natural pearlescent pigment dari kristal guanin … · komposisi kimia sisik ikan bandeng ......

42
i NATURAL PEARLESCENT PIGMENT DARI KRISTAL GUANIN SISIK IKAN BANDENG (Chanos chanos) MUHAMMAD WAHYU JATI DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

Upload: leanh

Post on 07-Mar-2019

326 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

i

NATURAL PEARLESCENT PIGMENT

DARI KRISTAL GUANIN SISIK IKAN BANDENG

(Chanos chanos)

MUHAMMAD WAHYU JATI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

ii

i

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Natural Pearlescent Pigment

dari Kristal Guanin Sisik Ikan Bandeng (Chanos chanos) adalah benar karya

saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa

pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertania Bogor.

Bogor, 25 Agustus 2016

Muhammad Wahyu Jati

NIM C34110054

ii

iii

ABSTRAK

MUHAMMAD WAHYU JATI. Natural Pearlescent Pigment dari Kristal Guanin Sisik

Ikan Bandeng (Chanos chanos). Dibimbing oleh WINI TRILAKSANI dan BAMBANG

RIYANTO.

Pearlescent pigment yang dikenal dengan nama pearl essence atau fish silver merupakan

pigmen berwarna keperakan yang memiliki kenampakan seperti mutiara. Natural

pearlescent pigment diperoleh dari sisik ikan dengan kandungan guanin 75-97%, dan kini

mulai banyak digunakan pada industri personal care dan produk kosmetika. Penelitian ini

bertujuan untuk menentukan teknologi ekstraksi natural pearlescent pigment dan

karakteristik kualitatif kristal guanin pada sisik ikan bandeng (Chanos chanos). Perlakuan

dalam penelitian ini meliputi ekstraksi menggunakan air deionisasi dengan sisik yang

dibekukan terlebih dahulu, air deionisasi 10 οC, dimetil sulfoksida 15%, dan 25% (v/v).

Hasil spektrum absorbansi UV-Vis menunjukkan kristal guanin merupakan pigmen

berwarna putih berdasarkan serapan pada panjang gelombang 200-800 nm. Hasil terbaik

diperoleh pada ekstraksi menggunakan air deionisasi dengan sisik beku nilai kristalinitas

68,4%, serapan gugus amina pada 3410 cm-1 dan gugus amida pada1681 cm-1, puncak

intensitas 2θ pada sudut 27,7° yang menunjukan identitas dari kristal guanin anhidrat.

Tingkat kandungan guanin sebesar 0,0455 ± 0,0033 g (0,46%).

Kata kunci: Dimetil sulfoksida, guanin, kosmetik, kristalinitas, pearlescent pigment,

ABSTRACT

MUHAMMAD WAHYU JATI. Natural Pearlescent Pigment from Guanine Crystal Milk

Fish Scales (Chanos chanos). Supervised by WINI TRILAKSANI and BAMBANG

RIYANTO.

Pearlescent pigment known as pearl essence or fish silver is a silvery-colored pigment

having pearly appearance. Natural pearlescent pigment was obtained from fish scales

consists of guanine 75-97%, and recently utilized in personal care industry and cosmetic

products. The purposes of this research were to determine the extraction technology of

natural pearlescent pigment and characteristic of crystal guanine on milk fish

(Chanos chanos) scales. The treatment in this study including extraction with deionized

water with frozen scales before, deionized water 10 οC, dimethyl sulfoxide 15%, and 25%

(v/v). The results of UV-Vis absorbance spectra showed that the guanine crystals was a

white pigment based on the absorption at a wavelength of 200-800 nm. The best result was

gained from frozen fish scales extracted with deionized water, a value of crystallinity of

68,4%, absorption of the amine group at 3410 cm-1 and amide groups at 1681 cm-1, the

intensity peak of 2θ at an angle 27,7° which indicates the identity of anhydrous guanine

crystals. Level of guanine gained 0,0455 ± 0,0033g (0,46%).

Keywords: Cosmetic, crystalinity, dimethyl sulfoxide, guanine, pearlescent pigment

iv

v

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2016

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau

menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis

dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

vi

vii

NATURAL PEARLESCENT PIGMENT

DARI KRISTAL GUANIN SISIK IKAN BANDENG

(Chanos chanos)

MUHAMMAD WAHYU JATI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Perikanan pada

Departemen Teknologi Hasil Perairan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

viii

x

xi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat

serta hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Natural

Pearlescent Pigment dari Kristal Guanin Sisik Ikan Bandeng (Chanos chanos)”.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di

Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu dalam penelitian dan penulisan skripsi ini, terutama kepada:

1 Dr lr Wini Trilaksani, MSc, Bambang Riyanto, SPi MSi selaku dosen

pembimbing skripsi, dan Dr Dra Pipih Suptijah, MBA selaku dosen

pembimbing akademik atas segala bimbingan dan arahan yang diberikan

kepada penulis.

2 Dr Eng Uju, SPi MSi selaku dosen penguji dan Dr Ir Agoes Mardiono Jacoeb,

Dipl.Biol selaku wakil program studi.

3 Dr Ir Iriani Setyaningsih, MS selaku Ketua Program Studi Teknologi Hasil

Perairan.

4 Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil

Perairan.

5 Zacky Arivaie AMd, Saeful Bahri AMd dan Paqih Chaerunnas (Laboratorium

FPIK IPB), Mba Vina dan Mba Arini (Laboratorium Terpadu FKH), Bpk

Nurwanto (Laboratorium PAU), Bpk. Bambang (Laboratorium Analisis

Bahan Departemen Fisika-IPB), Bpk Idris dan Ibu Dwi (Laboratorium Nano

Teknologi di Balai Besar Pasca Panen Bogor) yang telah membantu penulis

selama penelitian di laboratorium.

6 Keluarga penulis (Bpk. Wahyudi B dan Ibu Wiwik Hartatik) dan keluarga

tercinta yang tak pernah berhenti memberikan doa serta dukungan baik moril

maupun materil kepada penulis.

7 Keluarga Ikatan Mahasiswa Jember di Bogor (IMJB) khusunya BOJESTER

angkatan 48 atas kebersamaannya dalam suka dan duka serta dukungannya

selama ini.

8 Keluarga besar THP 48 yang selalu ada dalam keadaan susah maupun

gembira dan senantiasa membantu dalam penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih ada kekurangan, oleh karena itu

saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk perbaikan

skripsi ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, 25 Agustus 2016

Muhammad Wahyu Jati

xii

xiii

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiv

PENDAHULUAN

Latar Belakang ............................................................................................ 1

Tujuan Penelitian ......................................................................................... 2

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat ...................................................................................... 2

Bahan ........................................................................................................... 3

Alat .............................................................................................................. 3

Prosedur Penelitian ...................................................................................... 3

Prosedur Analisis ......................................................................................... 5

Analisis Data ............................................................................................... 8

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Ikan Bandeng (Chanos Chanos) ............................................ 8

Visualisasi ikan dan sisik bandeng ......................................................... 8

Komposisi kimia sisik ikan bandeng ...................................................... 10

Kenampakan Visual Hasil Ekstraksi ........................................................... 10

Karakterisasi Spektrum Warna .................................................................... 12

Karakteristik Sruktural ................................................................................ 12

Spektrum gugus fungsi material ............................................................ 12

Kristalinitas material .............................................................................. 14

Mikrostruktur material ........................................................................... 15

Tingkat Kandungan ..................................................................................... 15

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan .................................................................................................. 16

Saran ............................................................................................................ 16

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 17

LAMPIRAN ..................................................................................................... 23

RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... 25

DAFTAR GAMBAR

1 Prosedur penelitian ................................................................................... 4

2 Visualisasi ikan dan cuplikan sisik ikan bandeng ..................................... 9

3 Visualisasi sisik ikan bandeng dengan urutan sistematika struktur .......... 9

4 Kenampakan visual ekstrak sisik bandeng ............................................... 11

5 Mekanisme pelarut dimethyl sulfoxide ..................................................... 11

6 Spektrum absorbansi UV-Vis kristal guanin ............................................ 12

7 Spektrum transmisi FTIR kristal guanin ................................................... 13

8 Pola X-ray diffraction kristal guanin ......................................................... 14

9 Mikrostruktur material kristal guanin ....................................................... 15

10 Tingkat kandungan kristal guanin ............................................................. 16

DAFTAR LAMPIRAN

1 Penilaian organoleptik ikan segar SNI 01-2729.1-2006 ........................... 23

2 Aransemen dan interpretasi spektra inframerah kristal guanin ................. 24

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pearlescent pigment yang dikenal juga dengan nama pearl essence atau

fish silver, merupakan bentuk material hasil pemanfaatan sisik ikan yang warnanya

keperakan (Livingston 1957). Natural pearlescent pigment diperoleh dari sisik ikan

dengan kandungan guanin 75-97%. Industri pearl essence pertama terdapat di

Eropa hingga perang dunia I, dan saat ini Amerika Serikat merupakan produsen

utama pearl essence (Uzunian et al. 2005). Anselmann (2001) menyampaikan

bahwa pearl essence merupakan material yang digunakan pada industri pembuatan

mutiara imitasi lebih dari 100 tahun. Perkembangan material pearl essence menurut

Morita (1985) terbagi dalam 3 generasi, yaitu kristal guanin yang merupakan

generasi pertama yang berasal dari sisik ikan, generasi kedua adalah pearl essence

sintetik yang terbuat dari bismut oksiklorida (BiOCl), serta generasi ketiga adalah

titanium dioksida (TiO2) yang juga merupakan pearl essence sintetik.

Titanium dioksida menyumbang 70% dari total produksi pigmen dunia dan

6% diantaranya dimanfaatkan pada industri kosmetika karena adanya efek warna,

berkilau seperti mutiara, dan lembut (Baan et al. 2006; Mcnulty 2007; dan

Uzunian et al. 2005). Saat ini titanium dioksida digunakan sebagai UV-filter, dan

pada aplikasinya merupakan zat aditif yang ditambahkan dalam tabir surya serta

produk kosmetika lainnya (Bernauer et al. 2015; Hu et al. 2010), tetapi

Park et al. (2008) menyampaikan bahwa International Agency for Research on

Cancer (IARC) pada tahun 2006 mengklasifikasikan titanium dioksida sebagai

senyawa kelompok 2B, yaitu senyawa yang bersifat karsinogenik bagi manusia.

Jovanovic (2015) dan Cavalcante et al. (2007) melaporkan bahwa pada periode

1916 hingga 2011 produksi titanium dioksida mencapai 165 juta ton dan telah

banyak diaplikasikan pada industri cat mobil, pelapis, plastik, dan keramik.

Produk kosmetik dan perawatan kulit modern harus aman dan memiliki efek

samping yang kecil bagi konsumen (Wolf et al. 2001). Kini konsumen cenderung

memilih kosmetik dengan bahan alami karena lebih aman digunakan

(Muyima et al. 2002), salah satunya kristal guanin yang mulai banyak digunakan

kembali pada industri personal care dan produk kosmetika misalnya shampo,

sabun, facial wash dan blush on (Uzunian et al. 2005). Mailie et al. (2005)

melaporkan bahwa produksi natural pearlescent pigment dari kristal guanin sisik

ikan di seluruh dunia pada tahun 2004 diperkirakan kurang dari 50 ton. Harga

pearlescent pigment dengan kandungan guanin 19-21% dapat mencapai

7.700 USD per kg (Kremer Pigmente 2016).

Kristal guanin merupakan salah satu basa purin yang memiliki rumus kimia

C5H5N5O (Lior et al. 2008). Kristal guanin umumnya terdapat pada lapisan sisik

ikan herring atau sarden dan terbentuk pada sel khusus yang disebut iridophores

(Moeschl dan Doreen 2006; Hirata et al. 2003). Mailie et al. (2005) menyampaikan

bahwa dari 1 ton ikan herring atau sarden hanya menghasilkan 250 g guanin.

Menurut Moeschl dan Doreen (2006) kristal guanin didapatkan dengan

melakukan proses ekstraksi dari organ tubuh ikan menggunakan pelarut organik.

Lior et al. (2008) melaporkan dimetil sulfoksida (DMSO) dapat digunakan untuk

mengekstrak kristal guanin dari sisik ikan koi jepang (Cyprinus carpio). DMSO

2

merupakan pelarut organik bersifat polar dan merupakan akseptor ikatan hidrogen

yang berinteraksi dengan gugus amina dan amida dari protein (Arakawa et al. 2007;

Caspers et al. 2002).

Atlantic herring (Clupea harengus) merupakan bahan baku utama pearl

essence dunia, namun hasil tangkapan setiap tahunnya mengalami penurunan dari

2.516.755 ton pada tahun 2009 menjadi 1.816.987 ton pada tahun 2013

(FAO 2016). Ikan jenis lain yang berpotensi dikembangkan sebagai sumber natural

pearlescent pigment adalah ikan-ikan berbasis budidaya, misalnya ikan bandeng

(Chanos chanos) dan ikan tawes (Barbodes gonionotus). Ikan bandeng memiliki

warna sisik keperakan pada sisi perutnya dan hijau atau biru pada daerah

punggungnya (FAO 2016). Berdasarkan ciri tersebut ikan bandeng diduga

mengandung kristal guanin dan berpotensi sebagai natural pearlescent pigment.

Ikan bandeng merupakan ikan laut yang berhasil dibudidayakan di air payau yang

memiliki nilai ekonomis penting di Indonesia, Filipina, India dan Taiwan

(Wilfredo et al. 2007). Produksi ikan bandeng dunia mengalami peningkatan setiap

tahunnya, dan tahun 2009 mencapai 717.740 ton terus meningkat hingga

1.043.935 ton pada tahun 2013 (FAO 2016).

Direktorat Jendral Perikanan Budidaya, Kementrian Kelautan dan

Perikanan (2014) menyampaikan ikan bandeng merupakan komoditi ikan budidaya

terbesar ke 4 di Indonesia, dengan produksi mencapai 667.116 ton pada tahun 2013.

Industri pengolahan bandeng menurut Nilatany et al. (2014) yang bersifat

tradisional kini berkembang menjadi industri yang lebih modern, antara lain

industri bandeng asap, bandeng presto, dan bandeng cabut duri. Industri bandeng

menghasilkan hasil samping berupa sisik 3% yang belum dimanfaatkan. Tingginya

harga dan masih rendahnya produksi natural pearlescent pigment di pasaran dunia,

menjadikan penelitian natural pearlescent pigment dari kristal guanin sisik ikan

bandeng sangat penting untuk dilakukan. Penentuan sifat-sifat sisik ikan bandeng

sebagai natural pearlescent pigment merupakan langkah awal bagi terciptanya

industri material terbarukan dari hasil laut.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan teknologi ekstraksi natural

pearlescent pigment dan karakteristik kualitatif kristal guanin pada sisik ikan

bandeng.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2015 hingga Juli 2016 di berbagai

laboratorium di Institut Pertanian Bogor yang meliputi laboratorium Preservasi dan

Pengolahan Hasil Perairan, laboratorium Biokimia Hasil Perairan, laboratorium

Organoleptik Departemen Teknologi Hasil Perairan, laboratorium Terpadu

3

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, laboratorium Analisis Bahan, Departemen

Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, laboratorium Pilot Plan,

Pusat Antar Universitas Indonesia, Pusat Studi Biofarmaka LPPM-IPB. Penelitian

dilakukan juga pada laboratorium Nano Teknologi di Balai Besar Pasca Panen

Bogor.

Bahan

Bahan yang digunakan adalah ikan bandeng (Chanos chanos) yang

diperoleh dalam keadaan beku untuk pengolahan bandeng presto dari UKM Cindy

Food Parung. Nilai organoleptik kesegaran ikan setelah di thawing mengacu

SNI 01-2729.1-2006 adalah 7 (Lampiran 1 b), DMSO (CH3)2SO (Merck PA 100%),

air deionisasi, nitrogen cair 90% (titik didih -195 οC).

Alat

Alat-alat yang digunakan meliputi kamera Canon (600D), blender (Philips

2511), water bath shaker (Wiggenhauser SB 30 T), neraca analitik (Precisa XT

120A), mikroskop digital (Scalar SDA-1), scanning electron microscopy (ZEISS

SUPRA 40), spektrometer ultraviolet visible (Ocean Optics USB4000-UV-Vis),

spray dryer (Buchi 190), fourier transform infrared spectrometer (FTIR ABB

MB3000), x-ray difraction (Bruker D8 Advance).

Prosedur Penelitian

Aktivitas penelitian meliputi 1 preparasi dan karakterisasi visual sisik ikan

bandeng yang diamati menggunakan kamera, mikroskop digital dan SEM,

2 karakterisasi komposisi kimia sisik ikan bandeng, 3 ekstraksi kristal guanin,

4 karakterisasi spektrum warna, dan 5 karakterisasi struktural kristal guanin.

Prosedur penelitian disajikan pada Gambar 1.

Preparasi sisik ikan bandeng (Lior et al. 2008)

Preparasi dilakukan untuk memisahkan sisik dari tubuh ikan. Metode

pemisahan sisik dari kulit dan tubuh mengacu Lior et al. (2008). Preparasi dilakukan

dengan memisahkan sisik yang berwarna keperakan. Pemisahan sisik dilakukan

dengan cepat dengan suhu (± 4 ºC ) agar komposisi kimia tidak berubah.

Visualisasi sisik ikan bandeng (Zhu et al. 2012)

Bentuk dan kualitas sisik diamati secara visual mengunakan kamera Canon

(600D), lensa 18-55 mm berjarak 20 cm dari sampel. Karakteristik sisik ikan

bandeng diamati juga dengan menggunakan mikroskop digital (Scalar SDA-1) pada

perbesaran 120x dan mikrostruktur dengan SEM pada perbesaran 1000x dan 5000x.

Karakteristik visual sisik disajikan dengan urutan sistematika struktur mengacu

Zhu et al. (2012).

Gambar 1 Prosedur penelitian

Komposisi kimia sisik ikan bandeng

Karakterisasi komposisi kimia sisik ikan bandeng mengacu

(AOAC 2005) tentang cara uji makanan dan minuman. Parameter uji meliputi

pengukuran komposisi protein, abu, lemak, air, dan karbohidrat (by difference).

Hasil karakterisasi komposisi kimia sisik ikan bandeng disajikan dalam perhitungan

basis basah (bb) dan basis kering (bk).

Ekstraksi kristal guanin (Lior et al. 2010)

Tahap ekstraksi kristal guanin mengacu Lior et al. (2010) dengan modifikasi

pada konsentrasi larutan yang digunakan, sehingga perlakuan dalam penelitian ini

meliputi ekstraksi dengan air deionisasi dengan sisik beku, ekstraksi dengan air

deionisasi 10 οC, ekstraksi dengan DMSO 15%, dan 25% (v/v). Aktivitas ekstraksi

5

menggunakan air deionisasi dilakukan proses pembekuan 10 g sisik menggunakan

nitrogen cair (-195 οC), kemudian ditambah 100 mL air deionisasi dan dilakukan

pemblenderan. Perlakuan kedua yaitu ekstraksi air deionisasi 10 οC, sebanyak 10 g

sisik dilakukan pemblenderan dengan suhu air deionisasi 10 οC. Ekstraksi perlakuan

DMSO 15% dan 25%, diawali dengan mengekstrak 10 g sisik dalam 100 mL

DMSO 15% dan 25%, menggunakan water bath shaker pada suhu 80 οC, selama 3

jam, dengan kecepatan shaker 40 rad/sec. Hasil ekstraksi disaring menggunakan

saringan dengan ukuran 575 mesh untuk mendapatkan filtratnya. Filtratnya

disimpan pada suhu 4 οC selama 24 jam. Filtratnya kemudian dilakukan proses

pengeringan menggunakan Spray dryer.

Kenampakan visual hasil ekstraksi (Iwasaka dan Yuri 2013)

Kenampakan visual yang diamati berupa karakteristik kristal guanin sisik

ikan bandeng. Kenampakan visual diamati mengacu Iwasaka dan Yuri (2013). Hasil

ekstraksi mengunakan kamera Canon (600D, lensa 18-55mm) berjarak 20 cm dari

sampel.

Karakterisasi spektrum warna

Karakterisasi spektrum warna meliputi spektrum absorbansi warna

menggunakan spektrometer ultraviolet visible (UV-Vis). Ekstrak kristal guanin

5 mL ditempatkan pada media sensor. Sumber cahaya halogen kemudian diteruskan

menuju spektrometer (Ocean Optics USB 4000) dan diteruskan menuju komputer.

Data yang didapatkan berupa persentase nilai absorbansi dengan pengukuran

spektrum pada rentang panjang gelombang 200-800 nm. Penyesuaian spektrum

panjang gelombang mengacu Bruno dan Svoronos (2005) mengenai korelasi warna.

Karakterisasi struktural

Karakterisasi struktural meliputi analisis spektrum gugus fungsi (FTIR)

sisik bandeng. Karakterisasi kristalinitas dan identitas kristal guanin dengan x-ray

diffraction (XRD) mengacu pada Lior et al. (2008) untuk mengetahui kristalinitas

dan identifikasi kristal guanin. Mikrostruktur material dengan scanning electron

microscopy (SEM) mengacu pada Lior et al. (2010).

Prosedur Analisis

Energy Dispersive X-ray Spectroscopy (EDX) (Muhammad et al. 2016)

Energy Dispersive X-ray Spectroscopy (EDX) dilakukan untuk mengetahui

unsur kimia yang terkandung pada sisik ikan bandeng. Sisik diperkecil ukurannya

hingga 0,1x0,5 cm, kemudian direndam dalam nitrogen cair selama 20 detik.

Sampel dilapisi dengan campuran emas dan paladium dengan mesin auto coater

hingga konduktif terhadap elektron. Pengamatan unsur kimia dilakukan

menggunakan Scanning Electron Microscopy ZEISS SUPRA 40 dengan

menembakkan sinar-X pada sampel pada suatu titik atau spot. Hasil yang didapat

berupa unsur kimia pada permukaan sampel yang terdeteksi menggunakan softwere

untuk menganalisis unsur kimia secara kuantitatif dan kualitalitatif.

6

Analisis kadar protein (AOAC 2005 butir 955.04)

Sampel sebanyak 0,25 g sampel, dimasukkan dalam labu kjeldahl 100 mL,

kemudian ditambahkan 0,25 g selenium dan 3 mL H2SO4 pekat. Labu kjeldahl

berisi larutan tersebut dimasukkan ke dalam alat pemanas dengan suhu 400 C.

Proses destruksi dilakukan kurang lebih selama satu jam sampai larutan menjadi

hijau bening. Larutan sampel yang sudah didestruksi ditambahkan 50 mL akuades

dan 20 mL NaOH 40%, lalu didestilasi. Cairan dalam tabung kondensor ditampung

dalam erlenmeyer 250 mL berisi 10 mL larutan asam borat 2% yang telah dicampur

indikator brom cresol green-methyl red. Larutan asam borat yang berwarna biru

tersebut kemudian dititrasi dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai terjadi

perubahan warna menjadi merah muda yang pertama kali. Volume titran dibaca dan

dicatat. Blanko juga dianalisis seperti sampel. Perhitungan nitrogen dalam bahan

dapat dihitung dengan persamaan:

Nitrogen (%) = (mL HCl sampel − mL HCl blanko) x N HCl x 14,007

mg bobot sampel x 100%

Kadar protein (% bb) = % Nitrogen x faktor koreksi (6,25)

Kadar protein (% bk) = % kadar protein (bb)

100% - % kadar air (bb) x 100%

Analisis kadar air (AOAC 2000 butir 934.01)

Cawan porselen kosong dikeringkan di dalam oven suhu 105 C selama

15 menit dan didinginkan dalam desikator selama 20 menit. Cawan kosong

ditimbang (W0). Sampel sebanyak 1 g dimasukan pada cawan porselen (W1).

Cawan sampel dikeringkan pada oven suhu 105 oC selama 8 jam. Cawan

didinginkan dalam deksikator hingga diperoleh berat konstan. Cawan sampel lalu

ditimbang (W2). Kadar air dalam sampel dapat dihitung dengan persamaan:

Kadar air (% bb) =W1 − (W2 − W0)

W1 X 100%

Analisis kadar abu (AOAC 2005 butir 938.08)

Cawan pengabuan dikeringkan dalam oven pada suhu 105 C selama 1 jam

lalu didinginkan selama 15 menit dalam desikator. Cawan porselen tersebut

kemudian ditimbang (W0). Sampel sebanyak 1 g ditimbang dalam cawan (W1).

Proses selanjutnya dilakukan pembakaran di atas pembakar dengan api sedang

sampai sampel tidak berasap. Cawan dipindahkan ke dalam tanur listrik dan

dipanaskan maksimal pada suhu 600 οC sampai pengabuan sempurna. Cawan

didinginkan di dalam desikator lalu ditimbang (W2) hingga mendapatkan berat

yang konstan. Kadar abu dalam sampel dapat dihitung dengan persamaan:

Kadar abu (% bb) =W2 - W0

W1 x 100%

Kadar abu (% bk) = % kadar abu (bb)

100% - % kadar air (bb) x 100%

7

Analisis kadar lemak (AOAC 2005 butir 972.28)

Sebnyak 2 g sampel ditimbang dan dibungkus dengan kertas saring,

kemudian dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya

dan disambungkan dengan tabung soxhlet. Pelarut heksana dituangkan ke dalam

labu lemak sebanyak 150 mL dan dilakukan refluks selama minimal 6 jam sampai

pelarut turun kembali ke dalam labu lemak. Pelarut di dalam labu lemak didestilasi

dan ditampung. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi kemudian

dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC. Labu lemak didinginkan dalam

desikator selama 20-30 menit dan ditimbang. Kadar lemak dalam sampel dapat

dihitung dengan persamaan:

Kadar lemak (% bb) = Bobot labu dengan lemak (g) - labu kosong (g)

Bobot sampel (g) x 100%

Kadar lemak (% bk) = % kadar lemak (bb)

100% - % kadar air (bb) x 100%

Spektrum absorbansi ultraviolet visible (UV-Vis) (ASTM E2193 2008) Pengamatan dilakukan pada sampel larutan (5 mL) yang terletak pada media

sensor cahaya. Spektrum gelombang cahaya halogen ditembakkan melalui sampel

yang akan dibaca oleh spektrometer UV-Vis (Ocean Optics USB4000) dan

diteruskan menuju komputer. Data yang didapatkan berupa persentase nilai

absorbansi cahaya dengan pengukuran spektrum pada rentang panjang gelombang

200-800 nm.

Spektrum gugus fungsi (FTIR)

Pengukuran dengan menggunakan Fourier Transform Infrared

Spectroscopy (FTIR) untuk mengetahui gugus pada material. Pengujian FTIR

kristal guanin dilakukan dengan menimbang sebanyak 0,5 g kristal guanin dan KBr

digerus menggunakan mortar hingga homogen, selanjutnya sampel berupa serbuk

tersebut dimasukkan dalam cetakan pelet, dipadatkan hingga optimum. Pelet yang

sudah tercetak ditempatkan dalam sel pada spektrofotometer inframerah (FTIR

ABB MB3000) yang sudah dinyalakan dan stabil. Data hasil analisis berupa

puncak-puncak gugus fungsi yang terdapat pada sampel dan didapatkan persentase

nilai transmitansi, dengan pengukuran spektrum pada rentang bilangan gelombang

3500-100 cm-1. Selanjutnya nilai transmitan pada spektra hasil pengukuran

dicocokkan dengan data pada tabel acuan dari OChemOnline (2013).

Kristalinitas material (XRD) (Lior et al. 2010)

Pengujian X-Ray Difraction (XRD) dilakukan untuk menentukan nilai

kristalinitas dan identifikasi kristal guanin menggunakan perangkat X-ray

Diffractometer merek Bruker D8 Advance dengan sumber CuKα (λ = 1,5418 A)

yang teridentifkasi berdasarkan intensitas dan sudut 2θ yang terbentuk. Sampel

sebanyak 1 g ditempatkan di dalam holder yang berukuran 2x2 cm2 pada

difraktimeter. Radiasi diuji pada panjang gelombang λ= 0,154 nm, dan sudut scan

berkisar dari 10° hingga 60° dengan kecepatan membaca 0.01°/menit. Hasilnya

berupa interpretasi intensitas dan sudut 2θ yang terbentuk.

8

Mikrostruktur material (Mikroskop cahaya dan SEM) (Lior et al. 2010)

Pengamatan mikrostruktur menggunakan mikroskop digital (Scalar SDA1).

Sisik ikan bandeng diletakkan pada preparat kemudian diamati pada perbesaran 40x

dan 120x. Pengamatan mikrostruktur menggunakan Scanning Electron Microscopy

(ZEISS SUPRA 40). Sampel sisik ikan bandeng diperkecil ukurannya hingga

0,1x0,5 cm, setelah terpotong sisik direndam dalam nitrogen cair selama 20 detik,

sedangkan material kristal guanin dalam kondisi serbuk. Sampel dilapisi dengan

campuran emas dan paladium dengan mesin auto coater hingga konduktif terhadap

elektron. Pengukuran dilakukan dengan perbesaran 2500x untuk kenampakan

permukaan dan melintang (cross-section). Hasil yang didapat berupa gambar dari

morfologi sisik ikan bandeng.

Tingkat kandungan

Tingkat kandungan merupakan rasio kandungan yang terdapat pada suatu

bahan. Tingkat kandungan digunakan untuk mengetahui total kristal guanin yang

terekstrak. Tingkat kandungan kristal guanin dapat dihitung dengan persamaan:

Tingkat kandungan (%) = Berat ekstrak (g)

Berat sisik (g) x 100%

Analisis Data

Data hasil penelititan adalah tingkat kandungan kristal guanin dengan

perlakuan yang meliputi ekstraksi menggunakan air deionisasi dengan sisik beku,

air deionisasi 10 οC, DMSO 15%, dan DMSO 25% (v/v). Analisis data dilakukan

menggunakan statistika deskriptif. Data disajikan berupa gambar, tabel, dan grafik.

Presentasi eror dan ketepatan data diinterpretasi menggunakan standar deviasi dan

rerata.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Ikan Bandeng (Chanos chanos)

Visualisasi ikan dan sisik bandeng

Tingkat kesegaran berkaitan dengan kondisi visual ikan bandeng.

Visualisasi ikan bandeng menunjukkan sisik ikan bandeng berwarna perak dan

berkilau, hal tersebut menunjukkan ikan bandeng yang digunakan dalam kondisi

segar. Visualisasi ikan dan sisik ikan bandeng disajikan pada Gambar 2.

9

Gambar 2 Visualisasi a) ikan bandeng, dan b) cuplikan sisik bandeng

Sisik ikan bandeng memiliki ukuran kecil berwarna transparan dengan

ketebalan yang sama. Tipe sisik ikan bandeng adalah sikloid yaitu sisik yang

memiliki garis-garis melingkar (FAO 2016). Bagian yang terlihat adalah bagian

belakang (posterior), berwarna keperakan karena mengandung butir-butir pigmen

(kromatofor). Amiri dan Huda (2012) menyampaikan bahwa kromatofor termasuk

melanophores, xanthophores, dan iridophores merupakan sel yang berhubungan

dengan warna. Visualisasi sisik ikan dengan urutan sistematika struktur mengacu

Zhu et al. (2012) disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Visualisasi sisik ikan bandeng dengan urutan sistematika struktur

a) ilustrasi tipe sikloid (Esmaeili et al. 2007), b) kenampakan normal,

c) visualisasi mikroskopis perbesaran 120x, d) penampang melintang

sisik ikan (Zhu et al. 2012), e) penampang melintang SEM sisik ikan

bandeng perbesaran 500 kali (menunjukkan lapisan sel kromatofor),

f) analisis EDX sisik ikan bandeng.

Struktur melintang sisik menurut Zhu et al. (2012) terdiri dari dua lapisan,

yaitu lapisan tulang pada bagian atas dan lapisan kolagen pada bagian bawah

(Gambar 3d). Analisis EDX sisik ikan bandeng menunjukan adanya unsur Ca, O,

P, C, dan N yang teramati pada penampang melintang sisik (Gambar 3f).

Keberadaan unsur Ca (hijau), O (merah) dan P (biru tua) menunjukkan bahwa

10

terdapat unsur apatit dan C (biru muda), N (ungu) menunjukan keradaan unsur

kolagen. Muhammad et al. (2016) menyampaikan bahwa pengujian energy

dispersive x-ray spectroscopy (EDX) pada sisik carp fish (Cyprinidae) terdeteksi

unsur C, N, O, P, dan Ca. Sisik ikan bandeng memiliki karakteristik visual berwarna

keperakan. Sesuai dengan Hirata et al. (2003) iridophores merupakan sel yang

menghasilkan warna keperakan atau putih pada sisik. Gambar 3 (e dan f)

menunjukkan adanya struktur sel iridophores pada pengamatan melintang sisik

ikan bandeng, dan di diduga merupakan sel iridophores yang terdapat kristal

guanin. Sköld et al. (2016) melaporkan bahwa terdapat pigmen warna berupa

kristal guanin dalam sel iridophores yang mengakibatkan warna keperakan.

Iwasaka et al. (2012) menyampaikan bahwa kristal guanin merupakan struktur

warna pada sisik ikan.

Komposisi kimia sisik ikan bandeng

Komposisi kimia sisik ikan bandeng secara lengkap disajikan pada Tabel 1.

Kandungan protein sisik ikan bandeng (32,18 ± 0,61%). Kandungan protein sisik

ikan bandeng mendekati kandungan protein sisik ikan horse mackerel

(Trachurus japonicus) sebesar 35,5 ± 1,3% (Thuy et al. 2014). Tingginya

kandungan protein menunjukkan bahwa sisik ikan bandeng diperkirakan terdapat

unsur kolagen dan kristal guanin. Kristal guanin menurut Lior et al. (2008)

merupakan komponen dari proses metabolik nitrogen dan struktur warna pada sel.

Adanya kristal guanin mengakibatkan terbentuknya warna keperakan pada banyak

organisme, termasuk pada sisik ikan koi (Lior et al. 2010).

Tabel 1 Komposisi kimia sisik ikan bandeng

Komponen Kandungan (%)

basis basah basis kering Cirrhinus mrigala*

Air 52,51 ± 0,19 - 51,3 ± 0,02

Protein 32,18 ± 0,61 67,75 ± 1,04 18,4 ± 0,03

Lemak 0,40 ± 0,04 0,84 ± 0,08 2,5 ± 0,03

Abu 14,24 ± 0,37 29,92 ± 0,65 27,8 ± 0,02

Karbohidrat ( by difference) 0,67 ± 0,20 1,42 ± 0,42 2,0 ± 0,01

* Ahmed et al. (2015)

Kenampakan Visual Hasil Ekstraksi

Kenampakan visual hasil ekstraksi sisik ikan bandeng pada berbagai

perlakuan disajikan pada Gambar 4. Perlakuan air deionisasi dengan sisik beku (a)

dan air deionisasi 10 οC (b) memiliki karakteristik warna keruh keperakan dan tidak

membentuk gel pada suhu chilling (±4 οC). Kenampakan visual perlakuan DMSO

15% (c) dan DMSO 25% (d) memiliki karakteristik membentuk gel pada suhu

chilling (± 4 οC) dan terdapat material yang berwarna keperakan yang melayang

dalam larutan. Air deionisasi (DW) merupakan pelarut polar dan akan membentuk

ikatan hidrogen antar kristal guanin pada proses ekstraksi (Wu 2003;

Hirsch et al. 2015).

11

Gambar 4 Kenampakan visual ekstrak sisik bandeng, a) air deionisasi dengan sisik

beku, b) air deionisasi 10 οC, c) DMSO 15%, d) DMSO 25%

Iwasaka dan Yuri (2013) menyampaikan bahwa material kristal guanin akan

melayang pada suspensi dengan karakteristik memancarkan warna yang berkilau.

Perbedaan kenampakan visual hasil perlakuan ekstraksi menggunakan air

deionisasi dengan ekstraksi menggunakan DMSO, disebabkan metode ekstraksi

dan karakteristik pelarut yang digunakan berbeda, dimana perlakuan ekstraksi

menggunakan air deionisasi dilakukan pada suhu rendah, sementara perlakuan

DMSO kondisi atau karakterisasi ekstrak pada suhu 80 οC. Pemberian DMSO

mengakibatkan terbentuknya struktur gel. DMSO konsentrasi 10 mg/mL dapat

melarutkan ovalbumin pada telur ayam, bahkan pada konsentrasi 50 mg/mL jumlah

protein yang terekstrak akan semakin tinggi dan membentuk gel yang transparan

(Chang et al. 1991), hal ini diperkuat Bhattacharjya dan Balaram (1997) yang

melaporkan bahwa DMSO dengan konsentrasi 15% dapat mengekstrak kristal

lysosome yang terdapat pada putih telur ayam.

Arakawa et al. (2007) menyampaikan bahwa DMSO merupakan pelarut

yang efektif dalam melarutkan protein dengan membentuk membran dialisis yang

dapat melindungi protein dari pengaruh suhu, selain itu DMSO memiliki sifat

sebagai agen cryoprotective (Gambar 5). Lior et al. (2008) melaporkan bahwa

kristal guanin dapat terekstrak menggunakan pelarut DMSO pada suhu 80 °C, dan

Caspers et al. (2002) menyampaikan bahwa DMSO (CH3)2SO dapat menggantikan

molekul air sebagai akseptor ikatan hidrogen yang berinteraksi dengan gugus amina

(N-H) dan gugus amida (C=O) pada unsur guanin.

Gambar 5 Mekanisme pelarut dimethyl sulfoxide (Arakawa et al. 2007)

12

Karakterisasi Spektrum Warna

Ekstrak kristal guanin menunjukkan serapan absorbansi pada panjang

gelombang 200-800 nm. Spektrum absorbansi UV-Vis kristal guanin disajikan pada

Gambar 6.

Gambar 6 Spektrum absorbansi UV-Vis kristal guanin, a) air deionisasi dengan

sisik beku, b) air deionisasi 10 οC, c) DMSO 15%, d) DMSO 25%,

e) blanko

Hasil pengukuran spektrum absorbansi UV-Vis menunjukkan adanya

serapan cahaya akibat transisi ionik dalam struktur kristal guanin. Spektrum

absorbansi material kristal guanin perlakuan ekstraksi air deionisasi dengan sisik

beku, air deionisasi 10 οC, DMSO 15% (v/v), dan 25% (v/v) membentuk pola

serapan yang hampir sama. Panjang gelombang 200-800 nm menunjukkan berbagai

jenis serapan warna, (10-380 nm) ultraviolet, (380-450 nm) ungu, (450-495 nm)

biru, (495-570 nm) hijau, (570-590 nm) kuning, (590-620 nm) oranye, (620-750

nm) merah, (750-3000 nm) inframerah (Bruno dan Svoronos 2005). Hasil spektrum

absorbansi menunjukkan material kristal guanin menyerap berbagai jenis warna

pada panjang gelombang 200-800 nm, dengan puncak serapan berada pada panjang

gelombang 570-590 nm (kuning). Pearlescent pigment dikategorikan sebagai

pigmen berwarna putih (Kremer Pigmente 2016). Kim et al. (2004) melaporkan

warna putih memiliki serapan pada daerah yang lebih tinggi dari sinar ultraviolet.

Abbel et al. (2009) menyampaikan bahwa warna putih merupakan gabungan dari

warna primer (biru, hijau, merah) terserap pada panjang gelombang 400-700 nm.

Karakterisasi Struktural

Spektrum gugus fungsi material

Guanin merupakan salah satu dari lima asam-basa nukleat dan memiliki

rumus kimia C5H5N5O (Lior et al. 2008). Lopes et al. (2012) mengemukakan bahwa

guanin merupakan salah satu dari basa purin (2-amino-3,7-dihydro-6H-purin-6-

one). Spektrum transmisi FTIR kristal guanin menunjukkan serapan pada gugus 1:

13

amina primer (N-H), 2: amina sekunder (N-H2), 3: amida (C=O), 4: imin/oxim

(C=N), 5: alkena (C=C), 6: alkana (C-H), 7: amina (C-N). Spektrum transmisi FTIR

kristal guanin disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7 Spektrum transmisi FTIR kristal guanin, a) air deionisasi dengan sisik

beku, b) air deionisasi 10 οC, c) DMSO 15%, d) DMSO 25%

Gugus amina menurut Nir et al. (2002) merupakan gugus yang stabil

membentuk ikatan hidrogen pada struktur guanin. Gugus amina primer (N-H

stretching) terbentuk pada 3500-3400 cm-1, gugus amina sekunder (N-H2

stretching) terbentuk pada 3350-3310 cm-1 (OchemOnline 2013). Gugus amina

primer (N-H stretching) perlakuan air deionisasi dengan sisik beku, air deionisasi

10 οC DMSO 15%, dan DMSO 25%, menunjukkan serapan bilangan gelombang

yang sama pada 3410 cm-1. Gugus amina skunder (N-H2 stretching) pada keempat

perlakuan menunjukkan serapan bilangan gelombang yang sama pada 3348 cm-1.

Sheina et al. (1987) melaporkan serapan kuat dari gugus amina pada spetrum-IR

guanin didominasi struktur NH stretching. Nir et al. (2002) menyampaikan serapan

gugus amina guanin pada 3441 cm-1, sementara gugus amina sekunder (NH2)

serapan pada 3354 cm-1.

Kristal guanin menurut Rez et al. (2016) memiliki karakteristik gugus

alkana dan amida. Gugus alkana (C-H bending) terbentuk pada 1450-1375 cm-1,

gugus amida (C=O stretching) terbentuk pada 1680-1690 cm-1

(OchemOnline 2013). Gugus alkana (C-H bending) perlakuan air deionisasi dengan

sisik beku, air deionisasi 10 οC, dan DMSO 15%, menunjukkan serapan bilangan

gelombang yang sama pada 1404 cm-1, sementara perlakuan DMSO 25%

mengalami pergeseran serapan pada 1443 cm-1. Mathlouthi dan Seuvre (1986)

melaporkan gugus alkana (C-H) guanin terdeteksi pada 1375 cm-1. Gugus amida

(C=O Stretching) perlakuan air deionisasi dengan sisik beku, air deionisasi 10 οC,

DMSO 15%, dan DMSO 25%, menunjukkan serapan bilangan gelombang yang

sama pada 1681 cm-1. Rez et al. (2016) melaporkan gugus amida guanin terdeteksi

pada 1666 cm-1.

14

Kristalinitas material

Analisis kristalinitas menggunakan X-ray diffraction dilakukan untuk

mengindentifikasi struktur kristal guanin yang terdapat pada sisik ikan bandeng.

Analisis kristalinitas material kristal guanin menunjukkan puncak sudut 2θ

terbentuk pada 27,5° dan 27,7° dengan rentang nilai kristalinitas 27,1% hingga

68,4% (Gambar 8).

Gambar 8 Pola X-Ray Diffraction kristal guanin, a) air deionisasi dengan sisik beku,

b) air deionisasi 10 οC, c) DMSO 15%, d) DMSO 25%, e) pola X-Ray

Diffraction kristal guanin sisik ikan Spratelloides gracilis, f) representasi

molekul kristal guanin (Oaki et al. 2012)

X-Ray Diffraction menurut Lior et al. (2008) merupakan pengujian kualitatif

pada kristal guanin menggunakan radiasi sinar-X. Analisis XRD sudut 2θ kristal

guanin dari perlakuan air deionisasi dengan sisik beku, air deionisasi 10 οC,

DMSO 25%, terbentuk puncak intensitas 2θ tertinggi pada sudut 27,7°. Perlakuan

DMSO 15% puncak intensitas 2θ tertinggi pada sudut 27,5°. Hasil tersebut sesuai

dengan Lior et al. (2010) menyampaikan puncak intensitas 2θ kristal guanin yang

di ekstrak dari sisik ikan Cyprinus carpio terdeteksi stabil pada sudut 27,7° yang

merupakan identitas dari guanin anhidrat. Gur et al. (2012) memaparkan kristal

guanin pada ikan koi merupakan kristal guanin anhidrat.

Oaki et al. (2012) menyampaikan bahwa kristal guanin memiliki struktur

kristal heksagonal (nomor kristal 102) dengan interaksi π-π stacking pada ikatan

molekul guanin dan membentuk jaringan dua dimensi dengan ikatan hidrogen antar

molekul yang tersebar sejajar dengan bidang kristal (Gambar 8 e,f). Nilai

kristalinitas perlakuan sisik beku dan serta deionisasi dengan sisik beku 68,4%, air

deionisasi 10 οC 68,3%, DMSO 15% sebesar 27,1%, dan DMSO 25% sebesar

39,8%. Penurunan nilai indeks kristalinitas mengakibatkan grafik perlakuan DMSO

15% dan DMSO 25% menjadi amorf. Gur et al. (2012) melaporkan bahwa pada

pengujian XRD kristal guanin anhidrat dari sisik ikan koi jepang (Cyprinus carpio)

yang diekstrak menggunakan DMSO membentuk fase amorf. Hal ini diperkuat

Hirsch et al. (2015) yang menyampaikan bahwa kristal guanin setelah diekstrak dari

dalam sel dapat berubah menjadi α-struktur dan membentuk fase amorf.

15

Mikrostruktur material

Pengamatan mikrostruktur material kristal guanin perlakuan air deionisasi

dengan sisik beku (9a), air deionisasi 10 οC (9b) terindentifikasi lapisan kristal.

Kristal guanin hasil perlakuan DMSO 15% (9c) dan DMSO 25% (9d)

terindentifikasi berbentuk oval tidak beraturan dan tidak membentuk lapisan kristal.

Hirata et al. (2003) memaparkan kristal guanin merupakan kristal intraselular yang

terbentuk dalam sel iridophore. Pengamatan mikrostruktur kristal guanin yang

diekstrak dari sisik ikan koi jepang (Cyprinus carpio) menunjukkan struktur oval

dengan diameter ± 2 µm (Gur et al. 2012). Iwasaka dan Yuri (2013) melaporkan

kristal guanin dari sisik ikan mas (Carassius auratus) membentuk struktur kristal

yang halus dan sebagian memiliki bentuk yang tidak beraturan. Kristal guanin

menurut Lior et al. (2008) memberikan penampakan berkilau pada banyak jenis

ikan. Jordan et al. (2012) menyampaikan kristal guanin merupakan photonic

crystals yang memiliki kemampuan yang baik untuk menghasilkan struktur warna

pada bulu burung dan berbagai organisme lain. Mikrostruktur kristal guanin

disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9 Mikrostruktur material kristal guanin, a) air deionisasi dengan sisik

beku, b) air deionisasi 10 οC, c) DMSO 15%, d) DMSO 25%

Tingkat Kandungan

Tingkat kandungan kristal guanin perlakuan air deionisasi dengan sisik

beku, air deionisasi 10 οC, DMSO, DMSO 25% dapat dilihat pada Gambar 10.

Mailie et al. (2005) menyebutkan ekstraksi natural pearlescent pigment dari sisik

ikan menghasilkan tingkat kandungan rendah, dalam satu ton ikan sarden hanya

menghasilkan 250 g guanin. Penggunaan pelarut DMSO dapat meningkatkan

kandungan kristal guanin yang dihasilkan dengan tingkat kandungan 2,53% dan

5,74%. Tingginya kristal guanin yang terekstrak menggunakan pelarut DMSO

diduga karena DMSO dapat mengikat struktur kristal guanin dan zat lainya selama

16

proses ekstrasi. Tingkat kandungan yang dihasilkan tidak hanya mengandung

kristal guanin. Ikoma et al. (2003) melaporkan sisik ikan merupakan biokomposit

yang tersusun dari struktur jaringan kolagen dan hidroksiapatit (Ca10(OH)2(PO4)6).

Teramoto et al. (2012) melaporkan bahwa penggunaan DMSO dapat melarutkan

kolagen dan gelatin pada sisik ikan Japanese seabream (Pagrus major).

Gambar 10 Tingkat kandungan kristal guanin, a) air deionisasi dengan sisik beku,

b) air deionisasi 10 οC, c) DMSO 15% (v/v), d) DMSO 25% (v/v)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Sisik ikan bandeng yang di ekstrak menggunakan air deionisasi dengan sisik

yang dibekukan berpotensi sebagai sediaan natural pearlescent pigment dengan

tingkat kandungan guanin 0,46 %. Keberadaan unsur dan identitas kristal guanin

ditunjukkan dengan pigmen berwarna putih yang membentuk serapan pada panjang

gelombang 200-800 nm mengunakan UV-Vis, memiliki gugus amina, alkana dan

amida pada analisis FTIR serta nilai kristalinitas 68,4% dengan puncak intensitas

sudut 2θ tertinggi pada 27,7° menggunakan XRD.

Saran

Perlu dilakukan pemurnian kristal guanin, agar didapatkan natural

pearlescent pigment berupa kristal guanin murni yang memiliki nilai ekonomis

tinggi dan dapat diaplikasikan pada industri kosmetik. Perlu dilakukan juga kajian

mengenai kandungan senyawa kolagen dan hidroksiapatit pada sisik bandeng.

17

DAFTAR PUSTAKA

Abbel R, Christophe G, Maarten JP, Jan WS, Philippe ELG, Rint PS, Meijer EW,

Albertus PH. 2009. White-light emitting hydrogen-bonded supramolecular

copolymers based on π-conjugated oligomers. Journal of The American

Chemical Society. 131: 833-843.

Ahmed T, Syed MAN, Sajid A, Khalid A, Syed Z, Hussain S, Muhammad AZ.

2015. Comparative proximate body composition of wild captured and farm

cultured Cirrhinus mrigala. Pakistan Journal of Agricultural Science.

52: 203-207.

Amiri MH, Huda MS. 2012. Chromatophores and color revelation in the blue

variant of the Siamese fighting fish (Betta splendens). Micron. 43:159-169.

Anselmann R. 2001. Nanoparticles and nanolayers in commercial applications.

Journal of Nanoparticle Research. 3: 329-336.

[AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 2005. Official Methods of

Analysis of the Association of Official Analytical Chemist 18th edition.

Virginia (US): The Association of Official Analytical of Chemist, inc.

Arakawa T, Yoshiko K, Serge NT. 2007. Protein precipitation and denaturation by

dimethyl sulfoxide. Journal Biophysical Chemistry. 131: 62-70.

[ASTM] American Society for Testing Material. 2008. ASTM E2193: Standard Test

Method for Ultraviolet Transmittance of Monoethylene Glycol (Ultraviolet

Spectrophotometric Method). Pennsylvania (US): American Society for

Testing Material.

Baan R, Kurt S, Yann G, Béatrice S, Fatiha E G, Vincent C. 2006. Carcinogenicity

of carbon black, titanium dioxide, and talc. The Lancet Neurology. 7: 295-

296.

Bernauer U, Chaudhry Q, Dusinska M,Lilienblum W, Platzek T, Rastogi SC,

Benthem V. 2015. Opinion of the scientific committee on consumer safety

(SCCS) Revision of the opinion on the safety of the use of titanium dioxide,

nano form, in cosmetic products. Regulatory Toxicology and

Pharmacology. 73: 669-670.

Bhattacharjya S, Balaram P. 1997. Effects of organic solvents on protein structures:

observation of a structured helical core in hen egg-white lysozyme in

aqueous dimethyl sulfoxide. Proteins: Structure, Function, and

Bioinformatics. 29: 492–507.

Bruno TJ, Svoronos PDN. 2005. CRC Handbook of Fundamental Spectroscopic

Correlation Charts. New York (US): CRC Press.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006. SNI 01-2729.1 Spesifikasi Ikan Segar

I. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.

Caspers PJ, Adrian CV, Elizabeth AC, Howell GM, Brian WB, Hajo AB, Gerwin

JP. 2002. Monitoring the Penetration Enhancer Dimethyl Sulfoxide in

Human Stratum Corneum in Vivo by Confocal Raman Spectroscopy.

Pharmaceutical Research. 19: 1577-1581.

Cavalcante PM, Michele D, Guia G, Fernanda MB, Benvindo L. 2007. Ceramic

application of mica titania pearlescent pigments. Journal Dyes and

Pigments. 74: 1-8.

18

Chang N, Stewart JH, Alexander NK. 1991. Protein separation and purification in

neat dimethyl sulfoxide. Biochemical and Biophysical Research

Communications. 176: 1462-1468.

Esmaeili HR, Ansari TH, Teimory A. 2007. Scale structure of a cyprinid fish,

capoeta damascina (valenciennes in cuvier and valenciennes, 1842) using

scanning electron microscope (SEM). Iranian Journal of Science and

Technology. 31: 255-269.

[FAO] Food and Agriculture Organization. 2016. Cultured Aquatic Species

Information Programme Chanos chanos (Forsskal 1775 ). Dapat diakses di

http://www.fao.org/fishery/Chanos_chanos (19 Maret 2016).

. 2016. Species Fact Sheets Claupea

harengus (Linnaneus 1978). Dapat diakses di http://www.fao.org

/fishery/species/2886/en. (19 Maret 2016).

Gur D, Yael P, Berta S, Peter F, Steve W, Lia A. 2012. Guanine-based photonic

crystals in fish scales form from an amorphous precursor. Angewandte

Chemie International Edition. 51: 1-5.

He Q, Liang Z, Yi S, Xiangdong L, Kaijun X. 2015. Evaluation of the effects of

frozen storage on the microstructure of tilapia (Perciformes: Cichlidae)

through fractal dimension method. Journal Food Science and Technology.

64: 1283-1288.

Hirata M, Nakamura K, Kanemaru T, Shibata Y, Kondo S. 2003. Pigment cell

organization in the hypodermis of zebrafish. Journal Developmental

Dynamics. 227: 497-503.

Hirsch A, Dvir G, Iryna P, Davide L, Boaz P, Aurora JCC, Lia A, Leeor K, Leslie

L. 2015. “Guanigma”: the revised structure of biogenic anhydrous guanine.

Chemistry of Material. 27: 8289-8297.

Hu R, Gong X, Duan Y, Li N, Che Y, Cui Y. 2010. Neurotoxicological effects and

the impairment of spatial recognition memory in mice caused by exposure

to TiO2 nanoparticles. Journal Biomaterials. 31: 8043-8050.

Huang YC, Hsiao PC, Chai HJ. 2011. Hydroxyapatite extracted from fish scale:

effects on MG63 osteoblast-like cells. Journal Ceramics International.

37: 1825-1831.

Ikoma T, Kobayashi H, Tanaka J, Walsh D, Mann S. 2003. Physical properties of

type I collagen extracted from fish scales of Pagrus major and Oreochromis

niloticas. International Journal of Biological Macromolecules. 32: 199-204.

Iwasaka M, Miyashita Y, Kudo M, Kurita S, Owada N. 2012. Effect of 10-T

magnetic fields on structural colors in guanine crystals of fish scales.

Journal of Applied Physics. 111: 316-318.

Iwasaka M, Yuri M. 2013. Light Reflection Control in Biogenic Micro-Mirror by

Diamagnetic Orientation. American Chemical Society. 29: 4328-4334.

Jordan TM, Partridge PC, Roberts RB. 2002. Non-polarizing broadband multilayer

reflectors in fish. Nature photonics. 6: 759-763.

Jovanović B. 2015. Review of titanium dioxide nanoparticle phototoxicity:

developing a phototoxicity ratio to correct the endpoint values of toxicity

tests. Environmental Toxicology and Chemistry. 34: 1070-1077.

19

Kim JS, Jeon PE, Choi JC, Park HL. 2004. Warm-white-light emitting diode

utilizing a single-phase full-color Ba3MgSi2O8:Eu2+, Mn2+ phosphor.

Applied Physics Letters. 84: 2931-2933.

[KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2014. Laporan Tahunan Direktorat

Jenderal Perikanan Budidaya Tahun 2013. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal

Perikanan Budidaya.

Kremer Pigmente. 2016. 53501 - Fish Silver Powder. Dapat diakses di http://

kremerpigments.com/ [15 Maret 2016].

Lior A L, Boaz P, Berta LS, Leslie L, Steve W, Lia A. 2008. Biogenic Guanine

Crystals from the Skin of Fish May Be Designed to Enhance Light

Reflectance. Journal Crystal Growth and Design. 8: 507-511.

Lior A L, Eyal S, Osip S, Efrat GR, Dan O, Geoff O, Steve W, Lia A. 2010.

Guanine-based biogenic photonic-crystal arrays in fish and spiders. Journal

Advaced Functional Material. 20: 320-329.

Livingston G. 1957. Process of Manufacturing Synthetic Pearl Essence. United

States Patents (US). No: 530 899.

Lopes RP, Paula MM, Rosendo V, John T, ALu´ıs AE. 2012. Guanine: a combined

study using vibrational spectroscopy and theoretical methods.

Spectroscopy: An International Journal. 5: 273-292.

Maile FJ, Gerhard P, Peter R. 2005. Effect pigments past, present and future.

Progress in Organic Coatings. 54: 150-163.

Mathloljthi M, Anne MS. 1986. FT-IR and laser-raman spectra of guanine and

guanosine. Journal Carbohydrate Research. 146: 15-27.

Mcnulty GS. 2007. Production of titanium dioxide. Naturally Occurring

Radioactive Material. 5: 169-188.

Moeschl G, Doreen W. 2006. Pearl Essence-Analogous Pearlescent Pigments

Prepared By Enzymatic Reaction. United States Patents (US). No:

2006/0005742 A1.

Morita Y. 1985. Pearl Essences: a specialty chemical product. Journal of Chemical

Education. 62: 1072-1074.

Muhammad N, Yanan G, Farasat I, Pervaiz A, Rile G, Umar N, Abdur R, Girma G,

Zahoor U. 2016. Extraction of biocompatible hydroxyapatite from fish

scales using novel approach of ionic liquid pretreatment. Separation and

Purification Technology. 161: 129-135.

Muyima NYO, Zulu G, Bhengu T, Popplewell D. 2002. The potential application

of some novel essential oils as natural cosmetic preservatives in an aqueous

cream formulation. Flavour and Fragrance Journal. 17: 258-266.

Nilatany A, Lasmawati D, Sudrajat A, Pratama IM, Nurhayati. 2014. Karakteristik

fisika-kimia ikan bandeng presto dan asap iradiasi. Majalah Ilmiah Aplikasi

Isotop dan Radiasi. 5: 15-30.

Nir E, Christoph J, Petra I, Karl K, Mattanjah SDV. 2002. Pairing of the nucleobase

guanine studied by IR–UV double-resonance spectroscopy and abinitio

calculations. Physical Chemistry Chemical Physics. 4: 740-750.

Oaki Y, Soichiro K, Hiroaki I. 2012. Morphology and orientation control of guanine

crystals: a biogenic architecture and its structure mimetics. Journal of

Materials Chemistry. 22: 22686-22691.

20

OChemOnline. 2013. Infrared spectroscopy absorption table. Dapat diakses di

http://www.ochemonline.com/ [12 Desember 2015].

Park EJ, Yi J, Chung KH, Ryu DY, Choi J, Park K. 2008. Oxidative stress and

apoptosis induced by titanium dioxide nanoparticles in cultured BEAS-2B

cells. Journal Toxicology Letters. 180: 222-229.

Rez P, Toshihiro A, Katia M, Dvir G, Ondrej LK, Niklas D, Tracy CL,Sharon GW

Hagai C. 2016. Damage-free vibrational spectroscopy of biological

materials in the electron microscope. Nature Communications. 7: 1-7.

Sheina GG, Stepanian SG, Radchenko ED, Blagoi YP.1987. IR spectra of guanine

and hypoxanthine isolated molecules. Journal of Molecular Structure.158:

275-292.

Sköld HN, Sara A, Karen LC, Margareta W. 2016. Fish chromatophores from

molecular motors to animal behavior. International Review of Celland

Molecular Biology. 321: 171-219.

Steel RGD, Torrie JH. 1993. Principles and Procedures of Statistics Indeks.

Sumantri B, Penerjemah. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama.

Teramoto N, Akihiko H, Kaori Y, Asako S, Asuka N, Mitsuhiro S. 2012.

Preparation and mechanical properties of photo-crosslinked fish

gelatin/imogolite nanofiber composite hydrogel. Journal Material. 5:

2573 -2585.

Thuy LT, Emiko O, Kazufumi O. 2014. Isolation and characterization of acid-

soluble collagen from the scales of marine fishes from Japan and Vietnam.

Journal Food Chemistry. 149: 264-270.

Uzunian GE, Leila SS, Dennis FT, Robert AL. 2005. Natural Pearl In Butylene

Glycol. United States Patents (US). No: 2005/0257718 A1.

Wilfredo GY, Antonio CV, Gracia G, Mary Nia Santos. 2007. Milkfish Production

and Processing Technologies in the Philippines. Penang (MY): The

WorldFish Center.

Wolf R, Danny W, Binnur T, Yalcin T. 2001. Cosmetics and contact dermatitis.

Journal Dermatologic Therapy. 14: 181-187.

Wu X. 2003. Investigating the stability mechanism of water-in-diluted bitumen

emulsions through isolation and characterization of the stabilizing materials

at the interface. Journal Energy and Fuels. 17:179-190.

Zhu D, Cesar FO, Ramak M, Lawrence S, Franck V, Francois B. 2012. Structure

and mechanical performance of a ‘‘modern’’ fish scale. Advanced

Engineering Materials. 14: 185-194.

LAMPIRAN

23

Lampiran 1 Penilaian organoleptik ikan segar SNI 01-2729.1-2006

a. Lembar penilaian organoleptik ikan segar

Nama Panelis:....................Tanggal Pengujian: ...................

Cantumkan kode contoh pada kolom yang tersedia sebelum melakukan pengujian.

Berilah tanda √ pada nilai yang dipilih sesuai kode contoh yang diuji. Spesifikasi

Nilai Kode

B1 B2 B3

1. Kenampakan mata

cerah, bola mata menonjol, kornea jernih. 9

Cerah, bola mata rata, kornea jernih. 8

Agak cerah, bola mata rata, pupil agak keabu-abuan,

kornea agak keruh.

7

Bola mata agak cekung, pupil berubah keabu-abuan, kornea

agak keruh.

6

2. Insang

Warna merah cemerlang, tanpa lendir. 9

Warna merah kurang cemerlang, tanpa lendir. 8

Warna merah agak kusam, tanpa lendir. 7

Merah agak kusam, sedikit lendir. 6

3. Lendir permukaan badan

Lapisan lendir jernih, transparan, mengkilat cerah 9

Lapisan lendir jernih, transparan, cerah, belum ada

perubahan warna.

8

Lapisan lendir mulai agak keruh, warna agak putih,kurang

transparan.

7

Lapisan lendir mulai keruh, warna putih agak kusam,

kurang transparan.

6

4. Daging (warna dan kenampakan).

Sayatan daging sangat cemerlang, spesifik jenis, tidak ada

pemerahan sepanjang tulang belakang, dinding perut daging

utuh.

9

Sayatan daging cemerlang spesifik jenis, tidak ada

pemerahan sepanjang tulang belakang, dinding perut utuh.

8

Sayatan daging sedikit kurang cemerlang, spesifik jenis,

tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang,dinding

perut daging utuh.

7

Sayatan daging mulai pudar, banyak pemerahan sepanjang

tulang belakang, dinding perut agak lunak.

5

5. Bau

Bau sangat segar, spesifik jenis. 9

Segar, spesifik jenis. 8

Netral. 7

Bau amoniak mulai tercium, sedikit bau asam. 5

6. Tekstur

Padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek

daging dari tulang belakang.

9

Agak padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek

daging dari tulang belakang.

8

Agak padat, agak elastis bila ditekan dengan jari, sulit

menyobek daging dari tulang belakang.

7

Agak lunak, kurang elastis bila ditekan dengan jari, agak

mudah menyobek daging dari tulang belakang.

5

24

b. Nilai uji sensori kesegaran ikan bandeng

Mata Insang Lendir Daging Bau Tekstur

7 7 8 6 7 6

8 8 7 7 8 6

6 5 7 7 7 8

7 7 6 8 7 9

6 6 6 7 6 7

6 7 5 8 6 9

6 5 5 8 6 8

6 7 5 7 6 8

6 8 6 8 5 8

9 8 8 9 7 9

9 6 9 8 7 7

7 7 8 7 8 8

7 6 6 7 7 7

8 5 7 7 7 7

7 7 8 8 7 8

6 7 6 8 6 8

8 7 8 5 6 7

8 7 8 8 7 8

8 5 8 8 7 8

8 7 8 7 7 8

8 6 8 6 8 7

7 3 8 5 7 4

7 6 8 6 7 6

9 4 8 5 8 6

6 6 7 4 8 5

8 6 9 6 5 6

8 3 8 7 8 6

8 5 8 7 8 7

8 6 8 7 6 8

9 8 8 8 8 8

Rerata 7 6 7 7 7 7

Lampiran 2 Aransemen dan interpretasi spektra inframerah kristal guanin

Struktur Gugus Bilangan gelombang (cm-1) Transmitansi (%)

D00 D01 D15 D25 D00 D01 D15 D25

N-H stretching primary amine 3410 3410 3410 3410 68,8 16,3 63,4 85,1

N-H2 stretching secondary amine 3348 3348 3348 3348 70 6,5 64,9 86,5

C=O stretching amide 1681 1681 1681 1681 74,5 2,3 67,8 88,1

C=N stretching imine/oxime 1659 1659 1659 1659 70 2,4 54,6 84,2

C=C stretching alkene 1651 1651 1651 1651 71,1 3,8 55,5 85,2

C-H bending alkane 1404 1404 1404 1443 92,1 23,9 93,6 94,1

C-N stretching amine 1088 1088 1026 1088 89 27,7 87,8 94,9

25

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jember, pada tanggal 3 Februari 1993. Penulis

merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Wahyudi B dan

Ibu Wiwik Hartatik serta mempunyai satu kakak laki-laki yang bernama Abdul

Rahim Baqi. Pendidikan formal penulis ditempuh di Jember dimulai dari TK

Pembina Jember 1998-1999, kemudian dilanjutkan di SDN Kepatihan 1 pada tahun

1999 sampai 2005. Pendidikan formal selanjutnya di tempuh di SMPN 12 Jember

hingga tahun 2008. Pendidikan formal selanjutnya ditempuh di SMAN 3 Jember

dan tamat pada tahun 2011.

Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Departemen Teknologi Hasil

Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui

jalur SNMPTN Undangan pada tahun 2011. Selama perkuliahan, penulis juga aktif

sebagai asisten seperti asisten praktikum pada mata kuliah Penanganan Hasil

Perairan 2013-2014, koordinator asisten praktikum mata kuliah Diversifikasi dan

Pengembangan Produk Hasil Perairan tahun 2014-2015, asisten praktikum mata

kuliah Teknologi Pengolahan Hasil Perairan II tahun 2014-2015, asisten praktikum

mata kuliah Diversifikasi dan Pengembangan Produk Hasil Perairan tahun 2015-

2016. Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif dalam Ikatan Mahasiswa Jember

di Bogor, Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perairan sebagai anggota Divisi

Kewirausahaan pada 2013-2014.

Penulis melakukan praktik lapangan pada tahun 2014 di UMKM Karmina,

Boyolali dengan judul “Studi Kelayakan Dasar Dan Persiapan Sistem Hazard

Analysis Critical Control Point (HACCP) Pada Proses Pembuatan Keripik

Kulit Ikan Lele Di KUB Karmina, Boyolali-Jawa Tengah” dibawah bimbingan

Dr Dra Pipih Suptijah, MBA. Penulis juga pernah melaksanakan Program

Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang didanai oleh DIKTI, meliputi PKM bidang

Penelitian Eksakta dan berhasil menjadi finalis pada PIMNAS ke-29 IPB (2016)

dengan judul “Material kristal biogenik guanin dari hasil samping industri bandeng

cabut duri sebagai sediaan pearl essence (pigmen mutiara imitasi)”. Penulis

melakukan penelitian dengan judul “Natural Pearlescent Pigment dari Kristal

Guanin Sisik Ikan Bandeng (Chanos chanos)” sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut

Pertanian Bogor dibawah bimbingan Dr lr Wini Trilaksani, MSc dan Bambang

Riyanto, SPi MSi.

26