naskah publikasi tema-tema pengalaman … · dari pengalaman keagamaan terhadap konselor dan proses...
TRANSCRIPT
NASKAH PUBLIKASI
TEMA-TEMA PENGALAMAN KEAGAMAAN KONSELOR
(STUDI EKSPLORASI PADA PENANGANAN KLIEN)
Oleh :
DURYATI
QUROTUL UYUN
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2006
NASKAH PUBLIKASI
TEMA-TEMA PENGALAMAN KEAGAMAAN KONSELOR
(STUDI EKSPLORASI PADA PENANGANAN KLIEN)
Telah Disetujui Pada Tanggal
..................................
Dosen Pembimbing Utama
(Qurotul Uyun, S.Psi.,M.Si)
TEMA-TEMA PENGALAMAN KEAGAMAAN KONSELOR
(STUDI EKSPLORASI PADA PENANGANAN KLIEN)
Duryati
Quratul Uyun
INTISARI
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tema-tema pengalaman keagamaan yang muncul pada konselor dalam menangani klien. Ada tiga aspek yang digunakan untuk melihat tema-tema pengalaman keagamaan tersebut.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini ialah pendekatan kualitatif, dengan maksud untuk mendapatkan wawasan tentang fenomena yang baru sedikit diketahui. Penelitian ini melibatkan tiga orang responden yang memiliki kriteria: 1) konselor yang telah memiliki gelar psikolog atau magister, 2) Menerapkan konseling Islami dalam setiap konseling yang dilakukan, 3) memiliki dasar pemahaman agama Islam yang baik.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa ada empat komponen yang merupakan tema-tema pengalaman keagamaan konselor dalam menangani klien, yaitu faktor-faktor penyebab munculnya pengalaman keagamaan, hubungan atau komunikasi dengan Allah, hubungan atau komunikasi dengan klien, dan efek pengalaman keagamaan terhadap konselor dan keberhasilan konseling. Faktor-faktor penyebab munculnya pengalaman keagamaan konselor meliputi: nilai-nilai Islam, pengetahuan, dan kepribadian. Hubungan atau komunikasi dengan Allah mencakup: perasaan dibantu oleh Allah, mendapat petunjuk dari Allah, diingatkan oleh Allah, kedekatan dengan Allah, dan kepasrahan kepada Allah. Sedangkan hubungan atau komunikasi yang terjalin dengan klien mencakup: kemampuan memelihara hubungan dengan klien, kemampuan memunculkan dan mengembangkan potensi klien, dan keterampilan menangani klien. Adapun efek dari pengalaman keagamaan terhadap konselor dan proses konseling antara lain: Kesehatan fisik dan jiwa, peningkatan ritual ibadah, hubungan sosial yang baik, kematangan emosi dan fikiran, kesadaran diri, mendapat inspirasi dari klien, perasaan puas dan bahagia, jarang mengalami kegagalan dalam konseling, kesembuhan klien, kemudahan melakukan konseling, dan peningkatan kualitas konseling.
Kata kunci : pengalaman keagamaan, konselor, klien
Pengantar
Agama diturunkan tidak lain adalah untuk memperbaiki ahlak manusia,
dimana ahlak manusia merupakan cerminan dari pikiran dan perasaan (mental)
seseorang. Psikologi agama menilai kepribadian manusia dipengaruhi oleh faktor-
faktor mental spiritual. Hal ini disebabkan karena agama merupakan fitrah bagi
setiap manusia. Oleh sebab itu, dalam proses pembentukan kepribadian, agama
memiliki faktor fundamental (Hawari, 1999).
Di Eropa, dalam tinjauan literatur yang dilakukan oleh Hallahmi (1977),
disimpulkan bahwa ilmuan dan para akademisi kurang beragama dibandingkan
dengan penduduk lainnya. Pada survey yang lebih belakangan, ditemukan bahwa
30% diantara para dosen menyatakan tidak menganut agama apapun,
dibandingkan dengan 5% dari seluruh penduduk (Gallup, 1994). Di antara para
ilmuan tersebut, para psikolog menyatakan agama kurang penting dibandingkan
dengan penduduk lainnya. Jika penelitian ini dibandingkan dengan studi yang
dilakukan Leuba, salah seorang perintis psikologi agama, ditemukan bahwa profil
para ilmuan itu tidak mengalami perubahan. Dalam kesimpulan umumnya, Leuba
menunjukkan bahwa semakin terkemuka seorang ilmuan, semakin rendah
keberagamaannya. Ia juga menemukan bahwa psikolog paling kecil
kemungkinannya dan ilmuan fisika paling besar kemungkinannya untuk "percaya
kepada tuhan yang menjawab do'a" (Rahmat, 2003).
Banyak orang yang datang kepada psikolog ataupun psikiater namun tidak
mengalami kesembuhan yang berarti. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya
klien membutuhkan bimbingan psikologi yang diperkaya dengan ajaran Islam,
bukan hanya dengan teori psikologi atau psikiatri yang kering dari agama
(Djamal, 1999). Banyak kasus yang terjadi di mana seorang psikolog tidak
mampu membantu kliennya sampai tuntas, apalagi jika sudah menyangkut dalam
ranah agama, sehingga tidak jarang para psikolog tersebut harus merujuk kepada
ulama, seolah-olah ulama adalah tempat pembuangan kasus-kasus berat yang sulit
dipecahkan. Fenomena seperti ini dapat dilihat pada kasus-kasus selebritis yang
ditayangkan ditelevisi, mereka bukannya berkonsultasi kepada psikolog, namun
justru lari ke ulama atau kiyai.
Berkaitan dengan pengalaman Badri (1986) dalam melakukan terapi tingkah
laku, yaitu ketika ia menangani pasien wanita muda Maroko yang dikirim
kepadanya tahun 1965 ketika ia sedang berada di bagian neuropsikiatri di
Universitas Rabat Pakistan. Wanita itu mengeluh selalu merasa cemas, merasa tak
mampu, mengalami depresi serta menderita reaksi fobia. Dalam satu tahun, ia
pernah dua kali dirawat di rumah sakit dan diantara dua perawatan itu ia telah pula
mendapat pengobatan dari seorang dukun. Ia tidak bisa disembuhkan oleh
psikoterapi tradisional ataupun yang moderen, baik yang individual maupun
psikoterapi kelompok, dan tidak juga oleh obat-obatan yang diberikan psikiater.
Akan tetapi Badri kemudian bisa membantu menyembuhkan pasien wanita
tersebut dengan hanya membacakan ayat al-Qur'an yang membicarakan
pemberian maaf Tuhan terhadap dosa-dosa seseorang yang pada awalnya
sebenarnya ia maksudkan sebagai dukungan moral terhadap seorang pasien laki-
laki yang hendak meninggalkan rumah sakit dalam suatu sesi pertemuan
kelompok.
Pengalaman Keagamaan
Pengalaman beragama menurut Glock & Stark (dalam Hayes 1980) adalah
suatu perasaan, persepsi atau sensasi yang dialami oleh seseorang dan
didefinisikan oleh suatu kelompok atau masyarakat sebagai suatu bentuk
komunikasi dengan esensi ketuhanan atau dengan realitas mutlak atau dengan
otoritas transendental.
Berdasarkan pengertian pengalaman keagamaan seperti telah diungkapkan
oleh Glock & Stark (dalam Hayes, 1980), dapat diuraikan ada 3 aspek dari
pengalaman keagamaan, yaitu: Adanya komunikasi dengan hal-hal yang bersifat
ketuhanan atau transendental, adanya suatu konteks yaitu suatu kelompok atau
masyarakat yang memberikan legitimasi bahwa suatu pengalaman merupakan
pengalaman beragama., terakhir adalah efek terhadap individu.
Konseling dalam Islam adalah satu dari berbagai tugas manusia dalam
membina dan membentuk manusia ideal. Bahkan bisa dikatakan bahwa konseling
merupakan amanat yang diberikan Allah kepada rasul dan nabinya. Dengan
adanya amanat konseling inilah maka mereka menjadi demikian berharga dan
bermanfaat bagi manusia, baik dalam urusan agama, dunia, pemenuhan
kebutuhan, pemecahan masalah, dan banyak hal lainnya. Konselingpun akhirnya
menjadi satu kewajiban bagi setiap individu muslim, khususnya alim ulama (Az-
zahrani, 2005)
Bagi konselor muslim, aktivitas dalam konseling Islami menghadirkan
berbagai ragam pengalaman keagamaan. Hal ini disebabkan karena selama proses
konseling tersebut, mereka berusaha membimbing, mengarahkan, dan mendidik
klien melalui berbagai teori/metode seperti misalnya teori al-hikmah, al-
mau'izhoh, mujadalah, dan sebagainya dengan maksud untuk membawa klien
menuju kepada perbaikan, perubahan dan pengembangan yang lebih positif dan
membahagiakan. Proses aplikasi konseling dengan teori ini semata-mata dapat
dilakukan konselor dengan pertolongan Allah secara langsung, atau melalui
utusan-Nya, yaitu Allah mengutus malaikat-Nya, dimana ia hadir dalam jiwa
konselor atas izin-Nya (Adz-Dzaky, 2004).
Konselor
Pietrofesa (dalam Latipun 2003), mengatakan bahwa konseling adalah proses
yang melibatkan seorang profesional yang berusaha membantu orang lain dalam
mencapai pemahaman dirinya (self understanding), membuat keputusan dan
pemecahan masalah. Orang atau profesional yang memberikan konseling biasa
disebut konselor. Menurut kamus lengkap psikologi, konselor adalah seorang
psikolog atau individu profesional lainnya yang berpraktek memberikan
penyuluhan (Chaplin, 2000). Istilah konselor dapat juga diartikan sebagai orang
atau person yang menyediakan bantuan (Mappiare, 1992). Sedangkan menurut
Hackney dan Cormier (dalam Latipun 2003), konselor adalah tenaga terlatih yang
berkemauan untuk membantu klien. Konselor menerima klien apa adanya dan
bersedia sepenuh hati membantu klien mengatasi masalahnya disaat yang amat
kritis sekalipun. Keadaan seperti itulah kemudian menjadi alasan semua ahli
konseling sehingga menempatkan profesi konselor sebagai posisi yang amat
strategis dalam upaya membantu klien dari keadaan yang tidak menguntungkan
baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang (Latipun, 2003).
Menurut Adz-Dzaky (2004), syarat-syarat utama yang harus dimiliki oleh
seorang konselor Islam adalah :adanya hubungan spiritual yang sangat dekat
dengan Rabb-nya. Hal itu diperoleh melalui ketaatan melaksanakan perintah dan
menjauhi laranganNya. Adanya kualitas moral atau akhlak Islamiyah yang baik
dan benar secara otomatis dari nurani, bukan karena merekayasa dan tuntutan
profesionalisme, adanya pendidikan yang cukup dan menguasai teori-teori
konseling dan ilmu umum lainnya, adanya keahlian dan keterampilan dalam
melakukan proses konseling dengan metode ilmiah, propetik (kenabian), maupun
normatif (Al-Qur'an dan As-Sunnah).
Sesungguhnya tujuan utama dari adanya konseling Islam adalah
menumbuhkan sikap konsisten akan ajaran agama Islam. Konseling Islam
mempunyai ruang lingkup dan jangkauan yang lebih luas. Selain menaruh
perhatian pada proses penyembuhan, juga sangat menekankan pada peningkatan
diri. Subandi (1994) menyebutkan tujuan konseling dan psikoterapi berwawasan
Islam menyangkut juga usaha membersihkan kalbu, menguasai pengaruh
dorongan primitif, meningkatkan derajat nafs, menumbuhkan akhlaqul karimah
dan meningkatkan potensi untuk menjalankan tugas kalifatulloh. Mappiare (1996)
menekankan bahwa konseling dan psikoterapi Islam bertujuan untuk
mengembalikan seorang pribadi pada fitrahnya yang suci atau kembali ke jalan
lurus. Lebih jauh lagi Adz-Dzaky (2004) menyebutkan konseling dan psikoterapi
juga perlu memberikan bimbingan kepada seseorang untuk menemukan hakikat
dirinya, menemukan Tuhannya dan menemukan rahasia Tuhan. Ini semua
memang sesuai dengan tuntutan masyarakat sendiri, seperti dinyatakan oleh
Bergin bahwa semakin banyak pasien yang terlibat dalam konseling dan
psikoterapi yang tidak sekedar menginginkan kesembuhan bagi gangguan atau
simtomnya, tetapi bertujuan untuk mencari makna hidupnya, aktualisasi diri atau
memaksimalkan potensi diri mereka (Subandi, 2000)
Pengalaman Keagamaan Konselor
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengalaman keagamaan
konselor adalah perasaan, persepsi, dan sensasi yang dialami konselor dalam
usaha membantu klien yang berhubungan dengan esensi ketuhanan atau
supranatural yang berefek pada diri konselor tersebut dan dilegitimasi oleh
masyarakat sebagai suatu bentuk pengalaman beragama. Pengalaman ini
kemudian akan memberikan petunjuk bagi konselor dalam memperoleh
pencerahan bagi dirinya dan klien yang Ia tangani dalam proses konseling.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti tema-tema pengalaman keagamaan
konselor dalam menangani klien.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan harapan dapat memberikan manfaat baik
secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis diharapkan dapat memperkaya
khasanah penelitian dibidang psikologi klinis dan psikologi Islami khususnya
dalam studi tentang pengalaman keagamaan. Secara praktis hasil penelitian ini
diharapkan akan dapat membantu klien-klien yang bermasalah agar mendapatkan
kesembuhan yang optimal. Lebih lanjut hasil penelitian ini diharapkan dapat
menjadi masukan bagi para konselor muslim agar menerapkan konseling Islami
(konseling holistik) dalam setiap aktivitas konselingnya, sehingga akan
memunculkan pengalaman keagamaan yang justru akan membantu meningkatkan
efektivitas dari konseling tersebut.
Pertanyaan Penelitian
Tema-tema pengalaman keagamaan apa saja yang muncul pada konselor
selama proses konseling ? Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi munculnya
pengalaman keagamaan konselor? Bagaimana proses munculnya pengalaman
keagamaan pada konselor? Bagaimana pemaknaan yang dialami konselor
terhadap proses tersebut? Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pemaknaan
tersebut ?
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Bogdan dan Taylor (dalam
Moleong, 2004) mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-
orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan
pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh).
Penelitian ini menggunakan rancangan studi kasus, yang dilakukan untuk
memperoleh pengertian yang mendalam mengenai situasi dan makna sesuatu atau
subyek yang diteliti. Penelitian studi kasus lebih mementingkan proses daripada
hasil, lebih mementingkan konteks daripada suatu variabel khusus, lebih ditujukan
untuk menemukan sesuatu daripada kebutuhan konfirmasi. Pemahaman yang
diperoleh dari studi kasus dapat secara langsung mempengaruhi kebijakan,
praktek, dan penelitian berikutnya (Alsa, 2004)
Sebagai sebuah metode, studi kualitatif memiliki keunikan atau keunggulan
tersendiri. Secara umum, studi kasus memberikan akses atau peluang yang luas
kepada peneliti untuk menelaah secara mendalam, detail, intensif dan menyeluruh
terhadap unit sosial yang diteliti (Bungin, 2005).
Responden Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah konselor muslim lulusan program studi
strata 2 atau profesi psikologi yang telah memiliki dasar ilmu agama yang mantap
dan sering melakukan konseling secara islami.
Metode Pengumpulan Data
Pengalaman keagamaan seseorang merupakann sesuatu yang bersifat pribadi
sehingga diperlukan cara yang tepat agar mengetahui tema-tema pengalaman
keagamaan mereka secara mendalam. Cara yang peneliti gunakan untuk
memperoleh data tersebut yaitu dengan melaksanakan Wawancara mendalam (In
depth Inderview).
Metode Analisis Data
Data dianalisis secara kualitatif berupa analisis tematik untuk mengungkap
tema-tema pengalaman keagamaan yang muncul ketika konselor menangani
kliennya.
Hasil Penelitian
Analisis data penelitian ini dilakukan dengan pengelompokan data
berdasarkan tema yang ditentukan sesuai dengan aspek-aspek yang ingin
diungkap dengan berpedoman pada panduan wawancara. Analisis tersebut
menghasilkan gambaran sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil Analisis Isi; kategori, sub kategori, dan tema
Kategori Subkategori Tema
Nilai-nialai Islam
- Merasa pengaruh keagamaan sangat besar
- Islam sebagai latihan untuk ikhlas - Dengan pendekatan agama
mendapatkan nikmat dan rahmat - Keyakinan terhadap islam
mensucikan efek samping pada diri dan klien
- Pendekatan agama mempermudah pemberian bantuan
- Firman-firman allah membantu menyelesaikan masalah klien dan memberikan jawaban kepada klien
- Sabda atau nasehat rasulullah sebagai materi penymbuh
- Melakukan konseling termotivasi karena ayat al-qur'an
- Kisah-kisah rasul dan kisah-kisah dakwah islam membantu proses konseling
- Kisah-kisah nabi dan para sahabat semakin menambah keharuan dan kesyukuran
- Refleksi kepada kisah nabi zaman dahulu tentang hubungan orangtua dan anak
Pengetahuan
- Banyak membaca dan ceramah mempermudah dalam mengambil alternatif jalan terbaik
- Belajar ilmu psikologi seperti gerontologi, psikologi perkembangan, dan sebagainya
Faktor-faktor penyebab
munculnya pengalaman keagamaan konselor
- Rasa kasihan
Kepribadian
- Kesediaan untuk menghargai orang lain
- Kesediaan untuk mengakomodasi alam-alam bawah sadar
- Tawaduk (rendah hati) - Suka bergaul - Mampu memaknai sesuatu .
Perasaan dibantu oleh allah
- Merasa allah memberikan pertolongan kepadanya
- Merasa yang melakukan konseling bukan dirinya tetapi allah
- Merasa keberhasilan konseling karena izin allah, bukan kemampuan sendiri
- Merasa mampu membantu klien karena kehendak allah dan dibantu oleh allah
Mendapat petunjuk dari
allah
- Adanya perasaan diatur, dibimbing, dan diarahkan oleh allah
- Merasa mampu melakukan konseling karena hidayah allah
- Allah memberikan ilmu lewat klien Meyakini ilmu yang dimiliki adalah dari allah
- Mendapatkan jawaban-jawaban terhadap suatu permasalahan yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan
- Adanya bisikan dalam hati (innervoice) terhadap jalan keluar
- Konseling yang dilakukan terasa mengalir begitu saja
- Merasa dibina oleh klien - Tidak terbebani oleh peran sebagai
konselor - Meyakini ilmu yang dimiliki adalah
ari Allah
Diingatkan oleh Allah
- Perasaan diingatkan oleh Allah ketika kelupa menata niat
- Diingatkan oleh Allah dari kesombongan
- Diingatkan dari sifat kurang ikhlas
Hubungan atau
komunikasi dengan Allah
Kedekatan dengan Allah
- Merasa Allah sangat dekat dengannya
- Ada kesan mendalam dengan Allah setiap kali menangani kasus
- Keinginan untuk selalu dekat
dengan Allah dengan harapan Allah melimpahkan kasih sayang dan rahmat kepadanya
Kepasrahan kepada Allah
- Pasrah kepada Allah
Peningkatan keimanan
- Meningkatnya keimanan - Keyakinan yang kuat bahwa Allah
membantunya - Kepasrahan kepada pencipta - Bertambahnya kesabaran dan
keihlasan dalam mempelajari agama Allah
- Keyakinan yang semakin bertambah terhadap kebenaran ayat-ayat Allah dan hadis nabi
- Keinginan untuk semakin pasrah kepada Allah karena telah banyak dibantu
- Ibadah meningkat seperti sholat,baca alqur'an
- Semakin bertambah matang dalam beribadah seiring bertambah banyaknya jumlah klien yang ditangani
Hubungan sosial yang baik
- Memperoleh kemudahan dalam bergaul
- Dengan senang hati membantu orang lain,dibayar ataupun tidak dibayar
- Mampu berterimakasih dan menghargai oranglain
- Menilai seseorang dari jasanya dan melupakan jasa sendiri
- Komunikasi yang baik dengan keluarga
- Menilai seseorang lebih positif
Pengaruh pada fisik dan jiwa
- Tidak ada rasa capek - Hilangnya rasa sakit - Adanya pembersihan jiwa/hati agar
klien dapat berkaca pada dirinya
Efek terhadap
konsleor
- Hilangnya rasa keakuan - Sifat tawaduk mempengaruhi
keberhasilan konseling sehingga sering mendapat bantuan yang tidak terduga
- Menyadari kelemahan/keterbatasan
Kesadaran diri
diri - Mengingatkan diri dari hal-hal yang
tidak baik - Tidak ada kesombongan dalam diri
karena sudah membantu klien - Berusaha tidak mengingat-ingat
kebaikan yang telah dilakukan karena khawatir akan merusak keikhlasan
- Tidak membiasakan kebiasaan yang buruk
Kematangan emosi dan
fikiran
- Lebih dewasa - Lebih sabar dan lebih pemaaf - Berfikir sebelum bertindak - Lebih tenang dan tidak mudah
bergolak - Belajar dari positif thinking
Rencana masa depan
- Keinginan menerbitkan buku tentang pengalaman dalam kasus-kasus konseling yang pernah ditangani
- Keinginan membuka pondok pesantren
- Keinginan untuk kembali naik haji
Mendapat inspirasi dari
klien
- Merasa justru dibina oleh klien - Selalu melakukan lebih dari yang
dianjurkan kepada klien terutama dalam hal ibadah
- Merasa justru klienlah yang memberikan solusi kepadanya
- Belajar dari klien - Belajar menyelesaikan masalah dari
klien - Menjadikan setiap nasehat sebagai
cambuk bagi dirinya - Mendapatkan ilmu baru dari
pertanyaan-pertanyaan klien - Semakin sulit masalah klien justru
memperoleh banyak pelajaran - Materi kuliah terinspirasi dari kasus
konseling - Memperkaya khasanah pada
aktivitas lain
- Tidak mengeluarkan kalimat yang menyinggung dan merendahkan klien
Kemampuan memelihara hubungan
dengan klien
- Tidak banyak omong, ngomong sedikit tapi bermakna bagi klien
- Menggunakan komunikasi yang bersifat
- Berusaha tidak memperlihatkan kebosanan kepada klien
- Menganggap konseling sebagai konsep silahturahmi
- Menganggap klien sebagai saudara yang bersilahturahmi
- Menghormati klien sama seperti apabila belajar kepada siapapun juga
- Menjadi teladan bagi klien - Memberikan kemudahan kepada
klien
Kemampuan memunculkan
atau mengembangkan
potensi klien
- Membuka kesegaran fikiran klien agar siap menerima konsultasi dengan memberikan unsur-unsur agama yang relevan
- Mengingatkan klien akan potensi agama yang dimilikinya yang sebelumnya tidak disadari
- Memotivasi klien untuk lebih mengenal, memahami, dan mendalami ajaran agama
- Membangkitkan semangat dan harapan klien agar bisa sembuh dari perasaan dan fikiran yang mengganggunya
- Selalu mengenalkan klien pada berfikir dan bertindak yang benar
Hubungan atau
komunikasi dengan klien
Keterampilan menangani klien
- Kemampuan memberikan ketenangan kepada klien
- Menghindarkan klien dari ketergantungan
- Tidak larut dalam masalah klien - Kemampuan berempati pada klien - Mampu meningkatkan kekuatan
batin klien - Mendo'akan klien - Mengusahakan agar jangan sampai
keliru memberikan nasehat - Tidak memberikan nasehat yang
banyak tapi kurang perlu - Kemampuan dalam menjelaskan
sesuatu dengan bahasa sederhana
sehingga klien bisa memahami - Lebih terarah dan tersaring dalam
memberikan nasehat - Meninggalkan yang sia-sia dan
memanfaatkan yang efektif
Efek terhadap keberhasilan
konseling
Efek terhadap keberhasilan
konseling
- Kemudahan dalam melakukan konseling
- Peningkatan kualitas konseling - Jarang mengalami kegagalan dalam
konseling - Merasa puas dan bahagia karena
telah membantu klien - Nyaman dalam menjalani hidup - Dihargai klien dan dianggap sebagai
orang yang paling berjasa - Kesembuhan klien
Pembahasan Gambar 1 : Model tema-tema pengalaman keagamaan konselor dalam menangani klien
Nilai-nilai islam - Keyakinan terhadap
Islam - Ibadah seperti sholat
dzikir, dan do’a - Firman-firman Allah - Sabda Rasulullah - Kisah-kisah nabi dan
para sahabat
Pengetahuan - Kesukaan
membaca berbagai jenis buku
- Banyak belajar ilmu psikologi
Kepribadian - Kesediaan
menghargai orang lain
- Tawaduk (rendah hati)
- Kesediaan berkorban untuk orang lain
- Kesediaan mengakomodasi alam-alam bawah sadar
- Rasa kasihan - Kemampuan
memaknai sesuatu
Hubungan dengan Allah - Dibantu oleh Allah - Mendapat
petunjuk dari Allah
- Kedekatan dengan Allah
- Kepasrahan kepada Allah
- Diingatkan oleh Allah
Hubungan dengan Klien - Kemampuan
memelihara hubungan dengan klien
- Kemampuan memunculkan atau mengembangkan potensi klien
- Ketrampilan menangani klien
Efek terhadap konselor dan keberhasilan konseling - Kesehatan fisik dan
jiwa - Hubungan sosial
yang baik - Peningkatan ritual
ibadah - Kematangan emosi
dan pikiran - Kesadaran diri - Mendapat inspirasi
dari klien - Kemudahan dalam
melakukan konseling
- Peningkatan kualitas konseling
- Jarang mengalami kegagalan dalam konseling
- Perasaan puas dan bahagia
- Kesembuhan klien
Dari model tersebut dapat dijelaskan bahwa ada empat kategori utama
tema-tema pengalaman keagamaan pada responden, yaitu faktor-faktor penyebab
munculnya pengalaman keagamaan, hubungan atau komunikasi dengan Allah,
hubungan atau komunikasi dengan klien, serta efek pengalaman keagamaan
terhadap konselor dan keberhasilan konseling. Empat komponen tersebut
sangatlah berkaitan satu sama lain dalam menunjang keberhasilan konseling.
Sebagaimana gambar tersebut diatas, nilai-nilai Islam sangat mempengaruhi
terhadap kepribadian seseorang. Kemudian, hubungan atau komunikasi yang
terjalin dengan Allah dan klien juga akan sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai
Islam, pengetahuan, dan kepribadian konselor.
Sedangkan hubungan konselor dengan Allah dan hubungan konselor dengan
klien juga saling berkaitan secara timbal balik. Hubungan konselor dengan Allah
akan mempengaruhi hubungan konselor dengan klien, begitupun sebaliknya
hubungan konselor dengan klien juga akan mempengaruhi hubungan konselor
dengan Allah.
Selanjutnya, hubungan konselor dengan Allah dan hubungan konselor dengan
klien akan berpengaruh terhadap terbentuknya konselor menjadi pribadi yang
matang dan keberhasilan konseling yang dilakukan. Begitu juga sebaliknya,
terbentuknya konselor menjadi pribadi yang matang dan berhasilnya konseling
yang dilakukan, akan berpengaruh terhadap hubungan konselor dengan Allah dan
klien.
Faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya pengalaman keagamaan para
responden yaitu nilai-nilai islam, pengetahuan, dan kepribadian. Sesungguhnya
Islam telah menjadikan dasar konseling ini sebagai seruan untuk berbuat baik,
melarang perbuatan buruk, menghindari kerusakan dan juga menjadikannya suatu
perbuatan yang diikhlaskan demi mengharapkan keridhaannya. Dalam islam,
terdapat berbagai metode yang masing-masing memiliki kekhususan dan
pengaruh dalam jiwa. Seorang konselor dianggap profesional apabila Ia memilih
metode yang sesuai dengan keadaan klien, dimana metode yang diambil
bersumberkan dari Al-qur'an dan sunnah, serta mengambil model konseling yang
diterapkan rasulullah (Az-zahri, 2005).
Dari ketiga faktor penyebab munculnya pengalaman keagamaan pada
responden, faktor nilai-nilai islam merupakan faktor yang paling banyak
mempengaruhi terhadap munculnya pengalaman keagamaan responden,
sedangkan faktor pengetahuan dan kepribadian hanya merupakan faktor
pelengkap.
Komunikasi atau hubungan yang baik dengan Allah dirasakan oleh semua
responden dalam Ia menangani klien. Komunikasi tersebut antara lain perasaan
dibantu oleh Allah, mendapat petunjuk dari Allah, kedekatan dengan Allah,
kepasrahan kepada Allah, dan merasa diingatkan oleh Allah. Responden pertama
mengatakan sering dibantu oleh Allah, bahkan Ia merasa bahwa bukan dia yang
melakukan konseling, tetapi Allah. Sama halnya dengan responden kedua yang
merasa dapat membantu klien karena izin dari Allah saja.
Seorang konselor yang sejati dan utama adalah mereka yang dalam proses
konseling selalu dibawah bimbingan atau pimpinan Allah dan Al-qur'an. Hal ini
disebabkan karena mereka bukan hanya sekedar manusia biasa dan orang
kebanyakan, akan tetapi mereka adalah hamba Allah yang memikul amanah dan
tanggung jawab besar, yaitu tidak hanya sebagai Abdullah (pemimpin), tetapi juga
sebagai wakiilullah (wakil Allah) dalam mendidik, mengembangkan,
memberdayakan, dan melindungi serta menyembuhkan alam dari kerusakan dan
kehancuran, khususnya manusia sebagai alam kecil (Adz-Dzaky, 2003).
Kemudian berkaitan dengan masalah hubungan atau komunikasi yang baik
dengan klien, didapatkan hasil bahwa semua responden mampu berkomunikasi
yang baik dengan klien. Komunikasi yang terjalin dengan klien diantaranya
adalah kemampuan memelihara hubungan dengan klien, memunculkan atau
mengembangkan potensi klien, dan terampil dalam menangani permasalahan
klien.
Hasil tersebut menunjukkan gambara bagaimana hubungan yang terjalin
antara responden dan klien. Az-zahrani (2005) menyebutkan ada beberapa metode
konseling dalam Islam, antara lain metode keteladana, metode penyadaran,
metode kisah, dan sebagainya. Menurut Adz-Dzaky (2002) salah satu syarat
utama yang harus dimiliki seorang konselor Islam adalah adanya keahlian dan
keterampilan dalam melakukan proses konseling dengan metode ilmiah, profetik
(kenabian), maupun normatif (Al-Qur'an dan As-sunnah).
Efek pengalaman keagamaan terhadap responden sangat besar. Pengalaman
tersebut dapat membuat responden menjadi pribadi yang matang dalam berbagai
hal, seperti matang dalam hal keimanan, pengetahuan, emosi dan fikiran,
kesadaran diri, hubungan sosial yang baik, dan rencana masa depan. Selain itu,
semua responden juga merasa adanya pengaruh pengalaman keagamaan terhadap
fisik dan jiwanya, seperti tidak merasa capek dalam melakukan konseling, bahkan
merasa justru mengalami penyembuhan, juga mengalami pembersihan jiwa atau
hati. Disamping itu, semua responden juga merasa mendapat banyak inspirasi dari
klien, banyak belajar dari klien, mendapatkan ilmu-ilmu baru dari klien,
terinspirasi dalam menulis, terinspirasi dalam memberikan materi kuliah, dan
memperkaya khasanah pada aktivitas yang lain.
Pengalaman keagamaan mencakup pemikiran, penghayatan, keyakinan,
dambaan, dan perilaku yang berkaitan dengan hal-hal religius. Salah satu
fenomena religius seperti diungkapkan James (2004) adalah pengalaman
pewahyuan. Pengalaman ini terjadi ketika seseorang merasakan kehadiran sesuatu
yang gaib dan ilahiah yang kemudian menimbulkan menimbulkan pencerahan dan
pemahaman diri sejati. Tidak jarang pengalaman tersebut justru memberikan
petunjuk-petunjuk tertentu kepadanya. Dampak lain dari pengalaman pewahyuan
adalah peningkatan dan kemantapan iman, keakraban dan kedekatan dengan Sang
Ilahi, dan peningkatan kesadaran akan dosa-dosa sendiri yang mendorongnya
bertaubat. Semuanya ini menimbulkan sikap khidmat, kekaguman, penyerahan
diri, kesalihan, optimisme, dan kebahagiaan bagi orang yang bersangkutan.
Semua responden merasakan Pengaruh pengalaman keagamaan yang
dialaminya terhadap keberhasilan konseling. Pengaruh-pengaruh tersebut antara
lain kemudahan dalam melakukan konseling, peningkatan kualitas konseling,
keberhasilan konseling, perasaan puas dan bahagia, nyaman dalam menjalani
hidup, dihargai klien dan dianggap sebagai orang yang paling berjasa, dan yang
paling penting adalah kesembuhan klien.
James (2004) mengatakan bahwa pengaruh positif pengalaman keagamaan
tidak mudah hilang, bahkan meninggalkan kesan menetap dan mendalam serta
benar-benar bermakna bagi yang mengaturnya.
Kesimpulan
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif, yaitu suatu pendekatan
yang berusaha menggali secara lebih mendalam, terutama dengan melakukan
wawancara langsung dengan responden. Penelitian ini melibatkan tiga orang
responden yang merupakan konselor yang menerapkan konseling islami.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa ada empat kategori utama yang
merupakan yang membentuk pengalaman keagamaan konselor yaitu, Faktor-
faktor penyebab munculnya pengalaman keagamaan konselor, hubungan atau
komunikasi dengan Allah, hubungan atau komunikasi dengan klien, serta efek
terhadap konselor dan keberhasilan konseling.
Mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya pengalaman
keagamaan dapat dilihat dari nilai-nilai Islam, pengetahuan, dan kepribadian.
Komunikasi atau hubungan yang baik dengan Allah dirasakan oleh semua
responden dalam Ia menangani klien. Komunikasi tersebut antara lain perasaan
dibantu oleh Allah, mendapat petunjuk dari Allah, kedekatan dengan Allah,
kepasrahan kepada Allah, dan merasa diingatkan oleh Allah
Kemudian berkaitan dengan masalah hubungan atau komunikasi yang baik
dengan klien, didapatkan hasil bahwa semua responden mampu berkomunikasi
yang baik dengan klien. Komunikasi yang terjalin dengan klien diantaranya
adalah kemampuan memelihara hubungan dengan klien, memunculkan atau
mengembangkan potensi klien, dan terampil dalam menangani permasalahan
klien.
Efek pengalaman keagamaan terhadap responden sangat besar. Pengalaman
tersebut dapat membuat responden menjadi pribadi yang matang dalam berbagai
hal, seperti matang dalam hal keimanan, pengetahuan, emosi dan fikiran,
kesadaran diri, hubungan sosial yang baik, dan rencana masa depan. Selain itu,
semua responden juga merasa adanya pengaruh pengalaman keagamaan terhadap
fisik dan jiwanya, seperti tidak merasa capek dalam melakukan konseling, bahkan
merasa justru mengalami penyembuhan, juga mengalami pembersihan jiwa atau
hati. Disamping itu, semua responden juga merasa mendapat banyak inspirasi dari
klien, banyak belajar dari klien, mendapatkan ilmu-ilmu baru dari klien,
terinspirasi dalam menulis, terinspirasi dalam memberikan materi kuliah, dan
memperkaya khasanah pada aktivitas yang lain.
Semua Responden merasakan Pengaruh pengalaman keagamaan yang
dialaminya terhadap keberhasilan konseling. Pengaruh-pengaruh tersebut antara
lain kemudahan dalam melakukan konseling, peningkatan kualitas konseling,
keberhasilan konseling, perasaan puas dan bahagia, nyaman dalam menjalani
hidup, dihargai klien dan dianggap sebagai orang yang paling berjasa, dan yang
paling penting adalah kesembuhan klien.
Saran
1. Bagi para konselor
Bagi para konselor, terutama konselor muslim diharapkan memakai
pendekatan agama (konseling islami) didalam setiap konseling yang
dilakukan, karena melalui pendekatan ini dimungkinkan konselor akan
memperoleh pengalaman keagamaan yang akan membantu dalam
keberhasilan konseling dan akan membuat konselor itu sendiri menjadi
pribadi yang lebih matang.
2. Bagi klien
Saran untuk klien agar selalu mendekatkan diri kepada Allah, baik dalam
keadaaan bermasalah sekalipun. Pemahaman klien terhadap agama akan
membuat konselor mudah dalam memberikan bantuan dan membuat
proses penyembuhan klien menjadi lebih cepat.
3. Bagi pengembangan ilmu Psikologi Islami dan Psikologi Klinis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah penelitian dibidang
psikologi klinis dan psikologi Islami khususnya dalam studi tentang
pengalaman keagamaan.
4. Bagi peneliti selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya agar bisa mencari responden yang lebih banyak
dan lebih beragam sehingga hasilnya akan bisa memberikan gambaran
yang lebih global dan komprehensif. Selain itu, bagi peneliti yang ingin
meneliti bagaimana pemaknaan pengalaman keagamaan yang muncul
pada konselor dan faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya
pemaknaan tersebut, dianjurkan untuk menambah metode pengumpulan
data melalui informan seperti keluarga atau orang terdekat dimana
responden pernah bercerita kepadanya tentang pengalaman keagamaan
yang pernah dia alami. Hal ini disebabkan karena pengalaman keagamaan
merupakan suatu hal yang sensitif untuk diungkapkan, sehingga butuh
informan guna mengungkap pengalaman tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Adz-Dzaky, M.H.B. 2004. Konseling dan Psikoterapi Islam: Penerapan Metode Sufistik. Yogyakarta : Fajar Pustaka Baru
Ahyadi, A.A. 1978. Psikologi Agama, Kepribadian Muslim Pancasila. Jakarta :
CV Rajawali. Alsa, A. 2004. Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif serta Kombinasinya dalam
Penelitian Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Az-zahrani, M. B. S. 2005. Konseling Terapi (Terjemahan). Jakarta : Gema Insani
Pers. Badri, B M. 1986. Dilema Psikolog Muslim. Jakarta : Pustaka Firdaus. Bungin, B. 2005. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada. Chaplin, J.P. 2003. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : PT Raja Gravindo
Persada. Dister, NS. 1982. Pengalaman dan Motivasi Beragama. Yogyakarta: Kanisius. Djamal, M. 1999. Perkembangan Psikologi dan Pendidikan Islam di Indonesia
(70 Tahun Prof. Dr. Zakiah Daradjat).Ciputat : Logos Wacana Ilmu. Duryati. 2004 .Wawancara. Hawari, D. 1999. Perkembangan Psikologi dan Pendidikan Islam di Indonesia
(70 Tahun Prof. Dr. Zakiah Daradjat).Ciputat : Logos Wacana Ilmu. Hayes, V.C. 1970. Religious Experience In The World Religion. Bedford Park:
The Australian Association for the Study of Religion.. James, W. 1902. The Varietes of Religious Experience. NewYork: The Modern
Library. James, W. 2004. Perjumpaan Dengan Tuhan, Ragam Pengalaman Religius
(Terjemahan). Bandung : PT. Mizan Pustaka. Latipun. 2003. Psikologi Konseling. Malang : UMM Press
Mappiare, A.A.T. 1992. Pengantar Konseling dan Psikoterapi. Jakarta : CV Rajawali.
Moleong, 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Mulyana, D. 2003. Metode Penelitian Kualitatif : Paradigma Baru Ilmu
Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Poerwandari, K. 2001. Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku
Manusia. Jakarta: LPSP3 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Poerwandari, K. 1998. Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku
Manusia. Jakarta: LPSP3 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Rahayu, H.P. 1997. Hubungan Tingkat Religiusitas dengan Perilaku Coping Stres.
Jurnal Psikologika II, No 4, Halaman 61. Rahmat, J. 2003. Psikologi Agama Sebuah Pengantar. Bandung : Mizan. Rahmawati, H. 2003. Pengalaman Keagamaan: Proses Menuju Kematangan
Beragama. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM. Strauss & Corbin. 2003. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif (Terjemahan).
Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Subandi. 1997. Tema-tema Pengalaman Beragama Pengamal Dzikir. Jurnal
Psikologika II, ( 3 ), Halaman 7. Sutopo. 2002. Metode Penelitian Kualitaif. Surakarta: Sebelas Maret University
Press. Oktofiandi, S.Y. 2004. Pengalaman Spiritual dan Kebermaknaan Hidup pada
Anggota Tariqoh Nasyabandiyah di Surau Saiful Amin. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UII.
Wach, J. 1984. Ilmu Perbandingan Agama: Inti dan Bentuk Pengalaman
Keagamaan ( Terjemahan ). Jakarta: CV Rajawali.
Nama : Duryati
Alamat : Jorong II, Koto Bangun, Kec Kapur IX, Kab 50 Kota,
SUMBAR
Telp : 081328721541