neoliberalisme

14
NEO-LIBERALISME Histori, Teori, dan Solusi terhadap Perkembangannya di Indonesia Makalah ini disusun untuk memenuhi Ujian Tengah Semester (UTS) Teori Hubungan Internasional Dosen: Emil Radhiansyah Oleh: Siti Octrina Malikah 209000061 PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS FALSAFAH DAN PERADABAN

Upload: riri-malikah-nasution

Post on 02-Jul-2015

444 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Neoliberalisme

NEO-LIBERALISME

Histori, Teori, dan Solusi terhadap Perkembangannya di Indonesia

Makalah ini disusun untuk memenuhi Ujian Tengah Semester (UTS)

Teori Hubungan Internasional

Dosen: Emil Radhiansyah

Oleh:

Siti Octrina Malikah

209000061

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS FALSAFAH DAN PERADABAN

UNIVERSITAS PARAMADINA

2010

Page 2: Neoliberalisme

Terlepas dari kontra terhadap Neo-

liberalisme yang saat ini marak terjadi, Neo-

liberalisme sempat menuai empati yang begitu

besar di masyarakat internasional sejak periode

1970an. Saat itu marak terjadi deregulasi,

privatisasi, dan hal lain yang mendukung

pengukuhan cakar Neo-liberalisme di dunia ini,

termasuk Indonesia. Namun, melalui privatisasi

yang dilakukan Indonesia, apakah lantas kita

langsung dapat menyatakan jejak Neo-

liberalisme ada di Indonesia. Di lain sisi, kini

proses Neo-liberalisme tersebut ternyata sedikit

banyak dianggap sebagai sebuah ‘creative

destruction’ yang turut mengancam kedaulatan

Negara melalui hubungan sosial, kegiatan

produksi, percampuran teknologi, cara hidup

dan berpikir, dan hal-hal lain dalam berbagai

aspek kehidupan yang secara tak terkendali dan

melintasi batas teritori sebuah Negara. Makalah

ini akan berusaha melakukan analisa kritis

terhadap Neo-liberalisme dengan referensi dari

berbagai sumber yang diharapkan pada akhirnya

bisa memberikan solusi terhadap perkembangan

Neo-liberalisme di Indonesia.

Bagian I – Pendahuluan

I.i Neo-liberalisme: General Review

Siapapun sejarawan di masa kini dan di masa depan kelak pasti akan melihat periode

1970-80an sebagai sebuah turning point dalam sejarah social dan ekonomi di dunia

international.1 Pada 1978, Deng Xiaoping mengambil momentum langkah pertamanya untuk

melakukan liberalisasi di sebuah tanah kekuasaan komunis yang sangat besar. Jejak yang

diambil Deng sekiranya telah menggeser China dari kondisi tertutup selama dua dekade

1 David Harvey, 2005, A Brief History of Neoliberalism, Oxford University Press, hal. 1-3

Page 3: Neoliberalisme

menjadi China yang terbuka dengan dinamisme kapitalisme dan telah menghasilkan

pertumbuhan ekonomi tersignifikan dalam sepanjang sejarah kapitalisme di dunia.

Jika kita melihat ke Eropa, Margaret Thatcher yang terpilih menjadi Perdana Menteri

Inggris pada Mei 1979 memutuskan untuk menghapuskan Keynesian Theory2 dari negaranya

dan membentuk berbagai kebijakan yang merepresentasikan paham Neo-liberalisme seperti

privatisasi sector Negara (termasuk privatisasi perumahan sosial), tanggung jawab individu,

dll. Kemudian, pada 1980, Ronald Reagan yang terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat

memposisikan AS untuk merevitalisasi ekonominya dengan mendukung poyek Paul Volcker

dan melakukan pembaharuan di bidang ekonominya seperti penguatan agrikultur, meregulasi

ulang industry, menahan kekuatan buruh, dan meliberalisasi kekuatan ekonomi, baik internal

maupun di panggung dunia internasional.

Tranformasi yang menciptakan image dunia yang berbeda ini tentulah bukan

dikarenakan sebuah kebetulan atau kecelakaan. Sering kali kita mengaitkan fenomena

liberalisasi ini dengan sebuah konsep ‘globalisasi’, di mana tercipta ketunggalan rasio yang

menekankan betapa pentingnya liberalisasi ekonomi di setiap Negara di dunia. Neo-

liberalisme sebagai sebuah teori dan praktik ekonomi politik yang mengasumsikan bahwa

sebaik-baiknya manusia adalah dengan meliberalisasikan individu dalam sebuah bingkai

system internasional yang dikarakteristikkan oleh jaminan hak asasi yang kuat, pasar bebas,

dan perdagangan bebas.

I.ii Jejak Neo-liberalisme di Indonesia

Kini, begitu banyak Negara dunia ketiga yang berteriak buminya hancur karena

tergerus neo-liberalisme yang tidak memberikan mereka kesempatan untuk melindungi

kedaulatan dan politik domestik negaranya. Neo-liberalisme bersama dengan cakar hegemoni

ekonomi Negara-negara kapitalis superior telah membuat Negara dunia ketiga tidak berdaya

untuk melindungi sumber daya alamnya demi hajat hidup rakyatnya karena pasar bebas dan

perdagangan bebas di mana kebanyakan Negara dunia ketiga ini telah terikat perjanjian-

perjanjian dengan institusi Neo-liberalisme seperti IMF dan World Bank.

Di Indonesia sendiri, Neo-liberalisme menjadi sebuah isu yang hangat utuk dibahas

semenjak menjelang pemilu presiden 2009 silam di saat SBY memutuskan memilih

2 Keynessian Theory banyak digunakan para pembuat kebijakan di Eropa setelah perang dunia kedua untuk membimbing mereka dari krisis ekonomi yang sangat hebat melalui intervensi pemerintah pada sector bisnis dan ekonomi (centralized state planning).

Page 4: Neoliberalisme

Boediono sebagai wakilnya dalam pencalonan. Meskipun dalam perjalanannya mereka kerap

menegaskan bahwa Indonesia, melalui pemerintahan mereka, tidak pernah menerapkan

prinsip Neo-liberalisme jika dilihat dari konsensus Washington. Neo-liberalisme dianggap

mulai masuk ke Indonesia sejak adanya kerjasama pendidikan antara Indonesia-AS di masa

pemerintahan Soeharto di mana saat itu dikirimkan pemuda-pemuda Indonesia untuk

bersekolah di University of Chicago, yang lulusan-lulusan ini kelak dikenal dengan nama

‘mafia Berkeley’3. Kemudian, sejak tahun 1968, Soeharto mengangkat para mafia Berkeley

untuk mengisi posisi strategis dalam bidang ekonomi di Indonesia dan membuat system

perekonomian Indonesia bergantung kepada hutang luar negeri melalui IMF.

Bagian II – Isi

II.i Neo-liberalisme: History and Theory

Sekelompok kecil orang yang ekslusif terdiri dari para akademisi ekonomi, sejarawan

ekonomi dan filsfu-filsuf ekonomi berkumpul dengan dikepalai oleh seorang filsuf politik

Austria bernama Friedrich Von Hayek yang kemudian membentuk Mont Pelerin Society

pada tahun 1947. Beberapa peserta lain yang terlibat termasuk Ludwig Von Mises, Milton

Friedman, Karl Popper, dll. Kelompok ini menyimbolkan diri mereka sebagai ‘liberals’

karena komitmen dasar mereka yang beracuan kepada ide kebebasan individu. Doktrin

Neoliberal secara tegas menolak teori intervensi Negara yang diajukan oleh J. M. Keynes

yang muncul pada tahun 1930an sebagai respon dari great depression.4

Pergerakan MPS ini mencakup kebijakan dan akademis. Seperti, institute of economic

affairs di London dan The Herritage Foundation di Washington. Dalam bidang akademis

secara special pengaruh mereka berada di University of Chicago dimana Milton Friedman

mendominasi. Teori Neoliberal mendapatkan pengakuan dan penghomratan akademis

melalui penganugrahan Nobel kepada Hayek ditahun 1974 dan kepada Friedman di tahun

1976.

3 Mafia Berkeley adalah julukan yang diberikan kepada sekolompok menteri bidang ekonomi dan keuangan yang menentukan kebijakan ekonomi Indonesia di masa awal pemerintahan Presiden Suharto. Mereka disebut mafia karena pemikiranya dianggap sebagai bagian dari rencana CIA untuk membuat Indonesia sebagai boneka Amerika oleh seorang penulis muda Amerika Serikat. (Boediono Bela Widjojo Nitisastro Soal Tuduhan Mafia Berkeley. http://www.tempointeraktif.com/hg/politik/2010/01/14/brk,20100114-219179,id.html diakses 27 Maret 2011)4

Page 5: Neoliberalisme

Meskipun liberalism dan Neo-liberalisme merupakan bagian dari kapitalisme namun

ada perbedaan di antara kedua paham ini. Liberalisme menempatkan ekonomi sebagai salah

satu bentuk interaksi individu dengan masih membicarakan kepentingan publik, sementara

Neo-liberalisme menempatkan ekonomi sebagai satu-satunya landasan interaksi antar

manusia dalam aspek politik, ekonomi, social, budaya, dan tentunya termasuk hubungan

antar bangsa. Yang sama-sama disepakati oleh liberalism dan neo-liberalisme adalah

mengenai prinsip kebebasan individu dan prinsip anti-negara sebagai landasan perilaku

ekonomi karena perekonomian secara otomatis akan mengatur dirinya sendiri untuk sampai

kepada titik kemakmuran dan keseimbangan.

Titik berat dari paham Neo-liberalisme adalah peran aktif sistem internasional dalam

menciptakan liberalisasi individu, liberalisasi pasar, dan liberalisasi perdagangan. Seperti

diungkapkan oleh Robert O.Keohanne dalam bukunya ‘After Hegemony’ yang mengulas

peran dan pola perilaku organisasi internasional terhadap Negara-negara di dunia. Penelitian

ini diawali dengan dua observasi terhadap kerjasama ekonomi yang mencuat di 1970an yaitu

Bretton Woods5 dan GATT. Kedua kerjasama ekonomi ini hadir sebagai bantuan bagi

kehancuran liberalisme akibat krisis Wall Street yang berdampak besar kepada perekonomian

AS dan Eropa. Dapat disimpulkan bahwa Neo-liberalisme secara umum berkaitan dengan tekanan

politik multilateral, melalui berbagai kartel pengelolaan perdagangan seperti WTO, IMF, dan Bank

Dunia. Ini mengakibatkan berkurangnya wewenang pemerintahan sampai titik minimum.

Neoliberalisme melalui ekonomi pasar bebas berhasil menekan intervensi pemerintah (seperti paham

Keynesianisme), dan melangkah sukses dalam pertumbuhan ekonomi keseluruhan. Untuk

meningkatkan efisiensi korporasi, neoliberalisme berusaha keras untuk menolak atau mengurangi

kebijakan hak-hak buruh seperti upah minimum, dan hak-hak daya tawar kolektif lainnya6.

II.ii Analisa terhadap Neo-liberalisasi di Indonesia

Paul Hoffman yang merupakan pemimpin dari Ford Foundation dan Marshall Plan di

Eropa merancang program pengiriman pemuda-pemuda di Negara dunia ketiga untuk belajar

di University of Chicago untuk mencetak para administrator profesional di Negara-negara

tersebut meskipun secara tidak langsung bias dianggap bekerja di bawah perintah Amerika.

Hal ini persis seperti yang dilakukan Amerika terhadap para pemuda Chile yang tergabung

dalam Chicago Boys7, di Indonesia kita mengenal Mafia Berkeley di mana Amerika

menggunakan mereka untuk mengintervensi politik domestik di Indonesia5 Robert Gilpin dan Jean M. Gilpin. The Political Economy of International Relations. 1987. Princeton University Press. New Jersey. Page 1316 http://www.jurnal-ekonomi.org/2009/06/22/jejak-neoliberalisme-di-indonesia/ diakses pada 27 Maret 2011

Page 6: Neoliberalisme

Mafia Berkeley identik dengan gagasan liberalisasi ekonomi Indonesia setelah

Soeharto mengangkat jebolan University of Chicago duduk di posisi strategis bidang

ekonomi kabinetnya, antara lain Soemitro Djojohadikusumo menjadi Meteri Perdagangan,

Widjojo Nitisastro Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Emil

Salim Wakil Ketua Bappenas, Ali Wardhana Menteri Keuangan, Subroto Direktur Jenderal

Pemasaran dan Perdagangan, Moh. Sadli Ketua Tim Penanaman Modal Asing, dan

Sudjatmoko Duta Besar RI di Washington (Ransom: 2006)8.

Produk kebijakan paling menonjol yang digagas para Mafia Berkeley ini adalah

system ekonomi Indonesia yang pada akhirnya beracuan pada hutang laur negeri melalui

IMF, Bank Dunia, ADB, dan WTO. Pembangunan Indonesia dirancang sedemikian rupa

sehingga terjadi penyesuaian struktural terhadap persyaratan yang diharuskan IMF dan Bank

Dunia yang merujuk kepada paham Neo-liberalisme. Indonesia melakukan liberalisasi sektor

keuangan dan perbankan, menggalakkan investasi asing dan swasta, membuka pasar dan

perdagangan seluas-luasnya, privatisasi sector-sektor Negara yang menanggungjawabi hidup

orang banyak, dan hal lain yang masih termasuk kedalam sepuluh kriteria Konsensus

Washington.

Beberapa agenda neo-liberalisme yang disinyalir telah atau sedang berlangsung di

Indonesia, antara lain9:

Liberalisasi keuangan; antara lain: kurs bebas, devisa bebas, pengembangan BEJ.

Liberalisasi perdagangan; meratifikasi keputusan WTO.

Pengetatan prioritas APBN, termasuk pencabutan subsidi.

Privatisasi BUMN.

Penjualan korporasi domestik kepada modal internasional.

Perlindungan maksimal bagi hak milik pribadi (swasta).

Penerapan harga pasar bagi energi.

Mekanisme harga bagi pasar tenaga kerja; minimalkan perlindungan buruh.

Bank Indonesia sepenuhnya mengikuti BasselI dan BasselII dari BIS

Dari beberapa agenda Neo-liberalisme yang tertera di atas, kita semua menyadari

bahwa Indonesia termasuk Negara yang mendukung dan melaksanakan seluruh agenda-

7 Chicago Boys memegang peranan penting di tubuh pemerintahan setelah kudeta berdarah Jenderal Augusto Pinochet yang didukung Amerika8 http://www.jurnal-ekonomi.org/2009/06/22/jejak-neoliberalisme-di-indonesia/ 9 Awalil Rizky, 2008, Neoliberalisme Mencengkram Indonesia, Epublishing, Jakarta

Page 7: Neoliberalisme

agenda tersebut. Saat ini memang kita tidak bisa disebut sebagai negara yang 100%

menerapkan prinsip Neo-liberalisme dikarenakan masih adanya subsidi BBM, dana BOS,

BLT, dsb, namun memang pada kenyataannya tidak ada Negara di dunia yang menerapkan

prinsip Neo-liberalisme secara keseluruhan karena neo-liberalisme akan tetap membutuhkan

kedok untuk menutupi agenda-agendanya. Begitu pula dengan program-program pro rakyat

yang dilakukan pemerintah Indonesia saat ini, yang jika kita tilik lebih jauh hanya

sepersekian persen dari keseluruhan program besar pemerintah yang pro Neo-liberalisme.

Hal yang ternyata lebih menyedihkan lagi dari Indonesia adalah bahwa ternyata

Indonesia tidak mampu membayar hutangnya dikarenakan korupsi sehingga untuk membayar

cicilan hutang tersebut Indonesia terus-menerus melakukan privatisasi dan/atau bahkan

kembali berhutang untuk menutupi hutang sebelumnya. Semua unsur yang disebutkan di atas

adalah bagian dari kebijakan Neo-liberal yang di awali dengan masuknya IMF ke dalam

penataan ekonomi Indonesia sejak 1997 dan hingga saat ini. Jika berbicara mengenai periode

1997 hingga saat ini, maka pemerintahan Soeharto, BJ Habibie, Gus Dur, Megawati, SBY-

JK, hingga SBY-Boediono telah menjaid bagian yang tidak terpisahkan dari historis

penerapan kebijakan Neo-liberal di Indonesia. Neo-liberalisasi telah lama berada di dalam

system pemerintahan di Indonesia dan sepertinya juga dalam waktu dekat ini tidak

menunjukkan indikasi pembersihan Neo-liberal dari bumi pertiwi.

Bagian III – Penutup

III.i Solusi terhadap Neo-liberalisme di Indonesia dan di Dunia

Ada begitu banyak agenda Neo-liberalisasi yang sudah tidak terelakkan lagi bagi Indonesia

dan Negara-negara di dunia khususnya Negara dunia ketiga yang kerap menjadi korban Neo-

liberalisme atas nama kebebasan dan rezim internasional. Hal paling dekat yang bias

dijadikan contoh adalah ACFTA, di mana Indonesia tidak mungkin lagi bias mundur dari

perjanjian yang telah disepakati bersama. Untuk itu, beberapa alternative solusi yang bias

dilakukan oleh Indonesia dan Negara-negara di dunia, antara lain:

1. Memberikan penyadaran yang meluas ke masyarakat

Banyak dari mereka yang sudah tahu namun diam-diam saja, atau malah mengambil

keuntungan dari ketidaktahuan masyarakat mayoritas terhadap bahaya Neo-liberalisme

Page 8: Neoliberalisme

ini. Oleh karena itu, seluruh masyarakat, dimulai dari para akademisi dan elit politik,

harus menyuarakan penolakan terhadap segala bentuk praktik Neo-liberalisme. Kita harus

membuat Neo-liberalisme menjadi sesuatu yang harus dihindari setelah melihat

banyaknya kerugian yang disebabkannya bagi Indonesia. Untuk itu, semua elemen

masyarakat harus bersama-sama mengkritisi segala program pemeirntah yang diindikasi

pro Neo-liberlisme.

2. Membuat kebijakan yang menyejahterakan mayoritas rakyat

Bagaimanapun juga, peran pemerintah sangat diharapkan untuk bisa menanggulangi arus

dan efek dari Neo-liberalisme yang berusaha meniadakan peran pemerintah dalam system

perekonomian. Dalam pembuatan kebijakan, pemerintah harus bersikap sebagai tameng

atau pelindung yang mengedepankan kepentingan masyarakat. Pemerintah harus bisa

keluar dari pengaruh-pengaruh kekuatan asing yang mungkin lebih besar sehingga

kebijakan yang dibuat pemerintah adalah demi kemaslahatan rakyat bukannya

mengakomodir kepentingan asing. Misalnya, pemerintah harus membuat perundang-

undangan yang lebih rijit dan pro rakyat sehingga meskipun kehadiran investor asing

tidak dapat dinafikan lagi tetapi pengusaha domestik juga tetap terlindungi

keberlangsungannya. Intinya, siapapun yang mau masuk ke Indonesia harus mau

mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan pemerintah demi terciptanya kesejahteraan

masyarakat luas.

3. Mengembangkan sektor UKM

“Saya tidak tahu apa itu neoliberalisme dan apa itu ekonomi kerakyatan, tapi yang saya rasakan adalah

bahwa semakin hari dan semakin tahun saya merasa bertambah miskin ,” kata seorang peternak ayam

petelur. Bisnis yang saya jalankan ini adalah bisnis keluarga yang dikelola secara turun-temurun.

Tahun 1980 an, nilai hasil panen telur ayam kami satu becak, senilai dengan sebuah televise berwarna

14 inchi. Maksud saya, pada tahun 1980 an, kalau telur satu becak itu laku semua, uangnya cukup

untuk membeli satu buah televisi berwarna 14 inchi. Bagaimana kondisi saat ini? Apakah di tahun

2009 sekarang ini, satu becak telur senilai dengan satu buah televisi berwarna 14 inchi? Sangat tidak

cukup! Satu becak telur, nilainya saat ini paling sekitar Rp 300.000,- sedangkan harga televisi berwarna

14 inchi mencapai 1,5 juta. Bukankah ini suatu bukti bahwa pengusaha kecil semakin miskin dan

semakin tidak berdaya? Apakah ini implikasi paham neoliberalisme yang secara tidak sadar telah kita

terapkan? Kenapa bisa seperti ini? Bagaimana penjelasannya?”10

10 http://host-ekonomi.blogspot.com/2009/05/neoliberalisme-vs-ekonomi-kerakyatan.html diakses pada 27 Maret 2011

Page 9: Neoliberalisme

Beberapa hal yang bisa dilakukan pemerintah untuk memperkuat sektor UK di Indonesia

antara lain dengan memberikan kredit bunga yang lebih lunak, memberikan bimbingan

kepada pelaku bisnis agar terciptanya perbaikan daya saing produk, dan memberikan

bantuan dalam hal pemasaran berupa jaminan kemudahan pemasaran produk.11

III.ii Kesimpulan

Kelahiran paham Neo-liberalisme memang bukanlah secara kebetulan atau

kecelakaan tetapi hadir sebagai respon terhadap teori-teori seperti Keynesian yang

mendukung peran pemerintah dalam penciptaan stabilitas ekonomi di Eropa dan AS paska

great depression. Paham ini lebih kompleks daripada liberalism yang dahulu diajukan oleh

Adam Smith karena konteks ekonomi yang dibawa Neo-liberalisme bukanlah ekonomi

sebagai salah satu bentuk interaksi melainkan ekonomi sebagai satu-satunya bentuk interaksi

baik politik, budaya, perseorangan, dll.

Masuknya Neo-liberalisme ke Indonesia ternyata memberikan dampak yang tidak

baik karena agenda-agenda yang diusung oleh Neo-liberalisme malah membuat

perekonomian dan kesejahteraan Indonesia semakin terpuruk berbarengan dengan praktek

korupsi yang marak terjadi. Pengalaman Indonesia ini juga turut dirasakan oleh mayoritas

Negara dunia ketiga lainnya di dunia internasional. Dari segi historis, Neo-liberalisme yang

telah dimkulai sejak orde baru ini justru semakin parah dan buruk saat ini sehingga

dibutuhkan solusi yang nyata dari semua elemen masyarakat sehingga perekonomian

Indonesia dan kesejahteraan masyarakat banyak bisa dilindungi dari dampak buruk Neo-

liberalisme.

Referensi

Gilpin, Robert. 1987. The Political Economy of International Relations. New Jersey:

Princeton University Press

Harvey, David. 2005. A Brief History of Neoliberalism. Oxford University Press

Rizky, Awalil. 2008. Neoliberalisme Mencengkram Indonesia. Jakarta: Epublishing

11http://pbhmi.net/index.php?option=com_content&view=article&id=451:solusi-melawan- neoliberalisme&catid=70:opini&Itemid=130 diakses pada 27 Maret 2011