberdayaan petani dilakukan antara lain melalui agrarian reform untuk
meningkatkan kepemilikan lahan/skala usaha, pember1akuan tarif impor yang
tinggi bagi komoditas pertanian strategis, pengembangan kelembagaan
ekonomi petani di tingkat perdesaan, pernberian subsidi input dan output dalam
rangka meningkatkan daya saing produk pertanian.
13
c. Landasan Yuridis
Permasalahan per1indungan dan pemberdayaan petani dalam pembangungan
pertanian untuk mendukung ketahanan pangan dalam memenuhi kebutuhan
pangan yang merupakan hak dasar bagi masyarakat per1u diwujudkan secara
nyata dan mandiri.
Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 pada alinea 2 menyatakan: •oan perjuangan pergerakan Indonesia telah
sampailah pada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa
menghantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan Negara
Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan rnakmur", dan Alinea
4 menyatakan:"Dan kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu
pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan ... ".
Didalam sila kelima Pancasila dan pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, secara jelas dinyatakan bahwa keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia menjadi dasar salah satu filosofi pembangunan
bangsa, karenanya setiap warga Negara Indonesia, berhak atas kesejahteraan.
Oleh karena itu setiap warga Negara Indonesia berhak dan wajib sesuai
kemampuannya ikut serta dalam pengembangan usaha di bidang pertanian.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Bab XIV
"Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosiar, Pasal 33 ayat (4)
menyatakan: "Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan asas
demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga
keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional".
14
Dalam Pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh
semua, untuk semua dibawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota
masyarakat. Kemakmuran masyarakaUah yang diutamakan bukan
kemakmuran orang- orang, sebab perekonomian disusun sebagai usaha
bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bentuk perusahaan yang sesuai
dengan itu ialah koperasi.
Perekonomian berdasarkan demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi segala
orang. Oleh karena itu cabang-<:abang produksi yang panting bagi negara dan
yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak,
maka produksi akan jatuh ke tangan orang-orang yang berkuasa dan rakyat
dirugikan. Hal ini selaras dengan Pasal 33 ayat {3) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia yang menya~akan bumi dan air dan kekayaan alam
yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Dalam upaya meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani serta
memperluas pemerataan kesempatan berusaha dan kesempatan kerja,
diperlukan langkah-langkah yang mendorong tumbuhnya kerjasama saling
menguntungkan antara usaha berskala kecil dengan yang berskala besar agar
terbuka peluang bagi petani dan usaha kecil turut masuk kedalam kepemilikan
usaha skala besar melalui perlindungan dan pemberdayaan petani.
15
BAS Ill. ANAUSIS HUKUM POSITIF TERKAIT DENGAN PERUNDUNGAN
DAN PEMBERDAYAAN PETANI
A. Peraturan perundang-undangan berkaitan dengan perlindungan dan pemberdayaan petani
Dari hasil invetarisasi hukum positif yang berkaitan dengan perlindungan dan
pemberdayaan petani, ditemukan sejumlah peraturan perundang-undangan
yang secara parsial telah diatur, yaitu sebagai berikut
2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 tentang Bagi Hasil Tanah
Pertanian;
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-PokokAgraria;
4. Undang-Undang Nomor 56 PRP Tahun 1960 tentang Penetapan Luas
Tanah Pertanian:
5. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian;
6. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya
Tanaman;
7. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, lkan,
dan Tumbuhan;
8. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan;
9. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas
Tanaman;
1 0. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
11. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air;
12. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan;
13. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional;
14. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2006 tentang Perjanjian lntemasional
Mengenai Sumberdaya Genetik Untuk Pangan dan Pertanian;
15. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan
Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan;
16. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana;
17. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
16
18. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah;
19. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial;
20. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Petemakan dan
Kesehatan Hewan;
21. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan; dan
22. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura.
B. Substansi mengenal perllndungan dan pemberdayaan petanl
Berbagai peraturan perundang-undangan tersebut di atas, Perlindungan dan
Pemberdayaan Petani, telah diatur secara parsial dan belum terintegrasi satu
dengan yang lain.
Untuk mengetahui sejauhmana dan bagaimana masing-masing peraturan
perundang-undangan dimaksud, dalam pengaturan Per1indungan dan
Pemberdayaan Petani, dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Oi dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem
Budidaya Tanaman, terdapat 7 pasal yang berkaitan dengan
perlindungan dan pemberdayaan petani, yaitu:
a. Pasal6
(1) Petani memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan jenis
tanaman dan pemberdayaannya.
(3) Apabila pilihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tidak
dapat terwujud karena ketentuan Pemerintah, maka
Pemerintah berkewajiban untuk mengupayakan agar petani
yang bersangkutan memperoleh jaminan penghasilan tertentu.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
17
b. Pasal26
(1) Kepada pemilik yang tanaman dan/atau benda lainnya
dimusnahkan dalam rangka eradikasi dapat diberikan
kompensasi.
(2) Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1 ), diberikan
hanya atas tanaman dan/atau benda lainnya yang tidak
terserang organisme pengganggu tumbuhan tetapi harus
dimusnahkan dalam rangka eradikasi.
c. Pasal27
Ketentuan mengenai pengendalian dan eradikasi dan organisme
pengganggu tumbuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
butir b dan butir c serta ketentuan mengenal kompensasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
d. Pasal30
(2) Pemerintah wajib berupaya untuk meringankan beban petani
kecil ber1ahan sempit yang budidaya tanamannya gagal panen
karena bencana alam.
e. Pasal36
(1) Pemerintah menetapkan harga dasar hasil budidaya tanaman
tertentu.
f. Pasal37
(3) Pemerintah mengawasi pengadaan dan peredaran pupuk.
(4) Ketentuan mengenai tatacara pengawasan, pengadaan, dan
peredaran pupuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur
lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
g. Pasal38
(1). Pestisida yang akan diedarkan di dalam wilayah Negara
Republik Indonesia wajib terdaftar, memenuhi standar mutu,
18
te~amin efektivitasnya, aman bagi manusia dan lingkungan
hidup, serta diberi label.
(2). Pemerintah menetapkan standar mutu pestisida sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1 ), · dan jenis pestisida yang boleh
diimpor.
2. Di dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina
Hewan, lkan, dan Tumbuhan.
a. Pasal1
Karantina adalah tempat, dan atau tindakan untuk mencegah keluar
masuk dan tersebamya organisme pengganggu tumbuhan dan/atau
penyakit hewan menular.
b. Pasal14
(1) Terhadap media pembawa hama dan penyakit hewan
karantina, hama dan penyakit ikan karantina, atau organisme
pengganggu tumbuhan karantina dilakukan penahanan apabila
setelah dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11, temyata persyaratan karantina untuk pemasukan ke
dalam atau dari suatu area lain di dalam wilayah Negara
Republik Indonesia belum seluruhnya dipenuhi.
(2) Pemerintah menetapkan batas waktu pemenuhan persyaratan,
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1 ).
c. Pasal24
a. Janis hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit
ikan karantina, dan organisme pengganggu tumbuhan
karantina;
b. Janis media pembawa hama dan penyakit hewan karantina,
hama dan penyakit ikan karantina, dan organisme pengganggu
tumbuhan karantina;
19
c. Jenis media pembawa hama dan penyakit hewan, karantina,
hama dan penyakit ikan karantina, dan organisme pengganggu
tumbuhan karantina yang dilarang untuk dimasukan dan/atau
dibawa atau dikirim dari suatu area lain di dalam wilayah
Negara Republik Indonesia.
d. Pasal26
Pemerintah menetapkan tempat-tempat pemasukan dan
pengeluaran media pembawa hama dan penyakit hewan karantina,
hama dan penyakit ikan karantina, dan organisme pengganggu
tumbuhan karantina.
3. Di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, terdapat
3 pasal yang berkaitan dengan per1indungan dan pemberdayaan petani,
yaitu:
a. Pasal4
(1) Pemerintah menetapkan persyaratan sanitasi dalam kegiatan
atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan/atau
peredaran pangan;
b. Pasal24
(1) Pemerintah menetapkan standar mutu pangan;
c. Pasal27
(1) Pemerintah menetapkan dan menyelenggarakan kebijakan di bidang
gizi sebagai perbaikan status gizi masyarakat
d. Pasal45
(1) Pemerintah bersama masyarakat bertanggung jawab untuk
mewujudkan ketahanan pangan.
20
(2) Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan, sebagaimana
dimaksud pada ayat (1 ), Pemerintah menyelenggarakan pengaturan,
pembinaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap ketersediaan
pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, bergizi,
beragam, merata, dan terjangkau oleh daya beli masyarakat.
e. Pasal48
(1) Untuk mencegah dan/atau menanggulangi gejolak harga pangan
tertentu yang dapat merugikan ketahanan pangan Pemerintah
mengambil tindakan yang dipertukan dalam rangka mengendalikan
harga pangan tertentu.
4. Di dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan
Varietas Tanaman (PVT), terdapat 2 Pasal yang berkaitan dengan
pertindungan dan pemberdayaan petani, yaitu:
a. Pasal6
(1) Pemegang hak PVT memiliki hak untuk menggunakan dan
memberikan persetujuan kepada orang atau badan hukum lain
untuk menggunakan varietas berupa benih dan hasil panen
yang digunakan untuk propagasi.
b. Pasal8
(1) Pemulia yang menghasilkan varietas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) berhak untuk mendapatkan
imbalan yang layak dengan memperhatikan manfaat ekonomi
yang dapat diperoleh dari varietas tersebut.
5. Di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan,
terdapat 6 Pasal yang berkaitan dengan perlindungan dan pemberdayaan
petani, yaitu:
21
a. Pasal18
(1) Pemberdayaan usaha perkebunan dilaksanakan oleh
Pemerintah, provinsi, dan kabupatenlkota bersama pelaku
usaha perkebunan serta lembaga terkait lainnya.
(2) Pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. memfasilitasi sumber pembiayaan/permodalan;
b. menghindari pengenaan biaya yang tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan;
c. memfasilitasi pelaksanaan ekspor hasil perkebunan;
d. mengutamakan hasil perkebunan dalam negeri untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi dan bahan baku industri;
e. mengatur pemasukan dan pengeluaran hasil perkebunan;
dan/atau
f. memfasilitasi aksesibilitas ilmu pengetahuan dan
teknologi serta infonnasi.
b. Pasal19
(1) Pemerintah, prov1ns1, kabupatenlkota mendorong dan
memfasilitasi pemberdayaan pekebun, kelompok pekebun,
koperasi pekebun, serta asosiasi pekebun beradasarkan jenis
tanaman yang dibudidayakan untuk pengembangan usaha
agribisnis perkebunan.
c. Pasal21
Setiap orang dilarang melakukan tindakan yang berakibat pada
kerusakan kebun dan/atau aset lainnya, penggunaan tanah
perkebunan tanpa izin dan/atau tindakan lainnya yang
mengakibatkan terganggunya usaha perkebunan.
d. Pasal22
(1) Perusahaan perkebunan melakukan kemitraan yang saling
menguntungkan, saling menghargai, saling bertanggung jawab,
saling memperkuat dan saling ketergantungan dengan
pekebun, karyawan dan masyarakat sekitar perkebunan.
22
(2) Kemitraan usaha perkebunan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1 ), polanya dapat berupa kerjasama penyediaan sarana
produksi, kerjasama produksi, pengolahan dan pemasaran,
transportasi, kerjasama operasional, kepemilikan saham, dan
jasa pendukung lainnya.
e. Pasal27
(3) Pemerintah, provinsi, kabupatenlkota melakukan pembinaan
dalam rangka pengembangan usaha industri pengolahan hasil
perkebunan untuk memberikan nilai tambah yang maksimal.
f. Pasal36
(4) Pemerintah, provinsi, kabupatenlkota danlatau pelaku usaha
perkebunan dalam hal tertentu menyediakan fasilitas untuk
mendukung peningkatan kemampuan pelaksana penelitian dan·
pengembangan untuk menguasai dan mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi perkebunan.
g. Pasal37
{1) Pemerintah, provinsi, kabupatenlkota memfasilitasi pelaksana
penelitian dan pengembangan. pelaku usaha perkebunan dan
masyarakat dalam mempublikasikan dan mengembangkan
sistem pelayanan informasi hasil penelitian dan
pengembangan perkebunan, dengan memperhatikan hak
kekayaan intelektual sesuai dengan peraturan perundang
undangan.
(2) Pemerintah memberikan per1indungan hak kekayaan
intelektual atas hasil invensi ilmu pengetahuan dan teknologi
dibidang perkebunan.
23
6. Di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional, Undang-Undang ini mengatur mengenai jaminan sosial
yang merupakan salah satu bentuk jaminan sosial untuk menjamin
seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang
layak. Namun demikian, jangkauan pengaturannya hanya berwujud
dalam bentuk jaminan sosial bagi tenaga kerja, Pegawai Negeri Sipil, dan
TNI. Selanjutnya jaminan tersebut diselenggarakan oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial yang secara limitatif disebut dalam
Undang-Undang Pasal 5 yaitu:
a. Persero Jamsostek;
b. Persero Taspen;
c. Persero Asabri; dan
d. Persero Askes.
Berarti setiap orang yang melakukan usaha termasuk usahatani tidak
termasuk jangkauan pengaturan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004.
7. Di dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2006 tentang Pengesahan
Perjanjian lntemasional Mengenai Sumberdaya Genetik untuk Pangan
dan Pertanian mengamanatkan bahwa sumberdaya genetik tanaman
yang telah dikelola oleh komunitas petani di suatu daerah oleh
pemerintah wajib dilindungi oleh Pemerintah dalam bentuk pengakuan
atas hak kekayaan intelektual. Setiap orang yang ingin mengakses
sumberdaya genetik tersebut harus mendapat izin dari pemerintah daerah
dan memberikan manfaat ekonomi (benefit sharing} dari pemuliaan
sumberdaya genetik tersebut.
8. Di dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem
Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan, terdapat 2 pasal yang
berkaitan dengan perlindungan dan pemberdayaan petani, yaitu:
a. Pasal16
(2) Pos penyuluhan berfungsi sebagai tempat pertemuan para
penyuluh, pelaku utama, dan pelaku usaha untuk:
a. menyusun programa penyuluhan;
24
b. melaksanakan penyuluhan di desa/kelurahan;
c. menginventarisasi permasalahan dan
pemecahannya;
upaya
d. melaksanakan proses pembelajaran melalui percontohan
dan pengembangan model usahatani bagi pelaku utama
dan pelaku usaha;
e. kepemimpinan, kewirausahaan, serta kelembagaan
pelaku utama dan pelaku usaha;
f. melaksanakan kegiatan rembug, pertemuan teknis, temu
lapang, dan metode penyuluhan lain bagi pelaku utama
dan pelaku usaha.
b. Pasal19
(1) Kelembagaan pelaku utama beranggotakan petani, pekebun,
petemak, nelayan, pembudidaya ikan, pengolah ikan, serta
masyarakat di dalam dan di sekitar hutan yang dibentuk oteh
pelaku utama, baik formal maupun non formal.
{2) Kelembagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mempunyai fungsi wadah proses pembelajaran, wahana kerja ·
sama, unit penyedia sarana dan prasarana produksi, unit
produksi, unit pengolahan dan pemasaran, serta unit jasa
penunjang.
(3) Kelembagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berbentuk kelompok, gabungan kelompok, asosiasi, atau
korporasi.
(4) Kelembagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difasilitasi
dan diberdayakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah
daerah agar tumbuh dan berkembang menjadi organisasi yang
kuat dan mandiri sehingga mampu mencapai tujuan yang
diharapkan para anggotanya.
9. Di dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan · Bencana, Pemerintah dan pemerintah daerah
berkewajiban memberikan perlindungan masyarakat termasuk petani
terhadap kerugian akibat bencana alam baik kerugian jiwa, fisik dan/atau
25
berbagai usaha yang dilakukan masyarakat termasuk petani. Kerugian
usahatani biasanya tidak hanya pada usahanya tetapi juga pada lahan
usahanya sehingga diantisipasi sejak pra bencana, sampai saat tanggap
darurat dan pasca bencana. Oleh karena itu suatu keniscayaan bahwa
Pemerintah berkewajiban untuk melakukan perlindungan dan
pemberdayaan petani.
10. Di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Petemakan
dan Kesehatan Hewan, terdapat 10 pasal yang berkaitan dengan
perlindungan dan pemberdayaan petani, yaitu:
a. Pasal6
(2) Lahan yang telah ditetapkan sebagai kawasan
penggembalaan umum harus dipertahankan keberadaan dan
kemanfaatannya secara berkelanjutan.
(3) Pemerintah daerah kabupatenlkota yang di daerahnya
mempunyai persediaan lahan yang memungkinkan dan
memprioritaskan budidaya temak skala kecil diwajibkan
menetapkan lahan sebagai kawasan penggembalaan umum.
(4) Pemerintah daerah kabupatenlkota membina bentuk kerja
sama antara pengusahaan peternakan dan pengusahaan
tanaman pangan, hortikultura, perikanan, perkebunan, dan
kehutanan serta bidang lainnya dalam memanfaatkan lahan di
kawasan tersebut sebagai sumber pakan ternak murah.
b. Pasal9
(1) Setiap orang yang melakukan pemanfaatan sumberdaya
genetik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) wajib
membuat perjanjian dengan pelaksana penguasaan negara
atas sumberdaya genetik yang bersangkutan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2).
(2) Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mencantumkan, antara lain, pembagian keuntungan dari hasil
pemanfaatan sumberdaya genetik yang bersangkutan dan
pemberdayaan masyarakat sekitar dalam pemanfaatannya.
26
c. Pasal10
(1) Pembudidayaan dan pemuliaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal8 ayat (4) dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah
provinsi, pemerintah daerah kabupatenlkota, masyarakat,
dan/atau korporasi.
(2) Pemerintah wajib melindungi usaha pembudidayaan dan
pemuliaan sebagaimana dimaksud pada ayat {1).
d. Pasal13
(1) Penyediaan dan pengembangan benih, bibit, dan/atau bakalan
dilakukan dengan mengutamakan produksi dalam negeri dan
kemampuan ekonomi kerakyatan.
(2) Pemerintah berkewajiban untuk melakukan pengembangan
usaha pembenihan dan/atau pembibitan dengan melibatkan
peran serta masyarakat untuk menjamin ketersediaan benih,
bibit, dan/atau bakalan.
(3) Dalam hal usaha pembenihan dan/atau pembibitan oleh
masyarakat belum berkembang, Pemerintah membentuk unit
pembenihan dan/atau pembibitan.
e. Pasal29
(5) Pemerintah berkewajiban untuk melindungi usaha petemakan
dalam negeri dari persaingan tidak sehat di antara pelaku
pasar.
f. Pasal31
{1) Petemak dapat melakukan kemitraan usaha di bidang budi
daya temak berdasarkan perjanjian yang sating memerlukan,
memperkuat, dan menguntungkan serta berkeadilan.
{2) Kemitraan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan:
a. antar petemak;
b. antara petemak dan perusahaan petemakan;
c. antara petemak dan perusahaan di bidang lain; dan
27
d. antara perusahaan petemakan dan Pemerintah atau
pemerintah daerah.
(3) Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan pembinaan
kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan
memerhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang kemitraan usaha.
g. Pasal32
(3) Pemerintah dan pemerintah daerah membina dan memberikan
fasilitas untuk pertumbuhan dan perkembangan koperasi dan
badan usaha di bidang peternakan.
h. Pasal 44
(1) Pemberantasan penyakit hewan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 39 meliputi penutupan daerah, pembatasan lalu lintas
hewan, pengebalan hewan, pengisolasian hewan sakit atau
terduga sakit, penanganan hewan sakit, pemusnahan bangkai, .
pengeradikasian penyakit hewan, dan pendepopulasian
hewan.
(2) Pemerintah tidak memberikan kompensasi kepada setiap
orang atas tindakan depopulasi terhadap hewannya yang
positif terjangkit penyakit hewan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
(3) Pemerintah memberikan kompensasi bagi hewan sehat yang
berdasarkan pedoman pemberantasan wabah penyakit hewan
harus didepopulasi.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberantasan penyakit
hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan
ayat ( 4) diatur dengan Peraturan Menteri.
28
L Pasal76
(1) Pemberdayaan petemak, usaha dibidang petemakan, dan
usaha dibidang kesehatan hewan dilakukan dengan
memberikan kemudahan bagi kemajuan usaha dibidang
petemakan dan kesehatan hewan serta peningkatan daya
saing.
(2) Kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pengaksesan sumber pembiayaan, permodalan, ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta infonnasi;
b. pelayanan petemakan, pelayanan kesehatan hewan, dan
bantuan teknik;
c. penghindaran pengenaan biaya yang menimbulkan
ekonomi biaya tinggi;
d. pembinaan kemitraan dalam meningkatkan sinergi
antarpelaku usaha;
e. penciptaan iklim usaha yang kondusif dan/atau
meningkatan kewirausahaan;
f. pengutamaan pemanfaatan sumberdaya petemakan dan
kesehatan hewan dalam negeri;
g. fasilitasi terbentuknya kawasan pengembangan usaha
petemakan;
h. fasilitasi pelaksanaan promosi dan pemasaran; dan/atau
i. per1indungan harga dan produk hewan dari luar negeri.
(4) Pemerintah dan pemerintah daerah bersama pemangku
kepentingan di bidang petemakan dan kesehatan hewan
melakukan pemberdayaan petemak guna meningkatkan
kesejahteraan petemak.
(5) Pengembangan produk hewan yang ditetapkan sebagai bahan
pangan pokok strategis dalam mewujudkan ketahanan pangan.
29
j. Pasal77
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah melindungi petemak dari
perbuatan yang mengandung unsur pemerasan oleh pihak lain
untuk memperoleh pendapatan yang layak.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah mencegah
penyalahgunaan kebijakan dibidang permodalan dan/atau
fiskal yang ditujukan untuk pemberdayaan petemak,
perusahaan petemakan, dan usaha kesehatan hewan.
(3) Pemerintah dan pemerintah daerah mencegah
penyelenggaraan kemitraan usaha dibidang petemakan dan
kesehatan hewan yang menyebabkan terjadinya ekspfoitasi
yang merugikan petemak dan masyarakat.
k. Pasal 81
Negara memberikan per1indungan terhadap hak kekayaan
intelektual hasil aplikasi ilmu pengetahuan dan invensi teknologi di
bidang petemakan dan kesehatan hewan.
11. Di dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan
Lahan Pertanian Pangan Berl<elanjutan, terdapat 6 pasal yang berkaitan
dengan perlindungan dan pemberdayaan petani, yaitu:
a. Pasal34
(1) Setiap orang yang memiliki hak atas tanah yang ditetapkan
sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan berkewajiban:
a. memanfaatkan tanah sesuai peruntukan; dan
b. mencegah kerusakan irigasi.
(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku bagi
pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang
undangan.
30
b. Pasal35
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan:
a. pembinaan setiap orang yang terikat dengan
pemanfaatan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan;
dan
b. perlindungan terhadap Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan.
c. Pasal37
Pengendalian lahan pertanian pangan berkelanjutan dilakukan oleh
Pemerintah dan pemerintah daerah melalui pemberian:
a. insentif;
b. disinsentif;
c. mekanisme perizinan;
d. proteksi; dan
e. penyuluhan.
d. Pasal61
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melindungi dan
memberdayakan petani, kelompok petani, koperasi petani, serta
asosiasi petani.
e. Pasal62
(1) Perlindungan petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61
berupa pemberian jaminan:
a. harga komoditas pangan pokok yang menguntungkan;
b. memperoleh sarana produksi dan prasarana pertanian;
c. pemasaran hasil pertanian pangan pokok;
d. pengutamaan hasil pertanian pangan dalam negeri untuk
memenuhi kebutuhan pangan nasional; dan/atau
e. ganti rugi akibat gagal panen;
c. perlindungan sosial bagi petani kecil merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari sistem jaminan sosial nasional
yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
31
f. Pasal63
Pemberdayaan petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61
meliputi:
a. penguatan kelembagaan petani;
b. penyuluhan dan pelatihan untuk peningkatan kualitas sumber
daya manusia;
c. pemberian fasilitasi sumber pembiayaan/permodalan;
d. pemberian bantuan kredit kepemilikan lahan pertanian;
e. pembentukan bank bagi petani;
f. pemberian fasilitas pendidikan dan kesehatan rumah tangga
petani; dan/atau
g. pemberian fasilitas untuk mengakses ilmu pengetahuan,
teknologi, dan informasi.
12. Di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura,
yang berkaitan dengan perlindungan dan pemberdayaan petani, diatur
dalam Bab X Pasal 112 dinyatakan bahwa pemberdayaan usaha
hortikultura meliputi:
a. Penguatan kelembagaan pelaku usaha dan peningkatan kualitas
sumberdaya manusia;
b. Pemberian bantuan teknik penerapan teknologi dan pengembangan
usaha;
c. Fasilitasi akses kepada lembaga pembiayaan atau permodalan;
d. Penyediaan data dan informasi;
e. Fasilitasi pelaksanaan promosi dan pemasaran;
f. Bantuan sarana dan prasarana hortikultura;
g. Sertifikasi kompetensi bagi perseorangan yang memiliki keahlian
usaha hortikultura; dan
h. Pengembangan kemitraan .
Pasal 113 menyatakan bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah
berkewajiban memberdayakanp usaha hortikultura mikro kecil
32
BAB IV. ASAS-ASAS HUKUM
DALAM PENGATURAN PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI
Asas hukum merupakan landasan operasional nilai-nilai yang bersumber pada
pandangan hidup bangsa, yang diper1ukan dalam pembentukan dan penerapan
hukum nasional yang terdiri dari hukum tertulis dan tidak tertulis. Asas hukum
mengandung dua aspek eksistensi dan aspek identitas. Aspek eksistensi adalah
keberadaan dan peranan asas-asas hukum dalam rangka strategi dan wawasan
politik hukum nasional, sedangkan aspek identitas adalah nilai-nilai dan karakteristik
asas-asas hukum sebagai cerminan dari kepribadian dan pandangan hidup, cita
cita, dan tujuan bangsa dalam upaya mencapai kehidupan yang sejahtera dan adil.
Oleh karena itu asas hukum merupakan fundamen sistem pengaturan perlindungan
dan pemberdayaan petani.
Fungsi dan sifat dari asas hukum antara lain sebagai faktor pengintegrasi yang
memadukan peraturan-peraturan dari suatu sistem atau bidang hukum menjadi satu
kesatuan yang bulat, serta sebagai faktor penyeleksi yang menentukan mana
pengaturan yang dapat masuk ke dalam batang tubuh hukum dan mana yang
ditolak.
Asas hukum nasional bersumber pada pandangan hidup bangsa Indonesia yaitu
Pancasila sebagai dasar fundamental dan nilai-nilai yang terkandung dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai dasar
konstitusional. Sumber penentuan asas hukum bagi Undang-Undang perlindungan
dan pemberdayaan petani adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Nilai-nilai dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 pada prinsipnya telah dioperasionalisasikan ke dalam Tap MPR Nomor
Ill Tahun 2000 tentang Hierarkhi Peraturan perundang-undangan dan ditindaklanjuti
dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.
33
Di dalam Pasal6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 dinyatakan bahwa
materi muatan peraturan perundang-undangan mengandung asas: a) Pengayoman;
b) Kemanusiaan; c) Kebangsaan; d) Kekeluargaan; e) Kenusantaraan; f) Bhinneka
tunggal ika; g) Keadilan; h) Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
i) Ketertiban dan kepastian hukum; dan atau j) Keseimbangan, keserasian, dan
keselarasan.
Selain asas-asas tersebut, peraturan perundang-undangan tertentu dapat
mengambil asas hukum lainnya sesuai dengan dasar, tujuan, fungsi, dan materi
muatannya.
Dengan mempertimbangkan fakta obyektif yang ada pada saat ini dan berbagai
asumsi yang diharapkan terwujud pada masa yang akan datang, sebaiknya
penyelenggaraan per1indungan dan pemberdayaan petani didasarkan pada
beberapa asas pengaturan per1indungan dan pemberdayaan petani berikut ini:
1. Asas Keadilan, bahwa penyelenggaraan perlindungan dan pemberdayaan
petani harus mencenninkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga
negara tanpa diskriminasi;
2. Asas Kepastian Hukum, bahwa penyelenggaraan perlindungan dan .
pemberdayaan petani, petani mempunyai hak dan kedudukan yang sama bagi
petani dalam memperoleh kepentingan dan per1indungan hukum;
3. Asas Demokrasi, bahwa penyelenggaraan perlindungan dan pemberdayaan
petani memberikan hak dan kesempatan yang sama dalam bagi
petaniberbagai peran melalui mekanisme yang demokratis;
4. Asas Keterpaduan, bahwa penyelenggaraan perlindungan dan pemberdayaan
petani harus dilakukan dengan memerhatikan aspirasi masyarakat dan
didukung secara terpadu dari hulu sampai hilir dalam upaya meningkatkan
efisiensi dan produktivitasnya.
5. Asas Keterbukaan, bahwa penyetenggaraan perlindungan dan pemberdayaan
petani harus dilaksanakan dengan memperhatikan aspirasi petani dan
pemangku kepentingan lainnya yang didukung dengan pelayanan informasi
yang dapat diakses oleh masyarakat.
34
6. Asas Kerjasama, bahwa penyelenggaraan per1indungan dan pemberdayaan
petani harus dilaksanakan secara bersama-sama oleh Pemerintah, pemerintah
daerah, pelaku usaha, dan masyarakat.
7. Asas Kemandirian, bahwa penyelenggaraan per1indungan dan pemberdayaan
petani harus dilaksanakan secara independen dengan mengutamakan
kemampuan sumberdaya dalam negeri.
8. Asas Kedaulatan, bahwa penyelenggaraan per1indungan dan pemberdayaan
petani harus dilaksanakan dengan menjunjung tinggi kedaulatan petani yang
memiliki hak-hak dan kebebasan dalam rangka mengembangkan diri.
9. Asas Keber1anjutan. bahwa penyelenggaraan perlindungan dan pemberdayaan
petani harus dilaksanakan secara konsisten dan berkesinambungan untuk
menjamin peningkatan kesejahteraan petani.
35
BABV
KONSEPSI PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAY AAN PET ANI
Dalam berbagai peraturan perundang-undangan terdapat beberapa terminologi
mengenai petani yang berbeda satu sama lain. Dalam Undang-Undang N.omor 12
Tahun 1992 tentang Budidaya Tanaman yang dimaksud petani adalah orang
perorangan warga negara Indonesia yang melakukan usahatani. Dalam Undang
Undang Nomor 41 Tahun 2009 yatig dimaksud dengan petani adalah orang
perorangan warga negara Indonesia yang melakukan usaha budidaya tanaman
pangan pada lahan pertanian pangan berkelanjutan.
Sedangkan di dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem
Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan, yang dimaksud petani adalah
perorangan warga Negara Indonesia beserta keluarganya atau korporasi yang
mengelola usaha di bidang pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan,
dan/atau petemakan. Usahatani yang dikelola meliputi: usaha hulu, usaha
budidaya, usaha pasca panen, usaha pengolahan, usaha pemasaran, dan jasa
penunjang. Disamping itu dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006
memasukkan pula terminologi petemak, pekebun, pembudidaya ikan, pengQiah ikan,
dan nelayan, serta memberikan definisi mengenai masyarakat di dalam dan sekitar
kawasan hutan.
Ditemukan pula terminologi mengenai petani kecil yang apabila terkena bencana
diberikan bantuan bibit dan sarana produksi. Kriteria petani kecil adalah petani yang
melakukan usaha proses produksi tanaman pangan dengan luasan lahan dari 0,3
Ha sampai dengan 2,0 Ha, dan/atau melakukan usaha penanganan pasca panen
tidak mencapai kapasitas unit terpasang usaha tertentu. Petani kecil berlahan sempit
adalah petani yang mengusahakan lahan kurang dari 0,3 Ha.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan,
pekebun adalah petani yang mengelola usaha perkebunan dengan skala usaha
kurang dari 25 Ha, dan/atau melakukan usaha pengolahan hasil yang tidak
mencapai kapasitas unit terpasang usaha tertentu.
36
Sedangkan petemak menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang
Petemakan dan Kesehatan Hewan adalah petani yang melakukan usaha
petemakan dengan skala usaha yang tidak memerlukan izin.
Dalam Naskah Akademik ini jangkauan pengaturan Rancangan Undang-Undang
Perlindungan dan Pemberdayaan Petani dibatas untuk sek.tor pertanian tanaman
pangan, hortikultura, perkebunan, dan petemakan.
1. Perlindungan Petani
Perlindungan petani adalah segala upaya untuk membantu petani dalam
menghadapi permasalahan baik karena pengaruh internal, ekstemal maupun
karena bencana alam dan perubahan iklim global sehingga petani dapat hidup
mandiri, berdaulat dalam rangka kebutuhan hidupnya secara layak.
Perlindungan petani dilakukan antara lain melalui jaminan harga komoditas
yang menguntungkan, jaminan memperoleh sarana produksi, jaminan
infrastruk.tur pertanian, jaminan pemasaran hasil pertanian, jaminan
pengutamaan hasil pertanian dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan
nasional, jaminan kepastian usaha, jaminan penghasilan karena program
pemerintah, jaminan penghapusan praktik-praktik ekonomi biaya tinggi, dan
jaminan ganti rugi akibat gagal panen, serta asuransi pertanian.
2. Pemberdayaan Petani
Pemberdayaan petani adalah segala upaya untuk mengubah pola pikir para
petani, peningkatan usahatani, penumbuhan dan penguatan kelembagaantani
dalam meningkatkan kesejahteraannya. Pemberdayaan petani dilakukan
antara lain melalui penyuluhan, · pendidikan dan pelatihan, penguatan
kelembagaan petani, pemberian fasilitas sumber pembiayaanlpermodalan,
pemberian · bantuan kredit kepemilikan lahan, pembentukan kelembagaan
keuanganlbank bagi petani, dan pemberian fasilitas untuk mengakses IPTEK
dan informasi.
37
BAB VI.
PERAN PEMERINTAH, MASYARAKAT, DAN SWASTA
A. Pemerintah
1. Perlindungan Petani
Pemerintah dan pemerintah daerah berperan dalam alokasi, distribusi,
stabilisasi, dan regulasi sumberdaya nasional dalam rangka memberikan
jaminan per1indungan tertladap petani.
Per1indungan terhadap petani dilakukan melalui:
a. Jaminan harga komoditas yang menguntungkan
1) Penetapan harga dasar dan harga referensi;
2) Penetapan tarif bea masuk sesuai dengan kondisi usahatani
yang berkembang;
3) Penetapan Standar Nasional Indonesia (SNI) bagi produk
pertanian;
4) Penetapan pintu masuk komoditas pertanian impor.
b. Jaminan pemasaran hasil pertanian
1) Penetapan wilayah dan kewajiban pasar swalayan;
2) Pengembangan pemasaran melalui pelelangan;
3) Penetapan ketentuan keselamatan dan keamanan manusia,
hewan, dan lingkungan {Sanitary and Phyto Sanitary/SPS);
4) Penetapan pola kemitraan usahatani;
5) Pengembangan pasar dan promosi;
6) Penyediaan informasi pasar.
c. Jaminan memperoleh sarana produksi
1) Penyediaan benih, pupuk, dan pestisida sesuai dengan asas 6
(enam) tepat;
2) Penyediaan alat dan mesin pertanian (alsintan) sesuai standar
mutu dan spesifik lokasi.
38
d. Jaminan infrastruktur pertanian
1) Penyediaan lahan, embung, jaringan irigasi tersier dan kwarter,
dan jalan usahatani;
2) Penyediaan jaringan irigasi primer, sekunder, bendungan, dam,
dan jalan umum;
3) Pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur pendukung
(jaringan listrik, pergudangan, pelabuhan, infrastruktur pasar,
dan fasilitas umum lainnya).
e. Jaminan pengutamaan hasil pertanian dalam negeri untuk
memenuhi kebutuhan pangan nasional:
1) Penetapan prioritas penggunaan produk pertanian dalam
negeri;
2) Penetapan prioritas industri pertanian berbasis sumberdaya
lokal.
f. Jaminan kepastian usaha
1) Pengaturan tata ruang budidaya dan usaha pertanian;
2) Pengaturan pemanfaatan tata ruang.
g. Jaminan penghasilan karena program pemerintah:
1) Penetapan bentuk, jenis, dan besaran ganti rugi.
h. Jaminan ganti rugi akibat gagal panen
1) Penetapan program strategis pemerintah;
2) Pengembangan sistem jaminan melalui asuransi pertanian;
3) Pengaturan jenis, bentuk, dan besaran ganti rugi.
i. Jaminan pelayanan kesehatan petani
1) Pengembangan sistem jaminan kesehatan bagi petani kecil.
39
2. Pemberdayaan Petani
a. Pendidikan
1) Pemberian beasiswa bagi anak petani untuk melanjutkan
pendidikan kejuruan dan vokasi di bidang pertanian;
2) Pengembangan pendidikan kewirausahaan pertanian.
b. Pelatihan
1) Pengembangan pelatihan kewirausahaan agribisnis;
2) Pengembangan program pelatihan dan perrnagangan;
3) Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia.
c. Penyuluhan
1) Pengembangan kapasitas penyuluh sebagai fasilitator
pembiayaan pertanian;
2) Fasilitasi penyuluhan pertanian dan petani untuk petani;
3) Fasilitasi penyuluhan pertanian dan swasta untuk petani;
4) Sinkronisasi pemberdayaan petani antar penyuluh;
5) Pemberian fasilitas untuk mengakses IPTEK dan inforrnasi.
d. Penguatan kelembagaan ekonomi petani
1) Fasilitasi penumbuhan kelembagaan petani sebagai unit usaha
agribisnis;
2) Fasilitasi penumbuhan dan pengembangan lembaga keuangan
mikro agnbisnis;
3) Fasilitasi pembentukan lembaga pembiayaanlbank pertanian.
e. Pemberian fasilitas sumber pembiayaan/permodalan:
1) Fasilitasi subsidi kredit pertanian;
2) Fasilitasi pemanfaatan sumber pembiayaan dari masyarakat,
swasta, dan sumber lainnya;
3) Fasilitasi kredit kepemilikan lahan;
4) Fasilitasi bantuan penguatan modal bagi petani kecil.
40
B. Masyarakat
1. Perlindungan Petani
Masyarakat mempunyai peran dalam perlindungan bagi petani, yang
dilakukan sejak perencanaan, pengembangan, sampai dengan
pengawasan terhadap pelaksanaan:
a. Jaminan harga komoditas yang menguntungkan;
b. Jaminan memperoleh sarana produksi dan prasarana pertanian;
c. Jaminan pemasaran hasil pertanian;
d. Jaminan pengutamaan hasil pertanian dalam negeri untuk
memenuhi kebutuhan pangan nasional;
e. Jaminan kepastian usaha;
f. Jaminan penghasilan karena program pemerintah;
g. Jaminan ganti rugi akibat gagal panen;
h. Pengembangan sistem jaminan kesehatan bagi petani kecil.
2. Pemberdayaan Petanl
Masyarakat mempunyai peran dalam pemberdayaan petani melallli:
a. Pendidikan non formal;
b. Pelatihan dan permagangan;
c. Penyuluhan dari, oleh, dan untuk petani;
d. Partisipasi dalam penguatan kelembagaan ekonomi;
e. Perencanaan, pengembangan, dan pengawasan terhadap
pemberian fasilitas sumber pembiayaan/permodalan.
C. Swasta
1. Perlindungan Petani
Swasta mempunyai peran dalam perlindungan bagi petani yang dilakukan
melalui:
a. Pelaksanaan harga dasar komoditas yang menguntungkan petani;
b. Penyediaan sarana produksi dan prasarana pertanian;
c. Jaminan pasar hasil pertanian dengan pola kemitraan;
d. Pembelian hasil pertanian dalam negeri.
41
2. Pemberdayaan Petani
Swasta mempunyai peran dalam pemberdayaan petani melalui:
a. Pendidikan formal dan non formal;
b. Pelatihan dan permagangan;
c. Penyuluhan oleh swasta untuk petani;
d. Partisipasi dalam penguatan kelembagaan ekonomi dengan pola
kemitraan.
42
BAB VII.
POKOK-POKOK MATERI HUKUM YANG AKAN DIATUR
A. Hak dan Kewajiban Petanl
Pasal 27 ayat (1) segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam
hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu
dengan tidak ada kecualinya.
Pasal 27 ayat (2) tiap-tiap warga negara indonesia berhak atas kehidupan yang
layak, ayat (3) setiap warga negara termasuk petani berhak dan wajib ikut serta
dalam pembelaan negara.
Pasal 28 kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran
dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang.
Pasal 28 C ayat (1) setiap orang berhak mengembangkan diri melalui
pemenuhan kebutuhan dasamya, berhak mendapat pendidikan dan
memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya,
demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
Pasal 28 C ayat (2) setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam
memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat,
bangsa dan negaranya.
Pasal 28 D ayat (1) setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama
dihadapan hukum.
Pasal 28 D ayat (2) setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan
dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
Pasal 28 F setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh
informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta untuk
mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
43
Pasal 28 H setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
Pasal 28 I ayat (4) perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak
asasi man usia adalah tanggung jawab negara terutama pemerintah.
Pasal 28 J ayat ( 1) setiap orang wajib rnenghormati hak asasi orang lain dalam
tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bemegara.
Pasal 28 J ayat (2) dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang
wajib tunduk pada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang
dengan maksud semata-mata.
Untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang
lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan
moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu
masyarakat demokratis.
Berdasarkan amanat konstitusi tersebut, Rancangan Undang-Undang tentang
Pertindungan dan Pemberclayaan Petani mengatur hak dan kewajiban petani,
masyarakat, dan pernerintah secara serasi, selaras, dan seimbang.
B. Kesejahteraan Petanl
Ke~a keras petani telah berhasil rnembawa Indonesia meraih penghargaan dari
Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1984. Petani telah berhasil
mengubah status Indonesia dari negara pengimpor beras terbesar di dunia
menjadi negara yang mampu memenuhi kebutuhan berasnya sendiri.
Pencapaian ini telah berhasil meningkatkan stabilitas politik, sosial, ekonomi,
dan keamanan. Namun demikian, kerja keras petani ini belum diikuti oleh
peningkatan kesejahteraan petani, karena pembangunan pertanian masih
berorientasi pada peningkatan produksi belum diikuti dengan pendekatan
peningkatan kesejahteraan petani. Kurangnya perhatian negara terhadap
kesejahteraan petani telah membuat petani menghadapi ketidakpastian dalam
berusaha, sehingga mempengaruhi kinerja ketahanan pangan dan
44
stabilitas nasional. Stabilitas ini diperlukan untuk mendukung keberlanjutan
pembangunan nasional.
Pemerintah harus mewujudkan program untuk meningkatkan kemampuan
petani dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga petani diharapkan
akan menjadi mandiri dalam melakukan usaha taninya. Petani juga telah
diberikan kebebasan oleh Undang-Undang untuk memilih jenis komoditas dan
usahataninya tersebut. Pemerintah berkewajiban menyusun program untuk
meningkatkan pendapatan dan tarat hidup petani. Perlindungan dan
pemberdayaan petani merupakan upaya unb.Jk melindungi dan mencerdaskan
kehidupan petani dalam rangka meningkatkan kesejahteraan petani.
Sasaran perlindungan petani diutamakan kepada petani berskala mikro dan
kecil yang dinilai mempunyai risiko usaha tinggi, karena faktor internal,
ekstemal, bencana alam dan perubahan iklim global. Sedangkan
pemberdayaan ditujukan kepada petani dan pelaku usaha dalam rangka
membangun kemandirian menuju kesejahteraannya.
C. Perencanaan
Perencanaan perlindungan dan pemberdayaan petani merupakan bagian
integral dari perencanaan pembangunan pertanian nasional. Perencanaan
perlindungan dan pemberdayaan petani disusun berdasarkan kebutuhan petani
yang diakibatkan oleh permasalahan yang dihadapi petani, yang dilakukan
mulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupatenlkota, provinsi, dan nasional.
Tata cara perencanaan per1indungan dan pemberdayaan petani dilaksanakan
dengan mengikutsertakan petani, pelaku usaha, dan pemangku kepentingan
lainnya. Mekanisrne perencanaan menggunakan metode kombinasi antara
bottom up dan top down. Perencanaan disusun dengan persyaratan simple,
measurable, attainable, reasonable and timely (SMART).
Perencanaan perlindungan dan pemberdayaan petani sekurang-kurangnya
memuat tujuan, sasaran, kebijakan, strategi, dan program, dengan
mempertimbangkan kemampuan anggaran, baik di pusat, prov1ns1,
kabupaten/kota. Disamping itu, per1u dioptimalkan pemanfaatan dana dari
45
masyarakat/swasta antara lain berupa corporate social responsibility (CSR)
dan program kemitraan bina lingkungan (PKBL).
D. Kebijakan dan Strategi
Kebijakan perlindungan dan pemberdayaan petani ditetapkan oleh Pemerintah
dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya dengan
memperhatikan asas dan tujuan perlindungan dan pemberdayaan petani.
Dalam menetapkan kebijakan perlindungan dan pemberdayaan petani,
Pemerintah dan Pemerintah Daerah memperhatikan ketentuan sebagai berikut:
a) perlindungan dan pemberdayaan petani dilaksanakan selaras dengan
program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh kementerian/lembaga
non kementerian terkait lainnya; b) perlindungan dan pemberdayaan petani
dapat dilaksanakan oleh pelaku usaha dan atau pemangku kepentingan
lainnya sebagai mitra pemerintah.
Strategi perlindungan petani dilakukan melalui jaminan harga komoditas yang
menguntungkan, jaminan memperoleh sarana produksi, jaminan infrastruktur
pertanian, jaminan pemasaran hasil pertanian, jaminan pengutamaan hasil
pertanian dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional, jaminan
kepastian usaha, jaminan penghasilan karena program pemerintah, jaminan
penghapusan praktik-praktik ekonomi biaya tinggi, dan jaminan ganti rugi
akibat gagal panen, serta asuransi pertanian.
Adapun strategi pemberdayaan petani dilakukan melalui penyuluhan,
pendidikan dan pelatihan, penguatan kelembagaan petani, pemberian fasilitas
sumber pembiayaan/permodalan, pemberian bantuan kredit kepemilikan lahan,
pembentukan kelembagaan keuanganlbank bagi petani, dan pemberian
fasilitas untuk mengakses IPTEK dan infonnasi.
E. Perlindungan Petani
Perlindungan petani dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,
masyarakat dan swasta. Peran Pemerintah meliputi: jaminan harga komoditas
yang menguntungkan; jaminan memperoleh sarana produksi; jaminan
infrastruktur pertanian; jaminan pemasaran hasil pertanian; jaminan
46
pengutamaan hasil pertanian dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan
nasional; jaminan kepastian usaha; jaminan penghasilan karena program
pemerintah; jaminan ganti rugi akibat gagal panen; dan jaminan pelayanan
kesehatan petani.
Peran masyarakat meliputi kegiatan perencanaan, pengembangan, dan
pengawasan terhadap pelaksanaan: jaminan harga komoditas yang
menguntungkan; jaminan memperoleh sarana produksi dan prasarana
pertanian; jaminan pemasaran hasil pertanian; jaminan pengutamaan hasil
pertanian dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional; jaminan
kepastian usaha; jaminan penghasilan karena program pemerintah; dan
jaminan ganti rugi akibat gagal panen.
Peran swasta dalam perlindungan bagi petani dilakukan melalui: pelaksanaan
harga dasar komoditas yang menguntungkan petani; penyediaan sarana
produksi dan prasarana pertanian; jaminan pasar hasil pertanian dengan pola.
kemitraan; dan pembelian hasil pertanian dalam negeri.
F. Pemberdayaan Petani
Pemberdayaan petani dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,
masyarakat dan swasta. Peran Pemerintah meliputi: pendidikan, pelatihan,
penyuluhan; penguatan kelembagaan ekonomi petani; pemberian fasilitas
sumber pembiayaan/permodalan.
Peran masyarakat dalam pemberdayaan petani dilakukan melalui: pendidikan
non formal; pelatihan dan permagangan; penyuluhan dari, oleh, dan untuk
petani; partisipasi dalam penguatan kelembagaan ekonomi; perencanaan,
pengembangan, dan pengawasan terhadap pemberian fasilitas sumber
pembiayaan/permodalan.
Peran swasta dalam pemberdayaan petani dilakukan melalui: pendidikan
formal dan non formal;pelatihan dan permagangan; penyuluhan oleh swasta
untuk petani; dan partisipasi dalam penguatan kelembagaan ekonomi dengan
pola kemitraan.
47
G. Jaminan Risiko Usahatani
Pemerintah harus memberikan jaminan penghasilan bagi petani bila petani
mengikuti program pemerintah dalam melakukan usahataninya. Bentuk dan ·
besaran ganti rugi dapat ditentukan lebih lanjut oleh Pemerintah. Ganti rugi
juga dapat dalam bentuk bantuan modal, sarana dan prasarana pertanian.
Petani berhak memperoleh kepastian penghasilan karena mereka telah
mengikuti kebijakan dan program Pemerintah sehingga Pemerintah
berkewajiban untuk melindungi kesejahteraan Petani tersebut. Jaminan ganti
rugi itu juga termasuk kerugian yang dialami oleh Petani akibat gagal panen
dalam rangka menjalankan program Pemerintah.
Pemerintah menetapkan standard operating procedure (SOP) dalam
penanganan dampak bencana alam terhadap sektor pertanian, sehingga
kerugian di sektor pertanian dapat dikurangi sekaligus untuk membangkitkan
kembali usahatani pasca bencana.
H. · Lernbaga Pembiayaan
Lembaga pembiayaan merupakan elemen panting dalam pengembangan
usahatani di perdesaan. Untuk mewujudkan lembaga pembiayaan tersebut,
Pemerintah berkewajiban mengembangkan kelembagaan ekonomi petani,
usaha simpan pinjam, bank bagi petani, dan asuransi pertanian.
Untuk meningkatkan kemandirian petani, Pemerintah perlu memfasilitasi
tumbuh berkembangnya ketembagaan ekonomi petani yang dikelola oteh,
untuk, dan dari petani. Kelembagaan ekonomi petani didorong untuk tumbuh
menjadi usaha simpan pinjam dan lembaga keuangan mikro agribisnis (LKMA).
Pengamatan setama ini, petani mengalami kesulitan finansial dalam
mengakses kredit yang disediakan oleh perbankan. Pada sisi lain, perbankan
mengalami kesulitan dalam mencari petani sebagai nasabah yang layak
diberikan kredit. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Pemerintah perlu
memfasilitasi terbentuknya bank pertanian yang secara penuh melayani
kebutuhan modal bagi petani. Bank pertanian tersebut, diharapkan dapat
memanfaatkan lembaga LKMA sebagai jejaring dalam penyaluran kredit
48
kepada petani. Kepemilikan saham bank pertanian dapat berasal dari
Pemerintah, petani, dan dana Corporate Social Responsibility (CSR) dan
program kemitraan bina lingkungan (PKBL).
Asuransi pertanian dibutuhkan untuk menangani kegagalan panen akibat yang
ditimbulkan oleh faktor ekstemal yang berada di luar kendali petani dan
pemangku kepentingan lainnya, misalnya bencana alam. Asuransi pertanian
juga diperlukan untuk memberikan jaminan penggantian biaya produksi atau
penghasilan akibat gaga! panen.
I. Prasarana dan Sarana
1. Prasarana Pertanian
Prasarana pertanian merupakan salah satu faktor panting untuk
mendukung keberhasilan usahatani di perdesaan. Prasarana yang
dibutuhkan meliputi bendungan, embung, jaringan irigasi, jalan usahatani,
pasar pertanian (terminal/sub terminal agribisnis), transportasi produk
pertanian, pergudangan, rumah potong hewan, lokasi penampungan
hewan, coo/storage, dan pelabuhan (pelabuhan antar pulau dan
pelabuhan ekspor-impor).
Pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban membangun prasarana
pertanian yang dibutuhkan tersebut untuk mendukung keberhasilan
usahatani. Disamping itu, Pemerintah dan pemerintah daerah dapat
mendorong masyarakat dan swasta untuk membangun prasarana
pertanian yang dibutuhkan dalam rangka membangun kemitraan antara
swasta dengan petani.
2. Sarana Pertanlan
Sebagai input produksi, sarana pertanian merupakan faktor penentu
peningkatan produktivitas dan efisiensi usahatani. Janis sarana pertanian
yang dibutuhkan oleh petani antara lain ketersediaan lahan, benihlbibit,
pupuk, pestisida, pakan, obat-obatan, dan alat dan mesin pertanian.
49
Pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban menjamin ketersediaan
sarana pertanian yang memenuhi standar mutu melalui berbagai
pengujian agar petani mendapatkan sarana produksi yang layak dan tepat
guna. Pemerintah dan pemerintah daerah juga berkewajiban melakukan
penelitian dan pengembangan sarana produksi, memberikan berbagai
fasilitas berupa subsidi harga sarana produksi, pengadaan dan distribusi
sarana produksi.
Swasta dan masyarakat berkewajiban untuk menyediakan sarana
produksi sesuai dengan kebutuhan usahatani dalam rangka kerjasama
kemitraan. Swasta juga didorong untuk melakukan penelitian dan
pengembangan sarana produksi.
J. Kelembagaan Petanl dan Kelembagaan Ekonoml Petanl
1. Kelembagaan Petanl
a. Kelompoktani
Kelompoktani merupakan kumpulan petani yang dibentuk atas dasar
kesamaan kepentingan, kondisi lingkungan, dan keakraban untuk
meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota. Kelompoktani
pada umumnya masih berfungsi sebagai wahana pembelajaran dalam
aplikasi usahatani dan kerjasama dalam penyelesaian masalah.
Kelompoktani dibentuk oleh, dari, dan untuk petani.
b. Gabungan Kelompoktani
Pemerintah dan pemerintah daerah mendorong dan memfasilitasi
kelompoktani menjadi gabungan ketompoktani untuk meningkatkan
skala ekonomi dan efisiensi usaha, dan posisi tawar petani.
Sedangkan, swasta dan masyarakat berperan menjalin kemitraan atas
dasar saling ketergantungan, saling menguntungkan, dan kesetaraan.
Gapoktan berkedudukan di desa atau beberapa desa dalam
kecamatan yang sama.
50
c. Asosiasi
Asosiasi merupakan gabungan dari beberapa gabungan kelompoktani
yang didasarkan pada kesamaan janis usaha, merupakan wahana
untuk memecahkan permasalahan dan memperjuangkan kepentingan
anggotanya. Asosiasi dikelola oleh, dari, dan untuk petani sebagai
anggotanya. Pemerintah dan pemerintah daerah mendorong beberapa
gabungan kelompoktani tersebut menjadi asosiasi petani. Swasta dan
masyarakat berperan · untuk turut menumbuhkembangkan asosiasi
petani sebagai mitra usahanya. Asosiasi petani berkedudukan di
kabupatenlkota atau provinsi.
d. Dewan Komoditas Pertanlan Nasional
Dewan komoditas pertanian nasional bersifat non profit yang
merupakan gabungan dari berbagai asosiasi dan berfungsi untuk
memperjuangkan kepentingan petani dan menyelesaikan
permasalahan yang timbul antar anggota dan antara anggota dengan
pihak lain melalui mediasi, arbitrasi, dan ajudikasi. Disamping itu,
dewan komoditas pertanian nasional merupakan mitra pemerintah
dalam perumusan kebijakan dan strategi pembangunan pertanian.
2. Kelembagaan Ekonoml Petanl
Badan Usaha Milik Petani merupakan salah satu kelembagaan ekonomi
yang dimiliki oleh petani dalam rangka mengembangkan dan
meningkatkan skala ekonomi, daya saing, dan poisisi tawar yang
memberikan pelayanan usaha secara utuh (one stop shopping dan one
stop services). Untuk itu Pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban
mendorong dan memfasilitasi pembentukan Badan Usaha Milik Petani
(BUMP).
51
BUMP dibentuk oleh, dari, dan untuk petani melalui penetapan anggaran
dasar dan anggaran rumah tangga yang disahkan dengan akta notaris.
BUMP mempunyai fungsi melakukan kegiatan usaha dari sarana
produksi, pembiayaan, budidaya, panen dan pasca panen, pengolahan,
sampai dengan pemasaran hasil. BUMP bertugas menyusun rencana
usaha yang layak secara ekonomi dan perbankan, mengembangkan
usaha baik vertikal maupun horizontal yang menguntungkan bagi
anggotanya, dan mengembangkan kemitraan usaha.
52
BAB VIII. REKOMENDASI
Petani, sebagai pelaku utama pembangunan pertanian, sebagian besar didominasi
oleh petani kecil, buruh tani, dan rumah tangga tani miskin yang bergerak pada
usaha budidaya (on farm). Hanya sebagian kecil pelaku utama pembangunan
pertanian yang berasal dari usaha menengah besar. Pada umumnya mereka
berkonsentrasi pada usaha hulu, hilir, dan jasa pendukung.
Selama ini, petani telah memberikan kontribusi yang nyata terhadap penyediaan
pangan bagi penduduk Indonesia, penyediaan bahan baku bagi industri,
peningkatan pada Produk Domestik Brute (PDB) atau Produk Regional Domestik
Bruto, peningkatan devisa negara melalui ekspor produk pertanian, penyediaan
lapangan kelja, dan pelestarian lingkungan hidup.
Namun demikian, keberhasilan petani dalam mewujudkan ketahanan pangan,
ekonomi, sosial, politik, dan keamanan nasional belum diikuti dengan peningkatan
kesejahteraan mereka. Kondisi ini mencerminkan adanya ketidakadilan bagi petani
sebagai pelaku utama pembangunan pertanian, karena di dalam konstitusi
diamanatkan bahwa negara harus menjamin hak petani sebagai warga negara untuk
mendapatkan pertindungan, hidup layak, mengembangkan diri, berserikat dan
menyampaikan pendapat, dan hak memperoleh pendidikan.
Disamping itu, Indonesia mempertegas komitmennya untuk menjamin
terselenggaranya hak asasi manusia, terutama hak atas kesejahteraan, hak
memperoleh keadilan, hak atas kebebasan pribadi, dan hak mengembangkan diri
sebagaimana telah diratifikasi kovenan intemasional yang harus secara konkrit
diejawantahkan dalam berbagai Undang-Undang, program dan kegiatan sebagai
pelaksanaan dalam penegakan hak asasi manusia.
Untuk mewujudkan kesejahteraan petani sebagaimana diamanatkan dalam Undang
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) pertu menyusun Undang-Undang tentang pertindungan dan pemberdayaan
petani sebagai landasan untuk menyelesaikan permasalahan petani yang
terstruktur, yang disebabkan oleh faktor internal, ekstemal, dan faktor bencana alam
dan perubahan iklim global yang tidak bisa dikontrol oleh petani.
53
Adapun pokok-pokok materi yang akan diatur dalam Undang-Undang perlindungan
dan pemberdayaan petani ini dapat digambarkan dalam kerangka sebagai berikut:
54
KERANGKA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI
BASI
BAB II
BAB Ill
BAB IV
.SABV
BABVI
BAB VII
BAB VIII
BABIX
BABX
KETENTUAN UMUM
ASAS, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP PENGATURAN
PERENCANMN KEBIJAKAN, STRA TEGI, DAN SASARAN
PERLINDUNGAN PETANI A Peran Pemerintah dan Pemerintah Daerah B. Peran Masyarakat C. Peran Pelaku Usaha
PEMBERDAYAAN PETANI A Peran Pemerintah dan Pemerintah Daerah B. Peran Masyarakat C. Peran Pelaku Usaha
LEMBAGA PEMBIAYMN
A Bank Pertanian B. Lembaga Keuangan Pertanian Bukan Bank C. Asuransi Pertanian JAMINAN PERLINDUNGAN RISIKO USAHATANI A Bantuan Sosial B. Ganti Rugi Gagal Panen C. Jaminan Penghasilan KELEMBAGMN PETANI DAN KELEMBAGAAN EKONOMI PETANI
A Kelembagaan Petani 1. · Kelompoktani 2. Gabungan kelompoktani 3. Asosiasi 4. Dewan komoditas pertanian nasional
B. Kelembagaan Ekonomi Petani 1. Badan Usaha Milik Petani 2. Koperasi .
SISTEM INFORMASI BAB XI PENGAWASAN BAB XII SANKSI ADMINISTRATIF
BAB XIII PENYIDIKAN
BAB XIV KETENTUAN PIDANA
BAB XV KETENTUAN PERALI HAN BAB XVI KETENTUAN PENUTUP
Secara rinci penjelasan dari Bab-Bab tersebut dapat dilihat pada lampiran Naskah
Akademik ini.
55