nh4 dan no2

Upload: nelsonsnlingga

Post on 07-Aug-2018

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/19/2019 NH4 dan NO2

    1/18

    Oseanologi dan Limnologi di Indonesia (2010) 36(3): 343-360 ISSN 0125-9830

      343

    PEMILIHAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI

    KEANEKARAGAMAN BIOTA MUARA LAYANG DI SEKITAR

    TELUK KLABAT, PULAU BANGKA

    oleh

    SULASTRI, DEDE IRVING HARTOTO dan IWAN RIDWANSYAHPusat Penelitian Limnologi – LIPI

    Komplek LIPI Cibinong

    Jl. Raya Bogor – Jakarta, Km 46 Cibinong, Bogor.

    Email: [email protected]

    Received 15 Desember 2009, Accepted 16 November 2010

    ABSTRAK 

    Berkembangnya penambangan timah ilegal di Bangka, Belitung dikhawatirkanakan mengancam kelestarian sumberdaya perikanan muara di sekitar Teluk Klabat ,Propinsi Bangka Belitung. Pengembangan sistem konservasi di Muara Layangmerupakan upaya mencapai keberlanjutan sistem perikanan perairan muara dan pesisirsekitar Teluk Klabat. Penelitian ditujukan untuk memilih zonasi kawasan konservasi diMuara Layang. Kriteria pemilihan calon kawasan konservasi mencakup kondisikonektivitas ekologis, integritas ekologis dan pertimbangan aspek sosial ekonomi perikanan. Konektivitas ekologis dianalisis berdasarkan pengamatan geomorfologi yangdilakukan melalui interpretasi peta topografi skala 1: 50.000 dan Citra satelit LANSATserta pemetaan batimetri. Analisis integritas ekologis dilakukan melalui pengamatankualitas air seperti kekeruhan, salinitas suhu, pH, oksigen terlarut yang diukur langsungmenggunakan WQC Horiba U-10 dan parameter nitrat, nitrit, amonia, nitrogen totalserta fosfor yang dianalisis menggunakan Standard Method . Komunitas biota sepertifitoplankton dan zooplankton juga diamati. Pertimbangan aspek sosial ekonomi perikanan dianalisis berdasarkan keterkaitan masyarakat dengan perairan muara. Darianalisis konektivitas dan integritas ekologi berhasil diperoleh zona inti yang memiliki

    keragaman habitat fisik tinggi seperti adanya meander , lubuk, kondisi vegetasi riparianyang tertutup serta kondisi kualitas perairan yang mendukung kehidupan biota muara.Zona inti tidak didominansi jenis-jenis fitoplankton kelompok dinoflagelata dan alga biru hijau seperti seperti  Peridinium sp  dan Thrichedesmium  sp. sedangkan kelompokzooplankton didominasi oleh kopepoda Dari hasil analisis keragaman habitat,keterkaitan masyarakat dengan perairan muara, aspek kualitas air dan sruktur komunitas biota dapat dipetakan zonasi kawasan konservasi keanekaragaman biota Muara Layang.

    Kata kunci: Konservasi, zonasi, biota, muara.

  • 8/19/2019 NH4 dan NO2

    2/18

    SULASTRI, HARTOTO & RIDWANSYAH

    344

     ABSTRACT 

      SELECTION OF ZONATION IN BIOLOGICAL DIVERSITYCONSERVATION AREA IN LAYANG ESTUARY, KLABAT BAY,BANGKA ISLAND.  Development of tin mining in Bangka Belitung was

    threatening the sustainability of estuarine fisheries around Klabat Bay, Bangka

     Belitung Province. Conservation area is one of the tools to sustain fisheries

     production in this area. The study was aimed to determine the area for conservation

    of biological diversity of Layang Estuary. Conservation area was identified based on

    ecological connectivity and integrity criteria and social-economical fisheries

    aspects. Ecological connectivity was analyzed by observation of riparian vegetation,

     geomorphological feature of the river through interpretation of satellite image

    overlaid with land cover map from Earth Aspect Map scale of 1: 50,000. The profile

    of river was resulted from hydro acoustic survey. Ecological integrity was analyzed

    by observation of some water quality parameters, sedimentation and biotic

    communities structure. Some parameters such as turbidity, salinity, pH, dissolved

    oxygen were measure insitu using Horiba U-10 while nitrite, nitrate, ammonia, total

    nitrogen and phosphor were analyzed in the laboratory using Standard Methods.

    Socio-economical fisheries aspect was analyzed through Focus Group Discussion.

    The ecological connectivity and integrity analysis data were used to select the core

     zone that was characterized by high diversity of physical habitats such as

    meandering river banks, existence of pool and availability of water during ebb tide

    and good condition of riparian vegetation and tributary catchment area. Core zone

    was not dominated by dinoflagelata and blue green algae group while copepoddominant in this area. Based on habitat characteristic,water quality, biotic

    community, fisheries socio economical aspects a zonation for conservation area was

     presented.

    Key words: Conservation, zone, biotic, estuarine.

    PENDAHULUAN

    Perairan muara atau estuarin termasuk dalam perairan umum yang

    didefinisikan sebagai perairan yang letaknya di atas garis pasang laut terendah ke

    arah daratan (NONTJI et al . 1986). Perairan muara sudah lama dikenal sebagai

    tempat pemijahan ( spawning ground ), tempat asuhan (nursery ground ) dan tempat

    mencari makan ( feeding ground ) biota bahari yang ekonomis penting. Oleh karena

  • 8/19/2019 NH4 dan NO2

    3/18

    PEMILIHAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI

    345

    itu perairan muara memiliki peran penting untuk mendukung kelestarian produksi

     perikanan tangkap wilayah pesisir dan bahari.

    Permasalahan pengelolaan sumberdaya perikanan saat ini tidak hanya

    masalah penurunan populasi atau stok sumber daya ikan akibat penangkapan yang berlebihan (overfishing ), tetapi juga akibat kerusakan habitat serta tidak adanya

    kawasan konservasi atau area yang dilindungi (COCHRANE, 2000). Oleh karena itu

    komponen dasar untuk mempertahankan keberlanjutan sistem perikanan antara lain

    adanya keberlanjutan secara ekologi, yakni adanya wilayah yang dilindungi atau

    kawasan konservasi, mempertahankan ekosistem serta menghindari penurunan stok 

    (ADRIANTO et al . 2005).

    Berkembangnya penambangan timah ilegal di Pulau Bangka dikawatirkan

    akan mengancam kelestarian sumberdaya perikanan muara. Hasil penelitian

    menunjukkan adanya perubahan luasan mangrove di Muara Antan antara tahun 2000

    sampai 2002 dan adanya sedimentasi yang intensif di bagian hilir Muara Layang

    (RIDWANSYAH et al . 2004). Hasil penelitian ekologi juga menunjukkan Muara

    Layang lebih baik kondisinya dibandingkan dengan Muara Antan sehingga Muara

    Layang diusulkan sebagai kawasan konservasi keanekaragaman biota muara di

    sekitar Teluk Klabat, Propinsi Bangka Belitung (SULASTRI et al . 2004). Adanya

    kawasan konservasi di Muara Layang merupakan upaya untuk mendukung

    keberlanjutan produksi perikanan muara dan wilayah laut di sekitar Teluk Klabat.

    Keberadaan kawasan konservasi biota muara yang mendukung pemanfaatan

     produksi perikanan muara dan bahari telah dijamin oleh PERATURAN

    PEMERINTAH NOMOR 60 TAHUN 2007 tentang Konservasi Sumber Daya ikan.

    Kawasan konservasi biota muara untuk kasus ini sesuai klasifikasi kawasan

    konservasi dalam Pasal 1 ayat 12 yang diusulkan dalam bentuk suaka perikanan,yakni suatu kawasan perairan yang dengan kondisi dan ciri tertentu sebagai tempat

     berlindung atau tempat berkembang biak jenis sumber daya ikan yang berfungsi

    sebagai daerah perlindungan. Selanjutnya dalam pasal 1 ayat 8 menyebutkan bahwa

    kawasan konservasi yang dilindungi harus dikelola dengan sistem zonasi untuk

    mewujudkan pengelolaan sumberdaya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan.

    Menurut HARTOTO et al . (1998) persyaratan yang harus dipenuhi untuk

    menempatkan kawasan konservasi perikanan di ruas sungai antara lain adanya ciri

    morfologi penting di ruas sungai utama seperti adanya lubuk yang dalam di kelokan

    sungai, kedalaman lubuk minimal 5 m pada saat musim kemarau, kawasan

    konservasi harus mencakup vegetasi riparian minimal setebal 100 m dari batas air, bila ruas sungai utama tersebut ada percabangannya maka ruas tempat bertemunya

    anak sungai dan sungai utama, sebagian ruas anak sungai utama juga harus menjadi

     bagian dari zona inti. Selanjutnya zona inti harus dibatasi zona penyangga hulu dan

    zona penyangga hilir dan masing-masing zona penyangga ini harus ada paling tidak

    satu sekuens habitat lubuk- air tenang- lubuk 

    Zona inti merupakan bagian tertentu dari kawasan konservasi yang ikannya

    tidak boleh ditangkap oleh siapapun dengan cara apapun, pada waktu kapanpun agar

    ikannya dapat melaksanakan daur hidupnya dengan baik dan tidak terganggu sama

  • 8/19/2019 NH4 dan NO2

    4/18

    SULASTRI, HARTOTO & RIDWANSYAH

    346

    sekali dari aktivitas penangkapan serta gangguan fisik, kimiawi dan biologi. Zona

     penyangga merupakan bagian kawasan konservasi yang membatasi zona inti,

    dimana yang sumberdaya ikannya masih dapat ditangkap namun dilakukan secara

    terbatas, sedangkan zona ekonomi merupakan bagian perairan yang ikannya bolehditangkap secara bebas dengan menggunakan cara dan alat sesuai dengan ketentuan

    yang sudah diatur dalam Undang-Undang No 31 tahun 2004 tentang Perikanan.

    Penelitian ini merupakan bagian dari kegiatan penelitian pengembangan

    sistem konservasi keanekaragaman biota untuk mendukung produksi perikanan laut

    dan pesisir di sekitar Teluk Kelabat, Propinsi Bangka Belitung (SULASTRI et al .

    2006), yang ditujukan untuk menetapkan zonasi kawasan konservasi

    keanekaragaman biota muara Muara Layang di sekitar Teluk Klabat Propinsi

    Bangka Belitung.

    BAHAN DAN METODE

    Penelitian dilaksanakan tahun 2004 – 2005 di Muara Sungai Layang, sekitar

    Teluk Klabat Provinsi Bangka Belitung. Untuk menentukan zona kawasan

    konservasi dilakukan pengamatan dan pengumpulan data di enam stasiun di Muara

    Layang (Gambar 1), sedangkan deskripsi habitat masing-masing stasiun disajikan

     pada Table 1. Kriteria pemilihan calon zona kawasan konservasi didasarkan pada

    integritas dan konektivitas ekologis. Data konektivitas ekologis yang dikumpulkan

    antara lain keutuhan sistem alur air, kondisi tutupan vegetasi riparian sebagai sumber pemasuk bahan organik alohtonus, fungsi sistem hidrologi dan keterkaitan

    masyarakat dengan sumberdaya perikanan muara. Data integritas ekologis mencakup

    keragaman habitat fisik (kondisi morfometri), struktur komunitas biotik, kondisi

    sedimentasi, kualitas air dan ada tidaknya sumber pencemar.

    Analisis konektivitas ekologis dilakukan melalui analisis geomorfologi dan

     batimetri, sedangkan analisis integritas ekologis dilakukan dengan pengambilan

     berbagai sampel di lapangan yang dilanjutkan analisis di laboratorium (Tabel 2).

    Sampel sedimen diambil dengan Ekman Grab selanjutnya dikeringkan dengan oven

    (suhu 60 oC), kemudian diayak dengan saringan bertingkat dengan mesh size 45 m,

    63 m, 125 m, 250 m, 500 m dan 18 mm, setelah satu jam setiap fraksiditimbang. Ukuran besaran dan kecepatan jatuh butiran sedimen dihitung dengan

    menggunakan rumus yang disajikan GRAF (1984). Data kualitas air mencakup

     parameter suhu. pH, oksigen terlarut (DO), turbiditas dan salinitas, pada beberapa

    kedalaman (0 m, kedalaman Secchi dan dasar perairan diukur secara langsung

    menggunakan alat Water Quality Checker Horiba U-10. Sampel air untuk analisa

    ammonia, nitrat, nitrit, nitrogen total, fosfor total dan beberapa jenis logam (Tabel 2)

    dilakukan pengawetan dan selanjutnya dianalisis di laboratorium dengan mengikuti

    metode standard dari APHA-AWWA (1992) yang secara rinci disajikan pada Table

  • 8/19/2019 NH4 dan NO2

    5/18

    PEMILIHAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI

    347

    2. Beberapa parameter seperti Ca, K, Mg dan Na dianalisis di Pusat Penelitian

    Tanah, Departemen Pertanian.

    Data keterkaitan masyarakat dengan sumberdaya perikanan muara diperoleh

    melalui  Focus Group Discussion (FGD) yang membicarakan jumlah nelayan, hasiltangkapan, wilayah penangkapan, jauh dekatnya wilayah pemukiman nelayan

    dengan perairan muara dengan bantuan sebuah peta dasar.

    Kondisi geomorfologi diinterpretasikan dari peta topografi skala 1: 50.000

    yang diperoleh dari Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Tanah Nasional

    (Bakosurtanal) dan Citra Satelit Landsat, sedangkan untuk membedakan antara

    sedimen dan air digunakan band   5. Pemetaan batimetri profil sungai didapatkan

    dengan metode akustik dan menggunakan Echosounder FURUNO FE616 dengan

    frekwensi 200 Hz. Navigasi dilakukan dengan alat GPS   Garmin Survey II,

    sedangkan Echogram diplot menjadi peta Digital dengan menggunakan Arcview 3.3.

    Gambar 1. Lokasi kegiatan penelitian dan stasiun pengamatan.

    Figure 1. Location of research activity and site observation.

    Muara Layang

  • 8/19/2019 NH4 dan NO2

    6/18

    SULASTRI, HARTOTO & RIDWANSYAH

    348

      Tabel 1. Lokasi dan klasifikasi habitat fisik stasiun pengamatan.  Table 1 Location and habitat classification of sampling station.

    No. Site/secondary river Coordinate Habitat type

    1 Jelutung River E 105o 47’ 31.2”S 1

    o 46’ 0 8.4”

    Junction of bay andtributary river 

    2 Kelam River E 105o 48’ 42.1”

    S 1o 47’ 15.7”

    Junction of bay and

    tributary river 

    3 Lumut River E 105o 49’ 10.6”

    S 1o 47’ 39.1”

    Junction of bay and

    tributary river 

    4 Maras River E 105o 48’ 44.6”

    S 1o 48’ 25.9”

    Junction of bay and

    tributary river, branch of

    Layang River 

    5 Manjang River E 105o 49’ 57.0”

    S 1o 46’ 19.8”

    Junction of main and

    tributary river 

    6 Melandut River E 105o 52’ 11.6”S 1

    o  47’ 53.2”

    Junction of main andtributary river 

    Tabel 2. Metode dan alat yang digunakan untuk analisis parameter kualitas air calon

    kawasan konservasi di Muara Layang.

    Table 2. Method and instrument used for analysis of water quality parameters of

    proposed conservation area in Layang Estuary.

    No Parameter Method Instrument

    1 Ammonia N-NH3 Phenate Spectrophotometer  2 Iron (Fe) Digested by HNO3 Atomic Absorption

    Spectrophotometer (AAS)

    3 Cadmium(Cd) Extracted by MIBK Atomic Absorption

    Spectrophotometer (AAS)

    4 Manganese (Mn) Digested by HNO3 Atomic Absorption

    Spectrophotometer (AAS)

    5 Mg,Ca, K, dan Na Digested by HNO3 Atomic AbsorptionSpectrophotometer (AAS)

    5 Nitrate (N-NO3) Brucine method Spectrophotometer  

    6 Nitrite (N-NO2) Sulfanilamide method Spectrophotometer  

    7 Lead (Pb) Extraxted by MIBK Atomic AbsorptionSpectrophotometer AAS

    8 Total N (T-N) Pre digested by peroxodisulphate and analysis

     by Brucine method

    Spectrophotometer 

    9 Total P (T-P) Pre digested by

     peroxodisulphate and

    analysis by ascorbic acid

    Spectrophotometer 

    10 P-PO4 Ascorbic acid method Spectrophotometer  

    10. Plankton Lackey Drop Microtransect Inverted Microscope

  • 8/19/2019 NH4 dan NO2

    7/18

    PEMILIHAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI

    349

     Navigasi dilakukan dengan alat GPS  Garmin Survey II, sedangkan

    Echogram diplot menjadi peta Digital dengan menggunakan Arcview 3.3. Sampel

    fitoplankton dan zooplankton diambil masing-masing dengan menyaring air

    sebanyak 2 liter melalui plankton net ukuran mata jaring 40 µm dan 80 µm. Sampelfitoplankton diawetkan dengan larutan lugol 1 % dan zooplankton dengan larutan

    formalin 5 %. Identifikasi jenis fitoplankton dilakukan dilaboratorium menggunakan

    inverted microscope merujuk buku kunci identifikasi yang disajikan TOMAS

    (1997), ALLEN et al.(1993),YAMAJI (1997). Penghitungan kuantitatif fitoplankton

    dengan metoda  Hackey Drop Microtransect . Identifikasi zooplankton dilakukan di

    laboratorium Puslit Oseanografi LIPI.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Keragaman fisik habitat Keragaman fisik habitat masing-masing stasiun yang diamati disajikan pada

    Tabel 3. Kondisi fisik pantai ruas sungai yang diamati menunjukkan bahwa kondisi

     pantai berpasir dijumpai di Stasiun 2, 3 dan 4. Hasil pemetaan batimetri sungai

    menunjukkan adanya akumulasi sedimen khususnya pada Stasiun 1, 2, dan 3,

    mengindikasikan bahwa kondisi stasiun di ruas hilir mengalami sedimentasi.

    Adanya akumulasi sedimen terlihat seperti adanya gosong pasir yang dapat dilihat

     pada saat surut (Gambar 2). Pada perkembangan selanjutnya gosong pasir dapatmembentuk pulau seperti Pulau Kayu Anak di Muara Layang. Selanjutnya di

    Stasiun 5 dan 6 morfologi dasar sungai terlihat lebih kasar dan dijumpai campuran

     batuan metamorfik dan dapat terlihat pada saat surut. Kondisi sedimentasi pada

    stasiun bagian hilir juga dapat dilihat dari peta citra Landsat band   5 yang

    memperlihatkan bahwa pada semua lokasi pengamatan telah terjadi proses

    sedimentasi yang intensif terutama di Stasiun 1, 2, 3, dan 4, dibandingkan di Stasiun

    5 dan Stasiun 6 (Gambar 3). Proses sedimentasi pada stasiun bagian hilir juga

    ditunjukkan oleh klasifikasi ukuran sedimen yang didominasi oleh pasir halus,

    sedangkan stasiun ke arah hulu didominasi ukuran pasir sedang sampai kasar.

    Stasiun 3 memiliki ukuran sedimen pasir kasar diduga merupakan masukan dari

    Sungai Lumut yang sekitarnya banyak kegiatan penambangan timah. Kecepatan

     jatuh butiran sedimen ruas sungai pada bagian hilir juga menunjukkan nilai yang

    lebih rendah mengindikasikan cepatnya pengendapan sedimen di bagian hilir.

    Morfometri tanggul sungai pada umumnya lurus, kecuali Stasiun 6 yang

    memiliki tanggul berkelak kelok (meander ), menunjukkan bahwa stasiun 6 memiliki

    garis pantai yang lebih panjang dibandingkan stasiun lainnya. Hasil pemetaan

     batimetri rata-rata kedalaman sungai masing-masing stasiun mencapai 15 m, kecuali

    Stasiun 6 juga memiliki kedalaman maksimum lebih 15 m dan dijumpai palung

    (lubuk). Pada musim kemarau air di cabang anak sungainya Sungai Melandut masih

  • 8/19/2019 NH4 dan NO2

    8/18

    SULASTRI, HARTOTO & RIDWANSYAH

    350

    mengalir. Adanya meander   dan palung (lubuk) menunjukkan stasiun 6 memiliki

    keragaman fisik yang lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun lainnya.

    Diasumsikan bahwa, semakin beragam habitat fisik akan lebih banyak menyediakan

     peluang bagi tersedianya  spatial ecological niche, maka zona – zona yang tinggiheterogenitas fisiknya akan lebih mampu mendukung keanekaragaman biota yang

    tinggi.

    Tabel 3. Keragaman fisik habitat dari masing-masing stasiun yang diamati.

    Table 3. Variation of physical habitat from each observed station.

    StationVariation of physical

    habitat characteristic

    1 2 3 4 5 6

    Type of river Coast - Sandy Sandy Sandy - -

    Profile of river bottom Exist an

    accumu

    lation of

    sediment

    Exist an

     accumu

    lation of

    sediment

     

    Exist an

     accumu

    lation of

    sediment

    Exist an

    accumu

    lation of

    sediment

    a rougher

    morphology or

    exist a mixture

    of

    metamorphic

    rock 

    a rougher

    morpholo

    gy or exist a

    mixture of

    metamorphic

    rock 

    Granular size of sediment

    (mm)

    0.18 0.27 0.37 0.24 0.33 0.37

    Sediment Settling velocity

    of sediment (cm/det)

    0.75 1.70 3.00 1.30 2.80 3.00

    Group of sediment granular

    size

    Fine sand Fine sand Coarse sand Fine s and Medium sand Coarce sand.

    River bank Straight Straight Straight Straight Straight Meander  

    Average of river depth (m) 15 15 15 15 15 >15

    Riparian vegetation

    condition

     bare bare bare bare bare dense

     

    Gambar 2. Profil dasar parairan sungai di Stasiun 2, Muara Layang.

    Figure 2. Profile of river bottom at Station 2 of Layang Estuary.

    264 m

    0 m

    St 2

    15 m

    Sand dunes

  • 8/19/2019 NH4 dan NO2

    9/18

    PEMILIHAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI

    351

    Vegetasi riparian kondisinya lebih terbuka di stasiun lebih hilir, kecuali

    Stasiun 6 yang kondisinya lebih lebat dan padat. Ini menunjukkan Stasiun 6

    memiliki konektivitas ekologis yang lebih baik dibanding stasiun lainnya Kondisi

    demikian mengindikasikan transfer materi seperti sumberdaya pakan dari ekosistemmangrove ke sistem sungai serta peran mangrove sebagai tempat berlindung dan

     pemijahan biota perairan masih berjalan dengan baik.

    Gambar 3. Kondisi sedimentasi pada bagian hilir Muara Layang.

    Figure 3. Sedimentation condition at lower part of Layang Estuary.

    Kualitas air

    Hasil analisis kualitas air disajikan pada Tabel 4. Salinitas dari Stasiun 1

    (hilir) sampai ke Stasiun 6 tidak menggambarkan pola yang menurun dari hilir ke

    hulu. Variasi nilai kisaran salinitas pada masing-masing stasiun disebabkan oleh

     pengaruh pasang surut. Pengaruh pasang surut terlihat dari hasil pengamatan

    salinitas harian (SULASTRI et al . 2004). Salinitas pada masing-masing stasiun

    masih mendukung kehidupan biota muara. Ikan-ikan yang di hidup di perairan

    muara tropis umumnya memiliki tingkat toleransi yang tinggi terhadap salinitas

    (euryhaline) dan secara rutin mampu mengatasi kondisi salinitas atau mampu beradaptasi dengan kadar salinitas (BLABER, 2000).

    Turbiditas rata-rata berkisar antara 9,88 – 32,02 NTU dengan nilai tertinggi

    di Stasiun 6. Di Amerika Serikat kriteria nilai turbiditas untuk perlindungan hewan

    akuatik secara umum berkisar antara 5-25 NTU (QUINN et al.1992), namun pada

    umumnya nilai turbiditas di perairan tropis seperti Indonesia cukup tinggi karena

     pengaruh curah hujan yang intensif sepanjang tahun, serta tanah yang mudah tererosi

    sehingga banyak sedimen yang terbawa ke perairan sungai seperti yang dilaporkan

    oleh SANDERSON & TAYLOR (2003), bahwa nilai maksimum total suspended

  • 8/19/2019 NH4 dan NO2

    10/18

    SULASTRI, HARTOTO & RIDWANSYAH

    352

     sedimen di perairan pasang surut wilayah perairan estuarin Sumatera adalah 1.013

    mg/L.

    Rata-rata suhu, pH dan oksigen terlarut pada masing-masing stasiun masih

    mendukung kehidupan biota. Perubahan suhu di perairan tropis umumnya tidakmenunjukkan kondisi yang ekstrem dari waktu ke waktu. KIRBY- SMITH et al   (

    2003 ) melaporkan bahwa potensial stress bagi fauna nekton untuk perairan estuarin

    di North Carolina Branch Estuary adalah pada suhu > 30 oC pada pagi hari pada

    akhir musim panas khususnya di zona atas dan tengah estuarin, sedangkan potensial

    stress oksigen terlarut untuk fauna nekton < 2 mg/L pada zona yang sama. Di

    Indonesia pada umumnya konsentrasi oksigen yang baik yang ditetapkan untuk

    kehidupan biota perairan adalah > 3 mg/L, sedangkan pH berkisar antara 6 - 9

    (PERATURAN PEMERINTAH NO 20, 1990). Konsentrasi oksigen terlarut yang

    rendah pada umumnya dijumpai di dasar perairan sungai.

     N-NO2 dan N-NH4 digolongkan sebagai parameter penganggu (HARTOTO

    et al  . 1998), maka pada umumnya konsentrasi N-NO2  dan N-NH4  untuk perairan

    yang baik konsentrasinya rendah. Rata-rata konsentrasi nitrit masih lebih rendah

    dari nilai yang ditetapkan oleh PERATURAN PEMERINTAH NO 20 TAHUN 1990

    untuk kegiatan perikanan, yakni < 0,006 mg/L kecuali Stasiun 2 ang

    menunjukkan nilai ambang batas yang ditetapkan. Selanjutnya untuk N-NH4(amonia) rata-rata masih lebih tinggi dari nilai batasan maksimum untuk kualitas air

    yang baik untuk perikanan yakni 0,02 mg/L (PERATURAN PEMERINTAH.NO 20

    TAHUN,1990). Namun demikian nilai amonia tidak menjad

    masih cukup untuk mengoksidasi amonia dan nitrit menjadi nitrat. Rata-rata nilai

     parameter pengganggu yang tinggi dijumpai di stasiun lebih hilir (Stasiun 1,

    2 dan 3).Rata-rata parameter nutrisi (N-N03, T-N, P-PO4, T-P dan TN/TP ) pada

    masing-masing-masing stasiun umumnya masih memiliki kisaran konsentrasi yang

    rendah. Di perairan alami konsentrasi nitrat berkisar antara 0,05 – 0,2 mg/L

    (WETZEL 2001). Demikian juga untuk T-N dan T-P umumnya lebih rendah yang

    ditetapkan oleh SWEDISH ENVIRONMENTAL PROTECTION AGENCY (1991)

    yang menetapkan T-N > 1,5 mg/L dan T-P > 0,05 mg/L sebagai sistem perairan

    yang kaya akan nutrien.

    Konsentrasi logam

    Hasil analisis logam dalam air disajikan pada Tabel 5. Beberapa unsurlogam pada tingkat tertentu diperlukan untuk proses metabolisme organisme. Ion

    kalsium (Ca) yang melimpah di perairan muara diperlukan untuk membentuk

    cangkang organisme moluska dan invertebrata lainnya. Kalium (K ) diperlukan oleh

    sel biota perairan sebagai pembentuk enzim aktivasi sedangkan Natrium (Na) juga

    diperlukan untuk pertumbuhan tumbuhan dan di perairan estuarin cukup banyak

    tersedia (GOLDMAN & HORNE 1983). Besi (Fe) diperlukan oleh hampir seluruh

    organisme dalam proses metabolisme oksidatif dan fotosintesis pada tumbuhan yang

    memiliki sitrokom (cytocrom) yang mengandung besi. Mangan (Mn) diperlukan

  • 8/19/2019 NH4 dan NO2

    11/18

    PEMILIHAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI

    353

    Tabel 4. Kondisi kualitas air pada masing-masing stasiun yang diamati.

    Table 4. Water quality condition at each observed station.

    ParameterStation

    Station 1 Station 2 Station 3 Station 4 Station 5 Station 6

    Salinity average 25.6 25.7 25.7 24.3 24.4 25.4

    (‰) range

    18.2-

    31.5

    22.0 – 

    30.5 21.0-29.7 14.0-30.4 16.0-29.0 17.0-30.9

    Turbidity average 9.88 10.44 13.42 18.84 21.30 32.02

    (NTU) range

    5.4 – 

    18.7

    4.7 – 

    18.5 5.7 - 28.3 4.3 -59.0 5.0 - 50.3 8.0 - 88.3

    Temp average 29.5 29.8 29.9 29.2 29.8 29.5

    (oC) range

    28.3 – 

    30.7

    28.0 – 

    31.6 27.9 -31.6 24.5 -30.7 27.4 - 31.6 28.1 -31.4

    DO average 5.16 5.07 5.01 4.84 4.63 4.37

    (mg/L) range2.35 – 7.29

    2.51-6.69 3.44 - 6.09 3.44 - 5.58 3.37 - 5.74 2.93 - 5.63

     pH average 7.21 7.16 7.17 7.16 7.17 7.10

    range

    6.46 – 

    7.85

    6.88-

    7.50 6.95 - 7.39 6.87 - 7.43 7.02 - 7.22 6.2 - 7.49

     N-NO2 average 0.004 0.008 0.005 0.004 0.005 0.002

    (mg/L) range

    0.001-

    0.009

    0.002-

    0.014 0.001-0.011 0.000-0.023 0.00-0.017 0.001-0.006

     N-NO3 average 0.066 0.046 0.053 0.038 0.053 0.055

    (mg/L) range

    0.000-

    0.126

    0.009 – 

    0.106 0.019-0.151 0.019-0.100 0.002-0.133 0.005-0.123

     N-NH4 average 0.079 0.074 0.078 0.054 0.048 0.040

    (mg/L) range0.011-0.276

    0.011 – 0.224 0.025-0.224 0.018-0.108 0.027-0.096 0.032-0.063

    T-N average 0.943 1.334 1.601 1.517 1.463 1.362

    (mg/L) range

    0.600-

    2.022

    0.416-

    2.817 0.72-2.944 0.589-2.709 0.649-0.696 0. 8762.608

    P-PO4 average 0.006 0.004 0.006 0.004 0.012 0.023

    (mg/L) range

    0.000 -

    0.014

    0.001-

    0.007 0.002-0.014 0.002-0.008 0.00-0.020 0.005-0.075

    T-P average 0.042 0.024 0.055 0.038 0.048 0.071

    (mg/L) range

    0.017-

    0.056

    0.017 – 

    0032 0.014-0.114 0.019-0.077 0.0240.102 0.012-0.122

    TN/TP average 39.2 69.9 75.2 56.3 53.5 66.3

    range7.8-

    188.916.2 – 187.8 11.3- 210.3 31.0-123.1 8.3-122.54 7.7-217.3

    oleh tumbuhan dan fauna perairan sebagai cofactor beberapa enzim. Magnesium

    (Mg) diperlukan oleh seluruh sel dalam proses reaksi transfer energi melalui reaksi

     pertukaran enzim. Magnesium cukup banyak di perairan dan bukan faktor pembatas

    utama untuk pertumbuhan tumbuhan atau fauna. Mn telah dilaporkan toksik hanya

    di perairan sungai yang terpolusi oleh kegiatan penambangan. Tingkat tosik Mn bagi

    kehidupan aquatik adalah > 2 mg/L yang ditunjukkan pada hasil percobaan di

  • 8/19/2019 NH4 dan NO2

    12/18

    SULASTRI, HARTOTO & RIDWANSYAH

    354

    laboratorium (GOLDMAN & HORNE. 1983). Konsentrasi logam Mn, Pb dan Cd

     pada masing-masing stasiun relatif rendah dan aman untuk perikanan dan kehidupan

    ikan (PERATURAN PEMERINTAH NO 20, 1990; JORGENSEN 1980).

    Tabel 5. Konsentrasi logam di perairan Muara Layang.

    Table 5. Metal concentration in the waters of Layang Estuary.

    Station K Ca Mg Na Fe Mn Pb Cd

    mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L

    1 213 167 769 5059 0.26 0.03 0.006 0.001

    2 256 182 986 5954 0.22 0.03 0.006 0

    3 309 197 1048 6573 0.13 0.02 0.006 0.001

    4 332 202 1141 7261 0.21 0.02 0.003 0.001

    5 312 196 1088 6952 0.19 0.02 0.009 0.0016 603 251 1880 12045 0.25 0.03 0.009 0.001

    Fitoplankton dan zooplanktonKomposisi fitoplankton didominasi oleh kelompok diatom. Kondisi ini

    umum dijumpai di perairan muara (GOLDMAN & HORNE. 1983). Kelimpahan

     jenis-jenis fitoplankton yang dominan disajikan pada Gambar 4. Kelimpahan

    fitoplankton pada umumnya rendah maka sumber pakan organisme di perairan ini

    kemungkinan banyak dipasok dari detritus. serasah atau bahan alohtonus lainnya

    yang berasal dari luar sistem perairan, seperti hutan mangrove. Kelimpahan

    ftoplankton yang tinggi dijumpai di Stasiun 1, namun disisi lain ditinjau dari

    komposisi jenis fitoplankton jenis-jenis alga beracun seperti Trichodesmium sp dan

     Peridinium sp ternyata dominan di Stasiun 1. Oleh karena itu pertimbangan Stasiun

    6 menjadi zona inti masih dimungkinkan.

    Persentase komposisi zooplankton disajikan pada Tabel 6. Komposisi

    zooplankton bervariasi pada masing-masing stasiun. Kopepoda banyak dijumpai

     pada Stasiun 6, larva moluska dari kelompok bivalve dan gastropoda banyak

    dijumpai di Stasiun 3 dan 4. Selanjutnya larva Brachiura dan Caridina  banyak

    dijumpai di Stasiun 6. Dilaporkan juga bahwa melimpahnya jenis-jenis dari

    kelompok Brachyuran di perairan muara mengindikasikan habitat mangrove yang

    masih baik (ASHTON et al . 2003). Caridina spp. adalah jenis-jenis udang yang berukuran kecil yang umumnya banyak dijumpai di anak-anak (alur) sungai sekitar

     perairan muara yang juga merupakan komponen penting jaring-jaring makanan ( food

    web) ekosistem perairan muara. Persentase komposisi kelompok lain-lain merupakan

    hasil penjumlahan bermacam-macam takson dari zooplankton seperti Clenopore,

    Meduse, Chaetognata. telur ikan, larva ikan dan lainnya.

  • 8/19/2019 NH4 dan NO2

    13/18

    PEMILIHAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI

    355

     

    Gambar 4. Kelimpahan total dan jenis-jenis fitoplankton yang dominan.

    Figure 4. Total abundance and dominant species of phytoplankton.

     

    Tabel 6. Persentase komposisi zooplankton pada masing-masing stasiun.

    Table 6 Persentage of zooplankton composition at each station.

    Composition Station

    Zooplankton St1 St 2 St 3 St 4 St 5 St 6

    Copepod 14.52 4.59 9.17 19.97 4.46 35.48

    Brachyura larvae 3.23 0.28 2.12 0.19 10.68

    Larva Bivalvia 22.93 21.73 0.64 3.23

    Gastropod larvae 21.16 44.89 0.64 6.45

    Luciveride 1.61 0.48 4.23 0.64 1.27

    Caridian larvae 3.23 0.92 0.18 0.19 2.23 3.23

    others 73.31 94.06 40.21 12.51 90.76 41.83

    Kelimpahan Stasiun 1, 2, 3, 4, 5 dan 6. masing-masing adalah 4,93; 8,67;

    45,12; 24,91; 54,75 dan 19,74 individu/m3. Melimpahnya kelompok copepod,

     brachyura dan Caridina  di Stasiun 6 mendukung keputusan bahwa Stasiun 6 masih

    sesuai sebagai zona inti kawasan konservasi.

    0

    2000

    4000

    6000

    8000

    10000

    12000

    14000

    16000

    1800020000

    St1 St 2 St3 St4 St 5 St 6Station

       A   b  u  n   d  a  n  c  e   (   i  n   d   i  v   i   d  u  a   l   /   L   )

    Chaetoceros spp

     Nitzschia spp

     Pleurosigma spp

    Thrichodesmium sp

     Peridinium sp

    Total kelimpahan

  • 8/19/2019 NH4 dan NO2

    14/18

    SULASTRI, HARTOTO & RIDWANSYAH

    356

    Keterkaitan masyarakat dengan sumberdaya ikanKeterkaitan masyarakat dengan sumberdaya ikan muara dapat dilihat dari jumlah

    nelayan dan hasil tangkapan ikan. Dari pengamatan di lima dusun, yakni Dusun

    Rambang, Bernai, Gedong, Tanjung Batu dan Tirus masing-masing jumlahnelayannya adalah 23, 17, 19, 25 dan 15 orang dengan hasil tangkapan masing-

    masing 53. 340; 31.603; 16.200; 13.130 dan 3.436 ton/tahun. Hasil tangkapan ikan

    ini cukup berarti untuk mendukung kehidupan masyarakat di wilayah tersebut

    karena ada jenis komoditas sumberdaya ikan yang bernilai ekonomis tinggi seperti

    kepiting, udang, rajungan dan ikan yang nilainya masing-masing mencapai

    Rp.35.000.- ; Rp.30.000.- ; Rp.40.000.- dan Rp 20.000.- per kilogram. Wilayah

     penangkapan sumberdaya ikan tersebut disajikan pada Gambar 5. Di bagian hilir

    ditangkap berbagai komoditas sumberdaya ikan seperti kerang, rajungan, kepiting

    dan udang karena kondisinya yang lebih dangkal sehingga memudahkan melakukan

     penangkapan dengan alat dan perahu yang lebih sederhana. Kondisi ini

    menunjukkan adanya keterkaitan masyarakat dengan sumberdaya ikan muara di

    sekitar Teluk Klabat.

     

    Gambar 5. Wilayah penangkapan sumberdaya ikan ekomis penting.

    Figure 5. Fishing area of economic fish resources.

    Ikan Udang Kerang Rajungan Kepiting

  • 8/19/2019 NH4 dan NO2

    15/18

    PEMILIHAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI

    357

    Pemilihan zonasi kawasan konservasiBerdasarkan kondisi keragaman habitat, kualitas air, struktur komunitas

     biota , keterkaitan masyarakat dengan sumberdaya ikan serta jarak pemukiman

    nelayan dengan stasiun pengamatan maka alternatif zona inti kawasan konservasi diMuara Layang yang diusulkan adalah di sekitar Stasiun 6 (Muara Sungai Melandut)

    yang merupakan anak cabang Sungai Layang. Stasiun ini mempunyai garis pantai

     panjang, kedalaman perairan lebih dari 15 m dan pada saat kemarau anak Sungai

    Melandut masih mengalir airnya dan tidak ada penggundulan vegetasi riparian

    seperti mangrove.

    Sedimentasi di Stasiun 6 juga lebih rendah dibandingkan stasiun bagian

    hilir. Kondisi kualitas air dan komunitas biota di Stasiun 6 masih dalam batas untuk

    mendukung kehidupan biota. Hasil pemetaan menunjukkan Stasiun 6 lebih dekat

    dengan wilayah pemukiman, sehingga memudahkan dalam melakukan pengawasan

    dan pengelolaan kawasan konservasi. Selanjutnya stasiun yang berdekatan dengan

    Stasiun 6 ke arah hilir dijadikan zona penyangga (Stasiun 5), sedangkan Stasiun 4,

    3, 2 dan 1 dijadikan zona ekonomi (Gambar 6).

    Gambar 6. Peta zonasi kawasan konservasi Muara Layang.

    Figure 6. Map of conservation zone at Layang Estuary.

  • 8/19/2019 NH4 dan NO2

    16/18

    SULASTRI, HARTOTO & RIDWANSYAH

    358

    KESIMPULAN

    Dari kajian keragaman fisik habitat, kualitas air dan struktur komunitas biotaStasiun 6 lebih sesuai untuk zona inti kawasan konservasi biota Muara Layang. Hasil

     pemetaan juga menunjukkan Stasiun 6 sebagai zona inti lebih dekat dengan wilayah

     pemukiman, sehingga memudahkan dalam melakukan pengawasan dan pengelolaan

    kawasan konservasi. Adanya ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya ikan

    Muara Layang juga mendukung pentingnya dibuat kawasan konservasi sebagai

    sarana pengelolaan sumberdaya ikan di Muara Layang dan sekitar Teluk Klabat.

    PERSANTUNAN

    Penelitian ini merupakan bagian kegiatan penelitian riset unggulan

    Kompetitif LIPI Sub Program Kalimantan Timur dan Bangka Belitung yang

    dilaksanakan pada tahun 2004 – 2005. Penulis mengucapkan terima kasih kepada

    Prof. Dr. Asikin Djamali, Nomosatryo SSi dan Muhamad Suhaemi Syawal SSi atas

    saran dan bantuannya dalam kegiatan kegiatan penelitian di lapangan.

    DAFTAR PUSTAKA

    APHA-AWWA. 1992. Standard methods for the examination of water and waste

    water. 17th edition. Washington. 1100 p.

    ALLEN W.E and E.E. CUPP. 1933. Plankton Diatom of the Java Sea.  Annales: 102

     – 174.

    ADRIANTO, L, Y. MATSUDA and Y. SAKUMA. 2005. Assessing localsustainability of fisheries system: a multicriteria participatory approach with

    the case of Yoron Island. Kagoshima prefecture, Japan.  Marine Policy 29: 9-

    23.

    ASHTON, E.C., P.J. HOGARTH and D.J. MACINTHOSH. 2003. A comparison of

     brachyuran crab community structure at four mangrove location under

    different management systems along the Malaka Straits-Andaman Sea Coast

    of Malaysia and Thailand. Estuaries (26) 6: 1461 -1471.

  • 8/19/2019 NH4 dan NO2

    17/18

    PEMILIHAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI

    359

    BLABER, S.M. 2000. Tropical estuarine fishes. Ecology, exploitation and

    conservation. fish and aquatic resources series 7. Blackwell Science.732 p.

    COCHRANE, K.L. 2000. Reconciling sustainability, economic efficiency and equity

    in fisheries the one that got away? Fish and Fisheries: 3 – 21.

    GOLDMAN. C.R. and A.J. HORNE. 1983.  Limnologi. Mc-Graw-Hill Book

    Company. New York. 464 pp.

    GRAF W. H. 1984.  Hydraulics of sediment transport . Water Resources

    Publications. Colorado. 513 pp.

    HARTOTO, D.I., S. SARNITA, D. S. SJAFEI, AWALINA, YUSTIAWATI,

    SULASTRI, M. M. KAMAL dan Y. SIDDIK. 1998. Dokumen:  Kriteria

     Evaluasi Suaka Perikanan Darat. Bogor. Puslitbang Limnologi-LIPI. 51 pp.

    JORGENSEN, S.E. 1980.  Lake management . Pergamon Press Ltd. Oxford-Great

    Britain. 167pp.

    KIRBY-SMITH, W.W. MARTIN, E. LEBO and R.B. HERRMANN. 2003.

    Importance of water quality to nekton habitat use in a North Carolina Branch

    Estuary. Estuaries (26) 6: 1480-1485.

     NONTJI, A., C. MULUK and F. SABAR. 1986.  Prosiding Ekspose Limnologi dan Pembangunan. Bogor, 28 – 29 Oktober 1986. Puslit Limnologi, Lembaga

    Ilmu Pengetahuan Indonesia. 122 pp.

    PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 20 TAHUN 1990. Pengendalian kualitas

    air.  Himpunan Peraturan di Bidang Lingkungan Hidup. Eko Jaya. Jakarta

    1991: 69 – 107.

    PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA No 60. 2007.  Konservasi

     sumberdaya ikan. Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut dan

    Pulau-Pulau Kecil. Departemen Kelautan dan Perikanan. 48 pp.

    QUINN J.M., R.J. DAVIES-COLLEY, C.W. HICKEY, M.L.VICKERS, P.A.

    RYAN. 1992. Effects of clay discharges on stream. 2. Benthic invertebrates.

     Hydrobiologia 248: 235-247.

    RIDWANSYAH, I., D.I. HARTOTO and L. SUBEHI. 2004. Geomorphological

    study for conservastion and sustainable management of biota in the Bay of

    Teluk Klabat. In : Ecological Condition of Estuaries of Klabat Bay. Bangka

  • 8/19/2019 NH4 dan NO2

    18/18

    SULASTRI, HARTOTO & RIDWANSYAH

    360

     Island. For the Development of Biological Diversity Conservation. Hartoto

    & Sulastri (Eds). Monograph (4): 1 – 15.

    SANDERSON. P.G. and D.M. TAYLOR. 2003. Short-term quality variability intwo tropical estuaries. Central Sumatra. Estuaries (26) 1 : 156 – 165.

    SWEDISH ENVIRONMENTAL PROTECTION AGENCY. 1991. Quality criteria

    for lake and watercourses. A System for classification of water chemistry,

    organism and metal concentration. 32 pp.

    SULASTRI, D.I. HARTOTO, A. DJAMALI, M.S. SYAWAL, S.

     NOMOSATRIYO, I. RIDWANSYAH dan H. JOHAN, 2004.

    Pengembangan sistem konservasi biota muara untuk pemanfaatan secara

    lestari sumberdaya pesisir dan laut.  Laporan Akhir Riset Unggulan

     Kompetitif 2004. Puslit Limnologi-LIPI. 76 pp.

    SULASTRI, D.I. HARTOTO, S. KOESHENDRAJANA, S. LARASHATI.

    SUGIARTI dan LIAS 2006. Pengembangan model sistem konservasi dan

     pemberdayaan masyarakat muara di Teluk Klabat. Propinsi Bangka

    Belitung. Laporan Akhir Riset Unggulan Kompetitif  2006. Puslit Limnologi

    LIPI.75 pp.

    TOMAS. C.R. 1977. Identifying marine phytoplankton. Academic Press. New York.

    858 pp.

    WETZEL, R.G. 2001.  Limnology.  Lake and River Ecosystem. 3th. Academic Press.

     New York. London. 1006 pp.

    YAMAJI . I. 1979.  Illustration of marine plankton of Japan. Hoikusha Publishing

    Co.. Ltd. Osaka Japan. 537 pp.